Naskah Drama Danau Toba [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NASKAH DRAMA DANAU TOBA Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hiduplah seorang petani bersama ibunya bernama Toba dan Ibu Toba. Pada malam hari, Toba bermimpi buruk sekali, dalam mimpinya dia diterkam oleh seekor harimau, dia pun langsung terbangun, ketika dia sedang memikirkan apa arti dari mimpi itu, tiba-tiba ibunya batuk dan sesak napas. Toba pergi ke kamar ibunya. Toba    : “Ibu..Ibu.. Ibu kenapa?” Ibu       : “Anakku ibu tidak apa-apa, ibu hanya sesak napas dan batuk biasa saja, jangan khawatir.” Tapi batuk dan sesak napas yang dialami ibu semakin parah, tadinya batuk biasa menjadi batuk darah. Toba    : “Tidak ibu, ibu sangat kesakitan.” Ibu       : “Anakku tolong ambilkanlah minum untuk ibu, napas ibu sangat sesak.” Toba    : “Baik ibu (sambil membawa air minum). Ini bu.” Ibu       : “Anakku ibu sudah tidak tahan lagi, mungkin ajal ibu sudah dekat.” Toba    : “Ibu jangan tinggalkan Toba sendiri disini.” Ibu       :  “Anakku kau harus bisa hidup tanpa ibu, kau kan kuat? Kau anak ibu yang paling berani. Hiduplah dengan baik.”( Ibu Toba pun meninggal dunia) Kini dia hidup seorang diri dan rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Di suatu pagi yang cerah, Toba pergi memancing di sungai. Toba    :”Ya Allah. Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar.” Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kail tersebut bergoyang-goyang lalu ia segera menarik kailnya. Toba    :”Terima kasih Tuhan, kau memberikanku ikan yang besar, dan ikan ini juga indah sekali.  Sisiknya berwarna merah bersinar seperti emas. Pasti nikmat sekali bila ku makan nanti. Toba mencari kayu bakar untuk membakar ikan yang ditangkapnya hari ini. Ikannya pun dia simpan di dapur. Ketika ia sedang mencari kayu bakar, tiba-tiba ikan yang ditangkap oleh Toba berubah menjadi seorang gadis yang cantik jelita, Toba pun



datang dengan membawa kayu bakar. Toba terkejut ketika melihat ikan di ember tidak ada. Toba    : “Aduh dimanakah ikan besar cantik nan rupawan itu, apakah dia di makan kucing?” Putri    :Tunggu, kau jangan memakan ku. Aku bersedia menemanimu asal aku tidak kau makan. Toba    :”Siapa yang bicara itu?.” Putri    : “Jangan takut pak, aku juga manusia sama seperti engkau. Aku sangat berutang budi  padamu karena kau telah menyelamatkanku dari kutukan Sang Dewata. Aku bersedia                 menjadi istrimu.” Toba    : “Benarkah?” Putri    : “Tentu saja.” Toba    : “Namaku Toba. Mari kita lekas pulang. Aku sudah tak sabar ingin memberitahukan bahwa kau akan menjadi istriku.” Putri    : “Tapi Toba, ada satu hal yang harus kau rahasiakan tentang diriku. Aku mohon kau tidak menceritakan asal usulku yang berasal dari ikan, karena jika masyarakat itu tahu akan hal tersebut pasti akan terjadi bencana besar yang melanda desa ini. Toba    : “Baiklah, percayakan semua ini padaku. Ayo kita pulang.” Saat mereka memasuki kampung Pa Toba, ada beberapa orang yang tidak suka akan kehadiran Putri. Perempuan 1   : “Hei inang, tahu tidak kau itu si Toba tadi ku tengok membawa pulang seorang cewe. Uh..bodinya mantap.” Perempuan 2   : “Alaah, paling si cewe itu dia guna-guna biar tertarik padanya. Kau kan tau si Toba itu BUPUK, alias Bujang Lapuk.” Perempuan 1   : “Oh iyayah.. Pintar kali kau ini.” Perempuan 2   : “Sudahlah, lekas kita pulang jijik aku melihatnya.”   Putri Mendengar hal tersebut, tetapi dia mengabaikannya. Mereka pun pulang ke rumah dan menjalankan kehidupan mereka layaknya sepasang suami istri. Pa Toba merasa bahagia dan tentram. Setahun kemudian, kebahagiaan Pa Toba dan Putri bertambah karena Putri melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama Samosir. Samosir tumbuh menjadi seorang anak laki-laki yang sehat dan kuat, tetapi agak nakal. Ia



mempunyai kebiasaan yang aneh, yaitu selalu merasa lapar dan ia juga selalu membuat jengkel kedua orangtuanya karena ia tidak pernah mau membantu pekerjaan orang tuanya. Toba    : “Ibu, mana makan siang untukku?” Putri    : “Tadi sudah kusiapkan di atas meja. Wah Samosir, ke mana makanan tadi?” Samosir : “Sudah kuhabiskan bu. Kan saya ini masih dalam masa pertumbuhan. Sekarang pun sebenarnya aku masih lapar, tapi sudahlah, aku pergi bermain dulu ya bu.” Toba    : “Samosir. Ah ibu ini selalu saja memanjakan dia, saya ini lapar bu. Putri    : “Sabar ya pak, ingatlah dia kan buah hati kita satu-satunya. Jangan sampai hal sepele seperti ini membuatmu emosi.” Toba    : “Ya sudahlah bu. Buatkan aku makanan sajalah, perutku sudah lapar sekali.” Putri    : “Tunggulah, aku akan membuatkannya.” Toba masih bisa menahan kesabarannya. Namun kesabaran seseorang itu pasti ada batasnya. Sampai suatu ketika Toba tidak dapat menahan amarahnya. Putri    : “Samosir, Bantu ibu nak.” Samosir : “Apa bu. aku sedang asyik bermain nih.” Putri    : “Bawakan bekal ini untuk bapamu di sawah. Kasihan dia sudah menunggu.” Samosir : “Ah, ibu sajalah yang pergi.” Putri    : “Ibu sedang masak Samosir. Cepatlah kau antarkan, nanti bapamu marah.” Samosir : “Ah ibu ini, menggangguku saja. Sini!” Dari awal Samosir memang sudah tidak berniat mengantarkan makanan tersebut. Sesampainya di pertengahan jalan. Samosir : “Jalan ke sawah saja sudah membuatku lelah, lebih baik kumakan saja bekal bapa ini.” Tanpa sadar bekal tadi telah habis dimakan oleh Samosir. Lalu dengan perasaan tak bersalah, Samosir pun pulang dan melanjutkan permainannya. Bapanya yang sudah kepanasan dan kelaparan menunggu memutuskan untuk pulang. Sesampainya di rumah. Toba    : “Bah, lapar kali aku. Enak kali kalau aku makan masakan istriku.”



Toba    : (membuka tudung saji lalu mengerenyitkan dahi) “ Samosir! Kau kemanakan semua  makanan masakan Ibu kau?” Samosir : “Sudah Samosir habiskan lah, bapa. Ketika sedang mengantarkan makanan bapa aku memakannya, karena perjalanan ke sawah sangat melelahkan ” Toba    : “Dasar anak ikan! Rakus kali kau!” (geram) Samosir menangis, lalu berlari pergi menemui ibunya di ladang. Putri    :



“Mengapa



kau



menangis



anakku?”



(bingung



melihat



anaknya



menangis)            Samosir : “Ibu, benarkah aku ini adalah seorang anak ikan?” Putri    : “Siapa yang berkata padamu, Nak?” (terkejut) Samosir : (diam sambil tersedu-sedu) Putri    : “Jawab ibu, Nak!” Samosir : “Bapa yang berkata itu padaku, Ibu. Bapa bilang aku adalah seorang anak ikan, makanya aku rakus. Benarkah itu Ibu? Bapa bohongkah Ibu?” Putri    : (diam dan mulai menitikkan air mata) “Iii…ya Samosir, Bapamu itu benar sekali. Kau  adalah anak ikan. Ibumu ini adalah seekor ikan sebelum Ibu menikah dengan Bapa.” Putri    : “Sekarang, Ibu minta kau untuk tidak mempedulikan perkataan Bapamu. Segeralah pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah kita dan kau harus memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit itu.” Samosir: “Baik, Bu!” Tiba- tiba ada suara yang muncul dari langit. Suara Gaib : “Huahahaha..Suamimu sudah melanggar janjinya. Sekarang kamu tidak bisa hidup  dimuka bumi ini. Kau harus meninggalkan muka bumi ini. Kau harus kembali ke  tempat asal kau yaitu ke sungai kembali menjadi ikan. Kau tidak berhak lagi tinggal  disini. Cepat lah kau pergi ke sungai!” Setelah mendengar suara gaib, seketika itu juga Samosir dan Putri lenyap tanpa jejak dan bekas. Tiba-tiba langit menjadi gelap dan turun hujan yang sangat deras disertai petir. Masyarakat 1 : “ Ada apa ini?” Masyarakat 2 : “ Aku tidak tahu, !”



Masyarakat 1 : “Tidak biasanya hujan deras seperti ini.” masyarakat 2 :”Aku rasa akan terjadi bencana yang sangat dasyat menimpa desa kita” Masyarakat 1 : “Ya benar, lama kelamaan desa kita akan tenggelam. Ayo kita pergi ke tempat yang lebih tinggi.” Masyarakat 2:” Ayo.” Masyarakat 1: “Tapi semuanya  telah sia-sia, kita sudah terlambat sungai di desa kita akan meluap dikarenakan hujan deras ini. tak lama lagi, air sungai di desa kita akan menggenangi desa ini.” Akhir cerita, setibanya Putri di tepi sungai, mendadak langit menggelap, kilat menyambar disertai bunyi guruh yang menggelegar. Putri kemudian melompat ke dalam sungai. Ia berubah menjadi seekor ikan besar lagi. Toba tak bisa menyelamatkan dirinya, ia mati tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau yang sangat besar. Di kemudian hari, orangorang menyebutnya Danau Toba dan pulau kecil yang berada di tengah-tengahnya dinamai Pulau Samosir. Sekian