Naspub Kesum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NASKAH PUBLIKASI



UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI METANOL DAUN KESUM (Polygonum minus Huds.) TERHADAP Shigella flexneri



TATA RIMBA PARMANTO NIM I11110035



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2015



1



UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI METANOL DAUN KESUM (Polygonum Minus Huds.) TERHADAP Shigella flexneri Tata Rimba Parmanto1; Andriani2; Muhamad Agus Wibowo3 Intisari Latar Belakang: Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Salah satu agen penyebab diare adalah Shigella flexneri. Berdasarkan penelitian yang ada, kesum memiliki potensi untuk dijadikan sebagai pengobatan alternatif infeksi bakteri. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas fraksi metanol daun kesum (Polygonum minus Huds.) sebagai antibakteri dalam menghambat pertumbuhan Shigella flexneri. Metodologi: Daun kesum diesktraksi secara maserasi dengan pelarut metanol, kemudian difraksinasi dengan pelarut metanol. Fraksi yang diperoleh, diskrining fitokimia dan diuji aktivitas antibakterinya dengan metode difusi sumuran dengan konsentrasi 1,25%, 2,5%, 5%, dan 10%. Kontrol positif yang digunakan adalah siprofloksasin 5µg/sumuran dan kontrol negatif menggunakan DMSO 10%. Hasil: Fraksi metanol daun kesum mengandung senyawa fenol, flavonoid, tanin dan terpenoid. Fraksi metanol daun kesum memiliki aktivitas terhadap Shigella flexneri pada konsentrasi 5% dan 10%. Konsentrasi 10% menunjukkan aktivitas antibakteri terbesar daripada konsentrasi yang lainnya, tetapi siprofloksasin 5µg memiliki aktivitas antibakteri lebih baik bila dibandingkan dengan konsentrasi 10%. Kesimpulan: Fraksi metanol daun kesum memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan Shigella flexneri pada konsentrasi 5% dan 10%. Kata Kunci: antibakteri, fraksi metanol daun kesum, Polygonum minus Huds., Shigella flexneri 1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat 2) Departemen Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat 3) Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat



2



ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF METHANOL FRACTIONS OF Polygonum minus Huds. LEAVES AGAINST Shigella flexneri Tata Rimba Parmanto1; Andriani2; Muhamad Agus Wibowo3 Abstract Background: Diarrhea is one of the major disease that still being a public health’s problem in Indonesia because of its high morbidity and mortality.One of the agents that cause diarrhea is Shigella flexneri. Based on existing reasearches, kesum potentially to be used as an alternative treatment of bacterial infections. Objectives: The aim of this study is to determine the antibacterial activity of methanol fractions of kesum leaves (polygonum minus Huds.) in inhibiting the growth of Shigella flexneri. Methodology: Kesum leaves was extracted by maceration with methanol then the extracts was fractionated with methanol. Its chemical compounds were determined by phytochemical screening. Antibacterial activity of methanol fractions of kesum leaves was tested using cup plate technique with concentration 1,25%, 2,5%, 5%, and 10%. Ciprofloxacin 5µg/hole was used as positive control and DMSO 10% was used as negative control. Result: Methanol fractions of kesum leaves contained phenols, flavonoids, tannins, and terpenoids. Methanol fractions of kesum leaves showed an antibacterial activity against Shigella flexneri in concertration 5% and 10%. Concentration 10% of methanol fractions of kesum leaves showed the greatest antibacterial activity than other concertrations but its activity was lower than positive control. Conclusion: The methanol fractions of kesum leaves in concertration 5% and 10% have antibacterial activity against Shigella flexneri. Keywords: Antibacterial, methanol fractions of kesum leaves, Polygonum minus Huds., Shigella flexneri. 1) Medical Education Study Program, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura, Pontianak, West Borneo 2) Department of Microbiology, Faculty of Mathematics and Natural Science, University of Tanjungpura, Pontianak, West Borneo 3) Department of Biochemistry and Molecular Biology, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura, Pontianak, West Borneo



3



PENDAHULUAN Diare merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian terutama di negara berkembang seperti Indonesia, karena mortalitasnya dapat dikatakan masih cukup tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dari tahun 2000 sampai tahun 2010 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan insidens diare. Tahun 2000 angka kejadian penyakit diare adalah 301 per 1000 penduduk dan tahun 2010 meningkat menjadi 411 per 1000 penduduk.1 Prevalensi diare klinis tertinggi di Indonesia adalah di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di Provinsi DI Yogyakarta (4,2%). Provinsi Kalimantan Barat sendiri memiliki prevalensi diare sebesar 5,4%.2 Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah. Berdasarkan penyebabnya disentri dapat dibedakan menjadi dua yaitu disentri amuba dan disentri basiler. Penyebab yang paling umum yaitu adanya infeksi parasit Entamoeba histolytica yang menyebabkan disentri amuba dan infeksi bakteri terutama golongan Shigella yang menjadi penyebab disentri basiler.3 Genus Shigella yang terdiri dari empat spesies, yaitu S. dysenteriae, S. flexneri, S. boydii, dan S. sonnei. S. flexneri merupakan penyebab utama diare pada daerah endemik diare di negara berkembang. 4 Penelitian yang dilakukan olah Agtini (2005) dan Herwana et al. (2010) di Jakarta menunjukkan dari seluruh sampel tinja pasien diare ditemukan kasus sigelosis terbanyak disebabkan oleh S. flexneri.5,6 Terapi disentri yang disebabkan oleh bakteri salah satunya dengan pemberian antibiotik, namun potensi obat tradisional terutama yang berasal dari tumbuhan tetap tinggi. Hal ini disebabkan obat tradisional dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat diramu sendiri, bahan baku tidak perlu diimpor, dan tanaman obat dapat ditanam sendiri oleh pemakainya.7 Salah satu tanaman yang berpotensi untuk pengobatan tradisional adalah tanaman kesum (Polygonum minus Huds). Tanaman



4



kesum merupakan tanaman endemik Kalimantan Barat yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pelengkap masakan. Secara tradisional air rebusan daun kesum digunakan untuk mengobati masalah pencernaan, menghilangkan ketombe di kepala dan sebagai minuman setelah bersalin.8-10 Penelitian



mengenai



aktivitas antimikroba yang dilakukan oleh



Wibowo (2007) menyatakan bahwa fraksi dietil eter dan metanol daun kesum memiliki aktivitas antimikroba terhadap Eschericia coli dan Bassilus subtilis serta bersifat bakteriostatik. Penelitian lain menunjukan ekstrak metanol daun kesum konsentrasi 15% dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. Coli dengan zona hambat sebesar 14,33 mm. 11 Pada ekstrak tanaman kesum, mengandung senyawa turunan flavonoid yaitu flavon dan metil flavonol yang diduga memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan yang kuat.12 Selain itu, pada daun kesum diduga memiliki senyawa golongan steroid yaitu -sitosterol yang juga memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Pseudomonas dan Salmonella, serta



S.



dysenteriae.13,14 Tingginya mortalitas diare, terutama yang disebabkan oleh Shigella flexneri sudah selayaknya menjadi fokus perhatian mengingat banyak terjadinya resistensi antibiotik dan efek samping pada terapi, serta masih sedikitnya penelitian lebih lanjut mengenai potensi daun kesum sebagai alternatif terapi antibakteri. Uraian latar belakang tersebut mendasari penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari fraksi metanol daun kesum (Polygonum minus L.) terhadap salah satu bakteri penyebab disentri, yaitu Shigella flexneri, menggunakan Cup-plate method (metode difusi Kirby-Bauer yang dimodifikasi) dengan mengukur diameter zona hambat pertumbuhan bakteri. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Penelitian



5



Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain pisau, nampan, talenan, kain lap, oven, blender, wadah plastik, lemari pendingin, bejana maserasi, kertas saring whatman no. 6, batang pengaduk, sendok tanduk, vacuum rotary evaporator, water bath, timbangan analitik, sendok stainless, inkubator, krusibel porselen, desikator, corong kaca, corong pisah, pinset, Biological Safety Cabinet, Laminar airflow cabinet, autoclave, labu ukur 25ml dan 10ml, vial, erlenmeyer, beaker glass, cawan penguap, tabung reaksi, cawan petri, object glass, cover glass, pipet tetes, penggaris, jangka sorong, prevorator, jarum ose, mikroskop, pembakar bunsen, tip dan mikropipet. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain daun kesum, metanol (teknis), akuades, alumunium foil, siprofloksasin, metanol, etil asetat, spiritus, kertas sampul coklat, kertas saring, kain kasa, kapas, plastik tahan panas, pereaksi Mayer, magnesium (Mg), asam klorida (HCl) pekat, besi (III) klorida (FeCl 3) 1%, asam asetat (CH3COOH) glasial, H2SO4 pekat, kloroform (CH3Cl), Media Salmonella Shigella agar (SS), Media Mueller Hinton agar (MHA), Standar Mc. Farland no. 0,5, karbol kristal ungu, lugol, air fukhsin, dan larutan natrium klorida (NaCl) 0,9%. Bakteri Uji Bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini antara lain kultur murni Shigella flexneri yang didapat dari koleksi Unit Laboratorium Kesehatan (ULK) Pontianak. Rancangan Percobaan Metode



yang



digunakan



adalah



metode



eksperimen



dengan



Rancangan Acak Lengkap (RAL). Konsentrasi fraksi metanol daun kesum yang digunakan yaitu 1,25%, 2,5%, 5%, dan 10% b/v (g/100ml). Kontrol positif adalah antibiotik siprofloksasin dan kontrol negatif DMSO 10%. Prosedur Kerja Pembuatan Ekstraksi Metanol Daun Kesum



6



Ekstraksi



dilakukan



secara



maserasi.



Simplisia



daun



kesum



dimasukkan ke dalam bejana kaca atau toples, direndam dengan penyari metanol teknis, sampai semua simplisia terendam, kemudian ditutup dan jauhkan dari sinar matahari. Perendaman dilakukan selama 5 hari dengan pergantian pelarut tiap 24 jam dan sambil diaduk beberapa kali sehari. Ekstrak dari hasil maserasi disaring kemudian filtratnya diuapkan dengan menggunakan alat rotary evaporator sehingga di peroleh ekstrak. 8 Ekstrak disimpan dalam desikator silika gel agar terhindar dari kontaminasi jamur. Pembuatan Fraksi Metanol Daun Kesum Ekstrak metanol daun kesum diencerkan dengan metanol (10 x bobot ekstrak), diaduk terus hingga encer dan homogen, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah, difraksinasi secara ekstraksi cair-cair dengan pelarut n-heksana. Ekstraksi cair-cair dengan n-heksana dilakukan sebanyak 3 kali bertujuan agar metabolit sekunder yang terkandung benar-benar terpisah. Hasil fraksinasi menunjukan dua lapisan yang terpisah yaitu lapisan bawah berupa pelarut metanol dan lapisan atas berupa pelarut n-heksana (fraksi n-heksana). Lapisan bawah yang berupa pelarut metanol difraksinasi lebih lanjut menggunakan etil asetat hingga diperoleh dua lapisan yaitu lapisan atas berupa pelarut etil asetat (fraksi etil asetat) dan lapisan bawah berupa pelarut metanol (fraksi metanol). Hasil



ekstraksi



cair-cair



dikumpulkan



dan



diuapkan



pelarutnya



menggunakan water bath hingga diperoleh fraksi metanol.15 Pembuatan Variasi Konsentrasi Fraksi Metanol Daun Kesum Fraksi metanol daun kesum dibuat dalam konsentrasi, 1,25%, 2,5%, 5%, dan 10% b/v (g/ml). Konsentrasi tersebut dibuat dengan cara menimbang ekstrak masing-masing 12,5mg, 25mg, 50 mg, dan 100 mg kemudian



dilarutkan



masing-masing



dengan



DMSO



volumenya 1 ml. Pembuatan Larutan Kontrol Positif dan Kontrol Negatif



7



10%



hingga



Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah siprofloksasin 5 μg/sumuran yang dibuat dengan cara melarutkan siprofloksasin tablet yang sudah digerus halus sebanyak 1 mg ke dalam 5 ml akuades. Volume sumuran yang dibuat adalah 25 µl, sehingga di dalam sumuran tersebut terdapat 5 µg siprofloksasin. Kontrol negatif DMSO 10% dibuat dengan cara menambahkan 1 ml pelarut DMSO dengan akuades steril hingga diperoleh volume larutan sebesar 10 ml. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji Kultur murni bakteri Shigella flexneri disuspensikan



ke



dalam



10



ml



larutan



yang telah diremajakan, salin



steril,



kemudian



dihomogenkan dengan vortex. Suspensi tersebut dibandingkan nilai absorbansinya dengan kekeruhan standar McFarland 0,5 menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm untuk memperoleh suspensi inokulum yang sesuai standar, yaitu 10 8 cfu/ml. Pengujian Aktivitas Antibakteri Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun cengkodok dilakukan dengan menggunakan metode Kirby-Bauer dengan teknik sumuran (well diffusion). Sebanyak 1 ml suspensi bakteri Shigella flexneri dimasukkan ke dalam cawan petri steril kemudian dicampurkan



dengan 20 ml media



Muller Hinton Agar (MHA). Cawan petri digoyang-goyangkan agar suspensi bakteri dan media menjadi homogen kemudian didiamkan hingga memadat. Media yang telah padat dibuat lubang sumuran dengan diameter 5 mm menggunakan pipet pasteur kaca steril yang telah dimodifikasi. Kemudian sumuran diisi dengan masing-masing larutan uji, kontrol positif dan kontrol negatif. Media kemudian ditutup rapat dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 2 x 24 jam. Pengamatan dilakukan pada jam ke-24 dan jam ke-48. Parameter Pengamatan



8



Zona hambat yang terbentuk pada jam ke-24 dan jam ke-48 diukur menggunakan jangka sorong dan diinterpretasikan kekuatan zona hambatnya. Analisis Data Data hasil penelitian yang normal dan homogen (setelah diuji dengan uji Saphiro-Wilk dan uji Levene’s) akan dianalisa dengan Analysis of Varians (ANOVA) satu arah dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan pemberian fraksi metanol daun kesum terhadap bakteri Shigella flexneri, kemudian dilanjutkan dengan analisis Post-Hoc Least Significant Difference (LSD) untuk menguji nilai kemaknaan antar kategori dalam penelitian ini. HASIL Hasil Fraksinasi dan Skrining Fitokimia Fraksi metanol daun kesum yang diperoleh sebanyak 4,13 gram. Fraksi yang dihasilkan berwarna hijau tua kecoklatan, konsistensinya kental dan tidak dapat dituang dalam keadaan dingin. Hasil skrining fitokimia fraksi metanol daun kesum didapatkan kandungan senyawa fenol, flavonoid, tanin, dan terpenoid. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Metanol Daun Kesum Terhadap Shigella flexneri Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi metanol daun kesum menunjukkan pada konsentrasi 5% dan 10% serta kontrol positif membentuk zona hambat di sekitar sumuran, namun pada konsentrasi 1,25% dan 2,5% tidak menunjukan terbentuknya zona hambat (Gambar 1). Hal ini menandakan adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri yang dilakukan oleh larutan uji pada konsentrasi tertentu dan kontrol positif. Sementara pengujian DMSO 10% sebagai kontrol negatif menunjukkan hasil berupa tidak terbentuknya zona hambat. Tidak terbentuknya zona hambat oleh DMSO 10% membuktikan bahwa DMSO yang digunakan



9



sebagai pelarut untuk membuat variasi konsentrasi larutan uji tidak berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri, sehingga akitivitas antibakteri yang dihasilkan oleh larutan uji hanya berasal dari kandungan senyawa di dalam fraksi metanol daun kesum tersebut, bukan dari pelarut yang digunakan.



A



B



Gambar 1 Hasil uji aktivitas antibakteri dengan fraksi metanol daun kesum terhadap Shigella flexneri. Keterangan: (A) larutan uji dengan konsentrasi 1,25%, 2,5%, 5%, dan 10% ; (B) kontrol negatif dan kontrol positif (Data Primer, 2015)



Pengujian ekstrak etanol daun cengkodok dengan berbagai konsentrasi terhadap E.coli menunjukkan rerata diameter zona hambat yang terbentuk pada 24 jam berkisar antara 15,63 - 20,64 mm. Data rerata diameter zona hambat pada jam ke-24 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rerata Diameter Zona Hambat (mm) Fraksi Metanol Daun Kesum terhadap Pertumbuhan Shigella flexneri (Data Primer, 2015) No



Konsentrasi Ekstrak (%)



Rerata Diameter Zona Hambat (mm) Inkubasi 24 jam



Kekuatan Ekstrak*



1



1,25



0



-



2



2,5



0



-



3



5



18,79 + 0,28088



Kuat*



4



10



23,72 + 0,98001



Sangat Kuat*



5



Kontrol Positif



24,74 + 0,30968



Sangat Kuat*



10



6



Kontrol Negatif



0



-



Hasil pengujian aktivitas antibakteri fraksi metanol daun kesum terhadap bakteri Shigella flexneri disimpulkan kuat pada konsentrasi 5% dan 10%. Davis dan Stout (1971) menyatakan bahwa apabila zona hambat yang terbentuk pada uji difusi agar berukuran kurang dari 5 mm dikategorikan lemah, 5-10 mm dikategorikan sedang, 10-20 dikategorikan kuat, dan 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat. 16 Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Monks et al. (2002) mengenai kekuatan ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji, apabila zona hambat yang terbentuk berukuran 7-11 mm dikategorikan lemah, 11-16 mm dikategorikan sedang, dan >16 mm dikategorikan kuat. 17 Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa diameter zona hambat dianalisis dengan uji One-way Anova menggunakan program SPSS for windows versi 21. 30



23.7 24.7



25 18.8



20 15 10 Diameter Zona Hambat (mm)



5 0



0



0



0



Konsentrasi Ekstrak



Gambar 2 Rerata diameter zona hambat fraksi daun kesum terhadap Shigella flexneri pada waktu inkubasi 24 jam. Tanda (*) menandakan perbedaan diameter zona hambat yang signifikan terhadap kontrol positif menurut uji LSD.



11



Pembahasan Pengujian fraksi metanol daun kesum dengan berbagai konsentrasi terhadap Shigella flexneri menunjukkan terbentuknya diameter zona hambat pada konsentrasi 5% dan 10% setelah 24 jam inkubasi. Sementara pada konsentrasi yang lebih kecil yaitu 1,25% dan 2,5% menunjukkan tidak terbentuknya diameter zona hambat yang berarti tidak adanya aktivitas antibakteri terhadap Shigella flexneri pada kedua konsentrasi



tersebut.



Aktivitas



antibakteri



dapat



dipengaruhi



oleh



beberapa faktor yang dibagi menjadi faktor biologis dan faktor teknis. Faktor teknis terdiri atas besar inokulum, pH, lama inkubasi, suhu lingkungan, dan medium yang digunakan. Faktor teknis sebagian besar dapat dikendalikan oleh peneliti namun faktor biologis tidak dapat dikendalikan oleh peneliti.18 Brooks et al. (2007) juga menyatakan bahwa aktivitas antibakteri dipengaruhi beberapa faktor yaitu konsentrasi ekstrak, kandungan senyawa antibakteri, daya difusi ekstrak, dan jenis bakteri yang dihambat.19 Pada penelitian ini, konsentrasi 1,25% dan 2,5% tidak menunjukkan terbentuknya zona hambat pada medium. Hal ini diduga pada kedua konsentrasi tersebut zat aktif yang berperan sebagai antibakteri tersari lebih sedikit daripada konsentrasi 5% dan 10%, sehingga tidak terdapat aktivitas antibakteri terhadap Shigella flexneri. Fraksi metanol daun kesum pada konsentrasi 5% dan 10% menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap Shigella flexneri, hal ini diduga karena kandungan metabolit sekunder yang tersari dalam fraksi metanol daun kesum dapat bekerja secara sinergis untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan hasil penelitian ini, fraksi metanol daun kesum mengandung senyawa fenol, flavonoid, tanin, dan terpenoid. Senyawa-senyawa tersebut merupakan metabolit sekunder yang memiliki mekanisme kerja masing-masing dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa fenolik memiliki aktivitas antibakteri. Daun kesum mengandung komponen fenolik tinggi seperti asam gallic, rutin, dan asam koumarik.20 Senyawa fenolik mampu melakukan migrasi dari fase cair ke



12



fase lemak yang terdapat pada dinding sel dan membran sel yang menyebabkan turunnya



tegangan permukaan sel.



Selanjutnya



mendenaturasi protein dan mengganggu fungsi dinding dan membran sel sebagai lapisan yang selektif sehingga sel menjadi lisis. 19,21 Flavonoid merupakan senyawa turunan fenol yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri dengan membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang menggangu integritas membran sel bakteri, selain itu flavonoid juga bersifat sebagai koagulator protein. 22 Pada daun kesum terkandung senyawa flavonoid seperti myricetin dan kuersetin. 23 Pada ekstrak tanaman kesum juga mengandung senyawa turunan flavonoid yaitu flavon dan metil flavonol yang diduga memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan yang kuat. 24 Mekanisme aksi flavonoid sebagai antibakteri antara lain menghambat sintesis asam nukleat, mengganggu fungsi membran sel, dan menghambat metabolisme energi. 25 Tanin bekerja sebagai antibakteri dengan cara mengikat salah satu protein adhesin bakteri yang dipakai sebagai reseptor permukaan bakteri sehingga terjadi penurunan daya perlekatan bakteri dan mengganggu sintesis dinding sel, akibatnya terjadi pengerutan dinding sel dan terjadi kebocoran dinding sel. Tanin pun dapat masuk ke dalam sel dengan menembus membran plasma melalui saluran porin pada membran plasma. Selanjutnya tanin mempresipitasi protein pada proses sintesis protein bakteri dan mengganggu metabolisme sel bakteri sehingga menyebabkan bakteri mengalami kematian.21,26 Aktivitas antibakteri terpenoid diduga karena ikatan terpenoid dengan protein yang menganggu membran sel bakteri. Membran sel bakteri terdiri dari fosfolipid dan molekul protein. Kerusakan membran sel dapat terjadi ketika senyawa aktif antibakteri bereaksi dengan sisi aktif dari membran atau dengan melarutkan konstituen lipid atau protein dan meningkatkan permeabilitasnya. Akibatnya dapat terjadi lisis sel. 27 Steroid dapat berinteraksi dengan membran fosfolipid sel sehingga menyebabkan integritas membran sel menurun, morfologi membran sel berubah dan akhirnya dapat menyebabkan membran sel rapuh dan akhirnya lisis. 28



13



Senyawa metabolit sekunder yang kompleks ini diduga bekerja saling berkaitan untuk menghancurkan sel bakteri, akibatnya sel bakteri Shigella flexneri menjadi lisis dan bakteri mati. Terbentuknya aktivitas antibakteri secara kombinasi dari beberapa senyawa metabolit sekunder ini juga dapat mengatasi kemampuan resistensi dari bakteri Shigella flexneri.21 Zona hambat yang terbentuk pada konsentrasi 10% cukup menggambarkan bahwa aktivitas fraksi metanol daun kesum sebagai antibakteri sangat baik. Diameter zona hambat yang terbentuk hampir mendekati diameter yang terbentuk pada kontrol positif siprofloksasin. Namun, zona hambat yang dihasilkan oleh kontrol positif masih lebih baik bila dibandingkan fraksi metanol daun kesum (Polygonum minus Huds.) pada konsentrasi 10% (p < 0,05). Berdasarkan penggolongan kekuatan ekstrak menurut Davis dan Stout (1971), zona hambat yang dihasilkan oleh fraksi metanol daun kesum pada konsentrasi 5% tergolong kuat dan pada konsentrasi 10% tergolong sangat kuat. KESIMPULAN DAN SARAN Senyawa metabolit skunder yang terkandung dalam fraksi metanol daun kesum berupa fenol, flavonoid, tanin, dan terpenoid. Fraksi metanol daun kesum (Polygonum minus Huds.) memiliki aktivitas antibakteri yang tergolong kuat pada konsentrasi 5% dan 10%. Konsentrasi 10 % memiliki diameter zona hambat yang terbesar, namun apabila dibandingkan dengan siprofloksasin 5 µg maka siprofloksasin memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik daripada fraksi metanol daun kesum konsentrasi 10%. Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan lanjutan mengenai isolasi senyawa metabolit sekunder dari fraksi metanol daun kesum (Polygonum minus Huds.) metabolit



yang



dan mekanisme kerjanya untuk mengetahui senyawa berperan



aktif



dan



mekanisme



kerjanya



dalam



penghambatan pertumbuhan bakteri. Selain itu, perlu dilakukan juga penelitian lanjutan dengan memberikan peningkatan konsentrasi untuk



14



melihat apakah ada peningkatan zona hambat yang terbentuk pada konsentrasi fraksi metanol daun kesum yang lebih tinggi.



DAFTAR PUSTAKA 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Situasi Diare di Indonesia, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, 2011. 2. Riset Kesehatan Dasar, Laporan Nasional 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia, 2008. 3. Syaroni, Akmal, Disentri Basiler dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V, Interna Publishing, Jakarta, 2009. 4. World Gastroenterology Organisation, Acute Diarrhea in Adult and Children, World Gastroenterology Organisation, United Kingdom, 2012. 5. Agtini, M.D.; Soeharno, R.; Lesmana, M.; Punjabi, N.H.; Simanjuntak, C.; Wangsasaputra, F.; et al., The Burdem of Diarrhoea, Shigellosis, and Cholera in North Jakarta, Indonesia: findings from 24 months surveillance, BMC., 2005, 5(89);1-11. 6. Herwana et al., Shigella Associated Diarrhea In Children In South Jakarta Indonesia, Southeast Asian J. Trop Med Public Health, 2010, 41(2);418-25. 7. Djauhariya , E., dan Hernani, Gulma Berkhasiat Obat, Seri Agrisehat, Jakarta, 2004, Hal. 74-5. 8. Wibowo, M.A, Uji Antimikroba Fraksi Metanol dan Dietil Eter Daun Tanaman Kesum (Polygonum minus), Agripura, 2007, 3(2):410-4. 9. Azuan, Kesum: Polygonum minus Huds, 2010, (Online) (http://herba.berita1.com/daun/kesum-polygonum -minus-huds dikunjungi) (27 Desember 2014). 10. Globinmed, Kesum, 2010, Diunduh dari http://www.globinmed.com/index.php? optioncomcontent&vie=article&id=79360:kesum&catid=798:k&q=ke sum. Diakses tanggal 10 September 2014. 11. Pramita, Famella Yulistia, Formulasi Sediaan Gel Antiseptik Ekstrak Metanol Daun Kesum (Polygonum minus Huds), Skripsi, Fakultas Kedokteran Prodi Farmasi Universitas Tanjungpura, Pontianak, 2013. 12. Urones JG, Marcos IS, Pérez BG, Barcala PB, Flavonoid from Polygonum minus. Phytochemistry, 1990, 29:3687-9.



15



13. Teponno, R.B.; Tapondjou A.L.; Mansour E.A.; Evans H.S.; Tane P.; Barboni L.; Bafoudiosbulbins A and B, Two Anti-Salmonellal Clerodane Diterpenoids From Dioscorea bulbifera L.var sativa, Phytochemistry, 2006. 14. Tadhfirah, Faradila, Efek Antimikroba Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L) sebagai Antimikroba terhadap Shigella dysenteriae secara In Vitro, Tugas Akhir, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2010. 15. Gunawan, D dan Mulyani, S., Ilmu Obat Alam (farmakognosi), jilid 1, Penebar Swadaya, Jakarta, 2004, Hal. 9-14. 16. Davis, WW. dan Stout, TR, Disc plate method of microbiological antibiotic assay, I. Factors influencing variability and error, Appl. Microbiol, 1971, 22:659-65. 17. Monks, R. Noel; Clea Lerner; Amelia Henriques, Anticancer, antichemotatic and antimicrobial activities of marine sponges collected off the coast of Santa Catarina, southern Brazil, Journal of Experimental Marine and Ecology, Elsevier, 2002, 281: 1-12. 18. Clinical and Laboratory Standard Institue (CLSI), Performance Standards for Antimicrobial Susceptibility Testing; Twenty-Third Informational Supplement, Clinical and Laboratory Standard Institue, 2013. 19. Brooks, G.F.; Butel, J.S.; Morse, S.A., Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, dan Adelberg, Ed ke-23, Hartanto, H.(alih bahasa), Elferia, R. N.(ed), EGC, Jakarta, 2007. 20.Qader, S.W.; Abdullah, M.A.; Chua, L.S.; Hamdan S., Potential Bioactive Property of Polygonum minus Huds (Kesum) Review, Scientific Research and Essays, 2012, 7(2): 90-93. 21. Dhayanti, A.P.Y.; Trisunuwati, P.; Murwani, S., Efek Antimikroba Ekstrak n-Heksana Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk.) terhadap Escherichia coli, Universitas Brawijaya, Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, (Publikasi), 2013. 22. Rachmawaty, F. J.; Citra, D. A.; Nirwani, B.; Nurmasitoh, T.; dan Wibowo, E. T., Manfaat Sirih Merah (Piper Crocatum) sebagai Agen Anti Bakterial terhadap Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, 2009. 23. Miean, K. H. and Mohamed, S, 2001, Flavonoid (Myricetin, Quercetin, Kaempferol, Luteolin, and Apigenin) content of edible tropical plants, Journal Agriculture Food Chemistry, 49 (6): 3106-12. 24. Urones JG, Marcos IS, Pérez BG, Barcala P, Flavonoids from Polygonum minus, Phytochemistry, 1990, 29: 3687-9. 25. Cushnie, T.P.T.; Lamb, A.J., Review Antimicrobial Activity of Flavonoids, International Journal of Antimicrobial Agents, 2005, 26: 343-56. 16



26. Juliantina, F.; Citra, D.A.; Nirwani, B.; Nurmasitoh, T.; Bowo, E.T., 2013, Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai Agen Agen Anti Bakterial terhadap Bakteri Gram positif dan Gram Negatif, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. 27. Mayanti, T.; Tjokronegoro, R.; Supratman, U.; Mukhtar, M. R.; Awang, K.; and Hamid, A. A., Antifeedant triterpenoids from the Seeds and Bark of Lansium domesticum cv Kokossan (Meliaceae), Molecules, 2011, 16: 2785-95. 28. Bangham, A.D. and Horne, R.W., Action of Saponins on Biological Cell Membrane, Nature, 2006, 196: 952-3.



17