MPI. Alat Tangkap Melukai [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Puji dan syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena Rahmat danKarunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Metode Penangkapan Ikan yang berjudul “Alat tangkap melukai, Hand Line, dan Pancing Tonda”. Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dantuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lupa kami ucapkan kepada dosen pembimbing danteman-teman serta bantuan dari berbagai pihak.Untuk itu dalam kesempatan ini kamimenghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat khususnya untuk diri kita sendiri, umumnyakepada para pembaca makalah.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh darikesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.



Malang,28 November 2016



Penyusun



1



DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................................................. BAB I Pendahuluan ............................................................................................................. 1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1.2 Tujuan ...................................................................................................................... 1.3 Manfaat .................................................................................................................... BAB II Pembahasan ............................................................................................................ 2.1 Alat Tangkap Melukai ............................................................................................... 2.1.1 Tombak ( Harpoons) .............................................................................................. 2.1.2 Ladung .................................................................................................................. 2.1.3 Panah .................................................................................................................... 2.2 Hand Line ................................................................................................................. 2.2.1 Squid Jigging ......................................................................................................... 2.2.2 Huhate 2.3 Pancing Tonda ........................................................................................................ BAB III Penutup .................................................................................................................. 3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 3.2 Saran........................................................................................................................ Daftar Pustaka ....................................................................................................................



2



BAB I



PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan Indonesia meliputi perairan laut dalam dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) memiliki sumberdaya ikan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Selama 5 dasawarsa, pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut terus meningkat rata-rata sebesar 5,45% setiap tahunnya. Hal ini terkait dengan kemajuan teknologi alat tangkap yang semakin maju dan meningkatnya kemampuan dan jumlah perusahaan dan RTP (Rumah Tangga Perikanan) nelayan (Moeslim et al., 2006). Huhate (Pole and Line) adalah alat tangkap yang terdiri dari joran atau bambu, tali pancing dan mata pancing. Alat tangkap ini khusus menangkan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Alat ini sering disebut pancing cakalang (Diniah et al., 2001). Kegiatan penangkapan ikan tuna termasuk cakalang telah berkembang di perairan Indonesia, khususnya perairan timur Indonesia sejak awal tahun 1970-an (Wild dan Himpton, 1994 dalam Sala, 1999). Penangkapan cakalang di Indonesia dilakukan dengan menggunakan huhate (pole and line), pancing tonda (troll line), pukat cincin (purse seine), jaring insang, dan payang (Burhanuddin, 1984 dalam Tampubolon, 1990). Penangkapan cakalang tertinggi terdapat di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan dengan menggunakan huhate dan pancing tonda (Tampubolon, 1990). Alat penangkapan ikan pertama kali muncul di masyarakat primitif dengan bentuk tambak, panah, lembing, harpon, dan pancing yang terbuat dari batu, kulit kerang, talang, dan gigi binatang. Untuk menangkap ikan secara pasif di perairan dangkal, penghadang terbuat dari tanah atau batu, ranting serta kerei rotan dan terowongan dibangun. Kemudian ikan ditangkap di dalam batang kayu yang berlubang, perangkap dari tanah liat dan keranjang. Penangkapan yang lebih aktif dilakukan dengan lembing, sumpitan, penjepit, dan alat penggaruk bersamaan dengan pancing.



1.1 Tujuan Tujuan



penulis



dalam



penulisan



makalah



ini



adalah



:



Mengetahui aspek fisik, jenis ikan yang ditangkap serta pengoperasian alat tangkap ikan. Terutama alat tangkap jenis Hand Line, Alat melukai, dan Pancing Tonda.



3



1.2 Manfaat 1. Menambah referensi tentang jenis-jenis alat tangkap ikan. 2. Menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca. 3. Menambah pengetahuan bagi penulis maupun peneliti-peneliti lain, baik mencakup teori maupun uraian tentang jenis-jenis alat tangkap ikan.



4



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Alat Tangkap Melukai Alat tangkap melukai merupakan alat penangkapan ikan yang mempunyai prinsip penangkapan dengan cara mencengkram, mengait , atau menjepit, melukai dan atau membunuh sasaran tangkap yang dilakukan dari atas kapal atau tanpa menggunakan kapal. 2.1.1 Tombak ( Harpoons) Alat penangkap yang terdiri dari batang (kayu/bambu) dengan ujungnya berkait balik (mata tombak) dan tali penarik yang diikatkan pada mata tombak. Tali penariknya dipegang oleh nelayan kemudian setelah tombak mengenai sasaran tali tersebut ditarik untuk mengambil hasil tangkapan. Senapan panah adalah alat penangkap yang terdiri dari anak panah dan tangkai senapan. Penangkapan dengan senapan umumnya dilakukan dengan cara melakukan penyelaman pada perairan karang. Untuk penangkapan dengan panah biasa umumnya dilakukan dekat pantai atau perairan dangkal. Kecenderungan alat tangkap yang relatif sederhana ini tidak destruktif dan sangat selektif karena ditujukan untuk menangkap suatu spesies tetapi alat ini dapat merusak habitat bila disalahgunakan. Ujung tombak dibuat sedemikian rupa seperti pada mata kail agar ikan yang tertangkap tidak dapat lepas dari mata tombak, serta mata tombak dibuat sangat runcing agar mudah menusuk tangkapan yang diinginkan. Tombak yang digunakan boleh mermacam-macam bentuk, dari yang mempunyai gagang pendek Panjangnya berkisar 2,5-3 meter, dengan panjang



ini



berpengaruh



terhadapa



daya jangkau,



daya tekan dan keseimbangan



lemparan.hingga yang panjang dan biasanya bercabang tiga diujungnya (semacam trisula), atau dapat pula hanya bermata satu. Batang yang digunakan biasanya Bambu yang berumur tua karena mempertimbangan kekuatan struktur bambu. Diameter bambu atau kayu yang bagus yaitu tidak terlalu besar, hal ini akan berpengaruh terhadap control pada tombak bambu, yaitu tidak akan terlalu berat untuk menunjang daya refleks anda dan tidak terlalu ringan. 



Jenis – Jenis Tombak Tombak



sendiri



memiliki



berbagai



macam



jenis



yang



diklasifikasikan



berdasarkan kegunaannya dan dilempar atau tidaknya tombak tersebut. Biasanya tombak yang tidak dilempar adalah tombak yang digunakan untuk berperang atau 5



berburu hewan yang besar tetapi memiliki pergerakan yang pelan sedangkan tombak yang dilempar biasanya digunakan untuk berburu hewan-hewan kecil yang memiliki pergerakan yang cepat. Tombak yang digunakan sebagai alat tangkap ikan termasuk dalam tombak yang dilempar.Semakin berkembangnya zaman, jenis tombak yang digunakan sebagai alat tangkap ikan pun semakin beragam. Berikut adalah contohcontoh jenis tombak yang digunakan sebagai alat tangkap ikan - Tombak Bambu - Tombak dengan mata 1 tombak - Tombak Dengan mata tombak bercabang Hasil tangkapan utama dari alat tangkap Ladung Kima adalah kima/Giant Clams (Tridacna sp.). Selain itu, batu laga/Green Snalis (Turbo sp.), Kepala Kambing (Cassis sp.) dan lola (Trochus sp.) (Subani dan Barus 1989).



2.1.2 Ladung Ladung merupakan suatu alat tangkap yang didesain khusus untuk menangkap Kima (Tridacna sp.), terdiri dari pemberat dengan bagian bawah diberi mata ladung atau tanpa dilengkapi mata ladung. Prinsip alat tangkap ladung terdiri dari jari-jari yang ujungnya melengkung dan lancip yang berfungsi untuk mencengkeram. Alat ladung umumnya di desain dengan pengoperasian yang sederhana dan pengusahaannya dilakukan dengan skala yang kecil. Alat ini selektif dan tidak destruktif karena ditujukan untuk menangkap Kima (Tridacna sp.) (Anonim



2011). Menurut peraturan menteri kelautan dan perikanan Indonesia No.



PER.02/MEN/2011, ladung



diklasifikasikan ke dalam alat tangkap penjepit dan melukai



(grappling and woundling). Ladung terdiri dari 3 bagian utama yaitu; pemberat, penjepit dan tali penarik. Ladung memiliki pemberat yang terbuat dari kayu, cor-coran semen atau besi berbentuk empat persegi yang pada keempat sudutnya terdapat jari-jari yang terbuat dari besi dengan ujung melengkung dan lancip yang berfungsi untuk membuat ladung kima dapat tenggelam. Selain itu, pemberat juga berfungsi untuk membuka dan memperkecil cakupan pencengkeraman. Penjepit terbuat dari besi, dengan panjang jari-jari ± 30 cm yang berfungsi untuk menjepit target tangkapan. Tali penarik berfungsi untuk menarik ladung yang telah dijatuhkan ke dalam perairan dan untuk menggerakkan penjepit jika tali penarik dikencangkan. Parameter utama dari ladung kima



6



adalah mata ladungnya. Sedangkan gambar alat tangkap dan bagian-bagian yang menunjukannya terlampir. Menurut Subani dan Barus (1989), Pengoperasian ladung dilakukan dengan cara menjatuhkan alat ini pada Kima (Tridacna sp.) yang sedang menganga dengan cangkang yg terbuka. Ketika kima tersentuk penjepit dengan otomatis Kima (Tridacna sp.) akan mengatupkan cangkangnya kemudian kima tertangkap karena cengkeraman yang kuat dari katupan cangkangnya. Setelah kima tertangkap, tali penarik ditarik untuk mengangkat ladung dari perairan. Hasil tangkapan utama dari alat tangkap Ladung Kima adalah kima/Giant Clams (Tridacna sp.). Selain itu, batu laga/Green Snalis (Turbo sp.), Kepala Kambing (Cassis sp.) dan lola (Trochus sp.) (Subani dan Barus 1989). 2.1.3 Panah Panah adalah alat penangkap ikan yang terdiri tangkai panah dan mata panah yang ujungnya meruncing, dengan jumlah mata panah tiga jenis (mata satu, mata dua dan mata tiga), dioperasikan di perairan pantai dengan cara menombakkan panah ke target tangkapan. Panah diklasifikasikan ke dalam alat tangkap lain-lain (Subani dan Barus 1989). Konstruksi alat penangkapan



Panah terdiri dari tangkai panah yang terbuat dari kayu atau



bambu dan mata panah yang terbuat dari besi. Bentuk mata panah ada yang hanya satu, dua dan tiga (Subani dan Barus 1989). Panah bertujuan untuk menjepit atau melukai target tangkapan (von Brandt 1984). Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan 1. Kapal Kapal yang digunakan adalah perahu kecil sebagai alat transportasi nelayan ke daerah pengoperasian panah (Subani dan Barus 1989). 2. Nelayan Jumlah nelayan pada pengoperasian panah adalah dua orang, satu orang bertugas untuk mengemudikan perahu dan satu orang bertugas untuk mengoperasikan panah (Subani dan Barus 1989). Metode pengoperasian panah sangat sederhana. Setelah nelayan berada di fishing ground, nelayan menombakkan atau menancapkan panah ke target tangkapan (Subani dan Barus 7



1989). Daerah pengoperasian panah biasanya di perairan pantai.



Hasil tangkapan panah



adalah jenis-jenis sumberdaya perikanan pantai, yaitu: biang-biang (Setipinna spp), bulu ayam (Engraulis spp), kasihmadu (Kurtus indicus), nomei (Harpodon spp), gulamah (Sciena spp), puput, matalebo (Pellona spp), bawal putih (Pampus argenteus), tenggiri (Scomberomorus spp), mayung (Arius spp), jenis-jenis udang, golok-golok (Chirosenrus spp), beloso (Saurida spp), pari (Rays) (Subani dan Barus 1989). 2.2 Hand Line Alat tangkap pancing Hand Lines merupakan alat pancing yang sangat sederhana, terdiri dari pancing, tali pancing dan umpan. Jumlah mata pancingnya satu buah bahkan lebih, bisa menggunakan umpan asli maupun buatan. Namun ukuran pancing dan besarnya tali pancing disesuaikan dengan besarnya ikan yang akan ditangkap, seperti untuk menangkap Ikan Tuna menggunakan tali monofiloment dengan diameter 1,5 - 2,5 mm dengan pancing nomor 5 - 1 dan ditambahkan timah sebagai pemberat. 2.2.1 Squid Jigging Pancing cumi-cumi adalah pancing yang mempunyai bentuk atau kontruksi yang khusus yang berlainan dengan bentuk-bentuk pancing lainnya. Bentuk pancing cumi-cumi ini seperti cakar keliling dan bertingkat-tingkat. Pada bagian atas pancing dan demikian juga di bagian bawahnya di beri lubang (mata) yang gunanya untuk mengikatkan tali pancing. Pancing cumicumi ini diikat secara berantai dalam satu utas tali yang di hubungkan melalui lubang bagian atas dan bawah pancing. Jadi tidak membuat cabang-cabang seperti pada pancing tangan. Dengan demikian maka pada satu utas tali akan terdapat atau dipasang kadang-kadang sampai berpuluh-puluh pancing. Pancing cumi-cumi ini biasanya digulung pada suatu gelokatau gulungan yang di pasang pada pinggir lambung kapal dan di depannya di beri kawat anyaman yang di beri bingkai dari besi atau pipa dan berada pada bagian sisi luar kapal yang berfungsi sebagai penampung atau penadah cumi-cumi bila ada yang terlepas dari pancing. Pada tepi bingkai anyaman kawat bagian luar do beri roda atau gelok yang fungsinya sebagi alur jalannya pancing baik pada waktu menurunkan maupun pada waktu menarik ke atas kapal sehingga pancing tidak tersangkut-sangkut. Alat tangkap pancing yang di gunakan untuk menangkap cumi-cumi belum banyak di gunakan oleh nelayan Indonesia.Tetapi mengingat cumi-cumi mempunyai kandungan protein yang tinggi dan termasuk binatang air yang ekonomis penting atau jenis binatang air yang 8



komersial. Maka penangkapan cumi-cumi dengan alat tangkap pancing perlu lebih di kembangkan di Indonesia. Karena dengan berkembangnya usaha penangkapan cumi-cumi dengan alat tangkap pancing secara modern,membuktikan usaha ini mempunyai efesiensi yang tinggi.Selain itu dengan menangkap cumi-cumi dengan alat ini dapat menanggulangi berbagai permasalahan nasional di bidang pertanian antara lain meningkatkan pendapatan nelayan dan petani ikan, menciptakan lapangan kerja produktif, meningkatkan devisa non migas dan menjamin tersediannya bahan pangan protein hewani Prinsip penangkapan dengan alat tangkap pancing (line fishing) adalah dengan menawarkan umpan yang terpasang pada mata pancing dan jika di makan oleh ikan atau hewan air lainnya yang tertarik. Maka mata pancing akan juga termakan. Selanjutnya dengan tali pancing, ikan atu hewan air tersebut akan di angkat dari mata pancing. Dalam penangkapannya, biasanya pancing cumi-cumi tersebut cukup di ulur demikian saja melalui gelok atu kerekyang berada pada bingkai anyama kawat bagian luar ke dalam parairan



yang



adagerombolan



cumi-cuminya



menjulur



sampai



beberapa



puluh



pancing.kemudian pancing di gulung kembali ke dalam gelok atau rol penggulung pancing. Didalam perairan pancing tersebut bergerak keataas mealewati gerombolan ciumi-cumi yang berada di sekitar pancing terkait. Cumi-cumi yang sudah terkait pancing akan terangkat keatas dan terus di tarik melewati blok atau kerek di pinggir luar bingkai kawat anyaman kemudian barada da anyaman kawat dan biasanya langsung terjatuh keatas anyaman kawat tersebut dan selanjutnya terus merosot keatas kapal. Pergerakan pancing cumi-cumi waktu di gulung dengan gelok penggulung tidaklah rata, akan teteapi tersendat-sendat yang merupakan sentakan – sentakan kecil. Hal ini dapat terjadi Karena adanya bentuk sudut-sudut yang terjadi dalam pemasangan kayu penghubung pada gelok penggulung,dengan sentakan-sentakan kecil inilah cumi-cumi akan dapat tersangkut pada pancing. Alat tangkap pancing ini di gunakan untuk menangkap cumi-cumi, mengingat cumi-cumi mempunyai kandungan protein yang tinggi dan termasuk binatang air yang ekonomis penting atau jenis binatang air yang komersial. Selain itu cumi-cumi lebih sulit di tangkap dengan jarring di laut, dibandingkan dengan beberapa ikan. Hal ini di sebabkan oleh kemampuan gerak yang cepat ke segala arah. Di dalam perairan pancing tersebut ke atas melewati gerombolan cumicumi yang berada di sekitar pancing akan terkait Penyebaran cumi-cumi hampir di seluruh laut di dunia ini , mulai dari pantai sampai laut lepas dan mulai permukaan sampai kedalaman beberapa ribu meter (hamabe, M et al. 9



1982).pendapat ini di dukung oleh Hickman,p (1973) bahwa cumi-cumi yang aktif banyak di temukan di laut terbuka(the open sea).Spesies loligo spp. Termasuk cumi-cumi neritic (neritic squids). Yaitu hidup di daerah parairan di atas continental shelf.Cumi-cumi neritic mempunyai ciri-ciri yaitu melakukan pergerakan di urnal. Selain itu cumi-cumi juga melakukan migrasi musiman untuk mencari makanan dan bertelur.



2.2.2 Huhate Huhate adalah alat tangkap yang terdiri atas bagian-bagian joran yang terbuat dari bahan bambu (bamboe’s pole), tali pancing dan mata pancing. Mata pancing yang digunakan ada 2 macam yaitu yang berkait balik dan tanpa kait. Mata pancing ini diselipkan atau disembunyikan pada umpan tiruan, palsu sehingga tidak secara langsung mencolok. Untuk mata pancing yang berkait balik memakai umpan, yaitu umpan hidup atau segar. Penggunaan pancing ini hanya dilakukan apabila ikan target sudah tidak suka memakan umpan tiruan. Alat tangkap Huhate terdiri atas joran, tali nylon, dan mata pancing. Joran terbuat dari bahan bambu kuning dengan diameter pada bagian pangkal 4 – 5 cm dan meruncing sampai dengan ke bagian ujung. Ukuran panjang joran sekitar 6 m. Tali utama Huhate terbuat dari nylon no 1.500 dan panjang 5,5 m sedangkan tali cabang terbuat dari nylon no. 800 dan panjang 30 cm. Mata pancing digunakan dua jenis yaitu jenis mata pancing tanpa kait balik dan pancing berkait. Ukuran mata pancing tanpa kait balik panjang 4 cm dan lebar 2 cm buatan nelayan sendiri. Ukuran mata pancing berkait panjang 4 cm dan lebar 1,5 cm Pancing no 8. Untuk menarik perhatian ikan, jenis mata pancing tanpa kait sebagian mata pancing dibungkus dengan kain tiras (semacam kain puring) dengan warna disesuaikan dengan warna ikan umpan yang akan digunakan, ada beberapa warna kain tiras seperti warna putih, merah, kuning, abuabu, biru, hitam dan lain-lain. Dalam pengoperasiannya alat tangkap huhate ini sangat tergantung pada umpan hidup. Umpan hidup diperoleh dengan cara melakukan penangkapan memakai alat tangkap jaring (seine net). Jenis-jenis ikan umpan adalah ikan sardin, gisau, teri dan puri. Huhate (Skipjack pole and line) atau umumnya lebih dikenal dengan “pole and line” adalah cara pemancingan dengan menggunakan pancing yang dikhususkan untuk menangkap ikan cakalang yang banyak digunakan di perairan Indonesia. Selanjutnya dikatakan juga menurut Ayodhoya, (1981), pole and line umum digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sehingga dengan kata perikanan pole and line sering pengertian kita ke 10



arah perikanan cakalang, sungguhpun dengan cara pole and line juga dilakukan penangkapan albacore, mackerel dan lain sebagainya. 2.3 Pancing Tonda Pancing tonda adalah alat penangkapan ikan tradisional yang umumnya di gunakan oleh nelayan tonda untuk menangkap ikan tuna dan pelagis lainnya di laut. Alat tangkap ini memiliki kontruksi yang sama dengan alat tangkap pancing ulur seperti: tali, mata pancing dan umpan, dan dapat dioperasikan pada perairan yang sulit terjangkau oleh alat tangkap lainnya. Pancing tonda merupakan salah satu alat penangkap ikan yang diberi tali panjang dan ditarik oleh kapal atau perahu (Sudirman, 2004). Alat tangkap ini terdiri dari seutas tali panjang, mata pancing dan umpan. Umpan yang di pakai adalah umpan buatan(Ayodhyoa, 1981). Banyak bentuk dan macam pancing tonda (troll line) yang pada prinsipnya adalah sama (Subani & Barus, 1989). Secara umum pancing tonda menarik dan menurunkan satu atau berbeberapa tali pancing denga memakai umpan buatan yang di letakan di belakang kapal yang bergerak. Umpan atau pemikat di rancang dengan warna yang terang atau menyerupai ikan umpan sehingga menarik ikan pemangsa untuk menyambarnya (Von Brandt, 1984). Alat tangkap ini ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang biasa hidup dekat permukaan, mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mempunyai kualitas daging dengan mutu tinggi (Gunarso, 1998). Pancing tonda ini bukanlah hal yang baru bagi nelayan di indonesia. Alat tangkap ini adalah alat penangkapan ikan yang populer di kalangan nelayan, karena harganya relatif murah dan pengoperasiannya mudah, untuk menangkap ikan di dekat permukaan perairan. Menurut Ayodhyoa (1984) pancing tonda dikelompokan ke dalam alat tangkap pancing dengan beberapa kelebihan yaitu: 1. Metode pengoperasian relatif sederhana 2. Modal yang diperlukan lebih sedikit 3. Dapat menggunakan umpan buatan 4. Syarat-syarat fishing ground relatif lebih sedikit dan dapat bebas memilih 5. Ikan yang tertangkap seekor demi seekor, sehingga kesegarannya dapat terjamin. Sedangkan kekurangan dari alat pancing tonda adalah 1. Jumlah hasil tangkapan lebih sedikit dibandingkan alat tangkap yang lain



11



2. Keahlian perseorangan sangatlah berpengaruh pada penentuan tempat, waktu dan syarat-syarat lain. Dalam pengoperasiannya, pancing tonda menggunakan umpan untuk menarik ikan agar tertangkap. Umpan di kelompokan menjadi dua jenis, yaitu umpan alami dan umpan buatan. Nelayan pancing tonda jarang menggunakan umpan alami, karena mudah lepas dan rusak. Berdasarkan data Ditjen Perikanan (1998) jenis umpan alami yang biasa di gunakan adalah layang (Decapterus sp), kembung (Rastleriger sp),



bandeng (Chanos chanos ), belanak



(Mugil sp), lemuru (sardinella longiceps) dan tembang (sardinella fimbriata). Sifat umpan alami memiliki banyak kekurangan, sehingga para nelayan pancing tonda, lebih memilih menggunakan



umpan



buatan



pada



operasi



penangkapan



ikan.



Menurut



Ruivo vide Hendrotomo (1989). Umpan buatan yang biasa dipakai berasal dari bulu ayam yang halus, sendok, tali plastik, karet plastik dan bahan lainnya yang memiliki sifat yang menyerupai umpan asli baik ukuran, bentuk, warna dan gerakannya pada saat berada di dalam air. Umpan berfungsi untuk memberikan rangsangan (stimulus) yang bersifat fisik maupun kimia, sehingga dapat memberikan respon pada ikan tertentu. Berikut alasan penggunaan umpan buatan pada pancing tonda yaitu: 1. Harga relatif murah dan mudah didapat. 2. Dapat dipakai berulang-ulang 3. Dapat di simpan dalam waktu yang lama 4. Warna dapat memikat ikan 5. Ukuran dapat disesuaikan dengan bukaan mulut ikan Umpan buatan yang digunakan pada penelitian ini adalah umpan yang berasal dari benang sutra yang terbentuk menjadi benang berumbai-berumbai. Benang sutra ini berasal dari kokon (air liur atau ludah ulat sutera) yang dikumpulkan, kemudian diolah dengan sederhana dan canggih oleh mesin atau tangan (1992). Pancing



tonda



umunya



dioperasikan



dengan



kapal



kecil,



jumlah



nelayan



yang



mengoperasikannya sebanyak 4-6 orang yang terdiri dari satu orang nahkoda merangkap fishing



12



master, satu orang juru mesin dan 2-4 orang ABK yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung. Pada umumnya panjang perahu berkisar antara 5-20 meter dengan ruang kemudi dibagian depan kapal (haluan) dan dek tempat berkerja berada di bagian belakang kapal (buritan) (Sainsburry 1971). Kapal yang digunakan pada pengoperasian penangkapan ini adalah perahu motor tempel dan perahu kayu dari jenis congkleng (perahu bercadik) yang memiliki panjang 11 meter dan terbuat dari bahan kayu (DKP Sumatra Barat 2011). Kecepatan perahu pada saat menonda mempengaruhi keberhasilan penangkapan sesuai dengan tujuan ikan sasaran. Kapal untuk menangkap ikan pelagis jenis ikan umpan, kecepatan menonda harus lambat (1-3 knot). Waktu penangkapan ikan cakalang dan tuna muda di pagi hari dengan kecepatan perahu sekitar 4-5 knot, dan pada siang hari kecepatan menonda sekitar 7-8 knot (Nugroho, 1992). Hasil tangkapan utama untuk tonda perairan permukaan yaitu tongkol,cakalang, tenggiri, madidihang, setuhuk, alu-alu, sunglir, beberapa jenis kwe. Hasil tangkapan lapisan dalam terutama berupa cumi-cumi, sedangkan untuk lapisan dasar terutama manyung, pari, cucut, gulamah, senangin, kerapu, dan lain lain (Subani & Barus, 1989). Jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan antara lain: baby tuna, cakalang, tenggiri, dan lainnya melalui bagian belakang maupun samping kapal yang bergerak tidak terlalu cepat dilakukan penarikan sejumlah tali pancing dengan mata-mata pancing yang umumnya tersembunyi dalam umpan buatan. Ikan-ikan akan memburu dan menangkap umpan-umpan buatan tersebut, hal ini tentu saja memungkinkan mereka untuk tertangkap (Gunarso, 1998). Secara global, terdapat 7 spesies ikan tuna yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu albacore (Thunnus alalunga), bigeye tuna (Thunnus obesus), Atlantic bluefin tuna (Thunnus thynnus), pacific bluefin tuna(Thunnus oreintalis), southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), yellowfin tunam (Thunnus albacares), dan skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), kecuali pacific bluefin dan southern bluefin tuna, kelima spesies tuna lainnya hidup dan berkembang di perairan Samudra Pasifik, Atlantik, dan Hindia (Dahuri, 2008). Penyebaran jenis-jenis tuna tidak dipengaruhi oleh perbedaan bujur melainkan dipengaruhi oleh perbedaan lintang (Nakamura, 1969). Di perairan Indonesia, yellowfin tuna dan bigeye tuna didapatkan di perairan pada daerah antara 15o LU–15o LS, dan melimpah pada daerah antara 0-15o LS seperti daerah pantai Selatan Jawa dan Barat Sumatera (Nurhayati, 1995). Penyebaran ikan-ikan tuna di kawasan barat Indonesia terutama terdapat di perairan Samudra Hindia. Pada perairan tersebut terjadi percampuran antara perikanan tuna lapis dalam, yang dieksploitasi dengan alat rawai tuna, dengan perikanan tuna permukaan yang dieksploitasi menggunakan alat tangkap pukat 13



cincin, gillnet, tonda dan payang (Sedana 2004). Menurut Dahuri (2008), ikan madidihang dan mata besar terdapat di seluruh wilayah perairan laut Indonesia. Sedangkan, albacore hidup di perairan sebelah barat Sumatera, selatan Bali sampai dengan Nusa Tenggara Timur. Ikan tuna sirip biru selatan hanya hidup di perairan sebelah selatan Jawa sampai ke perairan Samudra Hindia bagian selatan yang bersuhu rendah (dingin).



14



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Alat tangkap melukai merupakan alat penangkapan ikan yang mempunyai prinsip penangkapan dengan cara mencengkram, mengait , atau menjepit, melukai dan atau membunuh sasaran tangkap yang dilakukan dari atas kapal atau tanpa menggunakan kapal. Jenis-jenis nya yaitu 



Harpoons







Ladung







Panah



Alat tangkap pancing Hand Lines merupakan alat pancing yang sangat sederhana, terdiri dari pancing, , tali pancing dan umpan. Jumlah mata pancingnya satu buah bahkan lebih, bisa menggunakan umpan asli maupun buatan. Jenis-jenis nya yaitu 



Squid Jigging







Huhate



Pancing tonda adalah alat penangkapan ikan tradisional yang umumnya di gunakan oleh nelayan tonda untuk menangkap ikan tuna dan pelagis lainnya di laut. Alat tangkap ini memiliki kontruksi yang sama dengan alat tangkap pancing ulur seperti: tali, mata pancing dan umpan, dan dapat dioperasikan pada perairan yang sulit terjangkau oleh alat tangkap lainnya.



3.2 Saran Makalah ini mempunyai banyak kekurangan tapi juga mempunyai kelebihan, yaitu memberikan tambahan ilmu bagi pembaca makalah ini. Oleh karena itu dari penulis memohon banyak masukan yang dapat membangun dan menyempurnakan makalah ini. Diharapkan juga melalui makalah ini para pembaca dapat lebih memahami tentang klasifikasi alat tangkap melukai, hand line dan pancing tonda.



15



DAFTAR PUSTAKA



Atiknur97.blogspot.co.id/2013/09/alat-tangkap-ladung-kima.html (diakses pada 28 november 2016) http://www.alamikan.com/2015/05/pengoperasian-alat-tangkap-pancing-tonda.html (diakses 28 oktober 2016)



https://nurhasanblogger.wordpress.com/2015/04/06/jenis-alat-tangkap-ikan-tradisional/ (diakses 28 november 2016) Moeslim, S dan F. Cholik. 2006. Usaha Perikanan di Indonesia. 60 Tahun Perikanan Indonesia. Masyarakat Perikanan Nusantara. Jakarta. Subani W dan H R Barus. 1989. Alat penangkapan ikan dan udang laut di indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50 Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.



Tampubolon, N. 1990. Studi Tentang Perikanan Cakalang dan Tuna Serta Kemungkinan Pengembangannya di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 123 hal. Von Brandt A. 1984. Fish Catching Methods of the World. London: Fishing News Book.



16