PEDOMAN Pelayanan Mtbs Di Puskesmas WTB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT UPTD PUSKESMAS WATUBELAH TAHUN 2019



PEMERINTAH KABUPATEN CIREBON



DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS WATUBELAH Jl. Tangkil Gede No. 5 Kelurahan Watubelah - Sumber Hp. 082121408165 E-mail : [email protected] Kode Pos 45611



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, taufik dan nikmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di UPTD Puskesmas Watubelah Kabupaten Cirebon. Pedoman Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit Puskesmas Watubelah ini disusun dalam rangka memberikan acuan, petunjuk dan arahan bagi kita untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan profesional sesuai dengan yang diharapkan di unit Pelayanan MTBS. Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan pada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penerbitan pedoman ini. Semoga keinginan untuk dapat lebih meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dapat tercapai seiring dengan pemberdayaan para pelaksananya. Pedoman ini kami akui masih banyak kekurangan karena keterbatasan ilmu dan referensi yang ada pada kami. Oleh karena itu permohonan maaf perlu kami haturkan apabila dalam penyusunan pedoman ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Sumber, Januari 2019



TIM PENYUSUN



MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT



PEDOMAN



No. Revisi : 00 Tanggal Terbit : 1 Januari 2019 Halaman :



Status Dokumen :



Tanda Tangan Pengesah: KEPALA UPTD PUSKESMAS WATUBELAH



Drg. Hj. Retno Widowati NIP. 19661025200112 2 001



BAB I PENDAHULUAN



a)



LATAR BELAKANG Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesehatan suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat pelayanan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ditingkat pelayanan dasar. Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian bayi dan balita yang disebabkan oleh infeksi Pernafasan Akut (ISPA), Diare, Campak, Malaria, Kurang Gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut. Puskesmas Watubelah merupakan fasilitas pelayanan tingkat pertama yang menyediakan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di wilayah kerja Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon. Untuk itu penyelenggaraan MTBS harus sejalan dengan visi dan Misi Puskesmas.



b) TUJUAN Pedoman ini dimaksudkan agar tersedianya panduan bagi pegawai puskesmas dan tim di poli MTBS puskesmas Watubelah dalam melaksanakan pelayanan rawat jalan. c) SASARAN 1. Sasaran Populasi/Kasus Bayi/anak umur 2 bulan – 5 tahun (MTBS). 2. Sasaran pelaksana Tenaga kesehatan unit rawat jalan di fasilitas kesehatan tingkat dasar (Puskesmas dan Pustu) yaitu paramedis (perawat, bidan puskesmas dan bidan desa) serta dokter puskesmas.



d) RUANG LINGKUP Ruang lingkup pedoman ini meliputi pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) rawat jalan pada seluruh Balita Sakit di wilayah kerja puskesmas Watubelah.



e) BATASAN OPERASIONAL Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Interited Management of Childhood Illness (IMCI) merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 2 – 59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan atau cara penatalaksanaan balita sakit. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan oleh organisasi kesehatan dunia



WHO (World



Health Organizations) merupakan suatu bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan balita di negara-negara berkembang. Derajat kesehatan merupakan pencerminan kesehatan perorangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, morbiditas dan mortalitas dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang luas. Yakni bukan saja bebas dari penyakit tetapi juga tercapai keadaan kesehatan baik fisik, mental dan sosial. Ada tiga komponen dalam penerapan strategi MTBS yaitu : 1. Komponen I: meningkatakan keterampialn petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (dokter, perawat, bidan, petugas kesehatan). 2. Komponen II: memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada balita lebih efektif. 3. Komponen III: memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatakan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat). f) LANDASAN HUKUM Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 menekankan pentingnya upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini terlihat dengan adanya pesan agar tenaga kesehatan melakukan fungsinya secara profesional sesuai dengan standar dan pedoman. Kebutuhan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia, paling tidak dipengaruhi oleh tiga perubahan besar yang memberikan tantangan dan peluang. Perubahan itu meliputi sumberdaya yang terbatas, adanya kebijakan desentralisasi dan berkembangnya kesadaran akan pentingnya mutu dalam pelayanan kesehatan (Depkes, 2003:17).



BAB II STANDAR KETENAGAAN



a)



KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA Tenaga kesehatan unit rawat jalan di fasilitas kesehatan tingkat dasar (Puskesmas dan Pustu) yaitu paramedis (perawat, bidan puskesmas dan bidan desa) serta Dokter Puskesmas. Distribusi ketenagaan di Puskesmas Watubelah untuk program MTBS pada tahun 2018 yang sudah mengikuti pelatihan MTBS ada 7 orang, yang dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.



b)



NAMA JABATAN



PENDIDIKAN TERAKHIR



KETERANGAN



Perawat Ahli



Ners



1 Orang



Perawat



S1 Keperawatan



2 Orang



Bidan



D IV Kebidanan



4 Orang



JADWAL PELAYANAN Jadwal pelayanan poli MTBS Puskesmas Watubelah dilakukan pada setiap hari kerja, yaitu Senin- Sabtu mulai pukul 07.30 – 14.30.



BAB III STANDAR FASILITAS a) DENAH RUANGAN Berdasarkan Buku Pedoman Standar Pelayanan Kesehatan



MTBS Departemen



Kesehatan Republik Indonesia, standar ukuran ruangan poli MTBS puskesmas sebesar 3m x 4 m. Koordinasi pelaksanaan kegiatan MTBS dilakukan oleh penanggung jawab MTBS yang menepati ruang poli MTBS di gedung puskesmas Watubelah yang terletak di sebelah ruang konseling Gizi dan kesehatan lingkungan.



Ruang Obat



Loket



koridor



Tangga ke lantai 2



RM



Ruang Pelayanan Umum Ruang Pelayanan Lansia Laboratorium



Ruang MTBS Konseling WC Lansia



b) -



WC Pasien



Ruang Pelayanan Gigi Gudang Obat



STANDAR FASILITAS Buku panduan MTBS Modul 1 – 7 Algoritma/Buku Bagan MTBS Panduan Tatalaksana MTBS? Formulir MTBS Buku Register Stetoscop Thermometer Timer Timbangan Dewasa Timbangan Bayi Pengukur panjang Bayi Pengukur tinggi badan



BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN



Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut Algoritma MTBS



untuk melakukan penilaian/pemeriksaan dengan cara menanyakan kepada orang tua/wali, apa saja keluhan-keluhan/masalah anak kemudian memeriksa dengan cara lihat dan dengar atau lihat dan raba. Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya-jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi penyakit, petugas akan menetukan tindakan/pengobtan, misalnya anak dengan klasifikasi Pneumonia Berat atau Penyakit sangat Berat akan di rujuk ke Dokter Puskesmas. Contoh begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS, ketika anak sakit datang berobat, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua/wali secara berurutan, mulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti: a. Apakah anak bisa minum/menyusu? b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya? c. Apakah anak menderita kejang? d. Petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak letargis/tidak sadar? Setelah itu petugas kesehastan akan menanyakan keluhan utama, antara lain: a. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas? b. Apakah anak menderita diare? c. Apakah anak demam? d. Apakah anak mempunyai masalah telinga? e. Memeriksa status gizi. f. Memeriksa anemia. g. Memeriksa status imunisasi. h. Memeriksa status pemberian Vitamin A. i. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain.



Berdasarkan



hasil



penilaian



hal-hal



tersebut



di



atas,



petugas



akan



mengkasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu petugas melakukan klasifikasi dan tindakan/ pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/klasifikasi. Tindakan yang dilakukan berupa: a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah. b. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah.



c. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah misalnya aturan penanganan diare di rumah. d. Memberikan konseling bagi ibu,misainya: anjuran pemberian makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat. e. Menasehati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan. f. Dan lain-lain. Perlu diketahui, untuk bayi yang berusia s/d 2 bulan, dipakai penilaian dan klasifikasi bagi Bayi Muda (0 – 2 bulan) memakai algoritma Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) yang merupakan bagian dari MTBS Penilaian dan Klasifikasi Bayi. Pemeriksaan dan tindakan secara lengkap tentunya tidak akan diuraikan disini karena terlalu panjang. Sebagai gambaran untuk penilaian dan tindakan/pengobatan bagi setiap balita sakit, pendekatan MTBS memakai 1 set. Bagan Dinding yang ditempelkan di tembok ruang pemeriksaan MTBS di Puskesmas dan formulir pencatatan baik bagi bayi muda (0 – 2 bulan) maupun balita (2 bulan – 5 tahun). Sedangkan untuk petugas, diperlukan paket buku yang terdiri dari 7 buku Modul, 1 buku foto, 1 buku bagan, 1 set bagan dinding. Dinas kesehatan perlu memonitor secara berkala apakah Puskesmas di wilayah kerjanya menerapkan MTBS. Bila belum menerapkan, mungkin tenaga Kesehatan yang bertugas perlu pelatihan atau update MTBS. Untuk itu perlu merencanakan kegiatan Pelatihan MTBS dengan jadwal seperti dipersyaratkan.



BAB V LOGISTIK Beberapa hal yang perlu diperhatikan



sebelum menerapkan MTBS adalah



persiapan obat, alat, formulir MTBS dan buku KIA. Persiapan logistik ini perlu direncanakan karena bila tidak disiapkan dengan baik akan mengganggu kelancaran penerapan MTBS. a)



PERSIAPAN OBAT DAN ALAT



Sebelum memulai penerapan MTBS harus dilakukan penilaian dan pengamatan terhadap persediaan obat di puskesmas. Secara umum, obat-obat yang digunakan dalam MTBS telah masuk dalam daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas. Obat-obat yang diperlukan adalah : 1. Kotrimektazol tablet dewasa 2. Sirup Kotrimoktazol 3. Sirup Amoksisilin 4. Tablet Amoksisilin 5. Tablet Metronidazol 6. Tablet Paracetamol 7. Tablet Albendasol 8. Tablet Pirantel Pamoat 9. Tablet Besi 10. Diazepam Perektal 11. Tetrasiklin atau Kloramfenikol salep mata 12. Gentien Violet 1 % 13. Tablet Nistatin 14. Gliserin 15. Vitamin A 200.000 IU 16. Vitamin A 100.000 IU 17. Tablet Zinc 18. Aqua Bides untuk pelarut 19. Oralit 200cc 20. Povidone Iodine Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah: 1. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik 2. Tensimeter dan manset anak 3. Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok oralit) 4. Timbangan bayi



5. Termometer



BAB VI KESELAMATAN PASIEN



Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patien safety) adalah proses dalam suatu fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman termasuk didalamnya asesmen resiko, identifikasi resiko dan manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden. Kemampuan untuk belajar dan menindak lanjuti insiden dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya resiko. Standar keselamatan pasien tersebut menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomer 11 tahun 2017, dilaksanakan melalui pelaporan, menganalisa dan menetapkan pemecahan ketepatan identifikasi pasien. Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical error), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) dan nyaris terjadi (near miss). Standar keselamatan pasien tentang Keselamatan Pasien meliputi: 1. Hak pasien 2. Mendidik pasien dan keluarga 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan 4. Penggunan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasidan program peningkatan keselamatan pasien 5. Peran kepemimpinan meningkatkan keselamatan pasien 6. Mendidik staff tentang keselamatan pasien 7. Komunikasi merupakan kunci staff untuk mencapai keselamatan pasien Selanjutnya



Permenkes



tersebut



menjawab



setiap



sarana



kesehatan



mengupayakan pemenuhan sarana keselamatan pasien yang meliputi: 1. Ketepatan identifikasi pasien 2. Meningkatkan komunikasi yang efektif 3. Meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai 4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi 5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan 6. Pengurangan resiko pasien jatuh Dalam rangka menerapkan standar keselamatan pasien ada beberapa langkah terdiri dari; 1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien 2. Memimpin dan mendukung staff 3. Mengintegrasikan aktifitas pengelolaan risiko



4. 5. 6. 7.



Mengembangkan sistim pelaporan Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien Mencegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien



Melalui penerapan tujuh langkah tersebut diharapkan hak pasien untuk memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar operasional prosedur dan standar profesi, serta layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi. Pelaporan insiden mencakup KTC, KNC dan KTD dilakukan setelah analisis dan solusi. Pelaporan insiden tersebut bertujuan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak menyalahkan orang (non blaming). Setiap insiden harus dilaporkan secara internal paling lambat 2x24 jam sesuai format yang sudah ditentukan, kemudian dianalisa dan dilakukan pengkajian, serta memberikan umpan balik (feedback) dan solusi. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) harus dilaporkan secara tertulis.



BAB VII KESELAMATAN KERJA



Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan. Tenaga kesehatan yang setiap hari melaksanakan pelayanan yang beresiko tinggi terhadap penularan penyakit akibat pelayanan/tindakan yang diberikan kepada pasien, maka dalam setiap melaksanakan pelayanan/tindakan kepada pasien seharusnya petugas kesehatan memperhatikan PI (Pencegahan Infeksi), meliputi cuci tangan,



menggunakan APD (alat pelindung diri),pengelolaan alat bekas pakai,



pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah permukaan pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan. Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan kerja



BAB VIII PENGENDALIAN MUTU



a)



PENGERTIAN Pengendalian mutu merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai barang, jasa maupun pelayanan yang dihasilkan perusahaan atau institusi dibandingkan dengan standar yang ditetapkan serta menyelesaikan masalah yang ditemukan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu.



b)



TUJUAN Tujuan pengendalian mutu meliputi dua tahap yaitu tujuan antara dan tujuan akhir. Tujuan antara pengendalian mutu adalah agar dapat diketahui mutu barang,jasa maupun pelayanan yang dihasilkan.Tujuan akhir yaitu untuk dapat meningkatkan mutu barang,jasa maupun pelayanan yang dihasilkan. Pengendalian mutu penting dilakukan karena dapat meningkatkan indeks kepuasan mutu (Quality Satisfaction Index),produktifitas dan efisiensi serta semangat karyawan. Pada masa ini mutu pelayanan menjadi tanggung jawab setiap orang dalam institusi



dari



tingkat



pemberi



layanan



sampai



tingkat



pimpinan,sejak



pelayanan,pengawasan dan evaluasi,tidak terbatas pada kepentingan institusi,tetapi merupakan kebutuhan dan kepuasan pelanggan atau pasien.



BAB IX PENUTUP



Buku pedoman ini diharapkan dapat memberikan panduan bagi tenaga kesehatan khususnya pada puskesmas Watubelah yang melaksanakan kegiatan pelayanan MTBS. Kemajuan



di



bidang



teknologi



dan



partisipasi



masyarakat



dalam



mengembangkan kegiatan pelayanan MTBS akan memberikan dorongan secara signifikan terhadap pengembangan program sekaligus penyempurnaan pedoman ini.