Paraplegia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena paraplegia atau tetraplegia. Paraplegia merupakan paralysis permanen dari tubuh yang disebabkan oleh luka atau penyakit yang dipengaruhi oleh medulla spinalis. Pada luka medulla spinalis tulang belakang, biasanya rusak di suatu tempat di sepanjang tulang belakang tersebut akan sembuh, tetapi jaringan saraf pada medulla spinalis tidak dapat sembuh. Kerusakan saraf inilah yang menyebabkan kehilangan permanen pada fungsi dan berakibat pada kondisi yang disebut paraplegia. 1.1. Tujuan 1.1.1. Tujuan Umum Menjelaskan tentang paraplegi. 1.1.2. Tujuan Khusus Menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan paraplegia. 1.2. Rumusan Masalah a. Apa itu paraplegia ? b. Apa penyebabnya ? c. Bagaimana gejala nya ? d. Bagaimana pemeriksaannya ? 1.3. Manfaat Meningkatkan pengetahuan dokter umum mengenai Paraplegi beserta pemeriksaannya.



BAB II PARAPLEGIA 2.1.



Definisi



1



Kondisi dimana bagian bawah tubuh (ekstremitas bawah) mengalami kelumpuhan atau paralisis akibat lesi bilateral/ transversal di medulla spinalis di bawah tingkat cervical (pada segmen thoracal, lumbal atau sakral pada medulla spinalis). Kelumpuhan yang terjadi tergantung level/segmen medulla spinalis yang terlibat. Kelumpuhan dapat diakibatkan oleh terputusnya hubungan motorneuron dengan otot atau karena kerusakan pada ototnya sendiri serta motor end plate yang disebut dengan kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN) dan kelumpuhan ini bersifat lemas. Jika kelumpuhan bersifat kaku, maka kerusakan terjadi pada Upper Motor Neuron (UMN), dan bila kelumpuhan bersifat lemas maka kerusakan terjadi pada Lower Motor Neuron (LMN).



2.2.



Klasifikasi Klasifikasi dibuat berdasarkan dari etiologinya, yaitu : 1. Upper Motor Neuron (UMN) Merupakan kelumpuhan pada tungkai dan bagian bawah tubuh yang bersifat kaku. Tanda kelumpuhan UMN berupa spastisitas, yaitu : a. Tonus otot meninggi atau hipertonia. Gejala tersebut terjadi karena hilangnya inhibisi korteks motorik tambahan terhadap inti-inti intrinsik medulla spinalis. Hipertonia merupakan ciri khas bagi disfungsi komponen ekstrapiramidal susunan UMN. Pada paraplegia akan dapat dilihat hipertonia dalam posisi fleksi dan ekstensi. Apabila paraplegia disebabkan oleh lesi yang terutama merusak serabut dan penghantar impuls piramidal saja maka disebut paraplegia dalam ekstensi.



2



b. Hiperfleksia Pada kerusakan diwilayah susunan UMN refleks tendon lebih peka daripada keadaan biasa (normal). Keadaan abnormal itu dinamakan hiperfleksia, dalam hal ini gerak otot bangkit secara berlebihan, kendati perangsangan pada tendon sangat lemah. Hiperfleksia merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan piramidal dan ekstrapiramidal tidak di sampaikan kepada motor neuron. c. Hiperfleksia sering diiringi oleh klonus Tanda ini adalah gerak otot reflektorik, yang bangkit secara



berulang-ulang



selama



perangsangan



masih



berlangsung. Pada lesi UMN kelumpuhan disertai oleh klonus kaki. d. Refleks patologik Gerak



otot



reflek



patologik



berupa



gerakan



dorsoekstensi ibu jari kaki serta pengembangan jari kaki lainnya, sehingga dapat diperiksa seperti goresan terhadap bagian lateral telapak kaki (Refleks Babinski) atau kulit sekitar maleolus lateral (Refleks Chaddock) atau kulit yang menutupi os tibia, (Refleks Oppenheim) atau atas pijatan pada betis (Refleks Gordon) atau atas pijatan pada tendon Achilles (Refleks Schaeffer). e. Disuse Atrofi Tidak ada atrofi pada otot - otot yang lumpuh. Dalam hal ini kerusakan terjadi pada serabut-serabut penghantar impuls motorik UMN, motor neuron tidak dilibatkan. Oleh karena itu otot-otot yang lumpuh masih dapat mengecil, tidak musnah melainkan menjadi ramping



3



akibat otot tidak aktif digerakkan. Atrofi karena hal tersebut dikenal sebagai “Disuse Atrophy”. f. Refleks Automatisme Spinal Pada penderita paraplegia akibat lesi transversal di medulla spinalis bagian atas, dapat dijumpai kejang fleksi lutut sejenak padahal kedua tungkai lumpuh apabila penderita terkejut. g. Adanya Retensio Urin dan Gangguan Defekasi dan Miksi Sebagian besar paraplegia jenis spastika dilengkapi dengan



gangguan



defekasi



dan



gangguan



miksi.



Manifestasi kelumpuhan anggota gerak kedua sisi tidak jarang didahului dengan retensio urin. Berdasarkan letaknya dibagi menjadi : a. Lesi kortikal



: tumorfalxcerebri, superior sagital,



sinus trombosis b. Lesi medula spinalis : Lesi pada medula spinalis disebabkan adanya faktor sebagai berikut : i. Kompresif Merupakan



kerusakan



dari



saraf



tulang



belakang yang disebabkan oleh karena adanya penekanan. Penekanan tersebut akan menyebabkan beberapa hal seperti gangguan fungsi, iskemia pembuluh darah arteri pada segmen tertentu akibat lesi (lesi ini akan menyebabkan edema sehingga akan mengakibatkan degenerasi dari area putih yang disebut



4



dengan kompresif myelitis). Penyakit yang dapat menyebabkan penekanan seperti : -



Neoplasma



-



Abses Epidural



-



Hemorrhagic Epidural



-



Herniated Disk



-



Kompresif dari fragmen tulang vertebra yang fraktur. Kelainan pada tipe kompresif, dibagi menjadi :  Intramedullary Kelainan pada intramedula seperti : siringomyelia,



hematomyelia,



astrocytoma.  Ekstramedullary Kelainan pada ekstramedulari dibagi menjadi



2



yaitu



(meningioma,



:



intradural



neurofibroma,



arachnoiditis) dan ektradural (disc lesion dan lesi vertebra).



ii. Non compresive myelopathy



5



Biasanya disebabkan oleh : -



Infeksi Bakteri



akut



:



Staphylococcus,



kronik



:



Tuberkulosis, sifilis Parasit : Schistosomiasis, Toxoplasmosis Virus : polio, rabies, herpes zoster, HSV-II -



Vaskular Aterosklerosis : anterior spinal ateri trombosis, emboli, perdarahan, Arteriovenous.



-



Metabolik Defisiensi B12



-



Herediter Familial Spastic Paraplegia, Scoliosis



2. Lower Motor Neuron (LMN) Merupakan kelumpuhan yang bersifat lemas (flaccid). Tandatandanya sebagai berikut : a. Bersifat flaksiditas, yaitu kelemasan. Pasien biasanya mengeluh “lesu-letih-lemah” yang mendasari gangguan gerakan. b. Hilangnya reflek tendon (areflesia) dan tidak adanya reflek patologik. Seluruh gerakan, baik yang voluntar maupun yang reflektorik.



6



c. Tonus otot menghilang. Karena lesi LMN bagian afferen lengkung refleks berikut “gamma-loop” tidak berfungsi lagi. d. Atrofi otot cepat terjadi. Musnahnya motor neuron berikut dengan aksonnya, berarti pula bahwa kesatuan motoriknya runtuh, sehingga atrofi cepat terjadi. e. Gangguan miksi tidak selalu mengiringi kelumpuhan. Kelumpuhan pada LMN dibagi menjadi : a. Neurogenik Lesi ini meliputi : Motorneuron disease, Polyneuropatia bilateral, Poliomyelitis Anterior Acuta. b. Miogenik Lesi ini meliputi : Distrofia musculorum : herediter, Miopati : bukan herediter dan bukan infeksi, Miositis : infeksi.



7



PARAPLEGI



UMN



SPINAL CORD LESION



CORTICAL LESION



TUMORFALXCEREB RI



KOMPRESIF



Ekstra medullary



NONKOMPRESIF



Intra medullary : Siringomelia



e Ekstra dural :



LMN



Intra dural :



Disc lesion



Meningioma



Lesi vertebra



Neurofibrom a



Hematomyelia Glioma Astrocytoma



Arachnoiditi s Bagan 2.1. Bagan Klasifikasi Paraplegi



2.3.



Patofisiologi Segala sesuatu yang mengganggu fungsi atau merusak kawasan sistem saraf disebut lesi. Suatu lesi dapat berupa kerusakan pada jaringan fungsional akibat perdarahan, trombosis atau embolisasi, dapat juga karena degenerasi dan penekanan oleh proses pendesakan ruang dan sebagainya. Tiap lesi di medulla spinalis yang merusak daerah kortikospinal lateral



8



menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi yang memotong melintang (transversal) medulla spinalis pada tingkat thorakal atau tingkat lumbal atas, akan mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot-otot tubuh yang berada di bawah lesi. Lesi transversal yang merusak segmen tersebut akan memutuskan jaras kortikospinal lateral dan memotong seluruh lintasan ascendens dan descendens lainnya. Di samping itu, kelompok motorneuron yang berada di dalam segmen tersebut ikut rusak, ini berarti bahwa pada, tingkat lesi kelumpuhan itu bersifat LMN. Jadi, pada tingkat lesi terjadi kelumpuhan LMN dan di bawah tingkat lesi terjadi kelumpuhan UMN. Kelumpuhan LMN di tingkat lesi yang mengenai kelompok otot yang merupakan sebagian kecil dari muskulator toraks dan abdomen. Mengingat peranan, kelompok otot thoraks tersebut tidak begitu menonjol, maka kelainan yang ditimbulkan tidak begitu jelas seperti pada kelumpuhan LMN di tingkat lesi bila mengenai sebagian otot anggota gerak. Di bawah batas tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap, namun pada toraks tanda-tanda UMN tidak dapat mengungkapkan lesi-lesi di segmen lumbal paling bawah dan sacral yang telah merusak motorneuron-motorneuron berikut dengan terminalia serabut-serabut kortikospinal, sehingga kelumpuhan kedua tungkai akibat lesi itu bersifat LMN. Kelumpuhan yang melanda bagian bawah tubuh yang terlukis di atas dinamakan paraplegi.



9



Gambar 2.1. Tingkat lesi yang dapat menyebabkan paraplegi Lesi pada medulla spinalis (pada segmen tertentu) dapat menyebabkan terjadinya paraplegi yang bersifat spastik ataupun flaccid pada area tubuh yang diinnervasi oleh segmen medulla spinalis. Pada paraplegia spastik, akan memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan UMN, sedangkan pada paraplegia flaccid, pada pemeriksaan akan memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan LMN, yang disebabkan oleh lesi bilateral di bagian perifer susunan neuromuskulus, yaitu lower motorneuron, motor end plate dan otot. Berbeda dengan paraplegia spastik, kelumpuhan kedua tungkai, anggota gerak flaccid tidak memperlihatkan batas defisit sensorik yang jelas pada tubuh, juga gangguan miksi tidak selalu kelumpuhan. Secara berturut-turut lesi di bagian perifer, susunan neuromuskulus dapat merusak atau mengganggu fungsi motorneuron, radiks ventralis yang ikut menyusun pleksus dan saraf tepi, motor end plate dan otot. Sistem saraf pusat terdiri atas otak, (cerebrum dan cerebellum) dan medulla spinalis. Otak merupakan pusat dan pikiran dan interpretasi terhadap lingkungan eksternal, sedangkan medulla spinalis merupakan kumpulan saraf-saraf yang menghubungkan otak dengan organ tubuh dan sebaliknya. Medulla spinalis dilindungi dari bagian dalam menuju luar 10



oleh cairan cerebrospinal, selaput otak dan tulang vertebrat. Medulla spinalis tersusun atas segmen-segmen yang sama dengan tulang vertebra, namun karena pertumbuhan maka segmen medulla spinalis semakin kebawah semakin menjauhi segmen tulang vertebra yang sesuai, segmensegmen itu adalah: 1. Segmen cervical terdiri dari C1-C8 2. Segmen Sacral terdiri dari S1-s5 3. Segmen thorakal terdiri dari T1-T12 4. Segmen lumbal terdiri dari L1-L5 5. Segmen Coxygea terdiri dari Co1-co3 Segala aktivitas susunan saraf pusat yang dapat dilihat, didengar, direkam dan diperiksa berwujud gerak otot. Gerak jalan, gerak otot wajah otot yang menentukan sikap tubuh dan gerak otot skeletal apapun merupakan manifestasi eksternal susunan saraf pusat. Otot-otot skeletal dan neuron yang menyusun susunan neuromuskular volunter, yaitu sistem yang mengurus dan sekaligus melaksanakan gerakan yang dikendalikan oleh kemauan. Secara anatomik sistem tersebut terdiri atas : 1. Upper Motor Neuron (UMN) Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik, kelompok UMN



dibagi



dalam



susunan



piramidal



dan



susunan



ekstrapiramidal. a. Susunan Piramidal Semua neuron yang menyalurkan impuls motorikk secara langsung ke UMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni gyrus precentralis. Oleh karena itu, maka gyrus tersebut dinamakan korteks motorik. Korteks motorik ini terdapat pada lapisan ke lima dan masing-masing memiliki hubungan dengan gerak otot tertentu yang berada di korteks motorik yang menghadap ke fisura longitudinalis cerebri



11



mempunyai koneksi menuju otot kaki dan tungkai bawah. Peta itu, dikenal sebagai humankulusmotorik.



Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi motoneuron yang membentuk inti motorik syaraf kranial & motoneuron di kornu anterior medulla spinalis. Aksonakson tersebut menyusun jaras kortikobulbar-kortikospinal.



12



b. Susunan Ekstrapiramidal Berbeda



dengan



uraian



sederhana



tentang



susunan



pyramidal, susunan ekstrapyramidal terdiri atas komponen13



komponen, yakni : korpus striatum, globus pallidus, inti thalamik, nukleus subthalamikus, substantia nigra, komotio reticularis batang otak, cerebellum dan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, 6 dan 8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar, yang dikenal sebagai sirkuit. 2. Lower Motor Neuron Neuron yang menyalurkan impuls motorik pada bagian perjalanan terakhir keseluruhan otot skeletal dinamakan lower motorneuron. Lower motorneuron dibedakan menjadi 2 bagian : a. motorneuron berukuran besar dan menjulurkan akson tebal ke serabut otot ekstrafusal dan yang lain, b. motor neuron berukuran kecil, akhirnya halus dan mensarafi serabut otot intrafusal. Dengan perantaraan kedua macam motorneuron itu, impuls otorik dapat mengemudikan keseimbangan tonus otot yang diperlukan untuk mewujudkan setiap gerakan tangkas. Tiap motorneuron menjulurkan hanya satu akson, tapi pada ujungnya setiap akson bercabang-cabang, setiap cabang mensarafi seutas serabut otot, dengan demikian setiap akson dapat berhubungan dengan sejumlah serabut otot. Tugas motorneuron hanya menggerakan sel-sel serabut otot. Otot lumpuh ringan (paresis) atau lumpuh mutlak (paralisis) bergantung pada jumlah motorneuron yang rusak. Oleh karena motorneuron dengan sejumlah serabut otot yang dipersarafinya merupakan satu kesatuan, maka kerusakan motorneuron membangkitkan keruntuhan pada serabut otot yang termasuk unit motorinya, lalu otot yang terkena akan atrofi atau mengecil. Di samping itu, dapat terlihat juga adanya kegiatan abnormal pada serabut otot sehat yang tersisa, yang disebut fasikulasi.



14



3. Motor End Plate Akson menghubungkan sel serabut otot melalui sinaps, sebagaimana neuron berhubungan dengan neuron lain. Bagian otot yang bersinaps itu dikenal sebagai ‘motor end plate’. Inilah alat perhubungan antara neuron dan otot. 2.4.



Gejala Paraplegi adalah paralisa bagian bawah dari tubuh termasuk tungkai yang diakibatkan karena adanya lesi / tekanan akibat tumor pada medulla spinalis. Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah berbentuk spastik dan flaccid. Spastik adalah suatu keadaan dimana terjadi lesi bilateral atau transversal di medulla spinalis pada bagian bawah dan pada tingkat cervical. Keadaan spastik ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :  Akut Ditandai dengan adanya gejala dislokasi atau fraktur pada tulang belakang akibat suatu trauma atau karena lesi vaskuler berupa trombosis, trombosis pada arteri spinalis, hematomielia, aneurisma aorta disektans.  Sub akut Keadaan ini disebabkan karena adanya gangguan imunologi dengan gejala myelitis postvaccinalis atau postinfeksiosa dan myelopati nekrotikans  Sub Kronis Dengan manifestasi seperti spondilitis TBC, tumor spinal dan abses epidural. Sedangkan pada anak – anak terdapat gejala cerebral palsy.



Manifestasi



penyakit



herediter



yang



menyertai



keterbelakangan mental seperti deficit sensorik pada permukaan anggota gerak kedua sisi yang terletak di bawah lesi. Sebagian besar kasus paraplegia kelompok ini dilengkapi dengan gangguan



15



miksi dan defekasi. Bahkan, tidak jarang retensi urin mendahului manifestasi kelumpuhan anggota gerak kedua sisi.  Kronik Terjadi gejala ALS ( Amiotropic Lateral Sclerosis ), gangguan miksi, defekasi, retensi urine yang mendahului kelumpuhan anggota gerak kedua sisi. Flaccid adalah suatu kelumpuhan yang memiliki manifestasi berupa lesi pada Lower Motor Neuron ( LMN ) pada motor end plate. 2.5.



Diagnosa 2.5.1. Anamnesa



Pada anamnesa perlu digali mengenai keluhan pasien seperti :  Mulai kapan ?  Sebelumnya sering kesemutan atau tidak ? muncul pelanpelan atau mendadak ?  Saat kapan ? bangun tidur atau setelah beraktivitas ?  Bagaimana rasa nya bagian kaki ?  Tebal atau tidak ?  Lemas atau tidak ?  Mengompol atau tidak ?  Apakah pernah jatuh atau kecelakaan ? Anamnesa paraplegia akibat fraktur atau dislokasi tulang belakang cukup jelas karena adanya trauma yang langsung menimbulkan paraplegia. Jika lesi vascular yang mendasari paraplegia akut, maka gejala yang timbul akibat terjadinya 16



aneurisma disektans dapat diceritakan sewaktu mengeluarkan tenaga dengan menahan nafas seperti kalau mengangkat barang berat atau mendorong kereta yang mogok di jalan, terasa timbul perasaan nyeri tajam di belakang tubuh yang serentak disusul dengan gejala shock dan paraplegia. Paraplegia sub-akut yang disebabkan oleh proses imunologi mempunyai anamnese yang cukup khas. Setelah 10 hari atau beberapa minggu sembuh dan cacat, sakit leher dengan demam, pasien merasa, pegal dan nyeri di tulang belakang dan tidak lama kemudian, timbullah paraplegia. Paraplegia akibat tumor berkembang secara sub-akut atau kronik tergantung pada jenis tumor. Tumor intradural atau intramedular lebih cepat mengakibatkan timbulnya paraplegia daripada tumor ekstradural, sebelum pasien tidak dapat berjalan, pasien dapat mengeluh tentang pegal-pegal atau sakit punggung yang terasa saat berbaring. Kemudian, setinggi tumor dada terasa seolah-olah terikat atau parestetik. Tidak lama kemudian pasien merasa terganggu saat berjalan. Dalam melakukan gerakan berjalan, kedua tungkai tidak menuruti kehendak diri atau kemantapan dalam berjalan hilang karena adanya kelemahan dalam otot-otot yang ringan dapat diperberat oleh adanya ataksia. Retensi urin dan gangguan defekasi dapat berkembang berikutnya. Waktu tidur malam dapat timbul automatismus spinal yang berarti bahwa tungkai dapat bergerak secara spontan untuk sejenak tapi berulang-ulang. Pada pemeriksaan di tempat kelemahan otot-otot kedua tungkai dengan tanda-tanda UMN. Pada paraplegia akibat spondilitis tuberkulosa, didapat anamnesa yang tidak jauh berbeda dengan sindroma, kompresi medulla spinalis akibat tumor. Hanya pegal-pegal di punggung sudah dapat diperjelas dengan adanya gibus 17



angularis. Perasaan seolah-olah dada terikat yang umum pada tumor spinal, mempunyai equivalensia pada spondilitis tuberkulosa dalam bentuk nyeri radikular yang timbul pada waktu batuk, bersin atau thoraks bergerak. Perjalanan dan perkembangan penyakit kira-kira sama dengan tumor spinal



2.5.2. Pemeriksaan Fisik  Inspeksi Periksa keadaan umum pasien seperti : o Kemampuan menggerakan otot o Gaya berjalan pasien o Atrofi otot : Dapat timbul karena otot lama tidak kontraksi / digunakan.  Palpasi Sistem motorik o Tonus Otot Diperiksa



dengan



menggunakan



tes



tungkai



bergoyang menurut Wartenberg : -



Hipertonia menunjukkan kerusakan UMN



-



Hipotonia menunjukkan kenwkan LMN



o Klonus Otot Pada kerusakan UMN, terdapat klonus pada kaki



18



Gambar 2.2. Pemeriksaan Klonus otot o Reflek Fisiologis Reflek ini normal ada pada orang sehat. Terdiri dari : 



Reflek Superficial : menghilang pada kerusakan UMN -



Reflek kulit dinding perut Kulit dinding perut digores dengan gagang ujung palu refleks atau ujung kunci. Refleks kulit dinding perut menghilang pada lesi piramidalis. Hilangnya refleks ini yang berkombinasi dengan meningkatnya refleks otot dinding perut adalah khas bagi lesi di susunan piramidal.



-



Reflek Kremaster dan Reflek Skrotal Penggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau ujung kunci terrhadap kulit bagian medial akan dijawab dengan elevasi testis



ipsilateral.



Refleks



kremaster



19



menghilang pada lesi di segmen L1-L2, juga pada usia lanjut. -



Reflek Gluteal Refleks ini terdiri dari gerakan reflektorik otot gluteus Ipsilateral bilamana digores atau ditusuk dengan jarum atau ujung gagang pada refleks. Refleks gluteal menghilang jika terdapat lesi di segmen L4-S1.



-



Reflek Anal Eksterna Refleks ini dibangkitkan dengan jalan penggoresan atau ketukan terhadap kulit atau mukosa daerah perianal.







Reflek Tendon Profunda : pada kerusakan UMN terjadi hiperrefleksia, pada kerusakan LMN terjadi arefleksia.  Refleks otot dinding perut (Bagian atas T8T9, bagian tengah T9-TIO, bagian bawah T11-T12) Sikap : Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan lurus disamping badan. Stimulasi : Ketukan pada jari atau kayu penekan lidah yang ditempatkan pada bagian atas, tengah dan bawah dinding perut. Respons : Otot dinding perut yang bersangkutan mengganjal.



20



 Refleks tendon lutut (L2-3-4, N. Femoralis) Sikap : Pasien duduk dengan kedua kakinya digantung, Pasien duduk dengan kedua kakinya ditapakkan diatas lantai, Pasien berbaring terlentang dengan tungkainya difleksikan di sendi lutut. Stimulasi : Ketukan pada tendon patella Respons : tungkai bawah berekstensi.



Gambar 2.3. Reflek Tendo Lutut



 Refleks biseps femoris Sikap : pasien berbaring terlentang dengan tungkai sedikit ditekukan ke sendi lutut Stimulus : ketukan pada jari di pemeriksa yang di tempatkan pada tendon M. biseps femoris Respons : Kontraksi M. biseps femoris  Refleks tendon Achilles (L5, S1-2, N. Tibialis) Sikap : Tungkai ditekukkan di sendu lutut dan kaki didorsofleksikan, Pasien berlutut di atas tempat periksa dengan kedua kaki bebas.



21



o Reflek Patologis Paraplegi akibat lower motor neuron (LMN) tidak muncul reflek patologi, namun paraplegi akibat lesi pada



upper



motor



neuron



(UMN)



akan



memunculkan reflek patologi. Reflek patologi yang harus diperiksa seperti : 



Babinsky : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior. Respon : ekstensi ibu jari kaki dan penggembungan (fanning) jari-jari kaki.



Gambar 2.4. Reflek Babinsky







Chaddok : penggoresan kulit dorsum pedis lateral, sekitar malelous lateralis dari posterior ke anterior. Respon : seperti babinski.



22



Gambar 2.5. Pemeriksaan Chaddok







Openheim : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal. Respon : seperti babinski.



Gambar 2.6. Pemeriksaan Openheim







Gordon : penekanan betis secara keras. Respon : seperti babinski.



Gambar 2.7. Pemeriksaan Gordon 23







Schaffer : memencet tendon achilles secara keras. Respon seperti babinski.







Gonda : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki empat. Respon : seperti babinski.







Stransky : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki kelima. Respon : seperti babinsky.







Rossolimo : pengetukan pada telapak kaki. Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interphalangnya.







Mendel : pengetukan dorsum pedis pada daerah os cuboideum. Respon : seperti rossolimo.



Sistem Sensorik Pada kerusakan UMN defisit sensorik berupa suhu, raba, nyeri, tekan mempunyai batas yang jelas. Pada kerusakan LMN defisit tersebut diatas tidak berbatas jelas. Tes yang dapat digunakan seperti :  Rasa nyeri : Dengan menggunakan jarum, letakkan jarum tegak lurus diatas kulit, kemudian tekan dan lihat mimik pasien. Bandingkan kanan dan kiri.  Rasa suhu : Dengan menggunakan tabung berisi air panas bersuhu 40-45 derajat celcius dan air dingin bersuhu 10-15 derajat celcius, letakkan bagian bawah tabung ke kulit dan tanyakan apa yang dirasakan oleh pasien. Bandingkan kanan dan kiri.



24



 Rasa raba : Dengan menggunakan kapas, raba kulit pasien dengan ujung kapas, bandingkan kanan dan kiri. Untuk mengetahui segmen medulla spinalis yang mengalami lesi dengan dapat digunakan bantuan susunan sebagai berikut :



Gambar 2.8. Dermatom



2.5.3. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium -



Darah : tidak spesifik



-



Urine : ada infeksi, leukosit dan eritrosit meningkat, bila sudah berlangsung lama



-



Liquor : bila etiologinya infeksi dapat ditemukan sel-sel leukosit



2. Foto -



Plain



:



bila



dicurigai



ada



riwayat



trauma



yang



menyebabkan fraktur vertebrae. 25



Gambar 2.9. Foto X-Ray



2.6.



Penatalaksanaan 2.6.1. Medikamentosa Jika terjadi kontusio/transeksi/kompresi medulla spinalis maka dapat kita terapi ddiberikan metil prednisolon, ranitidine untuk menghilangkan gejala stress ulcer, antibiotik bila ada kecurigaan infeksi oleh karena bakteri penyebab dan immunomodulator pada myelitis.



26



2.6.2. Non Medikamentosa a. Fisioterapi Fisioterapi untuk pasien paraplegia yaitu: 1. Alat : Giger MD. Dimana merupakan suatu terapi dinamis koordinasi yang efisien untuk melatih pasien dengan lesi CNS.



Gambar 2.10. Fisioterapi dengan alat



2. Pemanasan, dengan air hangat atau sinar. Dapat mengurangi kekakuan plantar fascia dan mengurangi nyeri tumit dengan sangat simple.



Gambar 2.11. Fisioterapi dengan pemanasan 3. Latihan : Sesuai dengan ROM (Range of Motion)



27



Gambar 2.12. Fisioterapi dengan ROM (Range Of Motion)



b. Operasi Bila ada fraktur dengan menggunakan operasi tehnik Harrison rods stabilization (Instrumen Harrison) yaitu menggunakan batang distraksi baja tahan karat untuk mengoreksi dan stabilisasi derformitas vertebra.



Gambar 2.13. Harrison Rod Stabilization Prinsip dasar tehnik Harrison dalam perawatan trauma deformitas spinal adalah adanya kemauan dan dukungan dari pasien, mengikuti rehabilitas sejak dini & untuk mencegah deformitas yang lebih parah. Indikasi tindakan operasi : a. Reduksi terbuka pada dislokasi 28



b. Cedera terbuka dengan benda asing atau tulang dengan canalis spinalis. c.



Lesi



parsial



medulla



spinalis



dengan



Hematmielia yang progresif.



BAB III PENUTUP 3.1.



Kesimpulan Paraplegia merupakan kondisi dimana bagian bawah tubuh (ekstremitas bawah) mengalami kelumpuhan atau paralisis akibat lesi bilateral/ transversal di medulla spinalis. Berdasarkan etiologi nya dibagi atas UMN (Upper Motor Neuron) dan LMN (Lower Motor Neuron). Kelumpuhan yang terjadi tergantung level/segmen medulla spinalis yang terlibat. Jika kelumpuhan bersifat kaku, maka kerusakan terjadi pada Upper Motor Neuron (UMN) dan bila kerusakan pada Lower Motor Neuron (LMN), kelumpuhan bersifat lemas. Paraplegi muncul apabila terjadi lesi



transversal pada daerah



lateral corticospinal yang disertai hipoestesi pada permukaan badan dibawah tingkat lesi. Untuk mendiagnosa, perlu dilakukan anamnesa yang harus ditanyakan adalah mengenai riwayat kelumpuhan apakah mendadak atau pelan-pelan, apakah ada riwayat trauma, penykait apa yang mendasari, nyeri atau tidak. Pada pemeriksaan fisik, yang perlu diperiksa adalah



29



sistem motorik seperti reflek fisiologis (reflek superficial dan reflek tendo profunda), reflek patologis (Babinsky, Chaddok, Openheim, Gordon, Schaffer, Gonda, Stransky, Rossolimo, Mendel), tonus otot, dan klonus otot serta sistem sensorik seperti pemeriksaan suhu, raba, dan nyeri. untuk membantu menegakkan diagnosa, foto thorax dapat dilakukan bila dicurigai adanya riwayat trauma.



DAFTAR PUSTAKA  Mardjono, Mahar DR.Prof., Sidharta, Priguna DR.Prof. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.  Mardjono, Mahar DR.Prof., Sidharta, Priguna DR.Prof. 2003. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian Rakyat.  Mardjono, Mahar DR.Prof., Sidharta, Priguna DR.Prof. 2003. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian Rakyat.  http://www.gigermd.com.  http://www.drmunirel.com.  Howlett, William P. DR., 2012. Neurological Disorder : Paraplegic Non Traumatic. Chapter 10. Bodony, Bergen, Norway.



30