Patofisiologi Proses Maligna [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Patofisiologi proses maligna patofisiologi keganasan Sel kanker dapat mempunyai abnormal fenotip yang beragam antara lain diferensiasi, peningkatan motalitas, tingkat invasi, dan perbedaan dalam sensitivitas terhadap obat. Walaupun beragam fenotip yang terjadi namun penyebab utama adalah desregulasi kontrol terhadap silkus sel. Hal ini terjadi karena mekanisme kontrol yang tidak bekerja dengan baik. Keadaan ini menyebabkan sel akan berkembang tanpa mekanisme kontrol seperti yang terjadi pada sel normal. Transformasi ini tergantung pada mutasi gen mekanisme kontrol siklus sel tersebut. Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui tiga mekanisme, pertama perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel yang diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan pada proses apoptosis atau nekosis dan ketiga terjadi pertumbuhan yang tidak terkontrol. Gabungan mutasi pada berbagai proto-onkogen yang menghambat penghentian proses siklus. Kerusakan mekanisme kontrol terhadap apoptosis yang mencegah apoptosis contoh ekspresi berlebihan bcl2, penurunan ekspresi Bax, dan mutasi p53. Perubahan mekanisme ini menyebabkan gangguan diferensiasi sel sehingga terjadi perubahan pola proliferasi sel yang akhirnya menjadi keganasan. Kemungkinan lain terjadi pertumbuhan tidak terkontrol bila terjadi mutasi proto-onkogen. Salah satunya adalah terjadi mutasi proto-onkogen yang menjadi produksi Growth Factor (GF), antara lain c-sis. Hal ini mengakibatkan GF akan diproduksi terus menerus dan merangsang untuk berproliferasi. Keadaan lain bila terjadi translokasi c-myc antara kromosom 8 dan 14 c-myc akan aktif tanpa kontrol merangsang terus terjadi transkripsi. Hal ini mengakibatkan terjadi pembelahan sel yang berlebihan sehingga proliferasi tidak terkontrol dan akhirnya terbentuk neoplasma. Kemungkinan lain penyebab terjadi proliferasi tidak terkontrol adalah proto-onkogen yang menjadi produksi GFR mengalami mutasi. Gen tersebut antara lain Her2/ neu dan c-fins. Akibat dari mutasi gen tersebut adalah produksi GFR menjadi berlebihan, sehingga sel tersebut sangat sensitif terhadap GF. Pada keadaan terdapat ekspresi GFR yang berlebihan akan berakibat terjadi poliferasi yang berlebihan. Hal ini akan diturunkan juga pada sel anak sehingga terbentuk klon dengan mutasi gen yang identik pada sel. Walaupun telah terbentuk klonal yang identik tersebut



namun pertumbuhan tumor masih tergantung pada berbagai faktor lain. Seperti gen yang mengatur baik repair gen maupun apoptosis. Apabila gen tersebut bekerja dengan baik mekanisme tersebut dapat diperbaiki atau dihentikan sehingga pertumbuhan tumor dapat dicegah. Kemungkinan lain proto-onkogen yang termutasi adalah protein yang disandi oleh gen c-rsc dan ras. Ekspresi protein ini tidak memerlukan rangsangan dari luar. Sel akan berproliferasi tanpa stimulus dari luar. Hal ini menyebabkan sulit dihentikan walau dengan menghambat faktor ekstraseluler. Diduga pengangkatan seluruh massa tumor akan menghentikan pertumbuhan selanjutnya. Kemungkinan lain penyebab perubahan mekanisme proliferasi sel adalah gangguan pada sinyal kompleks siklin dengan cdk terhadap siklus sel. Bila terjadi ekspresi berlebihan siklin akan menyebabkan pembelahan sel yang berlebihan sehingga proliferasi sel tidak terkendali. Dari berbagai contoh perubahan mekanisme proliferasi di atas maka semakin jelas bahwa sifat biologik tumor berbeda. Hal ini diduga yang menyebabkan gambaran klinis dan respons tumor terhadap terapi juga berbeda satu dengan yang lain. a.



Fase



1



(Persiapan)



 Beberapa faktor penyebab kanker yaitu genetik (herediter), infeksi, radikal bebas, perilaku, faktor lingkungan, gaya hidup dan virus akan memicu terjadinya mutasi gen (Dalimartha, 2004). Mutasi gen ini bukan hanya disebabkan oleh suatu agensia karsinogen tetapi beberapa agensia karsinogen sekaligus sehingga pengaruh-pengaruh yang berbeda ini akan saling menambah atau saling memperkuat jadi mutasi gen pada kanker merupakan multikausal (Jong, 2004). Proses mutasi gen terjadi dalam beberapa stadium yaitu, inisiasi (induksi) dan promosi. Selama induksi sel pembawa mutasi menjadi matang atau lebih peka terhadap perubahan lebih lanjut. Pada fase promosi, terjadi mutasi baru. Perubahan ini merupakan dasar langsung untuk penyimpangan ganas. Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi masih bersifat reversibel (Dalimartha, 2004). b.



Fase



2



(Stadium



Pendahuluan



Menjelang



Kanker)



 Pada kanker tertentu, terkadang ada semacam stadium pendahuluan menjelang kanker. Keadaaan “pra-ganas” semacam ini terdiri atas selsel yang berubah, jelas ataupun tidak jelas



dapat dilihat di bawah mikroskop. Sel ini bukan sel kanker, karena tidak ada tanda-tanda pertumbuhan



infiltratif.



Sesudah



periode



tertentu,



terkadang



selama



bertahun-tahun,



gambarannya dapat berubah dan kelainannya dapat berubah menjadi ganas; terjadi pertumbuhan infiltratif, diikuti ataupun tidak oleh penyebaran. Penanganan yang memadai dimungkinkan sebelum c.



Fase



timbul 3



(Praklinis)



kanker Fase



ini



disebut



(Jong, juga



fase



2004). lokal



(in



situ).



Membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum mengadakan invasi keluar organ (metastasis) (Dalimartha, 2004). Apabila sudah ada keluhan atau gejala penyakit, hal ini biasanya merupakan alasan memeriksakan diri guna memastikan penyebab keluhan atau simtom tersebut (Jong, 2004). d.



Fase



4



(Klinis)



 Fase ini merupakan fase terakhir dari proses kanker. Fase klinis dimulai ketika pasien mulai merasakan tanda, gejala atau keluhan. Pada fase ini kanker sering dijumpai telah mengalami metastasis. Pembentukan metastasis dapat terjadi pada stadium dini pertumbuhan kanker (Jong, 2004). Metastasis terdiri atas sel-sel kanker yang lepas atau gumpalan selsel ganas yang berasal dari tumor induk (Brunner & Suddarth, 2001) Peran Sistem Imunitas Pada Sel Kanker Leukosit mempunyai peran yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia melawan infeksi, sel abnormal, dan agen peradangan melalui proses fagositosis, leukosit bekerja dengan mekanisme menyelubungi organisme asing dan kemudian akan menghancurkannya. Leukosit juga memproduksi antibodi sebagai respon imun terhadap antigen kemudian mendistribusi, dan mengangkut antibodi-antibodi tersebut ke tempat yang diperlukan (Hoffbrand, 2005) Sistem imunitas protektif dihasilkan oleh kerja sama yang kompak antara komponen sistem imun nonspesifik atau bawaan dan sistem imun spesifik atau dapatan. Respon kedua sistem ini berbeda dalam waktu dan cara mekanisme pertahananya. 1. Sistem Imun Bawaan/Non Spesifik Sistem imun non spesifik bereaksi terhadap suatu agen yang mengancam tubuh yang normal. Respon non spesifik ini merupakan pertahanan inheren yaitu lini pertahanan tubuh yang pertama



untuk melindungi dari berbagai ancaman termasuk agen infeksi, agen karsinogen, iritan kimiawi dan lain-lain. Komponen sistem ini selalu ada dan siap siaga melaksanakan tindakan-tindakan pertahanan awal yang terbatas dan sangat kasar. Dari berbagai sel efektor imun, neutrofil dan makrofag sebagai spesialis fagositik berperan sangat penting dalam mengancurkan sel abnormal, bakteri dan virus melalui proses fagositosis secara langsung. Sistem imun bawaan juga memproduksi bahan-bahan kimia lain yang mengundang sistem imun adaptif untuk membantu melawan agen-agen infeksi dan peradangan. Agar dapat mengenali partikel asing di dalam tubuh, sel B melapisi partikel tersebut dengan mengunkan antibodinya sehingga partikel-partikel asing tersebut dapat dikenali dengan sempuran contoh kecil di atas menunjukkan adanya kerja sama yang sangat signifikan antara sistem imun non spesifik dan spesifik. 2.



Sistem



Imun



Dapatan/Spesifik



Respon imunitas spesifik diperantarai oleh salah satu turunan sel leukosit yaitu limfosit B dan T. Sel imunitas ini hanya mampu mengenali dan kemudian mempertahankan tubuh dari satu tipe benda asing saja. Diantara banyak sekali limfosit B dan T dalam tubuh, hanya beberapa saja yang secara khusus dapat mengenali partikel-partikel asing dalam tubuh. Sel imun spesifik merupakan alat yang canggih terhadapat sebagian besar patogen. Keberagaman limfosit B dan T akan terus aktif berubah sebagai respon terhadap adanya patogen atau partikel-partikel asing yang dijumpai. Karena itulah sistem imun selalu dapat beradaptasi dalam melawan patogenpatogen baru yang menyerang tubuh manusia. Selain itu sel limfosit ini mempunyai memori dalam mengingat dan menganali partikel-partikel asing yang sebelumya pernah menyerangnya sehingga jika agen patogen tersebut kembali lagi sewaktu-waktu maka akan segera dikenali oleh sel



imun



ini.



Sistem imun spesifik memiliki peran protektif dengan mengenal dan menghancurkan sel-sel abnormal sebelum sel-sel tersebut berubah menjadi tumor ganas. Peran system imun ini disebut imun survaillance oleh karena itu maka sel-sel efektor seperti limfosit B, T-sitotoksik, dan sel



NK harus mampu menganali antigen tumor dan memperantarai kematian sel-sel tumor tersebut.



Beberapa bukti yang mendukung bahwa terdapat peran sistem imun dalam melawan tumor ganas diperoleh dari berbagai penelitan, diantaranya yang mendukung teori ini adalah :



a. Terdapat banyak sel yang mengandung sel agranulosit misalnya sel limfosit B, sel NK, dan T sitotoksik b. Tumor dapat mengalami regresi secara cepat dan spontan.  c. Tumor akan lebih sering berkembang pada orang-orang dengan imunodefisiensi (sistem imunitas tubuh menurun).  d. Tumor juga dapat menyebabkan imunosupresi pada penderitanya  e. Bukti lain melaporkan bahwa tumor dapat memicu rangsangan bagi sistem imun sendiri. Serbukan sel-sel limfosit di sekitar jaringan yang terkena kanker memberikan prognosis yang baik karena pertumbuhan sel kanker akan menurun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya



sel imun



di sekitar



sel kanker



terbukti



dapat



menghambat



pertumbuhan



dan perkembangan dari kanker itu sendiri. Sistem imun yang berada di sekeliling sel kanker berperan dalam penjagaan terhadap kanker adalah sel limfosit, sel NK, makrofag dan T sitotoksik. Setelah mengenal sel kanker sebagai sel asing keempat sel ini akan menghancurkan sel-sel kanker tersebut. Antigen kanker Walaupun sel kanker berasal dari tubuh manusia sendiri, ada beberapa dari sel kanker yang dapat mengekpresikan molekul tersediri dan molekul tersebut akhirnya dapat dikenali oleh limfosit B dan limfosit T sebagai benda asing yang harus dihancurkan. adanya protein asing pada sel kanker kemudian juga menjadi target bagi sel NK.



Antigen terhadap kanker atau tumor dapat dibedakan menjadi dua macam : 1. TSAs (Tumor Spesifik Antigen)  Yaitu suatu tumor antigen yang hanya diekpresikan oleh sel tumor dan tidak diekpresikan oleh sel-sel normal lainnya sehingga dengan adanya TSAs ini sel imun tubuh secara cepat merespon dan mengenali sel-sel kanker tersebut. Antigen ini memiliki karakteristik satu jenis antigen tumor saja disebut unique tumor antigen 2. TSA (Tumor Associated Antigen)  Yaitu antigen tumor yang juga diekpresikan oleh sel-sel normal tubuh. Dan antigen ini dapat juga memperantarai respon imun tubuh tapi biasanya tidak dan sangat jarang. Antigen pada tumor sering sekali diekpresikan bersama Major Histocompatibility Complex kelas 1 (MHC 1) yang kemudian akan dapat dikenali oleh sel limfosit T CD 8. Sehingga sel tumor sendiri pada akhirnya dapat menjadi antigen presenting cell (APCs) dari antigennya yang dimilikinya sendiri (Contran RS, Kumar V,.et al) Jika protein antigennya sendiri terlepas ke ruang ektraseluler bersama- sama dengan sel tumor yang mati, sel itu akan diendositosis oleh antigen presenting cell (APCs) kemudian akan diekpresikan oleh limfosit T CD4 menjadi Major Histocompatibility Complex kelas 2 (MHC 2). Deteksi dan Pencegahan kanker Hingga saat ini belum ada metode skrining yang sesuai bagi kanker  secara umum. Metode skrining yang telah direkomendasikan untuk deteksi kanker  terbatas pada kelompok pasien risiko tinggi. Kelompok pasien dengan risiko tinggi mencakup pasien usia > 40 tahun dengan riwayat merokok ≥30 tahun dan berhenti merokok dalam kurun waktu 15 tahun sebelum pemeriksaan, atau pasien ≥50 tahun dengan riwayat merokok ≥20 tahun dan adanya minimal satu faktor risiko lainnya. Faktor risiko  lainnya adalah pajanan radiasi, paparan okupasi terhadap bahan kimia karsinogenik, riwayat kanker pada pasien atau keluarga pasien. Pada pasien berisiko tinggi, dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang mendukung kecurigaan adanya keganasan, dapat dilakukan pemeriksaan low-dose CT scan untuk skrining  setiap tahun, selama 3 tahun,



namun tidak dilakukan pada pasien dengan komorbiditas berat lainnya. Pemeriksaan ini dapat mengurangi mortalitas akibat kanker hingga 20%. Pada pasien yang tidak memenuhi kriteria “kelompok risiko tinggi”, pemeriksaan low-dose CT scan tidak direkomendasikan. Selain itu, pada pasien yang tidak dapat menjalani terapi kanker akibat keterbatasan biaya atau kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan, maka pemeriksaan ini tidak disarankan. Diagnosis kanker DIAGNOSIS  1. Pemeriksaan Fisik   Pemeriksaan fisik meliputi ada tidaknya petekie, memar atau ekimosis yang tidak diketahui penyebabnya, hematoma, perdarahan dari berbagai muara tubuh, rembesan darah jangka panjang dari sisi pungsi IM atau IV, perubahan tanda vital, perubahan status neurologis (sakit kepala, disorientasi), anemia, nyeri dada pada aktivitas, dispnea, pusing, kelelahan, kelemahan, glositis, anoreksia, sulit mencerna, insomnia, infeksi, suhu, integritas kulit dan membran mukosa, lipatan kulit (aksila, bokong, perineum), rongga tubuh (mulut, ***, rektum), sisi akses vena, luka pembedahan, saluran pernapasan, sistem genitourinarius, mata, konjungtivitis, dan iritis (Tucker, 1998).  2. Pemeriksaan penunjang   Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium, thorax, USG, MRI, CT-Scan, mamografi, endoskopi, laparoskopi, tumor maker, histopatologi (Azamris, 2010). 3. Pemeriksaan Patologi   Pemeriksaan patologi meliputi pemeriksaan makroskopi dan mikroskopi yang maliputi bahan dari biopsi insisi, biopsi eksisi, biopsi cakot, biopsi truncut, biopsi kerokan, biopsi jarum, biopsi endoskopi, biopsi laparoskopi (Azamris, 2010). Penatalaksanaan kanker



1. Pembedahan Kanker dapat dilakukan sebagai pengobatan primer, terapi adjuvan, terapi penyelamatan, terapi paliatif dan terapi kombinasi (Otto, 2003). Pengangkatan kanker secara menyeluruh melalui tindakan pembedahan masih merupakan modalitas pengobatan yang terbaik dan yang paling sering digunakan (Potter & Perry, 2005). Kemajuan dalam teknik pembedahan, pengertian yang lebih baik akan pola metastasis dari tumor dan dari perawatan pasca bedah yang intensif kini membuat suatu tumor dapat diangkat dari hampir seluruh bagian tubuh (Otto, 2003).  2. Terapi Radiasi Terapi radiasi (radioterapi) adalah pengobatan yang terutama ditujukan untuk keganasan dengan menggunakan sinar pengion. Tujuan terapi radiasi secara umum terbagi menjadi dua, yaitu radioterapi definitif adalah bentuk pengobatan yang ditujukan untuk kemungkinan survive setelah pengobatan yang adekuat dan radioterapi paliatif yang merupakan bentuk pengobatan pada pasien yang tidak ada lagi harapan hidup untuk jangka panjang sehingga kualitas hidup pasien tetap terjaga di sisa hidupnya dengan menghilangkan keluhan dan gejala agar pasien hidup dengan lebih nyaman (Saleh, 2006). 3. Kemoterapi Kemoterapi merupakan penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular (Potter & Perry, 2005). Kemoterapi yang ideal harus mempunyai efek menghambat yang maksimal terhadap pertumbuhan sel kanker, tetapi mempunyai efek yang minimal terhadap sel-sel jaringan tubuh yang



normal.



Tujuan



penggunaan



obat



kemoterapi



terhadap



kanker



adalah



mencegah/menghambat multiplikasi sel kanker, menghambat invasi dan metastase (Saleh, 2006).



Terapi Pasien Kanker Dengan Kemoterapi Kemoterapi merupakan proses pengobatan yang menggunakan preparat antineoplastik dengan tujuan membunuh sel kanker serta memperlambat pertumbuhan sel kanker dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular. Kemoterapi juga dapat membunuh sel kanker yang telah terlepas dari sel kanker induk atau yang telah bermetastase melalui aliran darah dan saluran limfatik ke bagian tubuh lainnya . Kemoterapi dapat digunakan sebagai penanganan primer atau kombinasi dengan pembedahan dan radiasi, untuk menurunkan ukuran tumor sebelum dibedah maupun untuk merusak sel tumor yang masih tertinggal pascaoperasi . Kemoterapi efektif untuk menangani kanker pada anak terutama dengan penyakit tertentu yang tidak dapat diatasi secara tuntas dengan pembedahan maupun radiasi .



Menurut Grundberg (2004), kemoterapi bertujuan untuk mengobati atau memperlambat pertumbuhan sel kanker dan mengurangi gejalanya dengan cara: 1) Pengobatan yaitu kanker dapat disembuhkan secara tuntas dengan satu jenis kemoterapi atau kombinasi beberapa jenis kemoterapi. 2) Kontrol yakni kemoterapi hanya bertujuan untuk mengontrol perkembangan sel kanker agar tidak bertambah besar atau mengalami metastase ke jaringan tubuh yang lain, sehingga memungkinkan pasien hidup secara normal. 3) Mengurangi gejala, kemoterapi yang dilakukan tidak dapat menghilangkan kanker tetapi dapat mengurangi gejala lain yang timbul akibat kanker seperti meringankan rasa sakit dan memberi perasaan lebih baik serta memperkecil ukuran kanker pada tubuh yang diserang. Terjadinya mual muntah akibat kemoterapi berhubungan dengan faktor internal (kondisi pasien) dan faktor eksternal (yang berkaitan dengan obat-obat yang digunakan) (Grunberg, 2004). Faktor internal (yang berhubungan dengan pasien) meliputi usia kurang dari 50, jenis kelamin perempuan, riwayat penggunaan alkohol, riwayat mual muntah terdahulu akibat kehamilan atau mabuk perjalanan, riwayat mual muntah akibat kemoterapi sebelumnya dan fungsi sosial yang rendah, sedangkan faktor eksternal (obat-obatan yang menyebabkan mual muntah) bergantung dari jenis obat, dosis, kombinasi dan metode pemberian obat . Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan mual muntah akibat kemoterapi adalah pengalaman mual muntah sebelumnya dengan kemoterapi dan pemberian kemoterapi multiday (dosis multipel). Pasien yang pernah menjalani kemoterapi sebelumnya akan berisiko mengalami mual muntah dibandingkan dengan yang belum pernah menjalani kemoterapi .Mual dan muntah sering terjadi bersama-sama dalam satu waktu, tetapi bisa menjadi 2 masalah yang berbeda (American Cancer Society, 2013). Hal ini juga dijelaskan oleh Glare, dkk., (2011) bahwa muntah biasanya, tetapi tidak selalu, disebabkan oleh proses mual. Mual didefinisikan sebagai sebuah sensasi yang tidak enak di sekitaresofagus, di atas areagastrik (lambung), atau perut, dan biasa dideskripsikan sebagai perasaan “sakit perut”. Muntah dapat dikatakan sebagai “memuntahkan”, yaitu pengeluaran secara paksa dari isi perut lewat mulut atau cavitas nasal (rongga hidung) (Garret, dkk., 2003). Mual dan muntah adalah 2 masalah efek samping kemoterapiyang paling sering dikeluhkan oleh pasien kanker (Otto, 2005). Menurut Smeltzer dan Bare (2002), mual dan muntah adalah efek samping yang lebih sering terjadi pada kemoterapi dan dapat menetap hingga 24 jam setelah pemberian obat kemoterapi. Firmansyah (2010), menyatakan bahwa 70-80% pasien kemoterapi mengalami mual dan muntah.



.