Need Dan Demand Pelayanan Kesehatan Tugassss EKOKES [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Need dan Demand Pelayanan Kesehatan Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah ekonomi kesehatan



Di susun oleh: Bella Ramadhani Ferri Aris Setiawan Melly Amelia Shifa Faizah



Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta Selatan



Ayat Al-Qur’an atau Hadist yang terkait dengan “Need dan Demand Pelayanan Kesehatan” “…Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertawalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah maha berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maa-idah : 2) . “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” ( Q.S. Al-Israa : 7) “…dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…” (Q.S. Al-Qashash : 77) “Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…” (Q.S. Ali Imran :159)



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Pada dasarnya kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya standar hidup seseorang. Status kesehatan yang baik dibutuhkan oleh manusia untuk menopang semua aktivitas hidup. Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tersebut dengan menginvestasikan dan atau mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa kesehatan. Maka untuk mencapai kondisi kesehatan yang baik tersebut dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. Teori ekonomi mikro tentang permintaan (demand) jasa pelayanan kesehatan menyebutkan bahwa harga berbanding terbalik dengan jumlah permintaan jasa pelayanan kesehatan. Teori ini mengatakan bahwa jika jasa pelayanan kesehatan merupakan normal good, makin tinggi income keluarga maka makin besar demand terhadap jasa pelayanan kesehatan tersebut. Sebaliknya jika jenis jasa pelayanan kesehatan tersebut merupakan inferior good, meningkatnya pendapatan keluarga akan menurunkan demand terhadap jenis jasa pelayanan kesehatan tersebut. Nilai guna pelayanan kesehatan dapat dilihat dari kualitas pelayanan kesehatan sehingga akan membentuk sebuah kepuasan pelanggan. Kualitas pelayanan kesehatan bersifat multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) maka pengertian kualitas pelayanan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramahtamahan petugas dalam melayani pasien, kerendahan hati dan kesungguhan. Ditinjau dari penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider) maka kualitas pelayanan lebih terkait pada kesesuaian pelayanan yang ilmu



dan



otonomi



teknologi yang



diselenggarakan



dengan



perkembangan



kedokteran mutakhir. Hal ini terkait pula dengan



dimiliki



oleh



masing-masing



profesi



dalam



menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.



1.2



Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi demand dalam pelayanan kesehatan? 2. Bagaimana definisi need dalam pelayanan kesehatan? 3. Apa



saja



faktor-faktor



yang



mempengaruhi



demand



pelayanan



kesehatan? 4. Bagaimana elastisitas demand pelayanan kesehatan? 1.3



Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari demand dalam pelayanan kesehatan 2. Untuk mengetahui definisi dari need dalam pelayanan kesehatan 3. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan 4. Untuk mengetahui konsep elastisitas demand pelayanan kesehatan



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Demand Pelayanan Kesehatan Ada dua pendekatan yang digunakan untuk membahas permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Yang pertama ialah the agency relationship atau dikenal juga dengan supllier induced demand model. Sedangkan pendekatan yang kedua adalah investment model yang diajukan oleh Grossman (1972a-1972b). Perbedaan yang utama diantara dua pendekatan tersebut adalah terletak pada asumsinya tentang kedudukan pasien dalam model demand tersebut. Pada pendekatan pertama dikatakan peranan pasien sangat kecil dibandingkan peranan ahli kesehatan. sementara Grossman mengatakan bahwa si pasien cukup memiliki informasi dan kebebasan dalam menentukan demandnya sendiri. A. Demand Menurut Model Agency Relationship Dalam pendekatan ini dokter bertindak sebagai agen bagi pasiennya yang kurang mempunyai informasi tentang segala sesuatu yang menyangkut pelayanan kesehatan. Kejadian ini tiada lain disebabkan oleh sifat komoditi pelayanan kesehatan yang akhirnya mengacu kepada situasi di mana dokterlah yang secara efektif sering bertindak untuk melakukan permintaan (demanding). Untuk menunjang hubungan tersebut dapat beroperasi secara efisien, menurut Artells (1981) diperlukan tiga kelompok informasi yaitu: 1) Pengetahuan dasar mengenai masalah-masalah medis, yaitu suatu bentuk informasi yang pada dasarnya pasien tidak harus memikirkannya. Informasi ini menyangkut pengetahuan khusus untuk



melakukan



penilaian



status



kesehatan



dan



mengidentifikasikan perawatan apa saja yang tersedia. 2) Keterangan



tentang



keadaan



pasien,



yang



meliputi



pengetahuan tentang simptom pasien, sejarah kesehatan dan keadaan lingkungan pasien sehingga memungkinkan dokter untuk menerapkan ilmu kedokterannya terhadap kasus yang saat ini tengah dia temui pada pasiennya. Juga yang termasuk



dalam informasi ini adalah posisi keuangan pasien dan sumber keuangan lainnya yang dia miliki. 3) Informasi tentang penilaian pasien sendiri mengenai penyakit yang tengah dideritanya. Pada penilaian ini termasuk di dalamnya preferensi pasien atas berbagai alternatif perawatan yang



tersedia,



sikapnya



dalam



menghadapi



risiko



dan



penilaiannya atas kemungkinan trade-off dari beraneka dimensi keadaan sehat. Di balik agency relationship hubungan individuil antara si dokter dan si pasien, masih ada bentuk hubungan lain yang melibatkan grup dokter (dengan atau grup ahli medis lainnya seperti perawat, bidan, dan sebagainya) dengan grup pasien yang menjadi tanggung jawab mereka semua. B. Demand Menurut Model Grossman Model Grossman merupakan konsep dimana lebih menekankan terhadap demand pelayanan kesehatan melalui investasi, asuransi, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kesehatan



demi



mencapai keadaan sehat. Grossman juga menguraikan bahwa demand untuk kesehatan memeliki beberapa hal yang membedakan dengan pendekatan tradisional demand dalam sector lain : 1. Yang diinginkan masyarakat atau konsumen adalah kesehatan, bukan pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan merupakan derived demand sebagai input untuk menghasilkan kesehatan. Dengan demikian demand untuk pelayanan rumah sakit umumnya berbeda dengan demand untuk pelayanan hotel. 2. Masyarakat tidak memebeli kesehatan dari pasar secara pasif. Masyarakat menghasilkannya, menggunakan waktu untuk usaha-usaha peningkatan kesehatan, disamping menggunakan pelayana kesehatan. 3. Kesehatan dapat dianggap sebgai bahan investasi karena tahan lama dan tidak terdepresisasi dengan segera. 4. Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan konsumsi sekaligus sebagai bahan investasi.



2.2 Definisi Need Pelayanan Kesehatan Need terhadap pelayanan kesehatan merupakan fungsi dari need terhadap kesehatannya sendiri; dengan didasari oleh pengalaman yang selama itu dilalui oleh seseorang. Dalam berbagai perdebatan tentang need, cenderung terjadi salah kaprah dan melupakan keterkaitan di antara keduanya. Banyak perdebatan yang sering tidak jelas memakai istilah need tersebut. Dan bahkan ada yang mengaburkan pendengarnya tentang need mana yang dimaksudkan oleh pembicara. Bagi para ekonom, need adalah sesuatu pengertian yang evaluatif dan normatif, yaitu yang mempunyai suatu objek yang melandasinya. Dalam setiap pembahasan tentang total need, maka yang perlu digarisbawahi ialah bahwa tidak seluruh need akan dapat dipenuhi. Dengan demikian akan terdapat sebuah ranking need, dalam pengertian-ceteris paribus- kita akan lebih memilih satu need untuk dipenuhi dibanding need yang lain, bila need yang dipilih tadi akan memberikan manfaat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dipilih. Tapi mungkin asumsi ceteris paribus tadi tidak dapat terpenuhi. Khususnya bila dikaitkan dengan persoalan biaya. Dengan konsep opportunity cost yang telah ada jelas bahwa pemilihan need mana yang akan dipenuhi akan harus merupakan bagian dari fungsi biayanya. Itu berarti dalam rangka memenuhi suatu need tidak perlu mekanisme yang paling efektif yang harus dipilih. Sekali lagi kemungkinan untuk memenuhi suatu need merupakan fungsi dari biaya dan manfaat yang terkandung dibelakangnya; yaitu biaya dan manfaat yang marjinal. Need bukan merupakan suatu yang absolut maupun terbatas. Need adalah sesuatu yang dinamis dan cenderung untuk terus tumbuh bersama dengan berjalannya waktu. Dan dalam kasus ini



pertumbuhan need



tersebut akan bisa dilihat merupakan sebagian dari perkembangan penawaran fasilitas pelayanan kesehatan. Dapat diambil beberapa ide pokok yang berkaitan dengan uraian tentang need : 1. Need tidak selalu harus dijelaskan dengan tanpa mempertimbangkan apakah hasil akhir yang ingin dicari serta jenis pelayanan kesehatan manakah yang dijadikan instrumennya.



2. Pengabaian kemungkinan pertukaran dalam rangka memenuhi suatu need nampaknya akan merupakan persoalan awal dari timbulnya masalah ketidakefisienan. 3. Bagaimanapun kita mendefinisikan need maka hampir selalu timbul usaha bagi pihak ketiga yang terlibat ke dalam proses penilaian; berbeda halnya dengan demand di mana konsumenlah yang berdaulat (sovereign). 4. Need tidak absolut. 5. Need harus diranking dan juga harus dihitung. 6. Kontribusi utama dari ilmu ekonomi ke dalam needology diderivasikan dari pasar pengertian bahwa need mana yang akan dipenuhi akan tergantung sekali dengan biaya-manfaat untuk memenuhi need tersebut.



2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Demand Pelayanan Kesehatan Menurut Fuchs (1998), Dunlop dan Zubkoff (1981) faktor-faktor yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan antara lain : 1. Kebutuhan Berbasis Fisiologis Kebutuhan berbasis pada aspek fisiologis menekankan pentingnya keputusan petugas medis yang menentukan perlu tidaknya seseorang mendapat pelayanan medis. Keputusan petugas medis ini akan mempengaruhi penilaian seseorang akan status kesehatannya. Dengan keadaan seperti ini demand terhadap pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan atau dikurangi. Faktorfaktor ini dapat diwakilkan dalam pola epidemiologi yang seharusnya diukur berdasarkan kebutuhan masyarakat. Namun, data epidemiologi yang ada sebagian besar menggambarkan demand, bukan kebutuhan (needs).



2. Penilaian Pribadi akan Status Kesehatan Secara



sosio-antropologis,



dipengaruhi oleh



penilaian



pribadi



kepercayaan, budaya, dan



akan



status



kesehatan



norma-norma sosial di



masyarakat. Indonesia sebagai negara Timur sejak dahulu telah mempunyai pengobatan alternatif dalam bentuk pelayanan dukun ataupun tabib. Pelayanan ini sudah berumur ratusan tahun sehingga dapat dilihat demand terhadap pelayanan pengobatan alternatif ada dalam masyarakat. Sebagai



contoh, untuk berbagai masalah kesehatan jiwa peranan dukun masih besar. Di samping itu, masalah persepsi mengenai risiko sakit merupakan hal yang penting.



3. Variabel-Variabel Ekonomi Tarif Hubungan tarif dengan demand terhadap pelayanan kesehatan adalah negatif. Semakin tinggi tarif maka demand akan semakin rendah. Hubungan negatif ini secara khusus terlihat pada keadaan pasien yang mempunyai pilihan. Pada pelayanan rumah sakit, tingkat demand pasien sangat dipengaruhi oleh keputusan dokter. Keputusan dari dokter mempengaruhi length of stay, jenis pemeriksaan, keharusan untuk operasi, dan berbagai tindakan medik lainnya. Pada keadaan yang darurat, butuh penanganan pelayanan segera seperti kecelakaan yang jika tidak segera ditangani maka pasien akan meninggal atau cacat seumur hidup, maka faktor tarif mungkin tidak berperan dalam mempengaruhi demand, sehingga elastisitas harga bersifat inelastik. Masalah tarif ini merupakan hal yang kontroversial. Pernyataan normatif di masyarakat memang mengharapkan bahwa tarif rumah sakit harus rendah agar masyarakat miskin mendapat akses. Akan tetapi tarif yang rendah dengan subsidi yang tidak cukup dapat menyebabkan mutu pelayanan turun bagi orang miskin dan hal ini menjadi masalah besar dalam manajemen rumah sakit.



4. Penghasilan Masyarakat Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan demand untuk pelayanan kesehatan yang sebagian besar merupakan barang normal. Akan tetapi, ada pula sebagian pelayanan kesehatan yang bersifat barang inferior, yaitu adanya kenaikan penghasilan masyarakat justru menyebabkan penurunan konsumsi. Hal ini terjadi pada rumah sakit pemerintah di berbagai kota dan kabupaten. Ada pula kecenderungan mereka yang berpenghasilan tinggi tidak menyukai pelayanan kesehatan yang menghabiskan banyak waktu. Hal ini diantisipasi oleh rumah saikit-rumah sakit yang menginginkan pasien dari golongan



mampu



untuk



mengasntisipasinya.



Contohnya



dengan



menyediakan layanan rawat jalan dengan perjanjian. Faktor penghasilan



masyarakat dan selera mereka merupakan bagian penting dalam analisis demand untuk keperluan pemasaran rumah sakit.



5. Asuransi Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Pada negara-negara maju, faktor asuransi kesehatan menjadi penting dalam hal demand pelayanan kesehatan. sebagai contoh, di Amerika Serikat masyarakat tidak membayar langsung ke pelayanan kesehatan, tetapi melaui sistem asuransi kesehatan. di samping itu, dikenal pula program pemerintah dalam bentuk jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan orang tua. Program pemerintah ini sering disebut sebagai asuransi sosial. Adanya asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan dapat meningkatkan demand terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian, hubungan asuransi kesehatan dengan demand terhadap pelayanan kesehatan bersifat positif. Asuransi kesehatan bersifat dapat mengurangi efek faktor tarif yang menghambat orang-orang yang kurang mampu mendapatkan pelayanan kesehatan. peningkatan demand ini dipengaruhi pula oleh faktor moral hazard. Seseorang yang tercakup oleh asuransi kesehatan akan terdorong menggunakan pelayanan kesehatan sebanyak-banyaknya.



6. Jenis Kelamin Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa demand terhadap pelayanan kesehatan oleh wanita ternyata lebih tinggi dibanding dengan lakilaki. Hasil ini sesuai dengan dua perkiraan. Pertama, wanita mempunyai insidensi penyakit yang lebih tinggi dibanding dengan laki-laki. Kedua, karena angka kerja wanita lebih rendah maka kesediaan meluangkan waktu untuk pelayanan kesehatan lebih besar dibanding dengan laki-laki. Akan tetapi, pada kasus-kasus yang bersifat darurat perbedaan antara wanita dan laki-laki tidaklah nyata.



7. Pendidikan Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai demand yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran akan status kesehatan, dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan.



Faktor-Faktor Lain Berbagai faktor lain yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan, yaitu: 1. Pengiklanan Iklan merupakan faktor yang sangat lazim digunakan dala bisnis komoditas ekonomi untuk meningkatkan demand. Akan tetapi, sektor pelayanan kesehatan secara tradisional dilarang karena bertentangan dengan etika dokter dan apabila akan diberikan maka dalam bentuk informasi mengenai pelayanan rumah sakit. Pelayanan kesehatan tradisional seperti para tabib, dukun, dan pengobatan alternatif sudah lazim melakukan iklan di surat kabar dan majalah. Berbagai rumah sakit di Indonesia telah memperhatikan faktor pengiklanan sebagai salah satu cara peningkatan demand.



2. Tersedianya Dokter dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tersedianya dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan faktor lain yang meningkatkan demand. Fuchs (1998) menyatakan bahwa pada asumsi semua faktor lain tetap, kenaikan jumlah dokter spesialis bedah sebesar 10% akan meningkatkan jumlah operasi sebesar 3%. Kehadiran dokter gigi akan meningkatkan demand untuk pelayanan kesehatan mulut. Keberadaan dokter spesialis THT akan meningkatkan demand untuk operasi tonsilektomi. Kehadiran dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dengan peralatan operasi akan meningkatkan demand untuk pelayanan bedah caesar.



3. Inflasi Efek inflasi terhadap demand terjadi melalui perubahan-perubahan pada tarif pelayanan rumah sakit, jumlah relatif pendapatan keluarga, dan asuransi kesehatan. Faktor ini harus diperhatikan oleh rumah sakit karena pada saat inflasi tinggi, ataupun pada resesi ekonomi, demand terhadap pelayanan kesehatan akan dapat terpengaruh. Pada saat krisis ekonomi di Indonesia, tercatat berbagai rumah sakit di Yogyakarta tidak mengalami penurunan demand. Justru bangsalbangsal VIP tidak menurun penghuninya, bahkan menunjukkan



kecenderungan naik. Salah satu dugaan adalah pasien kaya yang bisa pergi ke Jakarta atau Singapura, mengubah perilakunya untuk mencari penyembuhan pada rumah sakit di Yogyakarta. Ketika kasus SARS merebak di Singapura, pengamatan menunjukkan bahwa BOR kelas VIP sebuah kota besar di Indonesia ternyata meningkat. Ada kemungkinan penduduk Indonesia yang demand mencari pengobatan biasa ke Singapura, kemudian mengubahnya ke Indonesia akibat takut terkena SARS.



2.4 Elastisitas Pelayanan Kesehatan Dalam pengukuran perubahan antara dua momen, hal penting lain yang perlu dibahas adalah unsur elastisitas. Elastisitas adalah ukuran derajat kepekaan jumlah



permintaan



terhadap



perubahan



salah



satu



faktor



yang



mempengaruhinya. Beberapa macam konsep elastisitas yang berhubungan dengan permintaan yaitu elastisitas harga dan elastisitas permintaan.



Elastisitas harga Bila harga bangsal VIP dinaikan 50%, apakah para pengguna bangsal VIP akan turun 50%, 10%, ataukah turun 75% ? pertanyaan ini sangat penting terutama bagi konsumen yang mempunyai anggaran terbatas. Kemungkinan konsumen akan berpindah bangsal kelas I,II, atau menggunakan bangsal VIP di rumah sakit lain yang tidak naik, cateris paribus. Perbandingan perubahan persentase ini menghasilkan konsep elastisitas harga yang diukur dengan formal.



Pemakaian tanda negatif (-) di depan perbandingan untuk menghindari hasil negatif karena dengan hukum permintaan barang normal apabila terjadi kenaikan harga maka akan terjadi penurunaan permintaan barang. Bila £h > 1 berarti bahwa permintaan elastis. Dalam hal ini persentase penurunaan permintaan lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan harga dapat dinyatakan bahwa barang tersebut sangat responsif terhadap kenaikan sehingga total pengeluaran untuk barang tersebut menjadi turun.



Bila £h < 1 berarti bahwa permintaan inelastis. Artinya jumlah yang diminta tidak reponsif terhadap kenaikan harga persentase penurunan permintaan lebih kecil dibandingkan dengan persentase kenaikan harga. Hasilnya konsumen akan membelanjakan uangnya lebih banyak pada barang yang inelastis tersebut. Bentuk tengah dari elastisitas adalah elastistitas tunggal (Unit elastic) ditunjukan oleh £h = 1. Arti elastis tunggal adalah persentase kenaikan harga adalah sama dengan persentase penurunan permintaan.



Faktor-faktor penentu elatisitas harga Menurut kantz and rosen 1998 beberapa faktor yang menentukan elastisitas harga sebagai berikut: 1. Adanya barang substitusi cenderung mendorong barang lebih elastis. sebagai contoh orang menganggap rumah sakit swasta sebagai substitusi yang dekat dengan rumah sakit pemerintah. Jika di rumah sakit pemerintah lebih mahal dan kualitas pelayanannya yang kurang, maka akan banyak konsumen yang beralih ke rumah sakit swasta, cateris paribus. Dengan demikian, elastis harga rumah sakit pemerintah elastis. 2. Elastisitas tergantung pada beberapa besar bagian dari barang tersebut pada anggaran konsumen. Secara umum, semakin kecil bagian (fraksi) dari pendapatan yang dipergunakan untuk membeli barang tersebut, maka elastisitasnya cenderung semakin kecil, cateris paribus. 3. Elatisitas harga tergantung pada waktu pengambilan analisis. Waktu pengambilan nilai elastisitas sangat penting untuk diperhatikan. Sebagai contoh satu minggu setelah kenaikan harga bangsal VIP kemudian dilakukan pengukuran elastisitas. Hasilnya kan berbaeda jika dilakukan pengukuran kembali setelah dua bulan pengukuran berikutnya. Kemungkinan elatisitas akan semakin kurang setelah masyarakat terbiasa dengan harga baru.



Elastisitas harga silang Prinsip elastisitas berlaku pula pada barang-banrang substistusi, dan barangbarang yang bersifat komplementer. Elastisitas harga secara silang untuk permintaan y terhadap perubahan barang harga z adalah persentase perubahan permintaan barang x akibat perubahan persentase harga barang y. secara umum dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:



Sebagai catatan, tidak seperti elastis harga, dalam hal ini tidak tanda negatif pada rumus £xy. Elastisitas harga silang dapt menjadi positif atau negatif karena kan memberikan tanda mengenai jenis hubungan barang X dan Y. jika X dan Y bersifat substitusi, kenaikan terhadap barang Y, maka konsumsi barang X akan meningkat, sehingga £xy akan positif. Sedangkan apabila X dan Y adalah komplemen



maka



£xy



akan



negatif.



Untuk



barang-barang



yang



tidak



berhubungan maka £xy akan 0. Elastisitas pendapatan Penggunaan kosep elatisitas dapat dipergunakan untuk menilai dampak perubahan pendapatan (income) seseorang terhadap konsumsi suatu barang. Elastisitas pendapatan didefiniskan sebagai persentase perubahanpermintaan terhadap suatu barang dalam hubungannya dengan perubahan pendapatan (income) nyata konsumen. Secara umum dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:



Seperti elatisitas harga silang, elastisitas pendapatan dapat positif atau negatif. Untuk barang normal, EI bertanda positif, dan untuk barang inferior EI bertanda negatif. Barang-barang kebutuhan pokok biasanya mempunyai £ I < 1, sedangkan untuk barang-barng tidak pokok (barang-barang mewah) £I > 1. Barang-barang mewah mempunyai ciri menarik yaitu persentase kenaikan pendapatan terkaitdengan persentase konsumsi barang tersebut dengan besaran yang lebih besar.



STUDI KASUS Dikutip dari www.jpnn.com Artikel mengenai “Suami Meninggal, Istri Terima Rp 2,8 Miliar dari BPJS TK” ”Berkat keikutsertaan BPJS (TK) suami dari perusahaan kami sangat terbantu. Mohon doanya agar anak-anak kami bisa menjadi sukses,” ujar sang istri setelah menerima cek senilai lebih dari Rp 2,8 miliar dari Kakanwil BPJS TK DKI Hardi Yuliwan. Saat dilarikan ke RS MMC, dia dinyatakan meninggal di ruang gawat darurat. Meski tergolong kepesertaan baru, yakni sejak April 2008, ahli waris berhak atas klaim 56 kali gaji dari program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Selain itu berhak pula klaim daro program Jaminan Hari Tua (JHT) dan santunan berkala.



Dengan mengikutkan BPJS TK, pihak perusahaan diuntungkan. Sebab kalau tidak dijaminkan ke BPJS TK, maka perushaaanlah yang harus membayar jaminan sosial karywan. ”Kalau begini maka terjadi pengalihan risiko finansial perusahaan,” paparnya. Hardi mengatakan, kasus tersebut sebenarnya masuk kategori meninggal karena sakit.



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Secara umum keadaan demand dan need pelayanan kesehatan dapat dilukiskan dalam suatu konsep yang disebut fenomena gunung es. Konsep ini mengacu pada pengertian bahwa demand yang benar seharusnya merupakan bagian dari need. Secara konseptual, need akan pelayanan kesehatan dapat berwujud suatu gunung es yang hanya sedikit puncaknya terlihat sebagai demand. “sedikit” tersebut bersifat variatif. Di negara-negara maju mungkin puncak gunung es akan terlihat relatif besar bila dibanding dengan negaranegara yang masih dalam keadaan miskin. Pelayanan kesehatan tentunya berusaha agar batas air menjadi serendah mungkin. Menurut Fuchs (1998), Dunlop dan Zubkoff (1981) faktor-faktor yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan antara lain: kebutuhan berbasis pada aspek fisiologis; penilaian pribadi akan status kesehatannya; variabelvariabel ekonomi seperti tarif, ada tidaknya sistem asuransi, dan penghasilan; variabel-variabel demografis dan organisasi. Di samping faktor-faktor tersebut terdapat faktor lain misalnya, pengiklanan, pengaruh jumlah dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengaruh inflasi. Faktor-faktor ini satu sama lain saling terkait secara kompleks. Dalam pengukuran perubahan antara dua momen, hal penting lain yang perlu dibahas adalah unsur elastisitas. Elastisitas adalah ukuran derajat kepekaan jumlah



permintaan



terhadap



perubahan



salah



satu



faktor



yang



mempengaruhinya. Beberapa macam konsep elastisitas yang berhubungan dengan permintaan yaitu elastisitas harga dan elastisitas permintaan.



DAFTAR PUSTAKA Mills, anna dan lucy Gilson. 1990. Ekonomi Kesehatan Untuk Negara-negara Sedang Berkembang. Jakarta: Dian Rakyat. Tjiptoherijanto, Prijono. (1994). Ekonomi Kesehatan. Jakarta: PT. Rhineka Cipta. Trisnantoro, Laksono. 2005. Memahami Penanggulangan Ilmu Ekonomi dalam Menejemen Rumah Sakit. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. www.jpnn.com/read/2014/09/19/258730/Suami-Meninggal,-Istri-Terima-Rp-2,8Miliar-dari-BPJS-TK- diunduh pada tanggal 24-september-2014 pukul 15.40.