Paper Formula Inhaler [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan obat melalui jalur intranasal merupakan pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas. Berbagai alat dan formulasi telah dikembangkan untuk memberikan obat secara efisien, meminimalkan efek samping,



dan



menyederhanakan



penggunaan.



Perkembangan



teknologi



farmasetika modern, penghantaran obat nasal sering kali dipilih untuk terapi dengan efek lokal dari pada sistemik. Penghantaran obat melalui nasal digunakan untuk terapi seperti alergi nasal, kongesti nasal, dan efek nasal yang rutin dilakukan. Dengan adanya berbagai alat yang kini tersedia, hampir semua pasien bisa mendapatkan obat lewat inhalasi. Pasien yang menggunakan inhaler harus dilatih secara hati-hati mengenai cara penggunaannya, karena mereka mungkin akan tergantung alat tersebut (Yunus 1995). Inhaler merupakan salah satu sediaan farmasi dengan cara penggunaan yang khusus, keberhasilan terapi sangat dipengaruhi oleh ketepatan komposisi formulasi dan cara penggunaannya. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang formulasi terapi inhalasi yang tentunya membutuhkan pengetahuan, sehingga penggunaan alat terapi inhalasi dapat lebih bermanfaat dan diperlukan juga evaluasi yang berulang kali untuk memantau cara penggunaan inhalasi yang benar terhadap pasien. B. Tujuan Tujuan dalam pembuatan paper ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui tentang apa itu intranasal 2. Mengetahui formulasi intranasal C. Manfaat Adapun manfaat dari pembuatan paper ini yaitu untuk menambah wawasan mahasiswa/ mahasiswi dalam bidang teknologi farmasi yaitu tentang teknik inhaler.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian intranasal Drug Delivery System Intranasal (DDS Intranasal) merupakan sistem penghantar obat melalui hidung. Mukosa hidung telah dianggap sebagai rute pemberian obat untuk mencapai absorpsi yang lebih cepat dan lebih tinggi karena dapat mengurangi aktivitas dari saluran pencernaan, mengurangi aktivitas pankreas, dan aktivitas enzimatik lambung, PH netral pada mukus hidung akan mengurangi aktivitas gastrointestinal. Beberapa tahun terakhir banyak obat telah terbukti mencapai bioavailabilitas yang lebih baik ke sistemik melalui rute pemberian hidung dibandingkan dengan rute pemberian oral.



B. Kelebihan dan Keterbatasan Penghantaran Obat Melalui Nasal Kelebihan penghantaran obat melalui rute nasal antara lain: 1. Sebuah area permukaan besar tersedia untuk deposisi obat dan penyerapan. Luas permukaan penyerapan yang efektif daerah epitel hidung lebih tinggi karena terdapat mikrovili. 2. Epitel hidung tipis, berpori (terutama bila dibandingkan dengan permukaan epitel lainnya) dan terdapat banyak pembuluh darah. Hal ini menjamin tingkat penyerapan dan transportasi zat yang cepat diserap ke dalam sirkulasi sistemik untuk inisiasi tindakan terapeutik. 3. Zat yang diabsorbsi diangkut langsung ke sirkulasi sistemik sehingga dapat menghindari terjadinya fist pass metabolism yang biasanya terjadi melalui pemberian oral. 4. Dalam beberapa kasus, obat dapat diserap langsung ke SSP setelah pemberian melalui nasal. 5. Pasien bisa melakukan pengobatan sendiri yang tidak hanya menurunkan biaya terapi tetapi juga meningkatkan kepatuhan pasien. Risiko over-dosis relatif rendah dan hidung dapat menghapus obat berlebih yang tidak terserap.



2



Beberapa keterbatasan penghantaran obat melalui rute nasal antara lain: 1. Hanya obat yang diformulasi secara khusus yang dapat diberikan intranasal 2. Aplikasi jumlah besar akan mengganggu fungsi normal hidung (penciuman dan pelembaban udara) dan juga dapat menyebabkan irreproducibilitydari rejimen dosis akibat drainase atau penghilangan dosis akibat bersin. 3. Porositas tinggi dari epitel hidung masih belum cukup untuk penyerapan semua senyawa terutama senyawa yang hidrofilik dan molekul yang besar seperti protein.



C. Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi DDS Intranasal 1. Bobot molekul, Lipofilitas, dan pKa. Membran hidung cenderung bersifat lipofil sehingga absorpsi obat cenderung menurun dengan berkurangnya lipofilitas obat tersebut. Obat yang bersifat lipofil dan berbobot molekul 1 kDa lebih rendah. Kecepatan dan derajat absorpsi obat dengan kepolaran rendah sangat tergantung pada bobot molekul. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa permeasi obat polar dengan bobot molekul 300 Da sangat bergantung pada ukuran molekulnya. Obat polar juga tidak mudah menembus membran hidung sehingga menstimulasi kinerja MCC. Namun, jika lipofilitas terlalu tinggi, maka obat tidak mudah larut dalam lingkungan air (aquaeous environment) rongga hidung sehingga dengan adanya klirens mukosiliaris, waktu kontak obat dengan membran hidung menurun dan lebih lanjut mengurangi permeasinya. Secara umum, transport zat melalui biomembran dipengaruhi oleh lipofilitas dan bentuk non-ionik. Keberadaan bentuk ionik zat bergantung pada pKa dan



3



pH situs absorpsi (pH mukosa hidung manusia 5,0 – 6,5). Menurut teori pH partisi, bentuk non-ionik obat lebih bersifat permeabel daripada bentuk ionik. Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa absorpsi nasal elektrolit lemah bergantung pada derajat ionisasi serta absorpsi terbesar terjadi pada bentuk non-ionik. Namun, beberapa obat seperti asam asetil salisilat berada dalam bentuk ionik saat menembus membran. Jadi, untuk obat polar, koefisien partisi adalah faktor utama yang mempengaruhi permeabilitas melalui mukosa hidung. 2. Stabilitas Lingkungan Rongga hidung memiliki berbagai enzim yang dapat memetabolisme obat sehingga menurunkan stabilitas biologis obat yang diberikan melalui rute nasal. Untuk mengatasi hal ini, berbagai strategi telah digunakan seperti penggunaan prodrug dan inhibitor enzim. Selain itu, banyak obat yang tidak stabil secara fisikokimia melalui reaksi hidrolisis, oksidasi, dekomposisi fotokimia atau polimerasi pada pemberian nasal. 3. Solubilitas/Kelarutan Obat harus terdisolusi sebelum diabsorpsi karena hanya bentuk yang terdispersi secara molekular di situs absorpsi yang dapat menembus biomembran. Jadi sebelum diabsorpsi di daerah nasal, obat harus terdisolusi dalam cairan rongga hidung yang berbasis air. Obat yang relatif larut dalam air dapat melakukan kontak yang cukup dengan mukosa hidung. Namun, profil absorpsi tidak hanya dipengaruhi oleh kelarutan tetapi juga karakter sediaan farmasetik yang menjamin penghantaran obat pada dosis terapeutik. Karena rongga hidung berukuran relatif kecil, volume larutan obat harus sedikit pada pemberian intranasal. Jadi obat yang kurang larut dalam air dan atau memiliki dosis terapeutik yang tinggi akan mengalami masalah saat diberikan secara intranasal sehingga kelarutannya harus dimodifikasi dengan peningkat kelarutan.



4



D. Penghantaran obat Intranasal Pemberian obat intranasal pada beberapa tahun terakhir ini semakin dipertimbangkan untuk pemberian obat dalam rangka pengembangan entitas kimia baru atau meningkatkan profil terapi obat yang sudah ada. Untuk menilai kelayakan terapi, pendekatan obat intranasal dapat menjadi pertimbangan untuk pemilihan rute pemberian obat, khususnya sifat kondisi patologis (akut atau kronik) dan efek terapi obat (SSP lokal atau sitemik). Untuk kondisi penyakit akut, keuntungan yang diberikan oleh pemberian obat intranasal dalam hal kenyamanan pasien dan kepatuhan mungkin tidak banyak yang relevan bila dibandingkan dengan pemberian obat dengan rute parenteral. Sebaliknya, hal ini sangat penting untuk mengobati atau mengontrol kondisi medis yang kronis.



E. Pemberian Sediaan Intranasal Drug Delivery System Ada beberapa jenis system pengiriman obat, yang telah lama digunakan untuk pengiriman obat untuk rongga hidung, seperti semprot hidung, tetes hidung,semprot aerosol dan insufflators. Pemilihan bentuk sediaan tergantung pada obat yang digunakan, indikasi, pasien dan pemeriksaan terakhir. Empat formulasi dasar yang harus dipertimbangkan yaitu larutan, emulsi, dan bubuk kering. Sistem penghantar sediaan untuk obat pemberian intranasal yaitu: 1. Semprot hidung Ketersediaan pompa dosis terukur pada nasal spray dapat memberikan dosis yang tepat dari 25-200 μm. Ukuran partikel dan morfologi dari obat dan viskositas formulasi menentukan pilihan pompa dan perakitan (Kushwara: 2011). 2. Tetes hidung Tetes hidung adalah salah satu yang paling sederhana dan nyaman dikembangkan untuk penghantaran. Kerugian utama dari ini adalah kurangnya presisi dosis tetes hidung mungkin tidak cocok untuk produk resep (Kushwara: 2011).



5



3. Nasal gel Keuntungan dari nasal gel yaitu pengurangan dampak rasa karena mengurangi menelan, pengurangan kebocoran anterior formulasi, pengurangan iritasi dengan menggunakan eksipien menenangkan/emolien dan sasaran pengiriman ke mukosa untuk penyerapan lebih baik (Kushwara: 2011). 4. Nasal bubuk Keuntungan untuk bentuk sediaan serbuk hidung adalah tidak adanya bahan pengawet dan stabilitas superior formulasi. Namun, kesesuaian bubuk formulasi tergantung pada kelarutan, ukuran partike, sifat aerodinamis dan iritasi hidung obat aktif dan/ atau bahan pembantu. Tetapi iritasi mukosa hidung dan pengiriman dosis terukur adalah beberapa tantangan formulasi. Umumnya, penyerapan bertindak melalui salah satu dari mekanisme berikut antara lain menghambat aktivitas enzim, mengurangi kekentalan lendir atau elastisitas,



penurunan



pembersihan



mukosiliar,



dan



melarutkan



atau



menstabilkan obat (Kushwara: 2011). 5. Intranasal



mikroemulsi



Intranasal



mikroemulsi



merupakan



salah



satu



pengiriman obat non-invasif untuk sirkulasi sitemik. Vyas (2006) telah melaporkan bahwa formulasi mikroemulsi clonazepam digabungkan dengan agen mukoadhesif dipamerkan timbulnya status epileptikus. Dalam penelitian lain, Vyas dkk dilaporkan cepat dan tingkat yang lebih besar dari transportasi obat ke dalam otak tikus setelah pemberian intranasal mukoadhesif mikroemulsi zolmitriptan dan sumatriptan. Mukesh dkk (2008) mempelajari pengiriman intranasal risperidone dan menyimpulkan bahwa jumlah yang signifikan dari risperidone dengan cepat dan efektid disampaikn ke otak dengan pemberian intranasal nanoemulsion mukoadhesif risperidone (Kushwara: 2011).



6



F. Bahan Inhaler Aromaterapi 1. Menthol ( FI ed. IV hal. 529) Rumus Molekul



: C10H20O



Berat Molukel



: 156,27



Pemerian



: Hablur heksagonal atau serbuk hablur, tidak berwarna, biasanya berbentuk jarum, atau massa melebur; bau enak seperti minyak permen.



Kelarutan



: Sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalam kloroform, dalam eter, dan dalam heksana. Mudah larut dalam asetat glasial, dalam minyak mineral, dan dalam minyak lemak dan dalam minyak atsiri.



Jarak Lebur



: Antara 410 dan 440



Khasiat



: menimbulkan rasa dingin



Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu kamar terkendali.



2. Peppermint Oil (Famakope Indonesia Edisi II, 1972) Minyak permen adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan air pucuk berbunga Mentha Pipereta Linné yang segar, jika perlu dimurnikan. Kadar Ester dihitung sebagai Mentil asetat, C12H22O2, tidak kurang dari 4,0 % dan tidak lebih dari 9,0 % ; kadar menthol bebas C10H20O, tidak kurang dari 45,0% Pemerian



: Cairan tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas kuat menusuk; rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara dihirup melalui mulut.



Kelarutan



: Dalam etanol 70 %, satu bagian volume dilarutkan dalam 3 bagian volume etanol 70 %, tidak terjadi opalesensi



7



Jarak Lebur



: 340C



Khasiat



: melegakan pernapasan, mual, asma



Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.



3. Camphor ( FI ed.IV hal 167) Rumus Molekul



: C10H16



Berat Molukel



: 152,24



Pemerian



: Hablur, granul atau masa hablur.putih, atau tidak berwarna, jernih. Bau khas tajam; rasa pedas dan aromatik; menguap perlahan-lahan pada suhu kamar; bobot jenis lebih kurang 0,99.



Kelarutan



: Sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalam kloroform, dalam eter; larut dalam karbondisulfida, dalam heksana, dalam minyak lemak, dan dalam minyak menguap



Jarak Lebur



: Antara 1740 dan 1790



Khasiat



: antiinfeksi, gatal-gatal pada kulit



Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, hindarkan dari panas berlebihan 4. Borneol Rumus Molekul



:-



Berat Molukel



:-



Pemerian



: terpena alkohol menyerupai powder atau kristal yang berwarna putih (CHOH), menyerupai kamper, yang diperoleh dari batang pohon yang terdapat di Asia Tenggara



Kelarutan



:-



Jarak Lebur



:-



8



Khasiat



: mengurangi rasa sakit, mencegah perkembang biakan kuman



Wadah dan penyimpanan : -



5. Eucalyptus Oil (FI ed.IV hal 627) Rumus Molekul



:-



Berat Molukel



:-



Pemerian



: Cairan tidak berwarna atau kuning pucat: bau aromatis seperti kamfer: rasa menusuk seperti kamfer diikuti rasa dingin.



Kelarutan



: Larut dalam 5 bagian volume etanol 70 %



Bobot per ml



: 0,906 hingga 0,925



Khasiat



: sebagai dekongestan, mengurangi nyeri



Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah terisi penuh, kedap udara, dan simpan pada suhu tidak lebih dari 250 6. Mineral Oil (FI ed. IV hal. 630) Rumus Molekul



:-



Berat Molukel



:-



Pemerian



: cairan berminyak, jernih, tidak berwarna, bebas atau praktis bebas dari fluoresensi. dalam keadaan dingin tidak berbau, tidak berasa dan jika dipanaskan berbau minyak tanah lemah.



Kelarutan



: Tidak larut dalam air dan dalam etanol : larut dalam minyak menguap: dapat bercampur dengan minyak lemak: tidak bercampur dengan minyak jarak



Bobot Jenis



: Antara 0,845 dan 0,905



Khasiat



: pelarut



Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat,



9



BAB III METODELOGI A. Alat dan Bahan 1. Alat Timbangan analitik, kaca arloji, cawan uap, sendok tanduk, sendok porselen, pinset, dan alat-alat gelas. 2. Bahan Menthol, pepermint oil, kamfer, borneol, eucalyptus oil, mineral oil. B. Formulasi Inhaler Stick Aromaterapi Nama Bahan



Formula



Kegunaan



Menthol



55,9 % w/v



Zat aktif



Peppermint Oil



3,727 % v/v



Aroma terapi



Camphor Borneol Eucalyptus Oil Mineral Oil ad



4,96 % w/v Zat aktif 9 % v/v Zat aktif 6,2 % v/v Aroma terapi 100 % v/v Pelarut Berat per tube 2 gram



C. Penimbangan Formula Inhaler Stick Aromaterapi Nama Bahan



Formula



Menthol



1,118 g



Peppermint Oil



0,07 ml



Camphor Borneol Eucalyptus Oil Mineral Oil ad



0,09 g 0,08 g 0,124 ml 2 ml



Perhitungan Bahan 1. Menthol 55,9 x 2 gram = 1,118 g 100 2. Peppermint Oil



10



3,727 x 2 gram = 0,07 gram 100 3.Camphor 4,969 x 2 gram = 0,09 gram 100 4.Borneol 9,00 x 2 gram = 0,09 gram 100 5.Eucalyptus Oil 6,2 x 2 gram = 0,124 gram 100 6. Minyak MIneral 100 x 2 gram = 2 gram 100 D. Cara Pembuatan 1. Siapkan alat dan bahan. 2. Masukkan menthol kedalam cawan rapat, kemudian tambahkan mineral oil q.s dan tutup dengan alumunium foil (M1). 3. Masukkan kamfer kedalam cawan rapat, kemudian tambahkan mineral oil q.s dan tutup dengan alumunium foil (M2). 4. Masukkan borneol kedalam cawan rapat, kemudian tambahkan mineral oil q.s dan tutup dengan alumunium foil (M3). 5. Masukkan M1 + M2 + M3 yang telah homogen ke dalam cawan yang ditutup rapat, kemudian + sisa mineral oli aduk ad homogen. 6. Masukkan cotton wick ke dalam cawan biarkan hingga terserap merata. 7. Ambil cotton wick menggunakan pinset, kemudian masukkan ke dalam container, tutup dengan seal cap, dan selanjutnya dimasukkan ke dalam blank nasal inhaler stick.



E.



Evaluasi Sediaan



11



1. Pengamatan Organoleptik Analisis organoleptis dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan mengamati perubahan-perubahan tekstur, bau, dan warna sediaan inhaler tube aromaterapi.Pemeriksaan organoleptik dilakukan sesaat setelah pembuatan. 2. Uji Penetapan pH (FI IV, 1039) Pengukuran pH sediaan inhaler tube aromaterapi dilakukkan untuk melihat tingkat keasaman sediaan dan menjamin sediaan tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sediaan inhaler tube diukur pH nya dengan mencelupkan kertas indikator pH ke dalam cairan inhaler aromaterapi, setelah itu sesuaikan warna yang terjadi pada kertas indikator dengan spektrum warna pada indikator pH. Sediaan inhaler tube aromaterapi harus memenuhi kriteria pH kulit yaitu dalam interval 5,0- 6,5. Pemeriksaan pH dilakukan sesaat setelah pembuatan sediaan. 3. Uji Kebocoran Tube (FI IV, 1086) 



Pilih 12 wadah, catat tanggal dan waktu (pembulatan sampai ½ jam).







Timbang wadah satu persatu (pembulatan sampai mg), catat bobot sebagai W1.







Biarkan wadah dalam posisi tegak selama tidak kurang dari 3 hari pada suhu kamar.







Timbang kembali wadah satu persatu, catat bobot sebagai W2.







Hitung waktu percobaan dan catat waktu sebagai T (dalam Jam).







Hitung derajat kebocoran (DKb) masing-masing wadah dalam tiap tahun dengan rumus : Dkb= (W1 – W2) x ( 365/T) x 24 x 100% Bobot tertera dalam etiket







Sediaan memenuhi syarat jika DKb rata-rata tiap tahun dari 12 wadah tidak lebih dari 3,5 % dan jika tidak satupun bocor lebih dari 5% pertahun.







Jika 1 wadah bocor lebih dari 5% pertahun, tetapkan DKb dengan menggunakan 24 wadah lainnya.



12







Sediaan memenuhi syarat jika dari 36 wadah, tidak lebih dari 2 wadah yang bocor lebih dari 5% pertahun dan tidak satupun wadah lebih dari 7% pertahun, dari bobot yang tertera pada etiket.



BAB IV PENUTUP



13



A. Kesimpulan 1. Sistem penghantaran obat (Drug Delivery System) intranasal adalah suatu teknologi penyampaian obat alternatif yang diciptakan untuk mencapai tempat kerja yang optimal di intranasal. 2. Alur dari jalur rute nasal yaitu sebagai berikut: Obat dihirup melalui rongga hidung



obat masuk melalui vestibula hidung, melewati palatum (langit-langit



mulut), masuk ke turbinat inferior, kemudian masuk ke turbinat tengah hingga ke turbinat superior (mukosa olfactory), menuju ke nasofaring masuk ke faring



melalui glotis



kemudian



masuk ke dalam trakea dan di distribusikan



di bronkus sehingga dapat diserap oleh bronkiolus



diserap oleh alveoli



hingga berdifusi ke saluran darah. 3. Jalur absorpsi nasal yaitu sebagai berikut: Setelah berdifusi ke aliran darah, obat akan terabsorpsi melalui neuron olfactory menyerap melalui sel-sel pendukung dan kapiler sekitarnya



hingga terabsorpsi ke dalam cairan serebrospinal dan



akan memberikan efek sistemik yang diharapkan. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi DDS Intranasal: a. Sifat fisiko kimia obat: lipofilik-hidrofilik keseimbangan, degradasi enzimatik dalam rongga hidung, ukuran molekul. b. Karateristik



sediaan



obat



intranasal:



formulasi



(konsentrasi,



pH,osmolaritas), obat didistribusi dan deposisi, viskositas. c. Sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung: mukosiliar, dingin, rhinitis, permeabilitas membran, pH lingkungan. 5. Sediaan intranasal dapat berupa semprot hidung, tetes hidung,nasal gel, nasal bubuk dan intranasal mikroemulsi.



DAFTAR PUSTAKA



14



Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. J, Pillion Dennis, John J. Arnold, Elias Meezan. 2007. Enhancement in Drug Delivery: Nasal Delivery of Peptide Drug. New York: CRC Press. Kim, Chan Hak. 2003. Modified-Release Drug Delivery Technology: Formulation Challenges: Protein powder for Inhalation. New York: Marcel Dekker. M, Hillery Anya, Andrew W.Lloyd, James Swarbrick, 2005. Drug Delivery and Targeting. P, Wermeling Daniel, Jodi L. Miller. 2003. Modified-Release Drug Delivery Technology: Intranasal Drug Delivery. New York: Marcel Dekker. Guy Furness. 2005. Nasal Drug Delivery: Rapid onset via a convenient route. England: OndrugDelivery Ltd. Shargel.,leon, Y u., Andew, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Airlangga University Press, Surabaya



LAMPIRAN



15



Lampiran 1 . Komponen Nasal Inhaler Stick



Lampiran 2. Contoh Produk



16



Peppermint Field Inhaler ( Produk Thailand)



Inhaler Siang Pure



Vicks Inhaler



17



18