Paper Penilaian Kesesuaian Standardisasi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Firda
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PAPER STANDARDISASI PENILAIAN KESESUAIAN STANDARDISASI DI DUNIA USAHA



Oleh: Kelompok 1 (3E) Wahdatul Khoiriyah



(361741311136)



Afitri Wulan Guritno



(361741311139)



Mareta Ruhhi Azhari



(361741311140)



Aprinaldi



(361741311142)



Firda Ilminada



(361741311144)



Vira Vega Romadhoni



(361741311156)



Leny Maria Wulandari



(361741311162)



Ayu Puasanti Fatimah



(361741311164)



Badrun Nadhiri



(361741311166)



Dosen Pengampu: Shinta Setiadevi, S.TP, M.M



Teknisi : Christine Yulia Iswani, S.ST



PROGRAM STUDI DIPLOMA IV AGRIBISNIS POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI 2019



BAB I PENDAHULUAN



1.1.Latar Belakang Standardisasi pada era saat ini sangatlah penting, standar diperlukan untuk menjamin keamanan produk dan kesehatan konsumen. Standardisasi dapat digunakan sebagai salah satu alat kebijakan pemerintah dalam menata struktur ekonomi secara lebih baik dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Ketentuan tentang standardisasi secara formal telah diatur di Indonesia sejak tahun 1984 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang perindustrian, dan beberapa peraturan pelaksanaanya. Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang diberi tugas melakukan pembinaan dan Pengembangan di bidang standardisasi di Indonesia. Dalam menjalankan fungsi pembinaan, Badan Standardisasi Nasional Memberikan apresiasi bagi industri/perusahaan yang menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lainnya dalam kegiatan usahannya. Standardisasi



merupakan



penentuan



ukuran



yang



harus



diikuti



dalam



memproduksikan sesuatu. Standarisasi juga merupakan proses pembentukan standar teknis , yang bisa menjadi standar spesifikasi , standar cara uji , standar definisi , prosedur standar (atau praktik), dan lain-lain. Standardisasi diimplementasikan ketika perusahaan mengeluarkan produk baru ke pasar. Dengan menggunakan standarisasi, kelompok dapat dengan mudah berkomunikasi melalui pedoman yang ditetapkan dalam rangka untuk menjaga fokus. Penilaian Kesesuaian mencakup kelembagaan dan proses penilaian untuk menyatakan kesesuaian suatu kegiatan atau suatu produk terhadap SNI tertentu. Penilaian kesesuaian dapat dilakukan oleh pihak pertama (produsen), pihak kedua (konsumen), atau pihak ketiga (pihak selain produsen dan konsumen), sejauh pihak tersebut memiliki kompetensi untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BSN.



1.2.Rumusan Masalah 1. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi perdagangan? 2. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi mutu? 3. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi keuntungan? 4. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi manufaktur?



5. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi distribusi? 6. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi pengadaan? 7. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi pemakaian? 8. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi spesifikasi? 9. Bagaimana penilaian kesesuaian standardisasi kontrak?



1.3.Tujuan 1. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi perdagangan. 2. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi mutu. 3. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi keuntungan. 4. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi manufaktur. 5. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi distribusi. 6. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi pengadaan. 7. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi pemakaian. 8. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi spesifikasi. 9. Untuk mengetahui penilaian kesesuaian standardisasi kontrak.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Penilaian Kesesuaian Standarisasi di Bidang Perdagangan Di era bebas perdagangan internasional, kualitas barang dan jasa yang melalui lintas negara tetap harus menjadi kriteria utama dalam bertransaksi. Selain harga, kesesuaian produk produk yang dimaksud dengan standar yang telah ditentukan juga menjadi ukuran. Perdagangan yang bebas dan terbuka sudah menjadi pilihan sejak selesainya Perang Dunia II. Disepakatinya General Agreement on Tariff and Trade(GATT) pada tahun 1947 oleh 23 negara menjadi titik awal kesepakatan perdagangan internasional. Dalam rentang waktu sekitar setengah abad, kesepakatan ini meluas dengan melibatkan nyaris sebagian besar negara-negara yang ada di dunia. Apalagi, kemudian muncul World Trade Organization (WTO) yang menggantikan peran GATT dalam mengatur transaksi perdagangan antarnegara antarbenua, sehingga transaksi menjadi lebih efisien dan saling menguntungkan. Salah satu poin terpenting dalam perdagangan antarnegara adalah adanya kesamaan standar, kesamaan bahasa, kesamaan aturan, sehingga setiap produk barang atau jasa yang dijual di setiap negara memberikan manfaat bagi konsumen di negara tersebut, juga menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. Banyak negara tujuan ekspor menuntut persyaratan standar. Hal itu terbukti dengan beberapa kasus penolakan barang dari Indonesia ke luar negeri karena produk yang dijual tidak memenuhi persyaratan standar negara tujuan. Penolakan ikan tuna di pasar Eropa atau mi instan di Taiwan beberapa waktu silam menunjukkan betapa negara tujuan ekspor sangat ketat dalam menyeleksi produk yang akan masuk ke negaranya. Untuk penerapan standar sendiri membuka peluang pasar bagi produsen. Yakni pasar yang telah ada maupun pasar baru. Keberadaan standar mempunyai efek penting terhadap inovasi. Standar menyediakan informasi yang mendorong proses inovasi dengan cara mengembangkan teknologi yang dapat membuat produk lebih baik, aman dan lebih efisien. Dalam kepentingan usaha perdagangan merupakan salah satu hal untuk meningkatkan produktivitas usahanya. Dengan ditunjang adanya penilaian kesesuian standar dapat



berkontribusi dalam daya saing perusahaan lain, dapat membentuk produk perusahaan ketingkat nasional dalam bersaing di pasar global, dan meningkatkan jaminan mutu produk.



2.2 Penilaian Kesesuaian Standarisasi di Bidang Mutu Dalam penerapan SNI, baru sedikit produk yang di wajibkan (mandatory) berlabel SNI, selebihnya masih bersifat sukarela (voluntary). Berdasar pada pasal 12 ayat (2) PP 102/2000, SNI bersifat sukarela untuk diterapan oleh pelaku usaha. Namun, daam ha SNI berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakkat atau pelestarian fungs lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau selruh spesifikasi teknis atau parameter dalam SNI pasal 12 ayat (3) PP 102/2000) Ada banyak faktor yang menyebabkan penerapan SNI berjalan lambat di Indonesia. Pertama, di sisi pengusaha, para eksportir lebih fokus untuk memenuhi persyaratan internasional atau buyer, dibandingkan memenuhi SNI. Untuk pasar lokal, produsen pun masih kurang kesadaran untuk menerapkan SNI yang bersifat sukarela karena dianggap menambah biaya produksi. Apalagi untuk tingkatan UMKM yang memiliki keterbatasan modal dan proses produksi yang sederhana. Padahal, untuk konsumsi sehari-hari, masyarakat banyak memanfaatkan produk-produk dari UMKM. Kedua, dari aspek kelembagaan yang menyertifikasi dan menetapkan surat persetujuan pemberian tanda (SPPT) SNI. Pemberian SPPT SNI dilakukan oleh pihak ketiga (pemerintah atau swasta) yang sudah dinilai dan diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang disebut sebagai lembaga sertifikasi produk (LS Pro). Jumlah LS Pro yang ada masih terbatas baik dari segi kuantitas dan kualitas personelnya. Hal ini berpengaruh pada pengawasan dan monitoring terhadap produk yang sudah bertanda SNI di pasar. Berdasarkan survei BSN, tidak sampai 50% produk yang bertanda SNI kualitasnya sesuai dengan standar yang ditetapkan, belum lagi ditambah produk palsu dan tanda SNI palsu. Ketiga, masyarakat konsumen yang belum mengetahui dan peduli terhadap mutu dan standar barang yang dikonsumsi. Pertimbangan harga masih menjadi faktor utama dalam



pemilihan barang, selain memang daya beli masyarakat yang terbatas. Hal ini menjadi PR besar pemerintah untuk mewujudkan pangan murah tapi tetap bermutu. Yang terakhir, aspek regulasi SNI itu sendiri. Berdasarkan evaluasi, beberapa SNI ternyata sulit dipenuhi oleh produsen karena prosesnya yang berbeda atau kurang ramah bagi pengusaha skala UMKM. Untuk menghadapi berbagai kendala dalam mewujudkan produk dan jasa yang bermutu, pemerintah harus menerapkan strategi baru dalam penerapan SNI di Indonesia. Mulai dari aspek regulasi SNI agar lebih ramah bagi UMKM yang bermodal kecil dan memiliki teknologi pengolahan sederhana. Memberdayakan kelembagaan di daerah (UPTD dan laboratorium) untuk lebih berperan dalam sistem standar nasional (SSN) sehingga proses sertifikasi produk, monitoring, dan pengawasan dapat berjalan lebih efektif dengan melibatkan pemerintah daerah. Kebijakan ini tentunya perlu didukung dengan anggaran dan peningkatan SDM yang kompeten. Yang terakhir, memberikan insentif bagi pengusaha/UMKM yang mau menerapakan SNI, terutama yang masih bersifat sukarela (voluntary) seperti pengurangan pajak atau pemotongan biaya sertifikasi. Dengan sinergi antara Pemerintah Pusat, daerah, produsen, dan konsumen, produk Indonesia berstandar dapat cepat terwujud.



2.3 Penilaian Kesesuaian Standarisasi di Bidang Keuntungan Standarisasi yang dilakukan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) memberikan berbagai keuntungan ekonomi bagi Indonesia, khususnya industri dalam negeri. Berdasarkan kajian Litbang BSN, standarisasi telah memberikan keuntungan ekonomi terhadap industri air minum dalam kemasan sebesar Rp 3,4 triliun, lalu terhadap industri garam beryodium Rp 547 milyar, industri minyak sawit Rp 18,6 triliun, dan industri pupuk Rp 1,4 triliun. Standar Nasional Indonesia (SNI) juga telah berperan dalam menghasilkan beragam produk bermutu karena menguatkan daya saing nasional. Dengan penerapan standar, maka produk dan jasa yang dihasilkan suatu negara akan menjadi bagus sehingga juga mampu meningkatkan daya saing negara tersebut. Dalam menghadapi China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA), BSN sebelumnya juga telah meluncurkan program Gerakan Nasional Penerapan SNI (Genap SNI) yang telah dicanangkan Wakil Presiden Boediono pada 9 November 2010.



Dengan program tersebut, BSN melakukan 11 langkah antara lain menganalisis ekspor-impor China dan ketersediaan SNI, menentukan 11 sektor prioritas produk paling terpengaruh, mengidentifikasi SNI dalam 11 sektor prioritas, menganalisis peluang membuat national differences, dan menganalisis kemampuan industri dalam 11 sektor prioritas. Kemudian, menganalisis ketersediaan dan kebutuhan pengembangan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK), mengefektifkan pemberlakuan Keppres No. 54/2010 yang terkait penggunaan SNI, mendukung instansi teknis dalam memberikan Insentif LPK untuk mendukung 11 sektor prioritas, mendukung instansi teknis dalam memberikan insentif kepada industri untuk 11 sektor prioritas, memfasilitasi penyusunan regulasi teknis dan pelaksanaan pengawasan pasar terhadap 11 sektor prioritas, dan edukasi konsumen.



2.4 Penilaian Kesesuaian Standarisasi di Bidang Manufaktur Penerapan SNI wajib untuk seluruh produk manufaktur merupakan salah satu solusi guna melindungi industri nasional. Sejumlah pelaku industri sejak tiga tahun terakhir sudah mengusulkan hal itu. Menperin mengakui, penerapan regulasi wajib SNI mampu melindungi konsumen serta menciptakan persaingan yang sehat. Di sisi lain, instrumen itu diyakini mampu mempertahankan daya saing industri dalam negeri. Negeri ini mestinya sudah membenahi daya saing industri sejak beberapa tahun lalu. Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menjelaskan, serbuan produk tekstil impor asal Tiongkok mulai terjadi sejak awal Februari 2010 untuk mengantisipasi perayaan Imlek. Perayaan imlek dan implementasi AC-FTA akan menyuburkan impor tekstil, terutama garmen. Serbuan tekstil impor asal Tiongkok didominasi produk segmen menengah bawah (middle low) karena harganya yang murah. Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) impor tekstil asal Tiongkok diprediksi meningkat dua kali lipat dengan pemberlakuan AC-FTA. Pada 2009, impor tekstil Tiongkok mencapai US$ 1,145 miliar. Angka itu meningkat dari 2008 yang mencapai US$ 1,03 miliar. Pada 2012, jmpor tekstil Tiongkok yang masuk ke pasar domestik diprediksi US$ 2,3 miliar.



2.5 Penilaian Kesesuaian Standarisasi di Bidang Distribusi Penerapan standardisasi distibusi penting untuk segera dilakukan di Indonesia. Standardisasi distribusi akan menjadi jalan untuk mencapai efektivitas dan efesiensi sistem distribusi. Sistem distribusi berkontibusi penting dalam daya saing perusahaan dan negara. Distibusi menentukan keterswdiaan dan kecepatan produ atau barang menjangkau ke pasar dan pelanggan. Distribusi yang efektif akan mampu mengatasi persoalan kelangkaan barang dan fluktuasi harga, yang berkontribusi terhadap inflasi. Penerapan standardisasi distribusi dimulai dengan penetapan sasaran akhir atau servicce level dan biaya distribusi. Pemerintah, asosiasi, peusahaan, dan akademisi perlu membangun sistem informasi untuk mendapatkan data pencapaian service level dan biaya distribusi dari setiap sektor industri, produk atau komoditas, moda transportasi, dan lead time transportasi origin dan destination, dari titik okasi produsen sampai ke lokasi konsumen. Selanjutnya berdasar standardisasi input dan proses di susun. Pada tataran mikro, perbaikan sistem distribusi di perusahaan dilakukan dengan menerapkan manajemen logistik, khususnya operasional transportasi dan pergudangan. Dari perspektif makro atau nasional, distribusi penting untuk menjamin ketersediaan barang dan stabilitas harga. Dua hal ini berkonstribusi signifikan terhadap inflasi. Kelangkaan barang dan disparitas harga untuk barang pokok dan penting, harga satu untuk produk tertentu seperti BBM dan semen, menjadi isu penting dalam distribusi nasional. Sistem distribusi di Indonesia dihadapkan pada cakupan pasar atau geografi yang luas dengan densitas pasar di setiap daeah berbeda. Selain itu infrastruktur logistik seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan, bandara, dan depo kontainer yang masih memerlukan pembangunan dan perbaikan pelayanan. Persoalan utilisasi kendaraan juga menjadi isu penting dalam efiensi distibusi. Perbaikan distribusi perlu dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem secara koprehensif, yang mencangkup “input – proses – outpu”. Input dalam sistem distribusi utamanya adalah people dan resources. People utamanya adalah masalah kompetensi SDM pengelola distribusi, mulai dari manajer, supervisor, sampai operator. Untuk people pemerintah, mulai dari pembuat kebijakan, pengawasan pelaksanaan kebijakan, dan operator layanan publik sistem distibusi. Sementara resources, mencakup teknologi, peralatan, dan



infrastruktur logistik, baik di tingkat perusahaan maupun infrastruktur logistik secara nasional. Standardisasi input dalam sistem distribusi mencakup standardisasi kompetensi SDM baik SDM di sektor bisinis maupun pemerintahan yang menjalankan distribusi dan standardisasi sumber daya. Standardisasi kompetisi SDM ini dilakukan melalui perumusan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) untuk sektor logistik. SKKNI perlu terus dikembangan, dipebaharui, dan diperluas untuk setiap jenis okupansi di sektor logistik. Standardisasi sumber daya yang digunakan dalam sistem distribusi mencakup transportasi, pergudangan, peralatan, kontainer, dan insfrastruktur logistik. Standardisasi transportasi meliputi kapasitas, dimensi, muatan, green transportasi, batas minimal dan maksimal kecepatan, akses jalan, load factor kendaraan, lead time untuk transportasi dari origin dan destination setiap saluran distribusi, dan lain-lain. Penerapan kebijakan penerbitan ODOL ( Over Dimension, Over Load) merupakan contoh yang baik dalam standardisasi transportasi untuk menjamin keamanan dan keselamatan transportasi barang. Penggunaan kontainer dalam muatan barang perlu diterapkan lebih luas di setiap moda transportasi. Kontainer memberikan banyak manfaat, antara lain kemudahan dalam penanganan di setiap proses transportasi, kecepatan handling antarmoda transportasi, dan keamanan barang. Selain itu, standardisasi load factor kendaraan penting untuk efesiensi distribusi. Penerapan konsolidasi dan sharing kapasitas truk merupakan contoh para perusahaan – perusahaan transportasi untuk menaikkan load factor.



2.6 Penilaian Kesesuaian Standarisasi di Bidang Pengadaan Pengadaan memainkan peran penting di semua organisasi, yang memiliki dampak yang luas terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi. Organisasi Standardisasi Internasional (ISO) mendefinisikan pengadaan berkelanjutan sebagai pengadaan yang memiliki dampak positif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi di seluruh siklus kehidupan dan yang berusaha untuk meminimalkan dampak negatif. ISO 20400:2017 - Pedoman Pengadaan berkelanjutan adalah Standar Internasional pertama untuk pengadaan berkelanjutan yang bertujuan untuk membantu organisasi dalam memenuhi tanggung jawab keberlanjutan mereka dengan memberikan panduan mengenai



penerapan praktik dan kebijakan pembelian yang efektif. ISO 20400 juga mencantumkan berbagai prinsip yang harus dijunjung tinggi jika sebuah organisasi menerapkan pengadaan yang berkelanjutan, termasuk akuntabilitas, transparansi, perilaku etis, penghormatan terhadap hak asasi manusia dan fokus pada inovasi dan perbaikan. Sabela Gayo, Ketua Umum Dewan Pembina Nasional Asosiasi Pengacara Pengadaan Indonesia (APPI) berpandangan bahwa praktik-praktik penyimpangan, suap, dan tindak pidana korupsi sektor Pengadaan harus dicegah dan/atau diberantas dengan cara adopsi dan penerapan standar ISO 20400 on Sustainable Procurement karena di standar ISO 20400 tersebut termaktub berbagai petunjuk umum (general guidance) mengenai pentingnya akuntabilitas dalam setiap tahapan/proses Pengadaan Barang/Jasa. Dengan adanya akuntabilitas pada setiap tahapan Pengadaan Barang/Jasa maka akan berpengaruh pada rendahnya potensi penyimpangan (fraud) dan berkurangnya potensi tindak pidana korupsi Pengadaan. Saat ini, sudah ada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Ada peraturan kepala LKPP hasil turunan dari Peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Namun sayangnya, untuk sektor swasta belum ada panduan terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dalam kesempatan ini, Sabela juga menyatakan harapannya agar pemerintah, dalam hal ini BSN dapat mengadopsi ISO 20400 :2017 menjadi SNI sehingga standar ini bisa dijadikan panduan / pedoman bagi sektor swasta untuk melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, sebagai upaya untuk menyempurnakan proses pengadaan barang dan jasa. Ia pun menyatakan bahwa APPI bersama dengan mitranya, the International Federeation of Purchasing and Supply Management (IFPSM) siap membantu BSN dalam rangka menyusun draft practical guidance, ataupun implementation framework bagaimana cara melaksanakan ISO 20400 tentang pengadaan berkelanjutan secara praktis di Indonesia.



2.7 Penilaian Kesesuaian Standarisasi di Bidang Pemakaian Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Infromatika menekankan penilaian kesesuaian standar perangkat agar dapat melindungi pengguna dan mendorong pengembangan industri teknologi telekomunikasi nasional.



“Standarisasi dan penilaian kesesuaian sangat penting, karena standarisasi menjadi suatu common criteria yaitu kritera umum dan bersama yang dikembangkan organisasi independen untuk menjaga kualitas aspek tertentu bagi pengguna dan penyedia,” jelas Direktur Standarisasi Perangkat Pos dan Informatika Ditjen SDPPI, Mochamad Hadiyana saat membuka Bimbingan Teknis Peran Penilaian Kesesuaian Perangkat TIK Menghadapi Era Internet of Things, di IPB Convention Center Bogor, Kamis (5/9/2019). Menurut Direktur Hadiyana, standar harus diaplikasikan dan yang menjadi domain penilaian kesesuaian berupa sertifikasi, penetapan dan pengukuhan laboratorium. “Penilaian kesesuaian lab dinilai dan dibandingkan dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Semakin sesuai dengan format maka akan semakin memudahkan bagian sertifikasi. Sampai saat ini sudah ada 9 lab yang menjadi rujukan sertifikasi,” ujarnya. Berkaitan dengan perangkat telekomunikasi, sertifikasi ditujukan untuk menjamin keterhubungan dalam jaringan telekomunikasi. Selain itu dapat mencegah saling mengganggu antara alat dan perangkat telekomunikasi. "Tujuan akhirnya bisa melindungi masyarakat dari kemungkinan



kerugian



yang



ditimbulkan



akibat



pemakaian



alat



dan



perangkat



telekomunikasi juga mendorong berkembangnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi telekomunikasi nasional," jelas Hadiyana.



2.8 Penilaian Kesesuaian Standarisasi di Bidang Spesifikasi 2.9 Penilaian Kesesuaian Standarisasi di Bidang Kontrak



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Standardisasi dalam dunia indusrtri/usaha sangat penting sebagai sarana pendukung keberlanjutan usaha, Standar diperlukan untuk menjamin keamanan produk, kesehatan konsumen dan menciptakan produk yang dapat bersaing di dunia industri. Penilaian kesesuan standar dalam dunia perdagangan, mutu, keuntungan, manufaktur, distribusi, pengadaan, pemakaian, spesifikasi dan kontrak dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan konsumen. Perusahaan mendapatkan dampak baik dari penilaian kesesuaian standard berupa pemasaran yang mudah, pendistribusian yang cepat dan produk yang dapat berdaya saing, sedangkan dampak dari konsumen berupa produk yang diterima lebih aman dan teruji.



Daftar Pustaka



Humas BSN. 2011. Standarisasi Yang Dilakukan Oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) Memberikan Berbagai Keuntungan Ekonomi Bagi Indonesia, Khususnya Industri Dalam Negeri. Diakses pada tanggal 12 November 2019. http://buletininfo.com/?menu=news&id=5517 Humas BSN. 2016. Penerapan SNI Untuk Mutu. Diakses pada tanggal 12 November 2019 dari: https://googleweblight.com/i?u=https://bsn.go.id/main/berita/berita_det/7578/Penerapan-SNIuntuk-Mutu-dan-Keamanan-Pangan&hl=id-ID Muchsin. 2019. Kesesuaian Standar untuk Lindungi Pengguna dan Kembangkan Industri Perangkat Telekomunikasi. Diakses pada tanggal 12 November 2019. https://kominfo.go.id/content/detail/21134/kesesuaian-standar-untuk-lindungi-pengguna-dankembangkan-industri-perangkat-telekomunikasi/0/berita_satker



Sujayanto Gabriel. 2016. Pentingnya Standardisasi dalam Perdagangan Modern. Diakses pada tanggal 12 November 2019 dari : https://www.kompasiana.com/gsujayanto/56d599cc5093736e23ad24ae/pentingnyastandardisasi-dalam-perdagangan-modern?page=all Suwismo, Andryanto. 2010. Menperin Percepat SNI 40 Produk Manufaktur. Diakses pada tanggal 12 November 2019. https://bsn.go.id/main/berita/berita_det/1618/Menperin-Percepat-SNI-40-Produk-Manufaktur Zaroni. 2018. Standardisasi Sistem Distribusi Mendesak untuk Dilakukan. Diakses pada



tangga 12 November 2019 dari : http://supplychainindonesia.com/new/standardisasi-sistemdistribusi-mendesak-untuk-dilakukan/