Oklusi Vena Cabang Retina [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Oklusi vena retina merupakan salah satu penyebab penurunan ketajaman penglihatan pada orangtua yang umum terjadi dan merupakan penyebab tersering kedua dari penyakit vaskuler retina, setelah retinopati diabetik.1 Oklusi vena retina telah diteliti secara luas sejak tahun 1855, akan tetapi patogenesis dan manajemen dari gangguan ini masih menjadi sebuah enigma.2 Oklusi vena retina memiliki prevalensi 1-2% pada setiap orang yang berusia 40 tahun ke atas dan mempengaruhi lebih kurang 16 juta orang di seluruh dunia. 3,4,5 Pada sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, prevalensi oklusi vena retina cabang mencapai 0,6% sementara prevalensi dari oklusi vena retina sentral hanya 0,1%. 6 Oklusi pada vena retina cabang 4 kali lebih sering terjadi daripada oklusi vena retina sentral. 5 Sementara itu oklusi vena retina bilateral juga sering terjadi, walaupun pada 10% pasien dengan oklusi pada satu mata, oklusi dapat berkembang di mata lainnya seiring dengan berjalannya waktu.7 Adapun oklusi vena retina ini sering dihubungkan dengan penyakit-penyakit dalam bagian penyakit dalam. Hal yang paling umum diketahui adalah hubungan oklusi vena retina dengan gangguan vaskular sistemik seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes mellitus. Beberapa penelitian juga menemukan adanya peningkatan risiko terjadinya oklusi vena retina pada pasien dengan arteriopati maupun pasien dengan kadar glukosa darah dan tekanan darah arteri yang tinggi.8 Pada oklusi vena retina cabang, oklusi secara khas terjadi pada persimpangan arteri dan vena. Sementara itu pada oklusi vena retina sentral, oklusi terjadi pada lamina cribrosa dari saraf optik maupun pada bagian proksimalnya, di jalur keluarnya vena retina sentral dari mata. Oklusi vena retina cabang dan oklusi vena retina sentral, dapat dibagi lagi menjadi kategori perfusi (noniskemia) dan nonperfusi (iskemia), setiap hal ini dapat berpengaruh pada prognosis dan tatalaksananya.9 Pada oklusi vena retina terjadi penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba. Walapun umumnya penglihatan pada oklusi vena retina ini dapat kembali berfungsi, edema makula dan glaukoma yang terjadi secara bersamaan dapat menghasilkan prognosis yang buruk pada pasien. Oleh karena itu diperlukan tatalaksana yang memadai untuk mengatasi komplikasi edema makula dan glaukoma ini.10



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Retina Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang, yang terlihat merah pada fundus adalah warna dari koroid. Retina ini terdiri dari bermacammacam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueler, membrana limitans interna dan eksterna, sel-sel glia.10 Membrana limitans interna letaknya berdekatan dengan membrana hyaloidea dari badan kaca. Pada kehidupan embrio dari optik vesicle, terbentuk optic cup, di mana lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan retina lainnya. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasi retina.10 Retina terbagi atas 3 lapis utama yang membuat sinaps saraf retina, yaitu sel kerucut dan batang, sel bipolar, dan sel ganglion. Terdapat 10 lapisan yang dapat dibedakan secara histologik, yaitu dari luar ke dalam : 1. lapis pigmen epitel yang merupakan bagian koroid 2. lapis sel kerucut dan batang yang merupakan sel fotosensitif 3. membran limitan luar 4. lapis nukleus luar merupakan nukleus sel kerucut dan batang 5. lapis pleksiform luar, persatuan akson dan dendrit 6. lapis nukleus dalam merupakan susunan nukleus luar bipolar 7. lapis pleksiform dalam, persatuan dendrit dan akson 8. lapis sel ganglion 9. lapis serat saraf, yang meneruskan dan menjadi saraf optik 10. membran limitan interna yang berbatasan dengan badan kaca.11



2



Gambar 2.1 Penampang retina.16 Epitel pigmen dari retina meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris. Dimana aksis mata memotong retina, terletal di makula lutea. Besarnya makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralis. Struktur makula lutea : 1. Tidak ada serat saraf. 2. Sel-sel ganglion sangat banyak di pinggir-pinggir, tetapi di makula sendiri tidak ada. 3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah dimodifikasi menjadi tipis-tipis. Di fovea sentralis hanya terdapat kerucut.10 Pada bagian posterior, retina tidak terdiri dari 10 lapisan. Hal ini untuk memudahkan sinar dari luar mencapai sel kerucut dan batang. Bagian ini disebut makula lutea yang pada pemeriksaan funduskopi koroid terlihat lebih jelas karena tipis adanya refleks fovea karena sinar dipantulkan kembali. Fovea sentral merupakan bagian retina yang sangat sensitif dan yang akan menghasilkan ketajaman penglihatan maksimal atau 6/6. Jika terjadi kerusakan pada fovea sentral ini, maka ketajaman penglihatan sangat menurun karena pasien akan melihat dengan bagian perifer makula lutea.11



3



Perdarahan retina Retina menerima nutrisi dari dua sistem sirkulasi, yakni pembuluh darah retina dan uvea atau pembuluh darah koroid. Keduanya berasal dari arteri ophthalmica yang merupakan cabang pertama dari arteri carotis interna. Cabang utama dari arteri ophthalmica merupakan arteri retina sentral, arteri siliaris posterior, dan cabang muskular. Secara khas, dua arteri siliaris posterior ada pada bagian ini, yakni medial dan lateral, namun kadang-kadang sepertiga arteri siliaris posterior superior juga dapat terlihat. Arteri siliaris posterior kemudian terbagi menjadi dua arteri siliaris posterior yang panjang dan menjadi beberapa cabang arteri siliaris posterior yang pendek.12



Gambar 2.2. Funduskopi retina normal.13 Koroid didrainase melalui sistem vena vortex, yang biasanya memiliki empat hingga tujuh pembuluh darah besar, satu atau dua pada setiap kuadran, yang terletak pada ekuator. Pada kondisi patologis seperti miopia tinggi, vena vortex posterior perlu diobservasi. Aliran dari vena vortex masuk ke vena orbita superior dan inferior, yang mengalir lagi ke sinus cavernosa dan plexus pterygoid, secara berurutan. Kolateralisasi di antara vena orbita superior dan inferior orbital juga biasa ditemukan. Vena retina sentral mengalirkan darah dari retina dan bagian prelamina dari saraf optik ke sinus cavernosa. Demikianlah, kedua sistem sirkulasi retina dan koroid bergabung dengan sinus cavernosa.12



4



Gambar 2.3. Anatomi dari sistem vena retina berdasarkan deskripsi dari Duke-Elder. (1) Terminal retinal venule; (2) retinal venule; (3) minor retinal vein; (4) main retinal vein; (5) papillary vein; (6) central retinal vein.13 2.2 Oklusi Vena Retina 2.2.1 Definisi Oklusi vena retina adalah blokade dari vena kecil yang membawa darah keluar dari retina. Oklusi vena retina diklasifikasikan berdasarkan lokasi di mana obstruksi terjadi. Obstruksi vena retina pada saraf optik diklasifikasikan sebagai oklusi vena retina sentral, dan obstruksi pada cabang vena retina diklasifikasikan sebagai oklusi vena retina cabang. Dua klasifikasi ini memiliki perbedaan dan kemiripan pada patogenesis dan manifestasi klinis. Sementara itu, oklusi vena retina secara umum dibagi lagi menjadi tipe iskemik dan noniskemik.13 Klasifikasi anatomis dari oklusi vena retina dibagi berdasarkan gambaran funduskopi pada mata dan termasuk ke dalam tiga grup utama tergantung letak lokasi oklusi vena, yakni: oklusi vena retina cabang (BRVO), oklusi vena retina sentral (CRVO), dan oklusi vena hemiretinal (HRVO). BRVO terjadi ketika vena pada bagian distal sistem vena retina mengalami oklusi, yang menyebabkan terjadinya perdarahan di sepanjang distribusi pembuluh darah kecil pada retina. CRVO terjadi akibat adanya trombus di dalam vena retina sentral pada bagian lamina cribrosa pada saraf optik, yang menyebabkan keterlibatan seluruh retina. HRVO terjadi ketika blokade dari vena yang mengalirkan darah dari hemiretina superior maupun inferior, yang mempengaruhi setengah bagian dari retina.14



5



2.2.2 Epidemiologi Di Amerika Serikat, kebanyakan pasien dengan oklusi vena retina sentral berjenis kelamin laki-laki dan berusia lebih dari 65 tahun. Kebanyakan kasus berupa oklusi unilateral, dan kira-kira 6-14% kasus berupa oklusi bilateral. Sebuah penelitian di Taiwan pada tahun 2008 mencatat adanya variasi pada musim-musim tertentu. Oklusi vena retina cabang terjadi tiga kali lebih sering dari pada oklusi vena retina sentral. Pria dan wanita berbanding sama rata dengan usia pasien berada antara 60 hingga 70 tahun.2 Sementara itu pada penelitian dengan populasi besar di Israel melaporkan bahwa insidensi pasien berusia lebih dari 40 tahun yang mengalami oklusi vena retina mencapai 2,14 kasus per 1000 orang di populasi tersebut. Sementara itu pada pasien dengan usia lebih dari 64 tahun, insidensinya mencapai 5,36 kasus per 1000 orang.9 Di Australia, prevalensi oklusi vena retina ini berkisar dari 0,7% pada pasien berusia 49-60 tahun, hingga 4,6% pada pasien lebih dari 80 tahun.2 Ras Oklusi vena retina jarang terjadi pada populasi Asia dan India bagian barat.2 Jenis kelamin Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, oklusi vena retina sentral lebih banyak ditemukan pada pasien laki-laki, sementara pada oklusi vena retina cabang tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan perempuan.2 Usia Oklusi vena retina sentral sering terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 65 tahun. Pada oklusi vena retina cabang, kebanyakan oklusi terjadi setelah usia 50 tahun, pasien terbanyak pada usia 60 hingga 70 tahun.2 2.2.3 Etiologi Penyebab lokal dari oklusi vena retina adalah trauma, glaukoma, dan lesi struktur orbita. Akan tetap sangat penyebab lokal ini sangat jarang terjadi pada oklusi vena retina cabang. Perlu diperkirakan adanya toxoplasmosis, Behçet syndrome, sarcoidosis okuli, dan macroaneurysm jika hal ini tampak pada oklusi vena retina cabang.2 Proses sistemik juga dapat menyebabkan oklusi vena retina, di antaranya adalah hipertensi,



atherosklerosis,



diabetes



mellitus,



glaukoma,



penuaan,



puasa,



hypercholesterolemia, hyperhomocysteinemia, SLE, sarcoidosis, tuberculosis, syphilis, resistensi protein C (factor V Leiden), defisiensi protein C dan S, penyakit antibodi 6



antiphospholipid, multiple myeloma, cryoglobulinemia, leukemia, lymphoma, Waldenstrom macroglobulinemia, polisitemia vera, dan sickle cell disease.2 2.2.4 Patogenesis Patogenesis dari oklusi vena retina dipercaya mengikuti prinsip dari trias trombogenesis Virchow, yakni adanya kerusakan pembuluh darah, stasis, dan hiperkoagulabilitas. Kerusakan dari dinding pembuluh darah retina akibat arterioklerosis mengubah komposisi dari aliran darah pada vena yang berdekatan, yang menimbulkan stasis, trombosis, dan oklusi. (new england). Oklusi vena retina sentral terjadi akibat adanya bekuan darah pada vena utama yang menyalurkan darah dari mata. Ketika vena mengalami hambatan, aliran balik menyebabkan darah tersebut bocor ke retina, yang akhirnya menyebabkan malfungsi dari retina dan penurunan ketajaman penglihatan.9 Penyakit inflamasi juga dapat menyebabkan adanya oklusi vena retina dengan mekanisme tersebut. Akan tetapi, bukti dari adanya hiperkoagulabilitas pada pasien oklusi vena retina sangat tidak konsisten. Walaupun penelitian individual telah melaporkan adanya hubungan antara oklusi vena retina dan hyperhomocysteinemia, mutasi faktor V Leiden, defisiensi dari protein C atau S, mutasi gen prothrombin, dan antibodi anticardiolipin, sebuah penelitian meta-analysis dari 26 penelitian mengusulkan bahwa hanya hyperhomocysteinemia dan antibodi anticardiolipin yang memiliki hubungan independen yang signifikan dengan oklusi vena retina.9 2.2.5 Faktor risiko Faktor risiko dari oklusi vena retina antara lain:13 



Atherosclerosis







Diabetes Mellitus







Hipertensi







Penyakit mata lainnya, seperti glaukoma, edema makula, maupun perdarahan vitreous Faktor risiko terkuat dari oklusi vena retina cabang adalah hipertensi, namun pada



beberapa penelitian, oklusi vena retina dihubungkan juga dengan diabetes mellitus, dyslipidemia, merokok, dan penyakit ginjal. Untuk oklusi vena retina sentral, faktor risiko tambahan adalah glaukoma atau peningkatan tekanan intraokular, yang dapat mengganggu pengaliran vena retina. Sebuah studi kasus-kontrol mengidentifikasi kelainan berikut ini sebagai faktor risiko terjadinya BRVO: 7



-



Riwayat hipertensi arteri sistemik Penyakit kardiovaskuler Peningkatan BMI pada usia 20 tahun Riwayat glaukoma



Diabetes mellitus bukanlah faktor risiko independen yang terutama pada oklusi vena retina cabang.15 2.2.6 Penegakan diagnosis Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak tanpa nyeri. Gambaran klinisnya bervariasi dari perdarahan retina kecil-kecil yang tersebar dan bercak cotton-wool sampai gambaran perdarahan hebat dengan perdarahan retina superfisial dan dalam, yang kadang-kadang dapat pecah ke dalam rongga vitreous. Pasien biasanya berusia lebih dari 50 tahun, dan lebih dari separuhnya mengidap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Glaukoma sudut terbuka kronik harus selalu disingkirkan. Dua komplikasi utama yang berkaitan dengan oklusi vena retina adalah penurunan penglihatan akibat edema makula dan glaukoma neovaskuler akibat neovaskularisasi iris.16 Oklusi vena retina cabang Temuan oftalmoskopi pada oklusi vena retina cabang akut (BRVO) adalah perdarahan superfisial, edema retina, dan sering kali terjadi gambaran cotton-wool spot pada salah satu sektor di retina yang diinervasi oleh vena yang rusak. Oklusi vena cabang umumnya terjadi pada persilangan arteri dan vena. Kerusakan makula menentukan derajat penurunan penglihatan. Jika oklusi tidak terjadi pada persilangan arteri dan vena, harus dipertimbangkan kemungkinan adanya peradangan. Usia rata-rata pasien yang menderita oklusi vena cabang ini adalah 60-an tahun.16



A. Oklusi vena retina cabang superotemporal. B. Angiogram fluorescent menunjukkan adanya nonperfusi kapiler pada retina yang diinervasi oleh vena yang mengalami obstruksi.



8



A. Oklusi vena retina hemisferik. Gambar menunjukkan adanya keterlibatan superior dengan perdarahan intraretina. B. Angiografi fluorescent menunjukkan adanya blokade dari area yang mendasari pada daerah yang mengalami perdarahan: kemungkinan iskemia minimal. Catatan: zona avaskuler fovea intak.



Vena yang mengalami obstruksi berdilatasi dan berkelok-kelok, dan seiring dengan berjalannya waktu, arteri yang bersesuaian dapat mengalami penyempitan dan terselubungi. Kuadran superotemporal adalah kuadran yang paling sering mengalami kerusakan, yakni sekitar 63%, sementara oklusi nasal jarang terdeteksi secara klinis. Variasi BRVO didasari oleh adanya variasi kongenital pada anatomi vena sental yang dapat melibatkan baik setengah bagian superior maupun setengah bagian inferior retina (oklusi vena retina hemisferik atau hemisentral).16 Temuan histologi menunjukkan bahwa tunica adventitia menjepit arteri dan vena pada persilangan arteri dan vena. Penebalan dari dinding arteri akan menekan vena sehingga mengakibatkan terjadinya turbulensi aliran darah, kerusakan sel endotel, dan oklusi trombosis, trombus ini dapat meluas ke kapiler. Arteri sering mengalami penyempitan sekunder pada daerah yang mengalami oklusi.16 Oklusi vena retina sentral Suatu penelitian histologis menyimpulkan bahwa pada CRVO terdapat mekanisme yang paling sering, yakni: trombosis dari vena retina sentral dan posteriornya hingga lamina cribrosa. Pada beberapa kasus, arteri retina sentral yang mengalami atherosklerosis dapat bergeseran dengan vena retina sentral, menyebabkan adanya turbulensi, kerusakan endotel, dan pembentukan trombus.16 CRVO



ringan (non iskemia) dicirikan dengan baiknya ketajaman penglihatan



penderita, afferent pupillary defect ringan, dan penurunan lapang pandang ringan. Funduskopi menunjukkan adanya dilatasi ringan dan adanya gambaran cabang-cabang vena retina yang berliku-liku branches dan terdapat perdarahan dot dan flame pada seluruh kuadran 9



retina. Edema makula dengan adanya penurunan tajam penglihatan dan pembengkakan discus opticus bisa saja muncul. Jika edema discus terlihat jelas pada pasien yang lebih muda, kemungkinan terdapat kombinasi inflamasi dan mekanisme oklusi yang disebut juga papillophlebitis. Fluorescein angiography biasanya menunjukkan adanya perpanjangan dari waktu sirkulasi retina dengan kerusakan dari permeabilitas kapiler namun dengan area nonperfusi yang minimal. Neovaskularisasi segmen anterior jarang terjadi pada CRVO ringan.16 CRVO



berat (iskemik) biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk,



afferent pupillary defect, dan central scotoma yang tebal. Dilatasi vena yang menyolok; perdarahan 4 kuadran yang lebih ekstensif, edema retina, dan sejumlah cotton-wool spot dapat ditemukan pada kasus ini. Perdarahan dapat saja terjadi pada vitreous hemorrhage, ablasio retina juga dapat terjadi pada kasus iskemia berat. Fluorescein angiography secara khas menunjukkan adanya nonperfusi kapiler yang tersebar luas.16



A. CRVO ringan, noniskemia, terperfusi, pada mata dengan visus 20/40. Dilatasi vena retina dan perdarahan retina terlihat jelas. B. Fluorescein angiogram menunjukkan adanya perfusi pada pembuluh kapiler retina.



Gambar. A. CRVO berat, iskemia pada mata dengan visus 1/300. Vena dilatasi dan terdapat perdarahan retina. Terlihat edema retina menyebabkan corakan warna kuning pada dasar penampakan fundus dan mengaburkan refleks fovea. B. Fluorescein angiogram menunjukkan adanya nonperfusi kapiler, yang menyebabkan pembesaran pembuluh darah retina. 2.2.7 Penatalaksanaan 10



Kebanyakan pasien dapat mengalami perbaikan, walaupun tanpa pengobatan. Akan tetapi, ketajaman penglihatan jarang kembali ke nilai normal. Tidak ada cara untuk membuka kembali atau membalik blokade. Akan tetapi terapi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya pembentukan blokade lain di mata sebelahnya.10 Manajemen diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol yang tinggi perlu dilakukan. Beberapa pasien boleh diberikan aspirin maupun obat pengencer darah lainnya.10 Tatalaksana dari komplikasi oklusi vena retina antara lain:10 -



Pengobatan menggunakan laser fokal, jika terdapat edema makula



-



Injeksi intravitreal kortikosteroid. Kortikosteroid yang digunakan dalam injeksi ialah triamcinolone acetate. Intravitreal triamcinolone acetate (IVTA) dapat mengurangi edema makula dan meningkatkan ketajaman penglihatan pada pasien dengan oklusi vena retina cabang.



-



Injeksi obat anti-vascular endothelial growth factor (anti-VEGF) ke mata. Obat ini dapat menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang dapat menyebabkan glaukoma. Obat ini masih dalam tahap penelitian.



-



Pengobatan dengan menggunakan laser untuk mencegah pertumbuhan dari pembuluh darah baru yang abnormal, yang juga dapat menyebabkan glaukoma Sheathotomy, teknik bedah untuk memisahkan pembuluh darah yang berdekatan pada



persimpangan arteri dan vena telah dikembangkan untuk mengatasi edema makula dalam usaha untuk meningkatkan tajam penglihatan. Diseksi dari tunika adventitia dengan pemisahan arteri dari vena pada persimpangan tersebut di mana oklusi vena retina cabang terjadi dapat mengembalikan aliran darah vena disertai penurunan edema makula. Arteriovenous sheathotomy menimbulkan adanya perbaikan sementara dari aliran darah retina dan cukup efektif dalam menurunkan edema makula. Pembuluh kolateral pada oklusi vena retina cabang memiliki efek yang positif pada prognosis visual pasien. Argon-laserphotocoagulation dapat mencegah berkembangnya oklusi dan mengatasi neo-vaskularisasi. 17 Terapi trombolitik yang diberikan secara terbatas penggunaannya sehubungan dengan adanya efek samping yang serius, akan tetapi dapat membantu bila dilakukan injeksi intraokuler.17 2.2.8 Komplikasi Blokade dari vena retina dapat menyebabkan terjadinya gangguan mata lainnya, yakni:13 -



Glaucoma, yang disebabkan oleh adanya pembuluh darah baru yang abnormal, yang tumbuh di bagian depan mata 11



-



Edema makula, yang disebabkan oleh kebocoran cairan di retina. 2.2.9 Prognosis Morbiditas penglihatan dan kebutaan pada oklusi vena retina berhubungan dengan



edema makula, iskemia makula, dan glaukoma neovaskuler. Pada gambaran patologis, didapati adanya pembentukan trombus intralumen, yang dapat dihubungkan dengan kelainan pada aliran darah, unsur-unsur penyusunnya, dan pembuluh darah yang bersesuaian dengan trias Virchow. Oklusi vena retina sentral telah disamakan dengan sindrom kompartemen neurovaskuler pada situs lamina cribrosa maupun akhir dari ujung vena retina yang terletak pada saraf optik. CRVO tipe noniskemik terdapat pada 75-80% pasien dengan oklusi vena retina.16 Mortalitas dan Morbiditas Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa pemulihan penglihatan pada penderita oklusi vena retina sentral amat bervariasi, dan ketajaman penglihatan saat terjadinya penyakit merupakan prediktor terbaik dari ketajaman penglihatan akhir. Prognosis yang baik dapat diperkirakan pada pasien dengan riwayat oklusi alami tipe noniskemik. Enam puluh lima persen pasien dengan ketajaman penglihatan 20/40 akan mendapatkan ketajaman yang sama atau lebih baik pada evaluasi terakhir. Pada sekitar 50% pasien, ketajaman penglihatan dapat mencapai 20/200 atau lebih buruk, yang mana pada 79% pasien tampak adanya kemunduran ketajaman penglihatan pada follow up.16 Pada sepertiga pasien dengan oklusi vena retina cabang, ketajaman penglihatan akhir mencapai 20/40. Bagaimana pun juga, kebanyakan 2/3 dari pasien mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat edema makula, iskemia makula, perdarahan makula, dan perdarahan vitreous. Oklusi vena retina sentral noniskemia dapat kembali ke keadaan seperti semula tanpa adanya komplikasi pada sekitar 10% kasus. Sepertiga pasien dapat berlanjut ke tipe iskemia, umumnya pada 6-12 bulan pertama setelah terjadinya tanda dan gejala. Pada lebih dari 90% pasien dengan oklusi vena retina sentral iskemia, tajam penglihatan akhir dapat mencapai 20/200 atau lebih.16



2.3 Anatomi dan Fisisologi Lensa Mata Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Lensa merupakan salah satu media refraksi yang penting pada mata dan berfungsi 12



memfokuskan sinar ke retina. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula zinii, ligamentum yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aqueaus; di sebelah posteriornya terdapat vitreus. 16 Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeable yang akan menyebabkan air dan elekrolit masuk. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Komposisi lensa yaitu 65% terdiri dari air dan 35% protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh lainnya). Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak mempunyai serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.16



Gambar 2.6 Posisi Lensa. 16



13



Gambar 2.7 Anatomi Lensa.16 2.4 Katarak Senilis 2.4.1. Definisi Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut yaitu usia diatas 50 tahun. Kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya. Katarak disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor fisik, kimia, penyakit predisposisi, genetik dan gangguan perkembangan, infeksi virus dimasa pertumbuhan janin dan usia. 11 2.4.2. Epidemiologi Berdasarkan data dari WHO Katarak merupakan penyebab utama kebutaan dan ganguaan penglihatan di dunia, bahkan WHO mengestimasi bahwa pada tahun 2020 dari 37 juta pasien yang mengalami kebutaan 17 juta diantaranya disebabkan oleh katarak.7 Katarak senilis merupakan bentuk katarak yang paling sering. 90% dari seluruh katarak adalah katarak senilis. Sekitar 5% katarak senilis yang terjadi pada usia 70 tahun dan 10% pada usia 80 tahun membutuhkan penanganan dengan operasi.20 Diketahui bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar 1,2% dari jumlah penduduk di Indonesia. Dari angka tersebut presentase kebutaan utama ialah karena katarak 0,70% dari penduduk (1.900.000) pasien buta akibat katarak yang belum tertolong. 11 2.4.3. Patofisiologi Seiring dengan bertambahnya usia, lensa akan berubah menjadi lebih berat dan tebal serta mengalami pengurangan kemampuan akomodasi. Akan terbentuk serat korteks yang baru dengan susunan konsentris, nukleus lensa akan menjadi lebih padat dan menebal. 21 14



Penyebab katarak senilis sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Beberapa konsep penuaan yang mengarah pada proses terbentuknya katarak senilis: a) Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali  mati b) Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang mengakibatkan kerusakan sel. c) Teori mutasi spontan d) Teori “A free radical” 



Radikal bebas terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat







Radikal bebas dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi







Radikal bebas dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan Vit. E



e) Teori “A cross-link” Pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi f) Perubahan lensa pada usia lanjut: -



Kapsul: menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur, dan terlihat bahan granular.



-



Epitel: sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat, terjadi bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.



-



Serat lensa: lebih irregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown sklerotik nucleus di mana sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein, dan tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung sedikit histidin dan triptofan dibanding normal



-



Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksida, sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.11



2.4.4. Gambaran Klinis Keluhan subjektif pasien katarak adalah buramnya penglihatan, ada perasaan seperti penglihatan tertutupi oleh kabut. Pada permulaan katarak pasien pengguna kaca mata akan mengeluhkan penggantian kaca mata yang lebih sering. Bila katarak menjadi lebih memburuk maka kaca mata yang tebal sekalipun tidak akan menolong penglihatan.11 Bila katarak terjadi pada tepi lensa maka tajam penglihatan tidak akan mengalami perubahan, akan tetapi bila letak kekeruhan di tengah lensa maka penglihatan tidak akan 15



menjadi jernih. Bila telah terbentuk katarak yang menutupi pupil telah sedemikian keruh dan tidak bening akan dapat menganggu penyaluran sinar masuk selaput jala lebih nyata. Katarak akan menghalangi sinar masuk ke dalam, sehingga terjadi penurunan tajam penglihatan. Membaca menjadi sukar dan bila mengendarai kendaraan terutama di waktu malam hari penglihatan akan silau terhadap sinar yang datang. 11, 23 Penglihatan untuk membaca dirasakan silau bila penerangan terlalu kuat, sehingga sering bila penerangan terlalu kuat, merasa lebih nyaman membaca di tempat dengan penerangan kurang. Pasien perlahan-lahan akan mengeluh pernglihatannya seperti terhalang tabir. Tabir asap ini makin lama makin tebal. Bila katarak berkembang maka penglihatan akan seperti berasap, berkabut, malahan hanya seperti melihat sinar di belakang kabut tebal. 11 Penglihatan yang berkurang atau berkabut secara perlahan-lahan dan tidak dapat dibantu oleh kaca mata maka sebaiknya diperiksakan pada dokter untuk menentukan apakah penyebabnya adalah katarak. 11 Kadang-kadang pasien katarak dini akan melihat ganda sebuah benda atau multipel. Tanda dini ini dirasakan melihat lampu atau bulan yang banyak bila melihat dengan satu mata ditutup.



11



Umumnya katarak berjalan dengan gejala penglihatan perlahan-lahan berkurang



dan tanpa rasa sakit. Kadang-kadang terdapat perbaikan yang tidak dapat diterangkan karena tiba-tiba penglihatan dekat menjadi baik sehingga tidak memerlukan kaca mata baca lagi (penglihatan kedua pada usia lanjut). 11 2.4.5. Klasifikasi Morfologi Katarak - Katarak nuklear Beberapa derajat skeloris nuklear dan kekuningan mengikuti fisiologi normal pada pasien dewasa-tua. Peningkatan jumlah skeloris dan kekuningan yang berlebihan disebut katarak nuklear, dan penyebabkan kekeruhan sentral.11, 16 Katarak nuklear cenderung berkembang secara perlahan. Biasanya terjadi bilateral tetapi dapat juga asimetris.16 Katarak nuklear lebih menyebabkan kerusakan pada penglihatan jarak jauh dibandingkan jarak dekat. Pada tingkat awal penyakit, kekakuan nukleus lensa yang progresif biasanya menyebabkan peningkatan index refraksi lensa dan dengan demikian menyebabkan perubahan refraksi ke arah miopi. Pada beberapa kasus, perubahan ke arah miopi (miopic shift) menyebabkan individu-individu dengan presbiopi dapat membaca tanpa kacamata, kondisi yang disebut sebagai second sight. Pada saat-saat tertentu, perubahan 16



secara tiba-tiba yang terjadi index refraksi antara nukleus sklerotik dan korteks lensa dapat menyebabkan diplopia monookular. Penguningan lensa yang progresif dapat menyebabkan diskriminasi warna yang buruk, khususnya sinar biru pada akhir spectrum cahaya. Fungsi photopic retina dapat menurun pada katarak nuklear yang sudah lanjut. Pada kasus-kasus yang sudah sangat lanjut, nukleus lensa menjadi opak dan berwarna coklat dan disebut brunescent nuclear cataract. Secara histopatologis, katarak nuklear mempunyai ciri-ciri homogenitas nukleus lensa dengan hilangnya laminasi selular. 11, 22



Gambar 2.8 Katarak Nuklear.23 - Katarak kortikal Perubahan pada komposisi ionik korteks lensa dan perubahan-perubahan berikutnya pada hidrasi serat-serat lensa dapat mengakibatkan opasifikasi kortikal (cortical opacification). Katarak kortikal biasanya bilateral tetapi lebih sering asimetris. Efeknya terhadap fungsi visual, tergantung lokasi opasifikasi sehubungan dengan axis visual. Gejala-gejala tersering pada katarak kortikal adalah perasaan silau ketika memandang sumber cahaya terfokus yang intense, seperti lampu besar mobil. Diplopia monookular dapat juga terjadi. Katarak kortikal tingkat progresifitasnya sangat berbeda, beberapa cortical opacities tetap tidak berubah dalam waktu yang sangat lama, sementara yang lain dapat berubah dengan sangat cepat. - Katarak subkapsular posterior Jenis posterior yang secara khas lebih menyebabkan gangguan penglihatan dekat dibandingkan penglihatan jauh. Sinar matahari yang terang juga menambah kesulitan penglihatan. Jenis katarak ini lebih sering terjadi pada kelompok usia lebih muda dari katarak kortikal atau nuklear. Katarak subkapsular posterior terdapat pada lapisan kortikal posterior 17



dan biasanya dalam posisi aksial. Indikasi pertama pada pembentukan katarak subkapsular posterior adalah kilauan cahaya yang halus pada lapisan kortikal posterior yang terlihat ketika dilakukan slit lamp. Pada tahap-tahap lanjut granular opacities dan plaqelike opacity pada korteks subkapsular posterior akan muncul. Secara histopatologis, katarak subkapsular posterior berhubungan dengan migrasi posterior sel-sel epitel lensa di area subkapsular posterior, dengan pembesaran yang menyimpang. Sel-sel epitel yang membengkak disebut Wedl atau bladder cells. 11, 20



Gambar 2.9 Katarak Subkapsular. 21 Stadium Perkembangan Katarak - Katarak Insipien Pada stadium ini kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.11 - Katarak Intumesen Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat menimbulkan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi.11 - Katarak Imatur 18



Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.11 - Katarak Matur Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini isa terjadi akibat deposisi Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman yang normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh sehingga uji bayangan iris negatif.11



Gambar 2.10 Katarak Matur.21 - Katarak Hipermatur Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinii menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.11



19



Gambar 2.11 Katarak Hipermatur.21



2.4.6. Diagnosa Banding Diagnosis banding katarak senilis dapat berupa katarak diabetik, katarak komplikata, dan katarak traumatik.



Katarak komplikata Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intraokular, iskemia okular, nekrosis anterior segmen akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak ini juda dapat disebabkan penyakit sistemik endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid, galaktosemia dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septik dan miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata atau linier. Dapat berbentuk rosete, retikulum dan biasanya terlihat vakuol.11 Katarak diabetik Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes melitus. Katarak pada pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3 bentuk. Yang pertama yaitu pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula kembali normal. Bentuk yang kedua adalah pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular. Bentuk yang terakhir adalah katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan biokima sama dengan katarak pasien nondiabetik. 20



Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemia terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa. Pada mata terlihat meningkatkan insidensi maturasi katarak yang lebih pada pasien diabetes. Pada lensa akan terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsular yang sebagian jernih dengan pengobatan.11 Katarak traumatik Paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Sebagian besar katarak traumatik dapat dicegah. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing, karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aquous dan kadang-kadang korpus vitreus masuk dalam struktur lensa.11 2.4.7. Pentalaksanaan Pengobatan katarak adalah tindakan pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis. 11 Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan cara operasi katarak ekstrakapsular, intrakapsular dan fakoemulsifikasi (fakofragmentasi). Pengobatan yang diberikan biasanya hanya memperlambat proses, tetapi tidak menghentikan proses degenerasi lensa. Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk menghambat proses katarak adalah vitamin dosis tinggi, kalsium sistein, iodium tetes. Terdapat beberapa indikasi pembedahan pada katarak, yaitu indikasi optik, indikasi medis dan indikasi kosmetik. Yang dimaksud indikasi optik adalah pasien mengeluh gangguan penglihatan yang mengganggu kehidupan sehari-hari dan dapat dilakukan operasi katarak. Indikasi medis adalah kondisi katarak yang harus dioperasi diantaranya katarak hipermatur, lensa yang menginduksi glaukoma, lensa yang menginduksi uveitis, dislokasi/subluksasi lensa, benda asing intraretikuler, retinopati diabetik, ablasio retina atau patologi segmen posterior lainnya. Kemudian yang dimaksud indikasi kosmetik ialah jika kehilangan penglihatan bersifat permanen karena kelainan retina atau saraf optik, tetapi leukokoria yang diakibatkan katarak tidak dapat diterima pasien, operasi dapat dilkukan meskipun tidak dapat mengembalikan penglihatan.11 Operasi katarak intrakapsular Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Katarak ekstraksi 21



intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien beruisa kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialoidea kapsular.11 ICCE masih sangat bermanfaat pada kasus-kasus yang tidak stabil, katarak intumesen, hipermatur dan katarak luksasi. ICCE juga masih lebih dipilih pada kasus dimana zonula zini tidak cukup kuat sehingga tidak memungkinkan menggunakan ECCE. Kontraindikasi absolut ICCE adalah katarak pada anak-anak dan dewasa muda dan ruptur kapsul akibat trauma. Kontraindikasi relatif adalah miopia tinggi, sindrom Marfan dan katarak morgagni. Keuntungan pembedahan ICCE ini adalah: tidak akan terjadi katarak sekunder, karena lensa seluruhnya sudah diangkat. Kerugian ICCE dibanding ECCE sangat signifikan. Insisi ICCE yang lebih luas yaitu 160-180o (12-14 mm), berhubungan dengan beberapa resiko, seperti: penyembuhan yang lama, cenderung menimbulkan astigmatisme, kebocoran luka pos operasi, inkarserasi iris dan vitreus. Komplikasi selama operasi dapat terjadi trauma pada endotel kornea. Komplikasi pasca operaasi adalah cystoid macular edema (CME), edema kornea, vitreus prolaps dan endoftalmitis. 11 Operasi katarak ekstrakapsular Ekstraksi katarak ekstrakapsular, yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Operasi katarak ini adalah merupakan tehnik operasi untuk katarak Imatur/matur yang nukleus atau intinya keras sehingga tidak memungkinkan dioperasi dengan tehnik fakoemulsifikasi. Insisi kornea lebih kecil daripada ICCE (kira-kira 5-6mm) sehingga proses penyembuhan lebih cepat sekitar seminggu. Karena kapsul posterior yang utuh, sehingga dapat dilakukan penanaman lensa intraokular (IOL). Mengurangi resiko CME dan edema kornea. Kerugiannya berupa membutuhkan alat yang lebih sukar dibandingkan ICCE. Penyulit pada teknik ini berupa adanya ruptur kapsul posterior, prolaps badan kaca, hifema, peningkatan tekanan intraokular, endofthalmitis, katarak sekunder. 11 Operasi fakoemulsifikasi (fakofragmentasi) Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi katarak modern menggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi, dengan sayatan 3 mm pada sisi kornea.4 Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa katarak yang telah hancur tersebut sampai bersih. Sebuah lensa Intra Ocular (IOL) yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Untuk lensa lipat (foldable lens) membutuhkan insisi sekitar 2.8 mm, sedangkan untuk lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. 22



Karena insisi yang kecil untuk foldable lens, maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan dengan cepat kembali melakukan aktivitas seharihari.11 Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan pelindung mata sampai luka pembedahan sembuh. 2.4.8. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada katarak tergantung stadiumnya. Pada stadium imatur dapat terjadi glaukoma sekunder akibat lensa yang mencembung, sehinnga mendorong iris dan terjadi blokade aliran aqueus humor. Sedangkan pada stadium hipermatur dapat terjadi glaukoma sekunder akibat penyumbatan kanal aliran aquous humor oleh masa lensa yang lisis, dan dapat juga terjadi uveitis fakotoksik. Komplikasi juga dapat diakibatkan pasca operasi katarak, seperti ablasio retina, astigmatisma, uveitis, endoftalmitis, glaukoma, perdarahan, dan lainnya.11



23