7 0 2 MB
MODUL PELATIHAN PELAYANAN KEFARMASIAN BAGI TENAGA KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2020
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MODUL PELATIHAN PELAYANAN KEFARMASIAN BAGI TENAGA KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
Kementerian Kesehatan RI Sekretariat Jenderal Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Direktorat Pelayanan Kefarmasian Jakarta, 2020 Penanggung Jawab : Dita Novianti S.A.,Apt.,MM (Direktur Pelayanan Kefarmasian) Tim Penyusun : Ketua : Dina Sintia Pamela, S.Si., Apt., M.Farm. Wakil Ketua : Andrie Fitriansyah, S.Farm., Apt. Sekretaris /: Sri Suratini, S.Si., Apt., M.Farm. Anggota : - Bernadeta Dina Jerubu, S.Si., Apt. - Cecilia Rina Khristanti, S.Farm., Apt. - Apriandi, S.Farm., Apt., MT. - Dwi Subarti, S.Farm., Apt., M.Sc. - Adriany, S.Si., Apt. - Nurul Jasmine Fauziah, S.Farm. - Ahmad Zainul Kamal, S.Farm., Apt. Kontributor : dr. Irni Owi A (Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer) dr. Aina Fatiya (Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer) dr. Adi Pamungkas (Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer) Diani Litasari (Subdit Imunisasi Dit. Survailens, P2P) Elza Gustanti, S.Si., Apt, MH (HOH Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan) Raden Hermalia, S.F., Apt. (Dinkes Jawa Barat) Chrisna Wardhani, S.F., Apt (Puskesmas Melati 2 Jogjakarta) Dra. Raiyan, MKM., Apt (Puskesmas Serpong I) Iis Rukmawati., S.Si., MKes., Apt (Puskesmas Ibrahim Adji Bandung) Lina Nadhilah, S.Si., Apt (Puskesmas Tebet) Pandu Wibowo, S.Si., Apt (Puskesmas Perumnas 2 Pontianak Barat) Helen Widaya, S.Farm., Apt (Puskesmas Kuraitaji Kota Pariaman) Diterbitkan Oleh : Kementerian Kesehatan RI
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronik termasuk fotocopy rekaman dan lain-lain tanpa seizin tertulis dari penerbit.
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
KATA SAMBUTAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
tenaga
kesehatan
termasuk
tenaga
kefarmasian
harus
bertanggung jawab, memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya, salah satunya melalui pelatihan yang berkelanjutan. Tenaga kefarmasian memiliki peran
penting
dalam
meningkatkan
mutu
pelayanan
kesehatan
dan
melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien. Dalam penyelenggaraannya, pelayanan kefarmasian harus berpedoman pada standar pelayanan kefarmasian. Puskesmas
merupakan
menyelenggarakan
upaya
fasilitas
pelayanan
kesehatan
kesehatan
pemeliharaan,
dasar
promotif,
yang
preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus senantiasa mengacu pada Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Dalam rangka pelaksanaan pelayanan kefarmasian sesuai standar, maka diperlukan pelatihan bagi tenaga kefarmasian di Puskesmas. Untuk itu, Direktorat Pelayanan Kefarmasian menyusun Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas untuk menjadi bahan dalam pelaksanaan pelatihan pelayanan kefarmasian di Puskesmas, sehingga mutu tenaga kefarmasian akan semakin meningkat. Kami menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
Modul
Pelatihan
Pelayanan
Kefarmasian
Bagi
Tenaga
Kefarmasian di Puskesmas. Semoga modul pelatihan ini bermanfaat bagi tenaga kefarmasian di Puskesmas dalam melaksanakan praktik profesinya. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Jakarta, ttd Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt, M.Biomed. NIP. 19580503 198303 2 001 i
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas telah selesai disusun. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas telah diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 tahun 2016 tentang
Standar
Pelayanan
Kefarmasian
di
Puskesmas.
Untuk
memaksimalkan penerapan standar tersebut, perlu dilakukan pelatihan pelayanan kefarmasian bagi tenaga kefarmasian yang melaksanakannya. Sehubungan dengan hal itu, Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi
Tenaga
Kefarmasian
di
Puskesmas
disusun
sebagai
acuan
penyelenggaraan pelatihan tersebut. Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas memuat deskripsi, tujuan pembelajaran, dan uraian materi dasar, materi inti, dan materi penunjang yang sudah tercancum dalam Garis Besar Program Pembelajaran. Modul pelatihan ini diharapkan dapat dijadikan panduan bagi pelatih dan penyelenggara pelatihan agar output pelatihan yang diharapkan dapat tercapai dan ilmu yang didapat oleh para peserta dapat berguna di tempat kerja masing-masing. Kami menyampaikan terima kasih serta apresiasi kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan modul pelatihan ini. Saran dan kritik sangat kami harapkan dalam penyempurnaan dan perbaikan di masa yang akan datang.
Direktur Pelayanan Kefarmasian ttd Dita Novianti S.A., S.Si., Apt., MM. NIP. 197311231998032002
ii
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
DAFTAR ISI Kata Sambutan............................................................................................ i Kata Pengantar ........................................................................................... ii Daftar Isi ....................................................................................................iii Materi Dasar 1 : Kebijakan Pelayanan Kefarmasian Dalam Sistem Kesehatan Nasional ..................................................................................................... 1 A. Deskripsi .............................................................................................. 2 B. Tujuan Pembelajaran ............................................................................ 2 C. Uraian Materi ....................................................................................... 3 1.
Pokok Bahasan 1 : Konsep Sistem Kesehatan Nasional (SKN) ........... 3
2.
Pokok Bahasan 2 : Pelayanan Kefarmasian Sebagai Unsur dari Sub Sistem Kesehatan Nasional ............................................................. 4
3.
Pokok Bahasan 3 : Etika Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinis.. 6
Materi Dasar 2 : Kebijakan Obat Nasional ................................................... 9 A. Deskripsi .............................................................................................. 9 B. Tujuan Pembelajaran ............................................................................ 9 C. Uraian Materi ..................................................................................... 10 1.
Pokok Bahasan 1 : Konsep Kebijakan Obat Nasional (KONAS) ........ 10
2.
Pokok Bahasan 2 : Landasan Kebijakan dan Strategi Pencapaian Konas ........................................................................................... 12
Materi Inti 1 : Pengelolaan Obat, Alat Kesehatan dan BMHP di Puskesmas . 16 A. Deskripsi ............................................................................................ 16 B. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 16 C. Uraian Materi ..................................................................................... 17 1.
Pokok Bahasan 1 : Perencanaan Kebutuhan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas ............................................................... 17
2.
Pokok Bahasan 2 : Pengadaan Obat .............................................. 25
3.
Pokok Bahasan 3 : Penerimaan ..................................................... 28
4.
Pokok Bahasan 4 : Penyimpanan Obat .......................................... 30
5.
Pokok Bahasan 5 : Pendistribusian ............................................... 36
6.
Pokok Bahasan 6 : Pengendalian ................................................... 37
7.
Pokok Bahasan 7 : Pencatatan dan Pelaporan ................................ 40
8.
Pokok Bahasan 8 : Pemantauan dan Evaluasi ................................ 44
Materi Inti 2: Pelayanan Farmasi Klinik ..................................................... 46 A. Deskripsi ............................................................................................ 46
iii
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
B. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 46 C. Uraian Materi ..................................................................................... 47 1.
Pokok Bahasan 1 : Pengkajian dan Pelayanan Resep ...................... 48
2.
Pokok Bahasan 2 : Pelayanan Informasi Obat ................................ 52
3.
Pokok Bahasan 3 : Konseling ........................................................ 54
4.
Pokok Bahasan 4 : Visite/Ronde Bangsal....................................... 58
5.
Pokok Bahasan 5 : Pemantauan Terapi Obat ................................. 62
6.
Pokok Bahasan 6 : Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) ..................... 66
7.
Pokok Bahasan 7 : Home Pharmacy Care ....................................... 70
8.
Pokok Bahasan 8 : Monitoring Efek Samping Obat (MESO) /Farmakovigilans .......................................................................... 74
Materi Inti 3 : Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat .............................. 77 A. Deskripsi Singkat................................................................................ 77 B. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 77 C. Uraian Materi ..................................................................................... 78 1.
Pokok Bahasan 1 : Keterlibatan Apoteker dalam Program Indonesia Sehat-Pendekatan Keluarga (PIS-PK) ............................................. 78
2.
Pokok Bahasan 2 : Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gema Cermat ............................................................................... 82
Materi Penunjang 1 : Building Learning Commitment (BLC) ......................... 92 A. Deskripsi Singkat................................................................................ 92 B. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 93 C. Uraian Materi ..................................................................................... 94 1.
Pokok Bahasan 1 : Perkenalan dan Pencairan antara Peserta, Fasilitator dan Panitia ................................................................... 95
2.
Pokok Bahasan 2 : Perumusan Harapan, Kekhawatiran dan Komitmen terhadap Proses Pelatihan ............................................100
3.
Pokok Bahasan 3 : Kesepakatan Nilai, Norma, dan Kontrol Kolektif Belajar Bersama ..........................................................................101
Materi Penunjang 2 : Antikorupsi .............................................................104 A. Deskripsi ...........................................................................................104 B. Tujuan Pembelajaran .........................................................................104 C. Uraian Materi ....................................................................................106 1.
Pokok Bahasan 1 : Konsep Korupsi ..............................................106
2.
Pokok Bahasan 2 : Konsep Anti Korupsi .......................................110
3.
Pokok Bahasan 3 :Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 114
4.
Pokok Bahasan 4 : Tatacara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindak Pidana Korupsi (TPK) ...................................................................118
iv
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
5.
Pokok Bahasan 5 : Gratifikasi ......................................................122
Materi Penunjang 3 : Rencana Tindak Lanjut............................................127 A. Deskripsi Singkat...............................................................................127 B. Tujuan Pembelajaran .........................................................................127 C. Uraian Materi ....................................................................................127 Lampiran.................................................................................................132
v
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI DASAR I : KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM SISTEM KESEHATAN NASIONAL
1
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM SISTEM KESEHATAN NASIONAL
A. Deskripsi Pelayanan Kefarmasian merupakan bagian integral dari Sistem Kesehatan Nasional
dalam
rangka mendukung
terwujudnya
tujuan pembangunan
kesehatan nasional.
B. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami Kebijakan Pelayanan Kefarmasian dalam Sistem Kesehatan Nasional. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: a. Menjelaskan konsep Sistem Kesehatan Nasional b. Menjelaskan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas c. Menjelaskan Etika Profesi Apoteker
2
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. Uraian Materi 1. POKOK BAHASAN 1 : KONSEP SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN) a. Pengertian Sistem Kesehatan Nasional Sistem Kesehatan Nasional, yang selanjutnya disingkat SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan, seluruh unsur penyusun dalam SKN merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan saling terkait satu sama lain dalam. b. Tujuan SKN Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua
komponen
bangsa,
baik
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah,dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, danlembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. c. Fungsi SKN 1) Kebijakan dan regulasi 2) Manajemen dan administrasi 3) Pemberdayaan dan informasi kesehatan 4) Tata hubungan antar sub sistem dan lingkungan
3
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
2. POKOK BAHASAN 2 : PELAYANAN KEFARMASIAN SEBAGAI UNSUR DARI SUB SISTEM KESEHATAN NASIONAL a. Filosofi Pelayanan Kefarmasian Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan,dan makanan adalah tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan,dan makanan yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk
obat
dijamin
ketersediaan
dan
keterjangkauannya
guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pelayanan kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu di semua fasilitas pelayanan kesehatan dengan mengikuti kebijakan yang ditetapkan. Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, danmakanan terdiri dari: 1) komoditi; 2) sumber daya; 3) pelayanan kefarmasian; 4) pengawasan; dan 5) pemberdayaan masyarakat Apoteker sebagai pelaksana pelayanan kefarmasian di Puskesmas, berperan penting dalam menjamin ketersediaan obat yang aman, berkhasiat dan bermutu serta memberikan pelayanan obat disertai pemberian informasi yang tepat dan akurat dalam rangka mewujudkan efektifitas terapi dan peningkatan
keselamatan
pengobatan
keselamatan pasien. Filosofi Pelayanan Kefarmasian 1) Memaksimalkan efek terapi 2) Meminimalkan risiko pengobatan 3) Mengefektifkan biaya 4) Menghormati pilihan pasien
4
pasien
sebagai
bagian
dari
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
b. Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan No.74/2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Definisi Pelayanan Kefarmasian mencakup 5 aspek: 1) Pelayanan lansung 2) Bertanggung jawab kepada pasien 3) Berkaitan dengan sediaan farmasi 4) Memberikan hasil yang pasti 5) Meningkatkan mutu kehidupan pasien Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan No.74/2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Implementasi Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi: 1) pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan medis habis pakai (BMHP) 2) Pelayanan Farmasi Klinik 3) Sumberdaya kefarmasian 4) Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian. c. Kolaborasi Apoteker dengan tenaga kesehatan lain di Puskesmas Apoteker di Puskesmas berwenang dan bertanggung jawab terhadap aspek pengelolaan obat sekaligus aspek pelayanan farmasi klinik, dengan mengacu kepada Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Dalam
pelaksanaan
pelayanan
kefarmasian
di
Puskesmas,
apoteker
berkolaborasi dengan dokter maupun tenaga kesehatan lain dalam rangka peningkatan efektifitas pengobatan pasien. Untuk mewujudkan kolaborasi antar tenaga kesehatan, setiap tenaga kesehatan harus melaksanakan tugasnya dengan bertanggung jawab, berkoordinasi, melakukan komunikasi yang efektif, bekerjasama, saling percaya dan saling menghargai satu sama lain. Untuk
itu,
apoteker
perlu
meningkatkan
kompetensi,
baik
teknis
kefarmasian maupun komunikasi yang efektif dalam berkolaborasi antar tenaga kesehatan di Puskesmas.
5
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
3. POKOK BAHASAN 3 : ETIKA APOTEKER DALAM PELAYANAN FARMASI KLINIS a. Definisi Etika Profesi Etika dideskripsikan sebagai studi sistematis tentang pilihan moral, yang memberikan perhatian pada nilai-nilai yang melatar-belakanginya, alasan orang
memberikannya
dan
bahasa
yang
digunakan
untuk
mendeskripsikannya. Pengambilan keputusan etis merupakan proses seseorang mengenali bahwa suatu masalah perlu diselesaikan atau suatu pilihan memilih
yang
sulit
salah
dibuat,
satu,
mengidentifikasi
menggunakannya
kemungkinan
dan
kemudian
penyebab, menerima
tanggungjawabnya. b. Etika Profesi Apoteker 1) Apoteker harus bertindak demi kepentingan pasien dan anggota masyarakat lainnya, berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat dalam kemitraan dengan profesi kesehatan lainnya. 2) Apoteker harus selalu mengikuti perkembangan praktek kefarmasian, tetap up to date dalam peraturan yang terkait dengan kefarmasian dan pengetahuan serta teknologi yang dapat diterapkan dalam kefarmasian, dan menjaga kompetensi serta efektivitas sebagai seorang praktisi. 3) Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan klinis (clinical governance)
sehingga
organisasi
pelayanan
kesehatan
bertanggungjawab secara terus menerus menyempurnakan kualitas pelayanan dan menjaga standar pelayanan yang tinggi, dengan menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan pelayanan klinis yang unggul akan berkembang. 4) Apoteker dapat berkontribusi dalam pengobatan berbasis bukti melalui keterlibatannya dalam pemantauan peresepan dan dalam pembuatan pedoman terapi serta formularium. 5) Apoteker harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama praktek profesional yang terkait dengan pasien dan keluarganya. Kerahasiaan merupakan suatu komponen penting hak pasien dan Apoteker diikat oleh Kode Etik Profesi. Informasi tersebut harus tidak dibuka kepada setiap orang tanpa persetujuan pasien atau pihak yang 6
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
berwenang kecuali atas permintaan pasien atau tuntutan publik yang memerlukan keterbukaan tersebut. Informasi meliputi yang disimpan melalui ingatan maupun yang dicatat/direkam. c. Kompetensi Profesional 1) Apoteker harus mengikuti perkembangan dalam praktek kefarmasian, tetap up-to-date dalam peraturan yang terkait dengan kefarmasian dan pengetahuan serta teknologi yang dapat diaplikasikan bagi kefarmasian, dan menjaga kompetensi dan keefektivan sebagai seorang praktisi. 2) Apoteker memahami sifat dan khasiat bahan obat serta sediaan obat, dan bagaimana digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit, menghilangkan gejala atau membantu diagnosis penyakit. Apoteker dalam berpraktek profesional menggunakan pengetahuannya untuk kesehatan dan keselamatan pasien serta masyarakat. 3) Apoteker harus berperilaku dengan integritas dan tulus, setia kepada perilaku standar pribadi dan profesional yang diterima dan tidak melakukan perilaku atau aktivitas sejenis yang mencemari profesi.
7
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI DASAR II : KEBIJAKAN OBAT NASIONAL
8
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
KEBIJAKAN OBAT NASIONAL A. Deskripsi Kebijakan Obat Nasional dimaksudkan untuk meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan,
pemerataan
obat
secara
berkelanjutan
dalam
rangka
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.
B. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami Kebijakan Obat Nasional (KONAS). 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: a.
Menjelaskan konsep KONAS.
b. Menjelaskan landasan kebijakan dan strategi pencapaian KONAS
9
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. Uraian Materi 1. POKOK BAHASAN 1 : KONSEP KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) a. Definisi Kebijakan Obat Nasional (KONAS) Obat merupakan salah satu komponen yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan.
Akses terhadap obat terutama obat esensial
merupakan salah satu hak azasi manusia. Dengan demikian, penyediaan obat
esensial
merupakan
kewajiban
bagi
pemerintah
dan
lembaga
pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan lainnya, karena selain merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Kebijakan pemerintah terhadap peningkatan akses obat diselenggarakan melalui
beberapa
Keputusan
strata
Menteri
kebijakan
Kesehatan
yaitu
yang
Undang-Undang
mengatur
berbagai
sampai
ketentuan
berkaitan dengan obat. KONAS adalah dokumen resmi berisi pernyataan komitmen semua pihak yang menentukan tujuan dan sasaran nasional di bidang obat beserta prioritas, strategi dan peran berbagai pihak dalam penerapan komponen komponen pokok kebijakan untuk pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. b. Tujuan KONAS KONAS
dalam
pengertian
luas
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan, agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Keterjangkauan dan penggunaan obat yang rasional merupakan bagian dari tujuan yang hendak dicapai.
Pemilihan obat yang tepat dengan mengutamakan
penyediaan obat esensial dapat meningkatkan akses serta kerasionalan penggunaan obat. Dengan demikian tujuan KONAS adalah menjamin: 1) Ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat terutama obat esensial 2) Keamanan, melindungi
khasiat
dan
masyarakat
mutu dari
penyalahgunaan obat 10
semua
obat
penggunaan
yang yang
beredar serta salah
dan
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
3) Penggunaan obat yang rasional c. Ruang Lingkup Ruang lingkup KONAS meliputi pembangunan di bidang obat untuk menjamin
terlaksananya
pembangunan
kesehatan
dalam
upaya
mendapatkan sumberdaya manusia berkualitas. KONAS
mencakup
pembiayaan,
ketersediaan
dan
pemerataan,
keterjangkauan obat, seleksi obat esensial , penggunaan obat rasional, pengawasan, penelitian dan peng'embangan, pengembangan sumber daya manusia dan pemantauan serta evaluasi.
11
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
2. POKOK BAHASAN 2 : LANDASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCAPAIAN KONAS a. Landasan Kebijakan Untuk mencapai tujuan KONAS ditetapkan landasan kebijakan yang merupakan penjabaran dari prinsip dasar SKN, yaitu : 1) Obat harus diperlakukan sebagai komponen yang tidak tergantikan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Dalam kaitan ini aspek 'teknologi dan ekonomi harus diselaraskan dengan aspek sosial dan ekonomi. 2) Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat esensial yang dibutuhkan masyarakat. 3) Pemerintah dan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk menjamin agar pasien mendapat pengobatan yang rasional. 4) Pemerintah melaksanakan pembinaan; pengawasan dan pengendalian obat, sedangkan pelaku usaha di bidang obat bertanggung jawab atas mutu obat sesuai dengan fungsi usahanya. Tugas pengawasan dan pengendalian yang menjadi tanggung jawab pemerintah dilakukan secara profesional, bertanggung jawab, independen dan transparan. 5) Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi obat yang benar, lengkap
dan
tidak
menyesatkan.
Pemerintah
memberdayakan
masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan pengobatan. b. Strategi Pencapaian KONAS 1) Ketersediaan, Pemerataan dan Keterjangkauan Obat Esensial Akses obat esensial bagi masyarakat secara garis besar dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu penggunaan obat yang rasional, harga yang terjangkau, pendanaan yang berkelanjutan, dan sistem kesehatan serta sistem penyediaan obat yang dapat diandalkan. Berdasarkan pola pemikiran di atas ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial dicapai melalui strategi antara lain: a) Sistem
pembiayaan
obat
berkelanjutan,
baik
sektorpublik
maupun\sektor swasta mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dijabarkan 12
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
dalam
berbagai
bentuk
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
Masyarakat (JPKM). b) Rasionalisasi harga obat dan pemanfaatan obat generik. c) Penerapan sistem pengadaan dalam jumlah besar (bulk purchasing) atau pengadaan bersama (poolprocurement) disektor publik. Disertai distribusi obat yang efektif, efisien dan akuntabel pada sektor publik dan swasta. d) Pengembangan dan evaluasi terus-menerus, khususnya model dan bentuk pengelolaan obat sektor publik di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan dan daerah rawan bencana. 2) Jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat beredar,serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat. Pengawasan dan pengendalian obat mulai dari impor, produksi hingga ke tangan pasien, merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan. Untuk mencapai maksud tersebut dilakukan strategi sebagai berikut: a) Penilaian keamanan, khasiat dan rnutu melalui proses pendaftaran, pembinaan,
pengawasan
dan
pengendalian (binwasdal)
impor,
ekspor, produksi, distribusi dan pelayanan obat merupakan suatu kesatuan yang utuh, dilakukan dengan kompetensi tinggi, akuntabel secara transparan dan independen. b) Adanya dasar hukum dan penegakan hukum secara konsisten, dengan efek jera yang tinggi untuk setiap pelanggaran. c) Penyempurnaan ketentuan sarana produksi, sarana distribusi, dan sarana pelayanan obat. d) Pemberdayaan masyarakat melalui penyediaan dan penyebaran informasi terpercaya, sehingga terhindar dari penggunaan obat yang tidak memenuhi standar. e) Penyempurnaan dan pengembangan berbagai standar dan pedoman. 3) Penggunaan obat yang rasional Pengembangan
serta
penerapan pedoman
terapi
dan
kepatuhan
terhadap Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), merupakan dasar dari pengembangan penggunaan obat yang rasional. Salah satu masalah yang mendasar atas terjadinya penggunaan obat yang tidak rasional adalah informasi yang tidak benar, tidak lengkap dan menyesatkan. Oleh karena itu perlu dijamin agar pengguna obat, baik pelayan 13
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
kesehatan maupun masyarakat mendapatkan informasi yang benar, lengkap dan tidak menyesatkan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas upaya untuk penggunaan obat yang rasional dilakukan melalui strategi berikut: a) Penerapan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dalam setiap upaya pelayanan kesehatan, baik perorangan maupun masyarakat, meialui pemanfaatan pedoman terapi dan formularium berbasis bukti ilmiah terbaik. b) Pengadaan obat di sarana kesehatan dan skema JKN mengacu pada DOEN. c) Penerapan pendekatan farmako ekonomi melalui analisis biayaefektif dengan biaya-manfaat pada seleksi obat yang digunakan di semua tingkat pelayanan kesehatan. d) Penerapan pelayanan kefarmasian yang baik. e) Pemberdayaan masyarakat melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).
14
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI INTI 1 : PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN BMHP DI PUSKESMAS
15
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
PENGELOLAAN OBAT, ALAT KESEHATAN DAN BMHP DI PUSKESMAS A. Deskripsi Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan (perbekkes) merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan perbekkes yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjamin terlaksananya pengelolaan obat dan perbekkes yang baik.
B. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum Peserta mampu melakukan pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di Puskesmas. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP, yang terdiri dari :
a. Perencanaan Kebutuhan Obat Perbekalan Kesehatan b. Pengadaan Obat c. Penerimaan Obat dan perbekalan kesehatan d. Penyimpanan Obat e. Pendistribusian Obat f. Pengendalian Obat g. Pencatatan, Pelaporan, dan Pengarsipan h. Pemantuan Dan Evaluasi
16
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. Uraian Materi
1. POKOK BAHASAN 1 : PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI PUSKESMAS Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP) di puskesmas setiap periode, dilaksanakan oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian (TTK) pengelola ruang farmasi. Perencanaan obat yang baik dapat mencegah kekosongan atau kelebihan stok obat dan menjaga ketersediaan obat di puskesmas. Tahapan perencanaan kebutuhan obat dan BMHP meliputi : a. Pemilihan Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Proses pemilihan obat di puskesmas dilakukan dalam rangka perencanaan permintaan obat ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan pembuatan formularium puskesmas. Pemilihan obat di puskesmas harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional (FORNAS). Untuk menjaga ketersediaan obat, apoteker atau penanggungjawab ruang farmasi
bersama
tim
tenaga
kesehatan
di
puskesmas
menyusun
formularium puskesmas. Penggunaan formularium puskesmas selain bermanfaat dalam kendali mutu, biaya, dan ketersediaan obat di puskesmas, juga memberikan informasi kepada dokter, dokter gigi, apoteker dan tenaga kesehatan lain mengenai obat yang digunakan di puskesmas.
Formularium
puskesmas
ditinjau
kembali
sekurang-
kurangnya setahun sekali menyesuaikan kebutuhan obat di puskesmas. Kriteria obat yang masuk dalam Formularium Puskesmas:
1) Obat yang masuk dalam Formularium Puskesmas adalah obat yang tercantum dalam DOEN dan FORNAS untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
2) Berdasarkan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi. 3) Mengutamakan penggunaan obat generik. 4) Memiliki
rasio
manfaat-risiko
(benefit-risk
ratio)
yang
paling
menguntungkan penderita.
5) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien. 6) Memiliki
rasio
manfaat-biaya
(benefit-cost
ratio)
yang
tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
7) Obat yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence 17
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
based medicines). Tahapan penyusunan formularium puskesmas :
1) Meminta
usulan
obat
dari
penanggungjawab
pelayanan
dan
penanggungjawab program;
2) Membuat rekapitulasi usulan obat dan mengelompokkan usulan tersebut berdasarkan kelas terapi atau standar pengobatan;
3) Membahas usulan bersama Kepala Puskesmas, dokter, dokter gigi, perawat dan bidan puskesmas;
4) Menyusun daftar obat yang masuk ke dalam formularium puskesmas; 5) Penetapan formularium puskesmas oleh kepala puskesmas; 6) melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai formularium puskesmas kepada seluruh tenaga kesehatan puskesmas; b. Pengumpulan data Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan obat periode sebelumnya (data konsumsi), data morbiditas, sisa stok dan usulan kebutuhan obat dari semua jaringan pelayanan puskesmas. c. Memperkirakan kebutuhan periode yang akan datang ditambah stok penyangga
(buffer
stock).
Buffer
stock
ditentukan
dengan
mempertimbangkan waktu tunggu (lead time), penerimaan obat serta kemungkinan perubahan pola pernyakit dan kenaikan jumlah kunjungan. Buffer stock bervariasi tergantung kepada kebijakan puskesmas. d. Menyusun dan menghitung rencana kebutuhan obat menggunakan metode yang sesuai. e. Data pemakaian, sisa stok dan permintaan kebutuhan obat puskesmas dituangkan dalam Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) puskesmas. f. Laporan pemakaian berisi jumlah pemakaian obat dalam satu periode dan lembar permintaan berisi jumlah kebutuhan obat puskesmas dalam satu periode. g. LPLPO puskesmas menjadi dasar untuk rencana kebutuhan obat tingkat puskesmas dan digunakan sebagai data pengajuan kebutuhan obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan obat untuk satu periode dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas. a. Metode Konsumsi 18
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat periode sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Pengumpulan dan pengolahan data 2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi 3) Perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi 4) Penyesuaian jumlah kebutuhan sediaan farmasi Data
yang
perlu
dipersiapkan
untuk
perhitungan
dengan
metode
konsumsi:
1) Daftar obat. 2) Stok awal. 3) Penerimaan. 4) Pengeluaran. 5) Sisa stok. 6) Obat hilang/rusak, kadaluarsa. 7) Kekosongan obat. 8) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun. 9) Waktu tunggu. 10)Stok pengaman. 11)Perkembangan pola kunjungan Contoh perhitungan dengan Metode Konsumsi untuk kebutuhan 1 (satu) tahun: Selama tahun 2019 (Januari – Desember) pemakaian parasetamol tablet sebanyak 25.000 tablet untuk pemakaian selama 10 (sepuluh) bulan. Pernah terjadi kekosongan selama 2 (dua) bulan. Sisa stok per 31 Desember 2019 adalah 100 tablet.
1) Pemakaian rata-rata Parasetamol tablet perbulan tahun 2019 adalah 25.000 tablet : 10 ═ 2.500 tablet.
2) Pemakaian Parasetamol tahun 2019 (12 bulan) = 2.500 tablet x 12 = 30.000 tablet.
3) Pada umumnya stok pengaman berkisar antara 10% - 20% (termasuk untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan kunjungan). Misalkan berdasarkan evaluasi data diperkirakan 20% = 20% x 30.000 tablet = 6.000 tablet.
4) Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 3 (tiga) s/d 4 (empat) 19
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
minggu. Pemakaian rata-rata Parasetamol tablet perminggu adalah 2.500 tablet : 4 = 625 tablet. Misalkan leadtime diperkirakan 3 minggu = 3 x 625 tablet = 1.875 tablet.
5) Kebutuhan Parasetamol tahun 2019 adalah = b + c + d, yaitu 30.000 tablet + 6.000 tablet + 1.875 tablet = 37.875 tablet.
6) Rencana kebutuhan Parasetamol untuk tahun 2020 adalah: hasil perhitungan kebutuhan (e) – sisa stok = 37.875 tablet – 100 tablet = 37.775 tablet ~ 378 box @ 100 tablet. Rumus : A = Rencana kebutuhan B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan C = Stok pengaman 10 % – 20 % D = Waktu tunggu (3 – 4 minggu) E = Sisa stok b. Metode Morbiditas Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman. Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah :
1) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur 2) Menentukan
jumlah
kunjungan
kasus
berdasarkan
prevalensi
penyakit.
3) Menyediakan formularium/standar/pedoman sediaan farmasi. 4) Menghitung perkiraan kebutuhan sediaan farmasi. 5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia. Contoh perhitungan perencanaan kebutuhan obat Penggunaan oralit pada penyakit diare akut : Anak-anak Diketahui,
•
Satu siklus pengobatan diare diperlukan 10 bungkus oralit @ 200 ml.
•
Jumlah kasus 10.000 kasus. Jadi, Jumlah oralit yang diperlukan = 10.000 kasus x 10 bungkus = 100.000 bungkus @ 200ml
Dewasa Diketahui,
•
Satu siklus pengobatan diare diperlukan 20 bungkus oralit @ 200ml. Jumlah kasus 5.000 kasus.
Jadi, 20
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Jumlah oralit yang diperlukan = 5.000 kasus x 20 bungkus = 100.000 bungkus @ 200ml. Dengan demikian jumlah kebutuhan garam oralit satu periode = 100.000 + 100.000 = 200.000 bungkus @ 200ml. c. Evaluasi Perencanaan Evaluasi terhadap perencanaan dilakukan meliputi:
1) Kesesuaian perencanaan dengan kebutuhan. Dilakukan penilaian kesesuaian antara RKO dengan realisasi. Sumber data berasal dari rumah sakit, LKPP dan pemasok.
2) Masalah
dalam
ketersediaan
yang
terkait
dengan
perencanaan.
Dilakukan dengan cek silang data dari fasyankes dengan data di pemasok. Cara/teknik evaluasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
•
Analisa ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi
•
Pertimbangan/ kriteria VEN, untuk evaluasi aspek medik/ terapi
•
Kombinasi ABC dan VEN
•
Revisi daftar obat
1) Analisis ABC ABC bukan singkatan melainkan suatu penamaan yang menunjukkan peringkat/rangking
dimana
urutan
dimulai
dengan
yang
terbaik/terbanyak. Analisis ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu: a) Kelompok A: Adalah
kelompok
jenis
obat
yang
jumlah
nilai
rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan. b) Kelompok B: Adalah
kelompok
jenis
obat
yang
jumlah
nilai
rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%. c) Kelompok C: Adalah
kelompok
jenis
obat
yang
jumlah
nilai
rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. Berdasarkan berbagai observasi dalam manajemen persediaan, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya 21
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
diwakili
oleh
relatif
sejumlah
kecil
item.
Sebagai
contoh,
dari
pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan 10% dari jenis atau item obat yang paling banyak digunakan, sedangkan sisanya sekitar 90% jenis atau item obat menggunakan dana sebesar 30%. Dengan analisis ABC,
jenis-jenis
obat
ini
dapat
diidentifikasi,
untuk
kemudian
dilakukan evaluasi lebih lanjut. Evaluasi ini misal dengan mengoreksi kembali apakah penggunaannya memang banyak atau apakah ada alternatif sediaan lain yang lebih efisien dari segi biaya (misalnya nama dagang lain, bentuk sediaan lain, dan sebagainya). Evaluasi terhadap jenis-jenis obat yang menyerap biaya terbanyak juga lebih efektif dibandingkan evaluasi terhadap obat yang relatif memerlukan anggaran sedikit. Langkah-langkah menentukan Kelompok A, B dan C: a) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara mengalikan jumlah obat dengan harga obat. b) Tentukan peringkat mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil. c) Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan. d) Hitung akumulasi persennya. e) Obat kelompok A termasuk dalam akumulasi 70% f)
Obat kelompok B termasuk dalam akumulasi >70% s/d 90% (menyerap dana ± 20%)
g) Obat kelompok C termasuk dalam akumulasi > 90% s/d 100% (menyerap dana ± 10%).
2) Analisis VEN Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas dengan mengelompokkan obat berdasarkan manfaat tiap jenis obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut: a) Kelompok V (Vital): Adalah kelompok obat yang mampu menyelamatkan jiwa (life saving). Contoh: obat syok anafilaksis b) Kelompok E (Esensial) : Adalah kelompok obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit dan paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan. Contoh : 22
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
•
Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (contoh: antidiabetes, analgesik, antikonvulsi)
•
Obat untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar.
c) Kelompok N (Non Esensial): Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. Contoh: suplemen. Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk: a) Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.
Obat
yang
perlu
ditambah
atau
dikurangi
dapat
didasarkan atas pengelompokan obat menurut VEN. b) Penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar selalu tersedia. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN yang sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing
wilayah.
Kriteria
yang
disusun
dapat
mencakup
berbagai aspek antara lain aspek klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya.
23
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
3) Analisis Kombinasi Jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah benarbenar jenis obat yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E dan sebagian V dari VEN. Sebaliknya, jenis obat dengan status N harusnya masuk kategori C. Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat dimana anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan. A
B
C
V
VA
VB
VC
E
EA
EB
EC
N
NA
NB
NC
Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan obat. Mekanismenya adalah : a) Obat yang masuk kategori NA menjadi prioritas pertama untuk dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih kurang, maka obat kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan pendekatan ini dana yang tersedia masih juga kurang lakukan langkah selanjutnya. b) Pendekatannya sama dengan pada saat pengurangan obat pada kriteria NA, NB, NC dimulai dengan pengurangan obat kategori EA, EB dan EC.
4) Revisi daftar obat Bila langkah-langkah dalam analisis ABC maupun VEN terlalu sulit dilakukan atau diperlukan tindakan cepat untuk mengevaluasi daftar perencanaan, sebagai langkah awal dapat dilakukan suatu evaluasi cepat (rapid evaluation), misalnya dengan melakukan revisi daftar perencanaan obat. Namun sebelumnya, perlu dikembangkan dahulu kriterianya, obat atau nama dagang apa yang dapat dikeluarkan dari daftar. Manfaatnya tidak hanya dari aspek ekonomi dan medik, tetapi juga dapat berdampak positif pada beban penanganan stok.
24
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
2. POKOK BAHASAN 2 : PENGADAAN OBAT Pengadaan obat di puskesmas, dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melakukan permintaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan pengadaan mandiri (pembelian). a. Permintaan Sumber penyediaan obat di puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Obat yang disediakan di Puskesmas harus sesuai dengan Formularium Nasional (FORNAS), Formularium Kabupaten/Kota dan Formularium Puskesmas. Permintaan obat puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO (Form lampiran 1). Permintaan obat dari
sub
unit
ke
kepala
puskesmas
dilakukan
secara
periodik
menggunakan LPLPO sub unit. Permintaan terbagi atas dua yaitu :
1) Permintaan rutin Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing – masing puskesmas.
2) Permintaan khusus Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin. Proses permintaan khusus sama dengan proses permintaan rutin. Permintaan khusus dilakukan apabila : a) Kebutuhan meningkat b) Terjadi kekosongan obat c) Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/Bencana) Dalam menentukan jumlah permintaan obat, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
1) Data pemakaian obat periode sebelumnya. 2) Jumlah kunjungan resep. 3) Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. 4) Sisa Stok. Cara menghitung kebutuhan obat (stok optimum) adalah : Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya. SO = SK + SWK + SWT+ SP 25
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan rumus :
Keterangan: SO = Stok optimum SK = Stok Kerja (Pemakaian rata–rata per periode distribusi SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu ( Lead Time ) SP = Stok penyangga SS = Sisa Stok Stok Kerja
Pemakaian rata-rata per periode distribusi
Waktu
Lamanya kekosongan obat dihitung dalam
Kekosongan
hari
Waktu Tunggu
Waktu tunggu, dihitung mulai dari permintaan obat oleh Puskesmas sampai dengan penerimaan obat di Puskesmas
Stok Penyangga
Adalah persediaan obat untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan kunjungan, keterlambatan kedatangan
obat.
Besarnya
ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara Puskesmas dan Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Sisa Stok
Adalah sisa obat yang masih tersedia di Puskesmas pada akhir periode distribusi
Stok Optimum
Adalah stok ideal yang harus tersedia dalam waktu periode tertentu.
b. Pengadaan Mandiri Pengadaan obat secara mandiri oleh Puskesmas dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Puskesmas dapat melakukan pembelian obat ke distributor. Dalam hal terjadi kekosongan persediaan dan kelangkaan di fasilitas distribusi, Puskesmas dapat melakukan pembelian obat ke apotek. Pembelian dapat dilakukan dengan dua mekanisme :
1) Puskesmas dapat membeli obat hanya untuk memenuhi kebutuhan 26
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
obat yang diresepkan dokter.
2) Jika letak puskesmas jauh dari apotek, puskesmas dapat menggunakan SP (Surat Pemesanan), dimana obat yang tidak tersedia di fasilitas distribusi
dapat
dibeli
sebelumnya,
dibutuhkan.
27
sesuai
dengan
stok
yang
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
3. POKOK BAHASAN 3 : PENERIMAAN Penerimaan
sediaan
farmasi
dan
BMHP
dari
Instalasi
Farmasi
Kabupaten/Kota (IFK) dan sumber lainnya merupakan salah satu kegiatan yang
dilakukan
oleh
apoteker
atau
tenaga
teknis
penanggungjawab
ruang
farmasi
di
puskesmas.
penanggungjawab
ruang
farmasi
bertanggungjawab
kefarmasian Apoteker untuk
dan
(TTK) TTK
memeriksa
kesesuaian jenis, jumlah dan mutu obat pada dokumen penerimaan. Pemeriksaan mutu meliputi pemeriksaan label, kemasan dan jika diperlukan bentuk fisik obat. Setiap obat yang diterima harus dicatat jenis, jumlah dan tanggal kadaluarsanya dalam buku penerimaan dan kartu stok obat. Pemeriksaan fisik obat meliputi: a. Tablet : -
kemasan dan label
-
bentuk fisik tablet (warna, keutuhan tablet, basah, lengket)
b. Tablet salut : -
kemasan dan label
-
bentuk fisik (warna, keutuhan tablet salut, basah, lengket)
c. Cairan : -
kemasan dan label
-
kejernihan, homogenitas
-
warna, bau, bentuk
d. Salep : -
kemasan dan label
-
homogenitas
-
warna, konsistensi
e. Injeksi : -
kemasan dan label
-
kejernihan untuk larutan injeksi
-
homogenitas untuk serbuk injeksi
-
warna
f. Sirup kering : -
kemasan dan label
-
warna, bau, penggumpalan
g. Suppositoria : 28
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
-
kemasan dan label
-
konsistensi
-
warna
Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan mutu di laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan tanggung jawab pemasok yang menyediakan dan dicantumkan dalam perjanjian jual beli. Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik dan kelengkapan dokumen yang menyertainya. Sediaan farmasi dan BMHP hasil permintaan dapat dilakukan penerimaan setelah
mendapatkan
persetujuan
dari
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan sesuai dengan isi dokumen dan ditandatangani oleh petugas penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan obat dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok.
29
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
4. POKOK BAHASAN 4 : PENYIMPANAN OBAT Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, serta memudahkan pencarian dan pengawasan. Aspek umum yang perlu diperhatikan: a. Persediaan obat dan BMHP puskesmas disimpan di gudang obat yang dilengkapi lemari dan rak –rak penyimpanan obat. b. Suhu ruang penyimpanan harus dapat menjamin kestabilan obat. c. Sediaan farmasi dalam jumlah besar (bulk) disimpan diatas pallet, teratur dengan memperhatikan tanda-tanda khusus. d. Penyimpanan sesuai alfabet atau kelas terapi dengan sistem, First Expired First Out (FEFO), high alert dan life saving (obat emergency). e. Sediaan psikotropik dan narkotik disimpan dalam lemari terkunci dan
kuncinya
dipegang
oleh
apoteker
atau
tenaga
teknis
kefarmasian yang dikuasakan. f. Sediaan farmasi dan BMHP yang mudah terbakar, disimpan di tempat khusus dan terpisah dari obat lain. Contoh : alkohol, chlor etil dan lain-lain. g. Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu yang disertai dengan alat pemantau dan kartu suhu yang diisi setiap harinya. h. Jika terjadi pemadaman listrik, dilakukan tindakan pengamanan terhadap obat yang disimpan pada suhu dingin. Sedapat mungkin, tempat
penyimpanan
obat
termasuk
dalam
prioritas
yang
mendapatkan listrik cadangan (genset). i.
Obat yang mendekati kadaluarsa (3 sampai 6 bulan sebelum tanggal kadaluarsa tergantung kebijakan puskesmas) diberikan penandaan khusus dan diletakkan ditempat yang mudah terlihat agar bisa digunakan terlebih dahulu sebelum tiba masa kadaluarsa.
j.
Inspeksi/pemantauan
secara
penyimpanan obat.
30
berkala
terhadap
tempat
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Aspek khusus yang perlu diperhatikan:
a. Obat High Alert Obat High Alert adalah obat yang perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan event),
terjadinya kesalahan/kesalahan serius (sentinel
dan berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome). Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas: 1) Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan seperti insulin, atau obat antidiabetik oral. 2) Obat
dengan
nama,
kemasan,
label,
penggunaan
klinik
tampak/kelihatan sama (look alike) dan bunyi ucapan sama (sound alike) biasa disebut LASA, atau disebut juga Nama Obat dan Rupa Ucapan Mirip (NORUM). Contohnya tetrasiklin dan tetrakain. 3) Elektrolit konsentrat seperti natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40% atau lebih. Daftar obat berisiko tinggi ditetapkan oleh Puskesmas dengan mempertimbangkan data dari referensi dan data internal di Puskesmas tentang “kejadian yang tidak diharapkan” (adverse event) atau “kejadian nyaris cedera” (near miss). Referensi yang dapat dijadikan acuan antara lain daftar yang diterbitkan oleh ISMP (Institute for Safe Medication Practice). Puskesmas harus mengkaji secara seksama obat-obat yang berisiko tinggi tersebut sebelum ditetapkan sebagai obat high alert di Puskesmas. Untuk obat high alert (obat dengan kewaspadaan tinggi) berupa elektrolit konsentrasi tinggi dan obat risiko tinggi harus disimpan terpisah dan penandaan yang jelas untuk menghindari kesalahan pengambilan dan penggunaan. Penyimpanan dilakukan terpisah, mudah dijangkau dan tidak harus terkunci. Disarankan pemberian label high alert diberikan pada gudang atau lemari obat untuk menghindari kesalahan (penempelan stiker High Alert pada satuan terkecil).
31
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Gambar 1. Contoh lemari penyimpanan Obat High Alert
Puskesmas
menetapkan
daftar
obat
Look
Alike
Sound
Alike
(LASA)/nama-obat-rupa-ucapan-mirip (NORUM). Penyimpanan obat LASA/NORUM tidak saling berdekatan dan diberi label khusus sehingga petugas dapat lebih mewaspadai adanya obat LASA/NORUM. Dibawah ini beberapa contoh obat LASA berdasarkan bentuk sediaan, kekuatan dan kandungan zat aktif:
Gambar 2 : Contoh obat LASA dengan bentuk sediaan berbeda (syrup dan drop)
32
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Gambar 3. Contoh obat LASA dengan kekuatan berbeda
Gambar 4. Contoh obat LASA disimpan tidak berdekatan dan Diberi label “LASA”
Gambar 5. Contoh label LASA
b. Obat Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan Narkotika, Psikotropika,
dan
Prekursor
Farmasi
harus
sesuai
dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus disimpan dalam lemari khusus dan 33
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
menjadi
tanggungjawab
apoteker
penanggung
jawab.
Lemari
khusus tempat penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekusor farmasi memiliki 2 (dua) buah kunci yang berbeda, satu kunci dipegang oleh apoteker penanggung jawab, satu kunci lainnya dipegang oleh tenaga teknis kefarmasian/tenaga kesehatan lain yang dikuasakan. Apabila apoteker penanggung Jawab berhalangan hadir
dapat
menguasakan
kunci
kepada
tenaga
teknis
kefarmasian/tenaga kesehatan lain.
c. Obat kegawatdaruratan medis Penyimpanan obat kegawatdaruratan medis harus diperhatikan dari sisi kemudahan, ketepatan dan kecepatan reaksi bila terjadi kegawatdaruratan. Penetapan jenis obat kegawatdaruratan medis termasuk antidot harus disepakati bersama antara apoteker/tenaga farmasi,
dokter
dan
perawat.
Obat
kegawatdaruratan
medis
digunakan hanya pada saat emergensi dan ditempatkan di ruang pemeriksaan, kamar suntik, poli gigi, ruang imunisasi, ruang bersalin dan di Instalasi Gawat Darurat/IGD. Monitoring terhadap obat kegawatdaruratan medis
dilakukan
secara berkala. Obat yang kadaluarsa dan rusak harus diganti tepat waktu. Keamanan persediaan obat- obatan emergency harus terjamin keamanannya baik dari penyalahgunaan, keteledoran maupun dari pencurian oleh oknum, sehingga dan seharusnya tempat penyimpanan obat harus dikunci semi permanen atau yang dikembangkan sekarang disegel dengan segel yang memiliki nomor seri tertentu atau sering kita sebut segel berregister yang nomor serinya berbeda-beda. Segel tersebut hanya dapat digunakan sekali/disposable
artinya ketika segel
dibuka,
segel tersebut
menjadi rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi. Ini dimaksudkan supaya terjaga keamanannya dan setiap segel terbuka ada maksud dan alasan serta tercatat dalam buku pemantauan obat-obat emergensi. Penggunaan segel sekali pakai memiliki keuntungan sebagai indikator apakah obat emergency tersebut dalam keadaan utuh atau tidak.
34
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Gambar 6. Tas emergensi dilengkapi kunci pengaman disposable
Kunci disposable
Gambar 7. Kit emergensi dilengkapi kunci pengaman disposable
35
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
5. POKOK BAHASAN 5 : PENDISTRIBUSIAN Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan farmasi dan BMHP dari puskesmas induk untuk memenuhi kebutuhan pada
jaringan
pelayanan
puskesmas
(Puskesmas
pembantu,
Puskesmas keliling, dan bidan desa). Langkah-langkah distribusi obat :
a. Menentukan frekuensi distribusi dengan mempertimbangkan : 1) Jarak distribusi. 2) Biaya distribusi yang tersedia.
b. Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan dengan mempertimbangkan : 1) Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat. 2) Sisa stok 3) Pola penyakit 4) Jumlah
kunjungan
di
masing-masing
jaringan
pelayanan
puskesmas.
c. Melaksanakan penyerahan obat ke jaringan pelayanan puskesmas. Obat diserahkan Bersama-sama dengan form LPLPO jaringan pelayanan Puskesmas yang ditandatangani oleh penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan pengelola obat Puskesmas induk sebagai penanggungjawab pemberi obat.
36
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
6. POKOK BAHASAN 6 : PENGENDALIAN Pengendalian
persediaan
adalah
suatu
kegiatan
untuk
memastikan
ketersediaan obat dan BMHP. Tujuan pengendalian agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat dan BMHP di jaringan pelayanan puskesmas. Pengendalian
persediaan
obat
terdiri
dari
Pengendalian
ketersediaan,
pengendalian penggunaan, penanganan ketika terjadi kehilangan, kerusakan, dan kedaluwarsa. a. Pengendalian ketersediaan Apoteker bertanggungjawab untuk mencegah/mengatasi kekurangan atau kekosongan obat di puskesmas. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengendalikan ketersediaan obat di puskesmas : 1) Melakukan substitusi obat dalam satu kelas terapi dengan persetujuan dokter/dokter gigi penanggung jawab pasien. 2) Mengajukan permintaan obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 3) Apabila obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis di puskesmas tidak dapat dipenuhi oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan tidak tercantum dalam formularium nasional atau e katalog obat, maka dapat dilakukan pembelian obat sesuai formularium puskesmas dengan persetujuan kepala puskesmas. 4) Mekanisme pengadaan obat diluar Formularium Nasional dan e- katalog obat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. b. Pengendalian penggunaan Pengendalian penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pemakaian obat sehingga dapat memastikan jumlah kebutuhan obat dalam satu periode. Kegiatan pengendalian penggunaan mencakup: 1) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja. 2) Menentukan : a) Stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada jaringan pelayanan puskesmas agar tidak mengalami kekurangan/ kekosongan. b) Stok pengaman adalah jumlah stok yang disediakan untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya karena keterlambatan pengiriman. 37
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c) Menentukan waktu tunggu (leadtime) adalah waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima. d) Menentukan waktu kekosongan obat 3) Pencatatan : Pencatatan
merupakan
suatu
kegiatan
yang
bertujuan
untuk
memonitor keluar dan masuknya (mutasi) obat di gudang farmasi puskesmas. Pencatatan dapat dilakukan dalam bentuk digital atau manual. Pencatatan dalam bentuk manual biasa menggunakan kartu stok. Fungsi kartu stok obat: a) Mencatat jumlah penerimaan dan pengeluaran obat termasuk kondisi fisik, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa obat b) Satu kartu stok hanya digunakan untuk mencatat mutasi satu jenis obat dari satu sumber anggaran c) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan dan rencana kebutuhan obat periode berikutnya Hal yang harus diperhatikan : a) Kartu stok obat harus diletakkan berdekatan dengan obat yang bersangkutan. b) Pencatatan harus dilakukan setiap kali ada mutasi (keluar/masuk obat atau jika ada obat hilang, rusak dan kadaluarsa) c) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan setiap akhir periode. d) Pengeluaran
satu
jenis
obat
dari
anggaran
yang
berbeda
dijumlahkan dan dianggap sebagai jumlah kebutuhan obat tersebut dalam satu periode. c. Penanganan ketika terjadi kehilangan, kerusakan, obat ditarik dan kadaluwarsa. 1) Pemusnahan dan penarikan obat yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Untuk pemusnahan narkotika, psikotropika dan prekursor dilakukan oleh apoteker penanggungjawab dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota dan dibuat berita acara pemusnahan. 3) Penarikan obat yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap 38
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan BMHP dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri 4) Pemusnahan dilakukan untuk obat bila: a) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu/rusak. b) Telah kadaluwarsa. c) Dicabut izin edarnya. Pemusnahan obat dapat dilakukan dengan cara : a) Pengembalian obat yang rusak atau kadaluarsa ke Dinas Kesehatan Kab/Kota untuk dilakukan pemusnahan. b) Pemusnahan
sendiri
dengan
persetujuan
Dinas
Kesehatan
Kab/Kota. Tahapan pemusnahan terdiri dari: a) Membuat daftar obat yang akan dimusnahkan. b) Mengajukan usulan pemusnahan dan penghapusan barang persediaan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. c) Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait (Dinas Kesehatan). d) Menyiapkan tempat pemusnahan. e) Pelaksanaan pemusnahan. f)
Membuat berita acara pemusnahan.
39
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
7. POKOK BAHASAN 7 : PENCATATAN DAN PELAPORAN Kegiatan administrasi terdiri dari pencatatan dan pelaporan semua kegiatan pelayanan kefarmasian di Puskesmas. a. Pencatatan (dokumentasi) Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor keluar dan masuknya obat di Puskesmas. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Pada umumnya pemasukan dan pengeluaran obat dicatat dalam buku catatan pemasukan dan pengeluaran obat dan kartu stok. Petugas kefarmasian harus mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran obat di puskesmas.
1) Di gudang obat harus tersedia kartu stok, buku penerimaan dan pengeluaran obat.
2) Di ruang obat tersedia kartu stok, rekapan harian penggunaan obat dan buku catatan pemakaian narkotik dan psikotropik.
3) Catatan pemakaian narkotik, psikotropik dan prekusor harus dilengkapi nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor telepon dan jumlah obat yang diterima setiap pasien. Fungsi kartu stok:
1) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi sediaan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa).
2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis sediaan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran.
3) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan, pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding terhadap
keadaan
fisik
sediaan
farmasi
dalam
tempat
penyimpanannya. Hal-hal yang harus diperhatikan: 1) Kartu stok diletakkan bersamaan/ berdekatan dengan sediaan farmasi bersangkutan. 2) Pencatatan dilakukan secara rutin setiap kali mutasi sediaan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/ kadaluwarsa). 3) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan. 40
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Informasi yang didapat: 1) Jumlah sediaan farmasi yang tersedia (sisa stok). 2) Jumlah sediaan farmasi yang diterima. 3) Jumlah sediaan farmasi yang keluar. 4) Jumlah sediaan farmasi yang hilang/ rusak/ kadaluwarsa. 5) Jangka waktu kekosongan sediaan farmasi. Manfaat informasi yang didapat:
1) Mengetahui dengan cepat jumlah persediaan sediaan farmasi. 2) Sebagai dasar dalam penyusunan laporan dan perencanaan kebutuhan.
3) Pengendalian persediaan. 4) Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian. Petunjuk pengisian:
1) Bagian judul pada kartu stok diisi dengan : -
Nama sediaan farmasi
-
Kemasan
-
Isi kemasan
-
Nama sumber dana atau dari mana asalnya sediaan farmasi
2) Kolom-kolom pada kartu stok diisi sebagai berikut : -
Tanggal penerimaan atau pengeluaran
-
Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran
-
Sumber asal sediaan farmasi atau kepada siapa sediaan farmasi dikirim
-
No. Batch/No. Lot.
-
Tanggal kadaluwarsa
-
Jumlah penerimaan
-
Jumlah pengeluaran
-
Sisa stok
-
Paraf petugas yang mengerjakan
41
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
b. Pelaporan Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi sediaan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Jenis laporan yang dibuat oleh tenaga kefarmasian puskesmas meliputi: No 1.
Jenis Laporan
Kegunaan
Ket.
Laporan Penerimaan
Mengetahui
LPLPO
dan Pengeluaran
jumlah
(Formulir
Obat
penerimaan dan
Lampiran 1)
pengeluaran obat 2.
3.
Laporan Obat
satu periode Melaporkan obat
Rusak/Kadaluarsa
yang
Psikotropika dan
rusak/kadaluarsa Mengetahui
Pelaporan
narkotika
penerimaan dan
ditujukan
pengeluaran
Dinkes
narkotik dan
kab/kota,
psikotropik
Formulir
Formulir Lampiran 2
ke
Lampiran 3 4.
Kepatuhan terhadap
Untuk evaluasi
Pelaporan
formularium
kesesuaian
ditujukan ke
nasional
penggunaan obat
Dinkes
dengan Fornas
kab/kota Formulir Lampiran 4
5.
Laporan pelayanan
Mengetahui
Pelaporan
Kefarmasian (PIO
pelayanan farmasi
ditujukan ke
dan Konseling)
klinik di
Dinkes
puskesmas
kab/kota, Provinsi dan Kemenkes Formulir Lampiran 5
6.
Penggunaan Obat Rasional
Untuk Pemantauan Penggunaan Obat Rasional 42
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
7.
Laporan Obat
Melaporkan
Program
penggunaan obat program di puskesmas
43
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
8. POKOK BAHASAN 8 : PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk: a. mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan; b. memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai; dan c. memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan. Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di
tempat
yang mudah
dilihat.
sebagaimana terlampir.
44
Contoh standar
prosedur
operasional
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI INTI 2 : PELAYANAN FARMASI KLINIK
45
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
PELAYANAN FARMASI KLINIK A. Deskripsi Praktik farmasi klinik adalah praktik kefarmasian dimana apoteker adalah bagian dari tim multidisiplin tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk mencapai penggunaan obat yang berkualitas. Apoteker harus menunjukkan fungsinya dalam tim perawatan pasien, berkontribusi terhadap perawatan pasien melalui kehaliannya dalam bidang obat. Dengan memastikan bahwa penggunaan obat aman dan cost effective, apoteker melayani kepentingan pasien dan masyarakat yang lebih luas. Tujuan praktik farmasi klinik adalah mengoptimalkan outcome pengobatan pasien melalui pelayanan kefarmasian untuk mencapai penggunaan obat yang berkualitas.
B. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti materi ini peserta latih: 1. Tujuan Pembelajaran Umum Peserta latih peserta mampu melakukan Pelayanan Farmasi Klinik di Puskesmas 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: a. Melakukan Pelayanan Informasi Obat b. Melakukan Konseling c. Melakukan Pengkajian dan Pelayanan Resep d. Melakukan Pemantauan Terapi Obat e. Melakukan Home Pharmacy Care f. Menjelaskan Visite/Ronde Bangsal g. Melakukan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) h. Menjelaskan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) /Farmakovigilans
46
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. Uraian Materi Pelayanan
farmasi
klinik
merupakan
pelayanan
yang
langsung
dan
bertanggungjawab yang diberikan kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan dan menjamin kualitas hidup pasien. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi: 1. Pengkajian dan Pelayanan Resep 2. Pelayanan Informasi Obat (PIO) 3. Konseling 4. Visite Pasien (khusus puskesmas rawat inap) 5. Pemantauan Terapi Obat (PTO) 6. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) 7. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care) 8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Dalam pelaksanaan pelayanan farmasi klinik, apoteker banyak bekerjasama dengan profesional bidang kesehatan lain terkait pengobatan pasien. Dalam rangka tercapainya outcome terapi pasien yang optimal, apoteker dituntut agar memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Kemampuan berkomunikasi dimaksud termasuk dalam memberikan rekomendasi pengobatan pasien. Untuk memberikan pelayanan farmasi klinik pada pasien dengan efektif dan efisien, serta tepat sasaran, perlu dilakukan seleksi terhadap pasien. Kriteria pasien yang perlu diprioritaskan untuk pelayanan farmasi klinik sebagai berikut: 1. Pasien pediatrik 2. Pasien geriatri 3. Pasien polifarmasi 4. Pasien dengan antibiotik 5. Pasien penyakit kronis 6. Pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit 7. Pasien dengan gagal organ eliminasi
47
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
1. POKOK BAHASAN 1 : PENGKAJIAN DAN PELAYANAN RESEP Pengkajian dan pelayanan resep merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan termasuk peracikan obat, dan penyerahan disertai pemberian informasi. Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan untuk semua resep yang masuk tanpa kriteria khusus pasien. a. Tujuan Kegiatan pengkajian dan pelayanan resep dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa adanya masalah terkait obat. Selain itu kegiatan ini dilakukan sebagai
upaya
pencegahan
terjadinya
kesalahan
pemberian
obat
(medication error). b. Manfaat Dengan melakukan pengkajian dan pelayanan resep, risiko klinis, finansial, dan legal dapat diminimalisir. c. Pelaksana Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan oleh apoteker dan dapat dibantu oleh TTK. TTK dapat membantu pengkajian pelayanan resep dengan
kewenangan
terbatas
dalam
persyaratan
administrasi
farmasetik. d. Alat dan bahan Menyediakan sarana dan fasilitas untuk kegiatan pengkajian dan pelayanan resep, diantaranya: 1) Resep 2) Nomor resep 3) Formulir untuk pengkajian 4) Komputer 5) Kalkulator 6) Alat tulis 7) Software atau buku referensi 8) SPO pengkajian dan pelayanan e. Kertas Kerja/Formulir Kertas kerja/formulir berisi informasi tentang persyaratan administrasi, farmasetik, dan klinis. (Lihat Lampiran 6) Contoh Resep lengkap dapat dilihat di Lampiran 7. Persyaratan administrasi meliputi: 48
dan
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
1) nama, nomor rekam medis, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan (harus diketahui untuk pasien pediatri, geriatri, kemoterapi, gangguan ginjal, epilepsi, gangguan hati, dan pasien bedah) dan tinggi badan pasien (harus diketahui untuk pasien pediatri, kemoterapi). 2) Nama, No.SIP/SIPK dokter (khusus resep narkotika), alamat, serta paraf, kewenangan klinis dokter, serta akses lain. 3) Tanggal resep 4) Ada tidaknya alergi Persyaratan farmasetik meliputi: 1) nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan dan jumlah obat 2) stabilitas dan OTT 3) aturan dan cara penggunaan 4) tidak menuliskan singkatan yang tidak baku (daftar singkatan yang tidak boleh digunakan dalam peresepan dapat dilihat dalam Lampiran 8). Jika ditemukan singkatan yang tidak baku dan tidak dimengerti, klarifikasikan dengan dokter penulis resep. Persyaratan klinis meliputi: 1) ketepatan indikasi, obat, dosis dan waktu/jam penggunaan obat; 2) duplikasi pengobatan; 3) alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD); 4) kontraindikasi; dan 5) interaksi obat. f. Pelaksanaan 1) Persiapan pelaksanaan a) Bersihkan meja dari barang-barang yang tidak diperlukan b) persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan 2) Pelaksanaan Pengkajian a) Terima resep elektronik atau resep manual yang diserahkan ke bagian farmasi. b) Periksa kelengkapan adminisitratif. c) Lakukan pengkajian resep dengan menceklis form verifikasi resep di belakang resep manual sesuai dengan kertas kerja. d) Berikan tanda ceklis pada kolom “Ya” (jika hasil pengkajian sesuai) atau “Tidak” (jika hasil pengkajian tidak sesuai) pada masing-masing hal yang perlu dikaji. e) Jika ada hal yang perlu dikonfirmasi, hubungi dokter penulis resep. 49
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Hasil konfirmasi dengan dokter dicatat pada resep. f)
Setelah melakukan pengkajian, siapkan obat sesuai resep.
3) Pelayanan Resep a) Menyiapkan obat sesuai dengan far Resep: -
Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan Resep.
-
Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.
-
Lakukan double check kebenaran identitas obat yang diracik, terutama jika termasuk obat high alert/ LASA.
b) Melakukan peracikan obat bila diperlukan. Memberikan etiket sesuai dengan penggunaan obat yang berisi informasi tentang tanggal, nama pasien, dan aturan pakai. Beri etiket warna biru untuk obat luar dan etiket warna putih untuk obat dalam. c) Memberikan keterangan “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi. d) Memberikan keterangan “habiskan” pada antibiotik. e) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah. f)
Sebelum
obat
diserahkan
kepada
pasien
harus
dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep). g) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien dan memeriksa ulang identitas dan alamat pasien h) Memastikan 5 (lima) tepat yakni, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat rute, tepat waktu pemberian. i)
Menyerahkan dan memberikan informasi obat (nama, sediaan, dosis, cara pakai, indikasi, kontraindikasi, interaksi, efek samping, cara penyimpanan, stabilitas, dan informasi lain yang dibutuhkan) kepada pasien. Jika diperlukan pasien dapat diberi konseling obat di ruang konseling.
j)
Menyimpan
dan
mengarsip
resep sesuai dengan ketentuan.
g. Evaluasi Evaluasi pengkajian dan pelayanan resep dilakukan setiap akhir bulan 50
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
dengan
mengevaluasi
masalah-masalah
yang
sering
terjadi
untuk
dilakukan tindak lanjut dan perbaikan. Contohnya evaluasi waktu pelayanan dan kelengkapan resep.
51
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
2. POKOK BAHASAN 2 : PELAYANAN INFORMASI OBAT Pelayanan
Informasi
Obat
(PIO)
merupakan
kegiatan
penyediaan
dan
pemberian informasi dan rekomendasi obat yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Puskesmas. a. Tujuan 1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan Puskesmas dan pihak lain di luar Puskesmas. 2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat/sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. 3) Meningkatkan penggunaan obat yang rasional. b. Manfaat 1) Peningkatan kesehatan masyarakat (promotif), contoh GeMa CerMat (Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat). 2) Pencegahan penyakit (preventif), contoh penyuluhan tentang manfaat imunisasi. 3) Penyembuhan penyakit (kuratif) contoh keterlibatan dalam program eliminasi malaria dan TBC. 4) Pemulihan kesehatan (rehabilitatif) contoh kepatuhan pada pasien pasca stroke. c. Pelaksana Pemberian Informasi Obat (PIO) dilakukan oleh apoteker. d. Persiapan Sebelum melakukan kegiatan PIO, petugas harus menyiapkan: 1) Buku referensi 2) Form PIO e. Pelaksanaan 1) Jenis kegiatan : a) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif atau pasif. b) Menjawab pertanyaan dari
pasien maupun tenaga kesehatan
melalui telepon, surat atau tatap muka. c) Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan 52
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
lain-lain. d) Memberikan penyuluhan bagi pasien rawat jalan, rawat inap dan masyarakat. 2) Tahapan pelaksanaan PIO meliputi: a) Apoteker menerima dan mencatat pertanyaan lewat telepon, pesan tertulis atau tatap muka. b) Mengidentifikasi penanya: nama, status (dokter, perawat, apoteker, asisten apoteker, pasien/keluarga pasien, masyarakat umum), dan asal unit kerja penanya. c) Mengidentifikasi pertanyaan apakah diterima, ditolak atau dirujuk ke unit kerja terkait. d) Menanyakan secara rinci data/informasi terkait pertanyaan. e) Menanyakan tujuan permintaan informasi (perawatan pasien, pendidikan, penelitian, umum). f)
Menetapkan urgensi pertanyaan.
g) Memformulasikan jawaban. h) Menyampaikan jawaban kepada penanya secara verbal atau tertulis. f. Evaluasi Dilakukan evaluasi setiap akhir bulan dengan merekapitulasi jumlah pertanyaan, penanya, jenis pertanyaan, unit pelayanan, dan tujuan permintaan informasi.
53
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
3. POKOK BAHASAN 3 : KONSELING Konseling obat merupakan salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap muka atau wawancara dengan pasien dan/atau keluarganya yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien yang membuat terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat. a. Tujuan Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan
cost-effectiveness
yang
pada
akhirnya
meningkatkan
keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety). b. Manfaat 1) Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien; 2) Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan; 3) Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat; 4) Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat
mencapai
tujuan
pengobatan
dan
meningkatkan
mutu
pengobatan pasien. c. Pelaksana Konseling dilakukan oleh apoteker d. Persiapan sarana dan peralatan: -
Ruangan atau tempat konseling.
-
Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling/buku referensi).
e. Tahapan Pelaksanaan 1) Persiapan a) Pelayanan konseling obat dilakukan oleh apoteker. b) Melakukan seleksi pasien berdasarkan prioritas/kriteria yang sudah ditetapkan. Adapun kriteria pasien/ keluarga pasien yang perlu diberi konseling: -
Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
-
Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).
-
Pasien
yang
menggunakan
obat
dengan
instruksi
khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). -
Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit 54
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
(digoksin, fenitoin, teofilin). -
Pasien dengan polifarmasi (pasien menerima beberapa obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu
-
obat untuk jenis penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
-
Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
c) Menyiapkan obat yang akan dijelaskan kepada pasien/keluarga pasien d) Menyiapkan informasi lengkap dari referensi kefarmasian seperti handbook, e-book atau internet 2) Pelaksanaan a) Konseling pasien rawat jalan -
Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.
-
Menulis identitas pasien (nama, jenis kelamin, tanggal lahir), nama dokter, nama obat yang diberikan, jumlah obat, aturan pakai, waktu minum obat (pagi, siang, sore, malam).
-
Jika ada informasi tambahan lain dituliskan pada keterangan.
-
Memastikan identitas pasien dengan cara menanyakan dengan pertanyaan terbuka minimal dua identitas: nama lengkap dan tanggal lahir.
-
Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime Questions, yaitu: (1) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda? (2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat anda? (3) Apa
yang
dijelaskan
oleh
dokter
tentang
hasil
yang
diharapkan setelah anda menerima terapi obat tersebut? -
Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
-
Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat.
-
Memberikan
informasi
dan
edukasi
obat
kepada
pasien/
keluarga, terutama untuk obat yang akan digunakan secara mandiri oleh pasien mengenai: indikasi, dosis, waktu dan cara 55
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
minum/ menggunakan obat, hasil terapi yang diharapkan, cara penyimpanan obat, efek samping obat jika diperlukan, dan halhal lain yang harus diperhatikan selama penggunaan obat. -
Meminta pasien/keluarga pasien untuk mengulangi penjelasan terkait penggunaan obat yang telah disampaikan.
-
Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan formulir Konseling (Lampiran 10).
b) Konseling pasien rawat inap -
Menulis identitas pasien (nomor rekam medik, nama, jenis kelamin, tanggal lahir), ruang rawat, nama dokter, nama obat yang diberikan, jumlah obat, aturan pakai, waktu minum obat (pagi, siang, sore, malam), dan instruksi khusus
-
Jika ada informasi tambahan lain dituliskan pada keterangan.
-
Menemui
pasien/keluarga
di
ruang
rawat
atau
di
ruang
konseling. -
Memastikan identitas pasien dengan cara menanyakan dengan pertanyaan terbuka minimal 2 identitas: nama lengkap dan tanggal lahir atau nomor rekam medik
-
Mengidentifikasi dan membantu penyelesaian masalah terkait terapi obat
-
Memberikan
informasi
dan
edukasi
obat
kepada
pasien/
keluarga, terutama untuk obat yang akan digunakan secara mandiri oleh pasien mengenai: indikasi, dosis, waktu dan cara minum/ menggunakan obat, hasil terapi yang diharapkan, cara penyimpanan obat, efek samping obat jika diperlukan, dan halhal lain yang harus diperhatikan selama penggunaan obat. -
Meminta pasien/keluarga pasien untuk mengulangi penjelasan terkait penggunaan obat yang telah disampaikan.
-
Membuat laporan kegiatan konseling obat dan mengirimkannya bersama laporan bulanan puskesmas.
f. Evaluasi Dilakukan evaluasi setiap akhir bulan dengan merekapitulasi jumlah pasien yang diberikan konseling. Hasil evaluasi dikirimkan dalam bentuk 56
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
laporan pelayanan kefarmasian kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan.
57
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
4. POKOK BAHASAN 4: VISITE/RONDE BANGSAL Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD). a. Tujuan 1) Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan kondisi klinik dan rencana terapi obat. 2) Memberikan rekomendasi obat kepada dokter atau tenaga kesehatan yang menangani pasien dalam hal pemilihan terapi obat. 3) Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya b. Manfaat 1) Meningkatkan komunikasi apoteker, dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain. 2) Pasien mendapatkan obat sesuai rejimen (bentuk sediaan, dosis, rute, frekuensi) dan indikasi 3) Pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dengan risiko minimal c. Pelaksana Visite dilakukan oleh apoteker. d. Pelaksanaan Visite dapat dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan tim kolaboratif dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan lain. Sebelum memulai praktik visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu membekali diri dengan berbagai pengetahuan. Seorang apoteker minimal menguasai farmakokinetika,
farmakologi,
farmakoepidemiologi
farmakoterapi,
pengobatan.
Selain
itu
farmakoekonomi, diperlukan
dan
kemampuan
interpretasi data laboratorium dan data penunjang diagnostik lain. Saat menentukan rencana visite, perlu dipertimbangkan kelebihan dan kekurangan visite dengan tim atau visite mandiri. 1) Visite mandiri: Kelebihan: -
Waktu pelaksanaan visite lebih fleksibel
-
Dapat memberikan edukasi, monitoring respons pasien terhadap pengobatan 58
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
-
Dapat dijadikan persiapan untuk pelaksanaan visite bersama tim
Kekurangan: -
Rekomendasi yang dibuat terkait dengan peresepan tidak dapat segera diimplementasikan sebelum bertemu dengan penulis resep
-
Pemahaman tentang patofisiologi penyakit pasien terbatas
2) Visite Tim: Kelebihan: -
Dapat memperoleh informasi terkini yang komprehensif
-
Sebagai fasilitas pembelajaran
-
Dapat langsung mengkomunikasikan rekomendasi mengenai masalah terkait obat
Kekurangan: Waktu pelaksanaan visite terbatas sehingga diskusi dan penyampaian informasinya kurang lengkap. Beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan. Melakukan persiapan: -
Melakukan
seleksi
pasien
berdasarkan
kriteria
yang
sudah
ditetapkan. -
Mengumpulkan
informasi
penggunaan
obat
dari
catatan
penggunaan obat, monitoring pengobatan dan wawancara dengan pasien/keluarga -
Mengumpulkan data berupa keluhan pasien, hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnostik, penilaian dokter melalui rekam medik atau
-
Catatan pengobatan di ruang rawat
-
Mengkaji penggunaan obat meliputi ketepatan indikasi, dosis, rute, interaksi, efek samping obat dan biaya.
Pelaksanaan visite sebagai berikut: 1) Seleksi pasien berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Walaupun idealnya seluruh pasien mendapatkan layanan visite, namun mengingat keterbatasan jumlah apoteker maka visite diprioritaskan untuk pasien dengan kriteria: a) Pasien baru dalam 24 jam pertama b) Pasien dalam perawatan intensif c) Pasien yang menerima lebih dari 5 (lima) macam obat d) Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama hati dan 59
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
ginjal e) Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical value), misalnya ketidak seimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin f)
Pasien yang mendapatkan obat yang memiliki indeks terapi sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal. Contoh: pasien yang menerima terapi obat digoksin, karbamazepin, teofilin.
2) Mengumpulkan informasi penggunaan obat dari catatan penggunaan obat. Informasi tersebut meliputi: a) Data pasien: nama, no rekam medis, umur, jenis kelamin, berat badan (BB), tinggi badan (TB), ruang rawat, nomor tempat tidur dan sumber pembiayaan. b) Nama dokter yang menangani. c) Nama obat, jumlah obat, dosis dan cara pemberian obat. d) Riwayat penggunaan obat: daftar obat yang pernah digunakan pasien
sebelum
dirawat
(termasuk
obat
bebas,
obat
tradisional/herbal medicine) dan lama penggunaan obat. e) Riwayat alergi/ ROTD daftar obat yang pernah menimbulkan reaksi alergi atau ROTD. 3) Mengumpulkan data berupa keluhan pasien, hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnostik, penilaian dokter melalui rekam medik dan catatan pengobatan di ruang rawat. Selain itu perlu juga dikumpulkan data riwayat sosial dan keluarga pasien yang terkait dengan pengobatan. a) Pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital (temperatur, tekanan darah, nadi, kecepatan pernapasan), kajian sistem organ (kardiovaskuler, ginjal dan hati). b) Pemeriksaan laboratorium : Data hasil pemeriksaan laboratorium diperlukan dengan tujuan: (i) menilai apakah diperlukan terapi obat, (ii) penyesuaian dosis, (iii) menilai efek terapeutik obat, (iv) menilai adanya
ROTD,
(v)
mencegah
terjadinya
kesalahan
dalam
menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya: akibat sampel sudah rusak, kuantitas sampel tidak cukup, sampel diambil pada waktu yang tidak tepat, prosedur tidak benar, reagensia yang digunakan tidak tepat, kesalahan teknis oleh 60
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
petugas, interaksi dengan makanan/obat. Apoteker harus dapat menilai hasil pemeriksaan pasien dan membandingkannya dengan nilai normal. c) Pemeriksaan diagnostik: foto rontgen, USG, CT Scan. Data hasil pemeriksaan diagnostik diperlukan dengan tujuan: (i) menunjang penegakan diagnosis, (ii) menilai hasil terapeutik pengobatan, (iii) menilai adanya risiko pengobatan. d) Riwayat sosial: kondisi sosial (gaya hidup) dan ekonomi pasien yang berhubungan dengan penyakitnya. Contoh: pola makan, merokok, minuman keras, perilaku seks bebas, pengguna narkoba, tingkat pendidikan, penghasilan. e) Riwayat penyakit terdahulu: riwayat singkat penyakit yang pernah diderita pasien, tindakan dan perawatan yang pernah diterimanya yang berhubungan dengan penyakit pasien saat ini. f)
Riwayat
penyakit
keluarga:
adanya
keluarga
yang
menderita
penyakit yang sama atau berhubungan dengan penyakit yang sedang dialami pasien. Contoh: hipertensi, diabetes, jantung, kelainan darah, kanker. 4) Mengkaji penggunaan obat yang meliputi ketepatan indikasi, dosis, rute, interaksi, efek samping obat dan biaya. Jika ditemukan adanya masalah
yang
terkait
penggunaan
obat,
apoteker
harus
segera
mendiskusikan masalah tersebut dengan dokter yang merawat pasien atau tim tenaga kesehatan lainnya. e. Evaluasi Evaluasi
dilakukan
dengan
merekapitulasi
data
masalah
terkait
penggunaan obat dan memformulasikannya serta mengkomunikasikannya dengan tim tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi merupakan proses penjaminan kualitas pelayanan dalam hal ini visite apoteker ruang rawat. Lingkup evaluasi terhadap kinerja apoteker antara lain dalam hal : 1) Pengkajian rencana pengobatan pasien 2) Pengkajian dokumentasi pemberian obat 3) Frekuensi diskusi masalah klinis terkait pasien termasuk rencana apoteker untuk mengatasi masalah tersebut 4) Rekomendasi apoteker dalam perubahan rejimen obat
61
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
5. POKOK BAHASAN 5 : PEMANTAUAN TERAPI OBAT a. Tujuan Meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). b. Manfaat Meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) dan efisiensi biaya. c. Pelaksana Apoteker yang memiliki SIPA yang masih berlaku d. Persiapan 1) Seleksi Pasien Seleksi dapat dilakukan berdasarkan: a) Kondisi Pasien: - Pasien dengan multi diagnosa. - Pasien dengan resep polifarmasi. - Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit. - Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal. - Pasien geriatri dan pediatri. - Pasien hamil dan menyusui. b) Obat Jenis Obat dengan risiko tinggi seperti: - Obat dengan indeks terapi sempit (contoh: digoksin, fenitoin) - Obat
yang
bersifat
nefrotoksik (contoh:
antiretroviral)
dan
hepatotoksik (contoh: Obat Anti Tuberkolosis/OAT) - Obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid, AINS) c) Kompleksitas regimen : - Polifarmasi - Variasi rute pemberian - Variasi aturan pakai - Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi) 2). Kertas kerja atau formulir Formulir PTO (Lihat Lampiran 11)
62
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
e.
Pelaksanaan 1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria. 2) Memastikan kebenaran identitas pasien dengan meminta
pasien
menyebutkan nama dan identitas lain dan disesuaikan dengan yang ditetapkan puskesmas. 3) Pengumpulan data pasien Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses PTO. Data tersebut dapat diperoleh dari: -
Profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat
-
Wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain.
-
Semua data yang sudah diterima, dikumpulkan dan kemudian dikaji.
Data
yang
berhubungan
dengan
PTO
diringkas
dan
diorganisasikan ke dalam suatu format yang sesuai (contoh pada lampiran 11). Sering kali data yang diperoleh dari profil pengobatan pasien belum cukup untuk melakukan PTO, oleh karena itu perlu dilengkapi dengan data yang diperoleh dari wawancara pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain 4) Identifikasi masalah terkait Obat Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya masalah terkait obat. Masalah terkait obat dapat dikategorikan sebagai berikut: a)
Ada indikasi tetapi tidak diterapi
b)
Pemberian obat tanpa indikasi
c)
Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
d)
Pemilihan obat yang tidak tepat.
e)
Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost effective dan kontra indikasi).
f)
Dosis terlalu tinggi
g)
Dosis terlalu rendah
h)
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
i)
Interaksi obat
j)
Pasien tidak menggunakan
obat karena suatu sebab (tidak
mampu membeli obat, obat tidak tersedia, ketidakpatuhan pasien atau karena kelalaian petugas) 63
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
k)
Apoteker
perlu
penyelesaian
membuat
segera
prioritas
sesuai
masalah
yang
kondisi
pasien,
dengan
perlu dan
menentukan masalah tersebut sudah terjadi atau berpotensi akan terjadi. 5) Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat Rekomendasi dapat dilakukan dengan: -
Memulai terapi obat
-
Obat dihentikan
-
Meningkatkan dosis
-
Menurunkan dosis
-
Konseling pasien secara individu
-
Merujuk pasien
6) Pemantauan Setelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. Apoteker dalam membuat rencana pemantauan perlu menetapkan langkah-langkah: a) Menetapkan parameter farmakoterapi Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih parameter pemantauan, antara lain: a. Efikasi terapi dan efek merugikan dari regimen b. Perubahan fisiologik pasien c. Efisiensi pemeriksaan laboratorium b) Menetapkan sasaran terapi (end point) Penetapan sasaran akhir didasarkan pada nilai/gambaran normal atau yang disesuaikan dengan pedoman terapi. Beberapa hal sebagai pertimbangan antara lain: - Karakteristik obat sesuai bentuk sediaan, rute pemberian, dan cara pemberian akan mempengaruhi sasaran terapi yang diinginkan (contoh: perbedaan penurunan kadar gula darah pada pemberian insulin dan obat anti diabetes oral). - Efikasi dan toksisitas obat 7) Tindak lanjut Sebagai langkah lanjutan adalah dilakukan evaluasi dan pemantauan secara
keseluruhan
apakah
64
farmakoterapi
sesuai
dengan
yang
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
diharapkan.
Frekuensi
pemantauan
tergantung
pada
tingkat
keparahan penyakit dan risiko yang berkaitan dengan terapi obat. Berbagai faktor yang mempengaruhi frekuensi pemantauan antara lain: a) Kebutuhan khusus dari pasien Contoh: penggunaan obat yang bersifat nefrotoksik pada pasien gangguan fungsi ginjal memerlukan pemantauan lebih sering dibandingkan dengan penggunaan obat yang tidak mempengaruhi fungsi ginjal lain. b) Karakteristik obat pasien Pasien yang menerima obat yang potensial berinteraksi dengan obat lain memerlukan pemantauan lebih sering. c) Biaya dan kepraktisan pemantauan Proses selanjutnya adalah menilai keberhasilan atau kegagalan mencapai
sasaran
terapi.
Keberhasilan
dicapai
ketika
hasil
pengukuran parameter klinis sesuai dengan sasaran terapi yang telah ditetapkan. Apabila hal tersebut tidak tercapai, maka dapat dikatakan mengalami kegagalan mencapai sasaran terapi. Penyebab kegagalan
tersebut
antara
lain
kegagalan
menerima
terapi,
perubahan fisiologis/kondisi pasien, perubahan terapi pasien, dan gagal terapi. f.
Evaluasi 1) Jumah masalah terkait obat yang teridentifikasi 2) Jumlah masalah terkait obat yang diselesaikan
65
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
6. POKOK BAHASAN 6: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT (EPO) Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional). a. Tujuan: 1) Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu. 2) Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu. 3) Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat 4) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat b. Manfaat : Perbaikan pola penggunaan obat secara berkelanjutan berdasarkan bukti. c. Pelaksana : 1) Apoteker 2) Tim terdiri apoteker, dokter, perawat d. Persiapan : 1)
Analisis masalah obat berdasarkan kriteria yang ditetapkan sebagai prioritas -
biaya obat tinggi
-
obat dengan pemakaian tinggi
-
kurang jelas efektifitasnya
-
antibiotik
-
injeksi
-
obat baru
-
kurang dalam penggunaan
2)
program EPO tahunan
3)
pemilihan penelitian/guidelines/standar sebagai standar pembanding
e. Pelaksanaan 1) Mengevaluasi pengggunaan obat secara kualitatif Dapat digunakan berdasarkan langkah sistematis sebagai berikut: a) Identifikasi target EPO berdasarkan: Lingkup Potensial masalah : (1) Biaya obat tinggi (2) Obat dengan pemakaian tinggi (3) Frekuensi ADR tinggi (4) Kurang jelas efektifitasnya (5) Antibiotik (6) Injeksi 66
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
(7) Obat baru (8) Kurang dalam penggunaan Menentukan dan menetapkan prioritas yang akan dilakukan EPO, misalnya: evaluasi penggunaan antibiotik b) Mencari referensi ilmiah Evaluasi penggunaan obat harus berbasis pada bukti ilmiah terbaru (1) original research papers, (2) review articles, (3) evidence-based guidelines Kadang memerlukan bantuan PIO untuk mendapatkan artikel yg memenuhi syarat melalui critical appraisal. c) Tentukan kriteria EPO Tentukan kriteria berdasar hasil evaluasi literatur (1) Indikator proses - Tentukan dengan seksama indikasi penggunaan, dosis, rute, durasi, kadar obat - contoh indikasi ondansetron: mual atau muntah yang tidak mampu dikendalikan oleh antiemetika konvensional (2) indikator “outcome” Contoh target tekanan darah untuk obat antihipertensi d) Study design Menetapkan pengambilan data secara: (1) Retrospective atau concurrent / prospective (2) Retrospective (a) Keuntungan Lebih cepat, lebih sedikit sumber daya, didapat data dl periode panjang (contoh bulan-tahun) (b) Kerugian Kemungkinan kesulitan dalam interpretasi atau mencari data yang tidak lengkap karena keterbatasan dokumentasi (3) Concurrent / prospective review (a)
Keuntungan Kelengkapan data lebih baik karena mudah mencari yang tidak terdokumentasi
(b)
Kerugian
67
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Memerlukan
waktu
dan
sumberdaya,
proses
audit
memungkinkan dipengaruhi oleh data bias 2) Desain Formulir pengambilan data a) Pertimbangkan data yang diperlukan untuk evaluasi (1) Pastikan formulir mengakomodasi semua data yang diperlukan oleh satu pasien (2) Hindari pengambilan data yang tidak akan digunakan Analisa b) Ciptakan formulir sesederhana mungkin Untuk memastikan pengambilan data cepat dan akurat c) Lakukan uji coba untuk beberapa pasien sebagai uji formulir dan melakukan perubahan formulir jika diperlukan 3) Pengumpulan data Sumber data: a) Data resep and klinik -
Grafik pengobatan/resep
-
Catatan pelayanan farmasi
-
Catatan medik, sejarah pasien, catatan kemajuan pasien
-
Catatan penyakit pasien
-
Grafik pemantauan (TD, suhu, nadi, dll)
-
Dokter, apoteker, perawat, pasien (prospektif)
b) Data Administratif -
Pembelian farmasi
-
Pengeluaran gudang
4) Evaluasi data a) Tabulasi data Gunakan kertas kerja atau database b) Analisa data (1) Bandingkan realita dan standar kriteria (2) Identifikasi variabilitas praktis (3) Evaluasi alasan timbulanya variasi: Beda populasi pasien, Lemahnya
pengetahuan
farmasi/salah
informasi,
penulis
resep,
Kesulitan
Pemasaran akses
pabrik
“guidelines”,
Kekurangan sumberdaya (tes laboratorium), Umpan balik hasil. 5) Umpan Balik Hasil a) Penulis resep b) Apoteker 68
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c) Pimpinan Umpan balik dapat disajikan bervariasi -
Laporan tertulis
-
presentasi
6) Tindak Lanjut Tipe tindakan a) Umpan balik ke penulis resep Bandingkan antara realita dan ‘best practice’ b) Kampanye Pendidikan (1) Presentasi (2) Poster (3) Bulletin c) Mengembangkan pedoman peresepan lokal (1) evidence and consensus-based (2) opinion-leaders d) Pengaturan formularium Pembatasan ketersediaan obat yang tidak jelas. f. Evaluasi Pelaksanaan DUE minimal sekali dalam setahun.
69
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
7. POKOK BAHASAN 7: HOME PHARMACY CARE Apoteker dapat melakukan kunjungan pasien dan atau pendampingan pasien untuk pelayanan kefarmasian di rumah dengan persetujuan pasien atau keluarga terutama bagi pasien khusus yang membutuhkan perhatian lebih. Pelayanan dilakukan oleh apoteker yg kompeten, memberikan pelayanan untuk meningkatkan kesembuhan dan kesehatan serta pencegahan komplikasi, bersifat rahasia dan persetujuan pasien, melakukan telaah atas penata laksanaan terapi, memelihara hubungan dengan tim kesehatan. a. Tujuan 1)
Tercapainya keberhasilan terapi pasien
2)
Terlaksananya pendampingan pasien oleh apoteker untuk mendukung efektivitas, keamanan dan kesinambungan pengobatan
3)
Terwujudnya komitmen, keterlibatan dan kemandirian pasien dan keluarga dalam penggunaan obat atau alat kesehatan yang tepat
4)
Terwujudnya kerjasama profesi kesehatan, pasien dan keluarga
b. Manfaat Bagi Pasien 1)
Terjaminnya
keamanan,
efektifitas
dan
keterjangkauan
biaya
pengobatan 2)
Meningkatnya pemahaman dalam pengelolaan dan penggunaan obat dan/atau alat kesehatan
3)
Terhindarnya reaksi obat yang tidak diinginkan
4)
Terselesaikannya masalah penggunaan obat dan/atau alat kesehatan dalam situasi tertentu
Bagi apoteker 1)
Pengembangan kompetensi apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah
2)
Pengakuan profesi apoteker oleh masyarakat kesehatan, masyarakat umum dan pemerintah
3) c.
Terwujudnya kerjasama antar profesi kesehatan.
Pelaksanaan 1)
Kriteria Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah tidak dapat diberikan pada semua pasien mengingat waktu pelayanan yang cukup lama dan 70
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
berkesinambungan. Maka diperlukan prioritas pasien yang dianggap perlu mendapatkan pelayanan kefarmasian di rumah Kriteria pasien: (a) Pasien yang menderita penyakit kronis dan memerlukan perhatian khusus tentang penggunaan obat, interaksi obat dan efek samping (b) Pasien dengan terapi jangka panjang misal TB paru, DM, HIV-AIDS dan lain-lain. (c) Pasien dengan resiko misal usia >65 th atau lebih dengan salah satu kriteria atau lebih rejimen obat misal : - Pasien dengan 6 macam diagnosis atau lebih - Pasien minum obat 6 macam atau lebih setiap hari - Pasien minum obat 12 dosis atau lebih setiap hari - Pasien minum salah satu dari 20 macam obat dalam tabel berikut yang telah diidentifikasi tidak sesuai dengan pasien geriatrik :
2)
Diazepam
Indometasin
Flurazepam
Cyclandelate
Pentobarbital
Methocarbamol
Amitriptilin
Trimethobenzamide
Isoxuprine
Phenylbutazon
Cyclobenzaprine
Chlorpropamide
Orpenadrine
Propoxyphene
Chlordiapoxide
Pentazosine
Meprobamate
Dipyridamole
Secobarbital
Carisoprodol
Pelayanan yang dapat diberikan apoteker (a)
Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan.
(b)
Identifikasi kepatuhan dan kesepahaman terapeutik.
(c)
Penyediaan obat dan alat kesehatan.
71
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
(d)
Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin dll.
(e)
Evaluasi penggunaan alat bantu pengobatan dan penyelesaian masalah sehingga obat dapat dimasukkan ke dalam tubuh secara optimal.
(f)
Pendampingan pasien dalam penggunaan obat melalui infus/obat khusus.
(g)
Konsultasi masalah obat.
(h)
Konsultasi pengobatan secara umum.
(i)
Dispensing khusus (misal unit dosis).
(j)
Monitoring pelaksanaan, efektivitas dan keamanan penggunaan obat termasuk alat kesehatan pendukung pengobatan.
3)
(k)
Pelayanan farmasi klinik lain yang diperlukan pasien.
(l)
Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah.
Tahapan Pelaksanaan (a)
Melakukan penilaian awal terhadap pasien untuk mengidentifikasi adanya masalah kefarmasian yang perlu ditindak lanjuti dengan pelayanan kefarmasian di rumah
(b)
Menjelaskan permasalahan kefarmasian di rumah bagi pasien
(c)
Menawarkan pelayanan kefarmasian di rumah kepada pasien
(d)
Menyiapkan lembar persetujuan dan meminta pasien untuk memberikan tanda tangan, apabila pasien menyetujui pelayanan tersebut
(e)
Mengkomunikasikan layanan tersebut pada tenaga kesehatan lain, apabila diperlukan. Pelayanan kefarmasian di rumah dapat berasal dari rujukan dokter kepada apoteker
(f)
Membuat
rencana
pelayanan
kefarmasian
di
rumah
dan
menyampaikan kepada pasien dengan mendiskusikan waktu dan jadwal yang cocok dengan pasien dan keluarga. Apabila rujukan maka waktu dan jadwal di diskusikan dengan dokter yang merawat (g)
Melakukan pelayanan yang sesuai dengan jadwal dan rencana yang telah disepakati dan menginformasikan ke dokter yang merujuk
72
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
(h)
Mendokumentasikan
semua
tindakan
profesi
pada
catatan
penggunaan obat pasien d. Dokumentasi Pendokumentasian harus dilakukan dalam setiap kegiatan pelayanan kefarmasian yang sangat berguna untuk evaluasi kegiatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Untuk pelayanan kefarmasian di rumah dibutuhkan beberapa dokumentasi yaitu: 1) Prosedur tetap pelayanan kefarmasian di rumah 2) Catatan penggunaan obat pasien 3) Lembar persetujuan (inform consent) untuk apoteker dari pasien 4) Kartu kunjungan e.
Monitoring dan evaluasi Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan kefarmasian di rumah perlu dilakukan monitoring dan evaluasi untuk menilai perkembangan pasien, tercapainya tujuan dan sasaran serta kualitas pelayanan kefarmasian yang diberikan. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan: 1) Menilai respon atau akhir pelayanan kefarmasian untuk membuat keputusan penghentian pelayanan kefarmasian di rumah 2) Mengevaluasi kualitas proses dan hasil pelayanan kefarmasian di rumah; (a) Menilai keakuratan dan kelengkapan pengkajian awal (b) Menilai kesesuaian perencanaan dan ketepatan dalam melakukan pelayanan kefarmasian (c) Menilai efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang dilakukan
73
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
8. POKOK BAHASAN 8 : MONITORING EFEK SAMPING OBAT (MESO) /FARMAKOVIGILANS a. Tujuan 1) menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang 2) menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan 3) meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki; dan 4) mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki b. Manfaat 1) Tercipta data based ESO Puskesmas sebagai dasar penatalaksanaan ESO 2) Mendukung pola insidensi ESO nasional c. Pelaksana 1) Apoteker 2) TTK dan tenaga kesehatan lain di puskesmas 3) Kolaborasi Apoteker, TTK dengan perawat dan dokter d. Persiapan 1)
Data ESO puskesmas
2) Referensi ESO 3) Resep, rekam medis 4) Obat pasien 5) Kertas kerja atau formulir MESO (lampiran 13) e. Pelaksanaan 1)
Menganalisis laporan efek samping obat (ESO) a)
secara pasif dengan menerima keluhan pasien sehubungan dengan ketidaknyamanan setelah minum obat dan menanyakan berapa lama setelah minum obat, adakah obat lain yang digunakan, adakah makanan yang tidak biasa dikonsumsi
b)
secara aktif melakukan asesmen setiap resep, hasil laboratorium pasien rawat jalan maupun rawat inap yang menunjukkan perbedaan dari seharusnya atau sesuai harapan
c)
secara
aktif
melakukan
asesmen
pasien
terhadap
keluhan
sehubungan obat yang digunakan, menanyakan riwayat munculnya alergi atau keluhan lain sehubungan dengan obat yang digunakan, 74
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
memastikan waktu munculnya keluhan setelah menggunakan obat, adakah obat lain yang digunakan, adakah makanan yang tidak biasa dikonsumsi. 2) mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO a)
melakukan identifikasi obat-obat yang paling umum menyebabkan ESO dihubungkan dengan manifestasi klinis yang muncul, misalnya NSAID menyebabkan angioederma dan nyeri lambung. Jika kesulitan menetapkan apakah keluhan berhubungan dengan obat, diperlukan referensi dari monograph obat sampai penelitian case report dan dikombinasi dengan informasi dari keluarga, perawat maupun dokter yang merawat.
b)
melakukan identifikasi terhadap kelompok pasien yang berisiko tinggi munculnya ESO, misalnya kelompok geriatri potensial mengalami gangguan tidur karena Ciprofloxacin, kelompok perempuan produktif berisiko extra pyramidal syndrom karena Metoclopramide.
3) melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional Setiap kejadian ESO dilaporkan dalam form MESO maupun secara elektronik ke BPOM. f. Evaluasi Konsistensi laporan MESO ke Badan POM
75
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI INTI 3 : EDUKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
76
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
EDUKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT A. DESKRIPSI SINGKAT Program
Indonesia
kesehatan
Sehat dilaksanakan untuk
masyarakat
melalui
upaya
meningkatkan derajat
kesehatan
dan
pemberdayaan
masyarakat yang didukung dengan pelindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Untuk melaksanakan Program Indonesia Sehat diperlukan
pendekatan
keluarga, yang mengintegrasikan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga, berdasarkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga. Pemberdayaan Masyarakat bidang kesehatan merupakan suatu proses aktif, dimana sasaran/klien dan masyarakat yang diberdayakan harus berperan serta aktif (berpartisipasi) dalam kegiatan dan program kesehatan.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah selesai mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Menjelaskan keterlibatan apoteker dalam Program Indonesia SehatPendekatan Keluarga (PIS-PK) 2. Melakukan Edukasi dan pemberdayaan masyarakat melalui GeMa CerMat
77
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. URAIAN MATERI 1. POKOK BAHASAN 1 : KETERLIBATAN APOTEKER DALAM PROGRAM INDONESIA SEHAT-PENDEKATAN KELUARGA (PIS-PK) Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 tentang Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, tujuan Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga bertujuan untuk: a. meningkatkan pelayanan
akses
kesehatan
keluarga yang
berserta
komprehensif,
anggotanya meliputi
terhadap pelayanan
promotif dan preventif serta pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar; b. mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota; melalui peningkatan akses dan skrining kesehatan; c. mendukung
pelaksanaan
meningkatkan
jaminan
kesadaran
kesehatan
masyarakat
untuk
nasional
dengan
menjadi
peserta
Jaminan Kesehatan Nasional; dan d. mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam rencana strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dilaksanakan oleh Puskesmas melalui kegiatan : a. melakukan pendataan kesehatan seluruh anggota keluarga; b. membuat dan mengelola pangkalan data Puskesmas; c. menganalisis, merumuskan intervensi masalah
kesehatan, dan
menyusun rencana Puskesmas; d. melaksanakan kunjungan rumah dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif; e. melaksanakan pelayanan kesehatan (dalam dan luar gedung) melalui pendekatan siklus hidup; dan f. melaksanakan Sistem Informasi dan Pelaporan Puskesmas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Kesehatan, tenaga kefarmasian merupakan salah satu tenaga kesehatan yang harus ada di Puskesmas untuk melakukan pelayanan kefarmasian. Tenaga kefarmasian dapat berperan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan Puskesmas dalam
78
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
rangka Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, diantaranya : a. melaksanakan kunjungan rumah (Home Pharmacy Care) Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko masalah terkait obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas
penggunaan
obat,
kebingungan
atau
kurangnya
pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan obat
dan/atau
kefarmasian
di
alat
kesehatan
rumah
(home
perlu
dilakukan
pharmacy care)
yang
pelayanan bertujuan
tercapainya keberhasilan terapi obat. Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya
kelanjutan
terapi
dan
kurangnya
kepatuhan
penggunaan obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan pelayanan kefarmasian
di
rumah
(home
pharmacy
care)
agar
terwujud
komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan obat. b. Tenaga kefarmasian sebagai pembina keluarga Profil Kesehatan Keluarga mengacu kepada indikator keluarga sehat, yang untuk saat ini ditetapkan sebanyak dua belas indikator sebagai berikut : a. keluarga mengikuti program keluarga berencana (KB) b. ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan c. bayi mendapat imunisasi dasar lengkap d. bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif e. balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan f. penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar g. penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur h. penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan i.
anggota keluarga tidak ada yang merokok
j.
keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
k. keluarga mempunyai akses sarana air bersih l.
keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat. 79
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Tenaga
kefarmasian
memiliki
peran
penting
dalam
mencapai
indikator keluarga sehat tersebut, diantaranya : a. penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar b. penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur c. penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan Peran tenaga kefarmasian dalam mendukung tercapainya indikator keluarga
sehat
tersebut
dilakukan
dengan
penyelenggaraan
pelayanan kefarmasian yang sesuai standar yaitu Permenkes Nomor 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian mencakup kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP dan pelayanan farmasi klinik.
80
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Salah satu contoh peran farmasi dalam strategi komprehensif untuk Tuberkulosis sebagai berikut :
81
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
2. POKOK BAHASAN 2 : EDUKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI GEMA CERMAT a. Pemberdayaan Masyarakat Konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian community development
(pembangunan
masyarakat)
dan
community-based
development (pembangunan yang bertumpu pada masyarakat). Tahap selanjutnya muncul istilah community driven development yang diterjemahkan sebagai pembangunan yang diarahkan masyarakat atau pembangunan yang digerakkan masyarakat. Pembangunan yang digerakkan masyarakat didefinisikan sebagai kegiatan pembangunan yang diputuskan sendiri oleh warga komunitas dengan menggunakan sebanyak mungkin sumber daya setempat. Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat
non
instruktif,
guna
meningkatkan
pengetahuan
dan
kemampuan masyarakat, agar mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat. Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara
terus
menerus
dan
berkesinambungan
mengikuti
perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek tindakan atau practice). Pemberdayaan Masyarakat bidang kesehatan merupakan suatu proses
aktif,
dimana
sasaran/klien
dan
masyarakat
yang
diberdayakan harus berperan serta aktif (berpartisipasi) dalam kegiatan
dan
pembangunan
program
kesehatan.
kesehatan,
partisipasi
Ditinjau
dari
konteks
masyarakat
adalah
keikutsertaan dan kemitraan masyarakat dan fasilitator (pemerintah, LSM) dalam pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian kegiatan dan program kesehatan serta
82
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
memperoleh
manfaat
dari
keikutsertaannya
dalam
rangka
membangun kemandirian masyarakat. UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal yang saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Salah satu faktor eksternal dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan oleh fasilitator pemberdayaan masyarakat. Peran fasilitator pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu menyelenggarakan UKBM secara mandiri dan menerapkan PHBS. PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. b. Prinsip
Pemberdayaan
Masyarakat
Bidang
Kesehatan
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilaksanakan dengan prinsip-prinsip: 1) Kesukarelaan, pemberdayaan
yaitu
keterlibatan
masyarakat
tidak
seseorang boleh
dalam
berlangsung
kegiatan karena
adanya pemaksaan, melainkan harus dilandasi oleh kesadaran sendiri dan motivasinya untuk memperbaiki dan memecahkan masalah kehidupan yang dirasakan. 2) Otonom, yaitu kemampuannya untuk mandiri atau melepaskan diri dari ketergantungan yang dimiliki oleh setiap individu, kelompok, maupun kelembagaan yang lain. 3) Keswadayaan,
yaitu
kemampuannya
untuk
merumuskan
melaksanakan kegiatan dengan penuh tanggung jawab, tanpa menunggu atau mengharapkan dukungan pihak luar. 4) Partisipatif, yaitu keikutsertaan semua pemangku kepentingan sejak
pengambilan
keputusan,
perencanan,
pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil-hasil kegiatannya. 83
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
5) Egaliter, yang menempatkan semua pemangku kepentingan dalam kedudukan yang setara, sejajar, tidak ada yang ditinggikan dan tidak ada yang merasa direndahkan. 6) Demokratis, yang memberikan hak kepada semua pihak untuk mengemukakan pendapatnya, dan saling menghargai pendapat maupun perbedaan di antara sesama pemangku kepentingan. 7) Keterbukaan, yang dilandasi kejujuran, saling percaya, dan saling memperdulikan. 8) Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan mengembangkan sinergisme. 9) Akuntabilitas, yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka untuk diawasi oleh siapapun. 10) Desentralisasi, yang memberi kewenangan kepada setiap daerah otonom (kabupaten dan kota) untuk mengoptimalkan sumber daya kesehatan bagi sebesar-besar kemakmuran masyarakat dan kesinambungan pembangunan kesehatan. Lebih lanjut, pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan juga melandaskan pada: 1) Prinsip-prinsip
menghargai
yang
lokal,
yang
mencakup:
pengetahuan lokal, keterampilan lokal, budaya lokal, proses lokal, dan sumber daya lokal. 2) Prinsip-prinsip ekologis, yang meliputi: keterkaitan, keberagaman, keseimbangan, dan keberlanjutan 3) Prinsip-prinsip keadilan sosial dan Hak Asasi Manusia, yang tidak
merugikan dan senantiasa memberikan manfaat kepada semua pihak
84
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c. Pemberdayaan Masyarakat melalui GeMa CerMat Penggunaan obat yang rasional (POR) merupakan salah satu langkah dalam
upaya
pembangunan
kesehatan
untuk
mendapatkan
pelayanan kesehatan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu, sehingga tercapai keselamatan pasien (patient safety). Menurut WHO, penggunaan obat dikatakan rasional apabila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dan dalam periode waktu yang adekuat. Diperkirakan di seluruh dunia lebih dari 50 % obat diresepkan dan digunakan secara tidak tepat, termasuk di Indonesia. Sampai dengan tahun 2013, hasil pemantauan dan evaluasi
peresepan
di
fasilitas
kesehatan
dasar
(Puskesmas)
menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik pada penyakit ISPA Non Pneumonia dan Diare Non Spesifik masih cukup tinggi, yaitu mendekati 50 %. Selain peresepan secara irrasional oleh tenaga kesehatan dan kurangnya informasi penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, penggunaan obat secara tidak tepat juga dilakukan oleh masyarakat, baik kurangnya kepatuhan pasien dalam menggunakan obat
yang
diresepkan
maupun
dalam
pengobatan
sendiri
(swamedikasi). Swamedikasi adalah upaya pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat sebelum mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan. Data Susenas menunjukkan lebih dari 60 % penduduk Indonesia melakukan swamedikasi, dan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan 35,2 % menyimpan obat di rumah tangga, dimana 86,1 % dari obat yang disimpan tersebut adalah antibiotik yang diperoleh tanpa resep. Swamedikasi secara tidak tepat dapat dilakukan karena berbagai hal seperti kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pengobatan, tingginya promosi obat oleh produsen melalui berbagai media, dan kurangnya informasi dari tenaga kesehatan. Untuk meningkatkan POR oleh masyarakat, pada tahun 2015 telah dicanangkan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) melalui SK Menkes No. HK.02.02/Menkes/427/2015 tentang Gerakan Masyarakat
Cerdas 85
Menggunakan Obat.
Gerakan ini
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan masyarakat dalam memilih, mendapatkan, menyimpan dan menggunakan obat dengan benar. Pelaksanaan gerakan ini melibatkan
berbagai
Keterlibatan
lintas
pemangku
sektor
ini
kepentingan diharapkan
yang
dapat
terkait.
menunjang
keberhasilan dan pencapaian tujuan Gerakan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan Edukasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (Gema Cermat) di Kab/Kota untuk meningkatkan pemahaman stakeholder tentang teknis pelaksanaan kegiatan GeMa CerMat. Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) merupakan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui rangkaian kegiatan dalam rangka mewujudkan kepedulian, kesadaran,
pemahaman,
dan
keterampilan
masyarakat
dalam
menggunakan obat secara tepat dan benar. Kegiatan GeMa CerMat dilaksanakan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota dengan mengacu
pada
pedoman
pemberdayaan
masyarakat
dalam
penggunaan obat rasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan dilaksanakan
di Kabupaten/ Kota
berupa pertemuan sosialisasi meliputi kegiatan pembekalan Apoteker Agent of Change, pemberian materi edukasi masyarakat dan diskusi kelompok. Mengapa ada GeMa CerMat? Kurangnya pemahaman masyarakat dan kurangnya informasi yang memadai tentang penggunaan obat menyebabkan : • Kurangnya
pemahaman
masyarakat
dalam
memilih,
mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan benar. • Penggunaan antibiotik secara tidak tepat, yang dapat memicu resistensi • Penggunaan obat bebas dan bebas terbatas tanpa informasi dan supervisi tenaga kesehatan
86
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Perlu strategi pemberdayaan dan edukasi masyarakat, melalui Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) untuk meningkatkan Penggunaan Obat Rasional pada masyarakat. Apakah ada payung hukumnya? GeMa CerMat telah ditetapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/MENKES/427/2015 tentang Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat. Apa tujuannya? •
Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penggunaan obat secara benar.
•
Meningkatkan kemandirian dan perubahan perilaku masyarakat dalam memilih, mendapatkan, menggunakan, menyimpan dan membuang obat secara benar.
•
Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
Siapa Sasarannya? MASYARAKAT. Melibatkan lintas sektor dan lintas program, organisasi profesi farmasi dan organisasi profesi kesehatan lainnya, perguruan tinggi, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama, tokoh adat serta elemen-elemen lain yang ada di masyarakat. Siapa saja yang terlibat? 1) Kementerian/Lembaga, antara lain: a) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak b) Kementerian Komunikasi dan Informatika c) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan d) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi e) Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia & Kebudayaan RI, f) Kementerian Dalam Negeri g) Kementerian
Desa
Pembangunan
Transmigrasi h) Badan Pengawas Obat dan Makanan 87
Daerah
Tertinggal
dan
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
2) Lembaga dan organisasi, antara lain: a) Organisasi profesi kesehatan, b) Organisasi kemasyarakatan, c) Organisasi kepemudaan, d) Organisasi mahasiswa 3) Mitra lainnya, antara lain: a) Fasilitas kesehatan, b) WHO, c) Sektor swasta/dunia usaha, d) Media massa
Apa saja kegiatan yang sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan? 1) Penyusunan
regulasi
HK.02.02/MENKES/427/2015
berupa Tentang
SK Gerakan
Menkes Masyarakat
Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) 2) Pencanangan oleh Ibu Menteri Kesehatan pada tanggal 13 November 2015 3) Rapat koordinasi lintas sektor 4) Sosialisasi pada masyarakat melalui talkshow di Pameran Hari Kesehatan Nasional ke – 51 5) Sosialisasi Pencanangan GeMa CerMat pada stake holder bersama Menteri Kesehatan 6) Fun Walk dalam rangka Perayaan Puncak Hari Kesehatan Nasional ke – 51 7) Pembuatan merchandise dan materi sosialisasi GeMa CerMat 8) Publikasi melalui media cetak (poster, sticker, majalah dan tabloid) dan elektronik (talkshow, temu media, website, blog) 9) Publikasi melalui media sosial: a) Facebook
: GeMa CerMat
b) Fanpage
: Cerdas Gunakan Obat
c) Twitter
: @gemacermat
d) Email
: [email protected]
e) Website
: www.binfar.depkes.go.id
f) Blog
: Bekerjasama dengan komunitas blogger 88
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
g) Hashtag
: #cerdasgunakanobat #gemacermat
Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan di daerah? 1) Pencanangan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota 2) Advokasi dan koordinasi lintas sektor di tingkat propinsi dan kabupaten/kota 3) Edukasi pada masyarakat dengan menggunakan metode yang sesuai 4) Publikasi melalui media cetak dan elektronik serta media sosial 5) Pembuatan dan penggandaan merchandise dan materi sosialisasi 6) Pertemuan advokasi dan sosialisasi berupa seminar, workshop, atau kampanye kepada stake holder 7) Dan lain – lain. Materi Edukasi Masyarakat
Metode Edukasi & Pemberdayaan Masyarakat ➢ Talk show ▪
Acara lebih santai
➢ Penyuluhan ▪
Satu arah
➢ Pendekatan Interaktif (dua arah) ▪
Diupayakan peserta aktif dan dikemas menarik 89
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
▪
Proses Belajar Mandiri (Self Learning Process)
▪
Tutor/fasilitator hanya sebagai pemicu diskusi
▪
Narasumber berfungsi menjelaskan hal-hal yang tidak dapat ditemukan jawaban
➢ Pendekatan Interaktif (games, seni) ▪
Metode edukasi dalam bentuk permainan, seni (operet, komedi situasi/ lawak, drama, dll), atau metode lainnya yang menarik bagi masyarakat awam untuk belajar tentang obat
90
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI PENUNJANG I : MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BUILDING LEARNING COMMITMENT/BLC)
91
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC) A. DESKRIPSI SINGKAT Dalam suatu pelatihan, bertemu sekelompok orang yang belum saling mengenal sebelumnya, berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar belakang soSial budaya, pendidikan/pengetahuan, pengalaman, serta sikap dan perilaku yang berbeda pula, pada awal memasuki suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan suasana kebekuan (freezing). Agar pelatihan sukses, partisipatif dan berbasis aktifitas peserta, harus diperkenalkan rasa percaya antar peserta, melalui perkenalan antara peserta, fasilitator dan panitia. Dalam lingkungan peserta yang saling percaya, peserta akan lebih disiapkan untuk berani berkontribusi dan lebih menyenangi
proses
belajar
dan
membantu
kelancaran
peroses
pembelajaran. Untuk menciptakan rasa saling percaya ini, kebekuan harus dipecahkan dengan proses pencairan (unfreezing) pada awal pelatihan dengan cara saling mengenal antar peserta dan menciptakan perasaan positif satu sama lain. Building Learning Commitment (BLC) juga mengajak peserta
mampu
mengemukakan
harapan-harapan
dan
kekhawatiran
mereka dalam pelatihan, serta merumuskan nilai-nilai dan norma kelas serta kontrol kolektifnya yang kemudian disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses pembelajaran.
92
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan Building Learning Commitment (BLC) dalam proses pelatihan. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: a. Melakukan perkenalan dan pencairan antara peserta, fasilitator dan panitia. b. Merumuskan harapan, kekhawatiran dan komitmen terhadap proses pelatihan. c. Membuat kesepakatan nilai, norma, dan kontrol kolektif. d. Menetapkan organisasi kelas.
93
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. URAIAN MATERI Aktivitas
pelatihan
adalah
proses
pengembangan
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap atau tingkah laku sebagai interaksi individu dengan lingkungan belajar yaitu orang lain, fasilitas fisik, psikologis, metode,
media
dan
teknologi
pembelajaran.
Pelatihan
seringkali
dikonstruksikan sebagau sesuatu yang formal, terstruktur dan terkait sistem-sistem. Peserta latih yang berasal dari lingkungan dan latar belakang berbeda
adakalanya
menjadi
canggung
untuk
berperilaku
maupun
mengemukakan ide-idenya karena tidak setiap orang dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Oleh karena itu proses pelatihan harus dimulai dengan membangun kesepakatan belajar (building learning commitment) Untuk membangun kesepakatan, perlu dimulai dengan perkenalan antar peserta, menyepakati aturan dan tindakan sebagai bentuk kebersamaan, keterbukaan, saling menghormati, saling menghargai dan secara bersamasama berusaha mencapai keberhasilan (sukses) dalam pelatihan yang diikuti.
94
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
1. POKOK BAHASAN 1 : PERKENALAN DAN PENCAIRAN ANTARA PESERTA, FASILITATOR DAN PANITIA Perkenalan dan pencairan antara peserta, fasilitator dan panitia dapat dilakukan dengan metode berikut: a. Perkenalan dengan menggunakan kertas warna 1) Fasilitator membagi peserta dalam kelompok, tiap kelompok terdiri minimal 10 orang. Pembagian kelompok berdasarkan kesamaan pilihan warna. 2) Fasilitator menyediakan potongan kertas berwarna sebanyak jumlah peserta, dengan warna-warna: biru, hijau, kuning, merah hati, merah jambu, ungu, coklat, oranye, dan sebagainya yang terbagi secara merata. 3) Peserta diminta mengambil salah satu warna yang paling disukainya, disesuaikan dengan jumlah potongan kertas yang tersedia. 4) Peserta dengan pilihan warna yang sama diminta berkumpul menjadi satu kelompok. b. Mengenal diri sendiri dan orang lain dengan Permainan “Kereta Api” 1) Fasilitator meminta seluruh peserta untuk berdiri dan membentuk lingkaran dalam kelompok yang telah dibagi. 2) Peserta pertama memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama, dan unit kerja. 3) Peserta berikutnya diminta menyebutkan terlebih dahulu nama-nama peserta sebelumnya baru kemudian memperkenalkan dirinya sendiri. 4) Demikian seterusnya sehingga merangkai seperti rangkaian Kereta Api 5) Peserta terakhir harus menyebutkan seluruh nama peserta sebelum meperkenalkan dirinya sendiri 6) Masing-masing kelompok diwakili oleh satu peserta memperkenalkan semua anggota kelompok, dengan menyebut nama dan asal instansi. 7) Kelompok digabung menjadi kelompok besar, dan untuk mengukur efektifitas proses perkenalan, fasilitator mengecek kemampuan peserta dengan minta beberapa diantara peserta menyebutkan seluruh nama peserta yang hadir.
95
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c. Pilihan permainan lainnya untuk perkenalan, yaitu: 1) Peserta masih dalam posisi duduk melingkar. 2) Fasilitator memberikan kepada setiap peserta kartu yang telah disediakan. 3) Fasilitator meminta kepada peserta untuk menuliskan nama, dan unit kerjanya masing-masing pada bagian atas kartu. 4) Fasilitator meminta juga peserta untuk mengidentifikasi sesuatu tentang: latar belakang kehidupan mereka, pengalaman kerja, hobby, kota asal dan lain-lain yang dianggap perlu. 5) Kumpulkan semua kartu di tengah forum. 6) Fasilitator meminta seorang peserta untuk menarik salah satu kartu, dan membacakannya dimuka forum. Peserta yang namanya dibacakan, diminta berdiri, sementara informasi lainnya terus dibacakan. 7) Selanjutnya peserta yang namanya baru saja dibacakan, diminta mengambil secara acak kartu lain dan membacakannya pula, sementara peserta yang nama dan identitasnya dibacakan agar berdiri. 8) Teruskan sampai semua kartu (seluruh peserta) terbacakan. 9) Menjelang akhir acara, fasilitator mengajukan pertanyaan: (1) Bagaimana perasaan hati anda sekarang, dibandingkan sebelum acara perkenalan? (2) Apa saja yang dapat dijadikan bahan pembelajaran dari berbagai peristiwa perilaku yang terjadi selama interaksi? d. Pencairan dilakukan dengan “Energizing” Fasilitator meng-energize peserta dengan permainan-permainan yang menggembirakan untuk mencairkan kebekuan/kekakuan karena belum
saling
berkenalan.
Fasilitator
memandu
peserta
untuk
melakukan proses pencairan dengan metode berikut: 1) Permainan menyusun barisan Tujuannya agar seluruh peserta bisa berkenalan lebih jauh, fisik maupun sifat-sifat mereka, sekaligus memecah kebekuan diantara peserta dan melatih mereka bekerjasama dalam kelompok.
96
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Langkah-langkah: a) Peserta dibagi dalam dua kelompok yang sama banyak. b) Fasilitator menjelaskan aturan permainan, sebagai berikut: • Kedua kelompok akan berlomba menyusun barisan. Barisan disusun berdasarkan aba-aba: o Berbaris menurut ukuran sepatu (mulai dari ukuran sepatu paling kecil). o Berbaris menurut urutan nama secara alpabet (mulai dari A s/d Z). o Berbaris menurut urutan usia (mulai dari usia yang muda). o Berbaris menurut tempat kelahiran (mulai dari A s/d Z). o Berbaris menurut tahun kelahiran (mulai dari tahun kelahiran paling muda). o Berbaris menurut jumlah saudara kandung (mulai dari jumlah saudaranya yang paling banyak). • Fasilitator akan menghitung sampai 10, kemudian kedua kelompok, selesai atau belum selesai, harus jongkok. • Setiap
kelompok
secara
bergantian
memeriksa
apakah
kelompok lawan telah melaksanakan tugasnya dengan benar. • Kelompok yang menang adalah kelompok yang melaksanakan tugasnya dengan benar dan cepat (bila kelompok dapat menyelesaikan
tugasnya
sebelum
hitungan
ke
sepuluh
mereka boleh langsung jongkok untuk menunjukkan bahwa mereka telah selesai melakukan tugas).
97
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Pilihan permainan lainnya untuk pencairan, yaitu: 1) Permainan “Angin berhembus" Fasilitator meminta satu peserta untuk berdiri dan menyingkirkan kursinya
dari dalam lingkaran. Kemudian peserta tersebut
diminta untuk memberi aba-aba, agar peserta yang disebutkan identitasnya pindah duduk, misalnya dengan menyeru: “Semua peserta yang berbaju merah pindah”. Pada keadaan tersebut akan terjadi pertukaran tempat duduk dan saling berebut. Hal tersebut menggambarkan suasana “storming”, atau seperti “badai” yang merupakan tahap awal dari suatu pembentukan kelompok. 2) Permainan “Menulis Terbalik” ▪ Peserta diminta menulis di luar kebiasaannya pada sehelai kertas (yang biasa tangan kanan menggunakan tangan kiri, bagi yang kidal menggunakan tangan kanan). ▪ Menulis secara serentak dari arah kanan ke kiri (seperti menulis huruf Arab). ▪ Yang ditulis terbalik adalah urutan huruf besar alphabet A, B, C dst. ▪ Fasilitator memberi aba-aba serentak untuk memulai menulis selama 2 (dua) menit. ▪ Kemudian pada akhir dicheck jumlah yang benar. ▪ Permainan diulangi, dan dicheck kembali jumlah yang benar. Biasanya meningkat. ▪ Kesimpulan: mengerjakan sesuatu yang di luar kebiasaan biasanya pada awalnya sulit, namun pada dasarnya mudah. 3) Permainan “Kuda dan Joki” Tugas kelompok menyusun potongan gambar dua ekor kuda beserta dengan dua orang jokinya. Semua anggota kelompok harus
bersinergi
dalam
menyusun
tugas
tersebut.
Tidak
diperbolehkan melipat gambar ataupun mengguntingnya. 4) Permainan “Petani Bingung” Permainan ini adalah menentukan bagaimana cara seorang petani yang membawa seekor macan, seekor kambing, dan sekeranjang rumput, bisa menyeberangkan semua bawaannya dengan aman melewati sebuah jembatan. 98
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Ilustrasinya adalah jembatan hanya dapat dilalui petani dan salah satu bawaannya dengan aman melewati sebuah jembatan. Tanpa ada petani yang mengawasi, kambing akan dimangsa macan, dan rumput
akan
dimakan
kambing.
Tugas
kelompok
adalah
menentukan peran yang menjadi petani, macan, kambing dan rumput,
dan
selanjutnya
menyelesaikannya.
99
menentukan
bagaimana
cara
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
2. POKOK BAHASAN 2 : PERUMUSAN HARAPAN, KEKHAWATIRAN DAN KOMITMEN TERHADAP PROSES PELATIHAN a. Harapan terhadap Pelatihan Adalah kehendak/keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang diinginkan sebagai hasil proses pembelajaran. Dalam menentukan harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan untuk mencapainya besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah. Harapan juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk mencapainya, dan bukan sesuatu yang diucapkan secara asal-asalan. Dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus terpelihara sampai akhir proses. b. Komitmen Adalah keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang dijanjikan atau yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah disepakati dan terdorong berupaya sekuat tenaga untuk mengaktualisasikannya dengan berbagai
macam
cara
yang
baik,
efektif
dan
efisien.
Komitmen
belajar/pembelajaran adalah keterpanggilan seseorang/kelompok/kelas untuk berupaya dengan penuh kesungguhan mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan pelatihan/pembelajaran. Keadaan ini sangat menguntungkan dalam mencapai keberhasilan individu/kelompok/kelas, karena dalam diri setiap orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan kelas secara keseluruhan. Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling percaya, saling kerja sama, saling membantu, saling memberi dan menerima, sehingga tercipta suasana/ lingkungan pembelajaran yang kondusif.
100
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
3. POKOK BAHASAN 3 : KESEPAKATAN NILAI, NORMA, DAN KONTROL KOLEKTIF BELAJAR BERSAMA a. Kesepakatan Nilai Kesepakatan (commitment) adalah sebuah kata yang memiliki makna yang sangat penting dalam sebuah kelompok/komunitas. Kesepatan dibangun berdasarkan nilai-nilai yang diyakini secara pribadi. Margaret Thatcher menyatakan bahwa “…seseorang dapat mengubah taktik, strategi dan program-programnya sesuai perubahan situasi namun tidak mengubah prinsip dan nilai (value) yang diyakini pribadinya”. Nilai-nilai pribadi peserta latih, mungkin berbeda mungkin pula sama. Melalui proses diskusi dan interaksi dalam kelompok, peserta didorong untuk memberikan pendapat/argumentasi atas pilihannya dan belajar saling menghargai serta saling memahami akan nilai-nilai yang diyakini peserta lainnya. Perbedaan haruslah dipahami sebagai kekayaan cara setiap individu memandang sesuatu. Semakin banyak perbedaan semakin kaya dan luas kita memandang sesuatu.
Meskipun demikian semakin banyak perbedaan
semakin rentan terjadi konflik dan friksi, sehingga peserta latih belajar untuk tenggang rasa. Melalui proses interaksi dalam diskusi peserta belajar untuk mencari solusi untuk mensinergikan perbedaan diantara kelompok. b. Kesepakatan Norma Agar nilai-nilai yang telah disepakati tetap terjaga, maka diperlukan norma belajar yang mengatur tata pergaulan selama proses belajar sehingga semua memperoleh kesempatan untuk sukses. Nilai-nilai yang sudah ditetapkan bersama dijabarkan dalam norma yang terukur dan jelas operasionalisasinya. Norma merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat, kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku kehidupan
sehari-hari
kelompok/masyarakat
tersebut.
Norma
adalah
gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok.
101
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c. Kesepakatan Kontrol Kolektif Untuk tegaknya norma yang telah disepakati bersama, peserta dapat menetapkan sanksi yang memberi manfaat kepada seluruh peserta diklat. Bentuk sanksinya harus bersifat positif dan membangun. d. Penetapan Organisasi Kelas Agar kelas berjalan dengan lancer dan mengakomodasi semua kebutuhan peserta, dibentuk pengurus kelas yang akan mengkoordinasikan kegiatan dengan panitia dan fasilitator.
102
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI PENUNJANG II : ANTIKORUPSI
103
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
ANTIKORUPSI A. Deskripsi Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita
biarkan
berlangsung
maka
cepat
atau
lambat
korupsi
akan
menghancurkan negeri ini. Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan– tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu disusun Strategi Komunikasi Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Kementerian Kesehatan sebagai salah satu kegiatan reformasi birokrasi yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan agar para Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Kesehatan terhindar dari perbuatan korupsi. Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui pemahaman terhadap konsep serta penanaman nilai-nilai anti korupsi yang selanjutnya dapat menjadi budaya dalam bekerja. B. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan konsep anti korupsi
104
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
2. Tujuan Pembelaran Khusus Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan nilai, konsep anti korupsi, dan upaya pencegahan korupsi korupsi.
105
dan pemberantasan
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. Uraian Materi 1. POKOK BAHASAN 1 : KONSEP KORUPSI Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Ada banyak pengertian tentang korupsi, di antaranya adalah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau penggelapan
uang
negara
atau
perusahaan,
dan
sebagainya
untuk
keperluan pribadi”. Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
106
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2006) No.
Bentuk Korupsi
1.
Kerugian Keuangan Negara
Perbuatan Korupsi
⚫ Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi;
⚫ Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
2.
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada. Suap Menyuap ⚫ Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau
3.
penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya; ⚫ Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara .... karena atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam ja-batannya; ⚫ Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut; Penggelapan dalam Jabatan ⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
4.
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan disimpan karena jabatannya, atau uang/surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut; ⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi; ⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak da-pat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digu-nakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jaba-tannya; Pemerasan ⚫ Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
5.
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; ⚫ Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; Perbuatan Curang ⚫ Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; ⚫ Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang; 6.
Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan
107
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik lang-sung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau perse-waan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk se-luruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. 7.
Gratifikasi Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini:
Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi: 1) Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan. 2) Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan.
108
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
3) Langkanya
lingkungan
yang
antikorup:
sistem
dan
pedoman
antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas. 4) Rendahnya
pendapatan
penyelenggara
negara.
Pendapatan
yang
diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. 5) Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan korupsi
karena
kesulitan
ekonomi.
Sedangkan
mereka
yang
berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. 6) Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah. 7) Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi: saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. 8) Budaya permisif/serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi adalah sebagai berikut: 1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1); 2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 3) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; 4) UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 5) UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU no. 20 Th. 2001;
109
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
2. POKOK BAHASAN 2 : KONSEP ANTI KORUPSI Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara.
Peluang
bagi
berkembangnya
korupsi
dapat
dihilangkan
dengan
melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan). Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian,
kedisiplinan,
pertanggungjawaban,
kerja
keras,
kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik. Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi yaitu: a.
Akuntabilitas Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas: 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan dalam sektor bisnis, masyarakat, publik, maupun interaksi antara ketiga sektor. Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya, antara
lain adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses,
akuntabilitas keuangan, akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik (Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang
dilakukan.
Evaluasi
atas
kinerja
administrasi,
proses
pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.
110
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
b. Transparansi Salah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007). Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para pegawai untuk dapat melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan: 2010). Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu 1) proses penganggaran, 2) proses penyusunan kegiatan, 3) proses pembahasan, 4) proses pengawasan, dan 5) proses evaluasi. Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan pertanggung-jawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran. Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan
proses
pembahasan
tentang
sumber-sumber
pendanaan
(anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja). Proses
pembahasan
membahas
tentang
pembuatan
rancangan
peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan) dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis. Proses
pengawasan
dalam
pelaksanaan
program
dan
proyek
pembangunan berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri. Proses lainnya yang penting adalah proses evaluasi. Proses
evaluasi
ini
berlaku
terhadap
penyelenggaraan
proyek
dijalankan secara terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap out put kerja-kerja pembangunan. 111
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c.
Kewajaran Prinsip fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif. Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek,
berkesinam-bungan,
taat
asas,
prinsip
pembebanan,
pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness. Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja. Misalnya, dalam penyusunan anggaran program
kegiatan
kepegawaian
harus
dilakukan
secara
wajar.
Demikian pula dalam menyusun Laporan pertanggung-jawaban, harus disusun dengan penuh tanggung-jawab. d. Kebijakan Prinsip
anti
korupsi
yang
keempat
adalah
prinsip
kebijakan.
Pembahasan mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan memahami kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini berperan
untuk
mengatur
tata
interaksi
agar
tidak
terjadi
penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Aspekaspek kebijakan
terdiri
dari isi kebijakan,
pembuat
kebijakan,
pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya. Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor
penegak
kebijakan
yaitu
keKemenkesan,
kejaksaan,
pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Eksistensi sebuah kebijakan tersebut 112
terkait
dengan nilai-nilai,
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. e.
Kontrol kebijakan Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika pengawasan di Indonesia. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa oposisi.
113
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
3. POKOK BAHASAN III :UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Berikut adalah upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations AntiCorruption Toolkit (UNODC: 2004) a. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh
di
beberapa
negara
di-dirikan
lembaga
yang
dinamakan
Ombudsman. Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah (UNODC: 2004). Bagaimana dengan Indonesia? Kita sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tingkat
keKemenkesan,
kejaksaan,
pengadilan
dan
Lembaga
Pemasyarakatan. Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi. Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam berbagai perkara korupsi. Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada kesan bahwa lembaga ini sama sekali ‘tidak punya gigi’ ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi.
114
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
b. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to information).
Sebuah
sistem
harus
dibangun
di
mana
kepada
masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan. Pemerintah memiliki kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan. Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian. c. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan melakukan
kampanye
tentang
bahaya
korupsi.
Sosialisasi
serta
diseminasi di ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus diintensifkan. Kampanye tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media massa (baik cetak maupun tertulis), melakukan seminar dan diskusi. Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan memberikan pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi.
Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum (pidana)
saja
dalam
memberantas
korupsi.
Berikut
ini
strategi
pemberantasan korupsi: 1) Adanyan regulasi Kepmenkes
No:
232
Menkes/Sk/Vi/2013,
Komunikasi
Pemberantasan
Budaya
Anti
Tentang
Korupsi
Strategi
Kementerian
Kesehatan Tahun 2013 •
Penyusunan dan sosialisasai Buku panduan Penggunaan fasilitas kantor.
•
Penyusunan dan sosialisasi Buku Panduan Memahami Gratifikasi.
•
Workshop/pertemuan
peningkatan 115
pemahaman
tentang
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
antikorupsi dengan topik tentang gaya hidup PNS, kesederhanaan, perencanaan keuangan keluarga sesuai dengan kemampuan lokus. •
Penyebarluasan nilai-nilai anti korupsi (disiplin dan tanggung jawab)
berkaitan
dengan
kebutuhan
pribadi
dan
persepsi
gratifikasi. •
Penyebarluasan informasi tentang peran penting dann manfaat whistle blower dan justice collaborator.
2) Perbaikan sistem •
Memperbaiki
peraturan
perundangan
yang
berlaku,
untuk
mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau
pasal-pasal
karet
yang
sering
digunakan
koruptor
melepaskan diri dari jerat hukum. •
Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi birokrasi.
•
Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi, memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan umum dan penggunaannya untuk kepentingan pribadi.
•
Menegakkan
etika
profesi
dan
tata
tertib
lembaga
dengan
pemberian sanksi secara tegas. •
Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
•
Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya human error.
3) Perbaikan manusianya •
Memperbaiki Mengoptimalkan
moral
manusia
peran
agama
sebagai dalam
umat
memberantas
beriman. korupsi.
Artinya pemuka agama berusaha mempererat ikatan emosional antara agama dengan umatnya dan menyatakan dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela, mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari segala bentuk korupsi, mendewasakan iman dan menumbuhkan keberanian masyarakat untuk melawan korupsi. •
Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas (kesetiaan) dari keluarga/klan/suku kepada bangsa. Menolak 116
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
korupsi karena secara moral salah (Klitgaard, 2001). Morele herbewapening, yaitu mempersenjatai/ memberdayakan kembali moral bangsa (Frans Seda, 2003). •
Meningkatkan
kesadaran
hukum,
dengan
sosialisasi
dan
penkerjaan anti korupsi. •
Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan.
•
Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang memiliki kepedulian dan cepat tanggap, pemimpin yang bisa menjadi teladan.
Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat preventif dan represif. Pencegahan
(preventif)
yang
perlu
dilakukan
adalah
dengan
menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial,dan pendidikan dapat menjadi instrumen penting bila dilakukan dengan tepat bagi upaya pencegahan tumbuh dan berkembangnya korupsi. Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan hukuman yang berat perlu dilaksanakan dan apabila terkait dengan implementasinya maka aspek individu penegak hukum menjadi dominan, dalam perspektif ini pendidikan juga akan berperan penting di dalamnya.
117
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
4. POKOK BAHASAN IV : TATACARA PELAPORAN DUGAAN PELANGGARAN TINDAK PIDANA KORUPSI (TPK) a.
Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat Sekretariat Tim Dumasdu secara periodik melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap hasil ADTT/Investigasi, berkoordinasi dengan Bagian Analisis Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (APTLHP). Pelaksanaan monev dan penyusunan laporan hasil monev dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku pada Inspektorat Jenderal. Penyelesaian hasil penanganan dumas
agar
ditindaklanjuti
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku, berupa: 1) Tindakan administratif; 2) Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi; 3) Tindakan perbuatan pidana; 4) Tindakan pidana; 5) Perbaikan manajemen. b. Pengaduan Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindaklanjuti dengan sebuah tindakan hukum
berupa
serangkaian
tindakan
penyidikan
berdasarkan
peraturan perundang-undangan. c.
Tatacara Penyampaian Pengaduan Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah Berdasarkan Permenkes Nomor 49 tahun 2012 tentang Pengaduan kasus korupsi, beberapa hal penting yang perlu diketahui antaranya. Pengaduan
masyarakat
di
Lingkungan
Kementerian
Kesehatan
dikelompokkan dalam: 1) Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan 2) Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalah: mengandung informasi
atau
adanya
indikasi
terjadinya
penyimpangan
atau
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparatur Kementerian Kesehatan sehingga mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara. 118
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Pengaduan
masyarakat
tidak
berkadar
pengawasan
merupakan
pengaduan masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik yang konstruktif, dan lain sebagainya, sehingga bermanfaat
bagi
perbaikan
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pelayanan masyarakat. Masyarakat partai
terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat,
politik,
institusi,
kementerian/lembaga
pemerintah,
dan
pemerintah daerah. Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan dapat disampaikan
secara
langsung
melalui
tatap
muka,
atau
secara
tertulis/surat, media elektronik, dan media cetak kepada pimpinan atau pejabat Kerrienterian Kesehatan. Pengaduan
masyarakat
berkadar pengawasan
dapat
disampaikan
secara langsung oleh masyarakat kepada Sekretariat Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan dapat disampaikan secara langsung oleh masyarakat kepada sekretariat unit utama dilingkungan Kementerian Kesehatan. Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan harus ditanggapi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak pengaduan diterima. d. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kemenkes Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga dalam rangka melaksanakan fungsi tersebut perlu suatu pedoman penanganan pengaduan masyarakat yang juga merupakan bentuk pengawasan. Selain
itu
untuk
penanganan
pengaduan
masyarakat
secara
terkoordinasi di lingkungan Kementerian Kesehatan telah dibentuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134/ Menkes/ SK/ III/ 2012 tentang
Tim
Penanganan
Pengaduan
Masyarakat
Terpadu
di
Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim Dumasdu) yang anggotanya para Kepala bagian Hukormas yang ada pada masing-masing Unit Eselon I di Kementerian Kesehatan. 119
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan ditangani oleh Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan kewenangan masing-masing. Penanganan pengaduan masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan
harus
dilakukan
secara
cepat,
tepat,
dan
dapat
dipertanggungjawabkan Penanganan pengaduan masyarakat meliputi pencatatan, penelaahan, penanganan lebih lanjut, pelaporan, dan pengarsipan. Penanganan lebih lanjut berupa tanggapan secara langsung melalui klarifikasi atau memberi jawaban, dan penyaluran/ penerusan kepada unit terkait yang berwenang menangani. Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan pengaduan masyarakat tercantum
dalam
Pedoman
Penanganan
Pengaduan
Masyarakat
Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan. e.
Pencatatan Pengaduan Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun peraturan yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan, tetapi untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu perkara, maka pengaduan yang diterima masyarakat hanya berupa pengaduan tertulis. Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai berikut: 1) Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada Unit Eselon I berasal dari organisasi masyarakat, partai politik, perorangan atau penerusan pengaduan oleh Kementerian/ Lembaga/ Komisi Negara dalam bentuk surat, fax, atau email, dicatat
dalam
agenda
surat
masuk
secara
manual
atau
menggunakan aplikasi sesuai dengan prosedur pengadministrasian/ tata persuratan yang berlaku. Pengaduan yang disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam formulir yang disediakan. 2) Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi tentang nomor dan tanggal surat pengaduan, tanggal diterima, identitas pengadu, identitas terlapor, dan inti pengaduan. 3) Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat 120
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
pengaduan
diterima,
dengan
tembusan
disampaikan
kepada
Sekretariat Tim Dumasdu pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.
121
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
5. POKOK BAHASAN V : GRATIFIKASI Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan pemberian hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak memanfaatkan momenmomen ataupun peristawa-peristiwa yang cukup baik, seperti: pada harihari besar keagamaan (hadiah hari raya tertentu), hadiah perkawinan, hari ulang tahun, keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan. Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Pengecualian Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1): Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
a. Aspek Hukum Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2) subyek hukum, (3) obyek hukum. Ada dua Dasar Hukum dalam gratifikasi yaitu: (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 dan (2) Undang2-undang No 20 Tahun 2001. Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “setiap PNS atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK”.
122
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Ayat 2 penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Subyek hukum terdiri dari: (1) penyelenggara negara, dan (2) pegawai negeri. Penyelenggara negara meliputi: pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabata negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, pejabat lain yang memilikifungsi dalam
penyelenggaraan
sesuai
startegis dalam kaitannya
dengan
ketentuan
peraturan
perundangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undang-undang hukum pidana, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas negara atau rakyat. Obyek hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas. b. Gratifikasi Dikatakan Sebagai Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan jabatannnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khsuusnya pada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri adalah pada saat penyelenggara negara atau pegawai negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya. Bentuknya: Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, dalam bentuk barang, uang, fasilitas.
123
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c.
Contoh Gratifikasi Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain: • Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu; • Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat perkawinan anaknya; • Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma; • Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai negeri untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan; • Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai negeri; • Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan; • Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat kunjungan kerja; • Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya. Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/ atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/ pegawai negeri dengan sipemberi.
d. Sanksi Gratifikasi Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang: 1) menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya; 2) menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan
124
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; 3) menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; 4) dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; 5) pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; 6) pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; 7) pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya
bahwa
perbuatan
tersebut
bertentangan
dengan peraturan perundangundangan; atau 8) baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya
125
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI PENUNJANG III : RENCANA TINDAK LANJUT
126
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
RENCANA TINDAK LANJUT A. DESKRIPSI SINGKAT Mata ajar ini membahas tentang konsep dasar RTL, dan mempraktekkan teknik penyusunan RTL sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan dengan baik dan benar.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu menyusun Rencana Tindak Lanjut sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan dengan baik dan benar. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah selesai mengikuti proses pembelajaran, peserta mampu: a. Menjelaskan konsep dasar Rencana Tindak Lanjut. b. Mempraktekkan teknik penyusunan Rencana Tindak Lanjut sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan dengan baik dan benar.
C. URAIAN MATERI Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan sebuah rencana kerja yang dibuat secara individual oleh Peserta diklat setelah peserta diklat mengikuti seluruh mata diklat yang telah diberikan, merupakan proses sistematis untuk mempersiapkan kegiatan-kegiatan dalam rangka mengukur evaluasi paska pelatihan yang idealnya dilakukan pada setiap akhir pelatihan. Manfaat
bagi
peserta
diklat
adalah
lebih
meningkatkan
kemampuan
mengidentifikasi, menganalisis, serta memecahkan masalah dalam rangka meningkatkan kinerja unit kerja. Tujuan RTL meliputi : 1. Mengetahui
sejauh
manakah
tingkat
penyerapan
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap perilaku peserta diklat setelah mengikuti diklat. 2. Mengetahui kemampuan peserta diklat dalam menuangkan ide, gagasan melalui lisan dan tulisan secara sistematis. 3. Salah satu rencana pengembangan unit kerja agar dapat mencapai visi dan misinya.
127
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
4. Sebagai salah satu masukan bagi pengambil kebijakan dalam rangka pemberdayaan unit kerjanya. 5. Sebagai salah satu instrument dalam rangka kegiatan evaluasi paska diklat setelah peserta diklat kembali ke unit kerjanya. Kriteria RTL yang baik menurut Drs. Malayu S.P. Hasibuan dalam Bukunya: Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, adalah: 1. Sebuah rencana harus mus memiliki tujuan yang jelas, obyektif, rasional dan cukup menantang untuk diperjuangkan. 2. Rencana harus mudah dipahami dan penafsirannya hanya satu. 3. Rencana harus dapat dipakai sebagai pedoman untuk bertindak ekonomis rasional. 4. Rencana harus menjadi dasar dan alat untuk pengendalian semua tindakan. 5. Rencana harus dapat dikerjakan oleh sekelompok orang. 6. Rancana harus dapat menunjukkan urut-urutan dan waktu pekerjaan. 7. Rencana harus fleksibel tetapi tidak mengubah tujuan. 8. Rencana harus berkesinambungan 9. Rencana harus meliputi semua tindakan yang akan dilakukan. 10. Rencana harus berimbang artinya pemberian tugas harus seimbang dengan penyediaan fasilitas. 11. Dalam rencana tindakan tidak boleh ada pertentangan, hendaknya saling mendukung satu sama lain. 12. Rencana harus sensitif terhadap situasi, sehingga terbuka kemungkinan untuk mengubah teknik pelaksanaannya tanpa mengalami perubahan pada tujuannya. 13. Rencana harus ditetapkan dan diimplementasikan atas hasil analisa data, informasi dan fakta. 14. Rencana tindak lanjut meliputi rencana jangka panjang (long term planning), rencana jangka menengah (middle term planning), dan rencana jangka pendek (short term planning). Agar RTL yang telah disusun sebelum diaplikasikan didiskusikan dengan seluruh pegawai mulai dari pucuk Pimpinan sampai dengan unsur terbawah untuk menjaring informasi dari seluruh komponen yang ada dalam unit kerja sebagai bahan penyempurnaan RTL.
128
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Teknik Penyusunan Rencana Tindak Lanjut : 1. Penulisan Rencana Tindak Lanjut Tahapan penulisan RTL adalah sebagai berikut: a. Memilih dan menetapkan program dan kegiatan-kegiatan yang bermasalah yang perlu ditingkatkan kinerjanya. b. Mendiskusikan permasalahan tersebut untuk mendapatkan masukan dari pihak lain/peserta lain/Widyaiswara sehingga dapat menentukan layak tidaknya topik atau pokok bahasan tersebut. c. Menuangkan dalam bentuk narasi sesuai dengan sistematika yang telah disepakati (contoh sistematika dapat dilihat pada lampiran). d. Melaksanakan editing penulisan. e. Melaksanakan presentasi dengan menggunakan pendekatan seminar. f. Menyempurnakan rencana tindak lanjut berdasarkan masukan yang diperoleh selama seminar. 2. Presentasi dan Balikan Setelah penulisan RTL selesai, maka dilaksanakan presentasi. Dalam hal ini dilaksanakan dengan metode seminar, dimana peserta diklat bertindak sebagai pembawa makalah, moderator dari Widyaiswara, serta seorang nara sumber yang ahli dalam kediklatan. Dalam seminar inilah RTL akan mendapat masukan-masukan dari peserta diklat lainnya serta nara sumber. Agar pelaksanaan presentasi dapat berjalan secara maksimal, maka dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan beberapa hal, sebagai berikut: a. Penyiapan bahan Bahan yang disajikan diambil dari materi RTL berupa butir-butir yang menjadi garis besar RTL yang dituangkan dalam power point cukup diambil dari materi yang dianggap penting. b. Strategi penyajian Agar penyajian hasil yang optimal perlu strategi penyajian: - Optimalkan penggunaan waktu - Upayakan agar audience memperhatiakan penyajian - Utamakan penyajian/penjelasan yang penting - Kurangi penjelasan yang kurang penting - Tanggapilah tanggapan dari peserta seminar secara bijaksana - Jawablah pertanyaan peserta sesegera mungkin - Jangan memonopoli pembicaraan c. Penggunaan alat bantu 129
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Alat bantu sangat berperan dalam memperjelas informasi yang akan disajikan yang akan disampaikan. Oleh karena itu optimalkan penggunaan alat bantu dengan baik, misalnya: LCD, Laser point, White board, dan penggunaan huruf serta angka dalam penyajian harus besar, jelas, singkat. d. Presentasi yang efektif - Pelajari audience - Sikap percaya diri - Tidak membelakangi audience - Nada intonasi suara yang baik - Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar - Jawab pertanyaan secara bijak - Terima masukan peserta diklat sebagai bahan penyempurnaan presentasi e. Mekanisme Seminar - Satu
Peserta
mewakili
kelompoknya
dari
unsur/institusi
sejenis
menyajikan RTL - Setiap penyajian dibahas oleh kelompok lainnya - Nara sumber memberikan masukan berupa masukan aspek teknik penulisan maupun substansi materi RTL, sebagai bahan penyempurnaan RTL.
130
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
DAFTAR PUSTAKA Adi Soemarmo, Icebreaker, Permainan Atraktif Efektif, Penerbit: Andi, Yogyakarta, 2006. Kementerian Kesehatan
R.I,
Ditjen
Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Dit.
Pelayanan Kefarmasian, Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, 2019. Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan bagi Dunia Pendidikan. Hatta, ed. 2013. Pedoman manajemen informasi kesehatan di sarana pelayanan Kesehatan, edisi revisi 2. Universitas indonesia Ir. Sri Ratna, MM dan Dra Sri Murtini, MPA, Dinamika Kelompok, Bahan Ajar Diklat Prajabatan Golongan III, Lembaga Administrasi Negara RI, 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang Strategi Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi. KPK, Buku Saku Gratifikasi. LAN RI. Rencana Tindak Lanjut (Action Plan). Bahan Diklat bagi Pengelola Diklat, 2009. Lynas, Kathie. 2010. A Step Forward for Medication Safety:Stakehol ders Agree to a Common Management Sciences for Health Managing Drug Supply, Kumarian Press, Connectitut, 1991. Munir Baderel, Drs, Apt, Dinamika Kelompok, Penerapan Dalam Laboratorium Perilaku, Universitas Sriwijaya, 2001. NCC MERP Index for Categorizing Medication Errors, http://www/nccmerp.org Payton,J. Ledder,W., & Hord,E. 2007. Bar Code Medication Administration Improves Patient Safety. Arkansas Foundation for Medical Care. Journal (Proquest) Database Peraturan
Pemerintah
RI
Nomor
51
Kefarmasian. 131
T ahun
2009
tentang
Pekerjaan
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008. Permenkes No 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Permenkes No
49 tahun 2012 tentang
Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang Kesehatan. Standard for Barcoding Pharmaceutica ls. CPJ/RPC, March/ April 2010:Vol 143 (2). Proquest Database. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. World Health Organization, National Drug Policy and Rational Drug Use : A Model Curriculum. Report DAP/85.6 Geneva.
132
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
LAMPIRAN
133
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 1 LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINTAAN OBAT (LPLPO) : .................
PUSKESMAS
: .................
BULAN/TAHUN
: ........../......
NO
KOTA
NAMA
KELAS
OBAT
TERAPI
SATUAN
STOK
PENE-
PERSE-
PEMA-
AWAL
RIMAAN
DIAAN
KAIAN
EXP
SISA
PERMINT
PEMBERI
STOK
AAN
AN
Jumlah Kunjungan
Rawat
Rawat
Resep
Jalan
Inap
TOTAL
Mengetahui,
Yang Meminta/Melapor,
Kepala Puskesmas
Pengelola Obat Puskesmas
(……………..……………….)
(.......................................)
NIP.
NIP.
134
KET
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 2. FORMULIR LAPORAN PENGEMBALIAN OBAT RUSAK/KADALUARSA
Nama Puskesmas
No
:
Nama sediaan
Bentuk sediaan
Tanggal
Jumlah
Ket
kadaluarsa 1 2 3
Mengetahui,
………………., bulan/tahun………….
Kepala Puskesmas……..
Penanggungjawab Ruang Farmasi
(…………………………..)
(………………………………………….)
NIP :
NIP :
135
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 3. FORMULIR LAPORAN NARKOTIK DAN PSIKOTROPIK Nama Puskesmas : Jenis Puskesmas : rawat jalan/rawat inap Bulan/tahun Produk
Kode
Nama
Satuan
: …………../……………….. Stok
Jumlah
Jumlah
awal
pemasukan
pengeluaran
Dari
Dari
Untuk
PBF
sarana
resep
136
Pemusnahan
Untuk sarana
Stok Akhir
Jumlah
NO
Tgl
BAP
BAP
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 4. FORMULIR LAPORAN EVALUASI PENGGUNAAN FORNAS Nama
Puskesmas
:
Kab/kota-Provinsi
:
No. Telepon
: Tahun .........
NO
Jumlah item Obat
Jumlah item Obat
Prosentase Kesesuaian Obat
Yang Sesuai FORNAS
Yang Tersedia
Fornas (%) % =
di Puskesmas
Puskesmas
(a/b) x 100%
a
b
c
137
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 5. LAPORAN PELAYANAN KEFARMASIAN Lampiran 5.1 LAPORAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS Nama Puskesmas
: …………………………….....
Jenis Puskesmas
: Perawatan/Non Perawatan
Kabupaten/Kota
: ……………………………..…
Provinsi
: ………………………………...
Laporan Bulan
: …………………………… /Tahun .............…
Jumlah Apoteker
: ASN :..........
Non ASN :.............
Jumlah TTK
: ASN :..........
Non ASN : ............
Jumlah Resep
Jumlah
Jumlah
Rawat Jalan
Rawat Inap
Konseling
Informasi Obat
(1)
(2)
(3)
(4)
Mengetahui Kepala Puskesmas
Penanggung Jawab Farmasi
………………………………………………
………………………………………….
NIP. …………………………………….
NIP. ……………………………………
138
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Catatan: -
Kolom (1) : diisi jumlah lembar resep yang diterima dari rawat jalan dalam satu bulan.
-
Kolom (2) : diisi jumlah lembar resep yang diterima dari rawat inap dalam satu bulan.
-
Kolom (3) : diisi jumlah pasien yang mendapatkan konseling obat dalam satu bulan serta didokumentasikan
-
Kolom (4) : diisi jumlah pasien yang mendapatkan informasi obat tentang penggunaan, cara penyimpanan,
efek samping dll dalam satu bulan serta
didokumentasikan Laporan ditujukan kepada (fax/ email): 1.
Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota/Provinsi
2.
Direktorat Pelayanan Kefarmasian–Ditjen Kefarmasian dan Alkes (fax : 0215203878 atau email: [email protected], [email protected] )
139
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 5.2 REKAPITULASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA Kabupaten/Kota
:
Provinsi
:
Laporan Bulan/tahun
:
Jumlah Puskesmas perawatan : ............ Jumlah Puskesmas Non perawatan : ............
No
(1)
Jenis
Nama Puskesmas (2)
Puskesma s
Jumlah
Jumlah TTK
Apoteker
(3)
(4) ASN
(5) Non
ASN
Jumlah
Jumlah
R/
Konseling
(6)
(5)
Jumlah Informasi Obat (6)
Non
ASN
ASN
Mengetahui ……………,………………….2019 Kepala Dinas Kesehatan
Penanggung Jawab Farma
NIP. …………………………………….
NIP. ……………………………………
Laporan ditujukan kepada: 1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi 2. Direktorat Pelayanan Kefarmasian – Ditjen Kefarmasian dan Alkes fax:021-5203878/email:[email protected]
140
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 5.3 LAPORAN PELAYANAN KEFARMASIAN DINAS KESEHATAN PROVINSI Provinsi
: …………………………………
Laporan Bulan/tahun
: ................…/tahun............
Nama No
Kab/K ota
(1)
jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumla
Puskesmas
Apoteker
TTK
h R/
(3)
(4)
(5)
(6)
(2) Rawat
Rawat
Jalan
Inap
AS
Non
N
ASN
ASN
Jumlah
Jumlah
Konselin
Informa
g
si Obat
(5)
(6)
Non ASN
Mengetahui, .......................,................20 Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Penanggungjawab Farmasi
(........................................)
(.........................................)
NIP :
NIP:
Laporan ditujukan kepada: Direktorat Pelayanan Kefarmasian – Ditjen Kefarmasian dan Alkes (fax : 0215203878 / email: [email protected], [email protected] )
141
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 6 FORMULIR PENGKAJIAN RESEP Nama Puskesmas: Pengkajian
Ya
Tidak
Keterangan/ Lanjut
Kelengkapan Penulisan Resep Kejelasan tulisan resep BB untuk px. Anak Farmasetis Nama,
bentuk,
kekuatan,
jumlah obat Signa/ Aturan pakai Farmasi klinik: Tepat obat Tepat dosis Tepat rute Tepat waktu Duplikat Alergi obat Interaksi obat Kontra Indikasi Nama & Ttd Penelaah
(……………………….)
142
Tindak
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Pengkajian Obat Sebelum Diberikan Telaah Obat
Ya
Tidak
Keterangan/ Tindak Lanjut
Nama Obat dengan resep Jumlah/ Dosis dengan resep Rute dengan resep Waktu & frekuensi Pemberian dengan resep Nama & Ttd Penelaah
(……………………….)
143
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 7. FORMULIR LEMBAR RESEP Contoh Resep
Kelengkapan Resep
Puskesmas…....
Tanggal Penulisan Resep
Alamat. Jl. Perjuangan No 1,
Mengisi Kolom riwayat alergi obat pada
Jakarta
bagian kanan atas lembar resep manual atau secara elektronik dlam sistem informasi
Telp: (021)123456
farmasi untuk memastikan ada tidaknya
Ruangan/Poli:………………….
riwayat alergi obat.
Tanggal : …………..
Tanda R/ pada setiap sediaan
Alergi obat
Untuk nama obat tunggal ditulis dengan
:
……………………..........................
nama generik. Untuk obat kombinasi ditulis
℞/
sesuai nama dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh : 500 mg, 1 gram) Jumlah Sediaan Bila Obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan obat (untuk bahan padat : mikrogram, miligram, gram dan untuk cairan : tetes, mililiter, liter) Percampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah
Nama Pasien :… No. RM : ………
Tgl. Lahir/
terbukti aman dan efektif.
Usia : ………. Aturan pakai (frekuensi, dosis, dan rute BB/ TB : ……kg /……cm
TTD (nama dokter penulis resep)
pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau prn atau “pro re nata”, harus dituliskan dosis maksimal dalam sehari. Nama lengkap pasien Nomor rekam medik/ catatan pengobatan.
144
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak dapat mengingat tanggal lahir) Berat badan pasien (untuk pasien anak) Nama dokter
145
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 8. PENULISAN SINGKATAN YANG TIDAK BOLEH DIGUNAKAN Singkatan CPZ
DPT
HCl
Maksud singkatan
Misinterpretasi
Koreksi
Compazine
Disalahartikan
Ditulis dengan
(Proklorperazin)
sebagai
‘compazine’ atau
‘klorpromazine’
‘proklorperazin’
Derneral-
Disalahartikan
Ditulis dengan
Phenergan-
sebagai
’Derneral-
Thorazine
‘Difteri-Pertusis-
Phenergan-
Tetanus’ (vaksin)
Thorazine’
Disalahartikan
Ditulis dengan
Asam klorida
sebagai
lengkap
kalium klorida HCT
Hidrokortison
Disalahartikan sebagai
Ditulis dengan ’hidrokortison’
’hidroklorotiazid’ HCTZ
Hidroklorotiazid
Disalahartikan sebagai
Ditulis dengan ’hidroklorotiazid’
’hidrokortison’ MgSO4
Magnesium sulfat
Disalahartikan sebagai
Ditulis dengan ’magnesium sulfat’
’morfin sulfat’ Cc
Centimeter kubik
Disalahartikan sebagai ‘u’ (unit)
146
Tuliskan ‘ml’
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 9. FORM DOKUMENTASI PELAYANAN INFORMASI OBAT No. …..... Tanggal : …………………………….. Waktu : …… Metode : Lisan/Tertulis/Telepon )* 1.
Identitas Penanya Nama ………………………………………………….. No. Telp. ………………………………… Status : Pasien / Keluarga Pasien / Petugas Kesehatan (………………………………………..)*
2.
Data Pasien Umur : …….tahun; Tinggi : ….... cm; Berat : ………kg; Jenis kelamin : Lakilaki/Perempuan )* Kehamilan : Ya (……minggu)/Tidak )*
3.
Menyusui : Ya/Tidak )*
Pertanyaan Uraian Pertanyaan : ………………………………………………………………………………………………………… ….. ………………………………………………………………………………………………………… ….. ………………………………………………………………………………………………………… ….. Jenis Pertanyaan:
Identifikasi Obat
Stabilitas
Farmakokinetika
Interaksi Obat
Dosis
Farmakodinamika
Harga Obat
Keracunan
Ketersediaan Obat
Kontra Indikasi
Efek Samping Obat
Lain-lain
Cara Pemakaian
Penggunaan
…………………..
Terapeutik 4.
Jawaban …………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………..
5.
Referensi …………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………..
147
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
6.
Penyampaian Jawaban : Segera/Dalam 24 jam/Lebih dari 24 jam )*
Apoteker yang menjawab : ………………………………………………………………………… Tanggal : ……………………………… Waktu : …………………………………. Metode Jawaban : Lisan/Tertulis/Telepon )*
148
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 10. FORM DOKUMENTASI KONSELING Puskesmas :…………… Jalan
:……………
Nama Pasien
:
Jenis kelamin
:
Tanggal lahir
:
Alamat
:
Tanggal konseling
:
Nama Dokter
:
Diagnosa
:
Nama obat, dosis dan cara
:
pemakaian Riwayat alergi
:
Keluhan
:
Pasien pernah datang konseling
:
Ya/tidak
sebelumnya: Tindak lanjut
Pasien
Apoteker
....................
.................
149
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 11. FORM PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO) Nama Pasien
:
Jenis Kelamin
:
Umur
:
Alamat
:
No. Telepon
:
No
Tanggal
Catatan
Nama Obat,
Identifikasi
Rekomenda
Pengobatan
Dosis, Cara
Masalah
si/Tindak
Pasien
Pemberian
terkait Obat
Lanjut
Riwayat penyakit
Riwayat penggunaa n obat
Riwayat alergi
........................,20.... Apoteker
150
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 12. DOKUMENTASI PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH (HOME PHARMACY CARE) Nama Pasien
:
Jenis Kelamin
:
Umur
:
Alamat
:
No. Telepon : No
Tanggal Kunjungan
Catatan Pelayanan Apoteker
................... 20...... Apoteker
151
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 13. Form Laporan MESO
152
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
153