MTBS Puskesmas - 141000334 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Universitas Sumatera Utara Repositori Institusi USU



http://repositori.usu.ac.id



Fakultas Kesehatan Masyarakat



Skripsi Sarjana



2018



Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2018 Pratiwi, Nurul Univesitas Sumatera Utara http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/8085 Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara



IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2018



SKRIPSI



Oleh



NURUL PRATIWI NIM : 141000334



PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018



Universitas Sumatera Utara



IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2018



SKRIPSI



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Oleh



NURUL PRATIWI NIM : 141000334



PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018



Universitas Sumatera Utara



PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya



menyatakan



dengan



ini



bahwa



skripsi



yang



berjudul



“IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2018” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.



Medan,



September 2018



Nurul Pratiwi



i



Universitas Sumatera Utara



Judul Skripsi



: Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2018 Nama Mahasiswa : Nurul Pratiwi Nomor Induk Mahasiswa : 141000334 Departemen : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan



Menyetujui Komisi Pembimbing : Ketua



( dr. Fauzi, SKM ) NIP. 141005264900



Tanggal Lulus : 07 Agustus 2018



ii



Universitas Sumatera Utara



Telah diuji dan dipertahankan Pada tanggal : 07 Agustus 2018



TIM PENGUJI SKRIPSI



Ketua



: dr. Fauzi, SKM



Anggota



: 1. dr. Rusmalawaty, M.Kes 2. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution,SKM , MPH



Universitas Sumatera Utara



ABSTRAK



Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan. Berdasarkan survei pendahuluan, pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala belum berjalan secara optimal karena tidak semua balita sakit yang datang ke Puskesmas ditangani dengan pelayanan MTBS disebabkan keterbatasan sumber daya. Jumlah kunjungan balita di Puskesmas Mandala pada tahun 2017 sebanyak 5067 balita dengan jumlah cakupan pelayanan MTBS sebesar 368 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih dalam pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung. Informan penelitian ini berjumlah 7 orang yang terdiri dari Kepala Puskesmas Mandala, 2 Tenaga Kesehatan MTBS, 2 kader kesehatan, 2 ibu balita. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Metode analisis data dengan menggunakan metode Milles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penatalaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala sudah berjalan cukup baik namun kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari alur pelaksanaan MTBS yang tidak sesuai dengan modul MTBS, Penilaian dan klasifikasi balita sudah berjalan namun tidak secara keseluruhan, kurangnya tenaga kesehatan yang terlatih , masih kurangnya sarana prasarana dan peralatan untuk pelaksanaan MTBS, sangat minimnya pendanaan untuk pelaksanaan MTBS, kurangnya komitmen petugas dalam pelaksanaan MTBS. Selain itu pengawasan dan pemantauan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dan Kepala Puskesmas belum dilaksanakan dengan maksimal. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan pihak Puskesmas Mandala membina petugas kesehatan yang belum terlatih MTBS sehingga mampu melaksanakan MTBS sesuai modul MTBS, melengkapi sarana prasarana sehingga pendekatan MTBS dapat berjalan dengan baik, Selain itu, diharapkan adanya pengawasan dan pemantauan secara langsung Kepala Puskesmas.



Kata kunci



: Pelaksanaan MTBS, Balita, Puskesmas



iii



Universitas Sumatera Utara



ABSTRACT



Integrated Management of Childhood Illnes (IMCI) is a management through an integrated approach/integrated management of sick childhood who come in the health service. Based on the survey, the implementation of IMCI in Mandala’s Puskesmas it’s not optimal yet because not all sick toddlers can be treated optimally due to limited resources. Total of childhood visit in primary health care in Puskesmas’s Mandala for 2017 there are 5067 with coverage of IMCI reach 368 cases. The study aims to find out in-depth implementation of IMCI Mandala’s Puskesmas. This study uses qualitative research.The research location in the Mandala’s Puskesmas district of Medan Tembung. Informants in this study amounted to 7 people which are the head of Mandala’s Puskesmas,2 health workers of IMCI, 2 health cadres, and 2 mothers of children. Data collected by in-depth interview and observation. Data analyzed by Miles and Huberman Method. The results of this study show the implementation of IMCI in Mandala’s Puskesmas it’s been going enough good but it’s less effective. The implementation of IMCI is not accordance with the module of IMCI, assessment and classification of IMCI it has been done but not in its entirety, there is lack of skilled health workers, the less of facilities, infrastructure ,equipment and the least funding for implementation of IMCI in Mandala’s Puskesmas, the lack of commitment of health workers in implementation of IMCI. In addition, supervision and monitoring conducted by the Departement of Health Medan and head of Mandala’s Puskesmas not have been implamented to the maximum. Based on the results of the study, it is expected for Mandala’s Public Health Center to improve the skills of health workers by IMCI training for better case management in health facilities in accordance to IMCI module and to provide facilities to support the implementation of IMCI. In addition, expected there supervision and monitorin in head of Primary Health Care of Mandala’s Puskesmas.



Keyword



: Implementation of IMCI, Childhood, Puskesmas



iv



Universitas Sumatera Utara



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sampai saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2018” . Skripsi adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini saya persembahkan untuk orang tua tercinta, Ayahanda Sugeng Widodo dan Ibunda Nurhasti Dalimunthe yang selalu memberikan doa, nasihat, kasih sayang dan semangat serta segala dukungan dalam bentuk apapun yang telah Ayahanda dan Ibunda berikan kepada penulis setiap saat. Dalam penyusunan skipsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, Mhum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara



v



Universitas Sumatera Utara



3. Dr. Drs.Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 4. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Akademik 5. dr. Fauzi, SKM., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing, meluangkan waktu, memberi saran, dukungan, nasihat serta arahan kepada penulis hingga bisa menyelesaikan skripsi ini 6. dr. Rusmalawaty, M.Kes., selaku Dosen Penguji I Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi kepada penulis dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini 7. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, SKM., MPH., selaku Dosen Penguji II Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi kepada penulis dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini 8. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah memberikan ilmu dan wawasan serta membantu penulis menyelesaikan kepentingan administrasi selama masa perkuliahan. 9. Dr. Hapni Tanjung selaku Kepala UPT Puskesmas Mandala yang telah memberikan izin dan membantu penulis untuk melakukan penelitian di Puskesmas serta seluruh pegawai Puskemas Mandala yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian



vi



Universitas Sumatera Utara



10. Terkhusus dan teristimewa untuk orang tua tercinta Ayahanda Sugeng Widodo dan Ibunda Nurhasti Dalimunthe serta Babe Syafruddin, Abangda Yogi Nugraha Putra, S.Kom., Adik Muhammad Fadli Fahreza , Annisa Fadila dan seluruh keluarga besar yang senantiasa selalu memberikan doa, nasihat, kasih sayang, perhatian, dukungan yang tiada henti dalam bentuk apapun kepada penulis Penulis menyadari dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua Pihak. Medan ,



September 2018



Nurul Pratiwi



vii



Universitas Sumatera Utara



DAFTAR ISI



Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH RIWAYAT HIDUP



PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian



i ii iii iv v viii x xi xii xiii xiv



1 7 7 7



TINJAUAN PUSTAKA Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pengertian Puskesmas Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas Tugas, Fungsi dan Wewenang Puskesmas Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Pengertian MTBS Sejarah MTBS Sasaran MTBS Tujuan dan Manfaat MTBS Materi MTBS Komponen MTBS Tenaga Kesehatan yang Melaksanakan MTBS Implementasi Strategi MTBS Penatalaksanaan MTBS Persiapan Penerapan Kegiatan MTBS di Puskesmas Penerapan MTBS di Puskesmas



9 9 9 10 12 12 13 14 14 16 18 18 19 20 22 28



viii



Universitas Sumatera Utara



Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan Penatalaksanaan MTBS Alasan MTBS Cocok Diterapkan di Puskesmas Kerangka pikir



31 32 39 41



METODOLOGI PENELITIAN Jenis Peneltian Lokasi dan Waktu Penelitian Informan Penelitian Metode Pengumpulan Data Definisi Opersional Metode Analisis Data Triangulasi



42 42 42 42 43 44 45



HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran Umum Puskesmas Mandala Wilayah Kerja Puskesmas Letak Geografis Puskesmas Mandala Karakteristik Informan Alur Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala Analisis Komponen Input Tenaga Kesehatan Pendanan Sarana dan Prasarana Komitmen Petugas Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala Sosialisasi MTBS Pelaksanaan MTBS Monitoring dan Evaluasi



46 46 47 47 48 49 51 51 54 56 59 60 61 63 68



KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran



72 74



DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN



76



ix



Universitas Sumatera Utara



DAFTAR TABEL



No



Judul



Halaman



Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun



34



Data Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2017



46



Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2017



47



Data Sarana Pendukung Kesehatan di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2017



47



Data Geografi dan Demografi Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Tahun 2017



48



6



Karakteristik Informan Penelitian



49



7



Matriks Pernyataan Informan Mengenai Pendanaan Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala



54



1



2



3



4



5



x



Universitas Sumatera Utara



DAFTAR GAMBAR



No 1



Judul



Halaman



Alur Pelayanan Penanganan Penyakit dengan MTBS yang Diberikan Oleh 3 Orang Tenaga Kesehatan



28



2



Kerangka Pikir Penelitian



41



3



Alur Penatalaksanaan MTBS yang diterima oleh Balita di Puskesmas Mandala Tahun 2018



51



xi



Universitas Sumatera Utara



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran



Judul



Halaman



1



Bagan Penilaian dan Klasifikasi Pelayanan MTBS



79



2



Formulir Pencatatan Balita Sakit Umur 2 Bulan-5 Tahun



88



3



Formulir Pencatatan Bayi Muda Umur ≤ 2 Bulan



91



4



Pedoman Wawancara



93



5



Matriks Pernyataan Informan



98



6



Lembar Hasil Observasi Sarana Prasarana Peralatan Pelaksana MTBS di Puskesmas Mandala



106



Surat Keterangan Survei Pendahuluan dari Dinas Kesehatan



107



8



Surat Keterangan Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan



108



9



Surat Keterangan Selesai Penelitian



109



7



xii



Universitas Sumatera Utara



DAFTAR ISTILAH



BOK BBLR DOEN Depkes IMCI Kemenkes KIA MTBS Permenkes Puskesmas Riskesdas UNICEF WHO



Bantuan Operasional Kesehatan Berat Badan Lahir Rendah Daftar Obat Esensial Nasional Departemen Kesehatan Intregated Management of Childrenhood Illness Kementerian Kesehatan Kesehatan Ibu dan Anak Manajemen Terpadu Balita Sakit Peraturan Menteri Kesehatan Pusat Kesehatan Masyarakat Riset Kesehatan Dasar United Nations Internasional Children’s Emergency Fund World Health Organization



xiii



Universitas Sumatera Utara



RIWAYAT HIDUP



Penulis bernama Nurul Pratiwi berumur 22 tahun, dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 22 April 1996. Penulis beragama Islam , bertempat tinggal di Jalan Tanggung Bongkar 1 Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sugeng Widodo dan Ibu Nurhasti Dalimunthe. Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar MI Negeri Sei Agul Kecamatan Medan Denai pada tahun 2002 sampai 2008. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di MTs Negeri 2 Medan dari tahun 2008 sampai 2011. Lalu penulis melanjutkan ke sekolah menengah SMA Al-Ulum Medan dari tahun 2011 sampai tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat yang selesai pada tahun 2018.



Medan ,



September 2018



Nurul Pratiwi



xiv



Universitas Sumatera Utara



Pendahuluan



Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG’s) adalah menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia dengan salah satu targetnya yaitu pada tahun 2030 dapat mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1000 KH dan Angka Kematian Balita 25 per 1000 KH. Dalam pembangunan kesehatan bagi anak, upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir, bayi dan anak balita dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan program peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan aksespelayanan kesehatan yaitu dengan kegiatan yang dilakukan melalui penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( Ermalena, 2017). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pedoman terpadu yang menjelaskan secara rinci penanganan penyakit yang terjadi pada balita. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu bentuk pengelolaan balita yang mengalami sakit, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak serta kualitas pelayanan kesehatan anak (Depkes RI, 2008). Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dilakukan pada anak usia 2 bulan-5 tahun karena pada usia tersebut merupakan tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit karena sistem imunnya yang masih rendah. 1



Universitas Sumatera Utara



2



Dalam setahun, lebih dari 12 juta anak di negara berkembang meninggal sebelum usia lima tahun dan lebih dari setengahnya disebabkan oleh 5 kondisi yang dapat dicegah dan diobati antara lain: pneumonia, diare, malaria, campak dan malnutrisi. Hasil survei penduduk antar sensus (SUPAS) 2015 dalam Profil Kesehatan Indonesia 2017 menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) di indonesia sebesar 22,23 per 1000 kelahiran hidup. Begitu pula dengan Angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia sebesar 26,29 per 1000 kelahiran hidup, yang artinya belum mencapai target SDGs sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017 dari 281.449 bayi lahir hidup, jumlah bayi yang meninggal sebanyak 1.132 bayi sebelum usia 1 tahun. Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2016, diperoleh bahwa Angka Kematian Balita (AKABA) di Sumatera Utara sebesar 54 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian rata-rata nasional berdasarkan SDKI tahun 2012 sebesar 43 per 1000 kelahiran hidup. Di Kota Medan, Angka Kematian Bayi (AKB) dalam dua tahun mengalami penurunan dari 23.703 anak pada tahun 2013 menjadi 22.267 anak pada tahun 2015 ( Dinkes Kota Medan, 2017). Melihat tingginya angka kematian pada bayi dan balita maka diperlukan upaya pencegahan yaitu melalui pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu pendekatan terhadap balita sakit yang dilakukan secara terpadu dengan memadukan pelayanan promosi, pencegahan serta pengobatan terhadap lima penyakit penyebab utama kematian pada bayi dan balita di negara berkembang (Depkes RI, 2008).



Universitas Sumatera Utara



3



World Health Organization (WHO)telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok untuk diterapkan di negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan, dan kecacatan pada bayi dan balita (Soenarto, 2009). . Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan MTBS sejak tahun 1997. Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dasar.MTBS bukan merupakan program kesehatan, akan tetapi suatu standar pelayanan dan tata laksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar.MTBS juga digunakan sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dan bidan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dasar.Berdasarkan Permenkes RI No.70 tahun 2013, MTBS juga diselenggarakan dengan berbasis masyarakat, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan bayi dan anak balita terintegrasi dengan melibatkan masyarakat sesuai standar Manajamen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Tujuan penyelenggaraannya yaitu untuk meningkatkan akses pelayanan balita sakit di tingkat masyarakat pada daerah yang sulit akses terhadap pelayanan kesehatan. Dalam penerapan MTBS memerlukan langkah-langkah secara sistematis dan menyeluruh agar MTBS dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Langkah-langkah tersebut meliputi pengembangan sistem pelatihan, pelatihan berjenjang, pemantauan pasca pelatihan, penjamin ketersediaan formulir MTBS, ketersediaan obat dan alat, bimbingan teknis. Dalam Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) diawali dengan penilaian dan klasifikasi anak sakit,



Universitas Sumatera Utara



4



menentukan tindakan dan pengobatan atau tindak lanjut, konseling bagi ibu serta perawatan dirumah. Manajemen Terpadu Balita Sakit dilakukan oleh tenaga kesehatan yaitu dokter, bidan, dan perawat serta kader yang telah mendapatkan pelatihan tentang MTBS serta Dinas Kesehatan juga perlu memonitor secara berkala apakah puskesmas telah menerapkan MTBS. Pendanaan MTBS bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sarana dan prasarana dalam melaksanakan MTBS dengan adanya obat dan bahan/alat dalam 6 bulan terakhir untuk pemeriksaan dan pengobatan balita sakit (Permenkes No.70 tahun 2013). Keberhasilan penerapan MTBS tidak terlepas dari adanya monitoring pasca pelatihan, bimbingan teknis bagi perawat dan bidan, kelengkapan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan MTBS. Selain itu, Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS apabila memenuhi kriteria melaksanakan/ melakukan pendekatan MTBS minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut (Depkes RI, 2008). Salah satu Puskesmas Kota Medan yang telah melakukan pendekatan MTBS yaitu Puskesmas Mandala. Puskesmas Mandala terletak di daerah perbatasan antara Kota Medan dengan Kabupaten Deli Serdang. Distribusi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Mandala adalah sebanyak 74.179 jiwa, dengan perbandingan perempuan sebanyak 37.251 jiwa dan laki-laki sebanyak 36.928 jiwa. Oleh karena itu, jumlah pasien yang menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Mandala cukup banyak ( Puskesmas Mandala, 2016).



Universitas Sumatera Utara



5



Adapun jumlah Balita di wilayah kerja puskesmas Mandala pada tahun 2016 yaitu 7242 Balita denganjumlah kunjungan balita di Puskesmas Mandala pada tahun 2016 adalah sebanyak 5935 balita dengan jumlah balita penderita ISPA sebesar 4345 balita , kasus balita dengan gizi buruk sebanyak 4 kasus. Pada tahun 2017 , jumlah kunjungan balita sebanyak 5067 balita dengan jumlah balita penderita ISPA sebanyak 3705 balita, kasus balita gizi buruk sebanyak 6 balita dan gizi kurang sebanyak 50 balita. Pada tahun 2016 Puskesmas Mandala telah melaksanakan pendekatan program MTBS kepada 576 balita dan pada tahun 2017, telah melaksanakan pendekatan Program MTBS kepada 368 balita. Berdasarkan survei awal pada tanggal 22 Januari 2018 di Puskemas Mandala, pelaksanaan program MTBS di Puskesmas tersebut sudah berjalan namun belum berjalan secara optimal. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan petugas MTBS di Puskesmas Mandala, masih kurangnya sosialisasi dalam pelaksanaan MTBS di puskesmas tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya Pemahaman petugas dan kader tentang MTBS masih kurang dan pelatihan terhadap pelaksanaan MTBS dimana hanya 1 petugas yang telah mendapatkan pelatihan sehingga pelaksanaan kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari alur pelaksanaannya dimana hanya memberitahu kapan ibu kembali dan tidak melakukan konseling terhadap ibu, petugas hanya menanyakan sakit yang diderita balita dan memberi obat kepada balita. Kendala yang dihadapi di puskesmas tersebut dalam pelaksanaan MTBS yaitu terbatasnya sumber daya dalam pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala, seperti jumlah tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan MTBS masih sedikit,



Universitas Sumatera Utara



6



kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung seperti ruangan pelaksanaan MTBS masih bergabung dengan ruang poli KIA yang seharusnya terdapat ruangan tersendiri untuk program MTBS sehingga pemeriksaan kurang kondusif. Kemudian untuk keperluan pelayanan MTBS,puskesmas harus mengadakan sendiri formulir MTBS karena tidak mendapatkan dari Dinas Kesehatan Kota. Kendala lain yang dihadapi yaitu saya asumsikan kurangnya komitmen petugas dalam mendukung pelaksanaan MTBS , hal ini dapat dilihat dari tidak semua balita sakit ditangani dengan pelayanan MTBS, dan pelaksanaannya juga tidak sesuai dengan bagan pelaksanaan MTBS. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya pemahaman petugas mengenai prosedur pelaksanaan MTBS, mengenai apa yang harus mereka lakukan sehingga pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala tidak terarah dan tidak berjalan efektif. Menurut Firdaus,dkk (2013), implementasi dari Program MTBS di Kabupaten Pasuruan kurang berjalan karena petugas yang melayani balita sakit belum menunjang keberhasilan pencapaian tujuan MTBS disebabkan tidak semua petugas mendapatkan pelatihan tentang MTBS , jumlah petugas tidak sebanding dengan jumlah balita sakit yang berkunjung, belum adanya alokasi dana yang cukup. Pembinaan dari dinas kesehatan hanya sebatas jadwal, namunpelaksanaannya tidak rutin, supervisi masih bersifat umum, serta tidak ada tindak lanjut yang diberikan. Menurut penelitian Wardani (2016), menunjukkan bahwa penerapan MTBS yang dilaksanakan di Puskesmas Halmahera dilihat dari 3 Komponen yaitu input, proses, output untuk ketersediaan SDM sudah memenuhi standar hanya saja



Universitas Sumatera Utara



7



jumlah petugas MTBS masih kurang, proses penerapan sudah sesuai dengan pedoman MTBS yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Sedangkan untuk input angka cakupan penemuan kasusnya sudah tercapai. Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui implementasi program manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung tahun 2018. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2018. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung tahun 2018. Manfaat Penelitian Bagi dinas kesehatan. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Dinas Kesehatan Kota Medan tentang pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung. Bagi Puskesmas Mandala. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan masukan bagi Puskesmas Mandala tentang pelakasanaan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dan masukan dalam evaluasi kegiatan serta sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan perbaikan tentang bagaimana pelaksanaan MTBS untuk menurukan angka kesakitan balita.



Universitas Sumatera Utara



8



Bagi peneliti. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dalam menambah ilmu pengetahuan dan bahan bacaan yang dapat bermanfaat sebagai referensi dengan implementasi manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung tahun 2018.



Universitas Sumatera Utara



Tinjauan Pustaka



Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) Pengertian puskesmas. Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh dan meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditunjukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Permenkes No.75, 2014). Prinsip penyelenggaraan puskesmas. Prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi : Paradigma sehat. Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pertanggungjawaban wilayah. Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Kemandirian masyarakat. Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. 9



Universitas Sumatera Utara



10



Pemerataan. Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial , ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan. Teknologi tepat guna. Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan. Keterpaduan dan kesinambungan. Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen puskesmas (Permenkes No.75, 2014). Tugas , fungsi dan wewenang puskesmas. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Puskesmas menyelenggarakan fungsinya yaitu : (1) Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya ; (2) Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya ( Permenkes No.75, 2014). Dalam menyelenggarakan fungsinya, puskesmas berwenang untuk : Wewenang menyelenggarakan ukm tingkat pertama di wilayah kerjanya. Wewenang tersebut diantaranya yaitu,(1) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan, (2) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan, (3) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan, (4) Menggerakan masyarakat untuk



Universitas Sumatera Utara



11



mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait, (5) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat, (6) Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas, (7) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan, (8) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan, (9) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit. Wewenang menyelenggaraan ukp tingkat pertama di wilayah kerjanya. Wewenangnya antara lain yaitu : (1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu, (2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif, (3) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, (4) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas, dan pengunjung, (5) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi, (6) Melaksanakan rekam medis, (7) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan, (8) Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan, (9) Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya, (10) Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan.



Universitas Sumatera Utara



12



Manajemen Terpadu Balita Sakit Pengertian MTBS. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu Integrated Management of Chilhood Illnes (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Depkes RI, 2008). Integrated Management of Chilhood Illnes(IMCI) merupakan suatu pendekatan sistematis terhadap kesehatan anak yang memfokuskan pada anak seutuhnya, berarti bukan hanya memfokuskan pada perawatan kuratif, tetapi juga pada pencegahan penyakit (Hidayat,2008). Manajemen Terpadu Balita Sakit adalah suatu pendekatan yang terintegrasi dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan secara menyeluruh. Dikatakan ‘terpadu atau terintegrasi’ karena bentuk manajemen atau pengelolaannya dilaksanakan secara bersama dan penanganan kasusnya tidak terpisah-pisah, yang meliputi manajemen anak sakit, pemberian nutrisi, pemberian imunisasi, pencegahan penyakit, dan promosi untuk tumbuh kembang. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan WHO yaitu merupakan suatu bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita dinegara-negara berkembang (Kemenkes RI, 2011).



Universitas Sumatera Utara



13



Sejarah MTBS. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan pelayanan terhadap balita sakit yang dikembangkan oleh WHO. Pada tahun 1992, pendekatan IMCI/MTBS ini dikembangkan oleh United Nations Children’s Fund(UNICEF) dan the World Health Organization (WHO). Pada tahun 1994, pendekatan IMCI/MTBS mulai diluncurkan, yang merupakan hasil kerjasama WHO dengan UNICEF serta lembaga lainnya. WHO telah mengeluarkan suatu pegangan bagan MTBS generik. MTBS generik dimaksudkan untuk dapat dipergunakan oleh sebagian besar negara berkembang dengan kematian bayi lebih dari 40, maka WHO menganjurkan kepada setiap negara yang akan menerapkan MTBS untuk melakukan adaptasi sesuai dengan negara setempat (Maryuni, 2014). Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerja sama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatihan dari SEARO. Setelah itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan update modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI. Modul MTBS yang update sampai sekarang Modul revisi tahun 2008, tahun 2010 (Maryuni, 2014). Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab yaitu belum adanya tenaga kesehatan di puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum



Universitas Sumatera Utara



14



adanya komitmen dari pimpinan puskesmas. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari dinas kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55% (Dirjen Bina Kesehatan Anak, 2012). Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut (MTBS-Modul 7 Depkes RI, 2008). Sasaran manajemen terpadu balita sakit. Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu : Bayi muda umur 1 minggu- 2 bulan, dan Anak umur 2 bulan- 5 tahun Tujuan dan manfaat manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Tujuan dan Manfaatnya yaitu, Tujuan MTBS. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar , yang pada gilirannya diharapkan mempercepat penurunan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita, untuk mengurangi kematian, penyakit dan kecacatan, dan untuk meningkatkan pertumbuhan peningkatan dan pengembangan antara anak-anak di bawah usia lima tahun. Manfaat pelayanan MTBS. Pelayanan MTBS yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakaian jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta yang menyelenggarakan sesuai dengan standar dan kode etik profesi, meskipun diakui



Universitas Sumatera Utara



15



tidak mudah, namun masih dapat diupayakan karena memang telah ada ukurannya yakni rumusan standar serta kode etik profesi pada dasarnya merupakan kesepakatan antara warga profesi itu sendiri, dan karenanya wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi, termasuk pelayanan kesehatan. Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) apabila dapat diselenggarakan dengan baik, banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh. Secara umum manfaat yang dimaksud adalah : 1. Dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan pada rawat jalan Peningkatan efektifitas yang dimaksud disini erat hubungannya dengan dapat diatasinya masalah kesehatan secara tepat terhadap balita. Karena pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ataupun standar yang telah ditetapkan. 2. Dapat meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan pada rawat jalan Peningkatan efisiensi yang dimaksud disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar. Demikian pula halnya untuk pemakaian sumber daya yang tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan. Karena dalam MTBS telah ditetapkan standar pelayanan yang tepat untuk balita sakit. 3. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan pada gilirannya pasti



Universitas Sumatera Utara



16



akan berperan besar dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan. 4. Dapat melindungi penyelenggaraan pelayanan dari kemungkinan timbulnya gugatan hukum 5. Pada saat ini sebagai akibat dari makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat, maka kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin meningkat. Untuk mencegah kemungkinan timbulnya gugatan hukum terhadap penyelenggaraan pelayanan, antara lain karena ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan perlu dilaksanakan pelayanan sebaik-baiknya. Materi MTBS. Materi – materi dalam pelayanan Manajemen Terpadu Balita sakit terdiri dari : Penilaian. Langkah penilaian yaitu penilaian adanya tanda dan gejala dari suatu penyakit dengan cara bertanya, melihat, mendengar, meraba dengan kata lain dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik secara dasar dan anamnesa. Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan penilaian oleh MTBS yaitu : 1. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas 2. Penilaian dan klasifikasi diare 3. Penilaian dan klasifikasi demam ( demam untuk malaria , demam untuk DBD, demam untuk campak). 4. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga 5. Memeriksa status gizi



Universitas Sumatera Utara



17



6. Memeriksa anemia 7. Memeriksa status imunisasi anak 8. Memeriksa pemberian vitamin A 9. Menilai masalah/keluhan lain (MTBS-Modul 2 Depkes RI, 2008). Klasifikasi penyakit. Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk penggolongan derajat keparahan penyakit. Klasifikasi menentukan tingkat kegawatan dari suatu penyakit yang digunakan untuk menentukan tindakan bukan diagnosis penyakit yang spesifik/khusus.Setiap klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar yaitu : 1. Warna merah



: penanganan segera atau perlu dirujuk



2. Warna kuning



: pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan



3. Warna hijau



: perawatan di rumah



Identifikasi tindakan. Dari klasifikasi baru bisa ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan. Pengobatan. Pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik yang harus diberikan di klinik maupun obat yang harus diteruskan di rumah. Konseling. Konseling merupakan nasihat perawat termasuk pemberian makan dan cairan di rumah dan nasihat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk tindak lanjut. Perawatan dirumah dan kapan kembali. Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang



(MTBS-Modul 2 Depkes RI,2008).



Universitas Sumatera Utara



18



Komponen manajemen terpadu balita sakit. Menurut Prasetyawati 2012, Kementerian Kesehatan RI menetapkan ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu : Komponen I. Improving case management skills of first level worker through training and follow up yaitu meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah diadaptasi. Komponen II. Ensuring that health facility support regired to provide effective IMCI care are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penangan penyakit efektif. Komponen III. Household and community component yaitu meningkatkan praktek/peran keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit. Tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS. Adapun tenaga kesehatan dalam pelayanan manajemen terpadu balita sakit yaitu dokter, bidan dan kader kesehatan. Peran dokter dalam pelaksanaan MTBS. Tenaga kesehatan pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di unit rawat jalan tingkat dasar adalah paramedis (bidan, perawat) dan dokter. Adapun peran dokter dalam MTBS, yaitu : 1. Melakukan SOP pelayanan balita dengan form MTBS 2.



Membimbing paramedis dalam melakukan SOP pelayanan balita dengan form MTBS



3. Menerima rujukan internal



Universitas Sumatera Utara



19



4. Memberikan contoh kepada semua petugas kesehatan dalam penerapan pelayanan kuratif yang tidak meninggalkan upaya promotif dan preventif. Peran kader dalam pelaksanaan MTBS. Didalam pelayanan MTBS terdapat 3 unsur pelaksana pendukung yaitu ibu balita, kader, dan petugas MTBS. Dalam pelaksanaannya, peran kader dalam suatu wilayah sangat dibutuhkan untuk membantu penyebaran yang merata dalam upaya MTBS. Kader yang terbentuk diharapkan mampu melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan caregiver utama yang ada di wilayah tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang sering muncul di wilayah tersebut. Adapun peran kader dalam MTBS yaitu : 1. Membantu petugas dalam memberikan konseling terkait MTBS sekaligus melakukan pendataan/penilaian rutin di wilayah kerja puskesmas tersebut. 2. Memberikan informasi kepada ibu misalnya, menjelaskan tentang bagaimana cara pemberian obat, cara pemberian makan anak, dan lainnya. 3. Memberikan contoh atau demostrasi kepada ibu misalnya, menunjukkan cara memotong tablet menjadi 2 bagian, dan lainnya 4. Memastikan ibu memahami apa yang telah dijelaskan dengan mengajukan pertanyaan atau meminta ibu untuk mengisi kuesioner. Implementasi strategi manajemen terpadu balita sakit. Menurut WHO dalam Depkes RI tahun 2008, implementasi strategi MTBS di seluruh dunia mengikuti 3 komponen yaitu : 1. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit



Universitas Sumatera Utara



20



2. Memperbaiki sistem kesehatan (utamanya di tingkat Kabupaten/kota) 3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit ( meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat) yang dikenal sebagai “ MTBS berbasis masyarakat”. Di fasilitas kesehatan, strategi MTBS mempromosikan identifikasi akurat dari penyakit masa kanak-kanak dalam pengaturan rawat jalan, memastikan pengobatan gabungan yang tepat dari semua penyakit utama, memperkuat konseling dari pengasuh, dan mempercepat rujukan anak-anak sakit berat. Strategi utama dari MTBS adalah pengelolaan masalah penyakit anak di Negara berkembang dengan fokus penting pada pencegahan kematian anak. Strategi tersebut meliputi intervensi pada kegiatan preventif dan kuratif dengan tujuan untuk memperbaiki pelayanan di sarana pelayanan kesehatan dan pelayanan rumah. Penatalaksanaan manajemen terpadu balita sakit. Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan yang dilatih. Petugas melakukan penilaian atau pemeriksaan yakni dengan cara menanyakan kepada orang tua/wali, apa aja keluhan–keluhan/ masalah anak kemudian memeriksa dengan cara ‘lihat dan dengar’ atau ‘lihat dan raba’. Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya-jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi, petugas akan menentukan jenis tindakan/pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi penumonia berat atau penyakit sangat berat akan dirujuk ke dokter puskesmas, anak yang imunisasinya



Universitas Sumatera Utara



21



belum lengkap akan dilengkapi, anak dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi (MTBS Modul-2,2008). Gambaran tentang begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS di bawah ini tentang hal-hal yang diperiksa pada pemeriksaan dengan pendekatan MTBS. Ketika anak sakit datang ke ruang pemeriksaan, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti : 1. Apakah anak bisa minum/menyusu ? 2. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya ? 3. Apakah anak menderita kejang? Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak letargis/tidak sadar. Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain : 1. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas? 2. Apakah anak menderita diare ? 3. Apakah anak demam ? 4. Apakah anak mempunyai masalah telinga ? 5. Memeriksa status gizi 6. Memeriksa anemia 7. Memeriksa status imunisasi 8. Memeriksa pemberian vitamin A 9. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain (MTBS Modul-2, 2008). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, petugas akan mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu melakukan langkah-langkah



Universitas Sumatera Utara



22



tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/ klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain : 1. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah 2. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah 3. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan penanganan diare di rumah 4. Memberikan konseling bagi ibu, seperti : ajuran pemberian makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat 5. Menasehati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan. (MTBS Modul-3, 2008) Tindakan lainnya, antara lain : 1. Anak dengan klasifikasi Pneumonia berat atau penyakit sangat berat akan dirujuk ke dokter puskesmas 2. Anak yang imunisasinya belum lengkap akan dilengkapi 3. Anak dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi, dan seterusnya. Persiapan penerapan kegiatan MTBS di puskesmas. Persiapan yang perlu dilakukan oleh setiap puskesmas yang akan mulai menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita sakit. Penerapan kegiatan MTBS di puskesmas, meliputi : Diseminasi informasi mengenai MTBS kepada seluruh petugas puskesmas. Dari langkah-langkah yang diterapkan dalam MTBS, terdapat keterkaitan yang sangat erat dalam hal peran dan tanggung jawab antar petugas kesehatan di puskesmas. Oleh karena itu, seluruh petugas kesehatan di puskesmas perlu memahami MTBS. Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh



Universitas Sumatera Utara



23



petugas puskesmas dilaksanakan dalam satu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh petugas puskesmas, yang meliputi perawat, bidan, petugas gizi, petugas imunisasi, petugas obat, pengelolaan SP2TP, pengelolaan program P2M, petuugas loket, dan lain-lain. Diseminasi dilaksanakan oleh petugas yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas Kesehatan Kab/Kota (MTBS-Modul 7, 2008). Informasi yang harus disampaikan pada diseminasi ini, antara lain : 1. Konsep umum MTBS 2. Peran dan tanggung jawab petugas puskesmas dalam penerapan MTBS. Persiapan penilaian dan penyiapan logistik, obat-obatan dan alat yang diperlukan dalam pemberian pelayanan. Sebelum mulai menerapkan MTBS, saudara harus melakukan penilaian dan pengamatan terhadap persediaan obat di puskesmas. Secara umum, obat-obat yang digunakan dalam MTBS telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di puskesmas. Obat-obat yang digunakan dalam penanganan balita sakit adalah obat yang sudah lazim ada, kecuali beberapa obat yang belum tersedia di puskesmas. 1. Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS a. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik. b. Tensimeter dan manset anak (bila ada). c. Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok oralit). d. Infus set dengan wing needlesNo.23 dan No.25. e. Semprit dan jarum suntik : 1 ml ; 2.5 ml; 5 ml; 10 ml.



Universitas Sumatera Utara



24



f. Timbangan bayi. g. Termometer. h. Kasa/kapas. i. Pipa lambung (nasogastirc tube –NGT). j. Alat penumbuk obat. k. Alat pengisap lendir. l. RDT- Rapid Diagnostic Test untuk malaria. m. Mikroskop untuk pemeriksaan malaria ( kalau mungkin). Pada saat ini, beberapa obat dan alat yang jarang/belum ada di puskesmas adalah asam nalidiksat, suntikan gentamisin, suntikan kinin, infus set (untuk anak dan bayi) dan manset anak. Walaupun obat dan alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak akan menghambat pelayanan bagi balita sakit, karena obat tersebut pada umumnya merupakan obat pilihan kedua atau obat yang dibutuhkan bagi anak yang akan dirujuk, sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan kepada institusi tempat rujukan . 2. Langkah-langkah penyiapan obat dan alat a. Lakukan penilaian terhadap ketersediaan obat dan alat di puskesmas. Dalam menentukan ketersediaan obat dan alat di puskesmas, lakukan penilaian berdasarkan pemakaian dan kebutuhan 6 bulan sebelumnya dengan menggunakan LPLPO. Kecukupan ketersediaan alat ditentukan dengan tersedianya alat tersebut dalam keadaan yang masih baik/dapat digunakan.



Universitas Sumatera Utara



25



b. Setelah diketahui kondisi ketersediaan obat dan alat yang ada di puskesmas, maka dalam mengajukan permintaan obat bulan berikutnya, tambahkan jumlah obat yang masih kurang dan usulkan obat yang belum ada. c. Bila obat tersebut belum ada dalam LPLPO seperti asam nalidiksat, suntikan gentamisin, suntikan penisilin prokain, suntikan kinin, maka tunda dulu untuk mengajukan permintaan obat. Amati pola penyakit melalui laporan bulanan 1 (LB 1) puskesmas pada bulan berikutnya untuk memastikan perlu tidaknya obat tersebut. d. Alat pendukung dalam pemberian pelayanan yang sangat perlu diupayakan adalah timer yang biasa digunakan oleh program ISPA. Jika timer tidak tersedia, maka untuk keperluan penghitungan frekuensi napas, dapat digunakan arloji yang mempunyai jarum detik. e. Sebagai alat bantu pelayanan, beberapa obat dan peralatan yang perlu dipersiapkan di ruang periksa adalah obat dalam bentuk tablet, sirup, vitamin A, salep mata, gentian violet, oralit, gelas, sendok dan teko tempat air, timer ISPA, tensimeter dan manset anak serta alat/model konseling pemberian makan (MTBS-Modul 7, 2008). Persiapan/pengadaan formulir dan kartu nasihat ibu (kni). Persiapan formulir Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Kartu Nasihat Ibu (KNI) perlu dilakukan untuk memperlancar pelayanan. Langkah-langkah dalam persiapan formulir MTBS dan KNI :



Universitas Sumatera Utara



26



1. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitunglah kunjungan per bulan. Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan formulir MTBS selama satu bulan. Formulit ini adalah untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda , didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas, karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal. 2. Untuk pencetakan KNI hitunglah sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit dalam sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan. 3. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetaklah formulir pencatatan dan KNI untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama (MTBS-Modul 7, 2008). Persiapan dan penilaian serta pengamatan terhadap alur pelayanan sejak penderita datang, mendapatkan pelayanan hingga konseling serta melaksanakan pengaturan dan penyesuaian dalam pemberian pelayanan. Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu balita sakit, maka perlu pengaturan waktu. Khusus untuk pelayanan bayi muda (sehat maupun sakit) dapat dilaksanakan di unit rawat jalan puskesmas ataupun pustu, akan tetapi diutamakan dikerjakan pada saat kunjungan neonatal oleh para bidan di desa. Langkah-langkah dalam alur pelayanan , yaitu sejak penderita datang hingga mendapatkan pelayanan yang lengkap, meliputi: 1. Pendaftaran 2. Pemeriksaan dan konseling



Universitas Sumatera Utara



27



3. Pemberian tindakan yang diperlukan (di klinik) 4. Pemberian obat 5. Rujukan (bila perlu). Sebelum melakukan penyesuaian alur pelayanan, petugas kesehatan lain (yang belum dilatih MTBS) harus mendapatkan informasi umum mengenai MTBS dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Penyesuaian alur pelayanan harus disepakati oleh seluruh petugas kesehatan yang ada di puskesmas. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang berbeda.



Universitas Sumatera Utara



28



Datang



Petugas 1 , di lokasi Mengisi formulirMTBS :



Pendaftaran + Memberi formulir MTBS + family forder



1. Pemeriksaan ( Memeriksa dan membuat klasifikasi, identifikasi pengobatan ) 2. Konseling (cara pemberian obat di rumah, kapan kembali, pemberian makanan) 3. Pemberian kode diagnosa dalam SP3 4. Tindakan yang diperlukan (pengobatan pra rujukan dan imunisasi)



 



Identitas anak Status kunjungan



Petugas 2, di ruang pemeriksaan melakukan seluruh langkah sejak  



Pengukuran suhu badan Penimbangan berat badan hingga konseling



Petugas 3, di apotik Pemberian Obat Rujuk Pulang Gambar 1. Alur pelayanan penanganan penyakit dengan MTBS Penerapan MTBS di puskesmas. Penerapan MTBS di puskesmas dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan keadaan rawat jalan di tiap Puskemas. 1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan MTBS di puskesmas a. Dalam memulai penerapan MTBS di puskesmas, yang pertama kali harus dilakukan adalah penilaian terhadap jumlah kunjungan balita sakit per hari.



Universitas Sumatera Utara



29



b. Seluruh balita yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan pendekatan MTBS. c. Bila kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus per hari) akan tetapi bila perbandingan jumlah petugas kesehatan yang telah dilatih MTBS dan jumlah balita sakit per hari cukup besar maka penerapan MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap. d. Dalam memulai penerapan MTBS, tidak ada patokan khusus besarnya persentase kunjungan balita sakit yang ditangani dengan pendekatan MTBS. e. Tiap puskesmas perlu memperkirakan kemampuannya mengenai seberapa besar balita sakit yang akan ditangani pada saat awal penerapan dan kapan dicapai cakupan 100%. f. Penerapan MTBS di puskesmas secara bertahap dilaksanakan sesuai dengan keadaan pelayanan rawat jalan di tiap puskesmas (MTBS-Modul 7, 2008). 2. Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan MTBS, yakni sebagai berikut : a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 per hari pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita. b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit mendapatkan pelayanan MTBS



Universitas Sumatera Utara



30



c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapatkan pelayanan MTBS (MTBS-Modul 7, 2008). Keputusan harus didasarkan pada jumlah petugas kesehatan, jumlah petugas kesehatan yang telah dilatih MTBS, jumlah kunjungan, penjabaran tugastugas lainnya. Informasi mengenai pentahapan penerapan MTBS harus diketahui oleh petugas kesehatan lain di puskesmas. Khusus penerapan pada bayi muda, penatalaksanaan bayi muda lebih di titik beratkan pada saat petugas kesehatan ( pada umumnya bidan di desa) melakukan kunjungan neonatal yaitu 2 kali selama periode neonatal. Kunjungan pertama dilaksanakan pada 7 hari pertama dan kunjungan kedua pada hari 8-28 hari. Selama ini jangkauan pelayanan bayi muda sangat rendah, karena budaya masyarakat yang menabukan bayi muda keluar rumah sebelum umur 40 hari, apalagi tidak semua persalinan dilakukan oleh petugas kesehatan. Oleh karena itu perlu pendekatan lebih aktif yaitu dimulai sejak pelayanan antenatal yang diikuti sampai masa nifas. Alat bantu yang bisa digunakan adalah register kohort ibu hamil dan kantong taksiran persalinan, sehingga sebagian besar bayi baru lahir dapat diketahui oleh petugas kesehatan setempat. Dengan memanfaatkan kantong persalinan, petugas dapat merencanakan kunjungan neonatal berdasarkan hari taksiran persalinan (HTP) (MTBS Modul-5, 2008). Pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan. Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu



Universitas Sumatera Utara



31



menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan puskesmas (SP3). Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah konversi klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan. Di tingkat keluarga, selain mencatat hasil pelayanan pada formulir bayi muda, petugas juga mencatatnya pada buku KIA, agar ibu dan keluarga dapat mengetahui keadaan bayi muda dan dapat memberikan asuhan bayi muda di rumah serta mengenali tanda-tanda bahaya. Pencatatan hasil pelayanan. Pencatatan seluruh hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan hingga penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan khusus. Pencatatan yang telah ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan.Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah : 1. Register kunjungan 2. Register rawat jalan 3. Register kohort bayi 4. Register kohort balita 5. Register imunisasi 6. Register malaria, demam berdarah dengue (DBD), ISPA, Gizi, dll 7. Register obat Bila masih ada alat pencatatan lain yang digunakan oleg program, maka dapat pula digunakan. Pencatatan hasil pelayanan ke dalam register disesuaikan dengan kegunaan register tersebut (MTBS-Modul 7 Depkes RI, 2008).



Universitas Sumatera Utara



32



Pelaporan hasil pelayanan. Sebagaimana dengan pencatatan hasil pelayanan MTBS, pelaporan yang digunakan juga tidak memerlukan perubahan. Dalam Modul MTBS-7 Depkes RI (2008), Pelaporan yang digunakan adalah : 1. Laporan Bulanan 1/ Laporan bulanan data kesakitan (LB1) 2. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) 3. Laporan Bulanan Gizi, KIA , Imunisasi, dan P2M (LB3) 4. Laporan Mingguan Diare 5. Laporan Kejadian Luar Biasa Bila masih ada alat pelaporan lain yang digunakan oleh program dapat digunakan juga dalam penerapan MTBS. Dari seluruh laporan yang ada, laporan bulanan 1/ laporan bulanan data kesakitan (LB1) adalah laporan yang memerlukan perhatian khusus. Hasil pemeriksaan dalam MTBS ditulis dalam bentuk klasifikasi penyakit sedangkan pelaporan yang ada dalam bentuk diagnosis. Diperlukan konversi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnosa dan menggunakan penomoran kode LB1. Penyakit-penyakit yang tidak termasuk dalam klasifikasi MTBS dimasukkan ke dalam masalah/keluhan lain dan penulisan kode penyakit sesuai dengan kode SP3 yang berlaku. Penatalaksanaan manajemen terpadu balita sakit. Penatalaksaan manajemen terpadu balita sakit terdiri dari : Penilaian dan klasifikasi. Langkah-langkah dalam penilaian dan klafikasi diagnosa balita antara lain : Menanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya. Bagan MTBS tidak digunakan bagi anak sehat yang dibawa untuk imunisasi atau bagi anak dengan



Universitas Sumatera Utara



33



keracunan, kecelakaan, atau luka bakar. Tentukan apakah kunjungan merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang. Memeriksa tanda bahaya umum. Periksa tanda bahaya umum pada anak sakit. Anak dengan tanda bahaya umum memiliki masalah kesehatan serius dan sebagian besar perlu untuk dirujuk. Tanda bahaya umum adalah : 1. Tidak bisa minum atau menyusui 2. Memuntahkan semuanya 3. Kejang 4. Letargis atau tidak sadar Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas. Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau infeksi saluran pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam (MTBS Modul-2 Depkes RI, 2008). Menilai batuk atau sukar bernapaas. Anak yang batuk atau sukar bernapas dinilai untuk : sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, napas cepat, tarikan dinding dada ke dalam, stridor. Klasifikasi batuk atau sukar bernapas . Pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga lajur : 1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan harus segera di rujuk. Ini adalah klasifikasi yang berat.



Universitas Sumatera Utara



34



2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan khusus, misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan pengawasan atau pengobatan lainnya. 3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak di rumah. Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan batuk atau kesukaran bernapas. Tabel 1. Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun Gejala Klasifikasi 1. Ada tanda bahaya umum, Tarikan dinding dada ke dalam , Stridor



Pneumonia berat atau penyakit sangat berat



2. Napas cepat



Pneumonia



3. Tidak ada tanda-tanda pneumonia



Batuk : bukan pneumonia



atau penyakit sangat berat Sumber : Buku Bagan MTBS Depkes RI, 2008 Memeriksa status gizi. Melihat status gizi balita dimulai dari lihat dan raba, langkah-langkahnya yaitu : 1. Lihat apakah anak tampak sangat kurus atau kurus ? 2. Lihat dan raba adanya pembengkakan di kedua punggung kaki 3. Tentukan berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan, disesuaikan dengan klasifikasi status gizi Klasifikasi status gizi. Klasifikasi status gizi dimulai dari :



Universitas Sumatera Utara



35



1. Balita diklasifikasikan mengalami “sangat kurus dan/atau edema” apabila badan sangat kurus, atau BB/PB (TB) < -3SD, atau bengkak pada kedua punggung kaki. 2. Balita diklasifikasikan mengalami ‘kurus’, apabila badan kurus, atau BB /PB (TB)fi -3SD - < -2SD. 3. Balita diklasifikasikan mengalami ‘normal’, apabila BB/PB (TB) -2SD +2SD, dan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan gizi diatas. (MTBS-Modul 2 Depkes RI, 2008). Memeriksa anemia. Lihat dan Raba : Lihat tanda kepucatan pada telapak tangan anak : 1. Apakah sangat pucat ? 2. Apakah agak pucat Klasifikasi anemia. Klasifikasi anemia pada balita yaitu : 1. Balita diklasifikasikan mengalami “Anemia Berat”, apabila telapak tangan balita sangat pucat . 2. Balita diklasifikasikan mengalami “Anemia”, apabila telapak tangan balita pucat. 3. Balita diklasifikasikan “Tidak Anemia”, apabila tidak ditemukan tanda kepucatan pada telapak tangan. Memeriksa status imunisasi anak. Memeriksa status imunisasi anak harus mengetahui klasifikasi status imunisasi anak berdasarkan jadwal imunisasi dan umur anak.



Universitas Sumatera Utara



36



Memeriksa pemberian vitamin A. Pemberian vitamin A kepada balita pada bulan Februari dan Agustus. Klasifikasi pemberian vitamin A berdasarkan modul MTBS yaitu : 1. Dosis pertama 100.000 IU pada 6 bulan sampai 1 tahun. 2. Dosis berikutnya 200.000 IU setiap 6 bulan sampai umur 5 tahun. Menentukan tindakan dan memberi pengobatan. Dalam memberikan tindakan dan pengobatan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan , antara lain ; Menentukan perlunya dilakukan rujukan segera. Menentukan memberikan rujukan harus mengetahui tanda bahaya umum dan klasifikasi penyakit, yaitu : Rujukan untuk anak dengan tanda bahaya umum. Anak dengan tanda bahaya umum berarti mempunyai klasifikasi berat , sehingga mereka memerlukan rujukan. Rujukan berat atau penyakit sangat berat. Anak dengan klasifikasi pneumonia berat atau penyakit sangat berat, benar-benar menderita sakit yang serius dan membutuhkan rujukan segera untuk tindakan seperti oksigen dan lainlain. Sebelum anak dirujuk, beri dosis pertama antibiotik yang sesuai, untuk membantu mencegah pneumonia berat menjadi parah, serta membantu mengobati infeksi berat seperti sepsis atau meningitis (radang selaput otak) (MTBS Modul-3 Depkes RI, 2008).



Universitas Sumatera Utara



37



Menentukan tindakan/ pengobatan pra rujukan. Bila anak memerlukan rujukan segera, harus cepat ditentukan tindakan yang paling dibutuhkan dan segera diberikan. Tindakan penting pra rujukan adalah sebagai berikut : 1. Beri dosis pertama antibody yang sesuai 2. Beri dosis pertama vitamin A 3. Cegah agar gula darah tidak turun 4. Beri dosis pertama parasetamol jika demam tinggi 5. Beri ASI dan larutan oralit Sebelum merujuk lakukan tindakan/pengobatan pra rujuk. Tindakan/ pengobatan pra rujukan diperlukan untuk menyelamatkan kelangsungan hidup anak. Sebelum melakukan tindakan/pengobatan pra rujukan petugas meminta persetujuan orang tua (MTBS Modul-3 Depkes RI, 2008). Merujuk anak . Hal yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum merujuk anak ke rumah sakit adalah : 1. Menjelaskan tentang pentingnya rujukan dan meminta persetujuan untuk membawa anaknya ke rumah sakit 2. Menghilangkan kekhawatiran ibu dan membantu untuk mengatasi setiap masalahnya 3. Menulis surat rujukan untuk dibawa ke rumah sakit dan member tahu ibu untuk memberikannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit 4. Member ibu instruksi dan peralatan yang diperlukan untuk merawat anak selama perjalanan ke rumah sakit.



Universitas Sumatera Utara



38



Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan rujukan . Anak yang tidak memerlukan rujukan dapat ditangani di klinik atau puskesmas. Tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan rujukan segera meliputi : 1. Memilih obat oral yang sesuai dan menentukan dosis serta jadwal pemberian 2. Member cairan tambahan dan tablet zinc untuk diare dan melanjutkan pemberian makan 3. Memberi tindakan dan pengobatan infeksi lokal 4. Member imunisasi sesuai kebutuhan 5. Member suplemen vitamin A. Kunjungan ulang . Kunjungan ulang diperlukan untuk klasifikasi pneumonia yang memerlukan untuk dilihat kembali hasilnya setelah beberapa hari makan obat. Waktu untuk kunjungan dicatat pada tempat yang disediakan di bagian akhir atau kanan bawah formulir pencatatatan. Waktu kunjungan ulang disampaikan oleh tenaga kepada ibu balita (MTBS Modul-3 Depkes RI, 2008). Konseling ibu. Adapun yang dilakukan tenaga kesehatan saat memberikan ibu balita konseling adalah : Menggunakan keterampilan komunikasi yang baik. Pengobatan di puskesmas perlu dilanjutkan di rumah. Keberhasilan pengobatan di rumah tergantung keterampilan komunikasi tenaga kesehatan dengan ibu penderita yang meliputi : menasehati ibu cara pengobatan di rumah, mengecek pemahaman ibu. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah. Langkah-langkah dalam mengajari ibu cara memberikan obat oral di rumah kepada balita yang



Universitas Sumatera Utara



39



menderita pneumonia seperti, menentukan jenis dan dosis obat yang sesuai untuk umur atau berat badan anak, member tahu ibu alasan pemberian obat kepada anak, memperagakan cara mengukur satu dosis, mengamati cara ibu menyiapkan obat satu dosis, menjelaskan cara memberi obat, kemudian bungkus obat diberi tanda dan lain-lain. 1. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah 2. Menganjurkan pemberian ASI dan makanan 3. Menasehati ibu tentang masalah pemberian makan pada anak 4. Menasehati ibu kapan harus kembali tenaga kesehatan (MTBS Modul-4 Depkes RI, 2008). Tindak lanjut. Setiap anak dengan pneumonia harus kembali ke tenaga kesehatan setelah 2 hari untuk kunjungan ulang dengan syarat : 1. Jika frekuensi napas cepat atau nafsu makan tidak membaik, beri antibiotic pilihan kedua untuk pneumonia. Sebelumnya tenaga memastikan bahwa ibu memberikan antibiotik kepada balita nya 2 hari terakhir a. Jika anak minum antibiotik atau dosis yang diberikan terlalu rendah atau terlalu jarang, obati lagi dengan antibiotik yang sama. Beri satu dosis di depan petugas kesehatan dan cek apakah ibu tahu cara member obat di rumah. Bantu ibu mengatasi masalahnya seperti membujuk anak untuk minum obat jika anak menolak. b. Jika anak telah mendapatkan antibiotik dengan benar namun tidak membaik, gant dengan antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia.



Universitas Sumatera Utara



40



c. Jika anak telah mendapatkan antibiotik dan petugas tidak punya punya antibiotik lain yang sesuai, rujuk anak ke rumah sakit. 2. Jika anak harus melanjutkan pengobatan antibiotic hingga seluruhnya 3 hari, pastikan ibu mengerti pentingnya menghabiskan obat tersebut walaupun keadaan anak membaik (MTBS Modul-6 Depkes RI, 2008). Alasan MTBS sangat cocok diterapkan di puskesmas. Puskesmas merupakan ujung tombak fasilitas kesehatan yang paling diandalkan bagi masyarakat umum di Indonesia, terutama dalam pertolongan pertama balita yang sakit. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan yangs sesuai untuk puskesmas dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan, dan kecacatan pada bayi dan balita. Suatu pendekatan yang saat ini diterapkan pada sebagian besar puskesmas di Indonesia tersebut dikenal dengan istilah Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). MTBS cocok digunakan di puskesmas, karena menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang paling Cost Effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. Beberapa alasan MTBS cocok diterapkan di puskesmas yaitu : 1. MTBS dikembangkan di hampir seluruh negara berkembang merupakan pilihan termurah dari aspek pembiayaan kesehatan anak. 2. MTBS mampu menghemat pembelian obat, menurunkan tingkat kesalahan pemeriksaan dan dapat merupakan penggabungan sumber daya pelayanan kesehatan anak balita sakit di Puskesmas. 3. MTBS di hampir seluruh negara berkembang merupakan pelayanan kesehatan anak balita sakit secara kemprehensif karena dapat mengkombinasikan



Universitas Sumatera Utara



41



pemeriksaan lima penyakit yang dominan di derita anak balita (Maryuni, 2014). Kerangka Pikir Berdasarkan teori sistem, kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :



Input :



Process :



Output :



1. Tenaga kesehatan 2. Pendanaan 3. Sarana dan prasarana 4. Komitmen petugas



penatalaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala



Balita sakit yang datang ke puskesmas dapat ditangani dengan pelayanan MTBS



Gambar 2. Kerangka pikir penelitian



Universitas Sumatera Utara



Metode Penelitian



Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih dalam pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas Mandala. Pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur, atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif (Saryono dan Anggraeni, 2013). Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi. Penelitian di lakukan di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan. Waktu penelitian. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sejak bulan Januari 2018 sampai bulan Agustus 2018. Informan Penelitian Informan dalam penitian ini adalah : 1. Kepala Puskesmas Mandala 2. Dua orang tenaga kesehatan pengelola MTBS 3. Dua orang kader Puskesmas Mandala 4. Dua orang ibu balita yang menjadi peserta MTBS Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini adalah 42



Universitas Sumatera Utara



43



Wawancara mendalam (in-depth interview). Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Saryono dan Anggraeni, 2013). Observasi. Observasi merupakan informasi yang diperoleh dari ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan dan unutk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan dan melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut (Saryono dan Anggraeni, 2013). Observasi disini yaitu mengamati bagaimana pengimplementasian program MTBS di Puskesmas Mandala. Dokumentasi. Pengumpulan data dari Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Mandala, referensi buku-buku penelitian , jurnaljurnal serta hasil penelitian yang berhubungan dengan implementasi program MTBS di Puskesmas Mandala. Definisi Operasional Dalam mempermudah penelitian, berikut beberapa definisi operasional yang harus diketahui antara lain : Masukan (input). Masukan (Input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penatalaksanaan MTBS di Puskesmas agar dapat berjalan dengan baik meliputi : sosialisasi MTBS, tenaga kesehatan, pendanaan, sarana prasarana, dan komitmen petugas.



Universitas Sumatera Utara



44



1. Sosialisasi MTBS adalah pemberian pemahaman dan informasi kepada petugas kesehatan, kader kesehatan dan ibu balita. Dalam penelitian ini sosialisasi dapat dilihat terlaksananya sosialisasi dan pelatihan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) kepada petugas secara langsung serta melakukan penyuluhan kepada kader kesehatan dan ibu balita. 2. Tenaga kesehatan adalah tenaga yang telah mendapatkan pelatihan , petugas yang bertangggung jawab dengan program MTBS dan yang memberi konseling bagi ibu balita. 3. Pendanaan adalah materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk pelaksanaan MTBS 4. Sarana dan prasarana yaitu obat-obatan, peralatan untuk pemeriksaan, formulir MTBS, Kartu Nasihat Ibu (KNI), dan ruangan khusus untuk MTBS yang mendukung terlaksananya pelaksanaan MTBS. 5. Komitmen Petugas adalah keselarasan antara sikap dan tindakan petugas dalam pelaksanaan MTBS . Proses (process). Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu alur penatalaksanaan MTBS. Keluaran (output). Keluaran (Output) adalah hasil dari suatu penatalaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yaitu semua balita sakit yang datang ke puskesmas dapat ditangani dengan pelayanan MTBS. Metode Analisis Data



Universitas Sumatera Utara



45



Menurut Milles dan Huberman (2014) analisis data yang dilakukan dengan penelitian kualitatif adalah : Mereduksi data. Mereduksi data dengan melakukan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan , pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Mereduksi data dilakukan selama pengumpulan data dan selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan menulis memo. Penyajian data. Dalam penyajian data dilakukan pengumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bentuk teks naratif. Penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk matriks. Penarikan kesimpulan / verifikasi. Penarikan simpulan menurut Miles dan Huberman (2014) hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan dan verifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau dengan peninjauan kembali serta upaya dalam menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Triangulasi Untuk menjaga keabsahan data yang dikumpulkan maka peneliti melakukan triangulasi sumber. Triangulasi sumber yaitu menggali kebenaran informasi melalui berbagai sumber untuk memperoleh data dan mengetahui adanya alasan-alasan akan terjadinya perbedaan tersebut (Gunawan,2013). Triangulasi dalam penelitian ini adalah tenaga kesehatan di Puskesmas.



Universitas Sumatera Utara



Hasil dan Pembahasan



Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum Puskesmas Mandala. Puskesmas Mandala merupakan Puskesmas yang terletak di Kecamatan Medan Tembung yang terdiri dari 4 kelurahan yaitu kelurahan bandar selamat, kelurahan bantan, kelurahan bantan timur dan kelurahan tembung. Puskesmas Mandala memiliki 48 lingkungan dengan jumlah penduduk 74.179 jiwa dengan perbandingan jumlah perempuan sebanyak 37.251 jiwa dan jumlah laki-laki sebanyak 36.928 jiwa dan dengan luas wilayah 394 Ha. Puskesmas Mandala terletak di Jalan Cucak Rawa II Perumnas Mandala Kelurahan Kenangan Baru Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Puskesmas Mandala berdiri pada bulan Juni tahun 1982 yang didirikan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Medan. Pada saat ini Puskesmas Mandala dipimpin oleh dr.Hafni Tanjung, dengan jumlah pegawai nya sebanyak 63 orang. Tabel 2 Data Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2017 Tenaga Kesehatan Dokter Umum Dokter Gigi Bidan Perawat Perawat Gigi Analis Tenaga Kefarmasian Tenaga Kesmas Tenaga Sanitasi Tenaga Gizi Jumlah Tenaga Kesehatan



Jumlah 8 3 19 18 1 2 4 5 2 1 63



Sumber : Puskesmas Mandala 2017



46



Universitas Sumatera Utara



47



Wilayah kerja puskesmas. Dalam melaksanakan kegiatannya, wilayah kerja Puskesmas Mandala ada 4 kelurahan yaitu : 1. Kelurahan Bandar Selamat



: 12 Lingkungan



2. Kelurahan Bantan



: 14 Lingkungan



3. Kelurahan Bantan Timur



: 16 Lingkungan



4. Kelurahan Tembung



: 6 Lingkungan



Pada wilayah kerja Puskesmas Mandala terdapat 2 Puskesmas Pembantu (Pustu) yang terletak di Kelurahan Bantan dan Kelurahan Tembung. Tabel 3 Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2017 Sarana Kesehatan Jumlah Puskesmas Induk 1 Puskesmas Pembantu 2 Praktek Dokter Umum 8 Praktek Dokter Gigi 9 Praktek Dokter Spesialis 2 Klinik Bersalin 10 Praktek Bidan 15 Apotek 7 Akupuntur 1 Rumah Sakit 2 Jumlah Sarana Kesehatan 57 Sumber : Profil Puskesmas Mandala Tabel 4 Data Sarana Pendukung Kesehatan di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2017 Sarana Pendukung Jumlah Aktif / Tidak aktif Posyandu Balita 39 Aktif Posyandu Lansia 7 Aktif Posbindu 2 Aktif Jumlah Sarana Pendukung 91 Sumber : Profil Puskesmas Mandala Letak geografis Puskesmas Mandala . Puskesmas Mandala berada di Kecamatan Medan Tembung dan terletak di jalan Cucak Rawa II Perumnas



Universitas Sumatera Utara



48



Mandala Kelurahan Kenanga Baru, adapun batas wilayah Puskesmas Mandala adalah: 1. Sebelah Barat berbatasan dengan



: Kecamatan Medan Perjuangan



2. Sebelah Timur berbatasan dengan



: Kecamatan Percut Sei Tuan



3. Sebelah Selatan berbatasan dengan



: Kecamatan Medan Denai



4. Sebelah Utara berbatasan dengan



: Kecamatan Percut Sei Tuan



Tabel 5 Data Geografi dan Demografi Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Tahun 2017 Kelurahan Jumlah KK Jumlah Luas Wilayah Lingkungan Bandar Selamat 5.692 12 90 Ha Bantan 6.279 14 151 Ha Bantan Timur 3.493 16 89 Ha Tembung 1.894 6 64 Ha Jumlah 17.385 48 394 Ha Sumber : Profil Puskesmas Mandala Karakteristik Informan Jumlah informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 7 informan, yang terdiri dari 1 informan Kepala Puskesmas Mandala yang berusia 54tahun dengan pendidikan S1 Kedokteran, 2 informan tenaga kesehatan sebagai penanggung jawab pelaksanaan MTBS, 2 informan kader kesehatan , 2 informan ibu balita yang membawa anaknya berobat ke Puskesmas dan mendapati penanganan dengan pelayanan MTBS. Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:



Universitas Sumatera Utara



49



Tabel 6 Karakteristik Informan Penelitian Informan Jenis Umur Kelamin (Tahun) dr.Hafni Perempuan 54 Tanjung



Pendidikan



Jabatan



S1 Kedokteran



Kepala Puskesmas Mandala Tenaga Kesehatan MTBS Tenaga Kesehatan MTBS Kader Kesehatan Kader Kesehatan Ibu Balita Ibu Balita



dr.Erwin Hakim Lubis, M.Kes Nurhatimah Nasution, Str Keb Aida Lubis



Laki-laki



56



S2



Perempuan



33



D4



Perempuan



38



SMA



Yanti Sanfitri



Perempuan



43



SMP



Elsa Apriyani



Perempuan Perempuan



23 28



SMA D3



Alur Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Mandala Alur pelaksanaan MTBS diawali dengan pendaftaran di ruang registrasi, tenaga kesehatan di loket memberikan formulir MTBS dan mengisi formulir MTBS yaitu identitas dan status kunjungan, kemudian formulir diantarkan ke ruang pemeriksaan dimana ruangan pemeriksaan merupakan ruangan khusus untuk MTBS. petugas kesehatan mulai melakukan pengukuran suhu badan dan penimbangan berat badan. Di ruang pemeriksaan dilakukan penilaian dan klasifikasi penyakit balita, hingga menentukan tindakan dan memberi pengobatan yang dibutuhkan. Kemudian dilakukan konseling kepada ibu balita hingga tindak lanjut yaitu pengobatan di rumah dan di rujuk di rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut (Depkes, 2008).



Universitas Sumatera Utara



50



Alur pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala yaitu dimulai dari ibu balita datang ke meja administrasi untuk mendaftarkan anaknya, setelah itu balita diarahkan ke ruang poli KIA dimana pelaksanaan MTBS dilaksanakan untuk dilakukan pengobatan. Di ruangan diukur berat badan, tinggi badan dan suhu badan, setelah itu dilakukan pengisian formulir MTBS tetapi ada juga yang tidak mengisi formulir MTBS disebabkan karena petugas tidak sempat untuk mengisi formulir karena pasien yang sangat banyak. Kemudian balita diperiksa tanda bahaya umum serta ditanya keluhan balita oleh dokter, sehingga dapat menentukan klasifikasi penyakit yang diderita oleh balita. Setelah menentukan klasifikasi panyakit dilanjutkan dengan pemberian konseling kepada ibu balita. Konseling yang diberikan yaitu cara pemberian obat kepada balita di rumah dan cara pemberian makanan kepada balita. Kemudian dokter melakukan tindak lanjut apakah perlu dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut atau pengobatan di rumah yaitu dengan memberikan resep obat kepada ibu balita yang kemudian di tebus di tempat pengambilan obat.Bagan alur pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala dapat dilihat dibawah ini:



Universitas Sumatera Utara



51



Datang



Pemeriksaan Fisik (oleh Bidan/petugas MTBS)  Pengukuran Berat Badan  Pengukutan Tinggi Badan  Pengukuran Suhu Badan



Pendaftarandi bagian Admnistrasi



Penilaian dan Klasifikasi Penyakit ( Oleh Dokter)  Memeriksa tanda bahaya umum  Menentukan Klasifikasi penyakit



Pengisian Formulir MTBS (oleh Bidan/ Petugas MTBS)  



Identititas Anak Status Kunjungan



Rujukan Tindakan Pengobatan (oleh Dokter)  Terapi  Konseling  Penulisan resep



Pengambilan Obat



Pulang



Gambar 3. Alur penatalaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala Tahun 2018 Analisis Komponen Input Tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Permenkes RI No.75 Tahun 2014). Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya, serta



Universitas Sumatera Utara



52



terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tuntutan kebutuhan pembangunan kesehatan. Dalam buku Subarsono (2008) mengungkapkan bahwa ketersediaan sumber daya tenaga akan berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi. Hasil wawancara yang dilakukan kepada informan di Puskesmas Mandala sebagai berikut : “.... Sangat perlu penambahan tenaga kesehatan, karena jumlah petugasnya gak sesuai dengan pasien yang datang, tau lah kan dek disini tu pasien yang datang tu banyak setiap harinya ....” ( Informan 2). “.... Kalau jumlah tenaga kesehatan masih kurang, lihat saja pasien disini banyak, dengan tenaga kesehatan cuma 2 orang, yaitu saya dan dokter erwin, mana sanggup kita kalau semua mau kita sesuaikan dengan MTBS dan saya juga gak megang program ini aja dek, sedangkan balita yang datang sangat banyak, terkadang kami kewalahan menangani pasien yang datang, seharusnya ada penambahan petugas untuk pelayanan MTBS ini....” (Informan 3). “....Petugasnya sedikit dek, soalnya kan disini pasiennya banyak jadi lama ngantrinya, anak saya uda sampai rewel gini....” (Informan 7). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan informan mengenai tenaga kesehatan yang berkaitan dengan kegiatan MTBS di Puskesmas Mandala yang terdiri dari Kepala Puskesmas dan 2 orang Petugas Kesehatan. Sumber daya manusia dalam kegiatan MTBS di Puskesmas Mandala belum mencukupi dan ada tenaga kesehatan pelaksana MTBS yang tidak mengikuti pelatihan MTBS sehingga pengetahuan petugas tentang MTBS masih kurang yang menyebabkan pelaksanaan MTBS tidak dapat berjalan secara optimal, serta kurangnya pelayanan balita sakit dengan menggunakan pendekatan MTBS. informan dari ibu balita juga menyatakan bahwa pasien sangat banyak sehingga harus menunggu lama untuk berobat ke Puskesmas sehingga menyebabkan balita menjadi rewel.



Universitas Sumatera Utara



53



Salah satu faktor keberhasilan suatu program adalah tersedianya sumber daya manusia yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Sumber daya manusia merupakan aset utama suatu organisasi yang menjadi perencanaan dan pelaku aktif dari segi aktifitas organisasi. Tenaga kesehatan dalam pelaksanaan MTBS merupakan tenaga kesehatan yang dilatih, tenaga kesehatan dengan keterampilan dan kemampuan untuk menilai tanda bahaya umum, pemeriksaan batuk, diare dan demam, pemeriksaan berat badan, pemeriksaan status imunisasi, menanyakan kepada ibu balita terkait pemberian ASI dan makanan tambahan, serta memberikan terapi yang benar. Puskesmas Mandala mempunyai 2 orang tenaga kesehatan yang ditugaskan sebagai penanggung jawab pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) namun hanya satu orang yang mengikuti pelatihan MTBS. Pasien balita sakit yang berobat ke puskesmas setiap harinya paling sedikit 7 orang dan dalam pelaksanaan MTBS yang ditangani itu ada pneumonia, ada diare, demam, status gizi dan status imunisasi dengan pengetahuan tenaga kesehatan yang kurang akan membuat proses pelaksanaan MTBS kurang efektif. Seperti pemeriksaan menjadi lebih lama dan waktu tunggu balita sakit semakin lama karena tenaga kesehatan hanya mengharapkan diagnosa dari dokter saja dengan pasien yang banyak dan teanga kesehatan hanya mengisi formulir MTBS saja. Akibat waktu tunggu balita sakit semakin lama sehingga menyebabkan balita menjadi rewel. Sedangkan untuk tenaga kesehatan, sumber daya manusianya harus mencukupi dalam jumlah dan kualitasnya , namun dalam kenyataannya jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Mandala dalam pelaksanaan MTBS masih kurang



Universitas Sumatera Utara



54



dan tenaga kesehatan yang mengelola MTBS memegang program lain sehingga membuat beban kerja mereka yang tinggi serta tidak sesuai dengan jumlah pasien balita yang datang sangat banyak akibatnya tenaga kesehatan menjadi kewalahan sehingga menyebabkan tidak semua pasien balita sakit ditangani dengan pendekatan MTBS. Oleh karena itu diperlukan penambahan tenaga kesehatan dan perlu mengikuti pelatihan MTBS. Pendanaan. Hasil wawancara mendalam dengan informan di Puskesmas Mandala mengenai pendanaan dalam pelaksanaan MTBS sebagai berikut : Tabel 7 Matriks Pernyataan Informan Mengenai Pendanaan Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Mandala Informan Pernyataan Informan 1 Dana untuk melaksanakan pelayanan MTBS sangat (Kepala Puskesmas) minim. Selama ini sistem Pendanaan Untuk MTBS berasal dari dana BOK dan terkadang dari kantong sendiri. Iya dek, itu lh dek penyediaan sarana dan prasarana diambil dari dana APBD seperti untuk obat-obatannya tapi dana itu pun dek kurang bisa menutupi , saya pun bingung ntah kemana larinya dana itu. Informan 2 Biasanya untuk pendanaan MTBS di Puskesmas (Tenaga Kesehatan) menggunakan dana dari BOK, saya pun kurang tau dek, sebaiknya adek langsung tanyak aja ke kepala puskesmasnya. Informan 3 Saya kurang tau secara jelas bagaimana mengenai (Tenaga Kesehatan) pendanaan untuk MTBS saat ini. Namun setau saya dan yang digunakan itu berasal dari dana BOK dan dari APBDtapi itu pun dek rasa saya ntah kemana pun dananya dek, kayak kalau saya melakukan kunjungan ke rumah-rumah kadang saya dapat uang minyak lah kita bilang , kadang saya gak dapat, makanya saya pun jarang melakukan kunjungan kerumah-rumah gitu dek. Berdasarkan pernyataan informan yang terdiri dari kepala puskesmas dan tenaga kesehatan sebagai penanggung jawab pelaksanaan MTBS diatas menunjukkan bahwa sumber dana untuk pelaksanaan MTBS berasal dari dana



Universitas Sumatera Utara



55



Biaya Operasional Kesehatan (BOK) dan penyediaan sarana prasarana seperti obat-obatan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sebernarnya dana BOK untuk pelaksanan MTBS sangat minim sehingga terkadang untuk menutupi kekurangannya menggunakan dana pribadi seperti transportasi tenaga kesehatan untuk kunjungan kerumah-rumah tidak ada sehingga menggunakan dana pribadi tenaga kesehatan sehingga tenaga kesehatan jarang melakukan kunjungan ke rumah-rumah untuk melakukan pemantauan dan pembinaan dalam melaksanakan MTBS dikarenakan kendala dana itu sendiri. Berdasarkan Permenkes No.70 tahun 2013, pendanaan MTBS bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pendanaan untuk pelaksanan MTBS di Puskesmas Mandala bersumber dari Biaya Operasional Kesehatan (BOK). BOK merupakan salah satu program pemerintah melalui kementerian kesehatan. BOK merupakan bentuk pembiayaan yang diturunkan dari APBN dan melalui Kementerian Kesehatan RI untuk dialokasikan kepada pemerintah daerah, kota/kab yang akan diteruskan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kab selaku kuasa Pengguna Anggaran (KPA), kemudian dialirkan ke puskesmas-puskesmas. Puskesmas Mandala saat ini menggunakan dana BOK untuk pelaksaan MTBS namun dana BOK untuk MTBS belum mencukupi dan sangat minim sehingga terkadang untuk menutupi kekurangannya menggunakan dana pribadi seperti transportasi tenaga kesehatan untuk kunjungan kerumah-rumah tidak ada sehingga menggunakan dana pribadi tenaga kesehatan akibatnya tenaga kesehatan



Universitas Sumatera Utara



56



jarang melakukan kunjungan ke rumah-rumah untuk melakukan pemantauan dan pembinaan dalam melaksanakan MTBS dikarenakan kendala dana itu sendiri. Menurut penelitian Husni, dkk (2012) mengatakan bahwa pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses serta pelayanan yang berkualitas. Sedangkan Menurut penelitian Wibowo (2008) mengatakan bahwa adanya keterbatasana sumber daya dapat menghambat pelaksanaan suatu kebijakan. Semakin besar dana yang dikeluarkan untuk memperbaiki sebuah program, maka hasilnya pun akan semakin efektif, apabila dana yang diberikan seefisien mungkin dan semakin kecil dana yang digunakan untuk sebuah program, maka program hanya berjalan lambat dan hasilnya pun tidak akan efisien. Akibat dari minimnya dana maka tenaga kesehatan tidak akan dapat menjalankan tugasnya dalam menangani balita sakit dengan menggunakan pendekatan MTBS di wilayah kerja puskesmas. Oleh karena itu, reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara setidaknya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan , pemerataan, efisiensi, dan efektivitas dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. Sarana dan prasarana. Hasil wawancara mendalam dengan informan di Puskesmas Mandala mengenai sarana dan prasarana dalam pelaksanaan MTBS sebagai berikut : “.....alat penunjang untuk MTBS kondisinya kurang baik, alat-alat penunjang itu dek seperti sound timernya yang uda harus diganti dan juga



Universitas Sumatera Utara