Naskah pdgk4407 tmk2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PDGK4407



NASKAH TUGAS MATA KULIAH UNIVERSITAS TERBUKA SEMESTER: 2020/21.2 (2021.1) Fakultas Kode/Nama MK Tugas No.



: FKIP/Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan : PDGK4407/Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus 2 Soal



1.



Ingatan kinestetik perlu dikembangkan oleh penyandang hambatan penglihatan atau tunanetra sebagai kompensasi atas keterbatasan penglihatan yang dialaminya. Jelaskan yang dimaksud dengan kemampuan ingatan kinestetik dan sebutkan beberapa manfaatnya dalam pembelajaran, serta berikan contoh singkat aktivitas yang menggambarkan kemampuan dalam ingatan kinestetik penyandang tunentra.



2.



Media pembelajaran menjadi komponen penting dalam pembelajaran untuk memperjelas konsep, meningkatkan minat, dan atensi. Media pembelajaran untuk siswa dengan hambatan penglihatan harus memperhatikan kondisi mereka. Jelaskan jenis media berdasarkan fungsinya dan beri contoh media yang sesuai untuk siswa dengan tunanetra.



3.



Jelaskan pengertian dari gangguan pendengaran atau tunarungu. Jelaskan pula hubungan antara tunarungu dengan gangguan atau hambatan wicara dan komunikasi. Berilah contoh kasus singkat yang menggambarkan hubungan tersebut.



4.



Layanan pendidikan untuk siswa tunarungu dan siswa dengan gangguan komunikasi diterapkan berdasarkan berbagai strategi pembelajaran, salah satunya adalah strategi pembelajaran kooperatif. Jelaskan prinsip-prinsip penting dari strategi pembelajaran kooperatif, dan gambaran kelebihan strategi tersebut saat diterapkan



5.



Deka adalah seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang duduk di kelas 3 SD inklusi. Hasil pemeriksaan psikolog menunjukkan IQ Deka 50. Kemampuan akademik dasar Deka (membaca, menulis, dan berhitung) sangat terbatas. Deka baru bisa mengidentifikasi huruf dan angka, dan sudah sulit untuk dikembangkan lagi ke level yang lebih tinggi. Deka mampu menyebut nama-nama benda di sekitarnya saat ditunjukan benda kongkritnya atau gambar bendanya. Di sekolah, Deka belajar bantu diri dan keterampilan tangan sederhana. Deka bisa berkomunikasi dengan bahasa yang sangat sederhana dengan kosakata keseharian dan dibantu bahasa daerah. Dudi memiliki masalah keseimbangan dan motorik kasar seperti berlari sesuai jalur, dan juga kesuitan dalam motorik halus. Deka mudah bergaul, senang menyapa teman, dan suka mengalah. Pertanyaan : Deka termasuk tunagrahita tipe apa? jelaskan Jelaskan faktor apa yang menjadi penentu identifikasi Deka sebagai penyandang tunagrahita dengan kategori tersebut?



6.



Salah satu prinsip pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunagrahita adalah prinsip skala perkembangan mental. Jelaskan apa maksud skala perkembangan mental dalam pembelajaran, kenapa prinsip tersebut sesuai untuk diterapkan kepada anak tunagrahita, dan beri contoh aktivitasnya.



1 dari 1



Jawaban: 1. Pengertian ingatan kinestetik, manfaat dalam pembelajaran, dan contoh aktivitas yang menggambarkan kemampuan dalam ingatan kinestetik penyandang tunanetra. a. Pengertian ingatan kinestetik Ingatan kinestetik adalah ingatan tentang kesadaran gerak otot yang dihasilkan oleh interaksi antara indra perabaan (tactile), propriosepsi dan keseimbangan (yang dikontrol oleh sistem vestibular, yang berpusat di bagian atas dari telinga bagian dalam. Sistem ini peka terhadap percepatan, posisi dan gerakan kepala). b. Manfaat ingatan kinestik untuk pembelajaran - Membantu mendorong perkembangan keterampilan kognitif seperti mengurutkan kejadian/proses dan mengikuti petunjuk. - Membangun pengalaman yang nyata dalam proses interaksi belajar mengajar. - Mengembangkan pola pikir kreatif dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dapat digunakan dalam situasi kehidupan nyata. - Melatih koordinasi fisik dengan indra perabaan secara konsisten dan kontiniu - Meningkatkaan kepekaan dengan lingkungan sekitar pembelajaran. c. Contoh aktivitas kinestetik penyandang tunanetra Contoh salah satu kegiatan aktivitas kinestetik penyandang tunanetra sebagai kegiatan belajar adalah berpegian mandiri menggunakan tongkat. Di mana dalam aktivitas terebut penyandang tunanetra dapat bergerak dengan menggunakan tongkat untuk mengenal lingkungan sekitar baik yang sudah maupun yang belum dikenal. Namun Untuk sampai tunanetra mengenali suatu daerah secara akrab (familier), tidak mudah dan hal tersebut memerlukan proses yang sistematis dan terstruktur maka perlu dibangun pengalaman nyata dan melatih kepekaan dalam melakukan aktivitas tersebut yang tidak bisa terlepas dari orientasi dan mobilitas penyandang tunaterta. 2. Jenis media berdasarkan fungsinya dan beri contoh media yang sesuai untuk siswa dengan tunanetra Pada pembelajaran bagi anak tunanetra berpusat pada proses interaksi antara peserta didik tunanetra dengan lingkungannya, dan atau proses penciptaan sistem lingkungan yaitu seperangkat peristiwa yang dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung dan memungkinkan terjadinya pembelajaran bagi anak tunanetra, sehingga terjadi perubahan perilaku anak tunanetra ke arah yang lebih baik maka diperlukan media pembelajaran yang tepat bagi penyandangan tunanetra. Berikut ini merupakan jenis-jenis alat peraga dan alat bantu pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran anak tunanetra. a. Alat peraga 1) Objek atau situasi yang sebenarnya. Contoh objek yang sebenarnya: tumbuhan dan hewan asli/sebenarnya. 2) Benda asli yang diawetkan Contohnya binatang yang diawetkan. 3) Tiruan (model), yang terdiri dari model tiga dimensi dan dua dimensi. - Model/tiruan tiga dimensi memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi (memiliki volume) sehingga bentuknya hampir sama dengan objek sebenarnya, akan tetapi sifat substansi, permukaan, dan ukuran ada kemungkinan tidak sama. - Model dua dimensi, yaitu dimensi panjang dan lebar b. Alat bantu pembelajaran Alat bantu pembelajaran yang dapat digunakan oleh anak tunanetra, antara lain berikut ini: 1) Alat bantu untuk baca-tulis 2) Alat bantu untuk membaca (bagi anak low vision) 3) Alat bantu berhitung 4) Alat bantu audio yang sering digunakan oleh anak tunanetra Menurut Smart (2014, 88-89), berdasarkan fungsinya, suatu metode pembelajaran dapat dibedakan menjadi beberapa media, yaitu: 1) Alat bantu yang bisa digunakan untuk membantu proses suatu pembelajaran anak tunanetra meliputi objek atau situasi yang sebenarnya dengan cara prinsip totalitias atau situasi yang sebenarnya, benda asli yang telah diawetkan, tiruan/ model (tiga dan dua dimensi); dan 2) Alat bantu pembelajaran antara lain: - alat bantu untuk menulis huruf Braille (regllete, pen, dan mesin ketik Braille), - alat bantu untuk membantu dalam membaca huruf Braille (papan huruf dan optacon), - alat bantu untuk berhitung (cubaritma, abacus/ sempoa, speech calculator), - alat yang bersifat audio, seperti tape recorder.



Selain itu, media pembelajaran yang digunakan pada pendidikan anak tunanetra tidak berbeda dengan media yang digunakan pada pendidikan anak biasa. Hanya saja pendidikan anak tunanetra membutuhkan media seperti alat bantu belajar yang lebih banyak mengingat keterbatasan kecerdasanintelektualnya. Alat-alat khusus yangada diantaranya adalah alat latihan kematangan motorik berupa form board, puzzle; latihan kematangan indra, seperti latihan perabaan, penciuman; alat latihan untuk mengurus diri sendiri, seperti latihan memasang kancing, memasang retsluiting; alat latihan konsentrasi, seperti papan keseimbangan, alat latihan membaca, berhitung, dan lain-lain. Guru perlu memperhatikan beberapa ketentuan dalam menciptakan media pendidikan anak tunanetra,antara lain(1) bahan tidak berbahaya bagi anak, mudah diperoleh, dapat digunakan oleh anak;(2) warna tidak mencolok dan tidak abstrak; serta (3) ukurannya harus dapat digunakan atau diatur penggunaannya oleh anak itu sendiri (ukuran meja dan kursi) Salah satu media pembelajaran bagi siswa penyandang tunanetra adalah huruf braille. Huruf braille merupakan huruf dengan sistem tulisan sentuh yang digunakan oleh penyandang tunanetra untuk membaca dan menulis. Sistem ini pertama kali digunakan di L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles, Paris, dalam rangka mengajar siswa-siswa tunanetra. Huruf braille merupakan kumpulan titik-titik timbul yang disusun untuk menggantikan huruf biasa. Huruf ini tersusun atas enam buah titik, dua dalam posisi vertikal, sedangkan tiga lainnya berada dalam posisi horizontal. Semua titik yang timbul ini dapat ditutup menggunakan satu jari sehingga memudahkan anak dalam membaca ataupun menulis braille. Adanya huruf braille penyandang tunanetra untuk mendapatkan informasi dalam bentuk tulisan sekaligus memudahkan proses pembelajaran 3. Pengertian a. Pengertian dari gangguan pendengaran atau tunarungu Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 1996:74) mengemukakan bahwa: seseorang yang tidak atau kurang mampumendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadidua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Tuliadalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalamtaraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkankurang dengar adalah anak yang indera pendengarannya mengalamikerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik denganmaupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids). Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Murni Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa tunarunguadalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dariyang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar.Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehinggamenghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakaiataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas pendengaran yangdimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasamelalui pendengaran. b. Hubungan antara tunarungu dengan gangguan atau hambatan wicara dan komunikasi Tunarungu adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat mendengar disebabkan oleh hilangnya kemampuan mendengar dari ringan hingga berat, berupa sulit mendengar hingga tuli. Sedangkan tunawicara adalah keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan dalam berbicara. Seorang tunarungu-wicara memiliki kekurangan berupa kesulitan mendengar dan berbicara akan tetapi memiliki kemampuan membaca yang lebih baik daripada orang normal. Kedua hal ini biasanya selalu saling dikaitkan sebab adanya hubungan antara kemampuan mendengar dan berbicara secara spesifik. Di mana hubungan antara tunarungu dan tunawicara adalah sama-sama memiliki keterbatasan dalam berinterkasi komunikasi dan menerima informasi serta feedback kepada lawan bicara. Namun apabila penyandang tunarunggu sejak masih kecil ada kemungkinan akan menjadi penyandang tunawicara juga karena minimnya komunikasi yang diterima. c. Berilah contoh kasus singkat yang menggambarkan hubungan tersebut. Sebagai contohnya ada seorang anak yang memiliki ganggu tunarungu sejak kecil dikarenakan gangguan gen. Di mana, penyebab gangguan pendengaran yang ditularkan oleh orangtua kepada anak– anaknya, melalui gen–gen resesif yang berarti orangtua mempunyai pendengaran normal maupun gen – gen domain yang berarti orang tua baik salah satu maupun keduanya mempunyai dasar gangguan pendengaran dikarenakan alat pendengarannya tidak mampu berfungsi dengan baik maka permasalahan anak tuna rungu-wicara adalah pada komunikasi. Selain itu, kemampuan intelektual penyandang tersebut berada dibawah rata-rata anak pada umumnya dan memiliki gangguan pada kemampuan sosial-emosi yang kurang stabil. Anak tuna runguwicara pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang cenderung sama dengan anak-anak normal



lainnya, tetapi dikarenakan terputusnya informasi yang diterima oleh otak maka Anak Tuna rungu-wicar nampak seperti anak dengan tingkat kecerdasan dibawah rata-rata atau dalam istilah medis disebut dengan “Bodoh Semu”. 4. Konsep strategi pembelajaran kooperatif Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar peserta didik untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang berasumsi dari pemikiran bahwa seseorang akan belajar dengan baik apabila peserta didik belajar bersamasama. Peserta didik biasanya lebih mudah memahami konsep pembelajaran apabila mendapatkan penjelasan dari pendidik. Menurut Arikunto adakalanya seorang peserta didik lebih mudah menerima keterangan yang diberikan oleh kawan sebangku atau kawan-kawan yang lain karena tidak adanya rasa enggan atau malu untuk bertanya. Strategi pembelajaran kooperatif juga merupakan suatu strategi pembelajaran yang membantu peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Strategi ini mendorong peningkatan peserta didik dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena peserta didik dapat bekerja sama dengan peserta didik lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan tehadap masalah materi pelajaran yang dihadapi. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, dan rileks diantara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memperoleh dan memberi masukan diantara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta ketrampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran. Kelebihan strategi pembelajaran kooperatif bagi penyandang tunarungu dan gangguan komunikasi: a. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. b. Memungkinkan siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan. c. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen. d. Menghilangkan sifat egois dan egosentris. e. Menghilangkan sifat keterasingan pada diri siswa. f. Membangun persahabatan. g. Berbagai keterampilan sosial yng diperlukan untuk memlihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. h. Meningkatkan rasa percaya kepada sesama manusia. i. Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri. j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik. k. Meningkatkan motivasi belajar. l. Mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan saling menjaga perasaan. m. Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong dan sikap tenggang rasa. n. Memberikan harapan yang lebih besar bagi terbentuknya manusia dewasa yang mampu menjalin hubungan positif dengan sesamanya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan masyarakat. 5. Tunagrahita merupakan kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Subaverage), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes; yang muncul sebelum usia 16 tahun; yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif (American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM). Dapat dikatakan bahwa tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Pada kasus Deka termasuk dalam tipe penyandang tunagrahita sedang, di mana memiliki ciri utama IQ berkisar 30-50. Faktor penentu dari penyandang tunagrahita sedang seperti Deka 1. IQ berkisar 30-50 2. Masih mampu untuk diajak berkomunikasi. Namun, memiliki kelemahan pada kegiatan menulis, membaca, dan berhitung. 3. Adanya keterlambatan perkembangan terutama dalam kondisi fisik yang dapat dideteksi sejak dini 6. Konsep dan alasan penerapan prinsip skala perkembangan mental dalam pembelajaran Bagi penyandang tunagrahita memerlukan layanan khusus selain adanya layanan umum yang diterapkan agar memberikan solusi bagi penyandang tunagrahita dalam proses pembelajaran, salah satunya harus berpacu pada prinsip skala perkembangan mental. Prinsip ini menekankan pada pemahaman guru mengenai usia kecerdasan anak tunagrahita. Melalui prinsip ini dapat diketahui perbedaan antar dan intra



individu. Contoh aktivitas penerapan skala perkembangan mental yaitu dengan adanya kelas khusus serta strategi pembelajaran yang diindividualisasikan. Pada Kelas khusus yaitu yang juga berada di sekolah, biasa yang berupa ruangan khusus untuk anak tunagrahita. Biasanya anak tunagrahita sedang lebih efektif ditempatkan di kelas ini. Penyandang tunagrahita dapat berintegrasi dengan anak yang normal pada waktu upacara, mengikuti pelajaran olahraga, perayaan, dan penggunaan kantin. Adapula pelaksanaan strategi pembelajaran yang diindividualisasikan, di mana pengajaran diberikan kepada tiap murid meskipun mereka belajar bersama dengan bidang studi yang sama, tetapi kedalaman dan keluasan materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tiap anak. Dalam pelaksanaannya guru perlu melakukan hal-hal berikut ini: a. Pengelompokan murid yang memungkinkan murid dapat berinteraksi, bekerja sama, dan bekerja selaku anggota kelompok dan tidak menjadi anggota tetap dalam kelompok tertentu. Kedudukan murid dalam kelompok sesuai dengan minat, dan kemampuan belajar yang hampir sama. b.



c.



Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang beraneka ragam, dapat berpindah tempat sesuai dengan kebutuhan murid tersebut, serta adanya keseimbangan antara bagian yang sunyi dan gaduh dalam pekerjaan di kelas. Adanya petunjuk tentang penggunaan tiap bagian, adanya pengaturan agar memudahkan bantuan dari orang yang dibutuhkan. Posisi tempat duduk (kursi & meja) dapat berubah-ubah, ukuran barang dan tata letaknya hendaknya dapat dijangkau oleh murid sehingga memungkinkan murid dapat mengatur sendiri kebutuhan belajarnya Mengadakan Pusat Belajar (Learning Centre) Pusat belajar ini dibentuk pada sudutsudut ruangan kelas, misalnya sudut bahasa, sudut IPA, berhitung. Pembagian seperti ini, memungkinkan anak belajar sesuai dengan pilihannya sendiri. Di pusat belajar itu tersedia pelajaran yang akan dilakukan, tersedianya tujuan Pembelajaran Khusus sehingga mengarahkan kegiatan belajar yang lebih banyak bernuansa aplikasi, seperti mengisi, mengatur, menyusun, mengumpulkan, memisahkan, mengklasifikasi, menggunting, membuat bagan, menyetel, mendengarkan, mengobservasi. Selain itu, pada tiap pusat belajar tersedia bahan yang dapat dipilih dan digunakan oleh anak itu sendiri. Melalui strategi ini anak akan maju sesuai dengan irama belajarnya sendiri dengan tidak terlepas dari interaksi sosial.