MTBS Demam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA SAKIT DENGAN DEMAM



OLEH : Uswatun Hasanah Rowi 220705204



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ABDI NUSANTARA JAKARTA 2022



LEMBAR PERSETUJUAN



LAPORAN KASUS



ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA SAKIT DENGAN DEMAM



Telah disetujui, diperiksa, dan siap diujikan dihadapan Tim Penguji



Pembimbing 1



KATA PENGANTAR Puji



syukur



melimpahkan



penulis



rahmat



dan



panjatkan



kehadirat



karunia-Nya,



Allah



sehingga



SWT



penulis



telah dapat



menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Balita Sakit Dengan Demam” dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dari berbagai piha, baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Khairil Walid, SKM, MPd Ketua Yayasan Abdi Nusantara Jakarta. 2. Ibu Lia Idealistiana, SKM, SST, MARS, Ketua Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta. 3. Ibu Rahayu Khairiah, SKM, M.Keb pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, pengarahan, dan bantuan kepada penulis dalam melakukan perbaikan-perbaikan untuk kesempurnaan laporan ini. 4. Ibu/bapak



penguji



yang



telah



banya



memebrikan



masukan,



pengarahan, dan bantuan kepada penulis dalam melakukan perbaikanperbaikan untuk kesempurnaan laporan ini. 5. Bapak Luki Miftah, S. PS.i selaku kepala puskesmas gempl yang telah memberikan ijindan mempasilitasi penulis dalam melakukan praktik. 6. Bapak Syaiful Bachtiar, S.Kedi selaku pemilik klinik syafira tempat saya bekerja yang telah memberikan ijin dan mencari target sambil berkerja, Dalam penulisan laporan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.



iii



Penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi pembaca umumnya dan profesi kebidanan khususnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Karawang, November 2022 Penulis



iv



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI..........................................................................................................iii PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS.................................................................v BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 A. Latar Belakang.............................................................................................1 B. Ruang Lingkup.............................................................................................3 C. Tujuan............................................................................................................4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6 A. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)...............................................6 1.



Pengertian MTBS..................................................................................6



2.



Tujuan MTBS.........................................................................................6



3.



Strategi MTBS.......................................................................................7



4.



Manfaat Pelayanan MTBS..................................................................8



5.



Indikator Keberhasilan Program MTBS.............................................9



B. Demam..........................................................................................................9 1.



Pengertian Demam...............................................................................9



2.



Etiologi..................................................................................................10



3.



Patofisiologi..........................................................................................12



4.



Klasifikasi.............................................................................................13



5.



Manifestasi Klinis................................................................................16



6.



Komplikasi............................................................................................16



7.



Langkah-Langkah...............................................................................17



8.



Penatalaksanaan................................................................................18



BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................22 a. Dokumentasi dalam bentuk Pathway Asuhan Kebidanan..................23 BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................25 BAB V PENUTUP................................................................................................27 A. Kesimpulan.................................................................................................27 B. Saran...........................................................................................................27 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29 v



PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama



: Ny. E (Ibu an.F)



Tempat/tanggal lahir



: 3 tahun



Alamat



: Gempol



Bersama ini menyatakan kesediannya untuk melakukan tindakan dan prosedur pengobatan pada diri saya. Persetujuan ini saya berikan setelah mendapat penjelasan dari petugas kesehatan yang berwenang di fasilitas kesehatan tersebut diatas. Demikian surat persetujuan ini saya buat tanpa paksaan dari pihak manapun dan agar dipergunakan sebagaimana mestinya.



Karawang, Desember 2022 Pemeriksa



Mengetahui,



Pembuat Pernyataan



(Uswatun Hasanah Rowi)



vi



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam dapat terjadi pada semua tingkatan umur manusia dari bayi hingga orang lanjut usia sekalipun. Hal ini tak lepas dari berbagai kemungkinan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Panas tinggi atau demam pada dasarnya bukan penyakit tapi gejala suatu penyakit yaitu proses alamiah yang timbul akibat perlawanan tubuh terhadap masuknya bibit penyakit (Davis, 2012). Demam pada bayi dan anak balita merupakan salah satu kasus yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Demam pada balita membutuhkan penanganan tersendiri yang sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Perlakuan dan penanganan yang



salah,



lambat,



dan



tidak



tepat



akan



mengakibatkan



terganggunya pertumbuhan dan perkembangan tubuh balita, bahkan dapat membahayakan keselamatan jiwanya (Cahyaningrum & Siwi, 2018). Demam mempunyai risiko terhadap penyakit-penyakit serius pada balita dan dipengaruhi oleh usia.Demam secara umum tidak berbahaya namun dapat membahayakan anak jika demam. Anak yang mengalami demam dapat memberikan dampak yang negatif yang bisa membahayakan anak seperti dehidrasi, kekurangan oksigen,



kerusakan



neurologis



dan



kejang



demam



(febrile



convulsions). Untuk meminimalisir dampak negatif maka demam 1



harus ditangani dengan benar (Cahyaningrum & Siwi, 2018). Berdasarkan data WHO 2017 kejang demam terjadi pada 2-5% anak usia 6 bulan sampai 5 tahun di negara maju.4,5 Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi demam berkisar 2-5%. Dengan angka kejadian demam sederhana sekitar 70-75%, kejang kompleks 2025% dan sekitar 5% demam simptomatik. Di Asia prevalensi demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika Serikat. Di Jepang angka kejadian demam berkisar 8,3- 9,9%.9,10 Bahkan di Guam insiden demam mencapai 14%. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam di seluruh Dunia mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu kematian tiap tahunnya. Data kunjungan ke fasilitas kesehatan pediatrik di Brazil terdapat sekitar 19% sampai 30% anak diperiksa karena menderita demam (Setyowati dalam Wardiyah, 2016). Di Indonesia dilaporkan bahwa angka kejadian kejang demam 3-5% dari anak yang berusia 6 bulan–5 pada tahun 2017-2018. angka tersebut terus bertambah menjadi 6% pada tahun 2019 (Sulystowati,2019). Demam merupakan salah satu masalah yang kerap dijumpai dalam mengasuh dan membesarkan anak. Ibu berperan penting dalam merawat anak demam, pengetahuan ibu diperlukan agar tindakan yang diberikan benar yaitu bagaimana ibu menentukan anak demam dan menurunkan suhu tubuh anak, serta kapan ibu 2



mambawa ke petugas kesehatan. Kurangnya informasi dan pengetahuan



dapat



membuat



tindakan



ibu



menjadi



keliru.



Kesalahan yang sering terjadi di lingkungan kita seperti anak demam justru diselimuti dengan selimut tebal(Doloksaribu & Siburian, 2016). Pada dasarnya demam pada anak dapat ditangani dengan cara meningkatkan



pengetahuan



ibu.



Menurut



Utami



(2016),



pengetahuan ibu sangat menunjang dalam penatalaksaan demam pada balita, karena ibu dapat mencegah terjadinya komplikasi demam



pada



anak



seperti,



dehidrasi



dan



kejang



demam.



Penatalaksanaan demam yang baik pada anak dapat dilakukan dengan cara mengurangi aktivitas fisik pada anak. Selain itu dapat juga diberikan kompres air hangat. Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan lipat selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan (Pasaribu, 2013). Berdasarkan data yang diperoleh tentang balita sakit yang mengalami demam mungkin bukan DBD, maka peneliti tertarik melakukan Manajemen Terpadu Balita Sakit Dengan Demam Mungkin Bukan DBD Di Puskesmas Gempol tahun 2022 B. Ruang Lingkup Ruang lingkup pembahasan ini meliputi Asuhan Kebidanan Pada balita sakit dengan demam. 3



C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu menganalisa kasus dari pengkajian, menegakkan diagnosa,melakukan asuhan kebidanan dengan benar dan tepat sesuai teori yang berhubungan dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit Dengan Demam Mungkin Bukan DBD Di Puskesmas Gempol tahun 2022 2. Tujuan khusus a. Mahasiswa



mampu



melakukan



pengkajian



sesuai



fakta



dibandingkan teori Manajemen Terpadu Balita Sakit Dengan Demam Mungkin Bukan DBD. b. Mahasiswa mampu:



1) Menegakkan diognosis dan masalah 2) Menegakkan diagnosis dan masalah potensial 3) Melakukan tindakan segera jika dibutuhkan pada asuhan kebidanan Pada Ibu Nifas dengan konstipasi. c. Mahasiswa mampu memberikan Asuhan Kebidanan yang



benar dan tepat sesuai dengan diagnosis dan masalah balita sakit dengan demam d. Mahasiswa mampu membuat rasionalisasi asuhan yang telah



diberikan pada balita sakit dengan demam e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi asuhan kebidanan



yang di berikan pada balita sakit dengan demam 4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 1. Pengertian MTBS MTBS merupakan suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang dipelayanan kesehatan, seperti pneumonia, diare, campak, malaria,



infeksi



peningkatan



telinga,



pelayanan



malnutrisi, kesehatan,



status



imunisasi



pencegahan



serta



penyakit



(imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian ASI atau makan). Kegiatan MTBS memiliki tiga komponen khas yang menguntungkan,



yaitu



meningkatkan



keterampilan



petugas



kesehatan dalam tatalaksana kasus Balita sakit, memperbaiki sistem kesehatan, dan memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pertolongan kasus balita sakit (Susilowati, 2016). 2. Tujuan MTBS Tujuan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah menurunkan secara bermakna angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit tersering pada balita (M.Arifki, 2019). Tujuan dari mtbs ini adalah untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan yang terkait dengan penyakit tersering pada balita dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan



5



kesehatan anak, meningkatkan ketrampilan petugas, menilai, mengklisifikasi dan mengetahui resiko dari penyakit yang timbul, memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah, sebagai pedoman kerja bagi petugas. 3. Strategi MTBS Strategi



Manajemen



Terpadu



Balita



Sakit



(MTBS)



membutuhkan kerjasama antara petugas kesehatan, keluarga, dan masyarakat. Dengan kerjasama antara ketiga pihak tersebut, maka MTBS memungkinkan keikutsertaan orang tua anak dan masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan. Strategi menurut WHO mencakup tiga komponen yakni: Penatalaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada balita di fasilitas kesehatan. Yang dimaksud terpadu adalah penanganan kasus tidak terpisah-pisah, meliputi manajemen balita sakit, pemberian imunisasi, pencegahan penyakit, dan promosi untuk tumbuh kembang. Komponen yang kedua yakni penguatan sistem kesehatan berupa



obat-obatan



dan



alat



yang



mendukung



untuk



penatalaksanaan MTBS di fasilitas kesehatan. Komponen ketiga yakni



bekerjasama



dengan



komunitas



atau



keluarga



dan



masyarakat untuk praktik MTBS, tujuannya agar penatalaksanaan MTBS dapat maksimal (Eastwood, 2018). Dengan tiga komponen strategi tersebut MTBS dapat dikatakan bahwa pendekatan yang lengkap. 6



4. Manfaat Pelayanan MTBS Pelayanan



MTBS



yang



bermutu



adalah



pelayanan



kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakaian jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rat penduduk serta yang menyelenggarakan sesuai dengan standar dan kode etik profesi. Meskipun diakui tidak mudah, namun masih dapat diupayakan karena memang telah ada ukurannya yakni rumusan standar serta kode etik profesi yang pada dasarnya merupakan



kesepakatan



antara



warga profesi



itu



sendiri.



Karenanya wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi, termasuk pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2015). Kegiatan



MTBS



memiliki



3



komponen



khas



yang



menguntungkan, yaitu:; a. Meningkatkan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien apabila sudah dilatih) b. Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS) Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain c.



Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan



7



kasus



balita



sakit



(meningkatkan



pemberdayaan



masyarakat dalam pelayanan kesehatan) (Depkes RI,2015) 5. Indikator Keberhasilan Program MTBS Indikator yang harus diperhatikan dalam menentukan keberhasilan



pelaksanaan



MTBS



meliputi



upaya



preventif



(pencegahan), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling), upaya kuratif (pengobatan), sarana dan fasilitas yang memadai meliputi keterampilan petugas kesehatan, dukungan sistem kesehatan dalam menjalankan MTBS, kepuasan ibu balita atau pendamping balita dan akses yang mudah bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang terpadu (Depkes RI, 2015). Indikator prioritas MTBS yang digunakan dalam fasilitas pelayanan dasar meliputi keterampilan petugas



kesehatan,



dukungan



sistem



kesehatan



dalam



menjalankan MTBS dan kepuasan ibu balita atau pedamping balita. Sedangkan indikator keberhasilan MTBS adalah angka mortalitas dan morbiditas anak balita menurun, juga cakupan neonatal dalam kunjungan rumah meningkat. B. Demam 1. Pengertian Demam Demam merupakan keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu tubuh di atas 38º Celsius (Ismoedijanto, 2016). Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal 8



(>37,5°C) (Hartini, 2015). Demam sangat berbeda dengan hipertemia. Hipertermia adalah ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas maupun mengurangi produksi panas akibat dari peningkatan suhu (Ribek et al., 2018) Suhu tubuh adalah suhu visera, hati, otak, yang dapat diukur lewat oral, rektal, dan aksila. Cara pengukuran suhu menentukan tinggi rendahnya suhu tubuh. Pengukuran suhu melalui mulut dilakukan dengan mengambil suhu pada mulut (mengulum termometer dilakukan pada anak yang sudah kooperatif), hasilnya hampir sama dengan suhu dubur, namun bisa lebih rendah bila frekuensi napas cepat. Pengukuran suhu melalui dubur (rektal) dilakukan. pada anak di bawah 2 tahun. Termometer masuk ke dalam dubur sedalam 2-3 cm dan kedua pantat dikatupkan, pengukuran dilakukan selama 3 menit. Suhu yang terukur adalah suhu tubuh yang mendekati suhu yang sesungguhnya (core temperature).



Dikatakan



demam



bila



suhu



di



atas



38℃



(Ismoedijanto, 2016) 2. Etiologi Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor pyrogen endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumuor necrosis factor), dan IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus 9



dengan bantuan enzim cyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandin-lah yang meningkatkan set point hipotalamus. Pada keadaan



lain,



keganasaan,



misalnya penyakit



pada



kolagen,



tumor,



penyakit



penyakit



darah



metabolik,



dan



sumber



pelepasan PE bukan dari PMN tapi dari tempat lain. Kemampuan anak untuk beraksi terhadap infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis demam sangat tergantung pada umur. Semakin muda umur bayi, semakin kecil kemampuan untuk merubah set-point dan memproduksi panas. Bayi kecil sering terkena infeksi berat tanpa disertai dengan gejala demam (Ismoedijanto, 2016). Secara garis besar, ada dua kategori demam yang sering kali diderita oleh anak balita (dan manusia pada umumnya) yaitu demam noninfeksi dan demam infeksi (Widjaja, 2016). a. Demam noninfeksi Demam noninfeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam noninfeksi jarang terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam non-infeksi timbul karena adanya kelainan pada tubuh yang dibawa sejak lahir, dan tidak ditangani dengan baik. Contoh demam non-infeksi antara lain demam yang disebabkan oleh adanya kelainan degeneratif atau kelainan bawaan pada jantung, demam karena stres, atau demam yang disebabkan oleh adanya penyakit-penyakit berat misalnya leukimia dan kanker darah (Widjaja, 2016). 10



b. Demam infeksi Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masukan patogen, misalnya kuman, bakteri, viral atau virus, atau binatang kecil lainnya ke dalam tubuh. Bakteri, kuman atau virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara, misalnya melalui makanan, udara, atau persentuhan tubuh. Imunisasi juga merupakan penyebab demam infeksi karena saat melalukan imunisasi berarti seseorang telah dengan sengaja memasukan bakteri, kuman atau virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh balita dengan tujuan membuat balita menjadi kebal terhadap penyakit tertentu. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan infeksi dan akhirnya menyebabkan demam pada anak antara lain yaitu tetanus, mumps atau parotitis epidemik, 12 morbili atau measles atau rubella, demam berdarah, TBC, tifus dan radang paru-paru (Widjaja, 2016). 3. Patofisiologi Secara



teoritis



kenaikan



suhu



pada



infeksi



dinilai



menguntungkan, oleh karena aliran darah makin cepat sehingga makanan dan oksigenasi makin lancar. Namun kalau suhu terlalu tinggi (di atas 38,5ºC) pasien mulai merasa tidak nyaman, aliran darah cepat, jumlah darah untuk mengaliri organ vital (otak, jantung, paru) bertambah, sehingga volume darah ke ekstremitas 11



dikurangi, akibatnya ujung kaki/tangan teraba dingin (Ismoedijanto, 2016) Demam yang tinggi memacu metabolisme yang sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat dan cepat, frekuensi napas lebih cepat. Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan paru dan disertai dengan ketidakseimbangan elektrolit, yang mendorong suhu makin tinggi. Kerusakan jaringan akan terjadi bila suhu tubuh lebih tinggi dari 41℃, terutama pada jaringan otak dan otot yang bersifat permanen. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan kerusakan batang otak, terjadinya kejang, koma sampai kelumpuhan. Kerusakan otot yang terjadi berupa rabdomiolisis dengan akibat terjadinya mioglobinemia (Ismoedijanto, 2016). 4. Klasifikasi Dalam MTBS Dalam buku bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) terdapat klasifikasi demam yaitu demam dicurigai malaria, demam karena campak, dan demam dicurigai Demam Berdarah Dengue (DBD) pada balita. a. Demam dicurigai malaria di klasifikasikan menjadi 2 yakni: 1) Endemis malaria tinggi atau rendah, yang artinya anak tinggal di daerah endemis malaria tinggi atau rendah. Terdapat 3 klasifikasi lagi di dalam pengklasifikasian demam pada klasifikasi pertama ini yakni: a) Penyakit berat dengan demam



12



Pada klasifikasi ini balita mengalami tanda bahaya atau kaku kuduk b) Malaria Pada klasifikasi ini balita mengalami gejala demam, baik pada anamnesis atau teraba panas atau suhu s 37° C dan mikroskopis positif atau Rapid Diagnostic Test (RDT) positif c) Demam mungkin bukan malaria Pada klasifikasi ini balita mengalami gejala mikroskopis negatif atau Rapid Diagnostic Test (RDT) negatif atau ditemukan penyebab lain terjadinya demam. 2) Non endemis malaria dan tidak ada riwayat bepergian ke daerah malaria, pada klasifikasi ini dibagi menjadi 2 klasifikasi yakni: a. Penyakit berat dengan demam Demam Pada klasifikasi ini balita menunjukkan gejala terdapat tanda bahaya umum atau kaku kuduk b. Demam bukan malaria Pada klasifikasi ini balita tidak menunjukkan adanya tanda bahaya umum atau tidak kaku kuduk b. Demam karena campak di klasifikasikan menjadi 3 yaitu: 1) Campak dengan komplikasi berat



13



Pada klasifikasi ini balita menunjukkan ada tanda bahaya umum atau ada kekeruhan pada kornea mata atau ada luka mulut yang dalam atau luas 2) Campak dengan komplikasi pada mata dan atau mulut Pada klasifikasi ini ada nanah pada mata atau ada luka pada mulut balita. 3) Campak Pada klasifikasi ini terjadi campak sekarang atau dalam tiga bulan terakhir pada balita. c. Demam dicurigai Demam Berdarah Dengue (DBD) 1) Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada klasifikasi ini balita menunjukkan ada tanda syok atau muntah bercampur darah atau seperti kopi atau berak berwarna hitam atau perdarahan dari hidung atau gusi atau bitnik-bintik perdarahan di kulit (petekie) dan uji tourniquet positif atau sering muntah. 2) Mungkin DBD Demam mendadak tinggi dan terus-menerus atau nyeri ulu hati atau gelisah atau bitnik-bintik perdarahan di kulit dan uji tourniquet negatif. 3) Demam mungkin bukan DBD Tidak ada satupun gejala yang disebutkan pada poin nomor satu dan nomor dua (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2015)



14



5. Manifestasi Klinis Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah: a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C - 39 ⁰C) b. Kulit kemerahan c. Hangat pada sentuhan d. Peningkatan frekuensi pernapasan e. Menggigil f.



Dehidrasi



g. Kehilangan nafsu makan Menurut Lestari (2016) tanda dan gejala demam thypoid yaitu: a. Demam b. Gangguan saluran pencernaan c. Gangguan kesadaran d. Relaps (kambuh) 6. Komplikasi Menurut Nurarif (2015) komplikasi dari demam adalah: a. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan otak.



15



Menurut Lestari (2016) komplikasi yang dapat terjadi pada anak demam thypoid yaitu : a. Perdarahan usus, perporasi usus dan illius paralitik b. Miokarditis, thrombosis, kegagalan sirkulasi c. Anemia hemolitik d. Pneumoni, empyema dan pleuritic e. Hepatitis, koleolitis 7. Langkah-Langkah a. Menerima Status pasien dari petugas pendaftaran b. Memanggil pasien sesuai urutan dan mencocokan identitas penderita pada kartu status c. Anamnesa pasien (Keluhannya apa, berapa lama, sudah berobat apa belum, sakitnya berkurang atau bertambah parahserta di tanyakan keluhan lainnya) d. Memerisa pasien sesuai dengan keluhannya terutama apabila didalam pemeriksaan didapatkan tanda-tanda Demam tinggi kurang dari 7 hari, maka petugas akan mengklasifikasi Demam Mungkin Bukan DBD) e. Membenkan resep Paracetamol untuk menurunkan demamnya f. Melakukan konseling pada ibu dan nasihat kunjungan ulang, setelah 2 hari jika pasien masih demam



16



8. Penatalaksanaan Menurut



Kania



dalam



Wardiyah,



(2016)



penanganan



terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani demam pada anak: a. Tindakan farmakologis Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik berupa: 1) Paracetamol Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam. Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam



dari



dosis



sebelumnya.



Penurunan



suhu



yang



diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga jelas bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu namun untuk menurunkan suhu tubuh. Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bualn karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum memiliki fungsi hati yang sempurna, sementara efek samping paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain itu, peningkatan



17



suhu pada bayibaru lahir yang bugar (sehat) tanpa resiko infeksi umumnya diakibatkan oleh factor lingkungan atau kurang cairan. Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut, reaksi, alergi berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit karena perdarahan bawah kulit),



bronkospasme



(penyempitan



saluran



napas),



hepatotoksik dan dapat meningkatkan waktu perkembangan virus seperti pada cacar air (memperpanjang masa sakit). 2) Ibuprofen Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila alergi terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat dicapai dengan dosis 5mg/Kg BB. Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1jam dan berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat dari parasetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual, muntah, nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh, dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal ginjal. b. Tindakan non farmakologis Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan seperti (Nurarif, 2015):



18



1) Memberikan minuman yang banyak 2) Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal 3) Menggunakan pakaian yang tidak tebal 4) Memberikan kompres. Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Kompres meupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh (Ayu, 2015). Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Pada penelitian ini Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat. Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh (Maharani dalam Wardiyah 2016). Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh (Dewi, 2016). Penggunaan Kompres hangat di lipatan ketiak dan lipatan selangkangan selama 10 – 15 menit dengan temperature air 30-32oC, akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan. Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif karena pada daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah yang besar dan banyak terdapat



19



kelenjar keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga



akan



vasodilatasi



memperluas



yang



akan



daerah



yang



memungkinkan



mengalami percepatan



perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak (Ayu, 2015).



20



BAB III TINJAUAN KASUS A. Formulir Mtbs FORMULIR PENCATATAN BALITA SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN Tanggal Kunjungan : 12 Des 2022 Nama Anak: An. F L/P Umur: 3 Tahun BB: Anak sakit apa? Demam Kunjungan Pertama Ya Kunjungan Ulang



12 kg



Alamat : Gempol Nama Ibu: Ny. E PB/TB: 90 cm Suhu:



38,7oC



PENILAIAN (Lingkari semua gejala yang ditemukan) MEMERIKSA TANDA BAHAYA UMUM • Tidak bisa minum/menyusu • Memuntahkan semuanya • Kejang



KLASIFIKASI -



• • • •



TINDAKAN/ PENGOBATAN -



Letargis atau tidak sadar Ada stridor Biru ( cyanosis ) Ujung tangan dan kaki pucat dan dingin



APAKAH ANAK BATUK ATAU SUKAR BERNAPAS ? Ya Tidak  • Berapa lama? hari • Hitung napas dalam 1 menit kali / menit. Napas Cepat ? • Ada tarikan dinding dada kedalam • Ada wheezing • Saturasi oksigen APAKAH ANAK DIARE ? • Berapa lama? hari • Adakah darah dalam tinja?



Ya



Tidak



 • Keadaan umum anak : - Letargis atau tidak sadar - Gelisah atau rewel • Mata cekung • Beri anak minum : - Tidak bisa minum atau malas minum - Haus, minum dengan lahap • Cubit kulit perut, apakah kembalinya : - Sangat lambat (lebih dari 2 detik) - Lambat (masih sempat terlihat lipatan kulit)



21



Demam bukan APAKAH ANAK DEMAM ? Ya  Tidak DBD (anamnesis ATAU teraba panas ATAU suhu= 37,5oC) Tentukan Daerah Risiko Malaria : Tinggi - Rendah - Tanpa Risiko Jika Daerah Tanpa Risiko, tanyakan riwayat bepergian ke daerah resiko malaria dalam 2 minggu terakhir dan tentukan daerah risiko sesuai tempat yang dikunjungi. • Sudah berapa lama? 2 hari • Lihat dan periksa adanya kaku kuduk • Jika lebih dari 7 hari, apakah • Lihat adanya pilek demam terjadi setiap hari? • Lihat adanya penyebab demam oleh bakteri • Apakah pernah sakit malaria • Lihat adanya tanda-tanda Campak saat ini: atau minum obat malaria? - Ruam kemerahan di kulit yang menyeluruh • Apakah anak sakit campak DAN dalam 3 bulan terakhir? - Terdapat salah satu tanda berikut: batuk, pilek, mata merah, dan/atau diare



1. Berikan Paracetamol 2. Nasehati kapan kembali segera 3. Kunjunga n ulang 2 hari jika tetap deam



LAKUKAN TES MALARIA jika tidak ada klasi?kasi penyakit berat : • pada semua kasus demam di daerah risiko tinggi • pada daerah risiko rendah jika tidak ditemukan penyebab pasti demam Jika anak sakit campak saat ini atau dalam 3 bulan terakhir :



• Lihat adanya luka di mulut



Demam bukan campak



Jika ya, apakah dalam atau luas ? • Lihat adanya nanah di mata • Lihat adanya kekeruhan di kornea



MEMERIKSA STATUS GIZI • Lihat dan raba adanya pembengkakan di kedua punggung kaki • Tentukan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) - BB menurut PB atau TB : < -3 SD - BB menurut PB atau TB : -3 SD sampai -2 SD - BB menurut PB atau TB : = -2 SD • Tentukan lingkar lengan atas (LiLA) - LiLA < 11,5 cm - LiLA 11,5 cm - 12,5 cm - LiLA = 12,5 cm • Jika BB menurut PB atau TB < -3 SD ATAU Lingkar Lengan Atas < 11,5 cm, periksa komplikasi medis : - Apakah ada tanda bahaya umum? - Apakah ada klasifikasi berat? Jika tidak ada komplikasi medis, nilai pemberian ASI pada anak umur < 6 bulan - Apakah anak memiliki masalah pemberian ASI? MEMERIKSA ANEMIA • Lihat adanya kepucatan pada telapak tangan, apakah tampak: - Sangat pucat? - Agak pucat?



Gizi baik



Tidak anemia



22



MEMERIKSA STATUS HIV Tentukan Daerah Risiko HIV : Epidemi Meluas - Epidemi Terkonsentrasi Jika Daerah Epidemi Meluas, • Apakah anak atau ibu pernah diperiksa HIV? Ya Tidak Jika Ya, tentukan status HIV Positif Negatif - Ibu : Negatif - Anak : Tes Virologis Positif Tes Serologis Positif Negatif • Jika Ibu HIV positif & Anak HIV negatif ATAU tidak diketahui, tanyakan : - Apakah anak mendapatkan ASI pada saat dilaksanakan tes atau dalam 6 minggu sebelum tes? Ya Tidak - Apakah anak masih mendapatkan ASI? Ya Tidak Jika Ya, tanyakan: Apakah Ibu dan anak dalam ARV profilaksis? Ya Tidak Jika Tidak, - periksa ibu, apabila status ibu dan anak tidak diketahui - periksa anak, apabila ibu HIV positif dan status anak tidak diketahui Jika Daerah Epidemi Terkonsentrasi, • Lihat klasifikasi anak, apakah terdapat klasifikasi berat lain ? • Apakah terdapat Gizi Buruk Tanpa Komplikasi yg tidak membaik dg pengobatan standar? • Apakah terdapat minimal 2 dari : - Oral thrush - Pneumonia berat - Sepsis berat - Kematian ibu yang berkaitan dengan HIV atau penyakit HIV yang lanjut pada ibu • Apakah anak pernah menderita Tuberkulosis atau mendapat OAT berulang? • Apakah anak mengalami riwayat Gizi Buruk berulang? • Apakah anak mengalami riwayat Pneumonia berulang? • Apakah anak mengalami riwayat Diare Kronis atau diare berulang? • Apakah anak pernah dites HIV? Ya Tidak Jika Ya, bagaimana hasilnya? Tes Virologis Positif ____Negatif ___ Tes Serologis Positif _____Negatif ____ Jika Tidak, lakukan Test. Imunisasi MEMERIKSA STATUS IMUNISASI lengkap Lingkari imunisasi yang dibutuhkan hari ini, beri tanda v jika sudah diberikan.       BCG HB 0 Polio 1 Polio 2 Polio 3 Polio 4     DPT-HB-Hib 1 DPT-HB-Hib 2 DPT-HB-Hib 3 IPV  Campak DPT-HB-Hib (lanjutan) Campak (lanjutan) MEMERIKSA PEMBERIAN VITAMIN A Dibutuhkan vitamin A : Ya



Tidak -



MENILAI MASALAH ATAU KELUHAN LAIN



23



LAKUKAN PENILAIAN PEMBERIAN MAKAN Jika anak berumur < 2 TAHUN atau GIZI KURANG atau GIZI BURUK TANPA KOMPLIKASI atau ANEMIA DAN anak tidak akan dirujuk segera. • Ya Tidak Apakah ibu menyusui anak ini? Jika ya, berapa kali sehari? kali Apakah menyusui juga di malam hari? Ya Tidak • Apakah anak mendapat makanan atau minuman lain? Ya Tidak Jika ya, makanan atau minuman apa? Berapa kali sehari? kali Alat apa yang digunakan untuk memberi minum anak? • Jika anak GIZI KURANG atau GIZI BURUK TANPA KOMPLIKASI : Berapa banyak makanan atau minuman yang diberikan pada anak? Apakah anak mendapat makanan tersendiri? Ya Tidak Siapa yang memberi makan dan bagaimana caranya? • Selama sakit ini, apakah ada perubahan pemberian makan? Ya Tidak Jika ya, bagaimana? Nasihati kapan kembali segera. Kunjungan Ulang : 2



hari.



24



B. Dokumentasi dalam bentuk Pathway Asuhan Kebidanan Hari dan Tanggal



: 27 Nov 2022



Tempat Praktik



: Puskesmas Gempol



Nama



: Uswatun Hasanah Rowi



Program Studi



: Profesi Bidan



Pathway Kasus Kebidanan Balita Nama : An. F Usia



Tanda / Gejala / keluhan secara teori : a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C 39⁰C) b. Kulit kemerahan c. Hangat pada sentuhan d. Peningkatan frekuensi pernapasan



: 3 tahun



Patofisiologi (Sesuai Tanda / Gejala / keluhan yang dialami pasien) Demam yang tinggi memacu metabolisme yang sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat dan cepat, frekuensi napas lebih cepat. Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan paru dan disertai dengan ketidakseimbangan elektrolit, yang mendorong suhu makin tinggi.



Tanda / Gejala / keluhan yang dialami pasien Ibu mengatakan anaknya demam sudah 2 hari, kalau malam susah tidur, rewel, gelisah dan tidak mau makan Hasil pemeriksaan : K/U baik Tb 90 cm, BB 12 kg, S 38,7ⷪC, tidak ada muntah dan anak masih mau minum



25



Asuhan yang diberikan : 1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan 2. Anjurkan kompres air hangat 3. Anjurkan untuk memberikan air minum sesuai kebutuhan tubuh anak (usia 13 tahun kebutuhan air 1,3 liter atau sekitar4 gelas) 4. Anjurkan untuk memakai pakaian yang nyaman dengan bahan yang tida tebal dan tetap berada di ruangan sejuk 5. Memberikan terapi parasetamol syrup 120 mg/5 ml 3x sehari 6. Nasehati ibu kembali segera jika tidak ada perubahan 7. Kunjungan ulang 2 hari jika tetap demam



Rasionalisasi diberikan :



dari



asuhan



yang



1. Agar ibu mengetahui hasil pemeriksaan anaknya dan tidak cemas 2. Untuk mengurangi suhu tubuh panas berkurang 3. Agar tidak dehidrasi 4. Agar tidak terjadi penguapan 5. Untuk meredakan demam 6. Mengantisipasi terjadinya demam tinggi 7. Mengantisipasi terjadinya demam tinggi



Evaluasi asuhan yang diberikan : Ibu sudah mengetahui keadaan ananya dan akan kembali untuk kunjungan ulang jika tidak ada perubahan



26



BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan menguraikan pembahasan tentang manajemen terpadu balita sakit dengan demam mungkin bukan DBD. Maka penulis akan membuat refleksi yang menghasilkan teori dengan kasus yang dialami oleh An. F. Pada pengkajian Penulis telah memperoleh data Subjektif dan Objektif. Data Subjektif diperoleh dari hasil wawancara dengan pasien, sedangkan untuk data Objektif diperoleh dari hasil pemeriksaan secara menyeluruh. Berdasarkan data Subjektif yang diperoleh yaitu Ibu mengatakan anaknya umur 3 tahun, demam 2 hari, rewel, gelisah dan tidak mau makan dan minum hanya sedikit. Berdasarkan data objektif yang di peroleh dari hasil pemeriksaan, di dapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis, nadi 80 x/mnt, respirasi 39 x/mnt, suhu 38,7C. Demam merupakan keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu tubuh di atas 38º Celsius (Ismoedijanto, 2016). Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C) (Hartini, 2015). Demam umumnya terjadi sebagai reaksi dari system imun dalam melawan infeksi, virus, 27



bakteri, jamur atau parasit penyebab penyakit. Secara garis besar, ada dua kategori penyebab demam yang sering kali diderita oleh anak balita (dan manusia pada umumnya) yaitu demam noninfeksi dan demam infeksi (Widjaja, 2016). Pada kasus demam yang dialami oleh An. F yaitu demam bukan DBD karena tidak ada satupun gejala yang ada pada gejala DBD maupun mungkin DBD. Menurut Nurarif (2015) komplikasi dari demam adalah Dehidrasi karena demam meningkatkan penguapan cairan tubuh serta dapat mengakibatkan kejang. Sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan otak. Penatalaksanaan



yang



diberikan



pada



An.



F



yaitu



Memberitahu ibu hasil pemeriksaan, Anjurkan kompres air hangat, Anjurkan untuk memberikan air minum sesuai kebutuhan tubuh anak (usia 1-3 tahun kebutuhan air 1,3 liter atau sekitar4 gelas), Anjurkan untuk memakai pakaian yang nyaman dengan bahan yang tida tebal dan tetap berada di ruangan sejuk, Memberikan terapi parasetamol syrup 120 mg/5 ml 3x sehari, Nasehati ibu kembali segera jika tidak ada perubahan, Kunjungan ulang 2 hari jika tetap demam. 28



Menurut



Kania



dalam



Wardiyah,



(2016)



penanganan



terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan



non



farmakologis



maupun



kombinasi



keduanya.



Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik berupa parasetamol dan ibuprofen. Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan seperti (Nurarif, 2015), Memberikan minuman yang banyak, Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal, Menggunakan pakaian yang tidak tebal, Memberikan kompres.



29



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan menganalisa



hasil



kasus



pembahasan,



dari



pengkajian,



penulis



telah



menegakkan



mampu diagnose,



melakukan asuhan kebidanan pada balita sakit dengan benar dan tepat sesuai teori dan dibandingkan dengan fakta yang berhubungan dengan asuhan kebidanan pada balita sakit dengan demam mungkin bukan DBD. B. Saran 1. Saran untuk bidan Diharapakan dapat mempertahankan dan meningkatkan asuhan kebidanan yang sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur), meningkatkan ketrampilan, dan pengetahuan sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien. 2. Saran untuk puskesmas Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan melakukan pencegahan resiko tinggi pada balita sakit dengan demam mungkin bukan DBD. 3. Saran untuk institusi Diharapkan dapat digunakan sebagai sumber referensi dalam penerapan asuhan kebidanan khususnya balita sakit dengan 30



demam mungkin bukan DBD.



31



DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Direktorat Bina Kesehatan Anak Jakarta 2015 Hartini, S. (2015) “Diamond Switches And Blumlein Pulse Generators For Kilovolt Optoelectronics,” Efektifitas kompres air hangat terhadap penunrunan suhu tubuh anak demam usia 1 – 3 tahun di SMC RS Telogorejo Semarang, 0439, hal. 95–100. doi: 10.1117/12.966079. Ismoedijanto, I. (2016) “Demam pada Anak,” Sari Pediatri, 2(2), hal. 103. doi:10.14238/sp2.2.2000.103-8. M. Arifki Zainaro, dkk Hubungan Pelayanan Dan Fasilitas Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Pada Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (Mtbs) Di Puskesmas Karya Tani Kabupaten Lampung TimurVolume 1, Nomor 1, Januari 2019. Ribek, N., Putu Susy N dan Mertha, M. (2017) “Evaluasi program pendidikan kesehatan masyarakat model stake di desa penglipuuran kubu bali,” Internasional Journal Of Natural Science & Engineering, 1(1), hal. 35–39. Susilowati,I & Mustikawati, N. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita 32



Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Pekalongan(Skripsi). Pekajangan: Stikes Muhammadiyah. Wardiyah, Aryanti, Setiawati, dan Umi Romayati. 2016. “Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Dan Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Yang Mengalami Demam Di Ruang Alamanda Rsud Dr . H . Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015.”Kesehatan Holistik 10(1): 36–44. http://malahayati.ac.id/wpcontent/uploads/2016/07/JurnalAryanti-Setiawati-Umi-Romayati.pdf. Widjaja, M. C. (2016) Mencegah & Mengatasi Demam pada Balita. Ciganjur: Kawan Pustaka. Tersedia pada: https://books.google.co.id/books?id=oranTjr2P9EC.



33



DOKUMENTASI



34