Panduan Praktikum Unipma 2020 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN PRAKTIKUM



PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI II SEMESTER 5



NAMA



NIM



KELOMPOK



i



DAFTAR ISI TIM PENYUSUN ........................................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................................................... TATA TERTIB LABORATORIUM .............................................................................................. ACARA PRAKTIKUM .................................................................................................................. INFORMASI DASAR LABORATORIUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI .........................



ii iii iv v vi vii



PENDAHULUAN I. Cara Bekerja Dengan Hewan Percobaan.............................................1 II. Pengenalan Hewan Coba........................................................................................2 III. Pemberian Obat pada Hewan Percobaan..............................................................14 IV. Cara-Cara Pemberian Obat.....................................................................................17 UJI FARMAKOLOGI DAN ANIMAL MODELLING.........................................................20 PERCOBAAN 1. Efek Analgetika.........................................................................................23 PERCOBAAN 2. Efek Antipiretik.........................................................................................25 PERCOBAAN 3. Efek Sedatif-Hipnotik................................................................................28 PERCOBAAN 4. Efek Diuretika............................................................................................31 PERCOBAAN 5. Antidiabetes...............................................................................................34 PERCOBAAN 6. Tonikum.....................................................................................................36



ii



TATA TERTIB LABORATORIUM 1. Ketentuan Umum a. Sepuluh menit sebelum waktu praktikum dimulai, mahasiswa sudah berada di tempat praktikum. b. Mahasiswa yang terlambat lebih dari 15 menit tidak ada pretest susulan. c. Mahasiswa wajib memakai pakaian yang bersih, rapi, sopan, dan mengenakan jas praktikum. Pakaian: KEMEJA atau KAOS BERKERAH Sepatu: Harus tertutup dan tidak diperbolehkan memakai sandal/ selop. d. Sebelum percobaan: 1. memahami prosedur percobaan dan mekanisme kerja obat. 2. menyiapkan laporan sementara (perseorangan, singkat, dan jelas) yang berisi: tujuan, bagan kerja, blangko kolom data, dan tugas. e. Mengesahkan laporan sementara kepada pembimbing (lampirkan pada laporan resmi). f. Mahasiswa harus menjaga ketenangan dan kebersihan selama praktikum berlangsung. g. Mahasiswa harus menyerahkan laporan kelompok sebelum praktikum berikutnya. h. Mahasiswa tidak meninggalkan praktikum tanpa seijin pembimbing. i. Dilarang makan dan minum di dalam laboratorium. j. Hewan percobaan diperlakukan dengan kasih sayang. Hal ini akan membantu mahasiswa dalam melakukan percobaan, dan mengurangi pengaruh yang tidak dikehendaki yang disebabkan karena takut dan sebagainya, hewan jangan disakiti 2. Ketentuan Ijin a. Mahasiswa yang berhalangan hadir praktikum wajib memberikan surat keterangan secara tertulis yang sah (misalnya: sakit harus dengan surat dokter). b. Mahasiswa wajib mengganti praktikum yang tidak dihadirinya. c. Mahasiswa wajib mengikuti semua acara praktikum sebagai syarat ujian akhir. 3. Ketentuan Penggunaan Alat & Ruang a. Mahasiswa akan dibagi menjadi kelompok-kelompok, setiap kelompok bertanggung jawab atas peralatan yang dipakai, dan percobaan yang dilakukan. Dalam semua percobaan, perlu ada pembagian tugas dalam suatu kelompok, misalnya : sebagian menyiapkan alat-alat dan obat-obatan, mencatat dosis dalam sampel biologis. Sebagian lain, menyiapkan hewan percobaan dan memberikan obat pada hewan tersebut. Sisanya melakukan pengamaan dan mencatat hasil pengamatan. b. Sebelum praktikum, periksalah peralatan yang disediakan, apabila tidak sesuai segera laporkan kepada Instruktur laboratorium/ Laboran c. Bertanggungjawab terhadap alat dan bahan yang digunakan selama praktikum. d. Membersihkan/ membereskan meja praktikum dan mengembalikan alat yang dipinjam setelah selesai praktikum e. Dilarang membuang sampah sisa paktikum ke dalam bak cuci atau tempat sampah umum. f. Alat-alat yang bersinggungan dengan bahan biologis (mikroba, parasit, darah) direndam dalam larutan antiseptik



iii



ACARA PRAKTIKUM Minggu 1



Acara Praktikum Pendahuluan



2 3-4



13



Presentasi Percobaan 1 Diskusi Percobaan 2 Percobaan 3 Diskusi Percobaan 4 Diskusi Percobaan 5 Diskusi Percobaan 6 Diskusi Review materi



14



Ujian Akhir



5 6 7-8 9-10 11-12



Materi 1.Penjelasan tata tertib praktikum dan responsi 2. Pemilihan hewan uji 3. Protokol kerja laboratorium (e.g. handling hewan uji) 4. Latihan perhitungan dosis dan konversi dosis hewan- manusia Rancangan Uji Farmakologi Efek Sedatif-Hipnotik Efek Analgetika Efek Antipiretik Efek Diuretika Antidiabetes Efek Tonikum Review semua materi dan perbaikan nilai pretest



iv



INFORMASI DASAR LABORATORIUM FARMAKOLOGITOKSIKOLOGI A. TUJUAN UMUM LABORATORIUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI Setelah menyelesaikan praktikum di laboratorium, mahasiswa diharapkan : 1. Terampil bekerja dengan beberapa hewan percobaan. 2. Mengayati secara lebih baik berbagai prinsip farmakologi dan toksikologi yang diperoleh secara teori. 3. Menghargai hewan-hewan percobaan karena peranannya dalam mengungkap fenomenafenomena kehidupan. 4. Menyadari pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap hasil eksperimen farmakologi dan toksikologi dan menginsyafi sampai batas tertentu analoginya dengan pengaruh faktorfaktor yang sama pada manusia. 5. Mampu



menerapkan,



mengadaptasi



dan



memodofikasi



metode-metode



farmakologi untuk penilaian efek obat dan toksikologi untuk penilaian keberbahayaan obat. 6. Dapat memberi penilaian terhadap hasil- hasil eksperimen yang diperoleh. 7. Dapat memberi tafsiran mengenai implikasi praktis dari hasil-hasil ekperimen. 8. Menyadari kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi dirinya untuk mengembangkan karir dalam bidang farmakologi-toksikologi dan farmasi. B. PETUNJUK KERJA LABORATORIUM FARMAKOLOGI Diperlukan kerja yang serius dan menetahui tentang farmakologi dasar serta toksikologi. Sebelum mulai bekerja perlu mempelajari serta memahami petunjuk dan prosedur percobaan. Tiga hal yang perlu diperhatikan selama bekerja di laboratorium farmakologi-toksikologi : a. Kebersihan Selama bekerja, laboratorium selalu dijaga kebersihannya dan pakailah jas praktikum yang bersih. Demikian pula alat-alat yang dipakai untuk praktikum. Setelah selesai melakukan percobaan, bersihkan dan keringkan alat-alat. Cuci wadah binatang dan kembalikan ke tempat semula, kertas-kertas atau benda-benda lain yang tidak berguna dimasukkan ke dalam keranjang sampah dan tinggalkan laboratorium dalam keadaaan bersih, rapi seperti pada waktu anda memasukinya. Dalam beberapa hal mungkin perlu pembersihan dengan disinfektansia. Sampah biologis seperti sisa jaringan, sampel darah atau hewan mati, perlu dibungkus plastik untuk selanjutnya diinsinerasi (diabukan). b. Ketepatan Ketepatan yang harus diperhatikan : • Ketepatan dalam menimbang.



v



• Ketepatan dalam mengukur volume larutan, suspensi atau sediaan obat yang lain yang akan diberikan. • Ketepatan dalam menentukan dosis obat yang akan diberikan. • Ketepatan cara pemberian obat. c. Pengamatan Percobaan akan memberikan hasil yang baik jika pengamatan dilakukan secara yang layak. Setiap perubahan dan tanda-tanda tertentu yang terjadi harus segera dicatat.



vi



PENDAHULUAN I.



CARA BEKERJA DENGAN BINATANG PERCOBAAN



Setiap orang, baik praktikan maupun peneliti yang bekerja di laboratorium dengan menggunakan binatang percobaan sebaiknya membaca: a. Petunjuk memelihara dan menggunakan binatang percobaan. b. Dasar-dasar pemeliharaan binatang percobaan. Pemeliharaan hewan uji Beberapa hal yang berhubungan dengan pemeliharaan hewan uji meliputi kelayakan rumah, kandang dan minuman hewan uji terkait. •



Rumah hewan uji harus merupakan ruangan yang berventilasi memadahi, sehingga selalu terjaga penukaran aliran udara. Selain itu, ruangan juga harus terjaga suhu serta kelembaban sesuai dengan syarat kenyamanan dan kesehatan bagi masing-masing jenis hewan uji. Demikian pula cahaya yang menerangi ruangan harus terjaga intensitas dan siklus gelap-terangnya (12 jam gelap 12 jam terang). Dan tentunya rumah hewan uji harus selalu dijaga kebersihannya dari debu atau kotoran lain, serta bebas dari suasana gaduh.







Kandang hewan uji harus memadahi ukuran dan jenis bahannya bagi masing-masing jenis hewan. Kandang hewan uji sebaiknya terbuat dari bahan plastik yang dapat diletakkan pada rak berjalan. Kandang plastik tersebut sebaiknya diberi alas grajen atau kawul yang bersih dan selalu diganti paling tidak 3 hari sekali. Jumlah hewan uji dalam satu kandang juga harus diperhatikan. Jumlah tersebut jangan sampai membatasi ruang gerak hewan uji.







Pakan hewan uji, komposisi komponen penyusunnya harus disesuaikan dengan syarat ideal pertumbuhan masing-masing hewan uji. Selain itu jumlah pakan harian yang diberikan juga harus disesuaikan. Misal umuk tikus diperlukan 15-20 g pakan baku tikus/hari, sedang untuk mencit hanya 5-7 g pakan baku/hari.







Minuman hewan uji harus diberikan setelah direbus atau melalui Rverse osmosis atau sterilisasi dengan volume pemberian secukupnya sesuai dengan jenis hewan uji. Wadah air minum sebaiknya dicuci atau diganti paling tidak 3 hari sekali. Selain beberapa hal tersebut, perlu diperhatikan bahwa pemeliharaan hewan uji dengan kasih sayang jangan disakiti. 1



II.



PENGENALAN HEWAN COBA



Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan laboratorium digunakan sebagai model untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian antara lain: Mencit, tikus, kelinci & kera. 1. Mencit a) Data biologik normal Karakteristik



Mencit (Mus muscullus)



Pubertas



35 hari



Masa beranak



Sepanjang tahun



Bunting / hamil



19-20 hari



Jumlah sekali lahir



4-12 (biasanya 6-8)



Lama hidup



2-3 tahun



Masa tumbuh



6 bulan



Masa laktasi



21 hari



Frekuensi kelahiran/tahun



4



Suhu tubuh



37.9-39.2°C



Kecepatan respirasi



136-216/menit



Tekanan darah



147/106 S/D



Volume



7.5% B.B



b) Cara handling Peganglah binatang-binatang ini pada ekornya, tetapi hati-hati jangan sampai binatang tersebut membalikkan tubuhnya dan menggigit saudara (Gambar IA). Karena itu selain ekornya peganglah juga bagian leher belakang dekat kepala dergan ibu jari dan telunjuk. Dengan cara demikian, mencit dapat dipindahkan ke tempat lain. Selain itu, dengan tetap dipegang pada ekornya bila perlu dapat diletakkan pada telapak tangan (Gambar I B), guna pengamatan atau pemeriksaan lebih jauh. Pemegangan mencit dapat dilakukan sebagai berikut:



2



1) Letakkan mencit pada lembaran kawat, biarkan keempat kakinya mencengkeram kawat atau alas kasar lain (Gambar IC). Dalam keadaan demikian, mencit dapat diberi tanda dengan asam pikrat atau tinta cina sebagaimana lazimnya 2) Dengan tangan kiri, jepit kulit tengkuk di antara telunjuk dan ibu jari (Gambar I D). 3) Pindahkan ekor dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri, sampai mencit dapat dipegang dengan erat (Gambar IE). Mencit siap mendapat perlakuan. Catatan: Adakalanya diperlukan kaos tangan dari kulit atau karet yang cukup tebal untuk melindungi tangan dari gigitan binatang. Akan tetapi bagi yang sudah terbiasa lebih baik tanpa kaos tangan sebab kontak langsung dengan binatang akan lebih mudah mengontrol gerakan binatang A



B



C



D



E



Gambar 1. Urutan tata cara mengambil mencit dari kandang (A) sampai memegangnya untuk siap diberi perlakuan (B, C, D, E) Disamping itu secara komersial telah diproduksi sebuah alat untuk menghandel hewan laboratoium (mencit/tikus) dengan berbagai ukuran, sehingga memudahkan peneliti untuk mengambil darah atau perlakuan lainnya (gambar 2).



3



Gambar 2. Alat untuk penghandel hewan laboratorium khusus hewan pengerat (rodensia) c) Penandaan (identifikasi) hewan laboratorium. Beberapa cara penandaan hewan lab. Dilakukan untuk mengetahui kelompok hewan yang diperlakukan berbeda dengan kelompok lain. Penandaan ini dapat dilakukan secara permanen untuk penelitian jangka panjang (kronis), sehingga tanda tersebut tidak mudah hilang. Yaitu : dengan ear tag (anting bernomor), tatoo pada ekor, melubangi daun telinga dan elektronik transponder. Contoh penandaan dapat dilihat di baawah ini : Tabel 1. Penandaan hewan percobaan pada ekor (tikus dan mencit), dibaca dari pangkal ekornya Tanda pada ekor Dibaca sebagai nomor Hewan Satu garis melintang | 1 Dua garis melintang || 2 Tiga garis melintang ||| 3 Satu garis melintang dan satu garis sejajar |— 4 Satu garis sejajar — 5 Satu garis sejajar dan garis melintang —| 6 Satu garis sejajar dan dua garis melintang —|| 7 Satu garis sejajar dan tiga garis melintang —||| 8 Satu garis melintang dan satu tanda (+) |+ 9 Satu tanda (+) + 10 Satu tanda (+) dan melintang +| 11 +|| 12 +||| 13 Satu tanda (+), garis sejajar dan melintang +|— 14 +— 15 +—| 16 + — || 17 + — ||| 18 +|+ 19 Dua tanda (++) + 20 + Dst



4



d) Pemberian atau pemejanan sediaan uji Pemberian atau pemejanan sediaan uji dapat dilakukan melalui beberapa jalur oral, intra vena, intraperitoneal, intramuskular dan subkutan dengan cara sebagai berikut: 1. Pemberian melalui oral, dilakukan dengan cara memegang mencit seperti pada gambar I E. Masukkan sediaan uji dengan jarum tuberkulin dengan jarum tumpul ukuran 18G panjang 3-5 cm yang berisi larutan, suspensi, atau emulsi senyawa uji, melalui mulut dengan cara menelusurkan searah tepi langit-langit ke arah belakang sampai esofagus dan lanjutkan dengan hati-hati dan terasa enak bagi hewan uji sampai gastrik. Semprotkan sediaan uji perlahan-lahan dan setelah selesai tarik perlahan agar tidak menyakiti hewan uji. 2. Pemberian intravena, dilakukan dengan cara memasukkan mencit ke holder yang sesuai (Gambar 2A). Selanjutnya celupkan ekornya ke air hangat (dilatasi vena laterais). Setelah vena mengalami dilatasi, pegang ekor mencit dengan kuat dengan posisi vena berada di permukaan sebelah atas. Tusukkan jarum suntik No.24 ke dalam vena sejajar dengan vena, lebih kurang 1 cm. Semprotkan larutan uji perlahan-lahan, setelah pemberian selesai, tarik perlahan jarum suntik, dan tekan tempat suntikan dengan kapas beralkohol. 3. Pemberian intraperitoneal, dilakukan dengan cara memegang mencit seperti gambar I E. Dengan kulit Punggung dijepit, sehingga daerah perut terasa tegang. Basahi daerah perut dengan kapas beralkohol. Tusukkan jarum suntik (No.18) sejajar dengan salah satu kaki mencit, pada daerah perut lebih kurang 1 cm di atas kelamin untuk memastikan penyuntikan benar dapat menarik jarum (benar jika tidak ada darah). Semprotkan larutan uji perlahan-lahan. Setelah selesai, tarik perlahan jarum suntik dan tekan tempat suntikan dengan kapas beralkohol. Hatihati penyuntikan jangan sampai kena hati, kandung kencing atau usus. Rongga perut terletak antara kandung kencing dan hati. 4. Pemberian intramuskular, dilakukan dengan cara memegang mencit seperti pada gambar I E. Usap daerah otot paha postereor dengan kapas beralkohol. Suntikkan larutan senyawa uji pada daerah otot tersebut. Setelah selesai, cabut pelan-pelan jarum suntik dan tekan daerah suntikan dengan kapas beralkohol. 5. Pemberian subkutan, dilakukan dengan cara memegang mencit seperti pada gambar I D. Melalui sela-sela jepitan pada tengkuk, suntikan cairan ke bawah kulit (Gambar 2). 5



Gambar 3. Cara pemberian intravena (A) dan subkutan (B) pada mencit. e) Pengambilan cuplikan hayati Cuplikan hayati yang sering diambil dalam uji farmakologi, farmakokinetika dan toksikologi meliputi darah, urin, dan berbagai organ tubuh seperti lambung, usus, hati, limfa, pankreas, ginjal, uterus, ovarium, testis, jantung, paru. Tiroid, dan otak. Pengambilan darah dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Pegang mencit seperti tertera pada gambar I E. 2. Ambil pipa kapiler dan siapkan tabung penampung darah berheparin atau non heparin. 3. Tusukkan kapiler perlahan-lahan pada versa optalmikus yang terdapat di sudut mata. 4. Putar kapiler perlahan-lahan sampai darah keluar. 5. Tampung darah yang keluar pada tabung. 6. Setelah volume darah yang diperoleh dianggap cukup, cabut pipa kapiler dan bersihkan sisa darah yang terdapat di mata dengan kapas steril. 7. Preparasi sampel darah dengan pemusingan dalam bentuk serum atau plasma dialmarai es -20 C, sampai penetapan dikerjakan. Sebelum pengambilan berbagai organ, hewan uji biasanya dikorbankan terlebih dahulu. Ada beberapa cara pengorbanan mencit- yakni cara kimia (dietil eter atau karbon dioksida dalam wadah khusus, atau suntikan ketamin Na penobarbital 75 mg/kg BB) dan cara fisik (dislokasi leher). Pengorbanan mencit cara fisik dapat dikerjakan sebagai berikut: 1) Pegang mencit seperti pada gambar I B. 2) Tempelkan suatu penahan (misalnya pinset, gunting bedah) pada tengkuk. 3) Tarik ekor mencit dengan kuat sampai terasa leher terasa terlepas. Pengambilan organ, dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Korbankan mencit dengan cara fisik. 2) Tempatkan mencit pada meja atau tempat bedah/fiksasi. 3) Telentangkan mencit, rentangkan keempat kakinya dan tancap dengan jarum 6



4) Basahi dengan air daerah disekitar perut. 5) Angkat kulit perut dengan pinset, kemudian potong dengan gunting tepat dibawah pinset. 6) Lanjutkan pemotongan ke arah kiri dan kanan, serong ke atas menuju pangkal kaki depan, dan serong ke bawah menuju pangkal kaki belakang. Dengan cara, demikian, sekarang terlihat isi perut dan rongga dada, meliputi usus, hati dan diafragma. 7) Selanjutnya angkat seluruh bagian usus dan rentangkan. Potong lambung, duodenum, jejenum, dan ileum. Bersihkan isi lambung dan usus tersebut, kemudian masukkan ke dalam pot yang berisi formalin 10%. 8) Berikutnya buka rongga dada pisahkan hati yang melekat. Balikkan hati dan potong pada jaringan ikatnya. Bersihkan dengan air dan masukkan pot berformalin 10%. 9) Setelah hati terambil akan terlihat limfa, pankreas, dan ginjal. Potong limfa dan pankreas yang melekat di bawah limfa. Ambil pula ginjal yang menyerupai biji kopi. Uterus, ovarium atau testis dapat diambil dari bawah perut. Bersihkan dan masukkan pot berformalin 10%. 10) Dalam rongga dada terdapat jantung dan paru di bawah tulang rusuk. Buka tulang rusuk, potong jantung dan ambil parunya, masukkan ke dalam pot berformalin 10%. 11) Berikutnya buka kulit di atas rongga dada sampai pangkal trakea. Kelenjar tiroid terlekat pada pangkal trakea tersebut (jumlah dua, warna lebih bening). Pengambilan tiroid dapat dilakukan dengan memotong pangkal trakea yang mengandung tiroid, atau kelenjar tiroidnya saja. Bungkus tiroid dengan kertas perkamen sebelum dimasukkan ke dalam pot berformalin 10%. 12) Terakhir pengambilan otak. Untuk itu buka kulit kepala, kemudian potong pangkal lehernya sampai terlihat medula spinalisnya. Lanjutkan pemotongan pada garis tengah batok kepala. Ambil tulang tengkorak ke arah kiri dan kanan. Segera terlihat otak besar dan kecil berwarna putih di bawah tulang tengkorak. Dengan hati-hati ambil keseluruhan otak dari rongga kepala, masukkan ke dalam pot berformalin. 2. Tikus. a) Data biologik Karakteristik



Tikus (Ratus norvegicus) 7



Pubertas



40-60 hari



Masa beranak



Sepanjang tahun



Bunting / hamil



18-21 hari



Jumlah sekali lahir



6-8



Lama hidup



2 - 3 tahun



Masa tumbuh



4-5 bulan



Masa laktasi



21 hari



Frekuensi kelahiran/tahun



7



Suhu tubuh



37.7-38.8°



Kecepatan respirasi



100-150/menit



Tekanan darah



130/150 S/D



Volume



7.5% B.B



b) Cara handling Pengambilan tikus dari kandang sebaiknya tidak dilakukan dengan memegang ekor seperti halnya mencit. Karena tikus dapat menjadi stress dan mengalami luka. Biasanya, bila tikus diangkat dengan memegang ekornya, tikes akan berputar-putar di udara. Meskipun demikian keadaan ini dapat diatasi dengan memegang pangkal ekor atau langsung menggemggamnya diseputar bahu seperti terlihat pada Gambar 4A dan B. Pemegangan tikus biasanya dikerjakan dengan cara sebagai berikut. Pertama, angkat tikus dari kandang pada pangkal ekornya dengan tangan kanan. Kemudian biarkan tikus mencengkeram alas kasar atau kawat seperti halnya mencit (Gambar 4.A). Berikutnya, luncurkan tangan kiri dari belakang tubuhnya/punggung ke arah kepala. Selipkan antara jari tengah dan telunjuk pada tengkuk tikus, sedang ibu jari, jari manis dan kelingking, selipkan sekitar perut seperti pada Gambar 4A. Tikus juga dapat dipegang dengan cara lain seperti pada Gambar 4B. Pemberian atau pemejanan sediaan uji pada tikus yang baik dilakukan untuk keperluan uji farmakologi dan toksikologi eksperimental adalah melalui pemberian oral, intravena, intraperitoneal, intramuskular, dan subkutan. Teknik atau tata cara pemberian sediaan uji melalui beberapa jalur pemberian di atas, pada dasarnya sama dengan tata cara pemberian pada mencit. Hanya pada pemberian subkutan, juga dapat diberikan pada daerah sekitar perut. Beberapa tata cara pemberian tersebut teringkas pada Gambar 5.



8



Pengorbanan dan pengambilan cuplikan hayati pada tikus, pada dasarnya juga dapat dikerjakan mengikuti teknik atau tata cara pada mencit. Hanya saja untuk pengambilan darah biasanya dilakukan dari vena lateralis ekor tikus dan orbital sinus vena mata.



Gambar 4. Tata cara pengambilan dan pemegangan tikus (A, menanakap pada bagian bahu) dan (B) pada kepala dan bahu sedikit bebas dan (C) cara pemegangan tikus pada bagian tengkuk dan bagian samping perut.



Gambar 5. Tata cara pemberian sediaan uji pada tikus, A (peroral), B (subkutan), C (Intrapentoneal). D (intramuskular dan E (subkutan pada bagian dada dibelakang lengan pada tikus)



9



3. Kelinci dan Marmot a) Data biologik: Karakteristik



Marmot (Cavia porcellus)



Pubertas



60-70 hari



Kelinci (Orytolagus cuniculus) 4 bulan



Masa beranak



Sepanjang tahun



Mei-September



Bunting / hamil



63 hari



28-36 hari



Jumlah sekali lahir



2-5



5-6



Lama hidup



7-8 tahun



Masa tumbuh



15 bulan



4-6 bulan



Masa laktasi



21 hari



40-60 hari



Frekuensi kelahiran/tahun



4



3 -4



Suhu tubuh



8 tahun



37.8-39.5°C



Kecepatan respirasi



100-150/menit



Tekanan darah



-



Volume



6% B.B



50-60/menit 110/180 S/D 5% B.B



b) Cara handling Kadang kelinci mepunyai kebiasaan untuk mencakar atau menggigit. Bila penanganan kurang baik, kelinci sering berontak dan mencakarkan kuku dari kaki belakang dengan sangat kuat yang kadang dapat menyakiti dirinya sendiri. Kadang kondisi tersebut dapat menyebabkan patahnya tulang belakang kelinci yang bersangkutan. Cara menghandel adalah dengan menggenggam bagian belakang kelinci sedikit kedepan dari bagian tubuh, dimana bagian tersebut kulitnya agak longgar. Kemudian angkat kelinci dan bagian bawahnya disangga.



10



Gambar 6. Cara menghandel kelinci Sedangkan cara menangani kelinci perlakuan baik untuk diijeksi ataupun untuk pengambilan darah diperlukan peralatan khusus dimana kelinci tidak dapat benyak bergerak.



Gambar 7. cara menangani kelinci untuk perlakuan pengambilan darah ataupun pemberian obat Pemberian per-oral Cairan diberikan dengan pertolongan kateter yang menggunakan mouth block. Mouth block dipasang ketika binatang dalam posisi duduk. Mouth block adalah pipa kayu yang berbentuk silinder (panjang sekitar 12 cm, diameter luar 2 cm, diameter lubang 7 mm). Sewaktu memasang, mouth block tekan rahang binatang dengan ibu jari dan telunjuk. Celupkan kateter karet ke dalam parafin cair, lalu masukkan kateter ke dalam oesofagus meialui lubang mouth block. Kateter harus dimasukkan sekitar 20-25 cm (ditandai kateter pada 25 cm). Untuk memeriksa apakah kateter masuk oesofagus dan bukan trakhea celupkan ujung luar kateter ke dalam air. Jika timbul gelembung-gelembung udara berarti kateter tersebut tidak masuk oesofagus. Bentuk obat pada (tablet, puder, atau kapsul) diberikan kepada binatang pada posisi duduk dengan pertolongan pipa plastik dan alat pendorong. Pipa tersebut di masukkan ke dalam pharink dan obat didorong masuk. Pemberian secara intravena pada kelinci Bulu-bulu telinga di sekitar pembuluh darah vena marginalis dicabut, lalu digosok dengan kapas yang dibasahi xilol, atau dipanasi sedikit dengan api. Tekan pembuluh darah tersebut di pangkal telinga (dekat kepala). Jarum suntik berikut obatnya dimasukkan pelanpelan searah dengan aliran darah vena dengan bevel menghadap ke atas. Untuk memastikan bahwa jarum telah terinserasi ke dalam vena dengan benar lakukan aspirasi perlahan-lahan. Kemudian putar jarum pelan-pelan sehingga bevel menghadap ke bawah.



11



Gunakan jarum yang panjangnya 0,5 inchi dengan ukuran 26 gauge. Setelah penyuntikan, bekas suntikan ditekan dengan kapas bersih dengan pertolongan penjepit. Pemberian secara intraperitonial pada kelinci Pegang tengkuk kelinci dengan kuat, didorong pelan-pelan, dan ditekan sehingga kepala mendongak ke belakang. Teman sekerja menginjeksi obat ke belakang ¼ kiri bawah deerah abdominal dengan jarum yang membentuk sudut 45°. Gunakan jarum yang panjang 1 inchi dengan ukuran 22 gauge. MEMBERI MAKAN BINATANG PERCOBAAN UNTUK MENGURANGI



VARIASI



BIOLOGI 1.



Binatang percobaaan biasanya memberi hasil dengan deviasi yang lebih besar



dibandingkan dengan percobaan in vitro, karena adanya variasi biologis. Maka untuk mencegah supaya variasi tersebut minimal, binatang-binatang yang mempunyai



spesies



danstrain yang sama, usia yang sama, jenis kelamin yang sama, di pelihara pada kondisi yang sama juga. 2.



Binatang percobaan harus diberi makan sesuai makanan standar untuknya dan diberi



minum ad libitum (qs). 3.



lebih lanjut untuk mengurangi variasi biologis, binatang harus dipuasakan selama



semalam sebelum percobaan dimulai. Dalam periode ini binatang hanya



diperbolehkan



minum ad libitum (qs).



MENGGUNAKAN KEMBALI BINATANG YANG TELAH TERPAKAI Untuk menghemat biaya, bila memungkinkan diperbolehkan memakai binatang percobaan lebih dari 1 kali. Walaupun demikian jika binatang tersebut telah digunakan dalam 1 periode dan obat yang digunakan pada percobaan sebelumnya masih berada di dalam tubuh binatang, kemungkinan hasil percobaan berikutnya akan memberikan data yang tidak benar. Hal ini terutama terdapat pada kasus pemberian inductor atau inhibitor enzim. Dengan dalih ini maka binatang tersebut barru boleh digunakan lagi untuk percobaan beriokutnya setelah selang waktu minimal 14 hari. LUKA GIGITAN BINATANG



12



Imunisasi tetanus disarankan bagi semua orang yang bekerja dengan binatang percobaan. Luka yang bersifat abrasif atau luka yang agak dalam karena gigitan binatang ataupun karena alat-alat yang telah digunakan untuk percobaan binatang, harus diobati secepatnya menurut cara-cara pertolongan pertama pada kecelakaan. Apabila korban gigitan belum pernah mendapat kekebalan terhadap tetanus maka ia harus mendapat imunisasi profilaksis. MEMUSNAHKAN BINATANG 1. Cara terbaik untuk membunuh binatang ialah dengan memberikan suatu anestetik over dosis. Injeksi barbiturat (natrium pentobarbital 300 mg/ml) secara intra versa untuk aujing dan kelinci secara intra peritoneal atau intra toraks untuk marmot, tikus, dan mencit atau dengan inhalasi menggunakan kloroform, karbondioksida, nitrogen dan lain-lain di dalam wadah tertutup untuk semua binatang tersebut di atas. 2. Binatang dikorbankan, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan di bungkus lagi dengan kertas diletakkan di dalam tas plastik, ditutup dan disimpan dalam almari pendingin atau langsuug diabukan (insinerasi).



13



III.



I.



PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN



Alat Suntik 1. Tabung dan jarum suntik, harus steril jika akan digunakan pada kelinci, marmot, dan anjing. Tetapi tidak perlu steril melainkan sangat bersih untuk tikus dan mencit. 2. Setelah penyuntikan, cuci tabung dan jarurn suntik tersebut, semprotkan cairan ke dalam gelas beker dan jarum suntik dipegang erat-erat. Ulangi cara ini tiga kali.



II. Heparinasi 1. Untuk heparinasi (mencegah darah menggumpal) dipakai 10 unit heparin per 1 ml darah. 2. Untuk mencegah penggumpalan darah. sebelum dipakai tabung dan jarum suntik dicuci dahulu dengan larutan jenuh natrium oksalat steril. 3. Kadangkala digunakan pula antikoagulan selain heparin. Sebagai acuan tentang volume pemberian obat pada berbagai cara pemberian Tabel II di bawah ini dapat digunakan. Tabel 2. Volume malsimum yang bisa diberikan pada binatang Binatang Cara pemberian dan volume maksimum (ml) i.v i.m i.p s.c p.o 1. Mencit (20-30g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0* 1,0 2. Tikus (100g) 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0* 5,0 3. Hamster (50 g) 0,1 1,0-5,0 2,5 2,5 4. Marmot (250 g) 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0 5. Merpati (300 g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0 6. Kelinci (2,5 kg) 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0 7. Kucing (3 kg) 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0 8. Anjing (5 kg) 10,0-20,0 5,0 20,0-50,0 5,0-10,0 100,00 * Didistribusikan ke daerah yang luas KONVERSI DOSIS ANTAR-JENIS SUBJEK UJI Dosis



yang



diberikan



pada



subjek



uji



dalann



uji



farmakologi



harus



mempertimbangkan dosis efektif pada manusia. Oleh Laurence dan Bacharach (1964), dirumuskan suatu tabel konversi dosis/perhituagan dosis antar jenis hewan dan manusia, berdasarkan nisbah [ratio] luas permukaan badan mereka seperti tampak pada Tabel III. 14



Tabel 3. Perbandingan luas permukaan hewan percobaan – untuk konversi dosis



Diambil dari D.R. Laurence & Bacharach, Evaluation of Drug Activities Pharmacometrics, 1964. Contoh cara menggunakan tabel : Bila diinginkan dosis absolut pada manusia 70 kg dari dosis 10 mg/kgBB kelinci, maka dihitung terlebih dulu dosis absolut pada kelinci ( 1.5 kg ) yaitu 1,5 kg x 10 mg/kg = 15 mg. Kemudian mengambil factor konversi 14,2 dari tabel, diperoleh dosis untuk manusia = 15 x 14,2 = 213 mg. Dengan demikian dapat diramalkan efek farmakologi suatu obat yang timbul pada manusia dengan dosis 213 mg/70 kg BB adalah sama dengan yang timbul pada kelinci dengan dosis 15 mg/1,5 kg BB dari suatu obat yang sama. Dosis pemberian tersebut diatur volumenya agar tidak melebihi volume maksimum! KEKERABATAN WAKTU HEWAN UJI DENGAN MANUSIA Pada uji farmakologi sediaan uji diberikan dengan frekuensi sekali sehari [single dose], meskipun pada kasus-kasus tertentu diberikan dengan dosis berulang [multiple doses]. Lama pemberian sediaan uji sangat bergantung dengan tujuan percobaan farmakologi. Hal tersebut mempertimbangkan penggunaan obat uji tersebut pada manusia. Jelas bahwa diperlukan kekerabatan waktu antara pemberian/pemejanan senyawa pada hewan uji, masa hidup hewan uji, dan kesetaraan waktu dengan manusia.



15



Tabel 4. Kekerabatan waktu antara pemberian/pemejanan senyawa pada hewan uji, masa hidup hewan uji, dan kesetaraan waktu dengan manusia (Bentz, 1970). Lama Tikus Kelinci Anjing Kera uji



Masa



Setara



Masa



Setara



Masa



Setara



Masa



Setara



(bulan)



hidup



dengan



hidup



dengan



hidup



dengan



hidup



dengan



(%)



manusia



(%)



manusia



(%)



manusia



(%)



manusia



(bln)



(bln)



(bln)



(bln)



1



4,1



34



1,5



12



0,82



6,5



1,55



4,5



2



8,2



67



3,0



24



1,6



14



1,1



9



3



12



101



4,5



36



2,5



20



1,6



13



6



25



202



9,0



72



4,9



40



3,3



27



12



49



404



18



145



9,8



81



6,6



53



24



99



808



36



289



20



162



13



107



IV.



CARA -CARA PEMBERIAN OBAT



Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat obat (seperti kelarutan dalam air atau lipid, ionisasi, dsb-nya) dan oleh tujuan terapi (misalnya keinginan akan suatu awitan kerja obat yang cepat atau kebutuhan akan pemberian jangka panjang atau terbatas pada suatu tempat lokal). Terdapat dua rute pemberian obat yang utama, enteral dan parenteral (Mycek dkk., 2001). A. ENTERAL 1. Oral Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan, tetapi juga paling bervariasi



dan memerlukan



jalan



yang paling



rumit



untuk



mencapai



jaringan.



Dibandingkan dengan cara lainnya, cara oral dianggap paling alami oleh karena mudah, menyenangkan, aman dan murah. Kerugiannya adalah banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya, obat dapat mengiritasi saluran cerna dan perlu bekerja sama dengan penderita sehingga tidak bisa diberikan untuk penderita yang tidak sadar. 2. Sublingual Pemberian obat dengan rute ini dilakukan dengan menempatkan obat di bawah lidah, sehingga memungkinkan obat tersebut berdifusi ke dalam anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Keuntungannya, obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan tidak mengalami first pass effect. 3. Rektal 16



Lima puluh persen aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal mempunyai keuntungan tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH rendah di dalam lambung. Pemberian dengan rute ini berguna jika obat menginduksi muntah ketika diberikan secara oral atau jika penderita sedang muntah-muntah. B. PARENTERAL Pemberian parenteral digunakan untuk (1) obat yang absorpsinya buruk melalui saluran cerna, (2) pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan yang memerlukan awitan kerja yang cepat. Pemberian rute ini memberikan kontrol paling baik terhadap dosis obat yang sesungguhnya yang dimasukkan ke dalam tubuh (Mycek dkk., 2001). Hal yang merugikan rute ini adalah bahwa sekali obat sudah diberikan, tidak bisa ditarik lagi. Ini berarti, sekali zat berada dalam jaringan atau ditempatkan langsung ke dalam aliran darah, pemusnahan obat yang diperlukan karena efek yang tidak dikehendaki atau efek toksik adalah paling



sukar.



Tiga



rute



utama



yaitu



intravaskular



(intravena



dan



intraarteri),



intramuskular dan subkutan. 1. Intravaskular Suntikan intravena



(i.v.) adalah



cara



pemberian



parenteral



yang paling



sering



dilakukan. Dengan pemberian i.v., obat terhindar dari first pass effect. Rute ini memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar obat dalam sirkulasi. Kelemahannya, obat yang disuntikkan tidak dapat diambil kembali seperti dengan emesis atau pengikatan dengan karbon aktif. Suntikan iv beberapa obat bisa memasukkan bakteri melalui kontaminasi, menyebabkan hemodialisis atau reaksi yang tak diinginkan lainnya karena



pemberian



terlalu



cepat, obat



konsentrasi



tinggi



ke



dalam



plasma



dan



jaringan. Perhatian yang sama berlaku untuk obat yang diberikan secara intraarteri. 2. Intramuskular Obat yang diberikan secara i.m., dapat



berupa larutan dalam



air atau



suspense



(misalnya dalam etilen glikol). Absorpsi obat dalam bentuk larutan air berlangsung cepat, sedangkan yang dalam pelarut non-air berlangsung lambat. Apabila pelarut non-air bedifusi keluar dari otot, obat tersebut mengendap pada tempat suntikan, kemudian melarut perlahanlahan memberikan suatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama. Contoh adalah haloperidol dekanoat (sediaan lepas lambat), yang difusinya lambat dari otot sehingga menghasilkan suatu efek neuroleptik yang panjang (Mycek dkk., 2001). Suntikan i.m., diberikan jauh ke dalam otot rangka, umumnya otot pinggul atau pinggang. 17



Tempat penyuntikan



dipilih yang



bahaya pengrusakan terhadap saraf atau pembuluh



darahnya sangat kecil. Obat-obat yang memedihkan jaringan bawah kulit seringkali diberikan secara intramuskular. Juga volume obat yang diberikan bisa lebih besar yaitu 2 –5 ml. 3. Sub Kutan Rute pemberian ini memerlukan absorpsi dan agak lebih lambat dibandingkan dengan i.v., namun rute ini mengurangi resiko yang berhubungan dengan suntikan i.v. Contoh obat yang diberikan seperti levonorgestrel dan insulin. Pemberian subkutan (hipodermik) dari obat-obat adalah pemberian injeksi melalui lapisan kulit ke dalam jaringan longgar di bawah kulit. C. LAIN-LAIN 1. Inhalasi Inhalasi memberikan penghantaran obat yang cepat melewati permukaan luas dari saluran napas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama dengan pemberian secara i.v. Rute ini terutama efektif dan menyenangkan untuk penderita dengan keluhan- keluhan pernapasan (misalnya asma, penyakit paru obstruktif kronis) karena obat diberikan langsung ke tempat kerjanya dan efek samping sistemik minimal. 2. Intranasal Desmopressin



diberikan



secara



intranasal



pada



pengobatan



diabetes



insipidus;



kalsitonin salmon, suatu hormon peptida yang digunakan dalam pengobatan osteoporesis. 3. Intratekal/Intraventrikular Kadang-kadang perlu untuk memberikan obat-obat secara langsung ke dalam cairan serebrospinal, seperti metotreksat pada leukimia limfositik akut. 4. Topikal Pemberian



topikal



digunakan



apabila



suatu



efek



lokal



obat



diinginkan



untuk



pengobatan. Contoh : mikonazol, klotrimazol yang diberikan dalam bentuk krim dalam pengobatan dermatofitosis. 5. Transdermal Rute ini mencapai efek sistemik dengan pemakaian obat pada kulit, biasanya melalui suatu trandermal patch. Kecepatan absorpsi sangat bervariasi tergantung pada sifat-sifat fisik kulit pada tempat pemberian. Contoh: nitrogliserin



18



KEGIATAN PEMBELAJARAN UJI FARMAKOLOGI DAN ANIMAL MODELING



I. Tujuan Menjelaskan dan menyimpulkan suatu rancangan uji farmakologi beserta hewan modelnya. II. Dasar Teori Berdasarkan World Health Organization (WHO) suatu bahan/zat yang akan digunakan untuk tujuan pengobatan baik sebagai obat hewan maupun obat manusia harus melalui tahapan uji yakni uji praklinik dan uji klinik. Uji praklinik adalah suatu uji yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keamanan dan kebenaran khasiat suatu bahan uji secara ilmiah yang dilakukan melalui uji toksisitas dan uji aktivitas, sedangkan uji klinik dilakukan melalui 4 fase uji termasuk MESO (Meles, 2010). Uji praklinik dilaksanakan dengan tujuan untuk penelitian suatu bahan yang diduga berkhasiat obat dan atau terhadap bahan obat yang telah lama beredar di masyarakat tetapi belum dibuktikan khasiat dan kemanannya secara ilmiah seperti jamu untuk ditingkatkan statusnya menjadi obat herbal terstandar (OHT) atau obat fitofarmaka. Uji praklinik dalam bidang farmakologi adalah suatu uji yang dilakukan pada hewan coba dan atau pada bahan biologi lainnya seperti kultur jaringan dan kultur biakan kuman, dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran khasiat dan keamanan secara ilmiah terhadap suatu bahan/zat yang diduga berkhasiat obat (Meles, 2010). Uji aktivitas (khasiat) adalah suatu uji untuk menentukan kebenaran khasiat suatu bahan uji yang dibuktikan secara ilmiah pada hewan coba atau pada bahan biologi tertentu dengan metodologi dan parameter yang akan di uji ditentukan berdasarkan tujuan penggunaan bahan uji yang akan dipakai di klinik. Uji aktivitas terdiri dari uji aktivitas in vitro dan uji aktivitas in vivo. Pada uji aktivitas secara in vitro dilaksanakan terhadap jenis obat terbatas seperti obat



antimikroba, obat anti kanker, obat anti parasit dan anti jamur, menggunakan media tertentu sebagai subjek penelitian. Namun demikian bahan uji yang telah dibuktikan aktivitasnya secara in vitro masih harus dilanjutkan dengan uji aktivitas in vivo pada hewan coba (Meles, 2010).



19



Sebagai contoh uji aktivitas untuk obat antikanker setelah dilakukan uji aktivitas bahan uji secara in vitro yakni pengaruh bahan uji terhadap perkembangbiakan sel mieloma sebagai model sel kanker secara in vitro, maka pengujian selanjutnya dilakukan uji aktivitas secara in vivo pada hewan coba yang di buat menderita kanker. Hewan coba yang dibuat menderita kanker tergantung pada jenis kanker dan stadium kanker serta penggunaan bahan uji untuk mencegah atau untuk mengobati kanker, yang disesuaikan dengan penggunaan bahan uji yang akan di pakai di klinik. Contoh lainnya uji aktivitas terhadap bahan yang berkhasiat antihiperglikemia secara in vivo, maka hewan coba yang dipakai dibuat menderita hiperglikemia terlebih dahulu (Meles, 2010). Animal modeling/ hewan model atau hewan laboraturium adalah hewan yang diperlakukan dan atau dibuat dengan tujuan agar menyerupai atau mirip dengan objek pengamatan sesungguhnya sesuai yang dikehendaki. Dapat diartikan pula bahwa hewan model adalah hewan yang dipelihara dengan tujuan untuk dijadikan model percobaan dan mendapat perlakuan tertentu (uji diet, obat atau bedah) untuk keperluan penelitian yang akan diaplikasikan pada manusia. Hewan model biasanya dibuat agar dapat menjelaskan atau mengambarkan fenomena biologi dari hewan model tersebut yang mirip dengan suatu spesies tertentu yang akan diamati. Dengan kata lain, hewan model ini dapat menggambarkan kejadian mirip secara biologis dari objek sesungguhnya (manusia atau hewan yang lebih tinggi hierarkinya atau langka) untuk pengamatan yang selanjutnyanya dapat diasumsikan sama dengan yang terjadi pada objek sesungguhnya. Oleh karena itu, hewan model harus memiliki kemiripan secara anatomi, fisiologi, atau morphologi dengan objek yang akan dikaji (Astuti, 2015). III. Tugas 1. Buatlah materi tentang uji farmakologi dan animal modelling dalam bentuk powerpoint dan makalah dengan topik sebagai berikut: Kelompok 1 : Uji farmakologi efek sedative-hipnotik Kelompok 2 : Uji farmakologi efek analgetik Kelompok 3 : Uji farmakologi efek diuretic Kelompok 4 : Uji farmakologi efek antidiabetes Kelompok 5: Uji farmakologi efek tonikum Kelompok 6: Uji farmakologi efek antipiretik



20



2. Setiap masing-masing anggota kelompok bekerja sama mengerjakan tugas, anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. 3. Tiap kelompok mempresentasikan hasil tugas masing-masing 15 menit. IV. Daftar Pustaka Astuti, D.A., 2015, Diet Untuk Hewan Model, IPB Press Printing, Bogor. Meles, D.K., 2010, Peran Uji Praklinik Dalam Bidang Farmakologi, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Airlangga



21



KEGIATAN PEMBELAJARAN PERCOBAAN 1 EFEK ANALGETIK



I. Tujuan: Menentukan efek analgetik bahan alam dibandingkan obat pereda nyeri dengan metode rangsang kimia. II. Dasar Teori: Obat analgetik adalah obat atau senyawa yang bertujuan untuk mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Secara umum analgetik dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu analgetik narkotik dan analgetik non-narkotik. Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang disebabkan oleh berbagai rangsang nyeri seperti rangsang mekanis, kimia dan fisis. Rasa nyeri tersebut disebabkan karena lepasnya mediator-mediator nyeri seperti bradikinin, prostaglandin atau serotonin dari jaringan yang rusak, yang kemudian akan merangsang reseptor nyeri di ujung saraf perifer atau tempat lain. Dari tempat-tempat ini selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh syaraf sensoris melalui sumsum tulang belakang dan talamus. Metode



pengujian



aktivitas



suatu



analgetik



dilakukan



dengan



menilai



kemampuan zat uji untuk menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi pada hewan percobaan, seperti mencit atau tikus. Pada umumnya potensi daya analgetik dinilai pada hewan dengan menggunakan besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri . Turner (1965) membagi metode pengujian daya analgetik menjadi dua berdasarkan jenis analgetiknya sebagai berikut: 1. Golongan analgetik narkotik a. metode jepitan ekor 22



b. metode pengukuran tekanan c. metode rangsang panas d. metode potensi petidin e. metode antagonis nalorfin f. metode kejang oksitosin g. metode pencelupan pada air panas 2. Golongan analgetik non-narkotik a. metode rangsang kimia b. metode pododolorimeter c. metode rektodolorimeter III. Bahan dan Alat Percobaan: Bahan



Alat



Hewan uji : mencit



Spuit injeksi (0,1-1 ml)



Larutan CMC Na 1% peroral



Jarum oral (ujung tumpul)



Suspensi asam mefenamat 0,5% dalam CMC 1% dosis 7,14 mg/kgBB (dosis manusia) Suspensi parasetamol 1% dalam CMC 1 % dosis 7,14 mg/KgBB (dosis manusia)



Beker glass



Larutan steril asam asetat 1%



Rebusan/ekstrak bahan analgetik



Stop watch alam



berefe k



IV. Cara Kerja: 1. Setiap kelompok mendapat 5 mencit. 2. Mencit I (kontrol), diberi larutan CMC 1% p.o. 3. Mencit II, diberi suspensi asam mefenamat p.o. 4. Mencit III diberi suspensi parasetamol p.o. 5. Mencit IV diberi bahan alam dosis 1 p.o 6. Mencit V diberi bahan alam dosis 2 p.o 7. Setelah 15 menit kemudian, seluruh mencit disuntik asam asetat 75 mg/kg BB i.p.. 8. Beberapa menit kemudian mencit akan menggeliat (perut kejang dan kaki ditarik ke belakang). Catat jumlah kumulatif geliat yang timbul setiap selang waktu 5 menit selama 60 menit. 9. Buat kurva mean kum geliat masing-masing perlakuan vs t (menit). 23



10. Hitung persen daya analgetik dengan rumus % daya analgetik = 100 - (O/K x 100), di mana : O = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi obat analgetik atau bahan alam K = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi CMC (kontrol) 11. Bandingkan daya analgetik parasetamol dan asam mefenamat dengan bahan alam.



KEGIATAN PEMBELAJARAN PERCOBAAN 2 EFEK ANTIPIRETIK I. Tujuan Menentukan efek antipiretik bahan alam dibandingkan obat antipiretik dengan metode induksi demam. II. Dasar Teori Demam merupakan gangguan kesehatan yang hampir pernah dirasakan oleh setiap orang. Demam ditandai dengan kenaikan suhu tubuh di atas suhu tubuh normal yaitu 36370C, yang diawali dengan kondisi menggigil (kedinginan) pada saat peningkatan suhu, dan setelah itu terjadi kemerahan pada permukaan kulit. Pengaturan suhu tubuh terdapat pada bagian otak yang disebut hypothalamus, gangguan pada pusat pengaturan suhu tubuh ini lah yang kemudian kita kenal dengan istilah demam (Amila, 2008). Penyebab utama demam adalah infeksi oleh bakteri dan virus, meskipun ada beberapa jenis demam yang tidak disebabkan oleh infeksi melainkan oleh kondisi patologis lain seperti serangan jantung, tumor, kerusakan jaringan yang disebabkan oleh sinar X, efek pembedahan dan respon dari pemberian vaksin (Amila, 2008). Demam pada dasarnya salah satu mekanisme pertahanan tubuh dari infeksi oleh zat asing. Tetapi demam juga mengakibatkan kerusakan sel-sel tubuh terutama sel-sel otak dan kerusakan ini tidak dapat diperbaiki. Selain kerusakan sel otak, demam juga dapat menyebabkan kerusakan pada organ tubuh lain seperti hati dan ginjal, dimana kerusakan ini dapat menyebabkan kematian. Pada peningkatan suhu yang terlalu tinggi (44-45 0C), demam dapat menyebabkan kematian (Amila, 2008). Berbagai bagian tubuh memiliki suhu yang berlainan, dan besar perbedaan suhu antara bagian-bagian tubuh dengan suhu lingkungan bervariasi. Suhu rektal dapat mencerminkan suhu inti tubuh dan paling sedikit dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Suhu mulut dalam keadaan normal 0,5oC lebih rendah dari suhu rektal tapi suhu



24



ini dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk makanan atau minuman panas atau dingin, mengunyah permen karet, merokok, dan bernafas melalui mulut (Ganong,1997). Suhu tubuh inti manusia mengalami fluktuasi sirkadian teratur sebesar 0,5–0,7 oC. Pada orang-orang tidur malam hari dan terjaga pada siang hari, suhu paling rendah pada pukul 6.00 pagi dan tertinggi pada malam hari. Suhu paling rendah saat tidur, sedikit lebih tinggi pada keadaan terjaga tetpi santai dan meningkat seiring dengan aktivitas. Selain itu pada wanita terdapat variasi suhu bersiklus bulanan yang ditandai dengan peningkatan suhu basal pada saat ovulasi. Pengaturan suhu kurang ketat pada anak-anak dan dalam keadaan normal mereka mungkin mempunyai suhu sekitar 0,50C lebih tinggi dari pada nilai normal dari orang dewasa (Ganong, 1997). Selama olahraga, panas yang dihasilkan oleh kontraksi otot berakumulasi didalam tubuh, dan suhu rektal dalam keadan normal meningkat sampai setinggi 400C (1040F). Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh ketidakmampuan mekanisme pembuangan panas untuk mengatasi pembentukan panas yang sangat besar, tetapi terdapat bukti bahwa selain itu pada olahraga terjadi peningkatan suhu tubuh saat mekanisme pembuangan panas diaktifkan. Suhu tubuh juga sedikit meningkat pada saat perangsangan emosional, mungkin akibat penegangan otot yang tidak disadari. Suhu ini secara kronis meningkat hampir sebesar 0,5 0C apabila taraf metabolisme tinggi, seperti pada hipertirodisme, dan menurun apabila taraf metabolisme rendah seperti pada hipotirodisme. Sebagian orang dewasa yang normal memiliki suhu yang terus menerus di atas nilai normal (hipertermia konstitusional) (Ganong, 1997). Untuk mengatasi demam umumnya digunakan obat antipiretik. Antipiretik yang sering digunakan adalah parasetamol. Parasetamol merupakan senyawa kimia yang banyak digunakan karena memiliki kemampuan untuk menurunkan suhu tubuh ke keadaan normal. Parasetamol tidak mempunyai efek anti inflamasi yang signifikan, tetapi digunakan secara luas sebagai analgesik ringan. Parasetamol terabsorbsi dengan baik secara oral dan tidak menyebabkan iritasi lambung (Neal, 2002). Penggunaan parasetamol dalam dosis besar dan waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan hepar atau hepatotoksik (Katzung, 2007). Pengujian aktivitas antipiretik dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu dengan induksi lipopolisakarida, induksi yeast (ragi), dan induksi pepton.



III. Bahan dan Alat Percobaan: Bahan



Alat



Hewan uji : mencit



Spuit injeksi (0,1-1 ml)



Larutan CMC Na 1% peroral



Jarum oral (ujung tumpul) 25



Suspensi asam mefenamat 0,5% dalam Beaker glass CMC 1% dosis 7,14 mg/kgBB (dosis manusia) Suspensi parasetamol 1% dalam CMC 1 % Stop watch dosis 7,14 mg/KgBB (dosis manusia) Larutan pepton 1% dosis 0,1 ml/100 gramBB



Thermometer rektal



tikus



Rebusan/ekstrak antipiretik



bahan



alam



berefe k



IV. Cara Kerja: 1. Setiap kelompok mendapat 5 mencit. 2. Tiap mencit diukur suhu awalnya (U1) dengan thermometer rektal 3. Tiap mencit diinduksi pepton 1% i.v kemudian tunggu 1 jam, ukur kembali suhu mencit (U2) lalu masing-masing mencit diberi suspensi bahan uji secara oral sesuai dengan kelompoknya.



4. Mencit I (kontrol), diberi larutan CMC 1% p.o. 5. Mencit II, diberi suspensi asam mefenamat p.o. 6. Mencit III diberi suspensi parasetamol p.o. 7. Mencit IV diberi bahan alam dosis 1 p.o 8. Mencit V diberi bahan alam dosis 2 p.o 9. Ukur suhu menit pada menit ke 30 dan 45 setelah pemberian bahan uji. 10. Hewan uji yang mengalami peningkatan suhu tubuh sebesar atau sama dengan 0,6ºC dapat dikategorikan demam.



11. Hitung mean suhu setelah pemberian bahan uji dan hitung selisihnya 12. Buat grafik waktu vs suhu untuk setipa kelompok perlakuan 13. Bandingkan daya antipiretik parasetamol dan asam mefenamat dengan bahan alam.



26



KEGIATAN PEMBELAJARAN PERCOBAAN 3 EFEK SEDATIF-HIPNOTIK I. Tujuan Menentukan efek sedatif bahan alam dibandingkan obat sedative-hipnotik dengan metode rotaroad. II. Dasar teori Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002). Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan , hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995). Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor kinetik berikut: a) lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh, b) pengaruhnya pada kegiatan esok hari, c) kecepatan mulai bekerjanya, d) bahaya timbulnya ketergantungan,. e) efek ―rebound‖ insomnia, f) pengaruhnya terhadap kualitas tidur, g) interaksi dengan otototot lain, h) toksisitas, terutama pada dosis berlebihan (Tjay, 2002). Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot (Djamhuri, 1995). Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya: flurazepam, 27



lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya: fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik



sedatif



lain,



contohnya:



kloralhidrat,



etklorvinol,



glutetimid,



metiprilon,



meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk, 1995). Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu: a) depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat dan paraldehida; b) tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat; c) sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat; d) ―hang over‖, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan di kepala dan termangu. Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½- nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di jaringan lemak (Tjay, 2002). Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki daya kerja yaitu khasiat anksiolitis, sedatif hipnotis, antikonvulsif dan daya relaksasi otot. Keuntungan obat ini dibandingkan dengan barbital dan obat tidur lainnya adalah tidak atau hampir tidak merintangi tidur. Dulu, obat ini diduga tidak menimbulkan toleransi, tetapi ternyata bahwa efek hipnotisnya semakin berkurang setelah pemakaian 1-2 minggu, seperti cepatnya menidurkan, serta memperpanjang dan memperdalam tidur (Tjay, 2002). Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma sampai dengan kematian. Efek hipnotiknya dapat dicapai dalam waktu 20- 60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Fase tidur REM dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar (Ganiswarna dkk, 1995). Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan (Ganiswarna dkk, 1995). Efek sedative dapat mempengaruhi kemampuan koordinasi motorik hewan coba. Besar kecilnya pengaruh terhadap koordinasi motorik tersebut dapat menggambarkan besar kecilnya efek sedasi. Oleh sebab itu, efek sedasi ini akan kita amati melalui eksperimen



28



dengan binatang menggunakan parameter rotarod, daya cengkeram, reflex kornea, dan diameter pupil mata.



III. Alat dan bahan Alat yang digunakan : 1.



Rotarod



2.



Alat suntik Bahan:



1.



Hewan uji



2.



Phenobarbital



3.



Diazepam



4.



NaCl



5.



Bahan alam



IV. Cara kerja 1. Mencit (n=20) ditimbang, dan dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing 5 ekor. Sebelum pemberian obat, hewan tersebut diletakkan di atas rotarod selama 5 menit untuk adaptasi. 2. Binatang diberi obat-obat berikut secara per oral : Kelompok control diberikan 0,9% garam fisiologis Kelompok I



: Phenobarbital dosis 80 mg/kg BB



Kelompok II



: Diazepam dosis 20-50mg/kg BB



Kelompok III



: Bahan alam dosis 1



Kelompok IV



: Bahan alam dosis 2



3. Pada menit-menit ke 15,30,60, dan 120 menit diletakkan di atas rotarod selama 2 menit 4. Catat berapa kali binatang terjatuh dari rotarod. 5. Selama eksperimen berlangsung, amati juga : reflex balik badan dan kornea, serta daya cengkeram (pada kawat kasa). DAFTAR PUSTAKA Djamhuri, Agus., 1995, Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan Perawatan, Edisi 1, Cetakan Ketiga, Hipokrates, Jakarta. Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 29



H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995, Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta. Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.



KEGIATAN PEMBELAJARAN PERCOBAAN 4 EFEK DIURETIKA I. Tujuan Menentukan efek diuretik bahan alam dibandingkan obat diuretik. II. Dasar Teori Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal. Diuretika meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh ginjal hingga volume darah dan tekanan darah menurun. Disamping itu, diperkirakan berpengaruh langsung terhadap dinding pembuluh, yakni penurunan kadar Natrium membuat dinding lebih kebal terhadap noradrenalin, hingga daya tahnannya berkurang efek hipotensifnya relatife ringan dan tidak meningkat dengan memperbesar dosis (sebagaimana halnya dengan reserpin Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu : 1. Diuretik osmotik Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja : a. Tubuli proksimal Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotik. b. 30



Ansa henle



Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun. c.



DuktusKoligentes



Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Istilah diuretik osmotik biasanya dipakaiuntuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isisorbid. 2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi bikarbonat. Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid. 3. Diuretik golongan tiazid. Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid. 4. Diuretik hemat kalium. Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida). 5. Diuretik kuat. Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida.



III. Alat dan Bahan Hewan percobaan: Tikus 2 ekor Bahan:



Furosemid 1 mg/kg BB tikus secara sc Air hangat 10 ml/kgBB tikus secara po NaCl Fisiologis Bahan alam berefek diuretik 31



Alat: Tikus, Kandang Metabolisme, Alat suntik, Gelas ukur, Beaker gelas, Stopwatch Rute pemberian: s.c atau p.o IV. Prosedur 1. Timbang berat tikus 2. Buat 3 kelompok perlakuan: kontrol negatif, kontrol positif, dan bahan alam. 3. Sebelum di beri perlakuan, semua tikus diberi air hangat sesuai berat badan 4. Berikan perlakuan sesuai kelompoknya untuk masing-masing hewan uji 5. Masukkan ke dalam kandang metabolisme 6. Amati dan tampung air seni setiap 15 menit selama 1 jam 7. Hitung daya diuretic dengan menghitung persentase volume total urin kumulatif selama 1 jam terhadap volume awal pemberian air hangat yang diberikan secara peroral kepada tikus. Daya (Potensi) Diuretik (%) =



DAFTAR PUSTAKA Sari DR, Mulqie L, Hazar S, 2015, Uji Efek Diuretik Herba Ruku-Ruku (Ocimum tenuiflorum L.) Terhadap Tikus Wistar Jantan, Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba (Kesehatan dan Farmasi). Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia ; Jakarta.



32



KEGIATAN PEMBELAJARAN PERCOBAAN 5 HIPERGLIKEMIA Hiperglikemia adalah istilah medis untuk keadaan di mana kadar gula dalam darah lebih tinggi dari nilai normal. Dalam keadaan normal, gula darah berkisar antara 70 – 100 mg/dL. Kadar gula biasanya sedikit meningkat dari nilai normal sesaat sesudah makakeadaan ini tidak dianggap hiperglikemia. Hiperglikemia yang berlangsung lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi pada organ tubuh, misalnya komplikasi mata, ginjal, jantung, dan lain-lain. Hiperglikemia dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi yang paling sering adalah oleh penyakit diabetes mellitus. Pada diabetes mellitus, gula menumpuk dalam darah karena gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon yang membantu masuknya gula darah, yaitu hormon insulin, jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin diproduksi oleh pankreas. Hiperglikemia ringan atau sementara umumnya tidak membutuhkan pengobatan medis. Untuk penderita seperti ini, pola hidup sehat berupa menu makanan seimbang, olah raga teratur, berhenti merokok dan minum alkohol, mengelola stres dan lain-lain, dapat menormalkan kembali kadar gula darah. Lain halnya dengan hiperglikemia berat seperti pada penyakit diabetes mellitus. Hiperglikemia jenis ini diatasi dengan suntikan insulin atau konsumsi obat antidiabetes seperti glibenklamid, metformin, dan lain-lain. METODE TOLERANSI GLUKOSA PENDAHULUAN Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT) dilakukan pada kasus hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat 33



diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau neurologik, atau infeksi yang tidak jelas sebabnya. ALAT DAN BAHAN Hewan percobaan



: Mencit jantan galur wistar



Bahan : Metformin (195mg/KgBB), Glibenklamid (0,0065 mg), Glukosa 3g/Kg Alat



: Glukose meter, Timbangan mencit, Timer, Alat suntik



Rute pemberian



: Peroral



CARA KERJA Prosedur 1. Mencit yang telah dikelompokkan menjadi 5 kelompok (kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, 2 kelompok pembanding yaitu metformin dan glibenklamid, serta kelompok uji), dipuasakan semalam. 2. Pengambilan darah dilakukan untuk menentukan kadar glukosa awal (t 3. Kelompok kontrol positif, kelompok pembanding dan kelompok obat uji diberikan larutan glukosa 3g/kg bb secara peroral. 4. Dua kelompok dibanding diberikan glibenklamid dan metformin. Kelompok uji Diberikan obat uji, sedangkan kelompok kontrol nagtif hanya diberikan pembawanya saja. 5. Pengambilan darah dilakukan 30 menit setelah pemberian glukosa selama 3 jam 6. Tentukan kadar glukosa darah menggunakan strip tes glukosa SKRINNING TANAMAN DENGAN METODE TES TOLERANSI GLUKOSA ALAT DAN BAHAN Hewan percobaan



: Mencit jantan galur wistar



Bahan : Glibenklamid (0,0065 mg), Glukosa 3g/Kg, Tanaman antidiabetes Alat



: Glukose meter, Timbangan mencit, Timer, Alat suntik



Rute pemberian



: Peroral



Prosedur 1. Mencit yang telah dikelompokkan (mencit 1 kontrol negatif, mencit 2 kelompok kontrol positif, mencit 3,4,5 kelompok uji), dipuasakan semalam. 2. Pengambilan darah dilakukan untuk menentukan kadar glukosa awal (t0) 3. Kelompok kontrol positif, kelompok pembanding dan kelompok obat uji diberikan larutan glukosa 3g/kg bb secara peroral.



34



4. Pengambilan darah dilakukan 30 menit setelah pemberian glukosa selama 3 jam 5. Tentukan kadar glukosa darah menggunakan strip tes glukosa



KEGIATAN PEMBELAJARAN PERCOBAAN 6 UJI TONIKUM I. Tujuan Menentukan efek tonikum bahan alam dibandingkan obat tonikum dengan metode natatory exhaustion. II. Dasar Teori Energi yang diperlukan untuk kinerja fisik diperoleh dari metabolisme bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berdasarkan alasan tersebut di atas, kiranya tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja fisik dan pertumbuhan. Penggunaan obat penambah stamina pada zaman sekarang ini makin meluas. Hal ini seiring dengan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkatkan pola dari aktifitas kerjanya, masyarakat pada era ini membutuhkan kerja ekstra keras karena makin banyaknya tuntutan ataupun persaingan guna memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi. Pola kerja aktifitas yang semakin meningkat membutuhkan tenaga yang lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan kelelahan, karena itu kebutuhan akan obat penambah stamina menjadi meningkat karena mereka menginginkan segera pulihnya tenaga mereka dalam waktu sesingkat mungkin agar mereka bisa meneruskan aktifitas sehari-hari dengan stamina yang lebih fit dan bugar. Lelah bagi setiap orang mempunyai arti tersendiri dan bersifat subyektif. Kelelahan adalah kondisi kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Rasa lelah



35



merupakan hubungan dengan aktivitas fisik berarti ketidakmapuan untuk melakukan aktivitas tertentu. Rasa lelah dapat terjadi karena aktivitas fisik atau mental dan dapat merupakan gejala suatu penyakit. Tonikum adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dapat memperkuat tubuh atau tambahan tenaga atau energi pada tubuh. Kata tonik berasal dari bahasa yunani yang berarti meregang. Tonikum dapat meregang atau memperkuat sistem fisiologi tubuh sebagaimana halnya olahraga yang dapat memperkuat otot- otot, yaitu dengan meningkatkan kelenturan alami, sistem pertahanan tubuh. Kelenturan tubuh inilah yang akan menentukan berbagai tanggapan (respon) tubuh terhadap tekanan dari luar maupun dari dalam. Semakin lentur pertahanan tubuh maka semakin besar pula kemampuan untuk melenting kembali dari setiap jenis tekanan atau cidera. Tonik digunakan untuk memacu dan memperkuat semua sistem dan organ serta menstimulasi perbaikan sel-sel tonus otot. Efek tonik ini terjadi karena efek stimulan yang dilakukan terhadap system syaraf pusat. Efek tonik ini dapat digolongkan ke dalam golongan psikostimulansia. Senyawa psikostimulansia dapat meningkatkan aktivitas psikis, menghilangkan rasa kelelahan dan penat, serta meningkatkan kemampuan berkonsentrasi dan kapasitas yang bersangkutan. Kafein merupakan derivat xantin yang paling kuat, menghasilkan stimulasi korteks dan medula dan bahkan stimulasi spiral pada dosis yang besar, sedangkan teobromin merupakan stimulan sistem saraf pusat yang paling lemah dan mungkin bahkan tidak aktif pada manusia. Kafein merupakan senyawa yang memberikan efek psikotonik yang paling kuat yang dapat menghilangkan gejala kelelahan dan meningkatkan kemampuan berkonsentrasi dan kapasitas yang bersangkutan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang semakin pesat dan canggih di zaman sekarang ini, ternyata tidak mampu menggeser atau mengesampingkan peranan obat-obatan tradisional begitu saja, tetapi justru hidup berdampingan dan saling melengkapi. Hal ini terbukti dari banyaknya peminat pengobatan tradisional, namun yang menjadi masalah adalah kurangnya pengetahuan dan informasi yang memadai mengenai berbagai jenis tumbuhan yang dapat dipakai sebagai ramuan obat tradisional untuk penyakit tertentu dan cara pembuatannya.



III. Alat & Bahan Alat yang digunakan : 1. Hairdryer



4. Stopwatch



2. Kain kering,



5. Spuit 1 cc



3. Aquarium Bahan: 1. Hewan uji 2. Kafein (dosis manusia 200 mg/70 kg BB) 3. Kratingdaeng/extrajoss



4. Aquades 5. Bahan alam



36



IV. Cara Kerja 1. Setiap kelompok mendapat 5 mencit. 2. Renangkan semua hewan uji untuk mencari waktu lelah sebelum perlakuan, yang diukur berdasarkan waktu mencit mulai berenang sampai tenggelam, yaitu mencit berada dibawah permukaan air selama 4-5 detik 3. Istirahatkan 30 menit, kemudian beri perlakuan sesuai kelompoknya. 4. Mencit I (kontrol), diberi larutan Aquadest p.o. 5. Mencit II, diberi suspensi kafein p.o. 6. Mencit III diberi suspensi kratingdaeng p.o. 7. Mencit IV diberi bahan alam dosis 1 p.o 8. Mencit V diberi bahan alam dosis 2 p.o 9. Renangkan kembali dan catat waktu lelah/ketahanan berenang 30 menit setelah pemberian perlakuan,



10. Hitung selisih waktu lelah dan bandingkan waktu ketahanan berenang antara obat tonikum dengan bahan alam.



37