NKP Menuju Kep Polri 2025 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1. Latar Belakang Dalam rangka percepatan pelaksanaan Rencana Strategis Polri Tahap III (2016 – 2025) yaitu mengejar kesempurnaan, Polri harus bersiap mengikuti perkembangan masyarakat yang makin kompleks menuntut pembangunan institusi Polri Nasional untuk makin mengutamakan nilai – nilai dan kapabilitas



dalam



keunggulan,



integritas,



akuntabilitas,



transparansi,



berkualitas, berbasis teknologi dan pengetahuan mutakhir, dengan strategi pemolisian yang mampu memecahkan masalah kejahatan sampai ke-akarakarnya. Adapun sebelum pada rencana strategis Polri tersebut merupakan pemikiran utama dari Kajian Grand Strategi Polri menuju tahun 2025, yang beranjak pada Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 dan Undang-Undang Perencanaan Nasional No. 25 Tahun 2004 dan mengharuskan institusi publik termasuk Polri untuk memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) untuk menunjang RPJP Nasional berjangka 20 tahun. Di samping itu Polri memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang merupakan Rencana Strategi (Renstra) bagi Polri dengan jangka waktu 5 tahun sebagai pentahapan dari RPJP Polri. Sejalan dengan perubahan yang berkesinambungan pada masyarakat, serta makin canggihnya penyebaran kriminalitas di Indonesia maupun global; tuntutan terciptanya rasa aman dan ketertiban yang berbasis keadilan semakin penting perannya bagi peningkatan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Kepolisian Republik Indonesia sebagai institusi mandiri di masa mendatang memfokuskan pada upaya



1



mewujudkan kualitas Polisi yang dapat dipercaya, handal dalam profesi, efektif dalam kinerja dan berjiwa sipil. Menyikapi



perkembangan



tersebut



dalam



rangka



tercapainya



Kepemimpinan Polri Tahun 2025 yaitu MENGEJAR KESEMPURNAAN maka apakah strategi yang dicanangkan (Rencana Strategis Dalam Grand Strategi Polri Menuju Tahun 2025) telah tercapai dan dilaksanakan oleh Polri. Karena pada saat ini Polri telah melaksanakan tahap I dan belum pada menjalankan strategi dalam tahap II (2011 – 2015) : Strategi berorientasi kemitraan dengan aparat penegak hukum lain. 2. Pokok Masalah dan Persoalan a. Pokok Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dirumuskan pokok permasalahannya sebagai berikut : “Untuk menuju pada Kepemimpinan Polri 2025 akan dapat diwujudkan secara optimal apabila Rencana Strategis Polri tahap I terciptakan dan dilaksanakan dengan optimal” b. Persoalan Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan maka pokok persoalan dalam penulisan Naskah Karya Perorangan ini, yaitu : a. Bagaimana hasil evaluasi Rencana Strategis Polri Tahap I? b. Bagaimana upaya Polri mewujudkan Rencana Strategis Polri tahap III? 3. Ruang lingkup Ruang lingkup penulisan Naskah Karya Perorangan ini penulis batasi pada Strategi Polri Dalam Mewujudkan Kepemimpinan Polri 2025.



2



4. Tata urut a. Bab I Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang mengapa Naskah Karya Perorangan ini dipilih dan diuraikan tentang hal-hal yang menjadikan



pertimbangan



yang



kemudian



dimunculkan



permasalahan dan persoalan yang akan menjadi pokok bahasan. b. Bab II Landasan teori Bab ini berisikan tentang teori-teori Buku Biru “Grand Strategi Polri Menuju Tahun 2025” c. Bab III Kondisi awal Dalam bab ini diuraikan tentang keadaan yang terjadi pada tahap I Buku Biru “Grand Strategi Polri Menuju Tahun 2025” d. Bab IV faktor-Faktor yang mepengaruhi Bab ini memaparkan faktor-faktor yang menyebabkan kondisi itu terjadi e. Bab V Kondisi yang diharapkan Di dalam dipaparkan tentang idealnya fungsi dari penegakan hukum f. Bab VI upaya pemecahan Bab ini membahas mengenai strategi yang digunakan . g. Bab VII Penutup Dalam bab ini penulis membuat kesimpulan dari pembahasan.



3



BAB II LANDASAN TEORI Ketetapan MPR Tahun 2000 tentang Kemandirian Polri, yang dipisahkan dari TNI, sebagai institusi pelayanan keamanan, telah mendorong Polri menyusun pedoman pembaruan Polri dengan Buku Biru “Reformasi Menuju Polri yang Profesional”. Tiga aspek penting telah ditempuh dalam reformasi Polri sampai sekarang; yaitu aspek Struktural (seperti struktur organisasi dan sifat kemandirian), Instrumental (seperti Kode Etik dan kompetensi pelayanan), serta aspek Kultural (seperti perilaku sipil para Polisi). Aspek pertama dan kedua telah berjalan lancar, sedangkan reformasi Aspek Kultural masih terus dikembangkan bentuknya. Dalam mencermati kemungkinan-kemungkinan masa depan,



Polri



memakai pegangan Buku Biru “Grand Strategi Polri Menuju Tahun 2025” ini untuk melanjutkan ketiga aspek reformasi tersebut di atas. Dengan menambah aspek Reputasional sebagai pencerahan baru bagi ke-3 aspek jalur reformasi tersebut, Polri berupaya lebih jauh meningkatkan reputasi Polri serta anggota Polisi untuk membangun kepercayaan masyarakat serta menuju kesempurnaan pelayanan Polri dalam 20 tahun mendatang. Pengembangan Grand Strategi Jangka Panjang Polri berorientasi reformasi bertahap, untuk mengarahkan perubahan secara evolusi pada sikap dan kapabilitas Polri sebagai ujung tombak penegakan hukum yang makin efektif bagi bangsa dan Negara. Pentahapan tersebut juga mengikuti peningkatan mental kemampuan keuangan Polri sehingga memerlukan pengembangan kekuatan Polri yang cukup lama. Grand strategi Polri tersebut di atas yang identik dengan RPJP mencakup 4 (empat) bidang utama pengembangan institusi Polri : bidang kelembagaan, bidang pengembangan kapasitas (capacity building) pada



4



sumber daya internal, bidang teknologi dan infrastruktur, serta bidang kerjasama internasional. Pertimbangan mendasar dalam kebijakan Polri yang dituangkan dalam Grand Strategi ini adalah masalah pelibatan masyarakat untuk mendukung tugas – tugas kepolisian seperti telah tertuang dalam Undang – Undang Polri No. 2/2002. Aspek lain dalam Undang – Undang tersebut adalah pengutamaan pencegahan dan pengurangan kejahatan dalam pencapaian penegakan hukum dan ketertiban masyarakat yang optimal sebagaimana diterapkan pada pendekatan baru pada Restorative Justice. Operasionalisasi Grand Strategi Polri tersebut di atas dalam 20 tahun ke depan berpedoman pada pentahapan dengan fokus yang berbeda, sebagai berikut : 1. Tahap I (2005 – 2010) : Membangun kepercayaan. Kepercayaan masyarakat kepada Polri yang makin tinggi diperlukan untuk pengikutsertaan peran masyarakat dalam menunjang efektifitas tugas – tugas kepolisian yang bercirikan sipil 2. Tahap II (2011 – 2015) : Kemitraan. Menyadari bahwa Polri hanyalah merupakan salah satu dari mata rantai penegakan hukum dan keadilan di masyarakat, maka keberhasilan Kepolisian juga berkorelasi kerjasamanya dengan institusi publik dan instusi penegakan hukum lainnya di Indonesia. 3. Tahap III (2016 – 2025) : Mengejar Kesempurnaan. Perkembangan masyarakat yang makin kompleks menuntut pembangunan institusi Polri untuk makin mengutamakan nilai – nilai dan kapabilitas dalam keunggulan, integritas, akuntabilitas, transparansi, berkualitas, berbasis teknologi dan pengetahuan mutakhir, dengan strategi pemolisian yang mampu memecahkan masalah kejahatan sampai ke-akar-akarnya. Grand strategi ini diharapkan menjadi perhatian segenap anggota Polisi di lingkungan Polri dalam menjalankan setiap tindakan pemolisian



5



pada masyarakat. Kepolisian Daerah dan unit – unit pemolisian di bawahnya mempertimbangkan tindakan dan inisiatif yang dituangkan dalam Grand Strategi ini untuk diterjemahkan dalam rencana strategis dan program. Dengan penyampaian Grand Strategi ini, Pemerintah maupun lembaga-lembaga donor internasional dapat mencermati prioritas dan langkah-langkah pengembangan Polri dalam setiap usulan kegiatan kerjasama yang akan dilakukan sehingga terciptalah jalinan kerjasama yang bertujuan untuk menegakan hukum dengan kepastian hukum sehingga terciptalah stabilitas nasional.



6



BAB III KONDISI AWAL



Impian masyarakat Indonesia untuk hidup di negara yang kondisi hukumnya tertib dan mencerminkan keadilan tampaknya masih jauh dari harapan. Berbagai perangkat hukum yang diperlukan untuk menciptakan kondisi tersebut justru eksistensinya sedang merosot. Ditambah dengan reaksi balik sebagian masyarakat yang menjadi apatis terhadap hukum. Hal ini terlihat dari masih banyaknya pelaku korupsi yang lolos dari jerat hukum, dan itu terjadi karena adanya perbedaan persepsi antara penegak hukum (Kejaksaan, Polri dan Pengadilan) dalam memandang suatu kasus. Sehingga terlihat belum adanya kesepakatan dan keselarasan cara pandang, khususnya dalam penerapan UU korupsi. Kerjasama aparatur penegak hukum pada saat ini terlihat hanya bersifat temporer atau kasuistis yaitu kerjasama yang hanya dilakukan beberapa aparatur penegak hukum saja, karena adanya kepentingan dalam rangka pengungkapan atau penyelesaian permasalahan menyangkut peranan dan fungsi mereka sebagai penegak hukum, dan dilaksanakan dalam bentuk MOU yang jangkauan kekuatan mengikatnya terbatas. Biasanya MOU dibuat apabila salah satu pihak para penegak



hukum mengalami



kendala



terhadap



pelaksanaan



tugas



yang



menyebabkan timbul permasalahan mendesak dan harus diselesaikan, atau adanya perbedaan pandangan atau persepsi terhadap satu aturan perundang-undangan. Kecenderungan konflik yang terjadi antar lembaga penegak hukum itu adalah banyaknya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan, tanpa menghiraukan apakah peraturan tersebut sesuai dengan lingkup tugas dan wewenangnya tidak. Beberapa kasus yang terjadi, sering terjadi overlapping kewenangan dan masing masing bersikukuh dengan kewenangannya.



7



Dalam hal mewujudkan Kepemimpinan Polri 2025 tak lepas dari apa yang telah dilaksanakan pada strategi tahap I. Adapun kondisinya seperti tercantum dibawah ini : Permasalahan yang masih ada pada strategi Tahap I (2005 – 2010) : Membangun kepercayaan adalah : -



Dalam membangun kepercayaan dari masyarakat bahwa Polri masih saja ada pola-pola represiv (militer) dalam menjalankan tugasnya



-



Kondisi umum pada kepemimpinan Polri adalah masih ada pimpinan polri yang perilaku dan ucapannya tidak pantas diteladani, yang tidak cerdas memahami



permasalahan,



tidak



respect



pada



bawahnya, yang tidak jujur, masih melakukan KKN -



Kepemimpinan yang belum sepenuhnya berlandaskan tribrata dan catur prasetya



8



BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Kelemahan dari internal Polri : -



Belum optimalnya profesionalisme



-



Kultur dan etika polisi masih lemah pelembagaan political will Polri belum optimal, baik sarana, prasarana, dan Sumber Daya Manusianya.



-



Masih banyak anggota Polri bertindak parsial/sektoral



-



Belum maksimalnya pemahaman dan penghayatan visi dan misi dari Pimpinan Polri



-



Terbatasnya anggaran serta perbaikan gaji anggota



Kekuatan dari Internal Polri -



Kebijakan Pimpinan Polri dan komitmen untuk memberantas segala bentuk kejahatan



-



Adanya koordinasi antar kesatuan wilayah sehingga mempermudah dalam pelaksaan tugas



-



tersedianya unit organisasi yang spesifikasi menangani permasalahan.



-



Tersedianya lembaga-lembaga afiliasi Polri dengan instansi lain (BPK, BPKP, PPATK dll)



Peluang yang ada pada eksternal -



Perubahan politik dan hukum yang direfleksikan dengan kemandirian Polri yang ditegaskan dalam UU. No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia



-



Adanya lembaga atau institusi yang menangani kepentingan pengungkapan kasus-kasus kejahatan



-



Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi



9



-



Adanya kepedulian dan dukungan dari perguruan tinggi dan masyarakat.



Kendala dari Eksternal : -



Kepentingan politik masih berpengaruh dalam pengambilan keputusan



-



Meningkatnya kemampuan pelaku kejahatan karena bantuan teknologi dan infra struktur lainnya



-



Belum bersinerginya hubungan antara Polri dan institusi penegak hukum lainnya



-



Masih ditemui sikap resistensi, ketakutan, dan kecurigaan masyarakat terhadap Polri



10



BAB V KONDISI YANG DIHARAPKAN Penegakan hukum bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum didalam masyarakat diperlukan koordinasi antara penegak hukum guna mencapai keserasian tugas-tugas pokok dan fungsi serta wewenang lembagalembaga penegak hukum, sesuai dengan proporsi ruang lingkup masing-masing. Kerjasama yang dikembangkan antara sesama penegak hukum hanya dalam konteks kerjasama positif, untuk penegakan hukum dalam rangka mewujudkan supremasi hukum. Dengan terbangunnya kepercayaan masyarakat kepada Polri yang makin tinggi maka akan diperlukan untuk partisipasi serta peran masyarakat dalam menunjang efektifitas tugas – tugas kepolisian yang tidak lagi berjiwa militer. Sehingga tindakan Polri tidak lagi sebagai alat Negara yang represip tetapi mampu melindungi, melayani dan mengayomi. Kemitraan yang sedang dijalankan Polri dengan aparat penegak hukum lain (Kejaksaan dan Pengadilan khususnya). Adalah sebuah kesadaran bahwa Polri hanyalah merupakan salah satu dari mata rantai penegakan hukum dan keadilan di masyarakat, maka keberhasilan Kepolisian juga berkorelasi kerjasamanya dengan institusi publik dan instusi penegakan hukum lainnya di Indonesia. Dengan dua hal di atas maka cita-cita Polri dalam mengejar kesempurnaan, Polri dituntut untuk membangun institusi Polri semakin mengutamakan nilai – nilai dan kapabilitas dalam keunggulan, integritas, akuntabilitas, transparansi, berkualitas, berbasis teknologi dan pengetahuan mutakhir, dengan strategi pemolisian yang mampu memecahkan masalah kejahatan sampai ke-akar-akarnya. Dan pada akhirnya Polri akan mampu mengantisipasi perkembangan masyarakat yang makin kompleks sehingga terciptalah stabilitas nasional yang baik.



11



BAB VI UPAYA PEMECAHAN MASALAH



Konsepsi agar dapat mewujudkan kesempurnaan dalam Kepemimpinan Polri yang mampu memelihara keteraturan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, dan mendeteksi kejahatan serta mencegah terjadinya kejahatan serta pengayom masyarakat dari ancaman dan tindak kejahatan yang menganggu rasa aman serta merugikan kejiwaan material dengan cara memelihara keteraturan dan ketertiban sosial, menegakan hukum atau lebih tepatnya menegakan keadilan dalam masyarakat berdasarkan hukum. Hal tersebut diatas harus dimulai dan ditingkatkan dari sistem pembinaan sumberdaya manusia Polri mengarah pada pengembangan budaya kepolisian yang berkinerja tinggi, dengan indicator FIRST sebagai prinsip pengembangan SDM; yaitu Friendliness (bersahabat); Informed well (berpengetahuan yang luas); responsiveness (cepat tanggap); service oriented (berorientasi pelayanan); Trustworthinness (terpercaya). Sistem perencanaan SDM berorientasi pada penetapan jumlah sekaligus kompetensi SDM, dengan komposisi vertikal memperhitungkan rasio polisi dan jumlah penduduk, serta komposisi horizontal meperhitungkan kompleksitas tugas, diskresi, serta jangkauan geografis di bebagai wilayah Indonesia yang berbeda. Polri harus megejar visi terwujudnya aparat penegak hukum yang professional, taat asas, demokratis dan bermoral, untuk mewujudkan supremasi hukum guna tercapainya kehidupan masyarakat yang aman bersatu, rukun, damai, adil dan sejahtera. Untuk mencapai visi tersebut diperlukan misi untuk melaksanakan terus berkesinambungan sumber daya manusia Polri sehingga kualitas Polri akan semakin baik dan dirindukan masyarakat. Pada kondisi ini maka Operasionalisasi



12



Grand Strategi Polri Tahap I (2005 – 2010) yaitu Membangun kepercayaan (Polisi bercirikan sipil) terlaksana dengan baik. Untuk mewujudkan Grand strategi Tahap III (2016 – 2025) yaitu Mengejar Kesempurnaan harus melalui Grand strategi Tahap II (2011 – 2015) yaitu Kemitraan. Menyadari bahwa Polri hanyalah merupakan salah satu dari mata rantai penegakan hukum dan keadilan di masyarakat, maka keberhasilan Kepolisian juga berkorelasi kerjasamanya dengan institusi publik dan instusi penegakan hukum lainnya di Indonesia. Dari hal diatas adalah melakukan koordinasi, dan sinkronisasi yang menyangkut kewenangan atau otoritas dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi mereka masing-masing untuk penegakan hukum. sehingga antara institusi penegak hukum saling mengerti dan memahami kewenangan-kewenangan dari masing-masing untuk menghindari terjadinya pelaksanaan tugas yang melampaui kewenangan dan saling lempar tanggung jawab, kerjasama antar institusi sejalan dengan perkembangan hukum di masyarakat. Adanya kerjasama antara para penegak hukum untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia para penegak hukum yang professional tidak saja dalam bidang pengetahuan subtansi hukum mereka masing-masing atau teknis operasional saja tetapi perlu adanya pengetahuan, pengertian dan pemahaman mengenal bidang tugas dari aparatur hukum lainnya sehingga masing-masing penegak hukum mengetahui tentang kegiatan atau tugas pokok dan fungsi aparatur penegak hukum khususnya yang tergabung dalam criminal justice crime.



13



BAB VII PENUTUP 1. Kesimpulan Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tingkat kesempurnaan pada Grand strategi Polri (tahap III) maka diperlukan koreksi yang komprehensif kekurangan dan/kelemahan yang belum tercapai pada tahap I (2005 – 2010) dalam rangka membangun kepercayaan. Grand strategi Polri 2025 akan terwujud apabila strategi tahap I dan strategi tahap II dilaksanakan secara optimal. 2. Rekomendasi a. Meningkatkan posisi Polri sebagai pelayan masyarakat bukan lagi dilayani oleh masyarakat. b. Polri dan aparat penegak hukum terus melakukan koordinasi secara bersinergi sehingga tercapai kesatuan pandang dalam penegakan hukum. c. Agar eksekutif dan legislative dalam membuat peraturan perundangundangan tidak terjadi tumpang tindih serta lebih mengakomodasi kebutuhan hukum sesuai perkembangan dewasa ini.



14