Mushoku Tensei Jilid Ekstra - Kisah Naga Kuno (Bahasa Indonesia) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bab 1 Naga Dan Gadis Di benua ini, ada pegunungan yang membelah daratan. Terdapat gunung yang sangat besar di tengah gugusan pegunungan tersebut. Orang-orang biasa menyebutnya Gunung Raungan Naga. Raungan Naga adalah gunung tertinggi di dunia. Di sana terdapat bongkahan bebatuan yang mencuat seperti pohon, tebing terjal yang membuat orang ragu mendakinya, belum lagi habitat Naga Merah yang ada di puncaknya. Itu bukanlah tempat yang tepat dihuni manusia. Petualang kelas tinggi sesekali menjelajah daerah kaki gunung, tapi mereka tidak mampu lebih jauh lagi. Tapi, jika mampu mendaki sampai puncak, maka kau akan mendapati hal yang sulit dipercaya. Di sana ada rumah. Itu sungguh tidak lazim. Karena lingkungan itu tidak layak dihuni manusia. Jika mendekati rumah itu, maka kau akan mendapati hal yang jauh lebih aneh. Di sana tinggal seorang gadis. Apa yang dilakukan gadis di alam terbuka seperti itu? Seorang gadis pirang bertelinga panjang sedang berjalan kesusahan di depan rumah, sembari membawa benda mirip ember. Gadis itu keluar – masuk rumah beberapa kali. Rupanya, dia membawa air ke bagian belakang rumah. Ternyata, di belakang rumahnya ada sebuh goa. Goa itu tidak terlihat aman, namun dia tanpa ragu memasukinya jauh lebih dalam. Dan di dalam, ada seekor reptil yang berbadan besar, berleher panjang, bersisik merah, berkuku dan bertaring tajam sedang berbaring menunggunya. Ya, itu Naga Merah. Gadis itu menuangkan isi embernya pada kolam yang berada dekat si naga. Tapi, naga itu tidak terganggu dengan kehadiran si gadis. Dia hanya terus mengamati, dengan tatapan yang seolah-olah menuntut si gadis untuk menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat. 1



Namun, jumlah air yang bisa dibawa si gadis dengan isi kolam itu tidak sebanding. Untuk mengisi kolam itu sampai penuh, dia harus berkali-kali mengangkut airnya. Tapi, akhirnya selesai juga. Gadis itu meletakkan embernya di dekat kolam, lalu berbaring kelelahan. "Hoo, akrhinya penuh juga!" Kata gadis itu dengan lega, sembari sedikit membungkuk ke arah naga. Seolah membalas budi, naga itu menggoyangkan hidungnya. Dengan wajah tampak puas, si gadis pun kembali ke rumah. Rumahnya terbuat dari kayu, dan tampak biasa saja. Namun, seorang penyihir pasti tahu ada semacam sihir penghalang yang melindunginya. "Shishou.... shishou.... aku sudah selesai mengisi airnya!" Interior rumah itu tampak biasa saja, tapi nyaman. Di sana terdapat kursi, meja, tanaman hias, bundel kertas, dan berbagai macam pernak-pernik yang tidak jelas kegunaannya. Gadis itu tampak berbicara pada seseorang, tapi tak seorang pun membalas. Dengan cepat, dia segera menuju ke suatu ruangan di belakang rumah. Inilah ruangan terbesar pada rumahnya. "Shishou?" Gadis itu membuka pintu dan masuk. Di dalam, ada rak buku yang beberapa kali lebih tinggi daripada gadis itu. Ruangan itu adalah sebuah perpustakaan. Gadis itu berjalan melewati rak buku yang berjajar rapat. Jarang ada perpustakaan dalam suatu rumah di dunia ini. Tapi ruangan yang dipenuhi buku ini adalah pemandangan yang tidak asing baginya. Ada seorang pria terselip di antara lautan buku. Dia dengan acuh sedang menulis di mejanya dengan posisi membelakangi pintu. Rambutnya merupakan perpaduan warna hijau dan perak. Itu tampak menakutkan, tapi si gadis sudah terbiasa. "Shishou!" Saat si gadis semakin keras memanggil, dia pun akhirnya mengangkat wajahnya, seolah kaget. Dia dengan lembut merentangkan sayap di punggungnya, lalu melihat ke belakang. 2



Dia mengenali gadis itu. "Oh, Rostelina. Sudah larut, kenapa kamu belum tidur? Kamu punya banyak pekerjaan besok. Jadi, kau harus segera tidur.” “Apa maksudmu sudah larut!? Matahari baru saja terbit! Aku sudah selesai memberi air pada naga.” "Ah, benarkah?" Pria itu berdiri. Si gadis harus mendongak saat melihat pria itu, karena tingginya lebih dari 2 meter. “Oh, memberi naga air ya..... Terima kasih. Kerjamu bagus. Ah... aku mengerti, jadi sudah sehari penuh aku di sini ya....” "Shishou, kau harus tidur!” "Ya, aku tahu." Meskipun gadis itu tampak serius memperingatinya, namun pria itu hampir tidak beranjak dari kursinya. "Atau jangan-jangan..... Shishou sudah 2 hari tidak tidur, ya!” "... Aku tidak sama seperti kalian. Bagiku, tidur tidaklah penting.” "Begitukah?" "Ya, aku adalah ras berumur panjang. Aku hanya perlu tidur sesekali dalam setahun.” Gadis itu menghela nafas pasrah saat mendengar jawaban si pria. Tapi sesaat kemudian, dia menggembungkan pipinya lagi. "Huh! Aku memang tidak banyak tahu tentang Shishou!" “Itu benar. Kau selalu saja mengikutiku tanpa banyak tanya.” "Shishou, mohon ceritakan lebih banyak tentang dirimu.” "Boleh saja. Tapi cerita hidupku sangat-sangat panjang.” Pria itu menyipitkan mata, lalu melihat sekelilingnya. Dia dikepung oleh rak buku yang bahkan lebih tinggi darinya. Rak-rak itu terisi penuh oleh buku, seolah tanpa celah. Semua buku itu ditulis olehnya. Mulai dari catatan, sampai biografi. "Aku sih tidak masalah. Bagaimana kalau Shishou mulai bercerita sekarang? Apakah kau sedang sibuk, Shihsou?” “Sudah kubilang, umurku sangat panjang. Jadi, mau bercerita sekarang, besok, lusa, atau kapanpun, aku sih tidak masalah.” 3



Sembari mengatakan itu, si pria mempersilahkan duduk gadis itu. Lalu, dia menopang dagu dengan tangannya. “Tapi, jika kau ingin mendengar cerita yang bagus, lebih baik aku tidak menceritakan kisahku. Lebih baik kuceritakan kau tentang pemuda yang bertualang untuk mengalahkan Raja Iblis. Atau, cerita tentang pahlawan yang mengalahkan monster raksasa untuk menyelamatkan putri. Atau, cerita tentang orang suci yang dikendalikan oleh dewa jahat untuk bertarung dalam suatu pertarungan yang tidak mungkin dia menangkan. Ah tidak..... yang terakhir itu juga bukan kisah yang bagus.” "Tidak! Aku ingin mendengar kisahmu, Shishou!” Gadis itu menyela pria yang sedang mengingat berbagai macam cerita Karena jika tidak, dia pasti akan membicarakan kisah-kisah lainnya. "Baiklah. Tapi.... sebenarnya apa yang ingin kau ketahui?” "...semuanya......." "Semuanya?" "Seperti, bagaimana hidup Shishou sejauh ini, dan mengapa Shishou terus menulis seperti ini?” "Hmm ... tapi, seperti yang sudah kubilang, cerita hidupku bukanlah kisah bahagia. Mungkin ada beberapa bagian yang menarik dibahas, tapi semuanya berujung pada kesedihan. Kau akan sedih bila mendengar kisah hidupku.” "Tidak apa-apa!" Pria itu mengelus-elus dagunya, terlihat menyerah pada kegigihan si gadis. Lalu dia menatap langit-langit. Seolah mencari masa lalunya di sana. "Baiklah, kalau kau memang menginginkannya. Hmm, tapi dari mana aku harus memulai? Aku jadi bingung, karena aku hampir tidak pernah membicarakan masa laluku.” "Kalau begitu, mulai saja dari awal! Mulai dari Shishou lahir.” “Dari awal? Hmm…. Akan kucoba… tapi aku tidak tanggung kalau ceritaku membosankan, dan menyebabkan kau ketiduran. Kau harus mendengarkan dengan serius, ya.” "Aku tidak akan tertidur saat berbicara dengan seseorang, apalagi dengan Shishou.” "Haha, kau gadis yang baik, baiklah, ayo mulai...." Pria itu menutup matanya. Gadis itu sedikit membungkuk ke depan, dan memasang telinganya baik-baik. "Daripada menceritakan kelahiranku, lebih baik kita bahas awal mula dunia ini terbentuk.” Pria itu mulai berbicara. Ini adalah cerita dari jaman dulu kala. 4



Bab 2 Kelahiran Naga Iblis Ada dewa. Sebut saja dia Dewa Pencipta. Dia sudah tua. Umurnya begitu panjang, bahkan cenderung abadi. Dia telah menciptakan banyak dunia. Tapi, dewa ini mempunyai batas fisik dan mental. Bahkan, dia tahu kematiannya sudah dekat. Dia memutuskan untuk menciptakan satu dunia lagi sebagai karya terakhirnya. Sayangnya, sudah lama sekali dia tidak menciptakan dunia. Mungkin karena usianya yang sudah lanjut, dunia yang dia ciptakan sangat tidak seimbang. Dan dia sudah tidak punya kekuatan untuk memperbaiki dunia itu. Tapi, pengalaman tidak bisa bohong. Maka, dia menciptakan dunia lain. Hasilnya pun sama, dunia baru tersebut juga tidak seimbang seperti sebelumnya. Lalu, dia ulangi proses yang sama. Sampai akhirnya terbentuklah enam dunia. Dunia yang terbalik, dihuni oleh Ras Naga yang kuat. Dunia yang penuh racun dan fatamorgana, dihuni oleh Ras Iblis yang tangguh. Dunia berisi hutan dan pegunungan yang kaya, dihuni oleh ras hewan yang mempunya cakar, taring tajam dan indra penciuman yang kuat. Dunia laut yang kaya akan kehidupan, dihuni oleh ras dengan insang, sirip, dan sisik. Dunia berisi bebatuan yang mengambang di langit, dihuni oleh ras bersayap yang terbang bebas di angkasa. Dunia berisi padang rumput dan dataran, dihuni oleh ras dengan tubuh lemah tapi pikiran cemerlang. Setiap dunia punya kelemahan masing-masing. Kelemahan itulah yang membuatnya tidak seimbang, dan akhirnya akan hancur. Maka..... dia memikirkan solusi lain, yaitu...... menyatukan semuanya. Dengan merekatkan keenam dunia, keseimbangan akan tercapai. 5



Maka, bersatulah semuanya. Tapi sang dewa malah tidak puas. Keenam dunia yang sudah bersatu ini perlu diawasi agar mencapai keseimbangan yang diinginkan. Dengan kekuatan yang tersisa, dewa membagi tubuhnya. Kemudian, bagian-bagian tubuh inilah yang ditugaskan untuk mengawasi ketidakseimbangan dunia. Lalu, sang dewa pun mati. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada tubuhnya setelah meninggal. Bahkan, tak seorang pun tahu apakah memang ada eksistensi yang disebut Dewa Pencipta itu. Karena tidak ada yang pernah melihatnya. Setelah itu, keenam dewa tinggal di enam ras yang berbeda. Mereka adalah suatu eksistensi khusus. Karena berasal dari dewa, maka mereka juga disebut dewa. Masing-masing dewa mendiami tempatnya masing-masing. Mereka pun membangun dan mengembangkan rasnya masing-masing. Namun, tidak semua ras bisa berkembang pesat. Terutama untuk Ras Iblis dan Ras Naga. Keduanya lebih tertinggal dalam waktu yang lama. Meskipun kuat dan berumur panjang, bertahan hidup saja mereka susah, apalagi berkembang. Itu karena habitat Ras Naga dan Ras Iblis begitu keras. Tidak mudah hidup di lingkungan penuh naga buas dan monster-monster mengerikan. Ras Naga dan Iblis butuh waktu lama untuk menguasai lingkungan mereka. Kemudian, entah karena kasihan atau frustasi, suatu dewa memberi mereka saran. “Mengapa kita tidak berdiskusi dan saling bertukar informasi? Kita bisa saling belajar untuk meningkatkan kesejahteraan hidup ras kita.” Saran itu berasal dari Dewa Manusia. Dia adalah penguasa alam manusia. Ras manusia cenderung lebih lemah dan berumur pendek. Bahkan dalam satu dekade saja, banyak dari mereka yang meninggal karena sakit dan cedera. Namun, lingkungan tempat manusia tinggal tidak sekeras Ras Iblis dan Naga. Di sana juga kaya akan hasil alam dan makanan yang melimpah. Oleh karena itu, ras manusia berkembang lebih cepat daripada ras lainnya. Umur yang pendek memaksa mereka belajar dengan cepat. 6



Dan perubahan generasi yang cepat membuat mereka menghimpun ilmu dan pengetahuan lebih banyak. Dewa Manusia ingin berbagi ilmu itu dengan dewa-dewa lainnya. Singkat cerita, Ras Iblis dan Naga mempelajari banyak hal dari manusia. Mulai dari kata dan huruf, hingga kehidupan sosial dan kasta. Mereka memberikan cahaya peradaban pada ras yang hidup layaknya hewan. Tentu saja, mereka tidak hanya menerima kemurahan hati umat manusia. Ras Iblis dan Naga juga mengajarkan cara mengasah kekuatan pada manusia. Ras Naga mengajarkan cara menggunakan tenaga dalam. Ras Iblis mengajarkan cara melatih tubuh agar lebih kuat. Ras Hewan mengajari cara menjinakkan binatang buas. Ras Laut mengajarkan cara menjernihkan air dan menjaganya tetap bersih. Ras bersayap mengajarkan cara membaca arah angin dan mengontrol cuaca. Enam alam saling bantu-membantu untuk mewujudkan dunia yang jauh lebih baik. Pada era itulah kemakmuran terbaik tercapai, dan keenam alam berkembang dengan pesat. Semua dewa yakin bahwa puluhan tahun ke depan, perkembangan ini akan semakin baik. Namun........... tidak ada yang tahu.......... Keenam dewa tidak tahu, bahkan Dewa Pencipta pun tidak tahu......... Bahwa, di suatu pedalaman dunia baru tersebut, lahirlah sesuatu......... ♦ Begitulah legenda lahirnya dunia, kemudian ribuan tahun berlalu. Era itu begitu kuno, bahkan banyak orang meragukan kebenarannya. Alhasil, kisah itu hanya dikenal sebagai mitos. Namun, pada masa itu, di sudut Benua Iblis..... Pada suatu daerah tanpa nama...... Aku sudah seukuran seperti ini sejak kecil. Ah tidak, mungkin lebih kecil sedikit. Aku mempunya satu kepala, dua organ gerak, kulit transparan, dan sepasang sayap di punggung. Ya.... di sudut Dunia Iblis. Di sana tidak ada tanda-tanda kehidupan selain pekatnya kabut beracun, dan raungan monstermonster buas. Mulanya aku tidak tahu tempat itu, tapi Ras Iblis menyebutnya ‘ujung dunia’. 7



Di dalam suatu gua.... aku lahir. Tak ada yang tahu, bahkan diriku sendiri, mengapa aku dilahirkan di tempat seperti itu. Saat tersadar, aku sudah berada di dalam gua. Untuk bertahan hidup, aku memakan monstermonster di sekitarku. Bukankah itu tidak masuk akal? Bagaimana bisa bayi yang baru lahir memburu monster? Sayangnya, aku sendiri juga tidak tahu. Mungkin, aku pernah lahir di suatu pedesaan Ras Iblis, lalu dibuang ke gua itu. Mungkin, aku lahir di dunia yang berbeda, lalu berteleportasi ke sana. Dan saat itu, hal aneh terjadi pada keenam dunia. Tidak ada yang tahu penyebabnya. Yang jelas, aku tidak mendapati siapapun di dekatku. Aku pun tidak begitu mempertanyakannya. Karena aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak tahu diriku sendiri, orang lain, bagaimana caranya hidup, bagaimana caranya berbicara, bagaimana caranya belajar, bagaimana caranya menggunakan sihir..... semuanya benar-benar gelap. Mungkin sekarang orang-orang mengenalku sebagai si bijak, tapi itu bertentangan sekali dengan apa yang terjadi dulu. Saat matahari terbit, aku merangkak keluar gua, memburu beberapa monster, kembali lagi ke dalam gua, lalu tidur. Monster di Dunia Iblis adalah makhluk yang ganas. Ukurannya besar, namun gerakannya gesit, dan bisa berburu dalam kelompok. Itu adalah Dunia Iblis, maka tentu saja, ras yang paling banyak mendiaminya adalah Ras Iblis. Tapi, Ras Iblis pun kesulitan melawan monster-monster itu jika tidak menjebaknya. Untungnya tidak denganku. Aku membunuh mereka dengan mudah. Aku menyelinap diam-diam, lalu menerkam, menggigit, dan memakan mereka sampai kenyang. Aku melakukan semua itu sendirian, ya......... aku cukup kuat waktu itu. Tanpa bantuan siapapun, dengan mudah aku bisa memburu monster-monster itu. Namun, memburu monster tidak hanya dibutuhkan kekuatan, melainkan juga akal. Seperti, membuat dan memasang perangkap. Aku pun hidup bebas di Dunia Iblis. Tentu saja aku tidak hanya memburu, melainkan juga diburu.



8



Namun, segala hal ada titik baliknya. Suatu hari aku menemukan sesuatu. Menurutmu apa itu? Aku menemukan sekeluarga monster. Di depan area teduh tempatku biasa menunggu, kudapati sekelompok monster sedang meringkuk bersama. Mereka saling jilat, dan juga bermain bersama. Saat melihatnya, aku merasa bingung dan galau. Tiba-tiba aku mempertanyakan eksistensiku yang sendirian di dunia ini. Dadaku semakin sesak dengan beribu pertanyaan. Simpelnya, aku merasa kesepian. Aku pun membunuh sekeluarga monster itu, tapi rasa kesepian itu tidak hilang. Saat aku kembali ke gua, lalu berbaring di sana, rasa kesepian itu juga tidak kunjung hilang. Malahan, semakin lama aku tinggal di gua gelap itu, rasa kesepian itu semakin menjadi. Aku menatap tangan dan kakiku dalam kegelapan. Tangan dan kakiku sangat berbeda dengan monster-monster itu. Maka, aku pun menyimpulkan jauh di luar sana ada makhluk yang berbeda dari monster-monster yang biasa kulihat. Tapi, aku belum pernah melihat makhluk sepertiku. Itu membuat rasa kesepian ini semakin mencekikku. Tanpa pikir panjang, aku segera keluar. Aku berlari menjauhi gua itu, dan semakin jauh tanpa tujuan. Sembari berlari, aku membunuh banyak monster. Ada beragam jenis monster. Ada yang memiliki delapan organ gerak, ada yang memiliki tiga wajah, dan ada pula yang mirip serangga kecil yang berkerumun. Namun, tak satupun mirip sepertiku. Aku terus membunuh mereka sembari berlari menjauh. Sampai akhirnya aku menemukannya....... Di sana, ada kumpulan bangunan berbentuk segiempat. Itu kota. Kota Iblis. Di sana.... akhirnya aku menemukan makhluk yang tampak sepertiku. 9



Satu kepala, dua tangan, dua kaki. Mereka tidak mirip sepenuhnya denganku, tapi perbedaannya tidak begitu banyak. Yang jelas, mereka tidak sama seperti monster yang selama ini kubunuh dan kumangsa. Jumlah mereka tidak sedikit. Mereka hidup berkelompok. Aku sangat senang. Aku juga menginginkan teman. Apakah ini bisa menyembuhkan kesepianku? Aku mendekati kota itu dengan jantung berdebar-debar. Tapi, orang pertama yang melihatku malah menjerit histeris. "Monster!" Begitu katanya. Aku segera dikerumuni oleh sejumlah orang. Mereka bawa senjata. Mengapa mereka bereaksi seperti itu ketika melihatku? Saat itu aku tidak tahu apa-apa. Lagipula, aku belum pernah melihat diriku sendiri. Aku tidak mengerti. Tapi...... sepertinya mereka menganggapku berbeda. Apa karena cakar dan taringku? Tidak..... mereka juga ada yang punya cakar dan taring, kok. Apakah karena mataku yang berwarna emas? Tidak.... mata mereka juga berwarna, kok. Atau.... karena rambut hijauku? Sebenarnya..... Rambutku merupakan perpaduan warna hijau dan perak. Kalau dilihat lebih dekat, kedua warna itu tampak berubah-ubah di rambutku. Rupanya, orang yang tidak biasa melihat rambut ini merasa takut dan panik. Itulah alasan mengapa mereka menganggapku monster. Orang-orang di sekitarku mengelilingi dan menodongkan senjatanya padaku, dengan amarah yang bisa kurasakan. 10



Aku pun berpikir bagaimana caranya meyakinkan mereka bahwa aku tidak berbahaya. Tapi, di sisi lain, aku juga tidak masalah jika mereka menyerangku. Meskipun orang-orang ini ingin membunuhku, kurasa mereka tidak cukup kuat. Kalau kami benar-benar bertarung, apakah mereka bisa menang? Tapi sebelum itu terjadi, munculah seseorang. Ia memiliki tubuh besar, kulit hitam, dan enam lengan. Ya, itu Raja Iblis. Tiba-tiba dia menyerangku. Dia sangat kuat. Aku sudah bertarung sungguh-sungguh, tapi tetap saja kalah. Cakarku patah, dan sayapku robek. Tak peduli bagaimanapun melawannya, aku tidak mungkin menang. Aku tidak punya pilihan selain melarikan diri, inilah pertama kalinya aku menghadapi lawan yang lebih kuat dariku. Aku pun berlari sembari menyeret tubuhku yang terluka. Baru kali itu aku merasakan betapa mengerikannya kematian. Aku tidak ingin mati. Tapi, aku juga sedih. Sedih karena orang-orang yang mirip denganku tidak menerimaku. Sembari menyeret tubuhku yang babak belur, aku kembali ke gua. Dalam gua yang gelap, sunyi, dan berantakan, lagi-lagi aku merasakan kesepian yang menyakitkan. Sakit, sedih, dan kesepian. Tapi.... itu saja yang kurasakan. Aku tidak marah. Satu-satunya pertanyaan yang melayang-layang di kepalaku adalah, mengapa. Pertanyaan itu semakin besar dan berkali-kali menghantuiku. Aku tidak dapat menemukan jawabannya. Mungkin, aku masih mencari jawabannya. Saat lukanya sembuh, aku ingin kembali ke kota itu. Aku tahu, kejadian yang sama akan terulang. Tapi, aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak pergi. 11



Kesepian ini jauh lebih menyiksa daripada rasa sakit fisik. Ketika tiba di kota, aku mengamati orang-orang itu dari kejauhan. Tapi, lambat-laun aku semakin mendekati mereka, dan benar saja..... mereka mengusirku lagi, Kejadian itu terus berulang. Waktu itu aku tidak tahu menahu, tapi sepertinya orang-orang takut pada ‘monster yang bersosok seperti mereka’. Aku terus datang ke kota, dan terus dikalahkan oleh Raja Iblis. Tapi dia tidak pernah bisa mengusirku. Keinginanku mengunjungi kota jauh lebih kuat daripada rasa sakit yang kutanggung. Proses itu terus berulang selama ratusan tahun berikutnya. Dan selama ratusan tahun itupun, aku hidup sendirian penuh luka. Tapi semuanya ada akhirnya. Hari itu aku mengalami cedera yang mematikan. Bukan oleh Raja Iblis. Bukan oleh monster. Lawanku kali ini adalah makhluk yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Tubuhnya tiga kali lebih besar dari monster biasa, dan gerakannya pun lebih cepat. Dia punya beberapa kepala yang menyemburkan api dan asap beracun. Dia lebih kuat dari lawanku selama ini. Inilah monster yang sebenarnya. Dunia Iblis dikenal dengan makhluk-makhluknya yang lebih kuat daripada monster biasa. Aku dibakar, ditusuk, dihujam, sampai tubuhku hampir terbelah. Biasanya, setelah dihajar seperti itu, aku kembali ke guaku, makan beberapa monster, lalu istirahat, dan lukanya akan sembuh sendiri. Tapi kali ini berbeda, lukaku tidak kunjung sembuh, dan terus mengeluarkan darah. Mungkin itu karena racun si monster. Secara naluri, aku tahu kematianku sudah dekat. Aku tidak tahu belajar dari mana, tapi aku mengerti betapa mengerikannya kematian. Aku sudah membunuh dan memakan banyak monster. Aku sudah melihat beribu monster kuhabisi, mungkin dari sanalah aku belajar betapa mengerikannya suatu kematian. Kesadaranku hampir lenyap, dan aku tahu waktuku tidak lama lagi. Aku sempat memikirkan berbagai cara untuk mempertahankan hidupku, tapi sepertinya percuma saja. Sekarang, aku tahu berbagai macam teknik penyembuhan, tapi waktu itu aku tidak tahu apa-apa. 12



Saat itulah. Pria itu muncul. "Hmm. Aku ke sini karena mendengar kabar ada monster berwujud pria tapi......... wow, menarik sekali.” Aku tidak tahu siapa dia, tapi aku jelas merasakan kehadiran seseorang. Saat kesadaranku semakin redup, dia berdiri melihatku yang bersimbah darah. "Rupanya kau adalah ras campuran iblis dan naga. Darimana dan bagaimana kau lahir?” Aku terus menatap sosok itu dengan ling-lung. Wujudnya mirip sepertiku. Satu kepala dan sepasang tangan dan kaki. Dia juga punya sayap di punggungnya. Matanya berwarna emas. Taring dan cakarnya panjang dan tajam. Baru kali ini aku melihat makhluk yang begitu mirip denganku. Satu-satunya perbedaan adalah janggutnya berwarna perak dan kulitnya tertutup sisik perak. "Apakah ini juga karena pengaruh monster?" Dia tahu aku tidak mampu bangkit. Lalu, kami saling menatap. Tatapannya tajam, tapi dipenuhi dengan kehangatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Sampai sekarang pun, aku masih ingat pandangan itu dengan jelas. Itu adalah tatapan yang tidak pernah kulihat sebelumnya. "Baiklah, sepertinya Dewa Iblis tidak begitu memperdulikanmu, jadi kurasa tidak masalah jika kau kubawa. Sayang sekali, padahal kau sangat berguna.....” Tentu saja, aku pun tidak tahu makna kalimat itu. Tapi aku bisa mengingatnya kata per kata. Aku tidak pernah bisa melupakannya. Setelah aku bisa bicara, aku tahu lebih banyak apa yang dia katakan waktu itu. Pria itu mencengkramkan kepalan tangannya di hadapanku. Cakarnya yang tajam merobek kulitnya sendiri, dan darah pun mulai menetes. Menetes ke lukaku. Lalu, luka yang sepertinya tidak bisa sembuh, perlahan-lahan menutup.



13



Saat lukanya sudah benar-benar sembuh, dia pun melepas jubahnya, lalu membungkuskannya padaku. Karena rasa sakitnya tiba-tiba hilang, aku sontak membuka mata, dan kulihat dia sedang membawaku. Dalam perjalanan, aku melihat bangkai yang kukenal. Itu..... monter yang hampir membunuhku. Dia sudah berubah menjadi potongan-potongan daging. Mungkin, sebelum menyembuhkanku, pria ini mengalahkannya. "Untungnya tidak banyak monter seperti ini muncul di duniaku.” Saat dia mengatakan itu, kesadaranku kembali lenyap. ♦ Ketika kembali sadar, sekelilingku sudah berbeda. Tidak ada lagi hawa beracun atau gua berbatu tempat biasa aku tidur. Yang kulihat adalah pegunungan. Pegunungan ini tidak biasa. Karena terbalik. Ya, gunung itu seolah menjulang dari langit..... bukan ke langit. "!" Untuk sesaat, kupikir aku sedang dijungkirbalikkan. Atau dunia sudah terbalik. Tapi sepertinya tidak begitu. Aku merasakan gravitasi yang menarikku ke bawah seperti biasa. Namun, jelas-jelas gunung itu ada di atas. Sedangkan di bawah.... terbentang langit yang seolah tanpa ujung. Langitnya jernih, dan awannya putih. Aku sempat berpikir bahwa itu bukan langit yang kukenal. Karena langit Dunia Iblis selalu berwarna kelabu. Mungkinkah aku sedang terbang? Tidak.... bukan aku yang terbang. Melainkan orang yang membawaku. Ya, pria yang menempatkanku di jubah dan membawaku pergi terbang sambil memelukku. 14



"Kau sudah bangun? Jangan banyak gerak ya.” Kata pria itu saat menyadari aku sudah bangun. Aku tidak mengerti apa yang dia katakan waktu itu. Namun, aku masih mengingat ketakutan melihat langit di bawahku. Badanku bergidik ketakutan. Pria itu mengangguk puas melihatku yang patuh, lalu dia terbang lebih cepat. Kami terus terbang seperti itu selama beberapa saat. Pemandangan gunung dan langit terbalik ini baru bagiku. Pria itu tidak menjelaskan apa pun, dan aku juga tidak tahu apa-apa. Satu hal yang kuyakini, aku sedang dibawa ke tempat yang belum pernah kudiami sebelumnya. Dia akan membawaku ke dunia yang sepenuhnya berbeda, tidak ada lagi gua, tidak ada lagi memburu monster setiap hari, dan tidak ada lagi orang-orang kota yang mengusirku. Sepertinya aku harus mengucapkan selamat tinggal selamanya pada dunia itu. Kalau kuingat-ingat kembali, aku sedikit merindukan duniaku yang sebelumnya, tapi aku segera menyadarinya..... Bahwa, duniaku yang sebelumnya tidak perlu kurindukan. Aku menghabiskan waktu yang lama di sana, tapi bukan berarti aku berasal dari sana. Setelah beberapa saat, kulihat gunung besar. Saking tingginya gunung itu, aku tidak bisa melihat puncaknya. Hanya pemandangan gunung itu yang memenuhi penglihatanku, lalu kami pun mulai mendarat tanpa terdengar sedikit pun kepakan sayap si pria. Apakah ada sesuatu di bawah? Aku melihat ke bawah, lalu mendapati sesuatu di lereng gunung. Saat itu aku tidak tahu tempat apa itu, tapi kalau sekarang..... yahh, mungkin lebih tepat disebut ‘landasan pacu’. Sebuah lempengan batu menonjol dari sisi gunung, menuju ke gua yang begitu lebar dan luas. Ada beberapa tonjolan bebatuan pada gua itu, yang tampaknya tidak terbentuk secara alamiah. Ketika semakin mendekat, kulihat ada beberapa orang yang berdiri di atas bebatuan itu. Mereka tampak sama seperti si pria. Mereka mempunyai sayap, taring, kuku, sisik, dan mata keemasan. "Dewa Naga!!" "Dewa Naga telah kembali!" 15



"Semuanya! Bersiaplah menyambutnya!!" …… Ya, ternyata orang yang membawaku adalah Dewa Naga. Dia adalah pemimpin tertinggi Ras Naga. Tiba-tiba mereka gaduh saat Dewa Naga kembali. Lalu, dengan cepat mereka berbaris rapih. Jumlahnya tidak sedikit. Aku sempat merasa ketakutan saat melihat betapa banyaknya mereka. Mungkin itu karena kenangan burukku di Dunia Iblis, saat orang-orang kota mengusirku. Aku mengira mereka akan menyerangku seperti yang dilakukan Raja Iblis. "Selamat datang kembali!" Tapi, mereka malah menyambut kami dengan gembira. Saat Dewa Naga mendarat, mereka menyilangkan tangan pada dadanya, dan sedikit melipat sayapnya. Wajah mereka tampak bangga dan gembira. Baru kali ini aku melihat ekspresi seperti itu, tapi setidaknya aku tahu mereka tidak akan memusuhiku. "Dewa Naga, selamat datang kembali!" Ada seorang pria yang warna kulitnya sedikit berbeda dengan yang lainnya. Badannya lebih besar, dan auranya juga berbeda. Sisik pria itu sedikit lebih hijau, sehingga terlihat kalem. Namun, yang mencolok adalah matanya. Sebenarnya, warna mata pria itu sama keemasan seperti yang lain, tapi sorot matanya dipenuhi dengan tekad yang membara. Sekali lihat saja, aku tahu dia adalah pemimpin kelompok ini. Tapi, tentu saja masih di bawah Dewa Naga. Ketika Dewa Naga mendekatinya, dia juga melakukan hal yang sama dengannya, yaitu menyilangkan tangan di depan dada, dan melipat sayapnya. Mungkin pose itu adalah penghormatan untuk pemimpin tertinggi Ras Naga. "Bagaimana rapatnya?" "Tidak banyak kemajuan. Bagaimana keadaan di sini saat aku pergi, Szilard?” "Tidak banyak perubahan juga. Tapi muncul monster dua kali.” "Berapa yang meninggal?" 16



"Tiga. Dua meninggal saat serangan pertama, dan satu saat serangan kedua..... bukankah itu sedikit?” Orang yang bernama Szilard memperhatikan apa yang dipegang oleh Dewa Naga. "Aku mengambilnya di tepi Dunia Iblis. Dia adalah ras campuran iblis dan naga.” “Aku tidak pernah mendengar ada Ras Naga di Dunia Iblis?” "Mungkin ini terkait dengan kemunculan monster-monster itu.” "Begitu ya. Lalu, apa rencana Anda?" "Aku akan membesarkannya." Saat Dewa Naga berkata begitu, Szilard menatapku. Mungkin dia waspada pada bocah berambut aneh sepertiku. Tapi dia tidak mengomentari keputusan Dewa Naga. Rupanya dia orang yang paling mempercayai dan menjunjung tinggi Dewa Naga. Dia tidak akan pernah meragukan keputusan pemimpinnya. Percakapan itu pun selesai, lalu dia kembali mundur. Dewa Naga tidak berkomentar lagi, lalu dia masuk ke gua semakin dalam. Tentu saja, sembari membawaku. Dia berjalan menyusuri lorong yang gelap dan berbentuk persegi. Harusnya, semakin dalam suatu gua, maka semakin gelap dan sempit. Namun justru sebaliknya, gua ini semakin dalam, semakin lebar dan terang. Ada beberapa pilar yang menopang gua ini, dan ada struktur berbentuk bulat yang menghubungkan pilar-pilar itu dengan pelataran dan langit-langit. Ada pula sumber cahaya begitu terang yang terdapat di pilar tengah, sehingga membuat seisi gua jadi terang-benderang seperti siang. Banyak orang beterbangan pada struktur bundar itu dengan sayap-sayap mereka. Bisa dibilang, ini adalah kota di dalam gunung. Bagian dalam gunung dilubangi, dan dirubah menjadi kota. Dewa Naga melompat, lalu membuka sayapnya. Banyak orang di sekelilingnya, tapi begitu berpapasan dengannya, mereka langsung menyilangkan tangan dan melipat sayap. Dewa Naga terus terbang tanpa menghiraukan mereka. Aku langsung tahu kemana kita akan pergi. Kami menuju ke bangunan terbesar pada kota ini.



17



Dari kejauhan bangunan itu hanya tampak bundar, tapi jika didekati akan tampak ukiran-ukiran pada permukaannya. Dewa Naga mendarat di tonjolan bebatuan yang berada di dekat bangunan pusat. Dia langsung memasukinya tanpa ragu. Ternyata tonjolan batu itu berlubang, dan dalamnya cukup lapang. Di dalam ada kamar, bahkan lorong-lorong yang aku tidak tahu menghubungkan ke mana. Disainnya pun mewah, dan aku tidak pernah melihat yang seperti itu sebelumnya. Dewa Naga terus menyusuri lorong, sampai akhirnya menuruni tangga. Gerakannya begitu luwes, seolah sudah sering memasuki tempat ini. Sepertinya dia akan membawaku ke suatu tempat yang biasa dia singgahi. Akhirnya, saat kami tiba di depan sebuah ruangan, Dewa Naga berhenti. Tapi hanya sesaat. Lalu dia mengetuk pintu dua kali dengan pelan. Dan membukanya......... "Aku pulang." "Selamat datang kembali, sayang." Di dalam aku melihat tempat tidur lembut, meja kayu, kursi kulit, dan ada seseorang yang sedang duduk di kursi itu. Dia seorang wanita. Tapi penampilannya tidak mirip siapapun di dalam gunung ini. Kulitnya putih kemerahan, tanpa sisik, dan terlihat lembut. Dia tidak punya sayap maupun ekor. Tidak pula taring atau cakar. Perutnya sedikit membengkak. Aku tidak pernah melihat ras seperti dia. "Siapa anak itu?" "Dia perpaduan Ras Naga dan Iblis. Aku menemukannya hampir mati di pelosok Dunia Iblis.” "Oh, benarkah ... jadi kau mau membesarkannya?" "Ya." "Kau berniat mengadopsi anak itu?" "Kau tidak keberatan?" 18



"Tidak, Dewa Naga berhak memutuskan segalanya." Setelah Dewa Naga memasukkanku ke dalam kamar, dia pun pergi. Namun, wanita itu berbicara lagi padanya. "Suamiku, siapa nama anak itu?" Dewa Naga melirikku sebentar, lalu dia menggeleng kepalanya dengan bingung. "Dia tidak punya nama." "Itu tidak bagus. Mohon beri dia nama. Seorang ayah harus menamakan anak-anaknya.” "Termasuk anak yang kuadopsi?” "Iya!" Dia menatapku. Aku balik menatap Dewa Naga dan menunggu. "... Laplace. Namamu Laplace." Tentu saja, saat itu aku tidak tahu maksudnya. Itu adalah pertama kalinya aku berkomunikasi dengan seseorang. Tapi setidaknya, aku tahu pria di hadapanku sedang mengatakan suatu kata yang penting bagiku. "Laaa --- Laa Paa Laa Suuu.” Itulah sebabnya aku berusaha keras mengulangi kata tersebut. Ternyata, itu adalah namaku, dan aku tidak akan melupakan selamanya. Maka, sejak saat itu, Laplace resmi lahir.



19



Bab 3 Bagian Dari Mereka Laplace. Aku dinamai begitu. Dan dibawa ke Dunia Naga. Itu adalah dunia yang sekeras Dunia Iblis. Dunia dengan pegunungan di atas dan langit di bawah. Kaki gunung adalah tempat banyak naga bertengger saat tidak terbang. Langit juga bukan tempat yang aman, karena banyak naga besar beterbangan. Makhluk kecil tanpa sayap hanya bisa bertahan hidup dengan merayap di sisi-sisi gunung. Namun, bahkan di dunia seperti itu, manusia mendominasi. Tidak... kurang tepat bila disebut manusia.... karena mereka adalah Ras Naga. Dengan sayap dan cakar yang tajam, mereka terbang bebas di langit, dan dengan kekuatan yang luar biasa mereka bahkan bisa memburu naga yang berkelompok. Namun, mereka tidak memulai semuanya dari rantai makanan tertinggi. Awalnya, mereka juga lemah. Dulu, mereka bersembunyi pada gua-gua di sisi pegunungan, dan bertahan hidup di tempat yang aman dari gangguan makhluk besar lainnya. Tapi pria itu merubah semuanya. Ya, dia lah Dewa Naga. Suatu hari, Dewa Naga muncul di depan Ras Naga yang lemah, lalu dia menunjukkan kekuatannya. Dia mengenalkan kekuatan yang telah lama terpendam dalam diri Ras Naga, dan bagaimana cara menggunakannya. Ras Naga memiliki kekuatan khusus yang disebut Touki. Dengan Touki, Ras Naga bisa melipatgandakan kekuatan fisiknya, sehingga sanggup menghancurkan benda yang jauh lebih besar dan kuat darinya. Mereka pun menggunakan kekuatan itu untuk menembus sisik keras naga dengan sekali hantaman. Sebenarnya Touki juga dimiliki oleh ras lain, namun Touki Naga katanya adalah yang terkuat. Setelah Dewa Naga mengajarkan bagaimana menggunakan Touki, maka Ras Naga menjadi dominan. 20



Dengan berkelompok, mereka tidak lagi takut pada naga, bahkan berbalik memangsanya. Mereka pun menjadi predator tertinggi di Dunia Naga. Mereka membangun kota yang dipimpin oleh Dewa Naga, lalu bertukar informasi dengan dunia lain untuk mengembangkan budaya dan ilmu pengetahuan, agar taraf hidup mereka semakin baik. Namun, sama halnya dengan Ras Iblis, peradaban mereka tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan dunia lain. Itu karena Ras Naga cukup kuat untuk bertahan hidup tanpa membangun peradaban. Mereka hidup di dunia dimana tidak perlu takut akan ancaman dari luar. Mereka hidup di dunia dimana tidak perlu khawatir kekurangan bahan makanan, meskipun seseorang tidak bekerja keras. Intinya, mereka hidup damai, yang mana tidak wajar bagiku saat itu. ♦ Aku diberi kamar di kediaman Dewa Naga. Rumah besar itu adalah salah satu tempat paling mewah di seluruh Dunia Naga. Ada banyak ruangan dan pelayan yang bekerja di sana. Aku diberi kamar kecil dan sederhana. Tapi itu jauh lebih nyaman daripada gua yang kutinggali dulu. Karena, aku punya tempat tidur, makanan, pakaian, dan apa pun yang kubutuhkan. Singkatnya, rumah itu begitu nyaman. Meskipun ada banyak pelayan, namun tidak banyak yang bisa mereka layani. Karena di rumah itu hanya tinggal Dewa Naga dan istinya, Lunaria. Lunaria hampir tidak pernah meninggalkan rumah, mungkin karena kehamilannya. Dewa Naga sering pergi dan kembali hanya setiap beberapa hari atau lebih, tapi saat pulang mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Dewa Naga begitu menyayangi istrinya. Banyak orang yang ingin mengenal istri Sang Dewa Naga. Setiap hari datang tamu yang ingin berkunjung, ngobrol, berbagi makanan, dsb. Namun, Lunaria lebih tertarik bercengkrama denganku daripada tamu-tamu itu. Dia selalu berada di dekatku. "Kau adalah anak angkat Dewa Naga, maka kau juga anakku. Jadi jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri.” Sesuai dengan keputusan suaminya, dia juga membesarkanku.



21



Tapi.......... sebenarnya dia tidak melakukan apa-apa padaku. Yang dia lakukan hanyalah berkunjung ke kamarku, lalu duduk di dekatku dan terus memperhatikanku dengan tenang. Dia adalah orang setengah dewa dan terlahir sebagai bangsawan, jadi dia tidak begitu mengenal pendidikan. Yang lebih sering membantuku adalah para pelayan. Lunaria hanya menyuruh mereka, dan aku pun diperlakukan layaknya seorang pangeran. Mereka memberiku makan, memandikanku, dan membantuku bersalin. Sayangnya aku tidak pernah tahu caranya mandi atau bersalin. Saat makan, aku tidak tahu bagaimana caranya menggunakan alat makan, dan mereka menegurku. Saat mandi, aku menjerit ketika digosok dengan sikat khusus Ras Naga yang begitu keras. Saat berpakaian, aku malah banyak gerak dan pakaian itu pun sobek. Saat melakukan kesalahan-kesalahan itu, para pelayan akhirnya marah dan membentakku. Namun, Lunaria-sama berbeda. "Hei, jangan terlalu keras padanya. Meskipun tubuhnya besar, sebenarnya dia masih kecil. Ajari dia dengan sabar, dan dia akan perlahan-lahan belajar.” Dia pun menyuruh para pelayan untuk menyediakan alat makan yang bisa kugunakan saja, mengganti sikat mandi dengan yang lebih lembut, dan mengganti pakaianku dengan bahan yang lebih elastis. Lunaria-sama memang lebih perhatian. Dia sudah menganggapku seperti anak sendiri. Padahal dia sebentar lagi melahirkan, tapi itu sama sekali tidak mengurangi perhatiannya padaku. Sampai sekarang pun, air mataku sering mengalir saat mengingat kembali kebaikan Lunaria-sama. "Padahal dia hanyalah anak pungut Dewa Naga…” "Dia seperti binatang......" Sayangnya para pelayan tidak seperti itu. Mereka tidak senang dengan keberadaanku. Terlebih lagi, karena warna rambutku aneh, mereka takut aku menyembunyikan kekuatan yang mengerikan. Mereka takut kalau cepat atau lambat aku akan menunjukkan sifat asliku, lalu menyerang Lunariasama. Namun, para pelayan itu juga Ras Naga. Mereka tidak akan bisa melawan kehendak Dewa Naga dan Lunaria-sama. 22



Dengan patuh mereka mengikuti perintah itu, walaupun terlihat tidak senang. Tapi, mereka juga siap melindungi Lunaria-sama, jikalau tiba-tiba kekhawatiran mereka selama ini menjadi kenyataan, yaitu aku menggila dan menyerang tuannya. Sebenarnya niat mereka baik, yaitu melindungi Lunaria-sama dari bahaya apapun. Namun, aku pun tidak hanya duduk manis tanpa melakukan apapun. Sejujurnya, aku mengawasi Lunaria-sama, tapi bukan karena maksud jahat, melainkan ikut melindunginya. Mungkin waktu itu aku masih bodoh, tapi setidaknya aku masih tahu balas budi. Aku tahu siapa yang menyembuhkan luka fatalku dan mengentaskanku dari tempat yang suram itu. Dan tiba-tiba, hidupku berubah seutuhnya, dengan dikelilingi oleh semua kemewahan ini. Aku bersumpah melindungi tuanku dan juga istrinya. Namun, itu adalah pertama kalinya aku hidup dalam suatu komunitas. Sebagai anggota keluarga mereka, aku harus berusaha sebaik mungkin. Setiap hari, aku berjalan memeriksa setiap sudut kediaman Dewa Naga untuk berjaga-jaga. Aku memeriksa setiap kamar dan melihat setiap jendela. Aku tidak pernah lengah mengawasi gangguan apapun yang terjadi di rumah ini, seperti penyusup mungkin? Kewaspadaan itu sudah kuasah sejak kecil, terutama saat masih berburu monster. Jika kau mengawasi daerah sekelilingmu setiap hari, maka kau akan peka terhadap ancaman yang mungkin datang. Tentu saja tamu berbeda dengan penyusup. Dan para pelayan itu juga tidak lemah. Bahkan, mungkin saja mereka lebih kuat dariku. Begitulah caraku melindungi kediaman Dewa Naga beserta istrinya. Aku pun tidak pernah meninggalkan rumah ini. Aku mengabdikan diri untuk menjaga keamanan mereka. Jadi.... itu berarti aku seperti anjing penjaga? Ah, jangan bilang begitu. Meskipun aku melakukannya setiap hari, aku tidak pernah berpikir demikian. Tapi faktanya, mungkin saja itu benar. Aku terus melanjutkan pekerjaanku, karena kurasa itu menguntungkan Lunaria-sama dan para pelayan. Sesekali Dewa Naga pulang untuk menemui istrinya dan aku. Seperti itulah kehidupanku di rumah Dewa Naga. 23



Dan tanpa terasa setahun pun berlalu. Mungkin itu jangka waktu yang lama, tapi bagi ras berumur panjang, itu seperti selama dua atau tiga hari saja. Maka, wajar saja bila kehidupan seperti ini terus berlangsung selama ratusan tahun ke depan. Tapi kenyataannya tidak begitu. Akhirnya, Dewa Naga memutuskan untuk mendidikku. Entah apa alasannya dia memikirkan itu, apakah karena kasihan aku diperlakukan seperti anjing penjaga, atau karena itu memang pilihan terbaik bagiku. ♦ "Jadi, kau anak yang diadopsi Dewa Naga, ya? Wah, seperti kata orang, rambutmu memang mengerikan!” Kata seseorang yang sungguh tidak bijak. Tiba-tiba pada suatu hari, wanita itu datang ke rumah kami. Dia segera mencariku, lalu mengatakan hal tidak pantas itu padaku. “Dewa Naga telah memerintahkanku untuk mengajarimu, akulah yang akan bertanggungjawab atas pendidikanmu. Aku tidak akan mendiskriminasimu hanya karena kau keturunan Ras Naga dan Iblis. Aku hanya akan menganggapmu Ras Naga yang berbeda.” Pengajarnya adalah seorang perempuan. Dia adalah wanita Ras Naga dengan sayap begitu lebar dan sisik putih yang indah. Tanpa memperhatikan kebingunganku, dia pun meneruskan kuliahnya. Tentu saja, aku tidak memahaminya. Lagipula, aku masih belum mengerti bahasa naga. Lunaria-sama membesarkanku, tapi tidak mengajariku apapun. Sekali lagi, dia adalah bagian dari keluarga kerajaan, jadi dia tidak terlalu memperdulikan pendidikan. Para pelayan juga tidak banyak berbeda. Mengajari bahasa kepada mereka yang tidak paham bukanlah bagian dari pekerjaan mereka. "Woooo..." Aku coba mengerang untuk menakuti wanita itu. Aku kan bertugas sebagai penjaga rumah, jadi wajar bila kulakukan itu pada orang yang masuk sembarangan ke kediaman Dewa Naga, lalu menceramahiku begitu saja. Tapi dia tidak peduli, dia terus mengoceh sampai-sampai membuatku takut. Aku pun bersembunyi di bawah patung Totem.



24



"Ha ha! Sok melawan ya! Sayang sekali, tapi aku pasti akan membuatmu patuh! Jadi, jangan banyak protes!” Dia bersikeras, tapi tidak menyerang atau semacamnya. "Woofff!" Aku berteriak lagi padanya. Teriakanku bisa saja membuat para pelayan waspada akan datangnya bahaya. Kalau mereka datang, aku bisa menunda waktu. Saat itu, hanya sejauh itu yang kupahami sebagai tugasku. "Ah, jadi kau mengancamku, ya! Mau berkelahi? Baiklah, akan kuladeni kau, biar kau tahu siapa aku!” "Grrrrowl ...!" Aku tidak akan termakan provokasinya. Segera setelah aku menggeram keras, seisi rumah mulai gaduh karena ada beberapa orang yang berlari mendekati kami. Itu para pelayan. Inilah saat yang kutunggu sejak tadi. “Apa? Kau tidak menyerangku? Ternyata kau perhitungan juga ya.... atau, kau hanya takut padaku?” "Ada apa ini!?" Pelayan pertama muncul. Saat itu, kupikir kedatangan si pelayan berarti pertarungan akan segera dimulai. Aku berjongkok, dan siap menerkam. Jika aku dan pelayan menyerang bersamaan, pasti wanita ini tidak bisa berbuat apa-apa. Ya.... bahkan bocah buta huruf sepertiku saat itu tahu logika sederhana itu. "Ah… Akhirnya kau menunjukkan sifat aslimu ?!" Tapi para pelayan tidak bertindak seperti yang kuharapkan. Alih-alih menghentikan wanita itu, mereka malah mengepungku. Mereka justru bersiap mengarahkan cakar dan kukunya padaku. "Woo ...?" Aku tidak mengerti mengapa. Harusnya kita rekan. Mereka bahkan memberiku makanan. 25



Bukan aku penyusupnya, melainkan wanita itu. Tapi.... yahh, sejak awal mereka memang mewaspadaiku. Bagaimanapun, itu membuatku terkejut, dan membuatku kembali teringat saat orang-orang kota mengusirku. Lagi-lagi, aku merasakan sakitnya sendirian. "Apa-apa’an ini?" Tiba-tiba terdengar suara yang kalem tapi menggema ke seluruh sudut ruangan. Itu Lunaria-sama. Ketika memasuki ruangan dengan santai, dia melihatku dikelilingi oleh para pelayan yang terlihat tidak tenang. Sejujurnya, waktu itu aku berpikir dia akan melakukan hal yang sama dengan para pelayan. "Lunaria-sama, ini bahaya. Mohon mundurlah." "Apa yang bahaya?" Lunaria-sama menyelinap melalui para pelayan, lalu segera mendekatiku. Tidak ada waktu bagi para pelayan untuk menghentikannya. Sebenarnya ada beberapa pelayan yang coba menghentikannya, tapi tak seorang pun sanggup. Aku tidak tahu jurus apa yang dia pakai. Tapi..... kurasa istri Dewa Naga bukanlah orang lemah. Lalu, dia pun memelukku yang ketakutan, dan dengan tatapan serius dia melihat para pelayan itu. “Apa kalian sudah melupakan perintah Dewa Naga, untuk merawat anak ini?” "……Maafkan kami!" Para pelayan segera menyilangkan tangan mereka di depan dada dan melipat sayap. Aku masih ingat pose itu. Inilah pertama kalinya aku dilindungi oleh seseorang dan aku melihatnya secara langsung. Waktu itu aku bodoh, tapi bukannya tanpa moral. Aku ingin melindungi keluarga ini dengan segenap jiwaku. Jadi, meskipun selanjutnya aku mengetahui identitas Lunaria-sama yang sebenarnya, aku tidak pernah membencinya. Aku akan selalu menghormati dan menyayanginya. Yahh, kita bahas itu nanti saja. Lunaria-sama terus melihat para pelayan, sampai mereka mundur bersama si wanita. “Ada apa ini, Jenderal Naga? Ada perlu apa kau di rumahku?” 26



Bahkan orang yang dipanggil Jenderal Naga itu menyilangkan tangan dan melipat sayapnya di hadapan Lunaria-sama. “Aku diminta Dewa Naga untuk mendidik Laplace!” Seketika, Lunaria-sama melihatnya dengan tatapan kosong. Tapi, dia segera tenang. “Kalau begitu, maafkan aku atas keributan ini. Tapi Laplace tidak paham bahasa kita.” “Tidak masalah. Aku juga pernah mendidik anak sepertinya.” Saat si wanita mengatakan itu, Lunaria-sama menghela napas lega. Kemudian, setelah mengelus sedikit sayapku, dia berdiri. "Laplace. Belajar dengan baik." Lunaria-sama mengatakan itu, lalu dengan langkah pelan dia meninggalkan kami. Para pelayan juga mengikutinya. Hanya aku dan wanita itu yang tersisa. "Baiklah, ayo kita lanjutkan lagi, pengecut!" "..." Seolah tidak terjadi apa-apa, dia kembali membentakku. Dia mengangkat semua jarinya padaku, dan menggoyangkannya. Aku pun tahu kalau itu artinya, ‘ayo kemarilah’. Lambat-laun aku dengar bahwa wanita ini selalu mengajarkan ‘kasta’ terlebih dahulu sebelum mendidik seseorang. Dia akan mengajarimu siapa yang di atas, dan siapa yang di bawah. Kemudian, barulah dia mendengarmu. Itu ajaran yang sangat efektif bagi bocah primitif sepertiku. Bahkan, katanya dia mampu menjinakkan Naga Merah dengan cara yang sama. Oleh karena itulah dia dipilih menjadi guruku. Dia adalah satu-satunya orang yang kompeten mengajari anak liar dari Dunia Iblis. Oh ya, aku jarang memenuhi ekspektasinya. Tapi setidaknya aku tidak pernah lagi memamerkan taring dan cakarku padanya. Aku tidak pernah lagi mengancamnya, dan hanya diam. "Ada apa? Sekarang kau takut padaku? Ayo sini!” Kalau tidak nurut, dia akan langsung menarik lenganku dengan kasar. 27



Tapi aku hanya mengabaikannya. Sebaliknya, aku hanya berdiri dan menatapnya tanpa perlawanan. Seolah menunggu perintah selanjutnya dengan pasrah. Ya, aku tahu kalau dia bukan orang jahat. Bahkan, mungkin pangkatnya cukup tinggi di kelompok Ras Naga ini. Kalau aku bermusuhan dengannya, tentu orang-orang akan membenciku. Sayangnya, menyesal pun aku tidak bisa. "Hmm, kau sudah menyerah?" Biasanya dia akan menghajar begitu saja murid-muridnya yang tidak patuh, tapi sepertinya kali ini dia menyadari bahwa itu percuma saja. Dia menghela nafas dan melepaskan tangannya dari lenganku. "Kau harus menghormatiku. Aku tidak pernah membohongimu, jadi kau harus selalu jujur padaku. Jangan mengeluh dan putus asa. Itu semua hanya membuang waktu. Jika kau tidak menyerah, aku pasti akan mendidikmu menjadi prajurit naga yang hebat.” Dia bersedekap dan mengepakkan sayapnya. Lalu, dia menatapku dari atas dengan pandangan sombong. Wanita ini punya harga diri yang tinggi dan arogan, tapi memang begitulah dia. Dia bermulut tajam tapi jika sudah berjanji, pasti akan ditepati. Singkat kata, dia wanita yang luar biasa. "Kau harus tahu, belajar langsung dari salah satu dari lima Jenderal Naga merupakan suatu kehormatan bagimu. Sekarang mungkin kau tidak mengerti, tapi suatu saat nanti pasti kau akan paham betapa langka kesempatan ini!” Dia terdiam beberapa saat setelah mengatakan itu. Aku tidak tahu apa-apa, tapi yang jelas dia berusaha mendisiplinkanku seharian. Dia cukup keras, bahkan tak segan melukaimu sampai tidak bisa bergerak lagi. Memang begitulah cara berurusan dengan hewan. Jika kau tidak melukainya, maka mereka tidak akan pernah paham. Hewan harus terus dihajar sampai mengerti bahwa melawan adalah perbuatan sia-sia, dan rasa sakit hanyalah syarat. Sebenarnya aku sudah tahu semua itu, karena dulu aku hidup seperti hewan. "Besok aku akan kembali. Jadi tetaplah seperti ini.” Lalu dia berbalik dan pergi. Tapi aku masih ingin memberitahunya sesuatu.



28



Aku bergerak ke arahnya yang membelakangiku. Dia dia terbang dengan begitu cepat. Namun, dia tidak terbang menjauh, melainkan mendekat. Dan dengan pukulan secepat kilat, dia coba menghantam pelipisku. Mungkin dia mengira si hewan ini akan menyerang saat lengah, itulah sebabnya dia balik menyerangku. Yahhh.... beginilah nasib hewan. Tapi pukulannya berhenti sebelum mengenai targetnya. "...?" Karena dia menyadari sebenarnya aku tidak sedang menyerangnya. Aku hanya ingin bicara. Karena saat itu aku tidak bisa bicara bahasa naga, maka aku berpose seperti yang biasa mereka lakukan untuk menunjukkan rasa hormatku padanya. Aku menyilangkan lengan, dan mengatupkan sayap. Dan dengan sekuat tenaga, aku coba bilang........ "A.....aaaaaaaa.......ku......... Laaaaaaa......plaaassssssss.....” Hanya kalimat itu yang kutahu. Hanya itu yang bisa kuungkapkan. Selama seharian berlatih dengannya, tak sepatah kata pun kupahami. "... Aku Dola. Jenderal Naga dari suku Naga Berzirah. Ingat itu.” Dola Dia menyebutkan namanya. Kalimatku tidak jelas, tapi sepertinya dia paham kalau aku hanya ingin berkenalan. "Dola." Aku pun mengingatnya. Hal pertama yang harus kau tahu dari gurumu adalah namanya. Dan keesokan harinya, latihanku bersama Dola pun dimulai.



29



Bab 4 Pelatihan Ras Naga Di tahun pertama, Dola-sama hanya mengajariku bahasa. Aku tidak akan mempelajari apapun jika bahasa saja tidak bisa. Menurut Dola-sama, aku butuh setidaknya 10 tahun belajar bahasa agar lancar berbicara. Seperti halnya ketika dia melatih Naga Merah, Dola-sama butuh waktu lama untuk membuat mereka patuh perintah. Karena aku tidak pernah mengenal bahasa sejak lahir, maka wajarlah butuh waktu selama itu. Tapi, ternyata kenyataan berkata lain. Aku belajar lebih cepat dari yang dia kira. Aku mengingat setiap kata dan kalimat yang dia ajarkan. Kemudian, aku mengulang-ulanginya sendiri, dan berusaha kupahami artinya. Hasilnya, aku pun menyerap ilmunya seperti spons, dan aku hanya butuh setahun untuk bisa berkomunikasi dengan lancar. Begitu lancar bicara, proses belajar lainnya semakin mudah. Dola-sama mengajariku menulis, sejarah, geografi, sosial, komunikasi, etika, ekonomi, dan berbagai pengetahuan umum lainnya tentang Ras Naga. “.....pegunungan di atas, langit di bawah, Naga Bumi berkeliaran di dasar gunung, sedangkanNaga Merah dan Naga Biru bertengger di puncak gunung, masing-masing memiliki wilayah dan sarang yang berbeda.” "Ya." “Naga Merah dan Naga Biru menempati ceruk yang berbeda, dipisahkan oleh lapisan awan. Naga Biru terbang di ketinggian yang lebih rendah. Hanya ketika mengerami telur, mereka bertengger di puncak gunung. Naga Merah lebih agresif dan peka terhadap wilayah kekuasaannya. Hanya Naga Merah yang memangsa ras kita yang juga hidup di sekitar gunung.” "Tapi bukankah itu cerita lama?” "Betul. Era ketika ras kita melawan Naga Merah sudah lama berlalu. Sekarang, kita benar-benar menguasai mereka. Bahkan, sekarang mereka adalah buruan kita.” “Tapi, bukankah Dola-sama lebih suka menjinakkan Naga Merah?” “Ya, karena aku mampu melakukannya. Ada pertanyaan lain?” “Apakah yang ada di balik langit itu?” “Katanya ada monster ular hitam yang memangsa apapun yang jatuh dari langit. Tapi, aku sendiri tidak pernah melihatnya.” Dola-sama menjawab semua yang kutanyakan. 30



Dia selalu menanggapiku dengan serius, jika tidak tahu atau tidak pernah melihatnya, dia pun mengakuinya. Dia selalu bersungguh-sungguh mengajariku. Bahkan, beberapa kali jika tidak bisa menjawab pertanyaanku, dia akan menelitinya, lalu kembali dengan jawaban esok hari. Mungkin Dola-sama bukanlah pengajar terbaik yang dimiliki Ras Naga, tapi sebagai jenderal Dewa Naga, dia tidak bisa memaafkan diri jika gagal melaksanakan perintah pemimpinnya. Tapi bagiku, Dola-sama adalah guru terbaik yang pernah kutemui. Aku beruntung dididik seseorang sepertinya. Berkat dia, aku tahu banyak tentang Dunia Naga. Apa saja yang kupelajari? Yahh, pokoknya banyak sekali, sampai-sampai aku bingung harus menceritakan dari mana..... Yang jelas, sekarang aku tinggal di gunung terbesar dan di tengah-tengah Dunia Naga, yaitu Gunung Raungan Naga. Hmm? Bukankah sampai saat inipun aku tinggal di tempat yang sama? Tidak, aku sudah merubah nama pegunungannya. Kita bahas itu lain waktu saja. Ras Naga ‘melubangi’ gunung terbesar itu, lalu membuat kota di dalamnya yang dinamakan Kayos. Jadi, kota ini merupakan ibukota Dunia Naga. Semua suku tinggal di sana, sehingga penduduknya begitu padat. Kediaman Dewa Naga, kantor administrasi, kantor pos, perpustakaan, fasilitas penelitian, gudang, lumbung makanan, markas prajurit naga, dan fasilitas penting lainnya, semuanya ada di sana. Tapi, tentu saja kota yang dihuni Ras Naga bukan hanya Kayos. Terdapat 122 kota di Dunia Naga yang dihuni Ras Naga, yang terdiri dari berbagai suku. Namun, jika dibandingkan dengan Kayos, kota-kota itu hanya tampak seperti desa. Sebenarnya tidak ada desa, karena dunia ini begitu berbahaya. Setiap kota harus memiliki pasukan yang mampu mengalahkan Naga Merah. Jika tidak, mereka hanya akan menjadi santapan naga-naga itu. Hah? Bukankah kisah ini seperti legenda? Tapi ini fakta, kan? Yahh, yang jelas, sejak aku datang sudah seperti itulah sistem di kota-kota Ras Naga. Kami belajar membangun kota dari ras manusia.



31



Aku tidak membicarakan kisah tentang pertemuan para dewa, kemudian saling bertukar ilmu pengetahuan untuk saling mengembangkan dunia masing-masing, itupun mirip mitos yang tidak jelas kebenarannya. Tapi yang pasti, seperti itulah peradaban Ras Naga yang kusaksikan. Dewa Naga sangat menyayangi orang-orangnya, dan dia melindungi Ras Naga sepenuh jiwa. Tapi, bukan berarti dia bisa melindungi 122 kota sendirian. Dewa Naga memang kuat, tapi semua ada batasnya. Ada juga hal-hal yang tidak dia kuasai. Itulah sebabnya, Ras Naga menunjuk lima prajurit terbaik sebagai Jenderal Naga. Tugas mereka adalah membantu Dewa Naga melindungi Dunia Naga. Lima Jenderal Naga. Jenderal Naga Szilard dari Suku Naga Suci. Jenderal Naga Maxwell dari Suku Naga Hitam. Jenderal Naga Chaos dari Suku Naga Buas. Jenderal Naga Crystal dari Suku Naga Besi. Dan Jenderal Naga Dola dari Suku Naga Berzirah. Lima Jenderal Naga bersumpah setiap pada Dewa Naga, dan Dewa Naga pun mempercayakan tugas-tugas penting pada mereka. Kelima jenderal ini tidak berubah bahkan saat Ras Naga sudah semakin berkembang. Itu berarti tugas mereka semakin berat karena jumlah penduduk yang harus dilindungi semakin banyak. Konon katanya, di antara kelima jenderal itu, Dola-sama lah yang paling setia. Dola-sama pun bangga akan predikat itu. Dia bekerja keras mendidik suku Naga Berzirah untuk menyamai prestasinya. Itulah jalan hidupnya. Menurutnya, itu wajar saja. “Dewa Naga menyelamatkan hidupmu, jadi dedikasikan hidupmu sepenuhnya untuk Dewa Naga.” Dia juga mengajariku akan hal itu. Selalu. “Ya, Dola-sama. Aku juga akan mendedikasikan hidupku untuk Dewa Naga.” Aku pun menyetujuinya sepenuh hati. Mungkin pendidikan ini lebih mirip teknik cuci otak, atau.... ah, mungkin itu hanya perasaanku saja. Dulu aku hampir mati di dalam gua dengan luka yang tidak bisa disembuhkan, tapi berkat Dewa Naga aku bisa seperti ini sekarang. 32



“Haha, sepertinya kau akan menjadi murid terbaikku.” Dola-sama senang mendengar janji yang kuikrarkan. Tapi memang seperti itulah ciri-ciri orang yang dicuci otaknya. Mereka akan memuja-muja seseorang dan bersumpah setia padanya. Persis seperti yang terjadi dengan Ras Naga dan Dewa Naga. Sedangkan, ciri-ciri lain cuci otak adalah mengulang-ulang pernyataan tentang sumpah setia pada tuannya. Aku mencoba mengatakan lagi sumpah setiaku, namun Dola-sama berkata, “Sudah cukup sekali saja. Jangan diulang-ulang.” Nah, aku malah dilarangnya, berarti ini bukan cuci otak kan.... Lagipula, loyalitas tidak perlu diungkapkan dengan kata. Cukup disimpan dalam hati saja, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian, aku juga mengetahui banyak hal tentang Lunaria-sama. “Lunaria-sama adalah istri Dewa Naga. Kudengar dia adalah putri Dewa Manusia, tapi aku tidak begitu tahu detailnya.” Dewa Naga membawa Lunaria-sama kembali ke Dunia Naga. Sekitar...... ermm...... seribu tahun yang lalu? Bagi Dola-sama, itu bukan waktu yang lama. Hari itu, tiba-tiba Dewa Naga membawa seorang wanita, dan mengumumkannya sebagai istrinya. Mengapa Dewa Naga menikahi seseorang yang bukan dari Ras Naga? Dewa Naga tidak banyak menjelaskannya. Pernikahan mereka bukannya tanpa kontra. Banyak orang mempertanyakan mengapa dia tidak menikahi sesama Ras Naga? Ada banyak wanita Ras Naga yang berhak dinikahi Dewa Naga karena prestasinya. Termasuk....... Dola-sama. Tapi Dola-sama tidak pernah keberatan jika tidak dipilih. Dia pun berkata..... “Tuan Dewa Naga memiliki pertimbangannya sendiri. Dia selalu memikirkan kita, Ras Naga. Meskipun dia melakukan sesuatu yang tidak kita mengerti, yakinlah itu demi masa depan Ras Naga, jadi kita tidak perlu mempertanyakannya.” Bukankah dia terlalu fanatik? Kesetiaan Dola-sama mungkin sedikit ekstrim.



33



Balik lagi ke Lunaria-sama. Tentu saja ada jurang pemisah antara Lunaria-sama dan Ras Naga. Namun, sekitar seabad kemudian, keluhan-keluhan itu menghilang. Karena Lunaria-sama selalu baik hati bak malaikat. Saat berbicara dengannya, kau akan merasakan suatu kedamaian yang tidak biasa. Seolah semua kesalahan termaafkan. Semua orang pun menerimanya sebagai Dewi Naga. Tapi, sepertinya hubunganku dengannya melebihi loyalitas biasa. Aku tidak akan pernah melupakan bagaimana dia membesarkanku selama beberapa tahun terakhir. Dia benar-benar menganggapku seperti anak kandungnya sendiri. Meskipun merawatku adalah perintah Dewa Naga, dan meskipun waktu itu aku tidak paham bahasanya, dia tidak pernah sekalipun menghindariku. Aku bisa diterima di dunia ini semua karena jasa Dewa dan Dewi Naga. Itulah sebabnya aku ingin melindungi mereka semua. Meskipun ini tidak sopan dikatakan, tapi aku selalu menganggap Lunaria-sama seperti ibuku. ......yahh, kurang-lebih begitulah yang diajarkan Dola-sama padaku mengenai serba-serbi Ras Naga. Setelah lima tahun belajar darinya, kurasa hampir semua hal tentang Ras Naga sudah kuketahui. Meskipun sudah banyak hal kupelajari, sebenarnya aku belum melihat dunia ini dengan matakepalaku sendiri. ♦ Setelah lancar berbahasa naga dan mengetahui banyak hal dasar, Dola-sama pun mengajakku keluar. Aku tidak sabar mengunjungi kota-kota lain tempat Ras Naga tinggal. Sekarang, aku sudah tinggal di kota yang selalu kuidam-idamkan dulu. Luas, banyak rumah, toko, dan alun-alun yang merupakan tempat hiburan. Segalanya sangat baru bagiku. Namun, aku merasa tidak diterima oleh orang-orang Ras Naga yang berpapasan denganku. Saat melihat rambutku yang hijau, mereka segera mengerutkan kening lalu menjauhiku. Tapi untungnya, tidak pernah ada pengusiran seperti yang kualami dulu. Mungkin itu karena berita bahwa aku adalah anak pungut Dewa Naga sudah berkembang pesat, terlebih lagi Dola-sama bersamaku. Saat berpapasan dengan Dola-sama, mereka langsung menyilangkan lengan dan melipat sayap. 34



Ya......... aku harus yakin mereka tidak akan mengusirku. Aku pun melihat sekeliling. Bangunan besar apa di sana itu? Apa isinya? Meskipun sudah mempelajari banyak hal, aku tidak pernah melihatnya secara langsung. Rasa penasaranku tidak terukur. Aku pun mengajukan banyak pertanyaan pada guruku. "Dola-sama! Apa itu?" "Itu toko pakaian." "Dola-sama, apa itu?" "Itu alun-alun timur. Sepertinya mereka mengadakan pertunjukan hari ini." "Dola-sama, orang-orang yang terbang itu membawa senjata.” "Itu adalah Prajurit Naga. Senjata mereka dibuat oleh Chaos." Dola-sama tanpa lelah menjawab semua pertanyaanku. Dia menguraikan dan menerangkan semuanya dengan baik. Tiba-tiba aku menghentikan langkah. "Dola-sama, aku ingin melihat gedung itu!" "Kau tidak akan diijinkan masuk sekarang. Ayo sini....” Dola menghentikan sayapnya, lalu mendarat di suatu tempat. Itu adalah alun-alun berbentuk persegi dengan panjang sisi lebih dari 100 m. Di sana, banyak Ras Naga saling berpasangan. Beberapa dari mereka memperhatikan Dola-sama dan memberi hormat. Setelah Dola-sama menjawabnya, dia menurunkan aku, lalu menghadapiku. "Dola-sama, ini tempat latihan?" "Ya." Tempat latihan. Itu adalah tempat di mana Ras Naga melatih tubuh mereka. "Ras Naga harus kuat. Dewa Naga telah memilihmu, jadi kau harus kuat sehingga bisa melindunginya dari berbagai macam ancaman. Benar, kan?” "Benar!" "Bagus! Kalau begitu, apakah kau tahu apa yang akan kita lakukan?” "Ya!" 35



Setelah belajar pengetahuan dasar, maka sekarang saatnya berlatih. Bagi Ras Naga, hal penting setelah ilmu pengetahuan adalah kanuragan. Karena kami selalu terancam oleh keberadaan naga-naga buas. Itulah kenapa Ras Naga diwajibkan berlatih setelah mencapai usia tertentu, tak peduli pria ataupun wanita. ...... ah, sebenarnya tidak juga. Karena bertarung dan belajar sama pentingnya, biasanya mereka mempelajari keduanya sejak kecil. Oke, kembali ke pokok pembicaraan. "Kalau begitu, ayo! Aku akan mengajarimu teknik bertarung Ras Naga.” Dola-sama mulai memasang kuda-kuda. Dia merendahkan pinggangnya, mencondongkan tubuh ke depan, meletakkan tangan di pinggang, dan sayapnya tampak siap mengepak kapanpun. Aku segera menirunya. "Bodoh!" Namun Dola-sama langsung membentakku sampai aku gemetar. "Siapa yang menyuruhmu pasang kuda-kuda? Aku bilang bertarung! Jika aku bilang bertarung, maka bertarunglah. Tunjukkan nafsu membunuhmu, dan serang aku!” Ah ... kalau diingat-ingat lagi, bentakan itu sangat kejam ya.... Dia mengajarkan semangat juang terlebih dahulu sebelum teknik bertarung. Menurutnya, yang terpenting dalam suatu pertarungan adalah niatmu membunuh lawan.... Kebanyakan muridnya jadi ragu saat Dola-sama mengatakan itu. Aku tidak ingin membunuh Dola-sama. Tapi aku berbeda. Begitu dia memerintahkan itu, aku langsung merangkak. Inilah jurus yang kupelajari saat bertahan hidup di Dunia Iblis. Saat aku sudah merangkak, yang kulihat di depanku hanyalah mangsa, dan mangsaku sekarang adalah Dola-sama. Apakah aku ragu melukainya....? Tidak. Toh, aku sudah biasa bertarung. Dan Dola-sama pun menyuruhku menyerangnya. Jadi, aku harus menurutinya. “Bagus, ayo!” Dola-sama tampak sudah siap. 36



"Foo…!" Aku menghentak tanah dengan gerakan yang lentur, lalu segera melesat ke arahnya. Targetku adalah leher Dola-sama. Namun, tiba-tiba lengannya muncul untuk menahan seranganku. Tapi, ternyata dia tidak hanya bertahan. Dengan gerakan secepat kilat, dia melakukan serangan balik. Kalau salah langkah, aku bisa kalah dalam sekejap. Lalu aku menggeser sayapku. Aku membanting tubuhku ke kanan dengan belokan tajam. Itu serangan tipuan. Memang begitulah caraku memburu monster di Dunia Iblis selama ini. Karena banyak monster yang tidak mungkin kubunuh dengan serangan langsung. Maka, aku sudah mengembangkan teknik tipuan seperti ini. Lalu, aku merubah arah sekali lagi dengan menghentak tanah keras-keras. Kali ini, serangan kedua dari samping. Targetnya tetap, yaitu leher Dola-sama. Namun, dia tidak menggerakkan lengannya untuk menggangguku. Tak peduli apapun makhluknya, serangan langsung ke tenggorokan akan menghabisi nyawanya. "Gahh!" Namun, begitu aku sadar tubuhku sudah melayang di udara, dan aku menjerit seperti cewek. Setelah berguling-guling di tanah beberapa kali, aku segera bangkit kembali dengan rasa sakit menyengat di bahu. Saat kuperiksa bahuku, ada lubang di sana dan darah mengalir keluar darinya. Dola-sama sama sekali tidak beranjak, dia hanya membenarkan kembali kuda-kudanya. Dia menatap tajam padaku seolah siap menghabisiku kapan saja. Aku masih bingung apa yang telah terjadi, belum lagi rasa sakit di pundakku semakin menyiksa. Lalu, Dola-sama berteriak...... "Ada apa!? Segitu saja!? Lanjutkan perlawananmu, atau kubunuh kau!” Aku mulai memperlihatkan taring di gigiku. Aku begitu bingung, tapi yang jelas pertarungan belum berakhir. Tiba-tiba, aku terpental lagi oleh hantaman dari belakang.



37



Aku berguling-guling lagi beberapa kali di tanah, lalu saat bangkit kudapati Dola-sama sudah berdiri di tempatku tadi. Aku coba memperhatikan gerakannya, tapi entah sejak kapan pasir di kakinya melayang tepat ke mataku. Saat itu juga, Dola-sama bergerak seperti halilintar, lalu menendangku. Selesai sudah, ketika itu terjadi aku sudah yakin bahwa aku tidak mungkin mengalahkannya. Namun, aku kembali pasang posisi merangkak, dan mencoba melupakan keputusasaanku itu. Aku harus menyerang. ".........!" Aku menahan napas, lalu menyerang tanpa suara. Tak ada teriakan yang terdengar. Memang seperti inilah gaya bertarungku. Aku selalu menyerang mangsaku dalam diam. Di alam liar, suara bisa mengacaukan pemburuan. Itu juga yang menjadi salah satu keunggulanku. "Gya!" Namun, tampaknya keunggulanku itu tidak ada apa-apanya bagi Dola-sama. Dia berbalik ke arahku. Dia hanya memasang kuda-kuda sembari menatapku. Tanpa melakukan apapun. Tunggu.... tidak juga........ Dia bergerak merespon seranganku. Dengan kepakan sayapnya, dia berubah arah, lalu menghujamkan pukulan padaku. "Ada apa! Ayo! Ayo! Ayo! Kau harus membunuhku, atau kubunuh kau!” Sembari mengumpat Dola-sama melanjutkan serangannya. Setiap kali aku bangkit, dia menendang perutku sampai muntah darah. "Ayolah! Sisik Ras Naga semakin keras setelah mengelupas! Kau tidak punya sisik, tapi itu bukan alasan untuk menjadi lemah!” Aku tidak menyerah. Setiap kali terpental, aku bangun lagi, dan terus menyerang Dola-sama. Kenapa aku melakukannya? Karena Dola-sama menyuruhku. Dengan bodohnya aku menuruti apapun perintahnya. 38



Pertarungan itu terus berlanjut sampai aku pingsan. ♦ Setelah beberapa hari berselang, aku baru sadar bahwa hari itu aku dihajar sampai semaput. Lalu, pada pagi hari aku bangun dari kamarku seperti biasa. "Bangun, hei, bangun!" Tapi.... hey, ini bukan kamarku. Ini bukan kediaman Dewa Naga, ini termpat yang berbeda. "Hari ini latihan kita libur. Kau boleh melakukan apapun sampai petang.” Ini bukan tempat latih tanding dimana aku dihajar sampai pingsan, dan ini juga bukan kamarku. Aku sedang berada di suatu lereng yang cukup landai. Ada suatu landasan pacu pada lereng itu, yang digunakan oleh beberapa anak Ras Naga yang lebih muda dariku. Mereka coba merentangkan sayapnya, namun jatuh ke dasar. Mereka jatuh dari ketinggian 4 – 5 meter, tapi harusnya tidak masalah bagi Ras Naga. Terlihat beberapa lecet pada tubuhnya, namun mereka segera mendaki lagi dan mengulangi proses serupa. "……dimana ini......?" "Tempat latihan terbang." Saat Dola-sama mengatakan itu, beberapa anak mendekati kami. "Dola-sama!" "Jenderal Naga Dola-sama!" "Aku penggemarmu! Latih aku terbang!" "Siapa pria berambut aneh itu?" Saat menghadapi Dola-sama, mereka menyilangkan lengan dan mengatupkan sayap dengan hormat. Seseorang menunjukku dengan tidak sopan, tapi Dola-sama hanya mengabaikannya. Reaksi seperti itu sudah umum terhadapku. “Dia belum bisa terbang, jadi aku melatihnya sampai bisa. Selain bertarung, keterampilan dasar Ras Naga adalah terbang. Kau harus melakukannya demi Dewa Naga!” "Haa? Dia belum bisa terbang?” "Tidak berguna! Aku jauh lebih baik darinya!” "Hari ini aku bisa terbang sampai garis kuning!” "Kalau aku sampai garis biru?” "Dasar bodoh! Jangan saling mengejek!” 39



"Ya." "Ya," "Ya." Setelah mengurusi anak-anak itu, Dola-sama mengajakku ke puncak. "Laplace. Kau tahu apa yang akan kita lakukan hari ini?” "Latihan terbang. Dan ini adalah tempat anak-anak Ras Naga berlatih terbang.” Ya, ada beberapa fasilitas latihan terbang di Gunung Raungan Naga, khususnya untuk anak-anak. Tidak ada nama resmi dari tempat ini, tapi anak-anak sering menyebutnya lapangan terbang. Ras Naga memiliki umur yang panjang, jadi hanya sesekali selama ratusan tahun mereka punya anak. Itulah kenapa jumlah anak tidak banyak di sini. Sekali punya anak, mereka akan mengajarinya dengan sungguh-sungguh. Dan mereka yang menjadi guru akan mengajari anaknya secara privat. Namun, tidak ada guru di fasilitas pelatihan terbang ini. Karena butuh waktu lama untuk belajar terbang di angkasa. Sehingga, banyak anak belajar terbang sendiri. Mereka akan jatuh berkali-kali, itulah kenapa landasan pacunya tidak begitu tinggi. Herannya, latihan jatuh saja mereka membutuhkan waktu seabad lamanya. Tidak perlu ajaran dari guru. Mereka hanya perlu mengulangi, mengulangi, mengulangi, dan terus mengulangi. Tapi jumlah percobaannya tidak umum. Paling-paling, ada pengawas yang hanya menjaga anak-anak yang baru saja mencoba terbang. Namun setelah itu, mereka melepasnya secara mandiri. Sampai akhirnya mereka bisa terbang sendiri. Tapi kegigihan mereka perlu diapresiasi. Selama ratusan tahun mereka akan jatuh sampai tidak terhitung lagi, namun tak seorang pun menyerah. Hampir semua Ras Naga akhirnya bisa terbang. Seperti halnya burung, terbang adalah suatu takdir bagi Ras Naga, tapi mereka harus mengupayakannya. Sayangnya, cerita sukses selalu berpasangan dengan cerita gagal. Ada juga beberapa Ras Naga yang tidak bisa terbang. Lantas bagaimana nasib mereka?



40



Mereka akan dijuluki ‘penjatuh’ lalu mendapatkan pekerjaan yang tak seorang pun menginginkannya. Tidak ada satu pun anak Ras Naga yang ingin menjadi seperti itu, kalaupun ada mereka akan diremehkan selamanya. Sebenarnya, bisa terbang atau tidak, kita tetap harus berdedikasi pada Dewa Naga. Jadi, menurutku tidak perlu sampai seperti itu. "Apa yang akan kau pelajari di sini?" "Terbang di langit." "Oke, kalau begitu terbang lah." "Ya." Aku mengikuti instruksi Dola-sama, lalu naik ke landasan pacu. Alun-alun terbentang di bawah, dan di belakangnya ada kota Ras Naga. Pemandangan yang bagus, tapi rasanya tinggi sekali. Sembari melihat itu, aku pun merentangkan sayapku. Aku menggerakkan otot punggungku dan memastikan jangkauan gerakan sayapku. Lalu, aku berjongkok dan melompat dalam satu gerakan. Aku mengepakkan sayap beberapa kali dan terbang ke atas secara diagonal. Namun, aku segera berhenti, lalu jatuh vertikal ke bawah. Kepalaku meluncur duluan ke bawah, tapi dengan cekatan aku berubah posisi, sampai akhirnya jatuh dengan posisi merangkak. Kemudian, aku mendaki sampai landasan pacu lagi, seolah tidak terjadi apa-apa. Kuulangi proses serupa, namun aku jatuh lagi beberapa kali. Aku mendarat dengan baik, tidak seperti anak-anak lain, dan aku tidak terluka. Ini semua berkat ketangkasan yang kulatih selama masih berburu di Dunia Iblis. Sayangnya, aku tidak pernah latihan terbang di Dunia Iblis dulu. Aku bahkan tidak tahu bisa terbang. Karena itu, aku tidak pernah terbang. "Tunggu." Setelah beberapa kesalahan, aku dihentikan oleh Dola-sama. "Apakah kamu tahu cara terbang?" Aku menggelengkan kepala. Kemudian Dola-sama mengajariku cara-caranya dengan runtut.



41



“Alirkan Touki Naga pada sayapmu untuk melepaskan medan gaya. Kemudian, gunakan gaya itu untuk membelah udara, dan manfaatkan angin untuk meluncurkan tubuhmu. Paham?” Sejujurnya, aku tidak paham. Mungkin ini salah satu alasannya mengapa latihan terbang tidak perlu guru. Sayap Ras Naga tidak sama dengan sayap burung. Itu memang organ untuk terbang, tetapi tidak mutlak karena efek angin. Mekanismenya adalah, menciptakan medan gaya anti gravitasi, atau semacamnya. Tentu saja, saat terbang tubuhmu akan terkena gaya perlawanan angin. Maka, kau harus memanfaatkan gaya itu menjadi daya angkat dengan sedikit memiringkan sayap. Namun, daya angkat angin itu merupakan reaksi dari medan anti gravitasi. Jadi, hal pertama yang perlu kau latih adalah medan anti gravitasi tersebut. Oh ya, sayap Naga Merah dan Naga Biru identik. "Dimengerti." Jawabku. Padahal, aku masih kesulitan mengalirkan Touki Naga ke sayapku. Beberapa kali, aku memburu monster-monster yang beterbangan di Dunia Iblis. Tapi, sebenarnya waktu itu aku hanya meloncat tinggi, jadi itu murni kekuatan fisik kaki. Meskipun punya sayap, aku tidak pernah berlatih mengendalikannya. Terbang adalah mekanisme yang jauh berbeda. Sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata. Itulah kenapa anak-anak Ras Naga perlu beratus tahun menguasainya. "Oke, jika kamu mengerti, ulangi sampai bisa terbang." "Ya." "Sampai ketemu nanti." Kata Dola-sama, lalu meninggalkanku dan pergi. Saat terbang, gerakan Dola-sama begitu lancar dan anggun. Gerakan sayapnya halus, dan dia menukik ke atas dengan cepat. Anak-anak itu coba mengejar Dola-sama, tapi beberapa masih jatuh di tengah jalan. Setelah itu, aku kembali menuju ke landasan pacu. ♦ Maka, hari-hariku yang berisi pelajaran, latihan bertarung, dan latihan terbang pun berlanjut. Pelajaran teori dan praktik berlangsung baik.



42



Tentang pelajaran teori..... kurasa tidak ada hal istimewa yang perlu diceritakan. Tentang latihan bertarung......... setelah hari demi hari dihajar, akhinya aku mempelajari jurus baru. Berlatih melawan Dola-sama setiap hari membuat kekuatanku meningkat. Tentang latihan terbang...... nah, di sini masalahnya. Setiap hari aku berlatih terbang dari sore sampai malam, tapi hasilnya hanya jatuh, jatuh, dan jatuh. Dola-sama kembali pada malam hari, lalu bertanya apakah aku sudah bisa terbang. Saat aku menjawab tidak, dia hanya bergumam, “Aku mengerti...” lalu membawaku kembali ke kediaman Dewa Naga. Dola-sama hampir tidak pernah mengajariku teknik terbang. Tapi, dia bilang bahwa dia tidak akan mengambil jalan pintas agar aku bisa terbang. Dola-sama hanya menyuruhku melanjutkan latihan itu. Karena sudah sewajarnya Ras Naga belajar terbang setelah mengalami beribu kegagalan. Tentu saja aku tidak mengeluh. Begitupun anak-anak itu. Hari itu sepuluh kali mereka coba terbang dan sepuluh kali pula jatuh. Tapi, ada juga anak-anak yang mulai bisa menguasai medan gaya dengan caranya masing-masing. Beberapa anak juga mulai bisa mengatur tekanan udara. Bahkan, akhirnya sudah ada yang bisa terbang. Sedangkan aku masih saja jatuh. Aku jadi sedikit tidak sabar. Aku memiliki guru terbaik, Dola-sama, tapi hasilnya minim. Aku masih tidak paham bagaimana caranya menggunakan Touki Naga untuk membuat medan gaya. Tampaknya, aku tidak cocok berada di udara. Kalau di tanah, jangan tanya. Di tanah, aku bisa bergerak lebih lincah dari kebanakan bocah Ras Naga. Sekali lagi, itu karena pengalamanku berburu di Dunia Iblis. Bahkan, kecepatanku di tanah sudah setara dengan prajurit naga dewasa. Tapi, mungkin kelebihan itu mempengaruhi kemampuan terbangku. Ada perbedaan mendasar antara berjalan di tanah dan terbang di langit. Katanya, saat terbang tubuh harus tegak lurus dengan arah gravitasi, dan arah medan gaya juga berbeda dari apa yang kubayangkan. Sampai hari itu pun aku tidak bisa terbang sejengkal pun.



43



Itulah yang membuatku jadi tidak sabaran. Sebenarnya aku yakin bisa mempelajari teknik ini, tapi ternyata justru sebaliknya..... Namun, aku tidak mengeluh, bahkan merengek..... Tindakan pesimis seperti itu dilarang oleh Dola-sama. Kenapa? Karena menurutnya, itu sama saja dengan menyerah. Hari-hari berlalu tanpa hasil apapun. Dola-sama pun datang setiap hari untuk melihat perkembanganku. Aku selalu menjawab, "Belum...." dan Dola-sama hanya mengangguk, lalu pergi. Saat pulang dengan badan kecapekan, Lunaria-sama menyambutku. Aku juga sudah bisa berkomunikasi dengan para pelayan. Akhirnya mereka memahami sikapku, dan karena aku juga bersumpah setia pada Dewa Naga, mereka pun menerimaku. Namun, mereka tidak pernah memperlakukanku layaknya putra Dewa Naga. Yahh, wajar saja. Karena aku hanyalah anak pungut. Meski begitu, ketika pulang dengan pakaian lusuh, mereka mau berbagi makanan denganku. Mereka bilang, aku tidak perlu makan pada waktunya. Jika lapar, bilang saja. Kalau kukenang lagi...... bukankah itu berarti mereka memperlakukanku seperti anjing? Hahaha.... yahh, sepertinya begitu. Bagaimanapun, itu kenangan indah. Berbeda dengan mereka, Lunaria-sama masih konsisten menunjukkan perhatiannya padaku. Belakangan ini, perutnya semakin membesar. Sepertinya Lunaria-sama belum ada pengalaman menjadi ibu. Atau..... aku saja yang tidak pernah melihat seorang ibu? Ahh, yang pasti dia seperti malaikat di mataku. Berada di dekat Lunaria-sama saja sudah cukup membuatku tenang. Kalau dipikir-pikir, auranya yang menenangkan itu mungkin merupakan bukti bahwa dia seorang dewi. Apapun itu, kehidupanku menyenangkan. Rumah yang hangat, dan latihan yang intensif. Tak terasa aku pun menghabiskan waktu puluhan tahun seperti itu. Dan aku semakin mantab menjadi prajurit yang bersumpah setia pada Dewa Naga. ♦ "Oke, kalau begitu aku akan ... hah?" Laplace memandang seorang gadis yang rebahan di sofa dengan posisi telentang.



44



Apakah dia sudah tertidur? Hmmm, sepertinya iya. Karena ceritanya begitu membosankan. "Ini sudah malam ..." Ketika Laplace melihat ke luar jendela, langit berbintang terhampar di atasnya. Yang mana, langit berbintang seperti itu tidaklah wajar di Dunia Naga. Laplace mengira dia bercerita hanya beberapa jam saja. Tetapi bagi Rostelina, itu seperti seharian penuh. “Sepertinya aku mengenang masa lalu terlalu lama, sehingga Rostelina mendengarnya seharian.” Kemudian, dia melihat keluar jendela, dan ada sesuatu yang menutupi pandangannya. Itu Naga Merah. Naga itu mengenali Laplace, kemudian dia menggerutu seolah meminta sesuatu. "Oh maaf, aku terlalu lama ya. Tapi..... kau ini naga. Harusnya kau bisa cari makan sendiri.” "Goruru ..." “Ah, jangan bilang begitu. Aku tidak mengira bakal selama itu. Kata orang, waktu semakin cepat berlalu saat seseorang tambah tua. Meskipun aku blasteran Ras Naga dan Iblis, kurasa pepatah itu juga berlaku untukku.” Laplace mengatakan itu sembari menggendong Rostelina. Lalu dia berjalan dengan pelan keluar dari ruangan. Dia menyusuri koridor sempit, menuju ke sebuah pintu. "Yah, setidaknya aku ingin mendengar kesanmu ..." Dia pun membuka pintunya dengan hati-hati. Rumah ini cenderung berantakan, tapi kamar itu begitu rapi, sampai-sampai orang akan mengira tak ada yang menempatinya. Laplace dengan lembut merebahkan Rostelina pada tempat tidur di kamar itu, lalu menyelimutinya. Tidak perlu mematikan lampu, karena memang tidak ada. Lagipula mata Laplace bisa melihat segalanya, bahkan dalam kegelapan. "Selamat malam, Rostelina. Sampai jumpa besok" Kata Laplace, dia menutup pintu dan kembali ke kamarnya.



45



Bab 5 Pelatihan Berakhir Raungan Naga, sebuah gunung yang terletak di tengah benua. Di sana, seorang gadis sedang membawa sesuatu seperti biasanya. Itu Rostelina. Rostelina membawa wadah besar berisi tumpukan daging. Si gadis tidak tahu jenis daging apa itu. Laplace baru saja menyuruhnya mengambilnya dan memberikan pada si naga. Ada naga besar di gua belakang rumah mereka. Mata naga itu tertutup, tampaknya dia sedang tidur. "Tuan naga, tuan naga, waktunya makan!!” Setelah Rostelina berteriak pada naga itu, dia perlahan membuka matanya. Lalu, setelah menguap dengan keras, dia menjulurkan lehernya ke wadah yang dibawa si gadis, kamudian mulai mengunyah santapannya. Bagi naga daging sebanyak itu hanya camilan, tapi bagi Rostelina itu seperti hidangan pesta. Rostelina memperhatikan saat naga itu makan. Tugasnya pun selesai, lalu dia membuat gestur seperti memukul-mukul udara. "Tuan naga, dengar! Shishou memberitahuku tentang gaya bertarung Ras Naga. Seperti ini! Pertama, kau berpose seperti ini, lalu serang ke samping, lalu pukul seperti ini! Oh, kau juga harus berteriak seperti, haaaa!!!" Kata Rostelina, dan mulai memukul-mukul cakar naga yang sedang sibuk makan itu. Gerakan si gadis tampak begitu amatiran. Bagi naga, pukulan itu mungkin seperti gigitan nyamuk yang sama sekali tidak berbahaya. Namun, sepertinya si naga mulai kesal, lalu dia pun menggerakkan cakarnya. Bahkan ujung jempolnya sebesar tubuh Rostelina. "Agh!" Rostelina tersentil oleh cakar naga, lalu terpental dan tersungkur di tanah. "Oww ... kau tega sekali ..." Rostelina tidak terluka. Dia bangkit, mengusap bagian belakang kepalanya dan tiba-tiba menyadari sesuatu. "... Tuan naga lebih besar dari naga lainnya." 46



Rostelina pernah melihat Naga Merah sebelumnya. Karena mereka beterbangan setiap hari di pegunungan ini. Ada sarang Naga Merah di puncak gunung. Terkadang mereka mengitari sarangnya begitu dekat. Jika terlalu dekat dengan rumah ini, maka Si Tuan Naga akan mengusirnya. Si Tuan Naga bisa mengintimidasi mereka, mungkin karena tubuhnya lebih besar dari Naga Merah kebanyakan, seperti yang dibicarakan Rostelina. Mungkin tubuh Tuan Naga dua kali lebih besar daripada Naga Merah pada umumnya, bahkan bisa tiga kali jika dia merentangkan sayapnya. "Sisikmu yang merah sungguh indah, taringmu panjang, ekormu lentur, dan sorot matamu tampak cerdas." Naga itu mendengus ketika Rostelina mengatakan itu. “Ah, jadi kau tahu...” seolah si naga hendak mengatakan itu. "Apakah karena Tuan Naga berasal dari Dunia Naga seperti Shishou?” Naga itu mendengar tapi tidak menjawab. Dia terlalu fokus pada makanannya yang lezat. Ya jelaslah, karena si naga tidak bisa bicara. Meskipun memahaminya, si naga tidak bisa membalas Rostelina. "Oh, iya!" Kemudian Rostelina teringat sesuatu. Dia tertidur beberapa hari yang lalu. “Kalau mendengar lanjutan cerita itu, mungkin aku akan tahu tentang asal-usul Tuan Naga,” pikirnya. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk cerita karena pekerjaannya sudah selesai, maka dia pun berlari masuk ke rumah. Kemudian, dia lamgsung menuju ke ruang kerja Shihsou-nya. Dan benar saja, seperti biasa Shishou-nya sedang menulis di meja. "Shishou! Shishou!” "Hmm, oh, Rostelina. Ada apa? Apakah kau bangun dari mimpi burukmu?” "Tidak, tadi malam aku mimpi indah sekali! Oh iya, Shishou....” "Ada apa ini?" Laplace menatapnya dengan serius, begitupun Rostelina.



47



"Ceritakan kisah selanjutnya!" "Kisah yang kemarin?" "Kisah Laplace-sama di Dunia Naga! Shishou kan berumur panjang, jadi punya banyak waktu untuk menceritakan kelanjutannya, kan?” Laplace tampak bingung mendengar itu. "Ah, cerita yang kemarin ya ... tapi kelanjutannya tidak terlalu menarik. Intinya, setelah itu aku menjadi prajurit naga yang setia, mendapat banyak tugas, berprestasi, dan memperoleh banyak pencapaian, sampai akhirnya kehilangan segalanya. Itu saja.” "Aku tidak mengerti sama sekali!" "Oh ya...?" "Baiklah, tolong beritahu aku bagaimana kau menjinakkan Tuan Naga. Shishou sudah lama mengenal Tuan Naga, kan?” Mendengar itu, Laplace menjentakkan jarinya, seolah baru teringat sesuatu. "Ah iya, aku bertemu Saleact saat menjalani tugas pertamaku. Itu terjadi tepat selanjutnya.” "Nah, kan! Lanjutannya bagus, kan!” "Kau benar-benar ingin mendengarnya?" "Ya!" Laplace hanya bisa menggeleng pasrah saat melihat kegigihan Rostelina. Dia pun menghela napas dan hanya punya pilihan melanjutkan ceritanya. "Oke, duduklah Rostelina. Ayo kita lanjutkan ceritanya.” "Siap!" "Nah, sampai mana kemarin? Yah..... mungkin lebih baik kulanjutkan setelah aku menyelesaikan pendidikanku. Ya, begitu saja.” Laplace pun mulai berbicara. Sebuah cerita pada zaman dulu kala........... ♦ Berpuluh-puluh tahun berlalu semenjak pendidikan di Dunia Naga dimulai. Setiap hari kerjaku hanya belajar, latihan, makan, tidur, diulangi. Begitu setiap hari. Semuanya sama. Paling, yang berbeda hanyalah perut Lunaria-sama yang semakin membengkak. Hari itu, aku sedang terbang di tempat latihan. Seperti biasa, latihan terbang harus dilakukan rutin.



48



Namun, gaya terbangku sedikit berbeda dari Ras Naga lainnya. Ras Naga biasanya terbang dengan tubuh melintang. Setelah menghasilkan gaya angkat awal dari medan gaya, mereka menggunakan angin untuk meluncur di udara. Mereka menggunakan medan gaya lagi saat hendak belok atau berubah haluan. Itu cara paling efisien untuk terbang. Namun, aku pernah terbang dengan tubuh tegak. Dengan mengabaikan hukum inersia[1] aku bisa berakselerasi cepat, berhenti mendadak, dan belok tiba-tiba. Siapapun akan menganggap cara itu aneh. Sehingga, aku menjadi perhatian ketika latihan terbang. Tidak hanya anak-anak yang heran, namun juga para prajurit naga. Kukira mereka hanya mengamatiku, tapi ternyata beberapa coba meniru gayaku. Sayangnya akhirnya mereka gagal dan jatuh. Aku pun mengabaikan mereka. Aku terus mengulangi latihan terbang dengan gayaku. Seperti, naik, menikung, berhenti di udara tiba-tiba, lalu berakselerasi cepat, menukik ke bawah, berhenti tiba-tiba lagi, lalu naik lagi ke posisiku semula. Yahh.... begitulah kurang-lebih. Sayangnya, gaya terbang itu tidak stabil dan memerlukan Touki Naga yang besar. Hampir setiap orang yang meniruku gagal. Dibandingkan dengan cara terbang Ras Naga pada umumnya, ini sangat tidak efisien. Namun, ada keuntungannya. Gaya terbang yang hampir tidak memerlukan tekanan udara, lebih mudah berbelok dan melakukan tikungan. Selain Dewa Naga, katanya Jenderal Naga Maxwell adalah penerbang terbaik, tapi caraku ini membuatku bahkan lebih gesit darinya. Ini adalah keuntungan besar saat bertarung di udara. "...!" Seseorang di lereng melompat dan terbang ke arahku. Seorang wanita Ras Naga dengan sayap yang sangat besar dan sisik perak putih. Itu Dola-sama. Gaya terbang Dola-sama begitu anggun dan cantik. 49



Jarang ada Ras Naga yang bisa terbang seperti itu. Dola-sama terkadang mengejutkanku saat terbang untuk berlatih pertarungan di udara. Kecepatan terbang Dola-sama luar biasa. Berbeda denganku, cara terbangnya cukup umum, tapi teknik dan keterampilannya jauh melebihiku. Dia naik dengan cepat, lalu merubah arahnya dengan halus. Dia coba menyusulku dengan menikung tajam. Harusnya dia bisa menangkapku dengan cepat. Tapi, gaya terbangku punya keunggulan. Yaitu, aku bisa menghadapi lawan dengan baik di udara, karena aku berdiri. "Laplace, mulai!" "Ya!" Dola-sama berteriak dan aku pun menjawab. Pertarungan udara dimulai. Ada tiga faktor penting dalam pertarungan udara. Alirkan Touki ke cakar dan taring, sehingga kau bisa menyerang dengan memotong lawan. Alirkan Touki ke tangan, sehingga kau bisa bertarung tangan kosong. Alirkan Touki ke sayap, sehingga kau bisa bergerak cepat di udara. Sebisa mungkin terbanglah ke titik buta lawan, seperti punggungnya, lalu berikan luka fatal secepat mungkin dengan cakar atau taring. Untuk bertarung di udara, kau harus melatih cakar, taring, dan sayap. Itu adalah teknik-teknik dasar pertarungan udara. Tentu saja aku paham teorinya dengan baik. Sudah lama aku melatih taring dan cakarku. Bahkan, Dola-sama menyebut teknik taringku, ‘mematikan’. Namun, Dola-sama lebih mahir menggunakan cakarnya. Sampai-sampai dia hampir tidak pernah menggunakan pukulan, karena begitu percaya pada jurus cakarnya. Dola-sama mengitariku, lalu berusaha mengincar sayapku dengan cakarnya. Sedangkan, aku terbang naik-turun, mencoba mengenainya dengan taringku. Aku pun meluapkan Touki pada taring, cakar, dan sayapku, sembari mencari celah pada pertahanannya. Meskipun lawanku adalah prajurit sehebat Dola-sama, jika seranganku masuk, bukannya mustahil dia kukalahkan. 50



Itulah sebabnya Dola-sama terlihat berhati-hati, dan tidak menyerangku membabi-buta dengan cakarnya. Hmmm? Apakah saat itu aku sudah cukup kuat membuat Dola-sama ragu menyerangku? Wah, hebat juga ya aku.... Ah, tidak.... toh itu hanya latihan. Jika Dola-sama serius menyerangku, habislah semua. Meskipun Dola-sama tidak serius menghadapiku, bukan berarti aku bisa dengan mudah mengalahkannya, karena pengalamannya jauh melebihiku. Sebenarnya, pertarungan ini berat sebelah. Cakar secepat kilat Dola-sama menembus pertahanan dan membuat lubang di tubuhku. Serangan cakar dan taringku ditangkis semnyanya, aku bahkan tidak bisa membuat satu goresan pun pada sisiknya. Sejauh itulah perbedaan kekuatan kami. Aku menyerang Dola-sama sebanyak mungkin, dan berusaha menghindari serangan fatal. Aku masih bisa menahan satu atau dua serangan. Namun, aku tahu beberapa serangan lagi pasti akan menembus sayapku. Aku pun semakin lemah, dan hanya tinggal menunggu beberapa serangan lagi sampai tumbang. Ya, aku selalu kalah dengan cara seperti itu. Namun, bukan berarti aku tidak mengambil pelajaran setiap kekalahan. Aku selalu berpikir dan mencoba berbagai cara mengatasi serangannya. Hari itu juga, aku bertaruh pada strategi baru. Aku coba mengayunkan sayap, dan terbang ke atas. Tentu saja, Dola-sama mengikutiku. Dia hampir tanpa suara, tapi aku bisa merasakan auranya yang pekat. Mungkin dia mengira aku melarikan diri. Dia tidak pernah mengajariku lari dari suatu pertarungan. Dola-sama dengan cepat mendekatiku. Dari belakang, tentu sayap rapuhku menjadi sasaran empuk baginya. Sekali serangan saja pada sayapku akan membuatku jatuh. Setelah itu, yang menungguku hanyalah omelannya. Tapi itu tidak terjadi. Sesaat sebelum Dola-sama menyalipku, aku berubah arah tiba-tiba. Dola-sama terus menukik naik, sedangkan aku malah turun. 51



Karena itu terjadi begitu tiba-tiba, tampaknya Dola-sama salah perhitungan. Saat kami berpapasan sepersekian detik, aku mengayunkan kukuku pada punggungnya. Seranganku pun mengenainya. Namun, aku juga merasakan nyeri pada sekitar pangkal sayapku. Aku kehilangan kendali, lalu jatuh ke lereng. Pertempuran sudah berakhir. Aku melihat ke atas lereng. Dola-sama terbang dengan lintasan melengkung. Itulah kebiasaan Ras Naga jika memenangkan pertarungan di udara. Mereka akan terbang beberapa kali putaran di langit. Aku pun bingung. Harusnya strategiku sudah bagus, namun bagaimana dia mengenai sayapku? Jelas sudah, aku akan diomelinya. Tapi tidak apa-apa, aku sih siap saja. Aku berpikir terlalu sederhana, dan akhirnya gagal. Tapi, Dola-sama ternyata tidak marah. "Saat kau lari, kupikir semuanya sudah berakhir, tapi tiba-tiba kau menyerang balik. Itu sungguh hebat!” Sambil tersenyum puas, darah merembes dari dahi Dola-sama. Ternyata seranganku juga menggores dahinya. Aku bermaksud mengenai sayapnya, tapi kulihat malah kena punggungnya, dan ternyata dahinya juga tergores. Sayap adalah kelemahan vital bagi Ras Naga yang bertarung di udara, tapi karena kami setengah manusia, maka kepala juga penting. Itu hanya kebetulan, tapi aku menemukan kelemahan Dola-sama. "Selain Dewa Naga dan Jenderal Naga, tidak ada orang lain yang bisa melukaiku di udara. Selamat, kau lulus ujian teknik bertarung di udara!” Aku sangat senang. Dola-sama tidak sering memujiku. Tapi hari itu aku mendapat pujian besar. Dola-sama terus membuatku gembira. "Tidak ada lagi yang perlu kuajarkan. Kau sudah menjadi Ras Naga sepenuhnya!” Dola-sama menatapku dengan kalem.



52



Wanita yang selama ini selalu keras terhadapku, akhirnya tertawa. "Kau sudah resmi menjadi Ras Naga, dan kau lulus.” Dola-sama bergumam, "Kerja bagus," dan mengulurkan tangan kepadaku. Aku meraih tangan itu dan berdiri, lalu aku menyilangkan lengan dan mengatupkan sayap di hadapannya. Pada saat itu, aku merasakan prestasi yang tak tergambarkan, dan sedikit cemas. Jujur, awalnya kukira latihan ini akan terus kualami sampai mati. Tapi, jika ada awal, pasti ada akhirnya. “Dola-sama, terima kasih atas semua bimbingannya.” "Kau tidak perlu berterimakasih padaku. Ucapkan saja itu pada Dewa Naga.” "Ya!" "Kalau begitu, pulanglah. Dan jangan lupa, Dewa Naga akan melihat perkembanganmu.” Dengan demikian, latihanku bersama Dola-sama pun berakhir. ♦ Aku pulang ke rumah, lalu memberitahu Lunaria-sama bahwa latihanku telah selesai. Saat mendengar itu, dia tersenyum dengan lembut padaku, dan dia juga tampak senang. "Kita harus merayakannya!” Setelah menyatakan itu, dia memerintahkan para pelayan untuk menyiapkan pesta. Makanan pokok Ras Naga adalah daging naga. Sebelum mereka mendominasi dunianya, mungkin makanannya hanyalah kadal-kadal kecil, atau bahkan buah-buahan. Namun, sekarang mereka makan daging naga, seperti Naga Merah, Naga Biru, dan Naga Bumi. Saat pesta pun mereka ramai-ramai memakannya. Pada acara spesial, daging naga khusus disajikan. Yang dimaksud khusus adalah jenis-jenis naga langka seperti, Raja Naga, Naga Hitam, dan Naga Putih. Waktu itu, digelar pesta dengan hidangan yang belum pernah kurasakan. Aku tidak akan pernah melupakan pesta hari itu. Namun selain makanannya, ada hal lain yang tidak bisa kulupakan. Hari itu, para pelayan memandangku sedikit berbeda. Aku lebih merasa seperti orang daripada anjing.



53



Tampaknya, mereka mengakuiku sebagai Ras Naga sepenuhnya setelah menyelesaikan latihan dari Dola-sama. Aku juga merasa berubah. Setidaknya, aku tidak lagi merasa seperti hewan peliharaan. Aku naik pangkat dari peliharaan Dewa Naga, menjadi bawahan Dewa Naga. Yang jelas, aku semakin paham dengan posisiku. Aku pun menunggu kepulangan Dewa Naga. Dia pulang ke rumah selama beberapa bulan sekali. Saat pulang, dia selalu menemui Lunaria-sama terlebih dahulu, dan menanyakan bagaimana keadaannya selama ini. Tentu saja, dia juga tidak mengabaikanku. Dewa Naga selalu bertanya pada Dola-sama tentang latihanku. Lantas, Dola-sama melaporkan semua hal yang dia ajarkan dan seberapa jauh pemahamanku. Terkadang, dia menjelaskan bahwa aku tidak ada kemajuan. Dia memang tidak pernah bohong pada tuannya. Sedangkan, Dewa Naga tidak pernah banyak bicara menanggapi laporan itu. Dia hanya mengangguk, lalu pergi. Saat aku mulai bisa bicara, dia menanyakan beberapa hal padaku. Itu hanya pertanyaan biasa. Seperti, apa yang kukerjakan hari ini, apa yang telah kupelajari, apa yang ingin kupelajari, dll. Aku pun menjawab semuanya dengan jujur. Tidak perlu berbohong, kan. Aku mengatakan dengan jujur saat tidak ada kemajuan pada latihanku, dan tidak memahami hal baru. Dola-sama selalu mengajari bahwa berbohong itu tidak baik. Namun, ada beberapa hal yang tidak bisa kujawab meskipun aku tidak berniat berdusta. Seperti, dimana kau lahir? Siapa orang tuamu? Mengapa kau hidup di pelosok Dunia Iblis....? Aku tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Karena aku tidak tahu. Saat aku berkata "Aku tidak tahu", Dewa Naga hanya membalas, “Begitu ya...”



54



Jujur, aku sendiri bingung. Aku tahu bahwa diriku bukanlah makhluk biasa, dan Dewa Naga ingin tahu mengapa diriku seperti ini.... tapi apa boleh dikata, aku tidak pernah tahu tentang diriku sendiri. Dewa Naga juga kadang-kadang memeriksa tubuhku. Sayap, cakar, taring, dan rambut. Dewa Naga tidak menjelaskan apapun, dan aku tidak pernah menolak diperiksa. Sebagai penyelamatku yang membawa ke Dunia Naga, aku bersedia melakukan apapun padanya, meskipun harus melukai diri. Tentu saja, beliau tidak pernah mencoba melukaiku. Hari itu juga dia bertanya tentangku. "Dola. Bagaimana Laplace?" "Latihannya selesai. Laplace sudah menjadi prajurit yang lebih baik, dan dia tidak akan mengecewakan Tuan Dewa Naga.” Aku senang Dola-sama mengatakan itu pada Dewa Naga. Aku pun hanya berdiri tegak sembari mengepalkan tanganku erat-erat. Aku tidak boleh mempermalukan diri di hadapan Dewa Naga. "Baiklah. Terima kasih. Apakah hasil latihannya bagus?” "Ya! Dia luar biasa! Laplace pasti bisa melaksanakan tugas yang Dewa Naga berikan.” "Tugas?" Dewa Naga bergumam lalu melihat ke luar jendela. Dia adalah pemimpin yang cakap, namun tentu butuh pertimbangan sebelum menugaskan seseorang. Aku sendiri tidak mengira bakal langsung diberi tugas. Sama sekali tidak. Pantaskah si anjing peliharaan ini diberi tugas langsung oleh pemimpin tertinggi Ras Naga? Tentu tidak. Tak peduli sebanyak apapun latihan yang kulakukan, anjing tetaplah anjing. Tugasku yang pantas hanyalah menjaga rumah. Namun, aku pun berubah pikiran. Andaikan aku diberi tugas oleh Dewa Naga, aku akan mengerjakannya sebaik mungkin. "Benar juga..." gumam Dewa Naga. Jadi, dia sedang mempertimbangkan tugas untukku? Pekerjaan macam apa?



55



Jantungku berdegup kencang saat dia mempertimbangkannya dalam diam. Mungkin hanya beberapa menit dia berpikir, tapi rasanya lama sekali bagiku, seperti berjam-jam. "Nah........" Tampak sudah menentukan pilihan, Dewa Naga pun mengalihkan pandangannya dari jendela. Lalu, dia menatapku dan bertanya..... "Laplace, apa pendapatmu tentang Dunia Naga?” Pertanyaan itu bukan tentang tugas, tapi aku harus menjawabnya sebaik mungkin. "Dunia ini seperti surga bagiku. Aku tidak pernah tinggal di tempat sebaik ini sebelumnya.” Setelah mendengar itu, ekspresi Dewa Naga lebih kalem. Dan dia pun tersenyum. "Benarkah?" Aku sungguh tidak berniat bermulut manis. Karena, bagiku dunia ini memang seperti surga. Dunia ini jauh lebih baik daripada tempat yang kudiami sebelumnya. Makanan tersedia tanpa harus bersusah payah mencarinya, dan aku mempelajari banyak hal baru. Dola-sama orangnya keras, tapi semua itu untuk masa depanku yang lebih baik. Tidak ada yang bisa kucela dari Dola-sama. Lega rasanya melihat senyum Dewa Naga. Sembari membaca suasana hatinya, aku pun balik bertanya. "Mengapa waktu itu Anda menyelamatkanku?" Sebenarnya tidak sopan menanyakan itu pada Dewa Naga. Dola-sama mengajarkan untuk tidak mempertanyakan apapun keputusan Dewa Naga, tapi aku tidak bisa terus memendam pertanyaan itu. Mungkin sebagiannya karena aku ingin mendapat jawaban pasti, apakah aku layak mengemban tugas atau tidak. Sebagiannya lagi karena aku selalu penasaran mengapa waktu itu Dewa Naga menolongku di gua. "..." Tapi, Dewa Naga hanya membalas dengan tatapan kosong yang menyeramkan. Bahu Dola-sama menegang, sayapnya perlahan terbuka. Aku sungguh telat menyadari bahwa pertanyaan itu ternyata menyinggung perasaannya. Jadi aku segera menyilangkan tangan dan melipat sayapku. Aku akan meminta maaf sebesar-besarnya. 56



Namun, sebelum sempat membuka mulut, Dewa Naga menjawab........... "Lihatlah!" Sekali lagi, Dewa Naga melihat ke luar jendela. Di luar, ada pemandangan kota Kayos yang menakjubkan. Meskipun berada di dalam gunung, kota ini begitu cerah, luas, dan hidup. Banyak Ras Naga yang beterbangan di sekitar. "Dahulu kala tempat ini adalah sarang Naga Merah.” "……......benarkah.......?" "Ya, Naga Merah adalah makhluk yang hidup di dalam gunung seperti kita. Waktu itu, Ras Naga hanyalah makhluk lemah yang menjadi mangsaan Naga Merah.” Aku belum pernah mendengar cerita itu. Dewa Naga datang bahkan sebelum Ras Naga memiliki bahasa. Dia menyelamatkan Ras-ras Naga yang diteror Naga Merah, lalu menunjukkan kekuatannya pada mereka, dan akhirnya menjadi pemimpin...... Dia memilih Lima Jenderal Naga, dan mengembangkan mereka menjadi prajurit terkuat di dunia ini. Waktu itu adalah jaman kegelapan bagi Ras Naga. Ratusan ribu orang meninggal. Namun mereka terus maju, sampai akhirnya Ras Naga mendominasi dunia ini. "Aku menganggap semua Ras Naga seperti anakku sendiri. Awalnya mereka juga meragukanku, tapi perlahan-lahan aku mendekat. Jika kau bertanya, mengapa aku menyelamatkanmu, padahal kau perpaduan keturunan Ras Naga dan Iblis? Itu karena darah naga masih mengalir di nadimu. Jadi, aku pun menganggapmu anak.” Jawaban itu semakin membuatku bangga akan ras ini, meskipun aku hanya blasteran. Tapi, bukan jawaban itu yang kuinginkan. Aku ingin tahu, apakah Dewa Naga menganggapku berharga, sehingga layak diselamatkan? Apakah aku bisa berkontribusi lebih besar pada ras ini? Tentu saja, tidak sopan terus mengajukan pertanyaan padanya, maka akupun diam. Tapi............ Seolah mampu membaca pikiranku, Dewa Naga pun memahami keresahanku. “Tentu saja, bukan hanya karena itu.......... belakangan ini, terjadi keanehan di penjuru dunia. Tak seorang pun tahu penyebabnya, dan darimana asalnya. Jika ada orang yang berteleportasi antar dunia, mungkin dia tahu penyebabnya. Contohnya adalah orang tuamu. Kalau kita berhasil mengungkap kelahiranmu, mungkin di sana ada petunjuk.” 57



"Petunjuknya..... ada padaku?” "Ya.... tapi sekarang kita masih tidak tahu apa-apa.” "Kalau begitu.........” "Terlepas dari itu semua, aku selalu berharap banyak padamu, Laplace.” Masih melihat ke luar jendela, Dewa Naga melanjutkan....... "Alasanku yang kedua adalah memperbaiki hubungan dengan Ras Iblis. Mereka sudah menjadi musuh Ras Naga selama ribuan tahun. Bahkan, sudah menyebar rumor bahwa Dewa Naga berniat menghancurkan Ras Iblis. Tentu saja kabar itu tidak benar.” "..............." "Dengan membesarkanmu, aku bisa membuktikan bahwa kabar itu salah.” Benarkah? Padahal, Ras Iblis tidak pernah menyukaiku. Apakah mereka peduli jika aku dibesarkan oleh Ras Naga? Aku selalu dibully dan diusir oleh mereka. Aku ingin menyatakan sanggahanku, tapi tidak berani. Jika aku terang-terangan mengatakannya, mungkin Dola-sama akan mengusirku saat itu juga. Bahkan, mungkin Dewa Naga, Lunaria-sama, dan para pelayan tidak lagi menghargaiku. Sekarang, banyak orang telah menerimaku, aku pun tidak ingin sendiri lagi seperti dulu. "Alasan ketiga adalah.... anakku akan segera lahir.” Kemudian, Dewa Naga menatapku. Tidak.... lebih tepatnya seseorang di belakangku. Entah sejak kapan, Lunaria-sama sudah berdiri di sana. "Istriku, Lunaria, adalah ras manusia. Maka anak itu akan menjadi setengah Ras Naga dan manusia.” "..." "Seperti yang kubilang sebelumnya, tak peduli blasteran ras apapun, selama masih mengalir darah Ras Naga di nadinya, aku selalu menganggapnya saudara. Anak itu akan diterima oleh Ras Naga, yang selalu loyal padaku.” Aku mengangguk saat mendengar kata-kata itu. Tapi itu benar, mulai dari Dola-sama, Jenderal Naga, Lunaria-sama, para pelayan, bahkan semua orang dan anak-anak di dunia ini, semuanya menjunjung tinggi Dewa Naga. Semua orang menghormati dan memujanya. “Ya.... mereka pasti menerima anakku jika wujudnya seperti Ras Naga. Tapi.... bagaimana jika dia lebih mirip ras manusia? Apakah mereka masih menerimanya?”



58



Ya, aku masih mengingat perlakuan para pelayan, dan orang-orang lainnya saat pertama kali datang. Mereka sinis terhadapku hanya karena penampilanku sedikit berbeda. Aku sudah biasa dengan perlakuan seperti itu, karena di Dunia Iblis pun aku mengalami hal yang sama. Tapi, andaikan aku dilahirkan di dunia ini, mungkin aku tidak akan tahan. "Maka, aku ingin membiasakan diri mempunyai anak ras campuran seperti dirimu.” Jika anak ras campuran terbiasa membaur di suatu lingkungan, maka lambat laun orang-orang akan menerimanya. Aku sudah mengalami pahitnya hidup sebagai ras campuran. Mereka selalu menganggapku aneh, mengerikan, dan menjijikkan. "Aku pun berharap kalian bisa saling bahu membahu, sebagai sesama ras campuran.” Nah, alasan ketiga itulah yang sebenarnya ingin kudengar. Itulah tugasku yang selama ini kunantikan. Itu berarti, Dewa Naga menyelamatkanku bukan hanya karena empati. Dia punya tujuan. Dia punya harapan padaku. Sebagai rekan anaknya kelak. Aku begitu bahagia saat mengetahuinya. Aku merasakan kebahagiaan yang tidak terlukiskan. "Dengan kata lain, aku menyelamatkanmu karena kepentingan keluargaku. Itu egois sekali, kan? Apakah kau kecewa?” "Tidak, justru sebaliknya." Aku menyatakannya dengan sepenuh hati. Aku akan menjadi seseorang yang berguna untuk anak Dewa Naga. Aku akan berusaha sebaik mungkin agar ras campuran tidak dipandang sebelah mata. Sudah beberapa dekade berlalu semenjak aku hidup di tengah-tengah komunitas Ras Naga. Masih banyak hal yang tidak kumengerti. Tapi setidaknya aku tahu jika ras campuran tidak berprestasi, maka orang-orang tidak akan mengakuinya, bahkan cenderung menjauhinya. Aku lulus dari latihan Dola-sama, dan itulah prestasiku yang membuat orang-orang menerimaku. Hal yang sama harus kulakukan pada anak itu. “Aku ingin berkontribusi untuk Dewa Naga!” "Kutunggu." Saat itu, hanya itulah balas budi yang bisa kuberikan pada Dewa Naga. Tugasku sudah jelas. 59



Aku akan melakukannya sebaik mungkin. Sampai sekarang pun, tekad itu tidak berubah. Semenjak hari itu, semuanya berubah. Setelah mendapatkan tujuan hidupku, aku mulai fokus. Aku tidak hanya bekerja keras, namun juga memikirkan banyak hal. "Dola......" "Ya!" Dola-sama terdiam di sudut ruangan selama pembicaraan. "Kau punya ide pekerjaan apa yang pantas untuk Laplace?” "Kurasa, dia pantas bekerja untukku, Tuan!” "Oh ya?" "Ya, jika dia punya cita-cita yang tinggi, aku siap mengarahkannya!” Kalau kuingat-ingat lagi, pembicaraan hari itu lucu juga. Dewa Naga adalah pemimpin yang hebat, tapi dia kesulitan juga memutuskan banyak hal. Itulah kenapa dia membutuhkan perpanjangan tangan. Dewa Naga sudah seperti ayah bagi semua Ras Naga. Bahkan bagi Dola-sama. "Baiklah, kuserahkan dia padamu.” "Ya, terima kasih!" Dengan demikian, aku pun menjadi bawahan Dola-sama. Oh ya, aku belum menyebutkan pekerjaan pokok Dola-sama, ya? Itu adalah melatih naga.



60



Bab 6 Pelatihan Naga Merah Beberapa hari kemudian, Dola-sama membawaku ke lokasi baru. Dola-sama mengajakku terbang ke luar kota. Tidak banyak orang di tempat itu, dan terdapat bangunan-bangunan yang dikelilingi tembok. Ada beberapa gerbang masuk pada dinding tersebut, dan Dola-sama memasuki salah satunya. Tentu saja, aku pun ikut. "!" Tiba-tiba, aroma aneh menusuk hidungku. Ini seperti bau monster, atau hewan buas. Terus mencium bau tidak sedap itu, aku hanya bisa cemberut. Aku sering mencium bau seperti ini di Dunia Iblis dulu. Tidak hanya bau, aku juga mendengar suara aneh dari bangunan-bangunan itu. Mengerikan? Tidak juga. Karena aku sering mengalaminya dulu. "..." Haruskah aku bertanya dimana kita? Tidak...... sebenarnya aku sudah bisa menebaknya. Dola-sama menyadari wajahku yang kebingungan, lalu dia berbicara..... "Ini adalah tempat latihan naga." Aku hanya membalasnya dengan “Oh....” lalu kulihat sekeliling. Aku pernah mendengar tentang tempat ini. Ras Naga terbang dengan sayapnya, dan memanfaatkan medan gaya. Kami bisa terbang cukup cepat dan menukik tajam di udara. Tapi, Touki Naga ada batasnya, jadi kami tidak bisa terbang begitu jauh. Ketika Ras Naga perlu melakukan perjalanan jauh, kami menunggangi naga. Naga Merah relatif lebih kecil, namun jangkauan terbangnya begitu jauh. Sayangnya, Naga Merah adalah hewan buas. Di masa lalu, Naga Merah dan Ras Naga adalah musuh bebuyutan. Setelah Ras Naga mendominasi, Naga Merah hanya digunakan sebagai bahan makanan. Sampai akhirnya kami menemukan teknik lain memanfaatkan tenaganya. 61



Yaitu, dengan melatih mereka seperti di tempat ini. Kami menangkap Naga Merah, mengajari mereka bahwa kami lah yang lebih kuasa, lalu melatih mereka seperti kuda. "Mulai hari ini, kau bekerja sebagai bawahanku, dan di sinilah tempat kerjamu.” "Siap!" "Meskipun tidak bekerja untukku, aku tetap akan membawamu ke sini setidaknya sekali. Kita hidup di Dunia Naga, maka kita harus berinteraksi dengan naga. Tidak ada salahnya kau mengenal mereka.” kata Dola-sama, lalu kami menuju ke belakang bangunan. Ceruk bangunan itu lebih besar dari yang terlihat dari luar. Dalam perjalanan, aku menanyakan beberapa hal pada Dola-sama. "Mengapa Dola-sama mempekerjakanku?” "Saat mendengar pembicaraanmu dengan Dewa Naga, kurasa pekerjaan inilah yang paling cocok untukmu.” "Cocok?" "Seorang pelatih Naga Merah tidak boleh melihat mereka sebagai mangsa.” Sepertinya pelatih naga adalah profesi khusus. Kenyataannya, Naga Merah kebanyakan dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi Ras Naga. Sedangkan, jika kau ingin melatih naga, maka kau harus menerimanya sebagai partner, atau bahkan teman. Tidak banyak orang yang bisa melihat bahan makanan sebagai temannya. Kalau dianalogikan dengan dunia ini, hubungan mereka seperti seorang ksatria dengan kuda kesayangannya. Meskipun tempat ini untuk latihan, namun ada kegunaan lainnya. Seperti, tempat mengobati naga yang terluka, bahkan sarang untuk berkembang biak. Singkatnya, ini tempat bagi para prajurit naga berinteraksi dengan naga-naganya. Dunia Naga adalah dunia yang keras. Dalam pertempuran, Naga Merah sekalipun bisa mati. Oleh karena itu, banyak orang menghargai pekerjaan Dola-sama ini. Tentu saja, naga yang sudah terluka parah tidak bisa disembuhkan begitu saja. Tapi berkat kerja keras Dola-sama, angka kematian Naga Merah bisa ditekan. Mungkin, inilah satu-satunya tempat dimana orang yang menyelamatkan naga dihargai. Memang begitulah Ras Naga, mereka akan menghargai kerja keras seseorang. Karena tidak berasal dari dunia ini, maka aku tidak punya sejarah dengan Naga Merah. Itulah kenapa Dola-sama bilang inilah pekerjaan yang cocok untukku. 62



Kalau aku bisa menjinakkan banyak naga, mungkin namaku akan dikenal sampai pelosok negeri. Ini juga bukan pekerjaan yang mewah, jadi tidak banyak saingannya. "Lagipula, kau adalah muridku yang berbakat, jadi aku ingin terus mendidikmu.” "... aku merasa tersanjung, Dola-sama.” Aku sedikit malu dipuji oleh Dola-sama, tapi dia hanya membuang muka dan terus menuju ke ujung lorong. Setelah beberapa saat melewati lorong sempit, akhirnya kami tiba di lorong yang lebih besar. Lorong itu cukup lebar untuk dilewati Naga Merah. Ada banyak kandang pada lorong tersebut, dan di dalamnya ada reptil yang sedang meringkuk. "Itu Naga Merah." "... Sangat tenang, bukan?" Naga Merah adalah naga yang ganas. Mereka akan menyerang siapapun yang menjamah wilayahnya, lalu memakannya. Namun, Naga Merah di kandang itu hampir tidak bereaksi saat kami mendekat. Dia hanya memandangiku dan Dola-sama dengan tatapan kosong. Ini adalah pertama kalinya aku melihat Naga Merah sungguhan dari dekat, tapi itu sangat berbeda dari apa yang kupikirkan sebelumnya. "Yang ini sudah dilatih. Di sana banyak naga yang masih liar.” "Begitu ya ... jadi, pertama-tama apa yang harus kulakukan?” "Pekerjaan pemula dari dulu sama.” Aku mengikuti Dola-sama semakin dalam menyusuri lorong. Kemudian, seperti yang dikatakan Dola-sama, auman naga terdengar semakin keras. Aku juga mendengar suara riuh seperti kepakan sayap. Kandang yang kulihat juga semakin tampak kokoh. Itu jelas, karena apa yang ditahan di dalamnya juga semakin berbahaya. Beberapa naga menggeram, dan mencoba mengintimidasi orang yang mendekatinya. Ketika Dola-sama balas menatap, mereka segera tenang. "Area ini berisi naga-naga yang sudah kami latih selama beberapa tahun, tapi mereka masih agak liar. Begitu tahu bahwa Ras Naga bukanlah mangsa, mereka akan dipindah ke area sebelumnya. Kemudian, perlahan-lahan kita kirim mereka ke Kayos. Sedangkan, area paling ujung berisi naga yang baru saja dilatih. Mereka lah yang terbuas.” "Pekerjaanku adalah melatih mereka, kan?" Aku berkata begitu karena sepertinya aku akan dibawa ke area terdalam. 63



Tapi Dola-sama justru menegurku. "Dasar bodoh. Aku tidak bisa membiarkan pemula melatih naga terbuas. Sini.....” Kemudian, Dola-sama membawaku melewati jalan di antara kandang. Saat itu, aku mendengarkan raungan yang mengerikan. Mungkin itu naga liar. Raungan reptil raksasa itu dapat membuat bulu kudukmu berdiri. Jika mendengarnya lebih dekat, lututmu akan semakin lemas. Meskipun sudah sering memburu monster di Dunia Iblis, aku membeku sesaat ketika melihatnya. Jelas saja, karena naga jauh lebih mengerikan daripada monster-monster Dunia Iblis. Jika tidak bersama Dola-sama, mungkin kakiku tidak akan bisa kugerakkan. Dola-sama menatapku tajam. Dia mengamatiku dengan tatapan dinginnya seperti biasa. "Ada apa? Kau Takut?" "Tidak, hanya terkejut." "Bagus. Jika tidak terbiasa dengan naga, maka mustahil kau bisa melakukan pekerjaanmu.” Aku harus bekerja dengan baik. Ini bukanlah pekerjaan sepele. Aku tidak bisa meremehkannya. Tapi, kurasa ini lebih aman daripada bertarung sebagai prajurit. ♦ Aku dibawa ke kandang Naga Merah lainnya. Tapi yang ini jauh lebih kecil. Waktu itu, aku mengira naga itu masih kecil. Si naga tampak gelisah, menggeram, dan bernapas dengan keras. Dia tampak sangat waspada dengan kedatangan kami, sampai-sampai meringkuk di dekat dinding. Sepertinya naga ini punya masalah. "Kau lah yang akan melatih naga ini." "Ya!" "Aku tidak akan mengajarimu apa pun. Yang jelas, kau harus dekat dengan naga yang kau latih.” Sebelumnya, Dola-sama selalu mengajariku selangkah demi selangkah, kecuali latihan terbang. Tapi sekarang tidak lagi. 64



Aku jadi merasa dicampakkan. Tapi dia tidak salah, karena latihanku sudah berakhir, jadi hubungan guru dan murid juga berakhir. Sekarang, aku hanyalah anak buahnya, maka aku harus menyelesaikan masalahku sendiri. "Kalau kau sudah menyerah melatihnya, naga ini boleh kau bunuh.” "Membunuhnya?" "Aku akan memberimu waktu sekitar setahun untuk menjinakkannya." Dola-sama hanya mengatakan itu, lalu pergi. Meninggalkan aku bersama naga yang masih meringkuk dan menggeram di sudut kandang. "Grrrrr ... Gao!" "..." Dia berusaha mengintimidasiku. Aku berpikir sejenak sambil berdiri di hadapannya. Bagaimana cara menjinakkan naga ini? Apakah aku harus mengalahkannya dulu dalam suatu pertarungan? Tapi dia begitu kecil, Ras Naga manapun bisa mengalahkan naga sekecil ini. Mereka bisa dengan mudah menghajarnya, lalu membawanya ke sini. Meskipun begitu, kelihatannya dia masih buas, jadi dia tidak paham perbedaan kekuatan di antara kita. Kurasa, tidak ada gunanya kuhajar naga ini. "..." Setelah berpikir sejenak, aku pun meninggalkan kandang itu. Aku kembali menyusuri lorong, lalu menyapa Ras Naga yang seliweran. Kami saling bertegur sapa, namun dia terlihat curiga padaku. "Halo, mulai hari ini aku juga bekerja untuk Dola-sama. Namaku, Laplace.” "... kau baru ya? Aku Gala." "Gala-san, bolehkah aku menanyakan sesuatu?" Inikah saat yang tepat meminta bantuan dari senior? Mungkin tidak. Dola-sama menyuruhku menjinakkan naga itu dengan usahaku sendiri. Jika meminta bantuan senior, itu artinya aku menyalahi perintahnya. Tapi, sepertinya ada beberapa informasi yang berguna dari si senior ini. 65



"Di mana aku bisa mendepatkan makanan untuk naga itu?" "Oh, di sana--" Bagus. Simpel kan? Semua hewan peliharaan butuh makan, jadi aku harus tahu di mana mendapatkannya. Bahkan di alam liar, makanan berarti hidup dan mati. Waktu aku sendirian pun, hidupku kuhabiskan hanya dengan mencari makan. Jadi........ pertama-tama, makanan itu penting. Mengikuti arahan Gala, aku menuju ke gudang makanan, lalu mengambil beberapa dari orang bertugas di sana. Aku pun mendapatkan sepotong daging Naga Merah besar. Ya.... naga-naga itu kanibal. Sedangkan kami tidak. Ras Naga tidak pernah memakan sesama. Itulah yang membedakan kami dengan hewan buas. Lalu, aku kembali ke kandang naga kecil itu dengan daging di tangan. Pertama, isi perutnya, Itu adalah langkah penting pertama. "Gugaaaaa!" Namun, naga itu hanya menatapku dan menggeram. Seolah berkata, "Aku tidak butuh itu, pergilah!" Bahkan ketika aku meletakkan daging di depannya, kelihatannya dia tidak tertarik. Sepertinya dia tidak mau memakan apapun yang kuberikan. Mungkin, dia mengira aku telah menaburi racun pada daging ini. "... gagal." Apakah aku menyerah? Tadinya aku pikir bisa mendekatinya setelah kenyang. Tampaknya, logikaku dari Dunia Iblis tidak bisa diterapkan di sini. Tapi, mana mungkin aku menyerah secepat itu. "Oh ya!" Ada hal lain yang patut dicoba. Ada cara untuk menarik perhatiannya. "Ayo beri dia nama." 66



Nama ya........... Ya, sebuah nama. Kupikir, nama penting untuk mempererat hubungan. Aku pun begitu, setelah Dewa Naga memberiku nama, rasanya aku menjadi seseorang yang spesial. Jujur, waktu itu aku merasa seperti terlahir kembali. Maka, aku harus melakukan hal yang sama padanya. Sebenarnya, Ras Naga tidak biasa menamai naga mereka. Bagi mereka, naga hanyalah hewan, atau bahkan bahan makanan. Kami membedakannya secara spesies, tapi tidak secara individu. "Namamu adalah..." Tapi.... ini pertama kalinya aku menamai sesuatu. Tak kunjung memikirkan nama, naga itu pun menggeram lagi. "Gooh!" Apakah aku tampak lemah karena ragu-ragu? Naga itu tiba-tiba melompat dan menyerangku. "Tahan..........." Aku meraih rahang atasnya dengan mudah. Dibandingkan dengan kecepatan Dola-sama, naga yang ketakutan ini jelas tidak ada apa-apanya. Mungkin karena dia kecil. Kalau menghadapi yang besar, lain lagi ceritanya. Lagipula, saat itu aku sudah mengerti bagaimana mengendalikan Touki Naga. Meskipun aku belum bisa menggunakan kekuatan penuhku, itu cukup untuk menangani naga kecil. Kelemahan naga adalah rahang atasnya. Jika kau bisa memegangnya, maka dia tidak akan bergerak. Meskipun mencoba melepaskan diri dari genggamanku, atau menggigit tanganku, itu tidak akan berhasil. Sepertinya naga ini sudah pernah dilatih, karena dia terlihat seperti trauma. Karena takut sakit, ia mengepakkan sayapnya dan mencoba melarikan diri. Tapi dia tidak bisa bergerak. Selama rahang atas dimatikan, tak peduli sekeras apa dia meronta, menggerakkan tubuh, dan berputar, itu percuma saja. Akhirnya dia lelah, dan berhenti bergerak.



67



Saat itu juga, aku memikirkan sesuatu. "Saleact ... Ya, namamu Saleact." Saat aku mengatakan itu, si naga perlahan menatapku. Sepertinya dia terheran dengan penampilanku yang berbeda dari Ras Naga biasanya, dengan rambut hijau mengerikan. Lalu, aku mengulangi memanggil namanya, "Saleact." Tentu dia tidak mengerti apa yang kukatakan. Tapi aku terus memanggilnya. "Gugu ..." Naga Merah adalah makhluk ganas tapi cerdas. Sepertinya, si kecil juga demikian. Dia mengerti kalau aku sedang memanggil namanya. Tidak hanya itu, tampaknya si naga juga tahu bahwa dia tidak bisa mengalahkanku. Aku coba mendekat, tapi Saleact meringkuk di sudut kandang lagi. Dengan ekor tertekuk, dia hanya menatapku dengan mata yang mengerikan. "Saleact. Makanan. Makan." Aku menyodorkan makanan lagi pada si naga yang masih ragu. Sepotong daging besar temannya sendiri. "Grrrrr ... Gao!" Saleact menatapnya, lalu menatapku, dan meraung lagi. Meskipun tahu tidak bisa mengalahkanku, dia tetap tidak mau kalah. Yahh, pekerjaan ini memang tidak mudah. Kalau mudah, pasti sudah banyak yang melakukannya. Akhirnya, dia sama sekali tidak makan daging hari itu. Dia hanya menungguku pergi. Aku mulai mengerti apa yang dimaksud Dola-sama dengan, mendekati naga dan memahaminya. Naga adalah makhluk keras kepala yang secara naluriah tidak mau tunduk pada Ras Naga. Mereka tidak suka dijinakkan dan ditunggangi Ras Naga, jadi kau harus mendekati dan memahaminya terlebih dahulu. Dengan kata lain, aku harus bersahabat dengan Saleact dulu. Dan proses itu tidak sebentar. Sehari, dua hari, bahkan sampai dagingnya busuk, dia tidak memakannya. Lalu, aku pun membuang daging itu ke tempat sampah. 68



Menurutmu, apa yang harus kulakukan setelahnya? Aku mengambil sepotong daging baru dan meletakkannya lagi di depan Saleact. Sebenarnya itu tindakan bodoh, namun kulakukan berulang-ulang. Yahh, mau bagaimana lagi. Karena ini pekerjaan yang ditugaskan Dola-sama untukku. Aku tidak akan menyerah sampai akhir. Sayangnya, aku masih tidak tahu bagaimana caranya. Aku berniat mencoba beberapa hal, tetapi itu hanya akan berhasil setelah Saleact mulai makan. Harusnya dia ingin makan. Dia pasti lapar, dan aku sendiri tahu betapa menyiksanya rasa lapar itu. Tapi Saleact belum juga makan. Setelah tiga, empat, lima hari masih belum ada kemajuan. Aku juga tidak makan. Aku berpuasa bersama Saleact, dan hanya mengganti daging itu hari demi hari. Ini jadi mirip pertandingan siapa yang buka puasa terlebih dulu. ♦ Sudah berapa hari berlalu? Hari ini pun kuperiksa dagingnya. Apakah dia sudah memakannya, atau setidaknya menggigitnya........ tidak. Dia masih kuat menahan lapar. Tapi aku tahu menahan lapar ada batasnya. Dia terlihat begitu lemas, dan hanya rebahan di pojok kandang. Meski begitu, matanya yang cerah masih kuat menatapku, tapi tidak lagi mengintimidasi. Di sisi lain, aku masih baik-baik saja. Entah karena darah Ras Iblis atau Ras Naga di nadiku, yang jelas aku bisa melalui ratusan hari tanpa makan sedikit pun. Tapi ini masih membuatku heran. Aku tidak mengira Saleact masih menolak makanannya meskipun sudah lapar parah. Itu sulit dipercaya bahkan olehku yang tahu betul sakitnya kelaparan. Aku salut padanya. Kelaparan tidak membuatnya menyerah. 69



Aku penasaran seberapa tinggi harga diri naga ini. Andaikan diberi pilihan mengkhianati Dewa Naga atau makanan, tentu aku akan melakukan hal yang sama. Lebih baik aku mati daripada memilih yang pertama. Tapi, nyatanya tidak banyak orang mampu melakukannya. Aku pun memutuskan untuk mengamati naga ini sampai mati. Dola-sama pernah bilang aku boleh membunuh naga ini jika tidak patuh. Perintah Dola-sama setara dengan perintah Dewa Naga, maka itu mutlak. Kalau naga ini lebih mementingkan harga diri ketimbang hidupnya, maka biarlah dia mati dengan membela harga diri itu. "Selamat tinggal, Saleact. Aku tidak akan pernah melupakan harga dirimu, jadi biarkan aku menjadi saksi kematianmu.” Aku pun duduk di samping Saleact. Mungkin perpisahan ini tidak begitu menyentuh, tapi setidaknya aku berada di sisinya. Namun, saat itulah....... Saleact dan aku saling bertatap muka. Cukup lama, mungkin sekitar satu sampai dua jam. Saleact terus menatapku. Mau sampai kapan seperti itu? Sampai si naga mati dan menutup matanya? "Ku ..." Namun........ Akhirnya Saleact mengalihkan pandangannya. Seolah dia tidak kuasa lagi menatapku. Lalu, dia melihat daging yang hari ini sudah kuganti. Dengan gerakan lemas dia menggeser lehernya mendekati daging itu. Dia pun mencoba memakannya. Aku tidak mengerti apa yang dia rasakan saat itu. Dia tidak lagi membela harga dirinya, dan akhirnya memilih hidup. Dia ingin hidup. Tapi, dia hampir mati. Gigi-giginya yang tajam hampir tidak kuasa mengoyak daging itu. Dia bahkan tidak bisa mengunyah. 70



Aku segera bertindak. Kuambil potongan daging itu, lalu mengunyahkannya untuk si naga. Dagingnya keras dan berserat, tapi rahang dan gigiku cukup kuat mengoyaknya. Setelah empuk, kusuapkan daging itu ke mulut Saleact. Perlahan, dengan lemah lembut, Saleact menelan daging yang sudah kulunakkan. Setelah memastikan dia menelannya, kukunyah beberapa potong daging, lalu kusuapkan lagi ke mulut Saleact. Saat mengunyah daging, aku juga merasa lapar. Jadi, terkadang aku menelannya sendiri. Setelah diulang beberapa kali, dagingnya pun habis. Aku segera berlari ke kios makanan, dan mengambil potongan lainnya. Pada saat itu, Saleact telah mendapatkan kembali kekuatannya. Dia belum kuat berdiri, tapi tampak lebih segar dari sebelumnya, dan tatapan matanya pun kembali tajam. Mungkin dia terlalu cepat mencernanya, tapi memang begitulah naga. Mereka punya sistem pencernaan yang berbeda. Mengabaikan itu, aku mengambil sepotong daging di tanganku, mengunyahnya, dan menelannya. Lalu, aku menyodorkan daging yang tersisa pada Saleact. Melihatku makan dengan lahap, membuatnya ingin melakukan hal serupa. Dengan ragu-ragu, dia menjulurkan lehernya dan menjilat daging itu. Rasanya enak, meskipun sedikit bercampur dengan air liurku. Setelah menjilatnya sedikit, tampaknya Saleact tahu betapa keroncongan perutnya, lalu dia pun memakannya dengan lahap. Sembari mencengkram daging dengan kaki depannya, dia menggigit otot yang keras dengan taringnya, lalu mengunyah, menghancurkan, bahkan menelan tulangnya. Saleact asyik makan tanpa menghiraukanku. Tiba-tiba dia menatapku lagi. Aku juga sedang asyik makan, sambil sesekali mengamatinya. Dengan perlahan, dia menyodorkan daging yang sudah empuk padaku. Aku terdiam beberapa detik, lalu kugigit dan kumakan daging pemberiannya itu. Awalnya aku tidak tahu maksudnya, tapi aku segera menyadari bahwa dia ingin makan bersamaku. Kemudian, setelah makan beberapa kali, aku mengoper kembali daging itu padanya.



71



Saleact menggeram gembira, mengunyah daging, dan setelah beberapa gigitan, mengoper balik padaku. Setelah beberapa kali saling oper makanan, dagingnya pun habis. Lalu, aku meletakkan tangan di kepala Saleact, dan berkata........ "Saleact. Aku akan membesarkanmu." Tentu saja Saleact tidak paham bahasa Ras Naga. Tapi, entah kenapa seolah dia memahami perkataanku. Mulai hari itu, Saleact tidak lagi takut padaku. Itulah tugas sekaligus prestasi terbesar pertamaku. Tahukah kamu? Seseorang semakin kuat karena kegagalan, tapi kegagalan saja tidak cukup mengembangkan seseorang. Hanya kesuksesan yang bisa memotivasi seseorang, meskipun hanya datang sesekali.



72



Bab 7 Pelatih Naga Setahun kemudian Dola-sama datang berkunjung. Hari itu, aku sedang merebahkan kepala Saleact di pangkuanku, sembari makan daging bersama, dan mengajarinya bicara. "Wah..... mengejutkan sekali....." Dola-sama melihat kami dengan heran. Ah tidak.... lebih dari heran, sebenarnya dia cukup terkejut. Padahal, dia bukanlah orang yang mudah terkejut. "Dola-sama ... maafkan ketidaksopananku ... aku tidak menyambut kedatanganmu!" Seperti yang kalian tahu, Dola-sama adalah orang yang sangat disiplin, jadi akupun segera bangun dan memberi hormat. "Ah tidak.... tidak masalah." Dola-sama memaafkanku begitu saja, lalu dia melihat Saleact dengan serius. Sorot matanya penuh pertanyaan. "Apa naga kecil itu sudah jinak ...?" "Gurururu ..." Melihat tatapan Dola-sama yang tajam, Saleact merespon dengan mengangkat pinggulnya, menundukkan kepala, dan menggeram untuk mengancamnya. "Hentikan.... dia bosku, Dola-sama.” Saleact segera tenang saat kukatakan itu. Tapi, tatapan matanya masih penuh ancaman. Aku sudah berteman dengan Saleact. Tapi, bukan berarti Saleact sudah siap ditunggangi. Setidaknya, si naga tidak lagi takut padaku. Saleact sudah mengenaliku sebagai orang yang tidak berbahaya, namun lain ceritanya dengan Ras Naga lainnya. Pekerja-pekerja lain di tempat ini juga sudah mengetahuinya. Biasanya, jika seekor naga sudah jinak pada seorang Ras Naga, maka dia akan patuh pada Ras Naga lainnya. Tapi Saleact tidak begitu. "Maaf Dola-sama, dia hanya patuh padaku ..." 73



"Baiklah. Jadi kau bisa berteman dengannya hanya dalam setahun. Apa saja yang kau lakukan padanya?” "Aku mengajaknya makan bersama, dan tidur bersama.” "Itu saja ...? Mengapa dia bisa sejinak itu padamu...." Dola-sama melihat Saleact dengan bingung. Sedangkan si naga begitu gugup di depannya. Aku sedang berbaring bersamanya, jadi aku juga bisa merasakannya. Ada ketakutan yang dipancarkan naga ini. "Sebenarnya dia hanya ketakutan. Jika terus-terusan diberi makan, maka lambat-laun dia akan terbuka pada si pemberi makanan. "... jadi begitu ya caramu......" "Ya, aku terus-terusan memberinya makan.” Sebenarnya saat itu, tidak hanya Saleact saja, tapi dua naga lainnya juga sudah besar. Ada dua naga lain di samping Saleact. Keduanya lebih besar darinya. Pelatih lainnya juga memberi mereka makan, mirip seperti yang kulakukan pada Saleact. Mereka pun segera jinak, kemudian dipindahkan ke kandang lain. Namun Saleact berbeda. Mungkin dia adalah Naga Merah yang paling sulit dibujuk di sini. "Ini pertama kali aku melihatnya....” Dola-sama berpikir sejenak setelah mendengar laporanku. Mungkin dia terkesan dengan caraku melatih Saleact. Mungkin Dola-sama pernah melakukan cara serupa, tapi gagal. Bukan berarti aku lebih mahir dari Dola-sama. Tapi, kebetulan saja caraku berhasil. Jadi, apapun caramu, semuanya layak dicoba. Kalau dipikir-pikir, cara Dola-sama memang berbeda dari caraku. Metodenya lebih kasar. Biasanya Dola-sama akan mulai dengan memprovokasi naga, membiarkannya menyerang, kemudian mengalahkannya. Barulah setelah itu si naga diajari komunikasi dengan Ras Naga. Itu akan memberi efek jera pada naga, kemudian mematuhi kita. Tapi, selalu ada naga yang tidak seperti itu. Seperti halnya manusia, setiap individu berbeda. Mereka cenderung berusaha kabur dari lawan yang mengerikan. 74



Itu artinya, jika si naga takut padamu, maka akan semakin sulit dijinakkan. Itulah sebabnya naga seperti Saleact tidak pernah mau tunduk pada pelatihnya. Menjinakkan suatu makhluk tidaklah semudah menghajarnya sampai patuh. Lalu, jika si naga tidak kunjung patuh, mereka akan membunuhnya. Bukankah itu kejam? Aku baru menyadari itu karena sekarang aku hidup damai. Intinya, kekerasan tidak selalu menjadi solusi jika ingin membangun hubungan dengan makhluk apapun. Jika kau salah melatihnya, Naga Merah akan menjadi musuhmu selamanya. Jika kau membiarkan Naga Merah melarikan diri, maka akan membahayakan orang lain. Dan jika kau membunuhnya, maka itu tidak menyelesaikan masalah. Sebenarnya itu pekerjaan yang sederhana, tapi tidak mudah. Akan lebih baik bila kita mengamati terlebih dahulu bagaimana sifat seekor naga yang akan dilatih. Dari situlah kita akan mendapati beberapa pilihan. Namun, membunuh naga yang gagal dilatih adalah tugas paling menakutkan. Itu juga melelahkan karena berarti semua usaha selama ini berakhir sia-sia. Dola-sama menyadari hal itu, sehingga dia menguji pelatih baru dengan naga yang sulit dilatih. Dola-sama ingin melihat bagaimana caraku mengatasi naga yang gagal dilatih. Jika si pelatih baru tidak pintar membaca situasi, bisa-bisa naga yang dia latih membunuh, atau bahkan memakannya. Kemudian si naga dibunuh. Aksi saling bunuh ini akan menjadi lingkaran setan. Naga, monster, dan hewan buas biasa disamakan, namun sebenarnya mereka berbeda. Entah kenapa, aku seakan bisa memahami perasaan naga. Namun tidak untuk monster dan hewan buas. Mungkin sebagiannya karena pengalamanku di Dunia Iblsi dulu. Aku bisa merasakan jika naga ketakutan. Dan aku bisa menenangkannya tanpa kekerasan. Tapi, bahasa kami berbeda, jadi aku tidak tahu apakah itu hanya perasaanku saja, atau aku benarbenar memahaminya. “Baiklah......” Dola-sama tampak khawatir, lalu dia menepukku. "Untuk selanjutnya, kau urus naga-naga yang ditempatkan di kandang ini."



75



Itulah tugasku selanjutnya. Bukankah itu bagus? Aku sudah berprestasi, kan? Ah itu tidak penting, pokoknya aku bisa berkontribusi untuk Dewa Naga dan Ras Naga, bagiku itu sudah cukup. Begitulah Dola-sama selalu mengajariku, pertama mengabdilah untuk Dewa Naga, lalu Ras Naga, dan Dunia Naga. Kami punya kebanggaan tersendiri mengabdi pada mereka. "Latihlah naga sebanyak mungkin." Awalnya Dola-sama tidak memberitahu kandang apakah ini. Tapi, akhirnya aku tahu bahwa inilah kandang untuk naga-naga yang siap dibunuh karena sulit dilatih. Kalau dipikir-pikir, berat juga tugasku. Aku harus merubah kebiasaan membunuh naga tidak patuh yang selama ini sudah mereka lakukan. Maka, tujuanku adalah mengusahakan agar naga-naga ini tetap hidup. ♦ Sejak hari itu, pekerjaanku semakin sibuk. Sebetulnya tidak banyak naga yang kulatih, tapi Dola-sama mengirimkan naga dari berbagai daerah di Dunia Naga. Mereka ketakutan, terintimidasi, dan mencoba melarikan diri ketika melihatku. Beberapa naga terluka parah dan hampir mati, itu menunjukkan betapa keras latihan yang mereka terima sebelumnya. Aku tidak bisa bersahabat dengan mereka semua. Tak peduli betapa keras kucoba, ada saja naga yang tidak memahami maksudku. Saleact pun terlihat membantu mereka. Dia mendekati naga-naga itu, dan mengatakan sesuatu pada mereka yang tidak kupahami. Aku bisa saja mengajarinya bahasa Ras Naga, tapi mana mungkin dia mengajariku bahasa naga. Yang jelas, dia pasti mengatakan sesuatu pada naga-naga baru tersebut. Terkadang, tidak hanya percapakan, tapi dia menggerak-gerakkan ekornya pertanda berkomunikasi. Mungkin itu cara dia meyakinkan teman-temannya bahwa pelatih di sini tidak jahat. Katanya, Naga Merah menggerakkan ekornya untuk menunjukkan ketenangan. Namun, pada saat itu aku tidak tahu. Malahan, awalnya aku mengira bahwa itu pertanda Saleact ingin cari pacar. 76



Saleact jauh lebih mahir menenangkan orang lain. Eh tidak......... maksudku naga lain. Beberapa naga tampak semakin terkendali setelah berkomunikasi dengan Saleact. Bahkan setelah dicoba berlatih, naga-naga ini tampak tidak canggung dan mulai terbiasa dengan kami. Harusnya itu mustahil bagi naga-naga yang sudah biasa dilatih dengan kekerasan. Tampaknya, aku bisa bekerjasama dengan Saleact dalam menjinakkan naga-naga lain. Namun, Saleact sendiri tidak menyukai siapapun di pusat pelatihan naga ini, kecuali aku. Itu menjadi poin plus untukku. Mulai berkembang rumor tentang pelatih naga baru yang bisa menjinakkan naga-naga bandel. Kemudian, datanglah seorang junior yang ingin belajar dariku. Aku pun mengajarinya cara yang selama ini kulakukan pada Saleact dan teman-temannya. Aku tidak pernah berniat merahasiakan trik-trikku. Tapi, bukan berarti mereka bisa meniru caraku dengan baik. Untungnya, data menunjukkan bahwa naga yang terbunuh semakin berkurang. Metode pelatihan naga pun berubah setelahnya. Cara-caraku mulai dimuat dalam buku diktat pelatihan naga. Berapa lama proses itu berlangsung. Yang pasti lebih dari ratusan tahun. Tak lama kemudian aku dipromosikan sebagai kepala pelatih khusus bagi naga-naga yang gagal dilatih, dan aku punya beberapa anak buah. Aku mulai menjadi pusat perhatian. Kata mereka, seorang pria blasteran Ras Naga dan Iblis begitu mahir melatih naga. Dia adalah anak angkat Dewa Naga, dan murid Dola Sang Jenderal Naga. Para pelatih lain mulai meniru caranya melatih naga. Wah..... wah..... wah.... Terserah lah, tapi setidaknya itu membuatku bangga saat pulang ke kediaman Dewa Naga. Aku sudah berkontribusi untuk Ras Naga, meskipun hanya menjadi pelatih naga. Setiap hari aku menceritakan pengalamanku melatih naga pada Dewa Naga, Lunaria-sama, dan para pelayan. Hari-hari itu cukup menyenangkan. Aku semakin menyukai naga, dan semakin banyak naga patuh padaku. 77



Lunaria-sama dan Dewa Naga juga bangga. Akhirnya, hari-hari dimana aku berprestasi datang. ♦ Ekspresi wajah Rostelina berubah. Dia sedang menggembungkan pipinya. "Kenapa?" “Apakah sekarang Shishou masih sebahagia saat itu?” Sekarang aku hidup sederhana. Jika ada keperluan, beberapa kali aku turun gunung, tapi aku menghabiskan sebagian besar waktuku dengan menulis buku di ruanganku. Dengan kata lain, sekarang kolegaku hanya Rostelina. "Hmm ... begini, Rostelina....... sekarang keadaannya sudah jauh berbeda. Jadi tidak adil jika aku membandingkannya dengan saat itu.” "..." Rostelina terlihat murung. Tapi... lihatlah dirimu. Kau bahagia tidak tinggal bersamaku? Jika bahagia, maka aku pun bahagia. Jika tidak, maka kemasi barang-barangmu, dan pergilah besok pagi. "Tapi, Rostelina......." "Ya……" "Seperti yang sudah kuceritakan, aku tidak ingin hidup sendiri. Kesepian adalah hal paling menyedihkan bagiku. Aku tidak akan tahan hidup sendiri seperti saat bertahan di Dunia Iblis dulu.” "!" "Jadi, aku bersyukur kau di sini, Rostelina." "Baik! Shishou!" Ekspresi Rostelina berubah cerah. Dia berpikir telah melakukan sesuatu bagiku. Pasti dia senang mendengar pengakuanku barusan. "Tapi Shishou..... aku punya satu pertanyaan.” "Apa, Rostelina?" "Tadi aku kan ingin dengar cerita tentang Tuan Naga. Lha mana ceritanya?” "Ah?" 78



Aku pun menggaruk kepalaku kebingungan. Ampun deh nih orang, jadi kau belum paham ya......... "Apa yang kau katakan, Rostelina. Dari tadi aku menceritakannya.” "?" "Naga di belakang rumah kita, sekaligus naga penguasa daerah ini.... dia adalah Saleact.” "Wow!" Rostelina berteriak. Dia pun tampak malu. Jadi, sejak tadi kau pikir aku menceritakan naga lain? Yahh, mungkin ceritaku kurang jelas. Ya.... naga pemalas dan suka tidur itu adalah naga pertama yang berhasil kujinakkan, sekaligus teman pertamaku, dia lah Saleact. "Jadi..... Tuan Naga adalah Saleact!?" "Tepat sekali." Lagipula, beberapa kali aku memanggil namanya, Saleact. Kau tidak pernah menyadarinya? Lihat, dia tampak semakin terkejut. "Sekarang dia sudah menjadi raja. Jadi, kau boleh menyebutnya Raja Naga Merah Saleact.” Saat kukatakan itu, raungan Saleact bisa terdengar dari belakang rumah. Jadi, aku mendengarnya ya....... "Ha ha ha, sudah paham belum......?" "Huh...... aku baru tahu kalau Tuan Naga sudah lama bersamamu.” "Itulah kenapa aku begitu dekat dengannya, Rostelina.” "Ya, Shishou!" Rostelina tampak kembali bersemangat. "Ah?" Aku pun melihat ke luar jendela. Bulan purnama sudah menggantung di langit. Tak terasa hari sudah malam. "Maafkan aku, Rostelina. Aku mau keluar sebentar. Besok kulanjutkan lagi ceritanya.” "Siap, Shishou!" Rostelina tidak lagi mengatakan apapun. 79



Dia adalah Ras Elf Bekuping Panjang. Umurnya panjang, tapi mungkin tidak sepanjang umurku. Tapi yang jelas, kami masih punya banyak waktu untuk berbagi cerita. Meskipun kukatakan ‘keluar sebentar’, pastinya dia tahu itu cukup lama. "Baiklah.... kalau begitu, aku mau tidur saja.” Dia tampak ngantuk. Rostelina pun menuju ke kamarnya.



80



Bab 8 Insiden Pada rumah yang tampak biasa di Gunung Raungan Naga..... Si gadis juga membawa sesuatu hari ini. Apa itu? Air? Daging? Jika diperhatikan, dia membawa sesuatu yang berbeda dari biasanya. "Fiuh ..." Itu sebuah buku. Dia membawa buku dari suatu ruangan ke ruangan lainnya. Apakah dia sedang mengerjai Shishou-nya? Tidak. Rupanya dia sedang mengeringkan buku itu di tempat teduh. Kertas-kertas di buku Laplace terbuat dari kulit naga, dan itu sangat awet dan kuat. Kertas itu bisa tahan ratusan tahun tanpa menjadi lapuk. Namun, jika terkena kelembapan dan serangan serangga, buku itu masih bisa rusak. Itulah sebabnya buku itu perlu dikeringkan di tempat teduh secara berkala. "Hmm, mungkin sudah cukup untuk hari ini, ya?" Sayangnya, buku Laplace begitu banyak. Tidak mungkin baginya mengeringkan semua buku itu dalam sehari. Jadi, setiap bulan gadis itu mengeringkan setiap rak, satu per satu. "Fiuh! Aku lelah ..." Rostelina meregangkan tubuh, lalu menggertakkan pinggulnya beberapa kali. Saat ini, satu rak penuh buku berjajar di hadapannya. Semuanya buku tua. Hari ini, dia mengeringkan koleksi buku-buku tertua. "..." Tiba-tiba ada satu buku yang menarik perhatian Rostenila. 81



"Buka apa ini?" Sejauh Rostelina tahu, kegiatan Laplace hanyalah tiga hal : Keluar rumah, ngobrol bersamanya, dan menulis sesuatu. Kalau siang, Laplace jarang mengobrol bersamanya. Kalau sedang di rumah, dia selalu menghabiskan waktu dengan menulis buku. Dia tidak makan atau tidur, hanya terus-menerus menulis. Jadi, agaknya kegiatan itu sangat-sangat penting. "Hmm?" Rostelina tidak pernah dilarang membaca buku-buku itu yang berjajar di rumah. Malahan, Laplace memperbolehkannya membaca semuanya, dan kalau terlalu kotor bisa dibakar. "... aku tidak mengerti........" Sayangnya, huruf yang ditulis Laplace tidak dipahami Rostelina. Tulisan yang dipahami Rostelina adalah Bahasa Manusia. Itu adalah bahasa yang umum digunakan siapapun di benua ini. Tetapi buku tua ini ditulis dalam bahasa yang berbeda. Memang, Laplace pernah bilang bahwa itu adalah Bahasa Dewa Naga Kuno. Dia pun tidak bisa membacanya. Kalau saja ditulis dengan bahasa yang kumengerti, aku pasti mau membacanya. Tapi belakangan ini Laplace mulai menulis buku dengan Bahasa Manusia. Mungkin dia pikir lebih praktis menulis dengan Bahasa Manusia, daripada menggunakan bahasa yang sudah lama hilang. Tapi mengapa buku-buku lama ini tidak ditulis ulang dengan Bahasa Manusia? Apakah terlalu merepotkan? "…Ah" Saat itu, Rostelina melihat sebuah buku di antara jajaran buku lain. Itulah satu-satunya buku yang ditulis dengan Bahasa Manusia pada rak ini. "Panduan Terjemahan Bahasa Dewa Naga Kuno ..." Nah, itulah jawabannya. Orang bijak seperti Laplace lebih memilih menulis kamus, daripada menulis ulang buku-buku lama dengan Bahasa Manusia. "Apakah kamus ini bisa kugunakan untuk membaca buku-buku lainnya?" Kemudian, Rostelina mengambil buku yang tampak tua. Bentuknya pun sudah usang, sepertinya buku itu dibuat saat awal-awal Laplace menulis. 82



Dengan bantuan kamus tadi, dia membaca judulnya dengan perlahan, kata demi kata. “Na...........ga......... oh, naga toh.... Jen....deral......Na....Ga.... Misi ke-32.” Setelah berjuang selama belasan menit atau lebih, Rostelina berhasil mengartikan judul buku tersebut. "Misi ke-32 Jenderal Naga.” Kurang-lebih begitulah judul sampulnya. Rostelina tahu apa yang dimaksud Jenderal Naga pada buku itu. Tapi, kenapa nama itu muncul pada buku Laplace.... Sejauh yang dia tahu, jaman dahulu kala ada lima Jenderal Naga, mereka telah bersumpah setia pada Dewa Naga. Pokoknya, mereka adalah orang-orang yang paling dipercayai Dewa Naga. Laplace bekerja untuk salah satu dari mereka, Raja Naga Berzirah Dola. "Mmm?" Tapi ada pertanyaan di benak Lostellina. Laplace adalah bawahan Dola. Mengapa Laplace menulis buku tentang misi mereka? Bukankah seharusnya itu perintah? Mungkin alasannya tertulis di "Bagian 1" ... "Hmm ... kalau mengartikan kata per kata seperti ini, bisa sampai malam.” Butuh waktu lama untuk membaca judulnya saja. Setelah bersusah payah lagi, akhirnya dia berhasil membaca sekitar 10 huruf. Di hadapan si gadis terhampar ratusan buku dalam rak. Sepertinya dia harus melupakan membaca, dan memulai lagi kerjanya. "…Ah!" Tiba-tiba, Rostelina mendengar suara kepakan sepasang sayap besar. Hanya satu makhluk yang mengeluarkan suara seperti itu di dekat rumahnya. Ya, itu adalah Saleact, Naga Merah yang tinggal di belakang rumahnya. Dan Shishou-nya tersayang terlihat sedang menungganginya. Rostelina segera melompat dari tempat teduh itu untuk menyambut kedatangan Laplace. Dia segera berlari menghampiri Laplace yang baru saja masuk rumah. "Selamat datang kembali! Shishou!" "Aku kembali, Rostelina. Apakah kamu sudah selesai mengeringkan buku di tempat teduh?" 83



"Ya!" "Bagus, bagus sekali." "Hehe!" Rostelina senang sekali Laplace mengelus kepalanya. Tapi tiba-tiba dia teringat pertanyaannya. "Hei Shishou, ada sesuatu yang ingin kutahu.” "Oh ya? Apa itu?" Rostelina menjelaskan apa yang dia lihat sebelumnya. "Semua buku di rak-rak itu ditulis oleh Shishou, kan?” "Tentu saja." "Shishou bekerja pada Dola-sama, tapi kenapa Shishou menulis tentang misi Jenderal Naga? Bukankah seharusnya itu tugas untuk Dola-sama?” "Wow, Rostelina. Jadi kau bisa membaca Bahasa Dewa Naga Kuno ya. Mengesankan!” "Oh, Rostelina juga mau belajar!” Dia menjawab dengan bangga sambil membusungkan dadanya. Dia begitu bangga bisa membaca huruf itu dengan menggunakan kamus. “Fufu… karena kau sudah membacanya, jadi kau sudah tahu ya? Memang benar semua buku itu aku yang tulis.” Tapi, dia segera mengakui kalau pujian itu kurang tepat. "Ehh ... maaf. Sebenarnya aku hanya membaca judulnya saja, itupun dengan menggunakan kamus.” "Hahaha, sudah kuduga....” Laplace tertawa sembari berjalan menuju belakang rumah. Setelah meletakkan barang bawaannya di kamar, dia segera menemui Rostelina, lalu duduk di kursinya. "Ayo makan bersama sesekali. Aku lapar sekali.” "Ya, biar kumasakkan, Shishou!” Rostelina mulai menyiapkan makanan dengan senang. Menyajikan makanan untuk Laplace yang jarang makan adalah suatu kesenangan tersendiri bagi Rostelina. Laplace hanya makan saat dia benar-benar lapar, itulah kenapa dia selalu memuji masakan Rostelina. Sementara si gadis Elf menyibukkan diri di depan kompor, suara Laplace terdengar dari belakang. 84



"Aku akan menjawab pertanyaanmu tadi sembari kau masak.” Namun, nada bicara Laplace agak aneh. Terasa ada sukacita, penyesalan, dan perjuangan padanya. Laplace pun mulai bercerita kisah tentang kebanggaan dan juga kegelapan. “Saat menulis buku itu, aku sudah diangkat menjadi Jenderal Naga.” Kisah lama Laplace lainnya pun dimulai. Pada jaman dahulu kala............ ♦ Dari mana ya aku harus memulai. Ah, dari sini saja............ "Laplace," Saat menjalani hari-hariku dengan lancar, tiba-tiba Dola-sama memanggilku. Dia selalu sibuk, terbang kemana-mana, jadi dia jarang mengunjungi pusat pelatihan naga Kayos. Saat dia datang, tiba-tiba dia mengajakku latihan bertarung. Alasannya sih, dia ingin mengontrol apakah aku masih melakukan latihan fisik dengan rutin. Tapi, aku tahu alasan lainnya adalah, tidak banyak orang yang bisa menemani Dola-sama latihan bertarung. Untungnya, aku sudah cukup kuat untuk menjadi rekan tandingnya. "Hari ini kita akan latihan bertarung?” "Ya, maaf merepotkanmu.” Pada kesempatan seperti itu, aku menyerahkan pekerjaanku pada bawahan, lalu kami pergi ke tempat latihan bersama Dola-sama. Dia selalu serius menghadapiku. Akupun selalu dihajarnya sampai babak belur. Meskipun aku lawan sepadan dengannya, namun masih jauh bagiku bisa mengalahkan Lima Jenderal Naga. Tapi, dengan melawan Dola-sama secara rutin, aku bisa merasakan kemampuanku meningkat. Bukannya aku sombong, tapi hampir tidak ada prajurit naga yang bisa berlatih tanding dengan Dola-sama. Singkat cerita, setelah selesai............ "Ada yang ingin kubicarakan denganmu ..." Biasanya setelah latih tanding, kami kembali ke pekerjaan masing-masing. Tapi hari ini Dola-sama mengatakan itu dengan maksud tertentu.



85



Tentu saja, aku tidak punya alasan untuk menolak. Kami memutuskan untuk mencari tempat yang nyaman untuk berbicara di dekat tempat latihan terbang. Kenapa bicara saja perlu pergi ke tempat sejauh itu? Saat berbicara dengan Dola-sama, aku selalu teringat saat-saat dia melatihku di kediaman Dewa Naga. Namun, kali ini dia mengajakku ke tempat yang menyajikan panorama Kayos dengan jelas. "Aku sangat terkesan dengan kinerjamu belakangan ini.” "Ini karena ajaran Dola-sama." "Tidak, kamu melakukannya dengan baik bahkan untuk hal-hal yang tidak pernah kuajarkan padamu. Beberapa hari yang lalu, Maxwell menilai kerjamu sangat tinggi.” "Aku merasa tersanjung." "Jika terus seperti ini, maka kau bisa memenuhi tanggung jawabmu.” Yang dimksud tanggung jawab di sini adalah dua dari tiga alasan Dewa Naga mengadopsiku. Yaitu, mengurangi kesinisan Ras Naga pada ras blasteran, dan memperbaiki hubungan dengan Ras Iblis. Itulah pentingnya tugas melatih naga. Jika metode yang kukembangkan berhasil, maka naga tidak perlu dilatih berulang kali suatu hari nanti. Maka, pekerjaan kami jadi lebih efektif. "Aku punya satu permintaan untukmu." Aku terkejut mendengarnya. Karena dia tidak pernah meminta apapun dariku selama ini. "Tentu saja, apa itu Dola-sama?” Tentu aku bersedia. Aku hidup untuk Dewa Naga, tapi Dola-sama juga selalu kuhormati. Terlebih lagi, permintaan Dola-sama pasti sejalan dengan keinginan Dewa Naga. Aku tidak punya alasan untuk menolaknya. "Tinggalkan pekerjaanmu saat ini, lalu ambil posisiku.” "Posisi?" "Ya, aku ingin kau mengawasi semua tempat pelatihan naga di Dunia Naga.” "Kenapa tiba-tiba sekali.....?"



86



"Sebentar lagi musim kawin, jadi aku harus bertelur.” Ras Naga memiliki umur yang panjang. Kami hidup selama puluhan ribu tahun. Bukannya abadi, hanya saja umurnya yang panjang. Konsekuensinya, musim kawin Ras Naga jarang terjadi. Mungkin hanya beberapa kali selama ribuan tahun. Oleh karena itu, begitu musim kawin tiba, semua Ras Naga diwajibkan membuat keturunan. ".........selamat." "Terima kasih." "Siapa suamimu?" Tentu saja, dibutuhkan setidaknya dua orang untuk membuat bayi. Fufu, cerita ini mungkin terlalu merangsang bagi Rostelina. "Jenderal Naga Crystal. Kebetulan musim kawin kami sama ... dan Tuan Dewa Naga mengharapkan anak yang kuat dari kami.” Sayangnya, aku tidak mengenal anak-anak dari Jenderal Naga. Seolah hubungan keluarga mereka tidak begitu kuat. Mungkin itu dikernakan proses peneluran mereka. Setelah Ras Naga wanita bertelur, dia tidak mengurusnya. Telur-telur itu akan dipindah ke suatu tempat tertentu, lalu ada suster-suster yang menginkubasinya. Meskipun ada catatan yang menerangkan telur siapa itu, anak-anak Jenderal Naga tidak mendapat perlakuan khusus. Tampaknya Dola-sama sudah memiliki beberapa anak, tetapi mereka semua sudah dewasa, lalu bekerja sebagai Prajurit Naga atau Pelatih Naga. Beberapa bahkan mati saat bertempur melawan naga. Namun, sepertinya inilah pertama kalinya lahir telur dari pasangan Jenderal Naga. Logikanya, dua orang tua yang hebat akan melahirkan anak yang hebat pula. Itulah kenapa mereka dipasangkan. Ya, harapannya sih begitu. "Jadi, aku mempercayakan posisiku saat musim kawin, apakah kau bersedia?” Menggantikan posisi Dola-sama atas kepentingan Dewa Naga. Aku tidak pernah merasa begitu terhormat. Sampai-sampai aku hampir menitihkan air mata waktu itu. Aku tidak menyadari Dola-sama sangat menghargaiku.



87



"Akan kuterima dengan penuh hormat, Dola-sama.” Tentu saja, aku memberikan penghormatan tertinggi saat menerima tugas itu. ♦ Kurang-lebih 30 tahun berlalu sejak saat itu. Dola-sama mengandung, lalu dia pindah ke tempat pemijahan yang terletak beberapa kilometer dari Kayos. Aku menemaninya ke tempat itu, dan ternyata cukup bagus. Sekilas, bentuknya seperti sarang lebah. Ada beberapa ruang pribadi yang digunakan untuk Ras Naga wanita melahirkan telurnya. Suhu dan kelembapan dijaga konstan pada ruang pribadi tersebut, sehingga telur-telur itu tidak perlu dierami. Dengan kata lain, tempat itu adalah inkubator raksasa. Setelah menetas, ruangan itu berubah fungsi menjadi tempat perawatan bayi. Namun, masa kehamilan Ras Naga sangat lama. Itu juga salah satu konsekuensi hidup selama puluhan ribu tahun. Telur tinggal di dalam perut ibunya selama 50 tahun, dan perlu 50 tahun lagi dierami sampai menetas. Dan seperti ras-ras lainnya, kehamilan sangat mempengaruhi sang ibu. Ras Naga wanita sangat rentan selama masa hamil. Itulah kenapa tempat khusus ini terletak jauh dari kota. Agar mereka bisa merasa aman saat menjalani masa mengandung. Terjadi perubahan drastis pada sifat ibu hamil Ras Naga. Dola-sama menjadi begitu sensitif dan ganas. Dia tidak bisa tenang. Saat terganggu sedikit saja, dia akan menghajar siapapun di dekatnya. Sudah berkali-kali aku dihajar Dola-sama, tapi itulah pertama kali aku melihatnya begitu kejam. Sayangnya, beberapa kali aku perlu bertemu Dola-sama karena urusan kerja. Dia pun menghajarku sampai jadi ampas. Sampai-sampai bekas lukaku bertambah banyak selama 30 tahun terakhir. Untungnya, semua pekerjaan berhasil kuatasi dengan lancar. Pekerjaan sebagai pengawas semua tempat pelatihan naga di Dunia Naga. Aku selalu menunggangi Saleact saat bepergian ke tempat lain. Itu membuat hubungan pertemanan kami semakin erat. Aku juga suka mengunjungi tempat latihan bersama Saleact. Dia pun bisa berkomunikasi dengan naga lainnya. Dia pandai membujuk naga lain agar berperilaku baik. 88



Saleact sangat berguna dibawa ke tempat latihan manapun. Jujur saja, prestasiku sebagai pelatih naga selama ini sebagiannya karena andil Saleact. Karenanya, aku mulai dikenal di Dunia Naga ini. Mereka bilang, aku adalah si jenius yang mahir mendidik naga. Setelah terkenal, semakin sedikit orang yang meremehkanku. Dalam perjalanan pulang ke kediaman Dewa Naga, beberapa orang memberi salam hormat padaku. Tentu saja, masih ada beberapa orang yang tidak menyukaiku karena aku setengah Ras Iblis. Tapi mereka mulai mengenali prestasiku dan kemampuanku. Aku selalu bangun pagi, lalu pergi ke tempat latihan naga. Aku langsung memeriksa kandang Saleact, dan mengurusi beberapa naga bandel. Sesekali, aku pergi ke kota lain bersama Saleact. Kurang-lebih, pekerjaanku sama saja di setiap kota. Tapi, aku jarang mengunjungi tempat-tempat yang tidak kukenal. Saat pulang, Lunaria-sama dan para pelayannya menyambutku dengan hangat, dan aku juga dihidangkan makanan. Terkadang Dewa Naga juga bergabung bersama kami. Aku memanfaatkan kesempatan itu untuk melaporkan pekerjaanku selama ini. Jadi, pada dasarnya kami adalah sebuah keluarga. Tiga puluh tahun itu kujalani dengan damai. Tidak ada perkelahian, tidak ada permusuhan, tidak ada kefrustasian, setiap hari kulalui dengan damai. Sayangnya, kebahagiaan tidak pernah berlangsung selamanya. Titik balik pun terjadi tiba-tiba. Itulah yang membuat orang-orang yang tidak siap celaka. Itu berlaku tidak hanya bagiku, tapi juga seluruh Ras Naga dan Dunia Naga. Terjadilah suatu hal yang besar. Kalau tidak salah, itu terjadi saat Dola-sama bertelur. Dunia Naga dilanda bencana kematian. Salah satu dari Lima Jenderal Naga, Raja Naga Crystal harus mati. ♦ Jasad Crystal ditemukan di ujung utara Dunia Naga. 89



Dia ditemukan di dekat sarang Naga Emas, tubuhnya robek, dan kepalanya pecah. Tak peduli sekuat apapun Ras Naga, dia pasti mati dalam keadaan seperti itu. Di dekat mayatnya juga ditemukan jasad-jasad prajurit naga dan sisa-sisa tubuh Naga Emas. Sekilas, tampaknya Crystal membawa orang-orangnya melawan Naga Emas, kemudian keduanya kalah. Namun, harusnya Jenderal Naga Crystal tidak selemah itu sehingga kalah dari Naga Emas. Ada sesuatu yang janggal. Kematian Jenderal Naga. Tentu saja Dunia Naga digemparkan oleh berita malang itu. Lima Jenderal Naga selalu diakui sebagai prajurit naga terkuat di bawah Dewa Naga. Kekuatan mereka tidak dapat dibandingkan dengan Ras Naga biasa. Kalau serius, mereka bahkan bisa meruntuhkan satu atau dua gunung sekaligus. Bahkan aku tidak akan menang melawan mereka. Sudah lama aku dilatih Dola-sama, jika serius, dia bisa mengubahku menjadi potongan daging kapanpun dia mau. Intinya, Lima Jenderal Naga terlalu kuat. Tapi, salah satunya, Crystal, telah mati. Semua orang bertanya-tanya. Siapa yang membunuhnya? Bagaimana itu bisa terjadi? Hanya segelintir orang yang mampu membunuh Jenderal Naga. Contohnya, Dewa Naga, atau Jenderal Naga lainnya. Atau mungkin monster jenis baru, dengan kekuatan yang masih misterius...... Tapi, sulit membayangkan monster sekuat apapun bisa membunuh Jenderal Naga dengan begitu brutal. Karena, jika ada monster sekuat itu, maka kabarnya pasti terdengar lebih dulu. Entah kenapa, monster hanya muncul di tempat makhluk hidup berkumpul. Dewa Naga segera mengadakan pertemuan darurat. Dia memanggil semua Jenderal Naga yang tersisa. Aku pun terkejut mendengarnya. Biasanya, Dewa Naga selalu membuat keputusan sendiri, dan para Jenderal Naga selalu setuju begitu saja. Namun kali ini tidak. Itu membuktikan betapa besar peristiwa ini, sehingga Dewa Naga perlu pendapat orang lain. 90



Pertemuan itu diadakan di kediaman Dewa Naga. Aku ikut sebagai pengganti Dola-sama yang masih cuti hamil. Aku tahu ada ruangan di rumah Dewa Naga yang terdapat meja besar terbuat dari batu, dan enam kursi yang mengelilinginya. Biasanya aku tidak pernah masuk ke sana, tapi tidak hari itu, karena di ruangan itulah Dewa Naga biasa mengadakan pertemuan dengan jenderal-jenderalnya. Meskipun tidak dihadiri 2 Jenderal Naga, tetap saja itu pengalaman yang berharga bagiku. Aku bertemu dengan Jenderal Naga Szilard, yaitu pria bersisik perak kehijauan dan mata yang indah. Ada juga Jenderal Naga Chaos, pria bersisik perak kehitaman dengan mata yang tajam. Dan yang terakhir, Jenderal Naga Maxwell, pria bersisik perak kebiruan dengan mata mengkilat. Oh ya, tidak ketinggalan, pria bersisik sempurna tanpa cacat, dengan tatapan mata yang membuat orang merinding melihatnya, dia lah Dewa Naga. Rasanya tidak pantas aku duduk bersama mereka. "..." Semua jenderal hanya menatap kursi kosong tanpa mengatakan apapun, sembari menunggu Dewa Naga memecah keheningan ini. Mereka memandangi kursi yang seharusnya diduduki Crystal. “Sulit dipercaya… Crystal benar-benar telah mati.” Tapi, ternyata Chaos lah yang berbicara duluan. Aku tidak begitu mengenal pria itu, dan katanya dia cukup keras kepala. Dia lah yang bertugas menempa senjata Ras Naga, atas perintah Dewa Naga. Pada jaman itu, senjata masih sederhana. Paling-paling hanya zirah yang terbuat dari sisik naga, atau pedang bermata tunggal dan tombak yang terbuat dari taring naga. Yahh, kalau dibandingkan dengan senjata jaman sekarang tentu jauh tertinggal. Bahkan, cakar dan taring Ras Naga yang dialiri Touki jauh lebih berbahaya. "Kurasa Naga Emas tidak bisa membunuhnya. Mungkin saja ini ulah monster, tapi menurutku ada sesuatu yang jauh lebih berbahaya.” Orang berikutnya yang angkat bicara adalah Maxwell. Kecil dan banyak tingkah, itulah kesan pertama orang yang melihat Maxwell. Memang, Maxwell posturnya lebih kecil dari kebanyakan Ras Naga. Selain itu, dia punya senyum yang sinis dan cara bicaranya agak kasar. Kata Dola-sama, banyak orang yang membicarakan keburukan Maxwell. 91



Mengapa orang seperti itu bisa menjadi Jenderal Naga? Tapi, orang yang sudah mengenalnya tidak akan mengejeknya. Karena, terlepas dari tabiat dan penampilannya yang buruk, dia berbakat, pekerja keras, dan setia. Dia bertugas membasmi monster yang muncul di seluruh penjuru Dunia Naga. Berkat kerja kerasnya, tidak banyak Ras Naga yang menjadi korban keganasan monster. Maxwell jugalah orang yang bertanggungjawab mendatangi TKP dan mencari petunjuk kematian Crystal. Meskipun penyidik lain yakin bahwa itu adalah ulah monster, dia berpendapat lain. Dia tahu betul kekuatan seorang Jenderal Naga, oleh karena itu dia ragu Crystal dibunuh oleh monster. “Kalau begitu, ini pasti pekerjaan iblis-iblis itu.” Szilard adalah orang terakhir yang angkat bicara. Dia adalah pemimpin dari kelima Jenderal Naga. Posisinya hanya setingkat di bawah Dewa Naga. Dia mengemban banyak tanggung jawab, namun dia jarang keluar kota. Itu karena dialah yang mengurusi kota ini jika Dewa Naga tidak di tempat. Tidak berlebihan bila menjuluki pria ini Wakil Dewa Naga. Szilard selalu tenang, tegas, dan memiliki analisa yang baik. Dia biasa merangkum berbagai opini dari Jenderal Naga untuk disampaikan pada Dewa Naga. "Mustahil!" "Tidak mungkin!" Biasanya tidak ada yang menyanggahnya, tapi tidak kali ini. Maxwell terprovokasi oleh kata-kata Szilard, dan Chaos juga menunjukkan ketidaksetujuannya. Namun, Szilard masih mengamati rekan-rekannya dengan tenang dan melanjutkan analisisnya. “Menurutku, tidak mungkin Naga Emas yang membunuhnya. Jika muncul monster yang mampu membunuh Jenderal Naga, pasti sudah terjadi kerusakan yang lebih parah. Adapun orang lain yang bisa membunuh Crystal di Dunia Naga ini hanyalah Dewa Naga dan.......... salah satu di antara kita.” Szilard melirik Dewa Naga. Seolah-olah tatapan matanya mengatakan, ”Pembunuhan ini mungkin saja terjadi jika Dewa Naga memerintahkan kami untuk menghabisi Crystal. Tapi itu lebih mustahil, kan.” Dewa Naga menggelengkan kepalanya dengan wajah bingung. Dia tidak akan pernah membunuh orang yang sudah dianggapnya anak sendiri. Harusnya lirikan Pemimpin Jenderal Naga itu tidaklah sopan. 92



Tentu saja aku hanya diam, karena aku tidak punya hak untuk berbicara dalam pertemuan ini. Tugasku hanyalah mewakili Dola-sama untuk mendengar apapun hasil rapat ini, lalu menyampaikan padanya nanti. Dola-sama tidak memerintahku untuk bertukar pendapat pada pertemuan ini. “Tentu saja, kami Lima Jenderal Naga tidak akan pernah mengkhianati Dewa Naga. Andaikan kami sudah tidak berguna bagi Dunia Naga, maka kami lebih memilih mencabik-cabik diri daripada membunuh sesama. Jadi, hanya orang luar yang mungkin membunuh Crystal.” "Menurutmu ini pekerjaan iblis?" "Ya, Ras Iblis telah lama memusuhi kita. Tidak aneh bila mereka menemukan cara membunuh Crystal.” “Tapi Ras Iblis mana yang mampu membunuh Jenderal Naga?” “Kau benar Chaos. Memang benar Lima Jenderal Naga sangatlah kuat. Tapi jika dibandingkan dengan keuletan dan kecerdikan Delapan Raja Iblis, mereka masih bisa mengalahkan kita. Tidakkah kau mengamati kekuatan musuh kita?” Akhirnya Chaos terdiam. Delapan Raja Iblis lawan dari Lima Jenderal Naga. Oh ya, aku pernah melawan salah satunya kala itu. Sebenarnya Ras Iblis tidak sekuat Ras Naga. Mereka lebih lamban, dan sisik Ras Naga lebih kuat. Tapi beberapa di antara mereka abadi, bahkan memiliki ilmu sihir yang lebih kuat. Singkatnya, mereka adalah ras kedua terkuat setelah Ras Naga. Jika mereka berhasil merencanakan sesuatu, bukan mustahil Crystal terbunuh. Jenderal Naga tidak akan lolos tanpa luka bila melawan Raja Iblis. Begitulah menurutku. "Jika iblis-iblis itu menggunakan teknik tertentu untuk melintasi perbatasan, dan melakukan kejahatan ini, maka........” "..." Ada suatu batas seperti dinding yang memisahkan antar dunia. Jika kau melintasi perbatasan itu, maka kau akan sampai ke dunia lain. Saat itu aku tidak tahu apa artinya ... Dan saat itu orang-orang masih menyelidiki insiden menghilang yang terjadi di beberapa dunia. Yahh.... sebenarnya ini tentang sihir teleportasi. ... Tentu saja, saat itu sihir teleportasi belum sempurna. 93



Adapun jika ada seseorang yang bisa menggunakan sihir teleportasi, maka para dewa harus mengijinkannya terlebih dahulu. Baik itu dewa dari dunia asal, maupun dunia tujuan. "Jika mereka bisa melintasi perbatasan tanpa ijin, maka akan terjadi kekacauan. Tapi kurasa saat ini belum ada orang yang bisa melakukannya secara sepihak. Oleh karena itu, tidak mudah menemukan si pembunuh Crystal ini....” Kata Szilard, tampak gelisah. Yang jelas, di luar sana ada seseorang yang bisa membunuh Jenderal Naga yang selama ini dikenal sebagai Ras Naga terkuat. Entah dia monster atau Ras Iblis, pastinya kita tidak bisa berbuat apa-apa jika tidak membentuk tim pencari yang handal. "Serahkan padaku, Chaos, aku akan membalaskan dendam Crystal!” "Itu pekerjaanku!" Keduanya bersikeras menangani kasus ini, tapi bukan Szilard yang memutuskan. Pemimpin tertinggilah yang berhak menentukan segalanya. “Bagaimana menurutmu, Dewa Naga? Tentu saja, jika aku dipasrahi tanggung jawab ini, aku akan berusaha sekeras mungkin mencari si pembunuh Crystal yang telah menodai martabat Ras Naga!” Kemudian Szilard menatapku. Sampai saat itu aku masih diam dan coba menyibukkan diri. "Bagaimana kalau Laplace yang mencobanya?" Kata-kata itu bergema di ruang rapat. "Keberatan! Bagaimana bisa kita pasrahkan tugas penting ini pada pria berdarah campuran ras naga dan iblis ini! Kalau Dola yang melakukannya, aku masih setuju!” Seketika, Chaos bereaksi keras. Dia menatapku dengan tajam sembari menunjukkan taringnya. Seperti yang sebelumnya sudah kukatakan, Chaos adalah pria keras kepala. Begitu menyinggung Ras Iblis, dia selalu berpikiran negatif tentangnya. “Jika kau hanya bercanda, maka ini tidak lucu! Memang benar Dewa Naga mengadopsinya, tapi mampukah dia menangkap pembunuh Jenderal Naga!!?” "Kita tidak akan tahu jawabannya sebelum mencobanya." Szilard menanggapinya dengan tenang. Seolah-olah sudah setiap hari dia mendengar bentakan keras Chaos. Tapi waktu itu aku ketakutan.



94



Jenderal Naga Buas Chaos adalah orang yang menakutkan. “Dola pernah bilang bahwa meskipun pria ini masih muda, kekuatannya hampir setara dengan Jenderal Naga. Lagipula, si pelaku belum tentu ada di dunia ini, bila Dewa Naga atau salah satu di antara kita menyelidikinya, maka hanya akan buang-buang waktu saja. Lebih baik kita menunjuk seseorang yang cukup kuat untuk mengemban tugas ini.” Dola-sama berlebihan dengan mengatakan kekuatanku hampir setara dengan Jenderal Naga. Saat itu aku tidak begitu percaya diri. "Katakanlah dia bisa menemukan si pelaku, bukankah akhirnya dia hanya akan terbunuh jika melawan orang yang bisa membunuh Crystal?” “Mungkin saja, tapi dia tidak harus melawannya. Dia hanya perlu kabur lalu membawa pulang informasi yang berharga untuk kita.” "Itu tidak efektif, bagaimana kalau dia tertangkap, lalu terbunuh? Si pelaku tidak akan membiarkannya lolos! Ugh, percuma saja kita membicarakan ini! Maxwell! Katakan sesuatu!” Seolah dengan semburan api, Chaos meluapkan amarahnya sembari menyinggung Maxwell. Dia berharap Maxwell setuju dengannya. Namun, Maxwell hanya berkata dengan enteng..... “Yah… Kenapa tidak? Sepertinya rencana itu layak dicoba.....” "Apa?? Apa yang kau katakan? Hari ini kau aneh sekali, Maxwell!” Biasanya Maxwell lebih aktif daripada Chaos. Jika terjadi situasi genting seperti ini, dia pasti pasang badan terlebih dahulu. Itulah sebabnya Chaos mengira Maxwell tidak akan setuju dengan ide itu. Dia selalu ingin menjadi yang pertama memecahkan masalah demi kehormatannya. "Apa kau tidak paham betapa seriusnya kasus ini? Lima Jenderal Naga sudah bersama sejak dulu kala, dan sekarang salah satu di antara kita mati!!” "Oh ya. Chaos, menurutmu siapa yang akan mati selanjutnya?" "A....pa...?" “Aku penasaran, mengapa si pelaku membunuh Crystal duluan. Jika tujuannya adalah melenyapkan Lima Jenderal Naga, maka kita semua akan mati satu per satu.” Chaos mulai memahami apa yang Maxwell katakan. Chaos memang tempramental, tapi dia tidak bodoh. Jika tujuan si pelaku adalah membunuh kelima jenderal, maka Crystal hanyalah umpan. Dengan kata lain, kematian Crystal hanyalah jebakan. Kami masih belum tahu bagaimana jebakan itu bekerja, tapi yang jelas kelima jenderal dalam bahaya. 95



“Jika Jenderal Naga harus bergerak, maka tidak boleh sendiri-sendiri. Sayangnya, Dola tidak bersama kita. Tentu saja, kita tidak bisa membiarkan Dewa Naga bergerak di garis depan, maka perlu orang lain yang menggantikannya.” Maxwell dengan yakin mengatakan pendapatnya. Seolah mencari dukungan, dia pun melirik pada Szilard. Jadi kalian tidak masalah kalau aku mati? Yahh, saat itu memang itulah pilihan terbaik. Nyawaku tidaklah penting jika dibandingkan keselamatan Lima Jenderal Naga. "Baiklah, kau ada benarnya. Tapi.... apakah bocah ini benar-benar mampu mengemban tugas ini?” "Kamu harus percaya perkataan Dola." Chaos akhirnya mengangguk yakin pada Maxwell. Aku tidak yakin apakah mereka benar-benar mempercayai perkataan Dola-sama. "Bagaimana, Dewa Naga...?” Namun, bukan Szilard yang berkuasa menentukan segalanya. Sang pemimpin tertinggi masih terdiam tanpa kata. "..." Ruangan menjadi sunyi saat menunggu keputusan Dewa Naga. Sedangkan, dia hanya melihat sekelilingnya tanpa ekspresi. Dia memandang Chaos, Maxwell, dan Szilard secara berurutan, lalu akhirnya melihat ke arahku. "Laplace. Bersedia kah kamu melakukannya?" "Siap!" Jika diminta oleh Dewa Naga, aku tidak pernah menolak. Tapi, jujur saja..... waktu itu aku sama sekali tidak percaya diri.



96



Bab 9 Pencarian Setelah pertemuan itu, aku bergegas ke landasan pacu. Tujuanku adalah tempat bertelur Ras Naga. Aku akan melaporkan isi pertemuan tadi pada Dola-sama..... termasuk tugas pertamaku sebagai pencari si pembunuh Crystal. Sebagai pengganti Dola-sama, seharusnya aku punya beberapa anak buah yang bisa kuminta menyampaikan laporan ini pada Dola-sama. Tapi aku ingin menyampaikannya sendiri. Tempat inkubasi itu terletak tidak jauh dari Gunung Raungan Naga. Meskipun gunung itu kecil, tapi sangat tinggi. Tentu saja, penjagaan di sana juga ketat. Karena itu adalah salah satu tempat terpenting di Dunia Naga. Dola-sama tinggal di kamar pribadinya. Perutnya membengkak, dan siapapun tahu dia akan segera bertelur. Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, Ras Naga yang tengah mengandung begitu sensitif dan buas. Kamar itu lebih mewah daripada kamar-kamar lainnya. Tapi hampir semua perabot di sana sudah hancur. Terlihat bekas cakaran dan gigitan di sana-sini. Tidak ada konsep suami – istri seperti ras manusia. Ras Naga hanya berhubungan badan sesaat lalu mengandung. Namun, ibu mengandung masih diberi tempat yang layak. Dola-sama dan Crystal. Sayangnya aku tidak begitu mengenal Crystal… tapi baginya, kematian Crystal pasti sangat menyakitkan. Seperti kehilangan kekasih atau sahabat dekat. "Laplace? Bagaimana?" "Aku dipercaya untuk mencari pembunuh Crystal.” Dola-sama menatapku dengan wajah menakutkan. "... Jika kamu menemukannya, beri tahu aku dulu." Aku ingin menjawab "ya". Tapi tidak bisa. 97



Dia kelelahan karena hamil. Jika dipertemukan dengan si tersangka, mungkin akan terjadi hal yang tidak diinginkan, dan dia bisa saja keguguran. “Tidak. Jika aku menemukan si pembunuh, maka aku akan langsung membalaskan dendam Crystal dan Dola-sama.” Hanya itu yang bisa kusarankan. "Baiklah ... kalau begitu bawa kepalanya kemari.” Meskipun dia marah, kepercayaan Dola-sama padaku tetap tidak berubah. Mungkin aku terlalu naif, tapi yang penting Dola-sama bisa menenangkan diri di tempat ini. Jika bukan aku yang menangani kasus ini, mungkin dia sudah memaksakan diri keluar dari sini. Aku bisa merasakan kemarahan Dola-sama. "Aku tidak akan mengecewakanmu." Maka, pencarianku terhadap pembunuh Crystal pun dimulai. ♦ Yahh, meskipun aku berniat mencarinya sekuat tenaga, tapi Dunia Naga sangatlah luas. Masalahnya bukan karena aku tidak punya bawahan. Bawahan Dola-sama bisa kukerahkan, karena aku telah menggantikan posisinya sementara. Tapi sayangnya, mereka hanyalah sekelompok prajurit yang biasa menangani latihan Naga Merah. Mereka tidak punya pengalaman melacak seorang pembunuh, apalagi pembunuh Jenderal Naga. Hal yang sama berlaku untukku. Waktu itu kali pertama aku ditugaskan melacak pembunuh. Upaya pencarian awalku pun gagal total. Aku mengendarai Saleact ke mana-mana, sembari mengamati siapapun yang tampak mencurigakan. Atau dengan kata lain, aku hanya berputar-putar tanpa tujuan. Aku hanya mengandalkan instingku. Mirip seperti saat aku mencari mangsa di Dunia Iblis dulu. Cara seperti itu hanya akan membuatmu semakin lelah dan frustasi. Beberapa hari kemudian, di landasan pendaratan Kayos, seseorang memanggilku. "Laplace!" Aku menoleh ke belakang dan mendapati Jenderal Naga Maxwell. Aku segera memberinya hormat dan menyambutnya. "Maxwell-sama! Ada apa gerangan?" 98



"Wah, sepertinya kau kesusahan." "Iya..." Kataku sambil mengerutkan kening. Setelah beberapa hari, aku menyadari bahwa aku tidak mendapatkan hasil apa pun. Semua yang kuusahakan hanya percuma. “Sudah kubilang, metodemu terlalu acak. Kau tidak akan menemukan petunjuk dengan cara seperti itu.” Aku tidak punya pilihan selain mendengarkan sarannya. Meskipun, aku tahu kami tidak punya banyak pilihan. “Yahh, sudahlah. Nih, pergilah bersamanya..........” Di belakang Maxwell berdiri dua prajurit naga yang tampak kuat. Mereka tidak hanya lebih tinggi dariku, tapi juga lebih kekar. Keduanya menunjukkan betapa kuat Ras Naga. Maxwell bahkan terlihat lebih kecil jika dibanding mereka. “Mereka dari Tim Naga Hitam, dan mereka cukup mahir menginvestigasi. Gora, Scrubava, perkenalkan diri kalian.” Saat mendengar perintah itu, keduanya langsung memberi hormat padaku dengan sopan. “Salam.... Laplace-sama.” “Ijinkan kami membantumu, Laplace-sama.” Mereka tampak serius. Dan aku bisa merasakan dendam pada sorot matanya. Suatu hari nanti, akhirnya aku tahu mereka berasal dari Suku Naga Besi. Dengan kata lain, mereka keluarga Crystal. Maxwell mengambil mereka dari pasukan Crystal. "Anda yakin?" Aku mempertanyakan bantuan Maxwell. Pada saat itu, aku tidak begitu mengenalnya. Pangkat Lima Jenderal Naga begitu tinggi, sehingga mereka tidak punya alasan mendekatiku. “Ya, bawa mereka dan temukan pembunuhnya secepat mungkin!” Kata Maxwell, lalu dia berpaling dan meninggalkan landasan pacu begitu saja. Masih bertanya-tanya, aku segera menahannya..... 99



"Tunggu...!" "Ada apa?" "Mengapa Anda merekomendasikan kedua pria ini?” Selama pertemuan tempo hari. Maxwell mendukung saran Szilard agar aku memimpin penyelidikan ini. “Bukankah kita sudah membahasnya saat rapat?” "Harusnya, Tim Naga Hitam lebih cocok mengemban tugas ini daripada aku..." Kalau dipikir-pikir lagi, memang aneh.... Saat itu, aku hanyalah junior, sedangkan Maxwell sudah berpengalaman melawan Ras Iblis. Timnya juga terampil dan mahir menginvestigasi. Dan jelas....... waktu itu dia jauh lebih kuat dariku. Maxwell tertawa menanggapi pertanyaan aku, lalu menjawab. “Tim Naga Hitamku menunggangi naga yang kau latih. Melihat naga-naga itu saja, aku sudah tahu kemampuanmu. Sebelumnya, naga yang dibawa Dola selalu babak belur, bahkan beberapa potong kuku dan taringnya patah. Tapi, nagamu jauh lebih segar dan bersemangat. Terlebih lagi........” Lanjut Maxwell.... “Korban kali ini adalah Crystal, rekan Dola. Dia lah yang paling sedih ditinggalkan Crystal. Sedangkan, kau adalah orang yang paling dipercayai Dola, maka kau lah yang paling cocok mengemban misi ini.” Sebagai sesama Lima Jenderal Naga, dia juga memiliki hubungan yang lama dengan Crystal. Untuk membalaskan dendam Crystal, dia dengan senang hati akan mengulurkan tangan. Tidak seperti sekarang, dulu tidak ada persaingan kekuatan di antara Jenderal Naga. “Kami, Lima Jenderal Naga, telah bertarung bersama-sama selama puluhan ribu tahun. Tentu saja, kami tidak akan mengampuni orang yang membunuh salah satu rekan kami, Crystal.” "Ya!" Aku mengangguk setuju, tetapi hati kecilku belum puas. Emosi kecil yang disebut kedengkian tumbuh di dalam hatiku. Hubungan antara sesama Jenderal Naga dan Dewa Naga tidak akan pernah kudapatkan. “Jika kau berhadapan dengan orang yang tidak bisa kau kalahkan, segera hubungi aku! Tak peduli sesibuk apapun, aku akan segera membantumu!” "Ya!" "Kutunggu kabarnya." Dengan demikian, aku mendapatkan dua bawahan baru. 100



Gora dan Scrubava. ♦ Mereka berdua mulai mencari pembunuh Crystal bersamaku. Dengan bertambahnya tenaga, efisiensi kami meningkat secara drastis. Mereka berdua tahu betul bagaimana melacak orang di Dunia Naga. Sampai sekarang pun, metode melacak kami tidak banyak berubah. Pertama, selidiki TKP. Temukan petunjuk, ikuti petunjuk, kumpulkan saksi, dan kejar pelakunya. Tentu saja itu semua lebih mudah diucapkan daripada dikerjakan. Jika semudah itu, pasti Maxwell sudah menemukan pelakunya sebelum aku. Sebagai pemimpin dari unit pemburu monster, Maxwell adalah ahli dalam hal ini. Aku meminta bawahanku mengumpulkan laporan investigasi Maxwell. Aku juga mengunjungi TKP untuk memeriksa ulang kejadiannya. Setelah mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, aku hanya bisa mencapai satu kesimpulan. Aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak menemukan petunjuk yang gagal dicari Maxwell. Terlalu banyak tanda tanya. Aku membagi bawahanku untuk mengumpulkan petunjuk dan kesaksian. Bukannya aku tidak mempercayai penyelidikan Maxwell. Tapi..... kurasa kita akan menemukan sesuatu dengan merubah metode pencariannya. Sayangnya, kami masih belum menemukan bukti yang signifikan. Kami belum menemukan petunjuk ataupun saksi kunci. Pembunuh Crystal seharusnya sangat mengundang perhatian, tapi anehnya tidak ada saksi yang melihatnya. Semua bukti yang kudapat seolah-olah mengarah pada suatu kesimpulan, yaitu Naga Emas lah yang membunuh Crystal. Yang mana, menurut para Jenderal Naga itu tidak mungkin terjadi. Jadi aku berubah pikiran. Jika ini bukan ulah monster, maka ini pasti jebakan yang sudah diatur seseorang. Aku tidak bisa menemukan apapun karena si pelaku telah menghapus jejaknya dengan rapih. Artinya, si pelaku cukup pintar. Dia bahkan bisa mengelabui tim pencari elit. Maka, aku harus mengubah metodeku. 101



Aku memutuskan untuk menelisik jejak Crystal, bukannya si pembunuh. Apa yang dia lakukan di sarang Naga Emas? Apakah dia mencari sesuatu? Alasan dia ada di sana. Aku harus mencari tahu itu. Sampai akhirnya........ aku menemukan sesuatu yang menarik. Dia sedang meneliti teleportasi di bawah perintah Dewa Naga. Saat itu, teleportasi hanya untuk melintasi batas antar dunia ... dengan kata lain, sihir teleportasi adalah teknik untuk pindah ke dunia lain. Saat itu, tidak umum ada orang yang bisa bepergian antar dunia. Melintasi dunia membutuhkan energi yang sangat besar. Hanya para dewa yang bisa melakukannya. Pada dasarnya, teleportasi adalah hak istimewa bagi para dewa. Namun, para dewa di setiap dunia juga melakukan penelitian terhadap sihir teleportasi atas perintahnya masing-masing. Karena, pernah ada insiden orang yang menghilang secara misterius. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang hilang sebenarnya adalah berteleportasi ke dunia lain. Oleh karena itu, para dewa memerintahkan penelitian teleportasi. Mereka ingin tahu penyebab insiden yang terjadi secara tidak sengaja itu. Dan di Dunia Naga, Crystal yang dipercayakan mengemban tugas itu. Namun, entah kenapa penelitian itu dilakukan secara rahasia. Mungkin, itu dilakukan agar tidak terjadi kepanikan masal. Atau mungkin untuk menghindari penyalahgunaan penelitian teleportasi. Chaos adalah pemimpin dari faksi anti-iblis. Jika mereka tahu cara menyerang, mereka bisa memicu perang melawan iblis. Aku jadi punya teori..... Mungkin Chaos lah yang membunuh Crystal. Crystal sedang meneliti teleportasi. Chaos mencari cara untuk menyerang Ras Iblis, kemudian dia meminta Crystal untuk berbagi informasi mengenai sihir teleportasi. Tapi Crystal menolak. Mereka pun bertarung, dan akhirnya Chaos berhasil membunuhnya. 102



Dengan spekulasi seperti ini, aku segera meluncur ke tempat Chaos. ♦ Bengkel Chao berada di perbatasan barat. Tempat itu lebih panas daripada Kayos karena berdekatan dengan wilayah vulkanik. Di bengkel, armor dibuat menggunakan bahan berkualitas tinggi dari naga dan besi. Begitupun dengan pedang, tombak, perisai, dan pelindung. Ras Naga bertarung menggunakan cakar, tetapi tidak harus dengan tangan kosong. Terkadang kami juga membutuhkan senjata untuk melawan musuh yang kuat. Dugaanku, Chaos sedang mengembangkan armor yang khusus digunakan untuk melawan ras lain. Seperti........... Ras Iblis mungkin? "Laplace ... Apakah kau menemukan sesuatu?" "Aku masih menyelidiki." "Baiklah ... yah, kamu juga perlu istirahat. Luangkan waktumu." Terlepas dari kecurigaanku, Chaos menyambutku dengan hangat. Padahal selama ini dia sering merendahkanku karena aku ras campuran naga dan iblis. Chaos pun mengantarku melihat-lihat bengkelnya, sedangkan aku semakin was-was. "Chaos-sama, apakah Anda keberatan jika aku bertanya beberapa hal?” Aku pun mulai menanyakan beberapa pertanyaan. Atau lebih tepatnya, memulai interogasi. Kalau diingat-ingat lagi jadi malu, karena waktu itu aku begitu tidak sopan terhadap Jenderal Naga. "Apa itu?" "Dimana Anda berada saat Crystal-sama terbunuh?” "Aku di sini, sedang membuat senjata untuk Dewa Naga. Lihat, yang itu, aku menamakannya ‘Pedang Dewa Naga’. Itu adalah pedang yang bisa menahan kekuatan dahsyat Dewa Naga. Kalau ternyata beliau tidak membutuhkannya, mungkin akan kuberikan pada anaknya.” "Begitu ya..." "Ada lagi yang ingin kau tanyakan?" Tampaknya terlihat jelas bahwa aku mencurigainya. Tapi Chaos tidak protes. Bahkan ekspresinya tidak berubah. Jika untuk keperluan penyelidikan, dia pasti mau bekerjasama. 103



Bahkan menyerahkan rahasia terbesarnya jika perlu. Dan akhirnya, dia berkata: "Laplace, jangan ragu meminta apapun yang kau butuhkan. Waktu rapat kemarin mungkin aku terlalu meremehkanmu, tapi aku tidak pernah meragukan kesetiaanmu pada Dewa Naga. Jadi.... maafkan aku.” Chaos mengatakannya sembari menepuk pundakku. “Aku pasti akan membantu Anda membalaskan dendam Crystal-sama. Jika Anda butuh bantuan, aku siap kapanpun.” Aku jadi malu. Sampai-sampai aku lupa bagaimana Chaos marah pada rapat hari itu. Tampaknya aku terlalu meremehkan ikatan di antara Ras Naga. "Aku tidak akan mengecewakan Anda, Chaos-sama." Akhirnya, kukatakan itu, lalu setelah memberikan hormat, aku pun pergi. ♦ Lalu aku terbang ke berbagai tempat setelahnya. Dari utara ke selatan, dari timur ke barat. Aku mencari petunjuk dengan menelusuri pekerjaan Crystal selama beberapa dekade terakhir. Tapi aku masih tidak mendapat apa-apa. Tidak ada yang mencurigakan dengan pekerjaan Crystal selama ini. Seperti Jenderal Naga lainnya, dia sangat dihormati. Dia lah teladan bagi Ras Naga. Lalu..... siapa yang tega membunuh orang sebaik itu? Aku sempat berpikir bahwa Raja Iblis dari dunia lain lah pelakunya. Namun, tidak mudah bagi Ras Iblis bertahan hidup di Dunia Naga. Bahkan jika berhasil berteleport ke Dunia Naga, lalu melakukan pembunuhan di sana, dia tidak akan kembali tanpa meninggalkan jejak. Aku pun semakin bingung. Aku tidak mengira semua pencarianku ini nihil. Maka, aku mulai tidak sabar dan galau. Setahun sekali, aku kembali ke Kayos dan melapor ke Dewa Naga dan Szilard, tapi tidak pernah ada informasi yang memuaskan mereka. Andaikan saja aku memiliki petunjuk yang signifikan.



104



Setelah bertahun-tahun menyelidiki kasus ini tanpa hasil, aku semakin khawatir. Dewa Naga telah mempercayakan kasus ini padaku. Begitu pun dengan Dola-sama. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya berputar-putar tanpa tujuan yang jelas. Bagaimana aku bisa tenang? Aku mencari di seluruh pelosok Dunia Naga tanpa arah. Aku bahkan mengunjungi tempat-tempat berbahaya seperti : Sarang Naga Merah, Sarang Naga Biru, Sarang Naga Hitam, Sarang Naga Emas, dan Sarang Naga Bumi. Aku terus melakukan survey dan penyelidikan. Jika ada naga yang menghalangiku, aku tidak segan membunuhnya. Sembari menunggangi Saleact, bersama dua bawahan yang membonceng di belakang, aku terus menyusuri berbagai tempat di Dunia Naga. Kesabaranku yang mulai habis membuatku semakin tergesa-gesa. Sampai akhirnya, nama baikku mulai tercoreng. Orang-orang kembali mencibirku, seperti : “Dia memang mahir melatih naga, tapi tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan Dewa Naga, dasar ras campuran!” Itu menyakitkan, tapi aku harus menerimanya. Karena ejekan itu tidak salah. Aku tidak bisa memenuhi harapan Dewa Naga, sedangkan dendam para Jenderal Naga belum juga terbalaskan. Tapi aku mengabaikan semua penghinaan itu. Aku hanya ingin memenuhi harapan Dewa Naga dan membalaskan dendam para jenderal. Sudah..... itu saja. Aku terbang selama berhari-hari, mencari, dan menyelidiki. Hari demi hari terus berlalu. Saleact juga bekerja keras. Sampai hari itu.... saat kami benar-benar lelah, aku memutuskan beristirahat pada suatu gua di pegunungan. Sembari meringkuk berbalut ekor Saleact, aku menyalakan api unggun. Aku terus melihat api yang berpendar dalam diam. Lelah sekali....... Aku, Saleact, dan kedua bawahanku.... kami sungguh lelah. Aku tidak ingin menyerah, tapi godaan itu terus membayangiku. 105



Bahkan aku bisa merasakan kelelahan Saleact yang tidak bisa mengeluh dalam bahasa kami. Saat itulah...... Sampai sekarang pun aku masih mengingatnya dengan jelas. Aku tidak pernah bisa melupakan momen itu. Akhirnya kami tertidur bersama. Dan dalam mimpi.................. Aku bertemu dengannya............ Itu adalah pertemuan pertamaku dengannya. Ah.... andai saja aku bisa kembali ke saat itu...... Tapi.... Tidak.... tidak ada yang bisa berubah. Saat itu, si bajingan itu........ terlihat sangat santai..... Tapi dia merencanakan sesuatu yang busuk. Jika aku menentangnya, dia pasti punya cara melumpuhkanku. Sayang sekali..... sayang sekali.... Kenapa aku harus bertemu dengannya..... Sial..... aku sungguh menyesal...... Ah... Maafkan aku. Aku jadi emosi ya.... Tenang..... Ini adalah kisah lama, tidak peduli berapa kali pun kukenang, tak ada yang berubah. Ya.... si brengsek itu..... muncul di pintu gua. Aku masih ingat kata-kata pertamanya. "Hei!" Dengan riang, dia mengangkat satu tangan dan berkata..... "Sepertinya kau sedang kesusahan, kalau begitu biar kubantu.” Senyum itu...... seperti orang paling dermawan sedunia.



106



Bab 10 Saran Dewa Manusia Bagaimana penampilannya? Aku tidak ingat. Aku hanya ingat dia tersenyum, namun sama sekali tidak mengingat bagaimana penampilannya. Begitupun dengan wajahnya...... Tapi satu hal yang pasti..... dia di sana. Aku begitu terkejut saat dia muncul. Karena aku tidak merasakan kehadiran siapapun sebelum dia muncul. Waktu itu, Saleact segera mengangkat tubuh besarnya, dan mengancamnya. Kedua bawahanku pun dibuat kaget olehnya. "Siapa kau...?" "Aku? Aku adalah Dewa Manusia, Dewa Dunia Manusia. Sebut saja Hitogami." Begitulah dia menyebut dirinya. Dewa Dunia Manusia. Tentu saja aku tahu ada enam dewa yang mendiami masing-masing dunia. Aku pernah mendengar keberadaan Dewa Manusia dari Dewa Naga. Ketika pertama kali Dewa Manusia muncul di Dunia Naga, keadaan kami masih primitif. Waktu itu, Ras Naga masih berjuang mendominasi dunia dari Naga Merah. Saat itulah, Dewa Manusia muncul, lalu memberi banyak saran pada Dewa Naga. Dia ingin para dewa saling bertukar informasi dalam suatu forum. Dunia Manusia lebih berkembang dari dunia lain. Sebagai ras yang berumur paling pendek jika dibandingkan keenam ras lainnya, mereka bergegas mengembangkan dunianya, sehingga peradaban di sana lebih maju. Mereka sering memikirkan ide-ide brilian dan revolusioner. Maka, informasi yang mereka sampaikan pada forum itu sangat berguna bagi ras-ras lainnya. Pada forum awal yang diadakan di Dunia Manusia, Dewa Naga mengetahui keberadaan "bahasa" dan "huruf". Karena ilmu dari manusia lah, Dewa Naga bisa mengembangkan Ras Naga sampai semaju ini. Bukan hanya itu saja. 107



Dewa Manusia dengan murah hati membagikan berbagai kebijakan dari dunianya. Seperti, bagaimana membangun kota, mengelola populasi yang besar, berperang dalam kelompok, bercocok tanam, dan beternak. Tak mungkin Ras Naga bisa memikirkan semua cara itu jika tidak diberitahu ras manusia. Oleh karena itu, Dewa Naga sangat percaya pada Dewa Manusia. Sehingga, Dewa Manusia dihormati sebagai pemimpin para dewa. “Ma-maafkan aku!” Aku segera membenarkan posisiku, dan memberi penghormatan setinggi mungkin padanya. Bagaimana mungkin aku bersikap tidak sopan di depan rekan Dewa Naga. Bagaimanapun juga, mereka sama-sama dewa. "Ah tidak apa-apa... santai saja." Dewa Manusia mendekatiku yang gugup dan menepuk pundakku dengan ramah. Kemudian kami kembali duduk. "Hari ini aku punya sedikit urusan dengan Dewa Naga, dan kebetulan lewat sini.” Apa yang dia lakukan di sini? Dia menjawab, seolah sanggup membaca isi hatiku. “Sepertinya kau sangat ingin menemukan pembunuh Jenderal Naga." "Bagaimana Anda tahu itu?" "Seperti yang kubilang, aku punya urusan kecil dengan Dewa Naga, dan dia telah menceritakan semuanya. Dia sangat mengkhawatirkanmu.” "..." Kata-katanya sangat menusuk hatiku. Dia menyinggung hal paling sensitif yang menyusahkanku selama bertahun-tahun terakhir. Aku merasa sangat tidak berguna. Tapi setidaknya, aku sedikit lega karena ternyata selama ini Dewa Naga sangat mengkhawatirkanku, bukannya marah padaku. Aku menyadari betapa tidak berdayanya aku. Aku pun hampir menangis. “Aku sudah mau pulang kok. Tapi, kalau kau punya masalah, bolehlah kubantu.” "Apakah Anda benar-benar tahu cara menemukan pelakunya?" Dewa Manusia tertawa saat tahu apa yang sangat kubutuhkan. "Ah tidak juga. Seperti halnya Dewa Naga, aku bukanlah dewa yang maha tahu. Banyak hal yang tidak kuketahui. Tapi setidaknya aku tahu apa yang dipikirkan dewa-dewa dari setiap dunia. Termasuk, aku juga tahu potensimu yang sebenarnya.........” 108



"Potensiku ...?" "Ya, kau adalah blasteran Ras Naga dan Iblis. Dirimu memendam kekuatan yang spesial.” Dewa Manusia mondar-mandir di depanku dengan santai. Wajahnya masih tersenyum. Senyuman yang meyakinkan. Tapi senyuman yang meyakinkan tidak selalu benar. Ingat itu. Karena semua penipu selalu melatih senyum sebaik mungkin. Sayangnya waktu itu aku tidak tahu. Malahan, aku sangat lega. Aku merasa tertolong. Ternyata, semua usahaku selama ini tidak sia-sia. Akhirnya, aku bertemu dengan orang yang bisa membantuku. Seketika, aku pun langsung mempercayainya. “Pernahkah kau merasakan adanya musuh dalam selimut? Dan kau bisa memprediksi ke mana musuhmu pergi?” Memang, aku pernah merasakan hal seperti itu sebelumnya. Terkadang, saat melawan naga-naga liar bersama Saleact, aku bisa merasakan seseorang sedang mengawasiku. Tidak hanya itu. Bahkan di Dunia Iblis, aku pernah mengalaminya. Kalau tidak, tidak mungkin aku bisa bertahan begitu lama di Dunia Iblis. "Itulah kekuatan mata iblismu. Ada kekuatan istimewa yang tersimpan di matamu. Gunakan matamu untuk mengamati TKP sekali lagi, aku yakin kau pasti bisa menemukan sesuatu, fufufu..........” Hanya itu yang Dewa Manusia sarankan, lalu dia perlahan menghilang sembari masih tersenyum. Mungkin dia hanya keluar dari gua, tapi rasanya benar-benar menghilang. Aku tidak bisa bergerak dan hanya bisa menyaksikan kepergiannya. "..." Saat aku menyadarinya, dia sudah pergi. Saleact dan anak buahku tertidur lelap, dengan tubuh meringkuk. Seolah tidak terjadi apapun. Aku juga merasa seperti terbangun dari mimpi. Namun, aku tahu terkadang dewa menggunakan cara khusus untuk saling berkomunikasi.



109



Mungkin ini salah satu contohnya. Itulah kenapa aku tidak mengabaikan sarannya, meskipun hanya terasa seperti mimpi. Dan aku pun akan mencoba kekuatan di mataku ini. Seperti yang kau tahu, aku telah mencurigai beberapa orang. Jika petunjuk semakin jelas, mungkin kecurigaanku semakin terbukti. Sayangnya, kegagalanku selama ini membuatku semakin tidak sabar. Dan aku tidak punya pilihan selain mencoba cara itu. Kemudian, aku segera kembali ke sarang Naga Emas. Di sana tidak ada petunjuk yang tersisa tentang kematian Crystal. Aku hanya mendapati sarang Naga Emas yang khas. Gua merah tua dengan tumbuhan pakis yang menggantung di langit-langit. Kebanyakan Naga Emas adalah karnivora, tapi mereka bisa memakan pakis jika terdesak. Aku pun mulai berkosentrasi menatap apapun di sana. Aku tidak tahu bagaimana menggunakan kekuatan rahasia di mataku, jadi aku hanya berusaha mengamati sejeli mungkin. Dan akhirnya....... Dia benar...... kali ini, aku merasakan sesuatu yang berbeda pada penglihatanku. "Apa ini…" Persis seperti yang dikatakan Dewa Manusia. Dengan jelas, aku melihat sesuatu di sana. Aku secara tidak sadar menggunakan kekuatan itu. Sulit untuk dijelaskan. Hmmm.... mungkin seperti detak jantung. Kau baru bisa merasakan detak jantungmu bila memperhatikannya dengan seksama, kan. Mata iblis juga seperti itu, namun aku bisa mengendalikannya dengan lebih leluasa. Anehnya, sudah berkali-kali kuamati TKP ini, dan aku tidak bisa menemukan apapun. Mungkin perkataan Dewa Manusia semacam katalisator yang memancing bangkitnya kekuatan mata iblisku. Dan aku tidak pernah mendengar mata Ras Iblis mempunyai kemampuan seperti ini. Meskipun kemampuan ini tidak wajar, tapi.... yah, sebut saja ‘kekuatan mata iblis’. Dengan mataku, aku bisa melihat jejak yang sebelumnya tidak pernah kusadari. Aku bisa melihat di mana jasad Crystal terletak dan juga mayat Naga Emas. 110



Tidak hanya itu, aku juga melihat jejak-jejak bawahan Maxwell yang sebelumnya melakukan investigasi di sini. Kemudian, ada jejak orang lain, yang melayang-layang di udara. Aku bisa melihat semuanya dengan jelas. Dan aku tidak sedang berhalusinasi. Aku pun mengikuti jejak-jejak itu dengan penuh keyakinan. Segera kutunggangi Saleact, lalu pergi ke tempat jejak itu tertuju. Kami melintasi enam gunung dan tujuh lembah. Diriku semakin yakin bahwa jejak ini mengarah ke suatu bukti. Si pelaku akan segera kutemukan. Mungkin aku terlalu cepat menyimpulkan, tapi.... mau bagaimana lagi. Inilah bukti paling nyata yang kudapati selama beberapa tahun terakhir. Inilah kemampuanku yang sebenarnya. Aku pun terus melesat bagai panah. ♦ Kemudian aku tiba di suatu gunung. Gunung tanpa nama, tanpa ciri khusus apa pun. Tidak terlalu tinggi, tidak terlalu besar, dan bukan sarang dari jenis naga tertentu. Itu hanyalah gunung biasa yang bisa dijumpai di mana saja. Ada sebuah gua di lereng gunung. Ya, satu gua. Seharusnya tidak ada. Apakah seseorang telah membuatnya? Mungkin saja.......... Yang pasti, jejak yang kulihat dengan mata iblisku mengarah ke gua itu. "..." Aku ragu-ragu selama beberapa detik. Orang yang mampu membunuh Jenderal Naga mungkin ada di sana. Bisakah aku menghadapinya? Sepertinya tidak. Bukankah lebih baik kembali dan meminta bantuan dari Jendral Naga lainnya? 111



Tapi aku segera menggelengkan kepala. Karena aku sudah sering kembali tanpa hasil. Kali.... kali ini akan berbeda. Satu-satunya cara menebus kesalahanku selama ini adalah pulang bersama kepala si pelaku. Itulah yang kupikirkan saat itu. "Gora, Scrubava ... ayo masuk..." "Baik!" "Jaga aku dari belakang." Aku meminta Saleact menunggu di mulut gua, lalu kami bertiga masuk duluan. Harusnya, lebih baik aku mengirim salah seorang anak buahku ke Kayos, lalu minta bantuan dari Jenderal Naga. Tapi, mungkin Gora dan Scrubava berpikiran sama denganku. Kami tidak ragu. Bagian dalam gua itu sempit dan lembab. Batu-batu hijau keras yang ditutupi lumut, meninggalkan kesan bahwa tidak ada yang tinggal di sini. Tapi mataku berkata lain. Ada jejak dimana-mana pada gua itu. Tidak, bukan hanya jejak. Ada tempat tidur yang terbuat dari ranting kayu, dihiasi tengkorak kadal kecil. “Sepertinya tidak ada orang di gua ini, tapi tetaplah waspada.” "Baik!" Aku yakin pelakunya ada di sana. Tempat tidur itu mirip dengan sarang Naga Emas. Meskipun aku bisa merasakannya, aku tidak bisa melihatnya. Apakah dia keluar? Atau... "...!" "Gwaaa!" Pada saat itu, aku mendengar suara dari belakang. Seketika, leher Scrubava terpotong, dan kepalanya jatuh menggelinding di tanah. Itu terjadi begitu cepat, sampai-sampai mayatnya tidak menyemburkan darah. 112



Mengerikan. Aku tidak menyangka keputusanku berbuah petaka. "Ada apa...!" Dari dalam kegelapan, sesuatu menyerang Gora. Kali ini, aku tidak akan membiarkannya. Aku segera memposisikan diri di antara si penyerang dan Gora, lalu kutangkap tangannya, dan kubanting pada seonggok batu yang keras. Akhirnya, seberkas cahaya dari mulut gua menyingkap si penyerang. Aku terkejut. Kulit hitam, empat lengan. Mata merah. Jelas dia bukan Ras Naga. Dia Ras Iblis. Aku langsung mengenalinya. Dulu, aku pernah berurusan dengannya berkali-kali. Namun, yang membuatku lebih terkejut bukanlah karena dia Ras Iblis. Tapi....... aku tidak bisa melihat sosok itu dengan jelas. Kenapa........ Kenapa aku bisa melihat jejaknya, aku bisa mencium baunya, tapi wujudnya tidak jelas di mataku. Kenapa mata iblisku tidak bisa melihatnya. “...............!!” Dia berteriak padaku. Itu bahasa Dewa Iblis. Sayangnya aku tidak mengerti. Aku belum belajar bahasa itu. Tapi aku bisa merasakan amarahnya. “Kita harus membalaskan dendam Crystal-sama dan Scrubava! Gora, jaga aku!” "Ya!" Aku langsung menyimpulkan bahwa dia adalah si pembunuh Crystal. Kubuka cakarku, kualirkan Touki ke seluruh tubuhku. Tangan kanan di depan, tangan kiri di dada. 113



Itu adalah kuda-kuda yang diajarkan Dola-sama “..............!!” Si Ras Iblis meneriakkan sesuatu, sepertinya dia merasakan nyawanya terancam. Segera dia menenangkan diri, lalu bersiap menghadapiku. Aku menjaga jarak di antara kami, dan Gora mengawasiku dari belakang. Mulut gua ada di belakang kami. Jadi, tidak ada jalan keluar baginya. “.............!!” Si Ras Iblis menjerit, kemudian dia melaju dengan menghentak tanah. Pertempuran pun dimulai. ♦ Itu adalah pertempuran yang mengerikan. Dia kuat. Tak peduli berapa kali kutebas dengan cakar maupun taringku, lukanya kembali sembuh dengan cepat. Seolah tidak peduli dengan pertahanan, dia terus menyerangku. Tentu saja, itu membuatku aku kewalahan. Beberapa pukulannya mengenaiku sampai muntah darah. Sepertinya aku tidak akan bisa menang. Sesekali aku berpikir untuk mundur dan meminta bala bantuan dari Jenderal Naga. Harusnya itu pilihan yang cerdas. Dola-sama mengajariku untuk tidak pernah lari dari musuh… tapi tidak ada salahnya mundur sementara, untuk kembali dengan kekuatan yang lebih besar. Namun, kesalahanku adalah terus meladeni Ras Iblis itu berkelahi, sembari menerka-nerka bagaimana mengalahkannya. Sampai-sampai Gora terbunuh. Jantungnya dicabut dan dia pun mati seketika. Sesaat, aku ragu-ragu. Aku tidak pernah bisa melupakan mata Gora yang terbuka saat dia menusuk dadanya. Saat itu, aku berpikir untuk lari, tapi sudah terlambat. Aku kehilangan kedua bawahanku dan kesempatan kabur. Maka, aku tidak punya pilihan selain terus bertarung.



114



Hubunganku dengan Gora dan Scrubava relatif singkat, tapi kami bekerja bersama, makan bersama, dan mencari bersama. Aku harus membalas kematian mereka ... Itulah yang kupikirkan. Lagipula, jika si pembunuh ini sampai kabur, sepertinya semua pencarian ini berakhir sia-sia. Aku semakin tertekan dan putus asa. Bukankah sudah jelas? Bagaimana bisa aku mengalahkan makhluk abadi sepertinya? Tak peduli kuserang sebanyak apapun, dia terus menyembuhkan diri. Perlahan, aku mulai terpojok. Aku tidak punya cara mengalahkan makhluk ini. Satu-satunya yang membuatku bertahan adalah staminaku yang hampir tak terbatas. Percaya atau tidak, pertarungan itu terus berlanjut selama 10 hari, 10 malam. Gua itu sampai runtuh karena kami terlalu lama bertarung di dalamnya, tapi itu tidak menghentikan kami. Kami berdua masih kuat melanjutkan pertarungan. Sampai akhirnya..... secara mengejutkan, dia mulai lelah. Mungkin dia tidak kuat menahan lapar. Kalau kuperhatikan, tubuhnya bertambah kurus. Dia memiliki sayap di punggungnya, namun tidak bisa terbang bebas seperti Ras Naga. Jadi, dia tidak mungkin pergi jauh untuk mencari mangsa. Tidak peduli seberapa kuatnya seseorang, setelah sepuluh hari bertempur, kekuatannya pasti melemah. Pada hari kesepuluh, aku perhatikan bahwa kekuatan regenerasinya juga melemah. Dia pun mengerti itu. Dari sorot matanya, seolah dia mengatakan, “Aku tidak ingin mati di sini.” Namun kondisiku lebih parah. Karena tidak bisa beregenerasi sepertinya, tubuhku dipenuhi luka dan sayatan. Aku bisa roboh kapanpun. Hampir tidak ada tenaga yang tersisa. Jika pertarungan dilanjutkan, maka sudah pasti aku kalah. Kalau dia tidak makan, aku bisa saja memenangkan pertarungan ini. Tapi, mungkin aku akan roboh duluan.



115



Dan kalau aku kalah, maka tidak hanya dendam Crystal, dendam kedua bawahanku juga tidak akan terbalaskan. Bahkan, mungkin aku bisa jadi santapan Ras Iblis itu. Tentu saja aku tidak mau seperti itu. Aku harus menepati janji dengan Dola-sama. Aku tidak boleh mengecewakan Jenderal Naga. Dan aku harus memenuhi harapan Dewa Naga. "Oooooooooooooooh!" Maka, aku menguras kekuatanku sampai tetes terakhir. Sesuatu terasa membengkak dari dalam perutku. Tepat di bawah ulu hatiku. Kekuatan yang luar biasa, seperti magma yang mendidih. Mungkin, kekuatan ini berhubungan dengan mata iblisku yang baru saja terbuka. Aku pun melepaskannya ... Sebenarnya, aku tidak begitu ingat bagaimana melepaskannya. Jika aku harus mengulanginya lagi, mungkin tidak bisa. Namun, terbebani dengan harapan orang-orang terdekatku, dan kewajibanku memenangkan pertarungan itu, aku pun melepaskannya........ Kekuatan yang sungguh luar biasa. Sampai-sampai gunung itu lenyap. ♦ Ketika aku bangun, kami berdua pingsan, sembari berbaring berdekatan di lereng gunung. Rupanya aku meledakkan Touki Nagaku. Itu seperti bom bunuh diri. Energi yang dilepaskan meledakkan gunung dan menyebabkan dia pingsan. Atau lebih tepatnya, kami berdua sama-sama pingsan. Sepertinya Saleact menangkap kami saat tidak sadarkan diri, lalu membawanya ke sini. Saleact menyelamatkan hidupku. Begitu bangun, aku segera mengikat Ras Iblis itu dengan tali yang terbuat dari kulit dan tulang naga. Untungnya aku siuman duluan. Dan akhrinya, aku berhasil menangkap si pelaku pembunuhan Crystal. Aku telah menyelesaikan misiku. 116



Bab 11 Raja Naga Iblis Dalam keadaan terikat, aku membawa si pelaku ke Gunung Raungan Naga. Dia terbangun dalam perjalanan, tapi tidak bisa melakukan apa-apa. Tali itu dibuat khusus untuk menangkap Ras Naga. Tali itu mempunyai kemampuan menekan kekuatan. Bahkan Ras Iblis tidak bisa berbuat apa-apa jika terikat dengan tali itu. Yang bisa dia lakukan hanyalah berdiam diri sampai kami tiba di tempat tujuan. Apakah aku sudah boleh berbangga diri? Aku tidak tahu, tapi yang jelas aku senang telah menyelesaikan misiku. Bagaimanapun juga, ini adalah kemenanganku. "Laplace!" Szilard-lah yang pertama kali menyambut kedatanganku dengan antusias. Di belakangnya, mengikuti barisan prajurit Ras Naga yang sudah bersiap di gerbang masuk Kayos. Apakah mereka sudah bersiap mengirimkan bantuan? Ah tidak..... para prajurit itu hanya berjaga-jaga di gerbang kota. Mereka adalah batalyon yang bertugas menjaga gerbang masuk Gunung Raungan Naga. Karena aku sedang mengerjakan misi khusus, aku tidak memberitahu bahwa aku akan kembali. Karena itulah hanya Szilard yang datang menyambutku. Sama seperti ketika Dewa Naga pertama kali membawaku ke sini. "Kau menangkapnya?" Dia melihat Saleact, diriku, dan Ras Iblis itu dengan takjub. "Ya!" "Kerja bagus!" Ekspresi gembira mulai merekah di wajahnya. Sungguh, sambutan yang hangat. Emosi para prajurit meledak saat mendengar bahwa si pembunuh Jenderal Naga sudah ditangkap. Pemandangan seperti itu jarang kulihat sebelumnya. "Laplace. Terima kasih banyak." 117



"Terima kasih. Szilard-sama. Namun, aku masih tidak tahu bagaimana dia bisa memasuki Dunia Naga, dan apa motifnya membunuh Crystal-sama.” Aku yakin pria inilah pelakunya. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, aku tidak memiliki bukti yang kuat. Tidak ada yang bisa membuktikan bahwa Ras Iblis inilah si pembunuh. Saat aku menyadarinya, tenggorokanku menjadi kering. Seolah aku kembali membawa kemenangan, tapi bagaimana jika ternyata orang ini tidak bersalah? Bagaimana kalau dia hanya tidak sengaja melintasi batas antar dunia dengan berteleportasi? Tidak hanya itu.... berarti aku telah melakukan kejahatan dengan melumpuhkan orang ini tanpa basa-basi. "Oh ya ... kau tidak paham bahasa Dewa Iblis, kan? Tidak masalah, biar aku yang menginterogasinya nanti.” "Terimakasih!" Aku dengan senang hati menyerahkannya. Setelah sekian lama berusaha, sampai-sampai menghancurkan gunung segala, aku tidak bisa membayangkan jika ternyata aku menangkap orang yang salah. Aku sangat lelah. Aku lega menyerahkan tersangka kepada seseorang yang dapat diandalkan. Aku malu mengakuinya, tapi.... aku benar-benar ingin cepat pulang, lalu tidur seharian. Misi sudah selesai. Kalau ternyata aku salah, kita urus nanti. Yang penting, sekarang istirahat dulu. Prajurit Naga membawanya pergi. Wajahnya penuh kecemasan. Bahkan seolah-olah, dia mengharapkan bantuanku. Apakah kami sudah berteman karena bertarung begitu lama? Sepertinya tidak..... tapi kudengar Ras Iblis menjalin pertemanan dengan bertarung terlebih dulu. Apapun itu, yang pasti itu adalah saat-saat terakhir aku melihatnya. ♦ Aku tidur tiga hari tiga malam. Setelah bangun tidur, aku makan. Makanan buatan Lunaria-sama sangat lezat. Mungkin sebagiannya karena kepuasanku menyelesaikan misi. 118



Setelah itu, aku menemui Maxwell dulu. Dia berada di salah satu fasilitas pelatihan, untuk mencari bakat-bakat baru. Aku pun memberitahunya bahwa aku sudah menangkap si tersangka. Dan aku juga melaporkan kematian dua anak buahnya. "Yahh, mereka kan sudah membantumu menyelesaikan misi, kuharap mereka tenang di alam sana." katanya sambil menepuk bahuku. Setelah itu, aku mengunjungi Dola-sama. Sejujurnya, aku mengira dia bakal marah dan membentakku. Dola-sama menyuruhku kembali dengan kepala si pelaku, tapi itu tidak terjadi. Kepala dan tubuh tersangka masih utuh ketika aku menyerahkannya kepada Szilard. Setelah ragu-ragu beberapa saat, akhirnya aku memberanikan diri memasuki kamar Dola-sama. Dan aku pun terkejut. Perut Dola-sama sudah kembali seperti biasa. Sepertinya dia telah selesai bertelur dengan selamat. Wajahnya pun kembali tenang. Dia sudah melewati masa hamil. Aku menghampirinya dan memberikan hormat setinggi-tingginya. "Gempa akibat pertempuranmu bahkan terasa sampai sini." Kata Dola-sama dengan tenang. “Mungkin karena guncangan itulah aku merasa waktuku melahirkan sudah tiba.” Sembari mengatakan itu, dia menepuk telur di sampingnya. Telur Ras Naga seukuran bayi manusia. Ras Naga pun merasakan sakit yang luar biasa saat bertelur. “Dia dilahirkan dengan selamat, tapi prematur. Dia mungkin akan tumbuh dewasa dengan cepat." Sembari mengatakan itu, dia membelai telurnya dengan lembut. Dola-sama yang kutemui hari ini bukanlah Dola-sama yang galak dan sombong seperti dulu. Aku baru tahu ternyata Dola-sama punya sisi keibuan sebaik ini. "Jadi bagaimana kabarmu?" "Baik. Aku berhasil menemukan pelakunya, lalu mengalahkannya setelah bertarung cukup lama.” "Begitu ya ... Bagus sekali. Aku sudah tahu sih. Seseorang telah melaporkannya sebelumnya.” Mungkin Maxwell juga pernah mendengarnya sebelumnya. 119



Lagipula, aku sudah tidur selama tiga hari penuh. Memang benar Ras Naga tidak begitu menghargai waktu karena umurnya yang panjang, tapi tiga hari tetap saja terlalu lama jika dihabiskan dengan tidur saja. Tadi Maxwell menghiburku setelah kehilangan dua anak buahnya. Andaikan Dola-sama juga menghiburku seperti itu..... tapi, melihatnya damai seperti ini saja sudah cukup bagiku. "Maafkan aku terlambat menyampaikan laporan.” "Tidak masalah. Kudengar kau tertidur lelap. Itulah yang terjadi jika kau kuras Touki Naga-mu. Pertempuran itu pasti sangat sengit.” "Dan maaf tidak membawakan kepalanya padamu.” Dola-sama tersenyum kecut saat aku mengatakan itu. "Tidak apa-apa. Meskipun kepalanya kau bawa ke sini, Crystal tetap saja tidak akan kembali. Itu hanyalah syarat yang tidak berarti.” Dola-sama membelai telurnya lagi. Dia tiba-tiba tertawa, seolah memikirkan sesuatu. "Laplace......" "Ya?" Dola mengangkat telurnya dan memberikannya padaku. Telur itu dibungkus dengan kain lembut, terlihat sangat rapuh. "Jika kamu tidak keberatan, bisakah memberinya nama?" "Eh ...? Tapi bukankah dia anak Dola-sama?” "Benar....." "Lalu kenapa aku yang memberinya nama?" "Memangnya ada siapa lagi di sini?" Dola-sama terus menyodorkan telurnya padaku. Daripada aku, bukanlah lebih baik Dewa Naga atau Jenderal Naga lainnya yang memberinya nama? Akhirnya, aku pun memegang telur itu dengan ragu. Tanganku sampai gemetaran. "Jangan khawatir. Telur Ras Naga tidak mudah pecah." Setelah Dola-sama mengatakan itu, barulah aku pegang telurnya dengan mantab. Terasa hangat. Saat memegangnya, terasa seperti detak jantung dari dalam. Aku sudah banyak makan telur naga, dan tidak ada yang sehangat ini. Telur Ras Naga dan telur naga memang berbeda. 120



Jadi, inilah rasanya kehidupan baru..... sungguh mengejutkan........ "Sudahkah kau memutuskannya?" "... bukankah biasanya kita menunggu sampai telurnya menetas. Lagipula, kita tidak tahu apakah anak ini pria atau wanita.” "Dia laki-laki, kok. Dia putraku.” "Sungguh ...?" Aku pun coba berpikir. Nama ya........ Hmmm............ Mari kita coba........ "Perugius." Tiba-tiba, nama itulah yang muncul di benakku. Perugius. Ya, Perugius Dola. "Itu nama yang bagus. Kuharap dia bisa tumbuh menjadi pria yang kuat, pintar, dan dermawan.” Dan demikianlah..... cerita kelahiran Perugius. ♦ Setelah itu, aku kembali ke kehidupan sehari-hari yang santai. Setelah bangun pagi, aku menemui Szilard untuk membicarakan perkembangan kasus ini, memberi makan Saleact, lalu tidur. Aku terus melanjutkan hidup begitu santai, sampai-sampai mirip pengangguran. Perkembangan kasus ini bergantung pada interogasi Szilard. Jika tersangka benar-benar si pembunuh Crystal, biar aku yang mengakhiri hidupnya. Setelah itu… mungkin aku akan kembali bekerja untuk Dola-sama. Tapi...... jika ternyata si Ras Iblis itu tidak bersalah, maka aku akan melanjutkan pencarian. Sayangnya, belum tentu aku mendapat kesempatan kedua. Bisa saja aku dibebastugaskan dari misi ini karena salah tangkap. Meski begitu, aku tahu Dewa Naga dan Dola-sama mengandalkanku. Aku akan mengawasi kasus ini sampai tuntas. Tak peduli apapun yang terjadi, pasti akan kutuntaskan kasus ini. Hari demi hari terus berlalu sembari menunggu pengakuan si tersangka. Kadang-kadang aku mengunjungi tempat latihan, tapi tidak berlatih. 121



Jujur, aku merasa sengsara hidup seperti pengangguran begitu. Aku sudah bosan menghabiskan hidupku dengan menunggu. Karena dulu aku juga pernah melakukannya. Aku menanti siapapun yang bisa mengentaskanku dari kesendirian. Rasanya, waktu berlalu begitu lambat, dan itu sungguh menyiksaku. Sampai akhirnya, setahun berlalu sejak aku menangkap Ras Iblis itu. Dan Dewa Naga pun kembali setelah bepergian dari dunia lain. ♦ Dewa Naga segera mengadakan pertemuan. Tentu saja, kami akan membahas tentang pelaku pembunuhan Crystal. Dola-sama dan aku sama-sama hadir. Musim bertelur telah berakhir. Dia tidak bertanggung jawab untuk menetaskan telurnya. Sebenarnya, dia ingin menjaga telur itu sampai menetas dengan selamat ... Namun, statusnya sebagai Jenderal Naga lebih penting daripada urusan pribadi. Kami berenam duduk dalam satu meja, dan aku menempati kursi Crystal. "Laporkan....." Setelah Dewa Naga mengatakan itu, aku segera berdiri sembari memberikan penghormatan setinggi mungkin. Aku pun melaporkan semua yang telah terjadi. “Saat berkeliling mencari pelakunya, aku beristirahat dalam suatu gua karena kelelahan. Kemudian, pada saat itulah Dewa Manusia muncul dan memberiku saran yang berguna. Dia memintaku menggunakan mata iblis untuk melihat jejak-jejak di TKP yang tidak tertangkap mata biasa.” Sesingkat mungkin aku menjelaskan semuanya yang terjadi. Aku tidak ingin membuang waktu mereka yang berharga. Meskipun.... yahh, Ras Naga kurang menghargai waktu. “Begitu ya.... jadi kau mendapat saran dari Dewa Manusia?” Dewa Naga tersenyum lebar saat mendengar itu. Mungkin, itu menunjukkan betapa dia menghormati orang yang disebut Hitogami itu. “Setelah membawanya kembali ke Gunung Raungan Naga, aku menyerahkannya kepada Szilardsama untuk diinterogasi.” Setelah aku selesai, Szilard pun berdiri. Laporanku selesai. 122



Szilard mengambil sepotong perkamen kulit naga dan mulai membacanya. "Menurut penyelidikanku, tersangka bernama Necrolia Nacrolia, dia adalah kerabat Raja Iblis Abadi Necross Lacross, dan dia merupakan salah satu dari Delapan Raja Iblis.” Laporan itu langsung membuat suasana rapat gaduh. “Dia pasti diperintahkan Dewa Iblis datang ke dunia kita untuk mengganggu penelitian tentang teleportasi!! Itulah kenapa dia membunuh Crystal!! Namun, entah karena rencananya tidak berjalan baik atau apa.... dia tidak bisa kembali ke Dunia Iblis, sehingga menetap di sini. Sejak saat itu, dia hidup bersembunyi sembari mengumpulkan berbagai kebutuhannya untuk kembali ke Dunia Iblis.” Chaos-lah yang pertama kali bereaksi. "Tak bisa dimaafkan!" Chaos berdiri, lalu membanting tinjunya pada meja rapat. Meja itu mengeluarkan suara yang sangat keras tetapi tidak pecah. Mungkin, dia tidak serius menggebraknya. “Beraninya Ras Iblis! Jika punya masalah dengan kita, ayo bertarung secara jantan! Jangan mengirim pembunuh seperti ini, itu pengecut namanya!” Chaos tidak lagi bisa menyembunyikan amarahnya. Begitu pun denganku. Tapi aku tidak meluapkannya seperti Chaos. "Perang! Kita harus membantai Ras Iblis di mana pun berada! Kita akan lucuti busuknya Dewa Iblis itu!” Dia terus menyalak, tapi ketiga Jenderal Naga lainnya masih tenang. "Szilard ... apakah dia masih hidup?" Tanya Maxwell. Tatapan matanya begitu tajam, tapi bicaranya jauh lebih tenang daripada Chaos. "Aku membunuhnya. Aku kehabisan kesabaran karena dia terus memancing kami dengan lagaknya yang sok ceria.” "Baiklah.... baiklah....” Maxwell masih bisa berkepala dingin. Tapi, aku tahu. Andaikan si tersangka masih hidup, maka kalimat berikutnya yang Maxwell katakan adalah, ’Biar aku yang membunuhnya sekarang juga.’ "..." Dola-sama masih bungkam. 123



Namun, aku bisa merasakan luapan aura amarah yang bahkan lebih panas dari Chaos. Jujur, aku takut mendekatinya saat itu. “Dola, apakah kau sudah ikhlas?” "Diamlah Chaos.... aku merasakan hal yang sama denganmu.” "... Tidak, pasti amarahmu lebih besar dariku." Chaos akhirnya diam. Kemarahan Dola-sama ternyata cukup membuat Chaos terdiam. Seakan, dia bisa meledak kapanpun. Szilard memandang mereka, lalu berkata. "Dewa Naga, sepertinya kita sudah sekata....... mari serang Dunia Iblis, dan biarkan mereka merasakan betapa pedihnya kehilangan seorang Jenderal Naga.” "..." Namun, Dewa Naga sangat bijaksana. Dia bahkan tidak terbawa suasana rapat ini yang penuh emosi. Sambil memegang mulutnya, dia terus berpikir. "..." Mungkin ada hal lebih penting yang sedang dia pertimbangkan. Sesuatu yang tidak bisa dipahami oleh orang bodoh sepertiku............. Yang pasti, para Jenderal Naga tidak begitu memahami Ras Iblis dan Dunia Iblis. Sementara Dewa Naga sudah familiar dengannya. Dia juga sangat mengenal Dewa Iblis. Itu sebabnya Dewa Naga mungkin memiliki pendapat berbeda. Setelah keheningan yang lama, akhirnya dia menjawab.... "Kita tidak akan berperang ..." Kesimpulannya membuat para Jenderal Naga tertegun. "Mengapa?" “Mengapa, Dewa Naga....” “Jika kita menyatukan kekuatan untuk melawan mereka…” Dengan mengangkat tangan pelan, Dewa Naga meminta mereka tenang. Lalu, dia berkata dengan nada tegas.



124



"Mereka membunuh seorang Jenderal Naga, dan kita juga sudah membunuh seorang Raja Iblis. Maka itu impas namanya.” Impas katanya......... Aku tidak setuju. Pertama, Crystal mati karena Ras Iblis lah yang menyerang duluan. Andaikan saja aku tidak menemukannya, mungkin si pembunuh itu akan lolos selamanya tanpa dihukum. Dan..... Ras Iblis hanya akan menertawai kesedihan Ras Naga. Bagaimana bisa keadaan seperti itu dibilang impas? “Jika perang pecah, maka kita juga akan merasakan imbasnya. Ingat, meskipun Ras Naga kuat, bukan berarti Ras Iblis lemah dan mudah dikalahkan. Kematian Crystal sudah membuktikan bahwa mereka mampu membunuh kita. Jadi, berlatihlah sabar.” "Tapi.............." "Aku akan bernegosiasi dengan Dewa Iblis tentang masalah ini." Sayangnya, kami semua adalah bawahan Dewa Naga. Jika Dewa Naga berkehendak demikian, maka kami tidak punya pilihan selain mematuhinya. "Dimengerti ..." Semuanya pun enggan membantah. Tapi, bahkan Dola-sama yang selama ini terkenal paling loyal pada Dewa Naga, terlihat begitu kecewa. Tak seorang pun menyatakan keberatannya. "Dewa Naga......." "Ada apa, Szilard? Kau keberatan?" "Tidak, aku tidak keberatan. Kami akan menyetujui apapun kehendak Dewa Naga. Hanya saja..... ini tentang Laplace. Dia sudah bersusah payah menangkap pelakunya. Bukankah dia pantas menerima imbalan yang setimpal......” Aku sungguh terkejut ketika mendengar kata itu. Sebenarnya itu tidak perlu dibahas. Aku tidak mengharapkan apapun. Bagiku, melaksanakan perintah Dewa Naga adalah keharusan. Malahan, aku perlu minta maaf karena begitu lama aku menjalani misi tersebut. Tapi semua Jenderal Naga mengapresiasi kerjaku. Memang benar, meskipun memakan waktu lama akhirnya aku menemukan pelakunya. 125



Jadi.......... yahh, tidak ada alasan menolak imbalan tersebut. "Ya." Dewa Naga berpikir sejenak. Akhirnya, dia menjawab dengan santai....... “Baiklah, Laplace, dengan ini aku memberimu gelar Raja Naga sekaligus Jenderal Naga. Setelahnya, aku ingin kau ikut denganku bernegosiasi dengan Ras Iblis.” "Wow!" Keputusan itu mengejutkan Jenderal Naga lainnya. Tapi, yang paling terkejut adalah aku sendiri. Dengan demikian, maka resmilah aku menjadi Jenderal Naga paling junior. Aku tidak bisa mempercayainya. Ini seperti tidak nyata. Aku tidak paham mengapa Dewa Naga semudah itu mengangkatku. “Aku… keberatan!” Tapi..... bukan aku yang mengatakan itu. Chaos lah yang langsung bereaksi. Melawan keputusan Dewa Naga adalah tindakan serius bagi Jenderal Naga. Tapi, yahh.... kita tahu setiap orang punya batas kesabaran. Aku memahaminya. Jujur saja, sebenarnya Chaos tidak perlu melakukan itu. Malahan, lebih baik dia menentang keputusan Dewa Naga yang melarang kita menyerang Dunia Iblis. "Ada orang lain yang lebih pantas menerima posisi itu!” Chaos memang sangat membenci Ras Iblis. Padahal dia tidak meragukan kesetiaanku. Dia masih bisa menolelir jika aku bekerja di bawah Jenderal Naga, tapi naik pangkat sebagai Jenderal Naga agaknya......... Dia tidak terima jika posisi setinggi itu diberikan pada ras campuran sepertiku. Kebenciannya pada Ras Iblis semakin menjadi dengan kasus pembunuhan Crystal ini. Padahal, aku bisa membantu bernegosiasi dengan Ras Iblis. "Kumohon ... pertimbangkan kembali, Dewa Naga." Chaos melihat Jenderal Naga lainnya untuk mendapatkan dukungan ...



126



Tapi, bertentangan dengan harapannya, kali ini Jenderal Naga lainnya mendukung penuh keputusan Dewa Naga. "Tidak masalah, kan? Memang dia masih muda, tapi kesetiaannya pada Dewa Naga tidak perlu kita ragukan lagi. Bahkan dia telah menyelesaikan misinya dengan bagus.” "Dia juga cukup kuat untuk bisa mengalahkan Raja Iblis.” Szilard dan Maxwell berkata demikian. Kemudian Chaos menatap Dola-sama. Matanya seolah berkata, ’Kau pasti menentangnya juga, kan.........’ “Sudah lama aku mengamati perkembangan Laplace… memang dia belum sekuat Jenderal Naga lainnya, tapi..... dulu kita juga begitu. Lagipula, Dewa Naga memerlukan anak muda untuk menambah kekuatan kita.” Kata Dola-sama, sembari menoleh padaku. "Laplace. Ini suatu kehormatan. Jadi, bekerjalah lebih keras dari yang sebelumnya.” Tentu saja, Dola-sama tidak keberatan. Sejak awal Dola-sama memang tidak pernah membenciku. Seperti yang dia katakan, ini adalah kehormatan besar bagiku. Salah satu tugasku yang pernah dikatakan Dewa Naga tempo hari adalah, mempererat hubungan kerjasama dengan Ras Iblis. Selain itu, aku juga akan membantu anak Dewa Naga yang belum lahir. Apapun itu, yang jelas harapan mereka padaku semakin tinggi. "Aku sendiri merasa belum layak menjadi Jenderal Naga, tapi........... aku akan melakukan yang terbaik!” Aku berdiri, menyilangkan tangan di depan dada dan mengatakan itu. Aku tidak bisa menolaknya. ♦ “Dengan begitu, aku resmi menjadi Jenderal Naga, dengan gelar Raja Naga Iblis.” Setelah mengatakan itu, Laplace mendesah panjang. Terasa emosi, kepasrahan, dan penyesalan dalam desahan napas itu. Rostelina merasa cemas saat melihatnya. Dia meminta Laplace menceritakan kisah hidupnya yang mungkin seharusnya lebih baik tidak dibahas. Mungkin Laplace terpaksa menceritakan sesuatu yang ingin dia lupakan. "Shishou ... apakah sebenarnya kau tidak ingin menjadi Jenderal Naga?” 127



"Hm? Tidak, bukan begitu. Kalau tidak bersedia, mungkin sudah kutolak tawaran itu, meskipun Dewa Naga sendiri yang mengatakannya… hanya saja, aku merasa belum pantas mendapatkan gelar begitu tinggi saat itu.” "Mengapa? Bukankah Shishou berhasil menjalankan misi itu, kau bahkan mampu mengalahkannya.” “Ya, tapi kemampuan Jenderal Naga tidak dinilai dari kekuatannya saja.” Rostelina tidak begitu paham maksudnya. Karena menurut si gadi Elf, Laplace sudah setara para dewa. Menurutnya, dia adalah pria hebat tanpa tandingan. "Tapi, Shishou memang hebat, kan. Bahkan Shishou telah menolongku.” "Begitukah?" "Ya, berkat Shishou aku bisa hidup dengan kutukan ini. Aku tidak tahu sehebat apa Jenderal Naga lainnya, tapi yang jelas Shishou bukanlah orang sembarangan, dan Shishou layak mendapatkan posisi itu.” Rostelina adalah ras Elf berkuping panjang. Namun, dia aneh. Potensi sihirnya jauh melebihi yang lain. Dulu waktu kecil, berkali-kali kekuatannya lepas kendali, sehingga dia membuat kekacauan di desa, bahkan membunuh banyak penduduk desa. Oleh karena itulah dia diusir dari desa. Dia tersesat di pinggir hutan, menangis sendirian. Dia tidak bisa bertahan hidup sendiri dalam kondisi seperti itu. Nasib yang menunggunya hanyalah menjadi santapan monster. Sampai akhirnya seseorang misterius bernama Laplace menmukannya. Dia menanamkan lingkaran sihir yang bisa mengontrol Mana Rostelina. Berkat itulah, Rostelina bisa menjalani kehidupan sehari-harinya dengan normal. “Aku senang mendengarnya. Tapi, sebagai Jenderal Naga terakhir, aku tidak ingin mengotori nama itu.” Laplace mengatakannya dengan memandang kosong pada kejauhan. Jenderal Naga terakhir yang masih hidup. Rostelina mencoba memahami kalimat itu, tapi dia tidak mengerti. Maka, dia pun bertanya lagi..... "Shishou..." 128



Tapi Rostelina mengurungkan niatnya. Karena dia tidak ingin Laplace kembali menceritakan masa lalunya yang suram. Sampai titik ini, ceritanya cukup baik. Mulai dari anak terbuang, diselamatkan oleh orang terhormat, berusaha membuktikan dirinya, sampai akhirnya mendapatkan posisi yang tinggi. Itu adalah suatu kisah sukses. Mungkin ada beberapa kisah pilu, tapi tidak begitu dalam. Dia tahu, jika cerita ini diteruskan, ending-nya pasti lebih menyakitkan. Tapi............ Rostelina begitu penasaran. Dia ingin tahu lebih banyak tentang Laplace. Dia pun galau. Apakah berhenti di sini saja, atau meneruskan ceritanya meskipun membuat Laplace sedih. “Shishou… jika ada yang bisa kubantu, bilang saja. Aku akan berusaha sekuat tenaga membantu Shishou.” "Nah, kalau begitu............ ah, tidak jadi.....” Laplace berhenti tepat saat dia hendak meminta sesuatu. Kemudian, dengan senyum masam, dia menggelengkan kepalanya. "Yahh........ sebenarnya aku punya satu permintaan." "Apa itu?" Dengan senyum lembut, Laplace membelai kepala Rostelina. "Segera tidurlah. Besok kerja lagi.” Tanpa disadari, hari sudah larut malam. Rostelina sampai melupakan rasa kantuknya karena terlalu asyik mendengarkan kisah Laplace. "...baik, Shishou.” Rostelina sadar dirinya tidak bisa banyak membantu tuannya. Dengan kecewa, dia bangkit dari kursinya, lalu perlahan meninggalkan ruangan untuk menuju ke kamarnya. "..." Setelah mengantarnya pergi, Laplace kembali ke mejanya. Pembicaraan barusan mengingatkan Laplace akan sesuatu yang ingin dia tulis. Di sana tergeletak satu buku. Buku yang merangkum hal-hal terpenting. Dia tidak menuliskan semua yang dia tahu secara detail, toh itu tidak perlu........ 129



Dia hanya menuliskan hal-hal penting saja. Laplace menambahkan halaman baru ke buku, lalu menulis: "Perugius." Nama itulah yang harus dia tulis. Namun, kali ini dia akan menulis beberapa detail yang tidak tercantumkan sebelumnya. Dia tidak ingin menceritakan kisah ini pada Rostelina karena terlalu sedih. "Ada suatu permintaan dariku bagi mereka yang membaca buku ini. Ada seorang bocah Ras Naga yang tidak tahu namanya di dunia ini. Kumohon, beritahu nama ini padanya. Mungkin aku telah melupakan banyak hal lainnya, tapi tidak yang ini. Bocah itu berambut perak, dan harusnya sekarang dia tanpa nama. Maka......... tolong beritahu dia, bahwa namanya adalah Perugius. Perugius, sang putra Dola. Kutulis saja di sini, untuk jaga-jaga kalau aku mati sebelum sempat menyampaikannya.” Laplace berkata sambil mengisi halaman lain dari buku itu. Setelah itu, letakkan buku di tengah rak, dengan posisi yang paling menonjol. Itu dia lakukan supaya orang lain mudah menemukannya. Memang tugas Laplace menyampaikannya, tapi tidak harus secara langsung. Tentu saja, sebagai ayah baptisnya, Laplace memang ingin menyampaikannya secara langsung. "Dola-sama." Ketika dia menggumamkan nama itu, teringatlah sosok ibu di benaknya. Baginya, Dola-sama adalah sosok guru, pimpinan, sekaligus ibu. Saat-saat terakhirnya penuh dengan penyesalan. Mengingatnya saja membuat dadanya sesak. Kebencian mulai muncul di hatinya. Kebencian yang mendorong seseorang mengamuk dan membunuh. Laplace hidup hanya untuk menghapus penyesalan itu. Dia harus memenuhi misinya. "Fu........." Laplace menutup buku itu dan duduk kembali di kursinya. Dia merasa lelah setiap kali turun gunung dan melakukan perjalanan, itu membuatnya mengingat masa-masa ketika bertarung sebagai salah satu dari Lima Jenderal Naga. Mungkin sudah waktunya tidur setelah begitu lama terjaga. "Selamat malam, Rostelina.", Laplace mengatakan itu, lalu menutup matanya. Ini adalah pertama kalinya dalam beberapa dekade terakhir seisi rumah itu tertidur. 130



Bab 12 Naga dan Wanita Berabad-abad telah berlalu. Kehidupan damai berlanjut di Gunung Raungan Naga. Bagi ras manusia, berabad-abad pastinya sangat lama, tapi tidak untuk ras Elf seperti Rostelina. Meski demikian, berabad-abad cukup untuk merubah gadis kecil menjadi wanita dewasa. Dia pun sudah tumbuh menjadi seorang wanita cantik. Itu secara fisik, sedangkan secara psikis Rostelina masihlah selugu dulu. Itu wajar saja, karena Rostelina hidup tanpa berkomunikasi dengan siapapun selain Laplace dan Saleact. Sayangnya, dia selalu galau. Senyumannya telah menghilang, dan hatinya penuh kesuraman. Ya.... pantas saja....... Itu karena Laplace menceritakan hidupnya yang menyedihkan semenjak menjadi Jenderal Naga. Sebenarnya Laplace tampak biasa saja, tapi Rostelina tahu jauh di dalam hati dia memendam kesedihan. Laplace tidak pernah menunjukkannya seperti marah atau kesal. Tapi aura negatif terus menumpuk dari waktu ke waktu. Terlebih lagi, Laplace sering bepergian belakangan ini. Dulu dia sering menghabiskan waktunya di rumah, namun akhir-akhir ini malah jarang di rumah. Rostelina tahu alasannya. Karena Laplace sedang coba menyelidiki kebangkitan Kaisar Iblis Agung Kishirika Kishirisu. Kaisar Iblis Agung cukup terkenal, bahkan Rostelina pun tahu. Selama ribuan tahun, dia memimpin Ras Iblis berperang melawan manusia. Perang itu sudah berlangsung berabad-abad bahkan sebelum si gadis Elf lahir. Itu adalah perang luar biasa yang melanda seluruh dinia. Namun, pada peperangan terakhir Kaisar Iblis Agung kalah. Sayangnya dia tidak bisa mati. Kaisar Iblis Agung akan terus bangkit, dan saat itulah peperangan kembali berkobar. Dia tidak tahu apa yang sedang direncanakan Laplace. 131



Apakah dia akan membela Ras Iblis, atau ras manusia? Atau..... hanya menonton kedua kubu saling bantai? Siapapun yang dia pihak, yang jelas Laplace terlihat sibuk sekali mempersiapkan rencananya. Tak seorang pun tahu apa yang Laplace coba usahakan. "Haa ..." Rostelina menghela nafas sambil membawa cucian. Dia tahu Laplace sedang sibuk. Laplace juga selalu terlibat dalam peristiwa-peristiwa besar di dunia ini. Tak banyak waktu dia habiskan bersama Rostelina seperti dulu. Tapi.... Rostelina mulai berprasangka bahwa..... mungkin saja dia sedang menghindarinya. Bagaimana jika Laplace kesal karena si gadis Elf selalu bertanya tentang kisahnya saat menjadi Jenderal Naga. Dia sudah sering memperingatkan bahwa akhir kisah itu tidaklah bagus. Ending-nya menyedihkan, dan tidak layak diingat kembali. Rostelina tidak tahu seperti apa akhirnya, tapi yang jelas sangat tragis. Sejauh ini, yang dia dengar hanyalah kisah Laplace mulai dari anak pungut, sampai menjadi Jenderal Naga yang sukses. Tapi tentu saja ceritanya tidak berakhir sampai di sana. Dia tidak tahu bagaimana cerita itu berlanjut, sampai akhirnya Shishou-nya tinggal di pegunungan terpencil ini, sembari menghabiskan waktu menulis buku. Sesuatu yang drastis pasti telah terjadi pada hidupnya. Tapi apa...... Mungkin Laplace enggan membahasnya. Kalau si gadis terus menuntut, mungkin......... Laplace tidak akan pulang lagi. Kalau begitu, Rostelina tidak akan bertanya lagi. Tidak apa-apa. Meskipun dia begitu ingin tahu kelanjutannya. Sebenarnya dia hanya ingin berbagi kesedihan. Mungkin dengan berbagi, kesedihan itu tidak begitu menyakitkan. Tapi jika Laplace tidak mau menceritakannya, apa boleh buat........... Mungkin si gadis Elf bisa mendukung Shishou-nya, tanpa mengetahui cerita itu. Seperti yang dia lakukan sekarang..... mencuci baju dan bersih-bersih. 132



Atau mungkin memasak.... setelah berabad-abad, masakannya pasti bertambah enak. Sebenarnya sulit menilai apakah masakannya berkembang, karena Laplace selalu memujinya lezat. Tapi setidaknya, Saleact memuji masakannya. Jadi, naga itu sudah bisa bicara? Ah tidak, Laplace lah yang mengartikannya. Rostelina sendiri tidak pernah belajar berkomunikasi dengan Saleact. Pekerjaan sederhana apa lagi yang bisa membantu Laplace? Menata rak buku mungkin? Belakangan ini, Laplace langsung menulis di perpustakaan ketika pulang. Namun, beberapa kali dia keluar ruangan, kemudian mengeluh bahwa dia tidak akan sanggup menulis semuanya. Yahh, paling-paling topik itulah yang menjadi kesempatan mereka saling bicara. Selebihnya, mereka jarang ngobrol. Sebenarnya si gadis Elf begitu ingin Shishou-nya mengandalkannya. Dia bukan lagi anak-anak, dan dia ingin berusaha agar berguna bagi Shishou-nya. "Oh, Shishou, kapan kau pulang ..." Cucian selesai dan rumah sudah dibersihkan. Setelah makan siang, dia akan memberishkan sarang Saleact. Dan jangan lupa menaburkan potongan-potongan sisik Saleact yang terkelupas di sekitar rumah. Itu akan mencegah Naga Merah lain melanggar wilayahnya. "..." Makan malam akan segera tiba. Tapi Rostelina masih saja mendesah capek. Dia tidak nafsu makan. "……Ah!" Kemudian, telinga panjang Rostelina mendengar sesuatu. Terdengar suara kepakan sepasang sayap. Meskipun banyak Naga Merah yang beterbangan di sekitar rumah, dia bisa membedakan suara kepakan sayap yang satu ini. Saleact datang, yang artinya.......... Laplace pulang! "Shishou!" Tanpa ragu, Rostelina berlari keluar.



133



Dan benar saja, terlihat Saleact sedang mendarat dengan Laplace di punggungnya. Laplace melambai saat melihat Rostelina, lalu si naga perlahan mengibaskan sayapnya untuk mendarat di pekarangan rumah. Pendaratan yang elegan terlalu halus untuk seekor Naga Merah. Lalu, Laplace melompat turun dari punggungnya. Saleact menguap, seolah dia lelah, lalu kembali ke sarangnya di belakang rumah. Mungkin dia kecapekan setelah menempuh perjalanan panjang. "Aku pulang, Rostellina. Ada apa? Tumben kau menyambutku sampai berlarian ke luar rumah." "Tidak! Aku selalu melakukannya belakangan ini!” "Begitukah? Ah.... maaf..... maaf.” "Baiklah, Shishou ... apakah kau ingin makan malam?" Rostelina bertanya dengan gugup. Laplace sering menolak tawaran itu, karena dia memang jarang makan. "Ya, sebelumnya aku terbang begitu jauh tanpa makan sedikit pun, sepertinya aku lapar. Tolong ya....” "Siap!" Tapi tampaknya berbeda hari ini. Rostelina menjawab dengan riang dan bergegas ke dapur. Api di tungku belum dipadamkan. Dia menuang air dari tong ke panci, lalu mendidihkannya. "Rostelina........" "Ya! Ada apa, Shishou?" Tiba-tiba dipanggil dari belakang, dia segera bergegas mendekat. "Oh, tidak perlu ke sini, lanjutkan saja memasakmu sembari mendengarkan.” Tapi Laplace langsung menghentikannya. Dengan sedikit kecewa, dia kembali menyiapkan makan malam. “Hari ini aku memastikan bahwa Kaisar Iblis Agung Kishirika Kishirisu telah bangkit. Ah tidak juga..... sebenarnya bukan hari ini, Kishirika Kishirisu sudah bangkit setidaknya 500 tahun yang lalu. Tapi, belakangan ini baru bangkit sepenuhnya. Dia lah dalangnya perang. Jadi..... sebentar lagi perang pasti akan berlanjut.”[2] Tangan Rostelina membeku sesaat. Perang akan segera dimulai.



134



Rostelina tidak terlalu mengerti. Dia tidak pernah mengalami perang. Tapi yang pasti, banyak korban jiwa selama perang berlangsung. Memang benar Rostelina hidup di Gunung Raungan Naga yang terpencil, tapi..... apakah benar perang tidak akan berdampak ke sini? "Dan tampaknya, orang yang memicu perang adalah.......... pria itu.” "Pria itu?" "Dia lah yang selama ini kukejar dan ingin kukalahkan. Dia lah musuh yang sebenarnya.” Tangan Rostelina membeku. “Aku tidak pernah tahu tujuannya. Tapi aku berwajib mencari tahu dan menghentikannya. Aku akan menemukan setiap jebakan yang dia pasang, lalu menghancurkannya. Aku pasti..... akan menghabisinya.” "..." "Oleh karena itulah, aku akan ambil bagian dalam perang kali ini. Meskipun, aku belum tahu harus memihak siapa.” Di depan Rostelina, air mulai mendidih. Tetapi Rostelina tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat ke belakang. Laplace memang kuat. Tapi dia sendirian. Lima Jenderal Naga sudah tidak ada lagi. Mungkin musuh sudah membunuh mereka. Maka, tidak mustahil bila Laplace juga terbunuh. Laplace kuat, tapi tidak sempurna. "Shishou..." Dengan hati yang cemas Rostelina meninggalkan dapur. Seperti biasa, Laplace hanya duduk di kursinya dengan santai. Tapi, Rostelina bisa merasakan wajahnya yang sedikit suram. Mereka mungkin tidak akan bertemu lagi. Rostelina memiliki firasat buruk itu. "Oh, jangan khawatir, Rostelina. Masih ada jeda beberapa saat sampai perang benar-benar dimulai. Selama itu, aku masih akan bersamamu.” Entah karena merasakan kecemasan Rostelina atau tidak, Laplace mengatakan itu sembari tersenyum. 135



"Sudah matang makanannya? Aku mulai lapar, nih.” "Iya……" Rostelina kembali ke dapur dan melanjutkan memasak sesuai permintaan. Dia memasak sup, daging panggang, dan beberapa sayuran. Tak lama kemudian selesai. Sayangnya, si gadis Elf sudah terlanjur cemas. "Wah, hari ini masakanmu juga lezat." Laplace menyantap sembari memujinya. Benarkah begitu? "Ada apa, Rostelina. Hari ini kau pendiam sekali.” "Shishou..." "Ya?" "Apakah kau benar-benar harus pergi berperang?" Mendengar itu, Laplace tampak bingung sesaat. Namun, dia segera pasang wajah serius, lalu mengangguk. "Ya, aku harus pergi. Apalagi jika dia terlibat." "Mengapa....?" Mengapa? Sontak si gadis Elf menanyakan itu. Pertanyaan yang seharusnya tidak dia ajukan. "Baiklah.... baiklah.... aku baru ingat. Tampaknya, aku baru bercerita setengahnya ya. Makanya kau tidak tahu.” "Eh?" "Ayo bicara. Aku yakin kau akan mengerti jika mendengar ceritaku. Apa yang terjadi dengan Dunia Naga setelahnya..... apa yang terjadi dengan Jenderal Naga setelahnya.... dan apa yang harus kulawan sampai akhir.” Mendengar itu, Rostelina dengan hati-hati bertanya, “Aku pikir Shishou… tidak ingin menceritakannya lagi....” "Ah, tidak juga. Memang benar itu cerita yang pilu. Tapi itu sejarah yang tidak boleh dilupakan. Jika aku tidak cerita, mungkin lama-lama aku akan melupakannya.” Laplace mengatakan itu dengan yakin, seolah dia sudah memantapkan hatinya. "Ayo, duduk, Rostelina. Kau mau dengar tidak?” 136



Mendengar kata-kata itu, Rostelina menelan ludah. Dia ingin mendengarnya. Dia begitu ingin mendengarnya. Apa yang terjadi selanjutnya pada Laplace muda? Apa yang terjadi selanjutnya pada Laplace dan Jenderal Naga? Dia sangat ingin tahu. Jawabannya sudah jelas. "Ya! Mohon ceritakan!" Kemudian Rostelina mengambil tempat duduknya. Dia duduk tepat di samping Shishou-nya. "Oke, mari kita bicara. Kisah terakhir Dunia Naga." Laplace pun mulai. Inilah kisah terakhir dari cerita kuno Laplace dan Jenderal Naga.



137



Bab 13 Perwakilan Naga Sebelum masuk ke bahasan utama, mari kita bicara tentang peran Lima Jenderal Naga. Seperti yang sudah kusebutkan sebelumnya, masing-masing Jenderal Naga dipercayakan tugas tertentu oleh Dewa Naga. Dola-sama melatih naga. Maxwell membasmi monster. Chaos memproduksi persenjataan. Szilard bertanggung jawab atas para prajurit naga. Secara teori seperti itu, namun ada lagi pekerjaan-pekerjaan lain di balik layar, tapi kita bahas itu lain kali saja. Ketika diangkat sebagai Jenderal Naga, aku juga diberi tugas tertentu. Sebagai asisten Dewa Naga. Atau lebih tepatnya, sebagai pengawalnya ... tapi pada dasarnya, aku adalah pelayan pribadinya. Selain menjamin keamanan Dewa Naga, aku juga bertugas memberikan saran, bahkan membawakan air untuknya. Yahh, namanya juga pelayan pribadi, jadi ada saja pekerjaan-pekerjaan sepele seperti membawa air, makanan, dsb. Pokoknya, aku harus selalu bersama Dewa Naga. Tentu saja, bagiku itu adalah suatu kehormatan besar. Bahkan, mungkin itu akan membuat Jenderal Naga lainnya terganggu. Karena mereka sangat menghormati, mengagumi, dan memuja Dewa Naga. Mungkin, kekaguman itu akan berbuah iri hati jika sang pujaan terus didekati orang baru. Tapi tentu saja, meskipun terganggu mereka tidak menyuarakan keluhannya. Sedangkan menurutku, pekerjaan sebagai pelayan sangat cocok untukku. Tidak ada alasan tidak bersedia. Maka, aku sering bepergian ke dunia lain bersama Dewa Naga. Penelitian tentang sihir teleportasi belum selesai saat itu, tapi ada cara untuk bepergian antar dunia. Di setiap dunia, selalu ada altar pada suatu tempat tertentu. Setelah Dewa Naga memasukinya bersamaku, dia mengaktifkannya, lalu kami berpindah ke suatu tempat putih bersih. 138



Kau bisa berpindah ke altar lain di dunia seberang dengan cara itu. Dunia pertama yang kukunjungi bersama Dewa Naga adalah dunia yang dipenuhi miasma, racun, dan sihir..... atau sebut saja Dunia Iblis. "Ini kan..." Saat aku melangkah keluar dari altar dan melihat pemandangan di sekitar, tubuhku langsung membeku. Dunia Iblis, tempat kenangan pahit bagiku. Sontak, pikiran negatif langsung menguasai kepalaku saat aku mengingat masa-masa itu. "Ada apa?" "Tidak, tidak apa-apa." Tentu saja, sekarang aku sudah banyak berubah. Setelah begitu lama tinggal di Dunia Naga, aku tidak lagi merasa terikat dengan dunia ini. Bahkan, aku tidak lagi merasa marah pada orang-orang di kota yang mengucilkanku. Tapi yang jelas, aku sudah lama sekali tidak melihat monster-monster yang berkeliaran di sekitar. Jujur saja, aku sama sekali tidak merindukan tempat ini. "Ayo......" "Siap!" Dewa Naga langsung terbang tanpa menjelaskan kemana kita akan pergi. Aku pun tidak perlu menanyakan hal bodoh seperti itu. Aku hanya perlu mengikuti kemana pun Dewa Naga pergi. Tapi setidaknya, aku tahu Dewa Naga sedang terbang menuju ke pusat Dunia Iblis. Ada kawah raksasa yang terlihat seperti pegunungan dari kejauhan. Rumah-rumah tak terhitung jumlahnya berbaris di dalamnya, dan juga terdapat kastil besi hitam yang terletak tepat di tengah kawah itu. Inilah pusat Dunia Iblis, atau Ibukota Daileck, dan itu adalah kastil Dewa Iblis Gaileck. Saat kami mendekati kastil, aku mengamati api unggun menyala yang melingkar di atap kastil. Dewa Naga mendarat di tengah lingkaran tanpa ragu-ragu. Begitu banyak Ras Iblis mengelilingi di sekitarnya. Mereka berasal dari berbagai suku. Ada yang memiliki banyak lengan, ada yang kakinya seperti binatang, ada yang tubuhnya bersinar, bahkan ada yang tidak memiliki mata. Sepertinya mereka tidak begitu senang dengan kehadiranku dan Dewa Naga. 139



Ketidaksenangan itu tidak ditunjukkan dengan tindakan, tapi aku bisa merasakannya dengan jelas. "Gahahahaha! Selamat datang, Dewa Naga!" Sementara itu, dari singgahsananya, datanglah seseorang. Kerumunan Ras Iblis di sekitar kami tampak tegang, tapi tidak dengan pria itu. Dia tampak ramah dan senyum lebar melingkar di wajahnya. "Mmm." Tapi dia berhenti saat melihatku. Senyumannya menghilang, digantikan oleh ekspresi serius. "..." Aku juga kehilangan suaraku saat melihatnya. Aku kenal dia. Kulit hitam, enam lengan, rambut ungu, telanjang dada. Melihatnya saja, aku langsung gemetar. Dulu...... dulu sekali...... Saat aku masih tinggal di Dunia Iblis. Dia lah orang yang mengusirku setiap kali mencoba mendekati kota. Ya, itu memang dia. Raja Iblis yang mengalahkanku berkali-kali. "Ini pengawalku. Salah satu dari Lima Jenderal Naga, Raja Naga Iblis Laplace." Dewa Naga segera menyela saat melihat kami berdua membeku tanpa suara. Aku segera teringat kembali status dan tugasku datang bersamanya ke dunia ini. Aku segera memberi hormat setinggi-tingginya dan menyapa Raja Iblis. "Aku adalah Raja Naga Iblis Laplace. Senang berkenalan denganmu.” "Mmm ……" Sebagai tanggapan, Raja Iblis membuat gestur kecil, lalu......... "Gahahahaha! Aku salah satu dari Delapan Raja Iblis, Necros Lacrosse! Ingatlah itu!" Dia pun tertawa keras. Inilah tugasku di sini. Menghadiri pertemuan ini. Para dewa dari setiap dunia mengadakan pertemuan rutin bersama-sama ... ya, kurasa aku sudah menceritakannya sebelumnya. Karena rutin, tentu saja pertemuan itu terus berlanjut. 140



Tempat pertemuannya digilir mulai dari Dunia Naga, Dunia Langit, Dunia Laut, dll. Dewa lain juga membawa pengawalnya masing-masing, dan beberapa dari mereka tidak bisa terbang atau berenang. Hal-hal seperti itu harus dipertimbangkan. Pada pertemuan antar dewa, mereka akan membahas masalah-masalah paling terkini di dunia ini. Seperti kemunculan monster atau bahkan fenomena teleportasi mendadak. Setiap dunia begitu ingin menyelesaikan masalah ini, tapi masih belum ada solusi. Meskipun hanya mengawal Dewa Naga dan tidak langsung ikut serta dalam pertemuan itu, aku bisa bilang bahwa hubungan mereka tidak begitu baik saat itu. "Lagi-lagi muncul monster! Mereka menghancurkan salah satu kotaku!” "Salah satu bawahanku menghilang tiba-tiba, dan ribuan orang mati akibat perang!” “Hah? Kabarnya sih kau sudah menyelesaikan penelitian teleportasi, jadi kau pasti tahu sesuatu tentang fenomena itu!” "Apa...? Itu hanya kabar burung.... atau, jangan-jangan kau yang mengirim monster-monster itu!” Dewa Laut adalah pria bertentakel banyak yang muncul dari mulutnya dan memiliki kulit licin seperti cumi-cumi. Dewa Hewan adalah pria berkepala dua, yang satu mirip anjing dan satunya lagi mirip kucing. Dia menunggangi serigala putih. Dewa Langit adalah pria bermata ganda yang indah pada dahinya, dan memiliki enam sayap di punggungnya. Dewa Iblis adalah pria berlengan delapan, bertanduk enam, dengan tinggi lebih dari 3 meter. Tampaknya, hubungan keempatnya sedang buruk. Setiap bertemu mereka saling sindir, bahkan tampaknya siap beradu otot kapanpun. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika orang-orang tertinggi dalam hierarki ini saling baku hantam. Aku bisa merasakan kemarahan, emosi, dan kekuatan yang mengerikan dari mereka. "Baiklah, semuanya tenang.... berkelahi tidak akan menyelesaikan apapun. Santai saja. Penelitian teleportasi berjalan lancar, jadi cepat atau lambat kita akan menemukan akar permasalahannya. Jadi, jangan terprovokasi oleh rumah yang tidak jelas.” "Benar. Tidak ada gunanya saling bertengkar. Jika kita bertarung, orang-orang kita yang akan menjadi korban.” Sementara itu, hanya dua orang yang mencoba melerai mereka. Dewa Naga kita yang agung. Dan Dewa Manusia yang tertutupi mozaik, sehingga penampilannya sulit diingat. 141



Tanpa mereka hubungan antar dunia pasti sudah rusak, bahkan mungkin terjadi perang. "..." Ketika para dewa mendengar perkataan Dewa Manusia, semuanya terdiam. Dewa Manusia sangat dihormati. Karena dia lah pendiri forum ini, dan berkat ilmu dari Dunia Manusia yang lebih berkembang, mereka bisa hidup lebih layak saat itu. Dengan kata lain, Dewa Manusia adalah yang paling dermawan di antara para dewa. Karena dia sering membantu, tanpa meminta imbalan. Maka, pantas saja dewa-dewa lainnya begitu segan dan hormat padanya. Dewa Naga juga tidak terkecuali. "Hmmph, kau jangan sok bijak, Dewa Naga.” Namun, Dewa Iblis masih saja mencemoohnya. Dan kata-kata berikutnya cukup membuatku gemetar. "Aku pernah mendengar desas-desus bahwa kau menculik putraku, Necrolia Nacrolia, lalu menyiksa dan membunuhnya.” Kata-kata itu mengguncang hatiku. Pernyataan tiba-tiba ini bisa memicu perang antara Dunia Iblis dan Naga. Dan aku tahu rumor itu benar. Meskipun ras kami yang pertama disakiti, tapi jika tidak dijawab dengan bijak bisa-bisa terjadi masalah yang lebih besar. "... Itu hanya rumor. Aku tidak mengenal orang yang kau sebut." Dewa Naga berbohong. Itu sedikit mengejutkanku, karena kupikir Dewa Naga adalah orang paling jujur di dunia. Tapi, kurasa dia tidak salah. Bahkan, kami sudah diminta untuk tidak membesar-besarkan kasus pembunuhan Crystal oleh Necrolia Nacrolia. Mengeksposnya hanya akan menyebabkan pertengkaran dan perang. Mungkin Dewa Iblis hanya menguji Dewa Naga, dan dia tidak termakan umpannya. Dewa Naga punya cara tersendiri menyelesaikan masalah ini. "Oh ya, Dewa Iblis lihatlah pria ini..........” Dewa Naga menatap ke arahku yang berdiri di belakangnya. Aku segera memberi hormat yang setinggi-tingginya.



142



Jangan mempermalukan Dewa Naga. “Bukankah dia campuran Ras Naga dan Iblis? Mengapa kau membawanya ke sini? Ada apa dengannya?” “Sekarang dia sudah menjadi sosok penting di dunia kami. Ini membuktikan bahwa Ras Naga tidak pernah memusuhi Ras Iblis.” "…… Hmmph." Dia itu menatapku dan mendengus. Matanya melotot. Mata orang itu memang besinar menakutkan. Tampaknya, itu mata iblis seperti yang kumiliki. Setelah puas mengamatiku, dia kembali duduk dengan santai. "Baiklah. Aku mempercayaimu." Aku diadopsi dengan tujuan ini, dan tampaknya itu berhasil. Untuk sesaat, kami berhasil menghindari konflik antara Ras Naga dan Iblis. "... Aku juga tidak ingin berkelahi." Setidaknya, Dewa Iblis sepertinya juga tidak ingin berurusan dengan Dunia Naga. Tidak, bukan hanya Dewa Iblis. Tak satu pun dewa menginginkan percahnya konflik skala besar. Namun, karena mereka tertekan dengan masalah dari masing-masing dunia, akhirnya mereka saling tuduh. Forum ini selalu tegang karena masalah seperti itu. Mungkin dulu lebih damai, tapi kali ini terasa sekali ketegangannya. Pada dasarnya forum ini bertujuan saling bertukar ilmu dan informasi, tapi sesekali mereka membahas masalah pribadi. Bahkan, mungkin ada beberapa informasi yang sengaja disimpan karena mereka mulai tidak saling percaya. Dan salah satu tugasku adalah memperbaiki hubungan yang mulai renggang ini. Dewa Naga mempercayakan tugas itu padaku. Tentu saja, bukan berarti aku harus berteman dengan dewa lain. Mungkin, aku bisa mulai dari bawahan mereka. Atau lebih tepatnya, pengawal mereka. Meskipun statusnya sebagai pengawal, sebenarnya mereka menduduki posis penting di masingmasing dunia. 143



Jika aku berteman dengan mereka, perselisihan akan semakin terhindari. Setidaknya, begitulah rencanaku. Pengawal pertama yang harus kudekati adalah pengawal Dewa Iblis, karena hubungan dengan Ras Iblis mulai menegang. Sayangnya, fakta di lapangan memang Ras Naga membenci Ras Iblis. Begitupun sebaliknya. Intinya, tugasku adalah sebagai juru damai. "Necros Lacrosse...." Setelah pertemuan selesai, aku memanggil seorang pria bertubuh besar. "Aku adalah Raja Iblis Abadi Necros Lacrosse, dan salah satu dari Delapan Raja Iblis Agung." Necros Lacrosse menoleh ke belakang dan hendak tertawa keras, tapi wajahnya berubah serius saat melihatku. "Kau kan……" Dia memelototiku dengan wajah bingung. Mungkin saja dia pikir aku datang untuk balas dendam. Lalu, aku segera menanggapi....... "Ijinkan aku memperkenalkan diri sekali lagi. Aku adalah Raja Naga Iblis Laplace, dan salah satu dari Lima Jenderal Naga. Aku bukan lagi bocah campuran Ras Naga dan Iblis yang tidak punya nama.” "Mmph." Sembari mengatakan itu, Necros Lacrosse mengamatiku dengan seksama. Waktu itu aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi akhirnya aku tahu bahwa pria ini tidak mengungkit-ungkit masa lalu. Aku juga tidak punya dendam terhadapnya. Tidak ada gunanya kami berselisih hanya karena masa lalu. Banyak hal telah berubah semenjak terakhir kali kami bertemu. “Belakangan ini, di Dunia Naga banyak beredar kabar buruk mengenai Ras Iblis. Aku harap kita bisa menyelesaikannya dengan kekeluargaan.” "Yahh, aku sih tidak keberatan, tapi kudengar Ras Naga sangat membenci Ras Iblis, iya kan?” “Fakta bahwa ras campuran sepertiku bisa menduduki posisi tinggi di Dunia Naga menunjukkan bahwa kabar itu tidak benar.” "..."



144



“Dewa Naga menginginkan perdamaian. Dan aku yakin Dewa Iblis juga menginginkan hal yang sama, maka mengapa kita tidak berteman........” Saat aku mengatakan itu, Necros Lacrosse melipat enam lengannya dan menatapku. Aku tidak suka dengan caranya melihatku, tapi aku harus bertahan. Mungkin dia sedang menganalisa apakah aku berkata jujur. Segala tindakanku akan menentukan nasih kedua ras kedepannya. "Mmph." Setelah beberapa saat, Necros Lacrosse mengangguk dengan yakin. “Dewa Iblis memang tidak menginginkan perang! Tapi, belakangan ini muncul hal-hal misterius yang membuat kedua dunia bersitegang!” "Ya.... aku tahu itu." "Baiklah, ayo kita bekerjasama!” Maka, aku dan Necros Lacrosse berjabat tangan. Kami pun resmi bekerjasama. Aku pergi ke dunia lain hanya saat Dewa Naga mengadakan pertemuan antar dewa, jadi hanya sesekali saja. Tapi.... kesempatan itu membuatku mengunjungi setiap dunia. Dunia Laut adalah dunia tanpa daratan. Para penduduknya bersisik, berinsang, dan bersirip. Aku sangat kagum saat pertama kali melihatnya. Lagipula, aku belum pernah melihat lautan sebelumnya. Tidak banyak perairan di Dunia Iblis, apalagi laut. Ada danau dan air terjun di Dunia Naga, tapi sungguh berbeda dengan laut. Lautan di dunia itu terhampar sampai ke cakrawala seolah tanpa ujung. Awalnya aku merasa ngeri melihat dunia penuh air seperti itu, tapi setelah menyelam ke dasar laut, aku melihat kehidupan yang benar-benar berbeda dan mengesankan. Dunia Hewan adalah tempat berisikan hutan belantara dan pegunungan. Aku juga takjub dengan tempat itu. Tentu ada pegunungan juga di Dunia Naga. Tapi tidak sehijau dan sehidup pegunungan di Dunia Hewan. Di sana begitu padat. Setiap langkah, kau akan mendapati serangga atau kadal kecil yang berhamburan menjauhimu. Dunia-dunia lain tampak tandus jika dibandingkan Dunia Hewan.



145



Tapi, orang-orang dari Hutan Agung menganggapnya biasa saja. Yahh, mungkin mereka jarang bepergian ke dunia lain. Lalu, ada Dunia Langit, dimana bongkahan batu-batu bergantungan di udara, dan di sana hanya hidup makhluk yang bisa terbang. Dunia itu yang paling mirip dengan Dunia Naga. Bedanya, Dunia Naga permukaan tanah ada di atas, sedangkan Dunia Langit justru sebaliknya. Daratan di sana tertutupi oleh lapisan air setinggi pergelangan kaki, dan juga dipenuhi oleh garam. Jika kau menjilat airnya, rasanya asin, jadi mungkin itu air laut. Kosentrasi garam pada perairan tersebut begitu tinggi, sehingga tidak ada makhluk yang hidup di dalamnya. Semua penghuninya adalah makhluk berbulu yang hidup di udara. Menurutku, Dunia Langit adalah yang paling indah jika dibandingkan yang lainnya. Itu merupakan pengalaman yang menakjubkan bagiku, karena selama ini yang kulihat hanyalah ras bersisik. Dan yang terakhir, Dunia Manusia yang tertutup padang rumput luas tanpa batas. Di sana juga ada perbukitan yang membujur seolah tanpa ujung. Hampir tidak ada hutan lebat di sana, dan perbukitannya tidak setinggi pegunungan di dunia lainnya. Lingkungan itu sungguh cocok bagi ras manusia berkembang. Tapi, orang-orang di sana sangat lemah. Saat itu, aku pun bertanya-tanya..... bagaimana bisa makhluk selemah manusia bisa bertahan hidup. Mereka bahkan lebih lemah daripada bocah campuran Ras Iblis dan Naga yang ditemukan Dewa Naga dulu. Jika dibandingkan ras lain, mungkin kekuatan mereka seperti bayi saja. Akan tetap, ras lemah itulah yang memiliki peradaban paling hebat. Di perkotaan manusia terdapat bangunan-bangunan tinggi, jalan-jalan panjang, dan pasukan yang bersenjatakan lengkap. Meskipun lemah, mereka bisa menguasai dunianya karena tidak ada predator di sana. Kemudian, aku perlahan menambah sahabat-sahabatku dari ras lain. Awalnya tidak mudah, tapi mereka akhirnya mau bekerjasama saat tahu aku sudah berteman dengan Necros Lacrosse. Mungkin mereka mengira bahwa Dunia Iblis dan Naga tidak bisa bekerjasama, tapi ternyata tidak begitu.



146



Bagaimanapun, Dunia Naga dan Dunia Iblis memiliki kekuatan tempur yang luar biasa jika dibandingkan dengan dunia lainnya. Jika perwakilan kedua dunia ini sudah sepakat bekerjasama, maka tidak ada alasan bagi mereka ikut bergabung. Yahh.... meskipun ada saja orang yang ragu. Selama para dewa mengadakan pertemuan, aku dan para pengawal dewa juga mengadakan forum kecil-kecilan. Kami membicarakan rencana di masa depan, dan bagaimana agar tercapai perdamaian antar dunia. Kami saling bertukar pendapat untuk membuat rencana yang matang. Tapi tidak semuanya berjalan dengan baik. Mengapa? Karena pengawal para dewa berganti-ganti. Khususnya untuk Ras Hewan dan manusia. Itu karena hidup mereka relatif lebih pendek jika dibandingkan Ras Iblis dan Naga. Ras Langit hidup lebih lama, tapi pengawal Dewa Langit juga berganti. Sedangkan umur Ras Laut bermacam-macam tergantung spesiesnya, jadi pengawalnya Dewa Laut juga sering berganti. Ketika mereka berganti, pemikirannya pun berubah. Beberapa malah menunjukkan permusuhan dengan ras lain. Tapi aku tidak menyerah. Aku bekerja keras bersama Necros Lacrosse untuk menyatukan mereka. Para dewa tidak pernah berniat berperang. Jadi, kami juga harus mengusahakan perdamaian. Kami harus menjadi teladan yang baik, sebagai perwakilan para dewa. Beberapa berubah pikiran, namun ada yang tidak. Jika semuanya bersatu, maka perdamaian akan terwujud. Tentu saja, kami tidak hanya rapat. Sebenarnya kami melakukan banyak hal untuk mewujudkan perdamaian. Sayangnya, cara-cara itu belum tentu berhasil. Tapi, setidaknya pertukaran budaya cukup efektif. Misalnya, kami saling bertukar tenaga kerja antar dunia. Baiknya pekerjaan seseorang di dunia lain akan meningkatkan citra rasnya. Cara itu sudah lama dilakukan Ras Iblis dan Naga. 147



Memang ada hambatan alam, seperti Dunia Laut yang tidak bisa dihuni ras tanpa insang. Tapi dengan pertolongan dewa, itu bukannya mustahil. Ras Naga juga mempekerjakan orang dari dunia lain. Meskipun Ras Naga kuat, tapi teknologi kami tertinggal dibandingkan ras-ras lain. Kami pun belajar teknologi baru seperti pengawetan makanan, pembuatan kertas, pertanian, dll. Ilmu seperti itu lebih mudah dipelajari melalui pertukaran tenaga kerja, daripada hanya informasi lisan. Namun, teknologi semakin maju dari hari ke hari. Pada saat Ras Naga mempelajari teknologi baru, ternyata itu sudah ketinggalan jaman di dunia lain. Ternyata, meskipun kami sudah belajar hal baru, perkembangan Ras Naga memang lambat. Mungkin, itu disebabkan oleh umur kami yang terlalu panjang. Masalah itu bisa diatasi dengan mempekerjakan ahli-ahli dari dunia lain secara berkala. Sebagai gantinya, Ras Naga mengirimkan prajuritnya ke dunia lain. Ras Naga terkenal tangguh. Dari perspektif ras lain, mungkin tidak berlebihan bila mereka menyebut kekuatan kami sudah setara dewa. Para prajurit Ras Naga dipekerjakan di dunia lain untuk membasmi monster. Akhirnya, aku pun tahu bahwa kekuatan monster di setiap dunia berbeda. Dunia yang rasnya kuat, dihuni oleh monster yang kuat pula. Dunia Iblis dan Naga ditempati oleh monster terkuat jika dibandingkan dunia lainnya. Karena terbiasa melawan monster yang lebih kuat, para prajurit kami bisa menakhlukkan monster dengan mudah di dunia lain. Tapi, itu juga membuat ras-ras lainnya ketakuran. Baiklah, kita bahas itu lain kali saja. Sebaliknya, berbagai ras juga dikirim ke Dunia Naga. Termasuk, seorang wanita yang paling populer di Dunia Iblis. Dia adalah Kaisar Iblis Kirisis Calisis, yang merupakan istri Dewa Iblis. Dia sangat memperhatikan hubungan baik antara Dunia Naga dan Iblis. Dia pun mengunjungi Dunia Naga atas kemauannya sendiri. Kaisar Iblis adalah seorang penyihir yang hebat. Dia menguasai berbagai jenis sihir. Aku bilang sihir ya..... bukan teknik sihir. 148



Lha, apa bedanya sihir dan teknik sihir? Hmmm, agak sulit menjelaskannya. Jadi begini..... teknik sihir adalah kemampuan seseorang mengendalikan energi sihir, yang disebut Mana, untuk menciptakan berbagai jenis fenomena supranatural. Sedangkan sihir, jauh lebih luas. Sihir bisa menciptakan fenomena supranatural tanpa syarat-syarat yang mengikat seperti mantra, lingkaran sihir, alat sihir, dsb. Bahkan, dia adalah orang yang pertama kali menciptakan lingkaran sihir. Tidaklah berlebihan jika dia disebut sebagai nenek moyangnya sihir. Dia berusaha sebaik mungkin agar hubungan Dunia Iblis dan Naga berjalan lancar. Dia juga banyak membantu penelitian Ras Naga tentang Mana dan Touki. Sebelumnya, orang-orang Ras Naga selalu melabeli Ras Iblis sebagai bangsa yang bodoh dan barbar. Namun, itu perlahan berubah setelah Kaisar Iblis datang. Dia cerdas, kompeten, dan penyabar. Dia mengingatkan orang-orang pada Lunaria-sama. Kepribadian mereka sangat mirip. Dan ternyata..... Kirisis Calisis juga sangat akrab dengan Lunaria-sama. Mungkin karena mereka sesama istri dewa. Usaha kami semakin mengikis permusuhan antara Dunia Iblis dan Naga. Bahkan Chaos, yang terkenal begitu membenci Ras Iblis, semakin segan pada mereka. Tampaknya, kerja kerasku membuahkan hasil. Semuanya berjalan dengan baik. Pertemuan antar dewa berujung pada pertukaran budaya yang begitu damai. Sayangnya, masih terjadi fenomena teleportasi yang memindahkan monster-monster ke dunia lain, namun kami sudah tidak saling mencurigai. Dewa Naga juga memuji pekerjaanku. Kebahagiaan belum berakhir......... setelah itu, datanglah kabar yang lebih menggembirakan. Lunaria-sama melahirkan putra Dewa Naga.



149



Bab 14 Pesta Kelahiran Dan......... Sebenarnya, saat itu Ras Naga tidak punya kebiasaan mengadakan festival. Lagi-lagi, mungkin penyebabnya karena umur kami begitu panjang, sehingga cenderung tidak merasa spesial ketika datang momen-momen tertentu. Kecuali saat itu. Seluruh rakyat Dunia Naga merasakan kebahagiaan yang sama. Anak Dewa Naga dan Lunaria-sama yang begitu dipuja dan dinantikan akhirnya lahir. Szilard mengumumkan bahwa akan diadakan festival di Gunung Raungan Naga. Maxwell bersiap dengan mengumpulkan daging naga sebanyak-banyaknya dari penjuru dunia. Kemeriahan festival itu tidak hanya dirasakan Ras Naga, tapi juga naga-naga yang sedang dilatih. Naga peliharaan Dola-sama diberi hidangan yang lezat, yaitu....... daging temannya. Festival dimeriahkan dengan letupan-letupan benda bernama kembang api, yang merupakan produk ras manusia. Semua Ras Naga dari penjuru dunia berkumpul, berharap menyaksikan anak Dewa Naga secara langsung. Pesta itu tidak berlangsung satu atau dua hari saja. Seperti yang selalu kubilang, Ras Naga mempunyai definisi berbeda terhadap kata ‘waktu’. Pesta itu pun berlangsung selama 20 tahun. Ya, ras berumur panjang memang harusnya berpesta selama itu. Semuanya bergembira. Baru kali itu aku melihat Dunia Naga semeriah itu. Dewa Naga dan aku sedikit terlambat menghadiri festival. Karena kesibukan forum para dewa. Dan ketika Dewa Naga kembali, kami disambut dengan musik-musik yang merdu. Waktu itu aku belum mengetahuinya, jadi aku sangat terkejut, tapi sepertinya Dewa Naga sudah menduga apa yang sedang terjadi. Dengan kepakan sayapnya yang agung, dia melesat menuju rumahnya secepat kilat. Tentu saja, aku mengikutinya. Saat tiba, sekeluarga menyambut kedatangan kami. "Selamat datang kembali, suamiku..... Laplace......" 150



Lunaria-sama dan para pelayan. Dan yang sedang digendong Lunaria-sama.... seorang bayi yang tampak seperti permata. "Suamiku, anak kita telah lahir." "Ya......" Dewa Naga terlihat ragu-ragu saat pertama kali melihat anaknya sendiri. Tidak ada tawa ataupun tangisan haru di wajahnya. Tapi, rona bahagia terpancar jelas dari parasnya. “Kau boleh menggendongnya, lho.....” "... baiklah........." Dewa Naga menerima anaknya dari Lunaria-sama. Dia tidak terlihat canggung, tapi tangannya jelas gemetaran. "Aneh sekali. Aku selalu merasa apapun yang berada di Dunia Naga ini milikku, tapi anak ini...... kenapa terasa begitu istimewa.” "Fufufu. Suamiku, tolong beri nama anak itu." Dewa Naga memandang serius ke arah Lunaria-sama, lalu mengatakan.... "Harus aku?" "Ya, tentu saja." Aku kangen saat-saat ini. Saat aku diadopsi, Lunaria-sama jugalah yang mendesak Dewa Naga memberiku nama. "Baiklah, hmm ..." Namun, Dewa Naga kehabisan kata. Jarang sekali Dewa Naga tidak langsung memberikan jawaban seperti itu. "Siapa...?" "Aku tidak bisa memikirkannya." "Bukankah kita sudah sepakat anak ini diberi nama langsung oleh ayahnya?” "Aku tahu, tapi aku tidak bisa memikirkan nama apapun sekarang. Beri aku waktu.” "Baiklah." Nama si jabang bayi tidak ditentukan saat kelahirannya. Dewa Naga tidak pernah seragu itu. Dia selalu menentukan segalanya dengan yakin.



151



Tapi, tentu saja berbeda antara memberi nama bocah ingusan setengah Ras Naga – Iblis, dengan anaknya sendiri yang sudah lama dinanti. Setelah itu, Dewa Naga galau begitu lama. Dia bahkan meminta pendapatku. Tentu saja, aku tidak bisa memberikan jawaban yang tepat. Mana mungkin aku mengarang nama anak yang agung itu. Bagaimanapun, dia adalah putra Dewa Naga. Kalau sampai aku salah memberikan nama, aku tidak bisa membayangkan akibatnya. Baiklah, kesmapingkan dulu masalah pemberian nama itu. Setelah menggendong bayi itu sebentar, Dewa Naga mengembalikannya ke Lunaria-sama. Setelah menerima anaknya, Lunaria-sama melihat padaku, yang sedang mengamati dari sudut ruangan. “Laplace, kenapa....... ayo, sini.... apa kau tidak ingin menggendong anak kami?” Lunaria-sama mengatakan itu dengan begitu entengnya. Aku pun terkejut. Jujur, aku takut setengah mati. "A-a-aku? A-a-apakah Anda yakin?” “Tentu saja, ini adikmu, kan....” Secara teknis, itu benar. Tapi aku tidak pernah menduga diberi kehormatan menjadi kakaknya putra Dewa Naga. Karena aku hanyalah anak pungut. Memang benar aku sudah membaur dengan keluarga ini, tapi aku selalu sadar posisiku. Aku tidak pernah membanggakan diri sebagai keluarganya Dewa Naga. Karena.... sekali lagi, aku hanyalah anak adopsi. Namun, Lunaria-sama memintaku untuk menggendongnya. Bahkan dia bilang, putranya adalah adikku. Aku jadi ragu menolaknya. Bahkan........ tidak sopan bila aku menolaknya, kan? "B-baiklah......." Aku menggendong anak itu dalam pelukanku. Dia lebih hangat daripada Ras Naga pada umumnya...... ah tidak, memang seperti itulah bayi. Aku menggendongnya dengan hati-hati, khawatir si bayi merasa tidak nyaman. Bayi itu mirip sekali Dewa Naga. 152



Rambutnya perak, wajahnya tidak kenal takut, bahkan warna sisiknya mirip ayahnya. Tapi, sisiknya tidak begitu menonjol, mungkin karena dia campuran ras manusia. Hampir tidak ada sisik di wajahnya atau bagian tubuh lain yang mencolok. Aku pun baru sadar. Sisikku juga tidak banyak, mungkin karena aku blasteran. Saat menggendong bayi itu, perasaan kagum langsung meluap di dadaku. Anak ini akan menanggung masa depan Ras Naga. Dan tugasku adalah melindungi dan membantunya. Ya..... itulah salah satu alasanku ada di sini. Setelah itu, Lima Jenderal Naga datang satu per satu. Szilard, Maxwell, Chaos, dan Dola-sama. Semuanya takjub saat melihat anak itu. Wajah mereka terlihat serius saat memandangnya. Mungkin mereka merasakan hal yang sama sepertiku. Bukan hanya Jenderal Naga. Dewa-dewa dari dunia lain juga datang. Biasanya, dewa hanya mengunjungi dunia lain saat ada forum atau keperluan mendadak. Tapi ini momen khusus. Dewa Manusia, Dewa Iblis, Dewa Langit, Dewa Laut, dan Dewa Hewan...... semuanya datang untuk melihat si bayi. Itu adalah saat-saat yang luar biasa. Jarang dewa-dewa dari dunia lain datang hanya untuk memberkati seorang anak. Sekali lagi, semua orang di dunia naga terpesona oleh kelahiran anak itu. Saat festival hampir usai.... saat suasana pesta mulai mereda..... Akhirnya wanita itu datang. Seorang wanita Ras Iblis dengan kulit hitam-ungu dan rambut putih. Dia lah Kaisar Iblis Kirisis Calisis. "Lunaria. Selamat ya." "Kirisis! Aku selalu menantikan kedatanganmu!” Seperti yang kukatakan sebelumnya, Kirisis berhubungan baik dengan Lunaria-sama. Ketika Lunaria-sama melihat kedatangannya, dia tidak bisa menyembunyikan senyum di wajahnya. Aku tidak menyadari mereka begitu dekat. 153



Karena, aku sudah jarang berada di rumah. "Aku bergegas datang ke sini saat mendengar kau melahirkan.” “Bukannya kau sangat terlambat!!??” “Ya, karena aku sangat sibuk. Belakangan ini penelitian berjalan begitu lancar, sampai-sampai aku ragu kapan menyempatkan diri mengunjungimu.” "Bagaimana hasilnya?" “Para peneliti di Dunia Iblis bekerja sangat baik mengamati detailnya. Awalnya mereka agak sembrono, tapi cepat paham. Aku senang bekerja bersama mereka.” “Para peneliti Ras Iblis memang jempolan!” "Hahahahahaha! Jangan bercanda! Mereka memang meneliti di Dunia Iblis, tapi mereka bukan Ras Iblis! Ras Iblis hanyalah sekelompok orang idiot dan bar-bar! Tidak mungkin orang-orang seperti itu menjadi peneliti handal!” Kirisis suka tertawa terbahak-bahak. Tidak..... bukan hanya dia. Hampir semua keluarga Raja Iblis memiliki tawa yang riuh. Setelah puas terbahak-bahak, dia pun melihat putra Lunaria-sama. “Bolehkah aku mengamatinya? Aku ingin melihat lebih jelas anak dari Dewa Naga yang agung dan teman baikku.” "Ufufu, tentu saja, silahkan." “Oh, luar biasa! Anak yang begitu indah! Ras Naga memang luar biasa. Di masa depan anak ini pasti tumbuh menjadi pria yang cerdas dan bijaksana.” Mungkin terdengar konyol, tapi begitulah cara Kirisis berbicara. Dia selalu berseru. Bahkan sebagai Ras Iblis yang paling pintar sekalipun, Kirisis tidak bisa mengendalikan nada bicaranya. "Apakah dia akan menjadi orang yang cerdas?" "Oh, mataku tidak pernah berbohong. Semua anakku bodoh, dan tampilannya juga bodoh. Tapi anak ini berbeda.” "Ufufu, begitukah?" Hah? Gak papa nih mencela anak sendiri? Yang kau cela itu anaknya Dewa Iblis, lho..... Bukankah itu tidak sopan? Tak peduli seberapa akrab hubungan mereka, harusnya anak dewa tidak boleh direndahkan seperti itu. Tapi, mungkin menyebut ‘bodoh’ atau ‘idiot’ di Dunia Iblis masihlah wajar. Orang bodoh tidak tersinggung diejek.... begitulah kata pepatah. 154



Tentu saja, tidak semua orang di Dunia Iblis bodoh. Seperti di dunia-dunia lainnya, selalu ada orang bodoh dan pintar. Jadi, sebenarnya Kirisis tidak berniat menghina. Memang begitulah adanya. Putra Dewa Naga akan menjadi orang yang luar biasa, berbeda denganku. Karena kualitasnya juga berbeda. "Baiklah, Lunaria! Aku pamit dulu! Aku tidak tahu seberapa lama tinggal di Dunia Naga, tapi selagi masih di sini, aku akan melihat pertumbuhan anakmu!” "Ya, silakan datang lagi!" "Tentu saja aku akan datang lagi! Kalau begitu, sampai jumpa! Faahahahahaha!" Kirisis pergi dengan tawanya yang riuh. Begitulah dia. ♦ Kurang – lebih, seperti itulah kelahiran putra Dewa Naga. Dia adalah anak yang diberkati semua orang. Juga disukai semua orang. Itu kenapa aku ... ......... akan terus menjaganya. Aku coba menceritakannya seurut mungkin, agar kau tidak bingung. Itu adalah salah satu saat-saat paling bahagia di Dunia Naga. Hubungan dengan Dunia Iblis juga terus membaik. Tidak ada tanda-tanda munculnya konflik antar dunia. Berkat Kirisis Calisis, penelitian tentang teleportasi monster semakin berkembang. Itu adalah masa-masa yang damai. Setidaknya......... Sampai hari itu tiba.......... Ya, era damai pun ada ujungnya. Hari itu....... Seperti mimpi buruk. Aku masih mengingatnya dengan jelas. Pada hari itu, aku pergi bersama Dewa Naga ke Dunia Iblis. 155



Kami menghadiri forum seperti biasa, lalu aku mendiskusikan rencana ke depannya bersama Necros Lacrosse. Agendanya adalah membicarakan pertukaran tenaga kerja melalui lingkaran sihir teleportasi yang barusan selesai dikembangkan. Jika lingkaran sihir teleportasi itu sudah sempurna, maka misteri kasus teleportasi monster akan segera terungkap. Setidaknya, lingkaran itu akan mempermudah orang-orang yang tidak sengaja terteleport untuk kembali ke dunianya. Itu akan menyelesaikan masalah mendasar yang dihadapi setiap dunia. Masa depan mulai terlihat cerah. Ketika aku melaporkan ini pada Dewa Naga yang jarang tersenyum, dia pun memujiku dengan hangat. "Kerja bagus, Laplace. Tanpamu, pasti masalah ini akan lebih lama terselesaikan. Kau memang putra kebanggaanku.” Aku merasa begitu tersanjung. Aku sangat percaya diri, bahkan...... cenderung besar kepala. Dengan bangga aku membusungkan dada dan melebarkan sayap, sembari membual pada orangorang bahwa aku memang layak menjadi Jenderal Naga. Tapi.... Kebahagiaan itu tidak selamanya....... Aku kembali ke Dunia Naga bersama Dewa Naga. Aku pulang ke rumah untuk melapor pada Lunaria-sama. Rumahku yang selalu kurindukan........ Haha, saat itu.... aku mengharapkan sambutan hangat dari para penghuni rumah. Itu wajar saja, karena aku sudah merasa sepenuhnya menjadi bagian dari keluarga Dewa Naga. Akhirnya aku bisa berkata dengan bangga, "Aku pulaaaaaang!!!" Oh, tapi ... Oh ……. Tak pernah sedetik pun aku membayangkan pemandangan seperti itu. Sampai detik ini pun, aku berharap bahwa itu hanyalah mimpi. Setelah aku berkata, "Aku pulaaang ..." Tidak ada yang menjawab. Aku hanya mendengar suara......... 156



Bayi yang menangis......... Meratap....... Tapi.... bukanlah bayi menangis sudah biasa? Waktu kecil aku juga sering menangis. Namun, aku merasakan ada yang salah saat itu. Tangisan itu terasa berbeda. Aku bergegas memasuki kamar Lunaria-sama, dan yang kulihat adalah.......... Darah........ Dan...... Potongan-potongan tubuh.......... Sungguh tragis............ Lunaria-sama........... Dia berada di tengah-tengah ruangan yang tergenang darah segar............. Dengan tubuh yang sudah tidak lengkap............ Dengan posisi masih telungkup melindungi anaknya............ Yang terus menangis pilu.............



157



Bab 15 Pemakaman Dewa Naga menjerit tanpa suara saat melihat keadaan istrinya. Sampai akhirnya, dia tidak bisa lagi menahannya, lalu mengerang...... “Ahh… Aaaahh…” Matanya terbelalak, mulut ternganga, dan dia melihat pemandangan itu seolah tidak percaya. Aku pun begitu. Aku juga tidak bisa mempercayai apa yang kulihat. Lunaria-sama sudah mati. Dalam genangan darah, dengan keadaan mengenaskan. Orang yang selama ini menerimaku apa adanya.... sudah mati. Siapa yang melakukan ini? Mengapa dia melakukannya? Aku tidak mengerti. Setahuku tak ada seorang pun yang dendam pada wanita sebaik Lunaria-sama. Semua orang di Dunia Naga sangat mencintainya. Tak akan ada yang berniat membunuhnya. Suara tangisan bayi itu masih terdengar kencang. Teriakannya begitu pilu. Dia begitu sedih karena kehilangan orang tersayangnya. Tangisan putra Dewa Naga yang semakin kencang, akhirnya menyadarkanku. “Ahhhh…” Aku pun melihat amarah yang selama ini tidak pernah tampak di wajah Dewa Naga. Dan aku juga mendengar erangan yang selama ini belum pernah dia ucapkan. Amarah, rasa sakit, dendam. Semua emosi itu memuncak tanpa batas. Belum lagi..... kebingungan, kegelisahan, dan syok. Semuanya bercampur jadi satu. Aku belum pernah melihat Dewa Naga dalam keadaan seburuk itu. 158



Dia berjongkok , lalu memegang tangan kanan Lunaria-sama yang masih utuh, dan anaknya di tangan kirinya. Lunaria-sama mungkin tidak mati seketika. Karena ada luka goresan di sekujur tubuhnya. Lebih detailnya, ada luka yang tampaknya fatal di leher, tiga di dadanya, dua di perut, dan delapan di punggungnya. Benar-benar mengerikan. Pembunuhnya menghabisinya dengan begitu kejam. Sebagai putri Dewa Manusia, Lunaria-sama begitu baik hati, penuh kasih sayang, dan tidak pernah memusuhi siapapun. Namun, makhluk keji telah membunuh wanita selembut itu dengan kejam. Dengan luka sebanyak itu, dia masih berniat melindungi anaknya sampai detik terakhir. Itu terlihat dari posisi terakhirnya yang telungkup melindungi anaknya. Sungguh luar biasa perjuangannya. Aku yakin Lunaria-sama tahu dia tidak akan bisa melawan si pembunuh, tapi..... dia tidak takut, dan terus bertahan. Luka terbanyak di punggung menunjukkan bahwa dia mengikhlaskan punggungnya agar anaknya selamat. Setelah membunuh Lunaria-sama, mungkin pembunuhnya lari. "Mengapa…?" Dewa Naga menggumamkan itu dengan hampa. Dia hanya bisa berbicara sendiri, sembari sedikit demi sedikit menganalisa situasinya. Mungkin dia memiliki pemikiran yang sama denganku. Si pembunuh Lunaria-sama adalah....... "KENAPAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA?!" Akhirnya Dewa Naga melepaskan raungannya yang mengguncang tidak hanya seisi rumah, namun juga kota dan pegunungan. "ULAH SIAPA INIIIIIIIIIIII!" Nafsu membunuh terasa pekat dari auranya. Semua yang merasakannya pasti gemetaran. Inilah murka dewa. Dari kadal terkecil, naga terbang, hingga Ras Naga sendiri, mereka pasti merasakan kengerian ini. Begitupun denganku. 159



Seluruh tubuhku gemetar ketakutan. Aku tahu Dewa Naga tidak akan menyakitiku, tapi rasa takut itu tidak terbendung. "AAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHH!" Tubuhnya mulai bersinar. Dan dengan kecepatan cahaya, dia melepaskan pukulan yang penuh dengan amarah. Saat aku menoleh, tiba-tiba sudah terbuka lubang besar di dinding. Gelombang kejutnya terus melanda seisi Kota Kayos. Sampai akhirnya mengenai gunung nan jauh di sana, dan membelahnya. Dengan hanya satu pukulan, Dewa Naga mampu meruntuhkan pegunungan Naga Merah. Andaikan saja pukulan itu mengenaiku, pasti aku sudah jadi ampas. Andaikan aku jadi Dewa Naga, aku akan segera keluar rumah untuk melampiaskan kemarahanku, sebelum semua benda di sekitarku luluh lantah. "..." Tapi itu tidak terjadi. Karena Dewa Naga sadar dia sedang memegang sesuatu yang jauh lebih berharga daripada hanya sekedar melampiaskan amarahnya. Yaitu anaknya. Setelah dibawa dengan tangan kiri oleh Dewa Naga, anaknya tidak lagi menangis. Meski wajahnya masih dipenuhi air mata dan ingus, dia melihat ayahnya dengan tenang. Seolah, dia lega ayahnya sudah pulang. "..." Saat Dewa Naga melihat putranya dia pun sedikit menenang. Dia mengerti. Bahwa dia masih memiliki sesuatu yang harus dilindungi. "Laplace......." Dewa Naga memanggil namaku. "Ya, aku disini!" "Kumpulkan Lima Jenderal Naga. Temukan pembunuhnya......." "Siap!" Aku tidak menanyakan rencana apapun. Aku tidak menanyakan analisis apapun. 160



Karena Dewa Naga masih marah. Kemarahan yang belum pernah terlihat sebelumnya. Lima Jenderal Naga diperintahkan untuk berkumpul dan memburu si pembunuh. Perintah itu harga mati. ♦ Para Jenderal Naga segera berkumpul. Wajar saja, mereka harus langsung menuruti perintah Dewa Naga. Aku segera menghubungi mereka untuk mengadakan rapat darurat. Kelima jenderal pun segera menurutinya tak peduli apapun kesibukan mereka. Terlebih lagi, pembunuhan istri Dewa Naga adalah masalah sangat serius, jadi tidak ada kesempatan untuk mangkir. "Apa..? Lunaria-sama dibunuh…?” Ketika aku menyampaikan inti permasalahannya, para Jenderal Naga tampak sedih. Tak seorang pun di Dunia Naga ini membenci Lunaria-sama. Sehingga, ketika mendengar kabar kematiannya, mereka pun terkejut seolah tidak percaya. "Banyak sekali terdapat luka di tubuhnya, ini sudah jelas pembunuhan.” Begitu aku menyimpulkannya. Ketika kami berkumpul semeja, Dewa Naga masih terdiam. Dia terlihat jauh lebih tenang, tapi jelas sekali terasa aura membunuh yang pekat darinya. Setelah aku menyampaikan laporan singkat, akhirnya dia membuka mulutnya. “Temukan penjahatnya dan seret ke hadapanku.” Kelima jenderal gemetar mendengar itu. Bahkan aku sampai ketakutan. Kemarahan Dewa Naga. Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya, karena Dewa Naga termasuk orang yang penyabar. Bahkan saat Crystal mati, dia tidak semarah ini. “Baik!” Kelima jenderal segera menjawab dengan tegas. Masuk ke dalam neraka pun kami siap jika disuruh Dewa Naga. Murka Dewa Naga juga murka kami. Kami pun berjanji akan menemukan pembunuh Lunaria-sama, tak peduli di manapun dia berada. 161



"Pergilah." "Ya!" Atas perintah Dewa Naga, Lima Jenderal Naga langsung menyebar ke seluruh penjuru dunia. Masing-masing mencari pelakunya dengan caranya sendiri-sendiri. Aku juga punya caraku sendiri. "Kecuali kau Laplace.... kau di sini.” Tepat saat aku hendak pergi, Dewa Naga sendiri yang mencegahku. Aku pun sangat terkejut. Lagipula, aku punya mata iblis. Aku bisa melacak jejak yang ditinggalkan si pembunuh. Di antara Lima Jenderal Naga, hanya aku yang memiliki kemampuan khusus itu. Dengan cara yang sama, aku berhasil menemukan pembunuh Crystal. "Kenapa, Dewa Naga!? Aku harus segera menemukan pembunuh Lunaria-sama!” Tapi, ternyata aku punya tugas yang lebih penting. "Kita harus memakamkan Lunaria." Saat itu, aku akhirnya mengerti bahwa Dewa Naga tidak hanya marah. Dia hanya sedih. Ya..... itu wajar saja, bagaimanapun dia baru saja kehilangan istrinya yang tercinta. Meskipun sudah lama mengenalnya, ternyata aku tidak bisa memahami perasaan Dewa Naga. Aku tidak menyadari betapa dia mencintainya. Dewa Naga jarang hidup bersama istrinya. Seolah dia selalu menjaga jarak dengan Lunaria-sama. Tapi tidak begitu. Dewa Naga benar-benar menyayangi Lunaria-sama. Hanya saja, dia tidak begitu menunjukkannya. "Dimengerti." Aku mengatakannya, sembari memberikan penghormatan tertinggi, dan dia hanya membalas, “Terimakasih.” ♦ Pemakaman di Dunia Naga adalah acara khusus. Anggota keluarga terdekat bertanggung jawab membawa jasadnya. 162



Yang dimaksud keluarga adalah suami/istri, saudara kandung, orang tua… atau, jika tidak punya keluarga, maka atasannya yang berkewajiban mengerjakannya. Jasadnya dibawa ke pusat kota. Setiap kota memiliki altar di alun-alun. Fungsi altar itu adalah berdoa untuk kelahiran yang selamat, dan kematian yang damai. Dan juga, orang-orang terdekat mendiang boleh menyampaikan pidatonya. Aku tidak begitu ingat apa yang Dewa Naga sampaikan saat itu, mungkin seperti..... mudahmudahan kau bereinkarnasi lagi di bawah perlindungan Dewa Naga. Setelah pidato perpisahan selesai, jenazah dibawa ke pinggir kota. Orang-orang mengelilinginya searah jarum jam. Sembari memegang jenazah Lunaria-sama, Dewa Naga menggendong anaknya, dan menyelesaikan upacara kematian keliling kota. Ras Naga yang melihatnya menyilangkan lengan di dada dengan telapak tangan terbuka, dan menundukkan kepala. Seperti biasa, itu adalah pose penghormatan tertinggi. Namun, tangannya terbuka saat melihat orang mati. Biasanya terkepal. Seperti itulah adat Ras Naga. Banyak warga Kota Kayos menghadiri pemakaman Lunaria-sama. Karena tak seorang pun membencinya. Semuanya ingin melihatnya untuk yang terakhir kali. Setelah mengitari kota sekali, kami menuju ke bangunan kecil berbentuk bundar, yang terbuat dari batu. Di dindingnya terukir banyak nama. Ada juga beberapa prasasti batu yang berdiri dengan ukiran nama-nama pada permukaannya. Itu adalah nama orang-orang yang telah mati di Dunia Naga. Saat Dewa Naga membawa jenazah Lunaria-sama masuk ke dalam bangunan itu, datanglah seseorang. Dia sudah tua, sisiknya mulai pudar, dan sayapnya ada yang sobek. Seperti yang sudah sering kubilang, Ras Naga memang berumur panjang, tapi tidak abadi. Pada akhirnya, kami semua akan mati. Pak tua itu terlihat sedih saat melihat jenazah Lunaria-sama. “Bagaimana mungkin ini terjadi..... sungguh tragedi.........”



163



Dia menggumamkan itu, sembari berlinang air mata, dan membawa prasasti batu dan pahat yang terbuat dari tulang naga. Biasanya nama orang yang sudah mati dipahat di dinding batu, namun tokoh terkenal seperti Lunaria-sama namanya layak diabadikan pada prasasti batu. Tentu saja, nama Crystal juga terukir di sana. Pada dasarnya, tempat ini adalah pemakaman. Kuburan Ras Naga. Fasilitas untuk menghormati orang mati. Setelah pak tua itu menerima jenazah Lunaria-sama dari Dewa Naga, dia membawanya ke belakang bangunan. Aku pun berjalan mengikutinya dari belakang. Kemudian, kami sampai pada sebuah lubang gelap. Lubang itu begitu dalam, seolah-olah terhubung ke dunia lain. Tapi, tentu saja tidak begitu. Lubang itu mengarah ke puncak Gunung Raungan Naga. "Berdoalah pada mereka yang sudah menjadi arwah, agar bahagia di kehidupan berikutnya. Mudah-mudahan mereka kembali ke gunung ini, dalam perlindungan Dewa Naga.” Pak tua itu membacakan pidato panjang. Aku tidak ingat semua katanya dengan detail. Tapi, yang jelas pidatonya lebih lama daripada yang disampaikan Dewa Naga di pusat kota tadi. Setelah menyelesaikan manteranya, pak tua meletakkan jenazah Lunaria-sama di depan lubang itu. Biasanya, prosesi pemakaman selesai setelah jenazah dimasukkan ke dalam lubang. Lubang itu mengarah ke puncak gunung, jika kau memasukinya, mungkin kau akan dimakan oleh ular hitam besar, Naga Merah, Naga Biru, atau bahkan lebih buruk lagi. Sepanjang apapun umur Ras Naga, kami bisa mati tua, atau terbunuh. Orang-orang yang meninggal karena berjuang demi Dewa Naga akan dianggap mati terhormat. Namun, Dewa Naga tidak setuju akan hal seperti itu. Baginya, semua Ras Naga sama, dan semuanya berhak hidup. Itulah kenapa Dewa Naga membuat prosesi pemakaman seperti ini. Baginya, Ras Naga yang meninggal karena sakit dan tua sama saja dengan prajurit yang mati di medan laga.



164



Dan layaknya prajurit yang harus dikenang jasa-jasanya, nama-nama orang yang meninggal juga akan dicatat di bangunan ini. Bedanya hanyalah nama-nama itu terpahat di prasasti, atau dinding bangunan. Mereka hidup dan mati untuk Ras Naga. Namun, upacara pemakaman seperti itu tidak cocok untuk Lunaria-sama. Oleh karena itu, upacara pemakaman ras manusia akan diadakan setelah ini. Jasad Lunaria-sama hanya ditempatkan di depan lubang untuk melengkapi ritual kematian, kami pun tidak lantas memasukkannya. Setelah itu, Dewa Naga kembali membawa jenazah itu. Kemudian, kami kembali ke kediaman Dewa Naga. Dengan wajah haru, dia meletakkan jasad istrinya di halaman belakang, lalu menyulutkan api padanya. Dalam sekejap, tubuh Lunaria-sama menjadi tulang-benulang dan abu. Setelah mayatnya habis terbakar, kami memendam sisa-sisa abunya ke dalam tanah, lalu menanam pohon kecil di atasnya. Inilah prosesi pemakaman ras manusia. Apakah sekarang berbeda? Aku tidak tahu, yang jelas seperti itulah ritual kematian yang diajarkan ras manusia pada Ras Naga kala itu. Jasad makhluk yang sudah mati bisa berubah menjadi monster bila dibiarkan begitu saja, maka dari itu perlu dibakar sampai jadi abu. Setelah itu, sisa abunya dikubur, lalu ditanam pohon di atasnya. Pohon itu akan tumbuh oleh abu orang mati. Dan selama pohon itu terus tumbuh, maka kenangan pada orang yang meninggal itu tidak akan pudar. Waktu itu, begitulah cara ras manusia, yang umurnya bahkan lebih pendek dari pohon, berduka atas kematian kerabatnya. “Dewa Manusia memperkenalkan Lunaria padaku.” Setelah itu, Dewa Naga mengenang bagaimana pertama kali dia bertemu dengannya. Aku hanya mendengar kisah itu dalam diam. "Awalnya, itu hanya percobaan. Apakah mungkin, pernikahan dua ras menghasilkan anak. Dan jika mungkin, apakah anak itu akan tumbuh menjadi orang yang kuat? Itu hanyalah percobaan yang menentukan nasib seseorang. Percobaan ini telah dilakukan berkali-kali sebelumnya, tapi hari itu Dewa Manusia berkata, ‘Bagaimana jika para dewa yang melakukannya?’ Maka dia pun membawa Lunaria padaku, yang merupakan putrinya sendiri. Kebetulan, semua dewa adalah pria, sehingga kami tidak bisa saling menikah. Sebenarnya, saat itu aku tidak mencintainya, tapi Lunaria selalu melakukan yang terbaik untuk Dunia Naga. Dia sangat berdedikasi untuk kesejahteraan 165



Dunia Naga. Bagiku, seluruh Ras Naga seperti anakku. Semuanya penting. Aku ingin mereka semua bahagia. Saat Lunaria mengandung, akhirnya aku menyadari ada anak yang lebih penting daripada rakyatku. Yaitu, anak kandungku sendiri, darah-dagingku sendiri. Akhirnya, aku pun menyadari bahwa aku mencintai Lunaria.” Dewa Naga menceritakannya dengan begitu bernostalgia. Lunaria-sama tidak pernah berubah. Seseorang yang penuh berkah. Bahkan Dewa Naga akhirnya mencintainya. "Laplace....." "Ya." "Aku tidak bisa memaafkan orang yang membunuh Lunaria. Aku merasakan amarah yang belum pernah ada sebelumnya.” "Ya." "Bahkan jika kita harus memusuhi dunia lain untuk menangkap si pembunuh, apakah kau masih memihakku?” “Dewa Naga, bukan hanya aku, semua Ras Naga pasti berkata iya pada pertanyaan itu. Kami akan memihak Dewa Naga entah apapun yang terjadi. Meskipun itu berarti kehancuran.” Dewa Naga terdiam. Tatapan matanya tajam, dan auranya memancarkan niatan membunuh yang kuat. Dia tidak lagi larut dalam kesedihan. Aku takut melihatnya. Meskipun nafsu membunuh itu tidak ditujukan padaku, makhluk mana pun pasti gentar melihatnya. Balas dendam kami.............. ......... akan segera dimulai. ♦ "Shishou……" Tiba-tiba, Rostelina berdiri di hadapan Laplace. Dia mengamati tuannya dengan tatapan penuh kekhawatiran. “Hmm? Ada apa, Rostelina? Ceritanya belum berakhir, tapi apakah kau sudah bosan?” "Oh tidak. Aku ingin mendengar kelanjutannya..... Tapi Shishou, bukankah kau harus istirahat dulu? Hari sudah malam.” "Kenapa?"



166



"Karena…" Rostelina mengeluarkan saputangan dari sakunya dan menyeka wajah Laplace. Ada cairan gelap yang mengalir di pipinya. Ya, tanpa sadar, Laplace menitihkan air mata. Itu membuat suaranya gemetar, dan ceritanya pun jadi tidak jelas. "Oh, maaf. Kalau kukenang cerita ini, aku selalu terenyuh.” "Shishou sangat mencintai Lunaria-sama, kan?” "Yah, dia adalah ibuku. Meskipun kami tidak ada hubungan darah, dia selalu ada untukku. Dia selalu menyambutku saat pulang dengan senyumnya yang ramah. Dia juga selalu mendengar semua curhatanku. Bagaimana bisa, wanita bagai malaikat mati dengan cara sekejam itu...... pengalaman mengerikan itu...... bahkan, sampai hari ini pun...... hiks..... hiks.... hiks....” Laplace pun menangis lagi. Sembari menutupi wajahnya, dia membungkuk, dan menangis tersedu-sedu. Tanpa kata, Rostelina hanya bisa memperhatikan pria yang berukuran dua kali badannya itu menangis haru. Dia bingung. Karena ini pertama kalinya dia melihat Laplace menangis. Tetapi setelah beberapa saat, dia berlari ke dapur, mengambil segelas air, dan kembali. Perlahan, dia membelai punggungnya, dan menawarkan gelas itu padanya. "Fufu, terima kasih, Rostelina. Aku baru sadar, kau juga selalu ada untukku. Sebelumnya, aku hanya tinggal di sini sendirian, sampai akhirnya kau datang menemaniku.” "Tidak masalah, Shishou. Kau tidak perlu berterimakasih padaku. Aku senang bisa membantumu.” "Ya, mohon kerjasamanya ya.” Setelah mengatakan itu, Laplace kembali menegakkan tubuhnya. Matanya merah dan membengkak, tapi air matanya telah berhenti. Suaranya kembali jelas, dan tidak bercampur isakan tangis. "Mari kita lanjutkan ceritanya. Maaf, tapi mungkin aku akan menangis lagi tanpa sadar.” "Ya, aku akan menyiapkan air." "Haha, kamu benar-benar perhatian… Selanjutnya ...." Laplace melihat pada kejauhan lagi, dan dia pun kembali mengingat masa lalu yang ingin dilupakannya.....



167



Bab 16 Kemarahan Dewa Naga Aku mulai mencari si pembunuh. Entah kenapa, aku selalu terlibat dalam misi pencarian seperti ini. Meskipun baru dua kali. Pelaku adalah orang yang bisa menyelinap ke Duni Naga, tanpa bisa terdeteksi oleh Ras Naga manapun, kemudian memasuki kediaman Dewa Naga tanpa ketahuan, lalu berusaha membunuh istri Dewa Naga beserta anaknya. Kemudian, pergi begitu saja bagaikan angin. Bukankah sulit menemukan orang seperti itu? Tidak juga.... masih lebih sulit menemukan Ras Iblis yang bersembunyi di suatu tempat di Dunia Naga. Karena, ruang lingkup kasus kali ini lebih terbatas. Berbeda dengan kasus Crystal, pembunuhan ini terjadi di siang bolong, dalam kota. Lagipula, aku punya mata iblis. Aku bisa mendapatkan bukti dengan mudah. Tak perlu waktu lama melihat jejak kejahatan si pelaku. Entah si pelaku tidak tahu bahwa aku bisa menggunakan mata iblis, atau justru sebaliknya, yang jelas dia terlalu berani membunuh wanita yang paling dicintai Ras Naga. Kejahatannya cukup rapih, karena dia tidak meninggalkan jejak apapun di TKP. Tapi, itu dilihat dengan mata normal. Beda cerita dengan mataku. Sebenarnya, mata iblis tidak perlu selalu digunakan untuk mengungkap jejak-jejak kejahatan. Tak peduli serapih apapun seseorang menyembunyikan kejahatannya, selalau ada kesalahan-kesalahan kecil yang merusak segalanya. Andaikan saja waktu itu aku berpikir lebih dalam........... Namun, kebanyakan orang memang lebih memilih cara yang tercepat dan terakurat. Dan tentu saja, saat itu cara tercepat dan terakurat adalah menggunakan mata iblis. Singkat cerita, setelah mengumpulkan bukti-bukti, kemungkinan si pelaku semakin mengerucut. Tapi, itu malah membuatku tertegun. Aku meninjau bukti-buktinya berulang-ulang, namun hasilnya sama saja. Tak peduli berapa kali kuteliti kembali, kemungkinan tersangkanya tidak berubah. Setelah kurangkum semuanya, kami kembali mengadakan pertemuan untuk membahasnya. 168



♦ "Jadi ini tersangka-tersangkanya?" Lima Jenderal Naga berkumpul di ruang pertemuan seperti biasa. Kami mempresentasikan hasil temuan kami di depan Dewa Naga. Hebatnya, kelima jenderal mencurigai beberapa orang yang sama. Totalnya ada empat, yaitu : Pudoria Dordia Nartakiel Npadon Ballad Kirisis Calisis Mungkin kau baru mendengar tiga nama pertama. Tapi yang terakhir, kau pasti tahu kan...... Semuanya bukan penghuni Dunia Naga. Aku sudah berinteraksi dengan mereka selama bertahun-tahun, bahkan kami sering mengundang mereka ke Dunia Naga. "Mereka berkumpul di suatu tempat beberapa hari sebelum kematian Lunaria-sama. Dan saat kematian Lunaria-sama diumumkan, mereka menyaksikannya di sekitar kota dengan gerak-gerik yang mencurigakan. Kemudian, semuanya langsung pergi di hari yang sama.” "..." Kesimpulan Szilard senada dengan hasil penyelidikanku. Sebenarnya, aku ingin menyangkalnya. Karena tidak mungkin mereka melakukannya. Mereka adalah orang-orang yang selalu berhubungan baik dengan Dunia Naga. Bahkan, kami mengundang mereka datang ke Dunia Naga untuk mempererat hubungan antar dunia. Tapi, aku tidak bisa membantah bukti-bukti yang sudah ditemukan. Bagaimana dengan Kiris Calisis? Bukankah dia sahabat Lunaria-sama? Tidak, justru sebaliknya. Jika aku boleh berpikiran negatif, mungkin selama ini dia mendekati Lunaria-sama untuk mencelakainya. "Ada apa Laplace? Kau terlihat pucat............” Sindiran Szilard yang tiba-tiba membuat sayapku sedikit berkedut.



169



Tapi, kalau mereka tersangkanya..... maka aku sendiri bisa menjadi tersangka. Jika ada orang yang membenciku, bisa saja dia menuduh aku telah merencanakan konspirasi pada Dewa Naga. Bahkan, aku tidak punya bukti bahwa aku tidak bersalah. Terlebih lagi, akulah yang mengundang tersangka-tersangka itu ke Dunia Naga. Kemudian, Szilard berkata padaku yang kebingungan. "Laplace, santai saja..... aku tidak mencurigaimu.” Perkataan itu cukup meyakinkan. Saat kulihat sekeliling, Jenderal Naga lainnya juga memandangku dengan ekspresi sama. Mereka tampak berempati. “Kau adalah salah satu orang yang paling dekat dengan Lunaria-sama. Kesetiaanmu pada Dewa Naga tidak perlu diragukan lagi. Kau tidak mungkin merencanakan tragedi ini.” "Terima kasih…" Aku merasa lega, tetapi juga sedikit bangga. Karena Jenderal Naga tidak lagi melihatku sebagai orang lain. "Tapi, aku takut kau sudah diperalat. Si pelaku tahu akan program yang kau canangkan akhir-akhir ini, yaitu pertukaran tenaga kerja, maka dia pun mendekatimu. Itu artinya, si pembunuh juga ingin kau dicurigai sebagai tersangka.” “Tapi kenapa harus Lunaria-sama?” Aku hanya ingin tahu mengapa. Apa motif si pelaku membunuh Lunaria-sama dengan begitu keji. Atau, dia menginginkan putra Dewa Naga? Aku sungguh ingin tahu alasannya. “Ini hanya dugaanku… tapi, kurasa dunia lain merasa terancam oleh pertumbuhan Dunia Naga. Apalagi, ancaman dari anak keturunan Ras Naga dan manusia, yang memendam potensi besar di masa depan.” “Mengapa begitu?” “Kamu tidak mengerti? Ras manusia memang lemah, tapi tak ada yang meragukan kecepatan perkembangan peradaban di Dunia Manusia. Sebaliknya, perkembangan teknologi kita lambat, tapi ras kita adalah yang terkuat. Maka, keturunan kedua ras ini akan mewarisi kekuatan Ras Naga, dan otak ras manusia. Bukankah kombinasi keduanya cukup untuk menguasai semua dunia?” "Tidak mungkin! Dewa Naga dan Dewa Manusia selalu ingin membawa kedamaian di semua dunia! Mereka tidak pernah ingin menguasainya!”



170



"Kau benar, tapi kita tidak pernah tahu pola pikir si pembunuh. Bisa saja dia memikirkan hal yang sama dengan yang kukatakan barusan.” Aku tidak bisa menerima alasan Szilard. Setidaknya, selama ini aku melihat semua dewa tidak menginginkan perpecahan antar dunia. Meskipun gesekan antar ras sangat mungkin terjadi, tapi mereka berusaha sebisa mungkin agar itu tidak menyebabkan bencana. Para dewa tidak akan membiarkan kasus ini, karena mereka selalu sepaham denganku. Yahh...... saat itu..... itulah yang kupikirkan. Jujur, aku masih terlalu naif. Andaikan kurenungkan kembali perkataan Szilard..... dia benar juga. Semua dunia menginginkan kesetaraan. Sayangnya kesenjangan selalu terjadi, bahkan sampai hari ini. Yang kuat menindas yang lemah, dan yang lemah akan terus tertekan. Sehingga, agar tidak terjadi kesenjangan seperti itu, yang berpotensi harus dilenyapkan terlebih dahulu. “Kalau memang itu alasannya, mengapa dia harus membunuh Lunaria-sama!? Bukankah targetnya putra Dewa Naga??” “Benar.... dengan kata lain, mungkin saja kematian Lunaria-sama bukanlah hal yang disengaja. Dia menjadi korban karena melindungi putranya yang paling berharga.” “T.....tidak mungkin.........” “Ya, setakut itulah dia pada putra Dewa Naga. Dia akan menjadi pemimpin Dunia Naga dan Dunia Manusia, atau bahkan..... pemimpin semua dunia.” Sebagai putra Dewa Naga, otomatis dia akan berpihak pada Dunia Naga. Dan Ras Naga pasti akan mengakuinya sebagai pemimpin tanpa pembuktian apapun. Lebih dari itu, mungkin ras manusia juga akan tunduk padanya. Dia akan mempererat hubungan kedua dunia terbaik saat ini, yang mana........ itu sangat mengkhawatirkan bagi dunia-dunia lain. Bocah seberbahaya itu harus segera dilenyapkan, dan ketika si tersangka akan membunuhnya, munculah Lunaria-sama yang berusaha menggagalkannya meskipun dengan menebus nyawa. Tapi, aku tidak yakin Lunaria-sama dibunuh tanpa sengaja. Karena, meskipun putra Dewa Naga terbunuh, Lunaria-sama masih bisa mengandung lagi, dan melahirkan anak keturunan Ras Naga dan manusia lagi selanjutnya. "Aku tidak peduli apapun motifnya.” Tiba-tiba Dewa Naga menyela. Dia memeriksa daftar tersangka, menatap Szilard, lalu berkata, "Szilard, apa ini?" 171



"Eh? ... bukankah itu.... daftar tersangka?" "Lalu.... apa perintahku?" "Temukan pembunuhnya ... oh.....!" Szilard menyadari kesalahannya. Bukan kemungkinan tersangka yang diminta Dewa Naga, melainkan tersangkanya. Dengan kata lain, kami belum menyelesaikan misi ini. Biasanya, Dewa Naga tidak akan mempermasalahkan hal seperti itu. Dia sudah puas dengan perkembangan suatu misi meskipun tidak banyak. Tapi, kali ini...... dia bukanlah Dewa Naga yang kami kenal. Tatapan matanya itu, seolah mengatakan dia siap mencabik-cabik kami jika tidak membawa si pembunuh ke hadapannya. "Maafkan aku!" Szilard segera memberi hormat setinggi-tingginya. Seolah hendak dicabut nyawanya, dia pun segera menenangkan tuannya. "Jangan khawatir, Dewa Naga. Aku akan segera terbang ke seluruh penjuru dunia, lalu menemukan pelakunya, dan menyeretnya ke hadapan Anda!” "Tunggu." Dewa Naga memelototi Szilard sebelum dia pergi. Szilard gemetar. Kemarahan Dewa Naga telah memuncak. Tak seorang pun bisa tenang menerima tatapan semengerikan itu. Bahkan Lima Jenderal Naga. "Szilard, apakah pelakunya di antara keempat orang ini?” "Ya! Kurasa itu sangat mungkin!” Tapi Dewa Naga sepertinya telah memikirkan sesuatu. Mungkin, si pelaku membunuh Lunaria-sama karena alasan yang berbeda. Atau mungkin.... Dewa Naga sudah menyadari cara untuk menemukan pelaku lebih cepat....... Dia hanya terdiam beberapa saat, sembari memandangi daftar nama itu dengan tatapan penuh api amarah. Seolah, dia sedang menghafalkan nama-nama itu agar tidak lepas, meskipun mereka lari ke dasar neraka sekalipun. “Mmm.” 172



Tiba-tiba, Dewa Naga mengangkat kepalanya, seperti menyadari sesuatu. Aku melihatnya penuh dengan tanda tanya. Tapi dia malah menatap ke belakang kami. "Siapa itu?" Akhirnya aku paham apa yang dimaksud Dewa Naga. Ada orang lain di ruangan ini. Hawa kehadirannya begitu tipis, sampai-sampai tak seorang pun menyadarinya. Tapi yang jelas, dia di sana. Seolah-olah dia punya kemampuan yang membuat semua orang mengabaikannya. "Aku tidak boleh ikut rapat, ya?” Itu dia........ Akhirnya dia mengatakan sesuatu. Entah kenapa, tampaknya dia marah. Tidak........ sudah sewajarnya dia sangat marah. “Kau pikir aku hanya diam setelah putriku terbunuh?” Ya........ Itu Dewa Manusia. Ayah Lunaria-sama. “Kau ingin balas dendam? Maka, ijinkan aku membantu. Mungkin ras manusia lemah, tapi kami punya akal.” “...” “Sekali lagi, bolehkah aku membantu?” "Tentu saja boleh....” “Bisakah aku melihat daftar itu?” Sebelum seorang pun memberi ijin, dia langsung mengambil kertas itu di meja, dan melihatnya. Dia tampak berpikir sembari mengelus-elus dagunya. “Hmmm… ternyata dari emat dunia ini, ya…” “Kau tahu sesuatu?” Kataku spontan. Dewa Manusia menoleh padaku, seolah mempersilahkanku bertanya. "Ya. Mungkin kau tahu empat dunia ini punya sejarah yang buruk dengan Dunia Naga.” 173



"Ya." "Anehnya, keempat dunia ini tiba-tiba senyap akhir-akhir ini.” "Tapi..." "Untungnya, kita tidak kesusahan ke sana, karena jalur antar dunia yang belakangan ini kau bangun, Laplace.” Aku cukup bangga dengan pujian itu. Tapi, kalimat Dewa Manusia selanjutnya segera melenyapkan kebanggan itu. “Kurasa, kita harus mendekati mereka jika ingin mengungkap siapa pembunuhnya. Jadi, mungkin kalian perlu berbagi hasil penelitian tentang teleportasi pada mereka.” Lima Jenderal Naga kaget mendengarnya. Mereka benar-benar tidak menduga Dewa Manusia mengatakan itu. Setiap dunia sedang berusaha meneliti teleportasi dan aktivitas monster yang aneh. Aku tahu itu. Aku bahkan mengunjungi Dunia Iblis untuk beberapa kali mengejakan penelitian itu. Ras Iblis banyak membentu kami meneliti monster, tapi agaknya penelitian tentang teleportasi di sana telah terhenti. Atau bisa dibilang..... tidak ada kemajuan. Malahan, mereka mengembangkan teknik sihir. Saat itu aku tidak sadar, betapa majunya penelitian Ras Naga tentang teleportasi. Kurasa, dunia lain juga sudah mempelajarinya sejauh kami, tapi ternyata tidak. Beberapa kali aku mendengar berita tentang progres penelitian teleportasi, tapi tidak begitu tahu bagaimana hasilnya. Aku pun baru sadar, mungkin ada pihak yang menutup-nutupinya. Oke, kita bahas itu nanti saja. Yang jelas, aku tidak tahu apa-apa saat itu. “Aku yakin ras-ras lain kaget, bahwa Ras Naga yang selama ini dikenal hanya memiliki kekuatan, ternyata cukup maju dalam hal penelitian teleportasi. Bahkan, mungkin dugaan mereka semakin kuat bahwa Ras Naga lah yang menyebabkan banyaknya insiden teleportasi acak selama ini.” "Apa yang kau bicarakan?” Tidak ada yang menjawab pertanyaanku. Namun, Jenderal Naga lainnya, bahkan Dewa Naga tampak khawatir. Sepertinya suatu rahasia baru saja terungkap.



174



“T-tunggu dulu.... bukankah tadi kita membahas pembunuh Lunaria-sama? Mengapa sekarang malah membicarakan teleportasi?” “Begini.... mungkin saja, penyebab sebenarnya Lunaria dibunuh adalah..... dia tahu sesuatu tentang teleportasi ini.” "..." Lenyapkan saksi mata. Jika rahasia besar terungkap oleh seseorang yang tidak diinginkan, maka cara terbaik membungkamnya adalah dibunuh. Saat itu, aku masih tidak tahu apa yang kita bahas. Jika benar selama ini Jenderal Naga dan Dewa Naga menyembunyikan sesuatu tentang penelitian teleportasi, maka..... bukankah ada kemungkinan mereka lah penyebab semua insiden teleportasi acak selama ini? Tidak....... itu tidak mungkin........ Meskipun mereka menyembunyikan penelitian itu.... mustahil mereka tega membunuh Lunariasama. "Aku paham, jadi ada seseorang yang mengorbankan istriku karena dia tahu suatu rahasia.” Dewa Naga mengatakan itu dengan nada datar. Suara yang membekukan ruangan. Dan sangat menakutkan. Kemarahannya mulai menjadi. “... ini gila.....” Lalu dia berdiri. Kemudian tanpa sepatah kata pun, dia menuju ke pintu keluar. "Mau ke mana kau?” tanya Dewa Manusia. "Ke atas.” Aku, Szilard. Dola-sama, Maxwell, Chaos. Tak seorang pun tahu apa yang akan dilakukan Dewa Naga. Dia bersikeras tidak membalaskan dendam Crystal agar tidak terjadi peperangan antar dunia. Dia begitu lepas kendali saat melihat istrinya terbunuh. Andaikan saja... andaikan saja saat itu kami menghentikan Dewa Naga, mungkin akan lain ceritanya. Tapi mustahil kami bisa menghentikannya. 175



Bagi kami, tindakan Dewa Naga adalah mutlak. Apakah kau paham arti dari ketaatan mutlak? Itu artinya, perkataan, tindakan, dan semua keputusan Dewa Naga.... tidak bisa ditawar lagi. Ya, itulah yang terjadi selama ini. Dewa Naga selalu benar. Karena dia melakukan segalanya untuk kemajuan Dunia Naga. Itulah sebabnya Jenderal Naga tidak pernah mempertanyakan apapun yang dia lakukan. Tapi............ Aku memperhatikan sesuatu.............. Akulah yang paling dekat dengan Dewa Naga akhir-akhir ini, meskipun aku juga yang paling baru mengenalnya. Mungkin, Dewa Naga sudah kehilangan kebijaksanaannya karena dibutakan api amarah.



176



Bab 17 Hari Berakhirnya Dunia Dunia Hewan. Dunia yang terselimuti oleh pegunungan dan hutan. Di sana tinggal ras yang mirip hewan. Dewa Naga dan Lima Jenderal Naga pergi ke dunia tersebut. "Hah..." Ketika kami tiba di Dunia Hewan, pasukan yang beranggotakan lebih dari sepuluh ribu orang menghadang kami. Hari sudah malam. Itu membuat ribuan mata bersinar terlihat dari kejauhan. Mereka mengepung altar teleportasi di atas gunung. Seolah-olah mereka sudah menduga kedatangan kami. "..." Saat itu, kami tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mengapa mereka memenuhi gunung? Mengapa mereka memandang kami dengan nafsu membunuh yang pekat. Kami sama sekali tidak tahu. Kami adalah Ras Naga. Ras prajurit. Jika ada yang berniat membunuh kami, kami pun siap melayaninya. Mereka adalah musuh kami. Mereka membunuh Lunaria-sama. Mereka berkumpul di sini karena mereka sudah menduga bahwa kami akan datang untuk membalas dendam. Tapi.... sebenarnya jika diamati lebih seksama, mereka tampak terkejut. Terkejut dengan kemunculan kami yang tidak terduga. Sayangnya, karena kami sudah termakan api amarah, Dewa Naga langsung berteriak...... “Mana orang yang membunuh Lunaria!!?” Suaranya penuh kemurkaan, sehingga membuat mereka gentar. 177



Tidak hanya Ras Hewan, para Jenderal Naga juga merinding dibuatnya. Semuanya takut. Ras Hewan secara naluriah tahu bahwa makhluk yang dihadapinya lebih kuat. "Kami tidak tahu apa-apa!" Namun, ada seseorang yang menjawab Dewa Naga dengan lantang, seolah tidak takut padanya. Dia adalah orang yang setara dengan Dewa Naga. Ya, dia lah Dewa Hewan. Kali ini penampilannya berbeda. Dia masih berkepala dua seperti binatang. Namun tidak lagi menunggangi serigala putihnya. Dia berdiri sendiri. Waktu melihatnya di forum para dewa, dia selalu menunggangi serigala putih. "Pudoria!" Dewa Hewan tampak terkejut mendengar nama itu diserukan. “Pudoria ada di sini, kan!!?” "Tidak tahu!” "Pasti kau menyembunyikannya!” "Terserah kau mau bilang apa!" "Jika kamu tidak menyerahkannya, aku akan menghancurkan duniamu." “Cobalah jika kau bisa!” Dengan dialog singkat itu, sudah jelas negosiasi telah gagal. Kalau dipikir-pikir, jika kedua pihak mau duduk tenang dan mendiskusikan masalahnya, pasti akan lain ceritanya. Tapi tampaknya Dewa Naga dan Dewa Hewan sudah tidak berniat berdiskusi sejak awal. Hanya balas dendam yang ada di pikiran mereka. Ya.... tidak ada yang lain. "Baiklah, kau yang minta......" Dewa Naga merentangkan sayapnya, dan Ras Hewan menanggapinya dengan menunjukkan taring. Pertempuran telah dimulai. ♦



178



Selama tiga hari tiga malam, pertempuran antara Lima Jenderal Naga dan pasukan Ras Hewan berkecamuk. Tapi, apakah itu layak disebut pertempuran? Tidak........ bagiku itu lebih mirip seperti pembantaian. Dewa Hewan berhasil menyibukkan Dewa Naga, tapi Lima Jenderal Naga menghancurkan pasukan Ras Hewan sehancur-hancurnya. Ras Hewan adalah ras yang kuat. Dengan indra penciuman yang tajam dan mata yang melihat jelas bahkan di malam hari, mereka bisa bergerak bebas di medan yang berat sekalipun. Selain itu, mereka memiliki teknik sihir suara yang unik. Itu adalah sihir yang mengganggu indera musuh, membuatnya sulit berkosentrasi, dan akhirnya berakibat fatal. Tapi, jelas mereka bukan tandingan Lima Jenderal Naga. Cakar, taring, dan senjata mereka tidak dapat menembus tubuh kami, suara mereka dipantulkan oleh Touki kami. Pukulan kami mampu meruntuhkan gunung, dan memangkas hutan dalam sekejap. Satu serangan saja dapat membunuh ratusan pasukan Ras Hewan. Itu adalah pertarungan yang tidak imbang. Lima Jenderal Naga membantai puluhan ribu Ras Hewan. Beberapa orang Ras Naga saja sudah cukup menghabisi populasi Ras Hewan. Tak ada dari mereka yang bisa melukai kami segores pun. Perbedaan kekuatannya terlalu besar. Ras Hewan juga memiliki prajurit-prajurit elit yang melayani dewanya secara langsung, mirip seperti Jenderal Naga, tapi mereka pun bukan tandingan kami. Saat kami membantai Ras Hewan, Dewa Naga dan Dewa Hewan bertarung sengit. Meskipun Dewa Naga lebih unggul, pertarungan mereka masihlah tidak bisa ditebak, karena level mereka sama-sama dewa. Meskipun rasnya lebih lemah dari kami, belum tentu dewanya juga lemah. Keduanya bergerak sangat cepat, sehingga sulit melihat pertarungan mereka. Gelombang kejut terus tercipta saat keduanya berbentrokan, sampai terbentuk angin puyuh di sekitar mereka. Angin itu menyedot segala sesuatu di dekatnya, bahkan pasukan Ras Hewan sekalipun, sampai hanya menyisakan lautan darah dan puing-puing. Seperti halnya kami, senjata utama Ras Hewan adalah cakar dan taring. 179



Dewa Hewan melolong dan menggigit Dewa Naga dengan kecepatan yang menakutkan. Tapi itu tidak cukup untuk menembus sisik Dewa Naga. Dia membalas dengan cakar dan tinjunya. Dia memangkas bulu lawannya, dan mencincang dagingnya. Namun, belum jelas siapa pemenangnya. Tak satu pun melancarkan serangan fatal. Tapi, perlahan-lahan terlihat siapa yang babak belur. Pagi hari keempat. Akhirnya selesai. Pertarungan antar dewa itu berakhir. Aku melihat momen yang menentukan ketika Dewa Hewan menggigit bahu Dewa Naga. Taringnya menembus sisik Dewa Naga sampai menyemburkan darah. Dewa Hewan pasti mengira dia telah membuat luka fatal. Tapi justru sebaliknya, saat-saat itulah yang ditunggu Dewa Naga. Dengan tangan kiri dan kanannya, Dewa Naga menggenggam kedua kepala Dewa Hewan, lalu dengan segenap Touki dia merobeknya. Dewa Hewan pun terbelah menjadi dua. Lalu, Dewa Naga membuang dua belahan badan itu ke tanah. Terjadi gelombang kejut yang luar biasa saat Dewa Naga membelah lawannya. Sampai-sampai, gelombang kejut itu menggemparkan seisi Dunia Hewan. Tidak hanya aku saja, bahkan Jenderal Naga lainnya juga terpental saat gelombang kejut itu melanda kami. "!" Aku terbang di udara beberapa saat, sampai akhirnya terbanting di tanah beberapa kali Di sana terbentuk kawah besar. “...” Dengan Dewa Naga yang berdiri tenang di tengahnya. Lalu, dia merentangkan sayapnya, dan terbang ke langit. Di atas, dia meraung sejadi-jadinya. Raungan yang menggema sampai ke sudut dunia. "Gaaaaaaaa!" Pada hari itu, semua Ras Hewan merasa takut sekaligus benci terhadap Ras Naga. 180



♦ Dewa Naga mengamuk. Dia melampiaskannya pada apapun. “Keluarlah! Atau kuhancurkan duniamu!” Dia tidak sedang bercanda. 90% Dunia Hewan hancur, dan terjadi kerusakan alam yang parah. Setiap makhluk hidup di Dunia Hewan akan musnah. Memang itulah tujuannya, karena dengan menghancurkan Dunia Hewan, Pudoria juga tidak akan selamat. "... Laplace, aku serahkan sisanya padamu." Saat Dunia Hewan tinggal ampas, Dewa Naga akhirnya menenang, lalu dia kembali ke Dunia Naga. Sebelum itu, dia memberiku permata. Permata yang bersimbah darah. Saat aku memegangnya, aku merasakan kekuatan dewa yang mengalir pada benda itu. Itulah yang disebut permata dewa. Dengan benda itu, kau bisa melintasi perbatasan dunia dengan mudah. Dewa Naga pasti telah mengambilnya saat membunuh Dewa Hewan. "..." Aku hanya bisa menggenggam permata itu dengan bingung. Dia memintaku membereskan sisanya, artinya aku harus menghancurkan sisa-sisa Ras Hewan, kan? Tapi bagaimana caranya? Ras Hewan yang masih hidup berlarian entah ke mana. Tentu saja mereka ingin menyelamatkan diri, tapi dunia ini hampir hancur. Itu sungguh tragis. Amukan Dewa Naga cukup untuk memporak-porandakan Dunia Hewan. Haruskah aku membunuh semua Ras Hewan yang selamat? Tidak, Dewa Naga tidak memerintahkan itu secara langsung. Semua Ras Hewan yang tersisa pasti ingin hidup. Namun, semuanya akan binasa meskipun tanpa campur tanganku. Cepat atau lambat mereka akan mati, dan aku hanya perlu menunggunya. Tapi, hatiku penuh dengan keraguan. 181



Apakah aku benar-benar harus membinasakan mereka? Apakah tidak ada cara selain menghancurkan dunia ini? Saat Dewa Hewan dikalahkan, pertarungan telah usai. Mengapa harus membunuh semua Ras Hewan, padahal kita bisa mencari tempat persembunyian Pudoria? Pasti ada cara lain. Tidak semua Ras Hewan buruk. Toh, hanya seorang yang menjadi tersangka pembunuhan Lunaria-sama. Tapi...... aku tidak punya pilihan selain melepas ras ibaku. Karena, perintah Dewa Naga mutlak. Meragukan Dewa Naga adalah penistaan. "……Menyedihkan." Seseorang mendekatiku saat aku merenung. Aku sama sekali tidak merasakan kehadiran orang ini. Saat menoleh padanya, aku mendapati seseorang yang tidak bisa kuingat wajahnya, bahkan sampai sekarang. Ya, itu adalah Dewa Manusia. “Sungguh malang.” Dewa Manusia mengatakan itu, seolah bisa membaca apa yang sedang kupikirkan. Atau.... mungkinkah dia benar-benar bisa membaca pikiran seseorang. Aku tidak pernah tahu kekuatan dewa. "Walaupun pembunuhnya Pudoria, bukan berarti semua Ras Hewan harus terbantai.” "..." "Kebanyakan dari mereka mungkin bahkan tidak tahu apa yang terjadi. Pada saat mereka menyadarinya, dewanya sudah mati, dan dunia yang mereka diami akan segera hancur. Yang bisa mereka rasakan hanyalah keputusasaan tanpa tahu alasan di balik semua ini.” Sembari membisikkan itu, Dewa Manusia berdiri di belakangku, dan melihat pemandangan Dunia Hewan yang sudah luluh-lantah. Seolah, dia juga pasrah pada keadaan ini. Namun ternyata tidak, kemudian dia berkata.......... "Sangat disayangkan ..." Ketika aku menoleh padanya lagi, dia tersenyum lebar.



182



"Oh ya, jangan bilang-bilang sama Dewa Naga, ya......” Dewa Manusia hanya mengatakan itu, sebelum menghilang tanpa jejak. Jangan bilang sama Dewa Naga? Apa maksudmu? Aku sungguh bingung. Sampai akhirnya, aku menyadari sesuatu.......... Semua Ras Hewan yang tersisa berlari menuju suatu tempat tertentu. Mereka menuju ke arah Dewa Naga pergi. Apa yang mereka lakukan? Mencoba balas dendam? Tapi Dewa Naga kembali ke Dunia Naga. Kalian mau pergi ke Dunia Naga juga? Di sana ada altar yang menghubungkan setiap dunia. Dan mereka pun menghilang pada altar tersebut. Harusnya, hanya para dewa yang bisa menggunakan altar itu. Ah tidak juga, sekarang aku memiliki permata dewa, jadi aku juga bisa melintasinya. Maka, dewa lain juga bisa menggunakan altar itu. Dewa lain? Jangan-jangan, Dewa Manusia yang mengaktifkannya. Apakah dia ingin menolong Ras Hewan yang selamat? “...” Aku tahu Dewa Naga ingin Dunia Hewan dihancurkan tanpa bekas. Sebagai Jenderal Naga, aku harus patuh. Jadi..... apakah aku harus menghentikan Dewa Manusia? Tapi tidak bisa. Dia sudah menghilang entah ke mana. Lagipula, aku harus senang karena salah satu terduga pembunuh Lunaria-sama telah binasa. Namun...... aku tidak pernah berniat menghancurkan Dunia Hewan. Jadi, aku hanya terdiam membiarkan perbuatan Dewa Manusia. Tampaknya, Ras Hewan yang tersisa dipindahkan ke Dunia Manusia. Sejujurnya, aku bahkan merasa tersentuh saat melihat adegan itu. Inilah kasih sayang dewa! Dia melindungi Ras Hewan yang tersisa dengan memindahkannya ke dunianya yang masih utuh. Dia melakukan itu pada ras yang telah membunuh putrinya sendiri. 183



Bukannya aku mencela apa yang telah dilakukan Dewa Naga, dan aku juga masih merasakan sakitnya kehilangan Lunaria-sama, tapi........... dari lubuk hatiku yang terdalam, aku berharap sisasisa Ras Hewan itu menemukan kebahagiaan di tempatnya yang baru. Ya.... aku tidak akan melaporkan ini pada Dewa Naga. Dewa Naga bukan lagi pecinta damai seperti yang kukenal dulu. Setelah saling bertukar tenaga kerja, aku seakan bisa merasakan kesedihan Ras Hewan. Aku merasakan empati pada mereka. Waktu itu, aku salut pada Dewa Manusia yang masih menunjukkan belas kasihan pada mereka. Aku pun semakin percaya pada Dewa Manusia. Pantas saja, para dewa begitu menghormatinya. Dia juga yang memajukan peradaban dunia-dunia lainnya. Dewa Manusia adalah dewa yang sesungguhnya! Tentu saja, aku berpikir begitu tanpa menyadari apa yang sebenarnya sedang direncanakan si bangsat itu. Tapi yang jelas.... begitulah kisah hancurnya Dunia Hewan. ♦ Akhirnya, Ras Hewan yang tersisa pindah ke Dunia Manusia. Hanya beberapa persen dari populasi yang selamat. Aku tidak tahu jumlah pastinya, tapi tidak banyak. Dewa Manusia menerima para pengungsi itu dengan tangan terbuka. Lebih dari 90% Ras Hewan telah binasa. Termasuk Dewa Hewan........... Bagi enam dunia, hancurnya Dunia Hewan jelas merupakan bencana besar. Tapi bencana sebesar ini hanyalah awal.



184



Bab 18 Penelitian Teleportasi Dewa Naga menghancurkan dunia satu per satu. Dunia Laut, Dunia Langit........... Tidak ada ruang untuk bernegosiasi dengan kedua dunia itu. Ras-ras lain sepakat menyerukan bahwa mereka tidak bisa memaafkan Dewa Naga setelah menghancurkan Dunia Hewan. Saat itu kami tidak tahu bahwa mereka punya alasan masing-masing untuk bertarung. Jadi, meskipun terbantai, mereka pantang mundur. Ketika tiba di Dunia Laut dan Langit, pasukan dalam jumlah besar sudah mengepung kami, seperti yang terjadi di Dunia Hewan. Pasukan Ras Laut memenuhi laut sampai berwarna hitam. Sedangkan, pasukan Ras Langit menutupi angkasa. Tapi, jumlah sebanyak itu tidak berarti apa-apa di hadapan Jenderal Naga. Seperti halnya yang terjadi pada pasukan Ras Hewan, kami pun membantainya. Lima Jenderal Naga membersihkan pasukan mereka, sementara Dewa Naga menyibukkan dewanya. Setelah semuanya terbantai, barulah Dewa Naga memporak-porandakan dunia mereka. Dan seperti sebelumnya juga........ sejumlah ras yang selamat dipindahkan Dewa Manusia ke dunianya. Kami terus memenangi pertempuran demi pertempuran. Tapi, bukan berarti kami tanpa luka. Baru kali ini aku melihat tubuh Dewa Naga babak belur. Bahkan, luka gigitan Dewa Hewan masih mengalirkan darah. Racun yang diterima dari Dewa Laut menggerogoti kakinya. Serangan cahaya Dewa Langit membutakan salah satu matanya. Ras Naga memang ras paling kuat. Itu fakta. Tapi kekuatan para dewa setara. Sejak lahir, para dewa memang diberkahi kekuatan yang berbeda dengan yang lainnya. Meskipun hal yang sama belum tentu terjadi pada anak-anak mereka. 185



Para Jenderal Naga juga terluka, tapi kami terus bertarung. Dan....... masih ada satu dunia yang tersisa. Ya.... dunia berisi ras yang katanya sama kuatnya dengan Ras Naga. Yaitu, Dunia Iblis. Aku khawatir. Perang melawan Dunia Iblis tidak akan mudah. Tidak semua Jenderal Naga bisa bertahan. Dewa Naga sendiri mungkin akan mati. Haruskan kita benar-benar melanjutkan perang ini? Haruskan kita menghancurkan total Dunia Iblis? Tentu saja, aku tidak merasakan terikat dengan Dunia Iblis, meskipun aku lahir di sana. Malahan, aku benci dunia itu. Ras Iblis tidak pernah menerimaku. Namun setelah melihat kehancuran Dunia Hewan, Laut, dan Langit..... aku merasa kasihan. Apakah semua penghancuran ini memang perlu dilakukan? Dengan hancurnya dunia, sebagian besar rasnya tidak akan selamat. Hanya keputusasaan yang mereka rasakan. Bayangkan jika Dunia Naga mengalami hal serupa. Nasib kita akan jauh lebih buruk. Andaikan Dunia Naga hancur, dan Ras Naga yang tersisa harus mengungsi, kemanakah kita akan pergi.......? Apakah ada dunia lain yang bersedia menerima kita? Dunia Manusia mungkin? Mungkinkah Dewa Manusia bersedia menerima para pengungsi Ras Naga? Mungkin, kita bisa menganggap Ras Manusia sekutu kita. Jika Dunia Naga hancur, mungkin ras manusia mau menerima dan memberi tempat tinggal bagi Ras Naga yang tersisa. Tapi ingat........ tiga ras yang sudah kami hancurkan juga hidup di Dunia Manusia. Kudengar, mereka sudah diberi tempat, dan dipulihkan dari keterpurukan. Tapi yang jelas, mereka tidak akan melupakan kengerian dan keputusasaan yang disebabkan oleh Ras Naga. Jika kami semua tinggal di dunia yang sama, maka mereka pasti akan memusuhi kami. 186



Tentu saja aku tidak ingin dunia kami kalah. Aku tidak ingin melihat Ras Naga diperlakukan seperti itu. Tapi, lawan kali ini adalah Ras Iblis. Bukanlah mustahil kami kalah. Aku pun bimbang........... Apakah aku harus meminta Dewa Naga untuk mengentikan aksinya? Jika Dewa Naga bisa mengendalikan emosinya, dan meminta Dewa Manusia untuk menengahi masalah ini..... mungkin akan lain ceritanya. Dan yang paling ironis...... sebenarnya kami belum tahu pasti siapakah si pembunuh Lunaria-sama. Bukankah kita harus menganalisa keadaan dengan kepala dingin? Haruskan kita tidak memperkeruh situasi seperti ini. Bukankah itu lebih baik? Sayangnya, aku terlambat menyadarinya. Saat itu aku terlalu patuh pada Dewa Naga. Tentu saja, sampai sekarang pun aku masih menghormatinya..... tapi, kalau saja.... kalau saja.... ahhh. Saat itu, para Jenderal Naga hanya tahu satu hal, yaitu Dewa Naga tidak pernah salah. Memang seperti itulah Jenderal Naga, kami hanyalah sekelompok orang yang paling setia pada Dewa Naga, tanpa mempedulikan apakah dia benar atau tidak. Kami tidak mungkin menghentikan Dewa Naga, bahkan memprotesnya saja tidak bisa. Aku semakin bimbang saat melihat Dewa Naga bersiap menyerang dunia selanjutnya. Kurasa, Jenderal Naga lainnya juga merasa bimbang. Apakah aku perlu membicarakannya dengan Jenderal Naga lainnya? Siapa yang bisa kuajak bertukar pikiran? Dola-sama? Andaikan saja Lunaria-sama masih hidup, dia pasti bisa menyelesaikan masalah ini dengan bijak. Aku pun baru sadar, di Dunia Naga hanya Lunaria-sama yang bisa menasehati Dewa Naga. Tapi kalau dia masih hidup, perang ini tidak perlu terjadi. Bagaimanapun juga, kematiannya lah yang menyebabkan semua pembantaian ini. Semuanya sudah buntu sekarang. Dengan beban pikiran sebesar itu, hari demi hari hanya bisa kujalani dengan pasrah, meskipun Saleact selalu menghiburku. Namun, ada satu orang yang rupanya menyadari kegalauanku, yaitu.... Dola-sama.



187



♦ Suatu hari dia mengundangku ke rumahnya. Kalau diingat-ingat, sepertinya itulah pertama kalinya aku berkunjung ke rumah Dola-sama. Rumahnya sangat sederhana sampai-sampai tidak terlihat layak untuk Jenderal Naga. Di sana hanya ada segelintir penjaga, bahkan perabotnya tidak banyak. Melihat para penjaganya saja membuatku sedih. Aku jadi teringat pada para pelayan di rumah Dewa Naga yang juga terbunuh dalam insiden kematian Lunaria-sama. Bayi Perugius sedang beristirahat di belakang rumah. Dia bahkan belum bisa membuka matanya. Anak itu tidak memiliki cakar ataupun taring, sisiknya jarang, bahkan sayap di punggungnya pun kecil. Melihat anak yang tampak selemah itu, seseorang pasti ingin melindunginya. Apakah itu karena dia belum dewasa? Dola-sama melihatku yang terus mengamati Perugius, lalu dia bertanya..... "Ada apa? Kau mengkhawatirkan sesuatu?” Dia mengatakannya dengan nada lembut. Bukan seperti orang yang ingin menginterogasi. Dia mencoba menghiburku. Aku pun langsung teringat masa-masa ketika kami masih menjadi guru dan murid. Itu membuatku hampir menangis. Setelah terpilih sebagai Jenderal Naga, aku tidak banyak bicara dengan Dola-sama. Tapi dia selalu memperhatikanku. "Sejujurnya--" Tanpa sadar, kata itu terselip keluar dari mulutku. Lalu, aku menceritakan semua keluh kesahku. Aku sudah bersiap dihukum karena telah mengatakan sesuatu yang tidak pantas sebagai Jenderal Naga. "..." Tapi Dola-sama masih mendengarkan dengan tenang. Bahkan saat aku meninggikan suaraku, Dola-sama tidak mengubah ekspresinya. Saat aku selesai, akhirnya dia menanggapi dengan pelan. "Mungkin karena kau tidak memahami perasaan Dewa Naga ..." 188



Dia tidak menegurku. Malahan, perkataannya penuh dengan penyesalan. "Sini, akan kutunjukkan sesuatu........” Kata Dola-sama, lalu kami meninggalkan rumah. Aku mengikuti Dola-sama seperti yang dia inginkan. Saat kami terbang ke luar kota, Dola-sama tidak mengucapkan sepatah kata pun. Aku tidak bertanya kemana kita pergi, dan hanya mengikutinya dari belakang. Kami terbang selama… sekitar satu jam, sampai akhirnya Dola-sama mendarat di puncak gunung. Itu adalah gunung biasa, tanpa nama. Dola-sama mendarat, melipat sayapnya, kemudian berkata.... "Di sinilah........" "Di sini?” Aku menjawab seperti orang bodoh. Yang kulihat di sana hanyalah pemandangan gunung. Dola-sama tahu aku tidak melihat apapun yang spesial pada gunung ini. Tanpa mengatakan apapun, dia segera mendekati sebuah batu besar di sana. Sembari memegang batu itu, dia merapalkan sesuatu. "Ini……" Setelah selesai, batu besar itu tiba-tiba menghilang. Tiba-tiba, munculah sebuah gua yang cukup untuk dilalui seorang saja. Rupanya itu jalan rahasia. Dola-sama segera memasuki gua kecil itu tanpa menjelaskan apapun, dan aku pun mengikutinya. Di dalam gua itu ada lorong sempit. Suasananya remang-remang, tapi sepertinya tempat itu terawat dengan baik. Ada sebuah ruangan di ujung lorong. Ruangan itu jelas buatan tangan, dan langit-langitnya juga terlalu pendek. Meskipun tidak begitu luas, namun ukurannya mungkin sebesar rumahku sekarang. Jadi, tidak begitu sempit juga. Di sana ada meja-meja yang berbaris, dan di atasnya ada alat-alat tulis, kertas, dan perkamen yang berserakan. Dan banyak Ras Naga tampak sedang bekerja di sana. 189



Ada yang duduk di kursinya, ada yang duduk di tanah, dan ada yang hanya berdiri. Mereka tampak fokus melakukan sesuatu. "Ini..........?" "Inilah Lab Penelitian Teleportasi." "Teleportasi..." Aku tahu sebelumnya bahwa Ras Naga sedang meneliti teleportasi. Tapi aku tidak tahu dimana penelitian itu berlangsung, kapan, dan sampai sejauh mana. Padahal aku sudah menjabat sebagai Jenderal Naga, tapi agaknya informasi itu begitu rahasia. "Jika kau tahu apa yang mereka kerjakan, mungkin kekhawatiranmu akan hilang.” Kata Dola-sama sembari berjalan di sekitar ruangan itu. "Semua peneliti ada di sini." "Ahh!" Sembari melihat mereka dengan takjub, aku pun menyadari sesuatu yang aneh. Kenapa..... warna mereka seperti pudar? Bahkan, di antara mereka ada yang kehilangan taring, dan selaput di sayapnya. Dan hal lain yang mengejutkan adalah, hanya orang tua yang bekerja di sini. Hanya orang tua? "Ya, aku yakin kau menyadari bahwa para pekerja di sini sudah tua. Mereka adalah Ras Naga yang hampir kehabisan umur.” Aku tidak bertanya apa penyebabnya, tapi setidaknya aku bisa menduga bahwa..... Ini karena percobaan teleportasi. Jika percobaan gagal, mungkin seluruh gunung ini akan lenyap. Itu sebabnya hanya orang tua siap mati yang dipekerjakan di sini. Tapi, mungkin ada alasan lain. Orang tua lebih cocok mengerjakan penelitian karena lebih kalem dan teliti daripada anak muda yang sembrono. Hal seperti ini juga terjadi di dunia lain. Di Dunia Iblis, dimana warganya cenderung lebih bodoh, orang-orang tua yang ditunjuk sebagai peneliti. "Semuanya! Terimakasih atas kerja keras kalian! Hari ini, kita kedatangan Raja Naga Iblis Laplace yang akan memeriksa pekerjaanmu! Jadi, teruslah bekerja dengan rajin, dan mohon bantuannya!” Setelah Dola-sama mengatakan itu, mereka pun menyambutku dengan hormat. 190



Meskipun usia mereka sudah tua, aku tetap menghargai kontribusi mereka sebagai prajurit Ras Naga. “Selamat datang, anak muda. Maaf, kami tidak menyambut kedatanganmu dengan istimewa. Kurasa itu tidak sopan, tapi..... silahkan mengamati pekerjaan kami.” “Ah, tidak perlu terlalu formal. Aku sangat menghargai kerja keras kalian.” Meskipun sedikit ragu, aku pun menjawabnya dengan sopan. Walaupun sekarang aku menjabat sebagai Jenderal Naga, mereka lebih lama mengabdi pada Dewa Naga, bahkan mungkin sebelum aku lahir. Aku harus hormat pada mereka. "Ayo, akan kutunjukkan sesuatu......" Aku mengikuti Dola-sama berkeliling laboratorium. Dola-sama dengan singkat menjelaskan penelitian yang sedang mereka lakukan. Tapi sejujurnya, saat itu aku tidak begitu paham. Sekarang aku cukup mahir menggunakan sihir, tapi dulu aku bahkan tidak bisa membedakan sihir dengan teknik-teknik lainnya. Orang-orang tua itu sedang mengembangkan suatu teknologi yang sekarang disebut lingkaran sihir, tapi waktu itu aku hanya melihatnya sebagai coretan-coretan yang membingungkan. Meskipun aku tidak mengerti, aku tetap coba menghafalnya. Kau harus membiasakan mempelajari hal yang tidak kau mengerti. Itu pun yang kulakukan sejak datang ke Dunia Naga. Jika kau bisa memahami logika sesuatu, maka kau pasti bisa menirunya. Bila mereka memperbolehkanku mempelajari catatan-catatan penelitian yang terdahulu, pasti aku bisa memahaminya. Tapi, mungkin tidak semudah itu. Mereka sedang meneliti hal begitu rumit, yang tidak akan dipahami dengan mudah oleh pemula sepertiku. "Ada yang kau pahami?” "Tidak." “Nanti kau akan mengerti, untuk sekarang.... kita serahkan saja semuanya pada mereka.” Tempat ini pastu sudah lama sekali dibuat. Penelitian mereka berfokus pada teleportasi dan pemanggilan. Sekarang, orang-orang cenderung menggunakan sihir ketimbang teknik sihir. Sihir bukanlah hal sepele. Banyak hal yang tidak akan dipahami oleh orang yang barusan mempelajari sihir. 191



Penelitian itu menghasilkan begitu banyak catatan pada perkamen-perkamen kuno. Namun, tidak banyak catatan yang selamat sampai hari ini. Sehingga, sistem sihir pun ikut berubah belakangan ini. Mungkin, tidak banyak yang memahami hal ini. Kemudian, Dola-sama mendemonstrasikan sihir pemanggilan. Sihir pemanggilan adalah tahapan awal. Sampai sekarang pun, teknik sihir pemanggilan tidak banyak berubah. Dengan sihir itu, kau bisa memanggil makhluk dari dunia lain. Dia pun memanggil ikan kecil dari Dunia Laut. Itu hanyalah seekor ikan tanpa daya. Memang benar Dunia Laut sudah hancur, tapi masih ada hewan-hewan yang menghuni sisanya. Melihat ikan itu, membuatku teringat saat pertama kali mengunjungi Dunia Laut. Sekarang sih sudah biasa, tapi waktu itu aku begitu heran melihat ikan. Aku tidak pernah menyangka ada makhluk seperti itu di dunia lain. Harusnya, Ras Naga lain juga heran melihat ikan, ya? Karena ikan adalah makhluk aneh yang bisa hidup di air. Apakah kau juga heran melihat ikan di kolam belakang rumahmu? Ah, kurasa tidak...... Yahh, itu karena aku sudah lama hidup di dunia tanpa laut. Tapi, saat pertama kali melihat Naga Biru, apakah mereka tampak aneh? Tubuh mereka disesuaikan dengan lingkungan hidup pegunungan. “Kau tahu kenapa Dewa Naga merahasiakan penelitian ini?” “Tidak…” “Seperti kasus kemunculan monster tiba-tiba di seluruh dunia, dia takut akan terjadi banyak masalah jika penelitian ini diungkap.” Kata Dola-sama. Mungkin ada alasan lainnya. Tapi, tampaknya penelitian ini tidak akan membuahkan hasil secara instan. Lagipula, jika para peneliti mengumumkan penelitian ini, maka akan banyak orang menuduh mereka sebagai penyebab kasus teleportasi di seluruh dunia. "Kenapa aku tidak pernah diberitahu tentang penelitian ini?” "Karena kau adalah ajudan Dewa Naga yang bertugas berhubungan dengan dunia lain.” Aku agak kaget saat mendengarnya. 192



Sebagai Jenderal Naga, ternyata posisiku tidak setara dengan mereka. Ada beberapa informasi penting yang tidak diberikan padaku. Atau mungkin....... aku beresiko menjadi pengkhianat? “Jangan melihatku dengan cemas seperti itu. Tenang saja, kami tidak pernah meragukan kesetiaanmu.” "Lalu kenapa?" “Jika penelitian ini benar-benar mampu mengungkap pelaku di balik kasus teleportasi, kami takut pekerjaanmu akan terganggu.” Maka, mereka pun memilih untuk merahasiakannya dariku. Aku memahaminya. Karena ada Ras Iblis tertentu yang bisa membaca pikiran. “Jangan sedih, ijinkan aku menjelaskan lebih jauh.” Dola-sama menepuk pundakku, lalu melanjutkan penjelasannya. Sepertinya, masing-masing Jenderal Naga meneliti hal yang berbeda, seperti : sihir teleportasi, sihir pemanggilan, hewan magis, dan sihir pelindung. Crystal hanya fokus pada sihir teleportasi. Dola-sama meneruskannya. Sampai akhirnya, dia cukup mahir menggunakan sihir teleportasi dan pemanggilan. “Sihir pemanggilan untuk mendatangkan sesuatu dari dunia lain, sedangkan sihir teleportasi sebaliknya, yaitu mengirim sesuatu ke dunia lain. Tapi dasar keduanya sama saja.” “Apakah juga bisa memindahkan orang?” "Tentu saja." Kata Dola-sama dengan pasti. “Sayangnya, ras lain selalu menganggap kita menggunakan teleportasi untuk mengacaukan dunia lain. Padahal, kita tidak pernah berniat atau berencana melakukannya.” “....” “Justru sebaliknya, Dewa Naga telah melarang pemanggilan orang.” Ya, Dewa Naga lah yang mempelopori tabunya teknik pemanggilan. Jika pemanggilan orang disetujui, maka kami tidak bisa mengelak tuduhan dari dunia lain. Oleh karena itu, Dewa Naga membuat batasan-batasan penggunaan sihir teleportasi. Selain itu, teori sihir teleportasi begitu rumit. Bahkan penggunanya belum tentu memahami dasar sihir teleportasi. Mungkin, hanya orang seperti Dola-sama yang paham sampai ke akar-akarnya. “Apakah kau tahu mengapa kita merahasiakannya sampai saat ini?” 193



"Untuk menghindari penyalahgunaan?” “Tepat sekali. Tapi semuanya tergantung Dewa Naga. Kami hanya menuruti perintah.” Aku pun mengangguk saat mendengar itu. Seperti itulah kesetiaan Ras Naga terhadap Dewa Naga. Jika Dewa Naga berbuat dosa, kami Ras Naga siap menanggungnya kapanpun. Dola-sama juga menolak berbagi pengetahuan tentang sihir teleportasi pada Jenderal Naga lainnya. Namun sebaliknya, dia pun tidak banyak tahu tentang sihir penghalang yang sedang diteliti Jenderal Naga lain. Dengan penelitian semaju ini, wajar saja bila ras lain menuduh kami berbuat jahat. Meskipun, kuyakin Jenderal Naga tidak akan melakukan hal seperti itu. “Dengan begini, cepat atau lambat pasti terungkap dalang di balik kasus teleportasi acak itu.” “Tidak juga… penelitian kami menunjukkan bahwa kasus itu tidak ada sangkut pautnya dengan teknik sihir. Prinsip kerjanya berbeda.” "Mengapa?" “Kami bisa mengaktifkan sihir teleportasi dengan menggunakan lingkaran sihir, namun sama sekali tidak ditemukan bekas-bekas lingkaran sihir di TKP teleportasi acak.” Setidaknya, itulah yang bisa disimpulkan setelah sekian lama kami meneliti teleportasi. "Lalu, bagaimana bisa teleportasi acak terjadi jika tidak ada lingkaran sihir?" “Bisa saja. Ada suatu energi yang memungkinkan itu terjadi. Di Dunia Naga, kita menyebutnya Touki.” Dola-sama menjelaskan. Energi. Itu benar, setiap dunia memiliki energi yang biasa digunakan masing-masing ras untuk bertahan hidup, mencari makan, bahkan bertarung. Di Dunia Naga kami menyebut energi itu Touki, tapi di Dunia Iblis mereka menyebutnya Mana. Setiap ras di setiap dunia punya kekuatan seperti itu. Seperti manusia, ikan, hewan, burung, bahkan naga..... semuanya memilikinya. Tampaknya, teleportasi acak disebabkan oleh bentuk energi ini. Katakanlah, jika energi itu terserap oleh seekor monster, maka dia bisa berubah menjadi hewan magis. Semakin kuat monsternya, semakin kuat juga hewan magis itu. Orang juga tidak terkecuali.



194



Namun, tidak seperti monster, wujud mereka cenderung tidak berubah, hanya saja dia menyimpan energi yang besar di tubuhnya. Mata Iblisku, kekuatan luar biasa dari Lima Jenderal Naga, itu adalah contoh fenomena energi itu. Energi itulah yang menjaga keseimbangan keenam dunia. Jika energi pada suatu dunia meningkat, maka energi pada dunia lainnya akan tersedot. Ketika terjadi pemindahan energi seperti itu, benda-benda lain juga terbawa, seperti pohon, hewan, bahkan orang. Dan saat itulah insiden teleportasi berlangsung. “Tapi kami menemui jalan buntu.” Rupanya, para peneliti masih belum menemukan apa yang menyebabkan ketidakseimbangan energi itu. Dan kenapa kasus itu semakin sering terjadi. Sejauh ini, para peneliti hanya bisa menyimpulkan suatu hipotesis, yaitu.... Ada suatu bentuk energi yang menjaga keseimbangan keenam dunia. Jumlah energi ini selalu tetap, maka ketika ada penambahan energi di suatu tempat, maka energi di tempat lainnya akan berkurang. Pemindahan itulah yang memicu teleportasi, yang membawa berbagai macam benda seperti tumbuhan, hewan, bahkan orang. Namun, mengapa jumlah energi di suatu tempat bertambah dan berkurang? Pasti ada penyebabnya. “Hanya sampai situ perkembangan penelitian kami. Jujur saja, aku hampir kehilangan kesempatan memberitahu hal ini padamu.” Akan tetapi, pada akhirnya akan ditemukan suatu cara untuk berpindah dunia dengan mudah. "Laplace. Apakah kau tahu mengapa Dewa Naga menugasimu bernegosiasi dengan ras lain, bahkan mempersilahkan mereka datang ke Dunia Naga?” "Tidak." "Karena Dewa Naga berniat membagi hasil penelitian ini dengan ras lain. Tapi bukan sekarang, karena penelitian belum selesai. Jika sihir teleportasi sudah sempurna, dan siap digunakan oleh siapapun, maka insiden itu akan berakhir, dan tidak perlu terjadi bencana lagi.” Sekali lagi, aku tersentuh oleh kebaikan Dewa Naga. Dia tidak hanya memikirkan kepentingan Dunia Naga. Dia ingin menyelamatkan semua dunia. “Laplace, kau tidak perlu meragukan kebaikan Dewa Naga. Meskipun ras-ras lain selalu menuduh Ras Naga sebagai penyebab kasus itu, Dewa Naga tetap berniat baik pada mereka. Apakah sekarang kau paham?” "Baik Dola-sama, sekarang aku yakin ..." 195



Ras lain selalu menuduh Dewa Naga. Bahkan, mereka merenggut istrinya. Maka, kemarahan Dewa Naga adalah suatu hal yang wajar. Aku tidak lagi ragu. Sejujurnya, aku tidak paham lebih dari setengah penjelasan Dola-sama mengenai sihir pemanggilan dan teleportasi, tapi itu sudah cukup meyakinkanku. Aku pun memutuskan untuk ikut pertempuran selanjutnya. Aku meninggalkan lab penelitian, setelah memberi hormat tinggi kepada Dola-sama, lalu aku terbang dengan perasaan lega. Aku kembali bersemangat bertarung bersama Dewa Naga. Tapi sayangnya.................... ........... aku begitu bodoh saat itu. Andaikan saat itu aku sedikit saja lebih pintar, aku akan bertanya lebih banyak tentang sihir teleportasi dan pemanggilan pada Dola-sama. Jika hipotesis para peneliti itu benar, maka bukankah penghancuran dunia yang dilakukan Dewa Naga malah memicu semakin banyaknya kasus teleportasi? Itu karena energi keenam dunia semakin tidak seimbang, kan? Kalau saja aku menanyakan itu pada Dola-sama, pasti akan beda ceritanya. Kalau saja dia mendengar pertanyaan itu, Dola-sama pasti juga merasa ada yang salah dengan tindakan Dewa Naga. Tapi, itulah susahnya menjadi orang bodoh. Dan pertempuran melawan Dunia Iblis pun akan segera dimulai.



196



Bab 19 Kehancuran Dunia Iblis Pertarungan melawan Ras Iblis sangat sengit. Kekuatan Delapan Raja Iblis dan Lima Jenderal Naga setara. Dewa Naga dan Dewa Iblis juga sama kuat. Itu bukan lagi pertarungan yang berat sebelah, dan Dewa Naga pun mengalami banyak luka. Kami berenam saja tidak cukup untuk menghancurkan Dunia Iblis. Jujur, ini sungguh ironis, bagaimana bisa Dewa Naga yang begitu cinta damai, mendadak menjadi monster penghancur dunia. Karena merasa tidak bisa menang mudah, akhirnya Dewa Naga mengerahkan pasukan Ras Naga dari dunianya. Hal yang sama dilakukan Ras Iblis. Kekuatan pasukan Ras Naga lebih hebat, namun jumlah pasukan Ras Iblis lebih besar. Pertarungan tetap berjalan seimbang. Ras Naga terus menginvasi Dunia Iblis. Meskipun kami berhasil menghancurkan beberapa kota, namun tidak ada tanda-tanda menyerah dari Ras Iblis. Karena kemenangan semakin susah didapat, akhinya kami pun mundur. Dan saat itulah, Ras Iblis memanfaatkan momentum untuk menginvasi balik Dunia Naga. Karena topografi Dunia Naga yang unik, serangan mereka gagal, lalu kembali ke dunianya. Namun, kerusakan yang mereka buat cukup parah. Pertarungan bolak-balik seperti itu berkecamuk selama bertahun-tahun. Aku memimpin prajurit Ras Naga di garis depan. Aku berduel dengan Delapan Raja Iblis berkali-kali. Anehnya, Necros Lacrosse tidak kelihatan selama perang. Dari Delapan Raja Iblis, hanya dia yang tidak muncul. Apakah dia ditahan, atau bersiap menyerang di tempat yang paling tidak kami duga? Aku tidak tahu keberadaannya. Perang tersebut berlanjut sampai beberapa dekade. Salah satu sisi positif perang adalah berkembangnya teknologi kemiliteran. 197



Selama perang, Lima Jenderal Naga mengembangkan sihir dan teknik baru. Dengan sihir pemanggilannya, Dola-sama menciptakan makhluk berupa roh. Szilard mengembangkan sihir penghalang untuk melawan serangan musuh. Chaos menciptakan pedang sihir dari tulang Ras Iblis. Maxwell mengembangkan teknik Gerbang Naga untuk melemahkan kekuatan iblis. Kemampuan sihir dan teknis kami mengalami revolusi besar selama perang. Tentu saja, hal yang sama terjadi pada Ras Iblis. Meskipun katanya Ras Iblis hanya sekumpulan orang idiot, tidak sedikit juga yang pintar. Mereka menciptakan berbagai macam sihir untuk melawan Ras Naga. Seperti tembakan cahaya yang bisa melelehkan Ras Naga, tombak yang bisa meningkatkan kemampuan penggunanya, dan racun yang bisa mengorosi lawannya sampai mati dalam keadaan yang menyedihkan. Banyak teknik unik yang diciptakan melalui metode yang tidak pernah kami ketahui. Itu merupakan perang habis-habisan yang menjadi ajang revolusi teknik dan sihir. Nyawa melayang sudah tidak terhitung lagi. Pertempuran itu bagaikan rawa tanpa dasar, dan seolah tidak ada ujungnya. Tapi, segala sesuatu di dunia ini selalu ada titik baliknya. Apakah itu? Menurunnya populasi, baik itu Ras Naga maupun Iblis. Itulah konsekuensi perang. Kedua ras sama-sama tangguh. Pada awalnya, hampir tidak ada korban di kedua pihak. Meskipun perang begitu sengit, hanya beberapa saja yang mati. Itu adalah sebuah keajaiban. Namun seiring kemajuan teknik dan sihir secara perlahan, korban jiwa meningkat. Makam Ras Naga dipenuhi dengan nama-nama korban perang. Dengan begitu banyak yang tewas, mungkin sudah saatnya kita hentikan perang tersebut. Di dunia manusia, alasan itu sering mengakhiri sebuah perang. Tapi itu tidak terjadi pada Ras Iblis dan Naga yang jauh lebih kuat daripada ras manusia. Titik baliknya adalah hal lain. Kami sama-sama dipusingkan dengan menurunnya jumlah pasukan. 198



Belum lagi luka-luka Dewa Naga dan Jenderal Naga yang semakin serius. Saat pasukan menurun, situasi pun semakin genting. Kemudian....... munculah Dewa Manusia. Seperti biasa, setelah muncul entah dari mana, dia berkata............. “Belakangan ini, Delapan Raja Iblis sering muncul di barisan terdepan. Jika kalian bisa membunuh mereka, maka perang ini milik kalian.” “Jika semudah itu, kami tidak akan mengalami kesulitan seperti ini.” “Gampang, jika Lima Jenderal Naga mengepung seorang Raja Iblis, maka pertarungan itu hanya seperti memburu monster biasa.” Lima Jenderal Naga adalah prajurit terkuat Ras Naga. Tapi, selama ini kami selalu bertarung sendiri-sendiri. Alasannya, bukan karena harga diri dan kehormatan. Melainkan, belum ada lawan yang perlu dikalahkan dengan menggabungkan kekuatan kelima jenderal. Selama ini, Jenderal Naga selalu bisa mengalahkan musuh-musuhnya sendirian. Sehingga, kami tidak menyadari betapa pentingnya bersatu. Saat menyadari kelemahan mendasar ini, Lima Jenderal Naga tampak malu. Tapi, dengan lawan setangguh Ras Iblis, kami perlu mencoba cara yang belum pernah dilakukan. Maka, mereka pun menerima saran Dewa Manusia. Akhirnya, kami memprovokasi seorang Raja Iblis, memisahkannya dari kelompok, mengisolasinya, lalu membantainya bersama-sama. Benar saja, tak ada yang bisa mengalahkan kekuatan gabungan Lima Jenderal Naga. Raja Iblis itu pun mati dalam keputusasaan. Dengan cara yang sama, kami melenyapkan Raja Iblis satu per satu. Karena kehilangan pemimpinnya, pasukan Ras Iblis mulai goyah, dan kami pun memanfaatkan momen itu untuk menekan balik. Namun Necro Lacrosse tidak pernah muncul, bahkan setelah rekan-rekannya kami bantai ... Sampai akhirnya, Dewa Iblis lah yang turun di garda terdepan. Dewa Iblis mulai bertambah besar ketika melihat kami. 5 meter, 10 meter, 100 meter, 1000 meter, dia terus membesar. Dia akhirnya berhenti membesar ketika kepalanya sudah di atas awan, dan kakinya sebesar kota. Saat itulah, mata keluar di setiap inchi tubuhnya.



199



Mata itu melihat kami dan mulai menyerang. Di buku cerita sering dibahas bahwa raksasa hanyalah makhluk buas tanpa akal. Tapi Dewa Iblis tidak begitu. Dia masih bergerak dengan cepat dan begitu cerdas. Dia menghajar kami dengan pukulan sebesar gunung dan tendangan seperti meteorit. Jenderal Naga pun kewalahan. Bari kali ini kami melawan monster seperti itu. Meskipun berhasil menghindari serangan Dewa Iblis, gelombang kejutnya mementalkan kami sampai sejauh 10 km. Beda kekuatan dewa dan jenderal terlalu besar. Kami bukan lawannya. Saat itulah aku baru tahu sebesar apa kekuatan dewa. Andaikan aku melawan Dewa Laut, Dewa Langit, dan Dewa Hewan, maka mereka pasti akan membantaiku dengan mudah. Untungnya, Dewa Naga sudah cukup beristirahat saat kami melawan Raja Iblis. Maka, ketika lawan hanya menyisakan Dewa Iblis, saatnya Dewa Naga turun tangan. Duel terakhir pun dimulai. Aku semakin khawatir. Bukannya aku tidak percaya Dewa Naga tidak bisa mengalahkan Dewa Iblis yang sudah sebesar gunung itu. Tapi, luka-lukanya setelah bertarung melawn dewa lain belum sembuh 100%. Namun, sepertinya kekhawatiranku itu tanpa dasar. Dewa Naga bergerak secepat kilat dengan cahaya keemasan yang terpancar dari tubuhnya. Kecepatan itu membuat Dewa Iblis kesulitan menyerangnya. Akhirnya, setelah beberapa kali mencoba, pukulan Dewa Iblis mengenai targetnya, tapi itu justru membuat tangannya meledak. Dewa Naga masih terlalu kuat baginya. Sayangnya, Dewa Iblis memiliki kemampuan regenerasi mutlak, seketika tangannya meledak, secepat itu juga tumbuh kembali. Meskipun lebih kuat, belum tentu Dewa Naga bisa menang mudah. Setiap serangan kedua dewa saling berbentrokan, gemuruh dan gelombang kejut tercipta, yang membuat kami merinding tak peduli sejauh apapun kami berada dari pusat pertempuran. Gelombang kejut itu datang terlambat beberapa saat, namun cukup untuk menghempaskan kami semakin jauh. 200



Meski begitu, kami terus menyaksikan pertempuran dua dewa terkuat itu. Aku terus melihatnya. Ini adalah keempat kalinya aku menyaksikan duel antar dewa. Setiap kali dewa bertarung, selalu terjadi bencana alam pada dunianya. Bedanya, kali ini pertarungan berlangsung lebih lama. Dewa Naga tak henti-hentinya menghancurkan tubuh Dewa Iblis. Namun seakan percuma karena kemampuan regenerasinya yang instan. Sebaliknya, tak peduli seberat apapun pukulan Dewa Iblis, dia tidak bisa melukai Dewa Naga. Jadi mereka menyerang dan bertahan, selama sepuluh hari, tidak.... dua puluh hari. Tidak ada seorang pun yang berani mendekati mereka. Semua menonton dari jauh seperti yang kami lakukan. Singkat cerita..... Setelah bertarung seperti itu selama 100 tahun. Dewa Naga keluar sebagai pemenang. Seberkas cahaya tiba-tiba muncul dari kaki Dewa Iblis. Saat itu, aku tidak paham apa yang terjadi. Tapi, saat partikel cahaya semakin terang, aku menyadarinya..... Itu lingkaran sihir. Ada lingkaran sihir seukuran benua yang menutupi kaki Dewa Iblis. Aku tidak bisa melihat wajah Dewa Iblis karena berda begitu jauh dari TKP. Tapi kalau dilihat dari gerak-geriknya, dia kebingungan. Dia tidak pernah mengira Dewa Naga akan melakukan hal seperti itu ... Tubuh Dewa Iblis mulai runtuh dengan cepat, mulai dari kakinya. Dari kejauhan, masa sebesar gunung itu perlahan-lahan hencur. Aku tidak tahu apakah itu berlangsung begitu cepat atau tidak. Setelah cahaya meredup, Dewa Naga pun kembali. Sembari memegang permata kecil di tangannya. "Dewa Naga!" Kami bergegas ke arahnya. Dewa Naga penuh dengan luka.



201



Selain luka yang diterima dari dewa lain, Dewa Naga hampir kehabisan Touki-nya, akibat terlalu lama bertarung melawan Dewa Iblis. Dia sangat lemah, sampai-sampai aku tidak merasakan aura dewa darinya. Itu membuat para Jenderal Naga begitu khawatir. "Oh tidak! Tuan! Ayo segera kembali ke Dunia Naga!” “Mmm ...” Kami membopong Dewa Naga yang hanya bisa mengerang tanpa daya. Kemudian Dola-sama tiba-tiba terkejut melihat sekelilingnya. Para Ras Iblis tampak putus asa melihat dewanya kalah. Dan dunia mereka mulai runtuh. Rupanya, Dunia Iblis tidak mampu lagi bertahan setelah kedua dewa bertempur begitu lama. Dola-sama melihat semua itu, lalu segera memberikan permatanya padaku. “Laplace. Kau tetap di sini, dan pastikan Dunia Iblis benar-benar hancur.” "... Ya!" Menyaksikan akhir dari suatu dunia. Apakah itu sopan? Tapi, aku pun melakukannya saat kami menghancurkan Dunia Hewan, Langit, dan Laut. Tentu saja itu tidak sopan. Toh, aku juga bertanggungjawab memastikan kematian pembunuh Lunaria-sama beserta dunianya. Meski begitu, sebenarnya aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku yakin kau pun demikian. Saat melihat dunia sebesar itu hancur, kau hanya akan melihatnya dengan takjub, tanpa kata. Hal yang sama terjadi ketika kau melihat bencana alam, tak peduli sekuat apapun dirimu, kau tidak akan bisa melakukan apapun. Dan semuanya tidak akan kembali seperti sedia kala. Ras Iblis adalah ras yang kuat, namun mereka hanya bisa pasrah saat dunianya hancur. Seperti ras-ras lain, mereka porak-poranda melarikan diri ke segala arah. Namun, setelah beberapa saat kebingungan, akhirnya mereka berlari menuju ke suatu arah. Ya..... lagi-lagi Dewa Manusia menolongnya. Itu pemandangan yang luar biasa, tapi setelah melihatnya beberapa kali, aku tidak lagi keheranan. Aku terbang di sekitar Dunia Iblis yang runtuh untuk menyelesaikan tugasku. 202



Sebenarnya, aku sedang mencari seseorang. Necro Lacrosse. Meskipun semua Raja Iblis sudah mati, mengapa dia tidak juga muncul. Ia juga merupakan kerabat dekat Kirisis Calisis. Jika bertemu dengannya, mungkin aku akan mendapatkan beberapa informasi yang berharga. Mengapa baru sekarang aku mencarinya? Karena kami sedang perang, dan aku tidak bisa berkunjung ke Dunia Iblis sebelumnya. Aku sudah mengembalikan permata dewa yang sebelumnya Dewa Naga berikan padaku. Aku bahkan tidak ingin memintanya lagi. Lagipula, aku merasa bertanggungjawab karena telah mengundang si pembunuh itu ke Dunia Naga. Meskipun meminta, Dewa Naga tidak akan mengijinkannya. Itulah kenapa aku tidak pernah punya kesempatan bertemu Necro Lacrosse, bahkan sebelum perang terjadi. "Hmm?" Setelah terbang beberapa saat, aku melihat sesuatu. Kota terbesar di Dunia Iblis, Daileck. Dan kastil terbesar, Kastil Dewa Iblis Gaileck. Kastil itu dilalap api. Kastil yang harusnya tidak pernah terbakar itu, sekarang sedang dililit api hitam. Orang gila mana yang berani membakar kediaman dewa? Karena mencurigakan, aku pun mendekati kasti itu. Namun, dengan asap tebal di udara, aku tidak dapat menemukan pintu masuk. Oleh karena itu, aku mendarat di tanah. Sebelumnya, aku selalu mendarat di atap, maka jarang sekali aku masuk melalui gerbang depan. Beberapa penjaga melarikan diri dari kastil saat aku mendarat. Ketika melihatku, mereka berteriak dan berlarian. Sembari berjalan melewati mereka dengan tenang, aku pun memasuki kastil. Di dalam kastil begitu panas, dan mayat Ras Iblis bergeletakan di mana-mana. Tapi, panas itu tidak berarti apa-apa, karena Touki Naga-ku. Aku melihat ke sekeliling kastil yang masih dilalap api. 203



Tentu saja, sebagian besar isinya sudah habis dilahap api. Kastil Gaileck yang agung telah ditinggalkan. Aku tidak tahu siapa yang membakarnya, dan dia pasti juga sudah melarikan diri. Merasa sudah cukup mengamati, aku pun segera meninggalkan kastil. Kemudian, kami bertemu. Monster hitam berlengan enam muncul dari tangga menuju ruang bawah tanah. "Mmm!" Necro Lacrosse. Orang yang kucari selama ini. "Kau!" Wajah yang sudah lama tidak kulihat itu tampak kurus sekarang. Tadinya kupikir Ras Iblis Abadi tidak akan kurus. Yang mengejutkan, dia menggendong bayi. "Laplace! Kumohon, biarkan aku pergi ...!" Sebelum aku membalas apapun, Necro Lacrosse mengatakan itu dengan panik, sembari menyembunyikan bayinya. "Aku tidak tahu kenapa kau mengkhianati kami! Tapi anak ini tidak tahu apa-apa! Anak ini tidak berdosa!” Untuk sesaat, aku tidak mengerti apa yang dia katakan. Aku mengkhianati mereka? "Apa yang sedang kau bicarakan?" “Apa yang aku bicarakan? Semua orang tahu kau lah yang membunuh Kirisis Calisis dan mengobarkan api peperangan!” “Tunggu, Kirisis Calisis dibunuh? Kapan?" “Jangan sok bodoh! Kau sudah merencanakan semuanya!!” “Aku sungguh tidak tahu apa yang kamu bicarakan! Katakan padaku, Necro Lacrosse, bagaimana Kirisis Calisis meninggal?” Aku pun mendengarkan cerita Necros Lacrosse yang tampak begitu gelisah. Semuanya dimulai pada hari Kirisis Calisis kembali ke Dunia Iblis. Necro Lacrosse tidak tahu alasan tepatnya, tapi yang jelas hari itu Kaisar Iblis telah pulang dari Dunia Naga. Sepertinya, dia membicarakan sesuatu dengan suaminya, dan Dewa Iblis hanya mengangguk setuju. 204



Waktu itu, Kirisis Calisis hampir melahirkan, maka orang-orang mengira atas alasan itulah dia dipulangkan dari Dunia Naga. Akhirnya, Kirisis Calisis pun melahirkan anak yang sehat. Ras Iblis Abadi memang unik, perut mereka tidak membengkak ketika mengandung..... tapi semua orang tahu dia akan segera melahirkan. Malangnya, tak lama setelah melahirkan, Kirisis Calisis ditemukan meninggal. Dewa Iblis mengamuk, dan segera mencari si pelaku. Untungnya, si pembunuh meninggalkan jejak bukti. Rambut dan sisik perak. Khas Ras Naga. Bahkan, pada malam pembunuhan, para prajurit Ras Naga yang ditempatkan di Dunia Iblis telah menghilang. Kenapa.... kenapa cerita ini begitu mirip dengan insiden kematian Lunaria-sama. Setelah diselidiki, maka kesimpulannya sudah bisa ditebak....... Pelakunya adalah Ras Naga. Mereka pun menyimpulkan bahwa Jenderal Naga Iblis Laplace yang membunuh Kirisis Calisis untuk balas dendam. Tapi, di sinilah bedanya.......... Setelah mendengar laporan tersebut, Necros Lacrosse bersikeras menolak tuduhan Raja Iblis lainnya pada Laplace. “Laplace tidak mungkin melakukan hal seperti itu.” begitulah Necros Lacrosse memprotes. Sungguh ironis, Ras Iblis yang dikenal bodoh, ternyata lebih tenang saat menghadapi masalah. Andaikan saja aku bisa melakukan hal yang sama pada Dewa Naga dan Jenderal Naga saat itu. Singkat cerita, Necros Lacrosse berhasil menenangkan Raja Iblis lainnya, kemudian mereka hendak membahas masalah ini dengan Ras Naga, namun............ Saat itulah datang berita kehancuran Dunia Hewan oleh invasi Jenderal Naga. Kemudian, akhirnya si pembunuh berhasil ditangkap. Benar saja, dia adalah seorang Ras Naga. Setelah diinterogasi dan disiksa, dia pun mengaku, “Aku diperintahkan oleh Laplace, dan Necro Lacrosse juga bekerjasama dengannya.” Necro Lacrosse segera ditangkap dan dipenjarakan. Dia semakin tertekan. Namun, satu hal yang tidak berubah, dia tetap yakin aku bukanlah pembunuhnya. 205



Sayangnya, alasan balas dendam itu begitu masuk akal baginya. Terlebih lagi, waktu masih kecil aku sering berselisih dengannya. Setelah itu, Necros Lacrosse tidak tahu apa-apa tentang situasi di Dunia Iblis ... Cerita pun berakhir di situ. Dan seperti yang kita tahu, akhirnya peperangan Ras Iblis dan Naga pecah. Selama itu, Necros Lacrosse hanya menunggu di sel gelap ini. Namun, ketika Dewa Iblis mati, Dunia Iblis mulai runtuh, jadi dia tahu sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Dia berhasil membebaskan diri, lalu keluar. Saat melihat orang-orang berlarian ke segala arah dengan panik, dia belum tahu persis apa yang telah terjadi, kemudian kastil ini terbakar oleh api hitam. Melihat nyala api aneh itu, Necros Lacrosse menyadari bahwa anak Dewa Iblis masih di kastil. Dengan firasat buruk, dia segera menuju ke ruang bayi, dan mendapati pengasuhnya sudah tidak lagi bersamanya. Dia segera membawa bayi itu untuk melarikan diri bersama, dan saat itulah dia bertemu denganku. Jadi itu alasannya mengapa aku tidak pernah bertemu Necros Lacrosse di medan perang. Selama itu dia dipenjara di dasar kastil. Kemudian, kerusuhan inilah yang membebaskannya. "..." “Tapi, wajahmu mengatakan kau benar-benar tidak tahu. Seperti yang kuduga selama ini, kau tidak bersalah.” "Aku sungguh tidak tahu apa-apa." Begitu banyaknya informasi membuat kepalaku pening. Jika semua yang dia katakan benar, maka kami dijebak. Oleh siapa? Untuk apa? Setidaknya, Necros Lacrosse tidak berbohong. Dia pria yang tidak bisa berbohong. Dia tidak cukup pintar mengarang cerita yang begitu rapih. “Nanti akan kuceritakan lagi lebih detail, tapi sekarang aku harus menyelamatkan anak ini. Jika kau memang bukan musuhku, maka.... biarkan kami pergi.” “...” Aku perlahan-lahan menggeser tubuhku dan membiarkannya lewat. 206



Anak Dewa Iblis. Saat dewasa nanti, siapapun akan mengira dia menjadi musuh Ras Naga. Tapi aku tidak bisa menghentikan mereka. Setelah mendengarkan cerita Necros Lacrosse, mana mungkin aku membunuh bayi itu. Anak itu adalah masa depan Ras Iblis. Kami sudah merenggut Dunia Iblis, maka terlalu tamak bila aku juga melenyapkan masa depan mereka. “Pergilah ke altar teleportasi. Kau akan dipindahkan ke Dunia Manusia yang masih utuh.” "Terima kasih! Aku berutang budi padamu…!" Dan Necros Lacrosse pun pergi. Sembari menggedong bayi yang bahkan belum bisa membuka matanya. Kemudian aku kembali ke Dunia Naga. Aku mengubur dalam-dalam cerita Necros Lacrosse di dalam hatiku. Begitulah.... kisah hancurnya Dunia Iblis.



207



Bab 20 Perpecahan Saat aku kembali ke Dunia Naga, Dewa Naga sudah terbaring di tempat tidur. Dia dalam keadaan mengenaskan. Darah mengucur dari bahunya, satu matanya tertutup rapat, salah satu kakinya bengkok. Selain itu, terdapat luka besar di tangannya akibat pertarungan melawan Dewa Iblis. Tubuhnya penuh luka. Mungkin itu belum cukup menggambarkan kondisi Dewa Naga saat itu, tapi.... setidaknya itulah yang bisa kuungkapkan. Luka akibat pertarungan dengan dewa lainnya tidak lekas sembuh. Mungkin akan sembuh total setelah ribuan tahun, dan itu cukup lama, bahkan bagi Ras Naga sekalipun. “Ah, Laplace rupanya..... kerja bagus.” Meski dipenuhi luka, Dewa Naga tampak puas. Karena, walaupun tubuhnya penuh luka, tapi hatinya puas telah membalaskan dendam. Sebenarnya, siapakah pembunuhnya, dan apakah dia masih hidup.... kedua pertanyaan itu belum bisa dipastikan. “Dunia Iblis sudah tiada.” “Mmm… Kalau begitu kau harus istirahat. Kau pasti lelah.” Namun, di wajah tenang Dewa Naga, terlihat juga penyesalan dan kecemasan. Mungkin Dewa Naga menyesal telah melakukan hal yang begitu mengerikan. Andaikan saja Lunaria-sama di sini, dia pasti tidak menyetujuinya. Jika saja ada yang bisa menenangkan Dewa Naga, mungkin dia akan menghabiskan waktunya dengan berpikir, lalu ribuan tahun lagi memilih cara yang berbeda. Tapi, tentu saja di dunia ini tak ada seorang pun yang bisa menghentikannya. "Tidak.... aku tidak akan istirahat sebelum menyampaikan laporanku pada Anda." “Mmm… memangnya ada apa?” Aku pun melaporkan cerita yang kudengar dari Necros Lacrosse. “Aku menemukan Necros Lacrosse di Kastil Dewa Iblis yang hampir runtuh. Menurut ceritanya, Kirisis Calisis telah...........” Dewa Naga mendengarkan laporanku tanpa reaksi apapun. 208



Mungkin dia bertanya-tanya, mengapa aku melaporkan itu padanya. Tapi, saat aku terus bercerita, ekspresi wajahnya perlahan berubah. Dia terlihat muram, kaget, dan prihatin. Setelah aku menyelesaikan laporan, dia tampak begitu gelisah. “Begitulah ceritanya.......” “...” “... Dewa Naga?” Dia hanyut dalam pikirannya, tanpa menanggapiku. Tapi laporanku sudah selesai. Kurasa, sudah saatnya aku istirahat. Saat aku hendak pergi........ “Ya… dia lah penyebabnya........” Dewa Naga tiba-tiba menggumamkan itu, lalu bangkit. Dia pun meninggalkan ruangan. “A-Anda mau ke mana?” Aku segera bertanya, dan Dewa Naga menjawab...... “Menyerang Dunia Manusia.” Aku pikir itu tindakan konyol. Mengapa? Mengapa kita harus menghancurkan Dunia Manusia? Bukankah korbannya, Lunaria-sama, adalah ras manusia? Bahkan, kita harus berterimakasih pada Dewa Manusia yang bersedia menerima ras-ras yang tersisa dari kehancuran dunianya. Apakah pelakunya adalah ras manusia? Apa yang telah dilakukan manusia? Apakah mereka yang merencanakan ini semua? Aku sungguh bingung saat itu. Andaikan Lunaria-sama masih hidup, hubungan Ras Naga dan manusia akan semakin erat. Apakah kejadian ini menguntungkan manusia? Apa yang didapat Dewa Manusia dengan menerima pengungsi dari berbagai ras? Aku sungguh tidak mengira kematian Lunaria-sama ada hubungannya dengan manusa. Kali ini, aku benar-benar tidak paham pemikiran Dewa Naga. 209



Aku sungguh tidak tahu apa yang dia simpulkan setelah mendengar laporanku. Padahal, laporan itu tidak detail, tapi apa yang dia pahami? Agaknya, dia menyadari siapakah si pembunuh yang selama ini dia cari. Rupanya, Dewa Naga tahu banyak hal, dan dia semakin yakin setelah mendengar laporanku. Sayangnya, si bodoh Laplace saat itu selalu saja tidak mengerti apa-apa. Silahkan tertawakan kebodohanku sekeras-kerasnya. Tapi, aku sungguh tidak bisa menghubungkan insiden ini dengan ras manusia. Kalau saja..... kalau saja saat itu aku sudah mengetahui kebusukan Dewa Manusia...... pasti aku tidak akan kebingungan, dan bisa melakukan sesuatu lebih cepat. Tapi si bodoh malah memuja Dewa Manusia saat itu. "Kumpulkan Lima Jenderal Naga, pertempuran kita belum berakhir ..." Dewa Naga tidak menjelaskan apapun kepada kami. Aku pun melakukan apa yang dia perintahkan tanpa protes. Dewa Naga juga berpikir tidak perlu memberi penjelasan dengan rinci. Tentu saja, Dewa Naga tidak salah. Karena memang begitulah hubungan Dewa Naga dan Jenderal Naga selama ini. Itulah susahnya komunikasi tanpa penjelasan yang gamblang. ♦ "Semuanya..... mulailah bersiap-siap." Dewa Naga memberi perintah untuk menyerang Dunia Manusia ketika Lima Jenderal Naga sudah berkumpul. Seperti biasa.... hanya perintah.... tanpa penjelasan. Dengan tubuhnya yang penuh luka, dia pun meninggalkan ruang pertemuan. Sepertinya dia sedang buru-buru. Kami pun tidak punya kesempatan bertanya. Tapi.... sepertinya bukan aku saja yang merasa janggal akan perintah ini. “Ini tidak masuk akal......” “Bukankah perang ini untuk membalaskan dendam Lunaria-sama? Lalu, mengapa kita harus menyerang Dunia Manusia, yang merupakan kampung halaman Lunaria-sama?” “Aku tidak tahu, Dewa Naga pasti memiliki pertimbangan lain, tapi…” Kelima jenderal terkejut. Itu wajar. 210



Mereka semua mengira perang sudah berakhir. Sekarang saatnya menyembuhkan yang terluka, membangun kembali kerusakan, meratapi yang meninggal, dan menyongsong masa depan baru. Tapi, tiba-tiba Dewa Naga menyatakan perang belum berakhir. Apalagi lawan kali ini adalah sekutu kami. Harusnya, kami tidak punya alasan membantai teman sendiri. “Sebenarnya, apa yang sedang dipikirkan Dewa Naga?” “Kita sudah lama berhubungan baik dengan Dunia Manusia.” “Pasti ada alasan kuat yang membuatnya menyerang dan menghancurkan Dunia Manusia ..” Kami penuh dengan pertanyaan, tapi Dewa Naga sudah meninggalkan ruang pertemuan. Biasanya, setelah memberikan perintah, kami langsung meninggalkan ruangan dan melaksanakannya secepat mungkin, tapi kali ini berbeda......... Kami pun melanjutkan diskusi tanpa sang pemimpin. Terlalu banyak sanggahan kali ini. Seperti, Dunia Manusia adalah kampung halaman Lunaria-sama. Dewa Manusia selalu bekerjasama dengan Dewa Naga, dan dia telah berkontribusi besar pada perkembangan teknologi Dunia Naga. Jenderal Naga lainnya pasti juga telah menerima begitu banyak bantuan dari Dewa Manusia. Jujur saja, menghancurkan Dunia Manusia pasti lebih mudah daripada dunia-dunia sebelumnya, karena ras manusia terkenal lemah. Tapi, kali ini kami benar-benar tidak punya alasan menghancurkan mereka. Diskusi kami semakin memanas dan buntu. Karena kami sama sekali tidak paham tindakan Dewa Naga. “Laplace. Apa yang kau katakan pada Dewa Naga sebelum rapat?" Setelah beberapa saat, Szilard akhirnya menanyakan itu. Aku pun menjawabnya dengan jujur. Aku menjelaskan semua yang terjadi di Kastil Dewa Iblis. Dan juga, apa yang terjadi pada Kaisar Iblis. Mendengar itu, Szilard berkata dengan yakin, "Begitu ya...” "Aku yakin kau sudah tertipu.” “Tertipu? Aku?"



211



"Ya, untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan anak Dewa Iblis, Necros Lacrosse mengarang cerita itu. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Dewa Naga, tapi pastinya cerita itulah yang memicunya ingin menghancurkan Dunia Manusia.” Jujur, aku tidak setuju Necros Lacrosse berbohong. Tapi, pendapat Szilard masuk akal juga. Andaikan Szilard tidak mengatakan itu, aku tidak akan mengira Necros Lacrosse menceritakan kebohongan untuk menyelamatkan diri. Toh, aku juga tidak yakin orang sebodoh dia bisa berbohong. Necros Lacrosse adalah orang yang cinta damai, sudah lama dia mengusahakan perdamaian antar dunia besamaku. Tapi, prinsip itu bisa saja lenyap ketika melihat dunianya dihancurkan. Wajar bila dia ingin mengadu domba kedua dunia yang tersisa. Mungkinkah, dia tidak pernah ikut perang karena sedang merencanakan sesuatu? Mungkinkah, selama ini dia pura-pura terlihat bodoh agar tidak dicurigai? Saat situasi sedang kacau, seseorang akan lebih mempercayai perkataan orang jujur dan bodoh daripada yang lainnya. Namun........ seperti halnya Necros Lacrosse yang percaya aku tidak bersalah...... aku masih meragukan dia berbohong. Tidak ada bukti pasti dia berbohong. "Ya, itu mungkin saja…" Tapi, ada sesuatu yang menarik. “Dewa Naga bukanlah orang yang mudah tertipu, tapi...... jika mendengar cerita dari orang yang begitu dia percayai, sepertimu, maka dia pun bisa tertipu.” Saat Szilard mengatakan itu, aku tidak bisa membalas apapun. Dia benar, Dewa Naga mempercayai laporan itu begitu saja karena akulah yang menyampaikannya. Tentu saja aku tidak bermaksud menipunya, hanya saja informasi yang kudapat salah. “Sebagai Jenderal Naga, kita adalah perpanjangan tangan Dewa Naga. Harusnya kita tidak boleh meragukan keputusan Dewa Naga sedikit pun, tapi...........” Kalimatku berikutnya memaksa jenderal lainnya berpikir keras. “Bukankah, kali ini kita harus coba menghentikan Dewa Naga?” Jenderal lain menahan napas saat mendengar pertanyaan itu. Tak peduli sebodoh apapun saat itu, aku masih bisa merasakan ada yang salah dengan tindakan Dewa Naga. Memang benar keputusan Dewa Naga tidak bisa ditawar lagi.



212



Memang benar tugas Jenderal Naga melaksanakan perintahnya tanpa ragu. Tapi.... ketika ada batu besar yang mengganjal di hatimu, maka sudah sewajarnya kau singkirkan batu itu. Pernahkan kau merasakan hal seperti itu? Para Jenderal Naga mengambil keputusan paling berani dalam hidup mereka. Ini juga pertama kalinya bagiku. “Baiklah… Aku setuju.....” Yang pertama setuju adalah Chaos. Dia adalah orang yang paling sakit hati dengan kematian rekan-rekannya. Pada dasarnya, sifat Chaos memang suka berperang. Orang seperti Chaos tidak akan keberatan bila kita harus menyerang Dunia Manusia. Dia adalah tipe orang yang akan maju di garda terdepan tanpa disuruh sekalipun. Namun kali ini, dia lebih memilih perdamaian...... Karena menurutnya, pertempuran kali ini benar-benar tidak berguna. "Ya. Tak peduli selemah apapun ras manusia, Dewa Manusia tetaplah dewa. Dia bisa menyulitkan Dewa Naga yang sudah terluka parah. Setidaknya, kita harus menghentikan perang ini demi kebaikan Dewa Naga sendiri. Bagaimanapun, dia perlu banyak istirahat.....” Maxwell menyetujuinya. Dia tidak ingin Dewa Naga memaksa perang dengan kondisi seperti itu. Seperti yang sudah sering kubilang, Ras Naga memang berumur panjang, tapi kami tidak abadi. Bukannya mustahil Dewa Naga gugur dalam perang terakhir ini. Dia tidak lemah, bahkan sangat kuat. Namun, sekuat apapun seseorang, dengan kondisi seperti itu dia tidak akan bisa berbuat banyak. "..." Sayangnya, Dola-sama terlihat ragu. Tidak diragukan lagi, Dola-sama adalah Jenderal Naga paling setia pada Dewa Naga. Baginya, menghentikan Dewa Naga adalah dosa besar yang tak terampuni. “Karena ini demi kebaikan Dewa Naga juga.... aku pun tidak menolak.....” Dia akhirnya setuju. Kesetiaan tidak berarti selalu mematuhi setiap perintah. Ada kalanya kita harus membangkang untuk kebaikan pemimpin juga. Demi kebaikan Dewa Naga, Dola-sama yang paling setia pun siap menghentikannya. ♦ 213



Setelah membulatkan tekad, kami pun menemui Dewa Naga. Awalnya, kami mencoba membujuknya dengan kata-kata. Dewa Manusia selalu ada di pihak kita. Mungkin saja, cerita Necros Lacrosse dibuat-buat. Kami prihatin dengan kondisi kesehatan Dewa Naga. Kami mohon, pertimbangkan lagi keputusan menyerang Dunia Manusia. Kurang-lebih, bujukan-bujukan seperti itu kami sampaikan. Namun tidak ada yang berhasil. Dewa Naga tidak mau mendengarkan kami. Tak peduli sebanyak apapun kami membujuk, Dewa Naga tidak berubah pikiran. “Dewa Manusia bukan lagi orang baik yang selama ini kita kenal. Aku tidak tahu pasti, tapi aku yakin sekali dia sedang merencanakan sesuatu. Maka, aku harus membunuhnya.” Tentu saja, saat itu aku tidak mengerti maksudnya. Karena menurutku, Dewa Manusia masihlah tampak baik seperti pertama kali kami bertemu. Malahan, Dewa Naga lah yang berubah. Dewa Naga yang bijaksana, baik hati, penuh kasih sayang, dan kedamian, sekarang berubah menjadi orang yang gila perang. "Kami tidak ingin melawan ras manusia. Tuan Dewa Naga, mohon pertimbangkan lagi keputusan Anda....” Kami coba memboikot. Kami sependapat menghentikan perang. Namun..... “Tidak masalah. Jika kau tidak ingin pergi, biar aku sendiri yang pergi.” Seperti yang sudah terduga, dia masih bersikeras mempertahankan keputusannya. Dia bahkan ingin melawan Dewa Manusia sendirian. "Kumohon, pertimbangkan kembali, Dewa Naga!" "Tidak." “Kenapa? Bukankah Dewa Manusia selalu berada di sisi kita? Bahkan, Dewa Naga sendiri sangat menghormatinya? Bukankah kemajuan Dunia Naga saat ini juga karena bantuan Dewa Manusia?” "Kau salah..... Dewa Manusia lah yang menyebabkan perang ini.” “Apakah Anda punya bukti?” “Ada.... buktinya di Dunia Manusia. Oleh karena itu, kita harus menghancurkannya.” 214



Kami terus cekcok. Kami mencoba berbagai cara untuk membujuk Dewa Naga. Tapi hasilnya nihil. Keputusannya tidak bisa ditawar lagi. Dewa Naga menolak setip alasan kami, dan kekeh ingin menyerang Dunia Manusia. Setidaknya, beri kami alasan jelas mengapa harus membunuh Dewa Manusia dan menghancurkan Dunia Manusia....? Andaikan saja, saat itu Dewa Naga menjelaskannya dengan rinci, mungkin kami lah yang akan mengalah. Namun, kurasa semua itu sudah takdir. Dan kami ditakdirkan tidak bisa merubah pikirannya. Memang sulit. Jenderal Naga tidak pernah membangkang. Itu sudah berlangsung puluhan bahkan ratusan ribu tahun. Tak pernah sekalipun kami melawan keputusan Dewa Naga. Itulah yang membuat Dewa Naga tidak terbiasa mendapat protes dari kami. Ini seperti sapu yang tiap hari kau pakai membersihkan rumah. Jika tiba-tiba sapu itu diganti, apakah kau masih rajin membersihkan rumah? Belum tentu. Beberapa orang lebih memilih tidak menyapu bila sapu kesukaannya diganti. Padahal, sapu baru juga bisa membersihkan rumah, kan? Apa bedanya? Yahh, seperti itulah kebiasaan. Terbiasa tidak ada yang protes selama beratus ribu tahun membuat Dewa Naga tidak mau mendengarkan anjuran kami. Tak peduli sebanyak apapun kami memohon, dia tidak mau mendengarkan. Sampai akhirnya............ anjuran berubah menjadi paksaan. “Jika Dewa Naga tidak mau berubah pikiran, maka ijinkan kami menghentikan Anda dengan paksa.” Sampai sekarang pun aku masih sedih ketika mengingat Szilard mengatakan itu pada Dewa Naga. Aku belum pernah melihat Dewa Naga begitu terkejut. Saat itu aku begitu bimbang, apakah kami sudah melakukan sesuatu yang salah..... Tapi, kami sudah bersiap menanggung resiko terburuk, meskipun Dewa Naga kehilangan kepercayaannya pada kami. Bahkan jika kami kehilangan posisi sebagai Jenderal Naga.... bahkan jika kami diusir dari Dunia Naga.... kami sudah siap.



215



Selama Dewa Naga selamat.... kami rela melakukan apapun. Itulah yang kami pikirkan. "...Coba saja.........." Dengan bodohnya, Laplace muda menghentikan Dewa Naga membunuh seseorang yang memang pantas mati. Sungguh ironis.... andaikan waktu itu kami tidak menghentikan Dewa Naga, mungkin si brengsek itu sudah mati. Maka....... pertarungan terbodoh, menyedihkan, dan percuma pun terjadi...........



216



Bab 21 Pengkhianatan Lima Jenderal Naga Pertempuran itu sepertinya dicatat dalam buku sejarah. Yah, sebagian besarnya benar. Meskipun kami bertarung demi kebaikan Dewa Naga sendiri, tapi itu masihlah sebuah pengkhianatan. Ya.... tentu saja itu pengkhianatan. Namun, ada satu kesalahan besar. Secara teknis, hanya empat Jenderal Naga yang bertarung. Karena aku tidak ikut serta. Harus ada seseorang yang tersisa. Ketika Jenderal dan Dewa Naga saling bertarung..... Beberapa dari mereka pasti ada yang mati. Atau bahkan, mungkin semuanya. Sehingga, Dunia Naga tidak punya pemimpin. Lalu, siapa yang akan memimpin para prajurit naga, membasmi monster, melanjutkan penelitian, dll. Maka, aku pun diminta untuk mundur. Peranku sangat penting sebagai Jenderal Naga terakhir yang dibiarkan hidup, tapi..... itu juga memalukan. Mengapa malu? Kau tidak paham? Jenderal Naga membangkang perintah Dewa Naga. Maka, hukuman yang pantas bagi pengkhianat adalah kematian. Tak peduli serangan Dewa Naga ke Dunia Manusia terlaksana atau tidak, fakta bahwa kami adalah pengkhianat tidaklah terelakkan. Meskipun akhirnya kami semua hidup, namun hukuman mati adalah sangsi yang setimpal. Dan aku dibebaskan dari sangsi itu. Akulah yang mempelopori ide menghentikan Dewa Naga, tapi aku lepas dari tanggungjawab. Itu adalah hal paling memalukan dalam hidupku yang pernah kulakukan. 217



Meskipun demi kebaikan Dewa Naga sendiri, itu tidak termaafkan. Tapi sebagai anggota paling junior...... Aku hanya bisa menerima peranku. Oh ya, kami tidak langsung bertarung di tempat itu. Karena, kalau kami bertarung, gunung-gunung akan berjatuhan. Harus dilakukan persiapan yang matang sebelum pertarungan agung itu digelar. Lagipula, kau pikir mudah menghentikan Dewa Naga? Untuk menghentikan Dewa Naga, setidaknya kau membutuhkan kekuatan yang bisa meruntuhkan sebuah gunung. Tentu saja, tidak ada penjara yang bisa menahan Dewa Naga, kecuali segel sihir yang begitu besar. Jujur, perbedaan kekuatan kami seperti bayi dan orang dewasa. Aku tahu kau tidak pernah melawan bayi, tapi bagaimana mungkin bocah yang baru bisa merangkak melawan orang dewasa yang sudah bisa berlari? Kurang-lebih, sejauh itulah perbedaan kekuatan kami dengan Dewa Naga. Itulah kenapa, kami menggunakan taktik yang sama saat melawan Raja Iblis, yaitu mengeroyoknya. Ah tidak... itu saja belum cukup, dibutuhkan kekuatan yang jauh lebih besar dari itu. Persiapan membutuhkan waktu yang cukup lama. Herannya, Dewa Naga setuju menunggu. Mungkin kau pikir itu aneh, tapi kesempatan itu diberikan Dewa Naga untuk menyiapkan tempat dan mengevakuasi Ras Naga yang tidak tahu apa-apa. Kalau dipikir-pikir lagi, itu aneh sekali. Mengapa dia mau menunggu? Apakah dia tidak yakin bisa menghancurkan Dunia Manusia tanpa bantuan Jenderal Naga? Sehingga dia perlu menyadarkan Jenderal Naga terlebih dulu agar sependapat dengannya? Atau, dia memberi waktu para Jenderal Naga untuk kembali mempertimbangkan keputusannya? Aku tidak tahu. Sementara para jenderal menyiapkan tempat, aku bersama Dewa Naga mengevakuasi penduduk Kayos. Aku tidak tahu di mana pertarungan itu akan digelar, tapi Kayos adalah ibukota Dunia Naga. Jika kota itu hancur, maka kerusakannya akan semakin parah. Aku menghabiskan waktu berhari-hari mengungsikan warga. Semuanya tampak bingung. Sebelumnya, tak seorang pun menduga bahwa Jenderal Naga akan memberontak. Bahkan beberapa orang mengaku bersedia membela Dewa Naga. 218



Tapi Dewa Naga melarangnya. Ras Naga biasa bukan tandingan Jenderal Naga. Dia ingin meminimalisir korban sebisa mungkin. Setelah evakuasi selesai, aku kembali pada Dewa Naga. Aku harus memastikan dia tidak tiba-tiba pergi ke Dunia Manusia. Lantas, aku hanya mendapati dia terdiam sembari tenggelam dalam pikirannya. Dia hanya merenung dengan tenang, tanpa berbicara denganku, dan juga tidak melakukan gerakgerik yang mencurigakan. Tapi, aku tidak boleh lengah, karena dia bisa mengabaikanku, lalu pergi begitu saja ke Dunia Manusia. Aku harus bisa membayangkan apa yang sedang dia pikirkan. Tapi Dewa Naga bukanlah seorang yang mudah melanggar aturan. Mungkin dia masih berpikir, siapakah dalang di balik semua ini, benarkah itu Dewa Manusia? Dan apa motifnya? Atau mungkin, dia sedang memprediksi skenario terburuk dari peristiwa ini. Lalu, hari itupun tiba. Aku menerima kabar dari Jenderal Naga bahwa persiapannya sudah selesai. Setelah kulaporkan itu, Dewa Naga menatapku. "Laplace, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" "Sebenarnya, aku ingin ikut bertarung." Aku masih ingin bertanggungjawab atas ide yang kucetuskan sendiri. Aku tidak ingin Jenderal dan Dewa Naga saling bunuh tanpa campur tanganku. Aku ingin mengemban tanggung jawab sebagai Jenderal Naga sampai akhir. "..." Dewa Naga menatapku sebentar, lalu perlahan menggelengkan kepalanya. "Tidak boleh." "!" Aku segera memprotesnya, dan bertanya mengapa dia melarangnya. "Ingat, salah satu tugasmu adalah melindungi putraku.” Ya.... itulah salah satu tugasku yang paling penting di dunia ini. Melindungi putra Dewa Naga.



219



Dia pasti mengkhawatirkan putranya saat disibukkan dengan Jenderal Naga lainnya. Maka, diperlukan orang yang begitu kuat untuk melindungi putranya. “Jangan biarkan siapa pun menyakitinya.” "Ya!" Pada saat itu, kurasa melindungi putra Dewa Naga bukanlah prioritas utama. Namun, tidak bisa disangkal bahwa Lunaria-sama sampai rela mengorbankan nyawanya untuk melindungi anak itu. Maka, dia lah harga paling berharga Ras Naga saat itu. Maka..... aku pun tidak bisa menolaknya. Aku pun menunggangi Saleact, lalu membawa anak itu pergi sejauh mungkin. Kemudian.......... Tak lama berselang, pertarungan itu pun dimulai. Dan Kayos akan segera hancur. ♦ Dari jauh, terdengar deruan altileri buatan Maxwell yang membombardir Kayos sampai jadi puingpuing reruntuhan. Dari langit terlihat pancaran cahaya yang menghujani kota itu. Setelah terjadi ledakan dahsyat, pegunungan itu pun rata dengan tanah. Puncak tertinggi di Dunia Naga. Kota paling bersejarah. Kini tinggal sejarah. Aku begitu terkejut. Aku tidak tahu bagaimana Jenderal Naga bertarung melawan Dewa Naga. Aku tidak pernah mengira kota bersejarah seperti Kayos hancur hanya karena pertarungan yang tidak berarti. Sungguh, waktu itu pengkhianatan Jenderal Naga bagaikan mimpi buruk bagiku. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, aku paham apa yang mereka usahakan. Sebenarnya, Jenderal Naga tidak pernah berniat membunuh Dewa Naga. Mereka hanya ingin menghentikannya. Mereka memaksa Dewa Naga untuk tetap tinggal di Dunia Naga. Maka, mereka perlu menghancurkan Kayos, agar bisa dibangun kembali. Tentu saja, membangun kembali ibukota tidaklah mudah. Diperlukan usaha, waktu, dan tenaga yang tidak sedikit.



220



Tapi, setidaknya itu akan “memaksa” Dewa Naga untuk lebih mementingkan pembangunan Kayos daripada penghancuran Dunia Manusia. Itu sungguh cara yang efektif, tapi terlalu ekstrim. Tapi Jenderal Naga sudah siap kalah. Jika mereka kalah, maka semuanya sia-sia saja jika Dewa Naga tetap menyerang Dunia Manusia. Maka, lebih baik Kayos dihancurkan untuk menyibukkan Dewa Naga. Singkat cerita, setelah deruan altileri mereda, akhirnya munculah seseorang dari dalam reruntuhan Kayos. Tantu saja........ Itu Dewa Naga. Dia sama sekali tidak terluka. Aku berada di tempat yang begitu jauh, sehingga tidak bisa melihat ekspresi wajahnya, tapi dia sedang mendongak..... Di atas sana........ Ada sesuatu yang besar muncul dari balik awan. Itu batu? Tidak.... mungkin lebih tepat disebut meteorit. Tapi, yang jelas benda itu tertutupi oleh sisik naga. Di sana juga ada tali-tali ungu yang tertambat pada pasak besi. Aku sering melihat batu mengambang di udara seperti itu di Dunia Langit. Tunggu dulu.... aku merasakan energi sihir yang tebal di sana. Dan di permukaannya...... tergambar lingkaran sihir begitu besar. Sebentar..... benda itu bukan hanya sebongkah batu.... di sana ada.... kastil? Itu kastil yang mengambang di udara! Kalaupun aku harus memberinya nama, hmmm mungkin sebut saja...... Chaos Breaker. Ya.... atau Sang Pemecah Kekacauan. Karena benda itu tiba-tiba muncul di tengah-tengah Kota Kayos yang hancur. Kemudian, di kastil itu ada 4 orang dan 44 makhluk lainnya yang lebih kecil. Empat orang itu adalah Jenderal Naga, dan yang lainnya adalah roh-roh yang mereka panggil. Teknik pemanggilan roh dikembangkan saat kami berperang melawan Ras Iblis. Selama ini, Ras Naga hanya dikenal akan kekuatannya. Kami tidak memiliki teknik yang bisa dibanggakan. Namun, teknik pemanggilan roh menjawab cemoohan itu.



221



Rupanya, Jenderal Naga sudah mengembangkan teknik itu untuk melawan Dewa Naga. Masingmasing roh yang dipanggil memiliki kemampuan unik dan khusus. Mereka terbang mengelilingi kastil itu dengan formasi yang rapih. Namun, Dewa Naga segera bergerak bahkan sebelum mereka menyerang. Perlahan mengangkat tangannya, dia mengarahkan ujung jarinya ke kastil. Kemudian, sesuatu yang tidak kasat mata tertembak dari jarinya, menuju ke kastil. Aku merasakan energi yang luar biasa. Jenderal Naga tidak akan selamat jika terkena serangan itu. Tapi, sebelum mengenai targetnya.... sesuatu melingkupi dan melindungi kastil itu. Ada semacam medan penghalang yang membungkus kastil, lalu membelokkan serangan Dewa Naga ke gunung terdekat. Tak butuh waktu lama, gunung itu pun berubah menjadi tanah datar. Sepertinya medan penghalang itu diciptakan oleh 44 roh, dan itu cukup untuk menangkis serangan Dewa Naga. Tapi Dewa Naga belum selesai, dia memberondong serangan serupa ke langit. Hebatnya, medan penghalang itu cukup kuat menangkis semuanya. Luar biasa, mengapa mereka bisa menghalau serangan Dewa Naga dengan begitu mudah? Aku tak habis pikir. Memang benar Dewa Naga semakin melemah setelah bertarung melawan dewa-dewa lainnya, tapi harusnya roh-roh itu tidak sehebat itu. Namun, pertahanan mereka tidak berlangsung lama. Saat kastil mendekat, cahaya dari roh-roh itu mulai pudar. Dan saat Dewa Naga benar-benar berkontak dengan kastil itu, kekuatan para roh lenyap, begitupun dengan medan penghalangnya. Maka, pertahanan kastil pun terbuka lebar. Tapi, setidaknya masih ada lapisan sisik naga yang keras. Perlahan, Dewa Naga menarik pedang dari pinggangnya. Itu pedang yang ditempa sendiri oleh Raja Naga Buas Chaos. Itu adalah pedang yang bisa menahan kekuatan Dewa Naga yang tidak terhingga. Dewa Naga bersiap mengambil ancang-ancang untuk membelah targetnya. Sudah beberapa kali aku melihat dewa saling berduel. Dewa-dewa lain selalu bisa menahan serangan seperti itu. Namun, lawan sang dewa kali ini hanyalah anak buahnya sendiri.



222



Artinya, pertarungan ini timpang. Dengan sekali tebas, apapun yang berada di jangkauannya terbelah, tak peduli itu kastil, awan, udara, bahkan naga-naga yang beterbangan di kejauhan.... semuanya terpisah menjadi dua. Jadi, pertahanan sisik naga itu tidak ada gunanya? Kastil besar itu pun terbagi dua. Setengah bagian atas, kehilangan kekuatan, lalu jatuh ke langit. Setengah bagian bawahnya tetap mengambang. Sepertinya, kastil itu masih bisa bertahan dari serangan Dewa Naga. [3] Para Jenderal Naga berada di bagian yang terjatuh. Lalu, mereka segera terbang menjauh. Anehnya, penampilan mereka terlihat berbeda. Entah mengapa, ukuran mereka tiga kali lebih besar dari biasanya. Sisik mereka juga semakin tebal, sampai-sampai menutupi wajahnya. Hidung dan mulut mereka mencuat, dan tanduk tumbuh pada ubun-ubunnya. Mereka tampak mirip sekali dengan naga. Aku tahu Ras Iblis punya teknik khusus memperbesar tubuh, seperti yang ditunjukkan Dewa Iblis saat berubah seukuran gunung. Namun, sepertinya Ras Naga telah mengembangkan teknik serupa. Mereka berubah menjadi wujud yang lebih primitif, namun dengan kekuatan yang semakin besar. Katanya, teknik itu mengurangi umur mereka. Mereka berempat juga membawa senjata yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Tombak. Keempatnya memegang tombak yang dibuat oleh Chaos. Biasanya, Jenderal Naga tidak menggunakan senjata saat bertarung. Namun, kali ini lawannya beda. Tanpa senajta, jangan harap bisa membuat Dewa Naga lecet. Keempatnya terbang dengan kecepatan luar biasa, lalu mengelilingi Dewa Naga. Mungkin, mereka sengaja mempersiapkan diri untuk pertarungan jarak dekat. Sedangkan, kastil dan roh itu digunakan untuk mencoba menyerang Dewa Naga dari jauh. Mereka memiliki tombak yang dibuat khusus melawan musuh yang lebih kuat, fisik yang jauh lebih tangguh, dan jurus-jurus yang dipelajari dari perang melawan Ras Iblis. Para Jenderal Naga melakukan apapun yang mereka bisa untuk mengalahkan Dewa Naga. Pertarungan yang sebenarnya pun dimulai.



223



Setiap kali senjata mereka saling berbentrokan, tercipta gelombang kejut dahsyat dan kilatan cahaya yang membutakan mata. Dunia pun berguncang oleh pertarungan mereka. Aku baru tahu serangan Jenderal Naga begitu mengerikan. Rupanya, selama ini aku belum melihat mereka bertarung dengan kekuatan penuh. Pertarungan itu menyebabkan gunung-gunung lainnya runtuh, dan puluhan naga yang beterbangan di langit terbunuh. Apakah Jenderal Naga bisa melukai dewa? Mungkin bisa, tapi jelas belum cukup mengalahkannya. Jangankan satu lawan satu, keempatnya belum mampu mengalahkan tuannya. Meski begitu, setidaknya mereka bisa merepotkan Dewa Naga. Mereka membuktikan, persiapan dan teknik yang matang bisa menandingi kekuatan dewa. Itu sekaligus membuktikan betapa aku......... ah, tidak... lupakan itu. Mereka bertarung cukup lama. Dewa Naga yang penuh luka bertarung melawan Jenderal Naga dengan kekuatan menyamai dewa. Aku terus menonton mereka berbentrokan. Sepertinya, tugasku paling cocok saat itu hanyalah menonton mereka bertarung dari kejauhan. Pertempuran itu berlanjut selama berhari-hari. Sedangkan, pertempuran antar dewa bisa berlangsung bertahun-tahun. Ya.... itulah perbedaannya. Total hanya enam hari. Mungkin juga, Jenderal Naga memang berniat mempersingkat pertarungan itu. Tak peduli sekuat apapun teknik dan senjata yang mereka kembangkan, tidak mungkin mereka bisa menandingi stamina bertarung Dewa Naga. Maka, mereka ingin mengakhirinya dengan cepat. Dalam suatu pertempuran, jika kau memusatkan segenap kekuatanmu pada suatu serangan yang menentukan, kau bisa saja memenangkan pertarungan dalam waktu singkat. Namun, sayangnya aturan itu tidak berlaku saat melawan dewa. Pada hari ketujuh, gelombang kejut dan kilatan cahaya pada pertarungan mereka, akhirnya surut. Pertarungan itu diselesaikan di potongan kastil yang tinggal setengah. Akhirnya, aku memberanikan diri mendekati TKP yang tampaknya tidak lagi berbahaya. Kemudian, aku melihat pemandangan yang mengerikan. Keempat jenderal roboh. 224



Mereka sekarat. Szilard kehilangan lengan kirinya, dengan setengah wajah terbakar. Chaos tanpa mata, dan perutnya berlubang. Cakar Maxwell semuanya hancur, sayapnya robek, dan lututnya bengkok. Nahas..... Dola-sama lah yang kondisinya paling buruk. Lengan kanan dan tubuh bagian bawahnya benar-benar hilang, dan dia hanya bisa merangkak. Lagi-lagi.... kemenangan mutlak untuk Dewa Naga. Tapi ada yang aneh. Ada lengan tambahan yang tumbuh di dada Dewa Naga. Sedangkan, lengan Szilard atau Dola-sama putus? Tidak..... Tidak ada sisik dan cakar di lengan itu. Lengan itu begitu bersih, seperti lengan manusia. Namun, karena terbungkus kabut, aku pun tidak bisa melihatnya dengan jelas. Semuanya, termasuk Dewa Naga, menatap lengan itu dengan tercengang. Tunggu..... tunggu..... itu bukan lengan tambahan yang “tumbuh” di dada Dewa Naga.... itu, lengan tambahan yang “menembus” dadanya. Dan si pemilik lengan tersebut..... adalah orang yang memberikan serangan fatal pada Dewa Naga. "Dewa Manusia ..." Entah datang dari mana, tangan Dewa Manusia menembus tubuh Dewa Naga, lalu mengambil permata dewanya.



225



Bab 22 Akhir Dunia Naga Aku bertanya-tanya mengapa. Tadinya kupikir, itu tidak mungkin terjadi. Aku pikir Dewa Manusia selalu ada di pihak kami. Tapi.... sejak kapan dia mengkhianati kami? "Dewa Manusia ... Kenapa?" Aku bergumam pelan. Yang ada dalam pikiranku hanyalah kebingungan dan amarah. Mungkinkah Dewa Manusia tahu bahwa Dewa Naga ingin menghancurkan dunianya? Karena alasan itu kah dia menganggapnya sebagai musuh? Meski begitu.......... Dia selalu menjadi sekutu kami. Dia selalu menasehati dan membantu kami. Dia bahkan membantu kami membalas kematian Lunaria-sama. Dewa Manusia selalu menyibukkan dirinya demi keutuhan enam dunia. Namun..... hari itu dia memandangku dengan seringai nakal dan penuh kebencian. “Ah, ya… Haha, ini cuma … hehe.” Sejak awal aku selalu mempercayai Dewa Manusia. Aku tidak pernah mengira dia merencanakan hal seperti ini. Tapi, dia tidak bisa lagi menahan tawa liciknya. Dia sangat menikmati situasi itu. Seluruh rencananya berjalan lancar, sampai-sampai dia tidak tahan untuk tidak mengejek kami. "Hahaha ... Fufufu ..." Tawa yang menjijikkan. Suara itu masih terngiang-ngiang di telingaku bahkan sampai hari ini. “Ah, tidak… kerja kalian bagus, kok. Berkat kalian semua, tujuanku tercapai.” Kami hanya bisa tercengang mendengar Dewa Manusia mengatakan itu. Jadi, itulah kebenaran selama ini. 226



Selama ini dia menipu kami, dan menunggu datangnya saat ini. Dia terlihat senang sekali bisa mewujudkan rencananya dengan bantuan kami. Bahkan, dia mengatakan “kerja kalian bagus” tepat di depan wajah kami. "Terima kasih ya...." "A-apa yang sebenarnya terjadi ..?" Aku bertanya seperti orang bodoh. Andaikan saja aku berpikir lebih dalam, harusnya aku sudah tahu apa yang dimaksud Dewa Naga. "Apa yang terjadi? Sudah jelas, kan? Perang antar dewa, dan kehancuran dunia.” Ya, dia lah dalang di balik semua masalah ini. Semuanya adalah rencananya. Mulai dari pembunuhan Lunaria-sama, hubungan antar dunia yang semakin memburuk, sampai akhirnya kehancuran setiap dunia. Bahkan mungkin, kasus teleportasi monster-monster secara acak juga ulahnya. Semua itu tidak mungkin terjadi begitu saja. Dia pasti sudah memanfaatkan bidak-bidaknya. “Sebenarnya aku hanya menyusun rencanaku sedikit demi sedikit. Aku tidak mengira bakal sesukses ini, karena Dewa Naga sangat cermat.” “...” “Terutama, kau Szilard.... kerjamu benar-benar bagus! Kau selalu menuruti semua saranku! Ini semua juga karenamu.” Mata Szilard terbuka lebar, tubuhnya gemetar. “Tanpamu, Dewa Naga tidak akan berniat menghancurkan dunia lain. Aku hanya mengatakan, ‘ini semua demi kebaikan Dewa Naga’ dan kau langsung saja mempercayainya begitu saja. Tak kusangka bawahan-bawahan terbaik Dewa Naga justru membantuku membunuhnya.” “Mustahil… kau bilang...... kau ingin menghentikan Dewa Naga........” “Oh, hahahaha!” Dewa Manusia tertawa puas. “Bukankah sandiwaraku bagus? Yahh, tadinya aku berharap Dewa Naga menyerang Dunia Manusia sendirian, tapi.... sepertinya lebih bagus seperti ini, fufufu....” Dia tertawa semakin keras saat melihat kebingungan Szilard. “Berkatmu, Dewa Naga semakin lemah, dan aku bisa membunuh dewa yang paling menyusahkan selama ini tanpa repot! Hahaha! Kau bodoh sekali! Bagaimana bisa kau menyiapkan senjata dan teknik sehebat itu untuk membunuh tuanmu sendiri!? Sebenarnya, apa sih yang kau pikirkan!? Aku hanya memberimu sedikit umpan, dan kau bekerja sebaik ini? Hal yang kau sebut ‘kesetiaan’ 227



itu sungguh konyol! Oh Dewa Naga, kasihan sekali kau mempunyai anak buah sebodoh mereka, ahahaha!” "Ahh ... ha ... haa ..." Setelah dia membongkar itu semua, perilaku Szilard menjadi aneh. Tidak masuk akal bila Szilard lah yang menyebabkan semua ini. Tapi, kalau dipikir-pikir benar juga, Szilard lah yang pertama kali meragukan tindakan Dewa Naga. Szilard juga yang membunuh Raja Iblis tanpa perintah langsung dari Dewa Naga. Bagaimana mungkin, orang yang paling tegas di antara Lima Jenderal Naga...... Yahh, itu karena dia tertipu. Dewa Manusia mengendalikan Szilard sepenuhnya, mulai dari peperangan antar dunia, sampai terbunuhnya Dewa Naga. Akhirnya, dia hanya bisa berteriak histeris dengan putus asa. “Dewa Naga…!” Dengan sisa lengannya, dia memotong kedua kakinya, mencabut taring-taringnya, dan juga matanya. Kemudian, dia tancapkan tangan pada jantung di dadanya yang masih berdenyut. "Maafkan aku!" Lalu dia mencabut dan meremasnya. Dengan suara letupan, jantungnya meledak… dan lengan Szilard jatuh lemas ke tanah. Dia pun mati. Jenderal Naga kedua yang mati setelah Crystal. Dia adalah Ras Naga dengan sisik hijau keperakan dan mata yang indah. Dia terkenal dengan julukannya sebagai Kaisar Naga Suci. Nahas, dia mengakhiri hidupnya sendiri sebagai permohonan maaf. Itulah bentuk kesetiaan terakhirnya. Dia merasa sangat bersalah karena ditipu Dewa Manusia, yang berujung dengan kematian tuannya. Tidak ada cara lain menebusnya selain kematian. “Oh betapa bodohnya kau memilih bunuh diri.... fufufu.... ahahahha!” Namun Dewa Manusia menertawakan kesetiaan itu. Mengingatnya saja membuat emosiku memuncak. Bagaimana bisa dia menertawakan kesetiaan Szilard pada Ras dan Dunia Naga. 228



Tapi kami tidak bisa mengatakan apa-apa. Tentu saja kami bodoh, dan sangat menyedihkan. Bagaimana bisa kami memuluskan semua rencana Dewa Manusia, yang berakhir pada kematian Dewa Naga. Itu kenyataan yang sungguh pahit. Terlalu berat untuk ditanggung. Aku yang begitu frustasi tidak bisa menyangkal apapun. “Jangan tertawa!” “Hmm?” Tiba-tiba, seseorang membentaknya. "Szilard adalah pengikutku yang setia. Jangan menertawakannya!" “Oh, kau masih hidup? Kadal memang tangguh, ya?” Itu Dewa Naga..... Bahkan setelah permata dewa diambil dari tubuhnya, dia masih bisa bertahan hidup. "Kau mau memerintahku dengan keadaan seperti itu?” “Szilard tidak pernah salah. Andaikan berada di posisinya, aku akan melakukan hal yang sama. Semua ini salahku. Tertawalah padaku, jangan pada Szilard!” "Bicara apa kau ini? Aku selalu menertawakanmu sejak awal.....” Nafsu membunuh Dewa Naga memuncak saat mendengar itu. Bahkan dalam keadaan sekarat, auranya masih sangat mengintimidasi. Kemarahannya begitu memuncak. Dan itu.... berhasil membuat keringat dingin merembes dari dahi Dewa Manusia. "Dewa manusia..... tidak..... bukan...... wahai makhluk yang berbentuk Dewa Manusia! Jawab pertanyaan ini....” “K-kau tidak berhak mengatakan apapun padaku!” "Sebenarnya siapa kau? Mengapa kau menginginkan perang? Mengapa kamu ingin membunuh para dewa ... dan mengapa kau membunuh Lunaria?” Pertanyaan itu lebih mirip seperti tuntutan. "...!" Tapi Dewa Manusia tidak menjawab. Dia pun tidak perlu menjawabnya.



229



Malahan, dia meremas permata dewa milik Dewa Naga sekeras-kerasnya, dan permata itu pun hancur berkeping-keping. "Ugh!" Itu membuat Dewa Naga memuntahkan sejumlah besar darah dari mulutnya. Setiap kali mengalahkan dewa, Dewa Naga selalu mengambil permatanya, seperti yang saat ini terjadi. Permata itu mempunyai kemampuan menembus setiap dunia, dan merupakan sumber kekuatan para dewa. “Kau masih saja sombong! Dasar konyol! Kau sudah kalah dariku! Kenapa tidak paham juga!?” Dewa Manusia berteriak sambil menginjak-injak Dewa Naga di tanah. Lagi dan lagi. “Mengapa membunuh Lunaria? Mengapa perang? Ini semua karenamu! Ini semua agar kau mati! Kau terlalu sempurna! Itulah kenapa kau harus dibunuh!” Tidak ada lagi kekuatan yang tersisa di tubuh Dewa Naga. Tapi dia masih bernapas pelan. Malahan, Dewa Manusia semakin jelas mengungkapkan kekesalannya. "Uh ...! Apa-apaan kau ini! Sialan! Brengsek!" Meskipun Dewa Manusia sudah menang, terlihat jelas dia begitu terganggu oleh kehadiran Dewa Naga selama ini. Mungkin sebagian kekesalan itu karena Dewa Naga masih bisa mengintimidasinya, meskipun sudah sekarat. Wajar saja, karena Dewa Naga kehilangan semua yang dia punya gara-gara ulah Dewa Manusia. Mulai dari istrinya, para pengikutnya, bahkan rekan-rekannya. “Haa!! Tidak ada gunanya memelototiku seperti itu! Kau sudah mati! Hanya aku dewa yang tersisa!” Setelah mengatakan itu, akhirnya Dewa Manusia menghentikan injakannya, lalu dia melayang ke udara. Sembari melayang, dia mangangkat tangannya, lalu mengarahkan telunjuknya ke bawah. Tiba-tiba, terkumpul suatu energi berbentuk bola yang semakin membesar di ujung telunjuknya.[4] “Hancur lah, Dunia Naga!” Tidak ada waktu untuk menghentikannya. Tidak, bahkan jika ada, tak seorang pun bisa menghentikannya. Dewa Manusia pun menembakkan bola itu. Saat berkontak dengan tanah, ledakan mulai terjadi. 230



Tapi, ternyata ledakannya tidak begitu lama. Namun, setelah cahayanya meredup, Dunia Naga benar-benar mulai runtuh. Tanah retak, dan kegelapan mulai memecahkan langit. Prosesnya sedikit berbeda, namun kehancuran ini sudah kulihat berkali-kali. Inilah akhir dunia. “Haha, selamat tinggal, Dewa Naga. Binasalah bersama duniamu.” Dewa Manusia perlahan terbang menjauh, dengan tawa mengejek. Aku hanya bisa menonton. Andaikan saja aku punya kesempatan, akan kuserang dia. Aku sungguh tidak bisa memaafkan apa yang dia lakukan pada Dewa Naga. Begitupun dengan yang terjadi pada Jenderal Naga. Tapi aku terlalu kaget, sehingga tidak bisa melakukan apapun. Aku, Chaos, Maxwell. Sebenarnya, apa yang kulakukan? Apa yang terjadi? Dari semua Jenderal Naga, tampaknya hanya Szilard yang paling memahami situasinya. Tapi setidaknya, kami tahu bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi. "Laplace......................." Suara Dewa Naga menyadarkanku yang hanyut dalam kebingungan. "Dewa Naga ... aku di sini........" Aku menyeret tubuhku yang gemetaran ke sisi Dewa Naga. Dewa Naga masih hidup Permata dewanya hancur, dadanya terbuka, tubuhnya penuh luka, tapi dia masih hidup. "Chaos, Maxwell.........." “Dewa Naga… kami…” "Tidak apa-apa..............." “Kami gagal mematuhi perintah Dewa Naga… Mohon maafkan kami.... ah tidak.... kami tidak termaafkan. Hanya kematian yang bisa menebus kesalahan kami.” "Aku memaafkanmu. Semua ini terjadi karena aku tidak menjelaskan dengan baik.” Dewa Naga memaafkan Chaos dan Maxwell. Dengan begitu mudahnya. 231



Meskipun kami mengkhianatinya. “Tapi..... aku punya satu misi terakhir untuk kalian.” "Ya!" "Siap!" “Akhir Dunia Naga semakin dekat, dan kita hampir kehabisan waktu.... aku perlu merencanakan sesuatu untuk membunuh Dewa Manusia. Beri aku waktu dengan nyawa kalian.” Seperti biasa, waktu itu si bodoh tidak paham apa maksudnya. Sebenarnya aku sering memikirkan bagaimana menunda kehancuran suatu dunia, tapi orang bodoh memang tidak tahu apa-apa. Meski begitu, sampai saat-saat terakhir pun, mereka siap melaksanakan perintah. "... Ya!" Dengan sisa-sisa tenaganya, Chaos dan Maxwell terbang dan melayang-layang di atas Dewa Naga. “Dola, dimana Dola?” Dewa Naga memanggil Dola-sama. Tapi Dola-sama… dalam kondisi terburuk. Dia tidak bisa lagi bergerak sendiri. “Laplace................” "Ya." Tanpa banyak pikir, aku segera mendekati Dola-sama. “Dola-sama.” "Ha ... haa ... suara itu ... Laplace? ... Apa yang terjadi? Aku tidak bisa melihat apa-apa lagi." Dola-sama sekarat. Tapi dia masih sadar. Dia tidak berhenti berjuang sampai akhir. Tapi, pastinya dia menyadari sesuatu yang buruk telah terjadi. Dia pun berusaha keras memikirkan apa yang terjadi. “Dewa Manusia…” Aku menjelaskan semua yang kulihat. Mulai dari rencana busuk Dewa Manusia. Bagaimana dia memicu perang, bagaimana akhirnya Szilard mengakhiri hidupnya sendiri untuk menebus kesalahan, bagaimana Dewa Manusia menikam Dewa Naga, dan bagaimana dunia kami hampir kiamat. 232



Semuanya kujelaskan dengan singkat. “Baiklah… kalau begitu, aku juga harus menebus kesalahan dengan nyawaku...... tapi, aku sudah hampir mati.” Dola-sama mengatakan itu padaku, sembari memandang kosong ke atas. “Laplace… aku ada permintaan terakhir......” "Apa itu, Dola-sama............" “Ini bukan perintah… ini permintaan… aku tidak masalah mati sebagai pengkhianat..... tapi, anakku........ Perugius......... tolong selamatkan dia......... kumohon!” "Selamatkan? Kemana?" “Ke masa depan… dengan sihir teleportasi..... caranya ada di laboratorium yang pernah kutunjukkan padamu......kumohon....” Dola-sama mengatakan sesuatu yang tidak mungkin dipahami si bodoh. Namun, setidaknya aku tahu laboratorium itu. Kami pernah ke sana bersama. “Ternyata..... Dewa Naga selalu benar....... kita lah yang salah............ maka, mengkhianati Dewa Naga adalah kesalahan fatal........” Itulah kata-kata terakhir Dola-sama. Sejak awal dia selalu ragu melawan Dewa Naga. Itulah kenapa, akhirnya dia lega saat mengetahui bahwa Dewa Naga lah yang benar. Lalu dia pun meninggal. Jenderal Naga ketiga yang meninggal setelah Szilard. Kesetiaannya pada Dewa Naga melebihi apapun di dunia ini. Dia setia kepada Dewa Naga sampai akhir hayatnya. "..." Setelah menyaksikan kematian Dola-sama, aku kembali ke Dewa Naga. Dan menyampaikan kata-kata terakhirnya padanya. Setelah merenung sebentar, Dewa Naga berkata. Laplace, bawa aku ke laboratorium teleportasi. "Ya." Aku membawa Dewa Naga dengan satu tangan dan terbang. Tentu saja, aku tidak lupa kembali ke tempat pengungsian untuk mengambil anaknya. ♦



233



Setelah terbang beberapa saat sembari menghindari reruntuhan Dunia Naga yang semakin hancur, kami pun tiba di lokasi. Tempat rahasia yang pernah ditunjukkan Dola-sama padaku. Laboratorium Riset Teleportasi. “Dewa Naga!” “Luka Anda mengerikan sekali…” Para peneliti tua langsung menunjukkan kekhawatirannya saat menyambut kedatangan kami. Mungkin karena sudah tua dan hidup dengan santai, mereka tidak lagi bingung atas dunia yang mau hancur. Tapi tetap saja, melihat pemimpinnya yang datang dalam keadaan mengenaskan, mereka tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Dewa Naga tidak banyak menjawab, dan hanya membalas, "Waktunya telah tiba......" Meskipun rona sedih tampak di wajah mereka, kami segera dibawa masuk ke dalam. Kami pun sampai pada sebuah altar dan monumen. Altar itu berfungsi sebagai gerbang ke dunia lain. Dan terdapat lingkaran sihir yang kompleks pada monumen batu itu. Tiga permata dewa ditempatkan pada altar. "Laplace, letakkan anakku di sana." Menurutinya, aku segera meletakkan putra Dewa Naga di altar. Setelah aku menjauh, giliran Dewa Naga berdiri di depannya. Sembari aku bertanya-tanya apa yang akan dia lakukan, Dewa Naga menggambar lingkaran sihir pada anak itu. Lingkaran sihir itu terlalu rumit, namun setidaknya aku tahu dia menggambar lingkaran sihir yang sama seperti di monumen batu. Dewa Naga sepertinya memahaminya hanya dengan melihatnya selama beberapa detik saja. "Runtuhnya Dunia Naga tidak bisa dihentikan, dan aku akan mati. Kalau kita tidak bisa melakukan sesuatu, kita akan kalah." Dewa Naga mengatakan itu dengan yakin. “Tapi.... apapun yang terjadi...... dia harus dibunuh.” Dewa Manusia membunuh Lunaria-sama. Dia juga yang merencanakan kehancuran semua dunia. Bahkan dia mengadu domba Jenderal dan Dewa Naga. Sungguh tak termaafkan. 234



“Dia bukan Dewa Manusia....... Dewa Manusia bukanlah orang seperti itu....... maka, sebut saja dia Hitogami. Aku tidak tahu bagaimana bisa Hitogami meniru penampilan Dewa Manusia, dan kemanakah Dewa Manusia yang asli, tapi yang pasti........ dia ingin menghancurkan kita semua. Dan dia benar-benar memiliki kekuatan dewa untuk mewujudkan rencananya itu....” "..." "Untuk mengalahkannya, kau juga membutuhkan kekuatan dewa." Dewa Naga menatap tajam padaku. “Dewa Naga, ijinkan aku pergi ke Dunia Manusia untuk mengalahkan Dewa Manusia.” “Kau pikir bisa melakukannya dengan kemampuanmu sekarang!??” "Aku tahu aku tidak akan menang, tapi setidaknya ijinkan aku mencoba.” Setelah Dewa Naga menyelesaikan lingkaran sihir itu, dia menempatkan kembali permata dewa pada dadanya yang sudah menganga. Kemudian, tubuh Dewa Naga kembali bersinar, sepertinya permata itu memberinya sedikit kekuatan di saat-saat terakhirnya. “Mungkin aku tidak punya kesempatan membalaskan dendam, oleh karena itu.........” Dewa Naga mengambil salah satu permata dewa, lalu meletakkannya pada dada anaknya. “.........anakku akan bereinkarnasi.....” Darah Dewa Naga dan Dewa Manusia mengalir pada nadi anak ini. Dia adalah perpaduan Ras Naga dan manusia yang memendam potensi luar biasa. “Aku akan memberi anak ini semua teknik yang ada di dunia ini, dan juga kemampuan untuk tersembunyi dari pengawasan orang lain..... sampai akhirnya, dia cukup kuat membunuh Hitogami..... tapi, semua itu tidak akan cukup...... dia harus mencaritahu apa yang terjadi dengan Dewa Manusia, dan bagaimana bisa Hitogami mendapatkan kekuatannya..... sebelum dia mengetahui semua itu, dia tidak akan menang.........” Dewa Naga melihat ke arahku, mengambil permata dewa terakhir, dan memberikannya padaku. "Laplace..... itulah tugasmu....." "Ya!" Aku menerimanya, lalu memberi hormat setinggi-tingginya. Hormat itu, juga kupelajari dari Dewa Naga. Dan itulah, penghormatan terakhirku padanya. “Aku akan mengirim anak ini sepuluh ribu tahun ke masa depan. Sebelum dia lahir kembali, aku ingin kau menemukan identitas Hitogami yang sebenarnya, di mana tempat persembunyiannya, dan kelemahannya.... temukan cara mengalahkan Hitogami, dan sampaikan semua informasi itu pada putraku!” "Ya!" Setelah Dewa Naga memberiku misi terakhir, dia mentransferkan berbagai teknik pada anaknya. 235



Teknik yang sangat kompleks. Bahkan aku tidak tahu teknik apa sajakah itu. Tapi yang jelas, semua teknik itu diperlukan untuk mengalahkan Hitogami. Aku menunggu Dewa Naga menyelesaikannya, dan di luar Dunia Naga terus runtuh. Tanpa henti, dia terus menanamkan berbagai macam lingkaran sihir pada putranya. Mungkin Dewa Naga sudah memprediksi akhir ini. Mungkin dia sudah memikirkan sesuatu jika Jenderal Naga tidak lagi menurutinya. Kalau dipikir-pikir lagi, harusnya Dewa Naga bisa pergi ke Dunia Manusia kapanpun dia mau, tanpa menunggu Jenderal Naga mempersiapkan pertarungan. Tapi, sepertinya Dewa Naga menyadari dia mungkin saja akan kalah, lalu dia memikirkan cara yang lebih pasti. Hitogami mungkin sudah menyiapkan jebakan di Dunia Manusia. Maka, dia terus berpikir di saat para Jenderal Naga mempersiapkan senjata dan tekniknya. “Cukup.... apakah kau punya pertanyaan terakhir?” Dewa Naga menanyakan itu saat dia selesai menanamkan lingkaran sihir terakhir. Perlahan, aku menggelengkan kepala, tetapi tiba-tiba memikirkan sesuatu. Sebuah pertanyaan yang harus kutanyakan. "Nama......" "Nama?" “Siapakah nama anak Anda, tuan?” Ya, kesempatan terakhir itu kugunakan untuk menanyakan nama anak tersebut. Karena aku tidak berhak memutuskannya. Bahkan Lunaria-sama ingin Dewa Naga sendiri yang menamai putranya. “...” Dewa Naga terdiam sebentar. Namun, dia pasti sudah memutuskannya. "Orsted." Dia pun mengatakan itu tanpa ragu sedikit pun. "Nama anak ini Orsted." ♦ Dengan begitu, anak Dewa Naga bernama Orsted itu dikirim ke masa depan.... 236



Dewa Naga bersamaku terbang keluar laboratorium yang segera hancur, menuju ke Dunia Manusia. Dia terbang duluan meninggalkanku di belakang. Kata-kata terakhir yang kami ucapkan adalah, "Semoga keberuntungan menyertaimu" dan "Semuanya kita serahkan pada takdir.” Itulah terakhir kalinya aku melihat Dewa Naga. Aku pun segera melompat pada punggung Saleact, lalu terbang menuju altar teleportasi sembari menghindari batu-batu yang berjatuhan. Saat terbang, aku merasakan hilangnya dua kehadiran di belakangku. Rupanya, Chaos dan Maxwell sudah meninggal. Keduanya mengorbankan diri mencegah kehancuran dunia, namun tentu saja tidak lama. Jenderal Naga keempat yang meninggal, Chaos. Jenderal Naga yang terakhir meninggal, Maxwell. Mungkin urutan keduanya terbalik, tapi seingatku seperti itu. Berkat usaha mereka, aku berhasil melarikan diri dari Dunia Naga yang segera hancur. Saat aku tiba di Dunia Manusia, keadaannya juga kacau. Aku tahu Dewa Naga sudah duluan datang, sepertinya dia segera mencari Hitogami, dan melawannya. Aku tahu mereka sedang bertarung, karena saat itu Dunia Manusia dilanda bencana alam. Sebelumnya, aku juga melihat bencana alam yang sama saat dua dewa saling berduel. Tornado, badai, tsunami, gempa bumi, guntur dan kilat..... semuanya terjadi bersamaan. Ketakutan dan kebencian menyelimuti dunia itu… Dunia itu berisi ras-ras yang membenci Ras Naga, karena telah menghancurkan dunianya. Tapi, ada hal yang membuatku lebih terkejut. Dunia Manusia telah berubah. Aku pernah berkunjung ke dunia ini saat forum antar dewa masih berjalan, tapi saat itu aku tidak lagi mengenalnya. Dulu, Dunia Manusia hanyalah hamparan padang rumput yang tak berujung. Tapi sekarang ada sungai, gunung, samudra, hutan belantara, dan gurun. Seolah-olah, enam dunia telah bersatu di Dunia Manusia. Mungkin, hancurnya dunia lain membuat energi mereka berpindah ke Dunia Manusia, sehingga membentuk semua kondisi alam ini. Atau.... mungkin saja, Dunia Manusia baru inilah yang disebut ‘seimbang’. 237



Aku mendarat di salah satu gunung, masih menunggangi Saleact. Itu adalah puncak tertinggi di dunia. Aku terus mengamati bencana alam yang terjadi. Aku tidak tahu bagaimana dan dimana Dewa Naga bertarung melawan Hitogami. Aku pun hanya bisa berdoa untuk kemenangan Dewa Naga. Peluang menangnya kecil, tapi harapan selalu ada. Akhirnya, pertempuran itu berakhir. Guntur dan tornado mereda, dan suara gemuruh berhenti. Hanya hujan yang terus turun dengan tenang. Selama tujuh hari, tujuh malam. Pada hari kedelapan, langit tampak biru dan cerah. Tidak ada angin, air laut pun tenang. Aku tidak lagi merasakan kehadiran dewa. Baik itu Dewa Naga, ataupun Hitogami. Namun, satu hal yang kutahu..... Dewa Naga sudah tiada. Kurang-lebih begitulah, kisah berakhirnya Dunia dan Ras Naga.



238



Bab 23 Menuju Cerita Baru “Itulah akhir dari ceritaku.” Laplace mengatakan itu sembari menarik napas panjang. Lalu dia meregangkan pundaknya dan menguap. Namun, wajahnya masih pucat dan muram. Kemarahan, kebencian, dan emosi masih terlihat jelas pada wajahnya. Rupanya, memori itu terlalu menyakitkan untuk diingat kembali. "Lalu ... apa yang terjadi setelah itu?" Rostelina bertanya dengan gugup. "Hmm? Setelah itu?" “Apa yang terjadi setelah Shishou tiba di Dunia Manusia? Apakah ada yang selamat selain Shishou?" “Rostelina, kau semakin banyak bertanya ya.....” Laplace tertawa tanpa daya, namun akhirnya memberikan jawaban. “Sebagian besar Ras Naga mati. Tentu saja, ada beberapa yang berhasil meninggalkan Dunia Naga. Tapi karena kehancuran Dunia Naga terjadi begitu tiba-tiba, hanya sedikit yang selamat.” Rostelina sedikit lega, tapi dia segera menyadari sesuatu....... “Lantas..... di manakah Ras Naga yang selamat?” “Semuanya terbunuh…” “K-kenapa?” “Kamu tidak mengerti juga? Hitogami memang dalang di balik semua bencana itu, tapi kami lah yang melaksanakan rencananya.” Kala itu, Dunia Manusia dihuni oleh berbagai ras yang memendam dendam pada Ras Naga. Maka, yang terjadi selanjutnya mudah ditebak. Tentu saja, mereka ingin membalas apa yang telah dilakukan Jenderal dan Dewa Naga pada dunianya. “Itu membuat Ras Naga yang selamat semakin sedikit.” “Apakah Shishou menolong mereka?” "Tidak...." 239



"Mengapa?" "Karena aku punya pekerjaan lain yang jauh lebih penting." Misi terakhir Laplace. Pesan Dewa Naga di saat-saat terakhirnya. Suatu misi yang bahkan lebih penting daripada kehidupan Ras Naga yang tersisa. "Setelah itu, aku terus mencari Hitogami, tapi tidak pernah menemukannya. Mungkin, meskipun Dewa Naga tidak mampu mengalahkannya, setidaknya dia bisa melukai, atau bahkan menyegelnya.” "Mungkinkah keduanya saling terbunuh pada pertarungan terakhir?” “Aku pernah menduga demikian. Tapi setelah beberapa saat, Hitogami mulai menggangguku secara tidak langsung. Itu bukti bahwa dia masih hidup." Sebagai Jenderal Naga terakhir yang masih hidup, Laplace meneruskan misinya dengan gigih di Dunia Manusia. Dia terus mencari keberadaan dan identitas Hitogami, termasuk kelemahannya, dan cara untuk membunuhnya. Lalu, dia akan memberikan semua informasi berharga itu pada putra Dewa Naga, Orsted, yang akan lahir di masa depan. "Jadi, siapakah sebenarnya Hitogami ini? Kenapa dia melakukan hal-hal kejam seperti itu....” "Haha, sayangnya, sampai sekarang pun aku belum tahu. Aku bisa menebak tujuannya, tapi masih banyak misteri yang belum terungkap. Yahh, setidaknya aku punya hipotesis.” "Apa itu?" Laplace segera menjawab pertanyaan Rostelina. "Saat datang ke Dunia Manusia, aku sangat terkejut. Tempat yang dulunya hanya padang rumput, tiba-tiba dipenuhi oleh hutan, lautan, gunung, bahkan gurun. Sampai sekarang pun, semua ras tinggal di dunia ini. Semua dunia bergabung menjadi dunia yang kau kenal sekarang ini. Dan aku masih ingat benar saat Hitogami mengatakan, ‘Hanya akulah dewa yang tersisa’, sebelum menghancurkan Dunia Naga.” Maka, Laplace pun menyimpulkan.... “Kurasa, dia ingin menjadi dewa tunggal, dan memiliki dunia tunggal. Itulah sebabnya dia membunuh dewa-dewa lain, menghancurkan dunia lain dan menggabungkannya menjadi satu. Tapi, satu pertanyaan besar adalah..... darimana Hitogami mendapatkan kekuatan dewanya....” Kemudian Laplace mengelus dagunya, berpikir sejenak, dan memandang Rostelina. "Pada awal cerita aku sudah bilang.... sebelum semua itu terjadi, ada dewa tunggal, dia lah Dewa Pencipta. Dia sudah mati, tapi tak seorang pun tahu apa yang terjadi selanjutnya.... Dewa Naga dan Lunaria-sama juga tidak tahu. Maka, menurutmu di manakah Dewa Pencipta mati?” "Tidak tahu....." “Aku curiga dia mati di Dunia Hampa.” 240



“Dunia Hampa?” "Itu adalah ruang kosong yang kau lewati saat berpindah dunia. Mungkin, Dewa Pencipta mati di sana..... kemudian, suatu hari Hitogami menemukan mayatnya, dan mengambil kekuatan dewanya. Lalu, dia menangkap, atau membunuh dewa terlemah, yaitu Dewa Manusia, dan menggantikan posisinya.” "Ahh ..." "Tentu saja, ini hanya spekulasi. Masih belum jelas apakah motif sebenarnya dari makhluk bernama Hitogami ini.” Sebenarnya, Laplace tidak peduli dari mana asal Hitogami ini. Meskipun dia benar-benar Dewa Manusia, yang jelas dia telah membunuh Dewa Naga. Laplace sudah meneliti banyak hal, tapi tujuannya hanya satu. Kalahkan orang yang telah membunuh Dewa Naga, dan menginjak-injak kehormatan Jenderal Naga, yang tidak lain adalah Hitogami. "... Jadi, Hitogami berada di....” "Hmm? Di Dunia Hampa.” "Apakah Shishou yakin?" “Aku telah mencari ke setiap pelosok Dunia Manusia, namun tidak pernah menemukan singgahsana Dewa Manusia. Mungkin, Hitogami tersegel di Dunia Hampa. Atau terpenjara oleh suatu sihir penghalang yang dibuat oleh kekuatan terakhir Dewa Naga. Yang jelas, pasti terjadi sesuatu dengannya.” “Apakah itu berarti Shishou tidak bisa menemukan Hitogami selama penghalang itu aktif?” “Sebenarnya aku sudah menemukan cara membukanya, tapi memerlukan Mana yang begitu besar dan persiapan yang matang. Tapi, meskipun aku berhasil melepaskan Hitogami, semua akan siasia jika aku tidak bisa membunuhnya.” Laplace mengatakannya dengan pahit. Dia ingin melawan Hitogami. Tentu dia ingin membalaskan dendam Dewa dan Jenderal Naga. Tapi.... dengan kekuatannya saat ini, dia tidak yakin bisa mengalahkan Hitogami. Dia harus membuat persiapan perlahan-lahan dan pasti. Dia harus melengkapi langkah demi langkah untuk memastikan kematian Hitogami. “Shishou pasti kesulitan ya.” "Ya, menyakitkan sekali mengenang masa lalu. Tapi, apapun akan kulakukan demi membunuh Hitogami. Suatu hari nanti, Orsted-sama akan lahir, dan dia akan melawan Hitogami dengan memanfaatkan semua yang sudah kupersiapkan. Mulai dari teknik, sihir, senjata, dan semua informasi yang sudah kukumpulkan. Tidak..... tidak hanya Orsted. Perugius-sama juga akan 241



melawan Hitogami bersama Ras Naga yang tersisa. Ah, jantungku berdebar-debar menunggu momen itu terjadi.” Laplace mengatakannya sambil tersenyum. Dia sudah siap. Awalnya memang sulit. Tapi ribuan tahun kemudian, jika dia terus berusaha, semuanya mungkin terjadi. Ada banyak hal yang harus dia kerjakan. Untuk mengembangkan teknik sihir Ras Naga, dia perlu mengajarkannya pada manusia yang mampu berkembang dengan begitu cepat. Dia juga harus mempelajari teknik rahasia Dewa Naga dan Jenderal Naga. Ya, itulah cara paling cepat mengembangkan suatu teknik. Ajarkan saja pada manusia, maka ras itu akan mengimprovisasinya dengan begitu cepat. Memang seperti itulah ras manusia sejak dulu, mereka begitu cepat berkembang. Ketika sudah berkembang, maka Laplace akan mempelajari hal-hal baru yang sebelumnya tidak dia ketahui. Dia juga menyiapkan penangkal efek samping dari lingkaran sihir yang ditanamkan pada Orsted. Tidak hanya itu. Jika kematian Hitogami menyebabkan sesuatu pada dunia ini, maka dia juga harus menyiapkan solusinya. Laplace tahu para Jenderal Naga juga akan bereinkarnasi, maka dia menyiapkan benda pusaka untuk mereka, yang terbuat dari serpihan permata dewa milik Dewa Naga. Dia juga menyimpan catatan penelitian Ras Naga kuno pada reruntuhan-reruntuhan kosong di seluruh penjuru dunia. Dia terus melakukan apapun yang dia bisa. Memang semuanya belum sempurna, tapi dia punya banyak waktu, karena umurnya yang panjang. Jika setiap hari berusaha, maka masa lalu tidak lagi menyakitkan. Dia yakin akan datangnya masa depan yang cerah. "..." Tapi Rostelina bisa merasakannya. Shishou-nya terasa semakin jauh darinya. Terlebih lagi, yang dipikirkan Laplace hanyalah cara mengalahkan Hitogami dan mempersiapkan kebangkitan putra Dewa Naga. Sepertinya..... tidak ada tempat bagi Rostelina di hati tuannya. "Laplace-sama!" "Ya?"



242



"Apakah ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk membantumu?” Laplace terkejut mendengar perkataan Rostelina. Tapi dia segera tersenyum lembut, dan membelai kepala wanita itu. “Kamu selalu membantuku, dengan membersihkan dan mencuci. Tidak hanya itu, kehadiranmu membuatku merasa tidak sendirian lagi di dunia ini. Semuanya baik-baik saja selama ada kau di sini.” Mungkin Laplace hanya iseng mengatakan itu. Tapi, Rostelina memang bukan gadis Elf biasa. Dia spesial. Di tubuhnya terdapat Mana besar yang tersembunyi. Namun, sepertinya Laplace tidak berencana menggunakannya. Setelah begitu lama hidup bersama Rostelina, pasti dia juga menyayanginya. Dia lah satu-satunya wanita yang membuatnya tenang. "Aku tidak mau seperti itu! Aku juga ingin membantu Shishou mengalahkan Hitogami! Mungkin aku tidak bisa bertarung, tapi pasti ada yang bisa kulakukan, kan? Pasti aku juga bisa membantu anak itu di masa depan!” Laplace tidak meminta apa pun dari Rostelina. Sejauh ini Rostelina hanya bisa menunggu, dan agaknya itu semakin berat. "Hmm ……" Laplace sendiri tahu betapa membosankannya menunggu. Seperti yang dilakukan saat ini, dia menunggu bangkitnya putra Dewa Naga, Orsted. Saat kesabaran sudah habis, saat menunggu semakin memuakkan, dia pasti juga akan tersiksa. "Baiklah aku mengerti. Kalau kau bersikeras, maka aku akan meminta bantuanmu.” Begitulah kata Laplace. "Apa yang bisa kulakukan, Shishou!?" "Oh ya, tapi mungkin ini sedikit menyakitkan.” "Apa itu!? Aku akan melakukan apa saja!" “Aku akan melepaskan sihir penyegel pada tubuhmu, sehingga kutukanmu kembali aktif.” "... Ehhh." Wajah Rostelina seketika memucat saat tahu kutukannya akan kembali aktif. Dia teringat betapa suram kehidupannya dulu karena kutukan itu. Dia pun ketakutan.



243



“Kemudian, aku akan menggunakan teknik rahasia Ras Iblis untuk membentuk kembali tubuhmu, maka kau bisa menjadi wadah yang bisa mengalirkan Mana-nya kepada orang lain. Kau punya Mana yang besar, Rostelina.” “Mengalirkan Mana ..? Pada orang lain?” "Iya, Dewa Naga sudah menanamkan berbagai macam lingkaran sihir pada tubuh Orsted-sama yang berisikan teknik-teknik untuk mengalahkan Hitogami. Akibatnya, dia membutuhkan Mana yang begitu besar untuk menggunakan teknik itu. Jika tingkat konsumsi Mana terlalu tinggi, maka Orsted-sama tidak akan bisa pulih.” “Oh, jadi Mana-ku bisa berguna, ya!” "Tepat sekali. Butuh waktu lama untuk merubah tubuhmu, mungkin sekitar ratusan tahun. Dan kau tidak akan bisa hidup normal lagi seperti sedia kala.” "Mungkin aku bisa ditidurkan selama itu. Kurasa, itu tidak masalah.” “Perubahan tubuh juga akan mempengaruhi ingatanmu. Dan seiring berjalannya waktu, ingatanmu akan semakin memudar.” “Maksudmu, kepribadianku.... bahkan ingatanku akan hilang?” "Ya. Tapi, selama aku melakukan beberapa penyesuaian secara rutin, ingatanmu bisa diselamatkan.” "Kalau begitu..... mohon bantuannya, Shishou!” “Kau yakin mau melakukannya?” "Ya." Tanggapan Rostelina membuat Laplace sedikit sedih. Karena dia menyadari bahwa hari-harinya bersama Rostelina akan segera berakhir. Suara berisik gadis itu tidak akan lagi memeriahkan suasana rumah ini. Dengan adanya Rostelina, suasana rumah ini jadi sehangat kediaman Dewa Naga dulu, tapi itu akan segera lenyap. Sungguh sayang. Namun, keputusan Rostelina sudah bulat. Dia bersedia mengabdikan dirinya untuk Ras Naga. Karena Laplace masihlah seorang Jenderal Naga, maka dia tidak punya alasan menolak siapapun yang bersedia berkontribusi bagi Ras Naga. "Baiklah ... kalau begitu bersiaplah.” Laplace mengatakan itu sembari memaksakan senyum di wajahnya. ♦ Terdapat sebuah gua di kedalaman Gunung Raungan Naga. 244



Laplace menggunakannya sebagai laboratorium rahasia. Di sana terdapat banyak lingkaran sihir besar yang digambar pada batu. Singkatnya, seluruh bagian gua itu adalah alat sihir. Di dalamnya, ada seorang gadis. Tubuhnya terendam dalam air yang berkilau redup, matanya tertutup, dan dia tertidur. “.........pria itu mengalahkan Dewa Iblis, kemudian kembali ke wanita yang dia sayangi.”[5] Laplace duduk di depannya, dan membacakan ceritanya dengan pelan. Sebuah kisah dari masa lalu. Kisah heroik Dunia Manusia. "Nah, kurasa cukup untuk hari ini......" Setelah selesai, Laplace perlahan berdiri. "Aku akan bertarung lagi. Kita tidak pernah tahu apa yang dipikirkan Hitogami, tapi pasti itu hal yang buruk. Jadi, aku harus segera pergi.” Laplace mengatakan itu, lalu membelai Rostelina, dan perlahan menyelimutinya dengan lapisan transparan. Lapisan itu begitu transparan seperti air yang jernih. "Nanti kalau aku selesai, kita lanjutkan lagi ceritanya. Jangan khawatir, ini bukanlah cerita menyedihkan seperti kisah Dunia Naga.” Laplace mengatakan itu, lalu pergi. "Aku pergi dulu.... tidurlah dengan tenang......” Dia pun menjauh, dengan suara langkah kaki yang semakin pelan. Saat dia pergi, pencahayaan di ruangan itu juga semakin redup. Akhirnya, langkah kakinya benar-benar tidak lagi terdengar, dan ruangan itu pun gelap. Rostelina kehilangan kesadarannya. Tapi.... cerita Laplace meresap jauh ke dalam ingatannya. Dia sedang menunggu. Menunggu ketika proses ini berakhir, dan dia bisa membantu Laplace lagi. Dia menunggu dalam kegelapan. Selamanya menunggu ...



245



KETERANGAN 1. Kalau kalian gak paham, biasanya benda apapun kalau terbang posisinya tidur, seperti pesawat, burung, helikopter, dll. Bayangkan pesawat terbangnya tegak, aneh kan. Adapun roket posisinya tegak, tapi meluncur ke atas, bukannya terbang melaju. Tapi Laplace berbeda, dia bisa terbang dengan posisi tegak. 2. Nah.... sudah jelas ya timeline dari jilid ini. Jadi, Laplace belum terpisah jadi dua di sini. 3. Kalau kalian bingung, ingat Dunia Naga itu terbalik. 4. Kalau sering nonton Dragon Ball tahu lah.... 5. Ciu menduga kisah ini mirip seperti cerita yang dibacakan Aisha pada Ars.



246