Novel Angkasa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Prolog



"Mencintai itu perkara hati, dilapangkannya seluas langit dan bumi." *** "Kak Angkasa. Apa mungkin bulan dan Bintang akan bersama di langit yang sama lagi?" tanya Bintang. "Tidak." "Bukankah bulan dan Bintang diciptakan untuk bersama selamanya" Bintang bingung.



tanya



"Kalau bulan dan Bintang diciptakan untuk bersama selamanya. Mengapa Angkasa di sini bersama Bintang?" jawab Angkasa dengan menoleh ke arah Bintang. *** "Jika cinta bisa teriak, maka angkasa tak cukup luas untuk membendung gema nya." - Bintang Aqilah "Pandangi langitnya, tapi jangan menghitung Bintangnya. Karena kau tidak akan pernah sadar bahwa kau salah satu dari mereka." - Sakti Nanta Angkasa



1. KUTUB ES "Kamu seperti senja. Datang tanpa diminta. Pergi tanpa pamit." *** Awal masuk sekolah seharusnya para murid peserta didik baru berangkat lebih pagi dari sekolah biasanya. Namun berbeda dengan gadis ini yang baru datang ke sekolah 5 menit sebelum bel sekolah bunyi Gadis itu berlari menuju ke sekolahnya dengan melirik ke arah jam tangan yang ada di tangan sebelah kirinya. Gadis itu bernama Bintang Aqilah. “Bintang!" panggil seseorang dari belakang yang sepertinya suara itu sudah tak asing lagi di telinga Bintang. “Lo gue panggil kok gak nyaut sih." Suara itu kini berada tepat di sebelah Bintang. Gadis itu adalah teman Bintang dari dia masih duduk di bangku sekolah dasar hingga kini mereka beranjak dewasa. Elara Nanta Fakandi. Biasa dipanggil Elara. Namanya cukup aneh karena diambil dari salah satu nama bulan yang ada di Planet Jupiter. "Gue kira gue telat." gadis itu dengan mengatur napasnya. "Emang udah telat lagi, El," ucap Bintang yang membuat Elara kaget. “Serius lo?!" dapatkan Elara. "Bego banget gue! Gue lupa jam tangan gue rusak." pekik Elara dengan melihat jam yang dia kenakan yang ternyata sudah rusak beberapa hari ini. "Yaudah dari pada akhirnya mending sekarang kita langsung masuk." ucap Bintang. Setelah mendapatkan persetujuan Elara, mereka masuk ke dalam sekolah. Elara berlari dengan cepat meninggalkan Bintang yang masih kewalahan yang harus digunakan untuk pelaksanaan MOS. 2



"Aduh!" Tubuh Bintang terhempas ke lantai. Gadis itu melihat pantatnya merasakan bokongnya dicium lantai. Bintang mendongakkan kepalanya melihat ke arah pria yang baru saja menerjang tubuh Bintang. Tapi tunggu, kenapa laki-laki itu hanya diam dan mencoba membantu Bintang. Astaga, apa laki-laki yang sekarang ada di hadapannya sekarang bukan manusia. Seperti mengetahui isi hati Bintang, pria itu membantu membantu gadis itu untuk berdiri. "Makasih, Kak." ucap Bintang sambil berdiri. Pria itu melangkahkan kaki tanpa menjawab ucapan Bintang. Bintang berdecih lalu berkata, "Sombong banget tuh cowok." "Cowok gak tahu diri! Udah untung gue ajak ngomong." Bintang mengibaskan roknya yang terlihat sedikit kotor akibat jatuh tadi. Bibir kecilnya itu terus berkomat-kamit mengucap sumpah serapahnya untuk pria itu. "Hei, Kamu!" Bintang membalikkan badannya dan mendapati kehadiran seorang perempuan yang sedang berjalan ke arahnya. "Ngapain kamu masih di sini? Kenapa gak ke aula? Sebentar lagi ketua OSIS kita bakalan datang ke aula. Ayo, ikuti saya sekarang!" Perempuan yang dikenal namanya Angela itu berjalan di depan Bintang. Bintang menatap dahinya sendiri merutuki ukuran bodohnya dirinya yang terus mengomel hanya karena pria sombong itu. Keduanya sampai di aula. Syukurlah ketos sekolah ini belum datang. Jadi, Bintang tak perlu menjalani hukuman. "Sekarang kamu duduk sesuai kelompok." Bintang mengangguk dan duduk di samping Elara yang ternyata juga satu kelompok dengannya.



3



"Lo dari mana aja?" tanya Elara dengan sedikit kepo. "Lo tahu gak, masa tadi gue ketemu sama cowok sombong. Udah untung gue ajak ngomong. Gak tahu aja dia kalo banyak cowok yang pengen deket sama gue," ucapnya dengan penuh antusias. "Siapa namanya?" tanya Elara. "Entahlah gue gak tahu. Belum sempet baca namanya tadi gue." jawab Bintang. "Lo gimana sih masa ketemu cowok gak diajakin kenalan." Bintang berdecih. "Gue ngajak cowok kenalan juga pilih-pilih lagi, El." “Perhatian semuanya. Tolong diam. Sebentar lagi, ketos dan waketos kita akan datang. Jadi dimohon untuk memperhatikan yang diucapkan oleh keduanya. Atas perhatiannya, terima kasih." Setelah mendengar pemberitahuan dari anggota OSIS, seluruh peserta didik terutama perempuan malah sibuk berdandan. Membenarkan rambut, bahkan memakai liptint secara sembunyi-sembunyi. "Bin, gue udah cantik belum?" Bintang melirik ke arah Elara.Tanpa polesan, Elara akan tetap cantik. "Cantik kok, emang kenapa sih, El?" Elara menghentikan gerakannya ketika mendengar pertanyaan gadis polos di sebelahnya. “Lo gak tahu? Katanya, ketos kita itu ganteng banget. Most wanted sekolahan sini. Masa lo gak tahu sih, Bin?” Bintang menggelengkan kepalanya bertanda dia memang tidak tahu segalanya. Klek. Semua peserta didik berdiri menyambut kehadiran ketos dan waketos sekolah itu. Bintang sempat terpesona dengan pria yang baru saja masuk ke dalam.Benar kata Elara, ketos sekolahnya memang sungguh tampan. Tapi tunggu. Raut wajah Bintang seketika berubah setelah melihat cowok sombong yang dia temui tadi pagi.



4



"Ganteng banget, Bin," rengek Elara terpesona dengan ketampanan sang ketos. "Yang depan emang ganteng, yang belakang angkuh banget wajahnya," gumam Bintang. "Peserta didik dipersilahkan duduk kembali untuk mendengarkan pesan-pesan dari ketos dan waketos kita." Setelah mendengar intruksi tersebut, seluruh peserta didik duduk kembali. "Hai." Sapa pria itu. Seluruh peserta menjawab sapaan pria itu. Terutama peserta perempuan yang menjawabnya dengan suara yang sangat lantang. Tatapan Bintang masih belum lepas pada sosok pria angkuh yang saat ini juga melihat ke arah Bintang. "Oke, kita mulai. Nama saya Magenta Maeswari. Kalian bisa panggil saya Genta atau Kak Genta. Jabatan saya disini sebagai ketos. Hai, semua!" ujarnya dengan senyum yang sangat manis. Lesung pipitnya begitu sangat manis. "Dan di sebelah saya," Genta memberikan mic tersebut pada cowok yang bahkan tak ingin Bintang ketahui namanya. "Kalo ini sih, gue udah kenal. Orang abang gue," celetuk Elara yang membuat Bintang membulatkan bola matanya. "Maksud lo? Cowok itu kakak lo?" "lya." Bintang hanya merutuki dirinya yang sangat sial hari ini. "Hai, semua! Nama saya Sakti Nanta Angkasa. Kalian bisa panggil saya Sakti atau Kak Angkasa. Jabatan saya di sini sebagai waketos. Semoga kita bisa bekerja sama." Apa pria itu benar-benar tidak bisa tersenyum? Kaku banget rasanya buat tersenyum. Tapi anehnya, kenapa cewek lainnya malah terpesona dengan



5



ketampanannya. Jelas-jelas Genta lebih tampan dari Angkasa. Itu sangatlah jelas. Bahkan kalau diibaratkan seperti langit dan bumi. Pulang sekolah pun tiba. Elara meminta Bintang untuk menemaninya ke ruangan OSIS. Gadis itu harus pulang, tapi Angkasa sebagai kakaknya masih ada urusan di dalam. Anggap saja orang penting lagi rapat. "EI, gue mau pulang," rengek Bintang. "Ih tunggu di sini dulu. Gue mau panggil Kak Angkasa dulu." Elara meminta salah satu anggota OSIS untuk memanggil Angkasa. Tak butuh waktu lama, cowok itu keluar dari ruang OSIS. "Lo, pulang duluan gih." Suara serak itu mengganggu pendengaran Bintang. "Lah, kakak gimana sih, kan tadi disuruh mama pulang bareng." "Gue masih ada urusan." "Yaudah, gue, tungguin." putus Elara. "Eh jangan. Ini sampek malam rapatnya." "Ya terus gimana?" Angkasa melirik ke arah Bintang yang terlihat jual mahal di hadapannya."Minta anterin aja sama temen lo ini." Bintang melirik Angkasa dengan bibir yang menganga tak percaya. Rumah Bintang dan Elara itu cukup jauh. "Gak mungkin dong, Kak. Rumah Bintang itu deket dari sini. Kalau dia nganterin aku, yang ada dia kayak puter balik dong." Angkasa menghelakan napasnya sejenak. "Ck. Yaudah tunggu, gue anterin pulang." "Nah gitu dong." 6



Elara tersenyum pada Bintang untuk ucapan Terima kasih karena mau menemaninya ke ruang OSIS. Maksud hati Elara ingin mendekatkan Bintang dan juga Angkasa. Karena bagi Elara, Bintang dan Angkasa itu seperti pasangan serasi. Setelah itu, Angkasa keluar dari ruangan dan menarik tangan Elara agar mempercepat langkah kakinya dan meninggalkan Bintang yang masih berdiri di tempat. "Tuh cowok gak bisa kali ya bersikap manis sebentar. Sombong banget jadi cowok. Jomlo seumur hidup baru tahu rasa lo." umpat Bintang.



7



2.MIMPI “Mimpi itu bunga tidur,bukan bunga rindu” ***



Setelah pulang sekolah, Bintang langsung menuju ke dapur rumahnya. Dia mengambil satu bungkus cokelat yang ada di dalam kulkas untuk dia makan. "Bintang, kamu udah pulang," ucap Maria mama tiri Bintang. Sejak kecil Bintang ditinggal oleh ibu kandungnya karena sebuah perceraian. Ibunya pergi dan menetap di Amerika bersama dengan adik laki-lakinya. Sedangkan satu tahun perceraian orang tua Bintang, ayahnya menikah dengan Maria. Bintang selalu mengklaim jika Maria adalah orang ketiga dari perceraian orang tuanya. "Kamu udah makan?" tanya Maria. "Kamu tuh, ya, dari kecil gak pernah berubah. Selalu makan cokelat." lanjutnya. "Kenapa kalau aku sering makan cokelat? Bukan urusan tante juga kan?" Maria mencoba tersenyum dengan ucapan Bintang. Dia selalu memaklumi apa yang diucapkan oleh anak gadisnya itu. "Gak papa kok kalau kamu makan cokelat terus. Tapi nanti kalau giginya sakit gimana?" Bintang memutar bola matanya jengah. " Denger ya, tante, aku itu udah bukan anak kecil lagi yang bakalan nangis hanya karena gigi sakit. Urusin tuh Julian. Nakal banget jadi anak." Malam harinya Maria berada di ruang tengah rumahnya. Dia bersama dengan seorang anak laki-laki yang masih berumur sekitar 5 tahun. 8



"Mama, aku mau ke Kak Bintang. Mau minta diajarin melukis sama Kak Bintang, ya?" Maria tersenyum melihat anak cowoknya itu. Julian sangat menggemaskan. "lya, sama kamu minta Kak Bintang buat makan ya." Julian mengangguk dan kemudian berjalan menuju kamar Bintang. "Kak Bintang?" Bintang menoleh. Padahal gadis itu sudah mulai membuka laptopnya untuk segera melaksanakan maraton drakor kesayangannya itu. Tapi adiknya itu malah masuk ke dalam kamarnya. Sial. "Apa?" jawabnya dengan ketus. Julian berjalan dan kemudian duduk di samping Bintang. "Aku mau minta Kak Bintang buat ajarin aku melukis." Bintang memang sangat pintar dalam hal melukis. Tapi Bintang sama sekali tidak memiliki niatan untuk mengajari anak kecil ini melukis seindah yang ia bisa. "Gak mau. Kamu belajar aja sama mama kamu itu. Udah sana pergi." Bintang kembali memusatkan konsentrasinya pada laptop yang saat ini ada tepat di hadapannya. "Kak Bintang di suruh mama makan. Katanya, Kak Bintang belum makan malam ya? Masakan mama enak, kok. Kak Bintang pasti suka," ucap Julian. "lya, enak. Tapi bisa aja kan mama kamu itu ngeracunin aku biar semua warisan ayah jadi milik kamu sama nenek sihir itu." "Mama bukan nenek sihir!" bentak Julian di sampingnya. "Gak usah bentak lagi. Udah deh, keluar aja sana."



9



"Gak mau, aku maunya Kak Bintang ajarin melukis." “Aku bilang gak mau ya gak mau! Jangan maksa dong!" tegur Bintang. Julian menangis. Kemudian anak kecil itu keluar dari kamarnya. Tangisannya semakin kencang di luar sana. Tapi Bintang benar-benar tidak peduli dengan apa yang terjadi pada Julian. *** Deretan bunga di sekitaran taman begitu membuat Bintang terpesona. Bunga tulip berwarna putih sangat menarik perhatiannya. Bintang sangat menyukai bunga tulip. Bintang tersenyum ketika melihat kupu-kupu yang sangat cantik dengan sayap yang berwarna sedikit pink dan putih. Begitu cantik nan indah. Bintang mengikuti kemanapun kupu-kupu itu terbang. Hingga ia berhenti di sebuah danau yang sangat luas. Dia mendengar alunan gitar yang sedang dimainkan. Bintang mengikuti arah musik itu, hingga dia berhenti di belakang seorang pria yang sedang menyanyikan lagu 'Aku Tak Mau Sendiri' Bintang tersenyum dengan alunan gitar yang begitu indah. Selain melukis, Bintang juga sangat menyukai seni musik. Apapun alat musiknya. "Kamu siapa?" tanya Bintang dengan senyuman tipis yang sedikit mengembang. Pria itu berbalik. Dia begitu tampan dengan rahangnya yang tegas, hidungnya yang sedikit mancung, alis tebal, mata hazel. Dia Angkasa. Bintang tercengang ketika melihat Angkasa di hadapannya. Pria itu tersenyum kepadanya dengan begitu manis. Kenapa pria ini tiba-tiba tersenyum padanya, apa ada petir dan angin topan yang membuat Angkasa tersenyum padanya. "Ka-k Angkasa." Bibirnya Bintang seperti terkunci. Bintang masih memandang betapa indahnya senyuman pria itu. Andai saja Bintang pemilik senyuman itu “Kak Angkasa ngapain di sini?" 10



Cowok itu hanya tersenyum. Entah mengapa, senyumannya mengubah seluru hati Bintang. Lalu tak lama, Angkasa duduk di sebuah tempat duduk yang ada di tengah taman itu. Angkasa mendongakkan kepalanya menatap langit-langit yang terlihat banyak Bintang yang suasana mengenai bulan di atas sana. "Kak Angkasa, apa mungkin bulan dan Bintang akan bersama di langit yang sama lagi?" tanya Bintang. “Tidak." "Bukankah bulan dan Bintang diciptakan untuk bersama selamanya?" tanya Bintang bingung. "Kalau bulan dan Bintang diciptakan untuk bersama selamanya. Kenapa Angkasa di sini bersama Bintang?" jawab Angkasa dengan menoleh ke arah Bintang. Bintang tersenyum mendengar jawaban Angkasa mengenai bulan dan Bintang. Dari kecil Bintang memang ingin tahu tentang jawaban itu. Tapi sayangnya baru sekarang ada yang menjawab pertanyaan bodoh itu. "Bintang, bangun sayang, ini udah jam enam lebih." Bintang berdecak sebal. Mimpinya kacau karena suara Maria yang membangunkannya. Sial. Seharusnya ini saatnya dia bisa mengobrol banyak hal dengan Angkasa. "Bintang, bangun!" Maria dengan menarik lembut tangan Bintang. Bintang yang masih setengah sadar, mau tidak mau bangun dari tempat tidurnya. Dia melirik ke arah jam wekernya yang ada di sebelah sana. "Lho! Udah jam enam lebih. Aku bisa telat." Bintang berlari ke arah kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Sial. Hari ini Bintang pasti telat datang ke sekolah. Ini semua gara-gara Angkasa yang dengan lancangnya memasuki mimpi Bintang yang tanpa disuruh masuk oleh tuan rumahnya. Lima menit berlalu, kini Bintang menunggu bus. Dia ketar ketir membayangkan jika ia akan mendapatkan hukuman dari anggota OSIS. Kalau dari Genta sih gak 11



papa. Hukuman seminggu pun, Bintang jabanin. Yang penting, Genta sama Bintang terus. “Bintang, woy! Belum berangkat lo?" Bintang menoleh kearah sumber suara. Ternyata Elara baru hendak pergi ke sekolah. "Gue nebeng lo, ya, El." “Bentar gue tanya abang gue." Wait! Abang? Artinya Elara berangkat ke sekolah bersama dengan Angkasa. Muka gila. Bintang gak akan hentinya untuk merutuki pria itu di dalam mobil. "Kak, Bintang gapapa nebeng kan?" "Gak, ah, males," jawab ketusnya. Bintang mendelik. "Yaudah, El, gak usah. Gue juga gak mau barengan sama cowok sombong kayak dia." "Lah ini udah siang Bintang. Kak, gapapa ya? Kasian Bintang." "Ck. Yaudah." putus Angkasa. Elara tersenyum. Dia mempersilakan Bintang untuk masuk ke dalam mobil nya sekarang. Bintang duduk di bangku belakang. "Kalau bukan karena adik gue, gak mau gue kasih tebengan ke lo." Bintang menganga tak percaya. Jadi peperangan ini masih berlanjut. "Kalaupun ini gak kesiangan, aku juga gak mau duduk satu mobil sama cowok kayak lo” "Kok lo gak sopan sih sama waketos lo?" "Cuma waketos kan? Bukan ketos kan?" 12



Elara memutar bola matanya. la sangat muak mendengar perdebatan ini. "Kalau debat terus, kita bakalan dihukum bareng." Angkasa menjalankan mobilnya dengan santai. "Kalau ada acara ngehukum, pasti lo sama temen lo yang bakalan kena." "Dih. El, ngeselin banget sih abang lo ini. Sumpah ya, gue rasanya pengen nimpuk mulutnya itu." "Abang gue emang ngeselin, Bintang." ujar Elara dengan begitu santainya. Pantesan. Ternyata sifat nya memang menyebalkan. Udah jutek, nyebelin, hidup pula. ... "Pagi, semua! Saya mau memberitahu kegiatan kita hari ini. Hari ini kita akan mengadakan demo musik." Seluruh peserta didik terlihat bersemangat dengan acara ini. Apalagi suara Genta yang membuat semua orang yang mendengarnya merasa sangat sejuk, beda kalau sama Angkasa. Rasanya tuh panas banget. Dehidrasi, dah kalau sama tuh cowok. Asli. "Pasti kakak gue yang bakalan demo. Udah bisa ketebak dah." Bintang melirik Elara yang ada di sebelahnya. "Kakak lo pinter main musik?" "Bukan pinter lagi Bintang, tapi udah jago banget. Gue aja sampek melongo kalo liat dia udah main musik." Bintang terkekeh. "lya, lo kan lemot kalo urusan musik." Elara menoyor kepala Bintang yang membuat gadis itu meringis kesakitan. "Aduh, El. Sakit tahu!" adu Bintang. "Bodo!" seru Elara.



13



"Lo mah jahat sama temen sendiri," rengek Bintang. "Eh, Bin, btw gue punya Line-nya Kak Genta loh." "Ha? Serius! Minta dong!" serunya. "Gue kemarin buka HP abang gue diem-diem. Cuma buat liat Line Kak Genta." Enak ya, jadi Elara. Bisa punya kakak cowok. Pasti Elara di jagain banget sama abangnya. Tapi kalau pun Bintang punya abang kayak Angkasa, Bintang juga gak mau. Ya kali, bisa-bisa bukannya dijagain malah dicuekin “Lo, udah chat sama Kak Genta?" "Belum sih. Gue masih malu-malu," ujarnya. Bintang mengangguk. "Lo bisa malu juga ternyata?" "Yaiyalah, gue tuh cewek. Dan masih punya urat malu." "Ya, abisnya. Lo gak inget waktu SMP. Lo kan pernah nembak kakak kelas. Sayang banget kalo keberanian lo ditolak kayak dulu." Elara terlibat termenung. Dia masih ingat dengan jelas masa itu. Masa di mana dia dengan beraninya mengungkapkan perasaannya pada kakak kelas. Tapi semuanya harapan gadis itu pupus. Pria itu malah menolaknya dan lebih parahnya lagi sampai menghina keberanian Elara. ...



14



3.KEPINGAN CAHAYA



"Aku adalah satu titik cahaya Bintang yang mungkin tak pernah kau lihat. Tapi aku selalu berusaha bersinar lebih terang agar kau lihat walau sebentar." *** Seminggu berlalu. Akhirnya, hari di mana seluruh peserta didik baru resmi menjadi murid SMA cempaka itu tiba. Seluruh siswa bersemangat untuk masuk sekolah senin pagi ini. Bintang dan Elara mencari kelas mereka bersama. Meskipun tidak satu kelas, tapi mereka berjanji untuk tetap bersama dan pergi ke kantin bersama jika waktu istirahat tiba. Bintang benar-benar beruntung memiliki teman seperti Elara. Teman yang selalu mau mendengar keluh kesahnya setiap waktu. “Eh, El, gua udah nemu kelas gue nih," ujar Bintang menunjuk kelas di sebelahnya. X IPA 3. "Eh, kita sebelahan kelasnya. Kelas gue di sebelah," timpal Elara dengan senyuman yang terus mengembang di bibirnya. X IPA 5. "Oke. Semangat ya, El. Semoga dapet teman baru." “Jangan lupain gue, kalau lo dapat teman baru, Bin," pinta Elara. Bintang tersenyum. "Tenang aja, gue bakalan inget lo selalu kok." Elara mengangguk. Dia berpamitan pada Bintang untuk masuk ke kelasnya yang ada di sebelah kelas Bintang. Bintang pun juga masuk ke dalam kelasnya. Bintang berjalan kearah bangku deretan pojok nomor dua dari depan. la mulai duduk di kursi itu. Tak beberapa lama, ada gadis cantik yang menghampiri Bintang. "Maaf, aku boleh duduk sama kamu gak?" tanyanya dengan tersenyum pada Bintang.



15



Bintang mengangguk pelan dan mempersilakan gadis itu untuk duduk. Melihat gadis itu tersenyum, Bintang menjadi ikut tersenyum juga. "Oh, ya, namaku Alin," ujarnya dengan mengulurkan tangan. Bintang membalas uluran tangan gadis itu. "Aku Bintang." Setelah mereka berkenalan, mereka bercerita tentang apa saja yang kejadian di sekolah mereka yang dulu. Mereka terlihat begitu akrab. Setelah dua bulan, Bintang dan Alin menjadi teman dekat. Bintang juga mengajak Alin untuk pergi ke kantin bersamanya juga bersama dengan Elara. Elara juga membawa temannya dari kelasnya, hingga jadilah mereka berempat yang selalu bersama. "Kesel banget gue sama yang namanya Gema. Sok ganteng banget tahu gak. Gantengan juga Kak Genta." Raya sebagai teman sekelas gadis itu hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku Elara. Sedangkan Alin dan Bintang hanya bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Elara. “Lo kenapa sih, El?" tanya Alin. "lya, keliatannya lo lagi sebel banget, ya?" imbuh Bintang di sebelah Alin. "Gimana gak sebel coba. Gema tuh, ya, sukanya nyari gara-gara mulu," cerocos Elara. "Gema yang mana sih yang lo maksud?" tanya Alin. Tak ada niatan untuk Elara menjawab pertanyaan Alin. Cowok itu benar-benar membuat dia jengkel. "Namanya Gema Zeus." jawab Raya "Oh, Gema. Dia satu sekolah sama gue waktu SMP." Elara melirik kearah Alin. "Beneran?" 16



"Beneran. Masa iya gue bohong?" jawab Alin. "lya, sih, gue percaya. Emang sifatnya dia emang ngeselin gitu, ya?" Bintang tersenyum mendengar pertanyaan Elara yang terdengar sangat detail itu. "Kalau Elara udah tanya kayak gini, pasti dia suka sama Gema." Raya dan Alin tertawa. Sedangkan Elara menatap Bintang dengan tatapan kesal. "Masa iya, gue jatuh cinta sama rival gue sendiri? Yakali. Cowok kayak gitu, di tol juga banyak." "Buset, dah. Lo nyamain Gema kayak cabe-cabean?" Raya dengan sedikit tertawa. Semua kembali diam. Mereka kembali menyantap makanan mereka dengan begitu nikmat. Ya, meskipun Elara dan Bintang sedikit bertengkar karena tidak mau sharing makanan lagi. "Bintang." Bintang menghentikan gerakannya. Dia menoleh ke arah sumber suara tersebut. Genta. Pemilik suara itu adalah Genta. Elara, Raya, dan Alin melongo melihat betapa mempesonanya pria yang ada di hadapan mereka sekarang. "lya, Kak? Ada apa ya?" Kaku. “Kamu anak musik kan?" "Oh, lya Kak. Kenapa ya?" tanya Bintang. “Tolong kamu kasih surat ini ke ketua ekstra musik." "Kenapa gak Kak Genta aja yang ngasih kek Kak Angkasa?" "Dari tadi udah aku cari anaknya. Tapi gak nemu," jawab Genta. Bintang hanya beroh'dengan tatapan mata yang melirik kearah surat tersebut. "Yaudah, kalau gitu aku pergi dulu, ya," pamit Genta. 17



"lya, Kak." "Oh, ya, nanti kamu pulang sama siapa?" "Kenapa, ya, Kak?" tanya Bintang bingung “Nanti pulang aku anterin, ya?" "Ha?" "Aku anggap itu jawaban kalo kamu mau aku anterin." putus Genta. Genta pergi meninggalkan Bintang yang masih diam di tempat. Astaga, Bintang! Rasanya dia ingin pingsan saja. "Gila, mimpi apa Kak Genta mau ngajakin lo pulang bareng?" tanya Raya sedikit meledek. Elara hanya tersenyum tipis. "Kayaknya, bakalan ada yang jadian nih." "Jadian, jadian, lo tuh bakalan jadian sama Gema habis ini!" ucap Alin dengan menoyor kepala Elara yang menyebabkannya meringis kesakitan. Sepulang sekolah, Bintang tidak langsung pulang. Bintang menunggu di depan kelas XII IPA 2 bersama dengan ketiga temannya itu. Bintang memang sengaja meminta untuk teman-temannya menunggu sebentar lagi, agar Bintang ada teman untuk menunggu Genta latihan. Tak menunggu beberapa lama, kelas Angkasa bubar. Murid-murid lainnya sudah keluar, tapi Angkasa belum juga keluar. Pria itu masih menulis apa yang gurunya tulis di papan tadi. Bintang dan ketiga temannya itu masuk menemui Angkasa di sana. Cowok yang duduk di bangku paling depan itu terlihat sangat konsentrasi. "Kak Angkasa, ini dari Kak Genta. Katanya di suruh minta tanda tangan kakak," ucapnya dengan menyodorkan surat tadi. Angkasa melirik surat itu. Tak menyentuh atau membaca isi surat itu, cowok itu malah membereskan barang-barangnya dan segera pergi meninggalkan Bintang.



18



"Lah Kak, tanda tangan dulu dong," ujar Bintang dengan menyamai langkah kaki Angkasa yang terlihat lebih lebar daripada dirinya. Sepanjang jalan tak henti-hentinya Bintang meminta agar cowok itu mau menandatangani surat itu. Tapi sial, cowok itu tak memperdulikan Bintang. Angkasa berhenti tepat di lapangan di mana Genta dan anak lainnya latihan basket. "Lo mau gue tanda tanganin surat ini?" tanyanya dengan menoleh kearah Bintang yang berdiri tepat di sebelahnya. "Yaiyalah, Kak." “Oke, gue bakalan tanda tangan." putus Angkasa. "Yaudah, cepetan!" perintah Bintang. “Tapi ada syaratnya." Bintang mendelik."Ih, kok ngelunjak, sih." "Yaudah kalau gitu." Angkasa melanjutkan langkahnya. Namun Bintang dengan cekatan menahan lengan tangan angkasa. "Ish, iyaudah, apa syaratnya?" "Tapi, lo janji mau nepatin janji lo itu." Bintang memutar bola matanya. "lyaudah, apaan? Cepet." "Lo jadi pacar gue mulai hari ini." ujar Angkasa. “Ha?" Genta yang mendengarnya pun langsung berjalan ke arah Angkasa. "Maksud lo apa?" 19



Angkasa menoleh ke arah Genta sekarang. "Gak ada maksud." "Tolong jangan mempersulit, Sa. Ini penting buat ekstra basket," ucapnya dengan nada yang sedikit tinggi. "Gue tahu." Angkasa menarik tangan Bintang untuk pergi dari tempat itu. Tak mau ketinggalan, Elara langsung berlari mengikuti Angkasa dan Bintang. "Lin, gue pulang dulu, ya, gue udah di jemput di depan," pamit Raya. Alin mengangguk pelan. Raya sudah pergi dari tempat itu. Kini tinggal Alin dan Genta di sana. "Kak Angkasa, lepas!" bentak Bintang. Akhirnya tangan Bintang terlepas juga dari cengkaman tangan pria itu. Elara juga ada di sana. Elara melihat raut wajah Bintang yang sudah berubah menjadi seperti orang marah. "Katanya tadi mau tanda tangan gue." "lya, tapi gak dengan syarat aku harus jadi pacar Kak Angkasa," jawab Bintang. "Yaudah, kalau gitu lo minta syarat apa?" tanya Angkasa. "Ya terserah kakak. Yang penting bukan itu." balas Bintang. "Yaudah syaratnya gue ganti. Syaratnya lo harus jadi asisten gue selama tiga bulan. Gimana?" Nyebelin juga ya nih es batu,batin Bintang. "Gimana deal?" "Gak ada opsi lain?" “Oh, yaudah. Elara, cepetan masuk. Kita pulang." perintah Angkasa. 20



Elara mengangguk. Ia berjalan menuju mobil. Namun sebelum Elara masuk, Bintang menghentikan pergerakkan gadis itu. "Oke. Aku terima syarat kakak." Angkasa tersenyum tipis. Hampir tak ada yang mengetahui jika cowok itu tersenyum. Lagi pula, ini juga kesempatan bagi Bintang agar ia bisa membuat cowok itu tersenyum kepada semua orang. "Oke, mana suratnya?" Bintang menyodorkan surat yang ada di tangannya itu. Bintang lupa belum membaca surat itu.“Itu surat apa Kak? Kok ngelibatin ekstra musik?" Angkasa melirik sejenak pada Bintang. "Ekstra musik bakalan di bubarin. Puas lo!" "Ha!!" pekik Bintang. "Ini yang Genta mau. Ngerusak ekstra yang udah gue bangun setahun ini. Dan dia udah buat kepala sekolah jadi belain ekstra basket." “Gak mungkin Kak Genta sejahat itu, Kak." “Kalau lo gak percaya, yaudah." Angkasa masuk ke dalam mobilnya diikuti Elara. Gak mungkin kan, kalo Genta sosok yang di puja-puji kaum hawa di sekolahnya ternyata sejahat itu. Bintang membaringkan tubuhnya di atas kasur. Dia melihat langit-langit atapnya sambil memikirkan ucapan Angkasa siang tadi. Tidak mungkin jika Genta tega melakukan itu. Jika ekstra musik bubar, bagaimana nasib band yang sudah dibentuk. Bintang mencoba menutup matanya agar bisa melupakan semua kata-kata Angkasa. Namun hasilnya nihil. Bintang terus memikirkannya. Sayang sekali jika, ekstra musik bubar. Bintang tahu bagaimana usaha seseorang ketika membangun dari nol, namun orang lain malah seenaknya meminta agar di robohkan lagi. Ibarat kan rumah, keadaan ekstra musik seperti rumah tanpa fondasi sama sekali. Benar-benar sangat rapuh.



21



Cling.



Ponsel Bintang berbunyi. Gadis itu mengambil benda pipih yang ada di sampingnya. Tangannya mulai bergerak melihat siapa yang barusan mengiriminya pesan. Angkasa : Tugas pertama lo besok, bawain bekal buat gue. Bintang berdecak sebal ketika selasai membaca chat itu. Angkasa itu benarbenar sangat menyebalkan. Bagi Bintang, Angkasa itu adalah pria sombong nan angkuh, juga sosok orang yang tidak mudah bergaul. Anti sosial. Bintang : lya. Tak perlu menunggu lama, orang yang sebelah sana langsung membaca chat Bintang. Angkasa : Lo gak tanya, gue mau makan apa? Cukup lama Bintang memperhatikan chat tersebut. Bintang sudah bisa menebak. Pasti si es batu frozen itu pasti akan membuatnya semakin sengsara dengan permintaan yang macam-macam. Bintang : Nggak. Gue tahu Kak Angkasa pasti minta yang macem-macem kan? Ngaku deh! Orang yang ada di ujung sana malah tersenyum melihat balasan line dari Bintang. Sejak tadi cowok itu berada di room chat Bintang. Tanpa keluar sedetik pun. Angkasa : Suudzon aja sih lu, sama gue. Bintang : Emang bener kan? Kak Angkasa itu gak bisa ngelak tahu gak. Emang dasarannya aja kayak gitu. Angkasa : Pokoknya besok gue mau minta bawain nasi goreng kesukaan lo! Bintang : Kok kesukaanku? 22



Tak ada balasan. Bintang masih menunggu balasan cowok itu. Bintang berdecak. la mulai berjalan keluar kamarnya menuju kamar Maria. Dia membuka pintu kamar itu dan mendapati Maria yang masih menjahit baju Julian dengan tangannya sendiri. "Tante." Panggilnya dengan suara malas. Maria menoleh ke arah Bintang yang berdiri di ambang pintu sana. Bintang berjalan mendekati Maria yang duduk di atas kasurnya. "Kenapa, Bintang?" tanyanya pada Bintang. "Besok aku mau bawa nasi goreng ke sekolah." Maria tersenyum mendengar permintaan putrinya itu. "Kamu beneran mau makan nasi gorengnya?" Bintang hanya berdeham untuk menjawab pertanyaan Maria. "Kalau gitu, sekarang kamu tidur, ya. Biar besok gak kesiangan lagi." Bintang mengangguk. Setelah itu ia keluar dari kamar Maria. Bintang kembali ke kamarnya. Dia membuka ponselnya dan ada chat yang dikirimkan oleh laki-laki menyebalkan yang selalu ia benci itu. Angkasa siapa lagi. Angkasa : Gak usah banyak tanya. Mending lo sekarang cuci kaki, cuci muka, terus tidur. Biar besok bisa masuk sekolah dan bawain bekal yang gue minta. Bintang memang sosok yang suka sekali jika diberi perhatian. Terlebih lagi apa bila diberi perhatian oleh pria yang dia cintai. Tapi ini sama sekali membuat Bintang naik darah. Entah kenapa cowok itu selalu membuat Bintang berubah suasana hati dengan cepat. Kadang Angkasa juga sering kali membuat Bintang kesal hanya dengan ucapan-ucapan menusuknya. Kalau saja Angkasa bukan ketua ekstra musik, liat saja Bintang gak akan segansegan mencabik bibir pria itu dengan tangannya sendiri. Enak saja dia menyuruh23



nyuruh Bintang seenak jidatnya. Belum pernah ngerasain ditabok kayaknya tuh cowok.



4. GENTA



24



"Sesuatu yang indah bukan untuk di mimpikan. Tapi untuk dimiliki. Sama seperti cinta. Kejar apa yang membuatmu bahagia, lepas apa yang membuatmu lelah." *** Hari ini Bintang datang lebih awal dari biasanya. Masih terasa sangat pagi di sekolahan. Masih ada empat atau sepuluh anak yang sudah datang. Sudah terhitung empat kali Bintang kena poin karena alasan yang selalu sama, datang terlambat. Bintang ingin sekali ke Amerika untuk menemui adik dan ibu kandungnya. Rasanya sangat rindu. Hampir sepuluh tahun Bintang berpisah dengan keduanya. Entah mereka sudah melupakan Bintang atau bagaimana, yang jelas tak ada kabar apapun mengenai ibunya yang mencari dirinya berada. “Tumbenan lo dateng jam segini." ujar Alin. Gadis itu memang suka datang lebih awal setiap hari maka tak heran jika Bintang akan melihat gadis itu pagi ini. “Nggak, cuma lagi pengen datang lebih awal aja. Oh ya, lo kemarin pulang sama siapa?" Alin mengernyitkan dahinya. "Lo liat gue kemarin?" "lya. Lo pulang sama cowok kan?" tanya Bintang. “Ah, itu abang gue, Bin." "Abang lo?" beo Bintang. "lya, abang gue." “Lo gak pernah cerita kalo lo punya abang." ucap Bintang sedikit penasaran. "Eh, itu kakak gue yang nomor satu. Jarang pulang. Pulang sekali Cuma sebentar." Bohong Alin. Bintang menganggukan kepalanya. Sejak kapan Alin punya kakak laki-laki. 25



"Oh, ya, Lin. Lo kemarin pulang paling akhir kan?" tanya Bintang pada gadis itu. Alin menganggukan kepalanya. "lya. Terus kenapa?" "Gue Cuma mau nanya aja. Kak Genta kemarin marah gak, ya, waktu Kak Angkasa tiba-tiba narik tangan gue." Ujar Bintang Alin mencoba mengingat kejadian waktu itu. Ya, dia mengingat bagaimana kejadian kemarin. "Marah sih enggak, cuma dia kayak melampiasin amarahnva ke bola basket” Bintang mengernyit kan dahinya. "Maksudnya gimana?" “Kak Genta kemarin berkali-kali ngelempar bolanya ke Kak Raga. Ya, jadinya dia sama Kak Raga berantem." jelas Alin. "Parah gak, berantemnya?" "Parah banget, Bin. Sampai-sampai Kayla yang simpang siurnya pacar Kak Raga nyamperin ke lapangan, buat melerai mereka." *** Seluruh guru sedang mengadakan rapat. Maka dari itu, seluruh kelas menjadi jamkos. Waktu-waktu seperti ini lah yang digemari oleh seluruh murid di Indonesia. Bintang menyibukkan diri dengan membaca soal-soal yang sangat rumit yang ada di dalam buku tebal fisika nya. Dan Alin, gadis itu entah ke mana. Sudah sepuluh menit dia tak menampakan dirinya lagi. Tadi pamitan ke Bintang ingin ke kamar mandi sebentar. Tapi sampai sekarang tidak kembali lagi. ,Cling Bintang melirik ke arah benda pipih di sebelahnya. Ponselnya berdering. la segera membuka ponselnya dengan gerakan malas. Angkasa : Lo gak lupakan sama yang gue suruh?



26



Bintang mengedikkan bahunya. Tak berniat membalas. Bintang memang membawa apa yang pria itu inginkan, tapi terserah dia ingin memberikan nasi goreng itu kapan saja yang Bintang mau. Tanpa ada yang menyuruhnya sama sekali. Ponselnya kembali berdering. Bintang berdecak sebal dengan cowok ini. Sudah bertanya dan sekarang malah menyuruhnya untuk pergi ke taman belakang yang katanya banyak sekali hantu bergentayangan. Bintang mengambil kotak makanan itu dan bergegas untuk pergi ke tempat cowok itu mau. Kalau bukan karena surat pembawa sial itu, Bintang tidak akan pernah mau jadi pembantu Angkasa. "Lho, Bin. Lo mau ke mana?" tanya Alin yang baru saja ingin masuk ke dalam kelas. “Gue ada urusan sebentar." Alin menganggukkan kepalanya.“Jangan lama-lama, ya, Bin. Gue mau cerita soalnya." Bintang mengangguk pelan kemudian dia melanjutkan langkahnya ke arah taman belakang sekolah. Membayangkan apa yang murid lain bicarakan saja sudah membuat gadis itu takut. Bagaimana jika dia menginjakkan kakinya langsung ke tempat itu. Bintang telah sampai di taman itu. Bulu kuduknya mulai merinding. Angin di taman ini sangat sejuk, bahkan Bintang menjadi sedikit lebih menyukai tempat ini. Pasti siapapun yang akan ke tempat ini akan menjadi sedikit merasa beban mereka berkurang. Gadis itu berjalan ke arah cowok yang duduk di bangku taman tersebut. "Kak!" Panggil Bintang dengan menepuk pundak cowok itu pelan. Angkasa menoleh ke arah Bintang. Dia mempersilahkan gadis itu untuk duduk di sebelahnya. Cukup lama Angkasa tidak membuka pembicaraan. Matanya terus menuju ke arah depan dengan tatapan melamun. Bintang hanya melirik ke arah Angkasa. Apa cowok ini kesurupan?



27



“Kak, aku ke sini mau ngasih nasi goreng yang kakak mau," Dengan berani Bintang membuka pembicaraan mereka. Rasanya Bintang ingin sekali cepatcepat pergi dari tempat ini. Angkasa melirik kearah Bintang. "Mau makan bareng gak? Gue juga bawa bekal tadi." Ha? Maksudnya Angkasa juga membawa bekal sendiri? Dasar bodoh! Kenapa tak terpikirkan oleh Bintang jika laki-laki ini hanya mempermainkannya. "Kak, yang bener aja. Aku udah bawain kakak nasi goreng, loh." Angkasa menatap gadis itu dengan tatapan mengejek seperti biasanya. "Ya, terus kenapa? Mulut lo lagi gak ngapa-ngapain, kan?" "Kak, masalahnya aku gak mau makan nasi gorengnya," kekeh gadis itu. "Kenapa? Lo ada masalah sama itu?" "Kak, aku gak perlu jelasin semuanya," gumam Bintang. “Tapi gue mau penjelasan, lo." Angkasa mengambil kotak makanan yang ada di pangkuan gadis itu. Setelah itu ia membukakan untuk Bintang. "Makan. Lo harus nurutin kemauan gue." “Nggak. Aku gak mau makan." rengek Bintang. "Lo masih punya waktu tiga bulan buat jadi asisten gue. Jadi gue gak mau asisten pribadi gue sakit. Kalau lo sakit, nanti siapa yang bisa gue suruh-suruh?" Bintang segera memakan nasi goreng itu. Untuk pertama kalinya, Bintang memakan nasi goreng kesukaannya yang di masak oleh mama tirinya itu. Mungkin memang rasanya sangat lezat, tapi semua kelezatan itu tertutup dengan rasa kebencian Bintang terhadap perempuan itu. “Kalau makan, jangan sambil ngebenci orang.” “Kasian tuh makan, gak tahu apa-apa tapi lo jadiin pelampiasan." 28



Whatt?! Bagaimana cowok ini mengetahui jika Bintang sangat membenci mama tirinya itu? Apa dia bisa meramal? Apa dia memiliki indra yang bisa nai merasakan apa yang dirasakan orang lain. Tapi Bintang tak peduli. Bintang terus mengunyah makanan itu. Tanpa ia sadari makanan itu sedikit demi sedikit habis karena Bintang. Angkasa tersenyum. "Nanti pulang gue anterin." "Bin, tadi lo dicariin sama Kak Genta." ucap Alin disaat mereka berada di kantin saat istirahat tiba. Elara dan Bintang saling bertatap satu sama lainnya. “Kenapa, Lin?" tanya Bintang. "Gak tahu, kayaknya kak Genta mau ngajakin pulang bareng." “Udah, mau aja lagi, Bin." Timpal Elara. "Kalau gue sama kak Genta, lo terima?" tanyanya dengan nada bercanda. Elara langsung menatap Bintang dengan tatapan datar. Enak sekali Bintang mengatakan hal itu. Tak masalah jika cowok itu bersama dengan Bintang. Setidaknya, Genta bersama orang yang tepat. "Enak aja, Elara itu sukanya sama Gema lagi," timpal Alin "Dih kok jadi Gema." keluh Elara. "Yakan lo emang suka sama Gema." sanggah Raya. “Kata siapa?" “Dih gak mau ngaku juga." ucap Raya. “Kan emang gue gak suka sama Gema." sanggah Elara.



29



"Gue tadi liat lo stalker Gema, ya, jangan pura-pura deh." ungkap Raya. Alin dan Bintang tertawa bersama di waktu yang bersamaan sesaat setelah Raya mengatakan jika Elara habis stalker akun sosial media cowok blasteran JermanIndonesia itu. "Tuhkan, apa gue bilang. Kalau Elara udah nyari tahu tentang cowok sampai ke nadi, pasti Elara tuh udah jatuh cinta sama cowok itu." timpal Bintang. Elara semakin kesal dengan para sahabatnya. "Terserah." "Eh, Bin. Gimana hubungan lo sama Kak Angkasa?" Raya yang tiba-tiba saja tak ada angin atau pun petir menanyakan hal membosankan itu. "Nah, iya, lo kan lagi deket sama abang gue." Sahut Elara Bintang menghelakan nafasnya. "Gak tahu gue sama Kak Angkasa. Kemarin malam, dia nyuruh gue buat bawa nasi goreng kesukaan gue. Yaudah tadi gue bawain. Eh malah dia nyuruh gue yang makan." Elara mengernyit kan dahinya. Yang ia tahu, tadi Angkasa juga membawa bekal dari rumah. "Tapi Kak Angkasa tadi bawa bekal sendiri." "Nah, iya. Itu masalahnya. Abang lo malah bawa bekal sendiri, kan ngeselin. Sumpah, ya, gue rasanya pengen nyekik leher tuh cowok aja." Elara dan yang lainnya hanya mendengar omelan Bintang. Gadis itu memang sangat membenci Angkasa. Di mata Bintang, Angkasa itu adalah laki-laki sombong yang selalu ingin dia hindari. *** Malam pun tiba. Bintang keluar dari rumah dengan memakai mobil yang dibelikan oleh ayahnya satu tahun yang lalu. Tapi bukan dia yang mengendarainya, melainkan sopir keluarganya yang menjalankan mobil Bintang. Karena belum memiliki SIM juga belum cukup umur untuk mengemudikan mobil menjadi alasan utama Bintang untuk tidak membawa mobilnya sendiri.



30



“Mau diantar ke mana, non?" tanya Pak Sopir Bintang yang diketahui bernama Mang Asep. “Kita ke coffeeshop deket sini aja, Mang. Lagi pengen refresing sebentar." Mang Asep mengangguk kemudian tersenyum sopan pada Bintang. Gadis itu melihat betapa indahnya Jakarta di malam hari. Air matanya keluar. Dia sangat merindukan adiknya begitu pula dengan ibunya yang entah ada di mana mereka sekarang. Tiba lah Bintang di coffeeshop yang ia maksud kan. Dia memesan satu cappuccino yang akan menemaninya malam ini. Setelah pesanannya itu datang, ia menyeruputnya dengan begitu kenikmatan. "Gue, boleh duduk di sini?" Bintang mendongakkan kepalanya menatap seorang cowok yang ia kenal kini berada tepat di depan matanya. "Kak Genta?" Bintang tersenyum lalu mempersilahkan cowok itu untuk duduk di kursi yang ada di hadapannya. ‘Kamu ke sini sendiri?" tanya Genta memulai pembicaraan. Bintang tersenyum tipis. "lya, Kak. Kalo aku ngajak Elara, pasti rumahnya kejauhan. Apalagi Alin Sama Raya." Genta mengernyitkan dahinya sejenak. "Alin. itu temen kamu yang wajahnya blesteran Korea itu kan?" Bintang menganggukan kepalanya. “Dia lagi deket ya, sama Bayu temennya Raga itu, kan ya?" Kini giliran Bintang yang mengernyitkan dahinya tak tahu apa yang dimaksud dengan pertanyaan Genta barusan. "Maksud Kak Genta?" "lya, maksud aku-kemarin waktu latihan basket dia ada di lapangan. Aku kirain dia belum di jemput, tapi ternyata waktu mau pulang, Raga sama tementemennya yang lainnya pada ngeledekin mereka berdua."



31



Wah, gila si Alin. Gak cerita-cerita kalau dia udah jadian sama Bayu. "Alin gak pernah ngasih tahu aku ataupun yang lainnya, Kak, Kalau dia udah punya pacar. Mungkin Alin masih perlu waktu dulu." Genta menganggukkan kepalanya. Setelah beberapa menit, minuman yang di pesan oleh Genta datang. "Oh, ya, emang bener ya, kalau kamu sekarang lagi deket sama Angkasa? Udah jadian?" tanya Kak Genta Bintang mendelikkan bola matanya. Jadian. Ah, lelucon apa itu. Gak mungkin Angkasa yang sombongnya minta ampun itu jadian dengan Bintang. "Kalau itu terjadi, Kak, mending aku bunuh diri aja." Genta tersenyum mendengar jawaban gadis itu. "Gak boleh kayak gitu, Bin. Nanti jatuh cinta lagi." "Idih. Gak bakalan aku mau jatuh cinta sama cowok kayak gitu. Udah sok dingin, pengen nendang rasanya." “Kalau cowok kayak aku? Gimana? Mau gak jatuh cinta?" Ceplos Kak Genta Gadis itu mendadak diam seribu bahasa. .... Cling.



Ponsel Bintang berbunyi tepat pukul satu dini hari. Bintang dengan mata yang masih sedikit tertutup mencoba untuk membuka pesan yang dikirimkan ke Line chatnya. Angkasa : Lo tadi jalan sama Genta?



32



Bintang menggerakkan jari-jarinya dengan gerakan malas. Bisa-bisa nya pria itu mengusik tidur malamnya. Kalo ini sudah pagi, Bintang akan segera menemuinya dan ya, dia akan segera memukul cowok itu. Bintang : Apa urusannya sama Kak Angkasa? Tak pernah menunggu lama, Angkasa langsung mengirimkan balasan chat Bintang. Angkasa : Gue udah peringatin, lo. Genta gak baik buat lo dan buat ekstra musik. Gue di sini mati-matian buat pertahanin ekskul musik. Bintang masih tetap membalasnya. Bintang : Udah deh Kak, besok aja ngomongin soal ini.Aku ngantuk banget. Angkasa : Yaudah, besok gue tunggu di taman belakang kayak tadi. Awas kalau lo gak nepatin janji. Dan Bintang ternyata sudah mendengkur sejak beberapa saat tadi. Bintang itu sosok yang tak suka jika berbicara di telpon ataupun di chat. Jika bisa ketemu langsung, kenapa enggak. Sedangkan di ujung sana, Angkasa masih melihat foto profil kontak Bintang, yang memperlihatkan gadis itu tersenyum dengan deretan gigi yang sangat rapi. Entahlah, beberapa hari ini, Angkasa sering sekali bermimpi tentang Bintang.



33



5.BAHAGIA DAN RINDU “Apa lagi yang bisa aku andalkan dari rindu? Jika pertemuan saja sudah membuatku bahagia." ***



Rasa rindu biasanya hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki perasaan lebih untuk seseorang. Bisa jadi ia adalah orang yang selalu dekat dengannya. Tapi karena suatu keadaan atau apapun yang bisa menimbulkan mereka tidak saling dekat lagi. Sudah seminggu setelah janji Bintang pada Angkasa untuk menemui cowok itu di taman sekolah yang tidak ditepati oleh Bintang, Angkasa berubah tidak seperti biasanya.Cowok itu mendadak diam seperti dahulu. Mungkin Angkasa tidak sepenuhnya berubah menjadi lebih peka padanya, tapi setidaknya Angkasa mau berbicara dengan Bintang. Bintang selalu membawakan Angkasa makanan yang selalu ia taruh di atas meja kelasnya. Tapi, Angkasa selalu saja mempunyai alasan untuk tidak memakan makanan itu. Biasanya Angkasa memberikan kepada temannya dan tak jarang jika Angkasa menyuruh Angela-anak anggota OSIS untuk mengembalikan makanan tersebut pada Bintang. "Bintang, ini makanan kamu. Kak Angkasa nyuruh aku buat ngembaliin ke kamu." Ya, seperti yang dilakukan Angela hari ini.Dia mengembalikan makanan itu kepada Bintang. "Alasanya apa ya, Kak? Kok setiap aku ngasih makanan selalu dikembalikan?" Angela mengangkat bahunya. Gadis itu tidak mengetahui alasan Angkasa melakukannya. "Mending kamu tanya ke Kak Angkasa. Aku keluar dulu, ya, mau rapat OSIS soalnya." Bintang mengangguk dan tersenyum sopan pada Angela. Kini Angela sudah keluar dari kelasnya. Meninggalkan gadis itu yang masih memikirkan alasan Angkasa. Apa dia marah karena Bintang tidak menepati janjinya? 34



"Lin, gue salah apa?" Alin mengerutkan dahinya. "Hah? Maksud lo?" "lya, kenapa Kak Angkasa gak kayak biasanya?" Bintang begitu terlihat bingung "Gak kayak biasanya gimana? Gue rasa sama aja," ucap Alin. "lya, sih. Dia emang kayak biasanya yang selalu dingin ke gue. Tapi ini beda dan lebih parah. Gue rasa gue punya salah deh sama dia." jawab Bintang. Alin menganggukkan kepalanya mencoba untuk memecahkan permasalahan yang saat ini Bintang rasakan. "Lo gak ada masalah kan sama dia?” Bintang mengerucutkan bibirnya. “Ada sih sedikit. Jadi seminggu yang lalu, gue punya janji sama dia mau ketemuan di taman belakang sekolah. Tapi gue gak nepatin janji gue itu. Karena lo tahu sendiri kan, gimana sibuknya kita seminggu yang lalu." Gadis itu mengangguk. "Kayaknya lo harus minta maaf deh ke Kak Angkasa. Barang kali aja, dia bakalan maafin, lo." Bintang menatapnya tak yakin. "Apa mungkin?" Saat ini, mereka berada di kantin. Jam istirahat telat tiba. Bintang tidak begitu ikut tertawa dengan lelucon yang teman-temannya ucapkan untuk menghiburnya. Dia benar-benar bingung dengan perubahan sikap Angkasa. "Eh, Lin, Bintang kenapa sih?" tanya Raya pada Alin yang berada di sebelahnya sekarang. Alin melirik ke arah Bintang yang terlihat sangat lesu. "Oh, Bintang. Dia lagi galau aja." "Kenapa?" tanya Elara. “Ya, karena kakak lo itu, El." "Ha? Kak Angkasa? Kenapa dia?" beo Elara. 35



"Berubah sama Bintang." jawab Alin. "Berubah gimana, Bin?" tanya Raya pada Bintang yang masih melamun. "Bin, lo, mau main nggak, ke rumah gue?" tanyanya. Mungkin saja dengan rencananya ini, akan sedikit mengurangi kecemasan Bintang pada Angkasa. Pertanyaan Elara barusan membuyarkan lamunannya. Kini dia mengaduk es Jeruk yang ada di hadapannya sambil melirik sebentar ke arah Elara. "Nggak, ah. Nanti ketemu abang lo yang resek itu." Alin dan Raya saling menatap aneh dengan jawaban Bintang. Jelas-jelas Bintang sedang merindukan cowok resek itu, kenapa Bintang masih jual mahal coba. Sedangkan Elara hanya menghelakan napasnya sejenak. "Lo beneran gak mau main ke rumah? Rencananya, Alin sama Raya juga bakalan nginep di rumah gue. Besok kan anak kelas dua belas tryout, jadi kita besok bisa main sepuasnya." Bodoh. Kenapa Bintang baru sadar jika besok sekolahnya libur karena anak kelas dua belas akan melaksanakan tryout. Dan tentu saja Angkasa akan melaksanakan tryout-nya bukan? "Emang bener, Alin sama Raya mau nginep di rumah lo?" Alin dan Raya saling bertatap beberapa detik kemudian mereka melihat ke arah Bintang dan mengangguk secara bersamaan. Senyum mereka terus mengembang dan menular kepada Bintang. Gadis itu juga ikut tersenyum. "Yaudah, gue ikut." jawabnya lantang. Saat ini Angkasa duduk di tempat penonton. Angkasa sedang berada di lapangan sekolahnya. Dia selalu senang menyendiri seperti ini. Bukan karena ia tak memiliki sahabat, hanya saja cowok itu lebih senang mengasingkan diri dari orang lain. 36



"Sa." Angkasa mendongakkan kepalanya dan menatap Genta yang baru saja datang ke lapangan itu.Genta duduk di sebelah Angkasa yang terlihat kosong. “Lo, ngapain di sini?" tanya Genta. "Bukan urusan lo, kan?" Genta menyunggingkan senyumannya."lya, sih emang bukan." "Terus ngapain lo ke sini?" tanya Angkasa. “Gue Cuma mau nyuruh lo buat jauhin Bintang. Gimana, bisa?" Genta bahkan mengucapkan itu tanpa memikirkan perasaan orang lain. Angkasa tertegun. Permintaan seperti apa itu. "Lo fikir Bintang barang?" "Gue suka sama Bintang, Sa. Gue gak mau rebutan sama lo, yang jelas gue yang bakalan menang." Satu alis Angkasa terangkat miring. "Ambil aja, kalau lo mau. Karena gue gak pernah punya perasaan buat Bintang." "Gausah bohong sama gue, Sa. Gue tahu gimana sifat lo. Lo suka kan sama semua cewek yang gue taksir? Dulu Kirana sekarang Bintang. Mau lo apa?" Angkasa berdiri dari duduknya dan menatap ke arah Genta. Senyumannya sangat sinis. “Apa lo bilang? Gue naksir sama semua cewek yang lo deketin? Bukan gue, Gen. Tapi lo." ujarnya dengan menunjuk Genta. “Dulu Kirana lebih dulu kenal sama gue. Gue udah makin deket sama dia, tapi apa lo malah nikung temen lo sendiri. Kurang bangsat apa lagi lo sebagai teman?" lanjut Angkasa.



37



Genta berdiri dan menyamai tinggi Angkasa sekarang. "Gue gak nikung lo, Sa. Tapi Kirana yang lebih milih gue, dibandingin lo-cowok cupu yang hanya kenal buku-buku dan gak tahu apa itu artinya cinta." Angkasa menarik krah seragam Genta "Cukup Kirana yang lo sakiti. Jangan Bintang. Kalo lo berani nyakiti Bintang, lo bakalan berurusan sama gue." Angkasa mendorong Genta hingga pria itu terjatuh. Angkasa pergi meninggalkan Genta yang masih dengan tatapan kebencian pada Angkasa.



***



"El, rumah lo sepi, gak ada bokap atau nyokap, lo, gitu?" tanya Raya setelah ia dan Alin memasuki rumah kediaman keluarga Elara. “lya, El, rumah lo sepi banget, takut gue," tambah Alin. "Ish, berisik deh kalian. Ini luarnya aja yang sepi, tapi nanti kalau di dalam rame. Asisten rumah tangga gue ada lima. Sama ada Kak Angkasa juga. Nyokap sama bokap lagi keluar kota sebulan." Alin dan Raya mengangguk sembari melihat sekitar rumah Elara. Mereka masuk kerumah Elara. Ya, benar saja di dalam rumah Elara jauh lebih ramai dibandingkan luarnya. Seperti rumah Sultan yang memiliki lima orang asisten rumah tangga. Gila gak tuh. "Oh ya, Bintang udah jalan ke sini gak, ya?" Tanya Elara. Alin dan Raya secara bersamaan menagelenakan kepala mereka.Bintang tidak berangkat bersama dengan keduanya. "Oke, gue telpon Bintang dulu," Elara dengan mengeluarkan benda pipih berwarna silver dari sakunya. "Halo, Bintang. Lo di mana?" 38



"Gue masih di jalan. Mobil gue mogok. Gimana nih?" “Lo udah coba benerin?" "Udah, ini lagi di benerin sama Mang Asep." "Gini aja deh, Bin. Lo suruh supir lo buat bawa mobil ke bengkel." "Terus gue gimana, anjir." "Kak Angkasa yang jemput, oke!" Tanpa persetujuan Bintang, Elara langsung mematikan ponselnya dan segera berjalan ke arah kamar Angkasa meninggalkan Alin dan Raya yang masih sibuk melihat foto-foto masa kecil Elara. Elara berjalan ke arah Angkasa yang sedih mengerjakan tugas-tugas dengan rumus-rumus yang rumit dan sangat susah itu. Elara selalu berfikir jika Angkasa mungkin saja ada di barisan paling depan waktu pembagian otak. Makanya cowok itu bisa lebih pintar dibanding adiknya yang-astaga di bawah rata-rata. “Kak Angkasa, sibuk gak?" tanya Elara. Angkasa melirik adiknya itu sebentar. Setelah itu. tatapannva beralih kembali pada itu. "Lo gak liat? Atau pura-pura gak liat?" Elara terkekeh kecil. Sabar Elara, ini cobaan memiliki abang yang juteknya minta ampun."Aku boleh minta tolong-" "Nggak." potong Angkasa. "Ck. Kak, sekali ini aja. Mau ya, bantuin aku. Jadi tuh gini, Kak. Temen-temen aku mau nginep disini, besok kan hari libur, kita mau maraton drakor Kak. Tapi masalahnya, mobil Bintang mogok." Seketika Angkasa menghentikan kegiatannya untuk menulis. la menegakkan kepalanya dan melirik ke arah Elara dengan tatapan angkuh.



39



"Terus apa urusannya sama gue? Gak ada kan? Lo bisa maraton drakor sama temen lo yang lain." Elara mencak-mencak frustasi dengan jawaban Angkasa. Cowok itu emang gak peka. Seneng banget buat cewek marah.“Gak peka banget sih. Maksud aku ituaku mau minta tolong ke kakak, buat jemput Bintang di Jalan Kenanga No.11." "Gue gak mau. Lo bisa keluar sekarang." Elara menganga tak percaya. "Oh jadi gitu, yaudah kalo gitu biar aku aja yang jemput Bintang naik mobil. Biar sekalian nabrak jalan. Kalau aku kenapa-kenapa yang salah bukan aku. Tapi Kak Angkasa." Elara berjalan keluar dari kamarnya. Sebenarnya Elara tak yakin dengan ucapannya, Elara belum bisa mengendari mobil itu. “Yaudah, iya. Gue yang jemput temen lo." Langkah Elara terhenti. Senyum gadis itu terus mengembang. la membalikkan badannya dan mulai berlari kearah Angkasa disana. la memeluk kakaknya itu hingga membuat Angkasa merasa tercekik. "Thank you bro, you really are the best brother." Angkasa menjauhkan gadis itu darinya. "Kalau ada mau nya doang, kan, lo, ngomong kayak gitu." *** Bintang mencoba menelpon Elara namun tidak diangkat oleh gadis itu sejak tadi. Bintang bingung apa yang dimaksud Elara. Dua puluh menit berlalu, Bintang berada di halte bus Jalan Kenanga sendirian. Kicauan jangkrik malam hari menemani gadis itu. Entah apa yang dipikirkannya, tapi dari tadi Bintang memikirkan Angkasa. Sungguh, dia benar-benar memikirkan pria itu. Lamunan Bintang membuyar setelah melihat sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya. Bintang membeku setelah melihat seorang pria keluar dari mobil 40



berwarna putih itu. Pria itu berialan mendekati Bintang dan mulai duduk di samping Bintang. Gadis itu terus menatap pria itu. "Kenapa?" tanya Angkasa. Bintang masih menatap Angkasa dengan tatapan membeku. Angkasa juga menatap Bintang yang diam sejak kehadirannya di halte itu. "Lo mau ngeliatin gue terus, atau lo mau ke Elara sekarang?" "Eh?" Lamunan buyar. Dia terkejut saat mengetahui Angkasa yang sekarang berada di depan matanya. “K-kak Angkasa ngapain ke sini?" "Ck. Gue di suruh adik sialan gue itu, buat jemput, lo." “Kak Angkasa gak marah sama aku?" tanyanya dengan menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak terasa gatal. "Marah. Karena jemput lo itu buat gue ninggalin waktu belajar gue. Besok gue tryout dan sekarang gue harus jemput, lo. Otak Elara itu di taruh di mana coba?!" Bintang terkekeh pelan."Maksudnya bukan itu. Kak Angkasa marah, ya, karena seminggu yang lalu aku gak nepatin janji aku buat ketemu sama Kak Angkasa di taman belakang sekolah." Pria itu tertegun sejenak."lya, gue marah. tahu gak, gue itu nungguin lo dari jam pertama pelajaran sampek jam istirahat. Lo gak tahu kan gimana perasaan gue yang terus nungguin lo dan berharap lo bakalan segera datang." Bintang terus merasa bersalah. "Maaf, Kak. Hari itu aku sibuk banget." "Alasan lo. Kalau ketemu Genta, aja cepet. Giliran ketemu sama bos, lo, aja malah banyak alasan. Lo itu sebenarnya asistennya Genta apa asisten gue sih?" "Aku nggak ketemuan sama Kak Genta. Lagian juga aku itu bukan asistennya siapapun. Kak Angkasa aja yang jahat nyuruh aku buat jadi asistennya kakak." Bintang mencoba untuk membela dirinya. 41



"Dari awal, gue gak nyuruh lo buat jadi asisten gue kan? Dari awal gue nyuruh lo jadi pacar gue. Tapi lo nya aja yang gak mau." Bintang kembali tertegun. "Kenapa lo mau nungguin Genta, yang nembak lo? Gak usah berharap. Genta gak baik buat lo. Banyak cewek yang disakitin sama dia." “Kak Angkasa itu kenapa sih?" "Hah? Gue kenapa?" beo Angkasa. "lya, Kak Angkasa itu kenapa? Kenapa selalu ngomong kalau Kak Genta itu gak jauh lebih buruk daripada Kak Angkasa. Kak Genta itu baik, gak kayak Kak Angkasa. Bahkan siapapun yang ada di dekatnya bakalan ngerasa nyaman. Beda kalau sama Kak Angkasa. Mana ada cewek yang betah ada di samping Kak Angkasa yang juteknya minta ampun." Kini giliran Angkasa yang tertegun. Apa yang diucapkan gadis itu benar? Apa Angkasa selalu bersikap jutek pada semua cewek? Apa ini alasan Kirana lebih memilih Genta daripada dirinya. "Maaf, Kak. Aku gak bermaksud buat bentak kakak. Hanya saja, orang kayak Kak Angkasa itu perlu ditampar sama omongan biar gak keterusan seperti ini." Ya, mungkin itu benar. Apa yang diucapkan Bintang kali ini semua benar. "Apa kalau gue masih bersikap jutek ke lo-lo bakalan ninggalin gue dan lebih milih Genta?" Bintang mengerutkan dahinya. la benar-benar tidak mengetahui apa yang pria ini bicarakan saat ini. Oh Tuhan, kenapa ada manusia seperti Angkasa di dunia ini. Bintang bingung dengan setiap ucapannya.



42



6. RAYA "Karena hati tak perlu memilih, ia selalu tahu ke mana harus berlabuh." *** "Bintang! Lama banget sih lo datengnya. Lo gak diapa-apain kan sama abangnya Elara?" tanya Alin dengan menginterogasi Bintang yang baru saja datang.Bintang menggelengkan kepalanya seraya tersenyum kecut pada Alin. "Kalau abang gue denger, lo bisa ditendang dari sini, tahu gak." timpal Elara dengan rambut yang ia gelung dengan rol rambut. "Ini kita mau ngapain, ya?" tanya Bintang. "Mau maraton drakor, sih. Tapi kalo ada yang mau curhat, yaudah cepetan," Raya dengan menaruh ponselnya. "Alin, cepetan cerita gimana awal, lo, jadian sama Kak Bayu. Cepetan!" ujar Bintang kali ini. Alin melebarkan bola matanya. Gadis itu sangat terkejut sesaat mendengarkan ucapan Bintang barusan. "Lo, tahu dari mana, Bin?" tanyanya bingung. “Tuhkan, emang bener, lo ada hubungan apa sama Kak Bayu," timpal Raya dengan tatapan keponya yang mendarah daging. “G-gue, Cuma temenan aja kok." "Gausah bohong, karena lo gak bisa bohong." Elara penuh penekanan. "Gue tahu dari Kak Genta," ucap jujur Bintang. "Oke, gue jujur. Ya, gue lagi deket sama Kak Bayu. Tapi, belum jadian, sih, Cuma dekat aja beberapa bulan ini." Bintang dan yang lainnya mereka hanya tertawa mendengar ucapan Alin yang terlihat sangat gugup. Sedangkan Alin hanya mendengus kesal. Semua yang ia sembunyikan sekarang malah terbongkar percuma. 43



*** Angkasa memasuki coffeeshop terdekat untuk membuang rasa suntuk nya. Setelah perdebatan pelik antar Bintang dan dirinya, ia begitu merasa sangat bersalah. Dulu dia kehilangan seseorang yang sangat berarti baginya dan tidak untuk kedua kalinya. Angkasa tidak akan pernah membiarkan Bintang jauh dalam pelukan Genta. "Angkasa." Angkasa menoleh ke arah sumber suara itu. Di hadapannya sekarang gadis cantik dengan senyuman yang begitu manis. Dia duduk di kursi kosong depan Angkasa. Senyumannya terus mengembang, menular pada Angkasa. "Kamu sendiri di sini?" tanya gadis itu. Angkasa hanya menganggukkan kepalanya. "Aku denger, kamu lagi dekat sama anak kelas sepuluh, ya? Aku senang kamu bisa sedikit demi sedikit mencoba ruang untuk seseorang masuk hati kamu, Sa." Angkasa menatapnya dengan begitu dalam. Harapannya berada di ujung warna bola mata gadis itu. Angkasa selalu berharap bisa bersama dengan gadis itu. Dua tahun Angkasa membiarkan Kirana bersama dengan Genta. Angkasa tahu bagaimana perasaan Kirana pada Genta. Perasaannya begitu dalam namun dengan bodohnya Genta melepaskan gadis itu. "Kamu ke sini sendirian?" tanya Angkasa. Kirana tersenyum. "Nggak, aku ke sini tadi janjian sama Genta. Tapi, sejak dari tadi dia gak datang-datang. Mungkin nggak, ya, dia datang?" Entah seberapa besar rasa Kirana pada Genta. Namun Angkasa yakin, jika Kirana sangat mencintai pria itu. Genta sudah berkali-kali kepergok jalan berdua bersama perempuan lain. Tapi Kirana tetap menerimanya. "Banyak yang bilang, kamu udah gak ada hubungan sama Genta, itu bener?"



44



Kirana mengerutkan dahinya. "Aku sama Genta baik-baik aja, kok. Ya, meskipun kadang masih suka berantem. Tapi, kamu tenang aja aku yakin dia sayang kok sama aku." Angkasa mengangguk seraya tersenyum dengan begitu tulus pada gadis polos itu. Genta adalah cinta pertama Kirana. Mungkin itu yang menjadi alasan Kirana masih bertahan sampai sekarang. "Oh, ya, kenalin dong sama pacar kamu itu." "Pacar?" Beo Angkasa "lya, pacar. Bintang, ya, namanya?" "Kamu tahu dari mana?" tanya Angkasa. "Kata Raga, anak kelas sebelas IPS empat. Kamu tahukan?" Angkasa menganggukkan kepalanya dengan senyum yang tak hilang dari bibirnya. "lya, tapi aku sama Bintang belum jadian, kok." "Belum, jadi masih ada kesempatan buat 'akan kan?" Kirana terus meledeki Angkasa dengan ocehan renyahnya. Angkasa hanya tersenyum. Entah bagaimana perasaannya sekarang. Gadis yang dia cintai malah mendukung dirinya bersama dengan orang lain. "Tenang, aja. Aku bakalan bantuin kamu buat lebih dekat sama Bintang. Karena aku tahu, Sa. Genta juga suka sama Bintang." Senyum gadis itu seketika menghilang. Kirana terlihat begitu murung. Sedangkan Angkasa, yang tadinya ikut tersenyum dengan ucapan Kirana, sekarang mulai merasakan betapa sakitnya Kirana bertahan dengan semua kebahagian yang palsu. *** Elara dan ketiga temannya yang lain sekarang berada di dapur. Mereka sibuk memasak makanan mereka sendiri. Bintang dan Elara sibuk tertawa karena 45



kelakuan Raya dan Alin yang terlihat seperti anak kecil. Sedangkan Angkasa yang baru masuk ke rumahnya, melihat para wanita yang sedang memasak di dapur rumahnya. Matanya tertuju pada Bintang. Gadis itu masih fokus dengan adonan yang ia buat. Langkah Angkasa semakin mendekat kearah dapur. "Kak Angkasa ngapain di sini?!" Angkasa melirik adik perempuannya itu. Bintang juga melihat kedatangan Angkasa."Apaan sih, lo. Gue mau ambil cokelat di kulkas." Cokelat ? Angkasa berjalan menuju kulkas. Dan benar saja, pria itu memang mengambil cokelat putih yang dia simpan di dalam tempat itu sejak beberapa hari yang lalu. Masih banyak cokelat yang ada di dalam kulkas, namun Angkasa lebih menyukai cokelat putih dibandingkan cokelat lainnya. "Kak Angkasa suka cokelat?" Langkah Angkasa mendadak berhenti. Dia juga menghentikan gerakannya untuk memakan cokelatnya. Ia melirik ke arah Bintang. "Kenapa? Lo gak suka?" tanyanya ketus. "Nggak, Kak. Aku cuman tanya aja, soalnya aku juga suka sama cokelat. Apalagi cokelat Belgia. Kalau Kak Angkasa suka cokelat putih kan?" Angkasa mendekat ke arah Bintang. "Apa urusan lo? Bukan urusan gue juga kan? Inget ya, Bintang, lo sama gue itu gak ada hubungan apapun. Kita itu gak lebih dari sekedar orang asing. Gue ngehargai lo-karena lo itu temennya Elara. Gak akan bisa lebih." Bintang menundukkan kepalanya. Dia mendengar setiap ucapan Angkasa yang selalu menusuk hatinya. “Kak Angkasa kok gitu sih sama Bintang. Dia kan Cuma nanya," timpal Elara.



46



Mungkin Angkasa adalah kakaknya, tapi dia tidak bisa melihat temannya sendiri di remehkan oleh orang lain. Tak terkecuali jika orang itu adalah saudaranya sendiri. Bintang mendongakkan kepalanya. Kini mata mereka saling bertemu. "Kak, aku minta maaf karena tadi udah ngomong yang gak seharusnya ke Kak Angkasa. Tapi apa yang aku bilang emang bener, Kak." "Apa yang lo bila-" "Kak, mungkin kakak itu orangnya jutek atau terlihat dingin sama orang lain. Aku sadar kalau itu memang sifatnya kakak. Aku benar-benar gak bermaksud ngomong kayak tadi, Kak." Rahang pria itu semakin mengeras. la benar-benar tak pernah menemui gadis seperti Bintang. Bahkan saat Angkasa meremehkan dia hingga serendahrendahnya, tapi gadis itu malah membalasnya dengan ucapan baik. "Aku gak akan dekat lagi sama Kak Genta, kalau itu bisa buat kakak bahagia." Angkasa tersenyum miring. "Aku juga gak mungkin nyakitin hati perempuan lain dengan selalu terlihat dekat dengan pacarnya. Aku tahu, Kak Genta udah punya pacarkan?" Angkasa mengangguk pelan. "Jangan lakuin semua itu buat gue. Lakuin semua itu untuk Kirana. Mungkin dengan lo ngejauhin Genta, gue bakalan bisa lihat senyumnya yang gak ada kebohongan sama sekali." Elara, Alin dan Raya tersenyum mendengar nada bicara Angkasa yang sudah mulai merendah. Cowok itu sudah tak lagi membentak Bintang seperti sebelumsebelumnya. "Tapi Kak Angkasa harus janji. Kak Angkasa gak boleh ngembaliin makanan yang aku kasih buat Kak Angkasa setiap hari. Dan ingat, Kak Angkasa harus makan makanannya. Oke?" ujar Bintang dengan mengangkat ibu jarinya. Senyum Angkasa mengembang. Setelah dua tahun berlalu dan merenggut senyuman yang selama ini hilang dari Angkasa, kini senyuman tulus itu kembali tergambar jelas di bibirnya. Angkasa menganggukan kepalanya. Kemudian pria



47



itu berjalan meninggalkan Bintang dan teman-temannya yang masih sibuk memasak di dapur. Elara mendekati Bintang yang masih senyum-senyum sendiri setelah sepeninggalnya Angkasa dari tempat itu. "Lo beneran mau jauhin Kak Genta?" tanya Elara. "lya, kenapa nggak?" “Lo yakin?" tanya Elara balik. "Gue gak mau egois, El. Meskipun gue tahu kalau gue suka sama Kak Genta, tapi gue juga harus mikirin perasaanya Kak Kirana kan?" jelas Bintang Elara mengangguk dan tersenyum pada Bintang. "Gue salut sama lo, Bin. Kalau gue jadi lo, mungkin gue gak bakalan ngerelain perasaan gue sendiri." "Itu namanya egois, El." "lya, gue tahu. Gue bakalan tetap nyemangatin, lo, Bin." ucap Elara. "Thank you, sis." *** Angkasa merentangkan tangannya di atas kasur. Dia melihat langit-langit atap kamarnya. Bagaimana bisa ia mengabaikan gadis yang sudah berjanji untuk mengembalikan senyumannya yang hilang sejak dua tahun yang lalu. Jika mengingat kejadian dua tahun yang lalu, Angkasa akan selalu merasa tidak berguna. Dua tahun yang lalu tepatnya hari di mana pengumuman pemenang lomba Olimpiade fisika se-nusantara akan diumumkan. Hati Angkasa hancur saat dia mengetahui jika -Kirana gadis cantik kelas IPS 3 yang berhasil mencuri perhatiannya sejak hari pertama ia menginjakkan kaki di SMA Cempaka. Angkasa memiliki rencana hari itu. Hati itu ia akan menyatakan perasaanya pada Kirana karena memang beberapa hari sebelum itu, Kirana sudah lama dekat dengannya.



48



Namun semuanya buyar, saat ia tahu jika gadis itu lebih memilih genta yang saat itu adalah teman Angkasa. la fikir jika, Genta akan mendukungnya, namun ternyata tidak. Genta malah merebut gadis itu darinya. Angkasa mencoba untuk melepaskan Kirana. Karena Angkasa bukan pria egois yang mementingkan perasaannya sendiri dibanding kebahagian orang lain. Sembilan bulan berjalan, Angkasa mendengar dari beberapa teman perempuannya di kelas jika mereka melihat Genta bersama dengan gadis lain di tempat pusat perbelanjaan. la tahu bagaimana perasaan Kirana saat itu. Tapi Kirana selalu menyembunyikan kesedihannya di balik topeng. Gadis itu selalu menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. Angkasa sudah berkali-kali memberitahu kebusukan Genta pada Kirana. Tapi Kirana menjawabnya dengan ringan. Alasannya untuk bertahan sampai dua tahun ini hanya satu. Dia sangat menyayangi Genta. Tidak ada yang lainnya dihati Kirana. *** Bintang terus menyibukkan dirinya dengan meng-stalker akun sosial media Kirana yang selalu membagikan postingan bersama dengan Genta. Bintang ikut tersenyum melihat tingkah konyol yang diperlihatkan oleh keduanya. Sampai Bintang menemukan postingan dimana Genta dan Bintang sedang berdansa berdua. Terlihat romantis. Bahkan tak sedikit yang membanjiri komentar di akun instagram gadis itu. Pencarian Bintang berhenti di komen yang bernama akun Genta. Bintang membuka akun pria itu. Di sana benar-benar tidak ada foto pria itu bersama dengan Kirana sama sekali. Beda sekali dengan akun Kirana yang selalu memposting aktifitas keduanya. Malah anehnya, Genta malah memposting fotonya bersama dengan beberapa wanita lain. Yang mencuri perhatiannya saat dia tak sengaja melihat foto Genta bersama dengan Raya. Fotonya terpampang dengan jelas. la membuka foto itu dan membaca beberapa komen disana. Rasanya Bintang ingin meneteskan air matanya saat melihat betapa tabahnya Kirana disaat pacarnya memilih memposting foto bersama dengan perempuan lain dibanding bersama dengannya.



49



Padahal jelas sekali bagaimana ekspresi yang diperlihatkan oleh Genta dalam foto itu. Dan Raya, malah komen dengan sesuatu yang akan lebih menyakiti hati Kirana. Bintang berjalan ke arah Raya yang sedang memainkan ponselnya di pojok sana. Sedangkan Alin dan Elara sedang sibuk memainkan permainan online mereka. "Raya, gue mau ngomong bisa?" Raya melihat kebarah Bintang. Beberapa detik kemudian dia tersenyum dan mengangguk. Bintang duduk di hadapan Raya. “Ngomong apa?" Bintang tersenyum tipis kepada Raya. "Lo ada hubungan apa sama Kak Genta?" Raya mengerutkan dahinya. Gadis itu bingung kenapa tiba-tiba Bintang menanyakan hal itu kepadanya. "Lo tahu kan, Ray, kalau Kak Genta udah punya pacar? Lo tahu kan kalo Kak Kirana itu sayang banget sama Kak Genta." Raya mengangguk sejenak. "Gue tahu kok. Emang kenapa?" "Gue tadi lihat akun Instagram-nya Kak Genta. Terus gue nemuin foto kalian di sana. Lo gak mikirin perasaannya Kak Kirana? Raya, kita ini sama-sama cewek. Tolong hargain perasaan cewek lain." "Apa urusannya sih, Bin, sama lo? Gue suka sama Kak Genta. Dan Kak Genta juga suka sama gue. Dia bilang, dia bakalan putusin Kirana Cuma untuk gue," jawab Raya dengan ketus. "Terus lo bangga kalau Kak Genta putusin pacarnya Cuma untuk lo? Lo bangga bisa dapetin Kak Genta dengan cara lo ngerebut dia dari Kak Kirana?" Raya tersenyum sinis pada Bintang. "lya, jelas gue bahagia banget. Karena dari dulu gue udah suka sama Kak Genta." "Jangan bangga dengan apa yang lo dapetin selagi itu ngerebut hak orang lain. Perempuan yang baik gak akan pernah ngerusak kebahagian perempuan lainnya. 50



Lo egois kalau lo mentingin perasaan lo sendiri, sedangkan di sisi lain ada yang menderita." Raya berdiri dari tempat duduknya. Dia berjalan meninggalkan Bintang di sana. Sedangkan Alin dan Elara hanya melihat kejadian itu tanpa tahu apa yang sedang terjadi diantara keduanya.



51



7.AMBISI "Jangan sama kan orang yang telah pergi dengan orang baru. Karena mereka sangat berbeda." *** Mereka sampai di rumah Bintang saat hujan sudah mulai reda. Tubuh laki-laki itu terlihat sedikit menggigil kedinginan karena baju pria itu sangat basah. Sedangkan Bintang, wajahnya juga kedinginan namun tubuhnya sudah terbalut jaket milik angkasa. Bintang langsung berpamitan pada Angkasa untuk masuk ke dalam rumahnya dan menyuruh agar Angkasa cepat pulang agar tidak sampai sakit. Sebentar lagi pria itu akan melaksanakan Ujian. Kalau sampai Angkasa sakit, pria itu akan sangat menyesal karena ketinggalan beberapa macam materi yang mungkin saja akan keluar di waktu ujian. Bintang memasuki rumahnya dengan tubuh yang menggigil. "Bintang, kamu kok basah kuyup gini," ujar Maria dengan merapikan rambut Bintang yang sudah basah. "Tadi kehujanan, Ma, waktu pulang." “Yaudah, kalo gitu kamu bersih-bersih dulu, terus makan. Mama udah siapin sop ayam buat kamu." Bintang mengangguk patuh kemudian ia berjalan menuju kamarnya dan bergegas untuk membersihkan tubuh nya. Setelah membersihkan tubuhnya, Bintang keluar dari kamarnya dan bergegas untuk menemui Maria yang sudah menunggunya di ruang makan. Sedangkan di sisi lain, Angkasa saat ini berada di dalam kamarnya dengan memakai jaket tebal dengan tubuh yang dibalut oleh selimut tebal yang sedikit membuatnya merasa sedikit hangat.



52



"Hachim." Angkasa terus menerus bersin-bersin setelah pulang dari rumah Bintang. Setelah pulang dari rumah Bintang, memang turun hujan yang sangat deras lagi. "Kamu tuh, ya, kalo udah tahu hujan, neduh dulu. Jangan dipaksain buat nerobos. Kamu sendiri kan tahu, kalo kamu gampang sakit." Vanya memberikan obat penurun panas untuk anak laki-laki nya itu. "Nanggung, Ma." "Nanggung-nanggung. Untung aja papa kamu lagi keluar kota. Kalo aja papa kamu ada di rumah, pasti kamu juga bakalan dimarahin sama papa kamu." Angkasa berulang kali bersin. "Kalo pun gak ada papa, mama sekarang juga kan lagi marah. Sama aja lagi mama sama papa." "Kamu tuh ya udah sakit tetep aja bisa jawab orang tua." Angkasa malah cengengesan sendiri di tempat. "Udah cepetan minum obatnya. Biar suhu badan kamu cepet turun." Angkasa mengangguk patuh pada Vanya. Kemudian pria itu meminum obatnya dengan cepat. Ada rasa pahit yang ia rasakan di lidahnya sekarang. Tapi Angkasa harus tetap menelannya. Masa iya sudah punya pacar tapi tetap saja tidak bisa minum obat yang pahit. Kan malu sama pacarnya. Seminggu kemudian, di mana Angkasa melaksana tryout-nya, hari itu juga bertepatan dengan Bintang yang pergi ke Bandung untuk mengikuti lomba olimpiade sains. Tak ada komunikasi diantara keduanya. Angkasa fokus pada tryout yang sedang berlangsung sedangkan Bintang juga harus fokus dengan olimpiade sains. Setelah satu minggu itu berlalu, Bintang kembali ke Jakarta, tepat nya langsung kembali ke sekolah SMA Cempaka pagi itu juga. Bertepatan hari senin yang artinya adalah murid-murid sedang melaksanakan upacara di seluruh sekolah di Indonesia. Ketika upacara sudah selesai, seorang 53



guru yang menjadi pembina upacara tidak langsung membubarkan siswa-siswinya. “Lomba olimpiade sains tingkat nasional dengan tim inti yang beranggotakan Vani dan Bintang yang berasal dari X MIPA 3 dan Kayla yang berasal dari X IPS 2 berhasil meraih juara satu olimpiade sains tingkat daerah." Suara sorak sorai murid-murid lainnya menyabut kedatangan mereka yang maju ke depan. Sebelumnya, mereka berada di kantor guru menunggu upacara selesai. Bintang tampak bahagia dengan piala dan juga medali yang mereka dapatkan. Tentu saja dia bahagia, karena ia sudah berkerja sangat keras untuk ini. "PACAR! semangaat!" Guru maupun murid lain menoleh ke sumber suara yang ternyata suara dari Raga pacar-Kayla. Gadis yang ada di depan itu hanya menunduk dan tersenyum malu. "Tenang, semuanya." Beberapa murid menurut untuk diam. Kemudian, beberapa guru mengalungkan medali emas kepada tiga murid berprestasi di depan. Sedangkan Angkasa yang berada di barisan paling belakang hanya melihat kearah gadisnya -Bintang. Angkasa memang dari awal yakin jika gadis itu bisa mengharumkan nama baik sekolahnya. Apa lagi juga ada i yang jago banget kalo ngomongin masalah fisika. Dan ada juga Kayla-pacarnya Raga kapten basket sekolah yang terkenal cantik dan juga otak nya yang pandai di bidang matematika.



54



Mereka tidak akan mendapatkan juara jika mereka tidak kerja sama tim. Karena kerja sama tim adalah hal yang paling utama dalam ajang perlombaan seperti ini, apalagi ini adalah lomba Olimpiade sains tingkat daerah. "Selamat, ya, Bin. Gue sih yakin banget kalo tim sekolah kita bakalan menang." ucap Elara saat ketiga gadis itu ada di kantin sekolah. "Lah gue sih masih berasa kayak mimpi." Elara tetap tersenyum dengan jawaban Bintang. "Ih, lo, harus yakin dong. Lo kan nggak kayak Alin yang hobi banget nyontek sama lo." Gadis yang ada di sebelah Bintang itu seketika menoleh ke arah Elara dengan tatapan sinis. "Dih. Gue sama Bintang tuh sharing. Gue nyontek kimia, Bintang nyontek bahasa Inggris ke gue." "He, Alin. Gue kasih tahu, ya, Bintang tuh pinter kalo pelajaran bahasa Inggris. Bahasa daerah mungkin yang nggak di bisa sama Bintang." ucap Elara dengan nada meledek. Alin menoleh ke arah Bintang dengan mimik wajah memelas. "Bintang, belain gue." Bintang hanya mengangkat bahunya seakan tak perduli dengan perdebatan anatara kedua temannya itu. Bintang kembali mengaduk minumannya. “Bintang." Bintang mendongakkan kepalanya dan mendapati jika Kayla sekarang ada di depannya bersama dengan-Nasya temannya. “Kita boleh gabung nggak? Di sini gak ada meja yang kosong lagi." lanjutnya dengan tersenyum tipis. "Oh.. " 55



Bintang melirik ke arah Alin yang mimik wajahnya mulai sedikit berubah. "lya, tentu. Kalian bisa ikut gabung." "Makasih ya, Bin. Oh ya ini temenku namanya Nasya." Bintang tersenyum simpul. "Aku yakin jawaban Kak Angkasa kemarin banyak benernya kok." “Bin. Kamu udah siap kalo aku bakalan pergi ke Jerman?" Raut wajah gadis itu berubah menjadi raut ketakutan. Bintang mengalihkan pandangannya kearah lain. la benar-benar tak mau jika harus berpisah dengan Angkasa. Tapi dia juga tak bisa egois karena ini menyangkut masa depan Angkasa. ‘Bin, jawab." ucap Angkasa membuyarkan lamunan Bintang. Bintang menoleh ke arah Angkasa yang duduk tepat di sampingnya. “Nggak papa kalo Kak Angkasa ke Jerman. Lagi pula, kita masih bisa kan komunikasi lewat media sosial." Angkasa menggelengkan kepalanya. "Bin, tapi aku nggak bisa. Aku nggak bisa kalo kita harus long distance relationship." Bintang mengerutkam Dahinya sejenak. "Jadi, Kak Angkasa mau kita putus?" “B-bukan itu maksud aku, Bin." “Kalo Kak Angkasa mau nya gitu nggak papa kok." "Bin, aku benar-benar." “Aku juga sayang sama Kak Angkasa." Seakan Bintang paham jika Angkasa ingin mengatakan bahwa laki-laki itu sangat mencintai gadis nya.



56



Setelah itu supir Bintang datang menjemput gadis itu. Bintang berpamitan pada Angkasa dan segera masuk ke dalam mobilnya. Entahlah, Bintang benar-benar merasa jika ia dan Angkasa akan segera berakhir. Angkasa masuk ke dalam rumahnya yang terlihat begitu ramai. Ada tamu yang sedang berbicara dengan papa dan mama nya. “Nah, ini Angkasa." Angkasa tersenyum seraya mencium punggung tangan orang tersebut. “Angkasa, ini Pak Ali. Dia orang yang akan membantu kamu untuk masuk ke Universitas Heidelberg. Dia adalah salah satu donatur terbesar di situ." Angkasa tersenyum tipis. "Kamu benar-benar ingin masuk ke sana?" tanya pak Ali dengan tersenyum. "Saya dengar, kamu pernah menang Olimpiade fisika." lanjutnya. "lya. Saya pernah menang olimpiade fisika. Dan saya juga ingin masuk ke Universitas tersebut." "Kalo saya boleh tahu, waktu olimpiade itu kalian tim atau kamu sendiri?" "Oh, nggak. Waktu itu saya ikut sendiri." Orang tersebut mengangguk pelan dengan senyuman yang bangga ketika melihat Angkasa. "Kamu sekolah di SMA cempaka?" "lya, Pak." jawab singkat Angkasa. "Anak saya juga sekolah di sana. Kamu kenal Vani? Ah, dia masih kelas sepuluh. Kemarin dia juga ikut olimpiade sains. Tapi itu tim." tutur Pak Ali. "Oh, lya, Pak. Saya kenal Vani. Dia juga pandai dalam fisik, bukan?" Pak Ali tersenyum kemudian mengangguk kan kepalanya. Beliau selalu senang jika ada anak berprestasi seperti Angkasa yang ingin masuk ke Universitas Heidelberg. 57



"Saya bisa membantu kamu untuk mewujudkan mimpi kamu. Tapi kamu harus ingat, kalo nilai ujian kamu semuanya harus bagus. Bagaimana kamu bisa?" Angkasa mengangguk dan memberikan senyuman terbaiknya. "InsyaAllah, Pak. Saya akan berusaha." Kemudian, Angkasa berpamitan kepada papa dan mama nya juga pada pak Ali untuk masuk ke dalam kamarnya. Angkasa membuka kancing baju nya dan menyisakan kaos berwarna putih polos yang masih ia kenakan. Angkasa berjalan mengambil ponselnya dan di langsung menelpon seseorang. "Halo, Kak?" lya, Angkasa menelpon Bintang. Pria itu benar-benar merindukan Bintang meskipun beberapa waktu yang lalu ia bertemu dengan gadis itu. "Bintang. Aku kangen kamu." “Perasaan baru beberapa menit kita pisah." Angkasa tersenyum dengan kebodohannya sendiri. "Bin, aku boleh cerita, nggak?" Bintang diam. Tak menyahut apa yang ditanyakan oleh Angkasa barusan. "Bintang?" lanjutnya. "Eh, lya, Kak. Lanjut aja. Aku tadi habis ke kamar mandi, heheh maaf." Angkasa tersenyum tipis. "lya, gak papa. Kamu mau kan dengerin cerita aku." "Sure, babe." "Tadi, waktu aku baru sampai ke rumah ada temen nya papa aku. Katanya sih, beliau bisa bantu aku masuk ke Universitas Heidelberg. Tapi, Bin, aku masih belum yakin deh bisa masuk ke sana."



58



"Bagus, dong, kalo papa-nya Kak Angkasa punya kenalan yang bisa bantu Kak Angkasa. Kak Angkasa harus yakin kalo bisa masuk ke sana." "Bintang, masalahnya aku pengen masuk ke sekolah musik. Aku nggak mau jadi dokter." "Kak, turutin apa kata orang tua kakak. Karena aku yakin apapun yang di minta sama orang tua kakak itu bisa jadi yang terbaik. Kalo masalah main musik, itu bisa buat hobi, Kak." "lya, tapi aku juga belum yakin kalo nilai aku bisa bagus di ujian besok." "Kak. Semangat. Aku yakin kok kalo Kak Angkasa bisa." Angkasa tersenyum. Ini yang semakin membuat pria itu berat untuk melepaskan Bintang. Gadis itu terlalu sempurna untuk dirinya.



59



8. MENENTANG "Jangan hanya karena satu masalah, bisa menghancurkan semua yang pernah kamu perjuangkan selama ini." *** Waktu pulang sekolah pun tiba. Bintang dan juga dua orang temannya itu berjalan keluar dari kelas mereka. Mereka berjalan dengan sedikit candaan yang saling mereka timpalkan kepada satu sama lainnya. Dan kini mereka bertiga sedang duduk di bangku yang ada di taman halaman sekolah mereka. “Elara, gue nebeng ya." ucap Bintang pada gadis yang ada di sebelahnya. “Oke. Tapi nungguin Kak Angkasa dulu, ya." “Lah, Kak Angkasa gak bawa motornya?" tanya Bintang. "Tahu tuh. Biasanya dia bawa motor sendiri." "Lo biasanya diboncengin sama Kak Angkasa?" Tanya Alin. "Kadang." "Waahh, enak dong. Berasa kayak Dilan." Elara memutar bola matanya malas begitupun juga dengan Bintang yang mendengus sebal. "Pikirin tuh caranya minta maaf ke Nasya sama kak Bayu." tangkas Elara. Alin mengerutkan dahinya sejenak. "Apaan sih, El. Gue tuh tadi udah minta maaf sama Nasya. Tinggal ke Kak Bayu. Nanti malam gue diajakin kencan sama dia." Bintang ikut bahagia ketika ia melihat sahabatnya sendiri bisa melebih bahagia daripada sebelumnya. Karena Bintang memang ingin melihat semua sahabatnya bisa bahagia dengan pilihannya sendiri. 60



"Terus Nasya maafın lo?" tanya Elara. Alin menganggukkan kepalanya. "lya, terus tadi juga minta maaf ke gue kalo menurut pandangan gue dia udah deket banget sama Kak Bayu. Dia juga ngerasa nggak enak sama gue." "Gue yakin lo cewek yang baik kok, Lin. Gue juga berharap semoga hubungan lo sama Kak Bayu bisa langgeng sampek lulus sekolah, kuliah terus endingnya menikah." Elara melirik ke arah Bintang yang tadi mengucapkan kata-kata itu.Bagaimana dengan Bintang, apa ia juga akan bahagia dengan pilihannya yang membiarkan Angkasa pergi meninggalkan dirinya untuk mengejar semua mimpi cowok itu. Elara tahu jika Bintang tidak akan bisa setegar itu. Pasti akan ada kondisi dimana Bintang sangat terpuruk dan menyesal karena pilihannya itu nantinya. Dan Elara tidak mau melihat sahabatnya sedih hanya karena cinta. "Kalo lo, Bin. Lo beneran biarin Kak Angkasa pergi ke Jerman dan ninggalin lo di sini sebagai masa lalu nya?" tanya Elara. Bintang menundukkan pandangannya. Entah mengapa setelah mendengar pertanyaan Elara barusan ia merasa ragu dengan jawaban yang hatinya sendiri pilih. “Lo belum yakin, kan, Bin. Lo masih pengen kak Angkasa di sini. Ini belum telat, Bin. Lo masih bisa cegah dia. Gue yakin Kak Angkasa mau nentang kemauan papa demi terus disini sama perempuan yang dia sayang." Bintang menggigit bibir bawahnya. Matanya melihat ke atas, melihat langit biru yang sangat cantik nan indah. Bintang kembali menoleh ke arah Elara dengan mata yang sedikit menahan air matanya. Alin sudah berpamitan untuk pulang tadi. Jadi, sekarang tinggal Bintang dan Elara di tempat itu. “Kayaknya gue nggak punya hak buat nahan Kak Angkasa tetap di sini, deh. Kak Angkasa harus ngejar mimpi-mimpinya, kan."



61



Elara menggelengkan kepalanya. "Mimpi Kak Angkasa disini. Dia pengen banget masuk Universitas Negeri Jakarta di fakultas bahasa dan seni." "Terus kenapa Kak Angkasa nggak bilang ke papa kalian?" "Kak Angkasa tuh anak yang penurut. Dia gak pernah sekalipun nentang kemauan orang tua. Dia benar-benar beda gak kayak gue yang selalu nentang orang tua gue sendiri." Bintang tertegun di tempat. "Kalo lo masih mau Kak Angkasa tetap ada disini, gue mohon lo coba buat hentian dia." Bintang menggigit bibir bawahnya. Setelah beberapa saat Angkasa keluar dari kelasnya dan menemui mereka dengan menaiki mobilnya. Lalu Bintang dan juga Elara masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku belakang meninggalkan Angkasa yang berada di tempat supir. "Yaelah, pindah ke depan satu lagi. Berasa kayak supir, gue." Elara berdecak mendengar ucapan Angkasa. "Makasih, ya, Kak. Kak Angkasa hati-hati." Saat ini mereka berada tepat di depan rumah Bintang. Angkasa keluar dari mobilnya untuk berbicara sebentar dengan gadisnya itu. "Nanti kamu ada acara, nggak?" Bintang menggelengkan kepalanya. “Nanti bisa ikut aku?" “Ke mana?" “Aku pengen ngajakin kamu jalan, sih. Kamu mau nggak?"



62



Bintang menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Nanti kabarin kalo Kak Angkasa udah mau ke rumah." "lya, kamu dandan yang cantik, ya." Bintang tersenyum kemudian tersenyum dengan manis di hadapan pria itu. Elara membuka kaca mobilnya dan melihat dia orang itu sedang romantis-romantisan. "Ck. Pulang, Kak. Jadi nyamuk nih gue." Bintang dan Angkasa kompak menoleh ke arah gadis itu. "Ganggu orang pacaran aja sih lu, El." "Astaga. Gitu banget sama adik sendiri." “Lah, emang gue ngakuin lo sebagai adik gue?" Elara mengelus dadanya agar lebih sabar menghadapi laki-laki seperti Angkasa. Bintang tersenyum melihat kelakuan kakak adik ini. Lucu namun juga seperti anak kecil yang sedang berebut mainan. "Udah Kak Angkasa pulang gih. Nanti jemput aku jam delapan. Oke?" Angkasa mengangguk seraya tersenyum dengan manis. “Kalo sama Bintang aja manis banget." “Bawel lo adek laknat. Aku pulang dulu, ya, Bin." Bintang mengangguk. Angkasa masuk ke dalam mobilnya dan langsung menjalankan mobil berwarna merah menyala itu. Bintang masih menatap mobil itu yang semakin menjauh dari dirinya. Hari ini gue harus bilang ke Kak Angkasa kalo gue nggak mau dia pergi. Batinnya dalam hati. Bintang memasuki rumahnya dengan langkah yang tidak terlalu cepat. "Bintang."



63



Bintang menoleh kearah perempuan paru baya yang ada di dalam rumahnya. Raisa- mama kandungnya sekarang sedang berada di ruang tamu bersama dengan Maria-mama tiri Bintang. Gadis itu langsung tersenyum dan langsung memeluk mama kandungnya itu dengan sangat erat. Maria tersenyum simpul melihat Bintang dan Raisa. "Mama ke sini nggak bilang-bilang." Raisa melepaskan pelukkannya dan tersenyum pada anaknya itu. "Mama sama Atlas kan mau ngasih kamu kejutan, sayang." Bintang mengerutkan dahinya. "Atlas?" beo nya. "Atlas lagi main sama Julian di kamar. Kalo kamu mau ke mereka ganti baju dulu, terus makan." timpal Maria yang ada di seberang sana. Bintang menganggukkan kepalanya seraya tersenyum dengan manis. “lya, tapi sekarang Bintang masih pengen sama mama Raisa." ucapnya. Raisa tersenyum melihat tingkah laku anak perempuan nya itu yang sedikit manja padanya. Maria juga ikut tersenyum melihat kelakuan Bintang saat ini. Lucu. Seperti anak kecil tapi melebihi itu. Bintang dan Angkasa sekarang berada di sebuah taman yang indah untuk melihat Bintang-Bintang di atas sana. Tepat jam delapan Angkasa menjemput gadis itu dari rumahnya. Bintang menatap ribuan Bintang di atas sana yang sangat indah. “Kak, aku boleh ngomong nggak sama Kak Angkasa?" Angkasa menoleh ke arah gadisnya sekarang. "Ngomong apa?" "Kak, mungkin aku nggak punya hak buat nahan Kak Angkasa tetap ada di sini." "Maksud kamu?" "Aku sebenarnya nggak rela kalo Kak Angkasa pergi ke Jerman dan kuliah di sana." 64



"Jadi?" tanya Angkasa lagi. "Aku mau Kak Angkasa tetap ada disini setelah aku fikir-fikir apa yang selalu Kak Angkasa ucapin, aku sadar. Kalo Kak Angkasa gak benar-benar nerima keputusan untuk kuliah di Jerman." Angkasa tersenyum tipis mendengar ucapan Bintang barusan. "lya, aku pengen banget tetep” "Kamu mau ngasih semangat buat aku?" Bintang tersenyum. "Mau dong, mau banget malahan. Siapa sih yang nggak mau nyemangatin cowok yang sukanya gombal ke pacarnya ini?"Ucap Bintang dengan sedikit meledek. “Tapi aku cuma gombalin kamu dong, Bin. Ke yang lainnya mah aku cuekin." Gadis itu mengangguk lalu kembali menatap kearah Bintang-Bintang yang berhamburan di langit malam. Bintang melayangkan tangannya ke Bintang-Bintang membentuk kotakan kecil dari jari-jari nya. "Kak Angkasa tahu, kenapa Bintang dan bulan harus terus bersama?" Angkasa menggelengkan kepalanya. Bintang menoleh ke arah Angkasa sambil tersenyum dengan manis. ”Bulan itu butuh Bintang buat membantu dia menyinari malamnya. Tapi sayang. Langit malam lebih milih bulan yang cahayanya paling terang. Daripada Bintang yang kecil dan cahayanya juga sedikit redup." “Tapi angkasa lebih menyukai Bintang di langit malamnya. Karena Bintang itu ada ribuan. Tapi selalu dekat dengan angkasa. Sedangkan bulan cuma ada satu. Dan itu untuk semuanya." timpal Angkasa. Bintang mengangguk pelan lalu tersenyum pada pria itu. "Kak Angkasa tahu apa arti dari semua yang aku bilang tadi?" 65



Cowok itu menggelengkan kepalanya. “Artinya, aku mau seperti angkasa yang selalu setia bersama Bintang meskipun angkasa tahu jika Bintang hanya benda kecil dan memiliki cahaya yang redup. Aku ingin selamanya sama angkasa untuk kehidupan saat ini atau di kehidupan selanjutnya." "Bintang kamu tahu, setelah aku dengar kamu nahan aku buat tetap di sini, aku jadi makin semangat buat nentang papa aku."



*** "Kamu udah gila Angkasa mau batalin kuliah di Jerman?" Angkasa saat ini berada di ruang tamu rumahnya. Cowok itu sedang berhadapan dengan papa nya. Vanya-mama Angkasa dan Elara hanya diam melihat laki-laki paru baya itu sedang memarahi Angkasa. "Papa, Nanta beneran nggak minat sama sekali buat kuliah di Jerman dan ambil jurusan kedokteran. Dari awal Nanta udah bilang ke papa kalo Nanta cuma pengen kuliah di UNJ." "Papa cuma ingin kamu jadi dokter. Itu aja. Kamu itu pintar Angkasa. Kalo nggak kamu manfaat kan, kepintaran kamu itu, terus buat apa." Angkasa menghelakan napasnya. Lalu pria itu berdiri dari tempat duduknya diikuti papa nya yang juga berdiri. "Aku beneran mau kuliah di UNJ, pa. Kalo papa nggak setuju, yaudah, itu terserah papa. Seharusnya orang tua itu dukung anaknya, bukan menekan anaknya biar mau jadi apa yang mereka mau." Plak. Satu tamparan keras berhasil mendarat dengan mulus di pipi Angkasa. Elara maupun mama nya langsung berdiri karena melihat Angkasa yang di tampar oleh papa nya. 66



“Pa, udah pa, Nanta cuma sekali kan nentang keputusan, Papa." ucap Vanya dengan memegang lengan tangan suaminya. “Siapa yang ngajarin kamu buat ngebantah orang tua, Nanta?! Elara?! Adik kamu yang ngajarin kamu buat ngebantah orang tua? lya?" Angkasa menggelengkan kepalanya dengan keras. Tangannya mulai mengepal. "Elara nggak pernah ngajarin aku buat ngebantah papa. Ini kemauan aku sendiri buat menyuarakan apapun keinginan ku. Karena aku sekarang sadar kalo apa yang dilakuin Elara gak semuanya salah." "Pokoknya aku cuma mau kuliah di UNJ. Terserah papa bolehin apa nggak." lanjutnya. Setelah itu Angkasa berjalan masuk ke dalam kamarnya. Pria itu menutup pintunya namun beberapa detik kemudian ada seseorang yang membuka pintu kamarnya. "Kak Angkasa!" Elara berlari memeluk Angkasa dengan sangat erat. "Apaan sih lo." Angkasa melepaskan pelukan adik perempuannya itu. “Gue tahu nih siapa yang udah nahan lo tetep di sini. Pasti Bintang, kan, dia kan yang udah nahan lo buat tetep di sini." kata Elara. Angkasa mengerutkan dahinya, lalu berkata, "Tahu dari mana sih, lo?" “Ya, emang gue yang udah ngeracunin Bintang biar dia mau nahan lo tetep disini." Angkasa tersenyum lalu mengelus rambut adiknya itu dengan sangat gemas. "Emang lo itu adik yang paling baik kalo ada mau nya." "Enak aja kalo ada mau nya. Gue tuh emang adik yang baik. Gue tahu kalo lo emang pengen tetap disini dan UNJ itu adalah kampus impian lo. Ngaku sama gue." sarkas Elara.



67



Angkasa menganggukkan kepalanya. Lalu mengusir adiknya itu buat keluar dari kamarnya dan meminta untuk tidak mengganggu nya malam ini. Agkasa merogoh saku nya dan mengambil ponsel miliknya. Setelah itu ia mencari kontak telpon Bintang dan langsung menelpon kekasihnya itu. "Halo, Kak. Kenapa?" Angkasa tersenyum mendengar suara gadisnya itu yang sudah seperti suara orang mengantuk. "Kamu udah ngantuk?" tanya Angkasa. "Sedikit." Angkasa mengerucutkan bibirnya. "Maaf, udah ganggu kamu. Tapi aku cuma mau bilang sih, kalo tadi aku udah ngomong ke orang tua aku. Aku bener-bener nggak mau kuliah di Jerman. Lebih baik aku di sini dan nggak balik lagi ke Jerman." "Terus, orang tuanya Kak Angkasa bilang apa?" “Ya, gitu seperti biasa. Papa nggak mau aku kuliah disini karena menurutnya Jerman lebih baik dari pada Jakarta. Kamu tahu sendiri kan kalo aku itu sebenarnya orang Jerman." Gadis yang ada di seberang sana mengangguk dengan mata yang sedikit tertutup karena sudah mengantuk. "Aku tadi sempat adu mulut sama papa. Sampai-sampai aku ditampar sama dia." "Ha? Kak Angkasa ditampar sama papa nya Kak Angkasa?" "lya. Tapi kamu tenang aja, aku udah nggak papa kok. Aku kan ngelakuin itu juga karena kemauan aku." "Maaf, ya, Kak. Gara-gara aku Kak Angkasa jadi kayak gini. Sekarang terserah Kak Angkasa mau ambil kuliah dimanapun aku nggak akan nahan kak Angkasa." 68



"Tapi aku mau nya kamu nahan aku disini terus, Bintang. Lagian aku juga pengen mendalami kemampuan aku dalam bidang seni musik." Tak ada jawaban. “Bintang? Kamu masih ada di situ kan?" Bintang tak menjawab. Angkasa tersenyum. Ternyata gadisnya itu sudah tertidur. "Gutnait, babe."



69



9. BREAK OR PUTUS "Jangan memutuskan sesuatu saat sedang dalam keadaan marah." *** Setelah kejadian dimana Angkasa membantah semua kemauan Vano-papa Angkasa. Malam itu juga Vano mendapat serangan jantung mendadak. Saat itu Angkasa benar-benar merasa bersalah karena sudah membantah ucapan Vano untuk pertama kalinya. la juga membicarakan tentang hal ini. la tidak akan tetap berada disini karena Angkasa sudah bersedia untuk pergi ke Jerman dan masuk ke Universitas pilihan Vano. Angkasa benar-benar bingung harus memilih antara pilihannya sendiri atau mengikuti apa kata papa nya. Angkasa ingin sekali berada disini tapi ia juga harus mikirkan ayahnya yang menginginkan Angkasa menjadi seorang dokter yang profesional. Cowok itu benar-benar berada di dua pilihan meskipun Bintang sudah mengiyakan apa yang Angkasa katakan bahwa dia akan ke Jerman setelah lulus SMA. Dua hari lagi Angkasa akan melaksanakan Ujian nasional. Rasa tegang memang ia rasakan. Tapi ia harus bisa mendapatkan nilai yang bagus dan bisa masuk ke Universitas Heidelberg seperti apa yang papa nya mau. Malam ini Bintang dan Angkasa berada di sebuah tempat makan pinggir jalan yang sedikit ramai karena pengunjung. Angkasa menikmati makanan itu dengan lahap begitu pula dengan Bintang. “Bintang, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Bintang menoleh ke arah Angkasa. "Orang tua aku udah tahu kalo kita udah jadian, Bintang." lanjutnya. "Terus?" Angkasa menghelakan napasnya sekarang.



70



"Hari senin besok aku bakalan ujian nasional, kan. Jadi, mama sama papa aku nyuruh buat kita break sementara waktu." Bintang mengerutkan dahinya mendengar kata-kata itu keluar dari bibir Angkasa. "Maksudnya Kak Angkasa minta buat kita putus?" "Nggak, Bintang. Maksud aku bukan putus. Maksud aku kita break sebentar karena aku harus fokus sama ujian besok." "Menurut Kak Angkasa, apa bedanya break sama putus? Kalo menurut aku itu nggak ada bedanya sama sekali Kak. Kita break, sama aja kalo kita putus. Karena apa, karena kita nggak akan ada kabar sama sekali." Bintang menghelakan napasnya.Mengatur agar air matanya tidak turun ke bawah. Angkasa memegang tangan gadis itu dan menatap kedua mata Bintang yang sudah menahan turunnya air mata. "Bintang, aku nggak-“ "Kalo Kak Angkasa mau kita putus nggak papa. Karena akhirnya nanti, kita juga sama-sama bakalan saling ninggalin kan. Kak Angkasa nggak bisa ngejalanin hubungan jarak jauh. Sedangkan aku selalu maksa Kak Angkasa tetap di sini." "Bintang maksud aku bukan kayak gitu." "Aku tahu maksud Kak Angkasa kita break, kan?" Angkasa menganggukkan kepalanya. “Tapi aku mau nya kita putus. Karena itu lebih baik dari pada awalnya sekarang kita ngomong break dan masih ada kesempatan buat kembali, lebih baik kita putus Kak. Akan sama juga sakit diawal nanti juga sakit diakhir." Angkasa masih menatap kedua mata gadis itu. Yang mungkin suatu saat nanti ia tak akan bisa melakukan ini lagi. "Percaya sama aku Kak. Aku sayang banget sama Kak Angkasa. Tapi aku juga nggak mau nyakitin perasaan ku sendiri dengan seolah-olah ngasih harapan kalo 71



kita masih akan tetap bersama. Aku bahkan nggak mau egois kalo Kak Angkasa emang milih lanjutin pendidikan ke Jerman. " lanjutnya. Bintang melepaskan tangannya dari tangan Angkasa. Bintang berdiri dari tempat duduknya dan diikuti oleh Angkasa yang juga berdiri dari tempat duduknya. "Bintang, dengerin aku sebentar. Aku nggak-“ "Kak, maaf. Aku pikir kita udah nggak ada apa-apa lagi. Maaf, ya, kalau aku udah egois nyuruh Kak Angkasa tetap ada di sini tanpa liat kondisi sekitar." Bintang pergi dan meninggalkan Angkasa yang masih berdiri di tempat. Angkasa menggeram kesal karena tidak bisa menjelaskan apapun pada gadisnya. Berakhir sudah hubungan mereka sekarang. "Maafin aku, Bintang. Aku sayang kamu. Aku nggak mau orang yang aku sayangi kecewa sama aku." Malam itu, hujan turun dengan begitu derasnya. Bintang berjalan di tengah hujan itu sendiri dengan air mata yang menantinya. Hatinya sangat hancur karena kejadian tadi. Tapi apa yang ia pilih memang benar. Karena pada akhirnya juga mereka akan berpisah dan saling berjalan membelakangi satu sama lainnya. Semesta, tolong buat Bintang menerima semuanya. Semua apa yang terjadi pada dirinya. Gadis itu juga harus bahagia bukan. la harus tetap bahagia walaupun tidak bersama dengan Angkasa. Bintang terduduk di pinggir jalan yang sepi. Tangisannya bisa terdengar dengan alam karena saat ini Bintang benar-benar hancur. "Ngapain di sini?"



72



Bintang mendongakkan kepalanya. Vani. Pria itu sekarang ada di hadapannya dengan membawa payung di tangan. Bintang berdiri dan lansung memeluk pria itu hingga membuat keduanya terkena hujan. Payung yang tadi di bawa oleh Vani terbang entah ke mana. "Lo kenapa?" Bintang menangis sejadi-jadinya dalam pelukan hangat Vani saat ini. Bintang sangat butuh pelukan saat ini. Bintang sangat butuh Angkasa yang berada disini dan bukan laki-laki lain. “Bintang, lo kenapa?" Vani melepaskan pelukan gadis itu lalu langsung membawa Bintang untuk masuk ke dalam mobil nya yang terparkir tak jauh dari tempat itu. "Lo kenapa sih, Bin?" tanyanya lagi. Bintang masih menangis tanpa henti. "Lo lagi ada masalah?" “Kak Angkasa, Van." ucap Bintang di tengah isak tangisannya. Vani mengerutkan dahinya sejenak. "Kenapa sama dia?" "Gue sama Kak Angkasa putus." Vann mengusap wajahnya dengan gusar. Lalu menghelakan napasnya berulang kali. "Kok bisa lo putus sama dia?" tanya Vani. "Sebenarnya dia minta buat kita break. Tapi gue ngerasa apa bedanya sama putus. Gue mutusin dia karena emang pada akhirnya nanti kita juga bakalan putus juga. Kak Angkasa tuh kemauan buat kuliah di Jerman. Orang tua nya punya minta buat dia jadi dokter sesuai kemauan dia." jelas Bintang. Vani masih menatap gadis itu dengan lekat. "Itu artinya dia nggak mau buat di sini sama lo." 73



"Nggak, Van. Gue udah coba buat nahan dia tetap ada di sini. Dia juga udah nyoba ngomong ke orang tuanya. Tapi setelah Kak Angkasa ngebantah papanya, malahan papa-nya kena serangan jantung." Vani menenangkan Bintang yang masih menangis. Gadis itu langsung memeluk Vani dan menangis sejadi-jadinya dalam pelukkan pria itu. Semesta, seharusnya yang ada di posisi Vani saat ini adalah Angkasa. Seharusnya pria itu yang menenangkan Bintang. Bukan Vani.seharusnya Angkasa tidak melakukan ini pada Bintang. Angkasa masuk ke dalam rumahnya dan langsung berjalan kearah kamar. Angkasa menutup pintu kamarnya dengan keras. Tangannya masih terus mengepal. Ia mengingat semua ucapan Bintang tadi. "Menurut kak Angkasa, apa bedanya break sama putus? Kalo menurut aku itu nggak ada bedanya sama sekali Kak. Kita break, sama aja kalo kita putus. Karena apa, karena kita nggak akan ada kabar sama sekali." Saat ini angkasa berada di depan kaca yang ada di dalam kamarnya. Semua kata-kata Bintang berputar tak karuan di dalam kepalanya. "Kalo Kak Angkasa mau kita putus nggak papa. Karena akhirnya nanti, kita juga sama-sama bakalan saling ninggalin kan. Kak Angkasa nggak bisa ngejalanin hubungan jarak jauh. Sedangkan aku selalu maksa Kak Angkasa Angkasa memejamkan kedua matanya untuk melupakan kata-kata Bintang yang semakin membuatnya merasa bersalah padanya. "Percaya sama aku Kak. Aku sayang banget sama kak Angkasa. Tapi aku juga nggak mau nyakitin perasaan ku sendiri dengan seolah-olah ngasih harapan kalo kita masih akan tetap bersama. Aku bahkan nggak mau egois kalo Kak Angkasa emang milih lanjutin pendidikan ke Jerman. " Angkasa membuka kedua matanya. Kepalan tangannya semakin kuat. Rahangnya mulai terlihat begitu tegas sekarang. Bruk 74



Angkasa menonjok kaca yang ada di depannya itu dengan sangat kerasa sehingga mengakibatkan tangannya berdarah dan tentu saja kaca itu retak karena tonjokkan keras yang sebelumnya ia layangkan. "Lo bener-bener pengecut Angkasa. Kalo lo sayang sama Bintang, kenapa lo nggak perjuangin dia." Ucapnya sendiri pada bayangannya yang ada di dalam kaca retak itu. “Lo nggak pantas buat Bintang bahagia. Lo nggak seharusnya buat gadis itu menangis. Cewek kayak Bintang gak pantas buat lo sakitin." Angkasa terus menvalahkan diri sendiri. "Setelah saat ini. Lo nggak akan bisa deket lagi sama Bintang. Lo bodoh, Sa. Lo emang pengecut. LO nggak pantas buat Bintang." Angkasa berjalan menuju kearah ponsel yang ada di atas kasur. Cowok itu mulai membuka ponselnya dan mencari nama Bintang. Angkasa mencoba menelpon gadis itu tapi hasilnya tetap sama. Bintang tidak menjawab panggilan Angkasa. Angkasa menggeram kesal. Lalu cowok itu membanting ponselnya dengan sangat keras hingga membuat layar ponselnya pecah. Dada pria itu naik turun karena harus menahan amarah yang ada di dalam dadanya. Vani mengantar Bintang sampai di depan gerbang rumah gadis itu. Mata Bintang masih terlihat seperti orang yang selesai menangis lama. Bintang menundukkan kepalanya tak ingin menatap Vani disaat ia berada di posisi sangat lemah seperti ini. "Jangan nangis lagi. Itu kamu keputusan lo buat ninggalin Kak Angkasa." Vani memegang bahu cewek itu. Bintang mendongakkan matanya menatap Angkasa lebih dalam lagi. Vani itu sahabat Bintang dari kecil. Dan dia selalu ada untuk Bintang meskipun ia sedang berada di masa-masa tersulit Bintang . "Apa mungkin keputusan gue buat ninggalin dia itu salah?" Vani menggelengkan kepalanya. 75



“Van, gue benar-benar masih sayang sama Kak Angkasa. Lo tahu sendiri kan gimana kalo gue udah sayang sama cowok?" "Yang gue tahu, lo itu cepet banget kalo gonta-ganti pacar." “Enak aja." Bintang memukul lengan tangan Vani hingga membuat cowok itu meringis kesakitan. “Yaudah, iya. Lo kalo udah sayang sama cowok emang tuh, ya, bucin lo keluar. Jadi bucin akut." kata Vani dengan mengacak-acak rambut Bintang. "Van." Vani berdeham menjawab panggilan Bintang barusan. “Sejak kapan lo nggak pernah ngomong panjang lebar kayak gini?" tanya Bintang dengan mengerucutkan bibirnya. Vani tersenyum tipis. "Ya, lo tahu lah sejak kapan itu." "Sejak gue jadian sama Jordan? Ada masalah apa sih lo sama dia?" "Ya, lo kan tahu kalo gue sama Jordan itu udah musuhan sejak lama. Dan gue syok pas tahu kalo lo sama dia jadian." "Lo suka ya, Van, sama gue?" “Ha?" Vani terdiam melihat Bintang yang saat ini menatapnya dengan pandangan konyol. Vani kelagapan saat ingin menjawab pertanyaan Bintang. Entah apa yang ia fikirkan saat ini, yang jelas Vani benar-benar merasa jika dirinya sangat konyol. "Jawab, Van." desak Bintang. ‘Bintang." Bintang dan Vani menoleh ke belakang. Angkasa berjalan mendekat ke arah keduanya. 76



"Kamu ngapain deket-deket sama dia?" Bintang mengerutkan dahinya. Sedangkan Vani hanya meneguk ludahnya dengan susah payah. "Kak Angkasa yang ngapain di sini?" tanya Bintang. “Aku cuma pengen pastiin kalo kamu baik-baik, aja, Bintang." “Aku baik-baik aja. Kak Angkasa bisa pergi sekarang." Angkasa mendekat ke arah Bintang lalu memegang lengan tangan gadis itu dan menatapnya dengan nanar. "Bintang, aku pengen jelasin semuanya, Bin. Tolong dengerin aku sebentar aja. Aku cuma mau kita break. Setelah ujian ini selesai kita.." "Setelah ujian selesai, Kak Angkasa bakalan putusin aku? Apa bedanya sih Kak mau putus sekarang ataupun putus nanti. Gak akan ada bedanya karena akan sama-sama menyakitkan." Angkasa menggelengkan kepalanya seakan apapun yang gadis itu salah. "Tolong dengerin aku. Kalo nanti aku udah selesai ujian, aku bakalan bilang ke papa aku kalo aku nggak mau kuliah di Jerman. Aku bakalan pertahanin keputusan aku buat tetap ada di sini sama kamu." “Jangan Kak. Aku nggak mau papa Kak Angkasa nantinya kena serangan jantung lagi. Mending sekarang Kak Angkasa pulang. Lo juga, Van. Makasih udah mau nganterin gue pulang. Besok jemput, ya, Van." Vani menganggukkan kepalanya pasti. "Tapi aku bisa jemput kamu, Bin." "Nggak. Kak Angkasa nggak tahu aku sama Vani mau kemana. Lagian senin besok Kak Angkasa ujian nasional. Mending persiapin diri biar bisa masuk ke Universitas di Jerman" Bintang berbalik badan dan langsung membuka gerbang rumahnya untuk masuk meninggalkan Angkasa dan Vani yang masih berdiri di depan gerbang rumahnya.



77



Angkasa melirik ke arah Vani. Setelah itu Angkasa mendekat ke arah Vani. "Lo suka sama Bintang?" Tanya Angkasa. Vani menoleh ke arah Angkasa dan mengerutkan dahinya. "Lo gila? Lo sama dia baru putus dan lo tanya kayak gitu?" “Gue peringatin. Jauhin Bintang. Karena gue sayang sama dia." Vani tersenyum tipis pada Angkasa. "Oh, lo sayang sama dia? Kalo sayang sama dia, kenapa lo putusin dia? Kenapa lo malah milih buat pergi ke Jerman dan ninggalin Bintang. Lo nggak pantes sama Bintang. Bintang nggak seharusnya nangis cuma karena cowok kayak lo." “Gue peringantin sama lo jaga ucapan. Gue lebih tua disini. Lo nggak pernah diajarin sopan santun sama orang tua?" "Jangan pertanyain gimana orang tua gue ngajarin sopan santun ke anakanaknya. Lo nggak pantes sama Bintang karena lo udah nyakitin Bintang. Mending sekarang lo menjauh dari Bintang jangan deketin dia lagi." Jawab sarkas Vani. Vann berjalan ke arah arah mobilnya. Setelah itu Vani menjalankan mobilnya setelah ia masuk ke dalam mobil. Angkasa hanya berdiri menahan amarah yang kian ingin meledak. Angkasa benar-benar hilang akal hanya karena Bintang. la tak pernah merasakan cinta begitu dalam seperti ia mencintai Bintang. *** Keesokan Harinya Tepat pukul delapan malam Angkasa berada di rumah Bintang.Angkasa menunggu Bintang di luar rumah gadis itu. Setelah menunggu tidak terlalu lama, akhirnya gadis yang ia tunggu-tunggu akhirnya keluar dari dalam rumahnya. Angkasa tersenyum kepada gadis itu. Bintang dengan wajah terpaksa juga ikut tersenyum meskipun senyumannya tidak seperti biasanya. Bintang duduk di kursi



78



satunya. la menghadap kearah Angkasa yang saat ini masih memandang Bintang. "Ada perlu apa ya Kak?" Angkasa membuyarkan semua lamunannya. "Emm, aku cuma mau jelasin soal-“ "Kalo Kak Angkasa bahas yang kemarin lagi mending Kak Angkasa pulang. Aku udah ngelupain tentang kemarin." Tak ada senyuman yang Angkasa maupun Bintang tunjukkan malam ini. Langit juga sepertinya tidak berkawan dengan Angkasa. Sejak semalam langit berubah menjadi mendung yang menurunkan rintik-rintik hujan. "Bintang, kita masih tetep putus?" "Yaiyalah Kak. Aku nggak mau sakit di akhir, Kak. Mending kayak gini. Sakit diawal. Dari pada senang diawal tapi sakit diakhir. Kak Angkasa tahu sendiri kan kalo cerita kita ini meskipun nggak ada kata break, akan tetap berakhir juga? Jadi apa bedanya sakit diawal sama sakit diakhir?" “Bintang aku benar-benar sayang sama kamu Bintang." "Aku juga nggak pernah bilang, kan, kalo aku nggak sayang sama Kak Angkasa. Aku sayang banget sama Kak Angkasa sampai detik ini. Bahkan aku nggak pernah benci Kak Angkasa setelah kejadian ssemalam" "Kamu bisa benci aku sepuas kamu, Bintang." "Aku juga sebenarnya pengen banget benci sama Kak Angkasa karena kejadian semalam. Tapi aku bisa apa kalo ternyata rasa sayang aku ke kakak itu lebih besar dari rasa benci aku ke kakak." Angkasa termenung sejenak. Apapun yang ia pikirkan semuanya salah. Seharusnya ia tidak mengucapkan kata-kata itu pada Bintang. Tapi, benar apa kata Bintang . Apa bedanya sakit diawal sama sakit diakhir kalo kedua nya samasama menyakitkan. "Bintang, aku bener-bener minta maaf sama kamu." 79



Bintang memutar bola matanya malas karena selalu mendengar kata-kata maaf dari bibir pria itu. "Kak Angkasa kalo mau minta maaf terus, mending kakak pulang sekarang. Aku jengah dengerin permohonan maaf Kak Angkasa yang aku sendiri nggak tahu salahnya dimana." Bintang mengerutkan dahinya menatap pria itu sekarang.”Aku udah ngerelain Kak Angkasa buat ke Jerman. Aku nggak mau kak Angkasa ngebantah semua perintah orang tua kakak. Aku nggak mau jadi cewek egois yang mau nya menang sendiri. Aku nggak papa kalo Kak Angkasa ke Jerman. Karena itu juga untuk masa depannya kakak . Sekarang mending Kak Angkasa pulang, terus belajar. Besok Kak Angkasa akan melaksanakan Ujian, bukan? Terus kenapa Kak Angkasa ke sini?" Bintang berdiri dari duduknya dan hendak akan meninggalkan pria itu untuk masuk kedalam rumah. Namun langkahnya dihentikan Angkasa yang langsung memeluknya. “Aku sayang kamu, Bin." Bintang membalikkan badannya. Angkasa langsung memeluk gadis itu lagi dengan begitu erat. "Dari tadi aku nggak bisa belajar karena yang ada di pikiran aku cuma kamu. Dan hanya kamu, Bintang." Bintang menyeka air matanya yang hampir turun di hoodie abu-abu yang di kenakan Angkasa malam ini.



80



10. PELUKAN TERAKHIR? "Apa bedanya antara mengakhiri kisah ini diawal dan diakhir kalau pada akhirnya rasa itu akan sama sakitnya juga." *** Bintang melepaskan pelukan pria itu. Gadis itu menghapus air matanya yang ingin sekali turun untuk ke sekian kalinya. Bintang hendak ingin masuk ke dalam namun Angkasa menghentikannya dengan memegang lengan tangan Bintang. Gadis itu menoleh kearah Angkasa dengan tatapan nanar. Air matanya tidak bisa dibendung lagi. Bintang langsung memeluk Angkasa untuk kedua kalinya. Namun tangisannya kali ini benar-benar sangat terasa oleh Angkasa. Angkasa membalas pelukan Bintang dengan sangat erat. Rasanya ia juga ingin ikut menangis jika melihat gadis itu menangis di depannya. Angkasa benar-benar merasa sangat bodoh saat ini. la tak pantas menyia-nyiakan wanita seperti Bintang. "Kak, ini bukan perpisahan untuk selamanya, kan? Tapi kenapa aku ngerasa kalo ini pelukan terakhir aku buat kakak." Angkasa mengelus puncak rambut Bintang dengan sangat tulus. "Nggak, Bintang. Ini bukan pelukan terakhir kita, Bin." Bintang mengusap air matanya yang hampir akan turun. la melepas pelukannya dari Angkasa lalu tersenyum dengan lebar ke arah pria itu. "Apaan sih Kak. Kok jadi mellow gini. Kak Angkasa kan pergi nya masih lama. Besok juga baru melaksanakan Ujian nasional. Tapi kok nangis-nangisnya sekarang." "Dasar mantan. Cengeng banget sih." Angkasa mengacak-acak rambut Bintang dengan sangat gemas. "Jangan gitu. Aku mantannya Kak Angkasa yang pertama tahu."



81



Angkasa tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. "Kakak pulang, gih. Belajar, besok kan UN. Kalo sampai Kak Angkasa dapat nilai yang jelek, jangan pernah bilang kalo aku mantannya Kak Angkasa." "Ya, kan emang bukan mantan. Liat aja, Bin, nanti kalo kita udah dewasa dan akhirnya kita berjodoh aku nggak akan anggap kamu mantan." "Bodoamat. Aku mau masuk, Kak Angkasa pulang." Bintang masuk ke dalam rumahnya lalu Bintang masuk ke dalam rumahnya lalu menutup pintu.Angkasa tersenyum lalu melangkahkan kakinya untuk menuntun motornya untuk keluar dari rumah Bintang. Di sisi lain Bintang masih berada di belakang pintu rumahnya. Gadis itu menunduk karena tangisannya mulai turun lagi. Bintang menangis terus menerus. *** “Bintanggg ada yang cariin tuh di depan” kata mama nya Bintang. “Iyaa maa bentar” Ternyata yang datang adalah Vani dengan membawa banyak sekali makanan . “Anjr lo ngapain van bawain gw makanan sebanyak ini ,ga bakal abis la anjr” "Udah, gini aja. Panggil temen-temen lo itu ke sini. Pasti mereka mau bantu ngehabisin ini semua, apalagi gratisan. Sama jangan lupa Kak Angkasa suruh ke sini, biar gue nggak cowok sendirian." Kata Vani Ide bagus. Bintang langsung menyahut benda pipih yang ada di atas meja dan langsung mengetik pesan pada Alin maupun pada Elara. Bintang : El, lo main gih ke rumah. Elara : ada angin apanih? Bintang : ada angin sepoi-sepoi di rumah gue. Elara : dih. Gue beneran ini. Mau ngapain gue ke rumah lo, kuyang? 82



Bintang : apaan sih nenek lampir. Udah cepetan ke sini. Ada banyak makanan. Jangan lupa ajakin abang tampan lo itu. Elara : makanan? Bintang : iya buru. Jangan lupa bawa abang lo oke:) Seperti itu, singkat pesan Bintang pada Elara. Kalau chat bersama Elara itu bakalan panjang urusannya. Karena gadis itu selalu saja bertanya hingga ke akar-akarnya juga. Bintang : Alin cantikku Alin : apa bre? Bintang : sini, yuk main ke rumah aku Alin : otw. Gue juga lagi gabut di rumah. Bintang : makasih, cantik Beda sekali jika sama Alin. Gadis itu tak mau panjang-panjang berbasa basi. "Udah, tuh, Alin sama Elara mau datang." Bintang menunjukkan ponselnya pada Vani. Pria itu hanya mengangguk sebentar lalu mengalihkan pandangannya pada layar ponselnya lagi. Elara selesai bersiap-siap dengan memakai pakaian feminim miliknya itu. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan rambut di gerainya. la berjalan kearah kamar Angkasa yang tidak jauh dari kamarnya. "KAKAK!" teriak Elara. Angkasa spontan menutup kupingnya saat mendengar suara cempreng adiknya itu seakan menusuk ke dalam telinganya. Angkasa mengucap beribu-ribu doa yang ia timpalkan pada Elara. Adek durhaka ternyata ada di dunia. "Lo bisa nggak sih nggak usah teriak-teriak." 83



Elara terkekeh lalu ia berjalan ke arah Angkasa yang sedang mengerjakan beberapa soal yang ada di buku tebal miliknya. "Kak, ikut gue, yuk." "Ke mana?" “Ke Bintang." Angkasa langsung menoleh ke arah gadis yang saat ini menatapnya dengan alis yang ia naik turunkan. Kalau melihat Elara seperti ini, rasanya Angkasa ingin sekali memukul gadis itu. Sok cantik, tapi mau bagaiamana lagi, Elara tetap lah adiknya. "Kak Angkasa mau kan ketemu sama Bintang? Yaudah, ayo ikut ke rumahnya." “Nggak, sekarang deh. Gue lagi belajar ini.” “Kakak, ih. Kak Angkasa kan pinter, jadi jangan terlalu lama belajar." Angkasa menghelakan napasnya mendengar ocehan adiknya itu yang terkesan menganggu suasana belajarnya. "Ayolah, Kak. Kalo Kak Angkasa nggak ikut, pasti dia kecewa banget." “Ada apa sih di rumahnya, Bintang?" "Tahu, tuh. Katanya sih tadi dia bilang di rumahnya banyak banget makanan." Angkasa masih memikir. "Tapi gue takut dimarahin papa sama mama.” “Yaelah, lu cowok apa cewek sih, Bang? Lo jadi cowok penakut banget. Atau jangan-jangan lo waria, ya. Ngaku sama gue." "Gue tampol, lo. Sekali lagi lo ngomong kayak gitu ke abang lo yang tampan ini, gue buang ke got lo."



84



"Mana muat, sih, abang pinter. Gini nih kalo kepinteran jadi anak." Angkasa kembali menghelakan napas beratnya. "Lo mending ke rumah Bintang sendirian, deh. Bilangin ke dia, gue lagi belajar. Pasti dia ngertiin." "Kak, nanti kan bisa belajar di rumah Bintang." “Masalahnya, gue mau ngomong apa ke mama?" Elara memutar bola matanya. Ada gitu cowok yang takut banget sama orang tua itu pasti jawabannya Angkasa. Penakut banget sama orang tua. “Udah, ikut gue. Biar gue yang minta izin nanti, oke.” *** Alin memikirkan mobilnya di halaman rumah Bintang yang cukup luas. la juga sudah memberitahu pada penjaga rumah Bintang untuk menjaga mobilnya. Alin berjalan masuk ke dalam rumah gadis itu dengan ponsel yang ada di genggamannya. Alin mengetok pintu berwarna putih itu beberapa kali hingga akhirnya Bintang membukakan pintu itu untuknya. “Alin.. Astaga, baru sehari nggak masuk gue udah kangen." Bintang memeluk gadis itu. "Yaiyalah, gue kan emang ngangenin." Bintang melepaskan pelukannya dari gadis itu. Lalu Bintang mengajak gadis itu untuk masuk ke dalam rumahnya.Alin sempat terkejut saat mendapati Vani juga ada di tempat itu. “Kok ada Vani, Bin?" Alin mengatakan itu dengan menoleh kearah Bintang yang ada di sampingnya. “Tadi, dia beliin makanan. Eh nggak tahu nya gue beli segini banyak nya." Alin melirik ke arah meja yang menampilkan begitu banyak makanan di atas sana. Gadis itu sempat melongo tak percaya saat melihat makanan itu.



85



"Ya, dia mah gila, Bin. Beli makanan banyak banget tapi nggak dihabisin. Mubazir, tahu." "Ya, mangkannya itu, gue nyuruh lo sama Elara ke sini, buat bantu habisin ini makanan. Kalo ini nggak habis, mama bakalan marah banget sama gue." "Lah, emang Tante Maria di mana?” “Mama lagi jemput Julian di sekolah. Tapi dari tadi belum pulang. Palingan Julian lagi pengen jalan-jalan ke mall." Alin mengangguk lalu duduk di bawah diikuti Bintang yang duduk di sampingnya. "Oh, ya, nanti Kak Angkasa juga ke sini." "Ngapain?" "Tuh, yang nyuruh ngajakin Kak Angkasa ke sini, juga." Alin melirik ke arah Vani yang terlihat tenang dengan layar ponselnya sekarang. “Elara udah otw?" "Katanya sih udah tadi. Tapi ya gitu. Masih minta izin ke mama-nya. Kan sama ngajakin Kak Angkasa juga." “Kalo nanti Kak Angkasa nggak boleh keluar gimana?" Raut wajah Bintang berubah menjadi sedikit khawatir dengan ucapan Alin kali ini. "Ya, nggak papa. Kan besok Kak Angkasa masih harus mengerjakan ujian. Iya, deh kayaknya Kak Angkasa nggak boleh kesini." Alin mengelus bahu Bintang untuk menenangkan gadis itu. "Tenang aja, positif thinking aja dulu. Lagian kan Elara juga belum datang." "Lo tuh yang bikin gue nethink. " Alin terkekeh pelan mendengar jawaban gadis itu. Namun sekarang Alin juga malah ikut tersenyum tipis di depan Bintang.



86



“Yaudah, gue salah. Maaf." "Nggak, dong. Lo emang gak salah. Gue aja yang terlalu berekspektasi terlalu tinggi." "Tuhkan, galau lagi. Pulang nih gue kalo lo galau." “Ish, jangan dong. Gitu banget sih lo sama temen sendiri."



87



11.ANGKASA BINTANG “Aku bisa menerima semua yang akan kamu lakukan. Termasuk meninggalkan ku." *** Bintang membuka pintunya untuk kedua kalinya. Pertama Alin yang datang. Dan sekarang Elara. Namun Bintang tidak menemukan Angkasa ikut dengan Elara kerumahnya. Elara memeluk Bintang dengan cepat. Elara bingung harus mengatakan apa pada Bintang. Flashback on. Elara menarik tangan Angkasa untuk menemui Vanya yang saat ini berada di dapur. Perempuan paruh baya itu sedang memasak makanan untuk keluarganya. Meskipun di rumahnya banyak sekali asisten rumah tangga, namun untuk urusan masak Vanya ingin melakukannya sendiri. “Mama." Perempuan itu berbalik badan dan melihat kedua anaknya yang saat ini berada di belakangnya. "Elara, Nanta. Kalian ngapain? Nanta nggak belajar? Besok masih ujian kan?" Angkasa mengangguk untuk menjawab semua pertanyaan Vanya. "Ma, aku sama Kak Angkasa mau minta izin. Kita mau ke cafe deket sekolah kita yang baru buka. Boleh, ya, Ma?" Vanya melirik ke arah Angkasa yang sedang menunduk ke bawah. "Kamu sendiri, ya, El. Biarin Nanta di rumah. Besok kakak kamu masih ujian." Elara mengerutkan dahinya mencari ide untuk meminta izin lagi.



88



“Tapi, ma. Kak Angkasa bisa sama belajar kok, ma. Di sana juga disediain tempat yang tenang buat belajar." Vanya menatap Elara yang membuat gadis itu menunduk. "Jujur sama mama. Kalian mau ke mana? Nanta?" Angkasa mendongakkan kepalanya. "Jawab mama. Kalian mau ke mana?" "Kita mau ke rumah Bintang, Ma, temennya Elara. Tapi aku mau Kak Angkasa juga ikut buat nganterin aku." jawab Elara. Vanya melihat Angkasa yang masih diam di tempat "Nanta kamu halik ke kamar Dan kamu Elara, nggak papa main." “Kok gitu sih, Ma?" tanya Elara sedikit merengek. "Elara kamu tahu kan kalo papa kamu tahu Nanta masih dekat sama Bintang, papa akan kena serangan jantung lagi." Angkasa langsung berbalik badan dan meninggalkan Vanya dan Elara yang masih berada di dalam dapur. Flashback Off. Bintang melepaskan pelukan Elara. "Lo kenapa, sih, El?" "Maaf, ya, Bin. Kak Angkasa nggak boleh mama gue ikut. Katanya dia harus belajar. Besok dia kan masih ada ujian." Bintang tersenyum lalu mengangguk. "Nggak papa. Gue juga tahu kok kalo Kak Angkasa besok masih ujian." Elara mengangguk lalu merogoh ke dalam tas nya seperti mencari sesuatu. Kemudian Elara memberikan kertas pada Bintang. "Ini dari Kak Angkasa, Bin. Baca, ya." Bintang menerimanya lalu mengangguk.



89



"Oh, ya, mending lo baca dulu, deh suratnya. Gue masuk, dulu, ya." Bintang mengangguk lalu Elara berjalan masuk ke dalam rumah Bintang. Gadis itu berjalan keluar rumah dan duduk di kursi teras rumahnya. la membuka surat yang di berikan padanya. From: Angkasa. Maaf, karena nggak bisa datang ke rumah kamu. Mungkin ini bukan suatu acara yang khusus. Tapi aku merasa tidak enak karena kamu sudah meminta ku datang. Bintang. Kamu tahu kan kalo besok aku masih ada ujian. Jadi, aku minta buat kamu jangan mikir macam-macam. Mungkin aku yang terlalu kepedean. Tapi aku sedikit takut kalo kamu mikir aku nggak mau ketemu kamu karena aku ingin melupakan kamu. Itu salah, Bin. Aku benar-benar nggak punya keinginan apapun untuk melupakan kamu. Oh, ya, nanti jam sepuluh malam jangan tidur dulu, ya. To: Bintang Setelah membaca isi surat itu, Bintang sedikit lega karena alasan Angkasa tidak datang ke rumahnya sedikit masuk akal. Bintang melipat kembali surat itu lalu ia menyimpan surat itu dengan baik-baik. Setelah itu ia kembali berjalan ke dalam rumahnya yang sudah berisik dengan suara debat antara Elara dan Alin. "Aish, kalian bisa diam nggak sih? Ribut terus perasaan dari tadi." Elara juga Alin sontak menoleh ke arah Vani secara bersamaan. Vani mengedik ngeri melihat kedua gadis itu yang sedang menatapnya penuh misteri. Seperti singa yang ingin menggigit mangsanya. "Apa sih kalian berisik banget." Bintang berjalan ke arah mereka bertiga. "Ini si Elara datang-datang bikin kacau tahu nggak." "Astaga kok gue sih, Bin." bela Elara.



90



Bintang hanya mengedikkan bahunya tidak peduli. Gadis itu duduk di tengahtengah Elara dan Alin yang sedang berdebat entah karena apa. "Kalian tuh makan yang tenang, bisa nggak sih?" Elara dan Alin sama-sama diam. Vani celingukan melihat ke depan pintu. "Kak Angkasa mana, El? Tadi yang nyuruh dia ikut gue. Mana dia?" "Belajar di rumah. Besok masih ujian. Dia kan harus dapat nilai yang bagus buat masuk Universitas Heidelberg." Vani menganggukkan kepalanya. "lya, gue tahu. Kayaknya besok gue juga mau masuk ke situ juga." Bintang melebarkan bola matanya. "Kok gitu, sih. Kenapa orang yang gue sayang semua ninggalin gue cuma buat kuliah di Jerman? Emang Indonesia nggak punya Universitas kedokteran yang bagus, gitu. Kan banyak di sini." "Tahu, tuh. Seneng banget di negara orang." timpal Alin. "Eh, kambing, lo kan juga pengen kuliah di Korea." ucap Elara yang ada di sebelah kanan Bintang. Alin mengerutkan dahinya. "Terus kenapa?" “Ya, itu kan namanya negara orang juga. Bego kebangetan banget, emang." Alin mengerucut kan bibirnya jengah dengan semua ucapan yang di ucapkan oleh Elara. Ingin sekali ia mencabik-cabik bibir Elara. Namun tidak, bagaimana pun Elara, ia tetap sahabat Alin. Alin menarik napasnya dalam-dalam agar amarahnya tidak sampai meluap. “Udah, deh. Gini, nih yang bikin persahabatan kita hancur. Lo juga, El, jangan keseringan jelek-jelekin temen sendiri, nggak baik." "Tuh dengerin." "Tapi apa yang gue bilang tuh semuanya bener, Bintang." bela Elara. 91



“Ahh, serah lo deh. Gue lagi ngatur amarah gue biar nggak sampai meluap disini." timpal Alin yang langsung memakan beberapa cokelat kecil yang ada di hadapannya. "Eh, Bin, gue pulang ya. Males gue kalo dengerin bocah-bocah bertengkar." Bintang mengangguk namun Elara menjawab. "Emang lo bukan bocah?" Vani menatap gadis itu dengan sedikit kesal. Benar apa kata Alin. Berteman dengan Elara itu memang harus ekstra sabar. Banyak banget omongan yang nyakitin hati orang keluar dari mulutnya itu. “Serah lo deh. Males gue ngeladenin lo." Vani melangkahkan kakinya namun langkahnya di hentikan oleh Alin. "Lo mau pulang, kan? Gue juga ikut pulang, Bin." Bintang langsung menarik gadis itu untuk duduk kembali. Lalu Bintang mempersilahkan Vani untuk pergi dari rumahnya. “Bintang, gue kan mau pulang." "Jangan ngambek sama temen sendiri, Lin." Bintang mengingatkan Alin. "Ya, tapi Elara tuh kalo ngomong nusuk banget." Bintang melirik ke arah Elara yang saat ini sedang memakan makanan di hadapannya. "El, minta maaf." perintah Bintang. “Kok gue?" "Minta maaf, El." ulang Bintang. Elara memutar bola matanya. Lalu membersihkan tangannya sebentar menggunakan tisu.



92



Ia menyodorkan tangannya di depan Alin. "Maaf, kalo omongan gue sering nyakitin perasaan lo. Lo kan tahu sendiri kalo gue tuh sukanya ceplas-ceplos nggak mau basa basi. Maaf, ya, Lin." Alin menerima uluran gadis itu. la menganggukkan kepalanya. "lya, gue juga minta maaf kalo gue punya salah yang disengaja maupun nggak." *** Malam ini sudah pukul sepuluh lewat. Bintang masih belum tidur karena teringat ucapan Angkasa tadi di kertas itu. Bintang menunggu pria itu di depan rumahnya tepatnya di teras halaman rumah Bintang. Bintang menatap langit yang memperlihatkan jika malam ini tidak ada sama sekali bintang yang menghiasi malam ini. Drt. Bintang membuka ponselnya sesaat mendengar bunyi jika ada pesan masuk ke dalam ponselnya. Angkasa : keluar sebentar. Bintang tersenyum lalu berdiri dari duduknya. la meminta penjaga rumahnya untuk membukakan pagar rumah untuknya. Bintang tersenyum sesaat menemukan Angkasa yang saat ini berada di hadapannya.Ingin sekali Bintang memeluk pria itu namun ia sudah tak memiliki hak apapun. "Bintang, maaf, tadi aku nggak bisa datang ke sini." Bintang mengangguk dengan senyuman yang masih melekat di bibirnya sampai saat ini. "Kak Angkasa kenapa ke sini malam-malam? Ada yang mau diomongin?" Angkasa menggelengkan kepalanya. Padahal Bintang ingin sekali Angkasa datang kesini untuk meminta agar dirinya kembali meminta untuk Bintang bersama pria itu lagi. "Nggak, aku mau ngasih kamu sesuatu." 93



Angkasa berjalan kembali mengambil sesuatu yang ada di bagasi mobilnya. “Ini untukmu." Angkasa menyodorkan sebuah boneka beruang besar. Bintang menerima boneka yang pria itu berikan padanya. "Kak Angkasa ngasih boneka besar?" Angkasa mengangguk lalu tersenyum. "Aku pernah bilangkan kalo kamu itu kayak beruang besar. Lucu dan manis seperti kamu." Pipi Bintang terasa panas saat mendengar ucapan Angkasa. Astaga sepertinya Bintang ingin sekali melayang ke atas langit. "Kak Angkasa bisa aja. Tapi dulu kan aku minta buat dibeliin boneka sapi. Kenapa sekarang Kak Angkasa belinya boneka beruang." Angkasa terkekeh pelan dengan perkataan Bintang barusan. "Ya, aku kan pengennya ngasih boneka beruang itu. Biar nanti kalo kamu kangen sama aku kamu bisa peluk boneka itu sepuasnya." "Kak Angkasa pintar kalo buat orang terbang ke langit. Kak Angkasa juga pintar menjatuhkan orang lain setelah ia berada di atas langit." batin Bintang. Ingin sekali ia mengatakan itu namun ia tidak bisa melakukan karena ia tidak mau merusak suasana ini. "Oh, ya, Bintang, maaf aku nggak bisa lama-lama. Besok aku masih ada ujian. Nggak papa kan?" Bintang menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Angkasa barusan. Tpi yang sebenarnya Bintang tidak ingin pria itu dengan cepat meninggalkannya. "Kamu tidur, ya, Bin. Jangan begadang. Malam ini nggak ada bintang di langit. Jangan nungguin bintangnya turun ke bumi." Bintang tersenyum lalu menggeleng. Angkasa benar-benar pintar mengubah suasana gadis itu sekarang. Atau malah Bintang yang terjebak di semua ucapan Angkasa. 94



"Nggak, lah Kak. Iya, habis Kak Angkasa pulang, aku janji langsung tidur.” Angkasa mengangguk lalu mendekat kearah Bintang dan langsung memeluk gadis itu dengan sangat erat. "Aku pulang, Bintang. Kamu jaga kesehatan. Aku nggak mau liat kamu sakit. Kamu maunya kamu tetap baik-baik aja." Bintang mengangguk. Setelah itu Angkasa menjalankan mobilnya dengan cepat meninggalkan Bintang yang masih terdiam di tempat itu.



95



12. MELEPASKAN “Kamu tahu apa yang paling aku senangi dalam kisah ini? Jawabannya Dirimu." *** Setelah ujian nasional yang Angkasa laksanakan beberapa minggu kemarin, hari ini adalah hari paling ditunggu-tunggu oleh sekian banyak siswa/i yang ada di seluruh pelosok Indonesia. Saat ini SMA Cempaka sedang memadati lapangan sekolah SMA cempaka terutama anak kelas dua belas. Bagaimana tidak ini adalah hari dimana pengumuman nilai ujian yang mereka lakukan dua minggu yang lalu. Itu artinya, waktu Bintang dan Angkasa akan semakin sedikit. Karena setelah pengumuman nilai, pria itu akan segera terbang ke negara Jerman. Bintang semakin tidak bisa membayangkan bagaimana hari-harinya tanpa Angkasa. "Selamat pagi, anak-anak yang bapak sayangi." Seluruh siswa menjawab ucapan salam kepala sekolah mereka yang biasa dipanggil murid-murid lain dengan nama Pak Ali. “yang kalian tunggu-tunggu berhari-hari. Hari ini adalah di mana hari akan mengetahui nilai dari ujian kalian kemarin." Seluruh murid kelas dua belas bersorak ria. "Dengan mengucap syukur alhamdulillah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan ini kami menyatakan bahwa kalian semua LULUS dengan nilai yang cukup bagus." Sorak mereka kembali terdengar. Ada berpelukan dengan temannya, ada yang yang sedang menembak wanita pujaannya dengan memberikan setangkai bunga mawar merah. "Dengan nilai tertinggi di capai oleh Sakti Nanta Angkasa dari kelas XII IPA 2. Kepada Angkasa, saya persilahkan untuk maju ke depan."



96



“Bintang, abang gue nilai tertinggi." pekik Elara yang ada di samping Bintang. Bintang tersenyum bangga kepada pria itu. lya, Bintang sangat bangga pada cowok yang sedang berjalan ke depan untuk menerima hadiah yang diberikan oleh Pak Ali selaku kepala sekolah mereka. "Selamat, ya, El gue yakin emang Kak Angkasa yang bakalan dapat nilai tertinggi," ucap Alin yang berada di sebelah sana. Elara menoleh ke arah Alin langsung melepaskan senyumannya. "Makasih, Alin cantik." Bintang masih tak bisa melepaskan pandangannya dari cowok yang sekarang ada di depan kerumunan itu. Bintang benar-benar tidak bisa mengatakan betapa bahagianya ia melihat Angkasa sekarang sedang ada di depan karena Angkasa sekarang sedang ada di depan karena kepintarannya. Bintang menerima beberapa hadiah dari kepala sekolahnya itu. la mengulas senyuman manis nya. Beberapa cewek yang ada di tempat itu terpesona dengan kharisma cowok itu. "Dan satu lagi. Nilai tertinggi ujian nasional se-Jakarta adalah SMA Cempaka karena nilai yang didapatkan Angkasa memang sangat tinggi." Semua anak yang ada di bawah sana bertepuk tangan dan merasa bangga dengan pencapaian sahabatnya itu. Angkasa dipersilahkan kembali. Setelah penyerahan hadiah, acara itu dilanjutkan dengan sumbangan lagu dari ekstrakurikuler musik. Beberapa anak mewakili untuk menyanyikan lagu yang berjudul 'Sampai Jumpa' "Bintang, ke bawah, yuk."Bintang menggelengkan kepalanya. "Bintang, ih. Ayo." Paksa Alin dan Elara. “Nggak, ngapain?" "Ngerayain, dong, Bin." jawab Alin.



97



"Kalian ngajakin gue ngerayain dimana hari terakhir gue lihat Kak Angkasa di sekolah ini?" Alin dan Elara kembali diam. Kemudian dia gadis itu menikmati lagu dari atas sana bersama dengan murid-murid lain dan juga Bintang. Datang akan pergi. Lewat kan berlalu.. Ada kan tiada bertemu akan berpisah.. Bintang membayangkan bagaimana awal dia dan Angkasa bertemu di sekolah ini. Mulai dari Angkasa yang menabrak nya dan tidak membantu gadis itu untuk berdiri. Awal kan berkahir... Terbit kan tenggelam.. Pasang akan surut bertemu akan berpisah. Ya, mungkin ini saatnya Bintang untuk berpisah dengan pria itu. la harus merelakan Angkasa untuk pergi ke Jerman. Hey! Sampai jumpa di lain hari.. Untuk kita bertemu lagi... Kurelakan dirimu pergi... Semoga saja Bintang dan Angkasa akan bertemu lagi. Entah kapan, entah bagaimana situasi saat mereka bertemu kembali. Alin dan Elara langsung memeluk gadis yang saat ini sedang menangis di sana. Mereka mencoba untuk menenangkan Bintang.



98



la tak pernah sesakit ini saat akan merelakan orang yang mungkin tidak diciptakan untuknya. Tapi kenapa saat Angkasa yang pergi, kenapa Bintang merasa sangat sesak. “Gue nggak bisa, Lin. Gue nggak bisa liat semuanya." Elara dan Alin malah ikut menangis juga karena melihat Bintang yang saat ini menangis tanpa hentinya. "Semakin gue belajar buat ngerelain Kak Angkasa, gue malah semakin sayang sama dia. Kenapa? Kenapa gue harus ada di posisi ini? Gue benci di mana gue harus merasakan cinta begitu dalam namun harus menutup lubang itu sendirian." Alin yang juga ikut menangis mencoba untuk menyeka air mata Bintang berulang kali. "Bintang, udah jangan nangis. Gue sama Elara juga ikut nangis kalo liat lo sedih." Bintang mengusap air matanya. Namun beberapa detik kemudian pipinya kembali basah dengan air mata yang kembali turun. "Bin, gue tahu lo sakit hati karena kakak gue. Gue bener-bener minta maaf, Bin. Sebenarnya gue juga pengen banget nahan Kak Angkasa di sini. Tapi gue nggak bisa setelah liat, papa gue kena serangan jantung, Bin." ucap Elara. "lya, gue ngerti kenapa Kak Angkasa mutusin buat balik ke pemikiran awal. Gue juga maklumin itu. Tapi yang bikin gue nangis itu kenapa gue nggak bisa ngerelain Kak Angkasa buat lanjut ke Jerman? Kenapa?" Alin dan Elara sama-sama diam tak bisa menjawab apapun yang Bintang katakan. "Hidup gue baik-baik aja sebelum gue masuk ke sekolah ini. Kalo gue tahu gue bakalan kayak gini di sini, gue lebih baik ada di SMP selamanya. Kalo bisa gue pengen jadi anak kecil lagi." lanjutnya. Alin menggelengkan kepalanya. "Jangan kayak gitu, Bintang. Jangan menyesali keadaan. Kalo dulu kita nggak satu sekolah, mungkin kita nggak akan pernah jadi sahabat kayak sekarang."



99



Bintang menghapus air matanya. Lalu melirik kearah Elara dan Alin yang saat ini juga ikut menangis. Bintang tertawa yang membuat Alin dan Elara melepas pelukan mereka dan menatap aneh kearah Bintang. “Kalian ngapain ikut nangis sih? Astaga, gue baru kali ini liat Elara nangis sampek ingusan, hahahah." Elara menghapus air matanya dan mengulap ingusnya yang hampir keluar. "Terus juga Alin. Baru kali ini gue liat cewek se ceria Alin nangis." Alin mengerucutkan bibirnya. "Ih, Bintang kok gitu sih. Gue bilangin Kak Bayu, nih." Bintang terkekeh pelan. "lya, deh lya. Tahu kok yang udah go public hubungannya." Alin tersenyum lalu memeluk Bintang lagi. Sedangkan Bintang melirik ke arah Elara yang masih menatapnya dengan pandangan kosong. “EI, lo nggak kemasukan roh-nya mbak kunti di taman ini, kan?" tanya Bintang dengan lirih "APA?!" pekik Alin yang langsung menatap ke arah Elara penasaran. Elara tersenyum lalu memeluk Bintang dengan sangat erat diikuti Alin yang juga memeluk gadis itu. "Gue salut, Bin sama lo. Lo tuh ya, jadi cewek kuat banget. Di suasana yang bikin lo sedih kayak gini, lo malah bisa buat orang yang ada di dekat lo ketawa dengan candaan lo." Bintang tersenyum lalu membalas pelukan Alin dan Elara. Sebenarnya Bintang masih belum bisa merelakan Angkasa untuk pergi. Tapi harus bagaimana lagi, ia tidak boleh terlihat lemah lagi kan. Meskipun ia tahu jika hatinya Saat ini sangat remuk berkeping-keping. "Nggak kayak si Alin tuh yang dikit-dikit nangis." lanjut Elara. Alin mengerucutkan bibirnya. "Hayo, gak boleh mulai lagi, Elara. Kasihan Alin, iya kan, Lin."



100



Alin melepaskan pelukannya dari Bintang. "Ish, lo tuh, Bin. Sebenarnya lo mau belain gue atau mau jatuhin gue juga, sih." Bintang tersenyum manis saat Alin mengatakan itu. Alin bergerak untuk memeluk Bintang lagi. Memang untuk saat ini, pelukan Bintang memang sangat nyaman untuk teman-teman nya. "Nggak dong, Lin. Gue sayang banget sama lo. Gue pasti belain lo. Gue bukan tipe sahabat yang jatuhin sahabatnya sendiri demi kejayaan diri gue sendiri." Alin menganggukkan kepalanya. "Oh, ya, katanya tadi kalian pengen liat acaranya anak kelas dua belas." “lya, sih. Tapi ya masa kita keluar sama mata yang mulai bengkak kayak gini." jawab Elara. Bintang terkekeh pelan. "Emang sekarang waktunya acara apa?" “Konvoi mungkin." jawab Alin. Oh, ya, Alin itu sekarang menjabat sebagai anggota OSIS di sekolahnya. Jadi ada beberapa acara sekolah yang ia tahu. "Kok mungkin sih, lo kan OSIS." pekik Elara. "Tahu, ah. Ngeselin lo lama-lama, EI." Bintang menggelengkan kepalanya mendengar pertengkaran sahabatnya dengan senyum tipis. "Emang sekolah bolehin kalo ngadain acara konvoi?" Alin mengangguk. "Boleh. Asal taat peraturan yang udah dibuat sama anak anggota OSIS lainnya." "Sok tuh anak OSIS. Merasa bangga karena udah bisa buat acara gedhe kayak gini." Alin hanya menutup kupingnya saat Elara berbicara hal-hal yang buruk pada organisai OSIS. "Udah, lah, El, biarin aja. Ribet banget hidup lo ngurusin anak osis." bela Bintang.



101



"Tuh dengerin Bintang ngomong. Gue sumpel juga tuh mulut sama kotoran sapi." timpal Alin. "Emang lo berani sama kotoran sapi? Kena tanah becek aja udah teriak-teriak, sok-sokan mau ngasih kotoran sapi." Alin menenangkan dirinya. Emang tuh, ya, kalo ngomong sama Elara tuh bawaannya emosi mulu. Karena gadis itu juga suka mancing-mancing emosi orang lain.



102



13. SELAMAT TINGGAL CINTA Hai. Kalau hari ini kita berpisah, Bagaimana dengan kisah ini? Apa kita akan melanjutkan Atau malah kita hentikan? Sungguh, aku benar-benar diantara harus merelakanmu namun aku harus meneruskan cerita ini atau malah aku harus mempertahankanmu namun aku harus mengakhiri cerita ini? Aku gak akan bisa meneruskan cerita ini sendiri tanpa dirimu. Tapi aku tahu, kisah ini, ah maaf maksud aku kisah kita ini jika dilanjutkan hanya akan ada luka, pengkhianatan, ditinggalkan dan mungkin yang lainnya. Dan jika aku memilih mengakhiri cerita ini, mungkin pembacanya akan marah padaku, karena aku menyerah dan tak mau berjuang untukmu. Tapi bagaimana lagi? Ini juga untuk kebaikan mu. Tapi ingat satu hal; aku hanya akan melepaskanmu untuk kepengtingan masa depanmu bukan untuk orang lain. ***



"Bintang bangun, lo gak pengen ketemu sama Kak Angkasa untuk terakhir kalinya sebelum dia ke Jerman?" Gadis itu membuka matanya dengan menyipit. Hari memang sudah pagi, malah mungkin matahari sudah berada sangat tinggi di atas langit. Elara. Elara sahabat gadis itu membangunkannya di hari yang masih pagi. Entah apa yang gadis ini inginkan di pagi hari. “Lo ngapain ke sini, El?" Bintang bangun dengan rambut yang masih acakacakan dan tangan yang mengucek matanya yang masih mengantuk. “Ihh Bintang! Buka mata lo," Elara dengan memegang kepala Bintang berniat untuk membangunkan gadis itu. 103



"Cuci muka lo dulu gih."Bintang beralih dari tempat tidurnya dan langsung berjalan menuju kamar mandinya. Setelah beberapa saat, gadis itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang berada di tangannya. “Lama banget sih, Bin," Elara dengan sedikit kesal namun ia harus bersabar demi sahabatnya itu. "Sekalian mandi gue," Bintang kembali menaruh handuk di tempatnya. "Oh ya, lo tadi mau ngapain ke sini?" Bintang duduk di samping Elara yang terlihat sangat cemas. "Kak Angkasa jam sepuluh siang ini mau berangkat ke Jerman. Lo nggak pengen ketemu sama dia?" Bintang menundukkan kepalanya lalu menganggukkan kepala untuk menjawab di berikan pada dirinya. informasi yang "Lah lo kok cuma ngangguk sih, Bin?" "Ya terus gue harus gimana Elara?" tanya pasrah Bintang. “Ya, lo bergerak dong buat ke bandara sebentar." Bintang kembali menundukkan kepalanya. Apa yang harus Bintang lakukan saat ini? Bintang tak mungkin menghentikannya, ini adalah untuk segala keinginan Angkasa. "Bintang, gue lagi ngomong sama lo," lanjut Elara dengan berdiri tepat di depan Bintang. Gadis itu mendongakkan kepalanya. Iya, mungkin Bintang harus menemui Angkasa untuk mengucapkan selamat tinggal atau untuk menghentikan Angkasa. Elara melebarkan kornea matanya saat melihat jam yang menggelang di tangan kirinya, waktu telah menunjukkan jam setengah sembilan. Yang berarti setengah jam lagi pesawat yang ditumpangi Angkasa akan segera berangkat.



104



"Omegat omegat omegat! Bintang kita gak punya waktu lagi setengah jam lagi kak Angkasa bakalan berangkat," ucap Elara dengan mata yang masih melihat ke arah jam tangannya. Bintang melihat kearah Elara dan melebarkan kornea matanya. "Ayo Bintang, kita harus berangkat." Bintang langsung berdiri dan bergegas untuk mengambil tasnya. Ia berlari dengan menggandeng tangan Elara agar mempercepat langkahnya untuk keluar dari rumah. "Bintang, kamu mau kemana?" tanya mama Bintang yang melihat gadis itu keluar bersama dengan Elara. "I-itu m-ma," ucap Bintang dengan terbata-bata. "Itu tante, mau main ke rumah aku. Arghh!! Bintang." Maria hanya menarik Elara juga Bintang dengan mata yang menyipit. Dalam hatinya dia tahu jika Bintang ingin menemui Angkasa untuk terakhir kalinya sebelum cowok itu pergi ke Jerman. Tangan Elara ditarik oleh Bintang dan berjalan menuju luar rumahnya. Mereka langsung masuk ke dalam mobil Elara dan berangkat menuju ke bandara. Jalan menuju bandara macet total. mulai khawatir jika ia tak akan bisa berbicara dengan Angkasa untuk yang akhir kalinya. “Duh macet, El." Elara melihat di depan jalan dengan mengeluarkan kepalanya dari kaca mobil. "Kayaknya bakalan lama deh, Bin. Mending lo lari aja, bandaranya deket kok dari sini," ucap Elara dengan mengerutkan dahinya. "Lo gak papa gue tinggal sendiri?" “Tenang aja, Bin, gak papa kok."



105



"Oke, gue pergi ya," Bintang keluar dari mobil Elara dan langsung berlari di selasela kemacetan yang terjadi.



"Angkasa, 15 menit lagi kita berangkat." Seorang gadis cantik memberitahukan informasi pada Angkasa bahwa lima belas menit lagi mereka akan berangkat menuju ke Jerman. la tidak sendiri untuk berangkat ke Jerman.Melainkan bersama dengan Kirana yang juga ingin menjadi seorang dokter. Bimbang rasanya. Angkasa harus mengikuti permintaan ayahnya yang menginginkan ia melanjutkan study di Jerman bersama dengan teman masa kecilnya Kirana. Namun ia juga harus meninggalkan Bintang wanita yang sangat ia sayangi. "Angkasa kamu gak papa?" Angkasa hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang teramat amat rapi. “Gak papa, Na." Gadis itu tersenyum mendengar jawaban Angkasa. Ini membuat dirinya sedikit tenang, bahwa pria yang bersamanya saat ini sedang dalam kondisi yang baik. Hanya saja mungkin ke khawatiran Angkasa yang selalu terbesit dalam pikirannya. "Angkasa, yuk checkin." Angkasa berdiri dan mengikuti langkah kaki Kirana. "Kak Angkasa!!" "Kak Angkasa!!" Langkah Angkasa dan Kirana terhenti ketika suara seorang wanita memanggil Angkasa dari arah belakang mereka. Angkasa langsung membalikkan badan dan 106



mendapati jika di belakangnya telah ada seorang wanita yang sangat ia sayangi. Bintang berlari ke arah Angkasa. Bintang berlari ke arah Angkasa dan. "Kak," Bintang memeluk erat tubuh Angkasa. "Bintang, maaf." Angkasa memeluk tubuh mungil gadis itu dengan sangat erat. Kirana hanya melihat kejadian itu dengan senyuman yang ia ulas di bibir manisnya. Kirana tak ingin memisah kan mereka untuk terakhir kalinya. Seakan tak ingin melepaskan pelukan Angkasa, namun ia harus merelakan pria itu untuk pergi. Bintang rela jika Angkasa pergi untuk masa depannya. "Kak Angkasa mau berangkat, ya?" Bintang melepaskan pelukannya dari Angkasa. Namun jemarinya masih di genggam erat oleh Angkasa. Angkasa hanya mengangguk dengan memperlihatkan senyumnya yang begitu manis. “Kak Angkasa jaga kesehatan, ya," Bintang mengerutkan dahinya. la mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Angkasa. “Tenang aja Bintang, Angkasa bakalan baik-baik aja kok." Bintang dan Angkasa melihat ke arah Kirana yang mencoba untuk menenangkan Bintang yang cukup khawatir oleh kesehatan Angkasa. Bintang menjawabnya dengan tersenyum. la yakin jika Kirana bisa merawat Angkasa dengan baik. "Angkasa, kita harus checkin sekarang, lima menit lagi kita berangkat." Kirana kembali melanjutkan ucapannya saat selesai mendengar pemberitahuan jika 10 menit lagi pesawat yang mereka tumpangi akan segera berangkat. "Bintang, maaf aku harus berangkat. Jangan lupain aku ya, Bin. Aku sayang kamu."



107



Ketika kamu berkata padaku agar diriku tidak melupakanmu, tolong tanyakan pada dirimu sendiri. Apakah kau akan mengingatku atau kau malah lebih dulu melupakan aku? Cup. Setelah Angkasa menyelesaikan ucapannya, satu ciuman mendarat tepat di kening Bintang. Kirana hanya tersenyum saat melihat Angkasa dan Bintang yang begitu romantis. Bintang hanya mengangguk saat mendengar pamitan dari pria yang sangat ia sayangi. "Ayo, Na!" Angkasa menggendong ranselnya ditangan, dan bergegas untuk berangkat. Sepuluh langkah jauh dari Bintang, Angkasa membalikkan badan melihat Bintang untuk terakhir kalinya sebelum ia berangkat ke Jerman. Angkasa tersenyum pada Bintang yang disambut hangat oleh Bintang. Bintang akan merasa sangat merindukan Angkasa setelah hari ini. 15 menit kemudian... Bintang masih mematung di tempatnya. la melihat kearah luar yang terlihat jika pesawat yang ditumpangi oleh Angkasa telah berangkat. “Lo udah ketemu Kak Angkasa kan?" Elara baru tiba di bandara setelah lima belas menit kemudian setelah Angkasa berangkat. "Macet banget tadi, Bin," Elara menghelakan napasnya dengan sangat gusar. Bintang membalikkan badan dan berjalan meninggalkan Elara yang membuat Elara melihat aneh sikap Bintang. "Haduh Bintang, kenapa lagi sih nih anak." Elara berlari ke arah samping Bintang dan berjalan keluar dari Bandara. Mungkin Bintang sedang berada di antara harus mengikhlaskan atau masih menunggu kedatangan Angkasa berada di sampingnya. Ini sangat sulit dilakukan oleh Bintang.



108



“Bantu gue buat ngelupain Kak Angkasa, ya, El. Gue pengen banget ngerelain dia." Elara tersenyum lalu mengangguk. la memeluk Bintang dengan sangat erat. Saat ini memang pelukan yang sangat dibutuhkan oleh gadis berwajah cantik itu. Kisah Angkasa dan Bintang mungkin tidak selesai disini. Karena mungkin mereka akan bertemu lagi nanti. Dengan perasaan yang sama atau dengan perasaan yang berbeda.



109



EPILOG Hai. Kamu ingat aku? Ahh! Mungkin kamu sudah melupakan ku. Kamu tahu aku ada di mana? Akan aku beritahu. Aku sekarang berada di sebuah taman yang sangat indah, di mana seorang pria pernah menjawab pertanyaan ku mengenai keberadaan bulan dan bintang yang akan selalu bersama. Rasanya asing. Padahal, dulu kita pernah di sini bersama. Tertawa, menangis dan pertengkaran kecil yang tak perlu kita ceritakan di dalam cerita ini. Kamu ingatkan dengan semua itu? Aku harap kamu tetap mengingatnya. Satu tahun berlalu setelah kamu pergi. Bagaimana di sana? Apa kamu bahagia di Jerman negara impian mu? Aku harap kamu selalu bahagia. Ahh! Maaf, jika aku terlalu banyak bicara. Kita langsung ke intinya saja ya. Aku telah memutuskan untuk mengakhiri cerita ini. Bukan karena dari awal aku tak mempunyai niatan untuk melanjutkannya. Bukan sama sekali. Alasan ku untuk mengakhirinya karena, kamu tahu kan, kalau aku gak akan bisa melanjutkannya sendiri tanpa kamu. Tapi jika suatu saat aku mengubah keputusan ku untuk melanjutkannya, aku harap itu bukan denganmu. Aku lelah menunggu kamu sendiri. Setiap harapanku telah kamu hancurkan. Mungkin surat ini adalah surat yang gak akan kamu baca sama sekali. Tepat sekali, seperti surat ku yang telah ku kirimkan kepada mu sebelumnya. Mulai sekarang, aku gak akan menanti jawaban untuk surat-surat yang kutuliskan lagi untukmu. Aku akan berhenti. Berhenti untuk tidak lagi mengirim surat-surat yang selalu kamu anggap tidak penting. 110



Inti dari semua kalimat menyakitkan ini adalah aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal kak Angkasa, sampai jumpa lagi di tahun-tahun berikutnya. Tapi aku harap di tahun berikutnya aku bisa melupakan mu dan aku bisa membuka hati untuk Jordan yang selalu menemani selama kamu gak ada di sampingku.



SELESAI



111



112