Modul Praktikum Kesetimbangan Kimia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENUNTUN PRAKTIKUM KESETIMBANGAN KIMIA



Oleh: Tim Kimia Fisik



LABORATORIUM KIMIA FISIKA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2019



PRAKATA



Kimia merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam yang teoriteorinya didasarkan atas percobaan. Praktikum ini merupakan pengantar dalam mengembangkan segi eksperimental dari prinsip kimia yang telah diperoleh dalam perkuliahan kesetimbangan kimia dan kinetika kimia khususnya yang merupakan bagian dari ilmu di kelompok kimia fisik. Hal ini juga memberikan keterampilan dasar penggunaan alat-alat untuk mendapatkan hasil kuantitatif dalam percobaan kimia. Setiap percobaan didasarkan atas teori yang diperoleh dalam perkuliahan, dan pengembangan serta cara perhitungan serta menginterpretasikan data hasil pengamatan. Setiap mata praktikum akan memberikan gambaran tentang dasar teori yang melandasi percobaan. Mahasiswa diharapkan dapat lebih menghayati pelaksanaan praktikum dan tidak hanya sebagai ahli mencampurkan bahan-bahan kimia saja tanpa mengetahui maksud dan tujuan perlakuan tersebut. Matakuliah Kesetimbangan Kimia merupakan matakuliah yang disertai dengan praktikum. Praktikum kesetimbangan kimia adalah praktikum yang ada di laboratorium kimia fisik pada semester genap. Materi praktikum kesetimbangan kimia ini meliputi materi dalam silabus kesetimbangan kimia dan juga silabus kinetika yang masih berhubungan dengan hal proses kesetimbangan. Buku Penuntun Praktikum Kesetimbangan Kimia terwujud atas kerjasama seluruh staf bidang ilmu Kimia Fisika Jurusan Kimia FMIPA Universitas Jember yang diketuai oleh Bapak Tri Mulyono, SSi., MSi. Kepada seluruh mahasiswa yang menggunakan buku ini, penulis sampaikan selamat bekerja dan semoga keberhasilan dan kesuksesan dapat diraih.



Jember, Maret 2019 Tim Kimia Fisik



2



DAFTAR ISI



Halaman Judul .............................................................................................................



1



Kata Pengantar ..............................................................................................



2



Daftar Isi .......................................................................................................



3



Tata tertib Kerja ...........................................................................................



4



I.



Penentuan Massa Molar dengan Penentuan Titik Beku Larutan ...............



6



II. Kesetimbangan Uap-Cair pada Sistem Biner ...........................................



11



III. Volume Molal Parsial .............................................................................



14



IV. Kinetika Safonifikasi Etil Asetat .............................................................



17



V. Analisis dan Penentuan Konstanta Dissosiasi Asam Dengan Titrasi pH yang Dikontrol dengan Komputer .........................................................



20



VI. Daya Hantar Listrik ................................................................................



23



3



TATA TERTIB KERJA di LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS JEMBER



1.



Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum diharuskan menunjukkan surat keterangan dokter apabila sakit atau ijin resmi kegiatan universitas maksimal sehari sehari setelah praktikum.



2.



Praktikan harus hadir tepat waktu yang telah ditentukan. Apabila terlambat lebih dari 10 (sepuluh) menit dari waktu tersebut, maka dia tidak diperkenankan mengikuti praktikum pada hari itu.



3.



Praktikan harus menjaga kebersihan laboratorium, bekerja dengan tertib, tenang, dan teratur. Selama mengikuti praktikum, peserta harus bersikap sopan, baik dalam berpakaian (tidak boleh memakai sandal ataupun kaos oblong), cara berbicara maupun cara bergaul supaya sopan. Apabila peserta tidak sopan dan membuat kegaduhan, mereka dapat dikeluarkan dari laboratorium dan tidak diperkenankan untuk melanjutkan praktikum pada hari itu. Kegiatan praktikum dinyatakan gagal.



4.



Praktikan diwajibkan mengenakan jas lab dan sepatu apabila memasuki laboratorium.



5.



Praktikan dilarang keras untuk makan, minum, bergurau di dalam laboratorium atau pada saat praktikum berlangsung, serta dilarang menggunakan bahan kimia selain untuk praktikum.



6.



Setiap kelompok harus membawa tissue dan lap.



7.



Praktikan dilarang keras keluar dari laboratorium atau menerima tamu tanpa seizin asisten atau pimpinan praktikum.



8.



Saat memasuki atau mengikuti praktikum, Praktikan diwajibkan menyerahkan tiket sesuai dengan perjanjian di awal dan sudah lulus pretes.



9.



Praktikan diwajibkan memeriksa seluruh alat sebelum atau setelah praktikum.



10.



Penggantian kerusakan alat gelas, merupakan tanggungjawab kelompok. Penggantiannya harus disertai dengan bukti pembelian dari toko disertai bukti penerimaan oleh teknisi atas sepengetahuan pemimpin praktikum dan ka.lab.



11.



Penggantian perangkat dan instrumen apabila terjadi kerusakan ditanggung oleh seluruh kelas. Penggantiannya harus disertai dengan bukti pembelian dari toko disertai bukti penerimaan oleh teknisi atas sepengetahuan pemimpin praktikum dan ketua laboratorium



12.



Ujian Praktikum meliputi ujian harian yang berupa pre test atau post tes, ujian tengah semester, ujian akhir ataupun interview dalam laboratorium.



13.



Laporan dan jurnal dibuat dalam kertas berukuran A4 ditulis dengan ketentuan margin kertas 2,5 (atas), 3 (kiri), 2,5 (kanan), dan 2,5 cm (bawah).



4



untuk



14.



Format laporan meliputi: halaman judul (cover), pendahuluan (latar belakang dan tujuan), Tinjauan pustaka (MSDS bahan kimia yang digunakan serta hal lain yang berhubungan dengan materi praktikum), metodologi praktikum (alat, bahan, dan diagram kerja), hasil dan pembahasan (data hasil olahan dan pembahasannya), Penutup (kesimpulan dan saran), daftar pustaka, lampiran (data mentah yg disetujui asisten, perhitungan terperinci, dll).



15.



Penilaian akan meliputi: ujian harian (pre-tes atau post tes), kinerja laboratorium (aktivitas), laporan akhir, dan responsi.



16.



Praktikan yang tidak mengikuti lebih dari dua rmateri praktikum dianggap tidak lulus mata kuliah praktikum apapun alasannya.



Terima kasih atas perhatiannya, semoga praktikum ini dapat bermanfaat bagi anda baik sebagai penambah wawasan khazanah keilmuan maupun pengalaman laboratorium.



5



Percobaan -1



Penentuan Massa Molar dengan Penurunan Titik Beku Tujuan Praktikum ini memiliki beberapa tujuan, yaitu: • Mendapatkan pengetahuan tentang sifat koligatif dari larutan non-elektrolit • Menentukan massa molar zat terlarut dengan metode penurunan titik beku • Mengevaluasi keakuratan metode dengan membandingkan dengan massa molar yang dihitung dari rumus molekul. Teori Ketika larutan terbentuk, titik beku larutan lebih rendah dari titik beku pelarut murni. Besarnya penurunan titik beku ini (Tf) hanya bergantung pada rasio jumlah molekul pelarut dan terlarut (atau ion) dalam larutan, bukan pada identitas kimianya. Ini membuat ΔTf menjadi salah satu sifat koligatif Jika konsentrasi larutan dinyatakan sebagai molalitas, penurunan titik beku mengikuti hubungan proporsionalitas langsung yang sederhana: ΔTf = Kf·m



(1)



Konstanta proporsionalitas, Kf, disebut konstanta titik beku titik molal. Asam laurat (pelarut dalam percobaan ini) memiliki Kf sebesar = 3,9°C kg/mol = 3,9 ° C/m.



Anda akan menentukan titik beku pelarut murni dalam percobaan ini, yaitu asam laurat (CH3(CH2)10COOH). Anda kemudian akan menemukan titik beku larutan asam laurat yang mengandung massa terukur C6H5COOH (asam benzoat) dan menentukan penurunan titik beku. Menggunakan nilai ΔTf eksperimental dan nilai Kf yang dilaporkan dalam persamaan (1) akan memungkinkan Anda untuk menemukan jumlah (dalam mol) asam benzoat dalam larutan Anda. Nilai ini, bersama dengan massa asam benzoat yang diketahui, mengarah pada penentuan massa molar. Alat yang digunakan 1. Sensor temperatur 2. Interface Go!link 3. Komputer 4. Tabung Reaksi + sumbat



1 buah 1 buah 1 buah 4 buah 6



5. Water batch 6. Pengaduk Bahan yang digunakan 1. As Benzoat 2. As. Laurat PROSEDUR: Bagian I – Titik beku asam laurat murni 1. Siapkan dua water batch (water batch yang satu pada suhu sekitar 80° C dan yang lainnya pada suhu kamar) menggunakan gelas kimia 400 mL yang diisi hingga sekitar 300 mL. Dapatkan sampel asam laurat murni dalam tabung reaksi tertutup. Lepaskan sumbat dengan hati-hati dan kemudian jepit tabung ini dalam bak air panas untuk melelehkan asam laurat padat. (gambar 1) 2. Setelah asam laurat mencair sepenuhnya, masukkan termometer atau probe suhu ke dalam asam laurat cair panas. Tunggu pembacaan suhu untuk mencapai nilai stabil di atas 50°C.



Gambar. 1 Desain peralatan 3. Lepaskan tabung reaksi / unit termometer dari water batch panas dan jepit dengan menggantung di water batch suhu kamar. Pastikan kadar air di luar tabung reaksi lebih tinggi dari tinggi permukaan asam laurat di dalamnya. 4. Baca dan catat suhu setiap 20 detik selama sepuluh menit. Jika suhu awal di bawah 50°C, mulai lagi. 5. Aduk terus menerus asam laurat selama pendinginan, dengan menggunakan gerakan termometer sedikit ke atas. Saat asam laurat membeku, berhenti mengaduk agar tidak merusak termometer atau tabung reaksi. 6. Lelehkan kembali sampel asam laurat dalam air panas untuk membebaskan termometer. Dengan hati-hati bersihkan cairan berlebih dari probe dengan tisu, pasang kembali tabung reaksi asam laurat, dan kembalikan ke rak. 7. Siapkan grafik suhu asam laurat murni vs waktu. Jenis grafik ini disebut kurva pendinginan. Titik beku asam laurat harus jelas dari grafik. Periksa hasil Anda. 7



Bagian II-Titik beku larutan asam laurat asam benzoat 8. Isilah tabung reaksi yang berisi campuran asam benzoat dalam asam laurat (0,75 g asam Benzoat/ 8 g asam Laurat) A dan selanjutnya tutuplah. Catat massa asam benzoat dan asam laurat persis seperti pada prosedur atau yang disarankan oleh Asisten. 9. Ulangi langkah 2-7 untuk membentuk kurva pendinginan campuran ini. Catat suhu di mana kristal padat pertama kali muncul di tabung reaksi. 10. Untuk menentukan suhu titik beku larutan asam laurat - asam benzoat, Anda harus menemukan suhu saat campuran pertama mulai membeku. Ketahuilah bahwa ketika satu komponen membeku dari fase cair, komposisi larutan berubah, yang kemudian menurunkan titik beku dari larutan yang tersisa - proses yang berkelanjutan. ANALISIS DATA: 1. Hitung penurunan titik beku dari larutan asam benzoat / laurat. Ingat bahwa ΔT = T f



f, purni



–T



f, lraruttan



2. Nilai konstanta titik beku titik beku asam laurat ditentukan: 3,9 o C  kg asam laurat Kf  mol solut Gunakan fakta ini dan hubungan ΔTf = Kf · m (di mana m adalah konsentrasi molal) untuk menghitung konsentrasi molal eksperimental (juga disebut molalitas) dari larutan asam benzoat/laurat Anda dalam satuan mol/kg. 3. Hitung jumlah (dalam satuan mol) larutan asam benzoat yang ada dalam larutan Anda, menggunakan massa asam laurat yang dicatat dari label campuran dan hasil Anda dari langkah 2 di atas. 4. Hitung nilai percobaan Anda dari massa molar asam benzoat, dengan menggunakan massa asam benzoat yang direkam dari label campuran dan hasil Anda dari langkah 3 di atas. 5. Hitung nilai yang diharapkan dari massa molar asam benzoat dari rumusnya: C6H5COOH. 6. Hitung nilai kesalahan persen untuk membandingkan massa molar eksperimental Anda dengan massa molar asam benzoat yang diharapkan. HASIL PENGAMATAN Tabel Data 1. Asam laurat murni waktu (s) temperatur (°C) waktu (s) 0 220 20 240 40 260 60 280 80 300 100 320 120 340



temperatur (°C) waktu (s) temperatur (°C) 440 460 480 500 520 540 560 8



140 160 180 200



360 380 400 420



580 600 620 640



asam laurat dalam campuran : ................ g



asam benzoat : ....................... g



Tabel Data 2. Campuran asam benzoat / laurat waktu (s) temperatur (°C) waktu (s) temperatur (°C) 0 220 20 240 40 260 60 280 80 300 100 320 120 340 140 360 160 380 180 400 200 420



9



waktu (s) temperatur (°C) 440 460 480 500 520 540 560 580 600 620 640



Percobaan-2 KESETIMBANGAN UAP – CAIR PADA SISTEM BINER Tujuan Percobaan ini mempunyai tujuan, yaitu mempelajari sifat larutan biner dengan membuat diagram temperatur versus komposisi, dengan menentukan indeks biasnya.



Dasar Teori Larutan dikatakan sebagai larutan ideal apabila : 1.



Homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 0 – 1



2.



Tidak ada entalpi percampuran pada waktu komponen – komponen dicampur membentuk larutan (H pencampuran = 0 )



3.



Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan (V pencampuran = 0.



4.



Memenuhi hukum Raoult sbb : P1 = X1 po Dimana ; P1 = Tekanan uap larutan Po = tekanan uap solven murni X1 = mol fraksi larutan Dalam larutan ideal sifat komponen yang satu akan mempengaruhi sifat



komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua komponennya. Contoh, sistem benzena – toulena. Sedangkan larutan non ideal adalah larutan yang tidak memiliki sifat di atas. Larutan ini dibagi dua golongan yaitu : a. Larutan non ideal deviasi positip yang mempunyai volume ekspansi, di mana akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistim campuran itu. Contoh: Sistem Aseton – Karbondisulfida b. Larutan non ideal deviasi negatif yang mempunyai volume kontraksi, di mana akan menghasilkan titik didih minimum pada sistim campuran itu. Contoh: sistem benzena – etanol dan sistem aseton-chloroform.



10



Dalam percobaan ini komposisi larutan merupakan harga mol fraksi larutan untuk membuat diagram T – X maka harga X ditentukan pada tiap –tiap titik didih dengan mengukur indeks biasnya pada beberapa komposisi tertentu dari larutan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat grafik standar komposisi vs indeks bias terlebih dahulu. Komposisi dihitung sbb : Misalnya mencampurkan a ml aseton dengan berat jenis 1 dengan b ml Chloroform dengan berat jenis 2, maka komposisinya : X1 = (a 1/M1) /  (a1/ M1) + (b2/M2)} Di mana : M1 = berat molekul Aseton = 58 M2 = Berat molekul chloroform = 119,5 Grafik standar akan dapat diturunkan menjadi bentuk-bentuk grafik seperti gambar 2.



Gambar 2. Beberapa kemungkinan bentuk grafik diagram fase campuran. (a) campuran ideal, (b) deviasi positif), (c) deviasi negatif Peralatan yang digunakan adalah refraktometer, dan sejumlah peralatan gelas. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah etanol dan air. Cara kerja 1. Buat kurva standar konsentrasi, yaitu konsentrasi etanol versus indeks bias. 2. Dibuat pasangan kedua yaitu etanol: aquades dengan perbandingan sesuai arahan asisten 3. Setiap campuran direfluks, dicatat titik didihnya masing – masing. 4. Distilat diambil dengan pipet, kemudian ditentukan konsentrasinya demikian juga residunya. 5. Demikian dilakukan untuk setiap campuran. 6. Buatlah lebih dahulu grafik standar n (konsentrasi) – X pada campuran yang belum didestilasi. 7. Kemudian diagram T- X diperoleh dari turunannya. 11



Percobaan-3 VOLUM MOLAL PARSIAL Tujuan Percobaan ini mempunyai tujuan, yaitu menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan.



Dasar Teori Volum molal parsial komponen pada sistim larutan didefinisikan sebagai berikut : V1 = (V / ni )T,P,nj≠i



(1)



Di mana : V = volum T = temperatur



n = jumlah mol p = tekanan



Volum larutan adalah fungsi temperatur, tekanan dan jumlah mol komponen , yang dituliskan sbb : V = V (T, p, n, . . . .)



(2)



Maka : dV = (V/T) dT + (V/p)dP + (V/n1)dn1 + (V/n2)dn2 + ….



(3)



Pada temperatur dan tekanan tetap, dengan menggunakan persamaan (1), persamaan (3) menjadi : dV = V1 dn1



+ V2 dn2 + . . . . . .



(4)



Volum molal parsial adalah tetap pada kondisi komposisi, temperatur, dan tekanan tetap . Integrasi persamaan (4) pada kondisi tersebut memberikan persamaan sbb : V = n1 V1 + n2 V2 + . . . . . . . + (tetapan)



(5)



Oleh karena n1 = n2 = . . . . . . . = 0, maka volum V adalah nol, sehingga tetapan = 0, maka persamaan (5) menjadi sbb : V = n1 V1 + n2 V2 + . . . .



(6)



Deferensiasi dari persamaan (6) menghasilkan : dV = (n1 dV1 + n2 dV2) + (V1dn1 + V2dn2 + . . . . . ) Yang jika digabung dengan persamaan (4) memberikan hasil (pada temperatur dan tekanan tetap) sbb : n1 dV1 + n2 dV2 + . . . . . = 0



(7)



Persamaan (7) adalah persamaan Gibbs-Duhem untuk volum. Untuk sistim larutan biner, volum molal semu untuk zarut didefinisikan sebagai :  = ( V - n1 V10 ) / n2



(8) 12



dengan V10 adalah volum molal pelarut murni. Dipandang larutan dengan molalitas m yang menggunakan pelarut air. Di dalam larutan ini untuk 100 gram air (55,51 mol), terdapat m mol zarut. Jadi n1 = 55,51 dan N2 = m persamaan (8) menjadi :  = ( V – 55,1 V10 ) /m



(9)



V10 adalah volum molal air murni yang dapat dihitung dari berat molekul (18,016 untuk air) dibagi dengan berat jenis, pada keadaan yang diamati. Untuk larutan tersebut dipenuhi : V = (1000 + mM2)/ d dan n1V1o = 1000/do (10) dengan d, d0 berturut – turut adalah berat jenis larutan, berat jenis air murni sedangkan M2 adalah berat molekul zarut. Substitusikan persamaan (10) ke dalam (9), maka diperoleh persamaan sbb :  = ( M2 – (1000/m) [ (d – d0 / d0) ] / d



)



(11)



= ( M2 - (M2 – 1000/m) ( (W –W0) / (W0 - We) ) )/d



(12)



Persamaan (12) digunakan jika untuk menghitung digunakan piknometer; disini W, W0, We berturut – turut adalah berat piknometer yanng dipenuhi larutan, dipenuhi air dan piknometer kosong. Dari definisi volum molal parsial zarut (menggunakan persamaan (8) diperoleh hasil sbb :



Dari persamaan (8) dan (9) diperoleh : Untuk larutan elektrolit sederhana, misalnya larutan NaCl, ditemukan bahwa linier terhadap m1/2, untuk konsentrasi yang tidak pekat. Karena Maka persamaan (12) menjadi :  linier terhadap m, maka



, maka (14)



Dengan demikian pula persamaan (13) menjadi : (15) 13



Pada persamaan (15), 0 adalah ekstrapolasi volum molal semu ke konsentrasi mol. Dengan membuat grafik  vs m yang linier, maka lereng d / dm dapat dicari dan volum molal parsial pelarut V1 dapat dihitung dari persamaan (18). Demikian pula dari harga lereng d / dm dan 0, volum molal parsial zarut V2 dapat dihitung. Cara kerja Buatlah 200 ml larutan NaCl 3,0 M menggunakan pelarut air. Untuk pengencerannya, encerkan larutan dengan konsentrasi ½; ¼; 1/8; 1/16 dari konsentrasi semula. Timbanglah piknometer kosong (We), piknometer penuh dengan aquades (W0), piknometer penuh dengan larutan NaCl (W). Massa masing-masing tersebut dicacat, temperatur di dalam piknometer juga dicatat. Dan densitas larutan dihitung Perhitungan Molalitas larutan m dapat diperoleh dari molaritas larutan M dengan menggunakan persamaan sbb : M = 1 / {(d/M) - ( M2/1000)}



(19)



Dengan M2 adalah berat molekul zarut dan d adalah berat jenis larutan . Berat jenis larutan dapat diperoleh dari persamaan sbb : d = (W – We) / Vp



(20)



Sedangkan volume piknometer Vp diperoleh dari penngukuran berat air didalam piknometer (penuh) pada temperatur tersebut d0 (dari tabel) d = d0 (W – We) / (W0 – We) Hitunglah V1 dan V2 untuk setiap konsentrasi percobaan, kemudian dibuat grafik V1 vs m dan V2 vs m.



14



Percobaan-4 Kinetika Safonifikasi Etil Asetat



Tujuan Percobaan ini mempunyai tujuan menentukan orde, konstanta laju, energi aktivasi, dan faktor pra-eksponensial untuk reaksi etil asetat dengan basa menggunakan pengukuran konduktansi. Dasar Teori Eksperimen ini mempelajari laju reaksi etilasetat dengan basa untuk menghasilkan ion asetat dan etil alkohol: CH3COOCH2CH3 + OH-  CH3COO- + CH2CH3 OH Reaksi ini sering disebut saponifikasi. Aplikasi saponifikasi adalah pembuatan sabun. Basis dalam percobaan ini adalah NaOH. Untuk keperluan percobaan ini, dapat diasumsikan bahwa reaksi ini pada dasarnya berjalan sampai selesai. Posisi kesetimbangan terletak jauh ke kanan Percobaan ini akan menentukan hukum laju dan ketergantungan suhu konstanta laju. Reaksi ini dapat diikuti dengan menggunakan konduktivitas, karena konduktivitas molar dari ion asetat jauh lebih kecil daripada konduktivitas molar ion hidroksida. Namun, juga akan ada konduktivitas latar belakang yang besar dari ion penghitung Na+ dari basa. Konduktivitas ion Na+ akan mendekati konstan selama reaksi berlangsung. Ungkapan laju reaksi kimia hanya dapat diperoleh dari data percobaan. Dari ungkapan laju eksperimental, mekanisme rinci untuk reaksi dapat dikembangkan. Secara umum, misalkan laju reaksi kimia umum: aA + bB  cC + dD



(1)



Laju pembentukan produk atau berkurangnya reaktan terkait dengan laju reaksi keseluruhan dengan: laju  -



1 d  A 1 dB 1 d C  1 d  D + + a dt b dt c dt d dt



(2)



Tanda kurung kurawal merujuk pada konsentrasi umumnya dalam mol L -1. Ungkapan laju seringkali berbentuk : 15



laju  k  A  B  







3



k adalah konstanta laju dan  dan  adalah orde reaksi terhadap masing-masing reaktan. Konsentrasi produk dan katalis juga dapat terjadi dalam hukum laju. Tidak ada hubungan antara nilai-nilai orde reaksi,  dan , dan koefisien stoikiometrik, karena reaksi dapat terjadi dalam lebih dari satu tahap mekanisme. Metode Isolasi Untuk reaksi yang rumit, seringkali berguna untuk menyederhanakan hukum laju dengan menetapkan konsentrasi semua reaktan kecuali satu dalam keadaan sangat berlebih, sehingga konsentrasi semua spesi kecuali satu spesi yang dibuat berlebih tetap konstan selama berlangsungnya reaksi. Misalnya, dengan B dalam keadaan berlebih, maka hukum laju:



d  A    k  A  B  dt dapat disusun ulang untuk menghasilkan: 



4



d  A   5  (k  B  )  A dt dan konstanta laju efektif kemudian didefinisikan sebagai k eff = k [B]. Orde reaksi 



berkenaan dengan A kemudian dapat ditentukan dengan membandingkan jalannya waktu eksperimental dengan hukum laju terintegrasi. Reaksi Orde Pertama: Hukum laju reaksi orde pertama adalah: d  A   k  A dt



6



Reaksi orde pertama akan dihasilkan jika  = 1 dan  = 0 pada Persamaan 5 atau B hadir dalam keadaan sangat berlebih. Jika B berlebihan, k adalah konstanta laju efektif, dari Persamaan. 5. Hukum laju terintegrasi adalah:



ln



 A  Ao



 kt



7



di mana [A]o adalah konsentrasi awal A pada waktu nol dan [A] adalah konsentrasi setiap saat, t. Reaksi Orde Kedua:



16



Jika  = 2 dan  = 0 atau B dalam keadaan sangat berlebih, reaksinya adalah orde kedua terhadap A dan:



d  A 2 8  k  A dt Integrasi hukum laju ini untuk reaktan tunggal memberikan: 1 1  kt  9  A  Ao 



Jika  = 1 dan  = 1 dan salah satu reaktan dalam keadaan tidak berlebihan konsentrasi, hukum lajunya adalah: d  A 10  k  A B  dt Untuk mengintegrasikan persamaan ini,  didefinisikan sebagai jumlah mol per liter A 



dan B yang telah bereaksi pada waktu tertentu t. Di awal reaksi, misalkan [A] = [A]o, dan untuk B misalkan [B] = [B]o. Dari stoikiometri 1: 1 pada waktu t: [A] = [A]o –  and [B] = [B]o –  Pada t = 0, reaksi belum terjadi dan



11  = 0. Untuk waktu yang lama  mendekati



konsentrasi reaktan pembatas. Dengan kata lain, untuk t   lebih kecil dari [A]o dan [B]o. dengan mengambil turunan dari [A] = [A]o -  untuk menemukan laju hilangnya A menghasilkan:



d  A d 12  dt dt karena [A]o adalah konstanta. Substitusi dari persamaan terakhir ini dan Persamaan 11 ke 



dalam hukum laju semula, Persamaan 10, menjadi:



d  k ( Ao   )( B o   ) dt Integrasi persamaan ini memberikan hasil akhir:  Bo    Bo 1 1 ln  kt  ln  Bo   Ao  Ao    Bo   Ao  Ao



 



13



 



14



Hukum laju terintegrasi untuk reaksi orde pertama dan kedua juga dapat dinyatakan sebagai fungsi dari ([A]o - ). Untuk reaksi orde pertama dari Persamaan 7:



17



 A    Ao



    kt  kt atau ln 1    A  o   dan orde kedua, dari Persamaan. 9: 1 1 1   Ao kt  1  kt  atau ( Ao   ) ( Ao    Ao



ln



15



16



di mana / [A] o adalah fraksi reaktan yang bereaksi pada waktu t. Istilah / [A]o adalah ukuran tanpa satuan dari sejauh mana reaksi, yang dapat ditentukan dengan menggunakan pengukuran konduktivitas. Eq. 14 juga dapat disusun kembali menjadi / [A]o. Dengan asumsi bahwa konsentrasi A diukur, jika A adalah reagen pembatas, nilai minimum A adalah [A] = 0 dan Persamaan. 14 dapat ditulis:



  B o /  Ao   /  Ao    B o  1 1 ln   kt  ln      B o   Ao  1   /  Ao  B o   Ao   Ao  



17



(reaktan pembatas : [A]o < [B]o) Menentukan Orde Reaksi: Untuk menentukan orde reaksi, pengukuran konsentrasi vs waktu dikumpulkan di laboratorium dan data diplotkan. Menurut Persamaan. 15, untuk reaksi orde pertama, plot ln (1 - /[A]o) versus t harus menghasilkan garis lurus dengan kemiringan = -k. Menurut Persamaan. 16, untuk reaksi orde kedua berkenaan dengan satu reaktan, plot 1 / (1- / [A]o) versus t harus menghasilkan garis lurus. Untuk reaksi yang orde pertama berkenaan dengan dua reaktan dan A adalah reagen pembatas, Persamaan. 17, plot ln (([B] o / [A]o / [A]o) / (1 - / [A]o)) / ([B]o – [A]o) versus t harus menghasilkan garis lurus dengan kemiringan = k. Penentuan Energi Aktivasi Bagian kedua dari latihan adalah penentuan energi aktivasi reaksi. Konstanta laju reaksi terkait dengan energi aktivasi, Ea, dengan persamaan k  Ae  Ea / RT



di mana A, faktor pra-eksponensial merupakan karakteristik konstan dari reaksi, R adalah konstanta gas, dan T adalah suhu absolut. Dengan mengambil logaritma dari kedua sisi persamaan, diperoleh :



18



Ea 1  ln A 19 R T Asumsikan konstanta laju reaksi diketahui pada dua temperatur yang berbeda, k(T 1) dan ln k  



k(T2) masing-masing pada T1 dan T2. Mengevaluasi Persamaan 20 untuk dua poin data ini memberikan:



ln



k T2  E 1 1  a    k T1  R  T2 T1 



20



Setelah energi aktivasi diketahui, Persamaan. 18 dapat digunakan untuk menghitung faktor pra-eksponensial. Pengukuran Konduktivitas Kemajuan reaksi diamati menggunakan konduktivitas. misalkan suatu larutan dengan dua elektroda dengan luas penampang A, Gambar 1. Perbedaan potensial kecil ditempatkan di antara dua elektroda,  = R - L. Arus yang diukur diberikan oleh  = IR, dengan R resistensi dari larutan.



Gambar 3: Konduktivitas listrik ditentukan dengan menempatkan perbedaan potensial antara dua elektroda ,, dan mengukur arus, I. Larutannya ditandai dengan konduktansi, G, yang didefinisikan sebagai: G = 1/R



21



Satuannya adalah ohms-1; satuan SI disebut siemens, 1 S = 1 ohm-1. Konduktansi larutan berbanding lurus dengan luas penampang elektroda, A, dan berbanding terbalik dengan jarak antara elektroda, l. Normalisasi konduktansi terhadap variabel-variabel geometrik



19



ini memberikan ukuran intrinsik dari larutan untuk menghantarkan arus listrik. Konduktivitas didefinisikan sebagai: 1 l  22   R A Unit sering diberikan sebagai S cm-1, dengan 1 S cm-1 = 1x10-6 S cm-1. Konduktivitas







tergantung pada konsentrasi larutan; semakin tinggi konsentrasi elektrolit semakin tinggi konduktivitas. Konduktivitas molar untuk elektrolit didefinisikan sebagai:



m 







23



c



di mana c adalah konsentrasi molar elektrolit. Penyelesaian untuk konduktivitas menunjukkan bahwa konduktivitas berbanding lurus dengan konsentrasi elektrolit:



  mc



24



Persamaan terakhir ini berguna untuk penentuan analitik konsentrasi elektrolit. Konduktivitas molar tergantung pada konsentrasi. Namun, untuk elektrolit kuat konsentrasi rendah, konduktivitas molar dapat dianggap konstan dalam kesalahan eksperimental. Konduktivitas campuran ion bersifat tidak aditif, kecuali dalam batas pengenceran tak terbatas. Namun, untuk percobaan ini konsentrasinya cukup kecil sehingga kita dapat memperkirakan konduktivitas menggunakan konduktivitas molar terbatas. Konduktivitas larutan dalam percobaan ini adalah jumlah dari konduktivitas semua ion dalam larutan, Na+, OH-, dan CH3COO-:



   Na  Na  OH   OH  CH3COO  CH COO 











25



3



Konduktivitas ionik pengenceran tak terbatas dari ion Na+, OH-, dan CH3COO adalah 50.9, 192.0, dan 40.8 S cm2 mol-1, masing-masing pada 25oC. Kita dapat mengabaikan konduktivitas ion CH3COO-, karena konduktivitas molar asetat hampir lima kali lebih kecil daripada hidroksida. Ion Na+ berkontribusi pada konduktivitas latar belakang yang konstan. Data jalannya waktu langsung diukur dari Konduktivitas. Sementara hukum laju terpadu untuk suatu reaksi ditulis dalam hal konsentrasi untuk spesies tertentu, seringkali lebih mudah untuk memplot data eksperimen secara langsung. Untuk kondisi awal, misalkan konsentrasi awal OH- menjadi [A]o dan konsentrasi awal



20



etil asetat menjadi [B]o. Etil acetate tidak akan berkontribusi terhadap konduktivitas yang diukur karena ethylacetate netral. Dari Persamaan. 25 dan mengabaikan konduktivitas asetat, konduktivitas pada waktu t adalah:



   Na   Na  OH   OH   Ao Na   Ao    OH Konduktivitas awal pada t = 0 adalah: o   Na  o Na  OH   o OH    Ao Na   Ao OH  















26 27



Konsentrasi OH- pada akhir reaksi ditentukan oleh pereaksi pembatas. Jika OH -adalah reagen pembatas, [A]o < [B]o, dan [OH-] = 0 dan konduktivitas larutan pada waktu tak terbatas adalah:



   Na  o Na  OH    OH   Ao Na 











28



(reaktan pembatas ion hidroksida, [A]o < [B]o) Rasio berikut memberikan kemajuan reaksi:



o      o     Ao



29



(reaktan pembatas ion hidroksida, [A]o < [B]o) Persamaan 29 dapat digunakan untuk memantau kemajuan reaksi secara langsung menurut pencocokan kurva, dengan melalui perhitungan konsentrasi OH yang sebenarnya. Kemudian / [A]o digunakan dalam pencocokan kurva dengan Persamaan. 15-17. Peralatan: tabung reaksi - 15x150-mm klem untuk menahan tabung reaksi dalam rendaman suhu konstan Sumbat karet labu ukur 50 mL Pipet volume 15-mL Pipet volume 5-mL Pipet tetes Gelas Beaker 10 mL waterbath diatur konstan pada 35oC. Antarmuka Vernier LabPro dan probe konduktivitas Bahan: NaOH 0,020 M etil asetat 21



Prosedur 1:  Siapkan 15 mL 0,050 M etilasetat dan 15 mL larutan natrium hidroksida 0,020 M  Atur suhu water batch pada 35oC.  Rendamlah gelas erlenmeyer yang berisi etilasetat dan gelas erlenmeyer yang berisi natrium hidroksida ke dalam water batch.  Campurkan larutan etilasetat dan NaOH setelah itu segera ukur nilai konduktifitasnya.  Simpan setiap file data dan buat printout dari setiap proses yang berhasil.  Tarik ke bawah menu file dan ekspor setiap data ke file teks.  analisislah data menggunakan Excel. Prosedur 2: Ketergantungan Suhu  Gunakan volume yang sama dengan yang Anda gunakan pada prosedur pertama.  Namun, jalankan reaksi ini pada 45oC. Simpan setiap file data dan buat printout dari setiap proses yang berhasil. Tentukan tetapan laju dengan menggunakan orde reaksi yang Anda temukan pada suhu yang lebih rendah. Prosedur 3:  Setelah Anda selesai, jangan lupa mengukur kembali konduktivitas masing-masing campuran reaksi untuk memeriksa nilai  . Perhitungan Untuk setiap proses gunakan Persamaan. 29 untuk menghitung / [A]o. Gunakan nilai konduktivitas pada waktu tak terhingga, , yang Anda ukur di akhir percobaan untuk setiap percobaan. Tentukan orde reaksi dan tetapan laju dengan mengeplotkan orde kedua dalam laporan Anda. Tentukan energi aktivasi dan faktor pra-eksponensial menggunakan Persamaan. 20 dan 18.



22



Percobaan-5 ANALISIS DAN PENENTUAN KONSTANTA DISOSIASI ASAM DENGAN TITRASI pH YANG DIKONTROL DENGAN KOMPUTER Tujuan Percobaan ini mempunyai tujuan yaitu mengukur konstanta ionisasi dua asam dengan menggunakan teknik titrasi potentiometrik. Teori Dalam titrasi suatu asam monoprotik, pH pada separoh titik ekivalen secara sederhana dihubungkan dengan pK. Untuk beberapa asam-basa Bronsted, HA dan A (muatan diabaikan):



Jadi pada titik setengah ekivalen, bila molaritas [A-] sama dengan [HA], [H+] sama dengan K. Persamaan ini disebut persamaan Henderson-Hasselbach. Dengan mengambil negatif log atau (-log) dari persamaan di atas dan penyusunan kembali menghasilkan:



Jadi, bila [A-] sama dengan [HA], pH larutan sepadan dengan pK dari spesi HA. Untuk asam dengan suatu hidrogen yang dapat terionisasi tunggal, spesi HA dan A mempunyai konsentrasi sama pada separuh volum ekivalen dan pH pada posisi ini seharusnya merupakan perkiraan yang baik dari pK. Dalam asam polyprotik di mana pK' berturut-turut berbeda tajam (5 satuan atau lebih), Berbagai kelas proton yang dititrasi secara terpisah dan ide di atas berlaku hampir sama. yaitu, pH pada separoh volum ekivalen merupakan perkiraan baik untuk pK1, pH pada tiga perdua dari ekivalen pertama dari titik ekivalen pertama merupkan perkiraan baik untuk pK2 dan seterusnya.



23



Pada umumnya, nilai pK untuk asam poliprotik tidak cukup baik dipisahkan untuk alasan di atas, karena lebih dari satu reaksi keseimbangan harus dianggap pada setiap titik selama titrasi; yaitu akan ada beberapa pasang asam-basa Bronsted pada konsentrasi yang sesuai secara kentara serempak. Akan tetapi, ide di atas masih mempertahankan keabsahan beberapa titik dalam titrasi dimana satu pasangan konjugat mendominasi. Dalam kasus cysteine, sesungguhnya pK2 dan pK3 tidak terpisah baik , perkiraan awal nilainya yang baik dapat diperoleh dari kurva titrasi dengan membaca tiga paruh dan lima-paruh, dari volume ekivalen awal asam karboksilat. Baik sekali perkiraan pK1 sebagai pH dari setengah volume ekivalen. pK suatu asam X * Larutkan sample asam X (tanyakan pada asisten) dalam kira-kira 100 mL air suling dalam gelas piala 250 mL dan titrasikan larutan itu dengan larutan hidroksida standar. * Alurkan data sebagai pH lawan voume NaOH (mL) dan tetapkan volume kesetaraan. Baca dari kurva itu pH pada separoh volume yang diperlukan untuk mencapai titik kesetaraan. Pada separuh jalan ini pH = pKa, dan dengan demikian tetapan asam dapat ditentukan. * Laporkan nilai ini kepada asisten Anda dan ulangi titrasi jika ia menginginkannya. Mungkin ia juga ingin tahu konsentrasi asam X itu, jika contoh itu adalah suatu larutan, atau bobot ekivalen jika zat X itu suatu zat padat. Jika contoh itu suatu zat padat, hendaknya sampel itu ditimbang pada neraca analitis sebelum dilarutkan. Titrasi asam Fosfat 



Pipetkan 25,00 mL larutan asam fosfat dengan konsentrasi X, ke dalam gelas piala 250 mL. Encerkan larutan ini menjadi kira-kira 100 mL.







Celupkan elektroda-elektrodanya,



dan titrasi dengan



larutan



hidroksida



standar. Anda harus menjumpai dua patahan dalam kurva titrasi, satu sekitar 4 - 5 dan yang lain sekitar pH = 9 - 10. 



Alurkan kurva titrasi itu sebagai pH lawan volume NaOH. Tetapkan dari kurva itu dan laporkan kepada asisten: (a) molaritas larutan asam dan (b) nilai pKal dan pKa2 asam fosfat. 24



Percobaan-6 DAYA HANTAR LISTRIK



Tujuan Percobaan ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu mengukur daya hantar listrik berbagai senyawa dan mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap daya hantar listrik larutan elektrolit.



Dasar teori Menurut pandangan modern, arus listrik dapat ditafsirkan sebagai arus elektron yang membawa muatan negatif melewati suatu penghantar. Perpindahan ini dapat terjadi bila terdapat beda potensial antara satu tempat terhadap tempat lain, dan arus listrik akan mengalir dari tempat yang memiliki potensial tinggi ke tempat yang berpotensial rendah.



Gambar 4. Jalur potensial Gambar 4 ini, potensial di A lebih tinggi bila dibandingkan dengan potensial di B, sehingga bila dipasang suatu penghantar dengan tahanan (R), maka akan mengalir arus listrik sebesar (I). Untuk beda potensial yang sama tidak selalu menghasilkan kuat arus listrik yang sama, melainkan tergantung pada dasarnya tahanan penghantar yang dipakai. Semakin besar tahanan penghantar, makin kecil yang mengalir melalui penghantar tersebut. Dengan perkataan lain makin besar tahanan (R), makin sedikit muatan listrik yang dihantarkan. Kemampuan suatu pengahtar untuk memindahkan muatan listrik dikenal sebagai daya hantar listrik yang besarnya berbanding terbalik dengan tahanan (R).



25



Cara kerja : I.



Menentukan daya hantar listrik berbagai senyawa. 1. Sediakan 5 buah gelas piala ukuran 100 ml, kemudian masing – masing diisi dengan 25 ml minyak tanah, asam cuka glasial, akuades, larutan NaCl dan kristal NaCl. 2. Ukurlah daya hantar lisrik setiap larutan tersebut dalam prosedur (1) dengan menyusun rangkaian listrik seperti gambar 5. 3. Tentukan sifat zat terhadap arus listrik (konduktor atau isolator).



Gambar 5. Rangkaian alat pengukur daya hantar II. Mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap daya hantar listrik larutan elektrolit. 1. Buatlah masing – masing 25 ml larutan zat – zat larutan di bawah ini dengan konsentrasi 0,01 M; 0,05 M; 0,10 M; 0,50 M; dan 1,00 M. Kelompok I :



Kelompok II :



CH3COOH



NaCl



NH4OH



dan



NaBr



HCl



NaI



NaOH



NH4Cl



2. Setiap larutan diukur daya hantar listriknya, dan pengukuran selalu dimulai dari larutan terencer. 3. Gambarkan grafik daya hantar listrik larutan kelompok I, terhadap konsentrasinya. Tentukan senyawa mana yang merupakan elektrolit kuat dan mana yang lemah. 4. Gambarkan grafik daya hantar listrik larutan kelompok II terhadap konsentrasinya.



26



5. Bandingkan daya hantar listrik kation dan anion segolongan (antara Cl-, Br-, Idan antara NH+, NH4)



Pengamatan : A. Menentukan daya hantar listrik berbagai senyawa. Senyawa



I (mA)



V (volt)



L = , ohm-1



Minyak tanah



. . . .



. . . .



. . . .



Asam asetat glasial



. . . .



. . . .



. . . .



Air suling



. . . .



. . . .



. . . .



Kristal NaCl



. . . .



. . . .



. . . .



Larutan NaCl



. . . .



. . . .



. . . .



B. Daya hantar listrik elektrolit pada berbagai konsentrasi. 1. Elektrolit –elektrolit kelompok I



2. Elektrolit – elektrolit kelompok II



27