Pahlawan Dari Tana Luwu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

pAHLAWAN DARI TANA LUWU



Penerbit : Divisi Pendidikan dan Kebudayaan



KATA PENGANTAR “HANYA BANGSA YANG MAMPU MENGHARGAI JASA PARA PAHLAWANNYA MENJADI BANGSA YANG BESAR” Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat hidayah-nyalah sehingga kita senantiasa diberi kemampuan dan kekuatan lahir dan batin dan menjalankan segala aktivitas kita. Sebagai generasi penerus perjuangan para pahlawan kita, khususnya Pahlawan dari Tana Luwu, maka seharusnya kita tetap berkarya, berjuang serta melestarikan semangat dan nilai-niali luhur yang telah mereka titipkan kepada kita semua. Andi jhemma, adalah sosok Datu atau Raja yang begitu kharismatik dan selalu mengutamakan kepengtingan rakyatnya dari pada kepengtingan pribadi. Terbukti beliau rela meninggalkan Istana Kedatuan Luwu untuk berjuang mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. “Pantang mundur terus berjuang” merupakan semboyang Opu Daeng Risadju dalam memimpin dari Tana Luwu sebelum dan sesudah kemerdekaan. Hal ini melambangkan seorang wanita yang tangguh, berani dan rela berkorban demi membela tanah air dan tak sedikitpun rasa getar apaalagi mundur sebelum meraih kemerdekaan. Begitu pula dengan sosok Pemuda Luwu, Andi tenriadjaeng merupakan pahlawan yang tak kenal meyerah atau mundur dalam setiap pertempuran. Hal itu terbukti ketika pasukan KNIL menggeladah rumah peduduk dan memasuki serta mengotori bahkan merobek-robek Al-Qur’an di Masjid bua beliaulah yang pertama kali melalakukan reaksi keras atas kebiadaban tersebut. “Saya Rela Mati Demi Perjuangan Bangsa Indonesia “ . Pernyataan ini merupakan bukti ynata semangat nasionalisme Andi Tenriadjeng yang rela mengorbanankan jiwa dan raganya demi perjuangan mempertahan kemerdekaan RepublikI Indonesia, termasuk para Pahlawan lainnya.



Penulis : ASRIANA HAMID



BAB I PERJUANGAN SRIKANDI INDONESIA DARI TIMUR “OPU DAENG RISADJU”



Latar Belakang kehidupan Opu Daeng Risadju yang semasa kecilnya sering disebut Famajjah yang lahir tepatnya tahun 1880 di Palopo. Beliau berasal dari keturunan raja-raja “Tellumpoccoe Maraja” atau tiga kerajaan besar di Sulawesi selatan yaitu luwu, gowa dan bone. Kedua orang tuanya bernama opu daeng mawellu dan Abdullah to baresseng. Opu Daeng Mawellu adalah anak dari Opu Daeng Mallongi, sedangkan Opu Daeng Mallongi ini adalah anak dari Petta Puji. Petta puji adalah anak dari Makkasau Petta I kera yang merupakan Raja Bone XXII la Temmasonge Matinroe ri Mallimongeng. Raja Bone memerintahkan dari tahun 17449-1775 dan keturunan dari Bau Habibah puteri Syek Yusuf Tuanta Salamaka ri Gowa. La Temmasonge Matinroe ri Malimongeng adalah Putera Raja Bone ke XVI yang bernama La Patau Matana Tikka Matinroe ri Nagaleng. Masa pemerintahannya dari tahun 1696 sampai dengan 1714.dengan demikian jelas bahwa Opu Daeng Risadju adalah keturunan dari rajaraja Tellumpoccoe Maraja di Sulawesi Selatan yaitu Luwu, Gowa dan Bone dengan strata social masyarakaat paling atas. Gelar Opu Daeng Risadju bagi masyarakat luwu adalah merupakan identifikasi golongan bangsawan, sebagaimana halnya yang diberikan kepada pemangku adat. Pada hakekatnya gelar opu tidak hanya diberikan kepada semua anak bangsawan tinggi setelah menikah.opu daeng risadju strata sosialnya tergolong bangsawan tinggi. Opu Daeng Risadju sebagai seorang puteri bangsawan dari tana luwu ini sudah menjadi tradisi diajarkan tentang tutrur sapa, tingkah laku dan tata cara bergaul yang benar-benar penuh makna nilai-nilai budaya luwu sebagai anak bangsawan. Hal yang seperti itu disalurkan melalui nasehat, pesan-pesan, cerita dongeng dari orang tua atau iang pengasuh bahkan diajarkan pula petunjuk dan jiwa kepemimpinan yang senantiasa menampilkan keluhuran budi yang mampu memupuk simpatik orang banyak. Dalam berjuang pun semangat dan jati diri Opu Daeng Risadju selalu mengutamakan kepentingan pribadinya sebagaimana ungkapan berikut ini: “Rillebbiremmui Ittello Maegae Naiya Ittolle Sibatue” ungkapan tersebut member makna lebih mengutamakan kepentingan pribadi. Hal ni menggarbarkan betapa kecintaan opu daeng risadju terhadap masyarakat terutama dalam berjuang untuk keluar dari kesengsaraan dan penderitaan di bawah kekuasaan Belanda. Opu Daeng Risadju adalah gadis hitam manis yang linccah dan berwajah serius, nammun beliau tidak pernah kesunyian hari-harinya penuh dengan kesibukan belajar mengaji di sabbangparu sampai beliau tammat 30 juz Al-Qur’an. Opu Daeng Risadjudalam perjuangannya selalu dihiasi oleh ajaran dasar agama islam, sehingga tidak salah bila beliau fasih dalam tulisan arab dan huruf lontara di banding huruf latin.



Setelah memasuki usia dewasa Famajjah (nama kecil beliau) maka dinikahkanlah dengan seorang ulama dari Bone yakni H. Muhammad Daud, kemudian nama Famaajjah dengan gelar bangsawannya Opu Daeng Risadju, sesuai dengan tradisi masyarakat luwu apabila telah memasuki era baru dalam kehidupannya.dengan kerja sama dan bantuan suaminya maka pengetahuan beliau semakin baik dan memiliki kesempatan luas untuk lebih mendalamnya secara teratur dan terus-menerus. Pada akhirnya, Opu Daeng Risadju bukan hanya memiliki pengetaahuan yang mendalam tentang keislaman, melainkan juga lebih memahami dan menghayati ajaran AlQur’an.



Kedudukan Opu Daeng Risadju Didalam kehidupan bermasyarakat di kenal adanya Sistem Status Sosial masyarakat yang merupakan suatu system hirarki. Adanya system tersebut masyarakat mengenal perbedaan-perbedaan dan kedudukan seseorang sebagai pendukung yang diperoleh ari masyarakatnya. Dalam wilayah Sulawesi Selatan pada hakekaatnya pelapisan social atau lazim dikenal sebagai suatu system hirarki yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dengan adanya pelapisan atau tingkatan masyarakat tersebut dapat dibedakan antara keturunan bangsawan atau keturunan Raja-raja dengan golongan rakyat biasa. Dengan demikian untuk menelusuri status dan kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat dengan sendirinya akan bertolak pada silsilah keturunannya dari nama sesoarang tersebut lahir. Hal ini juga terjadi dalam kehidupan masyarakat luwu, terdapat perbedaan golongan seperti golongan kaum bangsawan atau keturunan rajaraja Tomaradeka dan Hamba Sahaya. .Dengan perbedaan kedudukan ini menjadi dasar penentuan dalam pengangkatan dan pergantian seorang Raja di Tana Luwu. “Dari darah dewa itulah terbentuk masyarakat yang bertingkat-tingkat karena derajat kebangsawaan seseoarang ditentukan menurut proporsi darah dewa yang mengalir dalam tubuhnya bercampur dengan darah manusia biasa”. Berkaitan dengan tingkatan atau pelapisan dalam kehidupan masyarakat luwu,maka status dan kedudukan opu daeng risadju dalam masyarakat Tana Luwu merupakan golongan atau tingkatan berdarah biru atau golongan bangsawan. Dengan demikian untuk menulusuri status dan kedudukan Opu Daeng Risadju dalam masyarakat Tana Luwu dengan sendirinya akan bertolak dari silsilah keturunannya yang berasal dari keturunan Tellumpoccoe atau keturunan Tiga Kerajaan Besar di Sulawesi selatan sebagaimana terlijhat pada silsilah keturunan Opu Daeng Risadju.



Bangsawan dan Kepemimpinan di Tana Luwu Menurut H.S Ahimsa (1981:88), pada masyarakat Sulawesi Selatan system hirarki tersebut ditentukan oleh perbedaan control atas keduduakan/status, kekuasaan dasn kekayaan. Hal ini dimaksudkan bahwa pengakuan dari masyarakat atau perorangan kepada seseorang ditentukan oleh adanya perbedaan-perbedaan yang melekat pada diri orang tersebut. Dilihat dari kedudukan, kekuasaan atau kekayaan yang dimiliki sesorang sehingga mampu membawa dirinya kepada pengakuan masyarakat sebagai orang yang disegani dan bahkan dengan perbedaan itu juga dapat mengangkat sesorang untuk menjadi sang pemimpin.



Penetuan ini juga melekat pada diri pribadi Opu Daeng Risadju yang telah mendapat pengakuan masyarakatnya dengan diawali oleh proporsi darah kebangsawanan yang mengalir dalam tubuh beliau. Hal tersebut terlihat disaat opu daeng risadju diangkat sebagai ketua Cabang PSII di Palopo (1930). Beliau dalam menjalankan kepemimpinannya disamping sebagai seorang bangsawan dia juga memliki kelebihan dan kemampuan mengobati cacar dan resep kepintaran yang disebut “Papitajang Ati” (resep kepintaran). Selain itu Opu Daeng Risadju mempunyai tanggung jawab yang tinggi dalam usaha membebaskan rakayt dari penindasan dan penjajahan. Perjuangan inilah yang mengangkat dirinya kepada jenjang orang disegani realisasinya oleh masyarakat Opu Daeng Risadju diangkat sebagai pemimpin mereka. Sosok Opu Daeng Risadju merupakan bangsawan yang memeliki jiwa kepemimpinan yang sangat kharismatitik bagi masyarakat Tana Luwu,mulai dari Luwu Selatan,luwu Utara dan Luwu bagian Timur serta Palopo Ibukota kerajaan luwu.kemampuan dan kepemimpinan yang melekat pada jiwa dan semangat Opu Daeng Risadju terlihat pada usaha dan pengorbanan beliau didalam melakukan berbagai aktivitas perjuangan merintis kemrdakaan Republik Indonesia.



Macam betina dari timur Dalam darah beliau Opu Daeng Risadju telah mengalir tetesan darah perjuangan untuk membelah dan mempertahankan tanah kelahirannya yaitu Bumi Sawerigading pada khususnya dan Republik Indonesia pada umumnya. Dengan demikian berbagai pengorbanan yang telah di berikan beliau terhadap tanah dan semboyan “Pantang Mundur Terus Berjuang” membuat dirinya memperoleh gelar “Macam Betina dari Timur” yang melambangkan Seorang wanita tangguh, berani dan rela berkorban demi kepentingan tanah air dan rakyatnya. Terbukti dengan beberapa kali beliau keluar masuk penjara tetapi dalam dirinya tidak sedikitpun rasa gentar apalagi mundur sebelum Negara Indonesia meraih kemerdekaan. Kobaran api perjuangan beliau dilandasi oleh tiga pilar utama prinsip perjuangan yaitu : berpegang teguh kepada ajaran agama islam, tunduk dan patuh pada ajaran datu “Napusuri datye napumate tau maegae” serta semangat Nasionaalisme yang tinggi. Ajaran agama islam yang teguh dalam diri beliau diperoleh dari orang tuanya yang merupakan keturunan dari Syek Yusuf. Pengetahuan Opu Daeng Risadju semakin mendalam karena didukung oleh suaminya yang bersama-sama menjadi pengurus PSII Cabang Pare-Pare sekitar tahun 1927. Opu Daeng Risadju yang diaaktuaalistik melalui konsep dan nilai-nilai budaya yang sangat tinggi yaitu tunduk dan patuh pada ajaaran datu luwu. Opu Daeng Risadju adalah tokoh wanita dari Indonesia bagian Timur yang benar-benar memiliki jiwa yang tangguh, pantang mundur dan semangat Nasionalisme yang tinggi untuk berjuang demi merintis dan meletakkan dasar kebebasan bagi seluruh rakyat Indonesia yaitu kemerdekaan.



Awal Karier Opu Daeng Risadju Keinginan untuk hidup bebas dari cengkraman kaum penjajah diawal abad ke-XX merupakan cikal bakal lahirnya organisasi yang bergerak dalam bidang politik dan paling menonjol yaitu Sarekat Islam (1911) yang telah didirikan oleh H.Saman Hudi,



seorang pedagang Muslim Kaya dari Surakarta, Jawa Tengah. Serekat Islam merupakan transformasi dari organisasi yang mendahuluinya yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan pada tanggal 11 Novemmber 1911. Unntuk lebih memperluas dan mengembangkan perjuangan, maka pada tanggal 10 September 1912 Sarekat Dagang Islam berubah menjadi Sarekat Islam saat itu H.samanhudi dan HOS Cokrominoto sebagai Komisaris. Dengan demekian tercatat dalam sejarah Opu Daeng Risadju sebagai wanita pertama kali di Indonesia yang menjadi puncak pimpinan Partai Politik yang berazaskan Islam. Pada tahun 1930 beliau menghindari Kongres PSII di Pare-Pare bersama dengan tokoh PSII Pusat dari Batavizaa (Jakarta). Dalam perjalanan karir beliau memimpin PSII di Palopo beliau dibantu oleh seorang kerbatnya yang masih remaja, mudehang yang bertugas sebagai Sekretaris. Kepemimpinan Opu Daeng Risadju dibutuh PSII menjadi unik dan menarik karena dari beberapa wilayah lainnya semuanya dipimpin oleh kaum laki-laki dan bahkan sudah ada yang berpredikat Haji. Kepemimpianan kaum wanita di tubuh PSII ini merupakan tempat yang terhormat karena tempat dan kedudukan sebagai tantangan sekaligus pemacu dirinya untuk terus berkarier. Dilandasi keuletannya, Opu Daeng Risadju dalam meneruskan perjuangan di PSII, beliau melakukan pendekatan-pendekatan kepad keluarga dan sahabatsahabatnya diantaranya: Daeng Manompo, Daeng Malewa, Ahmad Cambang, Beddu, Tjakkuru,dan lain-lain. Mereka adalah orang-orang sederhana dan tingkat pendiddikan yang rendah tetapi mempunyai pendirian yang kokoh dan penuh semangat dalam membantu perjuangan Opu Daeng Risadju untuk menyebar luaskan organisasi PSII sebagaimana dalam waktu yang singkat sudah berdiri beberapa distrik seperti: Bajo, Belopa,Suli, Malangke, Malili, Patampanua, dan sebagainya.



Pasang Surutnya Perjuangan Setelah meengikuti Kongres PSII di Pare-Pare beliau bersama dengan suaminya H.Muhammad Daud kembali ke Palopo untuk mengadakan propagonda dan berhasil mendirikan PSII di Palopo. Dalam kondisi yang penuh semangat Opu Daeng Risadju di bantu oleh sahabatnya dalam menyeebar luaskan ajaran islam melalui partai yang di pimpinnya,di sisi lain pihak belanda berusaha menghalangi perjuangan tersbut. Hal ini terbukti dengan semakin besarnya dukungan dari terhadap pergerakan yang dipimpin oleh Opu Daeng Risadju tersebut kerena selain partai berazaskan Islam juga karena mendapat dukungan besar dari kalangan masayarakat dan pengaruh solidaritas anggota keluarga. Dengan sambutan Rakyat Luwu atas keadiran PSII hingga meluas sampai ke Malangke, daerah yang terletak bagian Utara Palopo. Seiring perkembangan waktu pemuka masyarakat Malangke mengundang Opu Daeng Risdaju untuk mendirikan ranting PSII disana. Berita berdirinya PSII di malangke dsn kehadiran Opu Daeng Risadju di sana terdengar oleh Contrleur Masamba melalui laporan kaki tangan dan mata-matanya . dengan hati yang berang Contoleur Masamba tersebut datang ke Malangke dan menangkap Opu Daeng Risadju bersama kurang lebih 70 Orang Anggota PSII karena dianggap sebagai duri dalam tubuh pemerintahan Kolonial Belanda di Tana Luwu.



Akan tetapi ke esokan Harinya para Anggota PSII tersebut di bebaskan karena mereka tidak bersalah, hanya Opu Daeng Risadju yang di tahan terus di masukkan dalam penjara Masamba selama 13 bulan. Opu Daeng Risadju di adili dengan ketuduha menghasut rakyat atau menyebarkan kebencian di kalangan rakyat untuk membangkan terhadap Pemerintah Belanda. Tindakan dari Kolonial Belanda tersebut atas penahanan Opu Daeng Risadjudimaksudkan untuk mengurangi aksi-aksi atau gerakan perlawanan Opu Daeng Risadjuterhadap Belanda dan menghadang perluasan ajaran PSII. Kenyataan mewujudkan bahwa setelah Opu Daeng Risadju ditangkap, nama beliau semakin terkenal ke seluruh Tana Luwu atau Bumi Sawerigading. Sehingga peristiwa yang menimpa Opu Daeng Risadju tersebut bukanlah suatu alasan untuk melangkah mundur dalam berjuang tetapi malah sebaliknya semakin membuat kondisi politiknya semakin memanas, terutama bagi para pengikut partai yang dipimpinnya



Wanita Pertama Dipenjarakan Belanda Karena Masalah Politik Karena tuduhan menghasut rakyat atau menyebarkan kebencian di kalangan rakyat untuk membangkan terhadap Perintahan Kolonial Belanda menjadikan beliau tahanan wanita pertama di Indonesia karena masalah politik. Tindakan dan hukuman dari Pemeritah Kolonial Belanda tersebut di maksudkan untuk mengurangi aktivitas Opu Daeng Risadju dan penyebaran luasan gerakan PSII di Tana Luwu. Namun dengan penangkapan tersebut nama opu daeng risadju semakin terkenal keseluruh wilayah Tana Luwu. Dengan rasa solidaritas yang tinggi bagi Orang Bugis, peristiwa itu bukannya merendahkan suasana tetepi lebih membakar iklim Politik terutama para Anggota Partai. Berdasarkan situasi tersebut, setelah Opu Daeng Risadju menjalani masa tahanan datanglah berbagaai utusan dan undangan yang meminta beliau untuk mendirikan ranting PSII di Tana Luwu seperti di Malili dan Patampanua. Sesaat setelah Opu Daeng Risadjumenjalani masa hukumannya, beliau bersama suami Haji Muhammad Daud berangkat ke Malili. Akhirnya pada Tanggal 1 Maret 1932 Opu Daeng Risadju resmi mendirikan ranting PSII di Malili. Langkah tersebut sebagai bukti nyata bahwa penjara tidak membuat beliau untuk mundur dari Dunia Politik tetapi semakin menambah semangat yang membara untuk meneruskan cita-citanya, baik Opu Daeng Risadju maupun para pengikutnya.



Tangan Dirantai Setelah mendirikan ranting PSII di malili maka Opu Daeng Risadju bersama suaminya H. Muhammad Daud dijemput oleh pasukan khusus dari Patampanua. Dengan melalui Teluk Bone akhirnya beliau bersama suaminya tiba di Patampanua. Saat Opu Daeng Risadju berada disana, karena di anggap orang yang sangat berbahaya dan mempunyai pengaruh sangat kuat maka kepala distrik Patampanua mendapat intruksi dari pemerintahan Kolonial Belanda untuk memantau dan mengawasi segala aktivitas yang dilakukan Opu Daeng Risadju selama dalam wilayah kekuasaannya tersebut. Mengingat kedua sangat berbahaya, maka mereka segera diantar ke Palopo dengan pengawalan yang ketat oleh pemerintah Kolonial Belanda. Tepatnya pada



Tanggal 17 Maret 1932 beliau meninggalkan Kolaka menuju ke Palopo dengan menumpang Kapal Laut. Dengan dalil orangnya sangat berbahaya dan berbagai pertimbangan dalam perjalanan laut, sehingga diputuskan untuk memborgol (dirantai) kedua tangannya. Mendengar perlakuan colonial belanda terhadap opu daeng risadju bersama suaminya yang dirantai, maka kabar itu sangat menggemparkan Pemangku Adat Luwu, salah satunya opu Balirante yang masih mempunyai hubungan darah Opu Daeng Risadju.Beliau tergugah atas perlakuan dan penghinaan terhadap Opu Daeng Risadju, karena seorang bangsawan tinggi yang di perlakukan demikian itu sangat tidak wajar. Maka opu balirante mulakukan protes keras kepada Pemangku AdatLluwu dan Pemerintahan Kolonial Belanda dengan suatu ancaman: “Apabila Opu Daeng Risadju bersama suaminya mendarat di Palopo dengan tangan dirantai, maka saya akan meletakkan jabatan”. Atas ancaman Opu Balirante tersebut, sehingga tangan Opu Daeng Risadju bersama tangan suaminya dilepaskaan rantainya ketika akan menginjak kaki di daratan Palopo atau pinggiran Tanjung Ringgit Palopo. Sewaktu beliau beraa di Palopo, beliau mendapat berbagai rintangan baik dari Pemerintahan Kerajaan Luwu beserta Pemangku Adatnya, sperti ketika Opu Daeng Risadju dipanggil ke Istana untuk menghadap Datu dan para Anggota Adat.



Jiwa Patriotisme dan Nasionalisme Opu daeng risadju adalah sosok wanita yang sangat memiliki jiwa Patriotisme dan semangat nasionalisme yang sangat tinggi dan tak disangkali lagi dengan adanya sanksi adat kepada beliau namun kobaran api perjuangan tak pernah surut. Atas sikap opu daeng risadju tersebut,maka Datu Luwu melalui Dewan Adat Luwu mengambil tindakan dengan meninggalkan gelar Kebangsawanan Opu Daeng Risadjusebagai ganti darah daging yang beliau ditawarkan,sehingga mulai saat itu Dewan Adat Luwu tidak lagi memanggil dengan sebutan Opu Daeng Risadju.Namun rakyat yang telah mengaguminya tetep memanggil seperti semula yakni tetep memanggil seperti semula yakni tetap memanggil Opu Daeng Risadju. Dengan demikian jelas terbukti bahwa di dalam tubuh Opu Daeng Risadju telah tumbuh dan tertanam jiwa Patriotisme dan semangat Nasionalisme dalam rangka memperjuangkan kepentingan rakyat dan bangsanya yang tertindas,sekalipun beliau harus meninggalkan kenikmatan kaum bansawan demi perjuangan. Atas gelar kebangsawanan itu, Opu Daeng Risadju tetap terus berjuang dan tak sedikit pun rasa gundah dalam batinnya bahkan beliau merasa lega dan puas atas hukuman tersebut, karena beliau berprinsif “Gelar di sisi Allah SWT jauh lebih mulia dari pada di sisi manusia”. Dari dasar itulah semakin memperkuat keyakinan beliau akan kebenaran perjuangan yang di lakukannya untuk membela kepentingan rakyat dan bangsa yang tertindas. Kemudian langsung berbaur dengan kehidupan masyarakat yang di cintainya dan yang ingin diperjuangkannya.



Bercerai Suami Demi Kemerdekaan Di daerah Sulawesi Selatan pada umumnya dan di Tana Luwu pada khususnya sesorang yang mempunyai gelar kebangsawanan amat bermanfaat dan sangat berpengaruh, sekalipun tidak mampu membaca dan menulis iaa dapat di angkat menduduki suatu jabatan penting. Pemerintaah Kolonial Belanda tidak berhenti



menggungcang kehidupan Opu Daeng Risadju termasuk urusan keluarga dan mengacaukan rumah tangganya. Tindakan biadab tersebut memaksa Haji Muhammad Daud yang telah bersamnya kurang lebih 25 tahun membina rumah tangga harus bercerai. Suaminya yang saat itu sebagai Imam Mesjid Jami Palopo selalu di tekan dan diintimidasi oleh anggota aadaat dan penguasa Kolonial Belanda agar menceriakan Opu Daeng Risadju apabila beliau tetap berjuang dan masih tetap berpartai. Dengan demikian Opu Daeng Risadju adalah sosok yang rela mengorbankan kepentingan pribadinya di atas kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia. Opu Daeng Risadju sebagai Seorang Pahlawan, perceraian itu bukanlah suatu rintangan dalam meneruskan perjuangannya bahkan beliau merasa lebih bebas mengemban amanah partainya.irama perjuangan sama di mana-mana dengan semakin tumbuhnya kesadaran rakyat ingin membebaskan diri dari cengkraman kaum imprealisme dan kolonialisme serta untuk bersatu untuk merintis kemerdekaan bangsanya. Dalam kondisi demikian bagi orang Sulawesi Selatan yang akan berangkat Kongres PSII ke Jawa merupakan suatu kejadian yang sangta luar biasa dan teristimewa. Selain karena jarak antar Pulau yang cukup jauh, biaya transportasi cukup tinggi tetapi bukan menjdi penghalang bagi Opu Daeng Risadju untuk mengikutinya, terbukti beliau rela menjual harta bendanya yang masih tersisa untuk membiayai perjalanannya itu dan juga mendapat baanyak simpatik berupa bantuan dari para sahabatnya.sehinggaa waktu itu praktis Opu Daeng Risadju tidak memiliki harta lagi untuk sumber kehidupan bersama anak-anaknya kelak.



Mengikuti Kongres PSII Sebagi utusan Cabaang PSII Palopo - Sulawesi Selatan pada kongres PSII di Batavia (Jakarta) merupakan kehormatan tersendiri bagi Opu Daeng Risadju. Disanlah beliau bertemu dengan beberapa orang dari pergerakan kebangsaan, orangorang terkenal serta para Cendikiawan. Setelah mengikuti Kongres PSII tersebut, beliau bersama dengan beberapa utusan lainnya meninjau beberapa Kota penting di jawa dengan tujuan untuk menambah pengalaman dan pengetahuan. Kegiatan Opu Daeng Risadju dalam meneruskan perjuangan kembali lagi mendapat reaksi keras dari beberapa Anggota Dewan Adat terutama mereka yang telah mendapat hasutan dan pro Pemerintah Kolonial Belanda. Kondisi tersebut membawa lagi Opu Daeng Risadju ke meja pengadilan, tapi kali ini adalah pengdilan adat karena tuduhan melakukan pelanggaraan larangan adat. Namun usulan tersebut dibantah keras oleh Opu Balirante, salah seorang anggota adat.beliau sangat keberatan bila Opu Daeng Risadju mendapat hukumaan seperti itu Karen perbuatan seperti itu belum pantas memperoleh hukuman diSelong. Akhirnya dengan kata sepakat hukuman Opu Daeng Risadju dirubah menjadi di hukum penjara selama 14 bulan yang terjadi pada tahun 1934.



Pergantian Datu Luwu Setelah Opu Daeng Risadju selesai menjalani masa hukumannya dalam Bui penjara, Datu Luwu Andi Kambo Daeng Risompa meninggal dunia pada tahun 1935. Kondisi dalam Istana kerajaan Luwu mengalami perrpecahan di kalangan Putera Keturunan Raja. Dengan demikian aktivitas perjuangan Opu Daeng Risadju telah mendapat dukungan dari kalangan Istana Kerajaan Luwu, khususnya Andi Djemma yang telah



menyisihkan uang pribadinya dan khas Negara untuk membantu membiayai aktivitas dari pergerakan kebangsaan yang akhirnya membuat beliau harus dipecat dari jabatannya Sulawetang Wara. Sementara Opu Daeng Risadju telah berhasil menyentuh hati seluruh lapisan masyaraakaat Tana Luwu, termasuk kalangan bangsawan dan orang terpelajar. Melihat kondisi tersebut, Opu Daeng Risadju tidak tinggal diam, beliau memanfaatkan situasi tersebut dan berusaha mempergunakan dengan sebaaikbaiknya dan memberi penjelasan dan mulut ke mulut kepada masyarakat Luwu bahkan pendukung Andi Djemma mengatakan apabila bukan Andi Djemma yang menjabat sebagai Datu Luwu, maka pada saat pemilihan Datu Luwu mereka akan membawa tombak, parang dan keris sebagai persiapan menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi nanti dalam Istana Kerajaan Luwu. Akhirnya dengan suasana yang tegang hampir menimbulkan perang saudara, Andi Djemma dinobatkan sebagai Datu Luwu.



Meyongsong Fajar Kemerdekaan Kekuasaan Militer Jepang di Sulawesi Selatan diawali dengan pendaratan di Makassar pada Tanggal 9 Februari 1964, kemudian menyusul pula daerah-daerah di sekitarnya termasuk di Tana Luwu. Dengan pendudkan Militer Jepang menjadikan situasi perpolitikan dan kondisi organisasi keagamaaan di Sulawesi Selatan menjadi suram. Hal ini membuat Opu Daeng Risadju tidak mampu membuat banyak dan terpaksa harus mengikuti kebijaksaan Pemerintah Militer Jepang tersebut yang telah membuat salah seorang sahabatnyaAchmad Cambang tertangkap dan kemudian ditahan lalu disiksa di penjara masamba hingga menghembuskan nafas terakhirnya. Dengan demikiaan perjuangan Opu Daeng Risadju tetap berjalan dengan penuh kesederhanaan, ketabahan, kesabaran dan pengetahuan menjadi suri teladan dimanamana. Ketika beliau berada di Belopa, tersebar berita bahwa Militer Jepang menyerah. Tetapi berita kemerdekaaan tersebut dimanfaatkan lagi oleh NICA dengan menyebar luaskan pasukan di sekitar Kota Palopo. Mereka mengambil Markas di Bajo, bagian Selatan Palopo tempat kaum pergerakan kebangsaan melakukan aktivitasnya. Pemuda Luwu yang bergabung dalam Pemuda Republik Indonesia Luwu melakukan serangan umum kepada NICA tepatnya tanggal 23 Januari 1946 sehingga kemudian atas dorongan Penasehat Pemuda Republik Indonesia di Belopa yaitu Opu Daeng Risadju terjadi pula serangan ke daerah Bajo yang merupakan pusat kegiatan NICA di wilayah Selatan Kota Palopo. Pada waktu Opu Daeng Risadju tiba di Bajo, kepada distrik Bajo bentukan NICA Ludo Kalapita menyeret Opu Daeng Risadju ke lapangan sepak bola Bajo, kemudian beliau diperntahkan berelari mengelilingi lapangan dengan iringan letusan senapan. Lalu berdiri dengan tegap menghadapkan diri pada matahari. Tak lama kemudian mendekatlah Ludo Kalapita lalu meletakkan laras senapannya diatas pundak opudaeng risadju jatuh tersungkur dan mencium tanah di antara kaki Ludo Kalapita dan diapun masih sempat menyepaknya lalu pergi. Opu Daeng Risadju yang semakin termakan usia setelah pengakuan kedaulatan 1949, beliau pindah ke Pare-Pare bersama Putranya H. abdul kadir Daud. Setelah Puteranya tersebut meninggal dunia, maka Opu Daeng Risadju kembali ke Palopo,



kemudian beliau jatuh sakit dan menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 10 Februari 1964. Melihat perjuangan Opu Daeng Risadju tersebut yang telah memgang peranan penting dan secaara aktif dalam perjuangan kebangkitan Nasional dan Masa Revolusi fisik, dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Atas jasa-jasa beliau tersebut maka Pemerintah Republik Indonesia menganugerahi gelar Pahlawan Nasional dan bintang Maha Putra Adhi Pradana dengan keputusan Presiden Republik Indonesia No.085/Tk/Tahun 2006 Tanggal 3 November 2006 di Jakarta .



BAB 2 PERJUANGAN ANDI DJEMMA Semangat 23 Januari 1946



Asal Usul Andi Djemma Tepatnya pada tanggal 2 Ramadhan 1318 Hijriah atau tanggal 15 januari 1901 rakyat Luwu terutama dari kalangan Keluarga Istana Kedatuan Luwu di Palopo sangat bergembira karena telah lahir seorang bayi laki-laki yang diberi nama Patware atau yang lebih popular dengan sebutaan Andi Djemma. Dia adalah anak tunggal dari pasangan Datu Luwu Sitti Huzaimaah Andi kambo Opu Daeng Ri Sompa dengan Andi Engka Opu Cenning. Beberapa tahun setelah Andi Djemma dlahirkan, ayahnya meninggak dunia sehingga ibunya dalam keadaan menjadi mengemudikan Bahtera Kerajaan Luwu ketika belanda menyerang kerajaan ini pada tahun 1906. Saat itu pula Andi Djemma diasuh dan di didik oleh ibunya dengan penuh kesederhanaan dan senantiasa berlandaskan atas nilai-nilai tatanan Adat Istiadat dan Budaya Luwu. Andi Djemma menempuh Pendidikan dengan sangat sederhana. Dia hanya tamat Inlandsche School yang setara dengan sekolah dasar 5 tahun. Namun Andi Djemma pun tidak termasuk murid yang Brilian tetapi menjadi murid yang biasabiasa saja. Karir Politik Andi Djemma dalam pemerintahan dimulai ketika memegang jabatan, Sulawetang Ngapa pada tahun 1919. Kemudian pada tahun 1920 Andi Djemma menikah lagi dengan Seorang Gadis berkulit Hitam Manis bernama Intang Daeng Maweru yang 3 orang anak. Pada tahun 1923 Andi Djemma di pindahkan ke Kota Palopo dan menjabat sebagai Sulawetang Ware, sebuah jabatan yang biasanya dipegang oleh seorang Putera Mahkota. Dari hari kehari Nampak pada masarakat serta membela rakyat kecil.



Andi Djemma dan Perang Pasifik Andi Djemma dalam perjuangan tak sedikitpun rasa gentar dalam hatinya walau resiko sebesar apapun tak kan pernah mundur. Sikap yang ditunjukkan tersebut telah lama dicurigai kesetiaannya kepada Pemerintah Kolonial Belanda. Oleh Karena itu dengan memanfaatkan kesalahan Andi Djemma yang telaah menggunakan uang khas pemerintahan Belanda untuk perjuangan dijadikan alasan Controleur Groeneved untuk mendesak Datu Andi Kambo agar memberhentikan Andi Djemma dari jabatan sebagai Sulawetang Ware yang telah dipegang selama 3 tahun. Pada tahun 1935, tibalah saatnya Andi Djemma untuk memenuhi kiprah perjungannya di gelanggang politik dan mengamalkan segala cita-cita kerakyatan yang telah tumbuh subur karena terpupuk selama pengembaraannya bertahun-taahun di tengah rakyat jelata Kehadiran Andi Djemma ke gelanggang politik bukanlah suatu proses yang lancar tetapi dilalui dengan perjalanan yang panjang dan penh ketegangan.setelah



melalui proses pemilihan yang Demokratis Andi Djemma yang terpilih sebagai Datu Luwu menggantikan Andi Kambo. Masa jabatan Andi Djemma sebagai Datu Luwu ditandai dengan makin pesatnya kegiatan pergerakan kebangsaan dan keaagamaan di darah luwu. Pada tanggal 8 Desember 1941 meletuslah perang pasifik yang membuat Tentara Jepang menyerah ke wilayah Selatan dan berhasil menduduki Kota Kendari pada bulan Februari 1942. Atas kejadian itu pihak Belanda menjadi kalap dan secara memBABi buta menangkap kaum pergerakan di manapun berada. Kemudian menjelang berakhirnya peperangan Asia Timur Raya, Pemaangku Adat Keraajaan Luwu telah mengirim utusan ke Watampone untuk meminang Andi Tenripadang yang baru berusia 16 tahun yang juga meruapakan putri dari Andi Mappanyukki Raja Bone untuk dipersunting Andi Djemma yang kala itu berusia 45 tahun. Begitu perhelatan Andi Djemma selesaai dan para tamu pulang ke tempat masing-masing, maka Pendopo tempat pesta berlangsung diruntuhkan. Sebuah pesawat yang terbang tinggi telah menyebarkan pamflet Sekutu yang berisi pengumuman bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 salah seorang Intel Jepang bernama Sakata telah membocorkan rahasia kepada Pemuda Pemudi Palopo bahwa di Jakarta telah di proklamasikan kemerdekaan Indonesia sehari sebelumnya. Andi Djemma pun kemudian menyuruh putranaya Andi Makkulau dan Sekretarisnya M. Sanusi Daeng Mattata untuk berangkat ke Makassar untuk mencari kebenaran. Kedua utusan itu berhasil menjumpai Dr. Ratulangi yang ternyata membenarkan berita proklamasi tersebut.



Berjuang Mempertahankan Kemerdekaan Para Pemuda dan Pemudi Tana Luwu mengambil prakarsa untuk membentuk organisasi mulai dari yang kecil dan rahasia yang diberi nama Soekarno Muda. Kemudian untuk organisasi yang agak terbuka bernama PNI ( Pemuda Nasional Indonesia ) yang kemudian yang lebih luas dan memiliki sifat patriotisme yang lebih jelas yaitu PRI ( Pemuda Republik Indonesia ). Pada bulan September 1945 Andi djemma mengusulkan kepada mertuanya Andi Mappanyukki (Raja Bone) untuk mengambil inisiatif melangsungkan Konferensi Raja-Raja Se-Sulawesi Selatan di Watampone. Hasil dari konferensi tersebut adalah terbentuknya keseppakatan sikap bahwa Datu Luwu, Raja Bone dan Datu Suppa menegaskan berdiri dibelakang Republik Indonesia.. sementara itu diantara Raja-Raja lainnya yang hadir ada bersikap menolak dan ada yang bersikap maju mundur atau ragu-ragu. Sesudah Andi Djemma menjelaskan pendiriannya kepada Pemangku Adat ada sebagian yang tidak mendukung lalu mengundurkan diri. Untuk mengatasi kekosongan jabatan pemangku adat tersebut maka Andi Djemma segera menggantikan mereka dengan tokoh dari bangsawan muda yang progresif. Langkah ini bertujuan untuk menyakinkan Pemuda Luwu ( PRI ) terhadap pendirian yang teguh di belakang Republik Indonesia itu Andi Djemma memerintahkan kepada para pendukungnya untuk mengumpulkan rakyat di alun-alun dan di sana akan di umumkan “ Daerah Luwu adalah Daerah yang tidak terpisah dari Republik Indonesia, bahwwa pegawai-pegawai Pemerintah di Luwu adalah pegawai Republik Indonesia dan Pemeritah Luwu menolak kerjasama denagan NICA”.



Sesudah pengumuman itu maka di selengggarakanlah berbagai rapat terbuka di setiap pelosok untuk memberikan dukungan penuh kepada Andi Djemma karena telah menjadi personifikasi di Republik Indonesia. Tetapi setelah itu dikemudian hari, terjadi pergantian Komando Sekutu di Makassar dari tangan Brigadier General Iwan Dougherty kepada Brigadier General Chilton maka kebijaksanaan tentara Sekutu yang tadinya Pro-Republik Indonesia menjadi pro-NICA. Mayor Herman atas nama Brigadir General Chilton mengeluarkan pengumuman yang isinya antara lain menytakan bahwa rakyat Sulawesi Selatan diwajibkan menaati perintah-perintah NICA. Sebagai kelanjutan dari kebijaksanaan tentera Sekutu itu, Australia mulai mendesakAndi Djemma untuk menurunkan bendera Merah Putih yang telah berkibar sejak Proklamasi dan akan digantikan dengan Bendera Belanda. Pada waktu Bendera Merah Putih sedang berkibar di depan Istana Datu Luwu tiba –tiba datang tiga tentara Australia / Sekutu bersenjata Tommygun membawa bendera Belanda untuk memaksa dan mengancam langsung kepada Andi Djemma kepala Pemerintah RI Luwu agar bendera Merah Putih diturunkan dan diganti dengan bendera Belanda. Dengan kondisi tersebut maka dijawab Andi Djemma yang disampaikan oleh Dr. Rambitan dalam Bahasa Inggris yang berbunyi : “ Kalau bendera Belanda itu aya kibarkan pasti saya dibunuh oleh rakyatku. Jika bendera Merah Putihyang sedang berkibar di luar itu saya turunkan, dari pada saya di bunuh oleh rakyatku sendiri lebih baik tuan-tuan membunuh saya”. Dan kaena Pemerintah Luwu tidak mau menurunkan bendera Merah Putih, maka mulailah NICA memancing insiden dengan melakukan patroli keliling kota. Pemuda-pemuda Luwu yang bersenjata senantiasa berusaha mengindari bentrokan dengan menyingkir keluar kota ke desa Bua, tetapi patroli NICA tetap mengikuti mereka. LaluAndi Djemma pun mengirim surat bernada protes kepada Sekutu dan sekaligus memperingatkan bahwa Pemerintah Luwu tidak akan bertanggung jawab atas keamanan patroli- patroli NICA keluar meninggalkan tangsinya. Pada tanggal 17 January 1946, dalam suatu rapat rahasia disalah satu tempat dikampung Surutanga dalam Kota Palopo dengan dikawal oleh Pasukan Pemuda Republik Indonesia ( PRI ), maka di bentuklah Dewan Pertananan Rakyat dan selaku Komando Pertempuran dipimpin oleh M. Jusuf Arief dengan wakil –wakilnya yaitu Andi Tenriadjeng dan M. Landau. Tanggal 21 January 1946 terjadi insiden di Bua sekitar 11 Km bagian Selatan Kota Palopo yang terkenal dengan “ Bua Affair”. Patroli –Patroli mengotori Masjid Bua dengan sisa makanan kaleng, menginjak dan merobek-ronbek Al-qur’an dan memukul pegawai Mesjid dengan gagang senapan. Hal ini membuat Wakil Komando Pertempuran,Andi Tenriadjeng naik pitam dan hampir saja pertempuran besar-besaran terjadi hari itu. Kejadian ini menimbulkan rasa tidak aman bagi rakyat dan mereka mulai menyerang Kota Palopo, maka terjadilah perkelahian antara rakyat dengan Belanda hingga meluas ke seluruh penjuru Tana Luwu. Terbentuklah organisasi pertahanan yang mempersenjatai diri sendiri dengan bamboo runcing, tombak dan alat-alat sederhana lainnya. Pada hari itu juga menjelang tengah malam Ultimatum 2x24 jam dilancarkan kepada Komando Kontingen Sekutu : “ialah agar tentara KNIL bersama senjata-senjatanya ditarik semua masuk dalam tangsinya. Kalau tidak keamanan dan ketertiban tidak bisa dijamin, karena rakyat tidak bisa sabar atas kekejaman –kekejaman KNIL “. Ultimatum tersebut ditanda-tangani oleh M. Jusuf Arief dan selakunya Komandan Komandan pertempuran. Tanggal 23 January 1946 pagi hari bendera Merah Putih berkibar dan mengganti bendera Sekutu. Selama kurang lebih 30 jam pemuda-pemuda pejuang



dapat menguasai Kota Palopo, namun setelah itu datanglah bantuan pasuakan Sekutu/ NICA dari laut dengan mendaratkan tentaranya. Pemuda-pemuda bersenjata tetap berusaha bertahan hingga titik darah terakhir di Kota Palopo yang sudah menjadi lautan api itu sekedar untuk memberikan perlindungan bagi rakyat agar dapat menyingkir keluar kota dengan keadaan selamat.



Pembuangan Bukan Akhir Perjuangan Dalam pertempuran di dekat Kolaka, seorang anggota Pasukan Keamanan Rakyat ( PKR ) ditawan oleh Pasukan NICA dengan diikat kedua tangannya, ia dipaksa untuk menunjukkanjalan bagi Kompi KNIL menuju tempat Andi Djemma. Berhari-hari mereka berjalan merambah hutan untuk tiba ditempat tujuan yaitu bagian belakang Benteng Batu Putih. Dengan bergantungannya rotan,pasukan –pasuakan ini menuruni tebing-tebing curam untuk dapat masuk kedalam benteng alam tersebut. Andi Djemma dan pejabat-pejabat pemerintah Luwu tak dapat berkutik lagi datang dihadapannya seraya menodongkan senjata-senjata kedada Andi Djemma dan berkata “ kalau pasukan yang mengawal bagian depan pintu ini memberikan perlawanan, maka semua yang ada disini laki-laki atau perempuan, anak-anak atau orang tua semua akan disapu bersih”. Andi Djemma pun kemudian menulis surat kepada Andi Tenriadjeng, komandan pasukan, menjelaskan situasi yang tidak aman lagi kawasan benteng Batu Putih. Untuk menghindari agar Andi Djemma dan pengikutnya tidak dibinasakan. Maka PKR tidak memberikan perlawanan tetapi meninggalkan tempat dan lari lebih jauh dalam hutan belentara. Andi Djemma selanjutnya ditawan dan dibawa kepalopo untuk ditahan di KIS Kampement Makassar . setelah itu beliau diadili secara adat di Watampone,beliapun difonis hukuman selama 25 tahun. Andi djemma kemudian di buang ke selayar lalu ke ternate. Sedangkan anggota anggota pemangku adat lainnya mendapat hukuman yang sama tetapi dibuang ke tempat-tampat yang berbeda,seperti andi makkalau ke morotai,andi kasim dan andi pangerang ke kupang,andi kaso ke tomohon,dan andi mappanyompa ke banda. Hukuman pengasingan yang dikenakan kepada Andi djemma dan pengikutnya tidak berlangsung lama akibat pengaruh dari pergolakan politik yang terjadi dalam kancah perjuangan kemerdekaan Indonesia.Pada saat konferensi meja bundar di hague(Den Haag),pemerintah belanda terpaksa menerima kesepakatan untuk menyerahkan kedaulatan kepada Negara Indonesia serikat selambat lambatnya akhir desember 1949. Berdasarkan hasil kesepakatan itu pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) berusaha membebaskan semua pejuang kemerdekaan yang ditawan, yang diasingkan(tahanan politik) pemerintah belanda termasukandi djemma dan pengikutnya.



Kembali dari Pengasingan Setelah pengakuan kedaulatan, dipelabuhan Makassar diadakan penyambutan yang sangat meriah terhadap yang dikembalikan dari pengasingan pada tanggal 1 maret 1950.Andi djemma terus kepalopo dan mendapat sambutan yang sangat meriah serta langsung menduduki jabatannya di Luwu yaitu sebagai Kepala Daerah Swapraja Luwu. Tak lama kemudian, timbulnya situasi yang sangat tidak menyenangkan bagi Andi Djemma yaitu terjadinya konflik antara kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan



(KGSS) dengan APRIS (TNI gabung KNIL). Konflik ini berlarut-larut dan menelan banyak korban jiwa dan harta benda. Andi Djemma dihadapkan pada suatu kondisi yang dilematis, pada satu sisi sebagai pemerintah Andi Djemma harus membantu APRIS untuk menumpas gerilya, tetapi pada sisi yang lain sebagai kawan seperjuangan dari gerilya-gerilya itu. Andi Djemma berusaha sekuat tenaga untuk menyakinkan APRIS dan pemerintah pusat tentang perlunya dilakukan penyelesaian secara damai. Pada permulaan 1951 akhirnya para anggota pasukan gerilya itu disetujui untuk diterima kedalam organik TNI batalyon . mereka ditempatkan pada rayon-rayon untuk kelak dilantik menjadi prajurit-prajurit Negara. Pada tanggal 22 February 1965 Andi Djemma menutup mata selama-lamanya yang kemudian dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Panaiakang Makassar dengan upacara meliter, adat dan agama.



Andi Djemma di Mata Rakyat dan Rja-Raja di Sulawesi Selatan Secara teoritik dapat dikatakan bahwa penulisan sejarah dan budaya masa kini yang dimotori oleh cara pandang para orientalis telah berubah. Tata cara yang benar adalah dengan mencoba melihat suatu masalah kebudayaan dan kesejarahan sudut pandang dari pendukung kebudayaan itu sendiri. Hal itu merupakan suatu kebangkitan cara pandang yang benar disebut sebagai pendekatan etnografi, yaitu pendekatan yang mencoba untuk menangkap nuansa-nuansa local tentang rasa budaya (feeling of culture) orang setempat agar nuansa budaya dan makna yang terungkap dari lokasi tersebut terepresentasi di dalam tulisan-tulisan sejarah dan budaya kontemporer. Kebanyakan dari hal tersebut tergambar dari simbol-simbol perilaku sebagai suatu ekspresi ide-ide yang perlu diangkat untuk memahami nuansa local tersebut. Hal demikian telah banyak diangkat dan diungkapkan oleh Evans Pritchard (1951), Edward (1979), Layton (1997), Clifford dan Marcus (1996) dan lain-lain. Di samping itu banyak peneliti barat hanya memandang berdasrakan kacamatakacamata mereka sendiri dimana sudut pandang itu hanya merupakan suatu teori Armchair atau teori “belakang meja” yang tidak memberi kesempatan secara dinamis dari orang-orang yang diteliti itu sendiri. Tentang budaya dan sejarah harus terekspresi dan terpresentasi dari nuansa dan budaya akan menggiring seseorang akan bertindak dan berbuat yang tercermin dari perjalanan sejarahnya sendiri. Salah satu contoh penerapan konsep indic states oleh Sherly Errington dikerajaan Luwu dari apa yang sebenarnya. Hal ini telah dibicarakan oleh Ian Godwell dan Abert Schranmers. Cara pandang ini telah banyak diungkapakan oleh para peneliti sejarah yang termasuk didalamnya Heathther Sutherland, Clifford Geertz, Jose E.Lemon, Kenneth George, Artkinson dan lain-lain. Pendekatan mereka ini disebut Pendekatan Revitalisme Budaya yang mencoba untuk memandang budaya didalam perjalanan sejarah, melihat dair sudut pandang dan aprresiasi masyarakat setempat didalam berbudaya dan bertindak. Dari peristiwa ini tampak Andi Djemma dengan istananya merupakan suatu keutuhan semangat dengan rakyatnya. Terbukti dikala Andi Djemma mengunjungi rakyatnya keseluruh Tana Luwu untuk mengobarkan semangat perjuangan dan menyatakan perang terhadap tentara sekutu serta menolak kesewenang-wenangan terhadap rakyat Luwu. Salah satu bukti yang nyata ketika tanggal 26 October 1945 saat berhadapan antara Andi Djemma yang mewakili rakyat Luwu dengan Asisten



kepada Andi Djemma untuk menurunkan bendera Merah Putih didepan Istana kerajaan Luwu dan menggatikannya dengan bendera belanda. Dari peristiwa ini tersebut dapat ditelusuri secara mendalam bahwa sifat-sifat dari Andi Djemma menampakkan bahwa beliau merupakan seorang Pemimpin yang terlahir dan dilahirkan. Munculnya tokoh Andi Djemma dalam kriteria tersebut di atas didalam perilaku kehidupan yang dimulai dari pelantikannya pada tahun 1935 untuk menggantikan ibundanya Datu Luwu Siti Huzaimah Andi kambo Opu Daeng Risompa dan perilaku-perilaku selanjunya yang terdiri atas: a. Integritas b.Antusiasme c. Kehangatan d. Ketenangan e. Tegas dan Adil Bukti kesedian berkorban Andi Djemma dengan fakta sebagai berikut: 1.Andi Djemma bersedia meninggalkan Istananya, dengan harta bendanya, dan kesenangan hidup dan memilih mengungsi ke daerah Luwu di Sulawesi Tenggara, pada tanggal 23 January 1946. 2.Andi Djemma memilih untuk memimpin perlawanan terhadap KNIL dan hidup sengsara dari pada menyerah kepada penjajah. Empat kali pusat pemerintah dan pusat perlawanan rakyat Luwu berpindah pindah, mulai dari Cappasolok, Pongko, Pombakka dan benteng Alam Batuputih (kolaka). 3.Beliau bersedia menerima perubahan kedatuan Luwu yang mulia pada bulan April 1950 yang dipimpinnya menjadi Swapraja Luwu, bahkan beliau menerima perubahan status itu menjadi daerah Swanntra, yang berarti penghapusan Swapraja Luwu dan dijadikan Daerah Tingkat II pada tahun 1960, walaupun sebenarnya Presiden Ir. Soekarno pernah menjanjikan akan memberikan daerah istimewa kepada kerajaan luwu sebagai halnya dengan ksultanan Yogyakarta. 4.Hampir seluru harta Andi Djemma habis dibelanjakan untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan, sehingga beliau menjadi miskin. Andi Djemma wafat sebagai pejuang dalam keadaan miskin tanpa meninggalkan warisan yang bearti bagi istri dan 5 putera-puteranya. Setelah wafat, sesepuh adat di Luwu meetapkan namanya yang lengkap sebagai berikut : Andi Djemma la pattiware opu to mappemene wara-warae petta matinroe ri kemerdekaannya yang berarti meninggak dalam alam kemerdekaan. Atas segala pengorbananya dan jasa tokoh pejuang kemerdekaan yang sekaligus Datu Luwu yang kharismatik terhadap bangsa dan seluruh rakyat Indonesia melalui pemerintah RI menganugerahkan Pahlwan Nasional kepadA Andi Djemma berdasrkan keputusan Presiden RI No.073/TK/tahun 2002 tanggal 6 November 2002



BAB III M.JUSUF ARIEF PEMIMPIN SOEKARNO MUDA



Beliau dilahirkan pada tanggal bulan January 1918 di kota palopo. Ayahnya bernama Muhammad Arief yang berprofesi sebagai pegawai pemilik sekolah dan ibunya bernama daeng nasora. M. Jusuf Arief sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan dari inlandsche school kemudian dilanjutkan ke sekolah guru lalu mengajar M. Jusuf Arief mengikuti kursus-kursus wartawan baik kursus didalam bahasa Indonesia maupun kursus bahasa asing seperti bahasa belanda dan bahasa inggris. Berdasrkan pengetahuannya melalui kursus wartawan tersebut, maka pada tahun 1943, M.Jusuf Arief berangkat ke Makassar dan bekerja sebagai wartawan di Harian Celebes. Harian ini di pimpin oleh Manai Sophian sebuah harian di bawah pengawasan jepang. Sebelum proklamasi kemerdekaan RI dikumandangkan oleh soekarno-hatta atas nama bangsa Indonesia, maka beliau kembali ke kota palopo. Secara rahasia M. jusuf arief telah membentuk sebuah organisasi yang bernama SOEKARNO MUDA. organisasi ini dipeloporinya sendiri dalam wilayah ibu negeri Afdeeling Luwu. Tujuan organisasi ini adalah membuat gerakan untuk merebut kekuasaan dan senjata dari tangan jepang serta untuk membela Negara Indonesia. Pada pertengahan bulan oktober 1945, dengan prakarsa M. jusuf arief, beliau memimpin konperensi pemuda republic Indonesia (PRI) di sengkan. Konperensi tersebut dihadiri oleh utusan –utusan pemuda republic Indonesia dari seluruh jazirah Sulawesi. Pada pertemuan tersebut Sulawesi utara di wakili oleh R.M kusno Dhanupojo dan G.E. dauhan.sulawesi tengah diwakili oleh raja muda wongko lemba talasa dan ince Moh.dachlan dari poso, sedangkan Sulawesi selatan tenggara diwakili oleh M. jusuf Arief dari pemuda Indonesia (PRI) Luwu. Tujuan konferensi Pemuda Republik Indonesia tersebut adalah mendesak RajaRaja di Sulawesi agar tetap pada pendiriannya semula sesuai dengan hasil-hasil konferensi Raja-Raja di Watampone dan untuk menggalang kesatuan gerakan aksi melawan NICA dan KNIL yang merajalela. Puncak ketegangan terjadi pada tanggal 20 January 1946 dimana pasukan KNIL pada malam hari mengadakan patroli di Bua yang merupakan tempat strategis dari para pemuda pejuang berlatih. Pertama-tama yang didatangi KNIL ialah rumah ruamah Opu Gawe isteri Andi Madarang bekas Opu Patunru dalam kerajaan Luwu, rumah tersebut adalah Sao Raja yang artinya Rumah Raja. Sao Raja ini digeledah dan diobrak-abrik karena dianggap meyimpan senjata. Tindakan tentara KNIL ini dianggap suatu penghinaan terhadap raja dan menyinggung perasaan rakyat Luwu pada umumnya. Sebelumnya KNIL masuk masjid Bua dan mengadakan tindakan yang sama yaitu merobek-robek Al-Qur’an dan memukuli penjaga masjid dan orang-orang yang berada di tempat itu. Dengan perlakuan dan tindakan yang sewenang-wenang tersebut membuat hati rakyat luwu terluka dan tidak tinggal diam, maka terjadilah pertempuran pada bulan January 1946. Ketika terjadi insiden di Bua yang dikenal “Bua Affair” pada tanggal 21 January 1946, yaitu tentara Sekutu Australia maka M. jusuf arief selaku komandan



pertempuran bersama dengan andi djemma datu luwu dan kiyai haji Muhammad ramly selaku kadhi luwu memberikan ultimatum 2X 24 jam kepada tentara KNIL dia agar segera tarik kedalam tangsinya beserta dengan senjata-senjatanya, kalau tidak dan tetap bertahan maka kondisi keamanan dan ketertiban tidak dapat dijamin. Setelah ultimatum tersebut tak digubris sedikitpun oleh komandan sekutu maka pada tanggal 23 januari 1946 tepat pukul 03.39 subuh terjadialah serangan total dan fontal rakyat Indonesia di kota palopo bumi sawerigading yang menyeBABkan begitu banyak korban diantara kedua belah pihak. Sekitar pukul 06.30 pagi seluruh kota dikuasai oleh pemuda dibawah pimpinan M.jusuf arief. Pada situasi yang begitu mencekam dan menegangkan maka tentara Australia dan KNIL (NICA) hanya tinggal bertahan dalam kubunya yang telah dipersiapkan sebelumnya, sebagian dari tentara KNIL ini membuka bajunya dan memakai celana kolor dengan tetap memegang senjata meninggalkan tangsinya dan membuat kubu pertahanan disekitar pinggiran sawah tepatnya dikaki gunung Patte’ne yang meruapakan jalan menuju ke tana toraja. Dengan jiwa dan semagat yang menyala-nyala pasukan soekarno muda menunjuk Andi Tenriadjeng untuk segera menuju ke istana kerajaan luwu di palopo untuk melapor kepada andi achmad bahwa pasukan dan rakyat bersenjata di Bua siap menyerang. Kemudian datu menanyakan tentang kedatangan pasukan dari Lasusua (Sulawesi Tenggara) dan menegaskan bahwa pasukan tersebut telah tiba di palopo dan serangan dapat dilakukan. Atas dasar itulah Andi tenriadjeng memerintahkan kepada pasukannya untuk siap siaga dan mengatur posisi strtegis perjuangan. Bersamaan dengan itu, M.jusuf arief menyiapkan pasukan komandonya. Rencana tersebut ternyata tercium oleh sekutu sehingga patroli kota palopo mencekam lagi. Selain Andi Tenriadjeng dan M. Jusuf Arief serta para pegawalnya yang telah siap menyerang, beberapa pemuda dan pejuang menjelang serangan 23 januari 1946 seperti M. jusuf setia, m. badawi hadiwijaya, raden sojono, Abdullah daeng mallimpo, abu perto, achmad ali dan baso rachim juga melakukan hal yang sama mereka telah bertekad sehidup semati demi mempertahankan kemerdekaan republic Indonesia. Jabatan terakhir M.Jusuf Arief dalam perjuangan adalah kepala staf divisa pembela keamanan rakyat (PKR) dan beliau dilantik pada tanggal 1 maret 1946 di latou/patampanua Sulawesi Tenggara oleh andi djemma atas nama kepala pemerintah Republik Indonesia Yogyakarta. Namun pada bulan February 1948, Temporaire KNIL di Makassar telah menjatuhkan hukuman tembak mati pada beliau bersama sahabat sekaligus teman seperjuangannya yaitu Andi Ahmad, Andi Tenriadjeng, M. Landau dan M. Djufri Tambora yang kemudian hukumannya dirubah menjadi hukuman seumur hidup. Awal tahun 1950 M. Jusuf Arief dibebaskan dari penjara Cipinang dan terus ke Yogyakarta atas panggilan Kahar Mudzakkar dan Manai Sophian. Pada tanggal 15 February 1950 oleh Qahar Mudzakkar menjelaskan kepada M. Jusuf Arief yang baru saja bebas dari penjara, Qahar Mudzakkar selaku komandan Group Seberang (KGS) Tentara Nasional Indonesia tepatnya dijalan gondomanan Yogyakarta bahwa divisi pembela keamanan rakyat (PKR) telah dimasukkan dalam slogarde TRIPS dimana ia jadi komandannya sendiri olh panglima besar Sudirman. Tak lama kemudian M. Jusuf Arief berangkat ke Surabaya dan menetap disana. Pada tahun 1952 beliau mendirikan sebuah harian yang bernama Rakyat Berjuang di Makassar bersama dengan Bart Ratulangi. Beliau bersama sahabatnya Soemantro



yang kemudian menjadi wartawan TNI di Jakarta bahkan berhasil mendirikan sebuah majalah dalam yang berbahasa inggris yaitu The SS Star di Makassar . Pada saat organisasi Leguin Veteran Republik Indonesia (LVRI) terbentuk maka M. Jusuf Arief dipilih sebagai anggota Pimpinana LVRI Sulselra di Makassar kemudian menerbitkan lagi Surat kabar yang bernama Pelita Sulawesi yang membawa suara Veteran Republik Indonesia di Sulawesi Selatan-Tenggara. Sebelum beliau meninggal sempat juga dikunjungi oleh Bung Tomo yang di temani oleh A.R. Tamma, Musa (Direktur Utama DAMATEX), Aly Mulyadi Sekjen dari Markas Besar LVRI serta teman-teman seperjuangannya, antara lain Jusuf Bauty (Mantan Ketua Umum Biro PPRI), Andi Makkulau Opu Dg.Parebba (pernah menjabat sebagai anggota DPR-RI), Guli Daeng Malimpo (mantan peg.Dep. Dalam Negeri), Frans Karangan (mantan anggota DPR-RI). Mursalin Daeng Mamangung ( Menteri Tenaga Kerja pada era Soeharto) telah memberikan ucapan turut berduka cita atas meninggalnya M. Jusuf Arief yang tidak sempat hadir karena pada waktu itu beliau sedang sakit. Begitu juga Letjen. Sarbini Ketua Umum LVRI paa saat itu tidak sempat hadir karena berhalangan. Konferensi LVRI seluruh Indonesia di Jakarta yang akan dilangsungkan pada tanggal 4s/d 7 January 1972, tidak sempat dihadiri oleh M. Jusuf Arief karena beliau sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Jakarta. Beliau menderita penyakit jantung. Pada tanggal 10 January 1972 tepatnya pukul 12.00 siang, M. Jusuf Arief seorang tokoh pejuang 45 di Sulawesi Selatan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Jenazah beliau M. Jusuf Arief diterbangkan ke Makassar pada tanggal 11 January 1972 dan disambut secara Militer serta dimakamkan di Tamam Makam Pahlaawan Panaikang pada tanggal 12 January 1972 dengan diantar oleh ribuan orang ke tempat peristihatannya yang terakhir untuk selama-lamnya.



BAB IV ANDI TENRIADJENG MUJAHIDAN AWAL DARI SULAWESI



Kehidupan Masa Kecil Andi Tenriadjeng lahir pada bulan maret 1922 di Bua, 12 km sebelah selatan kota palopo. Terlahir dari sebuah hati sang ayah Andi Busa Empong yang bergelar Opu Daeng ri lekke’. Beliau anak sulung dari empat bersaudara. Dari sisi keturunan bangsawan, adalah keturunan dari E tenriawaru Sultan Hawa’ Datu Luwu gelar Pettamatintoe ri Tengngana Luwu. Memasuki hari ketiga lahirnya, diadakan haqiqah. Para bangsawan dan Pemuka agama tokoh masyarakat yang ada di Bua dan sekitarnya (termasuk undangan dari Palopo) turut serta dalam acara yang meriah itu. Pada hari itu, sang anak diberi nama Andi Tenriadjeng. Andi Tenriadjeng dilahirkan dalam keluarga bangsawan yang berpegang teguh pada nilai-niai luhur budaya Luwu/Bugis yang konsisten melaksanakan syariat Islam. Lingkungan keluarga sangat taaat pada ajaran agama, patuh pada kerajaan (Datu), dan mengamalkan nilai-niali budaya seperti tongeng, getteng, lempu, dan adele’. Ajaran dan nilai-nilai itulah yang kemudian diturunkan kepada anaknya. Pada saat kanak-kanak, Andi Tenriadjeng telah aktif belajar agama dan mengaji pada panrita-panrita yang ada di Bua. Ajaran-ajaran yang telah diterimanya itulah yang lambat laun telah merubah watak, sikap, dan perilakunya. Ia tumbuh menjadi anak yang lebih dewasa, cerdas dan berwibawa. Pada tahun 1929, ia masuk sekolah tingkat Sekolah Rakyat (SR) selama 3 tahun di Bua. Disekolah ia dikenal sebagai anak yang rajin, giat, cerdas dan pandai. Sifatnya yang ramah, sabar, penyayang, suka membaantu dan dermawan membuat rekan-rekannya sangat percaya padanya kaarena kejujuran yang dimilikinya. Pada saat itulah sifat kepemimpinannya mulai muncul. Kelebihan yang dimilikinya yang membuatnya berbeda dengan teman-temannya. Membaca Al-Qur’an adalah rutinitas kesehariannya setelah kembali sekolah. Setelah selesai mengaji ia laangsung pergi main sepak bola bersama temantemannya. Sepak bola adalah saalah satu kegemarannya selain gassing, marraga (takraw), dan kecintaannya dengan laagu-lagu daerah. Setamat Sekolah Rakyat pada tahun 1932, Andi Tenriadjeng melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah 6 tahun di palopo. Di daerah pusat kerajaan Luwu itu beliau tinggal di Istana. Semenjak tinggal di Istana Kerajaan Luwu, Andi Tenriadjeng banyak belajar agama dari kadhi Luwu, cendikiawan istana dan para bangsawan kerajaan. Walaupun ia jarang berkomunikasi dengan datu Luwu Andi Kambo, tetapi ia sering mengamati jaalannya tudang ade di istana dan mengamati jalannya pemerintahan kerajaan. Di Istana, Andi Tenriadjeng sering berkomunikasi dengan Andi Djemma sang putra mahkota Anak Mattola kerajaan. Andi Djemma daalam sehaariannya memang dikenal merakyat. Oleh seBAB itu, Andi Djemma sangat disenangi oleh rakyat. Tetapi sikap Andi Djemma yang merakyat itu mendapaat perhaatian serius dari pihak Belanda. Sejak itu pula Andi Tenriadjeng banyak belajar kepada Andi



Djemma terutama dalam hal kepemimpinan dan demokrasi. Apa yang didapatnya itu merupakan pelajaran yang sangat berharga dari sang Anak Mattola kerajaan.



Peristiwa 23 January 1946 Merespon Berita Kemerdekaan Setiap Negara adalah berdaulat dan merdeka, yaitu kemerdekaan dimana suatu bangsa yang didalamnya, rakyatnya mendapatkan penghidupan yang layaak bagi kemanusian. Bentuklah dapat diwujudkan dalam “kebebasan” berbicara, berserikat, berkumpul dan terlebih kemerdekaan dalam segala bentuk intimidasi, terror, serta penindasan yang tidak berperikemanusian dan berperikeadilan. Intinya adalah kemerdekaan dalam segala totaalitas kehidupan manusia. Kemerdekaan yang diproklamirkan Soekarno dan Hatta padA 17 August 1945 telah tersiar ke pelosok tanah air. Namun, di Sulawesi, berita yang menggembirakan itu tidak sampai ke semua daerah, khususnya ke beberapa daerah basis perjuangan kemerdekaan. Sehubungan dengan hasil proklamasi kemerdekaan dan perkembangan politik tersebut, maka di pandang perlu untuk menyebarkanluaskan berita itu. Di Palopo ibu Kota Kerajaan Luwu, berita tentang proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan cepat tersebar. Meskipun berita itu ditanggapi secara ragu-ragu oleh banyak pihak, tetapi hal itu tidak menurunkan semangat sebagian pemuda Luwu. Selain itu tersebar juga beberapa pamflet di toko-toko, kantor dan tempat strategis lainnya yang isinya mengancam kepada mereka yang pro kepada Belanda. Waktu itu juga bermunculan kabar tentang kedatangan kembali pemerintahan Belanda ke Indonesia termasuk kemungkinannya menginjakkan kakinya ke Luwu. Propaganda bermunculan yang isinya meragukan kekuatan para pejuang dan pemuda yang khususny yang ada di Kerajaan Luwu. Propaganda itu mengakibatkan situasi kembali menjadi tegang. Perubahan situasi da kondisi politik yang tidak menentu dari hari kehari membuat pemuda menetapakan langka straategis. Keyakinan pemuda dan pejuang tentang kedatangan Belanda kelak, membuat mereka mengambil suatu gerakan antisipasi dengan memperluas organisasi Soekarno Muda, dengan tujuan utamanya untuk mempertahankan kemerdekaan. Dengan pertimbangan itu, pada tanggal 17 September 1945, organisasi Soekarno Muda dirubah menjadi Pemuda Nasional Indonesia. Ruang lingkupnya pun bukan hanya meliputi kota Palopo saja seperti pada masa Soekarno Muda tetapi lebih luas lagi meliputi onderaffdeeling Palopo. Dalam sturktur organisasi ini, Andi Tenriadjeng dipercaya menjabat posisi sebagai Kepala Penerjang. Dikalangan pemuda dan pejuang, beliau memang dikenal sebagai pemuda yang progresif, militant, berani, ramah, tidak banyak bicara tetapi banyak bekerja.



Perlawanan Rakyat Luwu Semesta 23 January 1946 Kemerdekaan yang diproklamasiakan Soekarno-Hatta pada 17 August 1945 masih menyisahkan dendam kesumat bagi Belanda. Kenyataan itu ditandai dengan keinginannya untuk kembali menjajah Indonesia. Merespon kedatangan Belanda, di beberapa daerah pemuda dan pejuang melakukan perlawanan diantaranya insiden bendera di Surabaya, pertempuran 5 hari di Semarang, dan beberapa insiden lainnya. Dari beberapa posisi dalam organisasi yang dijabat oleh Andi Tenriadjeng seperti kepala Penerjang di Pemuda Nasional Indonesia dan sebagai Kepala



Pemuda/Keamanan Rakyat di Pemuda Republik Indonesia menandakan bahwa beliau memang merupakan pemuda yang gagah berani, konsiiten dengan perjuangan pergerakan mempertahankan kemerdekaan, dan kemampuan manajerial terutama dalam mengkoordinir para anggotanya. Kota Palopo sejak Desember 1945 hingga pertengahan January 1946 di kontorl oleh tiga kekuatan, yaitu: Pemuda RI, sekutu unsure tentara Australia, dan KNIL. Sedangkan di luar kota sepenuhnya dikuasi oleh pemuda kecuali Tana Toraja. Dengan demekian Kerajaan Luwu secara umum tetap sebagai wilayah RI “de facto” dibawah Datu Andi Djemma. Pada tanggal 18-20 January KNIL menuju ke Bua dengan tujuan mencari senjata peninggalan Jepang namun mereka gagal menemukan senjata sehingga melakukan pengrusakan terhadap mesjid. Anggota KNIL memasuki Masjid dan menginjak-injak Al-Qur’an serta mengobrak-abrik semua sudut dan loteng mesjid. Kejadian di Bua amat disesalkan Datu, masyarakat kuas dan pemuda. Pada tanggal 21 Januari dikeluarkan ultimatum yang ditujukan kepada sekutu yang ditandatangani Andi Djemma selaku Datu Luwu, H.M. Ramli atas nama umat Islam dan M. Jusuf Arief atas nama pemuda. Isi ultimatum itu adalah “ Dalam tempo 2x24 jam, pihak Australia memerintahkan kepada pasuakn-pasukan KNIL yang sedang berkeliaran melakukan patroli di dalam dan di luar Palopo, supaya segera masuk tangsi dan senjatanya. Jika batas waktu ini di tidak diindahkan, maka keteriban dan keamanan tidak bisa dipertanggung jawabkan.