6 0 127 KB
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Healthcare Associated Infections (HAIs) telah banyak terjadi baik di negara yang sedang berkembang maupun negara maju sekalipun. Berbagai penelitian menunjukkan HAIs merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di era terapi kedokteran saat ini dikarenakan oleh meningkatnya umur dan kompleksitas pasien, peningkatan penggunaan alat invasif, dan seringnya penggunaan terapi antibiotik yang tidak sesuai. Selain itu, HAIs juga sangat berkaitan dengan peningkatan angka mortalitas, morbiditas serta peningkatan biaya perawatan yang signifikan (Al-tawfiq and Tambyah 2014). Negara-negara maju seperti United States (US) dan Australia telah memprakarsai adanya pengumpulan data nasional surveilans HAIs untuk meningkatkan keselamatan pasien, seperti yang dilakukan National Health Safety Network yang berada di US. Selanjutnya data HAIs tersebut diperlihatkan secara online dengan tujuan untuk membuat kebijakan di rumah sakit terkait dengan pencegahan infeksi. Di Asia, pengumpulan data surveilans sangatlah jarang, dan hanya dilakukan di negara - negara maju
seperti
Jepang,
Taiwan,
Singapura
dan
Korea
(Ling,
Apisarnthanarak, and Madriaga 2015). Beberapa penelitian pada tahun 1995-2010, prevalensi HAIs di negaranegara berpendapatan rendah dan menengah berkisar antara 5,719,1%, sementara prevalensi di negara-negara berpendapatan tinggi berkisar antara 2 3,5-12%. Prevalensi HAIs di Indonesia yang merupakan bagian dari negaranegara berpendapatan menengah mencapai 7,1%. Negara berpendapatan rendah dan menengah tidak memiliki sistem surveilans infeksi nosokomial yang baik dan belum melaporkan data atau tidak memiliki data yang representatif, oleh karena itu prevalensi HAIs di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah kemungkinan besar tidak mencerminkan data yang sebenarnya (WHO, 2010). Sebenarnya, HAIs yang sangat merugikan tersebut dapat dicegah apabila seluruh petugas kesehatan melakukan kebiasaan baik dan
1
memenuhi segala prosedur dan pedoman yang berbasis dengan pencegahan infeksi (Ling, Apisarnthanarak, and Madriaga 2015). Namun pada kenyataannya di Indonesia belum terdapat standar instrumen yang dapat menilai pengendalian risiko infeksi. Padahal instrumen yang tidak standar tidak dapat menghasilkan data yang sesuai dan dapat dipercaya (Setyonugroho, Kennedy, and Kropmans 2015). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang berpusat di United States telah mengeluarkan instrumen yang telah terstandar untuk menilai pengendalian risiko infeksi. Instrumen tersebut adalah Infection Control Risk Assessment (ICRA) yang merupakan bagian dari proses perencanaan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) (APIC, 2011). Dengan adanya ICRA, RS dapat mengambil kebijakan berdasarkan data yang dapat dipercaya. Hingga tahun 2017 ini Indonesia hanya 3 menggunakan panduan ICRA untuk renovasi dan rekonstruksi bangunan sedangkan ICRA dari CDC belum pernah diterapkan di Indonesia. B. Pengertian ICRA (Infection Control Risk Assessment) merupakan pengkajian yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif terhadap risiko infeksi terkait aktifitas pengendalian infeksi di rumah sakit. 1. Risiko adalah potensi terjadinya kerugian yang dapat timbul dari proses kegiatan saat sekarang atau kejadian dimasa datang 2. Manajemen Risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai
dan
menyusun
prioritas
risiko,
dengan
tujuan
untuk
menghilangkan atau meminimalkan dampaknya. 3. Pencatatan Risiko adalah pencatatan semua risiko yang sudah diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan pemeringkatan (Grading) untuk menentukan matriks risiko dengan kategori merah, kuning dan hijau. 4. ICRA (Infection Control Risk Assessment)
adalah proses multidisiplin
yang berfokus pada pengurangan infeksi, pendokumentasian bahwa dengan mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas dan program : a) Fokus pada pengurangan risiko dari infeksi b) Tahapan
perencanaan
fasilitas,
desain,
kontruksi,
renovasi,
pemeliharaan fasilitas
2
c) Pengetahuan
tentang
infeksi,
agen
infeksi,
dan
lingkungan
perawatan, yang memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial. C. Tujuan Untuk mencegah dan mengurangi risiko HAIs pada pasien, petugas, dan pengunjung di rumah sakit dengan cara : 1. Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak risiko terhadap : a. Paparan
kuman
patogen
melalui
pasien,
petugas
dan
pengunjung b. Penularan melalui tindakan/prosedur invasif yang dilakukan baik melalui peralatan, teknik pemasangan, ataupun perawatan terhadap HAIs 2. Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindak lanjuti berdasarkan hasil penilaian skala prioritas
3
BAB II RUANG LINGKUP
ICRA (Infection Control Risk Assessment) terdiri dari : 1. ICRA (Infection Control Risk Assessment) External Terkait dengan komunitas : Kejadian KLB dikomunitas yang berhubungan dengan penyakit menular. Penyakit lain yang berhubungan dengan kontaminasi pada makanan, air. Terkait dengan bencana alam 2. ICRA (Infection Control Risk Assessment) Internal Risiko terkait pasien : jenis, kelamin, usia, populasi kebutuhan khusus Risiko terkait petugas kesehatan Kebiasaan kesehatan perorangan Budaya keyakinan tentang penyakit menular Pemahaman
tentang pencegahan
dan
pengendalian
penyakit Tingkat kepatuhan dalam mencegah infeksi (Kebersihan tangan, pemakaian APD, teknik isolasi)
3. Risiko terkait pelaksanaan prosedur Prosedur invasif yang dilakukan Peralatan yang dipakai Pengetahuan
dan
pengalaman
dalam
melakukan
suatu
tindakan Persiapan pasien yang memadai Kepatuhan
terhadap
teknik
pencegahan
yang
direkomendasikan
4
4. Risiko terkait peralatan Pembersihan, desinfektan, sterilisasi untuk proses peralatan : Instrumen bedah Pemrosesan alat sekali pakai Pembungkusan kembali alat Peralatan yang dipakai
5. Risiko terkait lingkungan Pembangunan / Renovasi Kelengkapan peralatan Pembersihan lingkungan
5
BAB III TATA LAKSANA A. Infection Control Risk Assessment Program PPI Pengkajian risiko infeksi (ICRA / Infection Control Risk Assessment) terdiri dari empat langkah, yaitu : 1. Identifikasi Risiko Proses manajemen risiko bermula dari identifikasi risiko dan melibatkan : a) Penghitungan beratnya dampak potensial dan kemungkinan frekuensi munculnya risiko b) Identifikasi aktifitas aktifitas dan pekerjaan yang menempatkan pasien, tenaga kesehatan dan pengunjung pada risiko c) Identifikasi agen infeksius yang terlibat, dan d) Identifikasi cara transmisi 2. Analisa Risiko a) Mengapa hal ini terjadi ? b) Berapa sering hal ini terjadi ? c) Siapa saja yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut ? d) Dimana kejadian tersebut terjadi ? e) Apa dampak yang paling mungkin terjadi jika tindakan yang sesuai tidak dilakukan ? f)
Berapa besar biaya untuk mencegah kejadian tersebut ?
3. Kontrol risiko a) Mencari
strategi
mengeliminasi
untuk
atau
mengurangi
mengurangi
risiko
risiko atau
yang
akan
mengurangi
kemungkinan risiko yang ada menjadi masalah. b) Menempatkan rencana pengurangan risiko yang sudah disetujui pada masalah. 4. Monitoring risiko a) Memastikan rencana pengurangan risiko dilaksanakan. b) Hal ini dapat dilakukan dengan audit dan atau surveilans dan memberikan umpan balik kepada staf dan manajer terkait.
6
Dibawah ini tabel yang menerangkan cara membuat perkiraan risiko, derajat keparahan dan frekuensi terjadinya masalah: Tabel 1. Perkiraan Risiko PERINGKAT
PELUANG
URAIAN
4
1 : 10
Hampir pasti atau sangat mungkin untuk terjadi
3
1 : 100
Tinggi kemungkinannya akan terjadi
2
1 : 1000
Mungkin hal tersebut akan terjadi pada suatu waktu
1
≥ 1 : 10000
Jarang terjadi dan tidak diharapkan untuk terjadi
Tabel 2. Derajat Keparahan PERINGKAT 20 30
DESKRIPSI
URAIAN
KOMENTAR
Tinggi atau
Dampak yang besar
Tindakan segera
mayor
bagi pasien yang
sangat
dapat mengarah
dibutuhkan
kepada kematian atau dampak jangka panjang 10 19
Menengah
Dampak yang dapat
Dibutuhkan
menyebabkan efek
penanganan
jangka pendek 1 9
Rendah atau Minor
Dampak minimal
Dinilai ulang
dengan / tanpa efek
secara berkala
minor
7
Tabel 3. Keparahan dan frekuensi terjadinya masalah Keparahan tinggi
10 19
2 Keparahan tinggi
1 Keparahan tinggi
Frekuensi rendah (infeksi
Frekuensi
aliran darah disebabkan
dalam
oleh kontaminasi akses
penggunaan alat dan jarum
intravena)
suntik ulang)
4 Keparahan rendah
3 Keparahan rendah
Frekuensi rendah (Infeksi
Frekuensi tinggi (Infeksi
dari linen rumah sakit
Saluran Kemih)
Frekuensi Rendah
Frekuensi Tinggi
tinggi
(Infeksi
darah
akibat
Jenis risiko dan tingkat risiko berbeda di setiap unit rumah sakit , seperti di IGD, HCU, Instalasi Bedah Sentral, Instalasi Rawat Inap, Laboratorium, renovasi/pembangunan, dan lainnya. Pencatatan risiko adalah
pencatatan
semua
risiko
yang
sudah
diidentifikasi,
untuk
kemudian dilakukan pemeringkatan (grading) untuk menentukan matriks risiko dengan kategori merah, kuning dan hijau. Tabel 4. Penilaian Probabilitas / Frekuensi TINGKAT
DESKRIPSI
FREKUENSI KEJADIAN
RISK 0
Never
Tidak Pernah
1
Rare
Jarang (Frekuensi 1 2 x / Tahun )
2
Maybe
Kadang (Frekuensi 3 4 x / Tahun )
3
Likely
Agak sering (Frekuensi 4 6 x / Tahun )
4
Expect it
Sering (Frekuensi > 6 12 x / Tahun )
8
Tabel 5. Penilaian Dampak Risiko TINGKAT
DESKRIPSI
DAMPAK
RISK 1
Minimal
Tidak cedera
clinical 2
3
Moderate
Cedera ringan, misal : luka lecet
clinical
Dapat diatasi dengan P3K
Prolonged
Cedera sedang, misal : luka robek
length of
Berkurangnya fungsi motorik / sensorik /
stay
psikologis atau intelektual (reversibel), tidak berhubungan dengan penyakit
Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
4
Temporer
Cedera luas / berat, misal : cacat, lumpuh
loss of
Kehilangan fungsi motorik / sensorik /
function
psikologis atau intelektual (reversibel), tidak berhubungan dengan penyakit
5
Katatropik
Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit
Tabel 6. Sistem yang Ada TINGKAT
DESKRIPSI
KEGIATAN
RISK 1
Solid
Peraturan ada, fasilitas ada, dilaksanakan
2
Good
Peraturan ada, fasilitas ada, tidak selalu dilaksanakan
3
Fair
Peraturan ada, fasilitas ada, tidak dilaksanakan
4
Poor
Peraturan ada, fasilitas tidak ada, tidak dilaksanakan
5
None
Tidak ada peraturan
9
SKOR : Nilai Probabilitas X Nilai Risiko / Dampak X Nilai Sistem yang Ada B. Infection Control Risk Assessment Renovasi/Pembangunan Gedung Baru Penilaian Risiko Dampak Renovasi atau Konstruksi yang dikenal sebagai Infection Control Risk Assessment (ICRA) adalah suatu proses terdokumentasi yang dilakukan sebelum memulai kegiatan pemeliharaan, perbaikan, pembongkaran, konstruksi, maupun renovasi untuk mengetahui risiko dan dampaknya terhadap kualitas udara dengan mempertimbangkan potensi pajanan pada pasien. Ruang lingkup penilaian kriteria risiko akibat dampak renovasi atau konstruksi menggunakan metode ICRA adalah: 1) Identifikasi Tipe Proyek Konstruksi Tahap pertama dalam kegiatan ICRA adalah melakukan identifikasi tipe proyek konstruksi. Tabel 7. Tipe Proyek Kontruksi TIPE A
Kegiatan pemeriksaan konstruksi dengan risiko rendah, termasuk namun tidak terbatas pada : a. Pemindahan plafon untuk pemeriksaan visual (Debu minimal) b. Pengecatan (bukan pemlesteran) c. Merapikan pekerjaan listrik, pipa kecil, dan aktifitas lain yang tidak menimbulkan debu atau mengakses ke langit langit selain untuk pemeriksaan visual
TIPE B
Kegiatan non invansif skala kecil, durasi pendek dengan risiko debu minimal termasuk namun tidak terbatas pada : a. Instalasi kabel untuk telepon dan komputer b. Mengakses “chase spaces” c. Pemotongan dinding atau plafon dimana penyebaran debu dapat dikontrol
10
TIPE C
Kegiatan pembongkaran gedung dan perbaikan gedung yang menghasilkan debu tingkat tinggi dengan risiko sedang sampai tinggi, termasuk namun tidak terbatas pada : a. Pemlesteran dinding untuk pengecatan dan melindungi dinding b. Pemindahan untuk pemasangan lantai dan plafon c. Konstruksi dinding baru d. Pekerjaan pipa kecil atau pemasangan listrik diatas plafon e. Kegiatan pemasangan kabel besar f. Kegiatan tipe A, B or C yang tidak dapat diselesaikan dalam satu shift kerja
TIPE D
Kegiatan pembangunan proyek kontruksi dan pembongkaran gedung dengan skala besar : a. Kegiatan yang menuntut pembongkaran gedung secara besar besaran b. Adanya kegiatan pemasangan / pemindahan sistem perkabelan c. Konstruksi baru atau pembangunan gedung baru
2) Identifikasi Kelompok Pasien Berisiko Selanjutnya identifikasi Kelompok Pasien Berisiko yang dapat terkena
dampak
konstruksi.
Bila
terdapat lebih
dari
satu
kelompok pasien berisiko, pilih kelompok berisiko yang paling tinggi. Pada semua kelas konstruksi, pasien harus dipindahkan saat pekerjaan dilakukan.
11
Tabel 8. Kelompok Pasien Berisiko Rendah Area
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Fisioterapi
IGD
Area untuk pasien
perkantoran
IRJ
VK
immunocompromis
adm
IGH
Laboratorium
ed Unit Luka Bakar
(Specimen)
Inst.Gizi
Poli Bedah
Cath Lab
IBS
ISSB
R. Perawatan
ICU NICU/PICU
Pasien IP2K
Ruang isolasi tekanan negatif
Stroke Unit High Care
Onkologi
ICCU
Kamar Operasi
UTD
3) Menentukan Kelas Kewaspadaan dan intervensi PPI Kelas Kewaspadaan ditentukan melalui pencocokan Kelompok Pasien Berisiko (R,S,T,ST) dengan Tipe Proyek Konstruksi (A,B,C,D) berdasarkan matriks pencegahan dan pengendalian infeksi. Tabel 9. Kelas Kewaspadaan Kelompok Pasien Berisiko
Tipe Proyek Konstruksi TIPE A
TIPE B
TIPE C
TIPE D
Rendah
I
II
II
III / IV
Sedang
I
II
III
IV
Tinggi
I
II
III / IV
IV
Sangat Tinggi
II
III / IV
III / IV
IV
4) Menentukan Intervensi Berdasarkan Kelas Kewaspadaan
12
Penentuan intervensi PPI dilakukan setelah Kelas Kewaspadaan diketahui. Apabila Kelas Kewaspadaan berada pada Kelas III dan IV, maka
diperlukan
Perizinan
dan Pengendalian Infeksi
Kerja
dari
Tim
Pencegahan
dan dilakukan identifikasi dampak
lain di daerah sekitar area proyek. Tabel 10. Intervensi PPI berdasarkan Kelas Kewaspadaan Selama Proyek Konstruksi KELAS I
1. Lakukan pekerjaan konstruksi dengan metode
Setelah Proyek Konstruksi 1. Pembersihan lingkungan kerja
debu minimal 2. Segera mengganti plafon yang digunakan untuk pemeriksaan visual KELAS II
1. Menyediakan sarana aktif
1. Bersihkan permukaan kerja
untuk mencegah
dengan pembersih /
penyebaran debu ke udara
disinfektan
2. Memberikan kabut air pada 2. Letakkan limbah kontruksi permukaan kerja untuk
dalam wadah yang tertutup
mengendalikan debu saat
rapat sebelum dibuang.
memotong
Lakukan pengepelan basah
3. Menyegel pintu yang tidak terpakai dengan lakban
sebelum meninggalkan area kerja
4. Menutup ventilasi udara
3. Setelah pekerjaan selesai,
5. Letakkan dust mat (keset
rapikan kembali sistem
debu) dipintu masuk dan
HVAC
keluar area kerja 6. Menutup sistem HVAC KELAS III
1. Mengisolasi sistem HVAC
1. Pembatas area kerja harus
di area kerja untuk
tetap dipasang sampai
mencegah kontaminasi
proyek selesai diperiksa
sistem saluran
oleh Komite K3, KPPI, dan
2. Siapkan pembatas area kerja atau terapkan metode
dilakukan pembersihan oleh petugas kebersihan
13
kontrol kubus (menutup
2. Lakukan pembongkaran
area kerja dengan plastik)
bahan bahan pembatas
sebelum konstruksi dimulai
area kerja dengan hati hati
3. Menjaga tekanan udara
untuk meminimalkan
negatif dalam tempat kerja
penyebaran kotoran dan
dengan menggunakan unit
puing puing konstruksi
penyaringan udara 4. Lakukan limbah konstruksi
3. Vakum area kerja dengan penyaring HEPA
dalam wadah yang tertutup 4. Lakukan pengepelan basah rapat sebelum dibuang 5. Tutup wadah atau gerobak transportasi limbah
dengan pembersih / disinfektan 5. Setelah pekerjaan selesai, rapikan kembali sistem HVAC
KELAS IV
1. Mengisolasi sistem HVAC
1. Pembatas area kerja harus
di area kerja untuk
tetap dipasang sampai
mencegah kontaminasi
proyek selesai diperiksa
sistem saluran
oleh Komite K3, KPPI, dan
2. Siapkan pembatas area kerja atau terapkan metode kontrol kubus (menutup
dilakukan pembersihan oleh petugas kebersihan 2. Lakukan pembongkaran
area kerja dengan plastik)
bahan bahan pembatas
sebelum konstruksi dimulai
area kerja dengan hati hati
3. Menjaga tekanan udara
untuk meminimalkan
negatif dalam tempat kerja
penyebaran kotoran dan
dengan menggunakan unit
puing puing konstruksi
penyaringan udara 4. Menyegel lubanng, pipa, dan saluran 5. Membuat anteroom dan mewajibkan semua personel untuk melewati
3. Letakkan limbah kontruksi dalam wadah yang tertutup rapat sebelum dibuang. 4. Tutup wadah atau gerobak transportasi limbah 5. Lakukan pengepelan basah
ruangan ini atau mereka
dengan pembersih /
bisa memakai pakaian
disinfektan
kerja yang lepas setiap kali
14
mereka meninggalkan
6. Setelah pekerjaan selesai,
tempat kerja
rapikan kembali sistem
6. Semua personel memasuki
HVAC
tempat kerja diawajibkan untuk memakai penutup sepatu. Sepatu harus diganti setiap kali keluar dari area kerja
5) Identifikasi area di sekitar area kerja dan menilai dampak potensial Pada
Kelas
Kewaspadaan
identifikasi daerah
sekitar
III
area
dan proyek
IV,
perlu
dan
dilakukan
tingkat
risiko
lokasi tersebut.
Tabel 11. Identifikasi area di sekitar area kerja dan dampak potensial Melakukan identifikasi area dengan aktifitas khusus misalnya kamar oasien, ruang obat obatan, dll Melakukan identifikasi masalah yang berkaitan dengan ventilasi, pipa air, dan kemungkinan pemadaman listrik akibat konstruksi Melakukan identifikasi tindakan pembatasan menggunakan penilaian sebelumnya Apakah jenis pembatas yang digunakan ? (misalnya dinding pembatas solid) Pertimbangkan potensi risiko kerusakan air Apakah ada risiko akibat perubahan struktur ? (misalnya dinding, plafon, atap) Apakah pekerjaan dapat dilakukan diluar jam perawatan pasien? Apakah perencanaan memungkinkan jumlah kamar isolasi / tekanan udara negatif yang cukup? Apakah perencanaan memungkinkan jumlah dan jenis wastafel untuk cuci
15
tangan? Apakah PPI menyetujui jumlah minimal wastafel untuk proyek ini? Lakukan perencanaan untuk membahas masalah pembatasan dengan tim proyek misalnya arus lalu lintas, rumah tangga, pembuangan puing (bagaimana dan kapan)
16
BAB IV DOKUMENTASI A. Pelaporan a. ICRA Program dibuat setelah dilakukan analisa resiko berdasarkan indikator resiko infeksi yang telah dilakukan grading selama enam bulan b. ICRA Renovasi dibuat setiap kali ada kegiatan renovasi c. Setiap kegiatan renovasi dilakukan audit minimal 2 kali d. Laporan dilengkapi dengan rekomendasi tindak lanjut bagi pihak terkait dengan peningkatan infeksi. e. Laporan didesiminasikan kepada Direktur f. Tujuan diseminasi agar manajemen rumah sakit dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk menetapkan strategi pengendalian infeksi di rumah sakit. B. Evaluasi Hasil
pelaksanaan
perencanaan
lebih
surveilans
lanjut.
Jika
merupakan
terjadi
dasar
peningkatan
untuk
infeksi
melakukan
yang signifikan
yang dapat dikategorikan kejadian luar biasa, maka perlu dilakukan upaya penanggulangan kejadian luar biasa.
17
DAFTAR PUSTAKA Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
18