Oksigen Terlarut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Oleh sebab pengukuran parameter ini sangat dianjurkan disamping paramter lain seperti kob dan kod. Mekanisme[sunting | sunting sumber] Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponenkomponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan dalam air. Reaksi yang terjadi dalam penguraian tersebut adalah:



Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus berlaku, maka kadar oksigen pun akan menurun. Pada klimaksnya, oksigen yang tersedia tidak cukup untuk menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan yang demikian merupakan pencemaran berat pada air. Analisis dan Pengukuran[sunting | sunting sumber] Untuk mengukur kadar DO dalam air, ada 2 metode yang sering dilakukan: 



Metode titrasi







Metode elektrokimia atau lebih dikenal pengukran dengan DO-meter



Artikel bertopik kimia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya. Kategori: 



Kimia



http://www.alatdometer.com/2015/10/arti-definisi-dissolved-oxygen-do.html



Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagai zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. Kandungan BOD dalam air ditentukan berdasarkan selisih oksigen terlarut sebelum dan sesudah pengeraman selama 5 x 24 jam pada suhu 20oC.BOD digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran dalam suatu perairan. Bila nilai BOD suatu perairan tinggi menunjukkan bahwa perairan tersebut sudah tercemar. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah; kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut, dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Jenis bakteri yang mampu mengoksidasi zat organik ”biasa”, yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan air buangan penduduk, berada pada umumnya disetiap air alam. Jumlah bakteri ini tidak banyak di air jernih dan di air buangan industri yang mengandung zat organis. Pada kasus ini pasti perlu ditambahkan benih bakteri. Untuk oksidasi/penguraian zat organis yang khas, terutama di beberapa jenis air buangan industri yang mengandung misalnya fenol, detergen, minyak dan sebagainya bakteri harus diberikan ”waktu penyesuaian” (adaptasi) beberapa hari melalui kontak dengan air buangan tersebut, sebelum dapat digunakan sebagai benih pada analisa BOD air tersebut. Sebaiknya beberapa zat organis maupun inorganis dapat bersifat racun terhadap bakteri (misalnya sianida, dan sebagainya) dan harus dikurangi sampai batas yang diinginkan. Derajat keracunan ini juga dapat diperkirakan melalui analisa BOD.



Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef



Pengertian Chemical Oxygen Demand (COD)



Chemical oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik yang ada dalam sampel air atau banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik menjadi CO2 dan H2O. Pada reaksi ini hampir semua zat yaitu sekitar 85% dapat teroksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam, sedangkan penguraian secara biologi (BOD) tidak semua zat organik dapat diuraikan oleh bakteri. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat- zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air . Menurut Metcalf and Eddy (1991), COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam air, sehingga parameter COD mencerminkan banyaknya senyawa organik yang dioksidasi secara kimia. Tes COD digunakan untuk menghitung kadar bahan organik yang dapat dioksidasi dengan cara menggunakan bahan kimia oksidator kuat dalam media asam. Beberapa bahan organik tertentu yang terdapat pada air limbah, kebal terhadap degradasi biologis dan ada beberapa diantaranya yang beracun meskipun pada konsentrasi yang rendah. Bahan yang tidak dapat didegradasi secara biologis tersebut akan didegradasi secara kimiawi melalui proses oksidasi, jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi tersebut dikenal dengan Chemical Oxygen Demand. Kadar COD dalam air limbah berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan organik yang terdapat dalam air limbah, konsentrasi bahan organik yang rendah tidak selalu dapat direduksi dengan metode pengolahan yang konvensional. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Maka konsentrasi COD dalam air harus memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan. Uji COD yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan-bahan organik yang terdapat didalam air. Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat yaitu kalium dikromat ( K2Cr2O7) dalam suasan asam. Dengan menggunakan dikromat sebagai oksidator, diperkirakan sekitar 95 % - 100 % bahan organik dapat dioksidasi. Air yang telah tercemar limbah organik sebelum reaksi berwarna kuning dan setelah reaksi oksidasi berubah menjadi warna hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap limbah organic seimbang dengan jumlah kalium dikromat yang digunakan pada reaksi oksidasi. Pada analisa COD dari suatu air limbah menghasilkan nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD . Perbedaan antara kedua nilai disebabkan banyak faktor antara lain: a. Bahan kimia yang tahan terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak tahan terhadap oksidasi kimia seperti lignin. b. Bahan kimia yang dapat dioksidasi secara kimia dan peka terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak dalam uji BOD seperti selulosa, lemak berantai panjang atau sel-



sel mikroba. Adanya bahan toksik dalam limbah yang akan mengganggu uji BOD tetapi tidak uji COD. c. Angka BOD adalah jumlah komponen organik biodegradable dalam air buangan, sedangkan tes COD menentukan total organik yang dapat teroksidasi, tetapi tidak dapat membedakan komponen biodegradable/ nonbiodegradable. d. Beberapa substansi anorganik seperti sulfat dan tiosulfat, nitrit dan besi yang tidak akan terukur dalam tes BOD akan teroksidasi oleh kalium dikromat, membuat nilai COD anorganik yang menyebabkan kesalahan dalam penetapan komposisi organik dalam laboratorium. e. Hasil COD tidak tergantung pada aklimasi bakteri sedangkan tes BOD sangat dipengaruhi aklimasi seeding bakteri. Aklimasi adalah perubahan adaptif yang terjadi pada bakteri dalam kondisi yang terkendali. http://bmdstreet.com/pengertian-bod-dan-cod http://ilmualambercak.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-chemical-oxygen-demand-cod.html



Oksigen Terlarut (OT) / Dissolved Oxygen (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Umtuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin baik.jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (SALMIN. 2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arcs, gelombang dan pasang surut. ODUM (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antar air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik. Keadaan oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD, semakin tinggi BOD semakin rendah oksigen terlarut. Keperluan organisme



terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada lems, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Idealnya, kandungan oksigen terlarut dan tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (HUET, 1970). KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut ( ANONIMOUS,2004). Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologik yang dilakukan oleh organisme aerobik dan anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang ada pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa – senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga. Oksigen terlarut dapat dianalisis dengan 2 macam cara, yaitu : a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER b. Metoda elektrokimia Analisis Oksigen Terlarut Analisis oksigen terlarut dapat ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu : a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akanmembebaskan molekul iodium (I 2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan : MnCI2 + NaOH ==> Mn(OH)2 + 2 NaCI 2 Mn(OH)2 + O2 ==> 2 MnO2 + 2 H20 MnO2 + 2 KI + 2 H2O ==> Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH I2 + 2 Na2S2O3 ==> Na2S4O6 + 2 NaI b.



Metoda elektrokimia Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah Katoda : O2 + 2 H2O + 4e ==> 4 HOAnoda : Pb + 2 HO- ==> PbO + H20 + 2e



Metode Winkler Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akanmembebaskan molekul iodium (I 2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan : MnCI2 + NaOH ==> Mn(OH)2 + 2 NaCI Mn(OH)2 + O2 ==> 2 MnO2 + 2 H20 MnO2 + 2 KI + 2 H2O ==> Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH \I2 + 2 Na2S2O3 ==> Na2S4O6 + 2 NaI Kelebihan dan Kelemahan Metode Winkler Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis, teliti dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dala titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran. Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara WINKLER penambahan indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I 2 mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I 2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan. Penanggulangan kelebihan/kekurangan kadar oksigen terlarut Cara untuk menanggulangi jika kelebihan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara : 1. Menaikkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur naik maka kadar oksigen terlarut akan menurun. 2. Menambah kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen terlarut akan menurun karena proses fotosintesis semakin berkurang



dan kadar oksigen digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik. Cara untuk menanggulangi jika kekurangan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara : 1. Menurunkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur turun maka kadar oksigen terlarut akan naik. 2. Mengurangi kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen terlarut akan naik karena proses fotosintesis semakin meningkat. 3. Mengurangi bahan – bahan organik dalam air, karena jika banyak terdapat bahan organik dalam air maka kadar oksigen terlarutnya rendah. 4. Diusahakan agar air tersebut mengalir. http://teknologikimiaindustri.blogspot.co.id/2011/02/oksigen-terlarut-ot-dissolved-oxygendo.html Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), and Total Suspended Solid (TSS) sebagai Indikator Limbah Cair Air limbah adalah air yang bercampur zat padat (dissolved dan suspended) yang berasal dari kegiatan rumah tangga, pertanian, perdagangan dan industri. Oleh karena itu, dipastikan bahwa air buangan atau air limbah industri bisa menjadi salah satu penyebab air tercemar jika tidak diolah sebelum dibuang ke badan air. Komposisi air limbah sebagian besar terdiri dari air (99,9 %) dan sisanya terdiri dari partikelpartikel padat terlarut (dissolved solid) dan tersuspensi (suspended solid) sebesar 0,1 %. Partikel-partikel padat terdir dari zat organik (± 70 %) dan zat anorganik (± 30 %), zat-zat organik terdiri dari protein (± 65 %), karbohidrat (± 25 %) dan lemak (± 10 %). Zat-zat organik tersebut sebagian besar mudah terurai (biodegradable) yang merupakan sumber makanan dan media yang baik bagi bakteri dan mikroorganisme lain. Adapun zat-zat anorganik terdiri dari grit, salts dan metals (logam berat) yang merupakan bahan pencemar yang penting. Solids (dissolved dan suspended) sangat cocok untuk menempel dan bersembunyinya mikroorganisme baik yang bersifat saprophit mau pun pathogen (Djabu at al., 1990). Terdapat beberapa parameter yang umum digunakan sebagai indikator kualitas air limbah diantaranya adalah (Alaerts dan Santika, 1987) : BOD merupakan parameter pengukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bekteri untuk mengurai hampir semua zat organik yang terlarut dan tersuspensi dalam air buangan, dinyatakan dengan BOD5 hari pada suhu 20 °C dalam mg/liter atau ppm. Pemeriksaan BOD5 diperlukan untuk menentukan beban pencemaran terhadap air buangan domestik atau industri juga untuk mendesain sistem pengolahan limbah biologis bagi air tercemar. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, jika suatu badan air tercemar oleh zat organik maka bakteri akan dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses biodegradable berlangsung, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada biota air dan keadaan pada badan air dapat menjadi anaerobik yang ditandai dengan timbulnya bau busuk. COD (Chemical Oxygen Demand)



COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah cair dengan memanfaatkan oksidator kalium dikromat sebagai sumber oksigen. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses biologis dan dapat menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. TSS (Total Susppended Solid) Zat yang tersuspensi biasanya terdiri dari zat organik dan anorganik yang melayang-layang dalam air, secara fisika zat ini sebagai penyebab kekeruhan pada air. Limbah cair yang mempunyai kandungan zat tersuspensi tinggi tidak boleh dibuang langsung ke badan air karena disamping dapat menyebabkan pendangkalan juga dapat menghalangi sinar matahari masuk kedalam dasar air sehingga proses fotosintesa mikroorganisme tidak dapat berlangsung. http://www.indonesian-publichealth.com/pengertian-bod-cod-tss-pada-air-limbah/



OKSIGEN TERLARUT (DO) DAN KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGI (BOD) Pencemaran air adalah penambahan unsur atau organisme laut kedalam air, sehingga pemanfaatannya dapat terganggu. Pencemaran air dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial, karena adanya gangguan oleh adanya zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air. Rusaknya kadar kimia air tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi dari air. Besarnya beban pencemaran yang ditampung oleh suatu perairan, dapat diperhitungkan berdasarkan jumlah polutan yang berasal dari berbagai sumber aktifitas air buangan dari prosesproses industri dan buangan domestik yang berasal dari penduduk. Telah banyak dilakukan penelitian tentang pengaruh air buangan industri dan limbah penduduk terhadap organisme perairan, terutama pengaruhnya terhadap ikan. Akibat yang ditimbulkan antara lain dapat menyebabkan kelumpuhan ikan, karena otak tidak mendapat suplai oksigen serta kematian karena kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan jaringan tubuh ikan tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia: - DO (Dissolved Oxygen) - BOD (Biochemical Oxygen Demand) - COD (Chemical Oxygen Demad), dan - Jumlah total Zat terlarut DO/ Dissolved Oxygen (Oksigen Terlarut) A. PENGERTIAN OKSIGEN TERLARUR (DO) Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu liter air (ppt). Oksigen terlarut umumnya berasal dari difusi udara melalui permukaan air, aliran air masuk, air hujan, dan hasil dari proses fotosintesis plankton atau tumbuhan air. Oksigen terlarut merupakan parameter penting karena dapat digunakan untuk mengetahui gerakan masssa air serta merupakan indikator yang peka bagi proses-proses kimia dan biologi . Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dam limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Selain itu, kelarutan



oksigen dan gas-gas lain berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar. Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10. Menurut Boyd (1990), jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme akuatik tergantung spesies, ukuran, jumlah pakan yang dimakan, aktivitas, suhu, dan lainlain. Konsentrasi oksigen yang rendah dapat menimbulkan anorexia, stress, dan kematian pada ikan. Menurut Swingle dalam Boyd (1982), bila dalam suatu kolam kandungan oksigen terlarut sama dengan atau lebih besar dari 5 mg/l, maka proses reproduksi dan pertumbuhan ikan akan berjalan dengan baik. Pada perairan yang mengandung deterjen, suplai oksigen dari udara akan sangat lambat sehingga oksigen dalam air sangat sedikit. Oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri. B. MANFAAT OKSIGEN TERLARUT (DO) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup inilah beberapa manfaatnya : • Untuk pernapasan • proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. • oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. • Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Oksigen juga memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu



mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga. Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti  kekeruhan air,  suhu,  salinitas,  pergerakan massa, air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut.



C. KANDUNGAN IDEAL OKSIGEN TERLARUT Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %. KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut. Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Lalu apakah penyebab bau busuk dari air yang tercemar? Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob. KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGI (BOD) Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaranair buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat



pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pads suhu 20°C KESIMPULAN 1. Oksigen sangat dibutuhkan oleh semua jasad hidupuntuk pernapasan dan proses metabolisme. Dalam perairan oksigen berperan dalam proses oksidasi den reduksi bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrien yang sangat dibutuhkan organisme perairan. Sumber utama oksigen diperairan berasal dari proses difusi udara bebas dan hasil proses fotosintesis. 2. Untuk mengetahui kualitas suatu perairan, parameter oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biokimia (BOD) memegang peranan penting. Prinsip penentuannya bisa dilakukan dengan cara Diposkan oleh sebut saya FICCA di 18.04 Label: biologi http://biarkanakumenulis.blogspot.co.id/2009/10/oksigen-terlarut-do-dan-kebutuhan.html



Sumber utama oksigen terlarut daiam air adalah difusi dari udara dan hasil fotosintesis organisme yang mempunyai klorofil yang hidup di perairan. Kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air berlangsung sangat lambat, oleh sebab itu, fitoplankton merupakan sumber utama dalam penyediaan oksigen terlarut dalam perairan (Moriber, 1974 dalamEdward, 2003). Selain itu sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara. Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisme air (Anonim c, ____).



Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga jika ketersediaannya dalam air tidak mencukupi kebutuhan ikan, maka segala aktivitas dan proses pertumbuhan ikan akan tergangu, bahakan akan mengalami kematian. Menurut Zonneveld dkk.(1991), kebutuhan Oksigen mempunyai dua aspek yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuan konsumtif yang bergantung pada keadaan metabolisme ikan (Sutimin, 2006). Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Berbeda dengan faktor temperatur yang mempunyai pengaruh yang merata



terhadap fisiologis semua organisme air, konsentrasi oksigen terlarut dalam air hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air yang memang mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya (Anonim c, ____). Kebutuhan oksigen pada ikan sangat dipengaruhi oleh umur, aktivitas, serta kondisi perairan. Semakin tua suatu organisme, maka laju metabolismenya semakin rendah. Selain itu umur mempengaruhi ukuran ikan, sedangkan ukuran ikan yang berbeda, membutuhkan oksigen yang berbeda pula. Semakin besar ukuran ikan, jumlah konsumsi oksigen per mg berat badan semakin rendah. Selain perbedaan ukuran, perbedaan aktivitas juga membutuhkan oksigen yang berbeda pula. Ikan yang beraktivitas atau bergerak lebih banyak cenderung membutuhkan banyak oksigen untuk proses respirasi. Hal ini akan meningkatkan kadar karbondioksida dalam perairan. Namun demikian, kelarutan oksigen ini sangat ditentukan oleh kondisi perairan seperti suhu, salinitas dan sebagainya (Anonim b, 2011). Ikan membutuhkan oksigen guna pembakaran untuk menhasilkan aktivitas, pertumbuhan , reproduksi dll. Oleh karena itu oksigen bagi ikan menentukan lingkaran aktivitas ikan, konversi pakan, demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen dengan ketentuan faktor kondisi lainnya adalah optimum. (Cole, 1991 dalam Sutimin, 2006).



adar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berta yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003).



Biological Oxygen Demand ( BOD ) Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem-sisitem pengolahan biologis bagi air yang tercermar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah; kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut, dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air. Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerob. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan Reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut: CnHaObNc + ( n + a/4 – b/2 – 3c/4 ) O2 ——– nCO2 + ( a/2 – 3c/2 ) + H2O + cNH3



Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75 % dan 20 hari supaya 100% tercapai maka pemeriksaan BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organis. Bayangkan sebuah daun yang jatuh ke sungai. Daun, yang terdiri dari bahan organik, siap terdegradasi oleh berbagai mikroorganisme penghuni sungai. Mikroorganisme Aerobik(memerlukan oksigen) bakteri dan jamur menggunakan oksigen saat mereka memecah komponen-komponen daun menjadi lebih sederhana. Seperti oksigen dikonsumsi oleh organisme, tingkat oksigen terlarut dalam aliran mulai menurun. Air hanya dapat memegang pasokan terbatas oksigen terlarut dan hanya datang dari dua sumber, yaitu : difusi dari atmosfer pada antarmuka udara / air, dan sebagai produk sampingan dari fotosintesis. Organisme fotosintetik, seperti tanaman dan ganggang, memproduksi oksigen ketika ada cukup sumber cahaya. Organisme ini bertanggung jawab untuk siklus (setiap hari) kadar oksigen terlarut dalam danau dan sungai. Jika peningkatan kadar BOD menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dalam badan air, ada potensi efek mendalam pada badan air itu sendiri, dan kehidupan akuatik penduduk. Ketikakonsentrasi oksigen terlarut turun di bawah 5 miligram per liter (mg / l), spesies toleran rendah, kadar oksigen menjadi stres. Semakin rendah konsentrasi oksigen, semakin besar stres. Akhirnya, spesies sensitif terhadap rendahnya kadar oksigen terlarut digantikan oleh spesies yang lebih toleran terhadap kondisi yang merugikan, yang secara signifikan mengurangi keragaman kehidupan air. Jika kadar oksigen terlarut jatuh di bawah 2 mg / l untuk lebih dari bahkan beberapa jam, ikan dalam badan air dapat terbunuh. Sedangkan pada tingkat di bawah 1 mg / l, bakteri anaerob (yang hidup di habitat tanpa oksigen) menggantikan bakteri aerobik.Bakteri anaerob memecah bahan organik, sehingga hidrogen sulfida yang berbau diproduksi. B.



Chemical Oxygen Demand ( COD ) Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat – zat organis yang ada dalam 1 L sampel air.Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat – zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mokrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung didalam air dan diukur dalam satuan ppm. Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat pengotor air baku. Semakin besar oksigen yang terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil. Rendahnya nilai oksigen terlarut berarti beban pencemaran meningkat sehingga koagulan yang bekerja untuk mengendapkan koloida harus bereaksi dahulu dengan polutan – polutan dalam air menyebabkan konsusmsi bertambah. Dasar untuk uji COD adalah bahwa hampir semua senyawa organik dapat teroksidasi penuh menjadi karbon dioksida dengan agen oksidasi yang kuat dalam kondisi asam. Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik menjadi karbon dioksida, amonia, dan air diberikan oleh: CnHaObNc+ (n + - - c) O2 nCO2 + ( -) H2O + cNH3 Ungkapan ini tidak termasuk kebutuhan oksigen yang disebabkan oleh oksidasi amonia menjadi nitrat. Proses amonia diubah menjadi nitrat disebut sebagai nitrifikasi. Berikut ini adalah persamaan yang benar untuk oksidasi amonia menjadi nitrat.



cNH3 + 2O2 NO3- + H3O+ Hal ini diterapkan setelah oksidasi karena nitrifikasi jika permintaan oksigen dari nitrifikasi harus diketahui. Dikromat tidak mengoksidasi amonia menjadi nitrat, sehingga nitrifikasi ini dapat diabaikan dengan aman dalam tes permintaan oksigen kimia standar. Selama bertahun-tahun, agen pengoksidasi yang kuat kalium permanganat (KMnO4) digunakan untuk mengukur kebutuhan oksigen kimia. Pengukuran disebut oksigen dikonsumsi dari permanganat, bukan kebutuhan oksigen zat organik. Efektivitas kalium permanganat di oksidasi senyawa organik bervariasi secara luas, dan dalam banyak kasus permintaan oksigen biokimia (BOD) pengukuran sering jauh lebih besar dari hasil dari pengukuran COD. Hal ini menunjukkan bahwa kalium permanganat tidak bisa efektif mengoksidasi semua senyawa organik dalam air, rendering itu agen pengoksidasi yang relatif miskin untuk menentukan COD. Sejak itu, oksidator lainnya seperti sulfat Ceric, iodat kalium, dan kalium dikromat telah digunakan untuk menentukan COD. Dari jumlah tersebut, kalium dikromat (K2Cr2O7) telah terbukti menjadi yang paling efektif: ini relatif murah, mudah untuk memurnikan, dan mampu mengoksidasi hampir sepenuhnya hampir semua senyawa organik. Dalam metode ini, volume tetap dengan jumlah berlebih diketahui oksidan ditambahkan ke sampel dari solusi yang sedang dianalisis. Setelah langkah pencernaan refluks, konsentrasi awal zat organik dalam sampel dihitung dari penentuan titrimetri atau spektrofotometri dari oksidan masih tersisa dalam sampel. Kalium dikromat merupakan zat pengoksidasi yang kuat di bawah kondisi asam. (Keasaman biasanya dicapai dengan penambahan asam sulfat.) Reaksi dengan senyawa kalium dikromat organik diberikan oleh: 2+ + 3+ CnHaObNc + dCr2O7 + (8d + c)H nCO2 + H2O + cNH4 + 2dCr dimana d = 2n / 3 + a / 6 - b / 3 - c / 2. Paling sering, suatu larutan 0,25 N larutan kalium dikromat yang digunakan untuk penentuan COD, meskipun untuk sampel dengan COD di bawah 50 mg / L, konsentrasi lebih rendah kalium dikromat lebih disukai. Dalam proses oksidasi zat organik yang ditemukan dalam sampel air, kalium dikromat berkurang (karena dalam semua reaksi redoks, salah satu reagen teroksidasi dan yang lainnya berkurang), membentuk Cr3 +. Jumlah Cr3 + oksidasi ditentukan setelah selesai, dan digunakan sebagai ukuran tidak langsung dari isi organik dari sampel air. Karena COD mengukur kebutuhan oksigen senyawa organik dalam sampel air, adalah penting bahwa tidak ada bahan organik luar tidak sengaja ditambahkan ke sampel yang akan diukur. Untuk mengontrol untuk ini, sampel yang disebut kosong diperlukan dalam penentuan COD (dan BOD-permintaan oksigen biokimia - dalam hal ini). Sebuah sampel kosong dibuat dengan menambahkan semua reagen (misalnya asam dan oksidator agen) ke volume air suling. COD diukur untuk air dan sampel kosong, dan dua dibandingkan. Kebutuhan oksigen dalam sampel kosong dikurangkan dari COD untuk sampel asli untuk memastikan pengukuran yang benar dari materi organik. Untuk semua bahan organik harus benar-benar dioksidasi, jumlah kelebihan kalium dikromat (atau agen pengoksidasi) harus hadir. Setelah oksidasi selesai, jumlah kelebihan kalium dikromat harus diukur untuk memastikan bahwa jumlah Cr3 + dapat ditentukan dengan akurasi. Untuk melakukannya, kelebihan kalium dikromat dititrasi dengan ferro ammonium



sulfat (FAS) sampai semua zat pengoksidasi berlebih telah dikurangi menjadi Cr3 +. Biasanya, indikator ferroin oksidasi-reduksi yang ditambahkan selama langkah titrasi juga. Setelah semua kelebihan dikromat telah berkurang, perubahan indikator ferroin dari biru-hijau-cokelat kemerahan. Jumlah besi ammonium sulfat ditambahkan adalah setara dengan jumlah kalium dikromat berlebih ditambahkan ke sampel asli. dan juga kita dapat menentukan COD dengan merebus sampel air dan kita dapat menentukan rasio CO2 analyzer infra-merah Contoh : Suatu larutan 1,485 g monohidrat 1,10-phenanthroline ditambahkan ke dalam larutan 695 mg FeSO4 · 7H2O dalam air, dan larutan merah yang dihasilkan diencerkan menjadi 100 mL. Perhitungan Rumus



berikut



ini



digunakan



untuk



menghitung



COD:



COD = \ frac {8000 (b - s)} {n sampel \ Volume} di mana b adalah volume FAS digunakan dalam sampel kosong, s adalah volume FAS dalam sampel asli, dan n adalah normalitas FAS. Jika mililiter digunakan secara konsisten untuk pengukuran volume, hasil perhitungan COD diberikan dalam mg / L. COD ini juga dapat diperkirakan dari konsentrasi senyawa teroksidasi dalam sampel, didasarkan pada reaksi stoikiometri dengan oksigen untuk menghasilkan CO2 (asumsikan C semua berjalan dengan CO2), H2O (asumsikan H semua pergi ke H2O), dan NH3 (menganggap semua N pergi ke NH3), menggunakan rumus berikut: COD = (C / FW) (RMO) (32) Dimana C = Konsentrasi senyawa teroksidasi dalam sampel, FW = Formula berat senyawa teroksidasi dalam sampel, RMO = Rasio # mol oksigen ke # mol senyawa teroksidasi dalam reaksi mereka dengan CO2, air, dan amonia Sebagai contoh, jika sampel memiliki 500 wppm fenol: C6H5OH + 7O2 → 6CO2 + 3H2O COD = (500/94) (7) (32) = 1191 wppm Beberapa sampel air mengandung kadar tinggi bahan anorganik teroksidasi yang dapat mengganggu penentuan COD. Karena konsentrasi tinggi dalam air limbah yang paling, klorida sering menjadi sumber yang paling serius dari gangguan. Reaksi dengan larutan kalium dikromat persamaan berikut: 2 + 3+ 6Cl + Cr2O7 - + 14H 3Cl2 + 2Cr + 7 H2O Sebelum penambahan reagen lainnya, sulfat merkuri dapat ditambahkan ke sampel untuk menghilangkan gangguan klorida. Tabel berikut berisi daftar sejumlah zat anorganik lain yang dapat menyebabkan gangguan.



Tabel tersebut juga berisi bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghilangkan gangguan tersebut, dan senyawa terbentuk ketika molekul anorganik dihilangkan.



Inorganic molecule Klorit Nitrit Besi Sulfida



C.



Eliminated by Sulfat Merkuri Asam Sulfat -



Elimination forms Klorida Merkuri Nitrogen -



Dissolved Oxygen ( DO ) Dissolved Oxygen ( DO ) atau Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti oksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (SALMIN. 2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arcs, gelombang dan pasang surut. ODUM (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antar air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik. Keadaan oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD, semakin tinggi BOD semakin rendah oksigen terlarut. Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada lems, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Idealnya, kandungan oksigen terlarut dan tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan



sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (HUET, 1970). KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut ( ANONIMOUS,2004). Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologik yang dilakukan oleh organisme aerobik dan anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang ada pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan.



Dalam kondisi anaerobik oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa – senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga.



a.



Analisis oksigen terlarut dapat ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu : Metoda titrasi dengan cara WINKLER Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan : MnCI2 + NaOH ==> Mn(OH)2 + 2 NaCI 2 Mn(OH)2 + O2 ==> 2 MnO2 + 2 H20 MnO2 + 2 KI + 2 H2O ==> Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH I2 + 2 Na2S2O3 ==> Na2S4O6 + 2 NaI Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis, teliti dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran. Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara WINKLER penambahan indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus



diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan. b. Metoda elektrokimia Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah Katoda : O2 + 2 H2O + 4e ==> 4 HOAnoda : Pb + 2 HO- ==> PbO + H20 + 2e Cara untuk menanggulangi jika kelebihan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara : 1. Menaikkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur naik maka kadar oksigen terlarut akan menurun. 2. Menambah kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen terlarut akan menurun karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik. Cara untuk menanggulangi jika kekurangan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara : 1. Menurunkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur turun maka kadar oksigen terlarut akan naik. 2. Mengurangi kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen terlarut akan naik karena proses fotosintesis semakin meningkat. 3. Mengurangi bahan – bahan organik dalam air, karena jika banyak terdapat bahan organik dalam air maka kadar oksigen terlarutnya rendah. 4. Diusahakan agar air tersebut mengalir.



iochemical Oxygen Demand (BOD) Biologycal Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme selama penghancuran bahan organik dalam waktu tertentu pada suhu 20 oC. Oksidasi biokimiawi ini merupakan proses yang lambat dan secara teoritis memerlukan reaksi sempurna. Dalam waktu 20 hari, oksidasi mencapai 95-99 % sempurna dan dalam waktu 5 hari seperti yang umum digunakan untuk mengukur BOD yang kesempurnaan oksidasinya mencapai 60– 70 %. Suhu 20 oC yang digunakan merupakan nilai rata-rata untuk daerah perairan arus lambat di daerah iklim sedang dan mudah ditiru dalam inkubator. Hasil yang berbeda akan diperoleh pada suhu yang berbeda karena kecepatan reaksi biokimia tergantung dari suhu. BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi dalam air. BOD merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik pada air limbah. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (G. Alerts dan SS Santika, 1987). Adanya bahan organik yang cukup tinggi (ditunjukkan dengan nilai BOD dan COD) menyebabkan mikroba



menjadi aktif dan menguraikan bahan organik tersebut secara biologis menjadi senyawa asamasam organik. Peruraian ini terjadi disepanjang saluran secara aerob dan anaerob. Timbul gas CH4, NH3 dan H2S yang berbau busuk (Djarwanti dkk, 2000). Uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut.Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak pula kandungan bahan-bahan organik di dalamnya. Salah satu variabel penentu yang menentukan kualitas air sehingga kita dapat menggolongkannya ke dalam empat golongan di atas adalah berdasarkan kandungan bahan organiknya yang dapat dinyatakan sebagai nilai BOD dan COD. Untuk golongan A, nilai ambang BOD adalah 20 dan COD adalah 40. Untuk golongan B, nilai ambang BOD adalah 50 dan COD adalah 100. Untuk golongan C, nilai ambang BOD adalah 150 dan COD adalah 300. Sedangkan untuk golongan D, nilai ambang BOD adalah 300 dan COD adalah 600 (Perdana, 1992). Semua makhluk hidup membutuhkan oksigen tidak terkecuali organisme yang hidup dalam air. Kehidupan akuatik seperti ikan mendapatkan oksigennya dalam bentuk oksigen terlarut yang sebagian besar berasal dari atmosfer. Tanpa adanya oksigen terlarut pada tingkat konsentrasi tertentu banyak jenis organisme akuatik tidak akan ada dalam air. Banyak ikan akan mati dalam perairan tercemar bukan diakibatkan oleh toksitasi zat pencemar langsung, tetapi karena kekurangan oksigen sebagai akibat dari digunakannya gas tersebut pada proses penguraian/penghancuran zat pencemar (Achmad, 2004). Di dalam lingkungan bahan organik banyak terdapat dalam bentuk karbohidrat, protein, dan lemak yang membentuk organisme hidup dan senyawa-senyawa lainnya yang merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan dibutuhkan oleh manusia. Secara normal, bahan organik tersusun oleh unsur-unsur C, H, O, dan dalam beberapa hal mengandung N, S, P, dan Fe (Achmad, 2004). Senyawa-senyawa organik pada umumnya tidak stabil dan mudah dioksidasi secara biologis atau kimia menjadi senyawa stabil, antara lain menjadi CO2 dan H2O. Proses inilah yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan menurun dan hal ini menyebabkan permasalahan bagi kehidupan akuatik. Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem-sisitem pengolahan biologis bagi air yang tercermar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah; kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut, dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air. Pemeriksaan BOD didasarkan



atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerob. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan Reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut: CnHaObNc + ( n + a/4 – b/2 – 3c/4 ) O2 ——–à nCO2 + ( a/2 – 3c/2 ) + H2O + cNH3 Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75 % dan 20 hari supaya 100% tercapai maka pemeriksaan BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organis. Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat – zat organis yang ada dalam 1 L sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat – zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mokrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung didalam air dan diukur dalam satuan ppm. Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat pengotor air baku. Semakin besar oksigen yang terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil. Rendahnya nilai oksigen terlarut berarti beban pencemaran meningkat sehingga koagulan yang bekerja untuk mengendapkan koloida harus bereaksi dahulu dengan polutan – polutan dalam air menyebabkan konsusmsi bertambah. Metode Analisa BOD Metode Pemeriksaan BOD adalah dengan metode Winkler (titrasi dilaboratorium). Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den NaOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akanmembebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnyadititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Prinsip pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C diukur lagi DO air tersebut. Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan anggapan segala proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, walau sesungguhnya belum selesai. Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5



hari pada temperatur kamar, dalam metode Winkler digunakan larutan pengencer MgSO4, FeCl3, CaCl2 dan buffer fosfat. Kemudian dilanjutkan dengan metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara titrasi, dalam penetapan kadar oksigen terlarut digunakan pereaksi MnSO4, H2SO4, dan alkali iodida azida. Sampel dititrasi dengan natrium thiosulfat memakai indikator amilum (Alaerts dan Santika, 1984). Waktu yang dibutuhkan untuk mengoksdasi bahan–bahan organik pada suhu 0 20 C adalah seperti di dalam tabel berikut ini.



Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusiaa dalam berbagai aktivitas. Mutu ataukualitas air yang baik sangat baik bagi kelangsungan hidup manusia. Air yang bersih dan sehat diperlukan manusia untuk dikonsumsi sebagai air minum dan kebutuhan sehari – hari. Aktivitas manusiaa dalam kehidupan sehari – hari dapat menyebabkan kualitas air (mutu) menurun sehingga air tersebut tidak dapat dibagi lagi seperti yang diharapkan. Kondisi air yang demikian disebut dengan air yang tercemar. Proses pencemaran air terjadi akibaat masuknya zat asing (misalnya: limbah rumah tangga, limbah pabrik) ke dalam perairan yang melebihi ambang batas yang diperbolehkan sehingga air tersebut tidak dapat digunakan lagi sesuai peruntukannya. Nilai ambang batas (jumlah maksimum atau minimum) yang boleh berada dalam perairan dapat dilihat pada kriteria kualitas air yang diterapkan oleh pemerintah ataau badan yang ditugasi pemerintah, misalnya Departemen Kesehatan RI. Salah satu kriteria kualitas air adalah derajat keasaman (pH). Pada dasarnya, air yang baik adalah air yang tidak tercemar. Dalam kodisi demikian, berarti air bersifat netral, sedangkan apabila di dalam perairan terdapat zat pencemar, sifat air dapat berubah menjadi asam atau basa. Menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-03/MNKLH/II/1991 1 Februari 1991 ditetapkan bahwa air limbah pabrik boleh dibuang ke sungai atau lingkungan jika pH air limbah tersebut berkisar 6 sampai 9. Sedangkan menurut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. KS.48 / 1978 tanggal 10 November 1978, ditetapkan bahwa pH air limbah yang diperbolehkan adalah 6,5 – 8,5. Beberapa sifat fisis yang disyaratkan antara lain air tidak berwarna, tidak berbau, dan mempunyai temperatur 10oC lebih rendah atau lebih tinggi dari temperatur sungai (badan air). pH merupakan kriteria kualitas kimia. Selain kualitas kimia, kualitas fisik dan biologi juga menjadi kriteria kualitas air. Kualitas fisik meliputi warna, suhu, dan kekeruhan, sedangkan kualitas biologis menyangkut keberadaan lumut, mikroorganisme patogen, dan sejenisnya. Kualitas kimia selain pH meliputi pula kadar oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO), kadar limbah organik yang diukur dari banyaknya oksigen yang diperlukan untuk mendegradasi (memecah) sampah organik yang dikenal dengan istilah Biological Oxygen Demand (BOD), dan kadar limbah anorganik yang diukur dari banyaknya oksigen yang diperlukan untuk memecah limbah anorganik yang dikenal sebagai angka Chemical Oxygen Demand (COD). Apabila di dalam perairan banyak mengandung sampah organik, jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk memecah sampah tersebut akan besar, dan ini



berarti angka BOD-nya tinggi. Angka BOD tinggi berarti angka DO rendah. Dengan banyak oksigen yang digunakan untuk memecah sampah maka kadar oksigen yang terlarut dalam air akan menurun, demikian pula untuk angka COD. Perairan yang mempunyai BOD tinggi umumnya akan menimbulkan bau tidak sedap, sebab apabila BOD tinggi berarti DO rendah dan berarti pula pemecahan sampah organik akan berlangsung anaerob (tanpa oksigen).Proses anaerob merupaakan pecahan sampah (oksidasi) yang tidak menggunakan oksigen sehingga akan dihasilkan senyawa – senyawa NH3, H2S, CH4 yang berbau tidak sedap. Tingginya BOD dan COD serta rendahnya DO menyebabkan hewan – hewan dan tumbuhan air tidak dapat berkembang dengaan baik dan bahkan mati. Nilai BOD dan COD untuk air limbah yang diperbolehkan adalah 30 dan 80. Limbah yang belum memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, tidak boleh dibuaang ke lingkungan sebelum melalui pengolaha terlebih dahulu. Demikian ulasan mengenai Kualitas Air. Jika ada masukan, saran ataupun pertanyaan silahkan berkomentar ya. Semoga bermanfaat….. http://kimiadasar.com/indikator-kualitas-air/



Penanggulangan Kelebihan/Kekurangan Kadar COD Penanggulangan kelebihan Kadar COD Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan organik yang terkandung dalam limbah. Penguraian ini dilakukan oleh mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam bentuk lapisan biofilm. Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerob, sehingga nilai COD menjadi turun. Pada proses pembentukan lapisan biofilm, agar diperoleh hasil pengolahan yang optimum maka dalam hal pendistribusian larutan air kolam retensi Tawang pada permukaan media genting harus merata membasahi seluruh permukaan media. Hal ini penting untuk diperhatikan agar lapisan biofilm dapat tumbuh melekat pada seluruh permukaan genting. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semakin lama waktu tinggal, maka nilai COD akhir semakin turun (prosentase penurunan COD semakin besar). Hal ini disebabkan semakin lama waktu tinggal akan memberi banyak kesempatan pada mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah. Di sisi lain dapat diamati pula bahwa semakin kecil nilai COD awal (sebelum treatment dilakukan) akan menimbulkan kecenderungan penurunan nilai COD akhir sehingga persentase penurunan COD nya meningkat. Karena dengan COD awal yang kecil ini, kandungan bahan organik dalam limbah pun sedikit, sehingga bila dilewatkan trickling filter akan lebih banyak yang terurai akibatnya COD akhir turun. Begitu pula bila diamati dari sisi jumlah tray (tempat filter media). Semakin banyak tray, upaya untuk menurunkan kadar COD akan semakin baik. Karena dengan penambahan jumlah tray akan memperbanyak jumlah ruang / tempat bagi mikroorganisme penurai untuk tumbuh melekat. Sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme akan meningkat dan proses penurunan kadar COD semakin bertambah. Jadi prosen penurunan COD optimum diperoleh pada tray ke 3.



Pada penelitian ini, efisiensi Trickling Filter dalam penurunan COD tidak dapat menurunkan sampai 60% dikerenakan : 1. Aliran air yang kurang merata pada seluruh permukaan genting karena nozzle yang digunakan meyumbat aliran air limbah karena tersumbat air kolam retensi Tawang. 2. Supplay oksigen dan sinar matahari kurang karena trickling filter diletakkan didalam ruangan sehingga pertumbuhan mikroba kurang maksimal. Dalam penumbuahan mikroba distibusi air limbah dibuat berupa tetesan agar air limbah tersebut dapat memuat oksigen lebih banyak jika dibanding dengan aliran yang terlalu deras karena oksigen sangat diperlukan mikroba untuk tumbuh berkembang Penanggulangan Kekurangan Kadar COD Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dengan elemen aditif nitrogen, sulfur, fosfat, dll cenderung untuk menyerap oksigen-oksigen yang tersedia dalam limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi senyawa organik akhirnya oksigen. Konsentrasi dalam air limbah menurun, ditandai dengan peningkatan COD, BOD, TSS dan air limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk. Semakin tinggi konsentrasi COD menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi tidak dapt terdegredasi secara biologis. EM4 pengobatan 10 hari dalam tangku aerasi harus dilanjutkan karena peningkatan konsentrasi COD



mendapat protes dari masyarakat sehubungan dengan adanya limbah industri, ditanggapi dengan dalih bahwa nilai BOD dan COD perairan masih memenuhi baku mutu. Dalam salah satu harian (Kompas edisi Senin, 12 Desember 1994) juga terdapat suatu berita dengan judul “Sebaiknya, parameter BOD dan COD tak dipakai penentu baku mutu limbah” yang kurang lebih merupakan pendapat dari salah satu pakar bioremediasi lingkungan dari Universitas Sriwijaya, Palembang. Menurut pakar tersebut, dalam banyak kasus kesimpulan yang hanya didasarkan pada hasil analisis BOD dan COD (juga pH) belum merupakan jawaban ada tidaknya pencemaran lingkungan oleh suatu industri. Di sisi lain, BOD dan COD adalah parameter yang menjadi baku mutu berbagai air limbah industri selain beberapa parameter kunci lainnya. Nampaknya terdapat



persepsi pada sementara kalangan yang menempatkan BOD dan COD agak berlebihan dari yang seharusnya.



Sehubungan dengan hal tersebut, dalam tulisan ini akan dikaji apa itu sebenarnya BOD dan COD, bagaimana cara atau prinsip pengukurannya, dan apakah memang sebaiknya tidak dipakai sebagai penentu baku mutu air limbah.



Pengertian BOD dan COD



BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertianpengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan. Sedangkan COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen



yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Boyd, 1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.



Metode pengukuran BOD dan COD Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20 oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi – DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam



suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan.



Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima. Secara rinci metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya.



Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70 % bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991). Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebut4



kan lama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi atau memperbandingkan. Temperatur 20 oC dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 20 oC adalah nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim sedang (Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik seperti Indonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan tropik umumnya berkisar antara 25 – 30 oC, dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut. Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi (APHA, 1989, Umaly dan Cuvin, 1988).



Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam



kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik.



Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi lima hari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walaupun jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahan organik yang mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (lima hari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten yang ada di perairan. Pengukuran BOD dan COD BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau KOB (kebutuhan oksigen biokimiawi) adalah suatu pernyataan untuk menyatakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk degradasi biologis dari senyawa organik dalam suatu sampel. Pengukuran BOD dengan sendirinya digunakan sebagai dasar untuk mendeteksi kemampuan senyawa organik dapat didegradasi (diurai) secara biologis dalam air. Perbedaan antara BOD dan COD (Chemical Oxygen Demand) adalah bahwa COD menunjukkan senyawa organik yang tidak dapat didegradasi secara biologis. Secara analitis BOD (biochemical oxygen demand) adalah jumlah mg oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan zat organik secara biokimiawi dalam 1 liter air selama pengeraman 5 x 24 jam pada suhu 20o oC. Sedangkan COD (chemical oxygen demand) atau KOK (kebutuhan oksigen kimiawi) adalah jumlah (mg) oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasikan zat organik dalam 1 liter air dengan menggunakan oksidator kalium dikromat selama 2 jam pada suhu 150 oC. By widyapranata • Tagged BOD and COD AS A PARAMETER WATER POLLUTION AND WASTE WATER QUALITY STANDARDS, BOD DAN COD, BOD DAN COD SEBAGAI PARAMETER PENCEMARAN AIR DAN BAKU MUTU AIR LIMBAH (BOD and COD AS A PARAMETER WATER POLLUTION AND WASTE WATER QUALITY



STANDARDS),PARAMETER PENCEMARAN AIR DAN BAKU MUTU AIR LIMBAH, SEBAGAI PARAMETER PENCEMARAN AIR DAN BAKU MUTU AIR LIMBAH



Pengertian Dissolved Oxygen (DO) Oksigen Terlarut Yang dimaksud adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua makhluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikro organisme seperti bakteri. Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Lalu apakah penyebab bau busuk dari air yang tercemar? Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob. (Sawyer & Mc Carty, 1979) 2. Pengertian BOD (Biochemical Oxygen Demand) Biochemical Oxygen Demand (BOD) artinya Kebutuhan Oksigen Biologis yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar BOD nya sedangkan DO akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/l ppm, jika BOD nya di atas 4 ppm, air dikatakan tercemar. Air alam mengandung zat padat terlarut yang berasal dari mineral dan garam-garam yang terlarut ketika air mengalir di bawah atau di permukaan tanah. Apabila air dicemari oleh limbah yang berasal dari industri pertambangan dan pertanian, kandungan zat padat tersebut akan meningkat. Jumlah zat padat terlarut ini dapat digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran air. Selain jumlah, jenis zat pencemar juga menentukan tingkat pencemaran. Air yang bersih adalah jika tingkat DO nya tinggi, sedangkan BOD dan zat padat terlarutnya rendah. (Sawyer & Mc Carty, 1979). 3. Limbah a. Pengertian Limbah atau Sampah Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dan lain-lain. Belum tertanganinya pengendalian limbah rumah tangga Limbah rumah tangga yang belum terkendali merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pencemaran



lingkungan khususnya air sungai. Karena dari limbah rumah tangga dihasilkan beberapa zat organik dan anorganik yang dibuang dan dialirkan melalui selokanselokan dan akhirnya bermuara ke sungai. Selain dalam bentuk zat organik dan anorganik, dari limbah rumah tangga bisa juga membawa bibit-bibit penyakit yang dapat menular pada hewan dan manusia sehingga menimbulkan epidemi yang luas di masyarakat. b. Dampak Pencemaran Limbah Limbah pasti akan berdampak negatif pada lingkungan hidup jika tidak ada pengolahan yang baik dan benar. Dengan adanya limbah padat di dalam lingkungan hidup maka dapat menimbulkan pencemaran 1) Timbulnya gas beracun, seperti asam sulfida (H2S), amoniak (NH3), methan (CH4), C02 dan sebagainya. Gas ini akan timbul jika limbah padat ditimbun dan membusuk dikarena adanya mikroorganisme. Adanya musim hujan dan kemarau, terjadi proses pemecahan bahan organik oleh bakteri penghancur dalam suasana aerob/anaerob. 2) Dapat menimbulkan penurunan kualitas udara, dalam sampah yang ditumpuk, akan terjadi reaksi kimia seperti gas H2S, NH3 dan metana yang jika melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) akan merugikan manusia. Gas H2S 50 ppm dapat mengakibatkan mabuk dan pusing. 3) Penurunan kualitas air, karena limbah padat biasanya langsung dibuang dalam perairan atau bersama-sama air limbah. Maka akan dapat menyebabkan air menjadi keruh. 4) Kerusakan permukaan tanah. Dari sebagian dampak-dampak limbah padat di atas, ada beberapa dampak limbah yang lainnya yang ditinjau dari aspek yang berbeda secara umum. Dampak limbah secara umum ditinjau dari dampak terhadap kesehatan dan terhadap lingkungan adalah sebagai berikut : c. Dampak Terhadap Kesehatan Dampaknya yaitu dapat menyebabkan atau menimbulkan panyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut: 1) Penyakit diare dan tikus. Penyakit ini terjadi karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat. 2) Penyakit kulit, misalnya kudis dan kurap. d. Dampak Terhadap Lingkungan Cairan dari limbah-limbah yang masuk ke sungai akan mencemarkan airnya sehingga mengandung virus-virus penyakit. Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin lama kelamaan akan punah. Tidak jarang manusia juga mengkonsumsi atau menggunakan air untuk kegiatan sehari-hari, sehingga menusia akan terkena dampak limbah baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain mencemari, air lingkungan juga menimbulkan banjir karena banyak orang-orang yang membuang limbah rumah tangga ke sungai, sehingga pintu air mampet dan pada waktu musim hujan, air tidak dapat mengalir dan air naik menggenangi rumah-rumah penduduk, sehingga meresahkan para penduduk. C. Parameter yang Mempengaruhi Air Sungai 1. Derajat keasaman pH Derajat keasaman adalah ukuran untuk menentukan sifat asam dan basa. Perubahan pH di suatu air sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, maupun biologi dari



organisme yang hidup di dalamnya. Derajat keasaman diduga sangat berpengaruh terhadap daya racun bahan pencemaran dan kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk zat di dalam air. Nilai pH air digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman (konsentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 114. Kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral. 2. Suhu Emisi karbon yang terus meningkat menyebabkan efek gas rumah kaca, selain suhu secara global meningkat efek dari emisi karbon dapat dilihat dari perubahan cuaca secara external di Indonesia, sehingga banyak petani gagal panen karena kebanjiran, kekeringan, angin topan, banyaknya curah hujan yang tidak bisa di perkirakan dengan baik oleh para petani menyebabkan gagal panen, suhu lingkungan yang menyebabkan perumahan-perumahan dan bangunan-bangunan lebih sering memanfaatkan AC, padahal hal tersebut juga meningkatkan emisi karbon, karena konsumsi listrik lebih meningkatkan, hal tersebut tidak saja terjadi di perkotaan, di desa saat ini penggunaan AC semakin lumrah untuk digunakan. Indonesia mempunyai aliran sungai yang berlimpah, karena geografis Indonesia yang dipenuhi gunung sehingga kontur dari tanah naik turun tidak mrata, suhu pada aliran sungai sangat beragam tergantung dari letak sungai terhadap ketinggian dan kedalaman sungai, semakin dalam sungai maka suhu air akan semakin rendah, begitu juga dengan sungai terletak di dataran tinggi mempunyai suhu yang lebih rendah, suhu air merupakan parameter fisik air yang dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan karena berkaitan dengan tingkat kelarutan oksigen proses respirasi biota peraturan dan kecepatan degradasi bahan pencemar dan suhu sungai di Indonesia berkisar 230C-280C. 3. Warna Warna air pada sungai dipengaruhi oleh adanya ion-ion metal alam (besi dan mangan), humus, plankton, tanaman air dan buangan limbah. Kerusakan lingkungan cukup parah juga terjadi di sungai. Aliran air sungai telah membawa material lumpur sisa buangan limbah pencucian limbah domestik ke sungai. Dan adanya erosi pada sungai. Maka tidaklah heran, bila sungai-sungai di provinsi ini berwarna coklat susu atau coklat keemasan. (http://alumnium wahas.or.id). 4. Bau Air yang tercemar mengandung zat organik, anorganik, dan zat-zat tambahan lain yang menyebabkan berkurangnya kualitas air sehingga tidak layak lagidimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Misalnya, mandi, minum, danmencuci sayuran atau bahan makanan lain. Air yang tercemar biasanya berwarna keruh dan cenderung berbau. Hal ini disebabkan menurunnya kadar oksigen dalam air akibat penyerapan yang dilakukan oleh nitrogen, hidrogen, unsur karbon, dan belerang. Munculnya bau tak sedap dalam air sungai yang tercemar bisa jadi karena adanya limbah organik membusuk yang mengakibatkan bertambahnya populasi mikroorganisme dan lebih fatal lagi dapat menimbulkan bakteri patogen atau bakteri yang menyebarkan penyakit pada manusia dan hewan. Bau yang menguap ke permukaan berasal dari senyawa amoniak yang diuraikan oleh mikroorganisme tersebut. Industri logam, nonlogam, dan mineral, banyak meneruskan limbahnya ke sungai agar mudah di lenyapkan dan dapat menekan biaya. Hal ini menyebabkan air mengandung



logam yang bila diproses sebagai air minum bagi manusia dapat menimbulkan penyakit degradasi dalam tubuh. Penggunaan sabun dan deterjen dalam kebutuhan rumah tangga hendaknya perlu diperhatikan. Jangan sampai kehadirannya mencemari air bersih yang kita gunakan dan lingkungan sekitar kita. 5. Lemak dan Minyak Merupakan zat pencemar yang sering dimasukkan kedalam kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air. Menurut Sugiharto (1987), bahwa lemak tergolong benda organik yang relatif tidak mudah teruraikan oleh bakteri. Terbentuknya emulsi air dalam minyak akan membuat lapisan yang menutup permukaan air dan dapat merugikan, karena penetrasi sinar matahari ke dalam air berkurang serta lapisan minyak menghambat pengambilan oksigen dari udara sehingga oksigen terlarut menurun. Untuk air sungai kadar maksimum lemak dan minyak mg/l= ppm. Air limbah yang berasal dari rumah tangga sebagian besar tersusun oleh bahan organik. Untuk menguraikan bahan organik menjadi senyawa lain seperti asam asetat, metana, air, dan gas karbondioksida diperlukan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang terdapat dalam air berasal dari berbagai sumber seperti udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman hidup atau mati, hewan, kotoran manusia atau hewan, dan bahan organik lainnya. Mikroorganisme tersebut dapat tumbuh dan berkembang pada air sungai dengan baik apabila sesuai dengan kondisi lingkungannya, seperti pH, temperatur, substrat kolom pembiakan, cooling tower, recovery oil tank, dan aerator sering diperlukan dengan menambahkan kapur. Semua instrument dan perlakuan tersebut di atas pada prinsipnya hanya ingin membuat kondisi lingkungan air limbah sungai dengan kondisi kehidupan mikroorganisme, sehingga dapat berkembang dengan cepat dan mampu merombak bahan organik. Limbah yang akan dibuang ke badan air sesuai dengan baku mutu limbah yang ditetapkan “Effluent Standard”



Apa yang dimaksud dengan air bersih dan bila mana air dapat tercemar? Air bersih itu pengertiannya air yang memenuhi persyaratan untuk pengairan sawah, untuk treatment air minum dan untuk treatmen air sanitasi. Persyaratan disini ditinjau dari persyaratan kandungan kimia, fisika dan biologis. Pengertian Air Persih: 1. Secara Umum: Air yang aman dan sehat yang bisa dikonsumsi manusia. 2. Secara Fisik : Tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa. 3. Secara Kimia: a.PH netral (bukan asam/basa) b.Tidak mengandung racun dan logam berat berbahaya. c.Parameter-parameter seperti BOD, COD,DO, TS,TSS dan konductiviti memenuhi



Penyebab Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. 



Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi.







Sampah organik seperti air comberan (sewage) menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem.







Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air.







Seperti limbah pabrik yg mengalir ke sungai seperti di sungai citarum







pencemaran air oleh sampah







Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan



2. Apa yang dimaksud dengan DO, BOD,DAN COD,bagaimana hubungan do,bod dan cod? Dissolved Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) adalah tiga variabel yang dipelajari secara independen melalui studi physico-chemical properties dari sampel-sampel air. Tiga parameter di atas secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen di dalam sampel air. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mempelajari hubungan statistik antara ketiga parameter tersebut dan juga mengembangkan model untuk mencari harga dari sebuah variabel dari kehadiran dua variabel yang lain. Model yang dikembangkan menjelaskan variabel-variabel Dissolved Oxygen, atau kadar oksigen terlarut, Biochemical Oxygen Demand atau kadar oksigen yang dibutuhkan untuk aktivitas biologis kimiawi dan Chemical Oxygen Demand atau kadar oksigen yang dibutuhkan untuk aktivitas reaksi-reaksi kimia mencapai 58,94 dan 93% respectively. Terlepas dari studi di atas, cara mengukur BOD adalah dengan menghitung kadar Inital dan Final DO (Dissolved Oxygen) serta Dilution Factor, lalu menggunakan rumus berikut ini: Undiluted BOD adalah Initial DO - Final DO Sedangkan Diluted BOD: {(Initial DO-Final DO) - BOD seed} x Dilution Factor. Fungsi BOD sangat mirip dengan COD yaitu mengukur jumlah dari materi-materi organik di dalam air. Meskipun demikian, COD tidak spesifik karena mengukur apa pun yang dapat dioksidasi secara kimiawi sedangkan BOD hanya memperhitungkan aktivitas biologis organik.



3.Sebutkan sumber utama pencemaran air!



Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan mengubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.. 4. salah satu pencemaran air adalah limbah ditergen apa pengaruh dari limbah ini terhadap air sungai dan air danau?



Pembuangan limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa treatment sebelumnya, mengandung tingkat polutan organik yang tinggi serta mempengaruhi kesesuaian air sungai untuk digunakan manusia dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya. Selain itu deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Ikan membutuhkan air yang mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Detergen memiliki efek beracun dalam air, karena detergen akan menghancurkan lapisan eksternal lendir yang melindungi ikan dari bakteri dan parasit. Deterjen juga dapat menyebabkan kerusakan pada insang. Kebanyakan ikan akan mati bila konsentrasi deterjen 15 bagian per juta. Deterjen dengan konsentrasi rendah, sekitar 5 ppm tetap dapat membunuh telur ikan. Surfaktan yang terkandung dalam deterjen akan mengurangi kemampuan perkembangbiakan organisme perairan. Deterjen juga memiliki andil besar dalam menurunkan kualitas air. Bahan kimia organik seperti pestisida dan fenol, hanya dengan konsentrasi 2 ppm saja dapat diserap ikan dua kali lipat dari jumlah bahan kimia lainnya. Contoh nyata efek buruk dari limbah deterjen adalah Danau Toba. Seperti sama kita ketahui, eceng gondok tumbuh subur nyaris tidak terkendali pada semua bibir pantai Danau Toba. Hal tersebut terjadi, selain dari residu pelet yang ditabur pada kerambah yang berserak di Danau Toba, ditengarai juga berasal dari sisa deterjen yang dipakai masyarakat Danau Toba yang masih mencuci di perairan ditambah limbah dari restoran, rumah makan dan hotel-hotel yang berada di sekitar Danau Toba yang membuang limbahnya secara langsung ke dalam danau. Selain merusak keindahan Danau Toba sebagai daerah tujuan wisata andalan Sumatera Utara, pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali itu akan menutupi perairan, sehingga bagian dasar air tidak terkena sinar matahari. Menyebabkan kadar oksigen berkurang secara drastis, kehidupan biota air mengalami degradasi dan unsu hara meningkat sangat cepat. Jika hal tersebut tetap dibiarkan, ikan-ikan akan mati karena kekurangan bahan makanan. Bahkan bisa mengakibatkan cacat akibat mutasi gen.



5) pencemaran air dapatberasal dari limbah pertanian ,jelaskan! Pupuk dan pestisida biasa digunakan para petani untuk merawat tanamannya. Namun pemakaian pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat mencemari air. Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan gulma air yang tidak terkendali ini menimbulkan dampak seperti yang diakibatkan pencemaran oleh deterjen. Limbah pestisida mempunyai aktifitas dalam jangka waktu yang lama dan ketika terbawa aliran air keluar dari daerah pertanian, dapat mematikan hewan yang bukan sasaran seperti ikan, udang dan hewan air lainnya. Pestisida mempunyai sifat relatif tidak larut dalam air, tetapi mudah larut dan cenderung konsentrasinya meningkat dalam lemak dan sel-sel tubuh mahluk hidup disebut Biological Amplification, sehingga apabila masuk dalam rantai makanan konsentrasinya makin tinggi dan yang tertinggi adalah pada konsumen puncak. Contohnya ketika di dalam tubuh ikan kadarnya 6 ppm, di dalam tubuh burung pemakan ikan kadarnya naik menjadi 100 ppm dan akan meningkat terus sampai konsumen puncak.



Skip to content  



Home About



avengedsevendfive A FINE WORDPRESS.COM SITE



Analisa DO dan BOD Posted on May 13, 2013 by avengedsevendfive Standard



1.



PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Tidak berbeda dengan manusia dan mahluk hidup lainnya yang ada di darat, yang juga memerlukan oksigen dari udara agar tetap dapat bertahan. Air yang tidak mengandung oksigen tidak dapat memberikan kehidupan bagi mikroorganisme, ikan dan hewan air lainnya. Oksigen yang terlarut di dalam air sangat penting artinya bagi kehidupan di perairan tersebut (Salmin, 2005). Tanaman yang ada di dalam air, dengan bantuan sinar matahari, melakukan fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis ini akan larut di dalam air. Selain dari itu, oksigen yang ada di udara dapat juga masuk ke dalam air melalui proses difusi yag secara lambat menembus permukaan air. Selain dari itu, suhu air juga mempengaruhi konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air. Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air ( Tjatoer Welasih,2008). Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar, kandungan oksigennya sangat rendah. Hal itu karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap . Selain dari itu, bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam



air organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya (Agnes Anita, 2005). Untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi di perairan maka dilakukan penelitian dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menguji COD dan BOD yang ada dalam perairan tersebut.



1.2 Rumusan Masalah BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme. Sedangkan COD singkatan dari Chemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air. Dalam perairan di berbagai daerah terdapat perbedaan tingkat BOD dan COD. Tingkat kandungan oksigen yang terlarut tersebut mempengaruhi jumlah organisme yang hidup pada daerah tersebut. Jika oksigen yang terlarut terlalu banyak maka menyebabkan dampak negative terhadap perairan dan organismenya, begitu juga jika oksigennya juga terlalu sedikit.



1.3 Tujuan Memberikan pemahaman cara pengukuran, fungsi dari BOD dan COD serta aplikasinya dimata kuliah Biogeokimia khususnya.



1.4 Manfaat 1. Dapat mengetahui pengertian dari BOD dan COD, serta peranannya di lingkungan. 2. Dapat mengetahui dampak atau bahaya yang ditimbulkan jika terjadi kelimpahan atau kekurangan BOD dan COD di perairan. 3. Dengan penelitian yang dilakukan maka dapat mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi di perairan.



2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses mikrobiologis yang benar -benar terjadi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (Agnes



Anita, 2005). BOD sebagai ukuran jumlah oksigen terlarut yang digunakan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik yang terkandung dalam perairan. Sedangkan COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Agnes Anita, 2005). Dengan kata lain COD merupakan jumlah oksigen terlarut yang digunakan untuk mengurai bahan organik yang terkandung dalam perairan. 2.2 Kelimpahan Tinggi rendahnya pencemaran pada suatu perairan sangat mempengaruhi kadar oksigen pada saat pemecahan bahan organik. Jika DO diatas 5ppm dan BOD antara 0-10 maka tingkat pencemarannya rendah. Jika DO antara 0-5ppm dan BOD antara 10-20 maka tingkat pencemarannya sedang. Dan jika DO 0ppm dan BOD 25 maka tingkat pencemarannya tinggi. Kelimpahan di suatu perairan bergantung pada pencemaran yang terjadi oleh zat organik, selama proses oksidasi bakteri menghabiskan oksigen terlarut dan mengakibatkan ikan mati (Wirosarjono, 1974)



2.3 Peranan BOD dan COD mempunyai peranan penting dalam perairan, yaitu sebagai parameter penentuan kualitas suatu perairan, apakah perairan tersebut tercemar atau tidak. Selain itu, kandungan BOD dan COD dalam air dapat membantu mikroorganisme dalam mengurai bahan-bahan organik di perairan. Selain itu, Oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik (Salmin, 2005).



2.4 Manfaat Oksigen terlarut dalam perairan bermanfaat untuk pernapasan organism dalam perairan dan proses metabolism atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energy untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. oksigen di manfaatkan oleh ikan guna untuk pembakaran untuk menhasilkan aktivitas,pertumbuhan , reproduksi dll.



2.5 Bahayanya Semakin banyak bahan organic dalam air, maka semakin besar BODnya sedangkan DO akan semakin rendah. Air yang bersih adalah jika tingkat DOnya tinggi, sedangkan BOD dan zat padat terlarutnya rendah. Apabila kadar oksigen terlarut berkurang mengakibatkan hewan-hewan yang menempati perairan tersebut akan mati. Dan jika kadar BOD dan COD meningkat menyebabkan perairan menjadi tercemar (Hilda Zulkifli, 2009).



2.6 Standart Baku Mutu Standart Baku Mutu adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya. Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan.Standart baku mutu berfungsi untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar (SK Gubernur Jatim, 2002).



2.7 Alat Ukur Alat Ukur adalat perangkat untuk menentukan nilai atau besaran dari suatu kuantitas atau variabel fisis. Pada umumnya alat ukur dasar terbagi menjadi dua, yaitu alat ukur analog dan digital. Ada dua sistem pengukuran yaitu sistem analog dan sistem digital. Alat ukur analog memberikan hasil ukuran yang bernilai kontinyu, misalnya penunjukkan temperatur yang ditunjukkan oleh skala, petunjuk jarum pada skala meter, atau penunjukan skala elektronik. Alat ukur digital memberikan hasil pengukuran yang bernilai diskrit. Hasil pengukuran tegangan atau arus dari meter digital merupakan sebuah nilai dengan jumlah digit terterntu yang ditunjukkan pada panel display-nya (Purwanti, 2009).



3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura pada tanggal 8 Mei 2013. Sedangkan perairan yang digunakan sebagai tempat pengambilan sampel adalah di Desa Di’iring Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan pada tanggal 4 Mei 2013 pukul 08:20.



3.2 Alat dan Bahan 3.2.1



Alat



Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah: 1. Inkubator 2. Reaktor COD 3. Filterfotometer 4. Botol BOD dan Isotop



5. Botol Winkler 6. Pipet 1 ml 7. Erlenmeyer 250 ml 8. Buret 25 ml dan penyangga



3.2.2



Bahan



Adapun bahan yang digunakan adalah: 1. Larutan COD 2. MnSO4 3. Alkali-Ioda (KI) 4. Asam Sulfat (H2SO4) 5. Natrium Thiosulfat (Na2S2O3) 6. Tissu 7. Aquades



3.3 Fungsi Alat 1. Inkubator berfungsi untuk mengkondisikan lingkungan tempat perkembang biakan mikroba. 2. Reaktor COD berfungsi untuk menganalisis kandungan oksigen dalam air 3. Filterfotometer berfungsi untuk analisa kuantitatif, dimana dilakukan pengukuran serapan atau cuplikan atau lebih pada satu pita panjang gelombang saja (biasanya pada panjang gelombang dengan absorban maksimum). 4. Botol BOD dan Isotop berfungsi Mengukur tingkat respirasi 5. Botol Winkler berfungsi untuk pemeriksaan kimia air 6. Pipet 1 ml berfungsi untuk mengambil cairan dalam jumlah tertentu maupun takaran bebas. 7. Erlenmeyer 250 ml berfungsi Menampung titran (larutan yang dititrasi) pada proses titrasi 8. Buret 25 ml dan penyangga berfungsi Untuk mengeluarkan larutan dengan volume tertentu, biasanya digunakan untuk titrasi.



3.4 Prosedur Analisa (di modul)



4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil (di modul)



4.2 Pembahasan Oksigen sangat dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan dan proses metabolisme. Dalam perairan oksigen berperan dalam proses oksidasi den reduksi bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrien yang sangat dibutuhkan organisme perairan. Sumber utama oksigen diperairan berasal dari proses difusi udara bebas dan hasil proses fotosintesis. Untuk mengetahui kualitas suatu perairan, parameter oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biokimia (BOD) memegang peranan penting. Prinsip penentuannya bisa dilakukan dengan cara titrasi iodometri atau langsung dengan alat DO meter. Oksigen terlarut dalam perairan mempunyai manfaat untuk proses pernapasan organisme dan proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energy untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Semakin banyak bahan organik dalam air maka semakin kecil oksigen terlarutnya namun semakin besar BODnya, begitupun juga sebaliknya. Dalam penelitian yang dilakukan di Desa Di’iring Kecamatan Socah ini, didapatkan jumlah DO sebesar 0,44. Dan setelah didiamkan selama 5hari, sampel di reaksikan dengan beberapa larutan misalnya penambahan 1ml MnSO4, 1ml KI, 1ml H2SO4 kemudian dititrasi dan didapatkan hasil dari perhitungan DOnya yaitu 0,52 dengan volume titran yang dipakai 26ml. Kemudian menghitung BODnya dengan mengurangi antara DO yang didapatkan di lapang dan di laboratorium kemudian dikali 5, didapatkan hasil -0,4. Hasil BOD yang didapatkan adalah -0,4, hal ini karena adanya kesalahan pada saat titrasi. Volume yang digunakan berlebihan dan keteledoran pentitrasi. DO di perairan yang diteliti adalah 0,44 maka tingkat pencemarannya sedang. Selain itu, rendahnya oksigen terlarut di perairan daerah Desa Di’iring diduga karena banyaknya bahan organik yang masuk di perairan tersebut, sehingga perlu banyak oksigen untuk menguraikannya. Hasil yang lain yang didapat adalah pH 7, hal ini karena perairan tersebut menjadi tempat akhir dari aliran sungai.



1. PENUTUP



5.1 Kesimpulan



Oksigen sangat penting artinya bagi kehidupan, misalnya oksigen terlarut yang terdapat pada suatu perairan. Hali itu digunakan oleh organism contohnya ikan untuk tumbuh dan berkembang biak. Untuk mengetahui tingkat pencemaran di suatu perairan, maka dilakukan penelitian yang mengukur besarnya jumlah oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biokimia (BOD). Dari penelitian yang dilakukan di Desa Di’iring Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan didapatkan jumlah DO sebesar 0,44mg/l. Dan setelah dilakukan penelitian di laboratorium dengan menunggu selama 5hari dari pengambilan sampel maka didapatkan jumlah DO sebesar 0,52mg/l , sedangkan untuk BODnya sebesar -0,4. Dengan jumlah BOD yang didapatkan tersebut, ada terjadi kesalahan saat melakukan titrasi, volume yang dipakai terlalu berlebihan. Namun jika dilihat dari DOnya maka perairan tersebut tingkat pencemarannya sedang, hal itu diduga karena perairan tersebut sebagai tempat akhir dari aliran sungai atau dekat dengan sungai.



5.2 Saran 1. Untuk memperoleh hasil yang diharapkan atau meminimalkan kterjadinya kesalahan sebaiknya penelitian dilakukan secara lebih teliti dan hati-hati. 2. Pada saat praktikum lapang dan praktikum lab sebaiknya tidak bercanda atau praktikum berjalan dengan serius namun santai.



DAFTAR PUSTAKA



Anita, Agnes. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, dan MPN Coliform Pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan Di Rsud Nganjuk. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2(1): 97110.



Purwanti. 2009. Alat dan Bahan Kimia dalam Laboratorium IPA. Yogyakarta: SMPN 3 Gamping



Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan.Oseana. 30(3): 21-26.



Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 45. 2002. Baku Mutu Limbah Cair Bagi industri atau kegiatan usaha Lainnya di Jawa Timur. Jawa Timur.



Sutimin. 2006. Model Matematika Konsentrasi Oksigen Terlarut Pada Ekosistem Perairan Danau. Jurnal Lingkungan . 1(1):1-5.



Welasih, Tjatoer. 2008. Penurunan Bod Dan Cod Limbah Industri Kertas Dengan Air Laut Sebagai Koagulan. Jurnal Rekayasa Perencanaan. 4(2): 1-13.



WIROSARJONO, S. 1974. Masalah-masalah yang dihadapi dalam penyusunan kriteria kualitas air guna berbagai peruntukan. PPMKL-DKI Jaya, Seminar Pengelolaan Sumber Daya Air. , eds. Lembaga Ekologi UNPAD. Bandung, 27 – 29 Maret 1974, hal 9 – 15



Zulkifli, Hilda. 2009. Status Kualitas Sungai Musi Bagian Hilir Ditinjau Dari Komunitas Fitoplankton. Berkala Penelitian Hayati. Facebook1



Leave a Reply