P1337420820003 - Arna Sulistiana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEORI TRANSCULTURAL PADA BUDAYA PAPUA



OLEH



ARNA SULISTIANA P1337420820003



Tugas Mata Kuliah



:



Teori Keperawatan



Dosen



:



Dr. Sudirman BN., MN



PROGRAM PASCASARJANA PRODI MAGISTER TERAPAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG 2020/2021



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI............................................................................................................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................................... 2 2.1 Konsep Keperawatan Transkultural .............................................................................................. 2 2.2 Paradigma Keperawatan Transkultural Leininger ........................................................................ 3 2.3 Proses Keperawatan Transkultural................................................................................................ 4 2.4 Penelitian Terkait Teori Transkultural pada Budaya Papua ......................................................... 9 BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 11 3.1 Pengkajian ................................................................................................................................... 11 3.2 Diagnosa ..................................................................................................................................... 13 3.3 Intervensi..................................................................................................................................... 13 3.4 Evaluasi ....................................................................................................................................... 14 BAB IV PENUTUP .............................................................................................................................. 15 Kesimpulan ....................................................................................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 16



i



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Teori Keperawatan tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak. Penulisan makalah berjudul “Teori Transcultural Pada Budaya Papua”. Kami berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi pihak yang tertarik pada teori-teori keperawatan. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian pembahasan. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf. Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah Teori Keperawatan ini dapat bermanfaat. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh



19 September 2020



Penulis



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Hasil dari IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) 2018 diketahui Provinsi Bali menempati peringkat tertinggi IPKM, sementara peringkat terendahnya adalah Provinsi Papua. Kesenjangan pada tahun 2018 terlihat lebar di Provinsi Papua. Hal ini harus menjadi perhatian karena selama periode lima tahun, Provinsi Papua tidak mengalami peningkatan bahkan kesenjangannya masih lebar. Orang Papua berdasarkan kajian-kajian etnografi mempunyai keanekaragaman



kebudayaan



yang



terdiri



dari



berbagai



suku



bangsa.



Keanekaragaman ini juga melukiskan adanya perbedaan terhadap pandangan serta pengetahuan tentang Kesehatan. Kalau dilihat kebudayaan sebagai pedoman dalam berperilaku setiap individu dalam kehidupannya, tentu dalam kesehatan orang Papua mempunyai seperangkat



pengetahuan yang berhubungan



dengan masalah kesehatan



berdasarkan perspektif masing-masing suku bangsa. Keanekaragaman dalam kebudayaan baik dalam unsur mata pencaharian, ekologi, kepercayaan/religi, organisasi sosial, dan lainnya secara langsung memberikan pengaruh terhadap kesehatan para warganya. Dengan demikian secara kongkrit orang Papua mempunyai seperangkat pengetahuan berdasarkan kebudayaan mereka masingmasing dalam menanggapi masalah kesehatan. (Dumatubun, 2002) Berdasarkan latar belakang tersebut saya tertarik untuk menganalisa teori transkultural pada model keperawatan berbasis budaya di Papua. 1.2 Tujuan Mahasiswa mampu untuk menganalisa teori transkultural pada model keperawatan berbasis budaya di Papua.



1



BAB II TINJAUAN TEORI



2.1 Konsep Keperawatan Transkultural Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan Tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya. (Iskandar, 2015) a. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan. b. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan. c. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).



1



2



d. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. e. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. f. Ras



adalah



perbedaan



macam-macam



manusia



didasarkan



pada



mendiskreditkan asal muasal manusia. g. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya. h. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia. i. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia. j. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai. k. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.



2



3



2.2 Paradigma Keperawatan Transtuktural Leininger Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995). a. Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan



pilihan.



kecenderungan untuk



Menurut



Leininger



(1984)



manusia



memiliki



mempertahankan budayanya pada setiap saat



dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995). b. Sehat Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995). c. Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan



4



simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan. d. Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi /negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991). Strategi yang digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan menurut Leininger (1991) antara lain dengan cara : 1) Cara I : Mempertahankan budaya dilakukan apabila budaya yang dianut individu



tidak



bertentangan



dengan



kesehatan.



Perencanaan



dan



implementasi keperawatan diberikan sesuai nilai-nilai yang relevan sehingga indivisu dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya. Misalnya budayan minum air putih setiap bangun tidur. 2) Cara II : Negosiasi budaya dilakukan untuk membantu individu beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu individu untuk dapat memeilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatann kesehatan, misal pada pasien setelah operasi yang pantang makan makanan yang berbau amis, maka dapat diganti dengan memakan sumber protein hewani lain seperti putih telur. 3) Cara III : Restrukturisasi budaya atau mengubah budaya individu, dilakukan bila budaya yang dianut merugikan bagi kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup pasien yang tidak baik menjadi baik seperti budaya merokok. (Putri, 2016)



2.3 Proses Keperawatan Transkultural Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari



4



5



terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).



Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.



6



a. Pengkajian Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada ”Sunrise Model” yaitu : 1) Faktor Teknologi (tecnological factors) Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat



penawaran



menyelesaikan



masalah



dalam



pelayanan



kesehatan. 2) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors) Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. 3) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors) Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga. 4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. 5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku. Kebijakan dan peraturan yang berlaku merupakan segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya berhubungan dengan kehadiran negara melalui peraturan perundangan yang menjadi dasar pelaksanaan pelayanan. 6) Faktor ekonomi (economical factors)



6



7



Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. 7) Faktor pendidikan (educational factors) Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. b. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. c. Intervensi (Perencanaan dan Pelaksanaan) Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. 1) Cultural care preservation/maintenance a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi. b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien



8



c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat 2) Cultural careaccomodation/negotiation a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik 3) Cultual care repartening/reconstruction a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok c) Gunakan pihak ketiga bila perlu d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua e) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan Perawat dan klien harus mncoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik. d. Evaluasi Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.



8



9



2.4 Penelitian terkait Teori Transkultural pada Budaya Papua Persepsi masyarakat terhadap penyakit bergantung pada budaya yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi sebab, kejadian, dan proses penyembuhan penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat. Hal itu turun temurun satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas. Keluasan warisan luluhur berupa pandangan terhadap penyakit ini disebabkan mobilisasi massa dari satu daerah ke daerah lain. Individu dari golongan tertentu akan membawa pengetahuan dari tanah kelahirannya kemana pun ia menjejakkan kaki. Selain itu mereka memiliki keyakinan yang kuat bahwa hal-hal tradisional yang dia pakai adalah penyembuh. kutukan dari penguasa hutan lebat di sekitar rawa tempat mereka memperoleh sagu. Pelanggaran berupa menebang pohon, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain- lain akan diganjar hukuman penyakit dengan gejala demam tinggi menggigil dan muntah. Cara menyembuhkan penyakit itu dengan meminta ampun kepada penguasa hutan. Kemudian pasien memetik daun pohon tertentu untuk dibuat ramuan kemudian di minum dan dioleskan kesepuruh tubuh penderita. Dalam waktu beberaa hari, penyakit itu sembuh. Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Persepsi, keyakinan, dan optimisme justru lebih mujarap dari pada obat. Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua. Mereka menganggap malaria adalah sebuah kutukan dari penguasa hutan lebat di sekitar rawa tempat mereka memperoleh sagu. Pelanggaran berupa menebang pohon, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain- lain akan diganjar hukuman penyakit



dengan



gejala



demam



tinggi



menggigil



dan



muntah.



Cara



menyembuhkan penyakit itu dengan meminta ampun kepada penguasa hutan. Kemudian pasien memetik daun pohon tertentu untuk dibuat ramuan kemudian di minum dan dioleskan kesepuruh tubuh penderita. Dalam waktu beberaa hari, penyakit itu sembuh. Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun.



10



Teka-teki kasus kematian balita di suku asmat kabupaten Nduga, Papua menemui titik terang. Kementrian Kesehatan telah mengantongi penyebab kematian puluhan anak disana. Mentri kesehatan Nila Moeloek menjelaskan, tim kesehatan yang dikirim olehnya sudah melakukan uji laboratorium. Hasilnya, kematian negatife akibat injeksi virus. Dia juga menyebutkan, ini bukan wabah seperti yang dikhawatirkan. hasilnya justru positif diferi dan pertussis, yang kemudian memicu pneumonia, ungkapnya di Jakarta kemarin (11/12). Difteri adalah radang tenggorokan yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian anak hanya dalam beberapa hari saja. Sementara, pertusis merupakan penyakit radang pernapasan (paru) yang disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari. gejala penyakit ini sangat khas, yakni batuk yang bertahap, panjang dan lama disertai bunyi whop dan diakhiri dengan muntah. Mata menjadi bengkak dan penderita dapat meninggal karena kesulitan bernafas. Gejala tersebut pun memiliki kesamaan dengan yang diderita oleh anak-anak di sana. Menteri kesehatan Nila Moeloek mengatakan, penyakit ini terjadi lantaran kesadaran pola hidup bersih di sana yang masih rendah. Dari laporan tim yang diterima olehnya, masyarakat tinggal di rumah Honai dengan kapasitas tidak pas. Rumah ukuran lima sampai tujuh meter persegi dihuni oleh 8-10 orang, dan rumah itu tanpa disertai fentilasi udara. “Lalu, di sana itu kan perubahan suhu udara antara siang dan malam sangat drastis. Saat malam, dingin, mereka menyalakan api di dalam. bayi yang tidak tahan dan meninggal, tuturnya. Bukan hanya itu, sanitasi di sana juga masih buruk. Tidak ada air bersih yang dapat ditemui. Kondisi itu diperparah dengan kebiasaan langsung konsumsi air tersebut oleh masyarakat setempat. Hal ini pun yang menyebabkan penyakit mudah menyerang. Dari penelitian terakhir, jumlah korban meninggal akibat difteri diketahui bertambah menjadi 38 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 35 anak-anak dan 3 orang dewasa. Semula, jumlah korban meninggal sebanyak 31 orang yang keseluruhannya anak balita. Angka tersebut merupakan akumulasi dari kematian dari beberapa bulan sebelumnya. (Sumber : Kemenkes ungkap penyebab kematian anak di Papua. diakses tanggal 13 Maret 2018.www.detik.com) (Rifky et al., 2018)



10



BAB III PEMBAHASAN



3.1 Pengkajian Pengkajian Transcultural Nursing didasari pada 7 komponen yang terdapat pada “Sunrise Model”, yaitu: a. Faktor Teknologi (Technologi "actors) Kelengkapan sangat berpengaruh dalam memberikan pelayanan kesehatan. Fasilitas juga menentukan beban kerja seorang



petugas



kesehatan



dalam



memberikan



pelayanan



kesehatan.



Ketersediaan Fasilitas dan sarana kesehatan menjadi salah satu faktor yang dapat mendorong atau memotifasi masyarakat untuk melakukan upaya pengobatan. Namun lain halnya dengan masyarakat Nduga, mereka belum merasakan teknologi yang Canggih karena dalam kehidupan sehari-hari mereka masih mengandalkan alam. b. Faktor Agama dan Falsafah Hidup (Religious and Philosophical Factors) Keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Papua dan dalam hal kerukunan antar umat beragama di sana dapat dijadikan contoh bagi daerah lain, mayoritas penduduknya beraga Kristen. Mereka memainkan peran penting dalam membantu masyarakat, baik melalui sekolah misionaris, balai pengobatan maupun pendidikan langsung dalam bidang pertanian, pengajaran bahasa Indonesia maupun pengetahuan praktis lainnya c. Faktor Sosial dan Keterikatan Keluarga ( Kinship and Social Factors) Umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem kekerabatan dengan menganut garis keturunan ayah (patrilinea). Budaya setempat berasal dari Melanesia. Masyarakat penduduk asli Papua cenderung menggunakan bahasa daerah yang sangat dipengaruhi oleh alam laut, hutan dan pegunungan. d. Nilai-nilai Budaya dan Gaya Hidup (Cultural value and & Life Ways) Masyarakat Nduga Papua memiliki gaya hidup yang unik yaitu mereka membangun rumah bernama honai dimana rumah tersebut tidak di perbolehkan memiliki ventilasi khususnya untuk honai perempuan. Ukuran rumah honai



11



12



rata- rata 5-7 meter persegi dengan tinggi 2,5 meter. Mengakibatkan kumankuman berkembang biak dengan cepat karena tidak adanya ventilasi yang memadai. Rumah honai dalam satu bangunan digunakan untuk tempat beristirahat (tidur), bangunan lainnya untuk tempat makan bersama, dan bangunan ketiga untuk kandang ternak babi. Babi hidup bersama dengan manusia di dalam rumah dan diperlakukan sebagai bagian dari keluarga. Babi menjadi lambang kemakmuran dan prestise bagi masyarakat Nduga. Kabupaten Nduga sangat luas dengan jumlah 32 distrik dan 248 kampung. Akses yang ditempuh cukup sulit dan masih terisolir, menyebbkan fasilitas kesehatan di kabupaten Nduga sangatlah minim. Dalam satu kabupaten hanya ada satu rumah sakit tipe D dengan jarak tempuh yang cukup jauh. Sehingga dalam pengobatan, masyarakat Ndago masih mengandalkan ramuan yang di racik sendiri. e. Faktor Kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political and Legal Factors) Masyarakat Papua tepatnya di Kabupaten Ndago memiliki tradisi terkait rumah honai yang mereka huni. Rumah honai tersebut tidak hanya digunakan untuk tempat tinggal mereka namun rumah honai selain sebagai tempat tinggal juga mempunyai fungsi lainnya seperti tempat penyimpanan alat-alat perang dan berburu, juga sebagai tempat melatih anak lelaki agar bisa menjadi orang yang kuat waktu dewasanya nanti dan berguna bagi sukunya. f. Faktor ekonomi ( Economical Factors) Pendapatan merupakan salah satu faktor yang memberikan konstribusi terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Tingkat pendapatan masyarakat Papua, apabila dirata-ratakan sampai ditingkatan terbawah hingga ke wilayah pedesaan, pedalaman maupun perkampungan masuk pada kategori yang sangat rendah menyebabkan tidak meratanya akses kesehatan yang juga masih sangat jarang ada di Kabupaten Ndago Papua. Menghidupan sehari-hari masyarakat Nduga diperoleh dari hasil perladangan, perburuan, dan pemeliharaan babi. Mata pencaharian masyarakat Nduga adalah petani ubi, peternak babi, dan keladi. Babi digunakan antara lain untuk maskawin dan pembayaran denda atau karena sebab perang.



13



g. Faktor pendidikan (Educational Factors) Selama ini, tingkat pendidikan rakyat Papua masih terbilang rendah. Hal ini bisa dilihat dari tingkat partisipasi murni pendidikannya. Artinya, 50 persen lebih anak-anak usia sekolah tidak mendapatkan pendidikan di sekolah. Terutama, di kampung-kampung pedalaman. Faktor mahalnya biaya dan jauhnya sekolah menjadi kendala. Namun, faktor utamanya adalah kurangnya guru (berkualitas) untuk mendidik anak-anak usia sekolah mendapatkan pendidikan layak. Akibat pendidikan mereka yang rendah,



pengetahuan



tentang kesehatan



merekapun



juga rendah.



Merekapun tidak bisa berkembang. Mereka tidak mengerti apa yang telah dilakukan mereka itu kurang benar. Anggapan mereka tentang pemberian ventilasi pada rumah juga masih sangat kurang dan keterikatan adat yang kental menjadikan mereka patuh terhadap keadaan rumah mereka yg tidak berventilasi.



3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan dari kasus yang ditemui adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Dalam kasus ini, kami menggunakan diagnosa keperawatan komunitas yang diperoleh dari analisa data. Dari analisa data di dapatkan masalah dan etiologi yang selanjutnya di tarik diagnose keperawatan komunitas.



3.3 Intervensi Keperawatan Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu 8 mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang



14



dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. Dalam kasus ini kami membuat secara ringkas intervensi keperawatan yang dikemas dalam planning of action yang menjadi ciri khas dalam pemberian intervensi keperawatan komunitas. Dalam planning of action tersebut kami mengambil intervensi keperawatan transkultural yaitu merubah budaya masyarakat saat budaya rumah honai bertentangan dengan kesehatan



3.4 Evaluasi Keperawatan Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan untuk menilai keberhasilan masyarakat tentang pemahaman intervensi yang telah diberikan.



15



BAB IV PENUTUP



Kesimpulan a. Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang difokuskan kepada individu dan atau kelompok untuk mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. b. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mempetimbangkan aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual. Dalam keperawatan transkultural ini bisa di ambil kesimpulan bahwa perawat tidak bisa memaksakan intervensi tanpa mempertimbangkan aspek budaya yang berlaku.



DAFTAR PUSTAKA Dumatubun, A. E. (2002). Kebudayaan , Kesehatan Orang Papua Dalam Perspektif Antropologi Kesehatan [Culture, Health Papua’s People in Health Antrophology Perspective]. Antropologi Papua, 1(1), 1–20. Iskandar, R. (2015). APLIKASI TEORI TRANSCULTURAL NURSING DALAM PROSES KEPERAWATAN. Putri, D. M. P. (2016). Buku Keperawatan Transkultural Pengetahuan dan Praktik Berdasarkan Budaya (1st ed.). Pustaka Baru Press. http://repository.akperykyjogja.ac.id/102/1/Buku Keperawatan Transkultural Lengkap.pdf Rifky, M., Trisnawati, E., Nuvitasari, N., Illahi, D., & Karnita, ayuhda eka. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL DENGAN KASUS DIFTERI SUKU ASMAT KABUPATEN NDUGA – PAPUA. blob:https://feismo.com/b679295e-0068-421f-9e3d-ca00c408548d https://dinkespapuabarat.wordpress.com/2019/07/17/ipkm-2018-papua-barat-naiktetapi-turun/ - diaskes pada 19 September 2020, 10:01 WITA https://www.kemkes.go.id/article/view/19071600001/menkes-launching-indekspembangunan-kesehatan-masyarakat.html - diaskes pada 19 September 2020, 10:05 WITA



16