5 0 479 KB
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PENGGUNAAN
KURVA
PRESSURE
TRAVERSE
UNTUK
MENGHITUNG KEHILANGAN TEKANAN ALIRAN DALAM PIPA 2. 1.
Pendahuluan
2. 2.
Menghitung Tekanan “Upstream” atau “Downstream” Secara Grafis
2. 2. 1.
Contoh Soal Menghitung Tekanan “Downstream” Untuk Aliran Fluida dalam Pipa Secara Grafis
2. 2. 2.
Contoh Soal Menghitung Tekanan “Upstream” Untuk Aliran Fluida dalam Pipa Secara Grafis
BAB III
ANALISA SISTEM NODAL UNTUK SUMUR SEMBUR ALAM
3. 1.
Pendahuluan
3. 2.
Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal Di Dasar Sumur
3. 2. 1.
Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal Di Dasar Sumur Untuk Kondisi “Open Hole”
3. 2. 1. 1.
Contah Soal Analisa Sistem Nodal Dengan Titik Nodal di Dasar Sumur untuk Kondisi Open Hole
3. 2. 2.
Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal Di Dasar Sumur Untuk Kondisi Dasar Sumur Diperforasi
3. 2. 2. 1.
Contah Soal Analisa Sistem Nodal DenganTitik Nodal di Dasar Sumur untuk Kondisi Lubang Sumur Diperforasi
3. 2. 2. 2.
Contah SoalAnalisa Sistem Nodal DenganTitik Nodal di Dasar Sumur untuk Kondisi Lubang Sumur Diperforasi dan Dipasang Gravel- Pack
3. 3.
Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal Di Kepala Sumur
3. 3. 1.
Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal Di Kepala Sumur tanpa Jepitan
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
3. 3. 1. 1.
Contoh Analisa Sistem Nodal dengan Titik Nodal di Kepala sumur Tanpa Jepitan
3. 3. 2.
Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal Di Kepala Sumur Dengan Jepitan
3. 3. 2. 1.
Contoh Analisa Sistem Nodal dengan Titik Nodal di Kepala sumur dengan Jepitan
3. 4.
Prosedur Analisa Sistem Nodal Untuk Titik Nodal Di Separator
3. 4. 1.
Contah Soal Analisa Sistem Nodal DenganTitik Nodal di Separator
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
BAB I PENDAHULUAN System sumur produksi, yang menghubungkan antara formasi produktif dengan separator, dapat dibagi menjadi enam komponen, seperti ditunjukan di gambar 1-1, yaitu 1. Komponen formasi produktif/ reservoir Dalam komponen ini fluida reservoir mengalir dari batas reservoir menuju ke lubang sumur, melalui media berpori. Kelakuan aliran fluida dalam media berpori ini telah dibahas di modul II, yang dinyatakan dalam bentuk hubungan antara tekan a alir di dasar sumur dengan laju produksi. 2. Komponen komplesi Adanya lubang perforasi ataupun gravel pack di dasar lubang sumur akan mempengruhi aliran fluida dari formasi ke dasar lubang sumur. Berdasarkan analisa di komponen ini, dapat diketahui pengaruh jumlah lubang perforasi ataupun adanya gravel pack terhadap laju produksi sumur. 3. Komponen tubing Fluida multifasa yang mengalir dalam pipa tegak maupun miring, akan mengalami kehilangan tekanan yang besarnya antara lain tergantung dari ukuran tubing. Dengan demikian analisa tentang pengaruh ukuran tubing terhadap laju produksi dapat dilakukan dalam komponen ini. 4. pengaruh ukuran pipa salur terhadap laju produksi yang dihasilkan suatu sumur, Dapat dianalisa dalam komponen ini seperti halnya pengaruh ukuran tubing, dalam komponen tubing. 5. komponen restriksi/ jepitan Jepitan yang dipasang di kepala sumur atau di dalam tubing sebagai safety valve, akan mempengruhi besar laju produksi yang dihasilkan dari
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
suatu sumur. Pemilihan ataupun analisa tentang pengaruh ukuran jepitan terhadap laju produksi dapat dianalisa di komponen ini. 6. Komponen separator Laju produksi suatu sumur dapat berubah dengan berubahnya tekanan kerja separator. Pengruh perubahan tekanan kerja separator terhadap laju produksi untuk sistim sumur dapat dilakukan di komponen ini.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Gambar 1-1 Sistim Sumur Produksi
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Keenam komponen tersebut berpengaruh terhadap laju produksi sumur yang akan dihasilkan. Laju produksi yang optimum dapat diperoleh dengan cara memvariasikan ukuran tubing, pipa salur, jepitan , dan tekanan kerja separator. Pengaruh kelakuan aliran fluida di masing-masing komponen terhadap system sumur secara keseluruhan akan dianalisa, dengan menggunakan analisa system nodal. Nodal merupakan titik pertemuan antara dua komponen, dimana di titik pertemuan tersebut secara fisik akan terjadi keseimbangan masa ataupun keseimbangan tekanan. Hal ini berarti bahwa masa fluida yang keluar dari suatu komponen akan sama dengan masa fluida yang masukke dalam komponen berikutnya yang saling berhubungan atau tekanan di ujung suatu komponen akan sama dengan tekanan di ujung komponen yang lain yang berhubungan. Sesuai dengan gambar 1-1, dalam system sumur produksi dapat ditemui 4 titik nodal, yaitu : 1. Titik nodal di dasar sumur Titik nodal ini merupakan pertemuan antara komponen formasi produktif/ reservoir dengan komponen tubing apabila komplesi sumur adalah open hole atau pertemuan antara komponen tubing dengan komponen komplesi yang diperforasi atau bergravel pack 2. Titik nodal di kepala sumur Titik nodal ini merupakan titik pertemuan antara komponen tubing dan pipa salur dalam hal sumur tidak dilengkapi dengan jepitan atau merupakan pertemuan komponen tubing dengan komponen jepitan bila sumur dilengkapi jepitan. 3. Titik nodal di separator Pertemuan antara komponen pipa salur dengan komponen separator merupakan suatu titik nodal. 4. Titik nodal di “upstream/ downstream” jepitan Sesuai dengan letak jepitan, titik nodal ini dapat merupakan pertemuan antara komponen jepitan dengan komponen tubing, apabila jepitan
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
dipasang di tubing sebagai safety valve atau merupakan pertemuan antara komponen tubing di permukaan dengan komponen jepitan apabila jepitan dipasang di kepala sumur. Analisa sistim nodal dilakukan dengan membuat diagram tekanan-laju produksi, yang merupakan grafik yang menghubungkan antara perubahan tekanan dan laju produksi untuk setiap komponen. Hubungan antara tekanan dan laju produksi di ujung setiap komponen untuk system sumur secara keseluruhan, pada dasarnya merupakan kelakuan aliran di : 1. Media berpori menuju dasar sumur, yang mana kelakuan aliran ini dibahas di modul II. 2. Pipa tegak/ tubing dan pipa datar/ horizontal, seperti yang telah diuraikan di modul III. 3. Jepitan, yang telah dibhas di modul III. Analisa sistim nodal terhadap suatu sumur, diperlukan untuk tujuan : 1. Meneliti kelakuan aliran fluida reservoir di setiap komponen sistim sumur untuk menentukan pengaruh masing-masing komponen tersebut terhadap sistim sumur secara keseluruhan. 2. Menggabungkan kelakuan aliran fluida reservoir di seluruh komponen sehingga dapat diperkirakan laju produksi sumur. Untuk menganalisa pengaruh suatu komponen terhadap sistim sumur secara keseluruhan, dipilih titik nodal yang terdekat dengan komponen tersebut. Sebagai contoh apabila ingin mengetahui pengaruh ukuran jepitan terhadap laju produksi, maka dipilih titik nodal di kepala sumur atau bila ingin mengetahui pengaruh jumlah lubang perforasi maka pilih titik nodal di dasar sumur. Dalam modul IV ini akan dibahas perencanaan sistim sumur produksi ataupun perkiraan laju produksi dari suatu sistim sumur yang telah ada dengan menggunakan analisa sistim nodal. Ketelitian dan keberhasilan dari sistim nodal ini sangat tergantung dari ketelitian dan tepatnya pemilihan korelasi/ metode kelakuan aliran fluida reservoir. Analisa sistim nodal ini dapat diselesaikan dengan bantuan computer, dimana dibuat program computer yang merupakan gabungan perhitungan-perhitungan
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
kelakuan aliran di komponen 1 sampai 6.namun pada modul ini penyelesaian dengan computer tidak ditinjau melaikan menggunakan cara manual dengan menggunakan kurva pressure traverse. Dalam bab-bab selanjutnya akan dibahas tentang penyelesaian analisa titik nodal di setiap titik nodal, dan akan ditinjau pengaruh dari masing-masing komponen terhadap sistim sumur secara keseluruhan. Sebelum sampai ke penyelesaian analisa sisitim nodal akan diuraikan lebih dahulu tentang penggunaan kurva pressure traverse untuk menentukan kehilangan tekanan aliran mulitfasa dalam pipa.
BAB II PENGGUNAAN KURVA PRESSURE TRAVERSE UNTUK MENGHITUNG KEHILANGAN TEKANAN ALIRAN DALAM PIPA 2. 1.
Pendahuluan Kurva pressure traverse yang telah dibuat khusus untuk suatu lapangan
dapat digunakan untuk memperkirakan kehilangan tekanan aliran dalam pipa dengan hasil yang baik. Dengan menggunakan pressure traverse untuk ukuran tubing/ pipa salur, kedalaman sumur atau panjang pipa salur, laju produksi cairan, tempat jepitan dipasang dan perbandingan gas cairan yang tertentu, maka dapat diperkirakan 1. Tekenan kepala sumur apabila tekanan alir dasar sumur diketahui dan sebaliknya dapat ditentukan tekanan dasar sumur apabila tekanan kepala sumur diketahui. 2. Tekenan kepala sumur apabila tekanan separator diketahui dan sebaliknya tekanan di separator dapat ditentukan apabila tekanan kepala sumur diketahui.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
3. Tekanan downstream jepitan di permukaan apabila tekanan di separator diketahui. 4. Tekanan downstream jepitan di tubing apabila tekanan kepala sumur diketahui. 5. Tekanan upstream jepitan di tubing apabila tekanan dasar sumur diketahui Prosedur penggunaan kurva pressure treverse untuk menentukan tekanantekanan yang disebutkan di atas adalah sama, maka secara umum akan digunakan istilah tekanan upstream dan downstream. Yang termasuk tekanan upstream adalah : 1. Tekanan kepala sumur apabila diperkirakan dari tekanan separator. 2. Tekanan dasar sumur apabila diperkirakan dari tekanan kepala sumur. 3. Tekanan setelah jepitan apabila diperkirakan dari tekanan separator, untuk jepitan di kepala sumur. 4. Tekanan setelah jepitan apabila diperkirakan dari tekanan kepala sumur. Sedangkan yang termasuk tekanan downstream adalah : 1. Tekanan kepala sumur apabila diperkirakan dari tekanan dasar sumur. 2. Tekanan kepala sumur apabila diperkirakan berdasarkan tekanan downstream jepitan di tubing. 3. Tekanan di separator apabila diperkirakan dari kepala sumur atau dari downstream jepitan di permukaan. 4. tekanan sebelum jepitan apabila diperkirakan berdasarkan tekanan alir dasar sumur (untuk jepitan dalam tubing). Prosedur perkiraan kehilangan tekanan aliran dalam pipa tegak atau datar dengan menggunakan kurva pressure treverse akan dibahas dalam sub-bab berikut ini. 2. 2.
Menghitung tekanan upstream atau downstream secara grafis Sebelum membahas prosedur perhitungan tekanan upstream ataupun
downstream, akan diuraikan lebih dahulu tentang kurva pressure traverse. Gambar 2-1 dan 2-2 adalah contoh kurva pressure traverse masing-masing
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
untuk aliran tegak dan aliran datar. Gambar-gambar tersebut menunjukan hubungan antara tekanan (di sumbu datar) dan kedalaman (di sumbu tegak). Pada sumbu kedalaman, harga kedalaman makin meningkat kea rah bawah.di sudut kanan atas, di cantumkan data laju produksi, ukuran tubing atau pipa salur, API gravity minyak, dan lapangan dimana kurva pressure traverse tersebut dikembangkan. Garis-garis lengkung adalah gradient tekanan aliran untuk berbagai harga perbandingan gas-cairan. Dengan demikian satu kurva tekanan aliran berlaku untuk ukuran tubing atau pipa salur, laju produksi cairan dan perbandingan gas-cairan tertentu. Prosedur perhitungan tekanan upstream atau downstream untuk aliran dalam pipa, dengan menggunakan kurva adalah berikut : Langkah 1.
Langkah 2.
Siapkan data penunjang :
Panjang pipa (D)
Diameter pipa (dt)
Laju produksi (qL)
Kadar air (KA)
Perbandingan gas-cairan (GLR)
Tekanan upstream atau downstream (P)
Berdasarkan qL, KA, dan dt, pilih kurva pressure traverse yang
sesuai Langkah 3.
Pilih garis gradient tekanan alir yang sesuai dengan GLR.
Langkah 4.
Tekanan downstream ditentukan sebagai berikut : a. Plot tekanan upstream di sumbu tekanan pada grafik pressure traverse. b. Dari titik tekanan upstream tarik garis tegak ke bawah sampai memotong garis gradient aliran di langkah 3. TEKANAN
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Gradien tekanan aliran vertical Lapangan sangata Ukuran tubing (ID) 1.995 in Laju produksi tot 80.0 m3/ h Kadar air API gravity
80% 35.0
gambar 2-1 kurva Pressure Traverse Untuk Aliran Tegak
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Gradien Tekanan Aliran Horizontal Lapangan Sangata
Ukuran flowline (ID)
2,900 in
Laju prod. Tot
100,0 m3/ h
Kadar air API gravity
0% 35.0
Gambar 2-2 Kurva Pressure Traverse Untuk Aliran Mendatar
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
c. Dari perpotongan tersebut buat garis mendatar kekiri sampai memotong sumbu panjang (untuk pipa datar) atau kedalaman (untuk pipa tegak). Baca harga panjang/ kedalaman ekivalen tekanan upstream. d. Hitung panjang atau kedalaman ekivalen tekanan downstream, yaitu :
panjang / kedalaman panjangPip a / ekivalenTekananUpstream - kedalamanSumur e. Pilot panjang/ kedalaman ekivalen tekanan downstream pada sumbu panjang/ kedalaman. f. Mulai dari titik langkah e, buat garis datar ke kanan sampai memotong garis gradien aliran di langkah 3. g. Dari titik potong tersebut buat garis tegak ke atas, sampai memotong garis sumbu tekanan. Titik potong ini adalah tekanan downstream. Langkah 5.
Tekanan upstream ditentukan sebagai berikut : a. Plot tekanan downstream
di sumbu tekanan pada grafik
pressure traverse. b. Dari titik tekanan downstream tarik garis tegak ke bawah sampai memotong garis gradient aliran di langkah 3. c. Dari perpotongan tersebut buat garis mendatar ke kiri sampai memotong sumbu panjang atau kedalaman. Baca panjang/ kedalaman tersebut dan harga ini disebut panjang/ kedalaman ekivalen tekanan downstream. d. Hitung panjang atau kedalaman ekivalen tekanan upstream, yaitu :
panjang / kedalaman panjangPip a / ekivalenTekananDownstream + kedalamanSumur e. Plot panjang/ kedalaman ekivalen tekanan upstream pada sumbu panjang/ kedalaman.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
f. Mulai dari titik langkah e, buat garis datar ke kanan sampai memotong garis gradient aliran di langkah 3. g. Dari titik potong tersebut buat garis tegak ke atas sampai memotong sumbu tekanan. Titik potong ini adalah tekanan upstream. Contoh penyelesaian secara grafis dengan menggunakan kurva pressure traverse ini diberikan dalam contoh soal berikut ini. 2. 2. 1.
Contoh soal menghitung tekanan downstream untuk aliran
fluida dalam pipa secara grafis. Diketahui : Diameter tubing
= 2 in
Panjang tubing
= 5500 ft
Laju aliran total
= 1000 bbl/ hari
Kadar air
= 0%
Perbandingan gas cairan = 200 SCF/ STB Apabila tekanan dasar sumur (upstream), Pwf = 2150 psi Tentukan tekanan di kepala sumur (downstream), Pwh Perhitungan : 1. Berdasarkan q = 1000 bbl/ hari, KA = 0% dan dt = 2” Pilih grafik pressure traverse, seperti di tunjukan pada gambar 2-3. 2. Pilih garis gradien aliran untuk GLR=200 SCF/ STB 3. Plot Pwf pada sumbu tekanan grafik gambar 2-3. 4. Buat garis tegak ke bawah sampai memotong garis GLR=200 SCF/ STB 5. Dari titik potong tersebut buat garis mendatar ke kiri sampai memotong sumbu ke dalam, yaitu pada kedalaman = 7700 ft. 6. Kedalaman ekivalen Pwh = (7700-5500) = 2200 ft. 7. Plot kedalaman 2200 ft pada sumbu kedalaman. 8. buat garis mendatar ke kanan mulai dari titik kedelaman 1800 ft tersebut, sampai memotong garis gradient tekanan aliran untuk GLR=200 SCF/ STB.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
9. Dari titik potong tersebut buat garis tegak ke atas sampai memotong sumbu tekanan, yaitiu Pwh = 350 psi 10. Tekanan kepala sumur = 350 psi 2. 2. 2.
Contoh soal menghitung tekanan upstream untuk aliran
fluida dalam pipa secara grafis Diketahui : Diameter pipa salur
Modul Teknik Produksi II
= 2,5”
Heru Herawan
Vertical Flowing Pressure Gradien (all oil) Tubing size Producing
2 in 1000 bbl/ day
Oil API garavity
35 API
Gas specific Gravity
0.65
Gambar 2-3 Perhitungan Tekanan Downstream
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Panjang pipa salur
= 14800 ft
Laju aliran total
= 600 bbl/ hari
Perbandingan gas cairan =1000 SCF/ STB Apabila tekanan separator (downstram) =180 psi Tentukan tekanan upstream Perhitungan : 1. Berdasarkan q = 600 bbl/ hari, dt = 2,5” Pilih grafik pressure traverse untuk aliran horizontal seperti di tunjukan pada gambar 2-4. 2. Plot tekanan separator =180 psi pada sumbu tekanan. 3. Buat garis tegak ke bawah dari titik di langkah 2, sampai memotong garis GLR=1000 SCF/ STB 4. Dari titik potong tersebut buat garis mendatar ke kiri sampai memotong sumbu panjang, yaitu = 4600 ft. 5. Panjang ekivalen Psep adalah 4600 ft. 6. Hitung panjang ekivalen Pwh, yaitu : 11800 + 4600 = 16400 ft 7. Plot panjang ekivalen 16200 ft pada sumbu panjang. 8. Buat garis mendatar ke kanan sampai memotong garis gradient aliran untuk GLR=1000 SCF/ STB. 9. Dari titik potong tersebut buat garis tegak ke atas sampai memotong sumbu tekanan, yaitiu 340 psi 10. Tekanan kepala sumur (upstream) = 340 psi
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
BAB III ANALISA SISTIM NODAL UNTUK SUMUR SEMBUR ALAM 3. 1.
Pendahuluan Di bab I telah diuraikan tentang titik-titik nodal yang dapat digunakan
dalam perhitungan analisa sistim nodal. Titik-titik nodal tersebut adalah sebagai berikut : 1. titik nodal di dasar sumur 2. Titik nodal di kepala sumur. 3. Titik nodal di separator 4. Titik nodal di upstream atau downstream jepitan. Berikut ini akan dibahas prosedur perhitungan analisa sistim nodal untuk masing-masing titik nodal. 3. 2.
Prosedur anlisa sistim nodal untuk titik nodal di dasar sumur. Prosedur analisa sistim nodal untuk titik nodal di dasar sumur, terdiri dari
dua prosedur, sesuai dengan kondisi di dasar sumur, yaitu sebagai berikut : 1. Untuk kondisi open hole 2. untuk kondisi dasar sumur di perforasi. Arah perhitungan untuk titik nodal di dasar sumur ini ditunjukan di gambar 3-1. Berikut ini akan diuraikan prosedur untuk masing-masing kondisi tersebut. 3. 2. 1.
Prosedur analisa sistim nodal untuk titik nodal di dasar
sumur untuk kondisi open hole. Prosedur perhitungan adalah sebagai berikut :
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Langkah 1.
Siapkan data penunjang yaitu :
Kedalaman sumur (D)
Panjang pipa salur (L)
Diameter tubing (dt)
Diameter pipa salur (dp)
Kadar air (KA)
Perbandingan gas cairan (GLR)
Tekanan Separator (Psep)
Kurva IPR
Gambar 3-1 Arah Perhitungan Untuk Titik Nodal di Dasar Sumur Langkah 2.
Pada kertas grafik kertasian, buat sistim kordinat dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Langkah 3.
Berdasarkan uji tekanan dan produksi terbaru atau berdasarkan peramalan kurva IPR (lihatmodul II) plot kurva IPR pada kertas grafik di langkah 2.
Langkah 4.
Ambil laju produksi tertentu (qt) yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse baik untuk aliran horizontal maupun untuk aliran vertical.
Langkah 5.
Berdasarkan pada qt, dp, dan KA, pilih grafik pressure traverse untuk aliran horizontal.
Langkah 6.
Pilih garis gradien aliran berdasarkan perbandingan gas cairan (GLR). Seringkali perlu dilakukan interpolasi apabila garis-garis aliran untuk GLR yang diketahui tidak tercantum.
Langkah 7.
Berdasarkan garis gradient aliran pada pressure traverse tersebut, tentukan tekanan kepala sumur, Pwh (tekanan upstream) dari Psep (tekanan downstream).
Langkah 8.
Dari harga qt, dt, dan KA, pilih grafik pressure traverseuntuk aliran vertical.
Langkah 9.
Pilih garis gradient aliran untuk GLR yang diketahui apabila garis gradient aliran untuk harga GLR tersebut tidak tercantum, lakukan interpolasi.
Langkah 10. Gunakan harga Pwh di langkah 7 (Pwh = tekanan downstream) untuk menentukan tekanan alir dasar sumur (Pwf = tekanan upstream). Langkah 11. Ulangi langkah 4 sampai dengan 10 untuk harga laju produksi yang lain. Dengan demikian akan diperoleh variasi harga qt terhadap Pwf. Langkah 12. Plot qt terhadap Pwf pada kertas grafik yang memuat kurva IPR (langkah 3). Kurva yang terbentuk disebut kurva tubing intake. Langkah 13. Berdasarkan letak kurva tubing intake terhadap kurva IPR terdapat tiga kemungkinan yaitu :
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
a. Kurva tubing intake di atas kurva IPR sehingga tidak dapat ditentukan titik potongnya. Hal ini berarti sumur tersebut mati untuk sistim pipa produksinya. b. Kurva tubing intake tidak memotong kurva IPR, tetapi perpanjangan kurva tubing intake dapat memotong IPR. Bila hal ini ditemui ulangi langkah 4-10 untuk harga laju produksi lain yang dapat menyambung kurva pipa intake sehingga akan memotong kurva IPR seperti pada keadaan di (c) berikut ini. Disarankan untuk tidak melakukan interpolasi kecuali bila laju produksi yang diperlukan tidak tersedia di pressure traverse. c. Kurva tubing intake memotong kurva IPR dan perpotongan tersebut memberikan laju produksi Qt. hal ini berarti sistim rangkaian tubing di dalam sumur dan pipa salur di permukaan, sumur dapat berproduksi sebesar Qt. Langkah 14. Dengan membuat variasi ukuran tubing dan pipa salur maka dapat diperoleh kondisi sistim optimum.
3. 2. 1. 1.
Contoh soal analisa sistim nodal dengan titik nodal di dasar sumur untuk kondisi open hole.
Diketahui :
Panjang pipa salur
=
3000 ft
Diameter pipa salur
=
2 in
Kedalaman sumur
=
5000 ft
Diameter tubing (OD)
=
2 3/8”
Diameter tubing (OD)
=
2”
Kadar air
=
0
Perbandingan gas cairan =
400 SCF/ bbl
Tekanan static
=
Tekanan Separator
Modul Teknik Produksi II
=
2200 psi
100 psi
Heru Herawan
Tentukan laju produksi yang diperoleh dengan menggunakan dasar sumur sebagai titik nodal. Perhitungan : 1. Pada kertas grafik kertasian, buat sistim koordinat dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar. Lihat gamb 3-2. 2. Berdasarkan PI=1.0 dan Ps=2200 psi, hitung Pwf pada berbagai anggapan harga q, yaitu sebagai berikut : Pwf = Ps
q Pi
Untuk q = 200 bbl/ hari
200 2000 psi 1
Pwf = 2200
Untuk laju produksi yang lain di peroleh hasil seperti pada table berikut : q
Pwf
anggapan 200
2000
400
1800
600
1600
800
1400
1000
1200
1500
700
3. Buat kurva IPR dengan memplot q vs Pwf dari table di langkah 2. 4. Gunakan langkah kerja di Bab II, untuk menentukan tekanan kepala sumur pada aliran mendatar. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut : q anggapan 200
Modul Teknik Produksi II
Psep
Pwh
100
115
Heru Herawan
Catatan :
400
100
140
600
100
180
800
100
230
1000
100
275
1500
100
420
gunakan grafik pressure traverse aliran mendatar untuk diameter pipa = 2”, GLR = 400 SCF/ STB dan pada q anggapan.
5. Tentukan tekanan alir dasar sumur, berdasarkan tekanan kepala sumur dengan menggunakan langkah kerja Bab II. Gunakan grafik pressure traverse aliran tegak untuk diameter dalam tubing 2”, GLR = 400 SCF/stb, KA = 0 dan q anggapan. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut : q
Pwh
Pwf
200
115
750
400
140
880
600
180
1030
800
230
1190
1000
275
1370
1500
420
1840
anggapan
6. Plot q terhadap Pwf dari langkah 5, pada kertas grafik gambar 3-2. kurva ini disebut kurva tubing intake. 7. Perpotongan antara kurva IPR dengan kurva tubing intake menghasilkan laju produksi sebesar 900 bbl/ hari. 8. laju produksi yang diperoleh = 900 bbl/ hari
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
LAJU PRODUKSI, q, STB/ hari Gambar 3-2 Kurva Analisa Sistim Nodal pada Titik Nodal di Dasar Sumur Untuk Kondisi Lubang Sumur “open hole”
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
3. 2. 2.
Prosedur analisa sistim nodal untuk titik nodal dasar sumur untuk kondisi dasar sumur di perforasi.
Arah perhitungan tidak berbeda dengan kondisi dasar sumur open hole (gambar 3-1), hanya saja ditambahkan perhitungan kehilangan tekanan sepanjang perforasi. Kinerja aliran fluida turbulen dari formasi kedasar sumur 3.2.2.1. Perhitungan Kehilangan Tekanan pada Lubang Perforasi Sesuai dengan penurunannya, persamaan darcy tidak berlaku apabila dalam media berpori terjadi aliran turbulen, sampai saat ini persamaan yang dapat digunakan untuk kondisi turbulen adalah : 1.
Persamaan Jones, Blount dan Glaze Persaamaan ini hanya berlaku untuk kondisi aliran satu fasa, minyak atau gas saja
2.
Persamaan Empiris Fetkovich – yang dikembangkan berdasarkan analogi terhadap hasil uji back-pressure disumur minyak
A. Persamaan Jones, Blount dan Glaze Jones mengembangkan persamaan dengan mengikut sertakan pengaruh lubang perforasi terhadap aliran. Dalam satuan lapangan persamaan dapat dituliskan sebagai : dp q P 9,08 X 1013 qB Po 3 KA dr 1,127 x10 A A2 2
Persamaan ini hanya berlaku untuk aliran fluida satu fasa, yaitu minyak saja. Untuk aliran radial dan faktor skin diperhitungkan, persamaan dapat diturunkan yang hasil akhirnya adalah sebagai berikut : 13 q re 9,08 x10 qoBo Po ln 0,472 S Pr Pwf 1,127 x10 3 2 koh rw 2h2 rw 2
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Persamaan untuk aliran dalam lubang perforasi dapat dinyatakan sebagai berikut : Untuk aliran minyak, Pwfs – Pwf = C qo + D qo2 Dimana,
C = Koefisien aliran laminer =
Bo o In (rc/rp) 7. 08 x 10 - 3 Kc Lp
D = Koefisien aliran turbulan =
2.30 x 10 - 14 (Bo) 2 ro 1 1 Lp 2 rp rc
Untuk aliran gas, Pwfs2 – Pwf 2 = C qg + D qg2
Dimana,
C = Koefisien aliran laminer =
1. 424 x 103 g T z In (ro/rp) Kc Lp
D = Koefisien aliran turbulan
Modul Teknik Produksi II
3.16 x 10 -12 rg Tz 1 1 ( - ) Lp 2 rp xc
Heru Herawan
=
Parameter-parameter persamaan adalah sebagai berikut : Pwfs
= tekanan alir dasar sumur dipermukaan formasi, psi
Pwf
= tekanan alir dasar sumur, psi
qo
= laju aliran minyak perlubang perforasi, STB/ hari
qg
= laju aliran gas perlubang perforasi, BSP / har
o
= faktor folume formasi minyak, bbl / STB
do
= densitas minyak, lbm/ cuft
g
= specific grafity gas
o
= viscositas minyak cp
g
= viscositas gas, cp
T
= temperatur formasi, R
Z
=
Kc
= permeabalitas zone terkompaksi, md
faktor deviasi gas
= 0,1 Kp untuk teknik perforasi overbalanced = 0,4 Kp, untuk teknik perforasi underbalanced Kf
= permeabilitas formasi, md
rc
= jari-jari zone terkompaksi, ft = rp + 0,5 in
rp
= jari-jari lubang perforasi, ft
Lp
= panjang lubang perforasi, ft. harga Lp tergantung dari jenis perforating gun” yang digunakan.
= faktor tuberlensi, dimana pendekatan untuk harga ini, akan diuraikan berikut ini.
Harga B diperkirakan dengan salah satu persamaan berikut : 1. Persamaan firoozabadi dan katz -
Untuk consolidated sand
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
=
2. 33 x 10 10 Kc 1. 201
- Untuk consolidated sand
=
1. 47 x 107 Kc 0.55
2. Persamaan cooke, untuk unconsclidated sand
=
2. 33 x 107 e (Kc) f
Dimana : e dan f adalah konstanta yang tergantung dari ukuran pasir dan ditunjukkan pada table di bawah ini. HARGA e DAN f UNTUK PERSAMAAN COOKE Ukuran Pasir
e
f
8 – 12
3, 32
1.24
10 – 20
2, 36
1.34
20 – 40
2, 65
1.54
40 – 60
1.10
1.60
Untuk sumur-sumur yang dilengkapi dengan gravel pack kehilangan tekanan aliran sepanjang perforasi yang berisi dengan gravel, diperkirakan dengan persamaan-persamaan berikut : A. Untuk aliran minyak,
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Pwfs – Pwf = C qo + D qo1 Dimana,
C = Koefisien aliran lominar =
Bo Ho In L 1.127x 10 - 3 KG A
D = Koefisien aliran turbulan =
9.08 x 10 - 13 B (Bo) 2 ro A2
B. Untuk aliran gas, Pwfs2 – Pwf 2 = C qg + D qg2 Dimana,
C = Koefisien aliran lominor =
8. 9 x 103 Kg r z L KG L
D = Koefisien aliran turbulan
1. 24 x 10 - 10 B rg Tz L A2 Parameter-parameter di persamaan diatas sama seperti di persamaan sebelumnya, kecuali : KG
= permeabilitas gravel, md
A
= luas penampang aliran total = (luas satu lubang perforasi) x (kerapatan perforasi) x ( selang perforasi )
L
= panjang aliran linear, ft
=
1. 47 x 107 KG 0, 56
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Prosedur perhitungan kehilangan tekanan aliran sepanjang perforasi adalah sebagai berikut : Langkah
1. Siapkan data penunjang, yang meliputi : Hasil uji tekanan dan produksi (Ps, Pwr q) panjang selang perforasi, ft Permeabilitas formasi produktif, md Diameter perforasi, ft Panjang perforasi, ft Ukuran lubang bor, in Diameter dalam casing, in Tekhnik perforasi (underbalanced atau averbalanced) Kerapatan perforasi, SPF Densitas minyak, lbm / cuft Faktor volume formasi minyak, bbl/ STB Viskositas minyak, cp
Langkah
2. Hiitung permobilitas zone komplikasi, sesuai dengan tknik perforasi yang digunakan, yaitu : -
underbalanced, Kc – 0,4 k
-
overbalanced, Kc – 0, 1 k
Langkah
3. Hitung koefisien turbulensi, B
Langkah
4. Hitunglah jari-jari zone terkompaksi, yaitu : rc = (rp + 0. 5) / 12
Langkah
5. Hitung panjang perforasi dibelakang casing, yaitu :
LP L Ukuranlub angbor Ca sin gID / 2/ 12 Langkah
6. Hitunglah konstanta aliran laminar, C
Langkah
7. Hitunglah aliran konstanta turbulen, D
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Lankah
8. Substitusikan
konstanta
C
dan
D
kedalam
persamaam
kehilangan tekanan sepanjang perforasi Pw fs – Pwf = C q + D q Langkah
9. Hitunglah jumlah seluruh lubang perforasi dalam selang perforasi, yaitu : -
Langkah
perforasi = (selang perforasi) x (Kerapatan perforasi)
10. Tentukan beberapa laju produksi, dan hitung laju produksi perlubang perforasi, yaitu : q / serf = q / ( perforasi)
Langkah
11. Hitung
kehilangan
tekanan
sepanjang
perforasi,
dengan
menggunakan laju produksi per perforasi dilangkah B dan persamaan dilangkah 6. Prosedur yang sama dapat digunakan untuk menghitung kehilangan tekanan sepanjang perforasi untuk sumur gas.
A. Contoh perhitungan kehilangan tekanan aliran sepanjang perforasi Diketahui : Tekanan statik sumur
:
2200 psi
Indek produktifitas
:
1, 0 STB / hari/ psi
Tebal formasi
:
20 ft
Permeabilitas formasi
:
162 md
Kerapatan perforasi
:
4 spf
Panjang lubang perforasi
:
11, 6 in
Diameter dalam casing
:
6. 875 in
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Diameter lubang bor
:
9. 875 in
Diameter lubang perforasi
:
0, 51 in
Tekhnik perforasi dengan cara overbalanced Faktor volume formasi minyak :
1, 083 bbl / STB
Densitas minyak
:
30 lbm / cuft
Viskositas minyak
:
2, 5 Cp
Tentukan kehilangan tekanan sepanjang perforasi pada laju produksi sebesar 2000 dan 1200 STB / hari Perhitungan : 1.
Hitung permeabilitas zone terkompaksi, sesuai dengan tekhnik perforasi. Dalam hal ini digunakan tekhnik perforasi overbalanced, maka : Kc = 0. 1 . k = 0.1 (162) = 16.2 md
2.
Hitunglah koefisien turbelensi, B sebagai berikut : = (2. 33 x 1010 ) / (16. 21, 201) = 821. 73 x 106
3.
Hitunglah jari-jari zone terkompaksi, yaitu : rc = ((0. 51/2 ) + 0.5) = 0. 755 in = 0. 0629 ft
4.
Hitung panjang lubang perforasi dibelakang casing, Lp = 11. 6 – (9. 875 – 5. 875) / 2 = 10. 2 in
5.
Hitung konstanta aliran laminar C, yaitu : C =
(2.5) ( 1. 083) Ln (0. 755 / 0. 255) - 14 B (Bo) 2 ro 30. 443 7. 08 x 10- 2 (10.1 / 12) (16.2)
D =
2. 30 x 10 - 14 (821. 73 x 106 ) (1. 083) (30) 1 1 ( ) 2 10.1 / 12) 0. 02125 0. 0629
= 0. 024621 6.
Subtitusikan konstanta C dan D, dan diperoleh persamaan kehilangan tekanan sepanjang perforasi sebagai berikut :
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Pw fs - Pwf 7.
= 30. 433 q + 0. 024621 q1
Hitunglah jumlah lubang perforasi diseluruh interval perforasi, sebagai berikut : perforasi = 20 x 4 = 80 perforasi
8.
Persamaan diatas akan digunakan untuk menghitung kehilangan tekanan sepanjang perforasi, untuk laju produksi : q = 2000 STB / hari q / perf = 2000 / 80 = 25.0 STB/ hari Kehilangan tekanan sepanjang perforasi = Pw fs – Pwf = =
30. 443 (25) + 0.024621 (25) 776. 463 psi
q = 2000 STB / hari q / perf = 1200 / 80 = 15.0 STB/ hari Kehilangan tekanan sepanjang perforasi = Pw fs – Pwf = =
30. 443 (15) + 0.024621 (15) 462. 185 psi
Prosedur dan Perhitungan Analisa nodal pada titik nodal di dasar sumur untuk kondisi lubang di dasr sumur diperforasi Prosedur perhitungan analisa sisitim nodal pada titik nodal di dasar sumur untuk kondisi lubang di dasr sumur diperforasi adalah sebagai berikut : Langkah 1.
Siapkan data penunjang yaitu :
kedalaman sumur (D)
panjang pipa salur (L)
diameter tubing (dt)
diameter pipa salur (dp)
kadar air (KA)
perbandingan gas cairan (GLR)
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
langkah 2.
tekanan separator (Psep)
kurva IPR
table formasi produktif (ft)
permeabilitas formasi per foot (SPF)
panjang lubang perforasi (in)
jari-jari lubang perforasi (in)
teknik perforasi (overbalanced atau underbalanced)
Pada kertas grafik kartesian, buat sistim koordinat dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar.
Langkah 3.
Berdasarkan uji tekanan dan produksi terbaru atau berdasarkan peramalan kurva IPR (lihat modul II) plot kurva IPR pada kertas grafik di langkah 2. tekanan alir dasar sumur yang diperoleh dari persamaan kurva IPR merupakan tekanan di permukaan formasi produktif (sandface).
Langjkah 4. Ambil laju produksi tertentu (qt) yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse baik untuk aliran horizontal maupun untuk aliran vertical. Langkah 5.
Berdasarkan pada qt, dp, dan KA, pilih grafik pressure traverse untuk aliran horizontal.
Langkah 6.
Pilih garis gradient aliran berdasarkan perbandingan gas cairan (GLR). Seringkali perlu dilakukan interpolasi apabila garis-garis aliran untuk GLR yang diketahui tidak tercantum.
Langkah 7.
Berdasarkan garis gradient aliran pada pressure traverse tersebut, tentukan tekanan kepala sumur, Pwh (tekanan upstream) dari Psep (tekanan downstream).
Langkah 8.
Dari harga qt, dt, dan KA pilih grafik pressure traverse untuk aliran vertical.
Langkah 9.
Pilih garis gradient aliran untuk GLR yang diketahui. Apabila garis gradient aliran untuk harga GLR tersebut tidak tercantum, lakukan interpolasi.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Langkah 10. Gunakan harga Pwh di langkah 7 (Pwh = tekanan downstream) untuk menentukan tekanan alir dasar sumur (Pwf = tekanan upstream). Langkah 11. Ulangi langkah 4-10 untuk harga laju produksi yang lain. Dengan demikian akan diperoleh variasi harga qt terhadap Pwf. Langkah 12. Hitung tekanan dasar sumur di permukaan formasi produktif, berdasarkan harga laju produksi yang digunakan di langkah 4-10. Langkah 13. Hitung perbedaan tekanan di dasar sumur, antara tekanan di permukaan formasi produktif dan kaki tubing, yaitu tekanan dasar sumur dari langkah 12 dikurangi dengan tekanan dasar sumur dari langkah 11, pada harga laju produksi yang sama. Plot antara laju produksi dengan perbedaan tekanan di dasar sumur tersebut. Langkah 14. Berdasarkan data perforasi, hitung kehilangan tekanan sepanjang perforasi. Langkah 15. Plot perbedaan tekanan (kehilangan tekanan) terhadap laju produksi pada kertas grafik yang sama dengan plot di langkah 13. Langkah 16. Perpotongan
kurva
dari
langkah
13
dengan
langkah
15
menunjukan laju produksi yang diperoleh pada kerapatan perforasi yang dimaksud. Langkah 17. Dengan mengubah harga kerapatan perforasi maka dapat ditentukan kerapatan perforasi yang optimum.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
3. 2. 2. 3.
Contoh analisa sistim nodal dengan titik nodal di dasar sumur untuk kondisi sumur diperforasi.
Diketahui :
Panjang pipa salur
= 3000 ft
Diameter pipa salur
= 2 in
Kedalaman sumur
= 5000 ft
Diameter tubing
= 2 3/8”
Kadar air
=0
Perbandingan gas cairan = 400 SCF/bbl Tekanan static
= 2200 psi
Tebal formasi produktif
= 20 ft
Permeabelitas formasi
= 162 md
Kerapatan perforasi
= 2, 4, 6, 8, 10 SPF
Panjang lubang perforasi = 11,6 in Diameter lubang perfo
= 0,51 in
Teknik perforasi
= overbalanced
Factor vol formasi minyak = 1,083 bbl/STB Viscositas minyak
= 2,5 cp
Densitas minyak
= 30,0 lbm/ cuft
Tentukan laju produksi yang diperoleh dengan menggunakan dasar sumur sebagai titik nodal, dengan memperhitungkan kerapatan perforasi. Perhitungan : 1. Pada kertas grafik kertasian, buat sistim koordinat dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar. Lihat gambar 3-3.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
2. Berdasarkan PI=1,0 dan Ps=2200 psi, hitung Pwf pada berbagai anggapan harga q, yaitu sebagai berikut : Pwf = Ps -
q PI
Untuk q = 200 bbl/ hari
Pwf = 2200 -
200 = 2000 psi 1
Untuk laju produksi yang lain di peroleh hasil seperti pada table berikut : q
Pwf
anggapan 200
2000
400
1800
600
1600
800
1400
1000
1200
1500
700
3. Berdasarkan hasil perhitungan kehilangan tekanan sepanjang pipa salur dan tubing untuk beberapa harga laju produksi diperoleh tekanan alir dasar sumur (di kaki tubing), sebagai berikut : q
Pwh
Pwf
200
115
750
400
140
880
600
180
1030
800
230
1190
1000
275
1370
anggapan
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
1500
420
1840
4. Hitung perbedaan tekanan antara tekanan di permukaan formasi produktif dengan tekanan di kaki tubing, sebagai berikut : q
Pwf
anggapan
(sandface)
Pwf (tubing)
Beda tekanan
200
2000
750
1250
400
1800
880
920
600
1600
1030
570
800
1400
1190
210
1000
1200
1370
-
1500
700
1840
-
Plot perbedaan tekanan tersebut terhadap laju produksi di gambar 3-3. 5. Berdasarkan data perforasi, hitung kehilangan tekanan sepanjang perforasi untuk kerapatan perforasi 2, 4, 6, 8 dan 10 SPF. Persamaan kehilangan tekanan sepanjang perforasi untuk data, telah dihitung di modul II, dan telah di peroleh hubungan berikut : Pwfs – Pwf = 0.024621 . q2 + 30,443 . q Hasil perhitungan kehilangan tekanan untuk setiap kerapatan perforasi adalah sebagai berikut : 2 SPF
Laju
4 SPF
6 SPF
Produksi
q/ perf
dp
q/ perf
dp
q/ perf
dp
200
5
152,83
2,50
76,26
1,67
50,81
400
10
306,89
5,00
152,83
3,33
101,75
600
15
462,18
7,50
229,71
5,00
152,83
800
20
618,71
10,00
306,86
6,67
204,05
1000
25
776,46
12,50
384,38
8,33
215,40
1500
37,5
1176,24
18,75
579,46
12,50
384,38
Laju
8 SPF
Modul Teknik Produksi II
10 SPF
Heru Herawan
Produksi
q/ perf
dp
q/ perf
dp
200
1,25
30.47
1.00
34.10
400
2,50
60.98
2.00
68.25
600
3,75
91.55
3.00
102.45
800
5.50
122.17
4.00
136.69
1000
6.25
152.83
5.00
170.99
1500
9.375
229.71
7.00
256.95
Plot antara perbedaan tekanan tersebut terhadap laju produksi pada kertas grafik di gambar 3-3.
6. Perpotongan antara kurva perbedaan tekanan di kaki tubing dengan tekanan di perforasi, menunjuakn laju produksi yang dihasilkan untuk setiap kerapatan perforasi, yaitu sebagai berikut :
Kerapatan
Laju
Perfo (SPF)
Prod (STB/H)
2 4 6 8 10
Modul Teknik Produksi II
620 740 790 820 840
Heru Herawan
Gambar 3-3 Hasil Analisa Sistim Nodal Untuk Sumur Yang Diperforasi 3. 2. 2. 1.
Contoh soal analisa sistim nodal dengan titik nodal di dasar sumur untuk kondisi sumur diperforasi dan dipasang gravel pack.
Diketahui :
Panjang pipa salur
= 3000 ft
Diameter pipa salur
= 2 in
Kedalaman sumur
= 5000 ft
Diameter tubing
= 2 3/8”
Kadar air
=0
Perbandingan gas cairan = 400 SCF/bbl
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Tekanan static
= 2200 psi
Tebal formasi produktif
= 20 ft
Permeabelitas formasi
= 162 md
Keraptan perforasi
= 2, 4, 6, 8, 10 SPF
Panjang lubang perforasi = 11,6 in Diameter lubang perfo
= 0,51 in
Diameter dalam casing
= 6.875 in
Diameter lubang bor Ukuran gravel pack
= 9.875 = 50 mesh
Permeabelitas gravel
= 45000 md
Factor vol formasi minyak = 1,083 bbl/STB Viscositas minyak
= 2,5 cp
Densitas minyak
= 30,0 lbm/ cuft
Tentukan laju produksi yang diperoleh dengan mengguankan dasar sumur sebagai titik nodal, denagn memperhitungkan kerapatan perforasi dan gravel pack. Perhitungan : 1. Pada Kertas grafik kertasian, buat sistim koordinat dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar. Lihat gambar 3-4. 2. Berdasarkan PI = 1.0 dan Ps = 2200 psi, hitung Pwf pada berbagai anggapan harga q, yaitu sebagai berikut : Pwf = Ps – q / PI Untuk q = 200 bbl/ hari Pwf
= 2200 – 200 / 1 = 2000 psi
untuk laju produksi yang lain diperoleh hasil seperti pada table berikut : q anggapan 200
Modul Teknik Produksi II
Pwf 2000
Heru Herawan
400
1800
600
1600
800
1400
1000
1200
1500
700
3. Berdasarkan hasil perhitungan kehilangan tekanan sepanjang pipa salur dan tubing untuk beberapa harga laju produksi, (telah dihitung di contoh sebelumnya) di peroleh tekanan alir dasar sumur (di kaki tubing), sebagai berikut : : q
Pwh
Pwf
200
115
750
400
140
880
600
180
1030
800
230
1190
1000
275
1370
1500
420
1840
anggapan
4. Hitung perbedaan tekanan antara tekanan di permukaan formasi produktif dengan tekanan di kaki tubing, sebagai berikut : q
Pwf
anggapan
(sandface)
Pwf (tubing)
Beda tekanan
200
2000
750
1250
400
1800
880
920
600
1600
1030
570
800
1400
1190
210
1000
1200
1370
-
1500
700
1840
-
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Plot perbedaan tekanan tersebut terhadap laju produksi, di gambar 3-4 4. Berdasarkandata perforasi, hitung luas penampang aliran seluruh perforasi dan konstanta aliran laminar dan turbulan untuk setiap kerapatan perforasi 2, 4, 6, 8, 10 SPF. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut : SPF
A
C
D
2
0.05676
0.909214
5.76107810-4
4
0.11352
0.454607
1.44026910-4
6
0.17028
0.303071
6.40119710-5
8
0.22704
0.227304
3.60067410-5
10
0.28380
0.181843
2.30443110-5
5. Hasil perhitungan kehilangan tekanan untuk setiap kerapatan perforasi adalah sebagai berikut :
Laju
2 SPF
4 SPF
6 SPF
8 SPF
10 SPF
200
204.89
96.68
63.17
46.90
37.29
400
455.86
204.89
131.47
96.68
76.42
600
752.93
324.61
204.89
149.34
117.40
800
1096.08
455.86
283.42
204.89
160.22
1000
1485.32
598.63
367.08
263.31
204.89
1500
2660.06
1005.97
598.63
421.97
324.61
Produksi
Plot antara perbedaan tekanan tersebut terhadap laju produksi pada kertas grafik di gambar 3-4. 6. Perpotongan antara kurva perbedaan tekanan di kaki tubing dengan tekanan di permukaan formasi produktif dan kurva kehilangan tekanan di perforasi,
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
menunjuakan laju produksi yang dihasilkan untuk setiap kerapatan perforasi, yaitu :
3. 3.
Kerapatan
Laju
Perforasi (SPF)
Produksi (STB/D)
2
550
4
700
6
760
8
800
10
820
Prosedur analisa sistim nodal untuk titik nodal di kepala sumur.
Analisa sistim nodal untuk titik nodal di kepala sumur, di bedakan menjadi dua prosedur tergantung pada ada atau tidaknya jepitan di kepala sumur. Dengan demikian dalam sub-bab ini akan diuraikan dua prosedur analisa sistim nodal, satuprosedur untuk kepala sumur yang tidak dilengkapi dengan jepitan dan satuprosedur lagi untuk kepala sumur yang dilengkapi dengan jepitan. Kelakuan aliran multifasa dalam jepitan telah diuraikan di modul III, Bab V. dalam
uraiannya
dicantumkan
korelasi-korelasi
yang
digunakan
untuk
memperkirakan hubungan antara laju produksi dan tekanan. 3. 3. 1.
Prosedur analisa sistim nodal untuk titik nodal di kepala
sumur tanpa jepitan. Prosedur perhitungan adalah sebagai berikut : Langkah 1.
Siapkan data penunjang, yaitu :
kedalaman sumur (D)
panjang pipa salur (L)
diameter tubing (dt)
diameter pipa salur (dp)
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Langkah 2.
kadar air (KA)
perbandingan gas cairan (GLR)
tekanan separator (Psep)
kurva IPR
Pada kertas grafik kertasian, buat sistim sumbu dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar.
Langkah 3.
Ambil laju produksi tertentu (qt) yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse untuk aliran horizontal
Langkah 4.
Berdasarkan harga qt, dp, dan KA, pilih grafik pressure traverse untuk aliran horizontal.
Langkah 5.
Pilih garis gradien aliran dengan GLR yang diketahui. Apabila tidak diketahui maka lakukan interpolasi.
Langkah 6.
Dari
Psep
tentukan
tekanan
kepala
sumur
Pwh
denganmenggunakan garis gradient alir di langkah 5. catat harga Pwh yang diperoleh. Langkah 7.
Ulangi langkah 3-6 untuk berbagai harga laju produksi yang lain. Dengan demikian diperoleh variasi harga qt terhadap Pwh.
Langkah 8.
Plot qt terhadap Pwh pada kertas grafik di langkah 2. kurva yang terbentuk disebut kurva pipa salur.
Langkah 9.
Ambil laju produksi tertentu (qt) yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse untuk aliran vertical.
Langkah 10. Berdasarkan harga qt, dt, dan KA pilih grafik pressure traverse aliran vertical. Langkah 11. Pilih garis gradient aliran dengan GLR yang diketahui. Apabila tidak diketahui maka dilakukan interpolasi. Langkah 12. Menurut persamaan IPR yang diperoleh dari uji tekanan dan produksi terbaru atau menurut peramalan IPR, hitung tekanan alir dasar sumur (Pwf), pada harga qt di langkah 10.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Langkah 13. Dari harga Pwf
tentukan
tekanan kepala sumur denagan
menggunakan garis gradient aliran di langkah 11. lihat langkah 4 pada butir 3. 1. catat harga yang diperoleh. Langkah 14. Ulangi langkah 9-13 untuk berbagai laju produksi yang lain. Dengan demikian akan diperoleh variasi harga qt terhadap Pwh. Langkah 15. Plot qt terhadap Pwh dari langkah 14 pada kertas grafik di langkah 2. kurva yang diperoleh disebut kurva tubing. Langkah 16. Apabila kurva tubing memotong kurva pipa salur, maka sumur akan terproduksi dengan laju produksi Qt yang dite4ntukan dari titik perpotongan tersebut. Apabila kurva tubing tidak memotong kurva pipa salur maka sumur tidak dapat berproduksi untuk sistim rangkai pipa tersebut. Apabila kurva tubing dan kurva pipa salur tidak berpotongan tetapi perpanjangan kedua kurva tersebut memberikan kemungkianan untuk berpotongan, maka ulangi langkah 3 sampai dengan 15 untuk laju produksiyang lain, sehingga kurva tubing dan kurva pipa salur dapat diperpanjang, dan kemudian tentukan titik potongnya. Titik potong ini memberikan laju produksi yang diperoleh. Tidak dibenarkan melakukan ekstrapolasi, kecuali apabila laju produksi tidak tersedia di grafik pressure traverse. Langkah 17. Dengan membuat kurva tubing dan kurva pipa salur54 untuk berbagai ukuran tubing dan ukuran pipa, salur, maka dipilih pasangan ukuran tubing dan pipa salur yang dapat menghasilkan laju produksi optimum. 3. 3. 1. 1. Contoh analisa sistim nodal dengan titik nodal di kepala sumur tanpa jepitan. Diketahui : sama seperti contoh soal 3. 2. 1. 1. Tentukan laju produksi yang diperoleh dengan menggunakan kepala sumur sebagai titik
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
nodal tanpa jepitan. Perhitungan : 1. Pada kertas grafik kartasian, buat sisitim koordinat dengan tekanan sebagai sumbu tegak dan laju produksi sebagai sumbu datar. 2. Berdasarkan perhitungan di contoh soal 3. 2. 1. 1. butir 4, diperoleh hasil sebagai berikut : q
Psep
Pwh
200
100
115
400
100
140
600
100
180
800
100
230
1000
100
275
1500
100
420
anggapan
3. Plot antara q terhadap Pwh pada gambar 3-5 4. Berdasarkan perhitungan di contoh soal 3. 2. 1. 1. butir 2, telah diperoleh harga Pwf untuk berbagai laju produksi anggapan. Dengan mengguanakan grafik pressure traverse untuk aliran tegak, tentukan Pwh pada masingmasing q, dan di peroleh hasil sebagai berikut : q
Pwf
Pwh
200
2000
610
400
1800
540
600
1600
450
800
1400
330
1000
1200
180
1500
700
-
anggapan
5. Plot antara q terhadap Pwh pada gambar 3-5.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
6. Perpotongan antara kurva di langkah 3 dan 5 memberikan laju produksi yang diperoleh. 7. Laju produksi yang diperoleh = 900 bbl/ hari. 3. 3. 2.
Prosedur analisa sistim nodal untuk titik nodal di kepala sumur dengan jepitan.
Prosedur perhitungan adalah sebagai berikut : Langkah 1.
Langkah 2.
Siapkan data penunjang, yaitu :
kedalaman sumur (D)
panjang pipa salur (L)
diameter tubing (dt)
diameter pipa salur (dp)
kadar air (KA)
perbandingan gas cairan (GLR)
tekanan separator (Psep)
kurva IPR
ukuran jepitan
Pada kertas grafik kertasian, buat sistim sumbu dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar.
Langkah 3.
Ambil laju produksi tertentu (qt) yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse untuk aliran vertical.
Langkah 4.
Berdasarkan harga qt, dp, dan KA, pilih grafik pressure traverse untuk aliran vertical.
Langkah 5.
Pilih garis gradien aliran dengan GLR yang diketahui. Apabila tidak diketahui maka lakukan interpolasi.
Langkah 6.
Berdasarkan persamaan IPR yang diperoleh dari uji tekanan dan produksi terbaru atau menurut peramalan IPR, hitung tekanan alir dasar sumur pada harga qt di langkah 3.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Langkah 7.
Dari
harga
Pwf
tentukan
tekanan
kepala
sumur
dengan
mengguanakan garis gradient aliran di langkah 5. Langkah 8.
Ulangi langkah 3 sampai dengan 7 untuk berbagai harga laju produksi yang lain. Dengan demikian akan diperoleh variasi harga qt terhadap Pwh.
Langkah 9.
Plot qt terhadap Pwh dari langkah 8 pada kertas grafik di langkah 2. kurva yang diperoleh disebut kurva tubing.
Langkah 10. Pilih korelasi aliran fluida dalam jepitan yang sesuai dengan kondisi lapangan. Langkah 11. Berdasarkan korelasi yang dipilih, buat hubungan antara laju produksi dengan tekanan kepala sumur. Langkah 12. Plot antara laju produksi terhadap tekanan kepala sumur yang diperoleh dari langkah 11, pada kertas grafik di langkah 2, kurva yang diperoleh disebut kurva jepitan. Langkah 13. Perpotongan antara kurva tubing dengan kurva jepitan menunjukan harga
laju
produksi
yang
dihasilkan
oleh
sumur,denganmenggunakan ukuran jepitan yang diberikan. Langkah 14. Untuk mengetahui pengaruh ukuran jepitan terhadap laju produksi sumur, maka buat kurva jepitan dengan dengan mengguankan langkah 11, untuk beberapa ukuran jepitan yang berbeda. Langkah 15. Perpotongan kurva-kurva jepitan dengan kurva tubing, menunjukan laju produksi yang diperoleh untuk setiap ukuran jepitan.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Gambar 3-5 Kurva Analisa Sistim Nodal pada Titik Nodal Di Kepala Sumur Tanpa Jepitan
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
3. 3. 2. 1.
Contoh analisis nodal dengan titik nodal di kepala sumur dengan jepitan
Diketahui : Sama seperti contoh soal 3. 2. 1. 1. Tentukan laju produksi yang diperoleh dengan menggunakan kepala sumur sebagai titik nodal, apabila digunakan jepitan dengan ukuran 12/64 in. gunakan persamaan Gilbert untuk memperkirakan kelakuan aliran fluida dalam jepitan. Perhitungan : 1. Pada kertas grafik kertasian, buat sistim koordinat dengan tekanan sebagai sumbu tegak dan laju produksi sebagai sumbu datar. Lihat gambar 3-6. 2. Berdasarkan perhitungan di contoh soal 3. 2. 1. 1. butir 2 telah diperoleh harga Pwf untuk berbagai laju produksi anggapan. Dengan mengguanakn grafik pressure traverse untuk aliran tegak, tentukan Pwh pada masingmasing q, dan diperoleh hasil sebagai berikut : q
Pwf
Pwh
200
2000
610
400
1800
540
600
1600
450
800
1400
330
1000
1200
180
1500
700
-
anggapan
3. Plot antara q terhadap Pwh pada gambar 3-6, kurva ini adalah kurva tubing. 4. Buat hubungan antara laju produksi dengan tekanan kepala sumur dengan mengguanakan persamaan gilbert, dan diperoleh : q anggapan
Pwh
200
75.34
400
150.68
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
600
220.02
800
301.36
1000
376.70
1500
565.04
5. Plot laju produksi terhadap tekanan kepala sumur yang diperoleh dari langkah 4, pada kertas grafik di langkah 2, seperti ditunjukan di gambar 3-6. kurva ini adalah kurva jepitan. 6. Tentukan perpotongan antara kurva tubing yang diperoleh dari langkah 3 dengan kurva jepitan yang diperoleh dari langkah 5. 7. Perpotongan kedua kurva tersebut menunjukan laju produksi sebesar 840 STB/ hari. 3. 4.
Prosedur anlisa sistim nodal dengan titik nodal di separator.
Prosedur perhitungan analisa sistim nodal dengan titik nodal di separator adalah sebagai berikut : Langkah 1.
Langkah 2.
Siapkan data penunjang, yaitu :
kedalaman sumur (D)
panjang pipa salur (L)
diameter tubing (dt)
diameter pipa salur (dp)
kadar air (KA)
perbandingan gas cairan (GLR)
tekanan separator (Psep)
kurva IPR
Pada kertas grafik kartasian, buat sistim sumbu dengan tekanan pada sumbu tegak dan laju produksi pada sumbu datar.
Langkah 3.
Plot kurva IPR pada kertas grafik dilangkah 2.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Langkah 4.
Anggap laju produksi qt yang sesuai dengan salah satu harga laju produksi pada grafik pressure traverse untuk aliran horizontal dan vertical.
Langkah 5.
Pilih grafik pressure traverse aliran vertical qt, dt, dan KA. Apabila KA tidak sesuai dengan KA yang tersedia pada grafik, pilih grafik pressure traverse dengan KA yang terdekat.
Langkah 6.
Pilih kurva gradient tekanan aliran dengan GLR yang diketahui. Apabila untuk harga GLR tersebut tidak tersedia kurva gradient alirannya, lakukan interpolasi.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Gambar 3-6 Hasil Analisa Sistim Nodal Untuk Sumur Dengan Jepitan
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Langkah 7.
Berdasarkan kurva IPR di langkah 3, baca harga tekanan alir desar sumur, Pwf pada qt.
Langkah 8.
Gunakan grafik pressure traverse dan kurva gradient aliran untuk menentukan tekanan kepala sumur Pwh berdasarkan Pwf. Lihat butir 3. 1, langkah 5.
Langkah 9.
Catat harga Pwh yang diperoleh.
Langkah 10. Pilih grafik pressure traverse aliran horizontal yang sesuai dengan qt, dp, dan KA. Apabila KA. Tidak sesuai dengan KA yang tersedia pada grafik, pilih grafik pressure traverse dengan harga KA yang terdekat. Langkah 11. pilih kurva gradient aliran yang sesuai dengan GLR yang diketahui. Apabila untuk haarga GLR tersebut tidak tersedia kurva gradient alirannya, lakukan interpolasi. Langkah 12. Gunakan grafik pressure traverse [langkah 10] dan kurva gradient aliran [langkah 11] untuk menentukan tekanan masuk di separator, [Pins] berdasarkan harga Pwh dari langkah 9. Langkah 13. Catat harga Pins dan qt. Langkah 14. Ulangi langkah 4-13 untuk berbagai harga laju produksi. Dengan demikian akan diperoleh hubungan antara Pins terhadap qt. Langkah 15. Plot harga Pins terhadap qt pada kertas grafik di langkah 2. Langkah 16. Plot Psep pada sumbu tekanan dan dari titik ini tarik garis datar ke kanan sampai memotong kurva yang diperoleh dari langkah 15. Langkah 17. Perpotongan tersebut menunjukan laju produksi yang akan diperoleh. 3. 4. 1.
Contoh soal analisa sistim nodal denagn titik nodal di
separator. Diketahui : sama seperti contoh soal 3. 2. 1. 1. Tentukan laju produksi yang dapat diperoleh dengan menggunakan separator sebagai titik nodal.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Perhitungan : 1. Buat sistim koordinat pada kertas grafik kertasian dengan tekanan sebagai sumbu tegak dan laju produksi sebagai sumbu datar, seperti pada gambar 37. 2. Dari perhitungan contoh soal 3. 2. 1. 1. langkah 4, telah diperoleh hubungan q terhadap Pwh untuk perhitungan yang diawali dari dasar sumur, yaitu sebagai berikut : q
Pwf
Pwh
200
2000
610
400
1800
540
600
1600
450
800
1400
330
1000
1200
180
anggapan
3. Berdasarkan Pwh di langkah 2, tentukan tekanan di separator, untuk beberapa anggapan laju produksi, Pwh = tekanan upstream, dan tekanan di separator, Pins sebagai tekanan downstream. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut : q
Pwh
Pc separator
200
610
595
400
540
525
600
450
410
800
330
255
1000
180
-
anggapan
4. plot q terhadap Pins seperti pada gambar 3-7.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
5. pada gambar 3-7, plot tekanan separator = 100 psi pada sumbu tekanan. Kemudian buat garis datar ke kanan sampai memotong kurva di langkah 4. perpotongan ini menunjukan laju produksi yang diperoleh, yaitu : q = 900 bbl/ hari.
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan
Gambar 3-7 Kurva Analisa Sistim Nodal pada Titik Nodal di Separator
Modul Teknik Produksi II
Heru Herawan