Panduan Penetapan Risiko Nutrisional Pasien Dewasa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANGKALAN TNI AU SJAMSUDIN NOOR RUMAH SAKIT SJAMSUDIN NOOR



PANDUAN KRITERIA RESIKO NUTRITIONAL PASIEN DEWASA RUMAH SAKIT TNI AU SJAMSUDIN NOOR



TAHUN 2019



PANGKALAN TNI AU SJAMSUDIN NOOR RUMAH SAKIT SJAMSUDIN NOOR



PANDUAN KRITERIA RESIKO NUTRITIONAL PASIEN DEWASA RUMAH SAKIT TNI AU SJAMSUDIN NOOR



BAB I PENDAHULUAN



1.



Latar Belakang. Rumah Sakit Angkatan Udara Sjamsudin Noor adalah Pelaksana



Teknis Diskesau yang berkedudukan langsung di bawah Kadiskesau, yang mempunyai tugas melaksanakan Dukungan Kesehatan yang di perlukan dalam setiap kegiatan operasi dan latihan TNI Angkatan Udara, baik yang diselenggarakan oleh tingkat komando/markas besar maupun tingkat Lanud Sjamsudin Noor, Melaksanakan pelayanan kesehatan bagi anggota militer dan PNS beserta Keluarga, serta melayani anggota TNI beserta keluarga, dan Melaksanakan Uji Kesehatan dalam rangka seleksi calon Tamtama Bintara dan Perwira. Salah satu sarana pelayanan yang ada, yaitu Instalasi Gizi. Seiring dengan perjalanan pelayanannya semakin meningkat baik managemennya, sarana prasarananya, maupun sumber daya manusianya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi sesuai dengan standar Akreditasi Rumah Sakit versi SNARS Edisi 1 Tahun 2018 serta kebutuhan untuk dapat memberikan pelayanan kepada anggota TNI/TNI Angkatan Udara, PNS beserta keluarga dan masyarakat umum secara maksimal. Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan hak setiap orang, untuk itu memerlukan adanya sebuah panduan agar diperoleh hasil pelayanan yang bermutu. Pelayanan gizi yang bermutu di rumah sakit akan membantu mempercepat proses penyembuhan pasien, yang berarti pula memperpendek lama hari rawat sehingga dapat menghemat biaya pengobatan. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien.



1 2.



Pengertian.



Penetapan kriteria risiko nutritional dan



pengkajian gizi



merupakan kegiatan mengumpulkan, mengintegrasikan dan menganalisis data untuk identifikasi masalah gizi yang terkait dengan aspek asupan zat gizi dan makanan, aspek klinis dan aspek perilaku-lingkungan serta penyebabnya. Identifikasi resiko malnutrisi dilakukan oleh perawat melalui skrining / penapisan gizi. Asesmen gizi dilakukan pada pasien yang teridentifikasi beresiko malnutrisi atau sudah malnutrisi dan membutuhkan dukungan gizi individual oleh dietisien. Tujuan asesmen gizi adalah untuk identifikasi masalah gizi; identifikasi kebutuhan gizi; mengumpulkan informasi untuk rencana asuhan gizi individu lebih lanjut; menilai efektifitas asuhan gizi dan untuk memodifikasi asuhan sesuai kebutuhan dan kondisi pasien. BAB II. RUANG LINGKUP



Panduan penilaian kriteria resiko nutritional dan asesmen gizi ini disusun dengan tata urut sebagai berikut a. Bab I



Pendahuluan.



b. Bab II



Ruang Lingkup meliputi asesmen awal pelayanan di : Ruang Rawat Jalan,Ruang Rawat Inap, uang IGD (Instalasi Gawat Darurat). Kegiatan penetapan dan Asesmen gizi meliputi: 1).



Skrining / penapisan gizi. Dilaksanakan oleh perawat untuk semua pasien baru, menggunakan me tode MST (Malnutrition Screening Tool), maksimum 1x 24 jam setelah p asien masuk ruang rawat inap.



2).



Asesmen / pengkajian gizi Jika pasien dengan nilai skor besar atau dengan kondisi khusus menunjukkan pasien beresiko malnutrisi, sehingga langkah lebih lanjut



pasien di asesmen oleh ahli gizi untuk diberikan asuhan gizi terpadu c. Bab III



(PAGT) Kebijakan



d. Bab IV



Tata Laksana



e. Bab V



Dokumentasi



BAB III. KEBIJAKAN



1. Kebijakan Umum asesmen awal pasien mencakup juga skrining status gizi, kebutuhan fungsional, dan kebutuhan khusus lainnya, kemudian dirujuk untuk asesmen dan tindakan lebih lanjut jika perlu 2. Kebijakan Khusus a. Rumah Sakit menetapkan kriteria risiko Nutritional yang dikembangkan bersama staf yang kompeten dan berwenang b. Pasien diskrining untuk risiko nutritional sebagai bagian dari asesmen awal c. Pasien dengan risiko nutritional dilanjutkan dengan asesmen gizi. BAB. IV TATA LAKSANA



Tata laksana penetapan kriteria resiko nutritional meliputi kegiatan kegiatan sebagai berikut : a.



Skrining Awal. 1). Skrining awal atau penapisan gizi dilaksanakan oleh perawat kepada pasien maksimum 1 X 24 jam setelah pasien masuk ruang rawat inap at au saat mengunjungi klinik rawat jalan untuk mengetahui apakah pasi en beresiko atau tidak beresiko malnutrisi. 2). Skrining menggunakan metode MST  (Malnutrition  Screening  Tool). 3). Hasil skrining:



( 1) Nilai MST 4 – 5 berarti resiko tinggi, pasien akan dilakukan asesmen gizi oleh dietisien dan mendapatkan asuhan gizi induvidual serta dimonitor setiap hari. (2) Nilai MST 2 – 3 berarti resiko sedang, pasien akan dilakukan asesmen gizi oleh dietisien dan mendapatkan asuhan gizi induvidual serta dimonitor tiga hari sekali (3)



Nilai MST 0-1 berarti resiko ringan atau tidak beresiko maln



utrisi, pasien akan diskrining ulang oleh dietisien setelah tujuh hari perawata n. b.



Skrining Ulang.



1). skrining



Skrining ulang dilaksanakan oleh dietisien kepada pasien yang hasil 



awal tidak beresiko malnutrisi tetapi sudah dirawat selama tujuh hari. 2).



Skrining ulang menggunakan metode MUST Universal



(Malnutrition



Screening  Tool). 3).



Hasil skrining: a).



Nilai MUST 0 berarti beresiko rendah atau tidak beresiko, u



langi skrining setiap tujuh hari perawatan. b).



Nilai MUST 1 berarti beresiko sedang, monitoring asupan selama 



tiga hari. Jika tidak ada peningkatan asupan lakukan asesmen  dan mendapatkan asuhan gizi individual serta dimonitor tiga hari s ekali. Jika ada peningkatan asupan lakukan skrining ulang setiap tujuh  hari.



c).



Nilai MUST ≥ 2 berarti beresiko tinggi, lakukan asesmen 



dan mendapatkan asuhan gizi individual serta monitoring asupan m akan setiap hari. c.



Asesmen Gizi. 1).



Dilakukan  oleh  dietisien  maksimum 3  x 24  jam  setelah  pasien  masuk 



ruang perawatan, menggunakan Formulir Asuhan Gizi. 2).



Data yang dikumpulkan: a).



Antropometri. (1).



Ukur Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB). (a).



Data bisa dikutip dari hasil pengukuran perawat.



(b).



Perhatikan ada tidaknya edema dan asites.



(2).Bila BB tidak bisa diukur pergunakan pengukuran alternatif dengan mengukur Lingkar Lengan Atas (LiLA). (a).



Cara mengukur LiLA:



(i)Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90º terhadap siku, dengan lengan atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulang bahu (akromion) dengan siku (olekranon). Tandai titik tengahnya. (ii)Perintahkan pasien  untuk merelaksasikan  lengan atasnya, ukur lingkar lengan atas di titik tengah, pas tikan pita pengukur tidak terlalu menempel terlalu ketat.



(b).Rumus pengukuran berat badan berdasarkan lingkar lengan atas: Laki-laki = BB (kg) = 2,592 x LiLA (cm) – 1,2



Wanita = BB (kg) = 2,001 X LiLA (cm) – 1,2 Keterangan: BB = Berat Badan LiLA = Lingkar lengan Atas Kg



= Kilogram



Cm = centimeter (3).



(4).



Menentukan BB Untuk Pasien Dengan Odema (a).



Edema kaki



: 5%



(b).



Edema anasarka



: 10-20 %



©.



Edema asites



: 5%



Menentukan BB Untuk Pasien Jika Mengalami Amputasi Bagian Yang Diamputasi Tangan Lengan bawah & tangan Seluruh lengan Kaki Amputasi bawah lutut Amputasi atas lutut Seluruh tungkai



(5).



Bila



tinggi



badan



tidak



% BB Total 0,3 % 2,6 % 6,2% 1,7% 7% 11 % 18,6%



dapat



diukur,



dapat



digunakan



pengukuran tinggi lutut untuk memperkirakan tinggi badan. 7 (a). Cara mengukur tinggi lutut dengan posisi pasien tidur : (i).



Pasien terlentang pada tempat tidur (usahakan posisi tempat tidur/kasur rata/horizontal);



(ii). Tempatkan alat penyangga diantara lipatan paha dan betis kaki kiri membentuk siku 90º; (iii). Beri bantuan dengan bantal pada bagian pantat pasien jika alat penyangga terlalu tinggi;



(iv). Telapak kaki pasien membentuk siku (sudut 90º); (v). Pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki bagian tumit dan lutut; (vi) Baca angka (panjang lutut) pada alat secara seksama; (vii). Catat angka hasil pengukuran; (viii). Lakukan pengukuran sebanyak 3 kali.



(b).



Cara mengukur tinggi lutut dengan posisi pasien duduk: (i). Pasien yang diukur duduk dikursi; (ii). Posisi duduk sempurna (badan tegak, tangan bebas kebawah dan wajah menghadap kedepan); (iii). Lutut kaki yang diukur membentuk sudut 90º; (iv). Tempatkan alat pengukur tinggi lutut pada kaki sebelah kiri; (v). Lakukan pengukuran; (vi). Baca angka (panjang lutut) pada alat secara seksama; (vii). Catat angka hasil pengukuran; (viii). Lakukan pengukuran sebanyak 3 kali. 8



(c).



Rumus Mengukur Tinggi Badan berdasarkan Tinggi Lutut



TB Pria



= 96,50 + (1,38 + TL) – (0,08 x U)



TB Wanita



= 89,68 + (1,53 x TL) – (0,17 x U)



Keterangan : TB = Tinggi Badan. TL = Tinggi Lutut. U



= Umur.



(6). Alternatif lain bila tinggi badan tidak dapat diukur, gunakan pengukuran panjang lengan bawah (ulna) untuk memperkirakan tinggi badan dengan menggunakan tabel di bawah ini.



9



(7).



Hitung Indek Massa Tubuh (IMT) Berat Badan (kg)



IMT = Tinggi Badan (m)2 Kriteria : KLASIFIKASI Kurus (Underweight) Normal Gemuk (Overweight) Resiko Obesitas (At Risk) Obesitas I Obesitas II (8).



IMT (kg/m2) < 18,5 18,5 – 22,9 > 23 23 – 24,9 25 – 29,9 > 30



Hitung Berat Badan Ideal (BBI): BBI (kg) = (Tinggi Badan (cm) – 100) -10% Utk pria dg TB < 160 cm dan wanita dg TB 40 th Rumus dimodifikasi menjadi: BBI = (TB dlm cm – 100 ) X 1kg



Kriteria: BBI



= ± 10%



Kegemukan



= > 10 %



Obesitas



= > 20%



Gizi Kurang



= < 10 %



(9).



Menentukan BB Yang Disesuaikan Untuk Pasien Obesitas BB yang disesuaikan = [(BBA – BBI)x 0,25] + BBI



b).



Biokimia, pemeriksaan dan prosedur medis. Data yang dikumpulkan dan dibandingkan dengan nilai normal, meliputi data biokimia ( kimia darah (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, SGOT,SGPT, ureum, kreatinin, asam urat, albumin, dll), darah rutin (hemoglobin, leukosit), nilai elektrolit, glukosa, kadar vitamin dan mineral lainnya, urine dan faeces), pemeriksaan atau prosedur medis yang berkaitan dengan status gizi, status metabolik dan gambaran



fungsi organ lain yang dapat berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. c).



Pemeriksaan Fisik/Klinik Data yang dikumpulkan : penampilan fisik, kesehatan gigi dan mulut, gangguan fungsi gastrointestinal, massa otot, lemak subkutan. Contoh : tampak kurus, pengerutan otot dan penurunan lemak sub kutan merupakan kondisi yang menggambarkan kurang gizi, adanya edema dan asites, kondisi gigi geligi, kesulitan menelan.



d).



Riwayat Gizi 1). Data yang dikumpulkan meliputi pola makan, asupan makanan, makanan yang dapat diterima, pengetahuan tentang makanan, alergi, ketersediaan makanan, konsumsi herbal atau obat alternatif, preskripsi diet. 2). Gambaran asupan makan dapat digali melalui anamnesis kualitatif dan kuantitatif. Anamnesis riwayat gizi secara kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran kebiasaan makan/pola makan sehari berdasarkan frekuensi penggunaan bahan makanan. Anamnesis riwayat gizi secara kuantitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran asupan zat gizi sehari melalui recall makanan 24 jam dengan alat bantu food model. Kemudian dilakukan analisis zat gizi yang merujuk kepada daftar bahan makanan penukar (DBMP) 3). Menghitung kebutuhan zat gizi : i.



Energi



Kebutuhan Energi = AMB x FA x FS ● AMB ( Angka Metabolisme Basal ) Cara I ( Harris Benedict )



Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U) Wanita



= 665 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)



Cara II ( Cara cepat ) Laki-laki =



30 kkal x kg BB



Wanita



25 kkal x kg BB



=



Keterangan : BB



= Berat Badan



TB



= Tinggi Badan



U



= Umur



● FA (Faktor Aktivitas ) 1,2 = istirahat ditempat tidur 1,3 = tidak terikat ditempat tidur ● FS (Faktor Stres/ trauma) 1,3 = tidak ada stres, pasien dalam keadaan gizi baik 1,4 = stres ringan : peradangan saluran cerna, kanker, bedah elektif, trauma kerangka moderat. 1,5 = stres sedang : sepsis, bedah tulang, luka bakar, trauma kerangka mayor. 1,6 = stres berat : trauma multipel, sepsis dan bedah multisistem. 1,7 = stres sangat berat : luka kepala berat, sindroma,penyakit pernafasan akut, luka bakar dan sepsis. 2,1 = luka bakar sangat berat ii.



Protein



Kebutuhan normal 10 - 15 % dari kebutuhan energi total, atau 0,81,0 gr / kg BB. Demam, sepsis, operasi, trauma menyebabkan kebutuhan meningkat menjadi 1,5-2,0 gr/ kg BB. Sebagian besar pasien yang dirawat membutuhkan 1,0-1,5 gr/ kg BB. iii.



Lemak



Kebutuhan lemak normal / cukup



: 15 – 30 %;



Kebutuhan lemak sedang



: 20 – 25 %;



Kebutuhan lemak rendah



: ≤ 10 %.



iv.



Karbohidrat



Kebutuhan karbohidrat normal 60-75 % dari kebutuhan energi total atau sisa energi setelah dikurangi energi yang berasal dari protein dan lemak. v.



Vitamin dan Mineral



Kebutuhan vitamin dan mineral diambil dari Angka Kecukupan Gizi yaitu : Vitamin A



500 – 700 RE



Riboflavin



1,2 – 1,5 mg



Vitamin C



60 mg



Vitamin B12



1g



Vitamin D



5g



Kalsium



500 – 800 mg



Vitamin E



8 – 10 mg



Fosfor



450 – 800 mg



Vitamin K



65 – 80 g



Besi



13 – 14 mg



Thiamin



1 – 1,2 mg



Iodium



50 – 150 mg



4). Menghitung nilai gizi asupan makanan Asupan makanan baik dari RS maupun dari luar RS dihitung nilai gizinya dengan menggunakan Daftar Bahan Makanan Penukar (DBMP). e).



Riwayat Personal



Riwayat personal meliputi 4 area yaitu riwayat obat-obatan atau suplemen yang sering dikonsumsi; sosial budaya meliputi status sosial ekonomi, budaya kepercayaan/agama, dukungan pelayanan kesehatan serta hubungan sosial; riwayat penyakit meliputi keluhan utama yang terkait dengan masalah gizi, riwayat penyakit dulu dan sekarang, riwayat pembedahan, penyakit kronik atau resiko komplikasi, riwayat penyakit keluarga dll; data umum antara lain umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan.



d.



Diagnosis gizi. Pada langkah ini dicari pola dan hubungan antar data yang terkumpul dan



kemungkinan penyebabnya. Kemudian memilah masalah gizi yang spesifik dan menyatakan masalah gizi secara singkat dan jelas menggunakan terminology yang ada. Penulisan diagnosa gizi terstruktur dengan konsep PES atau Problem Etiologi dan Signs/Symptons. Diagnosis gizi dikelompokkan menjadi tiga domain yaitu: 1).



Domain asupan adalah masalah aktual yang berhubungan dengan



asupan energi, zat gizi, cairan, substansi bioaktif dari makanan baik yang melalui oral maupun parenteral dan enteral. Contoh: Asupan protein yang kurang (P) berkaitan dengan perubahan indera perasa dan nafsu makan (E) ditandai dengan asupan protein rata-rata sehari kurang dari 40 % kebutuhan (S). 2)



Domain klinis adalah masalah gizi yang berkaitan dengan kondisi



medis atau fisik/fungsi organ. Contoh: Kesulitan menyusui (P) berkaitan dengan (E) kurangnya dukungan keluarga ditandai dengan penggunaan susu formula bayi (S).



3)



Domain Perilaku/lingkungan adalah masalah gizi yang berkaitan



dengan pengetahuan, perilaku/kepercayaan, lingkungan fisik dan akses dan keamanan makanan. Contoh: Kurangnya pengetahuan tentang makanan dan gizi (P) berkaitan dengan mendapat informasi yang salah dari lingkungannya mengenai anjuran diet yang dijalaninya (E) ditandai dengan memilih bahan makanan/makanan yang tidak dianjurkan dan aktivitas fisik yang tidak sesuai anjuran (S) e.



Intervensi gizi. Terdapat dua komponen intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan



implementasi. 1)



Perencanaan intervensi.



Intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang ditegakkan. Tetapkan tujuan dan prioritas intervensi berdasarkan masalah gizinya (Problem), rancang strategi intervensi berdasarkan penyebab masalahnya (Etiologi) atau bila penyebab tidak dapat diintervensi maka strategi intervensi ditujukan untuk mengurangi Gejala/Tanda (Sign & Symptom). Tentukan pula jadwal dan frekuensi asuhan. Output dari intervensi ini adalah tujuan yang terukur, preskripsi diet dan strategi pelaksanaan (implementasi). Perencanaan



intervensi



meliputi



penetapan



tujuan



intervensi



dan



preskripsi diet. a).



Penetapan tujuan intervensi.



penetapan tujuan harus dapat diukur, dicapai dan ditentukan waktunya. b)



Preskripsi diet.



Preskripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi mengenai kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan, komposisi zat gizi, frekuensi makan. 2).



Implementasi intervensi.



Implementasi intervensi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana dietisien melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan kepada pasien



dan



tenaga



kesehatan



lainnya



yang



terkait.



Suatu



intervensi



gizi



harus



menggambarkan dengan jelas: “apa, dimana, kapan, dan bagaimana” intervensi itu dilakukan. Kegiatan ini juga termasuk pengumpulan data kembali, dimana data tersebut dapat menunjukkan respon pasien dan perlu atau tidaknya modifikasi intervensi gizi. Untuk kepentingan dokumentasi dan persepsi yang sama, intervensi dikelompokkan menjadi 4 domain yaitu pemberian makanan atau zat gizi; edukasi gizi; konseling gizi dan koordinasi pelayanan gizi. Setiap kelompok mempunyai terminology masing-masing. f.



Monitoring dan evaluasi gizi. Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dilakukan untuk mengetahui respon



pasien/klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya.



BAB. V. DOKUMENTASI. Semua kegiatan yang terkait dengan kegiatan asesmen harus didokumentasikan dengan rinci untuk menghindari kesalahan pemberian penetapan risiko nutrisional dan asuhan gizi Dokumen yang harus dilengkapi adalah : skrining gizi (terdapat pada formulir asesmen keperawatan rawat inap rawat) & Formulir asuhan Gizi jika didapati pasien beresiko malnutrisi (formulir Terlampir )



1).



Formulir Skrining Awal (MST) (terdapat pada formulir asesmen keperawatan rawat inap, rawat jalan dan IGD (instalasi gawat darurat))



2).



Formulir Skrining Lanjut (MUST) (terdapat pada pasien rawat inap)



3).



Formulir Asuhan Gizi (terdapat pada pasien rawat inap dan rawat jalan)



Kepala RS TNI AU Sjamsudin Noor



dr. Tri Supriyanto, Sp.PD., M.Kes Mayor Kes NRP 530380



18



PANGKALAN TNI AU SJAMSUDIN NOOR RUMAH SAKIT SJAMSUDIN NOOR



FORMULIR SKRINING AWAL (MST) NO 1



PARAMETER Apakah pasien mengalami penurunan BB yang tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir? Tidak ada penurunan berat badan Tidak yakin/tidak tahu/terasa baju lebih longgar



SKOR 0 2



2



Jika ya, berapa penurunan berat badan tersebut? 1 – 5 kg 6 – 10 kg 11 – 15 kg > 15 kg Apakah asupan makan berkurang karena tidak ada nafsu makan? Tidak



1 2 3 4 0



Ya 1 Total skor 3 Pasien dengan diagnosis khusus ( ya / tidak ) (DM/ kemoterapi/ hemodialisa/ geriatri/ Immunitas menurun/ lain-lain sebutkan ……………………………………………………………………) (Bila skor > 2 dan atau pasien dengan diagnosis/kondisi khusus dilakukan asesmen lanjut oleh dietisien)



Tanda Tangan



(………………………) Dietisien/Ahli Gizi Ruangan



FORMULIR SKRINING LANJUT Diagnosis Medis : BB : kg TB : Tinggi Lutut : cm Parameter 1. Skor IMT  IMT > 20 ( Obesitas > 30 )  IMT 18,5 – 20  IMT < 18,5



cm



=0 =1 =2



IMT : LLA :



kg/m² cm Skor ( )



2. Skor kehilangan BB yang tidak direncanakan 3 – 6 bulan terakhir  BB hilang < 5 % =0 (  BB hilang 5 – 10 % =1



)







BB hilang > 10 %



3. Skor efek penyakit akut  Ada asupan nutrisi > 5 hari  Tidak ada asupan nutrisi > 5 hari



=2 =0 =2



(



)



Jumlah skor keseluruhan = ………. Hasil 0 1



: Berisiko Rendah ; ulangi skrining setiap 7 hari : Resiko menengah ; monitoring asupan selama 3 hari, Jika tidak ada peningkatan, lanjutkan pengkajian dan ulangi skrining setiap 7 hari. ≥2 : Berisiko Tinggi ; bekerjasama dengan DPJP Upayakan peningkatan asupan gizi dan memberikan makanan sesuai dengan daya terima. Monitoring asupan makanan setiap hari. Ulangi skrining setiap 7 hari.



Tanggal



:



Tanda Tangan



(………………………) Dietisien/Ahli Gizi Ruangan