Nyai KHAIRIYAH [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nyai KHAIRIYAH



Hasyim Asy’ari Pendiri Madrasah Kuttabul Banat di Haramain



“ Kita mengenal RA Kartini sebagai pejuang emansipasi, bahkan hafal tanggal lahir beliau (21 April) yang selalu diperingati s etiap tahunnya, tetapi kita melupakan perempuan lain yang memiliki jasa “sebanding” dengan beliau, bahkan lebih mulia. Perempuan ini terlahir dari keluarga ulama, beliau adalah Nyai Khairiyah binti KH. Hasyim Asy’ari, beliau merupakan anak ke-2 dari KH. Hasyim Asy’ari. Beliau memiliki kiprah yang sangat besar dalam bidang pendidikan, beliau adalah pendiri sekolah pertama khusus wanita di Tanah Suci, Makkah “. ( Aguk Irawan, penulis trilogi novel biografi Hasyim Asy’ari, Kiai Wahid Hasyim , dan Gus Dur )



Nyai Khairiyah terlahir dari keluarga yang religius, siapa yang tidak kenal dengan dengan ayahnya, yaitu Kiai Hasyim Asy’ari beliau adalah sosok yang sangat berjasa bagi negeri ini, beliau menjadi maha kiai bagi masyarakat yang tinggal di Tanah Jawa pada masa itu. Pesantren Tebuireng menjadi tempat berlabuh untuk mematrikan lempeng keilmuan. Murid-muridnya berdatangan dari berbagai kawasan khususnya wilayah Jawa dan Madura. Selama berkiprah dan menjadi pengasuh di Pesantren Tebuireng, aktifitas Kiai Hasyim Asy’ari hampir semuanya digunakan untuk mulang ngaji . Sekilas tentang Nyai Khairiyah Beliau lahir pada tahun 1326 H/1908 M di Pesantren Tebuireng. Beliau merupakan anak kedua dari KH.Hasyim Asy’ari dengan Nyai Nafiqoh. Diantara saudara-saudara beliau adalah : Hannah, Azzah, Aisyah, Abdul Wahid (KH.Wahid Hasyim), Abdul Hafidz (KH.Hafidz Choliq Hasyim), Abdul Karim (Akarhanaf), Ubaidillah, Masrurah, dan Muhammad Yusuf (KH.Yusuf Hasyim). Nyai Khairiyah memiliki nasab yang bersambung dengan orang-orang mulia. Dari jalur ayah : nasabnya bersambung dengan Sayyid Abdurrahman (Sayyid Syambu Lasem). Secara berurutan Khairiyah binti Hasyim bin Halimah binti Layyinah binti Shihhah(Abdussalam) bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Sayyid Sambu bin Pangeran Benowo bin Jaka Tingkir bin Lembu Peteng. Sedangkan dari jalur ibu : Khairiyah binti Nafiqoh binti Nyai Ilyas bin Mustaram bin bin Maklum Muhammad Sentori bin Basysyariyah bin Nala Jaya bin Abdul Alim bin Raden Panji Darna Santana bin Paduraksa bin Per inggalia bin Pangeran Kajuran bin Panembahan Senopati (Pendiri Kesultanan Mataram). KH. Hasyim Asy’ari sering mengajak Khairiyah bpergian, beliau memang sudah terlihat pandai sedari kecil terlebih lagi saat beliau diajak oleh sang ayah untuk mengantar dan menjemput kerabatnya saat hendak berangkat ataupun pulang dari menunaikan ibadah berhaji. Beliau merupakan anak yang sangat aktif, apapun yang dilihatnya selalu ditanyakan kepada sang ayah. Ini merupakan bukti bahwa khairiyah



memang sudah pandai sedari kecil. Dalam masalah pendidikan,, beliau bebeda dengan saudara-saudara lelakinya yang mempunyai langkah lebih besar dibandingkan dirinya. Memang diwaktu itu, masih kedengaran asing ataupun tabu jika wanita memiliki semangat dalam ilmu pendidikan. Karna kebanyakan masyarakat masih beranggapan bahwa kaum wanita hanyalah konco wingking, yang tidak diberi kesempatan untuk melangkah, berjuang, dan mendapat pengajaran yang layak, terlebih bagi orang ningrat. Karena kesehrian dan waktunya han ya dihabiskan di rumah ataupun lingkungan istana saja. Dan ketika sudah tiba waktu menikah, maka mereka akan dinikahkan dengan seorang bangsawan untuk menjaga kasta dan jabatan mereka. Karena peraturan yang berlaku jika seorang bangsawan ingin menjaga jabatanya, maka dia harus meikah dengan yang seban gsa juga. Seperti ayahnya RA.Kartini, beliau tidak menikahi wanita yang sebangsa dengannya, dan jabatanya terancam akan dicopot. Hingga akhirnya ayah RA.Kartini memiliki ide untuk memadu ibu kandung RA.Kartin(Nyai Ngasirah)i dan menikahi putri Adipati Madura( Raden Ayu Wurjan), maka dengan ini jabatan tidak akan dicopot. Kartini adalah tokoh emansipasi wanita yang gaungnya menggema hampir keseluruh Nusantara, dan merembet ke berbagai belahan Negara, khususnya daerah Belanda atau Eropa yang menjadi pelopor pendidikan Kartini yang menyuarakan pengajaran bagi kaum wanita, dengan alasan wanita adalah guru utama bagi calon jabang bayi. Kita juga punya Nyai Khairiyah yang memiliki peran besar juga mulia bagi kaum wanita. Meski sumbangsih Khairiyah dalam dakwah Islam dan dunia pendidikan amat besar, kisah hidupnya tak begitu populer di luar kalangan nahdliyin. Padahal jalan hidupnya boleh dibilang unik. Khairiyah adalah salah satu dari sedikit sekali tokoh perempuan yang punya pengalaman kosmopolitan yang biasanya merupakan privilese laki-laki: tinggal di luar negeri untuk belajar dan mengajar. Tidak tanggungtanggung, ia pernah tinggal selama 19 tahun di Makkah dan menjadi salah satu pelopor pendidikan untuk perempuan di Saudi Arab ia. Kuttabul Banat di Makah Setelah 5 tahun memimpin Pesantren Seblak, Khairiyah pindah ke Makkah bersama suami keduanya, K.H. Muhaimmin(suami pertamanya adalah KH.Maksum Ali, penulis kitab Amtsilatu Tasyrifiah), pada 1938. Muhaimmin adalah salah satu ulama Jawi yang turut mendirikan dan mengajar di Madrasah Darul Ulum. Madrasah ini dibuka untuk mengakomodasi orang Jawi yang bermukim atau mondok di Makkah. Praktik mondok di Makkah lazim dilakukan jamaah haji dari Nusantara di masa lalu, ketika berhaji masih dilakukan dengan naik kapal melintasi Samudra Hindia. Praktik ini kian marak di akhir abad ke-19, seiring dengan makin bertambahnya jumlah jamaah haji dari Hindia Belanda. Perjalanan yang jauh dan memakan waktu menjadi alasan untuk tidak buru-buru pulang seusai musim haji. Kesempatan yang bagi banyak orang merupakan sekali seumur hidup ini dimanfaatkan untuk menuntut ilmu agama . Selain mondok sementara untuk sekadar belajar mengaji, banyak juga yang memilih tinggal lebih lama untuk belajar dan menjadi mukimmin selama bertahun-tahun. Opsi belajar di Makkah beragam, mulai dari ikut khuttab di sekitar Masjidil Haram sampai dengan ikut sekolah seperti di Madrasah Darul Ulum atau Madrasah Saulatiyah. Pada 1942 Madrasah Darul Ulum membuka kelas untuk perempuan yang kemudian diberi nama Madrasah Banat, atau sekolah untuk perempuan. Menurut anak angkat Khairiyah, Muhsin Zuhdi, alasan dibukanya madrasah untuk perempuan ini bukan hanya karena makin banyaknya perempuan yang pergi berhaji dari Hindia Belanda hingga menam bah jumlah mukimmin perempuan di Makkah, tapi juga lantaran keadaan perempuan di kota itu yang sedemikian kritis. Khairiyah ikut menginisiasi Madrasah Banat karena merasa prihatin dengan tidak adanya fasilitas pendidikan untuk perempuan di Makkah. Jangankan baca tulis, berhitung sederhana pun mereka kesulitan. Karena terinspirasi dengan model pendidikan yang ada di pesantren jombang khususnya Pesantren Denanyar dan Pesantren Putri Seblak, maka terbesitlah dalam diri Nyai Khairiyah Hasyim untuk mengusulkan pendirin madrasah yang diperuntukkan bagi Kaum Hawa. Waktu itu, Syeikh Muhaimin Al Lasemi menjabat sebagai mudir ‘am di Madrasah Dar Al- Ulum, sebuah madrasah yang didirikan oleh ulama Jawi di Haramain. Usul tersebut akhirnya dirapatkan oleh Masyayikh Dar Al-Ulum, yang akhirnya mendapatkan sebuah keputusan untuk mendirikan Madrasah Putri Dar Al –Ulum, yang dikenal dengan nama Madrasah Kuttabul Banat atau Madrasah Banat. Dan Nyai Khairiyah lah yang ditunjuk sebagai mudiroh di madrasah itu. Sebelum mendirikan Madrasah Kuttabul Banat, Nyai Khairiyah Hasyim dan Syaikh Muhaimin Al-Lasemi meminta pertimbangan kepada Kiai Hasyim Asy’ari atas langkah yang akan diambilnya tersebut. Keduanya mendapatkan izin untuk mendirikan Madrasah Kuttabul Banat tersebut. Writter : Salsabila El Firdausy Referensi : Amirul Ulum , Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari Pendiri Madrasah Kuttabul Banat ( Yogyakarta : CV. Global Press, 2019 ), cet. Ke-1 Http://www.Tebuireng.online.com Http://www.Tirto.id