Nur Shadrina Hashifa LAPORAN KEUANGAN MATA UANG ASING [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nur Shadrina Hashifa 1802111811 Tugas Akuntansi Keuangan Lanjutan 2



LAPORAN KEUANGAN MATA UANG ASING



ASPEK STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN Pengertian Translasi Translation Pengertian Translasi Translation adalah proses pernyataan kembali informasi laporan keuangan dari satu mata uang ke mata uang lain. Isu kurs dikombinasikan dengan berbagai methode translasi yang dapat digunakan dan perlakuan “Laba/Rugi” translasi yang berbeda membuat perbandingan hasil-hasil laporan keuangan dari satu perusahaan ke perusahaan lain atau perusahaan yang sama dalam periode yang berbeda menjadi hal yang sulit. Lana Sularto. Translasi mata uang asing adalah proses pelaporan informasi keuangan dari satu mata uang ke mata uang lainnya. Translasi mata uang asing dilakukan untuk mempersiapkan laporan keuangan gabungan yang memberikan laporan pada pembaca informasi mengenai operasional perusahaan secara global, dengan memperhitungkan laporan keuangan mata uang asing dari anak perusahaan terhadap mata uang asing induk perusahaan.  Alasan translasi Tiga alasan tambahan dilakukannya translasi mata uang asing, yaitu: 1. Mencatat transaksi mata uang asing; 2. Memperhitungkan efeknya perusahaan terhadap translasi mata uang; dan 3. Berkomunikasi dengan peminat saham asing. Alasan translasi Perusahaan dengan operasi luar negeri yaitu Perusahaan dengan operasi yang luas, tidak dapat menyiapkan laporan keuangan konsolidasi jika akun-akun mereka dan akun-akun subsidiaries tidak diungkapkan dalam satu mata uang. Skala kegiatan investasi internasional yang meluas saat ini meningkatkan kebutuhan penyampaian informasi kepada pembaca di negara lain yg signifikan menyusun laporan keuangan konsolidasi yang memungkinkan para pembaca laporan untuk mendapatkan pemahaman yang holistic atas operasi perusahaan, baik domestic dan luar negeri . Lana Sularto.    Alasan translasi Alasan lain :



 Mencatat transaksi valuta asing  Melaporkan aktivitas cabang internasional & anak perusahaan  Melaporkan hasil operasi independen di luar negeri . Lana Sularto. Transaksi mata uang bisa terjadi langsung di pasar spot, pasar forward, atau pasar swap. Kurs pasar spot dipengaruhi berbagai faktor, termasuk juga perbedaan tingkat inflasi antar negara, perbedaan pada saham nasional, dan ekspektasi mengenai arah tingkat mata uang selanjutnya. Kurs ini bersifat langsung atau tidak langsung. Kurs pada pasar forward adalah persetujuan untuk mentranslasikan sejumlah mata uang yang telah ditetapkan untuk masa yang akan datang.  Transaksi pada pasar forward mendapatkan potongan atau premi dari pasar spot, atau sebagai tingkat palsu pasar forward.        Transaksi kurs swap melibatkan pembelian spot dan penjualan forward yang simultan, atau penjualan spot dan pembelian forward mata uang. Translasi Mata Uang Asing dan Inflasi Hubungan terbalik antara tingkat inflasi sebuah negara dengan nilai eksternal mata uangnya telah ditunjukkan secara empiris. Sehingga penggunaan kurs saat ini untuk mentranslasikan biaya asset nonmoneter yang bertempat dalam kondisi yang cenderung berinflasi akan menghasilkan padanannya mata uang domestic jauh di bawah nilai aslinya.  Evaluasi dan pemilihan metode translasi mata uang asing. Metode konversi mata uang Diseluruh dunia setidaknya dikenal 4 jenis metode konversi mata uang, yaitu : 1. Metode Current/Non current Metode ini merupakan metode yang paling tua di antara metode konversi mata uang. Dengan metode ini, semua asset dan kewajiban lancer dari cabang-cabang perusahaan dikonversikan dalam mata uang Negara asal dengan kurs saat ini, yaitu kurs pada saat neraca disusun. Sedang asset dan kewajiban yang tidak lancar (noncurrent),seperti biaya depresiasi, dikonversikan pada kurs histories, yaitu kurs pada saat asset diperoleh ataupun pada saat kewajiban terjadi. Oleh karena itu, cabang perusahaan di luar negeri yang memiliki modal kerja yang dinilai positif dalam mata uang local akan meningkatkan resiko rugi (translation loss) akibat devaluasi dengan metode current/non current. Sebaliknya bila modal kerja ternyata negative dinilai dalam mata uang local berarti terdapat keuntungan (translation gain) akibat revaluasi dengan metode tersebut. Namun demikian, metode ini tidak mempertimbangkan unsur ekonomis. Menggunakan kurs akhir tahun untuk mentranslasikan aktiva lancar secara tidak langsung



menunjukkan bahwa kas, piutang, dan persediaan dalam mata uang asing sama-sama menghadapi risiko nilai tukar. Hal ini tentu tidak tepat. Sebaliknya, translasi utang jangka panjang berdasarkan kurs histories mengalihkan pengaruh mata uang yang berfluktuasi kedalam tahun penyelesaian. 2. Metode Monetary/non monetary Asset moneter (terutama kas, surat-surat berharga, piutang, dan piutang jangka panjang) dan kewajiban moneter (terutama utang lancar dan utang jangka panjang) dikonversi pada kurs saat ini. Sedang pos-pos nonmoneter, seperti stock barang, asset tetap, dan investasi jangka panjang, dikonversi pada kurs histories. Pos-pos dalam laporan laba/rugi dikonversi pada kurs rata-rata pada periode tersebut, kecuali untuk pos penerimaan dan biaya yang berkaitan dengan asset dan kewajiban non moneter. Biaya depresiasi dan biaya penjualan dikonversi pada kurs yang sama dengan pos dalam neraca. Akibatnya, biaya penjualan bisa saja dikonversi dengan kurs yang berlainan dengan kurs yang digunakan untuk mengkonversi penjualan. Perlu diperhatikan bahwa metode moneter-non moneter bergantung pada klasifikasi skema neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat. Hal ini dapat menghasilkan hasil yang kurang tepat. Metode ini juga akan mendistorsikan marjin laba karena menandingkan penjualan berdasarkan harga dan kurs translasi kini dengan biaya penjualan yang diukur sebesar biaya perolehan dan kurs translasi histories. 3. Metode temporal Dengan menggunakan metode temporal, translasi mata uang merupakan proses konversi pengukuran atau penyajian ulang nilai tertentu. Metode tidak mengubah atribut suatu pos yang diukur, malainkan hanya mengubah unit pengukuran. Translasi saldo-saldo dalam mata uang asing menyebabkan pengukuran ulang denominasi pos-pos tersebut, tetapi bukan penilaian sesungguhnya. Metode ini merupakan modifikasi dari metode moneter/non moneter. Perbedaannya, dalam metode moneter/non moneter, persediaan (inventory) selalu dikonversi dengan kurs histories. Sedang dalam metode temporal, persediaan umumnya dikonversi dengan kurs histories, namun bisa saja dikonversi dengan kurs saat ini apabila persediaan tersebut dicatat dalam neraca dengan nilai pasarnya. Secara teoritis, metode temporal lebih menekankan pada evalusai biaya (histories ataukah pasar). Pos-pos dalam laporan laba/rugi umumnya dikonversi dengan kurs rata-rata pada periode laporan. Sedang biaya penjualan, cicilan utang, dan depresiasi yang berkaitan dengan pos-pos dalam neraca dikonversi dengan kurs histories (harga di masa lalu).



4. Metode Current rate Metode ini merupakan metode yang paling mudah karena semua pos neraca dan laba/rugi dikonversi dengan kurs saat ini. Metode ini direkomendasi oleh Ikatan Akuntan Inggris, Skotlandia, dan Wales, serta secara luas digunakan oleh perusahaan-perusahaan Inggris. Dengan metode ini, bila asset yang didenominasi dalam valas melebihi kewajiban dalam valas, suatu devalusai akan menghasilkan kerugian. Variasi dari metode ini adalah mengkonversi semua asset dan kewajiban, kecuali asset tetap bersih yang dinyatakan dengan kurs saat ini. Laporan Keuangan Mata Uang Asing Berdasarkan ruang lingkup penerapan, terdapat dua standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh DSAK-IAI yang digunakan sebagai basis penyusunan laporan keuangan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berbasis Internasional Financial Reporting Standards dan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAKETAP). SAK-ETAP digunakan sebagai basis penyusunan laporan keuangan bertujuan umum (general financial statements) untuk entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publiksignifikan. Suatu entitas tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan yaitu ketika entitas tidak termasuk dalam salah satu dari dua kategori berikut ini, yaitu: 1. entitas yang telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau  2. entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang adan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan bank investasi. Namun demikian entitas yang termasuk dalam dua kategori tersebut dapat menerapkan SAK-ETAP sebagai basis penyusunan laporan keuangan ketika otoritas yang berwenang membuat regulasi yang mengizinkan penggunaan SAK-ETAP. Pilihan untuk menerapkan SAK-ETAP sebagai basis penyusunan laporan keuangan bersifat voluntary. Entitas yang memilih untuk tidak menggunakan SAK-ETAP dalam penyusunan laporan keuangan maka entitas tersebut harus menggunakan SAK yang berbasis IFRS. Demikian juga entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan (entitas yang termasuk dalam dua kategori diatas) harus menggunakan SAK sebagai basis penyusunan laporan keuangan.



Pengaturan Mata Uang Dalam SAK-ETAP Dalam SAK-ETAP Bab 25 Mata Uang Pelaporan diperkenalkan beberapa istilah terkait dengan mata uang, yaitu mata uang fungsional, mata uang pelaporan, dan mata uang pencatatan. Mata uang fungsional adalah mata uang utama dalam arti substansi ekonomi, yaitu mata uang utama yang dicerminkan dalam kegiatan operasi entitas. Mata uang pelaporan adalah mata uang yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan. Sedangkan mata uang pencatatan adalah mata uang yang digunakan oleh entitas untuk membukukan transaksi. Dalam Bab tersebut diatur bahwa mata uang pelaporan yang digunakan entitas di Indonesia untuk menyusun laporan keuangan adalah mata uang Rupiah. Entitas dapat menggunakan mata uang selain Rupiah sebagai mata uang pelaporan hanya jika mata uang tersebut memenuhi kriteria sebagai mata uang fungsional. Sedangkan untuk pencatatan transaksi diatur bahwa mata uang yang digunakan sebagai mata uang pencatatan harus sama dengan mata uang pelaporan. Dengan kata lain bahwa pada umumnya laporan keuangan entitas di Indonesia disajikan dalam mata uang Rupiah. Demikian pula pencatatan transaksi juga dilakukan dalam mata uang Rupiah. Entitas dapat menggunakan mata uang selain Rupiah (misal Dollar Amerika Serikat) sebagai mata uang pelaporan dan mata uang pencatatan hanya jika mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut memenuhi kriteria sebagai mata uang fungsional. Oleh karena itu, mata uang fungsional dapat merupakan mata uang Rupiah atau selain Rupiah, bergantung pada fakta substansi ekonominya. Suatu mata uang dikategorikan sebagai mata uang fungsional menurut SAK-ETAP apabila memenuhi seluruh indikator yaitu: a) indikator arus kas, yaitu arus kas yang berhubungan dengan kegiatan utama entitas didominasi oleh mata uang tertentu; b) indikator harga jual, yaitu harga jual produk entitas dalam periode jangka pendek sangat dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar mata uang tertentu atau produk entitas secara dominan dipasarkan untuk ekspor; dan c) indikator biaya, yaitu biaya-biaya entitas secara dominan sangat dipengaruhi oleh pergerakan mata uang tertentu. Pendekatan pembobotan pada setiap indikator tersebut dapat dilakukan ketika menentukan mata uang fungsional, namun entitas harus memberikan bobot paling besar untuk indicator arus kas. Demikian pula entitas disyaratkan untuk menggunakan pertimbangan professional dengan mempertimbangkan aspek operasi dan kegiatan rinci entitas, namun harus dilakukan dengan tingkat relevansi dan keandalan yang paling tinggi. Sehingga entitas memiliki tolok ukur yang konsisten dalam penentuan mata uang fungsional.



Implikasi atas pengaturan mata uang pelaporan dan mata uang pencatatan adalah dampak selisih kurs akibat transaksi yang didenominasikan pada mata uang selain mata uang pelaporan dan pencatatan. Mata uang fungsional dianggap sebagai mata uang dasar dalam menentukan nilai tukar atau dalam perhitungan selisih kurs. Transaksi yang didenominasikan selain mata uang fungsional harus ditranslasikan ke mata uang fungsional dengan menggunakan kurs yang terjadi pada tanggal transaksi. Pada akhir periode, saldo-saldo posmoneter yang didenominasikan dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang pelaporan dengan menggunakan kurs penutup. Sedangkan untuk akun-akun nonmoneter dilaporkan dengan menggunakan kurs transaksi. Selisih kurs yang terjadi dicatat dalam laporan laba rugi. Akun moneter adalah akun SAKETAP juga mengatur bahwa entitas diharuskan untuk mengubah mata uang pencatatan dan pelaporan ke Rupiah, jika mata uang fungsional berubah dari bukan Rupiah ke Rupiah. Keputusan perubahan tersebut hanya dapat dilakukan jika terjadi perubahan substansi ekonomi dari mata uang fungsional. Pengaturan Mata Uang Dalam SAK SAK mengatur perihal mata uang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 10 (2010): Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing (PSAK 10). Pada dasarnya PSAK 10 mengatur bahwa setiap entitas harus mencatat transaksi keuangan dalam pembukuan entitas dengan menggunakan basis pengukuran yang dinyatakan dalam mata uang fungsionalnya. Oleh karena itu, setiap entitas harus mengevaluasi dan menentukan apa mata uang fungsionalnya. Transaksi yang dilakukan dalam valuta asing (valuta selain dalam mata uang fungsional) harus dijabarkan ke dalam mata uang fungsional dengan menggunakan kurs spot pada tanggal transaksi. Pada akhir periode pelaporan, saldo-saldo pos moneter dalam valuta asing dinilai ulang ke dalam mata uang fungsional dengan menggunakan kurs penutup pada tanggal pelaporan. Sedangkan pos nonmoneter dalam valuta asing dijabarkan dengan menggunakan kurs pada tanggal transaksi (saldo tercatat). Selisih kurs yang terjadi diakui dalam laporan laba rugi. Dalam hal entitas melaksanakan pembukuan dan pencatatan dalam mata uang selain mata uang fungsionalnya, maka pada saat menyiapkan laporan keuangan entitas menjabarkan semua jumlah-jumlah dalam pembukuan ke dalam mata uang fungsional dengan menggunakan prosedur:



(i) (ii)



pos moneter menggunakan kurs penutup dan pos nonmoneter menggunakan kurs pada tanggal transaksi.



Sehingga saldo yang dihasilkan setelah prosedur tersebut dilakukan akan sama dengan saldo pembukuan ketika dilakukan dalam mata uang fungsional. Kemudian, PSAK 10 menyatakan bahwa pada umumnya laporan keuangan entitas di Indonesia disusun dalam mata uang Rupiah. PSAK 10 juga mengatur bahwa setiap entitas dapat menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsional atau mata uang yang berbeda. Perbedaan mata uang tersebut terjadi karena berbagai sebab diantaranya karena : (i) untuk tujuan konsolidasi bagi entitas induknya di luar negeri yang mata uang penyajiannya berbeda dengan entitas lokal, (ii) mata uang fungsional entitas tersebut ternyata berbeda dengan mata uang pembukuan dan/atau penyajian laporan keuangan yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, (iii) untuk tujuan memenuhi kebutuhan kelompok investor tertentu, atau (iv) sebab lainya. Ketika laporan keuangan disajikan dalam mata uang yang berbeda dengan mata uang fungsional maka entitas menjabarkan saldo-saldo pembukuan dalam mata uang fungsional ke dalam mata uang penyajian dengan menggunakan kurs sebagai berikut: (i)



(ii) (iii)



asset dan liabilitas untuk setiap laporan posisi keuangan yang disajikan (termasuk komparatif) dijabarkan dengan menggunakan kurs penutup pada tanggal laporan posisi keuangan tersebut, penghasilan dan beban untuk setiap laporan laba rugi komprehensif dijabarkan dengan menggunakan kurs pada tanggal transaksi, dan semua selisih kurs yang dihasilkan diakui dalam pendapatan komprehensif lain.



Prosedur ini hanya berlaku dalam kondisi ketika mata uang fungsional entitas bukan suatu mata uang dari kondisi ekonomi hiperinflasi (yaitu kondisi ekonomi ketika akumulasi tingkat inflasi dalam tiga tahun terakhir melebihi 100%). Dalam PSAK 10, mata uang fungsional didefinisikan sebagai mata uang pada lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi, yaitu lingkungan entitas dimana menghasilkan dan mengeluarkan kas. Dalam menentukan mata uang fungsional entitas mempertimbangkan factor berikut ini sebagai faktor utama, yaitu:



(a) mata uang yang paling berpengaruh terhadap harga jual barang dan jasa dan dari Negara yang kekuatan persaingan dan peraturannya sebagian besar menentukan harga jual barang dan jasa entitas, (b) mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lain dari pengadaan barang dan jasa. Selain itu, entitas juga dapat menambahkan faktor-faktor berikut ini sebagai factor tambahan dalam menentukan mata uang fungsional, yaitu: (a) mata uang yang mana dari aktivitas pendanaan dihasilkan atau (b) mata uang yang mana penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya ditahan. Demikian juga dalam hal entitas memiliki kegiatan usaha luar negeri, maka dalam menentukan mata uang fungsional juga perlu mempertimbangkan sifat dan karakteristik dari kegiatan usaha luar negeri. Apabila berbagai indikator tersebut bercampur dan mata uang fungsional tidak jelas, maka manajemen menggunakan pertimbangannya untuk menentukan mata uang fungsional yang paling tepat menggambarkan pengaruh ekonomi dari transaksi, peristiwa dan kondisi yang mendasari. Oleh karena itu, mata uang fungsional tidak berubah hingga kemudian terdapat perubahan pada transaksi, peristiwa dan kondisi yang mendasari tersebut.



TRANSAKSI MATA UANG ASING ANTARPERUSAHAAN Transaksi mata uang asing antarperusahaan mengakibatkan keuntungan dan kerugian pertukaran yang dimasukkan dalam pendapatan, kecuali jika transaksinya mengakibatkan timbulnya saldo investasi jangka panjang antarperusahaan. Penyesuaian translasi dilaporkan sebagai penyesuaian ekuitas dari transaksi jika pinjaman merupakan investasi jangka panjang, tetapi jika tidak maka harus dilaporkan sebagai keuntungan dan kerugian pertukaran mata uang asing. Perhatikan tabel berikut.



Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4



Denominasi mata uang untuk pinjaman



Mata Uang Fungsional Perusahaan Anak



Transaksi Mata Uang Asing dari



Mark Jerman Mark Jerman Rupiah



Mark Jerman Rupiah Mark Jerman



Tidak Ya Ya



Perusahaan Anak?



Perushaan Induk? Ya Ya Tidak



Rupiah



Rupiah



Tidak



Tidak



Diasumsikan perusahaan induk Indonesia meminjam Rp.1.500.000.000 (1,000,000 Mark) dari perusahaan anaknya di Jerman. Apabila rupiah adalah mata uang fungsional perusahaan anak, afiliasi ini menimbulkan transaksi mata uang asing dengan efek saling meniadakan seperti pada kasus 2, atau transaksi antarperusahaan bukanlah transaksi mata uang asing seperti pada kasus 4. Pada kasus 1 dan 3 dimana mata uang fungsional merupakan mata uang lokal perusahaan anak yang berpotensi mempengaruhi pendapatan konsolidasi. PENGGABUNGAN USAHA Penggabungan usaha terjadi apabila dua perusahaan atau lebih membentuk satu organisasi tunggal untuk menjalankan usaha. Bentuk-bentuk penggabungan usaha adalah sebagai berikut. 1.



Menurut kejadian hukumnya 



Peleburan (merger) Terjadi dengan perolehan langsung harta benda satu atau beberapa perusahaan oleh perusahaan lain. Perusahaan yang mengalihkan harta benda perusahaan lain tetap mempertahankan identitasnya dan meneruskan operasinya sebagai kesatuan usaha yang lebih besar; perusahaan yang harta bendanya diambil alih, dibubarkan dan harus melepaskan identitasnya.







Konsolidasi Terjadi apabila sebuah perusahaan diorganisir secara khusus untuk memperoleh aktiva dan menanggung kewajiban dua buah perusahaan atau lebih yang telah ada sebelumnya. Selanjutnya sebuah perusahaan baru didirikan dan perusahaan lain yang ada sebelumnya dibubarkan.



2.



Dari segi jenis usaha perusaahan yang bergabung 



Penggabungan Horizontal Terjadi apabila perusahaan yang bergabung merupakan perusahaan yang menjalankan fungsi produksi dan penjualan barang-barang yang sejenis. Pasar dan lini produk dari perusahaan yang bergabung bersifat homogen.







Penggabungan Vertikal



Apabila perusahaan yang semula merupakan langganan produk (jasa) tertentu yang dihasilkan oleh perusahaan lain, atau sebaliknya perusahaan lain itu adalah supplier bahan baku yang mengadakan penggabungan perusahaan. Penggabungan yang terjadi dalam pasar dan produk yang berbeda namun masih memiliki hubungan yang erat seperti hulu-hilir. 



Penggabungan Konglomerasi Merupakan penggabungan perusahaan-perusahaan dengan produk dan/ atau jasa yang tidak saling berhubungan dan bermacam-macam. Terbentuk apabila perusahaan yang bergabung bukan perusahaan sejenis dan tidak pula mempunyai hubungan langganan- suppliers. Suatu perusahaan melakukan diversifikasi untuk mengurangi resiko yang ada pada lini usaha tertentu, atau untuk mengimbangi perubahan penghasilan. Penggabungan usaha dapat dipandang sebagai pooling of interest (penyatuan



kepemilikan), jika penggabungan usaha tersebut menyangkut kelanjutan semua bagian penting dari kepemilikan semula dan purchase (pembelian), jika penggabungan usaha tersebut menyangkut eliminasi bagian yang penting dari kepemilikan semula. Akuntansi untuk penggabungan usaha tergantung pada apakah penggabungan tersebut memenuhi kriteria yang ketat untuk dikelompokkan sebagai penyatuan kepentingan. Jika tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan maka penggabungan tersebut harus perlakukan sebagai pembelian.



Akuntansi untuk Penyatuan Kepentingan (pooling of interest) Kepemilikan perusahaan-perusahaan yang bergabung adalah satu kesatuan dan secara relatif tetap, tidak berubah pada entitas akuantansi yang baru. Aktiva dan kewajiban yang bergabung dimasukkan ke dalam entitas gabungan sebesar nilai bukunya dengan kurs sekarang. Setiap goodwill, laba ditahan dan pendapatan disatukan dengan mengabaikan tanggal penggabungan usaha dilakukan. Aktiva dibukukan sebesar nilai yang tercatat pada buku perusahaan yang bergabung. Laporan keuangan harus secara jelas mengungkapkan bahwa penggabungan usaha diperlakukan sebagai penyatuan kepentingan.



Ada 12 kondisi yang jika terpenuhi, mengharuskan penggabungan usaha dipertanggungjawabkan sebagai penyatuan kepentingan dan jika tidak terpenuhi harus dipertanggungjawabkan sebagai pembelian. Kedua belas kondisi itu adalah sebagai berikut. Atribut-atribut perusahaan gabungan sebagai berikut. 1. Otonom 2. Independen Cara menggabungkan kepemilikan sebagai berikut. 3. Transaksi tunggal atau selesai dalam satu tahun setelah pengajuan. 4. Pertukaran saham biasa. 5. Tidak ada pertukaran ekuitas pada kontemplasi penggabungan. 6. Saham-saham diperoleh kembali hanya untuk tujuan selain penggabungan. 7. Tidak ada perubahan proposi kepemilikan ekuitas. 8. Hak suara segera dapat digunakan. 9. Penyelesaiaan penggabungan pada saat pelaksanaan tanpa ada penundaan ketetapan. Ketiadaan transaksi-transaksi yang direncanakan sebagai berikut. 10. Perusahaan penerbit tidak menyetujui perolehan kembali saham. 11. Perusahaan penerbit tidak membuat perjanjian yang menguntungkan para pemegang saham pendiri. 12. Perusahaan penerbit tidak merencanakan penjualan aktiva dalam waktu dua tahun.



Akuntansi untuk Pembelian (Purchase) Penggabungan usaha merupakan suatu transaksi yang memungkinkan suatu entitas memperoleh aktiva bersih dari perusahaan-perusahaan lain yang bergabung. Perusahaan yang membeli/memperoleh mencatat aktiva dan kewajiban sebesar nilai wajarnya. Setiap kelebihan biaya perolehan atas nilai wajar yang diperoleh dialokasikan ke goodwill dan diamortasasi. Perlu diperhatikan beberapa hal berikut. 1.



Jika aktiva bersih diperoleh 100% maka tidak perlu dilakukan identifikasi.



2.



Jika aktiva bersih hanya dimiliki beberapa % maka harus dilakukan: a. identifikasi nilai wajar dan nilai buku yang diperoleh; b. kelebihan setelah diidentifikasi dialokasikan pada goodwill; c. goodwill diamortisasi selama umur manfaatnya; dan



d. tentukan hak minoritas. `



Ketika transaksi berlangsung kita tentukan terlebih dahulu nilai wajar aktiva yang kita



peroleh dan kewajiban yang kita ambil alih. Alat tukar yang diberikan untuk mengambil alih dapat berupa uang, aktiva lainnya ataupun surat berharga. Jika selain kas, maka nilai saat itu perlu diperhatikan agar total harga beli dapat ditentukan. Apabila harga beli agregat melebihi jumlah aktiva yang dapat diidentifikasi setelah dikurangi dengan kewajiban yang diambil alih, maka kelebihan tersebut dibukukan sebagai goodwill, sedangkan apabila harga beli lebih rendah dari jumlah aktiva bersih yang dapat diidentifikasi maka selisih tersebut tidak diakui sebagai goodwill negatif tetapi diakui sebagai pendapatan yang ditangguhkan. Aktiva dan kewajiban entitas asing ditranslasikan kedalam rupiah dengan menggunakan kurs sekarang pada tanggal penggabungan usaha. Untuk penggabungan usaha berdasarkan penyatuan kepemilikan (pooling of interest), hal ini menyangkut translasi aktiva dan kewajiban yang tercatat kedalam rupiah pada nilai bukunya. Dalam hal penggabungan usaha diperlukan sebagai pembelian (purchase),



aktiva dan kewajiban yang dapat



diidentifikasi dari operasi asing disesuaikan pada nilai wajarnya menurut mata uang lokal dan ditranslasikan denga nilai tukar pada tanggal pembelian. Setiap perbedaan antara harga investasi dan aktiva bersih yang ditranslasikan diakui sebagai goodwill atau sebagai kelebihan aktiva bersih atas biaya perolehan. Perbedaan biaya perolehan dengan nilai buku







Untuk translasi kelebihan biaya perolehan atas nilai buku dialokasikan aktiva, kewajiban, dan goodwill kemudian ditranslasikan dengan menggunakan kurs sekarang. Kerugian dari translasi yang belum direalisasi dicatat sebagai penyesuaian ekuitas dari translasi.







Untuk pengukuran kembali kelebihan dialokasikan pada aktiva, kewajiban, dan goodwill kemudian diukur kembali dengan metoda temporal.



Contoh. Kelebihan dialokasikan 20.000 Mark pada mesin dengan umur ekonomi 5 tahun pada tanggal 1 Januari 2008, saat nilai tukarnya Rp. 1.500. Apabila nilai tukar rata-rata untuk tahun 2008 ialah Rp. 1.450, dan nilai tukar akhir tahun ialah Rp. 1.400. a. Jika translasi Depresiasi atas kelebihan untuk tahun 2008



= 4.000 Mark x Rp.1.450 = Rp. 5.800.000



Saldo yang belum didepresiasi 31 Desember 2008



= 16.000 x Rp. 1.400 = Rp. 22.400.000



Kerugian translasi yang belum direalisasi = [Rp.30.000.000 – (Rp.5.800.000 – Rp.22.400.000)] = Rp. 1.800.000



b. Jika pengukuran kembali Depresiasi = 4.000 Mark x Rp.1.500 = Rp.6.000.000 Saldo yang belum didepresiasi =16.000 Mark x Rp.1.500 = Rp. 24.000.000 Prosedur kertas kerja translasi 



Seluruh aktiva dan kewajiban dijabarkan ke Rupiah dengan kurs sekarang pada tanggal neraca dan seluruh laporan laba rugi dijabarkan dengan kurs rata-rata selama periode akuntansi.







Kurs yang terjadi pada saat dividen dibayarkan digunakan dengan kurs rata-rata selama periode akuntansi.







Akun ekuitas perusahaan anak tidak dijabarkan dengan kurs sekarang. Modal saham dan akun tambahan modal lainnya dijabarkan dengan kurs pada saat perusahaan anak diperoleh.







Laba ditahan tidak dijabarkan setelah akuisisi, nilai laba ditahan terdiri dari laba ditahan saat akuisisi ditambah pendapatan dikurangi dividen setelah akuisisi seluruhnya dalam mata uang perusahaan induk (rupiah).







Pada tahun setelah akusisi, laba ditahan awal periode merupakan laba ditahan akhir periode sebelumnya dari laporan keuangan yang dijabarkan.







Setelah seluruh item laporan keuangan dijabarkan dalam mata uang perusahaan induk, kolom debet dan kredit neraca saldo dijumlahkan dan jumlah yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan debet dan kredit dimasukkan dalam penyesuaian ekuitas dari translasi.



ORGANISASI NIRLABA Organisasi nirlaba memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan organisasi yang berorientasi kepada laba. Dalam menjalankan kegiatannya, organisasi nirlaba tidak semata-



mata digerakkan oleh tujuan untuk mencari laba. Meski demikian not-for-profit juga harus diartikan sebagai not-for-loss. Oleh karena itu, organisasi nirlaba selayaknya pun tidak mengalami defisit. Adapun bila organisasi nirlaba memperoleh surplus, maka surplus tersebut akan dikontribusikan kembali untuk pemenuhan kepentingan publik, dan bukan untuk memperkaya pemilik organisasi nirlaba tersebut. Dalam hal kepemilikan, kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali sebagaimana pada organisasi bisnis. Selain itu, kedua jenis organisasi tersebut bereda dalam hal cara organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. Organisasi nirlaba umumnya memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan donatur lain, yang idealnya, tidak mengharapkan adanya pengembalian atas donasi yang mereka berikan.  Lebih lanjut, walaupun tidak meminta adanya pengembalian, namun para donatur sebagai salah satu stakeholder utama organisasi nirlaba tentunya mengharapkan adanya pengembalian atas sumbangan yang mereka berikan. Para donatur ini, baik mempersyaratkan atau tidak, tentu tetap menginginkan pelaporan serta pertanggungjawaban yang transparan atas dana yang mereka berikan. Para donatur ingin mengetahui bagaimana dana yang mereka berikan dikelola dengan baik dan dipergunakan untuk memberi manfaat bagi kepentingan publik. Untuk itu, organisasi nirlaba perlu menyusun laporan keuangan. Hal ini bagi sebagian organisasi nirlaba yang scope-nya masih kecil serta sumber daya-nya masih belum memadai, mungkin akan menjadi hal yang menantang untuk dilakukan. Terlebih karena organisasi nirlaba jenis ini umumnya lebih fokus pada pelaksanaan program ketimbang mengurusi administrasi. Namun, hal tersebut tidak boleh dijadikan alasan karena organisasi nirlaba tidak boleh hanya mengandalkan pada kepercayaan yang diberikan para donaturnya. Akuntabilitas sangat diperlukan agar dapat dapat memberikan informasi yang relevan dan dapat diandalkan kepada donatur, regulator, penerima manfaat dan publik secara umum. Menurut PSAK 45, organisasi nirlaba perlu menyusun setidaknya 4 jenis laporan keuangan sebagai berikut: 1.   Laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode laporan 2.   Laporan aktivitas untuk suatu periode pelaporan 3.   Laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan 4.   Catatan atas laporan keuangan Dari keempat jenis laporan tersebut, dapat dicermati bahwa laporan keuangan organisasi nirlaba mirip dengan organisasi bisnis, kecuali pada 3 hal utama, yaitu:



   Komponen laporan posisi keuangan organisasi nirlaba memiliki beberapa keunikan bila dibandingkan dengan komponen laporan keuangan organisasi bisnis. Hal ini akan dijelaskan pada  bagian berikutnya.    Organisasi nirlaba tidak memiliki laporan laba rugi, namun laporan ini dapat dianalogikan dengan laporan aktivitas. Informasi sentral dalam laporan laba rugi umumnya terletak pada komponen laba atau rugi yang dihasilkan organisasi bisnis dalam satu periode. Sementara itu, informasi sentral dalam laporan aktivitas terletak pada perubahan aset neto yang dikelola oleh organisasi nirlaba.     Organisasi nirlaba tidak memiliki laporan perubahan ekuitas sebagaimana layaknya organisasi bisnis. Hal ini disebabkan organisasi nirlaba tidak dimiliki oleh entitas manapun. Ekuitas dalam organisasi nirlaba bisa dianalogikan dengan aset neto yang akan disajikan pada laporan aktivitas. Aset neto tersebut terdiri dari tiga jenis, sebagaimana dijelaskan berikut ini:



1.    Aset neto tidak terikat adalah sumber daya yang penggunaannya tidak dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang. Adapun bila sumbangan tersebut terikat, itu berarti sumbangan tersebut dibatasi penggunaannya oleh penyumbang untuk tujuan tertentu. Pembatasan tersebut dapat bersifat permanen atau temporer. 2.   Aset neto terikat temporer adalah sumber daya yang pembatasan penggunaannya dipertahankan sampai dengan periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu. Pembatasan penggunaan ini bisa ditetapkan oleh donatur maupun oleh organisasi nirlaba itu sendiri (misal: untuk melakukan ekspansi, atau untuk membeli aset tertentu). 3.   Aset neto terikat permanen adalah sumber daya yang pembatasan penggunaannya dipertahankan secara permanen. Namun demikian, organisasi nirlaba diizinkan untuk menggunakan sebagian atau semua penghasilan atau manfaat ekonomi lainnya yang berasal dari sumber daya tersebut. Contoh aset jenis ini adalah dana abadi, warisan, maupun wakaf.



Meski PSAK 45 didedikasikan bagi organisasi nirlaba, namun standar ini juga dapat diterapkan oleh lembaga pemerintah, dan unit-unit sejenis lainnya. Namun perlu dicatat bahwa penerapan pada organisasi selain nirlaba tersebut hanya dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis dan Komponen Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba Laporan keuangan organisasi nirlaba meliputi (1) laporan posisi keuangan pada akhir periode laporan, (2) laporan aktivitas serta (3) laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan, dan (4) catatan atas laporan keuangan. 1.      Laporan Posisi Keuangan / Neraca Laporan ini bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai aset, kewajiban, dan aset bersih dan informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut pada waktu tertentu. Informasi ini dapat membantu para penyumbang, anggota organisasi, kreditur dan pihakpihak lain untuk menilai: a) kemampuan organisasi untuk memberikan jasa secara berkelanjutan, dan



b)



likuiditas, fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, serta kebutuhan pendanaan eksternal.



Lebih lanjut, komponen dalam laporan posisi keuangan mencakup: Aset a. Kas dan setara kas; Bila ada kas atau aset lain yang dibatasi penggunaanya oleh penyumbang, maka hal ini harus disajikan terpisah dari kas atau aset lain yang tidak terikat penggunaannya. b. Piutang (misalnya: piutang pasien, pelajar, anggota, dan penerima jasa yang lain); c. Persediaan; d. Sewa, asuransi, dan jasa lainnya yang dibayar di muka; e. Surat berharga/efek dan investasi jangka panjang; f. Tanah, gedung, peralatan, serta aset tetap lainnya yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, dan lain-lain. Bila dilihat dari susunan tersebut, dapat dipahami bahwa penyajian aset pada laporan posisi keuangan suatu organisasi nirlaba juga diurutkan berdasarkan likuiditasnya – kemampuan suatu aset untuk dengan mudah dikonversi menjadi kas. Liabilitas a. Utang dagang; b. Pendapatan diterima dimuka; c. Utang jangka panjang, dan lain-lain Dalam penyajiannya, liabilitas tetap diurutkan berasarkan masa jatuh temponya.



Aset Bersih a. Aset bersih tidak terikat. Aset bersih jenis ini umumnya meliputi pendapatan dari jasa, penjualan barang, sumbangan, dan dividen atau hasil investasi, dikurangi beban untuk memperoleh pendapatan tersebut. Batasan terhadap penggunaan aset bersih tidak terikat dapat berasal dari sifat organisasi, lingkungan operasi, dan tujuan organisasi yang tercantum dalam akte pendirian, serta dari perjanjian kontraktual dengan pemasok, kreditur dan pihak lain yang berhubungan dengan organisasi. b. Aset bersih terikat temporer. Pembatasan ini bisa berupa pembatasan waktu maupun penggunaan, ataupun keduanya. Contoh pembatasan temporer ini bisa berlaku terhadap (1) sumbangan berupa aktivitas operasi tertentu, (2) investasi untuk jangka waktu tertentu, (3) penggunaan selama periode tertentu dimasa depan, atau (4) pemerolehan



aset tetap. Informasi mengenai jenis pembatasan ini  dapat disajikan sebagai unsur terpisah dalam kelompok aset bersih terikat temporer atau disajikan dalam catatan atas laporan keuangan. c. Aset bersih terikat permanen. Pembatasan ini bisa dilakukan terhadap (1) aset seperti tanah atau karya seni yang disumbangkan untuk tujuan tertentu, untuk dirawat dan tidak untuk dijual, atau (2) aset yang disumbangkan untuk investasi yang mendatangkan pendapatan secara permanen. Kedua jenis pembatasan ini dapat disajikan sebagai unsur terpisah dalam kelompok aset bersih yang penggunaannya dibatasi secara permanen atau disajikan dalam catatan atas laporan keuangan. Contoh laporan posisi keuangan:



2. Laporan Aktivitas Tujuan utama laporan aktivitas adalah menyediakan informasi mengenai pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat aset bersih, hubungan antar transaksi, dan peristiwa lain, dan bagaimana penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai program atau jasa. Perubahan aset bersih dalam laporan aktivitas biasanya melibatkan 4 jenis transaksi, yaitu (1) pendapatan, (2) beban, (3) gains and losses, dan (4) reklasifikasi aset bersih. Seluruh perubahan aset bersih ini nantinya akan tercermin pada nilai akhir aset bersih yang disajikan dalam laporan posisi keuangan.



Adapun informasi dalam laporan ini dapat membantu para stakeholders untuk: c) mengevaluasi kinerja organisasi nirlaba dalam suatu periode, d) menilai upaya, kemampuan, dan kesinambungan organisasi dan memberikan jasa, dan e) menilai pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja manajer. Secara umum, ketentuan dalam Laporan Aktivitas adalah sebagai berikut:  Pendapatan disajikan sebagai penambah aset bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi oleh penyumbang.  Beban disajikan sebagai pengurang aset bersih tidak terikat.  Sumbangan dapat disajikan sebagai penambah aset bersih tidak terikat, terikat permanen, atau terikat temporer, tergantung pada ada tidaknya pembatasan.  Jika ada sumbangan terikat temporer yang pembatasannya tidak berlaku lagi dalam periode yang sama, maka sumbangan tersebut dapat disajikan sebagai sumbangan tidak terikat sepanjang disajikan secara konsisten dan diungkapkan sebagai kebijakan akuntansi.  Keuntungan dan kerugian dari investasi dan aset (atau kewajiban) lain diakui sebagai penambah atau pengurang aset bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi.  Selain dari ketiga jenis aset bersih yang ada sebagaimana dijelaskan sebelumnya, organisasi nirlaba tetap berpeluang untuk menambah klasifikasi aset bersih sekiranya diperlukan. Klasifikasi ini bisa dilakukan menurut kelompok operasi atau non-operasi, dapat dibelanjakan atau tidak dapat dibelanjakan, telah direalisasi atau belum direalisasi, berulang atau tidak berulang, atau dengan cara lain yang sesuai dengan aktivitas organisasi.



Lebih lanjut, komponen dalam laporan aktivitas mencakup: Pendapatan a. Sumbangan; b. Jasa layanan; c. Penghasilan investasi. 



Semua pendapatan tersebut disajikan secara bruto. Namun, khusus untuk pendapatan investasi dapat disajikan secara neto dengan syarat beban-beban terkait, seperti beban penitipan dan beban penasihat investasi, diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Komponen lain yang juga disajikan dalam jumlah neto adalah keuntungan dan kerugian yang berasal dari transaksi insidental atau peristiwa lain yang berada di luar pengendalian organisasi dan manajemen. Misalnya, keuntungan atau kerugian penjualan tanah dan gedung yang tidak digunakan lagi.



Beban 1. Beban terkait program pemberian jasa. Aktivitas terkait dengan beban jenis ini antara lain aktivitas untuk menyediakan barang dan jasa kepada para penerima manfaat, pelanggan, atau anggota dalam rangka mencapai tujuan atau misi organisasi. 2. Beban terkait aktivitas pendukung (meliputi semua aktivitas selain program pemberian jasa). Umumnya, aktivitas pendukung mencakup:  







Aktivitas manajemen dan umum, meliputi pengawasan, manajemen bisnis, pembukuan, penganggaran, pendanaan, dan aktivitas administratif lainnya. Aktivitas pencarian dana, meliputi publikasi dan kampanye pencarian dana; pengadaan daftar alamat penyumbang; pelaksanaan acara khusus pencarian dana; pembuatan dan penyebaran manual, petunjuk, dan bahan lainnya; dan pelaksanaan aktivitas lain dalam rangka pencarian dana dari individu, yayasan, pemerintah dan lain-lain. Aktivitas pengembangan anggota meliputi pencarian anggota baru dan pengumpulan iuran anggota, hubungan dan aktivitas sejenis



Perlu dicermati bahwa laporan aktivitas atau catatan atas laporan keuangan harus menyajikan informasi mengenai beban menurut klasifikasi fungsional, seperti menurut kelompok program jasa utama dan aktivitas pendukung. Klasifikasi ini bermanfaat untuk membantu para stakeholders  dalam menilai pemberian jasa dan penggunaan sumber daya. Disamping penyajian klasifikasi beban secara fungsional, organisasi nirlaba dianjurkan untuk menyajikan informasi tambahan mengenai beban menurut sifatnya. Misalnya, berdasarkan gaji, sewa, listrik, bunga, penyusutan. Contoh laporan aktivitas



   3. Laporan Arus Kas Tujuan utama laporan arus kas adalah menyajikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu periode. Adapun klasifikasi penerimaan dan pengeluaran kas pada laporan arus kas organisasi nirlaba, sama dengan yang ada pada organisasi bisnis, yaitu: arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Metode penyusunan laporan arus kas pun bisa menggunakan metode langsung (direct method) maupun metode tidak langsung (indirect method).



Arus kas dari aktivitas operasi umumnya berasal dari pendapatan jasa, sumbangan, dan dari perubahan atas aset lancar dan kewajiban lancar yang berdampak pada kas. Sementara itu, arus kas dari aktivitas investasi biasanya mencatat dampak perubahan aset tetap terhadap kas, misal karena pembelian peralatan, penjualan tanah, dsb. Lebih lanjut, arus kas dari aktivitas pendanaan berasal dari penerimaan kas dari penyumbang yang penggunaannya dibatasi untuk jangka panjang; penerimaan kas dari sumbangan dan penghasilan investasi yang penggunaannya dibatasi untuk perolehan, pembangunan dan pemeliharaan aset tetap, atau peningkatan dana abadi (endowment), atau dari hasil investasi yang dibatasi penggunaannya untuk jangka panjang. Semetara itu, ada kalanya organisasi nirlaba melakukan transaksi yang mengakibatkan perubahan pada komponen posisi keuangan, namun perubahan tersebut tidak mengakibatkan kas. Misalnya, adanya pembelian kendaraan operasional dengan utang, sumbangan berupa bangunan atau aset investasi lainnya. Transaksi sejenis ini (yang tidak mengakibatkan adanya perubahan kas) harus diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan. 



Contoh laporan arus kas menggunakan metode langsung: