Modul Potensi Hydrogel DSM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

POTENSI HYDROGEL DAUN SIRIH MERAH (PIPER CROCATUM) TERHADAP PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DAN PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA IBU POSTPARTUM



Oleh : Shelvi Ovi Lestari



Daftar Isi : A. Masa Nifas / Postpartum ................................................................................ 9 1. Definisi Postpartum / Masa Nifas ........................................................... 9 2. Periode Postpartum ................................................................................. 9 3. Tahapan Postpartum ............................................................................. 10 4. Adaptasi Fisiologis Postpartum ............................................................ 10 B. Luka Perineum.............................................................................................. 12 1. Definisi Luka Perineum ........................................................................ 12 2. Derajat Luka Perineum ......................................................................... 13 3. Etiologi Luka Perineum ........................................................................ 14 4. Tipe Penyembuhan Luka....................................................................... 15 5. Proses Penyembuhan Luka ................................................................... 16 6. Lama Penyembuhan Luka ..................................................................... 20 7. Faktor – Faktor Penyembuhan Luka Perineum ................................... 20 8. Manajemen Penyembuhan Luka ........................................................... 33 9. Penatalaksanaan Perawatan Luka Perineum ......................................... 35 10 Penilaian Luka Perineum ..................................................................... 39 11. Komplikasi Luka Perineum ................................................................ 40 C. Karakteristik Bakteri Penyebab Infeksi Postpartum ..................................... 41 1. Bakteri Gram Positif ............................................................................. 42 2. Bakteri Gram Negatif ............................................................................ 42 2. Penghitungan Bakteri Gram Positif Dan Negatif .................................. 47 3. Flora Normal Pada Saluran Reproduksi ................................................ 49 D. Daun Sirih Merah ......................................................................................... 50 1. Karakteristik Daun Sirih Merah ............................................................ 50 2. Klasifikasi Daun Sirih Merah................................................................ 51 3. Fitokimia Daun Sirih Merah ................................................................. 52 4. Mekanisme Efek Flavonoid Daun Sirih Merah ................................... 58 E. Hydrogel........................................................................................................ 60 1. Pengertian Hydrogel.............................................................................. 60 2. Cara Perawatan Luka Dengan Modern Dressing ................................. 61 3. Jenis - Jenis Modern Dressing .............................................................. 61 4. Penyembuhan Luka Dengan Modern Dressing .................................... 62 F. Proses Pembuatan Hydrogel Daun Sirih Merah............................................ 63 G. Daftar Pustaka



ii



Pendahuluan Luka perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan berguna untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan, menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan. Perawatan perineum umumnya bersamaan dengan perawatan vulva. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah mencegah kontaminasi dengan rektum, menangani dengan lembut jaringan luka, membersihkan darah yang menjadi sumber infeksi dan bau. 1 Saluran genital adalah area yang rentan terhadap infeksi, jika pengobatan tidak optimal dapat menyebabkan infeksi. Kondisi luka yang memburuk pada perineum dapat disebabkan oleh golongan bakteri patogen (bakteri infeksi) seperti golongan coccus yaitu, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Enterococcus (Streptococcus grup D), Streptococcuss grup B, bakteri patogen rendah virulensi, namun pada luka kronis dapat timbul akibat perawatan luka yang kurang baik.2 Menurut WHO, sebanyak 80% ibu nifas di dunia mengalami luka perineum. Angka tersebut menunjukkan bahwa luka perineum hampir dialami oleh semua



ibu nifas secara



global. Apabila



dilihat



dari



derajat luka



1



perineum, maka prevalensi tertinggi adalah derajat 2 (73,4%), lalu derajat 1 (17,7%), derajat 3 (8,4%), dan derajat 4 (0,5%). Besaran angka kejadian luka laserasi perineum di dunia pada tahun 2009 sebanyak 2,7 juta kasus. Angka ini diprediksi meningkat sebanyak 6,3 juta kasus pada tahun 2050. Angka luka laserasi perineum di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 57% dari 1951 persalinan pervaginam.3 Berdasarkan penelitian retrospektif diketahui bahwa, ibu yang mengalami luka laserasi derajat 3 - 4 di Inggris meningkat dari 1,8% ditahun 2000 menjadi 5,9% per 100 kelahiran ditahun 2011 dan luka laserasi derajat 2 meningkat sebanyak 23% .4 Luka jahitan perineum dialami oleh 75% ibu yang melahirkan normal atau melalui pervaginam. Diperkirakan bahwa 1 - 8% ibu akan mengalami infeksi postpartum. Laserasi merupakan penyebab kedua terbanyak perdarahan postpartum primer yang setelah atonia uteri.5 Menurut data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, berdasarkan prevalensi data yang ada sekitar 85% ibu yang melahirkan bayi secara spontan mengalami luka perineum, sedangkan dengan tindakan episiotomi luka perineum yang terjadi pada ibu sebanyak 32-33%. Luka persalinan secara spontan yang dialami ibu sebanyak 52% dan sekitar tiga perempat dari persalinan normal dibutuhkan suatu penjahitan (hecting) perineum untuk membantu penyembuhan luka perineum. Angka kejadian infeksi nifas di Jawa Tengah mencapai 22 ibu postpartum atau 5,20% dari 421 jumlah kasus kematian maternal. Di kota Semarang angka kejadian sepsis (komplikasi berbahaya akibat infeksi) terdapat 1 ibu postpartum atau 10% dari 19 jumlah kasus kematian maternal. 6



2



Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Ngesrep Kota Semarang diperoleh data sebanyak 225 kelahiran normal pada bulan Januari – November 2021 terdapat 52% atau 117 kasus kelahiran dengan luka laserasi perineum dimana membutuhkan proses hecting atau penjahitan untuk membantu penyembuhan luka perineum. Dari 117 tersebut yang melahirkan di Puskesmas Ngesrep sekitar 90 ibu melakukan kunjungan nifas secara baik dan teratur. Kemudian dari data laporan Profil Kesehatan Kabupaten Semarang, menunjukkan jumlah kematian ibu nifas pada tahun 2020 sebanyak 48% atau 12 kasus kematian dari jumlah total kematian ibu sebanyak 25 kasus. Dari jumlah tersebut terdapat 1 kasus kematian ibu akibat infeksi nifas. Hal ini diperlukan pemantauan kembali terhadap kasus ini. Luka perineum terjadi secara spontan, penyebab utamanya adalah karena persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya, persalinan dengan ekstraksi vakum, ekstraksi cunam, embriotomy. Luka perineum terjadi karena desakan kepala atau bagian tubuh janin tiba-tiba, jadi kulit dan jaringan perineum robek. Trauma parineum lebih sering terjadi pada keadaan-keadaan seperti ukuran janin terlalu besar, proses persalinan yang lama, serta penggunaan alat bantu persalinan, misal forcep .7 Selain itu, luka perineum juga disebabkan karena tindakan yang disengaja



yaitu episiotomi .8 Luka perineum atau rupture perineum yang



dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Tanpa episiotomi pada beberapa keadaan tersebut akan menyebabkan peningkatan dan beratnya kerusakan pada daerah perineum. Rupture perineum spontan terjadi karena ketegangan pada



3



daerah vagina pada saat melahirkan, juga bisa terjadi karena beban psikologis mengahadapi proses persalinan dan yang lebih penting lagi rupture perineum terjadi karena ketidak sesuaian antara jalan lahir dan janinnya, oleh karena efek yang ditimbulkan dari rupture perineum sangat kompleks .9 Pada umumnya semua luka baru seperti luka sayatan atau area episiotomi membutuhkan waktu penyembuhan sekitar 6 - 7 hari. Infeksi perineum akan timbul apabila melakukan perawatan perineum yang tidak benar sehingga mengakibatkan kondisi lembab pada perineum dikarenakan lokhea. Hal ini sangat menunjang perkembangan bakteri. Infeksi pada perineum dapat merusak jaringan sel dan dapat menghambat proses penyembuhan luka. Sehingga akan menambah panjang maupun kedalaman luka dan menambah ukuran dari luka itu sendiri. Kelambatan penyembuhan pada luka dikarenakan beberapa masalah diantaranya perubahan tanda tanda vital yang disebabkan oleh perdarahan, infeksi seperti kulit kemerahan, demam dan timbul rasa nyeri, rasa ketidaknyamanan untuk beraktivitas, dan pecahnya luka jahitan sebagian atau seluruhnya akibat terjadinya trauma serta menonjolnya organ bagian dalam ke arah luar akibat luka tidak segera menyatu dengan baik. Luka pada perineum dinyatakan sembuh cepat apabila < 7 hari dan dinyatakan lama sembuh apabila > 7 hari. Dengan ciri - ciri penyembuhan luka yaitu, tidak ada kemerahan jaringan menyatu, luka kering, tidak ada pembengkakan, dan tidak nyeri saat berjalan, duduk dan beraktivitas lainnya. Apabila penyembuhan luka perineum lama, maka akan menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya infeksi masa nifas. 10 Meskipun luka laserasi bersifat lokal diperlukan perawatan yang tepat untuk menghindari penyebaran infeksi secara sistemik. Infeksi perineum akan



4



timbul apabila melakukan perawatan perineum yang tidak benar sehingga mengakibatkan kondisi lembab pada perineum dikarenakan lokhea.11 Apabila infeksi perineum terjadi, maka bakteri bisa masuk melalui jalan lahir saat persalinan maupun setelah persalinan dapat menjadi faktor risiko terjadinya infeksi postpartum. Organisme menyerang bekas implantasi plasenta atau adanya luka perineum akibat persalinan berasal dari bakteri penghuni normal serviks dan jalan lahir atau dari



luar. 12 Selain dapat berakibat infeksi adanya luka



perineum pada ibu juga memberikan rasa nyeri dan tidak nyaman selama masa postpartum yang ibu lalui.13 Bakteri yang sering menyebabkan infeksi nifas antara lain, Staphylococcus aureus yang berasal dari bakteri gram positif, Escherichia coli dari bakteri gram negatif, Streptococcus hemolyticus, dan Manit Salt Agar (MSA). Pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan luka jahitan, mengganti pembalut dan menggunakan obat topikal berbahan air yang dapat menyerap dan mengurangi rasa perih pada luka perineum.14 Pada zaman yang semakin maju dan canggih ini banyak sekali ditawarkan obat-obatan untuk berbagai penyakit dengan berbagai macam nama obat dan jenisnya yang terkadang belum diketahui pasti kandungan dan manfaatnya. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih selektif dalam memilih obat yang tepat. Salah satu obat yang harus dipilih dengan selektif adalah obat untuk menghentikan luka berdarah pada kulit. Salah satu sediaan obat untuk menghentikan luka adalah hydrogel. Dimana dengan campuran utamanya adalah air, hydrogel merupakan jenis balutan primer yang dapat langsung diaplikasikan pada kulit yang terluka. Hydrogel dapat menciptakan suasana lembab / rehidrasi pada luka serta memberikan efek



5



dingin.15 Penggunaan hydrogel ini juga sebagai upaya preventif untuk mengurangi penggunaan antibiotik dan povidone iodine 10% yang menyebabkan resistensi jika digunakan dalam jangka waktu lama.16 Salah satu pengobatan komplementer menggunakan tanaman herbal yang dapat mengurangi penggunaan obat – obatan medis seperti antiseptik adalah daun sirih merah (Piper crocatum).17 Daun sirih merah memiliki daya antiseptik dua kali lebih besar dari daun sirih hijau. Berbagai macam fungsi yang dimiliki oleh daun sirih merah disebabkan oleh kandungan metabolit sekunder, seperti flavonoid, alkaloid, dan tannin. Daun sirih merah mengandung minyak atsiri, karvakrol, dan eugenol.8 Tanaman herbal ini memiliki sifat merusak dan mengganggu pertumbuhan bakteri. Studi sebelumnya, ekstrak Piper crocatum metanol diperiksa pada efek inflamasi anti - alergi dengan uji edema tikus yang diinduksi kareagenan. Studi-studi ini memperjelas bahwa Piper crocatum memiliki efek inflamasi anti-alergi yang kuat.18 Daun sirih merah mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, tannin, minyak atsiri, alkaloid, dan saponin. Kandungan flavonoid yang terdapat dalam sirih merah mempunyai aktivitas antibakteri dan antiinflamasi yang dapat membantu mencegah terjadinya infeksi pada luka. Mekanisme kemampuan antibakteri flavonoid adalah dengan mengganggu konsentrasi kalium bakteri gram positif yang menyebabkan disfungsi membrane sitoplasmanya.19 Dengan adanya kandungan saponin memacu pembentukan kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Selain itu senyawa aktif minyak atsiri yang terkandung dalam daun sirih merah juga berperan sebagai antibakteri, hal ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan bahwa minyak atsiri daun sirih merah memiliki KHM (Konsentrasi



6



Hambat Minimum) terhadap bakteri gram positif Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis secara berurutan 1%, 0,25% dan 0,5%20. Kandungan minyak atsiri pada daun sirih merah (Piper crocatum) berkhasiat secara empiris mengurangi keputihan akut, dan gatal-gatal pada alat kelamin, serta mencegah terjadinya infeksi pada luka.10 Hasil penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh daun sirih merah terhadap percepatan penyembuhan luka perineum serta mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan dan membunuh Staphylococcus aureus (gram positif) pada konsentrasi 25%, sedangkan kemampuan menghambat pertumbuhan dan membunuh Escherichia coli (gram negatif) pada konsentrasi 6,25% .1, merah



21



Dapat diketahui berdasarkan penjelasan diatas, efek daun sirih



memiliki peran



sesuai



dengan



patofisiologi



sehingga



peneliti



mengembangkan penelitian dengan membuat sediaan topikal berupa hydrogel dari ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum), dimana hydrogel dengan campuran utamanya adalah air juga merupakan jenis balutan primer yang dapat langsung diaplikasikan pada kulit yang terluka dan dapat menciptakan suasana lembab / rehidrasi pada luka serta memberikan efek dingin. Penggunaan hydrogel memiliki kelebihan dibandingkan obat topikal lainnya karena dapat menyerap lebih maksimal dan memiliki efek iritasi paling rendah, serta efektivitas hydrogel dalam penyembuhan luka sayatan, luka bakar dan beberapa penyakit lainnya. Bahan pembuat hydrogel adalah air sehingga mengurangi kehilangan cairan pada area luka dan lebih nyaman jika dipakai oleh pasien.22 Pemakaian hydrogel dapat dijadikan sebagai media pencegahan infeksi dengan penambahan ekstrak tanaman herbal seperti daun sirih merah yang



7



mengandung antioksidan tinggi sebagai antiinflamasi, dan antibakteri. Selain itu penelitian ini juga bertujuan mempermudah ibu nifas agar nantinya lebih efektif dan praktis dalam mengaplikasikan obat, karena sediaan berupa hydrogel yang mudah diaplikasikan secara topikal atau dioles langsung ke kulit dibandingkan dengan cara lama yang masih menggunakan ekstrak, rebusan, ataupun kompres dan lain sebagainya yang memerlukan waktu untuk proses pembuatannya, cara mengaplikasikannya dinilai kurang efektif.



8



A. Postpartum atau Masa Nifas 1. Pengertian Masa Nifas Masa nifas (puerperium) merupakan masa pemulihan setelah melalui masa kehamilan dan persalinan yang dimulai sejak setelah lahirnya plasenta dan berakhir ketika alat – alat produksi kembali dalam kondisi Wanita yang tidak hamil, rata – rata berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari .27 Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira – kira 6 minggu. Istilah puerperium berasal dari kata puer yang artinya anak, parele artinya melahirkan menunjukkan periode 6 minggu yang berlangsung antara berakhirnya periode persalinan dan kembalinya organ – organ reproduksi wanita ke kondisi normal.28 Postpartum atau masa



nifas adalah masa ibu untuk pulih kembali



dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil sekitar 6 - 8 minggu.29 2. Periode Postpartum a. Puerperium dini yaitu merupakan masa kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan. b. Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu. c. Remote puerperium merupakan masa waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna membutuhkan waktu berminggu – minggu, bulanan, atau tahunan.27



9



3. Tahapan Masa Nifas Masa nifas terbagi menjadi 3 periode, yaitu : a. Periode pasca salin segera (immediate postpartum) 0 – 24 jam Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh sebab it, tenaga kesehatan harus dengan teratur melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah dan suhu. b. Periode pasca salin awal (early postpartum) 24 jam – 1 minggu Pada periode ini tenaga kesehatan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan serta ibu dapat menyusui bayinya dengan baik. c. Periode pasca salin lanjut (late postpartum) 1 minggu – 6 minggu Pada periode ini tenaga kesehatan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari – hari serta konseling KB. 4. Adaptasi Fisiologis Masa Nifas Pada akhir dari persalinan seluruh sistem tubuh berubah secara progresif. Perubahan masa nifas ada 8 yaitu: 8 a. Perubahan Sistem Reproduksi 1) Uterus Pengerutan



rahim



(involusi)



merupakan



proses



kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil sehingga lapisan



luar



desidua



yang



mengelilingi plasenta



akan



10



menjadi neurotic. Setelah ekstrauterum berkurang sebelum



persalinan, caliber pembuluh hampir



mencapai



keadaan



hamil. Lubang servik berkontraksi secara perlahan



hingga beberapa hari setelah persalinan. Di akhir minggu pertama, servik menebal,



dan



kanalis terbentuk kembali.



Uterus memperoleh ukuran seperti pra hamil sekitar 4 minggu. Tabel 2.1 Perubahan Involusi.30 Involusi Uteri Plasenta lahir 7 hari 14 hari 6 minggu



TFU Setinggi pusat Pusat – simpisis Tidak teraba Normal



Berat Uterus 1000 gram 500 gram 350 gram 60 gram



Diameter Uterus 12,5 cm 7,5 cm 5 cm 2,5 cm



Sumber : Margareth, 2013 2) Lokhea Lokhea adalah ekskresi cairan



rahim



selama



masa



nifas. Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua dari dalam uterus. Lokhea dibedakan menjadi : a) Lokhea rubra/merah berlangsung hari 1 - 4 postpartum, berwarna merah karena terisi darah segar, sisa jaringan plasenta, dinding rahim, lemak bayi,



lanugo, dan



mekonium. b) Lokhea sanguinolenta berlangsung hari ke 4 – 7 postpartum, berwarna merah kecoklatan dan berlendir. c) Lokhea serosa berlangsung hari ke 7 - 14 postpartum, berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan robekan atau laserasi plasenta.



11



d) Lokhea alba / putih



berlangsung



2 - 6



minggu



postpartum. Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir servik dan serabut jaringan yang telah mati 3) Servik Perubahan pada servik adalah bentuk agak menganga seperti corong, berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh dengan pembuluh darah, muara servik yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu



persalinan



akan menutup secara perlahan dan



bertahap. 4) Vulva / Vagina Selama proses persalinan vulva / vagina mengalami penekanan hingga mengalami



peregangan. Vulva dan vagina akan



kembali seperti semula dalam 3 minggu. 5) Perineum Perineum akan menjadi kendur karena penekanan bayi selama persalinan. B. Luka Perineum 1. Definisi Luka perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan berguna untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan,



12



menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan. Perawatan perineum umumnya bersamaan dengan perawatan vulva. Hal hal yang perlu diperhatikan adalah mencegah kontaminasi dengan rektum, menangani dengan lembut jaringan luka, membersihkan darah yang menjadi sumber infeksi dan bau.1 Luka perineum merupakan luka yang terjadi pada perineum. Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang terlentak antara vulva dan anus. Luka perineum dapat terjadi secara spontan karena persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya, persalinan dengan ekstraksi vakum, ekstraksi cunam, embriotomi. Selain itu luka perineum juga dapat terjadi karena tindakan yang disengaja yaitu episiotomy. Episiotomi merupakan tindakan bedah melebarkan vagina saat proses persalinan.8 2. Derajat Luka Perineum



Derajat 1



Derajat 3



Derajat 2



Derajat 4



Sumber : Karimah, 2020 Gambar 2.1 Derajat Luka Perineum.8



13



Berdasarkan gambar 2.1 diatas Luka perineum dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori derajat berdasarkan jumlah jaringan yang terlibat, antara lain 8: a. Derajat satu Derajat satu merupakan luka perineum yang mencakup mukosa vagina, fourchette posterior dan kulit perineum. b. Derajat dua Derajat dua merupakan luka perineum mencakup mukosa vagina, fourchette posterior, kulit dan otot perineum. c. Derajat tiga Derajat tiga merupakan luka perineum mencakup mukosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum, otot perineum dan otot sfingter ani. d. Derajat empat Derajat empat merupakan luka perineum mencakup mukosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum, otot perineum dan otot sfingter ani dan dinding rectum anterior. 3. Etiologi Luka Perineum Penyebab terjadinya luka perineum terdiri dari faktor maternal dan faktor janin. Faktor maternal yang dapat menyebabkan luka perineum yaitu partus cepat atau partus presipitatus yang tidak tertolong atau tidak dikendalikan, pasien yang terus mengejan, dorongan fundus yang berlebihan oleh penolong persalinan, adanya edema dan rapuhnya perineum akibat



ibu duduk terlalu



lama atau banyak



melakukan



14



aktifitas sambil duduk dan akibat arkus pubis dengan pintu bawah panggul yang sempit sehinga kepala bayi menekan daerah perineum atau posterior terlalu kuat.31 Faktor janin yang dapat menyebabkan luka perineum yaitu bayi dengan berat badan diatas normal atau bayi besar, letak kepala janin yang abnormal misalnya janin dengan presentasi muka, bayi lahir dengan posisi sungsang atau posisi kelahiran bokong terlebih dahulu, persalinan dengan ekstraksi forcep yang sulit, bayi dengan persalinan distosia bahu dan pada kasus anomali kongenital seperti bayi dengan hidrosefalus.32 4. Tipe Penyembuhan Luka Penyembuhan luka perineum diklasifikasikan sebagai primary, secondary dan tertiary (penyembuhan luka ) 33 : a. Primary Intention Merupakan proses yang utama. Tujuan utamanya adalah merapatka tepi luka dengan penjahitan primer tanpa menimbulkan rongga, penyembuhan terhadi tanpa atau minimal jaringan granulasi, meminimalisir pergerakan, epitelium bermigrasi di atas garis jahitan dengan jaringan parut minimal. Penutupan luka, misalnya pada luka sayat atau luka aseptik terjadi dalam waktu 10 – 14 hari. b. Secondary Intention Terjadi rongga atau ruang mati diatara tepi luka. Jaringan granulasi mengisi area tersebut yang secara bertahap berkontraksi untuk menyatukan tepi luka. Proses ini terjadi berlarut – larut sehingga



15



memperpanjang waktu penyembuhan. Meningkatkan potensi infeksi dan jaringan parut, memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dari pada tipe penyembuhan luka primary intention. Kolagen yang diproduksi berlebihan ketika penyembuhan tertunda, mengakibatkan kontraktur luka, gerakan dan deformasi jaringan. Ini terjadi pada luka episiotomy atau rupture perineum yang mengalami dehisce dan tidak mengalami penyembuhan secara primer. c. Tertiary Intention Merupakan penyembuhan pada tahap primer yang tertunda. Kadang luka dibiarkan terbuka selama beberapa hari pada fase pertama penyembuhan luka yaitu 3 – 4 hari, sehingga supaya saat terjadi pembengkakan dam infeksi cairan eksudat dapat keluar sebelum penutupan



luka



primer.



Biasanya



terjadi



pada



luka



kotor,



terkontaminasi dan trauma terinfeksi. Sehingga dilakukan tindakan pembedahan agar luka dapat tertutup. Penyembuhan pada tahap ini bertujuan untuk menyatukan kedua permukaan luka dengan penjahitan dengan memperhatikan pertemuan antar jaringan dengan tepat. Tahap ini ditandai dengan berkembangnya kapiler dan jaringan granulasi pada daerah luka. 5. Proses Penyembuhan Luka Perineum Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan dinamis dimana sel – sel mati, matriks ekstraseluler yang rusak struktur yang hilang, dan jaringan yang rusak digantikan oleh sel – sel dan jaringan yang baru. Proses penyembuhan luka perineum melibatkan komponen biokimia



16



dan proses seluler. Proses penyembuhan luka perineum dibagi menjadi 4 tahap sebagai berikut : a. Hemotasis Gangguan integritas jaringan pada luka perineum menyebabkan terjadinya perdarahan pada luka. Perdarahan menstimulasi terjadinya agregasi trombosit. Awal pengeluaran trombosit akan menyebabkan vasokontriksi dan terjadi koagulasi. Proses tersebut sebagai hemostatis dan mencegah perdarahan yang lebih luas. Pada tahapan ini terjadi adhesi, agregasi dan degranulasi pada sirkulasi trombosit didalam pembetukan fibrin. Kemudian terjadi fibrinolisis yang mencegah terbentuknya gumpalan darah dan melarutkan gumpalan fibrin, sehingga memberikan ruang bagi migrasi sel dan aliran darah lancer. 34 d. Inflamasi Inflamasi dimulai beberapa saat setelah terjadinya luka. Inflamasi adalah suatu perlawanan terhadap infeksi dan untuk pertumbuhan sel – sel baru. Pada fase ini terjadi degradasi fibrin, kapiler mengalami dilatasi, menjadi permeable, melepaskan plasma dan sel – sel inflamasi seperti neutrofil dan makrofag ke luka. Hal tersebut menyebabkan luka mengalami edema.35 Edema menyebabkan migrasi



neutrofil



ke ekstraseluler.



Neutrofil berada disekitar luka sejak beberapa saat setelah terjadinya luka sampai 2 hari kemudian. Neutrofil merupakan lini pertahanan utama dari infeksi dan fungsi utamnya adalah fagosit pathogen dan



17



debris. Neutrofil akan mati setelah proses fagositosis dan melepaskan enzim intaseluler yang mencerna jaringan.34 Sekitar 2 – 3 hari setelah terjadinya luka, monosit akan melepaskan makrofag jaringan yang juga merusak bakteri dan debris melalui fagositosis. Makrofag juga memiliki fungsi lain yaitu mensitesis kolagen, membentuk jaringan granulasi, melepaskan regulator biologi seperti growth factor yang berperan dalam reepitelisasi, dan pembetukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis.34 e. Proliferasi Proliferasi dimulai sejak hari ke-4 sampai hari ke-21 setelah terjadinya luka. Proliferasi ditandai dengan terbentuknya granulasi jaringan di ruang luka dan migrasi ke ranitosit untuk regenerasi jaringan epitel dan mengembalikan kontinuitas lapisan epidermis. Selama fase proliferasi, jaringan baru dibentuk oleh matriks kolagen elastin dan glikosaminoglikan dan protein berserabut lainnya. Kemudian diisi oleh fibrin dan fibronectin. Fibroblast terbentuk kedalam ruang luka dan berkembang untuk mensitesis lebih banyak serat kolagen. Fibroblas memerankan peran penting selama proliferasi dengan kadar maksimal selama 3 hari mencapai level puncak pada hari ke-7 setelah terjadinya luka. Fase proliferasi akan berakhir apabila lapisan epidermis dan kolagen pada luka terbentuk.35 f. Maturasi Maturasi dimulai sejak 3 minggu setelah terjadinya luka sampai 12 bulan kemudian. Maturasi betujuan untuk menyempurnakan



18



terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan yang kuat dan bermutu. Pada fase ini banyak terdapat komponen metrik. Komponen hyaluronic acid, proteoglycan, dan kolagen yang berdeposit selama perbaikan untuk memudahkan perekatan pada migrasi seluler dan menyokong jaringan. Serabut – serabut kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang utama pada matrik. Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan menyatu dan berangsur – angsur menyokong pemulihan jaringan. Maturase kolagen selama pembentukan skar tergantung pada sintesis dan katabolisme kolagen secra terus – menerus.34 Luka dikatakan sembuh apabila kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu melakukan aktivitas yang normal.35



19



Gambar 2.2 Proses Penyembuhan Luka Intensi Primer.35 6. Lama Penyembuhan Luka Perineum Jahitan pada luka perineum akan melebur dalam waktu 2 – 4 minggu. Luka perineum akan sembuh dalam waktu 4 – 6 minggu. Ibu nifas dapat merasa tidak nyaman selama proses penyembuhan luka perineum seperti tidak nyaman saat berhubungan seksual yang berlangsung hingga 1 bulan.36 7. Faktor – Faktor Penyembuhan Luka Perineum Penyembuhan luka perineum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut : a. Umur



20



Umur yang baik dalam penyembuhan luka perineum adalah umur reproduksi sehat sehat (20 – 35 tahun). Pada umur reproduksi sehat kemungkinan terjadinya komplikasi sangat kecil karena penyatuan jaringan kulit masih berfungsi normal. Lama penyembuhan luka perineum pada ibu nifas dengan umur reproduksi sehat 6 kali lebih cepat dari pada ibu nifas dengan umur reproduksi berisiko (< 20 tahun atau > 35 tahun).37 Penuaan menyebabkan perubahan kulit, termasuk penurunan elastis dikulit dengan penipisan dermopidermal dan menurunnya kolagen. Proses penuaan juga mengakibatkan penurunan kemampuan sel untuk memperbanyak dan membagi diri. Pada orang dewasa yang lebih tua terjadi peningkatan risiko infeksi karena respon imun berkurang memungkinkan mikroorganisme untuk berkembang biak dalam luka. Tubuh akan mengalami perubahan seiring bertambahnya umur seperti perubahan vaskuler yang mengganggu sirkulasi darah ke daerah luka dan mengganggu faktor pembekuan darah pada fase koagulasi. Respon inflamasi melambat, sehingga menyebabkan terlambatnya fase proliferasi, menurunnya kecepatan perbaikan sel, dan jaringan kolagen yang diproduksi dalam fase maturasi bersifat kurang lunak dan kurang elastis sehingga memperlambat penyembuhan luka perineum.38 b. Indeks Masa Tubuh (IMT) Indeks masa tubuh (IMT) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang



21



berkaitang dengan kelebihan atau kekurangan berat badan. IMT normal yaitu 18.50 – 25.00 kg/m2. Pengukuran berat badan dan tinggi badan perlu dilakukan untuk perhitungan IMT. Berat badan juga merupakan indikator penentuan IMT. Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolisme. Status nutrisi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan dan tinggi badan. Nutrisi yang adekuat akan bermanfaat bagi ibu, sebaliknya, malnutrisi secara umum mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka, meningkatnya dehisensi luka, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan jaringan parut dengan kualitas yang buruk. Proses penyembuhan luka perineum membutuhkan nutrisi yang cukup, seperti asam lemak tak jenuh untuk menghambat enzim siklooksigenase. Hal tersebut menyebabkan sintesis prostagldanin yang merupakan mediator inflamasi menurun. Selain itu, terdapat beberapa vitamin yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan luka, seperti vitamin A yang berperan dalam proses epitelisasi luka selama fase proliferasi dan vitamin C yang berperan dalam pembentukan kolagen dalam fase remodelling. 38



c. Intake Protein Protein memiliki peran utama fungsi system kekebalan tubuh dari asam amino. Asam amino diperlukan untuk



sintesis protein



22



struktural seperti kolagen



berperan



dalam respon imun. Sistem



endokrin dan syaraf segera menyediakan bahan bagi proses perbaikan. Defisiensi protein memperlambat penyembuhan dan luka sembuh dengan kekuatan regangan.39 Orang yang kekurangan protein tidak dapat mentolerir jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Selain itu, hal yang sangat penting adalah bahan makanan yang akan dikonsumsi. Makanan yang sedikit mengandung protein dapat memperlambat penyembuhan.40 Faktor gizi utama protein akan sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka perineum karena pergantian jaringan sangat membutuhkan protein yang berfungsi sebagai zat pembangun sel-sel yang telah rusak. Kebutuhan protein akan meningkat dalam proses inflamasi, imun, dan perkembangan jaringan granulasi. Kolagen merupakan jenis protein utama yang disintesis selama fase penyembuhan luka. Kekurangan asupan atau intake protein saat proses penyembuhan luka, secara signifikan menunda penyembuhan luka perineum. 40 d.



(Hb) Hemoglobin Hemoglobin merupakan protein didalam sel darah merah yang bergabung dengan oksigen untuk diangkut melalui system peredaran darah ke sel – sel tubuh dan mengangkut karbondioksida dari sel – sel tubuh ke sistem peredaran darah. Terdapat hubungan antara hemoglobin dengan lama penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. Hb normal pada ibu nifas yaitu > = 11 gr/dl. Apabila ibu nifas



23



mengalami anemia (Hb < 11 gr/dl), maka akan terjadi hemodilusi (pengenceran darah) yang membuat sirkulasi oksigen terganggu dan kurangnya kadar protein ke jaringan yang sedang mengalami masa penyembuhan. Hal tersebut menyebabkan epitelisasi luka menjadi terlambat dan sintesis kolagen menjadi berkurang. Padahal oksigen dan protein dibutuhkan untuk rekonstruksi jaringan pada fase proliferasi.8 Sintesis kolagen juga tergantung pada asupan protein, lemak, karbohidrat yang tepat dalam peningkatan berat badan. Penyembuhan luka membutuhkan dua kali lipat kebutuhan protein dan karbohidrat dari biasanya untuk segala umur dilihat dari berat badan untuk asupan makanan. e. Paritas Banyaknya jumlah kelahiran yang ibu miliki selama hidupnya. Hal ini dapat mempengaruhi lemak ibu yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang ibu alami. Paritas 2 sampai 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Ibu dengan paritas tinggi lebih dari 3 memiliki angka maternal yang tinggi karena dapat



terjadi



gangguan



endometrium.



Penyebab



gangguan



endometrium tersebut dikarenakan kehamilan berulang. Sedangkan pada paritas pertama berisiko karena rahim baru pertama kali menerima hasil konsepsi dan keluwesan otot rahim masih terbatas untuk pertumbuhan janin.41 Ibu dengan paritas tinggi cenderung akan melakukan perawatan luka perineum dengan baik dibandingkan responden dengan paritas



24



rendah. Hal ini dikarenakan ibu dengan paritas tinggi sudah memiliki pengalaman terdahulu tentang perawatan luka perineum sehingga ibu melakukan perawatan dengan baik, sedangkan ibu dengan paritas rendah belum memiliki pengalaman tentang perawatan luka perineum sehingga ibu kurang mengerti cara melakukan perawatan luka perineum yang baik. 41 f. Penyakit Penyerta DM (Diabetes Mellitus) Pada diabetes lambatnya



kondisi



hiperglikemi



menyebabkan



aliran darah ke sel, gagal jantung juga memperlambat



aliran darah. Pada gangguan



ginjal, cairan



yang



mengisi



rongga



intraseluler menghambat pertumbuhan sel yang baru. Pada wanita yang mengidap diabetes perubahan angiopatik (yang mengakibatkan gangguan perfusi) dapat memperlambat penyembuhan luka selain itu respon inflamasi, proliferasi fibroblas dan timbunan kolagen dapat terganggu akibat tingginya kadar glukosa.42 g. Vaskularisasi Vaskularisasi yang baik dapat menghantarkan oksigen dan nutrisi ke bagian sel terujung pembuluh darah arteri yang terhambat dapat menurunkan asupan nutrisi dan oksigen ke sel untuk mendukung penyembuhan luka sehingga luka cenderung nekrosis. Gangguan pembuluh darah vena dapat menghambat pengembalian darah ke jantung sehingga terjadi pembengkakan atau penumpukan cairan yang berlebih dan mengganggu proses penyembuhan.42 h. Obat – obatan



25



Obat-obatan yang menghambat penyembuhan luka adalah NSAID (menghambat (merusak sel



yang



sintesis



prostaglandin),



obat



sitotoksik



sehat), kortikosteroid (menekan produksi



makrofag, kolagen, menghambat angiogenesis dan epitelisasi), imunosupresan



(menurunkan



penisilin / penisilamin



kinerja



(menghambat



sel kolagen



darah untuk



putih),



dan



berikatan /



resistensi bakteri pada luka).42 i. Mobilisasi dini Pergerakan atau mobilisasi dini dapat



menghambat



aliran



darah dari dan ke perifer sehingga menghambat percepatan penyembuhan



luka.42



Latihan



mobilisasi



bermanfaat



untuk



meningkatkan peredaran darah sekitar alat kelamin, mempercepat kesembuhan luka, melancarkan pengeluaran lochea dan mempercepat normalisasi alat kelamin dalam keadaan semula. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ibu yang melakukan mobilisasi dini mempunyai kecenderungan 12,6 kali dengan lama penyembuhan luka perineum baik. Ibu postpartum yang melakukan mobilisasi dini proses penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan yang tidak melakukan mobilisasi dini proses penyembuhan lukanya lebih lambat lambat. Pada penelitian ini tidak semua responden melakukan mobilisasi dini dikarenakan takut nyeri pada luka perineum. Mobilisasi dini yang dilakukan ibu postpartum mulai dari gerakan miring kanan dan kiri serta



jalan-jalan



ringan,



sehingga



membantu



mempercepat



penyembuhan luka perineum.37



26



j. Stress Ketakutan dan cemas yang berkepanjangan akan menyebabkan stress. Stress karena ketakutan dan cemas saat sebelum proses persalinan dihubungkan dengan akibat-akibat buruk pada ibu, termasuk komplikasi pada luka insisi. Luka dapat terinfeksi dan mengalami gangguan penyembuhan luka. Dengan pembahasan karakteristik responden diatas, maka jelas bahwa umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jenis dan pengalaman persalinan akan mempengaruhi stress ibu. Stress tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktor internal. Faktor internal mencakup umur, pendidikan, pengetahuan dan sikap seseorang terhadap stressor tersebut.43 k. Personal Hygine Personal hygiene (kebersihan diri) dapat memperlambat penyembuhan hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu dan kuman. Adanya benda asing, pengelupasan jaringan yang luas akan memperlambat penyembuhan luka dan kekuatan regangan luka menjadi tetap rendah. Berdasarkan teori kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan akan membuat rasa nyaman pada ibu. Merawat dan menjaga perineum ibu tetap selalu bersih dan kering serta membersihkan alat kelamin dari depan ke belakang itu akan membuat proses penyembuhan luka akan cepat sembuh. Melakukan perawatan atau personal hygiene bertujuan untuk mecegah resiko terjadinya infeksi.44



27



l. Merokok Merokok dapat menurunkan jumlah hemoglobin yang berguna untuk mengangkut oksigen. Oksigen sangat dibutuhkan untuk penyembuhan luka. Merokok juga diindikasikan meningkatkan agregasi platelet yang dapat membentuk bekuan darah dalam sistem sirkulasi. Semakin banyak mengkonsumsi rokok dalam seharinya akan semakin meningkatkan jumlah asupan partikel yang membahayakan tubuh. Dari jumlah dan lama merokok responden perokok dapat dikatakan bahwa dalam tubuhnya secara continue setiap hari berinteraksi dengan partikel dan semakin lama maka deposit partikel dalam tubuh akan meningkat. Partikel rokok (nikotin) akan menginjury intima pembuluh darah dan akan mengakibatkan lesi, lesi-lesi pada intima pembuluh darah merupakan faktor pencetus terjadinya atherosclerosis (thrombus), jika kondisi tersebut terus berlangsung lama kelamaan akan mengurangi suplay darah pada jaringan perifer, sehingga transport nutrisi dan oksigen pun terhambat yang akan mengakibatkan terjadinya penurunan proses metabolisme pada sel maupun jaringan, Sehingga memperlambat percepatan penyembuhan luka perineum.45 m. Alkohol Studi



mengindikasikan,



konsumsi



minuman



beralkohol



berlebihan memicu reduksi kadar sel sistem imun yang penting dalam penyembuhan luka. Sel-sel yang disebut makrofag tersebut berfungsi untuk menyingkirkan bakteri debu. Para peneliti asal Loyola



28



University di Maywood mengatakan, semakin rendah tingkat makrofag dalam tubuh, semakin besar risiko untuk terinfeksi bakteri. Di samping itu, mereka juga menemukan konsumsi minuman beralkohol yang berlebihan dapat menurunkan produksi protein yang berfungsi menarik makrofag ke luka serta menurunkan kadar protein yang bermanfaat dalam sistem imun. "Efek-efek tersebut secara bersamaan akan menunda penutupan luka dan meningkat risiko infeksi" pungkas peneliti dalam studi yang dipublikasi pada jurnal Alcoholism: Clinical and



Experimental



Research.



Dalam



studi



tersebut



peneliti



menggunakan tikus yang dikondisikan tiga hari menjadi peminum berat, empat hari tidak mengonsumsi alkohol, dan tiga hari menjadi peminum berat lagi. Selama episode menjadi peminum berat, alkohol yang diminum sama dengan dua kali batasan normal minum alkohol untuk mengemudi. Diketahui, konsumsi alkohol meningkatkan risiko infeksi di rumah sakit, termasuk infeksi pada luka, termasuk luka laserasi pada perineum.46 n. Edema Edema dan kerapuhan pada perineum biasanya pada ibu yang terlalu banyak duduk terlalu lama seperti pada ibu – ibu yang bekerja di pabrik dengan aktifitas pekerjaan dilakukan sambil duduk sehingga perineum tidak elastis dan rapuh, varisikositas vulva yang melemahkan jaringan – jaringan perineum. Arkus pubis sempit, dengan pintu bawah panggul yang sempit dan menekan kepala bayi kearah posterior, sehingga memperluas daerah episiotomi.



29



o. Infeksi Penurunan daya tahan terhadap infeksi, seperti pada pasienpasien dengan gangguan imun, diabetes, atau infeksi kronis, akan memperlambat penyembuhan karena berkurangnya efisiensi system immuns. Infeksi kronis juga mengakibatkan katabolisme dan habisnya timbunan protein ,yang merupakan sumber sumber endogen infeksi luka yang pernah ada.39 p. Kelembaban Hidrasi



luka



atau



pengairan



pada



lukaadalah



kondisi



kelembaban pada luka yang seimbang yang sangat mendukung penyembuhan luka.



Luka



yang



terlalu



kering



basah kurang mendukung penyembuhan luka.Luka kering menyebabkan



luka



membentuk



atau



terlalu



yang terlalu



fibrin yang



mengeras,



terbentuk scab (keropeng), atau nekrosis kering. Luka yang terlalu basah menyebabkan luka cenderung rusak dan merusak sekitar luka. Perawatan luka modern atau berdasarkan bukti dan data klinis merupakan perawatan luka terkini yang mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1997.42 q. Hecting Perlukaan jalan lahir dapat pula terjadi oleh karena memang disengaja seperti pada tindakan episiotomi. Tindakan untuk mencegah terjadinya robekan perineum yang luas. dan dalam disertai pinggir yang tidak rata, dimana penyembuhan luka akan lambat atau terganggu. Luka insisi yang lurus (rata) lebih mudah diperbaiki dan



30



lebih cepat sembuh dibanding luka laserasi yang robekannya tidak teratur serta tidak terkendali. Faktor predisposisi keadaan ini mencakup daya kesembuhan yang buruk seperti pola makan ibu yang tidak baik (defisiensi gizi) dan adanya infeksi. Tingkatan robekan juga dapat mempengaruhi penyembuhan. Hampir dari 90% pada proses persalinan banyak yang mengalami robekan perineum, baik dengan atau tanpa episiotomi. Dampak dari penggunaan lidokain 1% sendiri adalah merangsang sistem saraf pusat menyebabkan kegelisahan dan tremor yang mungkin berubah menjadi kejang klonik, mungkin pula terjadi perlambatan penyembuhan luka, oedema atau efek nekrosis. Sedangkan disisi lain penjahitan itu dipandang sangat menyakitkan dan sedangkan penggunaan anestesi lokal merupakan Asuhan Sayang Ibu.47 r. Maserasi Maserasi



merupakan



masalah



kulit



sekitar



luka



yang



didefinisikan sebagai pelunakan dan kerusakan kulit sebagai akibat dari paparan kelembaban yang berkepanjangan. Maserasi tidak hanya terjadi pada luka ulkus diabetic tetapi juga pada luka kronis lainnya, seperti luka perineum, ulkus tungkai, ulkus dekubitus, luka fungating dan luka bakar



48



. Maserasi menyebabkan peningkatan area luka dan



infeksi. Kondisi tersebut disebabkan oleh kerusakan pada kulit akibat luka terbuka, sehingga area luka bertambah luas dan terkontaminasi oleh mikroorganisme. Akibatnya, penyembuhan luka tertunda, yang berdampak negatif pada kualitas hidup.49



31



s. Cara perawatan luka jahitan perineum Cara perawatan luka jahitan perineum ternyata mempengaruhi lama penyembuhan luka. Semakin baik perawatan luka perineum, maka luka perineum akan semakin cepat sembuh



50



. Perawatan luka



perineum yang tidak benar dapan menunjang perkembangbiakan bakteri, sehingga luka perineum mengalami infeksi. Dalam proses penyembuhan luka terdapat fase inflamasi yang merupakan suatu perlawanan terhadap infeksi dan untuk pertumbuhan sel – sel baru. Apabila luka perineum mengalami infeksi karena tidak dilakukan perawatan dengan baik, maka fase inflamasi akan memanjang dan menghambat terjadi fase proliferasi. Oleh karena itu, luka perineum akan sembuh lebih lama dari normal.8 t. Frekuensi Ganti Pembalut Ibu nifas yang mengalami luka perineum sangat rentan terhadap terjadinya infeksi, karena luka perineum merupakan pintu masuk kuman. Kemudian kuman dapat merambat pada saluran kandung kemih atau jalan lahir dan menghambat proses penyembuhan luka perineum. Apabila kebersihan vulva dan perineum terjaga dengan baik seperti ganti pembalut setiap 4 jam, maka luka perineum akan terjaga dengan baik dan dapat mempercepat penyembuhan luka perineum.8 u. Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan berhubungan dengan pengetahuan, semakin tinggi



tingkat



pendidikan



seseorang,



maka



semakin



baik



pengetahuannya. Seseorang yang memiliki pengetahuan tinggi tentang



32



perawatan luka perineum akan mempengaruhi seseorang tersebut untuk bertindak dalam merawat kebersihan luka perineum sehingga penyembuhan luka akan lebih cepat atau normal.8 8. Manajemen Penyembuhan Luka Perineum a. Prisip Perawatan Luka Perineum : Perawatan luka perineum adalah upaya yang dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan dasar pada ibu nifas baik secara biologis, psikologis, maupun sosial. Perawatan dilakukan pada luka yang terjadi secara spontan maupun pada luka episiotomi. Pada luka episiotomi tanpa infeksi membutuhkan waktu 7 – 10 hari untuk terjadi penyembuhan, sedangkan pada luka dengan infeksi membutuhkan waktu penyembuhan lebih dari 10 hari. Perawatan pada daerah luka yang terletak antara vulva dan anus sangat penting karena daerah luka potensial pintu masuk bagi mikroorganisme berkembang biak. Waktu yang digunakan dalam perawatan perineum adalah saat mandi, setelah BAK dan BAB. Perawatan luka perineum terdapat 3 teknik yaitu antara lain: 1) Teknik Antiseptik Teknik antiseptik merupakan cara yang dilakukan untuk penyembuhan luka



perineum



dengan menggunakan antiseptik



povidone Iodine yang merupakan ikatan antara iodine dengan polynyl pyrrolidone. Iodofor adalah bentuk yodium topikal yang paling umum dan sebagai agen aktif. Povidone iodine merupakan kompleks kimia povidone dan elemen yodium berkisar 9% hingga 12%. Iodofor



33



povidone iodine merupakan formulasi pelepasan yodium yang menyerang protein utama, nukleotida dan asam lemak dalam bakteri yang akhirnya menyebabkan kematian sel yang dilepaskan ketika kontak dengan kulit. Perawatan luka dengan antiseptik topikal povidone iodine merupakan antiseptic efektif yang tidak menghambat penyembuhan luka. Bersifat bakterisida terhadap organisme bakteri gram positif dan negatif, tidak ada resistensi bakteri atau resistensi silang, membantu penyembuhan berbagai luka akut maupun kronis, sifat antiinflamasi.51 2) Teknik Perawatan Perineum Bersih Kering Perawatan perineum sesuai dengan APN (Asuhan Persalinan Normal) yaitu selalu menjaga perineum dalam keadaan bersih dan kering, mencuci daerah genetalia dengan lembut menggunakan air sabun dan air desinfektan tingkat tinggi kemudian dikeringkan, mengamati luka jahitan termasuk tanda – tanda infeksi, krusta dan penyatuan tepi luka dan selalu mencuci tangan setelah memegang daerah luka perineum dapat mencegah perkembangbiakkan bakteri. Teknik bersih kering ini diberikan sebagai perawatan luka yang difasilitasi pelayanan kesehatan.52 3) Teknik Tradisional Penggunaan bahan dasar tumbuh – tumbuhan baik berupa ekstrak tumbuhan atau dalam bentuk cair yang dikenal dengan istilah herbal medicine yang digunakan sebagai tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat dapat berupa akar, batang, daun dan buahnya yaitu segala



34



jenis tumbuhan dan seluruh bagian tanaman yang memiliki satu atau lebih bahan aktig yang bisa digunakan dalam pengobatan. 9. Penatalaksnaan Perawatan Luka Perineum Perawatan khusus perineum bagi wanita setelah melahirkan anak adalah mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi,



dan



meningkatkan penyembuhan sesuai dengan prosedur



pelaksanaan 53, 54 : a. Perawatan Luka. Persiapan Alat –alat : 1) Trolly 2) Pispot 3) Pengalas 4) Sarung Tangan 5) Kasa kering pada tempatnya 6) Pinset 7) Bengkok 8) Ember 9) Cairan klorin 10) Tempat sampah b. Persiapan pasien Memberi tahu pasien tentang tindakan yang akan di lakukan, jaga privasi pasien dan menganjurkan posisi dorsal recumbent. c. Tindakan i.



Menyiapkan alat – alat dan mendekatkan pada pasien



35



ii.



Menutup pintu, jendala atau tirai



iii.



Mencuci tangan



iv.



Membuka pakaian bawah klien



v.



Memakai sarung tangan



vi.



Memasang pengalas dibawah bokong pasien dan meletakkan pispot dibawah bokong



vii.



Membuang pembalut yang kotor langsung ke tempat sampah medis



viii.



Mencuci genitalia dengan lembut dengan sabun dan air steril, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman.



ix.



Nasehati ibu untuk : a) Menjaga perineum selalu bersih dan kering. b) Hindari penggunaan obat – obatan tradisional pada perineum. c) Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai empat kali per hari. d) Kembali dalam seminggu untuk pemeriksaan penyembuhan luka, ibu harus kembali lebih awal jika mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah luka atau jika daerah tersebut menjadi sakit. e) Membuang sampah kotor ketempat sampah medis untuk sampah yang berada dibengkok merendam sarung tangan kedalam larutan chlorine.



36



f) Memasang pembalut dari depan kebelakang dan celana dalam. g) Melepas sarung tangan dan merendam kedalam cairan chlorine. h) Merapikan pasien. i) Membereskan dan merapikan alat – alat. j) Mencuci tangan kembali. k) Mencatat keadaan luka setelah tindakan pada catatan. d. Evaluasi Parameter yang digunakan dalam evaluasi perawatan luka ibu nifas adalah dengan posisi



pembalut



melihat tepat



kondisi



serta



ibu



perineum, tidak merasa



lembab,



nyaman. Kesulitan



menjahit laserasi derajat satu sampai dengan empat dapat diatasi menggunakan sedikit jahitan



untuk



mendekatkan jaringan dan



memastikan hemostasis. Selalu gunakan teknik aseptik. Jika ibu mengeluh sakit pada saat penjahitan dilakukan berikan lagi asuhan sayang ibu. e. Perawatan Lanjutan Perineum dibersihkan dengan larutan antiseptik ringan tiap kali sesudah buang air kacil dan besar dikeringkan



untuk



mengurangi



pembengkakan. Pembasahan dan pencucian tiap hari dengan menggunakan air dan sabun yang lembut adalah tindakan yang baik sekali untuk



mempertahankan agar perineum bebas dari sekret



yang iritatif. Beberapa petugas kesehatan memakai preparate oral



37



enzim proteoletik dengan hasil yang baik untuk mengurangi oedema dan nyeri.55 f. Povidone Iodine Perawatan luka saat



ini menggunakan bahan yang dapat



menghambat pertumbuhan bakteri pada permukaan jaringan hidup (seperti kulit). Daya kerja antibakteri tergantung pada konsentrasi, temperatur, waktu. Kelemahan penggunaan antiseptik



pada pasien



dengan luka perineum dapat merangsang tumbuhnya bakteri karena daerah tersebut lembab banyak topikal kurang memberikan hasil baik, seperti dari golongan povidone iodine tersedia dalam sediaan aerosol, salep, pembersih kulit (foam),



larutan



dan



batang



pembersih. Efek samping ditemukan pada penggunaan antiseptik golongan ini



seperti



dermatitis pada



individu dengan alergi.



Kelemahan lainnya dari bahan povidone iodine, dapat terkontaminasi oleh golongan bakteri gram positif dan negatif lainnya. g. Sabun Perawatan luka perineum dilakukan oleh ibu nifas sering menggunakan sabun bersifat bakteriostatik, dianggap sebagai obat antimikroba dapat mencegah kolonisasi staphylococcus,semua sabun yang mengandung antiseptik dapat menyebabkan alergi atau fotosensitisisasi.56,57 10. Penilaian Luka Perineum REEDA (redness, edema, ecchymosis, discharge and approximation) adalah instrument untuk menilai penyembuhan luka perineum dengan



38



system skor. Tanda – tanda infeksi pada luka perineum dapat dikaji dengan menggunakan pemeriksaan REEDA, yaitu: a. Redness: kemerahan b. Edema: pembengkakan karena adanya cairan dalam jaringan c. Ecchymosis: bercak perdarahan yang berwarna merah keunguan d. Discharge: sekresi atau pengeluaran cairan dari luka perineum e. Approximation: penyatuan jaringan perineum yang telah dijahit Alat pengkajian ini digunakan untuk menilai kondisi luka jahitan perineum dengan skor tertentu. Skor paling tinggi untuk masing – masing aspek adalah 3 dan skor terendah adalah 0. Interpretasi dari skor tersebut ada 3 kategori dengan indikator skor 0 – 3. Jumlah nilai berkisar antara 0 15 dengan nilai 0 = penyembuhan luka baik, 1- 5 = penyembuhan luka kurang baik, 6 – 15 = penyembuhan luka buruk. 58 Tabel 2.1 Penilaian Skor REEDA berdasarkan teori Hill tahun 1990.58 Skor 0



Redness Tidak ada



1



+/- 0,25 cm pada kedua tepi luka +/- 0,5 cm pada kedua tepi luka >0,5 cm pada kedua tepi luka



2



3



Edema Tidak ada < 1 cm dari tepi luka



Ecchymosis Tidak ada



Discharge Tidak ada



Approximation Tertutup



+/- 0,25 cm nilateral / 0,5 cm unilateral



Serum



Jarak kulit ≤ 3 mm



1 – 2 cm dari tepi luka



0,5 – 1 cm bilateral / 0,5 – 2 cm unilateral > 1 cm bilateral / 2 cm unilateral



Serosanguineous



Terdapat jarak antara kulit dan lemak subkutan



Darah, purulent



Terdapat jarak antara kulit, lemak subkutan dan fasia



> 2 cm dari tepi luka



Total



11. Komplikasi Penyembuhan Luka a. Perdarahan



39



Perdarahan disebabkan oleh pelepasan jahitan, infeksi atau erosi pada pembuluh darah. Monitoring perdarahan dilakukan dalam waktu 48 jam pertama dan setiap 8 jam setelah pembedahan. Jika terjadi perdarahan dilakukan evaluasi mengenai sumber perdarahan dan dilakukan balutan luka steril, pemberian cairan dan intervensi pembedahan.59 b. Dehisence dan Evicerasi Dehisence terbukanya lapisan luka sebagian atau total, sedangkan evicerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Penyebab terjadinya adalah obesitas, kekurangan nutrisi, multiple trauma, jahitan tidak menyatu, batuk yang berlebihan sehingga memberikan dampak guncangan atau tarikan pada perineum, muntah dan dehidrasi. Dehisence dapat terjadi pada hari 4 - 5 hari setelah perlukaan sebelum kolagen melas di daerah luka. Dehisence dan evicerasi luka harus ditutup dengan balutan steril segera setelah disiapkan. c. Fistula Fistula adalah saluran abnormal yang berada di antara dua buah organ atau bagian luar tubuh. Kejadian fistula pada masa nifas adalah keluarnya kotoran atau feses melalui pembuangan selain anus. d. Infeksi Infeksi bakteri pada luka terjadi trauma sat persalinan atau sesudah persalinan. Gejala dan infeksi sering muncul pada hari 2 – 7 setelah persalinan dengan tanda - tanda keluarnya nanah, peningkatan



40



drainase, nyeri, peningkatan suhu, peningkatan jumlah sel darah putih, kemerahan dan bengkak. Letak perineum yang dekat dengan anus dan uretra meningkatkan risiko terjadinya infeksi jika tidak dirawat dengan baik.60 C. Karakteristik Bakteri Pada Luka Perineum Rupture Kebersihan



luka



perineum



memerlukan



perawatan



yang



lebih



dibandingkan tempat lain. Daerah perineum merupakan daerah yang lembab, berdekatan dengan



daerah pembuangan kotoran (faeces) anus dan



pembuangan



(uretra),



urine



sehingga



apabila



luka



perineum



tidak



mendapatkan perawatan dengan baik menjadi faktor risiko terjadinya infeksi dari bakteri golongan gram positif dan gram negatif. Staphylococcus aureus dari golongan gram positif yang sering ditemukan pada hasil uji pembiakan bakteri luka normal di perineum. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi terbatas, walampun dapat pula menjadi infeksi umum. Golongan lainnya seperti golongan gram negatif bakteri yang dapat ditemukan pada perineum adalah dari golongan pseudomonas aeruginosa 61. Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu, berkembang biak dengan pembelahan diri, hanya dapat dilihat dengan mikroskop SO. Pada pengecatan gram bakteri digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Bakteri Gram Positif Bakteri gram positif adalah bakteri yang pada pengecatan gram akan tahan terhadap alkohol, sehingga tetap mengikat warna cat pertama dan tidak mengikat warna cat kedua dan warna bakteri tetap berwarna ungu. Contohnya adalah Streptococcus, Pneumococcus, Pectostreptococcus,



41



Myobacteria, bacillus, Clostridia, Staphylococcus dan Corynebacterium dipheria.62 Sifat - sifat bakteri gram bakteri gram positif adalah berbentuk bulat (coccus) yang memiliki dinding sel peptidoglikan (lemak) yang tebal (20 - 80 nm), dengan pewarnaan gram menyerap zat warna crystal violet menghasilkan warna ungu, memiliki susunan variatif (satu - satul, dua dua, berantai, bergerombol). 2. Bakteri Gram Negatif Bakteri gram negatif adalah bakteri yang pada pengecatan gram tidak tahan terhadap alkohol, sehingga warna cat yang pertama akan dilunturkan dan bakteri akan mengikat warna yang kedua yang diberikan sehingga bakteri tampak berwarna merah.53 Sifat - sifat bakeri gram negatif adalah peptidoglikan (2 - 7 nm) lebih tipis dibandingkan gram positif di antara membran dalam dan luar serta adanya membran luar (7 - 8 nm tebalnya) yang terdiri dari lipid, protein dan lipopolisakarida berbentuk batang, lebih bersifat pathogen (menimbulkan penyakit pada inang atau yang ditempati dibandingkan gram positif). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Nigeria tahun 2013, bahwa kasus infeksi pada daerah luka pembedahan dan setelah dilakukan kultur pembiakan bakteri banyak ditemukan dari golongan gram positif yaitu Streptococcus aureus, bakteri dari golongan ini resisten terhadap golongan antibiotik. Tetapi konvensional



pada



perawatan



luka



perineum



terinfeksi



perl



dipertimbangkan dalam pemberiannya. Beberapa contoh bakteri yang sering menyebabkan infeksi nifas pada ibu postpartum :



42



a. Bakteri Staphylococcus aureus



Gambar 2.3 Bentuk Staphylococcus aureus. 63 Merupakan sel Gram positif yang berbentuk bulat.64 Kebanyakan galurini adalah koagulase positif, bila menggerombol dalam susunan yang tidak teratur sisinya agak rata karena tertekan, diameter antara 0,8 - 1,0 mikron. Bakteri ini tidak bergerak dan tidak berspora. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai



kuning



keemasan,



berbentuk



bundar,



halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolate klinik menghasilkan Staphylococcus aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri. 63 Ciri



khas



infeksi



yang



disebabkan



oleh S. aureus adalah



radang supuratif (bernanah) pada jaringan lokal dan cenderung menjadi abses. Sumber pencemaran pada infeksi pascabedah ini diantaranya berasal dari penderita carrier yaitu dokter, perawat atau petugas kesehatan yang terlibat dalam perawatan dan pembedahan pasien dan peralatan medis yang terkontaminasi. Bila terjadi bakteriemia, infeksi dapat bermetastasis keberbagai organ. 63



43



b. Bakteri Escherichia coli



Gambar 2.4 Bakteri Escherichia coli. 65 Escherichia coli adalah bakteri oportunis yang banyak ditemukan didalam usus besar manusia sebagai flora normal. E. coli merupakan bakteri gram negatif bersifat anaerob fakultatif dan tidak



dapat



membentuk spora. Bakteri ini dapat hidup pada berbagai substrat dengan melakukan fermentasi anaerobic menghasilkan asam laktat, suksinat,



asetat,



etanol,



dan karbondioksida. E.coli termasuk



family Enterobacteriaceae, bentuknya batang atau koma, terdapat tunggal atau berpasangan dalam rantai pendek.65 i.



Klasifikasi Kingdom



: Bacteria



ii.



Filum



: Proterobacteria



iii.



Kelas



: Gamma Proteobacteria



iv.



Ordo



: Enterobacteriales



v.



Family



: Enterobacteriaceae



vi.



Genus



: Escherichia



vii.



Spesies



: Escherichia coli.



44



E. coli dapat



menyebar



secara



mudah



dari



tangan



yang



menyentuh makanan atau air yang telah terkontaminasi dan menyebabkan adanya transfer gen secara horizontal. c. Streptococcus hemolyticus i.



Streptococcus



Gambar 2.5 Bakteri Streptococcus.63 Streptococcus merupakan bakteri berbentuk bulat dengan susunanbentuk rantai. Bakteri ini ditemukan oleh Billroth pada tahun 1874.



Pada umumnya Streptococcus merupakan



bakteri fakultatif anaerob yang membutuhkan medium agar darah untuk berkembang biak. Media yang dapat digunakan untuk menumbuhkan Streptococcus,yaitu sebagai berikut: 1) Blood Agar Plate (BAP) Koloni Streptococcus yang ini



tumbuh



pada



media



berukuran kecil-kecil, bulat halus, berdiameter kurang dari 1



mm, pinggir antara dan disekeliling koloni tampak zone : a) Bening : hemolisis total (Beta streptococcus), b) Jernih kehijauan : hemodigesti (Alpa Streptococcus), c) Tidak berubah sama sekali : Gamma Streptococcus ii.



Manit Salt Agar (MSA)



45



Gambar 2.6 Klasifikasi Streptococcus. 63 Koloni Streptococcus pada



media



MSA



berukuran



kecil, smooth, bulat dan cembung - cembung. Warna koloni putih kekuningan, artinya bakteri mampu memfermentasikan bahan dalam media. Alpha hemolisis disebabkan reduksi zat besi dalam hemoglobin, menjadikan streptokokus warna hijau dalam



agar darah. Hemolisis beta adalah sel darah merah yang



meluruh secara penuh, terang, luas, daerah bersih sekitar koloni bakteri dalam agar darah. Gamma hemolisis merupakan jenis streptococcuss yang tidak mengalami hemolisis Streptococcus β hemolyticus Grup A atau yang disebut juga dengan Streptococcus pyogenes merupakan salah satu bakteri patogen yang banyak menginfeksi manusia. Streptococcus beta-hemolyticus Group A merupakan bakteri komensal



pada tenggorokan manusia. Selain



Streptococcus beta - hemolyticus Group A terdapat Streptococcus alpha - hemolyticus, Staphylococcus aureus, Neisseria sp dan Diptheroids. Sebanyak kurang dari 10 % manusia memiliki bakteri ini sebagai bakteri komensal saluran nafas atas. Grup A ini terjadi oleh karena adanya interaksi faktor – faktor virulensi Streptococcus β hemolyticus Grup A dengan sel



46



host. Bakteri ini dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti radang tenggorokan, faringitis, impetigo, erysipelas, demam nifas, scarlet



fever, necrotizing fasciitis, toxic shock syndrome,



septikemia. Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alat - alat yang tidak steril, tangan penolong dan sebagainya. Pengobatan infeksi nifas secara umum adalah menggunakan antibiotika. Antibiotika merupakan pengobatan yang penting dalam infeksi nifas. Antibiotika yang baik adalah yang dapat mempunyai khasiat untuk membunuh bakteri penyebab infeksi nifas. 63 3. Penghitungan Bakteri Gram Positif dan Negatif Identifikasi invasi bakteri pada luka perlu dilakukan beberapa uji laboratorium



yang



mempunyai



ketepatan



dan



kecepatan



dalam



menentukan golongan bakteri yang ditemukan selain biaya dan waktu yang menjadi pertimbangan selain kultur bakteri metoda pewarnaan gram bakteri menjadi salah satu pilihan sebagai diagnosa awal. Landasan dari laboratorium klinis melalui pewarna gram lebih mudah dalam menentukan dengan cepat penggolongan bakteri kedalam gram negatif dan positif. Menggunakan pewarna gram lebih cepat melakukan pemeriksaan spesimen dibandingkan dengan kultur bakteri dan sangat penting dalam menentukan prognosis, perawatan pasien. Pewarna gram digunakan untuk memunculkan karaktetistik dari bakteri yang ditemukan seperti contoh diatas, bakteri gram positif adalah bakteri yang pada pengecatan gram akan tahan terhadap alkohol sebaliknya dengan



47



gram negatif tidak tahan terhadap alkohol. Gram positif lebih mudah divisualisasi



dibandingkan dengan bakteri



gram



negatif..



Penghitungan bakteri golongan gram negatif dan positif menurut perhitungan Hasimoto, dapat



dilakukan dengan pewarnaan gram,



kemudian secara kuantitatif gram dilihat dalam 100 kali lapang pandang mikroskop yang diambil dari teori grade Bailey and Scott’s yaitu: a. None: 0 perlapang pandang mikroskop, b. +1 bakteri < 10 perlapang pandang mikroskop, c. +2 bakteri 3-5 perlapang pandang mikroskop, d. +3 bakteri 6 -10 perlapang pandang mikroskop, e. +4 bakteri 10 - 20 perlapang pandang.66, 67 Penelitian invitro yang diapadaptasi dari penelitan Deby bahwa ekstrak daun sirih merah mempunyai kandungan flavonoid, pelifenol, alkaloid, saponin dan minyak atsirin mempunyai daya hambat terhadap bakteri dalam konsentrasi 5%, 10%, 20%, 80% dengan kontrol positif antibiotik. Rata – rata zona hambat pada konsentrasi 5% sebesar 8,17% dan nilai tertinggi pada konsentrasi 80% efektif mempunyai daya hambat sebesar 12,3% menunjukan nilai signifikan 0,000 pada uji bakteri. Kandungan flavonoid, polifenol, alkaloid, saponin dan minyak atsiri selain mempunyai zona hambat pada golongan bakteri gram positif dan



negatif



pertumbuhan



juga kuman/



dapat



menentukan



bakteri



lainnya.



kemampuan Pada



menghambat



penelitian



ini



juga



merekomendasikan untuk melakukan identifikasi bakteri dengan pewarna gram mengingat bakteri dari golongan gram negatif dan gram positif



48



mempunyai



perbedaan



secara



struktur



pada



dinding



sel



yang



menyebabkan kedua jenis gram negatif dan gram positif memberikan respon terhadap pewarna gram. Gerombol coccus adalah contoh bakteri yang lebih mudah diidentifikasi dalam lapang pandang mikroskop, artinya semakin besar konsentrasi ekstrak daun sirih merah yang diberikan semakin kuat daya hambat yang terbentuk.68 4. Flora Normal Pada Saluran Reproduksi Wanita Terdapat setidaknya seratus spesies mikroorganisme dijumpai pada tubuh manusia. Efektifitas daya tahan tubuh dipengaruhi oleh infeksi banyak pertumbuhan mikroorganisme pertumbuhannya terhambat pada pH vagina 4,0 - 5,0, masa kanak - kanak vagina dihuni oleh lactobacillus, bakteri batang gram negatif anaerob dan coccus gram positif. Mikroorganisme yang ditemukan pada vagina adalah sebagai berikut: 53 Tabel 2.2 Mikroorganisme yang ditemukan di vagina. 53 Mikroorganisme Vagina dan cervix uteri Lactobacillus Bacteriodes Clostiridium Peptostreptococcus Bifidobacterium Eubacterium Korinebacteri aerobic Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermis Enterokokus (group D streptococcus) Streptokokus (group B) Enterobacteriaceae Moraxella osioensis Asineto bakteri Candida Albicans Tricomonas vaginalis



Rentan Insiden 50 – 75 60 – 80 15 – 30 30 – 40 10 5 45 – 75 15 – 80 35 – 80 30 – 80 5 – 20 18 – 40 5 – 15 5 – 15 30 – 50 10 – 25



Bakteri Staphylococcus merupakan bagian dari flora normal pada permukaan kulit, mukosa perineum, vagina, hidung, axilla, saluran



49



pencernaan, faring dalam kondisi tertentu terdapatnya luka yang tidak terawat dengan baik menjadi patogen sehingga meningkatkan risiko infeksi. D. Daun Sirih Merah (Piper Croatum) 1. Karakteristik Daun Sirih Merah



Gambar 2.7 Daun sirih merah.8 Sirih merah (Piper betle Var. Rubrum) merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi dan sudah sejak lama dikenal berkhasiat sebagai penyembuh berbagai penyakit. Sirih merah memiliki daun berwarna merah keperakan dan mengkilap ketika terkena cahaya. Seiring perkembangan zaman, ramai dibicarakan mengenai manfaat tanaman obat.69 Daun sirih merah dengan nama ilmiah (Piper Ornatum) adalah tumbuhan herbal merambat dan memili ruas. Sirih merah cenderung tumbuh ditempat teduh dan sejuk. Namun, apabila tumbuhan sirih merah terkena sinar matahari dengan intensitas yang tinggi maka batangnya akan cepat mongering dan layu. Selain itu, akar dan batang tumbuhan daun sirih merah akan membusuk apabila terlalu banyak mendapatkan air. 70 Permukaan daun sirih merah bagian depan berwarna hijau keperakan dan permukaan daun sirih merah bagian belakang berwarna merah. Daun sirih merah akan mengkilap saat terkena cahaya. Daun sirih



50



merah yang subur memiliki beberapa ciri yaitu 5 cm sampai 10 cm memiliki tekstur yang tebal dan kaku. Perbedaan tumbuhan sirih merah dan sirih hijau yaitu permukaan daun sirih merah bagian belakangnya berwarna merah, sedangkan daun sirih hijau berwarna hijau pada permukaan bagian depan dan belakang. Selain itu, daun sirih merah lebih terasa pahit dan aromanya lebih wangi dari pada daun sirih hijau. 70 Banyak manfaat kandungan dari daun sirih merah yang digunakan dalam dunia kesehatan khususnya pengobatan komplementer antara lain dapat meningkatkan gerakan peristaltik dan meningkatkan daya piker. Ketika gerakan peristaltik meningkat otomatis dapat memperlancar peredaran darah mengantarkan oksigen yang dapat membantu proses penyembuhan suatu luka. Daun sirih memiliki banyak kandungan senyawa aktif salah satunya adalah karkavrol yang bersifat antijamur dan desinfektan sehingga berfungsi untuk menghilangkan bau dan infeksi serta keputihan pada wanita.71 2.



Klasifikasi Daun Sirih Merah Klasifikasi tumbuhan sirih merah adalah sebagai berikut : a. Kingdom



: Plantae (tumbuhan)



b. Subkingdom



: Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)



c. Divisio



: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga



d. Subdivisio



: Angiospermae (dikotil)



e. Kelas



: Magnoliopsida



f. Subkelas



: Magnolilidae



g. Ordo



: Piperales



51



3.



h. Familia



: Piperaceae



i. Genus



: Piper



j. Spesies



: Piper Croatum 72.



Fitokimia Daun Sirih Merah Daun sirih merah memiliki daya antiseptik dua kali lebih besar dari daun sirih hijau.73 Berbagai macam fungsi yang dimiliki oleh daun sirih merah disebabkan oleh kandungan metabolit sekunder, seperti flavonoid, alkaloid dan tannin. Daun sirih merah mengandung minyak atsiri, karvakrol dan eugenol.71 Selain itu, daun sirih merah juga mengandung saponin.74 Dengan adanya flavonoid, tanin dan saponin pada daun sirih merah yang berfungsi sebagai antibakteri dan antiinflamasi akan membantu proses penyembuhan luka, sehingga luka yang terbentuk akan mengalami penyembuhan lebih cepat karena tidak adanya kontaminasi bakteri yang menghambat penyembuhan luka.75 Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa daun sirih hijau mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betelfenol, kavikol, seskuiterpen, hidroksikavikol, kavibetol, estragol, eugenol, dan karvakrol. Minyak atsiri dan ekstraknya dapat melawan beberapa bakteri Gram positif dan Gram negatif. Daun sirih hijau tidak mengandung alkaloid sedangkan daun sirih merah mengandung alkaloid. Daun sirih merah mengandung senyawa kimia seperti alkaloid, flavonoid, tanin, dan minyak atsiri yang diduga berpotensi sebagai daya antimikroba. Sehubungan dengan sirih merah dan sirih hijau berasal dari genus yang sama,



52



diperkirakan sirih merah juga memiliki efek yang sama terhadap pertumbuhan mikroba.76 Dibawah ini merupakan kadar beberapa fitokimia yang terkandung dalam daun sirih merah, yaitu : Tabel 2.2 Kadar Fitokimia Daun Sirih Merah.8 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Senyawa Aktif Flavonoid Alkaloid Tanin Minyak Atsiri Eugenol Polifenol



Kadar 6, 09 mg/g 543, 75 mg/g 3,97 mg/g 5,2 mg/g 2,2 mg/g 210, 11 mg/g GAE



Beberapa fitokimia yang terkandung dalam daun sirih, merah yaitu : a. Flavonoid Flavonoid dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid dimana sifatnya yang mudah larut dalam air.77 Flavonoid berfungsi melindungi fungsi endotel dimana memiliki sifat aktivitas antibiotik.78 Dimana sifat antibiotik ini dapat mengganggu fungsi mikroorganisme dengan cara merusak membran sel, sehingga terjadi perubahan permeabilitas sel yang mengakibatkan kerusakan atau kematian sel. Selain itu, flavonoid juga memiliki kemampuan mempercepat penyembuhan luka.8 Flavonoid merupakan senyawa metabolit tumbuhan yang sangat melimpah di alam. Fungsi senyawa flavonoid sangatlah penting bagi tanaman pada pertumbuhan dan perkembangannya senyawa flavonoid memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi. berfungsi



sebagai



bakteriostatik



dan



mekanisme



Flavonoid kerjanya



mendenaturasi protein sel bakteri dan dapat merusak membrane



53



sitoplasma. Senyawa flavonoid dapat merusak membran yang



dapat



menyebabkan



bocornya



metabolit



sitoplasma



penting



dan



menginaktifkan system enzim bakteri. Kerusakan ini memungkinkan nukleotida dan asam amino merembes keluar dan mencegah masuknya bahan – bahan aktif ke dalam sel, keadaan ini dapat



menyebabkan



kematian bakteri.79 Ekstrak daun sirih merah positif mengandung flavonoid karena terjadi perubahan warna kuning setelah direaksikan dengan HCl pekat, serbuk Mg dan amil alkohol. Menurut penelitian terdahulu. 80 Kandungan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun sirih merah adalah 2.535, 880 mg/100 gram. Dimana kandungan flavonoid dalam sirih merah ini berfungsi sebagai antiinflamasi dan antibakteri, sehingga mampu mengurangi nyeri, panas, bengkak, peradangan pada luka bakar. Flavonoid berfungsi sebagai antiinflamasi, antibakteri dengan



cara



membentuk



senyawa



komplek



terhadap



protein



ektraseluler yang menganggu integritas membran sel bakteri. 81 b. Tanin Tanin merupakan suatu senyawa metabolit sekunder yang dapat laurt di dalam air panas. Tanin memiliki aktivitas antibakteri dengan cara merusak membrane sel bakteri. Tanin juga berguna sebagai astringen atau menghentikan perdarahan, mempercepat penyembuhan luka, dan inflamasu membran mukosa, serta regenerasi jaringan baru. Tanin mempercepat penyembuhan luka dengan beberapa mekanisme seluler yaitu membersihkan radikal bebas dan oksigen reaktif,



54



meningkatkan penutupan luka, serta meningkatkan pembentukan pembuluh kapiler juga fibroblast.8 Ekstrak daun sirih merah positif mengandung tanin karena terdapat endapan putih setelah direaksikan dengan air panas dan emulgelatin. Menurut penelitian terdahulu kandungan tannin yang terkandung dalam ekstrak daun sirih merah adalah 908, 645 mg/100 gram. Tanin dalam sirih merah ini berfungsi untuk menghambat pertumbuhan dinding sel bakteri. Tannin merupakan golongan senyawa fenolik sehingga tannin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer. Aktivitas antimikroba tannin yaitu berkaitan dengan kemampuannya dalam menginaktivasi adhesi, enzim-enzim, transpor protein pada mikroba serta dapat berikatan dengan polisakarida dan merusak membran sel. 81. c. Alkaloid Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikin sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan kematian sel tersebut.82 Kemampuan antibakteri tersebut untuk mencegah terjadinya infeksi sehingga mempercepat berakhirnya fase inflamasi pada proses penyembuhan luka dan akan cepat terjadi fase proliferasi.8 Alkaloid dalam sirih merah berfungsi sebagai antibakteri sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka bakar pada hewan uji. Senyawa alkaloid merupakan golongan senyawa basa



55



nitrogen yang kebanyakan heterosiklik. Senyawa alkaloid berfungsi sebagai antibakteri karena senyawa alkaloid mempunyai gugus basa yang mengandung nitrogen yang merusak inti sel bakteri sehingga bakteri menjadi lisis. Dengan demikian bakteri akan menjadi inaktif.81 d. Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan senyawa volatile yang dihasilkan oleh jaringan tertentu tanaman dan dapat laur di dalam air dengan tingkat kelarutan yang sangat kecil. Minyak atsiri memiliki kemampuan antibakteri dengan cara mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel bakteri, sehingga membrane dan dinding sel bakteri tidak terbentuk atau terbentuk tapi tidak sempurna.8 e. Saponin Saponin merupakan glukosida yang larut dalam etanol dan air. Saponin memiliki kemampuan sebagai antibakteri, antijamur, dan antivirus dengan cara mengganggu stabilitas membrane sel bakteri, sehingga menyebabkan lisis. Selain itu, saponin juga mampu memacu pembentukan kolagen I. kolagen tersebut merupakan protein yang berperan dalam proses penyembuhan luka.8 Ekstrak daun sirih merah positif mengandung saponin karena terdapat busa pada lapisan atas setelah direaksikan dengan air panas dan HCl. Saponin dalam sirih merah berfungsi untuk meregenari jaringan yang berperan dalam proses penyembuhan luka bakar. Saponin berfungsi sebagai antiseptik dan meregenerasi sel dengan cara



56



pembentuk kolagen protein struktural yang berperan dalam proses penyembuhan luka.81 f. Karvakrol Daun sirih merah mengandung



Karvakrol



dapat



menjadi



desinfektan dan antijamur sehingga berfungsi sebagai obat antibiotik. Senyawa aktif karvakrol juga berfungsi untuk menghilangkan bau dan infeksi serta keputihan pada wanita.10 g. Eugenol Eugenol sebagai antiseptik, antimikroba dan mendukung proses reepitelisasi yang akan mempengaruhi percepatan penyembuhan luka. Eugenol juga menghasilkan aktivitas analgesic atau pereda nyeri. Mekanisme eugenol dalam meredakan nyeri yaitu memblokir jalur enzim siklooksigenase, sehingga peroduksi prostaglandin menurun. Penurunan produksi prostaglandin akan mengakibatkan berkurangnya rasa nyeri.8 h. Polifenol Polifenol merupakan senyawa fenol yang memiliki gugus hidroksi (- OH). Senyawa ini adalah antioksidan yang kekuatannya 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dibandingkan vitamin E. Polifenol juga membantu memproduksi kolagen di kulit.8 4.



Mekanisme Efek Flavonoid dan Tanin Daun Sirih Merah Senyawa



flavonoid



dan



tanin



merupakan



turunan



fenol



yang dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi dan koagulasi protein



57



sel



bakteri. Turunan fenol mampu melakukan aktivitasi dengan sel



bakteri melaluiproses absorpsi dengan bantuan ikatan senyawa hidrogen. Lalu ada penguraian diikuti penetrasi fenol ke dalam sel bakteri dan menyebabkan koagulasi protein membran sehingga membran sel bakteri menjadi lisis serta akan menimbulkan lubang kebocoran konstituen sel sehingga sel bakteriakan mati.83 Adanya



senyawa



antioksidan



juga



berperan dalam mencegah terjadinyatekanan oksidatif dan kerusakan jaringan dan dalam mencegah peningkatan produksi proinflamatory sitokin, yang merupakan hasil pengaktifan dari respons pertahanan tubuh.84 Aktivitas antiinflamasi oleh flavonoid yaitu penghambatan COX (Siklooksigenase) Siklooksigenase dan



atau



lipoooksigenase



dan



siklooksigenase.



lipoksigenase memainkan peran penting sebagai



mediator inflamasi. Mereka terlibat dalam pelepasan asam arakidonat, yang merupakan titik awal untuk respon inflamasi. Senyawa fenolik dalam flavonoid menunjukkan mampu menghambat jalur siklooksigenase dan 5 - lipoksigenase. Mekanisme flavonoid dalam menghambat terjadinya radang yaitu menghambat asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari endothelial sehingga menghambat proliferasi dan eksudasi dari proses radang. Terhambatnya pelepasan asam arakhidonat dari sel inflamasi akan menyebabkan kurang tersedianya subtract arakhidonat bagi jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase. Mekanisme kerja antiinflamasi flavonoid melalui penghambatan pelepasan sitokin



proinflamasi.



Flavonoid yang jugam merupakan pencetus terjadinya aktivasi sistem



58



imun. Penghambatan dijalur lipooksigenase adalah pintu gerbang pertama pada jalur yang menuju hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan. Flavonoid yang dalam hal ini mampu menghambat enzim lipooksigenase dapat menyebabkan pada sintesis



mediator radang sehingga



untuk



penghambatan



mengurangi inflamasi karena



senyawa flavonoid sirih merah dapat menghambat jumlah leukosit di bagian inflamasi.85 Tanin



adalah



salah



satu senyawa



aktif



metabolit dengan



struktur komponen zat organik yang beragam sekali, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut. Tanin dapat berperan sebagai scavenger radikal bebas dapat menghambat produksi radikal bebas O2- dan mengubahnya menjadi produk stabil sehingga dapat pembentukan



berfungsi edema



sebagai



pada



antioksidan



proses



dan menghambat



inflamasi. Tanin



bersifat



kompetitif dengan enzim glikosilfransferase, bereaksi pada membran sel dan inaktivasi pada enzim. Selain itu tanin juga bersifat menginaktivasi fungsi materi genetik. Kesinergisan dari senyawa ini mampu menjadi sebuah formula untuk antimikroba dan antijamur yang berikatan sangat kuat dan dapat menghambat pertumbuhan agalactiae yang



beberapa



jenis bakteri Staphylococcus



mana merupakan bakteri gram positif pada ibu



postpartum karena adanya pelepasan plasenta dan luka perineum serta penyebab infeksi.86



59



E. Hydrogel 1. Pengertian Hydrogel adalah modern dressing yang dapat membantu tubuh melepaskan jaringan mati atau nekrotik secara



alami



autolysis



debridemen berbahan dasar gliserin atau air yang dapat memberikan kelembapan



yang



dapat



menyerap



eksudat. Hydrogel terbuat dari



carboxymethyl cellulose polymer propyleneglycol. Hydrogel



berfungsi



menciptakan lingkungan atau suasana lembab pada luka selain itu mampu melunakkan atau menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat.87 Balutan Ini mengandung air dalam sel yang tersusun dari struktur polimer yang berisi air dan berguna untuk menurunkan suhu hingga 5⁰ Celsius kelembaban dipertahankan pada area luka untuk memfasilitasi proses autolisis dan mengangkat jaringan yang telah rusak indikasi penggunaan dari hydrogel dressing ini adalah menjaga kandungan air pada luka kering kelembutan dan sebagai pelembab serta mengangkat jaringan



nekrotik



keuntungan



yang



lain



adalah



bisa dipakai



bersamaan dengan antibacterial topikal balutan ini bisa digunakan pada berbagai jenis luka seperti luka ulkus dekubitus, luka dengan kedalaman sedang sampai dalam dan ulkus vaskuler. 2. Cara Perawatan Luka Dengan Modern Dresing Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah menggunakan prinsip moisturebalance, yang lebih efektif di bandingkan dengan balutan konvensional. Perawatan luka ini menggunakan prinsip



60



moisture balance yang di kenal sebagai modern dressing. Perawatan luka modern harus tetap memperhatikan tiga tahap yaitu mencuci luka, membuang jaringan mati, dan memilih balutan. Mencuci bertujuan



menurunkan



lama, debridemen



jumlah



jaringan



bakteri



dan membersihkan



luka



balutan



nekrotik atau membuang jaringan dan



selmati dari permukaan luka. Perawatan luka konvensional harus sering mengganti balutan sedangkan perawatan luka



modern



memiliki



prinsip menjaga kelembapan luka dengan menggunakan bahan seperti hydrogel. Hydrogel berfungsi menciptakan lembab, melunakkan



lingkungan



luka



tetap



serta menghancurkan jaringan nekrotik tanpa



merusak jaringan sehat. Yang kemudian diserap ke dalam struktur gel dan terbuang alami. Balutan diaplikasikan selama tiga sampai lima hari sehingga tidak sering menimbulkan trauma dan nyeri pada pergantian balutan.88 3. Jenis – Jenis Modern Dressing Ca Alginatyang kadar Ca nyadapat



membantu



menghentikan



perdarahan, Hydroselosa yang mampu menyerap caira hingga 2 kali lebih banyak dibandingkan dengan ca alginate. Selanjutnya hidrokoloid yang mampu melindungi dari kontaminasi air dan bakteri dan dapat di gunakan untuk balutan primer dan sekunder. Untuk luka yang banyak eksudatnya di pilih bahan balutan yang menyerap cairan seperti foam, sedangkan pada luka yang mulai tumbuh granulasi di beri gel untuk membuat Suasana lembab yang akan membantu proses penyembuhan luka.



61



4. Penyembuhan Luka Dengan Modern Dressing Balutan luka telah mengalami perkembangan sangat pesat teori yang mendasari perawatanluka dengan suasana lembab antara lain.89 a. Mempecepat fibrinolosis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat di hilangkan lebih cepat oleh neurotrofil dan sel endotel dalam suasana lembab. b. Mempercepat Angiogenesis. Keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang pembentukan pembuluh darah yang lebih cepat. c. Menurunkan resiko infeksi. Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika di bandingkan dengan perawatan kering d. Mempercepat pembentukan growth factor berperan dalam proses penyembuhan luka untuk membentuk



straktum



korneum



dan



angiogenesis. e. Mempercepat pembentukan sel aktif pada keadaan lembab, infasi neurotrofil yang di ikuti oleh magrofag, monosit, dan limposit, ke daerah luka berlangsung lebih lama. F. Proses Pembuatan Hydrogel Ekstrak Daun Sirih Merah Instrumen yang digunakakan pada tahap uji laboratorium dilakukan di laboratorium. Instrumen alat yang dibutuhkan dalam proses pembuatan hydrogel adalah timbangan analitik, hot plate, stirrer, cawan petri (pyrex), oven, mesin pembeku (freezer refrigerator), freezer dryer. Prosedur pembuatan hydrogel ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) adalah sebagai berikut:



62



1. Bahan : a. Daun sirih merah segar b. Etanol 96% c. Carphobol 940 d. Trietanolamin (TEA) e. CMC Na f. Na Benzoate g. Gliserin 2. Alat : a. Timbangan analitik b. Hot plate c. Stirrer d. Cawan petri (pyrex) e. Oven f. pH meter g. Autoclave 3. Prosedur Pembuatan : a. Proses pengeringan daun sirih merah menggunakan oven dan digiling menjadi serbuk daun sirih merah untuk diekstraksi menggunakan larutan etanol 96%. Kemudian dimaserasi selama 3 hari dan diuapkan untuk memisahkan larutan etanol di dalam ekstrak daun sirih merah. b. Prosedur pembuatan sediaan hydrogel dilakukan dengan pencampuran 2 formula. Campuran I diawali dengan pencampuran Carphobol 940 dengan Trietanolamin hingga homogen dan mengembang. Setelah



63



mengembang dicampur dan diaduk dengan Gliserin hingga homogen. Campuran II terdiri dari CMC Na yang dikembangkan dengan air panas dan dicampur dengan Na Benzoate hingga homogen. Campuran I dan II diaduk dengan menggunakan stirrer sampai terbentuk massa gel. c. Basis hydrogel dicampur dengan ekstrak daun sirih merah hingga homogen dan dilakukan uji karakteristik fisik hydrogel. d. Sediaan hydrogel yang sudah siap kemudian dilakukan evaluasi uji karakteristik fisik, uji kadar pH, uji kemampuan proteksi, uji kemampuan daya lekat dan daya sebar, uji homogenitas dan uji viskositas. e. Uji karakteristik fisik untuk mengetahui perubahan bentuk, warna, dan bau dari sediaan hydrogel secara visual. Kemudian dilakukan uji pH. f. Uji kemampuan daya lekat dilakukan untuk mengetahui sediaan yang dihasilkan memiliki kemampuan melekat pada kulit. Pengujian menggunakan rheoviskometer dilakukan sebanyak 3 kali replikasi untuk meminimalisir kesalahan. g. Uji kemampuan daya sebar menggunakan alat extensiometer dengan nilai normal 50 – 70 mm. diharapkan hydrogel daun sirih merah dapat menyebar dengan mudah tanpa tekanan yang berarti sehingga mudah dioleskan dan tidak menimbulkan rasa sakit saat dioleskan. h. Pada dasarnya hydrogel dioleskan pada luka terbuka, maka sediaan hydrogel disterilkan menggunakan autoklaf. Setelah dilakukan uji



64



sediaan hydrogel ekstrak daun sirih merah, dilakukan pengemasan dalam gel pump berisi masing – masing 20 gram.



65



DAFTAR PUSTAKA



1.



Rostika T, Choirunissa R, Rifiana AJ. Pemberian Penggunaan Air Rebusan Daun Sirih Merah Terhadap Waktu Penyembuhan Luka Perineum Derajat I Dan II Di Klinik Aster Kabupaten Karawang. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2020;12(2):196–204. Doi:10.37012/Jik.V12i2.269



2.



Yuningsih N, M DK. Effectiveness Of Miana Leaves Extract ( Coleus Scuttellarioides Lamiaceae Benth ) On Perineal Rupture Wound Healing In Postpartum Mother. SSRG International Journal Nurse Health Science Vol 4Ed3,1-4, Sep-Des 2018 ISSN 2454 – 7484 /Doi1014445/24547484/IJNHS-V4I3P101. 2018;4(3):1–4. Doi:10.14445/24547484/IJNHS-V4I3P101



3.



Purwaningsih AA, Setyowati H, Rahayu E, Wijayanti K. Effectiveness Of Warm Compress And Cold Compress To Reduce Laceration Perineum Pain On Primiparous At Candimulyo Magelang 2015. International Journal Medical Science. 2015;3(1):24– 29. Doi: http://dx.doi.org/10.18203/2320-6012.ijrms20151516



4.



Cromwell DA, Edozien LC, Mahmood TA, Adams EJ, Richmond DH. Third- And Fourth-Degree Perineal Tears Among Primiparous Women In England Between 2000 And 2012 : Time Trends And Risk Factors. BJOG International Journal of Obstetric and Gynaecology.120,1516–1525. Published Online 2013:1516–1525. Doi:10.1111/1471-0528.12363



5.



Karjatin A. Keperawatan Maternitas. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan; 2016.



6.



Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018. In: ; 2018. Http:// Dinkesjatengprov.Go.Id/ V2018/ Dokumen/ Profil_2018/ Mobile/Index.Html



7.



Supadmi K, Farich A, Putri RD, Lathifah NS. Abstract The Effectiveness Of Betel Leave Soaking To Perineum Wound Recovery. MJ (Midwifery Journal). 2021;1(3):107–114. Doi:10.26699/jnk.v2i3.ART.p227-231



8.



Karimah N, Khafidhoh N, Hardjanti TS. Daun Sirih Merah Ampuh Menyembuhkan Luka Perineum Pada Ibu Nifas. Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang; 2020.



9.



Kurniawan F, Jingsung J, Baeda AG, Anam A, Siagian HJ. The Risk Factor Of Pregnant Gymnam On The Incidence Of Ruptur Perineum In Aliyah Hospital Kendari. Jurnal Kebidanan. 2020;10(2):138–142. Doi:10.31983/Jkb.V10i2.6326



10.



Siagian NA, Wahyuni ES, Ariani P, Manalu AB. Pengaruh Pemberian Rebusan Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) Terhadap Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Postpartum Di Desa Tanjung Jati Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat. Jurnal Kesehatan Komunitas. 2021;6(3):255–259. Doi:10.25311/Keskom.Vol6.Iss3.599



11.



Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB. EGC; 2012. 66



12.



Eghdampour F, Jahdie F, Kheyrkhah M, Taghizadeh M. The Impact Of Aloe Vera And Calendula On Perineal Healing After Episiotomy In Primiparous Women : A Randomized Clinical Trial. Journal Caring Science. 2013;2(4):279–286. Doi:10.5681/Jcs.2013.033



13.



Brann E, Edvinsson Å, Punga AR, & IS-P, Skalkidou A. Inflammatory And AntiInflammatory Markers In Plasma : From Late Pregnancy To Early Postpartum. Science Reproduction. Published Online 2019:1–10. Doi:10.1038/S41598-018-38304-W



14.



Ari Kurniarum AK. Keefektifan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas Menggunakan Daun Sirih. Jurnal Terpadu Ilmu Keperawatan. 2015;4(2):163. Doi: http://dx.doi.org/10.21109/kesmas.v8i1.340 Pitri W. Pengaruh Hydrogel Centella Asiatica Untuk Penyembuhan Luka Insisi. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2017;Vol.1 No.02. DOI: https://doi.org/10.35508/cmj.v8i1.2654



15.



16.



Sukmarni S. Penerapan Pendidikan Kesehatan Perawatan Luka Perineum Pada Ibu Post Partum Dengan Pemenuhan Kebutuhan Belajar Di Puskesmas Godean.; 2018.



17.



Yusita I, Effendi J, Pragholapati A. Pengaruh Pelvic Floor Muscle Training Terhadap Fungsi Defekasi Pada Ibu Postpartum Spontan.: Effect Of Pelvic Floor Muscle Training On Defecation Function In Spontaneous Postpartum Mothers. Bali Medical Journal. 2020;7(1):86–92. Doi:10.36376/Bmj.V7i1.125



18.



Gong Y, Li HX, Guo RH, Et Al. Anti-Allergic Inflammatory Components From The Leaves Of Piper Crocatum Ruiz & Pav. Biology Pharmacon Bull. 2021;44(2):245– 250. Doi:10.1248/Bpb.B20-00726



19.



Lubis RR, Marlisa, Wahyuni DD. Antibacterial Activity Of Betle Leaf (Piper Betle L.) Extract On Inhibiting Staphylococcus Aureus In Conjunctivitis Patient. Am J Clin Exp Immunol. 2020;9(1):1–5. Http://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/32211224%0Ahttp://Www.Pubmedcentral.N ih.Gov/Articlerender.Fcgi?Artid=PMC7076289. PMCID: PMC7076289. PMID: 32211224. www.ajcei.us /ISSN:2164-7712/AJCEI0105529



20.



Ulviani F, Yusriadi Y, Khaerati K. Pengaruh Gel Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Pada Kelinci (Oryctolagus Cuniculus). Journal Farm Galen (Galenika Journal Pharmacy). 2016;2(2):103–110. Doi:10.22487/J24428744.2016.V2.I2.5977



21.



Faridah H. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Tingkatan Anemia Pada Ibu Hamil Anemia Di Puskesmas Sentolo II Kulon Progo. Skripsi. Published Online 2015. Http://Digilib.Unisayogya.Ac.Id/209/1/Faridah Husnawati Naskah Publikasi.Pdf



22.



Prasetyo BF, Wientarsih I, Priosoeryanto BP. Ambon Dalam Proses Penyembuhan Luka Pada Mencit. Journal Veteriner. 2010;11(2):70–73. Doi.org/10.30656/jak.v9i2.7864



23.



Ginting CN, Lister INE, Girsang E, Et Al. Hepatotoxicity Prevention In Acetaminophen-Induced Hepg2 Cells By Red Betel (Piper Crocatum Ruiz And Pav) 67



Extract From Indonesia Via Antioxidant, Anti-Inflammatory, And Anti-Necrotic. Heliyon Journal. 2021;7(1):E05620. Doi:10.1016/J.Heliyon.2020.E05620 24.



Januarti IB, Wijayanti R, Wahyuningsih S, Nisa Z. Potensi Ekstrak Terpurifikasi Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz &Pav) Sebagai Antioksidan Dan Antibakteri. JPSCR Journal Pharmachy Science Clinic Res. 2019;4(2):60. Doi:10.20961/Jpscr.V4i2.27206



25.



Reveny J. Daya Antimikroba Ekstrak Dan Fraksi Daun Sirih Merah ( Piper Betle Linn .) Antimicrobial Activity Of The Extract And Fraction Of Red Betel Leaf ( Piper Betle Linn .). Jurnal Ilmu Dasar. 2011;12:6–12. Doi: https://doi.org/10.15575/ak.v8i2.14003



26.



Vini Anggraini, Masfufatun Masfufatun Ekstrak Dan, Alpukat B, Anggraini V, Masfufatun M. Efektivitas Kombinasi Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) Dan Ekstrak Biji Alpukat (Persea Americana) Dalam Menghambat Pertumbuhan Candida Albicans. Jurnal Kimia. 2017;2(2):86–92. Doi. https://doi.org/10.20473/jkr.v2i2.6196



27.



Handayani E, Pujiastuti W. Asuhan Holistik Masa Nifas Dan Menyusui. Trans Medika; 2016.



28.



Asih Y, Risneni. Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui. I. Trans Info Media; 2016.



29.



Rika A. Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Nifas Normal. CV Budi Utami; 2015.



30.



Margareth Zds I. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Nuha Medika; 2013.



31.



Manuaba I. A. C. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan KB Untuk Pendidikan Bidan. EGC; 2010.



32.



Cunningham GF Et Al. Williams Obstetrics 25Th Edition. Mc Graw Hill Education. United States Copyright Act Of 1976; 2018. Doi:10.1017/CBO9781107415324.004



33.



Dudley L, Kettle C, Ismail K. Prevalence, Pathophysiology And Current Management Of Dehisced Perineal Wounds Following Childbirth. Journal Midwifery. 2013;21(3):160–171. Doi:10.12968/Bjom.2013.21.3.160



34.



Kordestani SS. Atlas Of Wound Healing A Tissue Regeneration Approach. Elsevier; 2019.



35.



Suryanto. Modul Patologi 3 Radang Dan Mekanisme Proses Infeksi, Proses Penyembuhan Luka, Neoplasma, Dan Proses Penuaan (Aging). Kemenkes RI; 2015.



36.



Simkin P Et Al. Pregnancy Childbirth And The Newborn The Complete Guide. Meadowbrook Press; 2016.



37.



Rohmin Anur, Octariani Baity, Jania M. Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Lama Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Post Partum (Risk Factor Affecting The Period Of Perineal Wound Healing In Postpartum Mothers). Jurnal Ilmu Kesehatan. 2017;8(3):449–454. Doi:http://dx.doi.org/10.26630/jk.v8i3.660 68



38.



Nurani I, Keintjem F, Losu FN. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Sectio Caesaria. Journal Economy Bussiness Account. 2018;21(10):1–9. Doi:10.14414/Jebav.V21i10.1122



39.



Morison MJ. Manajemen Luka. EGC Jakarta; 2015.



40.



Rahmawati E, Triatmaja Nt. Correlation Of Nutrition In Postpartum Women With Perineal Wound Healing. Jurnal Wiyata. Published Online 2015:19–24. doi.org/10.2991/ahsr.k.210115.098



41.



Marmi. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas Puerpurium Care. Pustaka Pelajar; 2014.



42.



Arisanty IP. Manajemen Perawatan Luka: Konsep Dasar. EGC; 2013.



43.



Mindasari Y, Yulifah R, Catur R. Hubungan Stress Ibu Pre-Operasi Seksio Sesarea Terhadap Penyembuhan Luka Operasi Sesarea Di Ruang Nifas Rumah Sakit Ben Mari Malang. Nurs News (Meriden). 2017;2(2):71–79. Https://Publikasi.Unitri.Ac.Id/Index.Php/Fikes/Article/View/459/377. Doi: Doi.org/10.209656/jak.v9i2.5654



44.



Tulas V, Kundre R, Bataha Y. Hubungan Perawatan Luka Perineum Dengan Perilaku Personal Hygiene Ibu Post Partum. Jurnal Keperawatan UNSRAT. 2017;5(1):1–2. Doi:10.37402/jurbidhip.vol7.iss2.92



45.



Hariyanto T, Herawati H, Wahyuningsri. Hubungan Antara Konsumsi Rokok Dengan Lama Proses Penyembuhan Luka Operasi Elektif Steril Fase Inflamasi Di Instalasi Rawat Inap II Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang. Jurnal Keperawatan. 2015;6(Nomor 1 Versi):57–62. Doi.org/10.30767/jak.v9i2.8532



46.



Kartika U. Luka Sulit Sembuh Pada Peminum Alkohol Berat. In: Kompas. Com; 2014. Https:// Lifestyle.Kompas.Com/ Read/2014/04/14/1003495/ Luka. Sulit. Sembuh. Pada. Peminum. Alkohol.Berat



47.



Nopi H, Febe. Perbedaan Lama Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas Dengan Dan Tanpa Lidokain 1 % Dilihat Dari Pola Makan Di RSUD Tebet Dan Rb T ’’ Jakarta Utara. Jurnal Ilmu Kesehatan Dan Kebidanan. 2019;8(2):1–13. File:///C:/Users/Hp/Downloads/82-Article Text-72-1-10-20200113.Pdf. https://doi.org/10.36089/job.v11i2



48.



Haryanto H, Arisandi D, Suriadi S, Et Al. Relationship Between Maceration And Wound Healing On Diabetic Foot Ulcers In Indonesia: A Prospective Study. International Wound Journal. 2017;14(3):516–522. Doi:10.1111/Iwj.12638



49.



White RJ, Cutting KF. Interventions To Avoid Maceration Of The Skin And Wound Bed. Journal Nurse Health. 2003;12(20):1186–1201. Doi:10.12968/Bjon.2003.12.20.11841



50.



Trisnawati. Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyembuhan Luka Jahitan Perineum Pada Ibu Nifas Di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta (Factors Associated 69



With Perineal Wounds 31Healing Among Postpartum Mothers In Mergangsan Community Health Center Yogyakarta). STIKKES Aisyiyah Yogyakarta Repository; 2015. 51.



Health W. Managing Complications In Pregnancy And Childbirth.; 2017.



52.



Runjati. Asuhan Kebidanan Komunitas. EGC Jakarta; 2013.



53.



Manuaba I. A. C. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan KB Untuk Pendidikan Bidan. EGC; 2012.



54.



RSUD Adjidarmo. Standar Perawatan Luka Perineum Heacting.; 2016.



55.



Sarwono P. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka; 2010. Doi:Doi:10.1016/S09694765(04)00066-9



56.



Bertram G. Katzung. Farmakologi Dasar Dan Klinik. EGC; 2012.



57.



IBI Pusat. Buku Acuan Midwifery Update. IBI Pusat; 2016.



58.



Hill PD. Psychometric Properties Of The REEDA. Journal Nurse Midwifery. 1990;35(3):162–165. Doi:10.1016/0091-2182(90)90166-3



59.



Maulina L, Sugihartini N. Formulasi Gel Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis ( Garcinia Mangostana L .) Dengan Variasi Gelling Agent Sebagai Sediaan Luka Bakar Formulation Gel Ethanolic Extract Of Pericarp Mangosteen ( Garcinia Mangostana L .) With Variation Of Gelling Agent As Wound. Pharmaҫiana Journal. 2015;5:43–52. Doi:10.12928/pharmaciana.v5i1.2285



60.



Macdonald C. Obstetri William. Egc; 2010.



61.



Salasa Am, Sapitri Dn, Lestari Tr, Asyirah An, Farmasi J, Kemenkes P. Aktivitas Antibakteri Rebusan Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.)Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus Aureus Dan Salmonella Thypi. Media Farm. 2018;Vol. XIV.:93–96. https://doi.org/10.32382/mf.v14i1.79



62.



Van Hoover C. Maye’s Midwifery. A Textbook For Midwives. International: Midwifery Women Heal.; 2010.



63.



Tong SYC, Davis JS, Eichenberger E, Holland TL, Fowler VG. Staphylococcus Aureus Infections: Epidemiology, Pathophysiology, Clinical Manifestations, And Management. Clinical Microbiology. 2015;28(3):603–661. Doi:10.1128/CMR.0013414



64.



Lud MKD. Mikrobiologi Umum. 5 Th Ed. MM PRESS; 2016.



65.



Jang J, Hur H, Sadowsky MJ, Byappanahalli MN, Yan T, Ishii S. Environmental Escherichia Coli : Ecology And Public Health Implications — A Review. Journal Application Microbiology. Published Online 2017. Doi:10.1111/Jam.13468



70



66.



Hashimoto S, Shime N. Evaluation Of Semi-Quantitative Scoring Of Gram Staining Or Semi-Quantitative Culture For The Diagnosis Of Ventilator-Associated Pneumonia: A Retrospective Comparison With Quantitative Culture. Journal Intensive Care. 2013;1(1):1–5. Doi:10.1186/2052-04921-2



67.



Thairu Y, Usman Y, Nasir I. Laboratory Perspective Of Gram Staining And Its Significance In Investigations Of Infectious Diseases. Sub-Saharan African J Med. 2014;1(4):168. Doi:10.4103/2384-5147.144725



68.



Mpila D., Fatimawali, Wiyono WI. Uji Aktivitas Antibakteri Daun Mayana (Coleus Atropurpureus [L] Benth) Terhadap Staphylococcus Aureus, Escherichia Coli Dan Pseudomonas Aeruginosa Secara In-Vitro. Pharmacon Journal. Published Online 2012:13. Doi: 10.35790/ebm.4.1.2016.10860



69.



Emelda E. Formulasi Dan Uji Sifat Fisik Sediaan Gel Tunggal Dan Kombinasi Ekstrak Etanolik Daun Sirih Merah (Pipper Crocatum) Dan Minyak Kayu Manis (Cinnamon Oil). Inpharnmed Journal (Indonesian Pharmacon National Medicine Journal).2020;4(2):43. Doi:10.21927/Inpharnmed.V4i2.1405



70.



Mardiana L. Daun Ajaib Tumpas Penyakit Kanker, Diabetes, Ginjal, Hepatitis, Kolesterol, Dan Jantung. (Swadaya E By N, Ed.).; 2012.



71.



Damarini S. The Effectiveness Of Red Betel In Healing Perineal Wound In Independent. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2013;8(03):39–44. Doi:10.37287/jppp.v2i4.187



72.



Sudewo B. Basmi Penyakit Dengan Sirih Merah: Sirih Merah Pembasmi Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka; 2010.



73.



Suhermanto, Safithri M, Falah S. Profil Flavonoid, Tanin, Dan Alkaloid Dari Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) (Flavonoid, Tannin, And Alkaloid Profiles Of Red Betel Leaf Extract (Piper Crocatum). Bogor Agricultural Institute Repository; 2013. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/67183



74.



Mardiana. Daun Ajaib Tumpas Penyakit Kanker, Diabetes, Ginjal, Hepatitis, Kolesterol, Dan Jantung. (Swadayana N, Ed.).; 2012.



75.



Wardani E, Rachmania RA. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Dan Ekstrak Etil Asetat Daun Sirih Merah (Piper Cf. Fragile. Benth ) Terhadap Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus. Jurnal Media Farmasi. 2017;Vol .14 No:43–60. Doi:10.12928/mf.v14i1.9825



76.



Candrasari A, Romas MA, Hasbi M, Astuti OR. Uji Daya Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah ( Piper Crocatum Ruiz & Pav .) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus Aureus ATCC 6538 , Eschericia Coli ATCC 11229 Dan Candida Albicans ATCC 10231 Secara In Vitro. Jurnal Biomedika. 2012;4(1):9–16. Doi:10.23917/biomedika.v4i1.258



77.



Noor Fithriyah;, Syamsul A, Santi E. Lumatan Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) Terhadap Lama Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Pada Kulit Kelinci (Cavia 71



Cobaya). Dk Vol01/No01/Maret/2013. 2013;01(01):24–31. Jurnal Veteriner. DOI: http://dx.doi.org/10.20527/dk.v1i1.1650 78.



Santoso B, Hadisaputro S, Hanifa D, Supriyana. Purple Yam Extract (Dioscorea Alata L.) As Adjuvant Antihipertension Medicine For Postpartum Hipertension. Strada Jurnal Ilmu Kesehatan. 2020;9(2):443–449. Doi:10.30994/Sjik.V9i2.363



79.



Purnama R, Putri WAE. Potensi Ekstrak Rumput Laut Halimeda Renchii Dan Euchema Cottonii Sebagai Antibakteri Vibrio Sp. Maspari Journal. 2011;2(1):82–88. Doi.org/10.30656/jak.v9i2.8563



80.



Rizkie Aulia Amini. Potensi Ekstrak Simplisia Daun Sirih Merah Terhadap Peningkatan Efektivitas Penggunaan Antibiotik Pada Ibu Postpartum (Study Experiment Proses Penyembuhan Luka Perineum Dan Kadar TNF Alfa). Published Online 2020. Http://Repository.PoltekkesSmg.Ac.Id/Index.Php?P=Show_Detail&Id=21556&Keywords=Ekstrak+Daun+Sirih+ Merah+Terhadap+Luka



81.



Fakhruddin, Pertiwi YR, Purniawati R. Pengaruh Pemberian Sediaan Emulgel Kitosan - Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav) Dan Emulgel KitosanEkstrak Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis) Untuk Penyembuhan Luka Bakar Pada Kelinci. Jurnal Borneo Cendekia. 2019;3(2):175–186. Doi.org/10.307635/jak.v9i2.7856



82.



R FJ, M DAC, Nirwani B. Manfaat Sirih Merah (Piper Crocatum) Sebagai Agen Antibakterial Terhadap Bakteri Gram Positif Dan Gram Negatif JKKI – Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Indonesia. Published Online 2010. DOI:10.20885/JKKI.Vol1.Iss1.art3



83.



Dharmayudha A, Anthara M, Wiranata I, Sudimartini L. Efektifitas Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) Terhadap Peningkatan Berat Badan Tikus Putih (Rattus Novergicus) Jantan Kondisi Diabetes Yang Di Induksi Aloksan. Veteriner Udayana. 2014;6(2). DOI: https://doi.org/10.22435/vk.v13i1.4353



84.



Krithiga N, Jayachitra A, Rajalakshmi A, Gopal P. Study On Antioxidant And Antimicrobial Activities Of The Selected Medicinal Plants. Int Journal Ethnobiol Ethnomedicine. 2014;(January):1–12. DOI: 10.12691/aees-9-10-7



85.



Ramadhan S, Iswari RS, Marianti A. Efektivitas Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Kadar Glutation Peroksidase Dan Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan Hiperglikemik. Journal Biology. 2019;8(1):86–94. Doi:10.15294/Lifesci.V8i1.29994



86.



Alfarabi M, Bintang M, Suryani, Safithri Mega. The Comparative Ability Of Antioxidant Activity Of Piper Crocatum In Inhibiting Fatty Acid Oxidation And Free Radical Scavenging. Hayati Journal Bioscience. 2010;17(4):201–204. Doi:10.4308/Hjb.17.4.201



87.



Kamal, Sodiq. Implementasi Perawatan Luka Modern Di Rs Harapan Magelang. Prosiding Seminar Nasional & Internasiona; 2015. 72



88.



White, Wendy, Asimus M. Assessment And Management Of Nonviable Tissue: Wound Management For The Advanced Practitioner. IP Communications; 2014.



89.



Kartika RW. Perawatan Luka Kronis Dengan Modern Dressing.; 2015.



90.



Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Ke. PT Rineka Cipta; 2018.



73