15 0 126 KB
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian luar biasa adalah peningkatan insidensi kasus yang melebihi ekspektasi normal secara mendadak pada suatu komunitas disuatu tempat terbatas, misalnya desa, kecamatan, kota atau institusi yang tertutup (misalnya sekolah, tempat kerja atau pesantren) pada suatu periode waktu tertentu (Gerstman, 1998; Last, 2001; Barrento et al, 2006). Hakikatnya kejadian luar biasa sama dengan epidemic (wabah). Hanya saja kata kejadian luar biasa biasanya digunakan untuk suatu kedaan epidemic yang terjadi pada populasi dan area geografis yang relative terbatas. Area terbatasyang merupakan tempat terjadinya kejadian luar biasa sebagai pengganti epidemi karena kata epidemi atau wabah berkonotasi gawat sehingga dapat menimbulkan kepanikan pada masyarakat (Tomes, 2000). Kata epidemi tidak disukai oleh para pejabat sebab kejadian epidemic di suatu wilayah tersebut. Karena itu biasanya termasuk epidemic atau wabah diganti dengan termasuk yang lebih halus, yaitu : “upsurge” yang berarti peningkatan suatu kejadian peristiwa secara tiba-tiba. Jika jumlah agen infeksi (misalnya, parasit) menurun drastis pasca epidemic, sehingga jumlah kasus menurun, kedaan itu disebut epidemic fadeout. Dalam menentukan kejadian luar biasa/epidemic perlu batasan yang jelas tentang komunitas, daerah dan waktu terjadinya peningkatan kasus. Untuk dapat dikatakan kejadian luar biasa/epidemi, jumlah kasus tidak harus luar biasa banyak dalam artiabsolut, melainkan luar biasa banyak dalam arti relatif ketika dibandingkan dengan insidensi biasa pada masa yang lalu, disebut tingkat endemis (Greenberg et al, 2005). Segelintir kasus bias merupakan epidemic jika muncul pada kelompok, tempat dan waktu yang biasanya. Ditemukannya dua kasus penyakit yang telah lama absen (misalnya, HIV/AIDS) dapat dikatakan epidemic dan otoritas kesehatan dapat dimulai melakukan penyelidikan dan pengendalian terhadap epidemic itu (Last, 2001). Konsep epidemic berlaku untuk penyakit infeksi, penyakit non-infeksi, perilaku kesehatan maupun peristiwa kesehatan lainnya, misalnya epidemic kolera, epidemic SARS, epidemic gizi buruk anak balita, epidemic merokok, epidemic stroke, epidemic Ca paru dan sebagainya(Gerstman, 1998; Last 2001; Greenberg et al, 2005; Barreto et al, 2006). Misalnya ditemukan dikalangan pria homoseksual sejumlah kasus (disebut “cluster”) radang parulangka, yaitu “pneumonia pneumocystis carinii” (kinipneumocystis jiroveci pneumonia). Meski hanya menyangkut segelintir kasus (rare events). Peristiwa itu merupakan peristiwa luar biasa (extra-ordinary event) yang dapat disebut epidemic karena belum pernah dijumpai sebelumnya. Penyakitt itu lalu dikenal sebagai AIDS (Acquired Immuno-
Deficiency Syndrome). Kejadian luar biasa terjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara penjamu, agen dan lingkungan : (1) Keberadaan pathogen (agen yang menimbulkan penyakit) dalam jumlah cukup untuk menjangkiti sejumlah individu. (2) Terdapat modus transmisi pathogen yang cocok kepada individu-individ rentan; (3) Terdapat jumlah yang cukup individu-individu rentan yang terpapar oleh patogen (Greenberg et al, 2005). Tujuan pedoman kejadian luar biasa adalah sebagai pedoman bagi seluruh unit yang terkait dalam pelaksanaan kejadian luar biasa. Sasaran dari pedoman ini untuk mengambil kebijakan dan pelaksana kesehatan di RSU Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara. B. Dasar Hukum Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan; Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit; Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
270/MENKES/SK/III?2007 tentang Pedoman Managerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan pelayanan Kesehatan lainnya.
BAB II KETENTUAN UMUM Struktur Organisasi Tim Penanggulangan Kejadian Luar Biasa RSU Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Direktur
Wadir Pelayanan Medik
Kabid Penunjang Medik
Kabid Yan Med
Komite PPI
Ketua Tim KLB
Anggota : 1. IPCLN dan IPCN 2. IRNA 3. SMF 4. IPM 5. Divisi Tropik Infeksi 6. Farmasi 7. IPL 8. ILSS 9. Laboratorium Sentral 10. Instalasi Mikrobiologi Klinik
Kabid Penunjang Non Medik
Uraian tugas pokok dan fungsi Tim Penanggulangan KLB RSSA : Unsur Direktur
Tupoksi Pelindung : Melakukan kajian bersama tim terkait tentang KLB dan merencanakan upaya penanggulangan KLB secara menyeluruh. Melakukan koordinasi dengan stakeholder (Dinas Kesehatan Kota, Dinas Kesehatan Provinsi) Menentuksn saat awal dan berakhirnya KLB. Menyampaikan
pernyataan
resmi
kepada
seluruh unit kerja hal-hal terkait KLB agar Wadir Pelayanan Medik
tidak menimbulkan keresahan. Pelindung : Membantu tugas direktur dalam merencanakan upaya penanggulangan KLB serta koordinasi
Penanggung Jawab
dengan stake-holder. Melakukan koordinasi
Ketua Tim KLB
perencanaan penanggulangan KLB. Melakukan tindakan penanggulangan KLB sesuai
IRNA
alur dan SPO KLB Melakukan penyesuain/perubahan
system
SMF
pelayanan IRNA sebagai dampak KLB. Melakukan penyesuaian/perubahan
system
Farmasi
pelayanan SMF sebagai dampak KLB. Menyediakan fasilitas obat-obatan dan disinfektan
IPL
terkait KLB. Upaya untuk
ILSS
lingkungan. Menyediakan
IPM
diperlukan untuk KLB. Mengkaji tindak lanjut untuk perbaikan mutu
Instalasi Mikrobiologi Klinik
pelayanan sebagai dampak KLB. Melakukan pemeriksaan mikrobiologis
lintas
kebersihan seluruh
bidang
dan
kebutuhan
dalam
penyehatan APD
yang
untuk
membantu menegakkan diagnosis mikrobiologis Lab Sentral
agen penyebab KLB. Melakukan pemeriksaan
laboratorium
untuk
membantu menegakkan diagnosis laboratorium pasienKLB.
Keterangan : Ketua tim KLB adalah SMF yang ditunjuk langsung oleh Direktur pada saat terjadi KLB
BAB III A. DEFINISI Kejadian luar biasa adalah peningkatan kasus yang melebihi ekspektasi normal secara mendadak pada suatu komunitas disuatu tempat terbatas. B. TUJUAN INVESTIGASI KEJADIAN LUAR BIASA Intinya, investigasi kejadian luar biasa dilakukan dua tujuan : (1) Mengetahui penyebab Kejadian luar biasa (2) Menyetop kejadian luar biasa sekarang dan mencegah Kejadian luar Biasa di masa mendatang (Greenberg ar al, 2005). Tujuan khusus investigasi Kejadian luar biasa adalah mengidentifikasi – (1) Agen kausa kejadian luar biasa (2) Cara transmisi (3) Sumber kejadian luar biasa (4) Carrier (5) Populasi beresiko
(6) Paparan yang menyebabkan penyakit (faktor resiko) C. LANGKAH-LANGKAH INVESTIGASI KEJADIAN LUAR BIASA Tebel dibawah ini menyajikan 7 langkah investigasi kejadian luar biasa. Perhatikan jumlah langkah dan sekuensi investigasi kejadian luar biasa bias bervariasi, tetapi intinya mencakup prinsip seperti disajikan table dibawah ini : No Langkah-langkah Investigasi Kejadian Luar Biasa 1 Identifikasi Kejadian luar biasa 2
Investigasi kasus
3
Investigasi kausa
4
Langkah pencegahan dan pengendalian
5
Studi Analitik (jika perlu)
6
Komunikasikan temuan
7
Evaluasi dan teruskan survelains
Langkah pencegahan kasus pengendalian Kejadian luar biasa dapat dimulai sedini mungkin (do early) setelah tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi Kejadian luar biasa telah memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang kausa Kejadian luar biasa, sumber agen infeksi dan cara transmisi yang menyebabkan Kejadian luar biasa maka upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu pengujian hipotesis oleh studi analitik yang lebih formal. 1. Identifikasi Kejadian Luar Biasa Kejadian luar biasa adalah peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak dari pada ekspektasi normal disuatu area atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang potensi Kejadian Luar Biasa akan dating dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien, kader kesehatan atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi kejadian luar biasa bias juga berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis data survelains, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium atau media local (surat kabar dan televisi). Hakikatnya kejadian luar biasa merupakan deviasa (penyimpangan) dari keadaan rata-rata insidensi yang konstan dan melebihi ekspektasi normal. Karena itu kejadian luar biasa ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, kuartal, tahun). Besar deviasi yang masih berada dalam “ekspetasi normal” bersifat arbitrer tergantung dari tingkat keseriusan dampak yang diakibatkan bagi kesehatan masyarakat di masa yang lalu. Sebagai ancar-ancar kuantitatif, pembuat kebijakan dapat
menggunakan mean+3SD. Sebagai batas untuk menentukan kejadian luar luar biasa. Batas mean+3SD. Sebagai batas untuk menentukan keadaan kejadian luar biasa. Batas mean+/- 3SD lazim digunakan dalam biostatistik untuk menentukan observasi ekstrim yang disebut “outlier” (Duffy dan Jacobsen, 2001) jadi suatu kondisi yang sesuai dengan definisi epidemi/Kejadian luar biasa. Sumber data kasus untuk menentukan terjadinya kejadian luar biasa : (1) Catatan survelains dinas kesehatan Sakit tenggorok, nyeri otot. Beberapa di antaranya menunjukkan gejala lebih berat yaitu infeksi mata, pneumonia, distress pernafasan akut. Hapusan mukosa hidup dan tenggorok diambil oleh petugas Depkes beberapa hari setelah timbul gejala klinis dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur. Hasilnya menunjukkan terdapat virus H5N1. Apakah telah terjadi Kejadian luar biasa? Jawab : Ya Kenaikan sebesar 8 kasus flu burung dalam contoh di atas menunjukkan tengah terjadi Kejadian luar biasa. Kenaikan lebih dari dua kasus baru penyakit pada populasi disuatu tempat yang sebelumnya tidak pernah ada kasus dapat dikatakanKejadian luar biasa )Last, 2001) Perhatikan, kenaikan jumlah kasus saja belum tentu mengisyaratkan Kejadian luar biasa. Terdapat sejumlah faktor yang bias menyebabkan jumlah kasus “tampak” meningkat : Variasi musim (misalnya,diare meningkat pada musim kemarau ketika air bersih langkah) Perubahan dalam pelaporan kasus Perubahan definisi kasus (makin inklusif, makin banyak jumlah kasus) Perbaikan dalam prosedur diagnostic (makin sensitif, makin banyak jumlah kasus) Kesalahan
diagnosis
(misalnyakesalahan
hasil
pemeriksaan
laboratorium) Peningkatan kesadaran petugas kesehatan (meningkatkan intensitas pelaporan) Media yang memberikan informasi bias dari sumber yang tidak benar(menimbulkan “false alert).
Terjadinya kejadian luar biasa dan teridentifikasinya sumber dan kausa kejadian luar biasa perlu ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus sehinggadisebut kejadian luar biasa, maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan apakah akan melakukan investigasi kejadian luar biasa. Sejumlah faktor mempengaruhi dilakukan atau tidaknya investigasi kejadian luar biasa : Keparahan penyakit Potensi untuk menyebar Pertimbangan politis Perhatian dan tekanan dari masyarakat Ketersedian sumber daya Beberapa penyakit menimbulkan manifestasi klinis ringan dan akan berhenti dengan sendirinya (self-limiting diseases), misalnya flu biasa. Implikasinya, tidak perlu dilakukan investigasi kejadian luar biasa maupun tindakan spesifik terhadap kejadian luar biasa, kecuali kewaspadaan. Tetapi kejadian luar biasa lainnya akan terusberlangsung jika tidak ditanggapi dengan langkah pengendalian yang tepat, sejumlah penyakit lain menunjukkan virulensi tinggi, mengakibatkan msnifestasi klinis berat dan fatal, misalnya flu burung, implikasinya, system kesehatan perlu melakukan investigasi kejadian luar biasa dan mengambil langkah-langkah segera dan tepat untuk mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit itu. 2. Investigasi kasus DEFINISI KASUS Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosa dengan benar (valid). Peneliti kejadian luar biasa mendefinikan kasus dengan menggunakan seperangkat kriteria sebagai berikut : Kriteria klinis (gejala, tanda, onset) Kriteria epidemiologis (karakteristik orang yang terkena, tempat dan waktu terjadinya kejadian luar biasa) Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan), (Bres, 1986) Definisi kasus harus valid (benar), baku dan sebaiknya seragam. Definisi kasus yang baku dan seragam penting untuk memastikan bahwa setiap kasus didiagnosis dengan cara yang sama, konsisten tidak tergantung pada siapa yang mengidentifikasi kasus maupun dimana dan kapan kasus tersebut terjadi. Definisi kasus yang baku memungkinkan dilakukannya perbandingan jumlah kasus yang terjadi di
waktu atau ditempat lainnya. Sebagai contoh, dengan definisi kasus baku dapat dibandingkan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi pada januari 2010 di Surakarta dengan jumlah kasus pada Februari 2010 di kota itu. Demikian pula dapat dibandingkan jumlah kasus DBD yang terjadi pada Januari 2010 di Jakarta. Dengan definisi kasus standar maka jika ditemukan perbedaan jumlah
kasus
maka
sesungguhnya,
merupakan
bukan
karena
perbedaan
yang
perbedaan
dalam
mendiagnosis (CDC, 2010). Penggunaan definisi kasus seperti yang direkomendasikan Standar Surveilans WHO memungkinkan pertukaran informasi tentang kejadian penyakit-penyakit
secara
internasional.
Dengan
menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat kepastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi : (1) kasus suspek (suspected case, syndromic case, (2) kasus mungkin (probable case, presumptivecase), dan (3) kasuspasti (3) kasus pasti (confirmed case, definite case). Table 6.2 menyajikan klasifikasi kasus menurut kriteria pemeriksaan klinis, epidemiologis dan laboratories. Tabel Klasifikasikan kasus menurut kriteria pemeriksaan klinis, epidemiologi dan laboratories No 1
Klasifikasi kasus Kriteria Kasus suspek 1. Tanda dan gejalan klinis cocok dengan (suspected
case,
syndromis case)
penyakit, terdapat bukti epidemiologi) 2. Tetapi tidak terdapat bukti laboratorium yang menunjukkan tengah atau telah terjadi
2
Kasus
mungkin
(probable presumptive case)
case,
infeksi
(bukti
laboratorium
negatif, tidak ada atau belum ada) 1. Tanda dan gejala klinis cocok dengan penyakit, terdapat bukti epidemilogis. 2. Terdapat mengarah
bukti
laboratorium
yang
tetapi
belum
yang
pasti
menunjukkan tengah atau telah terjadi 3. Infeksi (misalnya, bukti dari sebuah tes 3
serologis tunggal). Kasus (confirmed case, Terdapat bukti pasti laboratorium (serologis,
definite case)
biokimia, bakteriologis, virologist, parasitologis) bahwa tengah atau telah terjadi infeksi dengan atau tanpa kehadiran tanda, gejala klinis atau bukti epidemiologis.
PENEMUAN KASUS Kasus pertama yang dilaporkan (kasus indeks) belum tentu sama dengan kasus primer, yaitu kasus pertama dalam komunitas. Kasus pertama yang dating ke fasilitas pelayanankesehatan biasanya hanya merupakan sebagian kecil dari seluruh jumlah kasus yang ada (“tip of the icebeng” puncak gunung es). Karena itu, setelah mendefinisikan kasus, langkah investigasi selanjutnya adalah mencari kasus (case finding). Tujuan penemuan kasus : (1) Mengetahui luas kejadian luar biasa (2) Mengetahui populasi beresiko (3) Mengidentifikasi kasus sekunder (kemungkinan penyebaran dari orang ke orang) (4) Mengidentifikasi sumber-sumber infeksi (5) Mengidentifikasi kontak dengan kasus terinfeksi Untuk menemukan kasus-kasus lainnya, peneliti kejadian luar biasa dianjurkan untuk menggunakan sebanyak mungkin sumber informasi : (1) Surveilans aktif dan survey khusus (para peneliti dikirimkan ke daerah yang terkena kejadian luar biasa untuk mengumpulkan berbagai informasi tentang kondisi-kondisi spesifik tertentu dari pelapor potensial, dokter, rumah sakit, sekolah dan lain-lain) (2) Surveilans pasif (mengandalkan laporan rutin oleh petugas kesehatan tentang penyakit-penyakit yang harus dilaporkan). (3) Pengembangan informasi kasus yang diperoleh dari media (berita yang dilansir media ditanggapi dengan mengecek kasus di lapangan). 4. Investigasi kausa WAWANCARA DENGAN KASUS Intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan narasumber terkait kasus adalah untuk menemukan kausa kejadian luar biasa. Dengan menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh informasi berikut : Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada)
Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan) Kemungkinan sumber, paparan dan kausa Faktor-faktor risiko Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit) Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil investigasi) Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium). Informasi tentang masing-masing kasus yang diwawancara/ditemui dimasukkan dalam “table kejadian luar biasa”(line listing). Dalam table kejadian luar biasa, variable-variabel tentang informasi kasus diletakkan pada kolom, sedang urutan kasus diletakkan pada baris. Ikhtisar informasi tentang kasus yang dicatat dalam tabel kejadian luar biasa berguna untuk merumuskan teori/hipotesis tentang sumber, kausa, dan cara penyebaran penyakit. EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF Tujuan epidemiologi deskriptif adalah mendeskripsikan frekuensi dan pola penyakit pada populasi menurut karakteristik orang, tempat, dan waktu. Dengan menghitung jumlah kasus, menganalisa waktu, incidence rate, dan resiko,peneliti kejadian luar biasa mendeskripsikan distribusi kasus menurut orang, tempat dan waktu, menggambar kurva epidemic, mendeskripsikan kecenderungan (trend) kasus sepanjang waktu, luasnya daerah kejadian luar biasa dan populasi yang terkena kejadian luar biasa. Dengan epidemiologi deskriptif peneliti kejadian luar biasa bias mendapatkan menduga kausa dan sumber kejadian luar biasa.
Tabulasi Langkah pertama,peneliti mendeskripsikan data epidemic menurut karakteristik orang (kasus). Peneliti mempelajari perbedaan risiko kelompok-kelompok populasi yang terkena kejadian luar biasa berdasarkan karakteristik umur, gender, ras, pekerjaan, kelas sosial, status kesehatan, dan sebagainya. Distribusi risiko(dengan kata lain, Attack Rate) berbagai kelompok ditampilkan table.
Kurva Epidemi Langkah kedua, peneliti mendeskripsikan data kejadian luar biasa menurut waktu dengan membuat kurva epidemi. Kurva epidemic adalah grafik yang menghubungkan tanggal onset atau masa inkubasi penyakit pada sumbu X dan jumlah kasus penyakit pada sumbu Y. Manfaat kurva epidemic : (1) Memberikan petunjuk tentang agen infeksi dan masa inkubasi (2) Mengisyaratkan besarnya masalah dan perjalanan waktu kejadian luar biasa (3) Menunjukkan pola penyebaran (yakni, sumber bersama, kontinu atau propagasi). (4) Menunjukkan posisi populasi berisiko dalam perjalanan waktu epidemi; (5) Dapat dilakukan stratifikasi menurut tempat (tempat tinggal, tempat kerja, sekolah) atau karakteristik individu (umur, gender, ras dan sebagainya) sehingga memungkinkan peneliti untuk mempelajari variasionset menurut tempat dan karakteristik orang; (6) Membantu peneliti dalam melakukan monitoring dan evaluasi (7) Memberikan petunjuk tambahan (misalnya adanya outlier) Dalam menganalisis sebuah kurva epidemic, faktor-faktor berikut perlu diperhatikan untuk membantu menafsirkan kejadian luar biasa : (1) Pola keseluruhan epidemic (2) Periode waktu orang terpapar (3) Keberadaan outlier Dengan menggunakan kurva epidemic dapat dilihat pola penyebaran pathogen, sehingga dapat dibedakan 3 jenis utama kejadian luar biasa : (1) Common-source Kejadian luar biasa (point-source kejadian luar biasa) (2) Continual-source Kejadian luar biasa, dan (3) Propagated (person-to-person, progressive) kejadian luar biasa. 1. Common-source Kejadian luar biasa (point-source kejadian luar biasa) Common source kejadian luar biasa terjadi jika agen penyebab ditularkan kepada orang-orang yang terjangkit dari sumber yang sama pada saat yang sama, selam aperiode waktu yang terbatas (pendek), biasanya selama satu masa inkubasi biasanya terjadi pada satu tempat. Bentuk kurva ini umumnya meningkat dengan tajam dan memiliki puncak yang tegas disusul dengan penurunan secara gradual. Kadang-kadang sejumlah kasus tampak seperti
gelombang yang menyusul sumber titik selama satu masa inkubasi atau interval waktu. Penularan ini disebut point source with secondary transmission-sumber tilik dengan penularan sekunder. Continual-source kejadian luar biasa terjadi jika sumber kejadian luar biasa terus terkontaminasi, individu rentan terus terpapar sumber tersebut, sehingga penularan terus berlangsung.Paparan terhadap sumber infeksi yang berkepanjangan bias berlangsung lebih dari satu masa inkubasi.Gambar dibawah ini menyajikan kurva epidemic continual-source kejadian luar biasa, dengan karakteristik peningkatan kasus secara gradual lalu mendatar. Gambar Common-source kejadian luar biasa (point-source kejadian luar biasa)
Keterangan Grafik diatas menyajikan kurva epidemic sebuah common-source kejadian luar biasa, ditandai oleh peningkatan jumlah kasus dengan tajam, lalu menurun perlahan-lahan. Contoh : Sekelompok tamu yang menghadiri kenduri di suatu desa dan dengan waktu bersamaan menyantap makananyang terkontaminasi pathogen (misalnya, tempe bongkrek yang umumnya kejadian luar biasa karena makanan(foodborne disease kejadian luar biasa) merupakan point-source kejadian luar biasa, sebab paparan pathogen terjadi pada waktu yang sama dan berlangsung selama periode waktu yang terbatas (singkat).
Keterangan : Menunjukkan kejadian luar biasa penyakit gastro intestinal akibat kontaminasi makanan dari sebuah paparan tunggal. Meskipun ada dua buah outlier pada data, tetapi kurva epidemic dengan jelas menunjukkan sebuah kejadian luar biasa selama periode waktu yang terbatas, dan bentuk kurva yang
mencerminkan
karakteristik paparan dari sebuah sumber tunggal 2. Continual-source Kejadian luar biasa Continual-source kejadian luar biasa terjadi jika sumber kejadian luar biasa terus terkontaminasi, individu rentan terus terpapar sumber tersebut, sehingga penularan terus berlangsung. Paparan terhadap sumber infeksi yang berkepanjangan bias berlangsung lebih dari satu masa inkubasi. Gambar dibawah ini menyajikan kurva epidemic continual-source kejadian luar biasa, dengan karakteristik peningkatan kasus secara gradual lalu mendatar.
Contoh ;
Kejadian luar biasa kolera di London yang diselidiki oleh “Bapak Epidemiologi “ John Snow. Kolera menyebar dari air minum selama periode waktu yang panjang. Perhatikan pada umumnya masa inkubasi kolera adalah 1-3 hari. Tetapi karena penduduk di kota terus-menerus menggunakan air terkontaminasi, maka durasi kejadian luar biasa terjadi selama lebih dari sebulan. 3. Propagated (person-to-person, progressive) kejadian luar biasa. Propagated (person-to-person, progressive) Kejadian luarbiasa jika sebuah kasus penyakit berperan sebagai sumber infeksi bagi kasus-kasus berikutnya dan kasuskasus berikutnya berperan sebagai sumber infeksi bagi kasus-kasus berikutnya dan kasus kasus berikutnya berperan sebagai sumber infeksi bagi kasus berikutnya lagi, bias terjadi pada berbagai tempat. Gambar dibawah ini menyajikan kurva epidemic perso-to-person Kejadian luar biasa. Bentuk kurva terdiri dari sejumlah puncak, dipisahkan oleh masa inkubasi, mencerminkan jumlah kasus yang meningkat melalui kontak orang ke orang hingga tidak terdapat lagi orang yang rentan atau dimulainya upaya pengendalian. Contoh soal : Gambar menyajikan contoh infrksi campak yang mengakibatkan propagated Kejadian luar biasa dengan penularan dari anak ke anak