NCTM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

NCTM [PDF]

Pada saat ini perkembangan teknologi yang sangat pesat dan canggih, sehingga membutuhkan tenaga-tenaga ahli yang tangguh

5 0 762 KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE


File loading please wait...
Citation preview

Pada saat ini perkembangan teknologi yang sangat pesat dan canggih, sehingga membutuhkan tenaga-tenaga ahli yang tangguh dalam mengelola ide-ide baru, tanggap terhadap perubahan, mampu menangani ketidakpastian, mampu menangani keteraturan, dan mampu menyelesaikan masalah. Sikap berpikir yang dibutuhkan tersebut dapat dilihat pada pola pembelajaran matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu yang memajukan daya pikir manusia. Kemampuan menghadapi permasalahan-permasalahan baik dalam permasalahan matematika maupun permasalahan dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan Daya Matematis (mathematical power).National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) yang merupakan sebuah organisasi guru matematika di Amerika Serikat mendefinisikan Daya Matematis sebagai “Mathematical power includes the ability to explore, conjecture, and reason logically; to solve nonroutine problems; to communicate about and through mathematics; and to connect ideas within mathematics and between mathematics and other intellectual activity.” Selain itu, daya matematis memiliki kemampuan untuk menggali, menyusun konjektur, dan membuat alasan-alasan secara logis; memecahkan masalah non-rutin; berkomunikasi matematika; dan menghubungkan berbagai ide-ide aktivitas intelektual lainnya dalam matematika. Bahkan, daya matematis juga meliputi pengembangan kepercayaan diri dan disposisi untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi kuantitatif dan spasial dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan.



Foto: Andri Yunardi



Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Dewasa ini perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit. Di masa depan untuk menguasai dan mengembangkan teknologi diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas untuk membekali peserta didik kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Kusumah (2011) mengatakan, “in modern life, arithmetic skills which consist of addition, subtraction, multiplication, and division operation, need to be combined with mathematical reasoning, communication, and problem solving skills”.



Sedangkan Mullis, dkk (2001) dalam Assessment Frameworks and Specifications 2003, mengungkapkan empat ranah kognitif matematika yaitu pengetahuan tentang fakta dan prosedur, penggunaan konsep, pemecahan masalah nonrutin, dan penalaran matematik. Penalaran matematika mencakup kemampuan menemukan konjektur, analisis, evaluasi, generalisasi, koneksi, sintesis, pemecahan masalah tidak rutin, dan jastifikasi atau pembuktian (Suryadi & Herman, 2008). Tujuan pembelajaran matematika di sekolah, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:



Foto: Andri Yunardi



II. III. IV. V.



I. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet, dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Hadirin yang saya muliakan, Pada dasarnya proses pembelajaran matematika bukan hanya sekedar mentransfer gagasan dari guru kepada siswa. Lebih dari itu, pembelajaran matematika merupakan suatu proses yang dinamis, ketika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengamati dan memikirkan gagasan yang diberikan. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran matematika merupakan kegiatan interaksi antara guru-siswa, siswa-siswa, dan siswa-guru untuk mengklarifikasi pikiran dan pemahaman terhadap suatu gagasan matematika. Dengan kata lain, kemampuan penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan yang esensial dan fundamental dalam pembelajaran yang harus dikembangkan kepada diri siswa dengan kokoh.



Kemampuan dan keterampilan penalaran siswa sangat bermakna ketika pemikiran siswa dapat disampaikan dengan baik dan dipahami oleh siswa lainnya. Oleh karena itu, diperlukan pula suatu kemampuan dan keterampilan dalam mengungkapkan ide, gagasan, maupun pemikiran yang dimilikinya.



Kemampuan mengungkapkan ide, gagasan, maupun pemikiran sangat diperlukan dalam setiap disiplin ilmu tidak terkecuali dalam matematika yang merupakan ilmu yang universal. Kemampuan komunikasi matematis dapat juga diterapkan dalam setiap disiplin ilmu. Semua siswa perlu memiliki kemampuan ini. Secara umum, komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh satu pihak kepada pihak lain agar pesan yang disampaikan dipahami penerima pesan. Sedangkan, kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan dalam matematika yang meliputi penggunaan keahlian membaca, menulis, menyimak, menelaah, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide, simbol, istilah serta informasi matematika. Lebih lanjut National Council of Teacher of Mathematic (NCTM, 2000) menjelaskan bahwa: “Mathematical communication is a way of sharing ideas and clarifying understanding. Through communication, ideas become objects of reflection, refinement, discussion, and amendment. When students are challenged to communicate the results of their thinking to others orally or in writing, they learn to be clear, convincing, and precise in their use of mathematical language.” Komunikasi matematika adalah cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide menjadi objek refleksi, perbaikan, diskusi, dan perubahan. Ketika siswa ditantang untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka kepada orang lain secara lisan atau tertulis, mereka belajar harus jelas, meyakinkan, dan tepat dalam penggunaan bahasa matematika.



NCTM (2000) mendeklarasikan pernyataan bahwa program pembelajaran di kelas-kelas TK hingga SMA harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk:



II. III. IV.



I. mengorganisasi dan mengkonsolidasikan pemikiran dan ide matematika dengan cara mengkomunikasikannya; mengkomunikasikan pemikiran matematika mereka secara logis dan jelas pada temannya, gurunya, dan orang lain; menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematika orang lain; dan menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide-ide mereka dengan tepat. Hadirin yang berbahagia, Menurut Sumarmo (2010) kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematis di antaranya adalah:



II. III. IV. V.



I. menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematik; menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan; mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis; dan mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. Untuk memberikan gambaran mengenai kemampuan komunikasi matematis, marilah kita simak ilustrasi berikut ini. Rahmat, Rizki dan Paman Sam ingin pergi ke pulau yang tidak jauh dari daratan tempat tinggalnya. Mereka mempunyai perahu kecil, tapi hanya mampu memuat 80 kg. Rahmat dan Rizki masingmasing beratnya 40 kg dan Paman Sam beratnya 80 kg. Bagaimana mereka dapat mencapai pulau itu jika mereka menggunakan perahu tadi?



(Kunci: Rahmat dan Rizki pergi ke pulau menggunakan perahu, salah satu di antara mereka kembali menemui Paman Sam, misalkan yang kembali Rahmat. Kemudian Paman Sam pergi ke pulau sendiri sedangkan Rahmat turun. Setelah Paman Sam turun, kemudian Rizky kembali untuk menjemput Rahmat. Rahmat dan Rizki selanjutnya pergi ke pulau bersama-sama) Kita mengharapkan, kemampuan komunikasi yang dimiliki siswa mampu berperan optimal dalam perkembangan pemahaman siswa itu sendiri. Terlebih lagi akan sangat berguna jika kemampuan yang dimiliki dan dipahami siswa tersebut dapat disampaikan kepada siswa lainnya sehingga pemahaman konsep pembelajaran tidak hanya dipahami oleh satu atau dua siswa saja, melainkan dipahami seluruh siswa. Hadirin yang saya hormati, Dalam perkembangan teknologi yang sangat berkembang pesat ini pula, berbagai macam permasalahan baru akan muncul, permasalahan-permasalahan tersebut harus disikapi secara bijak dan cermat serta perlu dicari jalan keluarnya. Penyelesaian masalah merupakan proses menerima tantangan dan usaha-usaha untuk menyelesaikannya. Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah hanya jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Kemampuan dalam memecahkan masalah perlu terus diasah dan ditingkatkan. Sebelum siswa dihadapkan pada masalah kehidupan nyata yang sangat kompleks, sangat dianjurkan siswa memiliki kemampuan dan keterampilan pemecahan masalah agar terbiasa menghadapi masalah di kemudian hari. Matematika sebagai ilmu universal, memegang peranan penting dalam hal kemampuan pemecahan masalah siswa. Hampir dalam semua aspek matematika dapat dimodelkan sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika perlu ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan ungkapkan Holmes (1995:35) yang intinya menyatakan bahwa dalam abad duapuluh satu ini seseorang yang belajar memecahkan masalah matematika mereka itu termasuk orang yang mampu memecahkan masalah hidup dengan produktif. Menurut Holmes, orang yang terampil memecahkan masalah akan mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang lebih produktif, dan memahami isu-isu kompleks yang berkaitan dengan masyarakat global. Lenchner (1983:8) menyatakan bahwa pada intinya setiap penugasan kepada siswa dalam belajar matematika dapat dikelompokkan ke dalam dua hal, yaitu sebagai: (1) latihan (drill exercise), dan (2) masalah (problem) untuk dipecahkan. Latihan merupakan tugas yang cara atau langkah atau prosedur penyelesaiannya sudah dipelajari atau diketahui siswa. Pada umumnya latihan dapat diselesaikan dengan menerapkan satu atau lebih langkah yang sebelumnya sudah dipelajari siswa. Sedangkan masalah lebih kompleks daripada latihan. Metode untuk menyelesaikan masalah tidak langsung tampak. Oleh karenanya diperlukan kreativitas dalam menemukannya. Holmes (1995:35) menyatakan bahwa terdapat dua kelompok masalah dalam pembelajaran matematika yaitu masalah rutin dan masalah nonrutin. Masalah rutin dapat dipecahkan dengan metode yang sudah ada. Masalah rutin sering disebut sebagai masalah penerjemahan karena deskripsi situasi dapat diterjemahkan dari kata-kata menjadi simbol-simbol. Masalah rutin dapat membutuhkan satu, dua atau lebih langkah pemecahan. Masalah rutin memiliki aspek penting dalam kurikulum, karena hidup ini penuh dengan masalah rutin. Oleh karena itu tujuan pembelajaran matematika yang diprioritaskan terlebih dahulu adalah siswa dapat memecahkan masalah rutin. Kouba et.al dalam Holmes (1995:36) pada intinya menyatakan bahwa masalah nonrutin kadang mengarah kepada masalah proses. Masalah nonrutin membutuhkan lebih dari sekadar penerjemahan



masalah menjadi kalimat matematika dan penggunaan prosedur yang sudah diketahui. Masalah nonrutin mengharuskan pemecah masalah untuk membuat sendiri metode pemecahannya. Dia harus merencanakan dengan seksama cara memecahkan masalah tersebut. Strategi-strategi seperti menggambar, menebak, dan melakukan cek, membuat tabel atau urutan kadang perlu dilakukan siswa. Holmes (1995:36) menyatakan bahwa, masalah nonrutin dapat berbentuk petanyaan open endedsehingga memiliki lebih dari satu solusi atau pemecahan. Masalah tersebut kadang melibatkan situasi kehidupan atau membuat koneksi dengan subjek lain. Apapun jenis masalahnya, rutin atau nonrutin, tetap bergantung pada si pemecah masalah. Sebuah masalah rutin untuk kelas VI mungkin akan menjadi nonrutin jika diberikan kepada siswa kelas I. Hadirin yang saya muliakan, Masalah rutin dan masalah nonrutin dapat diurai ke dalam beberapa tipe masalah. Terkait tipe masalah, Charles R (1982: 6-10) menyatakan bahwa ada sedikitnya lima tipe masalah di luar bahan latihan (drill exercise) yang sering digunakan dalam penugasan matematika berbentuk pemecahan masalah. Lima tipe masalah tersebut pada intinya sebagai berikut. I. Masalah penerjemahan sederhana (simple translation problem) Penggunaan masalah dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi pengalaman kepada siswa menerjemahkan situasi dunia nyata ke dalam pengalaman matematis. I. Masalah penerjemahan kompleks (complex translation problem) Sebenarnya masalah ini mirip dengan masalah penerjemahan yang sederhana, namun di dalamnya menuntut lebih dari satu kali penerjemahan dan ada lebih dari satu operasi hitung yang terlibat. I. Masalah proses (process problem) Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa mengungkapkan proses yang terjadi dalam pikirannya. I. Masalah penerapan (applied problem) Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa mengeluarkan berbagai keterampilan, proses, konsep dan fakta untuk memecahkan masalah nyata (kontekstual). Masalah ini akan menyadarkan siswa pada nilai dan kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. I. Masalah puzzle (puzzle problem) Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa mendapatkan pengayaan matematika yang bersifat rekreasi (recreational mathematics). Mereka menemukan suatu penyelesaian yang terkadang fleksibel namun di luar perkiraan (memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang). Perlu diperhatikan di sini bahwa masalah puzzle tidak mesti berujud tekateki, namun dapat pula dalam bentuk aljabar yang penyelesaiannya diluar perkiraan. Dalam bukunya yang berjudul How to Solve It, Polya (1985) mengembangkan empat tahap proses pemecahan masalah sebagai berikut. I. Memahami Masalah Memahami dan mengidentifikasi fakta atau informasi apa yang diberikan, apa yang ditanyakan, diminta untuk dicari, atau dibuktikan. I.



Merencanakan Penyelesaian Masalah



Misalnya menggambarkan masalah dalam bentuk tabel atau diagram, memilih dan menggunakan pengetahuan aljabar yang diketahui dan konsep yang relevan untuk membentuk model atau kalimat matematika. I. Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah Melakukan operasi hitung secara benar dalam menerapkan strategi untuk mendapatkan solusi dari masalah. I. Pemeriksaan Kembali Memperkirakan dan memeriksa kebenaran jawaban, masuk akalnya jawaban dan apakah memberikan pemecahan masalah terhadap masalah semula. Sedangkan Ruseffendi (2006) mengemukakan bahwa dalam pemecahan masalah dilakukan melalui lima langkah sebagai berikut.



II. III. IV. V.



I. menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas; menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan); mengetes hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah; mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya (pengumpulan data, pengolahan data, dll); dan memeriksa kembali (mengecek) apakah hasil yang diperoleh benar; mungkin memilih pula pemecahan yang paling baik. Perhatikan ilustrasi yang terkait dengan pemecahan masalah berikut ini. Seorang petani mempunyai 3 orang anak dan memiliki 7 ekor sapi. Sebelum meninggal dunia, ia memberi pesan kepada anak-anaknya, bahwa jika ia meninggal dunia, anak pertama mendapat ½ dari 7 sapi, anak kedua mendapat ½ dari bagian anak pertama dan anak ketiga mendapat ½ dari bagian anak kedua. Setelah orang tuanya meninggal dunia, anak-anak itu bertengkar karena anak pertama kesulitan untuk memperoleh ½ dari 7 sapi itu. Kemudian, datanglah seseorang yang cerdik, begini katanya: “Saya akan pergi dulu untuk meminjam seekor sapi kepada tetangga”. Tidak lama kemudian, ia datang membawa seekor sapi pinjaman. Lalu, ia menggabungkan sapi pinjaman itu dengan 7 ekor sapi yang akan dibagi. Berapa banyakkah sapi yang diperoleh masingmasing anak ini? Dapatkah sapi pinjaman tersebut dikembalikan lagi? Mengapa? Ilustrasi di atas merupakan salah satu contoh yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hadirin yang berbahagia, Kemampuan penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah matematis perlu ditingkatkan. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkannya baik dari segi pendekatan, metode, maupun model pembelajaran. Selain itu, bahan ajar maupun media pembelajaran pun dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kemampuan tersebut. Pertama, dari segi pendekatan, metode, maupun model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang saya lakukan, pendekatan, metode, maupun model pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan Contextual Teaching and Learning (CTL) mampu meningkatkan kemampuan penalaran, komunikasi dan memecahkan masalah. Kedua, bahan ajar maupun media pembelajaran pun dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kemampuan tersebut. Kita dapat memanfaatkan canggihnya teknologi dalam proses pembelajaran, misalnya penggunaan komputer. Potensi komputer dalam media pembelajaran matematika sangat



besar. Melalui software yang sesuai, komputer bisa menjadi alat yang efektif dalam membantu kegiatan pembelajaran matematika. Siswa dapat mengeksplorasi sendiri konsep-konsep yang termuat dalamsoftware yang disajikan sehingga guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran tersebut. Ketiga, dengan adanya kajian mengenai kemampuan pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi matematis, kesiapan siswa dalam mengembangkan kompetensinya diharapkan lebih baik dalam hal pelaksanaan ketika proses pembelajaran berlangsung. Keempat, guru diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya dalam mengimplementasikan model-model pembelajaran yang mengarah pada peningkatan kemampuan penalaran, pemecahan masalah maupun komunikasi melalui matematika di sekolah. Kelima, selain dari kesiapan pelaksanan pembelajaran, baik dari guru maupun siswa, hal penting lainnya adalah sarana dan prasarana. Kepala sekolah selaku penanggung jawab sekolah berkewajiban memenuhi segala macam sarana maupun prasarana yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kompetensi yang harus dicapai melalui matematika di sekolah. Keenam, setiap proses pembelajaran perlu dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan dari proses pembelajaran yang dilakukan maupun tujuan yang dicapai. Sudah seharusnya alat evaluasi yang digunakan dapat memenuhi kriteria dari setiap tahapan maupun indikator yang ditentukan sebagai bagian dari cerminan keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Hadirin yang saya hormati, Pada bagian akhir pidato ini izinkanlah saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada yang terhormat: Pimpinan dan Anggota Majelis Wali Amanat UPI. Bapak Rektor dan Pembantu Rektor UPI yang telah membantu proses pengusulan Guru Besar ke Kemdiknas Jakarta. Pimpinan dan Anggota Senat Akademik yang telah menyetujui pengusulan Guru Besar. Pimpinan dan Anggota Dewan Guru Besar UPI yang telah membantu proses penilaian dan pengukuhan Guru Besar. Prof. Dr. H. Wahyudin, M.Pd, selaku Ketua Peer Group yang telah menilai dan memotivasi dari awal proses pengusulan sampai keluarnya surat keputusan Menteri. Prof. Jozua Sabandar, MA, Ph.D dan Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed, selaku Anggota Peer Group, yang telah memberikan penilaian akademik. Dekan dan Pembantu Dekan FPMIPA, KBTU, Kepala Seksi dan Staf Administrasi di lingkungan FPMIPA UPI. Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan, Ketua Prodi, dan seluruh dosen Jurusan Pendidikan Matematika, yang telah menciptakan ruang dan iklim akademik yang kondusif untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Direktur dan Staf Direktorat SDM UPI yang telah membantu dalam proses pengusulan Guru Besar. Tanpa mengecilkan sumbangsih dosen yang lain, saya ingin mengapresiasi dorongan yang diberikan Prof. H.M. Abdul Kodir, M.Sc (alm), Prof. H.E.T. Ruseffendi, M.Sc., Ph.D, Prof. Dr. Utari Sumarmo, Prof. H. Yaya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D., Prof. R. Soedjadi, Bana Kartasasmita, Ph.D., Drs. H. Soedjana Wigandasasmita (alm), Dr. H.M. Rif’at, M.Pd., Prof. Dr. Uman Suherman A.S., M.Pd., Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Pd., Dr. Isah Cahyani, M.Pd., Drs. Bambang Avip Priatna M., M.Si., Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd., dan Ahmad Solihin, S.Pd. Pada kesempatan yang berbahagia ini saya juga mengucapkan terima kasih pada Guru-guru saya sejak sekolah di SDN Bojong, SMPN Cilimus, dan SMAN Cilimus atas bimbingan, motivasi, dan didikkannya.



Saya ingin mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada ayahanda tercinta Mi’at R. (alm) dan ibunda terkasih Hj. Djubaedah, yang tidak pernah berhenti berdoa dan mencurahkan kasih sayang mereka, sehingga saya dapat berdiri di mimbar ini. Terima kasih kepada kakak saya Dra. Aan Juaningsih yang telah memberikan bimbingan dan motivasinya. Ucapan terima kasih saya persembahkan pula kepada bapak mertua H. S. Iswara dan ibu mertua Hj. Subakti, yang senantiasa mendo’akan, mendukung dan memberikan motivasi tiada henti. Rasa terima kasih yang tulus saya sampaikan kepada Istri tercinta Dra. Hj. Aris Kania dan ananda tersayang Purwandhana (alm), Fajar Priyankatama, dan Giri Ariadi atas pengertian, dukungan, dan dorongan semangat yang tidak ternilai harganya. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan dan Staf Penerbit Grafindo Media Pratama serta Universitas Terbuka yang telah menerbitkan buku-buku saya. Pada akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah swt, memberikan pahala yang berlipat kepada kita semua. Amin. Hadirin yang saya muliakan, Akhir kata saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas perhatian dan kesabarannya selama mengikuti pidato ini. Mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan. Semoga Allah swt melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, amin. Wabilahitaufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum waarahmatullahi wabarakatuh.



DAFTAR PUSTAKA Baroody, A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning and Communicating: Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company. Charles, R. 1982. Teaching Problem Solving: What, Why & How. Dale Seymour Publications Holmes, E.E. (1995). New Directions in Elementary School Mathematics-Interactive Teaching and Learning. New Yersey: A Simon and Schuster Company. Kusumah, Y.S. (2011). Current Trends in Mathematics and Mathematics Education: Teachers Professional Development in the Enhancement of Students’ Mathematical Literacy and Competency(makalah). Bandung: UPI Lenchner, G. 1983. Creative Problem Solving in School Mathematics. New York: Glenwood Publication Inc. Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Gonzalez, E.J. Gregory, K.D., Garden, R.A., O’Connor, K.M. Krostowski, S.J., dan Smith, T.A. (2001). TIMSS Trends in Mathematics and Science Study: Assessment Frameworks and Specifications 2003. Boston: ISC. NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics Teaching. Reston, V.A.: NCTM



Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Jakarta: Depdiknas. Polya, G. (1985). How to solve it. A new aspect of mathematics method (second edition). Princeton, New Jersey: Princeton University Press. Priatna, N., Martadiputra, B.A.P., dan Wibisono, Y. (2006). Desain dan Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran, Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP. Laporan Penelitian Hibah Bersaing, UPI. Priatna, N. dan Sugiman. 2008. Panduan Pendidik Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Perbukuan. Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompentensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito. Shimizu, N. (2000). An Analysis of “Make an Organized List” Strategy in Problem Solving Process. In th T. Nakahara & M. Koayama (Eds.) Proceeding of the 24 Conference of International Group for the Psychology of Mathematics Education, vol. 4 (pp. 145-152). Hiroshima: Hiroshima University. Silver, E.A. (1990). Contribution of research to practice: Applying findings, methods, and perspectives. Dalam Cooney, T.J. (Ed.). Teaching and learning mathematics in the 1990s. Reston, VA: NCTM Silver, E.A., Kilpatrick, J., dan Schlesinger, B. (1990). Thinking through mathematics: Fostering inquiry and communication in mathematics classrooms. New York: College Entrance Examination Board. Sumarmo, U. (1987). Kemampuan pemahaman dan penalaran matematika siswa SMA dikaitkan dengan kemampuan penalaran logik siswa dan beberapa unsur proses belajar mengajar (Disertasi). Bandung: FPS IKIP Bandung. _______ (2010). Berfikir Dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, Dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Makalah pada FPMIPA UPI Suryadi, D. dan Herman, T. (2008). Eksplorasi Matematika, Pembelajaran Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana.



Standar utama dalam pembelajaran matematika yang termuat dalam Standar National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000) yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Kelima standar tersebut mempunyai peranan penting dalam kurikulum matematika. Selain itu, Standar Isi Permendiknas no.22 tahun 2006 menyatakan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Prinsiples and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM.



Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika 2.1.3.4.1 Pengertian Pemecahan Masalah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, masalah diartikan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan (Depdiknas, 2005: 719). Maka masalah adalah suatu situasi menantang yang harus diselesaikan seorang individu atau kelompok, akan tetapi individu atau kelompok tersebut tidak mempunyai aturan atau hukum tertentu yang langsung dapat menemukan solusinya. Oleh karenanya untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan suatu strategi berpikir yang disebut dengan pemecahan masalah. Menurut Polya dalam Herman Hudojo (2003: 87), menyelesaikan masalah didefinisikan sebagai usaha mencari jalan keluar dari kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Karena itu pemecahan masalah merupakan suatu aktifitas tingkat tinggi. Krulik dan Rudnik (1995: 4) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses di mana individu menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah diperoleh untuk nenyelesaian masalah pada situati yang tidak dikenalnya.



Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah usaha individu untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk menemukan solusi dari suatu masalah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu daya atau kemampuan individu untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya dalam rangka menemukan solusi dari suatu masalah. 2.1.3.2. Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat disajikan dalam bentuk soal non rutin yang berupa soal cerita, penggambaran fenomena atau kejadian, ilustrasi gambar atau tekateki. Oleh karenanya pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang sifatnya tidak rutin tersebut (Erman Suherman, 2003: 89). Penyelesaian masalah juga dapat membantu siswa memahami fakta matematika, keterampilan, konsep dan prinsip dengan penggambaran aplikasi objek matematika dan hubungan di antara objek-objek tersebut. “National Council of Teachers of Mathematics menetapkan pemecahan masalah sebagai salah satu dari lima standar proses matematika sekolah. Oleh karenanya pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan utama pendidikan matematika dan bagian penting dalam aktivitas matematika. NCTM menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan fokus dari pembelajaran matematika, karena pemecahan masalah merupakan sarana mempelajari ide dan keterampilan matematika (Van de Walle, 2008: 4)”.



Dengan belajar pemecahan masalah, siswa dapat mengembangkan cara berpikir, kebiasaan, ketekunan dan rasa ingin tahu serta kepercayaan diri dalam situasi yang tidak biasa, yang akan melayani mereka dengan baik di luar kelas matematika (Leonard M. Kennedy, 2008: 113). Branca dalam Sumardyono (2007: 5-6) menyatakan bahwa secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi istilah pemecahan masalah (problem solving) dalam pembelajaran matematika, yaitu: 1) Problem solving as a goal Bila pemecahan masalah ditetapkan sebagai tujuan pembelajaran, maka pembelajaran yang berlangsung tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau metode, dan juga isi matematika. Anggapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan masalah (solve problems) merupakan “alasan utama” (primary reason) belajar matematika. 2) Problem solving as a process Pengertian lain tentang problem solving adalah sebagai sebuah proses yang dinamis. Dalam aspek ini, problem solving dapat diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan heuristik yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Masalah proses ini sangat penting dalam belajar matematika dan yang demikian ini sering menjadi fokus dalam kurikulum matematika. 3) Problem solving as a basic skill Ada banyak anggapan tentang apa keterampilan dasar dalam matematika. Beberapa yang dikemukakan antara lain keterampilan berhitung, keterampilan aritmetika, keterampilan logika, dan lainnya. Keterampilan lain yang baik secara implisit maupun eksplisit sering diungkapkan adalah keterampilan problem solving. Cooney et.al dalam Herman Hudojo (2003: 152) menyatakan bahwa mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitis dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan. Melalui pemecahan masalah, siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam mengaplikasikan pengetahuanpengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya guna memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai. 2.1.3.3 Tahap-Tahap Pemecahan Masalah Terdapat beberapa pendapat tentang tahap atau proses yang hendak ditempuh dalam memecahkan masalah matematika. Krulik dan Rudnik (1995: 5) mengemukakan lima tahap pemecahan masalah, yaitu: a. Read and think Tahap ini meliputi identifikasi fakta, identifikasi pertanyaan, visualisasi situasi serta menulis ulang tindakan.



b. Explore and plan Tahap eksplorasi dan perencanaan pemecahan masalah, mencakup pengaturan informasi yang relevan dan yang kurang relevan, membuat model serta membuat grafik, tabel atau gambar. c. Select a strategy Memilih strategi yang diperkirakan dapat digunakan, misalnya menemukan pola, bekerja mundur, tebak dan uji serta simulasi atau percobaan. d. Find an answer Tahap ini meliputi estimasi solusi, penggunaan kemampuan komputasi, serta penggunaan keahlian aljabar dan geometri e. Reflect and extend Solusi yang telah diperoleh dari tahap sebelumnya diperiksa kembali kebenarannya, kemudian menentukan solusi alternatif dan membuat perluasan atau generalisasi. Sedangkan menurut Polya dalam Erman Suherman (2003: 91), mengemukakan bahwa pemecahan masalah memuat empat langkah, yaitu: a. Memahami masalah Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Herman Hudojo (2003: 162) menambahkan bahwa tahap ini meliputi beberapa komponen, yaitu:1) Identifikasi apa yang diketahui dari masalah tersebut 2) Identifikasi apa yang hendak dicari 3) Mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan b. Merencanakan penyelesaian masalah. Kemampuan ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Semakin bervariasi pengalaman siswa, ada kemungkinan siswa akan semakin kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian masalah. Dalam merencanakan pemecahan masalah, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan siswa, antara lain: 1) Membuat tabel, grafik atau diagram 2) Menyederhanakan permasalahan dengan membagi menjadi bagianbagian 3) Menggunakan rumus 4) Menyelesaikan masalah yang ekuivalen 5) Menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru. (Herman Hudojo, 2003: 163) c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik secara tertulis maupun tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. d. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Dengan langkah terakhir ini maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan. Terdapat empat komponen untuk mereviu suatu penyelesaian, yakni: 1) 2) 3) 4)



Cek kembali hasilnya Mengintepertasikan jawaban yang telah diperoleh Mencoba cara lain untuk memperoleh jawaban yang sama Mengecek apakah ada kemungkinan penyelesaian lain dalampermasalahan yang kita selesaikan.



Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang penting untuk dikembangkan. Erman Suherman (2003: 99) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengembangkannya adalah melalui penyediaan pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbedabeda dari suatu masalah ke masalah lainnya. Strategi pemecahan masalah adalah alat yang digunakan siswa untuk memecahkan masalah. Leonard M. Kennedy et.al. (2008: 115) menyebutkan beberapa strategi pemecahan masalah, yaitu: menemukan pola, strategi act it out, membuat model, membuat gambar, diagram atau grafik, tebak dan periksa (guess and check), memperhatikan semua kemungkinan, menyelesaikan masalah yang lebih sederhana, bekerja mundur serta mengubah sudut pandang. Dalam proses pemecahkan masalah, siswa berlatih memperbaiki serta mengembangkan strategi yang mereka gunakan untuk memecahkan masalah yang berbeda, non rutin, terbuka dan situasi yang berbeda. Untuk itu, siswa diberi kebebasan untuk melakukan dugaan dan pembuktian sendiri berdasarkan konsep-konsep matematika yang telah dimilikinya. Siswa hendaknya memiliki keterampilan untuk memilih sendiri strategi apa yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya tersebut serta menggunakan strategi tersebut pada beragam masalah dengan konteks yang berbeda. 2.1.3.5. Faktor-Faktor yang Dapat Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Kemampuan masing-masing siswa dalam menyelesaikan masalah berbeda-beda, namun demikian kemampuan ini dapat ditingkatkan. Menurut Van de Walle dalam Sri Wulandadi Danoebroto (2007: 19), terdapat beberapa aspek dalam diri siswa yang perlu dikembangkan untuk menunjang kemampuannya dalam memecahkan masalah, di antaranya adalah strategi pemecahan masalah, serta keyakinan dan perilaku siswa terhadap matematika yang mencakup kepercayaan diri, tekad, kesungguhan dan ketekunan siswa dalam mencari pemecahan masalah. Gorman dalam Shinta Sih Dewanti (2008: 44-45) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah antara lain adalah kemampuan mencari informasi yang relevan. Ketika menghadapi suatu permasalahan, hendaknya siswa dapat membedakan informasi yang relevan dan yang tidak relevan dalam rangka menyelesaikan masalahnya. Kemudian, faktor kemampuan dalam memilih pendekatan pemecahan masalah. Namun, terkadang pendekatan yang digunakan untuk memperoleh solusi tidak selalu berjalan dengan baik, sehingga siswa juga perlu memiliki fleksibilitas dalam memilih pendekatan dan juga fleksibilitas dalam berpikir. Di samping itu, objektivitas dan keterbukaan dalam berpikir juga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Kemampuan memecahkan masalah merupakan keterampilan yang diperoleh siswa dari belajar matematika, sehingga latihan merupakan hal yang penting agar siswa semakin terampil. Semakin siswa berpengalaman dalam memecahkan masalah, maka semakin baik pula kemampuan pemecahan masalah yang dimilikinya.



Dengan demikian, faktor-faktor yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah antara lain (1) kemampuan memahami ruang lingkup masalah dan menemukan informasi yang relevan guna memperoleh solusi, (2) kemampuan dalam memilih strategi yang akan digunakan dalam pemecahan masalah, (3) kemampuan berpikir yang fleksibel dan objektif, (4) keyakinan yang positif tentang belajar matematika, (5) perilaku siswa yang positif, mencakup kepercayaan diri, tekad, kesungguhan dan ketekunan siswa dalam mencari pemecahan masalah, serta (6) latihan-latihan soal pemecahan masalah. Berdasarkan uraian di atas, maka pemecahan masalah merupakan suatu tujuan dalam pembelajaran matematika, suatu pendekatan pembelajaran matematika serta merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam matematika yang harus dimiliki oleh siswa. Selanjutnya kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah daya berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika pada suatu kegiatan yang mementingkan prosedur yang ditempuh siswa guna memperoleh solusi permasalahan yang mereka hadapi. Dalam penelitian ini, pengukuran kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mengacu pada tahap-tahap pemecahan masalah menurut Polya, dengan penjabaran indikator sebagai berikut: a. Mengidentifikasi masalah 1) Mengidentifikasi informasi yang diketahui dari soal 2) Mengidentifikasi apa yang ditanyakan dari soal b. Merencanakan penyelesaian masalah 1) Menentukan cara penyelesaian yang sesuai 2) Menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru c. Menyelesaikan Masalah 1) Mensubstitusi nilai yang diketahui dalam cara penyelesaian yang digunakan 2) Menghitung penyelesaian masalah d. Menginterpretasikan Hasil http://pengalaman-al-badri.blogspot.com/2012/04/pemecahan-masalah-dalam-pembelajaran.html



KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Posted by MGMP MATEMATIKA SMP OGAN ILIR at 8:05 PM



Zainab Guru SMP Negeri 3 Pemulutan email : [email protected]



Abstrak : Kemampuan komunikasi matematis siswa merupakan fondasi dalam membangun pengetahuan siswa terhadap matematika baik lisan maupun tulisan. Ada tujuh indikator yang dapat dilihat untuk membangun kemampuan mengkomunikasikan ide atau gagasan kedalam model matematika. Walaupun kemampuan komunikasi matematis siswa sangat penting namun pada kenyataannya siswa sedikit sekali dapat mengkomunikasikan ide tersebut sehingga kemampuan siswa juga berkurang. Siswa hanya biasa mengerjakan soal yang dituntut mencari hasil namun tidak atau jarang sekali ditanya asal usul atau langkah-langkah pengerjaannya. Sehubungan dengan itu, maka tulisan ini bertujuan untuk meyajikan peranan pembelajaran yang berkaitan dengan realitas sehingga dapat mengembangkan skill komunikasi matematis siswa. Kata Kunci : Komunikasi, Komunikasi matematis, Pembelajaran Matematika



A. PENDAHULUAN Visi dan tujuan dari dokumen The National Council of Teachers of Mathematics(NCTM), yaitu Princples and Standards for School Mathematics, semua siswa harus mendapatkan kesempatan untuk mempelajari, mengapresiasi, dan menerapkan skill-skil, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip matematika baik didalam ataupun diluar sekolah (Wahyudin, 2008:4).Standar NCTM (Van de Walle, 2008:4) sebagai standar utama dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Kelima standar tersebut mempunyai peranan penting dalam kurikulum matematika. Pada masa ini, para siswa sekolah menengah harus dapat mempersiapkan diri untuk hidup dalam masyarakat yang menuntut pemahaman dan apresiasi terhadap matematika. Siswa dituntut dalam masyarakat untuk menerapkan skill-skill matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar matematika juga tergolong mengkhawatirkan bahkan mungkin nilai yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan pelajaran lainnya. Hal ini terjadi karena ada siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit, terlalu banyak berhitung dan penuh rumus serta membosankan. Matematika adalah ilmu yang juga sulit untuk dikomunikasikan karena terbentur dengan simbol-simbol, bersifat abstrak, serta miskin komunikasi terutama komunikasi lisan.



Nilai hasil belajar siswa Indonesia di bidang studi matematika, berdasarkan hasil dari TIMSS – Third International Mathematics and Science Study menunjukkan Indonesia pada mata pelajaran matematika berada di peringkat 34 dari 38 negara. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi guru ataupun calon guru pada khususnya dan semua yang terkait dalam lembaga pendidikan pada umumnya untuk mengubah pandangan atau paradigma siswa terhadap matematika. Pada umumnya, pembelajaran matematika dilakukan guru kepada siswa adalah dengan tujuan siswa dapat mengerti dan menjawab soal yang diberikan oleh guru, tetapi siswa tidak pernah atau jarang sekali dimintai penjelasan asal mula mereka mendapatkan jawaban tersebut. Akibatnya siswa jarang sekali berkomunikasi dalam matematika. Hal ini juga dipertegas oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan bahwa pada kenyataannya siswa sulit untuk mengkomunikasikan kembali materi yang didapat. Kemampuan komunikasi siswa sulit untuk dilihat baik lisan maupun tulisan karena siswa identik hanya melihat dan mengikuti temannya yang dianggap baik di dalam kelas. Selain itu, sedikit sekali bahkan jarang siswa yang bertanya maupun menjawab apa yang diinformasikan oleh guru.Apabila siswa terlibat aktif dalam proses belajar, mereka akan lebih mampu membangun gagasan, ide, dan konsep matematika. Sehingga siswa akan memiliki konsep atas topik matematika tersebut.Selain itu, mereka juga dapat mengembangkan skillskillnya. Pada kurikulum KTSP 2006, siswa dituntut aktif dalam pembelajaran sehingga siswa secara tidak langsung harus dapat mengkomunikasikan hasil belajar baik secara tulisan maupun lisan. Namun kenyataan yang ada, siswa sulit untuk aktif karena keterbatasan kemampuan berkomunikasi matematika sehingga guru yang aktif dalam pembelajaran. Untuk mengurangi keadaan ini, maka siswa perlu dibiasakan mengkomunikasikan secara lisan dan tulisan idenya kepada orang lain sesuai dengan penafsirannya sendiri sehingga orang lain dapat menilai dan memberikan tanggapan terhadap penafsirannya. Mendengarkan pikiran orang lain dan penjelasan tentang alasan mereka memberikan kesempatan untuk mengembangkan pemahaman mereka sendiri. Karena itu, perlu dikembangkan kemampuan komunikasi siswa dalam berkomunikasi pada setiap pembelajaran dan menjadi tantangan bagi setiap guru matematika. Tantangannya adalah “Bagaimana mengembangkan pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa?”.



B. PEMBAHASAN 1. Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut Artmanda W. dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia dan Kamus bahasa Indonesia online secara terminology, komunikasi berarti pengiriman dan penerimaan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Komunikasi adalah cara untuk berbagi (sharing) ide, gagasan dan mengklarifikasi pemahaman kepada sesama.Dari beberapa pengertian ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian suatu informasi dari satu orang ke orang lain sehingga mereka mempunyai makna yang sama terhadap informasi tersebut.



Berkomunikasi diperlukan alat berupa Bahasa. Matematika adalah salah satu alat bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Matematika merupakan bahasa yang universal dimana untuk satu simbol dalam matematika dapat dipahami oleh setiap orang di dunia ini, misalnya dalam matematika menyatakan jumlah menggunakan lambang ∑ (dibaca sigma). Menurut Barton (2008,152), ide-ide matematika yang akan dikomunikasikan harus sistematis, sehingga matematikadihasilkan. Hal ini yang menyebabkan mengapa matematika dan bahasa harus berkembang bersama. Secara umum, bahasa metematika menggunakan empat kategori simbol: simbol-simbol untuk gagasan (bilangan dan elemen-elemen), simbol-simbol untuk relasi (yang mengindikasikan bagaimana gagasan-gagasan dihubungkan atau berkaitan satu sama lain), simbol-simbol untuk operasi (yang mengindikasikan apa yang dilakukan dengan gagasan-gagasan ), dan simbol-simbol untuk tanda baca (yang mengindikasikan urutan di mana matematika itu diselesaikan). Beberapa dari simbol-simbol (lambang) itu dicantumkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 1. Simbol-Simbol Matematika Lambang



Lambang-Operasi Bilangan



Bilangan Angka



Lambang



Arti



Contoh



Lambang Tanda Baca Lambang



Arti



Contoh



0 +



Penjumlahan 1 + 2 = 3



,



Koma desimal



µ = 3,1416



1 2 ,



Koma



A = {2, 3, 4}



3 -



Pengurangan



3–2=1



4 ()



Tanda Kurung



2 + (3+1) = 6



5 x



Perkalian



2x3=6



6 [ ] Tanda Kurung Siku 2+[1+(3+1)]=7 7 8 :



Pembagian



6:2=3



{ } Tanda kurung kurawal {1,2}={2,1}



9



Sumber : Wahyudin,2008:102



Menurut ILOs-The Intended Learning Outcomes (dikutip Armiati, 2009), komunikasi matematika adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan.



Komunikasi matematika menurut NCTM adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksikan dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafis, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri (dikutip Jazuli, 2009). Melalui komunikasi, ide matematika dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif; cara berfikir siswa dapat dipertajam; pertumbuhan pemahaman dapat diukur; pemikiran siswa dapat dikonsolidasikan dan diorganisir; pengetahuan matematika dan pengembangan masalah siswa dapat ditingkatkan; dan komunikasi matematika dapat dibentuk. Sesuai dengan tingkatan atau jenjang pendidikan maka tingkat kemampuan komunikasi matematika menjadi beragam. Komunikasi matematis sangat penting karena matematika tidak hanya menjadi alat berfikir yang membantu siswa untuk mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, ide dan gagasan secara jelas, tepat dan singkat.



2. Jenis-jenis Kemampuan Komunikasi Matematis Ada banyak cara orang melakukan komunikasi, dapat dengan nyanyian, percakapan, tanda suara tertentu, isyarat nonverbal, gambar, bahasa tubuh, kontak mata dan tulisan. Menurut Glynn dan Muth (dikutip Wood, 2011) bahwa pengetahuan dan matematika digunakan sebagai wahana dalam mengajar bahasa dan kedua adalah dimana bahasa digunakan untuk mengajarkan matematika atau pengetahuan, dari contoh membaca dan menulis untuk mempelajari pengetahuan. Ada dua cara yang dapat dikembangkan kemampuan dalam belajar menurut Wood (2011) yaitu : 1. Speaking (Berbicara)  Presenting seminars Pada kondisi ini, ide matematika dapat dikombinasikan antara kemampuan mendengar dan berbicara dengan struktur semi formal, kemudian siswa juga mendiskusikan suatu wacana termasuk dengan kemampuan membaca.  Talking with colleagues and management Komunikasi lisan sesama teman sekelompok dalam menyelesaikan suatu wacana.  Negotiating and selling ideas Bekerjasama dan negosiasi dengan kelompok kecil dan mendiskusikan sesuatu masalah yang dianggap sulit, berbicara tentang ide matematika dan bagaimana memberikan ide sehingga menghasilkan pembuktian yang sederhana. 2. Writing (Menulis)  Informal writing  Formal writing



Adapun Ake-Larsson (2007) menyatakan bahwa ide umum berupa cara yang dapat dinyatakan siswa dalam matematika, mengubah kemampuan untuk dipublikasikan atau ditunjukkan argumen secara logika dan memberikan mereka beberapa pengalaman dalam komunikasi lisan dan tulisan. Sedangkan Lopatto (2003:141) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi ada tiga, yaitu : 1.



Kemampuan komunikasi lisan (Skill at oral communication)



2.



Kemampuan komunikasi tulisan (Skill at written communication)



3.



Kemampuan komunikasi melihat (Skill at visual communication). Menurut ILOs (dalam http://www.polyu.edu.hk), bahasa dan keterampilan komunikasi :berkomunikasi secara efektif (baik secara lisan dan tertulis) dengan berbagai audiens di berbagaikonteks profesional dan pribadi. Pada kemampuan komunikasi matematis siswa ini yang akan dibahas hanya kemampuan komunikasi matematis lisan dan kemampuan komunikasi matematis tulisan. NCTM (dikutip Widjajanti, 2008) menyebutkan bahwa seorang calon guru matematika haruslah mampu mengkomunikasikan pikiran matematisnya baik secara lisan maupun tulisan kepada sesama teman, guru, dosen maupun kepada yang lainnya, dengan indikator-indikator, mampu (1) mengkomunikasikan pikiran matematisnya secara koheren dan jelas kepada temantemannya, para dosen, dan kepada yang lainnya, (2) menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide/gagasannya secara tepat, (3) mengelola pikiran matematisnya melalui komunikasi, dan (4) menganalisis dan mengevaluasi pikiran matematis dan strategi-strategi orang lain.



3. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis The Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics diterbitkan olehNCTM (dikutip Brenner, 1998:104) menyatakan: di kelas 9-12, kurikulum matematika harus mencakup pengembangan lanjutan dari bahasa dansimbolisme untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika sehingga semua siswa dapat: merenungkan dan memperjelas pemikiran mereka tentang ide-ide matematika dan hubungan; merumuskan definisidan generalisasi matematika mengekspresikan ditemukan melalui investigasi; mengekspresikan ide-idematematika secara lisan dan tertulis; membaca presentasi tertulis dari matematika denganpemahaman, meminta klarifikasi dan memperluas pertanyaan berkaitan dengan matematika mereka telah membaca atau mendengar tentang; (dan) menghargai ekonomi, kekuasaan, dan keanggunannotasi matematika dan perannya dalam pengembangan ide-ide matematika. Menurut Sumarmo (dikutip Kadir, 2008), komunikasi matematis merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk : 1. Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika;



2. Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar; 3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika; 4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; 5. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematik tertulis; 6. Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi, dan generalisasi; dan 7. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. Standar kemampuan komunikasi matematik menurut NCTM (Van de Walle, 2008:5) program pengajaran dari Pra-TK sampai kelas 12 harus memungkinkan semua siswa untuk : 1.



Mengatur dan menggabungkan pemikiran matematis mereka melalui komunikasi;



2.



Mengkomunikasikan pemikiran matematika mereka secara koheren dan jelas kepada teman, guru dan orang lain;



3.



Menganalisa dan menilai pemikiran dan strategi matematis orang lain;



4.



Menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide matematika dengan tepat. Sedangkan Wardhani (2008,19) menyatakan bahwa komunikasi matematis meliputi:



1.



Komunikasi ide-ide, gagasan pada operasi atau pembuktian matematika banyak melibatkan katakata, lambang matematis, dan bilangan.



2.



Menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang berupa diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun tabel.



3.



mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Dari ketiga pendapat ini, indikator kemampuan komunikasi matematis Sumarmo yang mencakup kesemuanya sehingga pemakalah mengambil indikator tersebut. Sebagai contoh, pemakalah mengambil materi statistika yang dihubungkan dengan dunia nyata, sehingga menuntut siswa untuk mengumpulkan, mencatat, menginterpretasi, menganalisis, mengkomunikasikan, dan merepresentasikan data yang sangat penting bagi proses pembuatan keputusan. Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat melalui indikator sebagai berikut :



1.



Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika maksudnyaadalah siswa dapat merefleksikan data ke dalam ide matematika berupa tabel. Dalam wacana ini, siswa dapat mengumpulkan, mencatat, menginterpretasikan serta menganalisis data yang telah didapat.



Contohnya : Warna adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan ini. Warna menentukan karakter seseorang. Ada banyak warna dimuka bumi ini yang dapat dilihat melalui pembiasan prisma pada matahari. Matahari mempunyai 7 warna yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Apa warna favoritmu? Warna kesukaanmu mungkin berbeda dengan teman-teman sekelasmu. Untuk mengetahui warna favorit teman sekelas dapat kalian lakukan wawancara pada setiap siswa melalui langkah-langkah berikut : a.



Gunakan daftar pilihan warna favorit;



b.



Catatlah warna favorit temanmu pada daftar pilihan warna favorit;



c.



Buatlah daftar warna ke dalam bentuk table;



d.



Buatlah turus yang menyatakan banyaknya siswa yang memilih warna kesukaannya;



e.



Hitung banyak turus dan catat di kolom frekuensi. Tabel 2 : Warna Favorit Warna Favorit



Turus



Frekuensi



Merah Jingga Kuning Hijau Biru Putih Nila



f.



Warna apa yang paling disukai siswa?



Ungu



g.



Warna apa yang disukai oleh 4 siswa atau lebih?



... h. kesimpulan dan pertanyaan!



Dari data diatas, buatlah beberapa



2.



Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar adalah siswa dapat membuat model dari wacana tersebut dengan memahami secara lisan kemudian dapat menuangkan ide yang didapat kedalam bentuk tulisan secara konkrit. Contoh : Bacalah informasi dibawah ini dengan seksama! Akibat pancaroba dari musim kemarau ke musim hujan, banyak penduduk terutama rumahnya berada di pinggir jalan besar menderita ISPA yaitu Infeksi Saluran Pernapasan. Hal ini diperkuat dengan mendapatkan data dari Rumah Sakit Boom Baru sebagai berikut :



Tabel 3 : Penyakit Terbanyak di Rumah Sakit Boombaru



(Sumatera Ekspres, 07 September 2011) Dari data diatas maka apa yang dapat disimpulkan dan buatlah beberapa konteks pertanyaan yang sesuai? 3.



Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika, dimaksudkan adalah siswa dapat mengubah wacana dari peristiwa sehari-hari ke dalam bahasa matematika yang bersifat informal ke formal. Sehingga siswa mampu menggunakan istilah, gambar, tabel, diagram, notasi atau rumus matematika secara tetap. Contoh terdapat pada indikator pertama.



4.



Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika, maksudnya siswa dituntut untuk dapat saling bertukar pikiran dengan sesama teman tentang wacana yang dihadapi, mendengarkan apa yang diinformasikan baik dari guru maupun temannya. Setelah itu siswa juga mampu menuangkan wacana tersebut ke dalam bahasa matematika. Contoh : Lakukan pengisian lembar angket bersama temanmu kepada siswa SMPN 3 Pemulutan untuk mengetahui bulan kelahirannya.



a. Bagikan lembar angket tersebut kepada teman disekolahmu untuk diisi.



b. Setelah diisi, angket tersebut dikumpulkan, tulis data yang kamu peroleh dalam tabel berikut: Tabel 4 : Bulan Kelahiran Siswa NO



BULAN



JUMLAH



NO



BULAN



1



Januari



7



Juli



2



Februari



8



Agustus



3



Maret



9



September



4



April



10



Oktober



5



Mei



11



November



6



Juni



12



Desember



JUMLAH c.



Buatlah data tabel tersebut ke dalam diagram batang, diagram garis dan diagram lingkaran. d. Buatlah beberapa



pertanyaan dari hasil tersebut! 5.



Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematik tertulis yaitu siswa dapat membaca suatu wacana yang tersedia dengan pemahaman akan suatu wacana tersebut. Dengan itu, siswa dapat melakukan presentasi matematis dengan membuat beberapa cara penyelesaiannya. Contoh : Lakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan bersama teman-temanmu. Urutkan data tersebut dari angka yang paling tinggi ke yang paling rendah. Tentukanlah :



Tabel 5 : Berat Badan Siswa



Nama Siswa



Tabel 6 : Tinggi Badan Siswa



Berat Badan (kg)



Nama Siswa



Tinggi Badan (cm)



Nama Siswa



Berat Badan (kg)



a. siapakah siswa yang memiliki badan paling berat b. siapakah siswa yang paling tinggi c. buatlah kedalam tabel dengan cara mencacah d. berikan kesimpulan serta berikan beberapa pertanyaan dari wacana tersebut.



Gb.1&2: Pengukuran Tinggi Badan



6.



Gb. 3&4 : Pengukuran Berat Badan



Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi, dan generalisasi adalah siswa dapat membuat konjektur yaitu dugaan sementara terhadap suatu wacana kemudian menyusun langkahlangkah yang akan dilakukan dengan suatu argument. Setelah itu, siswa diharapkan juga dapat merumuskan definisi dari argument tersebut sehingga dapat mengeneralisasi wacana tersebut. Contoh : Soal 1:



Gb. 5. Jeruk Sunkies



Gb.6. Jeruk Kalimantan



Deni akan membeli jeruk di toko buah. Sebelum membeli jeruk tersebut, ia mencicipi satu buah jeruk dari satu keranjang jeruk dengan tujuan agar sesuai dengan selera Deni. Tentukan populasi dan sampelnya? Jelaskan jawabanmu. Soal 2 :



Gb.7,8,&9 : Bola Plastik Warna-warni



Eni bersama temannya mengunjungi Palembang Square (PS). Mereka bersama-sama bermain mandi bola di Timezone, kemudian Eni mengambil satu bola berwarna merah. Tentukan populasi dan sampelnya? Jelaskan jawabanmu. Soal 3 :



Gb.10,11,12,&13 : Kegiatan Siswa di Perpustakaan SMPN 3 Pemulutan



Perpustakaan SMP Negeri 3 Pemulutan mempunyai beberapa koleksi buku. Santi adalah siswa kelas IX.1 akan meminjam satu buah buku matematika dan satu buah buku IPA dari perpustakaan tersebut. Tentukan populasi dan sampelnya? Jelaskan jawabanmu. 7.



Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. Menjelaskan dengan memahami maksud dari wacana yang ada sehingga siswa dapat membuat pertanyaan beserta solusi dari wacana tersebut. Contohnya dapat dilihat pada indikator keempat. Dari indikator ini, guru dapat menggunakan tulisan untuk menilai pemahaman siswa mereka dengan mengevaluasi kemajuan mereka dan mengenali kekuatan dan kebutuhan mereka, menumbuhkan pemahaman konseptual, dan memperluas percakapan matematika di kelas. Menurut Huang, Kurikulum dan Standar NCTM Evaluasi menyatakan bahwa “Penilaian kemampuan siswa untuk berkomunikasi matematika harus memberikan bukti bahwa mereka dapat mengekspresikan ide-ide matematika dengan berbicara, menulis, menunjukkan, dan menggambarkannya secara visual”.



4. Peranan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika Secara umum, matematika berfokus pada representasi dan komunikasi dalam berbagai gagasan, ide, dan hubungan yang bersifat numerik, spasial, serta berkenaan dengan data. Ada



banyak aktivitas pembelajaran yang mendukung tema ini, seperti siswa yang boleh menginterpretasikan ide, gagasan, ataupun pikiran-pikiran yang konseptual yang mereka miliki sendiri ke dalam bentuk simbolik dan dapat diubah ke dalam gambaran verbal dari situasi tersebut. Aktivitas lain bisa dengan menyelidiki suatu masalah, menuliskan masalah, memberi keterangan (notasi) ataupun dugaan-dugaan (hipotesis) untuk menjelaskan observasi-observasi dalam matematika. Peranan komunikasi dalam matematika sangat besar, karena saat para siswa mengkomunikasikan ide, gagasan ataupun konsep matematika, mereka belajar mengklarifikasi, memperhalus dan menyatukan pemikiran. Kusumah (dikutip Jazuli, 2009) menyatakan bahwa komunikasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Pentingnya komunikasi matematis juga dikemukakan oleh Peressini dan Bassett (dikutip Izzati dan Suryadi, 2010) bahwa tanpa komunikasi dalam matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika. Ini berarti, komunikasi dapat membantu siswa dalam memahami dan mengeksplorasi matematika ke dalam konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Menurut Guerreiro (dikutip Izzati dan Suryadi, 2010) menyebutkan bahwa komunikasi matematik merupakan alat bantu dalam transmisi pengetahuan matematika atau sebagai pondasi dalam membangun pengetahuan matematika. Selain itu, Lindquist (dikutip Izzati dan Suryadi, 2010) mengemukakan jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan meng-assess matematika. Dari kedua pendapat ini, bahwa komunikasi merupakan alat bantu berupa bahasa yang sangat diperlukan dan penting dalam proses pembelajaran, karena tanpa komunikasi matematis maka proses pembelajaran tidak dapat terjadi. Pada proses KBM, terjadi interaksi antara guru dan siswa dengan saling berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, kontak mata, bahasa tubuh, dan gambar. Melalui interaksi guru-siswa yang baik, seorang guru dapat mengetahui kemampuan atau potensi setiap siswa pada materi tersebut yang dilihat dari bagaimana siswa tersebut menjawab, siswa tersebut bertanya, dan siswa tersebut dapat menginformasikan ide matematika kepada teman atau guru. Melalui komunikasi, ide-ide dan gagasan menjadi objek-objek refleksi dan diskusi serta pemahaman. Dengan proses komunikasi dapat membantu membangun makna suatu gagasan untuk diketahui publik. Pada proses KBM, siswa dan guru terlibat komunikasi matematis baik secara lisan maupun tulisan yang terjadi baik didalam maupun diluar kelas sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap konsep matematis. Ada dua alasan penting yang dikemukakan oleh Baroody (dikutip Izzati dan Suryadi, 2010), mengapa komunikasi menjadi salah satu fokus dalam pembelajaran matematika. Pertama, matematika pada dasarnya adalah sebuah bahasa bagi matematika itu sendiri. Kedua, belajar dan mengajar matematika merupakan aktivitas sosial yang melibatkan paling sedikit dua pihak, yaitu guru dan murid. Standar Komunikasi menitikberatkan pada pentingnya dapat berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika. Menurut Van De Walle (2008, 4-5), belajar berkomunikasi dalam matematika membantu perkembangan interaksi dan pengungkapan



ide-ide di dalam kelas karena siswa belajar dalam suasana yang aktif. Ketika anakanak berpikir, menanggapi,membahas, menulis, membaca, mendengarkan, dan menanyakan tentang konsep-konsep matematika,mereka menuai manfaat ganda: mereka berkomunikasi untuk belajar matematika, dan mereka belajaruntuk berkomunikasi matematis (NCTM, 2000).



PENUTUP Dari semua ranah-ranah pada mata pelajaran matematika, salah satunya adalah menuntut para siswa untuk mengkomunikasikan penalaran secara singkat dan padat. Diharapkan siswa dapat menuliskan tentang pemanfaatan matematika melalui ide atau gagasan mereka sehingga secara efektif memasukkan bentuk-bentuk matematis seperti persamaan, perhitungan, grafik, diagram atau tabel. Dalam hal ini diasumsikan bahwa siswa dapat berkolaborasi untuk menjelaskan penalaran mereka dalam bentuk tulisan ataupun lisan kepada guru, diskusi kelas, teman sekelompok ataupun pada siswa kelompok lainnya. Diharapkan juga siswa dapat mengkomunikasikan dan mengaplikasikannya ke masyarakat baik lingkungan didalam maupun luar sekolah.



DAFTAR PUSTAKA



Ake-Larsson. (2007). “Communication of mathematics”as a tool to improve students’ general communicative skills. In Proceedings of the 3rd International CDIO Conference, MIT, Cambridge, Massachusetts, USA, June 11 – 14, 2007. Tersedia : http://cdio.org. Diakses 4 November 2011. Armiati. (2009). Komunikasi matematis dan kecerdasan emosional. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional, pada tanggal 5 Desember 2009, di Yogyakarta. Artmanda W., Frista. ny. Kamus lengkap bahasa Indonesia. Jombang : Lintas Media. Barton, Bill. (2008). The language of mathematics : Telling mathematical tales. New York : Springer. Brenner, Mary E. (1998). Development of mathematical communication in problem solving groups by language minority students. Bilingual Research Journal, 22, 103-128. Tersedia : http://psu.edu. Diakses : 04 November 2011. Hamdani. (2009). Pengembangan pembelajaran dengan mathematical discourse dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematik pada siswa sekolah menengah pertama. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional, pada tanggal 5 Desember 2009, di Yogyakarta. Hermawan,Hendy. (2006). Dasar-dasar komunikasi dan keterampilan dasar mengajar. Bandung : CV. Citra Praya.



Huang. ny. The Importance of Communications in the Mathematics Classrooms. Tersedia :http://wwwusers.math.umd.edu/~dac/650/huangpaper.html Diakses : 04 Oktober 2011. Izzati,N & Suryadi,D. (2010). Komunikasi matematik dan pendidikan matematika realistik. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, pada tanggal 27 November 2010, di Yogyakarta. Jazuli, Akhmad. (2009). Berfikir kreatif dalam kemampuan komunikasi matematika. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional, pada tanggal 5 Desember 2009, di Yogyakarta. Kadir. (2008). Kemampuan komunikasi matematik dan keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran matematika. Makalah disampaikan dalam Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika, pada tanggal 28 November 2008, di Yogyakarta. Kamus Bahasa Indonesia Online. ny. Kamus Bahasa Indonesia Online- Definisi komunikasi. Tersedia : http://kamusbahasaindonesia.org/komunikasi. Diakses : 04 des 2011-12-04. Kertawijaya, Sofyan. (2009). Mengenal statistika seri matematika untuk anak-anak. Bandung : Graha Bandung Kencana. Makmun, Abin Syamsuddin. (2009). Psikologi kependidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mellyirzal. (2008). Komunikasi matematika. Tersedia:http://mellyirzal.blogspot.com/2008/12/komunikasi-matematika.html. Diakses



:



23



September 2011.



NCTM.



(2000). Principles



and



Standards



for



School



Mathematics.



Tersedia



:http://www.k12academics.com/education-reform. Diakses : 20 September 2011. nn.



ny. Defining



Intended



Learning



Outcomes



(ILOs). Tersedia



:http://www.polyu.edu.hk/obe/GuideOBE/DefiningIntendedLearningOutcomes.pdf. Diakses : 28 Oktober 2011. Ormrod, Jeanne Ellis. (2008). Psikologi pendidikan membantu siswa tumbuh dan berkembang jilid 2. Jakarta : Erlangga. Rbaryans.



(2007). Komunikasi



dalam



matematika.



Tersedia



:http://rbaryans.wordpress.com/2007/05/30/komunikasi-dalam-matematika/. Diakses : 23 September 2011.



Subhan.



(2009). Membangun keterampilan komunikasi matematika.



Tersedia



:http://kimfmipa.unnes.ac.id/home/61-membangun-keterampilan-komunikasi-matematika.html. Diakses : 17 September 2011. Sumatera Ekspres. 07 September, 2011. Penderita ISPA 540 orang, hlm.21. Van de Walle. (2008). Matematika sekolah dasar dan menengah : Pengembangan pengajaran jilid 1. Jakarta : Erlangga. Wahyudin & Sudrajat. (2008). Peningkatan dan pengayaan matematika 3. Jakarta : CV. IPA Abong. Wahyudin. (2008). Kurikulum, pembelajaran, dan evaluasi. Jakarta : CV. IPA Abong. ________. (2008). Pembelajaran dan model-model pembelajaran. Jakarta : CV. IPA Abong. ________. (2010). Matematika statistika. Bandung : Epsilon Grup. Wardhani, Sri. (2008). Analisis SI dan SKL mata pelajaran matematika SMP/MTs untuk optimalisasi tujuan mata pelajaran matematika. Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika. Widjajanti, Djamilah Bondan. (2008). Kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru matematika : Apa dan bagaimana mengembangkannya. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, pada tanggal 30 Mei2008, di Yogyakarta. Wood, Leigh N. (2011). Practice and conceptions : Communicating mathematics in the workplace. Tersedia : http://www.springerlink.com. Diakses : 02 November 2011. http://mgmpmatoi.blogspot.com/2011/12/komunikasi-matematis-dalam-pembelajaran.html



RABU, 04 JUNI 2008



Reoresentasi Matematik REPRESENTASI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Syarifah Fadillah STKIP PGRI Pontianak PENDAHULUAN Tujuan pembelajaran matematika telah mengalami perubahan, tidak lagi hanya menekankan pada peningkatan hasil belajar, namun juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan: (1) komunikasi matematika (mathematical communication); (2) penalaran matematika (mathematical reasoning); (3) pemecahan masalah matematika (mathematical problem solving); (4) mengaitkan ide-ide matematika (mathematical connections); (5) representasi matematika (mathematical representation) (NCTM, 2000) Salah satu keterampilan matematika yang perlu dikuasai siswa adalah kemampuan representasi. Standar representasi pada National Council of Teacher of Mathematics (NCTM), menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: 1. menciptakan dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika; 2. memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi matematika untuk memecahkan masalah; 3. menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematika (NCTM, 2000). Ainsworth, Labeke, dan Peevers (2001) mengemukakan bahwa tugas-tugas kognitif siswa yang berkenaan dengan representasi adalah: 1. Siswa harus memahami suatu representasi (yaitu: mana yang merupakan bentuk dan operator dari suatu representasi). 2. Siswa harus memahami hubungan antara representasi dan domainnya. 3. Siswa harus menerjemahkan antar representasi. 4. Jika representasi dirancang mereka sendiri, siswa perlu memilih dan membangun representasi yang sesuai. Kemampuan representasi merupakan salah satu komponen proses standar dalam Principles and Standards for School Mathematics selain kemampuan pemecahan masalah, penalaran, komunikasi dan koneksi. Hal ini mengandung beberapa alasan. Menurut Jones (2000), terdapat tiga alasan mengapa representasi merupakan salah satu dari proses standar, yaitu: 1. kelancaran dalam melakukan translasi di antara berbagai jenis representasi yang berbeda merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki siswa untuk membangun suatu konsep dan berpikir matematika; 2. ide-ide matematika yang disajikan guru melalui berbagai representasi akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap siswa dalam mempelajari matematika; dan 3. siswa membutuhkan latihan dalam membangun representasinya sendiri sehingga siswa memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang baik dan fleksibel yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah. Pencantuman representasi sebagai komponen standar proses dalam Principles and Standards for School Mathematics cukup beralasan karena untuk berpikir matematika dan mengkomunikasikan ideide matematika, seseorang perlu merepresentasikannya dalam berbagai cara. Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa obyek dalam matematika itu semuanya abstrak dan untuk mempelajari dan memahami ide-ide abstrak itu memerlukan representasi. DEFINISI REPRESENTASI Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ahli berkenaan tentang representasi



sebagaimana dikemukakan berikut ini. 1. Representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi, sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, gambar, kata-kata, atau simbol matematika (Jones & Knuth, 1991). 2. Representasi merupakan cara yang digunakan seseorang untuk mengkomunikasikan jawaban atau gagasan matematik yang bersangkutan (Cai, Lane, & Jacabcsin, 1996: 243). 3. Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasangagasan atau ide-ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000: 67). 4. Terdapat empat gagasan yang digunakan dalam memahami konsep representasi. Pertama, representasi dapat dipandang sebagai abstraksi internal dari ide-ide matematika atau skemata kognitif yang dibangun oleh siswa melalui pengalaman; kedua, sebagai reproduksi mental dari keadaan mental yang sebelumnya; ketiga, sebagai sajian secara struktur melalui gambar, simbol ataupun lambang; dan yang terakhir, sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain (Pape & Tchoshanov dalam Luitel, 2001). 5. Representasi didefinisikan sebagai aktivitas atau hubungan dimana satu hal mewakili hal lain sampai pada suatu level tertentu, untuk tujuan tertentu, dan yang kedua oleh subjek atau interpretasi pikiran. Representasi menggantikan atau mengenai penggantian suatu obyek, penginterpretasian pikiran tentang pengetahuan yang diperoleh dari suatu obyek, yang diperoleh dari pengalaman tentang tanda representasi (Parmentier dalam Ludlow, 2001:39). 6. Representasi merupakan proses pengembangan mental yang sudah dimiliki seseorang, yang terungkap dan divisualisasikan dalam berbagai model matematika, yakni: verbal, gambar, benda konkret, tabel, model-model manipulatif atau kombinasi dari semuanya (Steffe, Weigel, Schultz, Waters, Joijner, & Reijs dalam Hudoyo, 2002: 47). 7. Representasi adalah suatu konfigurasi yang dapat menyajikan suatu benda dalam suatu cara (Goldin, 2002: 209). 8. Representasi adalah suatu konfigurasi dan sejenisnya yang berkorespondensi dengan sesuatu, mewakili, melambangkan atau menyajikan sesuatu (Palmer dalam Kaput & Goldin, 2004: 2). 9. Dalam psikologi umum, representasi berarti proses membuat model konkret dalam dunia nyata ke dalam konsep abstrak atau simbol. Dalam psikologi matematika, representasi bermakna deskripsi hubungan antara objek dengan simbol (Hwang, Chen, Dung, & Yang, 2007). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa representasi adalah ungkapan-ungkapan dari ide matematika yang ditampilkan siswa sebagai model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang sedang dihadapinya sebagai hasil dari interpretasi pikirannya. Suatu masalah dapat direpresentasikan melalui gambar, kata-kata (verbal), tabel, benda konkrit, atau simbol matematika. Jenis-jenis representasi akan dibicarakan lebih lanjut di bagian lain dari tulisan ini. Vergnaud (Goldin, 2002: 207) menyatakan representasi merupakan unsur yang penting dalam teori belajar mengajar matematika, tidak hanya karena pemakaian sistem simbol yang juga penting dalam matematik dan kaya akan kalimat dan kata, beragam dan universal, tetapi juga untuk dua alasan penting yakni: (1) matematika mempunyai peranan penting dalam mengkonseptualisasi dunia nyata; (2) matematika membuat homomorphis yang luas yang merupakan penurunan dari struktur hal-hal lain yang pokok. Penjelasan kedua alasan di atas yakni matematika merupakan hal yang abstrak, maka untuk mempermudah dan memperjelas dalam penyelesaian masalah matematika, representasi sangat berperan, yaitu untuk mengubah ide abstrak menjadi konsep yang nyata, misalkan dengan gambar, simbol, kata-kata, grafik dan lain-lain. Selain itu matematika memberikan gambaran yang luas dalam hal analogi konsep dari berbagai topik yang ada. Dengan demikian diharapkan bahwa bilamana siswa memiliki akses ke representasi-representasi dan gagasan-gagasan yang mereka tampilkan mereka, maka mereka memiliki sekumpulan alat yang secara signifikan siap memperluas kapasitas mereka dalam berpikir secara matematis(NCTM, 2000).



JENIS-JENIS REPRESENTASI Hiebert dan Carpenter (dalam Hudojo, 2002) mengemukakan bahwa pada dasarnya representasi dapat dinyatakan sebagai internal dan eksternal. Berpikir tentang ide matematika yang kemudian dikomunikasikan memerlukan representasi eksternal yang wujudnya antara lain: verbal, gambar dan benda konkrit. Berpikir tentang ide matematika yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas dasar ide tersebut merupakan representasi internal. Representasi internal dari seseorang sulit untuk diamati secara langsung karena merupakan aktivitas mental dari seseorang dalam pikirannya (minds-on). Tetapi representasi internal seseorang itu dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan representasi eksternalnya dalam berbagai kondisi; misalnya dari pengungkapannya melalui kata-kata (lisan), melalui tulisan berupa simbol, gambar, grafik, tabel ataupun melalui alat peraga (hands-on). Dengan kata lain terjadi hubungan timbal balik antara representasi internal dan eksternal dari seseorang ketika berhadapan dengan sesuatu masalah. Schnotz (dalam Gagatsis, 2004) membagi representasi eksternal dalam dua kelas yang berbeda yaitu representasi descriptive dan depictive. Representasi descriptive terdiri atas simbol yang mempunyai struktur sembarang dan dihubungkan dengan isi yang dinyatakan secara sederhana dengan makna dari suatu konvensi, yakni teks, sedangkan representasi depictive termasuk tandatanda ikonic yang dihubungkan dengan isi yang dinyatakan melalui fitur struktural yang umum secara konkret atau pada tingkat yang lebih abstrak, yaitu, display visual. Lebih lanjut Gagatsis dan Elia (2004) mengatakan bahwa untuk siswa kelas 1, 2 dan 3 sekolah dasar, representasi dapat digolongkan menjadi empat tipe representasi, yaitu representasi verbal (representasi descriptive), gambar informational, gambar decorative, dan garis bilangan (representasi depictive). Cai, Lane, dan Jacabcsin (1996: 243) menyatakan bahwa ragam representasi yang sering digunakan dalam mengkomunikasikan matematika antara lain: tabel, gambar, grafik, pernyataan matematika, teks tertulis, ataupun kombinasi semuanya. Sementara Steffe, Weigel, Schultz, Waters, Joijner, Reijs (Hudoyo, 2002: 47) menggolongkan representasi menjadi: verbal, gambar, benda konkret, tabel, model-model manipulatif atau kombinasi dari semuanya. Shield & Galbraith (dalam Neria & Amit, 2004) menyatakan bahwa siswa dapat mengkomunikasikan penjelasan-penjelasan mereka tentang strategi matematika atau solusi dalam bermacam cara, yaitu secara simbolis (numerik dan/atau simbol aljabar), secara verbal, dalam diagram, grafik, atau dengan tabel data. Lesh, Post dan Behr (dalam Hwang, Chen, Dung, & Yang, 2007) membagi representasi yang digunakan dalam pendidikan matematika dalam lima jenis, meliputi representasi objek dunia nyata, representasi konkret, representasi simbol aritmetika, representasi bahasa lisan atau verbal dan representasi gambar atau grafik. Di antara kelima representasi tersebut, tiga yang terakhir lebih abstrak dan merupakan tingkat representasi yang lebih tinggi dalam memecahkan masalah matematika. Kemampuan representasi bahasa atau verbal adalah kemampuan menerjemahkan sifatsifat yang diselidiki dan hubungannya dalam masalah matematika ke dalam representasi verbal atau bahasa. Kemampuan representasi gambar atau grafik adalah kemampuan menerjemahkan masalah matematik ke dalam gambar atau grafik. Sedangkan kemampuan representasi simbol aritmatika adalah kemampuan menerjemahkan masalah matematika ke dalam representasi rumus aritmatika. CONTOH SOAL REPRESENTASI Biaya percakapan dengan menggunakan Simpati PeDe diperlihatkan pada diagram di bawah ini. Gunakan informasi dari diagram tersebut untuk menentukan berapa biaya percakapan untuk pembicaraan selama 10 menit Biaya (Rp) 012345



1620



1590 1560 1530 1500



Waktu (menit)



Untuk menyelesaikan soal tersebut siswa dapat menggunakan berbagai representasi, misalnya menggunakan grafik dengan memperpanjang garisnya, atau menggunakan tabel data dan dapat pula menyatakannya dengan persamaan (simbolik), ataupun dengan menggunakan representasi verbal. DAFTAR PUSTAKA Ainsworth S, Labeke V.N., & Peevers G. (2001). Learning with Multiple Representations. [on-line]. Available: http://www. psychology.nottingham. ac.uk./ staff/Shaaron,Ainsworth.hmtl [3 Maret 2008]. Cai, Lane, Jacabcsin (1996), “Assesing Students’ mathematical communication”. Official Journal of Science and Mathematics. 96(5) Elia, Iliada. (2007). Multiple representations in mathematical problem solving: Exploring sex differences. [on-line]. Available: http://www. prema.iacm. forth.gr docs/ws1/papers/Iliada%20Elia.pdf. [10 November 2007] Gagatsis, Athanasios A Review of The Research on The Role of External Representations on Understanding And Learning Mathematics And Problem Solving. [on-line]. Available: http://www ........................[18 Desember 2007]. Goldin, G. A. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem Solving. In L.D English (Ed) International Research in Mathematical Education IRME, 197-218. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Hudoyo, H (2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. ISSN: 085-7792. Tahun viii, edisi khusus. Hwang, W.-Y., Chen, N.-S., Dung, J.-J., & Yang, Y.-L. (2007). Multiple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical Problem Solving using a Multimedia Whiteboard System. Educational Technology & Society, Vol 10 No 2, pp. 191-212. Jones, A.D. (2000). The Fifth Process Standart:An Argument to Include Representation in Standards 2000. [on-line]. Available: http://www. math.umd.edu/~dac/650/ jonespaper.hmtl [10 Desember 2007]. Jones, B.F., & Knuth, R.A. (1991). What does research ay about mathematics? [on-line]. Available: http://www. ncrl.org/sdrs/areas/stw_esys/2math.html. [12 Februari 2008]. Kaput, JJ dan Goldin, G. A. (2004). A Join Persepective on the Idea of Representation in Learning and Doing Mathematics. [on-line]. Available:http://www. simlac.usmassad.edu. [18 Desember 2007].



Ludlow, A.S. (2001). The Object-process Duality of Representation: A peircean Perspective. In H. Hitt (Ed). Working Group on Representation and Mathematics visualization (1998 – 2001). [on-line]. Available: http://www. matedu.cinvestav.mx/Adalira.pdf [10 November 2007]. Luitel, B.C. (2001). Multiple Representations of Mathematical Learning. [on-line]. Available: http://www. matedu.cinvestav.mx/adalira.pdf [18 Desember 2007]. National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM. Neria, Dorit & Amit, Miriam. (2004). Students Preference Of Non-Algebraic Representations In Mathematical Communication. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education Vol. 3, pp. 409 - 416



http://fadillahatick.blogspot.com/2008/06/reoresentasi-matematik.html