31 0 129 KB
PARADIGMA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Fitrah Insani, Nurainun, Widiya Anggraeny A. Hrp Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan - UINSU , Medan Email : [email protected],[email protected],[email protected]
ABSTRACT
ABSTRAK Paradigma baru merupakan suatu usaha untuk menempatkan segala aspek bidang keilmuan agar sesuai dengan proporsinya.Banyak usaha yang dapat kita lakukan agar dapat merealisasikan paradigma yaitu Membentuk masyarakat
melalui pembelajaran PKn. Menggagas pemikiran untuk
Indonesia baru yaitu masyarakat madani Indonesia tentunya
memerukan berbagai paradigma baru. Paradigma lama tidak memadai lagi.suatu masyarakat yang demokratis tentunya memerlukan bebagai praksis pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis.Metode penelitian dalam artikel ini yaitu melalui kajian pustaka. Paradigma pendidikan terkait dengan 4 (empat) hal yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan, yaitu peserta didik (mahasiswa), dosen, materi dan manajemen pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan (praksis).
Kata Kunci : Paradigma , Pendidikan Kewarganegaraan
A. PENDAHULUAN Pendidikan salah
kewarganegaraan adalah
satu
mata
pelajaran
yang
dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan
diwajibkan dari tingkat sekolah dasar,
memainkan
hingga
ini
kepada bayi dalam kandungan dengan
dimaksudkan agar dapat memupuk
harapan ia bisa mengajar bayi mereka
karakter siswa untuk memiliki rasa
sebelum kelahiran.
perguruan
tinggi.
Hal
nasionalisme, juga membentuk karakter bangsa sejak dini. Karakter bangsa Indonesia
adalah
perilaku
yang
diharapkan untuk dimiliki oleh warga negara sebagai ceminan dari pancasila dan UUD 1945. Pendidikan kewarga negaraan juga merupakan pondasi atau modal utama bagi seluruh
bangsa
Indonesia untuk dapat mempelajari, memahami, dan mencintai segala aspek dari Indonesia sendiri.
Sebuah
hak
musik
atas
dan
membaca
pendidikan
telah
diakui oleh beberapa pemerintah. Pada tingkat global, Pasal 13 PBB 1966 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak
setiap
orang
atas
pendidikan.
Meskipun pendidikan adalah wajib di sebagian besar tempat sampai usia tertentu, bentuk pendidikan dengan hadir di sekolah sering tidak dilakukan, dan sebagian kecil orang tua memilih
Dengan demikian, pendidikan kewarga
untuk pendidikan home-schooling, e-
negaraan
learning atau yang serupa untuk anak-
(PKn)
Pembelajaran dengan
sangat
sering
Pendidikan.
dibutuhkan
juga
disebut
Pendidikan
biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal
anak mereka. Telah
dikemukakan
bahwa
tingkat
pendidikan yang tinggi sangat penting bagi
negara-negara
mencapai
tingkat
untuk
dapat
pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Analisis empiris
Paradigma dalam hal ini dimaksudkan
cenderung mendukung prediksi teoritis
merupakan
bahwa
komunitas tentang
negara-negara
miskin
harus
kesepakatan
mendasar
dari
suatu
hal-hal
yang
seperti:
materi
tumbuh lebih cepat dari negara-negara
bersifat
kaya karena mereka dapat mengadopsi
pokok keilmuan, sudut pandang atau
teknologi yang sudah dicoba dan diuji
orientasi, visi dan misi.
oleh negara-negara kaya B. METODE PENELITIAN
knowing yang spesifik. Definisi tersebut dipertegas
Metode yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan metode study literature atau kajian teoritik, memaparkan teori-teori yang berhubungan dengan judul,menurut Zed (2008), arti metode penelitian studi literatur adalah sebagai serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan pustaka, membaca, dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian.
oleh
sebagai
suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi
pokok
persoalan
yang
semestinya dipelajari. Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980), dengan menyatakan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang/disiplin ilmu pengetahuan. membagi
B. PEMBAHASAN
Friedrichs,
Norman
paradigma
K.
Denzin
kepada
tiga
elemen yang meliputi; epistemologi, ontologi, dan metodologi. Epistemologi
1. Pengertian Paradigma Istilah
paradigma
diperkenalkan
oleh
mempertanyakan
pertama Thomas
kali Kuhn
(1962), dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970). Menurut Kuhn,
paradigma
mengetahui
realitas
adalah
cara
sosial
yang
dikonstruksi oleh mode of thought atau mode
of
kemudian
inquiry
tertentu,
menghasilkan
yang
mode
of
tentang
bagimana
cara kita mengetahui sesuatu, dan apa hubungan
antara
pengetahuan.
peneliti
Ontologi
dengan
pertanyaan
hakikat
realitas.
dengan berkaitan
dasar
tentang
Metodologi
memfokuskan pada bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan. Dari definisi dan muatan paradigma ini, Zamroni mengungkapkan
tentang
posisi
paradigma sebagai alat bantu bagi
dalam menginterpretasikan informasi
ilmuwan untuk merumuskan berbagai
yang diperoleh.
hal yang berkaitan dengan; (1) apa yang harus dipelajari; (2) persoalan-persoalan apa yang harus dijawab; (3) bagaimana
2. Hakikat PKn
aturan-aturan apa yang harus diikuti
Mata pelajaran PKn, merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak juga serta
kewajibannya untuk menjadi warga
Pada tahun ini mulai diperkenalkan
negara Indonesia yang baik (cerdas,
mata pelajaran Kewarganegaraan. Isi
terampil dan berkarakter) seperti yang
pokok
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD
memperoleh
1945.
hak dan kewajiban warga negara. Selain
metode untuk menjawabnya; dan (4)
PKn (Civic Education) merupakan mata
pelajaran
yang
bertugas
bagaimana membentuk warga negara yang baik (how a good citizen). Warga negara yang baik adalah warga negara yang sadar akan hak – kewajibannya. Dengan
kesadaran
kewajibannya negara
akan
hak
–
maka
seorang
warga
diharapkan
menjadi
kritis,
partisipatif Adapun
dan bertanggung jawab. perkembangan
pendidikan
kurikulum
kewarganegaraan
dari
tahun ke tahun diantaranya yaitu :
materinya
meliputi
cara
kewarganegaraan
serta
mata pelajaran Kewarganegaraan juga diperkenalkan
mata
pelajaran
Tata
Negara dan Tata Hukum. 3) Tahun 1959 Pada tahun ini muncul matapelajaran CIVICS di SMP dan SMA yang isinya meliputi
sejarah
proklamasi, 1945,
nasional,
Undang-Undang
Pancasila,
kewarganegaraan
sejarah Dasar
pidato-pidato presiden,
serta
pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa. 4) Tahun 1962
1) Tahun 1946
Pada tahun ini telah terjadi pergantian
Pada tahun ini belum dikenal adanya mata
pelajaran
kewarganegaraan.
yang
menyangkut
mata
pelajaran
CIVICS
menjadi
Kewargaan Negara. Penggantian ini atas usul menteri kehakiman pada masa itu, yaitu Dr. Saharjo, SH. Menurut
2) Tahun 1957
beliau penggantian ini bertujuan untuk
membentuk warga negara yang baik.
Dasar 1945, Tap MPR, dan pengetahuan
Materi
PBB.
yang
diberikan
menurut
keputusan menteri P dan K no. 31/ 1967 meliputi
Pancasila,
Undang-Undang
5) Tahun 1968
Pada tahun ini keluar kurikulum 1968
Pendidikan Kewarganegaraan. Materi
sehingga istilah Kewargaan
pokoknya menurut jenjang pendidikan,
Negara
secara tidak resmi diganti menjadi
yaitu:
a. Sekolah Dasar : 1) Pengetahuan kewarganegaraan 2) Sejarah Indonesia 3) Ilmu bumi b. Sekolah Menengah Pertama : 1) Sejarah kebangsaan 2) Kejadian setelah kemerdekaan 3) Undang-Undang Dasar 1945 4) Pancasila 5) Ketetapan MPR
c. Sekolah Menengah Atas : 1) Pasal-pasal UUD 1945 yang dihubungkan dengan tata Negara 2)
Sejarah
3)
Ilmu bumi
4)
Ekonomi
d. Sekolah Pendidikan Guru : 1)
Sejarah Indonesia
2)
Undang-Undang Dasar 1945
3)
Kemasyarakatan
4)
Hak Asasi Manusia (HAM)
6) Tahun 1973 Pada tahun ini Badan Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bidang PKn menetapkan 8 tujuan kurikuler, yaitu:
Hak dan kewajiban warga negara
Hubungan luar negeri dan pengetahuan internasional
Persatuan dan kesatuan bangsa
Pemerintahan demokrasi Indonesia
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pembangunan sosial ekonomi
Pendidikan kependudukan
Keamanan dan ketertiban masyarakat
7) Tahun 1975 Pada tahun ini muncul mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) menggantikan
PKn.
Menurut
Tap
MPR
no.
IV/MPR/1973
tentang
GBHN
menginstruksikan mata pelajaran PMP masuk dalam kurikulum sekolah mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi.
8) Tahun 1984 Pada tahun ini kurikulum tetap mempertahankan mata pelajaran PMP. 9) Tahun 1994 Pada tahun ini mata pelajaran PMP diganti menjadi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). 10) Tahun 2006 Pada tahun ini keluar kurikulum baru yang bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Muncul mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menggantikan PPKn.
Materi pokok menurut jenjang pendidikannya meliputi: 1) Sekolah Dasar : a) Norma-norma b) Pancasila c) Perilaku-perilaku yang baik dalam masyarakat 2) Sekolah Menengah Pertama : a) Undang-Undang Dasar b) Struktur negara c) Hukum-hukum ketatanegaraan 3) Sekolah Menengah Atas : a) Hubungan internasional b) Keterbukaan c)
Keadilan
Jadi Hakikat PKn, yaitu: a. Program pendidikan berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari hari. b. Sebuah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945. 3. Tujuan PPkn Tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan diatur dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Tujuannya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan adalah sebagai berikut: a. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti-korupsi. c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsabangsa lain. d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
4. Paradigma Pendidikan Kewarganegraan Paradigma pendidikan dalam konteks suatu bangsa (nation) akan menunjukkan bagaimana proses pendidikan berlangsung dan pada tahap berikutnya akan dapat
meramalkan kualitas dan profil lulusan sebagai hasil dari proses pendidikan. Paradigma pendidikan terkait dengan 4 (empat) hal yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan, yaitu peserta didik (mahasiswa), dosen, materi dan manajemen pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan (praksis), paling tidak terdapat dua kutub paradigma pendidikan yang paradoksal, yaitu: a. Paradigma Feodalistik Paradigma Feodalistik mempunyai asumsi bahwa lembaga pendidikan (Perguruan Tinggi) merupakan tempat melatih dan mempersiapkan peserta untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu, peserta didik (siswa dan mahasiswa), ditempatkan sebagai objek semata dalam pembelajaran, sedangkan dosen sebagai satu-satunya sumber ilmu, kebenaran dan informasi, berprilaku otoriter dan birokratis. Materi pembelajarn disusun secara rigid sehingga memasung kreativitas peserta didik (mahasiswa) dan dosen. Sementara itu, manajemen pendidikan termasuk manajemen pembelajaran bersifat sentralistik, birokratis dan monolitik. Dalam penerapan strategi pembelajarannya, sangat dogmatis, indoktrinatif dan otoriter. Paradigma Feodalistik dalam praksis pendidikan telah berlangsung cukup lama dalam dunia pendidikan nasional mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. b. Paradigma Humanistik Paradigma Humanistik mendasarkan pada asumsi bahwa peserta didik adalah manusia yang mempunyai potensi dan karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam pandangan ini peserta didik (mahasiswa) ditempatkan sebagai subjek sekaligus objek pembelajaran, sementara dosen diposisikan sebagai fasilitator dan mitra dialog peserta didik. Materi pembelajaran yang disusun berdasarkan pada kebutuhan dasar (basic needs) peserta didik, bersifat fleksibel, dinamis dan fenomenologis sehingga materi tersebut bersifat kontekstual dan memiliki relevansi dengan tuntutan dan perubahan sosial. Model materi pembelajaran tersebut mendorong terciptanya kelas pembelajaran yang hidup (life classroom) yang dalam istilah Ace Suryadi disebut dengan global classroom. Begitu juga manajemen pendidikann dan pembelajarannya , menekankan pada dimensi desentralistik, tidak birokratis, mengakui pluralitas dengan penggunaan strategi pembelajaran yang bervariasi dan demokratis. Untuk itu, kelas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, dalam Istilah Udin S. Winataputra, diperlakukan sebagai laboratorium demokrasi dimana semangat kewarganegaraan yang memancar dari cita-cita dan nilai demokrasi diterapkan secara interaktif. Dalam situasi seperti itu, dosen dan mahasiswa secara bersama-sama mengembangkan dan memelihara iklim demokrasi. Implikasi dari paradigma humanistik tersebut,
peserta didik (mahasiswa) dimungkinkan menjadi lulusan yang memiliki kreatifitas tinggi, kemandirian dan sikap toleransi yang tinggi, karena dalam proses pembelajaran telah tumbuh iklim dan kultur yang demokratis. Karenanya, orientasi Pendidikan Kewargaan (Civic Education), mulai dari pendidikan dasar sampai Pendidikan Tinggi, harus lebih menerapkan paradigma humanistic. Dengan paradigma humanistic, pengalaman belajar (learning experience) yang diterima peserta didik menjadi lebih bermakna dan menjadikan pengetahuan yang diperolehnya (learning to know) tersimpan dalam memori yang sejati dan menjadi pendorong untuk selalu belajar tentang masalah demokrasi, hak asasi manusia dan mayarakat madani (civil society). Pendidikan kewarganegaraan (civic education) mengembangkan paradigma pembelajaran demokratis, yaitu orientasi pembelajaran yang menekankan pada upaya pemberdayaan mahasiswa sebagai bagian warga negara indonesia secara demokratis. Dengan orientasi ini, mahasiswa diharapkan tidak hanya sekedar mengetahui pengetahuan tentang kewarganegaraan tetapi juga mampu mempraktikkan pengetahuan yang mereka peroleh selama mengikuti perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) dalam kehidupan sehari – hari. Secara pedagogis, paradigma tersebut berbeda dengan paradigma feodalistis dengan cirinya yang dogmatic, indoktrinatif, dan bahkan otoriter. Paradigma Demokratis dalam proses pendidikan kewarganegaraan ini dalam implementasinya adalah suatu proses pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai subjek daripada objek pembelajaran, sementara pengajar (dosen dan guru) berperan sebagai fasilisator atau mitra belajar peserta didik dalam seluruh proses pembelajaran dikelas. Sejalan dengan paradigma ini, materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan inni disusun berdasarkan pada kebutuhan endasar dan universal warga Negara yang semakin kriti dan saling terkait sama dengan yang lainnya. Diharapkan melalui Penddikan Kewarganegaraan ini peserta didik dapat menjadi warga Negara Indonesia yang tidak hanya baik tetapi juga kritis,aktif, cerdas, solutif dan mempunyai pengetahuan (well informed) kewarganegaraan yang mumpuni. Tujuan dari paradigma demokratis ini adalah sebagai upaya pembelajran yang diarahkan agar eserta didik tidak hanya mengetahui sesuatu (learning to know), melainkan dapat belajar untuk menjadi (learning to be) manusia yang bertanggung jawab sebagai individu, dan makhluk social serta belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do) yang didasari oleh pengetahuan yang dimilikinya. Melalu pola pembelajaran tersebut diharapkan mahasiswa dapat dan siap untuk belajar hidup bersama (learning to live together) dalam kemajemukan Indonesia dan dunia.
5. Paradigma Baru Pendidikan Nasional Membentuk masyarakat Indonesia baru yaitu masyarakat madani Indonesia tentunya memerukan berbagai paradigm baru. Paradigma lama tidak memadai lagi.suatu masyarakat yang demokratis tentunya memerlukan bebagai praksis pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis. Masyarakat yang tertutup, yang sentralistik, yang mematikan inisiatif berpikir manusia bukanlah merupakan pendidikan yang kita inginkan. Pada dasarnya paradigma pendidikan nasional yang baru harus dapat mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global. Paradigma tersebut haruslah mengarah kepada lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu serta demokratis. Oleh sebab itu, penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik baik didalam manajemen maupun didalam penyusunan kurikulum harus diubah dan disesuaikan kepada tuntutan penddikan yang demokratis. Demikian pula di dalam menghadapi kehidupan global yang kompetitif dan inovatif, maka proses pendidikn haruslah mampu mengembangkan kemampuan untuk berkompetisi di dalam kerja sama, mengembangkan sikap inovatif dan ingin selalu meningkatkan kualitas. Demikian pula paradigma pendidikan baru bukanlah mematikan kebhinekaan malahan mengembangkan kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu masyarakat dan bangsa Indonesia. Paradigma baru pendidikan nasional haruslah dituangkan dan dijabarkan didalam berbagai program pengembangan penddikan nasional secara bertahap dan berkelanjutan
Prinsip Pengembangan Paradigma Baru PKN dalam Praktek Pembelajaran 1) Ketiga komponen
PKn (civic knowledge, civic skills dan civic dispositions)
secara konseptual dan teoritik dapat dipilah – pilah, tetapi dalam penerapan pada praktek pembelajaran merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. 2) Aspek – aspek civic skills seperti telah disebutkan di atas, muncul lebih didasarkan pada tuntutan kebutuhan hidup yang nyata dan mendasar bagi warga negara untuk mengambil peran yang bertanggungjawab dalam kehidupan publik (bermasyarakat, berbangsa dan bernegara) dalam sebuah masyarakat yang demokratis. Oleh karena itu obyek yang menjadi sasaran civic skills harus benar –
benar persoalan publik riel, substansial dan aktual. Ini berarti obyeknya tidak terkungkung di kelas, tetapi menembus dinding kelas meluncur pada kehidupan politik, pemerintahan dan kemasyarakatan baik level lo kal, regional, nasional bahkan mondial/internasional. 3) Aspek – aspek karakter kewarganegaraan lebih merupakan dampak dari praktek pembelajaran jangka panjang yang mengembangkan civic skills daripada didesain secara eksplisit dan dapat diwujudkan secara langsung (seketika). Hal ini disebabkan pembentukan watak/karakter atau sifat yang melekat (inheren) pada setiap warganegara merupakan proses transformasi yang membutuhkan waktu relatif lama. Oleh karena itu, ketika mengembangkan civic skills seharusnya sudah dapat diprediksi dampaknya bagi upaya pembentukan karakter kewarganegaraan. 4) Praktek pembelajaran
dalam KBK PKn menuntut penerapan CTL, portofolio dan
life skill , hal itu akan terakomodasi ketika secara konsisten mengembangkan pengetahuan
kewarganegaraan,
ketrampilan
kewarganegaraan
dan
kewarganegaraan. Misalnya untuk siswa SD dapat dikembangkan,
karakter
ketrampilan
menggambarkan, menganalisa dan berinteraksi. Sedangkan siswa SLTP/SMU bisa ditambah
dengan
ketrampilan:
evaluasi,
mengambil
posisi
baru
dan
mempertahankan posisi serta ketrampilan memanatau dan mempengaruhi. Hanya saja untuk SMU lebih dalam tingkat akademiknya dan luas obyeknya. 5) Apabila praktek pembelajaran PKn telah mengaplikasikan civic knowledge, civic skills, dan civic dispositions pada dasarnya dapat dinyatakan telah melaksanakan pembelajaran KBK. 6) Praktek pembelajaran KBK PKn dapat dinyatakan bercirikan penyajian konsep dan
teori
kewarganegaraan
yang
substansial
(intisari)
tetapi
kaya
akan
pengalaman (ngelakoni). 7) Efektivitas praktek pembelajaran PKn sebagaimana yang dituntut oleh KBK pada akhirnya sangat ditentukan oleh partisipasi subyek didik yang tinggi dan guru yang memiliki otonomi akademik dan kreatif.
D. SIMPULAN paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang/disiplin ilmu pengetahuan. Pendidikan kewarganegaraan (civic education) mengembangkan paradigma pembelajaran demokratis, yaitu orientasi pembelajaran yang menekankan pada upaya pemberdayaan mahasiswa sebagai bagian warga negara indonesia secara demokratis. Dengan orientasi ini, mahasiswa diharapkan tidak hanya sekedar mengetahui pengetahuan tentang kewarganegaraan tetapi juga mampu mempraktikkan pengetahuan yang mereka peroleh selama mengikuti perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) dalam kehidupan sehari – hari. Paradigma pendidikan dalam konteks suatu bangsa (nation) akan menunjukkan bagaimana proses pendidikan berlangsung dan pada tahap berikutnya akan dapat meramalkan kualitas dan profil lulusan sebagai hasil dari proses pendidikan. Paradigma pendidikan terkait dengan 4 (empat) hal yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan, yaitu peserta didik (mahasiswa), dosen, materi dan manajemen pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan (praksis), paling tidak terdapat dua kutub paradigma pendidikan yang paradoksal yaitu,Paradigma Feodalistik dan Paradigma Humanistik.
E.REFERENSI
Assingkily,Muhammad Shaleh . 2021. Pembelajaran PKn MI (Tinjauan Konsep dan Konteks Kurikulum Kampus Merdeka ). Medan : CV. Pusdikra Mitra Jaya. Hamid,Abdul.2017.Guru Profesional.Jurnal Al Falah . Vol.XII No.32 http://id.shvoong.com/law-and-politics/contemporary-theory/2180236pengertianparadigma/#ixzz1TH1BRI2J http://aiimeeblogspot.blogspot.com/2011/02/makalah-demokrasi-pendidikan.html http://karyaroolz.blogspot.com/2011/03/perkembangan-pendidikan-demokrasi.html
Rahmawati,Dwi.2014.Peningkatan Kompetensi Profesional Calon Guru Melalui Lesson Study.Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Univ. Muhammadiyah Metro . Vol. 3 No. 1 . 28-33 . Ulfah,Nufikha.2018.Pengembangan Kompetensi Profesional Calon Guru PKn MI . Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis Sains.Vol.3 No.1 .
DAFTAR PUSTAKA
Budimansyah, Dasim.(2002). Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Bandung : PT GENESINDO.
Branson,
Margaret
S,
dkk.
(1999).
Belajar
Civic
Education
dari
Amerika.
Yogyakarta : Kerjasama LKIS dan The Asia Foundation. Broad Based Education.(2001).
Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup
(Life Skill
Education). Jakarta : Tim Broad Based Education – Departemen Pendidikan Nasional.Center for Civic Education (1994). National Standards for Civics and Government. Calabasas : CCE. Center for Indonesian Civic Edu