Pedagogik Transformatif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MENATAP WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA DI ERA 4.0 A Book Chapter of Indonesian Lecturer Associations



1.



2.



Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Pasal 72 Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).



ii



Ikatan Dosen RI (IDRI) Banten



MENATAP WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA DI ERA 4.0 A Book Chapter of Indonesian Lecturer Associations



Penerbit Desanta Muliavisitama 2020



iii



MENATAP WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA @copyright. Idri Banten.2020



ISBN: 978-623-7908-11-1



Penulis Ikatan Dosen RI (IDRI) Banten Editor Design Cover Hendry Gunawan



Aan Anshori



Diterbitkan oleh: DESANTA MULIAVISITAMA Anggota IKAPI Daerah Banten No. 043/BANTEN/2020 Redaksi: Jl. Raya Jakarta KM 6,5 Kalodran Kota Serang BANTEN WhatsApp: 081295422174 Email. [email protected] https://desantapublisher.com



Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang menyebarluaskan, mengutip sebagian atau keseluruhan isi buku ini tanpa seizin tertulis dari penerbit All Right Reserved Cetakan Pertama, 31 Mei 2020 Isi Diluar Tanggungjawab Penerbit



iv



Prakata Ketua IDRI Banten



Segala puji hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala, atas izinNya, kita semua masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk melaksanakan sebagian kecil dari apa yang di perintahkanNya, yaitu menyebarkan ilmu pengetahuan kepada sesama melalui penerbitan buku Bunga Rampai yang diinisiasi oleh Ikatan Dosen Repubik Indonesia (IDRI) Banten. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, manusia terbaik yang ditakdirkan Allah Swt sebagai pemberi syafaat bagi hidup dan kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Secara khusus, disaat seluruh masyarakat Indonesia dan dunia sedang mengalami musibah berkepanjangan yaitu dengan merebaknya Virus Corona (Covid 19), satu hal yang tidak boleh berhenti dari seorang pendidik adalah semangat untuk menebar pengetahuan. Dengan berbagai sarana dan instrument yang begitu banyak tersedia, sejatinya sebuah proses pendidikan tidak boleh berhenti. Ia harus terus berjalan dan menjadi solusi bagi masyarakat dalam mengisi hari-hari ditengah merebaknya virus Corona. Penyebaran virus Corona 19 yang begitu massif, telah merubah dan membuka sebuah lembaran sejarah baru bagi kita semua, khususnya dalam dunia pendidikan. Bagaimana tidak, seluruh satuan pendidikan yang ada, dari mulai satuan pendidikan terendah sampai yang paling tinggi dengan cepat merespon melakukan revolusi system belajar yang selama ini



v



dilakukan, yaitu dari system klasikal (0ffline) merubah menjadi system daring (online). Perubahan yang dilakukan secara drastis ini, kemudian menjadi sebuah trend baru dalam sebuah proses pembelajaran. Dimana suka atau tidak suka kita “dipaksa” untuk melakukan sebuah lompatan paradigm proses pembelajaran yang praktis dan “ekonomis”. Seiring dnegan terbitnya berbagai surat edaran yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan kebudayaan RI, kemudian diikuti oleh terbitnya surat-surat serupa dari Dirjen Pendidikan Tinggi terkait model pembalajran yang digunakan selama masa Covid 19 ini, maka otomatis semua perguruan tinggi harus menyesuaikan proses pembelajarannya, sebagai upaya antisipasi terhadap penyebaran Virus Corona yang lebih luas. Pembelajaran Daring atau sering disebut dengan pembelajaran Online menjadi solusi atas merebaknyanya virus Coorona. Perguruan tinggi tidak mau ambil resiko dengan melakukan perkuliahan secara offline. Dan akhirnya semua para Dosen dan Mahasiswa melakukan proses pembelajaran secara Daring melalui berbagai aplikasi yang tersedia. Dalam kondisi tersebut, Dosen akhirnya memiliki banyak waktu luang untuk melakukan berbagai aktifitasnya secara WFH, sesuai dengan ajuran dan surat edaran yang diterbitkan oleh kementrian. Dan beragam aktifitas pun dilakukan secara online oleh Dosen, mulai dari mengikuti seminar, workshop, perkuliahan dan sidan seminar proposal skripsi pun dilakukan secara online. Membaca kondisi tersebut, IDRI Banten sebagai sebuah organisasi profesi yang mewadahi komunitas Dosen di Banten mencoba mengambil peran aktif dalam bentuk memberikan wadah aktualisasi bagi Dosen untuk menulis artikel. Ya, menulis



vi



Artikel bagi dosen bukanlah sebuah hal yang sulit, karena hampir setiap hari bergelut dengan dunia tulis menulis artikel; artikel jurnal ilmiah, artikel pengabdian kepada masyarakat atau artikel yang dipublish dimedia online dan lain sebagainya. Buku yang ada ditangan pembaca ini merupakan hasil kolaborasi yang maksimal dari sebuah gagasan dan ide yang meluncur secara spontan; yaitu menerbitkan buku dalam rangka Hardiknas tahun 2020. Target dari ide yang meluncur secara spontan tersebut kemudian dikemas dalam sebuah flyer yang menarik; dan disebarkan ke berbagai group WhtasApp dan group di Facebook yang ada. Dan alhmadulillah, dengan izinNya, terkumpullah 24 artikel yang berasal dari berbagai penjuru; ada dari Banten dan sekitarnya, ada artikel dari Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Purworejo, dan kota-kota lainnya. Sungguh sebuah hasil yang tidak sederhana. Buku ini diberi judul, Menatap Wajah Pendidikan Indonesia Masa Depan di Era 4.0 Sebuah judul yang penuh dengan harapan dan optimisme yang tinggi ditengah kondisi dan “kompleknya” permasalahan dunia pendidikan di Indonesia. Hari ini kita menyaksikan dan menjalani sebuah proses pembelajaran yang sangat baru, yaitu dengan menggunakan pendekatan teknologi yang berbasis daring (online), untuk pertama kalinya guru-guru dan dosen melaksanakan pembelajaran online; dan untuk pertama kalinya juga kita menyaksikan sidang skripsi, thesis dan disertasi dilakukan secara online. Sungguh sebuah lompatan kemajuan yang tidak biasa, kalau tidak dipaksa. Ya, kita dipaksa dengan keadaan untuk melakukan semua itu. Terlepas banyak dan ragam komentar yang bermunculan pasca penerapan kuliah secara



vii



online dilakukan, namun dalam sejarahnya tahun 2020 memiliki kisah yang sangat berwarna terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran secara daring/online. Isi Buku ini secara umum memotret kegelisahan para penulisnya dalam melihat kondisi pendidikan Indonesia. Dengan berbagai pisau analisis yang digunakan, para penulis secara gamblang telah mengangkat sebuah tema yang hampir seragam, yaitu kondisi pendidikan Indonesia masa depan harus ada perubahan. Ya, perubahan dan perbaikan kearah yang lebih maju dan berdaya saing. Tidak saja soal infrastrukturnya tetapi juga soal pengembangan SDM yang harus dijadian perhatian oleh para pengambil kebijakan yang menangani persoalan pendidikan. Akhirnya, atas nama Pengurus Ikatan Dosen Republik Indonesia (IDRI) Provinsi Banten saya mengucapkan selamat dan sukses kepada 24 kontributor artikel dalam buku ini, semoga dengan terbitnya buku ini menjadi pemantik bagi kita sebagai insan akademis untuk selalu tergerak peduli dengan kondisi pendidikan di Indonesia. Dan menjadikan buku ini sebagai media silaturahmi diantara kita dalam rangka memperkuat jejaring (networking) diantara dosen dan aktifis pendidikan di seluruh Indonesia. Selamat Membaca. Serang, 17 Mei 2020 Ketua Ikatan Dosen RI (IDRI) Banten



Achmad Rozi El Eroy



viii



Daftar Isi



Prakata Ketua IDRI Banten ............................................................. v Daftar Isi ........................................................................................ ix PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DENGAN PENDEKATAN BOTTOM UP DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH ...................................... 1 Oleh: Eko Prasetyo RAPID CHANGE METAMORFOSA PENDIDIKAN INDONESIA PASCA CORONA ....................................................................................... 19 Oleh: Meriam Esterina PENDIDIKAN INDONESIA, QUO VADIS? ........................................ 35 Raukhil Aziz Sumawijaya MENDIDIK GENERASI PENERUS BANGSA DENGAN KARAKTER DAN CINTA ............................................................................................ 51 Oleh: Dina Satriani PENANGGULANGAN BUTA AKSARA MELALUI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT................................................................. 69 Arif Nugroho dan Nurlisda Ayu Andini PEDAGOGIK TRANSFORMATIF “MERDEKA BELAJAR” KI HAJAR DEWANTORO ................................................................................ 89 Oleh: Zaenul Slam STRATEGI PENGEMBANGAN MADRASAH MODEL .....................109 Anis Fauzi



ix



MENYOAL TUJUAN PENDIDIKAN INDONESIA: MAU DIBAWA KEMANA? ................................................................................... 127 Oleh: Achmad Rozi El Eroy BAGAIMANA MENYEMBUHKAN WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA DARI JERAWAT? ......................................................................... 145 Oleh: Rita Dwi Pratiwi ARGUMENTASI: PRINSIP HUMANISASI DALAM PENDIDIKANTERSISA 25% .......................................................... 163 Oleh: Sonny Santosa KEARIFAN LOKAL DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ................................................................................................... 183 Toman Sony Tambunan PENDIDIKAN BERBASIS VOKASI DAN AGAMA KUNCI PENYEIMBANG GERAK REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ....................... 201 Oleh: Udi Iswadi MULTIKULTURAL PENDIDIKAN INDONESIA PADA PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN ........................... 219 Oleh: Nina Gantina KOMPETENSI GURU DALAM VISI DAN MISI PENDIDIKAN KARAKTER .................................................................................. 233 Oleh: Komaruzaman PEMERATAAN PEMBANGUNAN KUNCI MASA DEPAN PENDIDIKAN DI INDONESIA............................................................................. 253 Oleh: Muhamad Basyrul Muvid



x



MEMERDEKAKAN PIKIRAN DENGAN LITERASI ...........................269 Oleh: Asep Yana Yusyama WAJAH PENDIDIKAN MASA DATANG DI INDONESIA .................285 Oleh: Dedy Setiawan PENDIDDIKAN MORAL SEBAGAI BENTUK MENGEMBALIKAN FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN ............................................303 Oleh: Indra Hari Purnama PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK INDONESIA MANDIRI DAN BERBUDAYA ........................................................319 Oleh: Mahfudoh DAMPAK COVID-19 TERHADAP SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA..................................................................................335 Oleh : Denok Sunarsi MENGURAI BENANG KUSUT PENDIDIKAN NEGERI SERIBU PULAU ....................................................................................................351 Oleh: Endang Yusro PENDIDIKAN MENUJU PERUBAHAN ...........................................367 Oleh : Sugata Salim PENDIDIKAN DI MASA DEPAN: TANTANGAN BAGI SEKOLAH “ISLAMI” YANG DIRINDUKAN .....................................................383 Oleh: Agus Nurcholis Saleh KEBERSIHAN BUKAN HANYA BAGIAN DARI IMAN, TETAPI JUGA PUNCAK CAPAIAN PENDIDIKAN .................................................405 Oleh: Atih Ardiansyah



xi



PENUTUP.................................................................................... 417



xii



PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DENGAN PENDEKATAN BOTTOM UP DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH Oleh: Eko Prasetyo Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang egara Kesatuan Republik Indonesia sejak didirikan telah memiliki tujuan yang jelas sebagaimana termuat dalam Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang dasar 1945 yaitu salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, telah ditegaskan di dalam konstitusi bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting di negeri ini. Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 menegaskan maksud dari tujuan negara tersebut dengan menyebutkan bahwa “Setiap Warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Selanjutnya landasan operasionalnya diatur di dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pelaksanaan mandat konstitusi dalam bidang pendidikan tersebut, tentu di dalamnya terdapat kewajiban bagi negara untuk melakukan pembiayaan. Pasal 31 ayat (4) Undangundang Dasar 1945 telah secara tegas menyatakan bahwa “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja



N



1



daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” Amanah konstitusi tersebut mengandung konsekuensi bagi Pemerintah Pusat (yang memiliki otoritas terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) serta Pemerintah Daerah (yang memiliki otoritas terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk mengalokasikan sekurang-kurangnya sebesar 20 persen dari APBN dan APBD khusus bagi pendidikan. Namun demikian, dalam kenyataannya, sebagaimana diakui oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI) bahwa banyak daerah belum melaksanakan pengalokasian 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk fungsi Pendidikan (www.ombudsman.go.id). Merupakan sebuah ironi pada saat konstitusi telah menetapkan dengan sangat jelas mengenai pengalokasian 20 persen anggaran pendidikan, namun tidak dilaksanakan dengan baik oleh Pemerintah. Karenanya penting bagi kita untuk mengetahui, seberapa besar tingkat kepatuhan Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah, terhadap konstitusi. Jika hal tersebut telah kita ketahui, selanjutnya yang lebih penting adalah bagaimana mendisain pemanfaatan anggaran pendidikan tersebut dalam konteks otonomi daerah dengan melakukan pendekatan yang bersifat dari bawah ke atas (bottom up). Desentralisasi Di Bidang Pendidikan Penerapan desentralisasi di Indonesia telah berkembang sejak lama. Setidaknya dalam Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 yang belum dilakukan amandemen, telah mengakui bahwa pemerintahan dibagi ke dalam daerah besar dan kecil. Penjelasan



2



Pasal 18 UUD 1945 lebih membuka memori kita bahwa “Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemenschappen) atau bersifat daerah administratif belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerahdaerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.” Perkembangan selanjutnya adalah sebagaimana terekam di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah dinyatakan istilah “desentralisasi”. Dalam UU No. 5 Tahun 1974 tersebut, makna desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasannya kepada daerah untuk menjadi urusan rumah tangganya. Namun demikian, implementasi dari desentralisasi selama ini memang masih ditandai dengan kontrol yang kuat dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Hingga kemudian menguatlah tuntutan untuk melakukan reformasi di bidang ini seiring dengan tuntutan rakyat paska berakhirnya Pemerintahan Orde Baru. Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, memberikan arah desentralisasi kepada otonomi daerah (devolusi). UU No. 22 Tahun 1999 tersebut selanjutnya terakhir diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan juga dilengkapi dengan



3



Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Di dalam UU No. 23 Tahun 2014, desentralisasi dimaknai sebagai penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, Pasal 9 UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Adapun perincian dari urusan pemerintahan konkuren meliputi urusan pemerintahan wajib (pelayanan dasar dan urusan lainnya yang bukan pelayanan dasar) dan urusan pemerintahan pilihan. Termasuk dalam urusan pemerintahan dasar adalah pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; dan sosial. Konsekuensi dari penyerahan urusan dalam kaitannya dengan desentralisasi adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 279 UU No 23 Tahun 2014 melalui suatu hubungan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana Pemerintah Pusat memiliki hubungan keuangan dengan Daerah untuk membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan/atau ditugaskan kepada Daerah. Hal ini diperkuat denga adanya UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. United Nation Development Programs (UNDP, 1999) menyatakan bahwa desentralisasi memiliki setidaknya 2 manfaat yaitu: manfaat dalam bentuk efisiensi dan manfaat dalam kaitannya dengan tata kelola (governance). Desentralisasi akan



4



memberikan manfaat efisiensi kepada pemerintah daerah dalam bentuk: insentif alokasi dan mobilisasi sumber daya berdasarkan kebutuhan pelayanan dan infrastruktur, respon informasi yang lebih baik terhadap perbedaan kondisi dan standar yang dibutuhkan daerah, pengawasan dan pengendalian yang lebih baik oleh daerah dibandingkan oleh pemerintah pusat, serta koordinasi yang lebih baik. Selain itu desentralisasi juga memberikan manfaat dalam tata kelola berupa: partisipasi publik yang lebih besar dalam pengambilan keputusan, akses informasi yang lebih baik dan transparan, peningkatan kualitas hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Desentralisasi fiskal yang dilaksanakan di Indonesia merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi daerah. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi bingkai pelaksanaannya. Pada ketentuan perundangan tersebut ditetapkan bahwa hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam kaitannya dengan urusan yang diserahkan meliputi: pemberian sumber penerimaan daerah berupa pajak daerah dan retribusi daerah, pemberian dana bersumber dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pemberian dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk pemerintah daerah tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah, dana darurat, dan insentif (fiskal). Desentralisasi fiskal menurut James Edwin Kee adalah: Fiscal decentralization is the devolution by the central government to local governments (states,



5



regions, municipalities) of specific functions with the administrative authority and fiscal revenue to perform those functions (Kee, 2003). Hal tersebut senada dengan maksud dari proses desentralisasi menurut UU No 23 Tahun 2014 bahwa dalam kaitannya dengan penyerahan urusan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom, maka pemerintah pusat memberikan sumber-sumber penerimaan daerah dan perimbangan keuangan. Berdasarkan Pasal 285 UU No. 23 Tahun 2014 tersebut, sumber pendapatan daerah terdiri atas: (1) pendapatan asli daerah yaitu berupa pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, (2) pendapatan transfer yang meliputi transfer pemerintah pusat yaitu berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dana keistimewaan, dan dana desa, serta transfer antar daerah berupa pendapatan bagi hasil dan bantuan keuangan. Pendidikan berdasarkan pasal 12 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 termasuk di dalam kelompok urusan pemerintahan yang bersifat konkuren dan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Terhadap urusan ini pembagiannya didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas, dan kepentingan strategis nasional. Implementasi pembagian urusan pendidikan, karena bersifat konkuren dilakukan sebagian masih dilaksanakan oleh pemerintah pusat karena bersifat lintas daerah, lintas negara baik dilihat dari lokasi, penggunanya maupun manfaatnya, dan sebagian diserahkan kepada pemerintah daerah.



6



Selanjutnya pembagian urusan pendidikan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ditegaskan di dalam Lampiran UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut: Tabel 1 Pembagian Urusan Pendidikan Yang Berada Di Tangan Pemerintah Pusat No. 1.



Sub Urusan Manajemen Pendidikan



Uraian  Penetapan Standar Nasional Pendidikan (SNP)  Pengelolaan Pendidikan Tinggi (Dikti) 2. Kurikulum Penetapan Kurikulum Nasional Pendidikan Menengah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Anak Usia Dini, dan Pendidikan Nonformal 3. Akreditasi Akreditasi Perguruan Tinggi, Pendidikan Menengah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Anak Usia Dini, dan Pendidikan Nonformal 4. Pendidik dan Tenaga  Pengendalian formasi pendidik, Kependidikan (PTK) pemindahan pendidik, dan pengembangan karier pendidik.  Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan lintas provinsi. 5. Perijinan Pendidikan  Penerbitan ijin Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang diselenggarakan oleh masyarakat.  Penerbitan ijin penyelenggara Pendidikan satuan asing (internasional). 6. Bahasa dan Sastra Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sumber: UU No. 23 Tahun 2014.



7



Dengan demikian, maka urusan yang berada di luar tabel 1 di atas merupakan urusan yang diserahkan Pemerintah Pusat kepada Daerah baik Provinsi, ataupun Kabupaten/Kota. Pada kurun terakhir ini dalam konteks desentralisasi fiskal sesuai UU No 23 Tahun 2014 kita mengenal dana desa yang termasuk dalam kelompok transfer daerah. Hal tersebut merupakan manifestasi dari lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dana Desa merupakan kebijakan yang mengintegrasikan dan mengoptimalkan seluruh skema pengalokasian anggaran dari Pemerintah kepada desa yang selama ini sudah ada (Kemenkeu, 2017). Besaran dana desa ditentukan sebesar 10% dari dan di luar transfer daerah secara bertahap. Tujuan dana desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 adalah: meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa, serta memperkuat masyarakat desa sebagai subyek dari pembangunan. Penyaluran dana desa dilakukan dari pemerintah pusat ke rekening kas umum daerah di setiap kabupaten/kota, untuk selanjutnya diteruskan ke rekening kas desa. Penggunaan dana desa mengikuti prinsip keadilan, kebutuhan prioritas, kewenangan desa, partisipatif, swakelola dan berbasis sumber daya desa, tipologi desa (Kemenkeu, 2017). Adapun perkembangan alokasi dana desa sampai dengan tahun 2020 adalah sebagaimana Grafik 1. Besaran alokasi dana desa per desa pada tahun 2020 adalah sebesar Rp960 milyar untuk sebanyak 74.597 desa (Kementerian PDT, 2019).



8



Grafik 1 Perkembangan Alokasi Dana Desa Tahun 2015 s.d. 2020 (trilyun rupiah)



Sumber: Kementerian Keuangan, 2020 (data diolah). Pendanaan Pendidikan Di Daerah Pendanaan pendidikan pada prinsipnya mengacu kepada Pasal 31 ayat (4) Undang-undang undang Dasar 1945 yag telah secara tegas menyatakan bahwa “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan Pendidikan nasional.” Atas dasar ketentuan tersebut, ut, maka alokasi anggaran Pendidikan dihitung sebesar 20% dari APBN dan juga 20% dari APBD. Penghitungan porsi anggaran pendidikan tersebut tidak termasuk di dalamnya gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.



9



Berdasarkan ketentuan Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendanaan Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Dalam kenyataannya, realisasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah untuk anggaran Pendidikan adalah sebagaimana tertera pada tabel 2 berikut: Tabel 2 Perbandingan Porsi Anggaran Pendidikan (AP) terhadap APBN Tahun 2015 s.d. 2019



Tahun 2015 2016 2017 2018 2019



APBN (trilyun rupiah)



Realisasi AP (trilyun Rp)



2.039,5 2.095,7 2.080,5 2.220,7 2.461,1



390,3 370,8 406,1 431,7 478,4



% Thd APBN 19,1% 17,7% 19,5% 19,4% 19,4%



Sumber : www.kemenkeu.go.id, diolah Tabel 2 menunjukkan kinerja birokrasi dalam merealisasikan anggaran pendidikan untuk berbagai programnya baik yang disalurkan melalui kementerian/lembaga di pusat maupun yang dilakukan melalui transfer daerah. Dari tabel tersebut terlihat bahwa kinerja penyaluran anggaran pendidikan belum pernah menyentuh 20 persen sebagaimana mandat konstitusi. Rata-rata



10



realisasi anggaran Pendidikan untuk tahun 2015 s.d. 2019 adalah sebesar Rp 415,5 trilyun atau sebesar 19,1 persen. Dengan demikian, terdapat selisih kurang realisasi sebesar 0,9 persen atau rata-rata sekitar Rp 19,62 trilyun per tahun. Sebuah jumlah yang signifikan jika dapat dioptimalisasi untuk pendanaan pendidikan. Sedangkan Pemerintah Daerah yang telah mengalokasikan anggaran fungsi Pendidikan sebesar 20 persen yang dihitung murni dari pendapatan asli daerah, menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2018 adalah sebanyak 7 pemerintah daerah saja. Sementara itu 20% provinsi yang mengalokasikan APBD untuk Pendidikan, tetapi perhitungannya termasuk dana transfer daerah yang diterimanya. Dengan demikian, peran dan komitmen Pemerintah Daerah dalam pembangunan Pendidikan melalui pengalokasian anggaran Pendidikan masih sangat minim. Wajar saja jika kemudian berbagai indikator terkait kualitas pendidikan masih sangat jauh dari harapan masyarakat. Kualitas sarana prasarana yang tidak optimal, jumlah sekolah yang belum memenuhi standar nasional pendidikan masih di bawah 50%, tingkat disparitas pendidikan antar wilayah juga masih tinggi. Dari indikator yang bersifat global kita bisa mendapati bahwa peringkat Program for International Student Assessment (PISA) Indonesia masih bertengger di angka 62 dari 70 negara, bahkan jauh di bawah Vietnam (peringkat 22) dan Thailand (peringkat 56). Skor PISA menunjukkan kualitas luaran pendidikan kita tidak mampu bersaing dengan negara lain. Sedikit lebih beruntung untuk ukuran Human Development Index (HDI) tahun 2017, meskipun masih dengan skor yang belum memuaskan yaitu



11



0,694, namun Indonesia berada di level 116, berbagi tempat dengan Vietnam dan hanya unggul dari Kamboja dan Myanmar. Menata Kembali Kemandirian Dan Kegotongroyongan Pemerintah pada dekade terakhir ini berdasarkan visi dan misi Presiden telah memiliki Nawacita, yang merupakan agenda prioritas pemerintah yang kemudian mengilhami Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015 – 2019. Agenda prioritas Nawacita ketiga adalah “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa-desa dalam kerangka negara kesatuan.” Hal tersebut memiliki makna perlunya suatu pemerataan pembangunan, sehingga tercapai ketahanan ekonomi nasional. Agenda prioritas pemerintah tersebut tentunya merupakan gagasan yang baik terutama berkaitan dengan tantangan pembangunan yang dihadapi pada daerah-daerah pinggiran dan desa-desa yaitu keterbatasan infrastruktur dan keterisoliran wilayah. Pendekatan yang dilakukan pemerintah selama ini adalah dengan melakukan pembangunan infrastruktur fisik untuk membuka akses ekonomi dari daerah-daerah pinggiran dan desa ke wilayah-wilayah pusat pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, jika kita menginginkan keberlanjutan pembangunan, perlu dilakukan penyesuaian pendekatan dengan memfokuskan tujuan pembangunan kepada penyiapan sumber daya manusia. Karena jika tetap dengan pendekatan pembangunan fisik, maka pembukaan akses ekonomi juga membuka derasnya urbanisasi, sehingga daerah pinggiran dan desa kehilangan sumber daya yang sangat penting, yaitu sumber daya insani terbaik. Ginanjar Kartasasmita menyatakan bahwa hakekat pembangunan nasional



12



adalah pembangunan manusia Indonesia itu sendiri, yang merupakan titik pusat dari segala upaya pembangunan dan yang akan dibangun adalah kemampuan dan kekuatannya sebagai pelaksana dan penggerak pembangunan (Humas Setkab, 2019). Dalam kaitannya dengan desentralisasi fiskal di Indonesia, hal tersebut telah menyelesaikan salah satu tantangan pembangunan pendidikan yaitu aspek kelangkaan pendanaan. Jumlah dana yang dialokasikan untuk pendidikan sebesar 20 persen, sejatinya sudah mencukupi, namun banyaknya dana tersebut belum mengarah kepada peningkatan kualitas, baik kualitas peserta didik, kualitas pendidik maupun kualitas pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan reorientasi pendanaan pendidikan di daerah dengan melakukan penataan kembali sumber daya yang ada dengan semangat kemandirian dan kegotongroyongan melalui beberapa cara sederhana berikut yaitu; (1) optimalisasi realisasi anggaran pendidikan pemerintah pusat agar realisasi penyerapannya memenuhi mandat konstitusi sebesar 20 persen, (2) penguatan komitmen pendanaan pendidikan oleh pemerintah daerah sesuai mandat konstitusi sebesar 20 persen, (3) penggunaan sebagian dari dana desa untuk pemberdayaan masyarakat desa serta penyiapan sumber daya manusia perdesaan yang akan menjadi penggerak perubahan (agent of change) bagi pembangunan di desa. Optimalisasi realisasi anggaran pendidikan oleh pemerintah pusat, yang saat ini angkanya rata-rata masih sebesar 19,1%, dapat dilakukan dengan menambahkan selisih kurang realisasi menjadi semacam Dana Cadangan Pendidikan. Dana Cadangan Pendidikan tersebut selain dapat difungsikan sebagai tabungan bagi pendanaan pendidikan, dapat diperuntukkan pula untuk



13



mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi karena bencana alam ataupun krisis yang menganggu postur APBN termasuk kebutuhan anggaran pendidikan. Untuk mengimplementasikan langkah ini diperlukan peningkatan kualitas perencanaan dan akuntabilitas anggaran pendidikan, sehingga dorongan untuk meningkatkan penyerapan anggaran pendidikan justru tidak memicu terjadinya inefsiensi dan moral hazard bagi pengelola anggaran. Upaya penguatan komitmen pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran fungsi Pendidikan sebesar 20 persen dari pendapatan asli daerah, selain untuk memenuhi mandat konstitusi, dapat juga digunakan untuk peningkatan kualitas pendidikan, baik kualitas peserta didik, kualitas pendidik, maupun kualitas pendidikan umumnya, sesuai kewenangan yang menjadi urusannya. Untuk merealisasikan langkah ini perlu didukung dengan kontrol yang memadai dari pemerintah pusat dalam perencanaan keuangan daerah, serta keterlibatan masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap anggaran pendidikan di daerah. Kemungkinan penggunaan sebagian dari dana desa untuk pemberdayaan masyarakat desa serta penyiapan sumber daya manusia perdesaan yang akan menjadi penggerak perubahan desa adalah sesuatu yang sangat mungkin dilakukan. Hal tersebut dikarenakan tujuan dari dana desa diantaranya adalah memperkuat masyarakat desa sebagai subyek dari pembangunan. Sangat dimungkinkan penguatan penyaluran dana desa untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam konteks penguatan keterampilan dalam bentuk keterampilan hidup (life skill), keterampilan social (social skill), keterampilan



14



bekerja (work skill), kewirausahaan (entrepreneurship), maupun keterampilan kepemimpinan (leadership skill). Bentuk-bentuk kegiatan yang bisa dilakukan bisa bersifat formal ataupun nonformal, sepanjang bersifat penguatan keterampilan dan vokasi. Syarat implementasi dari program ini adalah kemampuan masyarakat desa untuk melakukan identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakatnya yang disesuaikan dengan cita-cita dan tujuan pembangunan desa. Keterbukaan perencanaan dan pelaksanaan program juga menjadi kunci keberhasilannya. Untuk itu diperlukan asistensi oleh perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat desa agar desa bisa memetakan kebutuhan talenta pembangunan desa. Sangat mungkin setiap daerah (kabupaten/kota) pada akhirnya memiliki daftar kelompok SDM bertalenta (pool of talent) yang bisa berkolaborasi antar daerah/desa guna menggerakan pembangunan setiap desa dalam suatu kabupaten/kota. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang bersifat dari bawah ke atas (bottom up) dalam pembangunan pendidikan dan desa. Jika setiap daerah melakukan gerakan pembangunan pendidikan melakui pendekatan bottom up tersebut, serta memfokuskan kepada penyiapan kebutuhan talenta desa sesuai kebutuhan pembangunan daerah dan desa, maka pembangunan Indonesia dari pinggiran, tidak akan menjadi sungai bagi derasnya aliran SDM desa yang berkualitas memenuhi kota-kota yang penuh sesak. Karena SDM desa berkualitas tersedia di desa-desa dengan keterampilan yang sesuai kebutuhan desa dan kebutuhan pengembangan dirinya. Dengan demikian, maka kemandirian dan kegotongroyongan akan menjadi perekat bagi keberhasilan



15



pembangunan desa berbasis pengembangan talenta. Rasanya tidak banyak anggaran yang akan dialokasikan untuk itu, yang dibutuhkan hanyalah komitmen dan keputusan politik. Mulailah segera, sebelum SDM asing membanjiri negeri ini, dan daya saing kita semakin melemah. Daftar Pustaka: Christia, Mega Adissya dan Ispriyarso, Budi, Desentralisasi Fiskal dan Otonomi Daerah Di Indonesia, Jurnal Law Reform Universitas Diponegoro Volume 15, Nomor 1, Tahun 2019. Kee, James Edwin, Fiscal Decentralization: Theory as Reform, VIII Congreso Internasional del CLAD sobre la Reforma del Estado y de la Administracion Publica, Panama 28-31 Oct, 2003 Kementerian Keuangan, Buku Pintar Dana Desa, Jakarta, 2018. Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 (naskah asli). Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.



16



Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah www.anggaran.kemenkeu.go.id www.kemdikbud.go.id www.kemenkeu.go.id www.kompas.com www.ombudsman.go.id www.setkab.go.id Tentang Penulis Eko Prasetyo, SE, MA, dilahirkan di Malang Jawa Timur. Menyelesaikan studi Diploma IV pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Jakarta, Sarjana Ekonomi Pembangunan pada Universitas Terbuka, Magister Administrasi Publik pada Universitas Indonesia, serta pernah menempuh studi Program Doktoral Administrasi pada Universitas Indonesia. Memulai karir sebagai pegawai Kementerian Keuangan pada tahun 1989, hingga pernah menggawangi pembentukan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan periode 2013-2017. Pada tahun 2018, Eko Prasetyo memilih berkiprah di luar birokrasi sebagai professional coach bidang pengembangan personal, beasiswa, mindfulness serta melakukan kolaborasi dengan berbagai elemen



17



pada Cendekiawan Kampung, sebuah gerakan pembangunan kampung berbasis pemberdayaan talenta di Banten. Selanjutnya sejak tahun 2019 sampai dengan sekarang mengabdikan diri sebagai dosen tetap pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang.



18



RAPID CHANGE METAMORFOSA PENDIDIKAN INDONESIA PASCA CORONA Oleh: Meriam Esterina Universitas Muhammadiyah Purworejo



S



aat ini terhitung sudah dua bulan setelah Presiden RI mengumumkan adanya pasien positif corona pertama yang ada di Indonesia, dan setelah itu persebarannya sudah merata di hampir semua provinsi di Indonesia. Persebarannya yang begitu cepat, membuat virus ini sudah menyebar dari Aceh hingga Papua, merenggut ratusan korban jiwa dari masyarakat umum maupun tenaga medis, dan tidak sedikit jumlahnya yang hingga saat ini masih menjalani perawatan maupun dalam pemantauan.Penyakit akibat infeksi virus corona inilazim juga kita kenal dengan nama covid19, yang mana merupakan singkatan dari corona virus desease dan angka 19 yang melekat merupakan kependekan dari tahun 2019 yang dianggap sebagai waktu awal munculnya virus ini di Wuhan, Cina. Cepatnya persebaran dan banyaknya korban ini memaksa banyak negara melakukan opsi karantina wilayah atau yang lebih dikenal dengan istilah lockdown.Pusat – pusat industri dan perniagaan dunia terpaksa berhenti, negara – negara maju dengan fasilitas kesehatan canggih pun dibuat bertekuk lutut oleh virus ini.Perekonomian pun berjalan lambat karena banyak tempat usaha yang tutup, tidak sedikit pula jumlah tenaga kerja yang dirumahkan bahkan di-PHK, serta merosotnya daya beli



19



masyarakat karena minimnya pemasukan yang mereka miliki. Sebagian besar perusahaan berusaha mengalihkan pekerjaan ataupun operasional yang bisa dilakukan dari rumah work from home. Demikian pula halnya dengan pendidikan. Ratusan juta siswa dari seluruh dunia terpaksa berhenti pergi sekolah sementara dan melakukan kegiatan belajar dari rumah atau school/study from home. Baik work from home maupun school/study from home, sama–sama lebih diutamakan dilakukan berbasis daring/online. Di Indonesia, rata–rata sekolah mulai melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring mulai pertengahan bulan Maret lalu. Dari pra-sekolah hingga perguruan tinggi merumahkan siswa –siswa termasuk tenaga mengajarnya dan kemudian melanjutkan proses KBM (kegiatan belajar mengajar) secara daring dengan menggunakan berbagai platform digital yang ada. Hal ini mau tidak mau memaksa semua pihak berusaha menyesuaikan diri.Para pengajar segera berusaha menyesuaikan bahan ajarnya menjadi materi yang bisa disampaikan secara daring.Peserta didik pun, baik itu dari siswa Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi, mendadak harus mempersiapkan diri dalam menerima materi secara daring, tanpa tatap muka di kelas seperti yang biasanya mereka lakukan. Pandemic ini dalam sekejap telah membuat perubahan besar dan memaksa semua orang untuk bisa segera beradaptasi. Semua institusi pendidikan berpikir keras bagaimana cara melanjutkan KBM di tengah pandemic ini, karena bagaimanapun mendapatkan pendidikan adalah hak semua anak. Berbagai rencana pembelajaran yang telah disusun maupun penugasan dan ujian pun seketika harus disesuaikan dengan keadaaan yang



20



ada, bahkan Presiden pun akhirnya mengeluarkan keputusan untuk meniadakan Ujian Nasional tahun ini dan menetapkan social distancing untuk diterapkan semua pihak sebagai upaya untuk memutus mata rantai persebaran virus covid19 ini (https://nasional.kompas.com/read/2020/03/24/12345181/joko wi-putuskan-ujian-nasional-2020-ditiadakan). Semua orang pun kemudian seperti bergerak cepat mencari tahu platform apa yang bisa mereka gunakan, bagaimana cara mengoperasionalkannya, dan apakah ada media yang bisa digunakan secara gratis dan mudah digunakan. Sebut saja Zoom salah satu platform yang bisa dibilang langsung menjadi trending karena digunakan oleh banyak orang, dari anak – anak hingga dewasa menggunakan platform digital berbasis video conference ini.Fitur ini semakin naik daun setelah selain memberikan opsi tidak berbayar juga membebaskan durasi waktu penggunaannya dari yang semula berbatas 40 menit. Untuk mendukung kegiatan belajar di rumah secara daring, sebenarnya ada banyak aplikasi maupun situs yang bisa digunakan, baik itu yang berbayar maupun yang gratis. Media Kompas menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 12 platform pembelajaran daring yang bisa diakses secara gratis (https://edukasi.kompas.com/read/2020/03/22/123204571/12aplikasi-pembelajaran-daring-kerjasama-kemendikbudgratis?page=all). Aplikasi–aplikasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Rumah Belajar Rumah Belajar merupakan aplikasi belajar daring yang dikembangkan oleh Kemendikbud dengan tujuan untuk menyediakan alternatif sumber belajar dengan pemanfaatan



21



teknologi. Terdapat berbagai fitur seperti Sumber Belajar, Laboratorium Maya, Kelas Digital, Bank Soal, Buku Sekolah Elektronik, Peta Budaya, Karya Bahasa dan Sastra, serta fitur lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa secara gratis. (https://belajar.kemdikbud.go.id/) 2. Meja Kita Penyajian materi dilakukan secara tematis dan dilengkapi forum diskusi yang bisa dimanfaatkan untuk tanya jawab. MejaKita menyediakan materi pembelajaran dari SDSMA yang gratis dan cukup lengkap, serta ribuan catatan yang sudah diunggah oleh murid-murid di komunitas pelajar di seluruh Indonesia. MejaKita mendukung siswa yang harus belajar di rumah untuk tetap dapat berdiskusi PR, soal dan tugas, serta berbagi catatan dan materi pembelajaran lainnya. (https://mejakita.com/) 3. Icando ICANDO merupakan aplikasi pendidikan anak yang memiliki program pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013 Revisi yang dikembangkan secara komprehensif dengan ratusan mini games yang akan meningkatkan motivasi belajar anak-anak di jenjang PAUD. Unduh dan mainkan ICANDO sekarang (bit.ly/appicando). 4. IndonesiaX IndonesiaX telah berpengalaman dalam mendukung penyediaan akses belajar bagi masyarakat melalui kursuskursus berkualitas yang dibawakan oleh para instruktur terbaik bangsa. Sejak diluncurkan pada 17 Agustus 2015, IndonesiaX berkomitmen meningkatkan kecerdasan bangsa melalui penyediaan kursus daring gratis untuk mengurangi



22



disparitas atau kesenjangan pendidikan di negeri ini (www.indonesiax.co.id). 5. Google for Education Untuk mendukung belajar daring terutama yang diterapkan oleh berbagai daerah pada isu pandemi Covid-19, Google for Education menyediakan layanan menggunakan Chromebooks dan G-Suite yang memungkinkan pembelajaran virtual walaupun dengan konektivitas internet yang rendah. (https://blog.google/outreach-initiatives/education/offlineaccess-covid19/) 6. Kelas Pintar Kelas Pintar merupakan salah satu penyedia sistem pendukung edukasi di era digital yang menggunakan teknologi terkini untuk membantu murid dan guru dalam menciptakan praktik belajar mengajar terbaik. Dengan menghadirkan personalisasi dashboard untuk Siswa, Guru, dan Orangtua, Kelas Pintar berisi materi kurikulum 2013 yang disajikan dengan interaktif. Kelas Pintar telah hadir di Singapura, UAE, India dan Afrika Selatan (https://www.kelaspintar.id/) 7. Microsoft Office 365 Microsoft menyediakan layanan Office 365 yang dapat digunakan oleh guru dan siswa secara gratis dan bukan versi percobaan. Office 365 dapat diakses dan diperbarui secara realtime termasuk Word, Excel, PowerPoint, OneNote, dan Microsoft Teams, serta fitur ruang kelas lainnya. Guru dan siswa hanya perlu menyiapkan alamat email dengan domain sekolah (https://www.microsoft.com/idid/education/products/office)



23



8. Quipper School Quipper School menawarkan cara belajar inovatif untuk proses belajar mengajar. Platform ini mudah mendukung guru untuk mengelola tugas dan pekerjaan rumah yang lebih efektif.Sehingga, guru dapat mengenali kekuatan dan kelemahan siswa lebih mudah (https://www.quipper.com/id/school/teachers/). 9. Ruangguru Ruangguru merupakan layanan belajar berbasis teknologi, termasuk layanan kelas virtual, platform ujian online, video belajar berlangganan, marketplace les privat, serta kontenkonten pendidikan lainnya yang bisa diakses melalui web dan aplikasi Ruangguru.Ruangguru menyediakan Sekolah Online Gratis selama masa pandemi covid-19 (https://sekolahonline.ruangguru.com/). 10. Sekolahmu Pada program Belajar Tanpa Batas, Sekolahmu menyediakan live streaming mata pelajaran dengan jenjang yang telah disediakan. SekolahMu menumbuhkan kompetensi pada semua dan setiap anak di berbagi usia dan jenjang. SekolahMu menjadi simpul kolaborasi ratusan sekolah dan organisasi yang telah dikurasi untuk berkarya, menyediakan program-program kurikulum yang sesuai kebutuhan (https://www.sekolah.mu/belajar-tanpa-batas/).



24



11. Zenius Zenius memiliki program Belajar Mandiri di Rumah #BisaBareng dengan menyediakan puluhan ribu video materi belajar lengkap untuk jenjang SD, SMP, SMA untuk kurikulum KTSP, Kurikulum 2013, Kurikulum 2013 Revisi. Selain itu siswa dapat mengakses materi belajar lengkap untuk persiapan UNBK, UTBK, SPMB STAN, SIMAK UI, dan UTUL UGM.Kontenkonten yang disediakan pada program ini dapat diakses secara gratis (https://www.zenius.net/belajar-mandiri/). 12. Cisco Webex Guru akan mengajar seperti biasa melalui Video termasuk berbagi konten presentasi dan berinteraksi dengan papan tulis digital melalui layar komputer/smartphone. Baca juga: 8 Link Pembelajaran Online Gratis untuk Isi Kegiatan Belajar di Rumah Selain itu, Cisco Webex juga menyediakan ruang kelas digital berbasis messaging, sehingga guru dan murid dapat tetap berdiskusi dan berbagi materi melalui fitur group chat di Cisco Webex Teams yang kami sediakan (https://cart.webex.com/signup?utm_medium=OwnedContent&utm_campaign=APJC_ID_ RemoteWork). Beragamnya platform tidak berbayar yang bisa digunakan belajar daring di rumah ini, ternyata bukan berarti tanpa hambatan atau masalah.Berdasarkan pengamatan penulis, banyak hal yang dikeluhkan baik itu oleh siswa/mahasiswa maupun orangtua yang mendampingi anak–anaknya selama belajar di rumah.Secara garis besar keluhan–keluhan tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:



25



1. Keterbatasan sarana Pembelajaran secara daring tentunya membutuhkan biaya cukup besar yang diperlukan untuk membeli paket data atau kuota untuk mengakses internet, belum lagi apabila platform yang digunakan berbasis video conference tentunya memakan kuota besar karena live streaming. Dengan adanya pandemic saja sudah banyak orang yang semakin terbatas secara ekonominya, ketika ditambah dengan beban harus membeli paketan internet tentunya akan semakin memberatkan. Daerah–daerah tertentu, pelosok misalnya, juga memiliki jangkauan sinyal provider yang terbatas dan tidak stabil sehingga sulit digunakan untuk mengakses internet dengan lancar. Di samping itu, meski saat ini sudah era digital, namun pada kenyataannya belum semua orang memiliki smartphone sebagai perangkat untuk belajar daring.Belum lama ini, ramai diberitakan kisah dari seorang guru yang terpaksa harus mengajar dari rumah ke rumah karena muridnya tidak memiliki gawai (https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/18/140 342165/kisah-pak-guru-avan-mengajar-dari-rumah-kerumah-karena-siswa-tak-punya). Guru tersebut merasa dilema karena di satu sisi adanya himbauan untuk bekerja (mengajar) dari rumah, sedangkan siswanya banyak yang tidak memiliki sarana untuk belajar daring, jangankan laptop telepon genggam pun tidak punya. Inilah realita kondisi yang mungkin bisa ditemui di banyak daerah di Indonesia. 2. Ketidaksiapan tenaga pendidik (guru maupun dosen)



26



Perubahan yang terlalu cepat dan kurikulum yang tidak siap mendukung dalam kondisi pandemic membuat para pengajar harus segera mencari alternative metode pengajar yang paling efektif dan efisien, yang dapat diterapkan pada anak didiknya. Selain itu, pengajar juga seyogyanya mempertimbangkan kemampuan siswanya, misalnya untuk mereka yang terbatas kuotanya bisa diberi alternative tugas yang dapat mengganti presensi daring. Pada kenyataannya hanya 8,8% guru yang memberikan tugas berbeda kepada siswa sesuai dengan akses yang dimiliki siswa, baik dari sisi peralatan maupun jaringan (kelas ekonomi). Hal ini berarti bahwa mayoritas guru menunjukkan belum mengedukasi peserta didik sesuai kebutuhan dan masih diskriminatif di tengah keterbatasan sarana dan akses gawai (https://www.alinea.id/nasional/sebab-siswa-semakintermarginalkan-saat-belajar-dari-rumah-b1ZL89tPH). 3. Banyaknya tugas yang diberikan Banyak peserta didik maupun orangtua yang mengeluhkan banyaknya tugas yang dibebankan. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia menyebutkan bahwa kegiatan belajar mengajar (KBM) tetap diakhiri dengan pemberian tugas yang berat, yang dilakukan oleh 29,6% guru, untuk yang melaksanakan pembelajaran kurang dari dua, dan naik menjadi 44,1% untuk pembelajaran lebih dari dua. Persentase ini cukup besar dan mengkhawatirkan.Seharusnya disusun formulasi yang tepat agar pemberian tugas tidak memberatkan namun tetap mendukung tercapainya pemahaman dan penguasaan akan



27



materi (https://www.alinea.id/nasional/sebab-siswasemakin-termarginalkan-saat-belajar-dari-rumah-b1ZL89tPH). 4. Kelemahan dari platform yang digunakan Ada beberapa keterbatasan teknis dari berbagai platform yang juga dikeluhkan oleh peserta didik maupun orangtua. Ada yang menyebutkan kesulitan untuk mengunggah tugas, kesulitan untuk mengeluarkan audio pada platform berbasis video conference, adanya kekhawatiran keamanan data, sampai adanya spam gambar asusila yang muncul. 5. Tidak terbiasa dengan metode pembelajaran daring Tidak semua orang mudah memahami penyampaian informasi maupun materi secara non tatap muka. Pembelajaran konvensional dengan cara tatap muka sampai saat ini masih diakui sebagai metode yang paling mudah untuk menerima materi yang disampaikan. Kondisi pandemic yang memaksa pembelajaran menjadi sepenuhnya berbasis daring membuat banyak siswa yang tidak siap.Mereka merasa kesulitan untuk memahami materi yang disampaikan. 6. Kesulitan orangtua mendampingi anaknya belajar di rumah Orangtua yang stress dengan adanya pandemic, di satu sisi harus work from home dan di sisi lain harus mendampingi anak–anaknya study from home, tentunya bisa membuat orangtua merasa tertekan. Ketika mereka harus mengerjakan tugas pekerjaan, di saat yang sama juga harus membantu anaknya menyelesaikan tugas sekolahnya. Belum lagi adanya alas an factor ekonomi yang turun akibat pandemic bisa menjadi tambahan stressor yang membuat orangtua semakin frustrasi. Akibatnya orangtua menjadi tidak sabar bahkan sering marah – marah ketika mendampingi anaknya belajar.



28



Berbagai keluhan di atas perlu segera dicari solusinya agar pendidikan tetap dapat berjalan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan. Perusahaan penyedia platform pembelajaran daring misalnya bisa segera menangani hal–hal teknis yang mengganggu kenyamanan dan memastikan keamanan data penggunanya. Terlebih karena pengguna layanan platform pembelajaran daring banyak yang masih anak–anak, seyogyanya perusahaan IT penyedia platform harus dapat memfilter sistem dari hal – hal apapun yang mengandung unsur pornografi. Orangtua pun akan menjadi lebih tenang dan mengijinkan anak–anaknya menggunakan aplikasi pembelajaran daring yang mereka rasa memiliki sekuritas yang baik. Pembelajaran daring yang dilakukan saat ini bila secara kontinyu dilakukan pasca pandemic, tentunya dalam format dan formulasi yang tepat, juga merupakan salah satu upaya untuk mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dalam hal menyampaikan proses pendidikan dengan menggunakan IT, sebagaimana yang telah banyak dilakukan oleh negara – negara maju. Keluhan – keluhan mengenai keterbatasan akses internet seperti yang dijelaskan sebelumnya, tentunya perlu untuk segera diperhatikan oleh para perusahaan telekomunikasi di negeri ini.Sebagai contoh, Pujilestari (2020) menyebutkan bahwa perusahaan telekomunikasi seperti Telkom, Indosat, telah menyatakan kesiapan mereka untuk mengembangkan IT untuk pendidikan di Indonesia, dimulai dengan proyek percontohan. Telkom menyatakan akan terus meningkatkan dan meningkatkan kualitas infrastruktur jaringan telekomunikasi yang diharapkan menjadi tulang punggung pengem-bangan dan penerapan TI



29



untuk pendidikan dan implementasi lainnya di Indonesia. Bahkan, sekarang Telkom mulai mengembangkan teknologi yang memanfaatkan ISDN (Integrated Sevices Digital Network) untuk memfasilitasi teleconference sebagai aplikasi pembelajaran jarak jauh (Pujilestari, 2020). Adanya pengembangan berbagai fasilitas IT untuk pendidikan, atau disebut dengan e-education, oleh perusahaan telekomunikasi tersebut diharapkan mampu untuk mendukung pemerataan pendidikan di nusantara ini. Dengan adanya pengembangan e-education terutama di pelosok daerah akan membuat pengembangan kualitas pendidikan di semua wilayah nusantara menjadi merata. Adanya inisiasi dari Kemendikbud untuk bekerja sama dengan TVRI dengan menyediakan tayangan pendidikan untuk siswa SD hingga SMA perlu di apresiasi. Media Tempo menyebutkan bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menjelaskan kerja sama dengan TVRI ini dilakukan untuk membantu masyarakat yang memiliki keterbatasan pada akses internet agar bisa tetap menjalankan kegiatan belajar di rumah. Keterbatasan itu baik karena kondisi ekonomi maupun letak geografis (https://bisnis.tempo.co/read/1330041/tvri-siarkan-programbelajar-dari-rumah-mulai-pekan-depan/full&view=ok).Penulis melihat bahwa banyak orangtua yang antusias mengajak anak – anaknya untuk menonton tayangan pendidikan yang ditayangkan oleh TVRI tersebut. Dari segi konten materi yang diberikan, penulis merasa materi yang disampaikan cukup mudah diterima oleh penonton dan cukup sesuai dengan jenis kategorinya, misalnya tayangan untuk PAUD kontennya telah disesuaikan



30



untuk anak – anak usia playgroup hingga TK. Ke depannya penulis berharap program ini dapat terus dilanjutkan, agar terus dapat membantu masyarakat yang terbatas penggunaan internetnya, seperti apa yang disampaikan oleh Mas Menteri Nadiem Makarim sebelumnya. Di samping melakukan pengembangan perangkat dan backbone, perusahaan provider komunikasi juga dapat memberikan program khusus bagi pelajar, agar mereka dapat menggunakan internet dengan biaya yang lebih terjangakau.Para staf pengajar pun juga perlu diperhatikan, karena tidak semua tenaga pendidik mampu memiliki fasilitas maupun akses untuk mengajar daring. Guru dan dosen juga perlu ditingkatkan pemahaman dan penguasaan akan teknologi pembelajaran daring yang dapat digunakan, dalam hal ini perusahaan telekomunikasi bisa menyediakan pelatihan yang bekerja sama dengan berbagai institusi pendidikan mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi. Orangtua pun juga perlu terus dilibatkan dalam proses belajar anak. Bila selama pandemic ini, mayoritas orangtua menjadi lebih banyak waktu untuk mendampingi anaknya belajar sambil mereka bekerja dari rumah, maka seyogyanya setelah pandemic ini berakhir dan orangtua kembali bekerja di luar rumah seperti sebelumnya, mereka akan tetap memperhatikan anaknya ketika belajar. Orangtua perlu membimbing anak – anaknya bagaimana menggunakan teknologi secara bijak dan tepat guna.Selain itu, orangtua juga perlu mengikuti perkembangan jaman agar tidak ketinggalan dengan anak mereka, misalnya belajar menggunakan aplikasi video conference, agar ketika orangtua mereka bekerja di luar dan



31



sewaktu – waktu ingin melihat anaknya di rumah, mereka bisa menggunakan fasilitas video conference tersebut.Jadi, teknologi mendekatkan dan mempererat bonding, dan bukan sebaliknya. Selanjutnya, pemerintah juga perlu segera menyiapkan kebijakan dan formula untuk menyiapkan konsep pendidikan yang tepat pasca pandemic ini. Hal – hal apa yang perlu dilakukan untuk mengejar ketinggalan dan bagaimana meningkatkan kembali motivasi untuk bersekolah setelah sekian lama belajar dari rumah. Institusi pendidikan pun perlu untuk memperhatikan hal ini, agar anak – anak didik tetap semangat melanjutkan pendidikan.Dalam hal ini, institusi pendidikan dapat melibatkan para psikolog pendidikan untuk memulihkan kembali motivasi belajar dan berprestasi para siswa. Bila menilik dari kondisi akibat pandemic ini, alangkah baiknya apabila pendidikan masa depan Indonesia bisa tidak lagi murni berfokus pada pembelajaran tatap muka, namun lebih pada konsep blended learning, yangmana memadukan antara metode konvensional berupa tatap muka di kelas dengan metode daring. Kelebihan dari metode blended learning ini adalah siswa menjadi lebih mudah menerima dan memahami materi yang disampaikan, wawasan yang dimiliki pun juga semakin berkembang. Selain itu, di era industri 4.0 ini penggunaan teknologi tak pelak hendaknya bisa dikuasai oleh semua orang. Sebagai awalannya, pengajar bisa membuat persentase pembelajaran tatap muka yang lebih dominan dibandingkan dengan daring. Materi– materi disusun sebagian digunakan untuk pembelajar di kelas dan sebagian lagi menggunakan media daring. Pemberian tugas dan latihan juga bisa melalui daring, agar juga bisa paperless sehingga mengurangi dampak buruk bagi



32



lingkungan. Selanjutnya pengajar bisa mengevaluasi sejauh mana keefektifan metode blended learning yang diterapkannya dan seberapa kemampuan siswa dalam menerima dan memahami materi yang disampaikan. Setelah itu perlahan persentase daringnya bisa ditingkatkan lagi. Orangtua diharapkan tetap meneruskan kebiasaan mendampingi anaknya ketika belajar di rumah setelah pandemic ini berakhir.Karena orangtua juga merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan anak. Ketika orangtua mendampingi anak belajar, maka anak akan merasa lebih tenang dan nyaman belajar. Anak yang merasa orangtuanya mendukungnya akan lebih termotivasi dan semangat belajar sehingga hasil belajarnya pun akan semakin optimal. Pendidikan masa pandemic ini memang memiliki banyak tantangan. Namun, dengan kerjasama dari semua pihak; pemerintah, institusi pendidikan, masyakarat dan keluarga, masa depan pendidikan Indonesia pasca pandemic akan semakin lebih baik. Bila semua pihak bisa bergerak cepat bersama maka tujuan peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan di Indonesia dapat segera tercapai. Bukankah selalu akanada pelangi yang indah setelah turun hujan? [*]



33



Tentang Penulis Meriam Esterina, Lahir 13 Maret 1984, menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Program Studi Psyikologi pada Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, (2007), kemudian melanjutkan pada jenjang Magister di Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada Program Studi Master of Professional Psychology (2017). Sejak tahun 2018 sampai sekarang tercatat sebagai Dosen Tetap di Universitas Muhammadiyah Purworejo – Jawa Tengah, dan aktif dalam berbagai organisasi profesi yang ada di Yogyakarta. Penulis dapat dihubungi melalui Handphone; +62 817 263 837, dan Email: [email protected]



34



PENDIDIKAN INDONESIA, QUO VADIS?



Raukhil Aziz Sumawijaya Alumni Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa



Pendahuluan engkaji tentang pendidikan di Indonesia sama seperti mengurai benang kusut, sulit menemukan ujung daripada permasalahannya. Proses pendidikan yang dijalani selama hampir 70 tahun kemerdekaan Republik Indonesia tidak membuat perubahan yang signifikan terhadap pola pikir sumberdaya manusianya. Sudah banyak kajian-kajian kritis yang dilakukan oleh para aktivis pendidikan hingga para akademis yang membahasa dan meneliti akan proses pendidikan yang ada di Indonesia. Cita-cita kemerdekaan yang digagas oleh para bapak pendiri bangsa (founding fathers) menjadi tanggung jawab kita untuk melanjutkan tonggak-tonggak perjuangan pergerakan nasional tersebut. Mustofa Rembay (2008 hal, 4) mengatakan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai salah satu icon penting kehidupan masyarakat perlu dilakukan upaya-upaya aktualisasi menuju masa depan yang baik. Perjalanan waktu yang cukup panjang wajar apabila bangsa ini mendapatkan pelajaran berharga yang akan menjadi modal dasar untuk menciptakan sejarah di masa depan yang lebih baik. Indonesia dahulu pernah dipuji sebagai salah satu negara yang berhasil menaikkan Indeks Pembangunan Manusia secara fantastis. Bahkan, pada era 60-an banyak tenaga



M



35



pengajar dari Indonesia diperbantukan untuk mengajar di negara tetangga, dan banyak juga mahasiswa dari negara tetangga (Malaysia, contohnya) yang studi di Indonesia. Sementara Slamet Imam Santoso (1987, hal. 98) menyatakan, Pendidikan merupakan usaha etis dari manusia, untuk manusia dan untuk masyarakat manusia. Pendidikan dapat mengembangkan bakat seseorang sampai pada tingkat optimal dalam batas hakikat individu, dengan tujuan supaya tiap manusia bisa secara terhormat ikut serta dalam pengembangan manusia dan masyarakatnya terus menerus mencapai martabat kehidupan yang lebih tinggi. Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua manusia mengalami proses pendidikan. Pendidikan merupakan cahaya penerang yang menuntun manusia dalam menentukan arah, tujuan, dan makna kehidupan ini. Berbagai problematika pendidikan di Indonesia cukup banyak, mulai dari angka anak yang putus sekolah yang total jumlahnya di 34 provinsi negara ini masih berada di kisaran 4,5 juta anak1, kurikulum, kompetensi, bahkan pada tahapantahapan dari input hingga output yang dimana tahapan-tahapan tersebut saling berhubungan dan berkesinambungan antara satu sama lain. Pengertian Dan Fungsi Pendidikan



1



Partisipasi Pendidikan Naik Tapi Jutaan Anak di Indonesia Masih Putus Sekolah, https://www.tempo.co/abc/4460/partisipasi-pendidikan-naiktapi-jutaan-anak-indonesia-masih-putus-sekolah, diunduh pada 12 April 2020 Pukul 10.15



36



Hasbullah (1999, hal. 3) menyatakan bahwa dalam arti yang sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilainilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Pengertian pendidikan mengalami perkembangan, meskipun secara essensial tidak jauh berbeda. Sementara menurut Ahmad D. Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Lebih jauh dikemukakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam pendidikan adalah: a) usaha (kegiatan) usaha itu bersifat bimbinan (pimpinan atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar, b) ada pendidik, pembimbing atau penolong, c) ada yang didik atau si terdidik, d) bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan, e) dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan. Sementara dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Indopublika (2017, hal, 8) mensinyalir bahwa Proyek pendidikan diciptakan untuk memberikan kehidupan di dalam kelas dan untuk mempergunakan pengetahuan dan transformasi sebagai senjata untuk mengubah dunia. Dari perpesktif lokasi sosial orang-orang malang di bumi, menjadi



37



jelas bahwa pengetahuan saja, sebagaimana dikehendaki oleh sekolah, tidak akan mengubah kehidupan. Hanya konversi pengetahuan menjadi aksi yang dapat mengubah kehidupan. Ini secara konkret mendefinisikan makna praktik: gerakan dialektik antara konversi aksi transformatif kedalam pengetahuan dan konversi pengetahuan ke dalam aksi transformatif. Begitulah apa yang dikatakan oleh bapak pendidikan dunia Paulo Freire, dimana pendidikan adalah sebagai senjata untuk merubah dunia melalui sumber daya manusianya yang harus melibatkan aspek afektif, kognitif dan juga psikomotorik agar mampu mengkonversi pengetahuan-pengetahuan yang diterima dalam kelas menjadi aksi-aksi transformatif pada kehidupan praksis. Bapak Republik yang terlupakan Tan Malaka pernah mengatakan bahwasannya: “Pendidikan itu untuk mempertajam pemikiran, memperhalus perasaan dan memperkukuh kemauan, yang dimana pendidikan disini menjadikan lingkungan yang bebas nilai demi terciptanya gagasan-gagasan yang progressif dan transformative”.



Fungsi pendidikan menurut Hasan Langgulung secara garis besar dibagi pada tiga. Pertama, menyiapkan generasi muda untuk memiliki kemampuan agar bisa memegang peranan-peranan pada masa yang akan datang di tengah kehidupan masyarakat. Kedua, memindahkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan peranan dari generasi tua ke generasi muda. Ketiga, memindahkan nilai-nilai generasi tua ke generasi



38



muda dengan tujuan agar keutuhan dan kesatuan masyarakat terpelihara, sebagai syarat utama berlangsungnya kehidupan suatu masyarakat dan juga peradaban.2 Problematika Pendidikan 1. Sistem Buku Paket Permasalahan yang terjadi pada sistem pendidikan Indonesia adalah dimana setiap guru memaksakan anak muridnya untuk pandai setiap mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang berbeda-beda tanpa mempertimbangkan basic need dan juga basic interest yang ada pada diri setiap anak didiknya tersebut. Hal tersebut diperparah dengan sistem pendidikan yang ada di Indonesia yang lebih menggunakan metode hafalan dibandingkan pemahaman murid. Salah satu produknya adalah dengan adanya buku paket, dengan adanya buku paket yang disediakan oleh pemerintah dan juga lembaga pendidikan dimana murid itu sekolah mengakibatkan cara pandang murid dan orang tua murid bahwa buku paket tersebut adalah buku yang sudah lengkap, komprehensif dan juga relevan untuk pendidikan saat ini. Apabila kita teliti lebih jauh ada kemungkinan buku paket yang disebar luaskan kepada setiap lembaga pendidikan yang ada di Indonesia hasilnya adalah copy paste daripada buku-buku paket yang ada sebelumnya secara substansinya dan hanya diubah sampulnya saja. Hal inilah yang bisa menjadikan salah satu faktor mengapa pemikiran sumber daya manusia yang ada di 2



www.http:dbagus.com/pengertian-fungsi-pendidikanmenurut-para-ahli



39



Indonesia tidak dapat berkembang karena pemerintah mencoba menyeragamkan semua anak didik mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah tingkat akhir melalui metode pembelajaran buku paket. Sedangkan banyak sekali buku-buku yang dapat menunjang pemikiran setiap anak didik diluar daripada buku paket itu sendiri, hal tersebut tidak dilakukan karena orang tua murid selalu mencari reasoning cultural sehingga mengakibatkan anak didik yang membaca buku diluar yang tidak ada mata pelajarannya di sekolah dihalang-halanngi bahkan tidak difasilitasi, selain daripada itu budaya literasi yang seharusnya berkembang pada usia-usia emas seolah-olah menjad stagnan dikarenakan perdebatan-perdebatan narasi yang bebas nilai dan intelektual dimatikan dengan satu teori yang ada pada buku paket tersebut. 2. Metodologi “Gaya Bank" Fenomena pendidikan yang berjalan hingga hari ini di Indonesia adalah dimana pendidikan diartikan hanya dalam ruang lingkup yang sangat sempit yaitu hanya pada kegiatan belajar mengajar saja, dan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam kelas itupun hampir semuanya menjadi dogma sains sehingga melahirkan stagnan dalam proses pendidikan. Konsep pendidikan di Indonesia ini masih sangat konservatif yang dimana menggunakan sistem pendidikan “gaya bank” yang dimana anak didik dan pendidikan itu sendiri dijadikan sebagai obyek bukan subyek, dimana manusia belajar tanpa berkata-kata, bagaimana kebiasaan kemudian menjadi sejarah beku, dan bagaiamana pengetahuan itu sendiri menghambat perkembangan subyektifitas tertentu dan cara manusia menjalani kehidupan dunia. (Paulo Freire, 2004 hal. 14)



40



Guru dalam ruang lingkup kelas pada pendidikan menjadi superior yang tidak dapat terbantahkan oleh muridmuridnya dikarenakan guru tersebut sudah memposisikan dirinya sebagai subyek dan pendidikan serta anak didiknya sebagai obyek yang mengakibatkan pendidikan yang ada pada tingkat dasar dan menengah menjadi pendidikan yang tidak ilmiah dan juga demokratis karena tidak tumbuhnya nalar-nalar kritis dari anak muridnya dikarenakan rasa takut untuk bertanya hal-hal diluar yang tidak dituliskan pada buku paket tersebut yang hanya dapat melahirkan kesadaran semu saja disetiap diri peserta didik tersebut. Hal seperti itu sudah seharusnya dihilangkan dalam dunia pendidikan, karena dalam mengenyam pendidikan sudah sepatutnya memiliki pemikiran yang terbuka. Partisipasi Pranata Keluarga Kesalahan paling mendasar pada pendidikan dalam lingkungan keluarga adalah kurangnya apresiatif dari segala pihak, khususnya orangtua siswa terhadap penanaman nilainilai baik, terutama nilai kepemimpinan. Terkadang orang tua menyekolahkan anak hanya demi peningkatan derajat yang diharapkan dapat bertambah seiring gelar yang tercantum pada nama si anak, tanpa orangtua memberikan contoh dari perilaku mereka sehari-hari. Pelimpahan tanggung jawab pendidikan oleh orang tua kepada pihak sekolah, yang dianggap sebagai sarana paling berpengaruh dan paling mampu membentuk watak dan karakter anak menjadi baik, adalah sumber kesalahan sistem pendidikan di Indonesia. Orangtualah yang seharusnya memegang andil lebih besar terhadap perkembangan kecerdasan intelejensi dan emosi anak-anaknya. Orangtua yang



41



seharusnya mempunyai lebih banyak waktu untuk memperkenalkan nilai-nilai baik kepada anaknya. Orangtua adalah pendidik utama yang dapat membentuk karakter anak sedari dini. Alasan yang sering terlontar manakala orang tua siswa berpendidikan rendah adalah mereka tidak akan mungkin bisa mengajarkan ilmu-ilmu yang sekolah tuntut kepada si anak. Mereka berpikir hanya guru yang mampu membuat anaknya menjadi pintar. Sementara, orang tua yang berpendidikan tinggi terkadang beralasan tidak memiliki cukup waktu dalam menangani dan mengajari anak-anaknya. Untuk mengatasi hal tersebut mereka pun menyekolahkan anak-anaknya di sekolah swasta yang bergengsi, lengkap dengan kegiatan ekstra kurikuler. Jika perlu, si anak diberikan pelajaran tambahan atau les, seperti les musik, gambar, balet, bahasa Inggris, dan masih banyak lagi. Padahal jika dikaji secara mendalam, bukan itu yang diinginkan anak-anak. Mereka lebih menginginkan keberadaan orang tua di sisinya sebanyak yang mereka mampu. Ada saat anak hendak bertanya dan menginginkan jawaban. Ada saat anak merasa tak mampu dan bosan dengan segala hal yang berkaitan dengan sekolah. Ada saat mereka membutuhkan teman bicara. Ada saat mereka butuh dihargai dan diperhatikan. Nilai dan rangking bukan lagi suatu yang penting jika si anak dapat belajar dengan perasaan tenang dan nyaman karena mereka tahu orang tuanya tidak akan memarahinya walaupun ia tidak mampu. Dengan demikian, percaya diri anak akan bertambah dan ia akan tumbuh dengan kecerdasan emosional



42



yang baik. Seharusnya itu yang menjadi tolak ukur keberhasilan anak, bukan rangking, gelar, atau apapun. Sebuah sistem yang buruk harus diperbaiki dari sub sistem-sub sistem terkecil dalam sistem tersebut. Dan sub sistem terkecil adalah keluarga. Orang tua adalah pihak yang paling bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan dan pertumbuhan buah hatinya. Orang tua adalah pemberi pondasi dan filter utama bagi si anak agar mampu menghadapi lingkungan sosialnya. Ketidakmampuan orang tua mendidik anak mereka menjadi sasaran empuk para kapitalis sekolah yang membuka sekolah hanya demi keuntungan semata. Sekolah semacam itu tidak akan mampu mendidik generasi baru yang kokoh secara intelektual, emosional, apalagi spiritual. Megahnya gedung sekolah, kurikulum yang berstandar internasional, maupun manajemen yang tertata rapih tidak menjamin seorang anak akan berhasil dalam kehidupannya, apalagi tanpa ada dukungan dari orang tuanya. Standarisasi Pendidikan a. Tahapan Input Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan bahwa padi akan selamanya menjadi padi dan tidak akan pernah selamanya menjadi jagung. Perkataan tersebut seolah menjadi rambu dan tanda bagi pendidikan seharusnya dijalankan di Indonesia, bahwasannya peserta didik tidak bisa kita nilai melalui satu keahliannya saja. Hal itu seolah hanya sebatas wacana yang menggema tapi tidak terbukti pada realita, sedikit sekali lembaga pendidikan yang mempertimbangkan calon peserta didiknya pada saat penerimaan peserta didik baru dari berbagai



43



aspek. Aspek yang pertama kali dilihat oleh lembaga pendidikan adalah aspek kognitif calon peserta didik tersebut yang didukung dengan goresan tinta diatas kertas bernama raport dan juga nilai Ujian Nasional (UN), dan setelah itu aspek afektif dan psikomotorik. Pendidikan sejatinya adalah instrument untuk menciptakan pemimpin dan generasi-generasi penerus bangsa dan lembaga pendidikan adalah sebagai kawah candradimuka. Tetapi tidak semua murid dapat masuk dan berproses di sekolah yang mereka inginkan karena standarisasi dan tahapan-tahapan penerimaan hampir seluruh sekolah yang lebih mengutamakan nilai-nilai kognitif saja. b. Tahapan Proses Jika kau ingin hidup selama satu tahun tanamlah padi, jika kau ini hidup selama puluhan tahun tanamlah pohon dan jika kau ingin bertahan hidup selama ratusan tahun didiklah manusia. Begitulah sekiranya Tan Malaka pernah mengatakan disaat sedang mengajar di sekolah rakyat Syarikat Islam, hal itu mengisyaratkan kepada seluruh elemen bahwasannya pendidikan dan cara mendidik seseorang akan membentuk peserta didik sesuai dengan cara dan tempaan pendidiknya. Kolonialisme menjadikan bangsa yang sudah dijajah dalam keadaan bergantung pada penjajah. Semua Sumber Daya Manusia (SDM) diarahkan agar mudah dipimpin, mudah dikendalikan. Oleh karena itu, pendidikan pun diarahkan di dalam prosesnya untuk mencetak pegawai yang taat dan gampang menyesuaikan diri dengan sistem bukannya diciptakan untuk membuat sistem yang lebih visioner.



44



Pendidikan Nasional seharusnya bertujuan mencerdaskan rakyat, mencerdaskan bangsa, agar mampu menciptakan karya yang mampu membawa bangsanya sejajar dengan bangsabangsa maju lainnya. Dengan rakyat yang cerdas dan kritis, maka kita akan mampu menghasilkan produk dan jasa yang cemerlang, bukan hanya sekadar pandai meniru karya bangsa lain. Kolonialisme sudah puluhan tahun meninggalkan Indonesia, sudah seharusnya kita mengubur dalam-dalam sistem pendidikan colonial dan pengaruhnya itu. Belanda dan negara sekutu lainnya sudah pergi. Tidak perlu kita salahkan lagi. Walaupun mereka punya investasi yang keliru terhadap bangsa Indonesia, tetapi perbaikan kita tidak selesai dengan menyalahkan Belanda. Saatnya kita merebut tanggung jawab untuk memperbaiki dampak dari warisan penjajahan Belanda ini. Semakin lama kita menuding Belanda, semakin lamalah kita menjadi korban penjajahannya. Penderitaan yang terus abadi pada suatu bangsa adalah penderitaan yang tidak pernah diperbaiki. Pendidikan kita jangan sampai hanya berorientasi menjadi pegawai, menjadi buruh, atau menjadi orang yang siap dipakai untuk kepentingan industri. Pendidikan kita adalah mencetak orang yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu hal yang perlu diperbaiki pada proses pendidikan kita disini adalah bagaimana caranya seorang guru dapat menimbulkan rasa kepercayaan diri seorang murid bekerjasama dengan partisipasi dari keluarga , karena sampai hari ini Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan diri



45



disertai dengan metode-metode pembelajaarn yang melahirkan pemikiran kreatif dan kritis dan terus menggali rasa penasaran para murid, bukan hanya membuatnya pintar dengan diimbangi dengan praktek bukan hanya teori. Pendidikan kolonial bertujuan untuk menjadikan anak didik sebagai pegawai, sedangkan pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan rakyat. c. Tahapan Output Setiap peserta didik pasti memiliki harapan yang ada pada dirinya masing-masing setelah mereka menyelesaikan masa pendidikannya di sekolah mereka masing-masing, yang tentunya harapan dan keinginan tersebut berbeda antara satu sama lain. Peserta didik bisa jadi memiliki harapan untuk menjadi seorang ahli di salah satu bidang karena sudah menemukan minat dan bakatnya disaat berjalannya proses pendidikan di sekolahnya. Dengan kondisi yang berbeda dan juga dengan metodelogi yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya tentu juga akan menghasilkan output yang berbeda juga. Tetapi pertimbangkan kondisi sosio-demografis dan sosiogeografis dalam ruang lingkup pendidikan tidak begitu menjadi pertimbangan yang matang oleh pemerintah kita, yang pada produknya adalah adanya Ujian Nasional (UN) yang standar soalnya semua sama se-Nasional. Baik di daerah tertinggal maupun di daerah yang megah dan metropolitan, baik untuk kalangan ekonomi tingkat atas maupun orangtua murid yang ekonominya berada di ambang batas. Beruntunglah bagi murid yang memiliki orang tua yang ekonominya berkecukupan sehingga dapat memasukkannya



46



kedalam tempat bimbingan belajar yang bonafit dengan ditopang oleh guru-guru professional dibidangnya dan dengan berbagai macam metodelogi untuk menyelesaikan soal-soal yang di ujikan sehingga mendapatkan nilai yang memuaskan, tetapi apakah kita pernah berfikir sebaliknya kepada anak yang nasib orang tuanya kurang beruntung? Mungkin mereka mencoba mencari cara secara mandiri dan tentunya dengan guru yang siap untuk mengajarkannya secara suka rela, jangankan untuk dianggap professional memiliki hati suci saja sudah cukup untuk anak murid yang kurang beruntung tersebut. Tentunya dua contoh diatas dapat kita tebak hasilnya, yang kemungkinan besar murid yang dari kalangan ekonomi yang berkecupan mendapatkan nilai Ujian Nasional (UN) yang begitu memuaskan, sehingga mereka dapat memilih sekolah negeri manapun untuk mereka masuki dengan dasar nilai Ujian Nasional (UN) yang begitu memuaskan. Ternyata problematika bukan hanya pada tahapan itu saja, setelah murid dari kalangan ekonomi yang berkecukupan sudah masuk pada sekolah negeri tentu mereka dibebaskan pada biaya SPP sekolah, dan murid yang kurang beruntung dan memiliki nilai Ujian Nasional (UN) yang relatif minim terpaksa harus masuk pada sekolah berbasis swasta yang dimana banyak sekali kewajiban yang harus ditunaikan dan juga pungutan SPP setiap bulannya. Mungkin sistem ini akan terus menerus berlanjut dan menjadi perdebatan circular reasoning di dunia pendidikan Indonesia, tetapi ini adalah sebuah nalar kritis yang coba penulis utarakan berdasarkan fakta empiris dan juga kondisi sosiodemografis bangsa dan beberapa kebijakan-kebijakan yang



47



memiliki logical fallacy di dalamnya padahal sudah jelas diamanahkan oleh konstitusi. Kesimpulan Permasalahan pendidikan di Indonesia hanya dapat diselesaikan dengan kerjasama dari semua pihak, mulai orangtua, masyarakat, sekolah dan juga pemerintah selaku pemilik kebijakan sebagai penyelenggara negara. Dari mulai tahapan input, orangtua sebagai pendidik utama yang mempersiapkan anak-anak. Dalam menunaikan tugasnya, orangtua dibantu oleh masyarakat. Masyarakat bisa berupa sekolah sebagai lembaga resmi penyelenggara pendidikan dan pengajaran. Pada tahapan proses, sekolah seharusnya senantiasa menciptakan budaya kreatif dan kritis yang mengenalkan dan bahkan menanamkan nilai-nilai hidup yang baik. Nilai-nilai hidup yang seharusnya sudah diperkenalkan terlebih dahulu oleh para orangtua sebelum anak mengenyam bangku sekolah. Pada tahapan output seharusnya pendidikan harus bisa mengarahkan peserta didiknya pada apa yang diminati dan bakat daripada muridnya itu sendiri, bukannya harus menyeragamkan semua kemampuan murid tersebut dengan sama rata tanpa mempertimbangkan proses yang sudah dijalani sebelumnya. Apabila problematika ini terus dipelihara tanpa adanya solusi berupa kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang mungkin sudah sepatutnya kita bertanya “Kemanakah arah pendidikan Indonesia sebenarnya?” [*]



48



DAFTAR PUSTAKA Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999. Indopublika, Che Guevarra Paulo Freire Dan Politik Harapan; Tinjauan Kritis Pendidikan, Indopublika, Yogyakarta, 2017. Musthofa Rembagy, Pendidikan Transformatif Pergulatan Kritis merumuskan pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, Teras, Yogyakarta, 2008. Partisipasi Pendidikan Naik Tapi Jutaan Anak di Indonesia Masih Putus Sekolah, https://www.tempo.co/abc/4460/partisipasipendidikan-naik-tapi-jutaan-anak-indonesia-masih-putus-sekolah.



Paulo Freire, Politik Pendidikan; Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, Read dan Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2004. Slamet Imam Santoso, Pendidikan di Indonesia Dari Masa Ke Masa, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1987. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. www.http:dbagus.com/pengertian-fungsi-pendidikanmenurutpara-ahli.



49



50



MENDIDIK GENERASI PENERUS BANGSA DENGAN KARAKTER DAN CINTA Oleh: Dina Satriani Dosen STTIKOM Insan Unggul Cilegon - Banten



endidikan adalah suatu proses pembelajaran kepada peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap sesuatu dan membuatnya menjadi seorang manusia yang kritis dalam berpikir. Menurut bapak pendidikan Indonesia yaitu bapak Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Mengapa banyak orang berfikir bahwa pendidikan itu penting? Kemungkinan ini didasari oleh beberapa hal berikut: 1. Pendidikan itu memberikan pengetahuan (pengetahuan tentang berbagai hal yang terjadi di dunia ini bahkan memberikan pengetahuan tentang pandangan bagi kehidupan). 2. Pendidikan itu membangun karakter seseorang (karakter dapat membentuk penyempurnaan diri individu secara terus menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju hidup yang lebih baik).



P



51



3. Pendidikan dapat membantu karir seseorang (pendidikan saat ini menjadi salah satu komponen dasar bagi banyak perusahaan yang akan menerima seseorang untuk bekerja sesuai tingkat pendidikan). 4. Pendidikan dapat memberi pencerahan (pendidikan bisa menghapuskan pemikiran yang salah dalam benak kita, membantu memberikan gambaran yang jelas tentang banyak hal di sekitar kita agar kita tidak merasa kebingungan). 5. Pendidikan membantu kemajuan bangsa (masa depan bangsa Indonesia ada pada generasi penerus bangsa, oleh karenanya mereka selayaknya mendapatkan pendidikan yang baik. Karena pendidikan penting bagi pembangunan sosial dan pertumbuhan ekonomi bangsa). Dari beberapa faktor pentingnya pendidikan di atas, penulis akan menitikberatkan pada pendidikan karakter. Bagaimana kita sebagai pendidik bisa mendidik generasi penerus bangsa dengan karakter dan juga dengan cinta. Di era globalisasi saat ini banyak perkembangan dan perubahan terjadi di sekeliling kita, mulai dari teknologi dalam komunikasi, informasi, gaya hidup bahkan adat atau tradisi kita mengalami perkembangan mengikuti arus globalisasi. Semua itu berdampak pada perubahan manusia terhadap lingkungan sekitar ataupun kehidupan masyarakat dibidang ekonomi, politik hingga sosial. Arus globalisasi yang penyebarannya sangat luas dan cepat membawa dampak baik itu positif dan negatif. Untuk mengimbangi dampak tersebut terutama dampak negatif dari arus globalisasi, dibutuhkan pendidikan karakter pada generasi muda kita ditambah sentuhan kasih sayang sehingga mereka bisa



52



menjadi penerus bangsa yang kuat, konsisten serta dibarengi nilai - nilai luhur. Generasi muda adalah penentu eksistensi suatu bangsa yang dapat dilihat dari karakter yang dimilikinya. Selain itu dengan sentuhan cinta dalam mendidik generasi muda, dimana mendidik dengan hati dan kekuatan kasih sayang tanpa kekerasan akan membentuk karakter mereka menjadi generasi muda yang santun, optimis, dan memiliki motivasi dalam hidupnya. Apa Pendidikan Karakter Itu? Pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membangun karakter dari peserta didik, pendidikan dilakukan tidak hanya untuk memberikan peserta didik ilmu pengetahuan saja tapi juga menanamkan dan mensosialisasikan, serta menerapkan nilai- nilai dan normanorma yang ada dilingkungan sekitarnya termasuk keluarga sebagai lingkungan belajar pertama yang diperoleh anak dan mejadi pondasi yang kuat untuk membentuk karakter. Tujuan pendidikan karakter untuk memfasilitasi penguatan dan pengembangan sehingga terbentuk perilaku perserta didik yang baik saat di sekolah maupun dilingkungan sekitarnya, pendidikan sekolah bukan sebuah dogmatisasi nilai saja tetapi sebuah proses yang membawa peserta didik memahami pentingnya mewujudkan nilai – nilai yang baik dalam kehidupan sehari – hari. Sementara pengertian pendidikan karakter menurut para ahli bisa digambarkan sebagai berikut: Menurut Kemendiknas



53



(2011, 6) Pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga peserta didikmampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dan juga pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, anggota legislatif, media masa, dunia usaha dan dunia industri (Kemendiknas, 2010). Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Sementara menurut Rahardjo (2010:16) berpendapat bahwa: Pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan yang holistic yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai pondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.



54



Secara rinci Prasetyo dan Rivasintha (2013:30) mendefinisikan bahwa: Pengertian Pendidikan karakter sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam mewujudkan pendidikan yang berkarakter adalah dengan kemampuan menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik sebagai pondasi agar terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga nantinya bisa menjadi manusia yang memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat di pertanggungjawabkan. Penguatan Karakter berdasarkan Pancasila Penguatan karakter juga menjadi salah satu program prioritas di pemerintahan Presiden Joko Widodo pada tahun 2016. Dalam nawa cita disebutkan bahwa pemerintah akan melakukan revolusi karakter bangsa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengimplementasikan penguatan karakter penerus bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016. Sesuai arahan Presiden, pendidikan karakter pada pendidikan dasar memiliki porsi yang lebih besar dari pendidikan yang mengajarkan pengetahuan. Untuk pendidikan dasar sebesar 70% dan untuk sekolah menengah 60%. Pendidikan karakter juga diharapkan bisa memperhatikan etika dan spiritual, estetika dan



55



kinestetik. Proses pembelajaran intrakurikuler dan ekstrakurikuler di sekolah dapat dilaksanakan dengan berbasis pada pengembangan budaya sekolah maupun melaui kolaborasi dengan komunitas di luar pendidikan. Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila yang menjadi prioritas pengembangan pendidikan karakter ini yaitu religious, nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan. Masing – masing nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri melainkan ada interaksi satu sama lain, berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi. Nilai karakter religious mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Implementasi nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak kita, mencintai lingkungan, peduli pada yang memang harus dilindungi. Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di tas kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap Nasionalis ditunjukkan melalui sikap apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan bangsa, rela



56



berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, taat hukum, disiplin, menghomati keragaman di Indonesia. Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai kemanusiaan dan moral. Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku yang tidak bergantung pada orang lain dan menggunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Siswa yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang profesional, kreatif, berani dan menjadi pembelajar yang dilakukan sepanjang hayat hidup. Terakhir adalah nilai gotong royong, yang mencerminkan tindakan menghargai semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama menjalin komunikasi dan persahabatan. Dapat memberi pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Diharapkan generasi muda ini dapat menunjukkan sikap menghargai sesama, dapat bekerjasama, mampu berkomitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong dan berempati. Nilai-Nilai Dalam Pengembangan Pendidikan Karakter: Ada 18 nilai dalam pengembangan pendidikan karakter yang dibuat oleh Departemen Pendidikan Nasional dimana mulai tahun 2011 lalu seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter dalam menjalankan proses pendidikannya. 18 nilai itu adalah:



57



-



-



-



-



-



-



Religius (sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain). Jujur (perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan). Toleransi (sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya). Disiplin (tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan). Kerja Keras (kegiatan yang dilakukan secara sungguhsungguh tanpa mengenal lelah) Kreatif (berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki). Mandiri (sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas). Demokratis (cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain). Rasa ingin tahu (sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar). Semangat Kebangsaan (cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya).



58



-



-



-



-



-



-



-



-



Cinta Tanah Air (Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan dan kelompoknya). Menghargai Prestasi (sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Bersahabat/Komunikatif (sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain). Cinta Damai (sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain). Gemar Membaca (kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya). Peduli Lingkungan (Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang terjadi). Peduli Sosial (sikap dan tindakan yang selalu ingin member bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan). Tanggung Jawab (sikap dan perilaku untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara dan Tuhan Yang Maha Esa.



59



Pendidikan Karakter Pada Generasi Muda Sekolah adalah salah satu solusi dalam membentuk generasi muda ini menjadi berkarakter. Oleh karena itu pemerintah dengan kebijakan Undang Undang no 20 tahun 2003 menyebutkan dalam salah satu pasalnya bahwa fungsi dari pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan dan membentuk karakter bangsa. Empat nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter adalah: nilai agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Selain itu Peran Pendidik sangat membantu membentuk watak para generasi muda ini termasuk keteladanan bagaimana perilaku guru atau tenaga pendidik, bagaimana cara pendidik berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana cara tenaga pendidik atau guru bertoleransi. Saat ini kurikulum yang dipakai dalam dunia pendidikan adalah kurikulum 13. Kurikulum ini mempertimbangkan segala sisi manusia yang tidak hanya bertitik pada pencapaian akademis tetapi mempertimbangkan juga terbentuknya perilaku positif dan akhlak yang mulia. Lulusan kurikulum 2013 dituntut untuk memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah, berfikir kritis, inovatif dan berjiwa enterpeuner untuk bersaing di dunia global. Implementasi dari pendidikan karakter ini belum merata di Indonesia dan juga bukanlah hal yang bisa dilakukan secara instan karena ada beberapa faktor peghalang seperti fasilitas, akses dan sumber daya manusia. Pendidikan karakter hendaknya dibentuk dengan sistematis yang mencakup aspek afektif, kognitif dan psikomotorik yang berjalan beriringan dalam proses pendidikan. Sebagai contoh wujud implementasi misalnya seorang siswa cerdas dalam proses belajar di kelas, memiliki akhlak baik serta aktif dalam kegiatan sekolah. Namun, tanpa



60



adanya sikap yang baik maka perkembangan pengetahuan dapat menurunkan nilai luhur bangsa, melemahkan kepribadian yang baik dan membuat generasi bangsa sebagai generasi yang tidak berpotensi dalam mempertahankan dan mengembangkan kesejahteraan bangsa. Mendidik Generasi Penerus Bangsa dengan Cinta Mendidik dengan cinta adalah pola mendidik generasi muda yang didasari pada Al Quran dan Hadits, karena itu yang terbaik menurut penulis. Mendidik dengan bahasa cinta harus dipahami sesuai dengan kebutuhan psikologis generasi muda. Sesungguhnya bahasa cinta itu dapat kita ambil sebagai sari pati hikmah dalam Al Quran dan dapat kita temukan dari keteladanan Rasulullah Saw terhadap anak-anak melalui hadis-hadis shahih yang telah diriwayatkan oleh para ulama yang menjadi pewaris nabi-nabi. Bahasa cinta yang diajarkan dalam Al Quran adalah keseimbangan antara kasih sayang, kelembutan dan ketegasan. Dalam berbagai ayat, Allah SWT menekankan pentingnya pemberian kasih sayang dan kelembutan, namun dalam ayat lainnya Allah SWT juga menekankan pentingnya bersikap tegas, bahkan memberikan rambu-rambu berupa hukuman fisik dari para pelanggarnya. Tenaga pendidik sebaiknya menerapkan bahasa cinta ini dalam metode pengajarannya. Selain memiliki skill dan kompetensi tentu saja pendidik harus memiliki panggilan hati yang tinggi sehingga secara penuh hati mencintai profesi mereka sebagai seorang tenaga pendidik. Betapa pentingnya mendidik dengan hati sebab mengajar yang berdampak bukanlah dari



61



kepala ke kepala tetapi dari hati ke hati. Seorang pendidik harus tampil penuh karisma di hadapan siswanya dan dirindukan kedatangannya, sosok panutan yang disegani, tutur katanya ditaati, dan kepergiannya ditangisi. Menjadi pendidik pada prinsipnya harus merupakan pilihan sadar dan panggilan nurani. Karena pendidik merupakan cerminan idealisme kita dan keberpihakan kita terhadap kemanusiaan. Karena sebagai pendidik harus mengabdikan segenap jiwa raga dan kemampuan terbaik untuk menciptakan generasi masa depan yang lebih baik. Pendidik harus ikhlas dalam memberikan bimbingan kepada siswanya sepanjang waktu. Pendidikan pun tidak terbatas pada ruang kelas saja tetapi dimanapun pendidik berada dia harus sanggup memainkan perannya sebagai seorang tauladan sejati. Sebagai pendidik tidak boleh pandang bulu dalam mendidik, tidak peduli latar belakang dari anak didik mereka semua disamaratakan untuk mendapatkan haknya dalam menuntut ilmu. Mereka selalu menginginkan yang terbaik untuk anak didiknya. Seorang pendidik pasti memiliki tujuan agar kelak anakanaknya bisa menjadi anak yang sukses dalam hal apapun yang diinginkannya serta selalu bermanfaat bagi orang lain yang membutuhkan. Mereka selalu berdoa untuk kebaikan pada anak didiknya. Tidak lupa pula pendidik selalu berdoa setiap hari untuk kebaikan anak didiknya, berdoa agar anak didiknya selalu diberikan kelancaran dalam menuntut ilmu. Mereka selalu berusaha agar anak-anak didiknya menjadi anak yang membanggakan serta memiliki hati yang tulus dan ikhlas. Walaupun kita mempunyai ilmu yang banyak tak ada artinya apabila kita tidak memiliki akhlak yang mulia serta hati yang



62



tulus, untuk itu seorang pendidik pasti selalu mengajarkan nilainilai agama dalam pembelajarannya. Mereka tidak mementingkan ego dalam dirinya, tidak melihat materi dan tidak menginginkan penghormatan. Penutup Pendidikan memainkan peranan penting karena didasari oleh hal-hal berikut: pertama, Pendidikan itu memberikan pengetahuan (pengetahuan tentang berbagai hal yang terjadi di dunia ini bahkan memberikan pengetahuan tentang pandangan bagi kehidupan); kedua, Pendidikan itu membangun karakter seseorang (karakter dapat membentuk penyempurnaan diri individu secara terus menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju hidup yang lebih baik). Ketiga, Pendidikan dapat membantu karir seseorang (pendidikan saat ini menjadi salah satu komponen dasar bagi banyak perusahaan yang akan menerima seseorang untuk bekerja sesuai tingkat pendidikan); keempat, Pendidikan dapat memberi pencerahan, pendidikan bisa menghapuskan pemikiran yang salah dalam benak kita, membantu memberikan gambaran yang jelas tentang banyak hal di sekitar kita agar kita tidak merasa kebingungan); dan kelima, Pendidikan membantu kemajuan bangsa (masa depan bangsa Indonesia ada pada generasi penerus bangsa, oleh karenanya mereka selayaknya mendapatkan pendidikan yang baik. Karena pendidikan penting bagi pembangunan sosial dan pertumbuhan ekonomi bangsa). Pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membangun karakter dari peserta didik, pendidikan dilakukan tidak hanya untuk memberikan peserta didik ilmu pengetahuan saja dan untuk menanamkan dan



63



mensosialisasikan, menerapkan nilai- nilai dan norma- norma yang ada dilingkungan sekitarnya dan keluarga merupakan lingkungan belajar pertama yang diperoleh anak dan menjadi pondasi yang kuat untuk membentuk karakter. Tujuan pendidikan karakter untuk memfasilitasi penguatan dan pengembangan sehingga terbentuk perilaku perserta didik yang baik saat di sekolah maupun dilingkungan sekitarnya, pendidikan sekolah bukan sebuah dogmatisasi nilai saja tetapi sebuah proses yang membawa peserta didik memahami pentingnya mewujudkan nilai–nilai yang baik dalam kehidupan sehari – hari. Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila yang menjadi prioritas pengembangan pendidikan karakter ini yaitu religious, nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan. Masing – masing nilai tidak berdiridan berkembang sendiri melainkan ada interaksi satu sama lain, berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi. Ada 18 nilai dalam pengembangan pendidikan karakter yaitu: religious, jujur, toleransi, disiplin, kerjakeras, kreatif, mandiri,demokratis,rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggungjawab. Kurikulum yang dipakai dalam dunia pendidikan adalah kurikulum 13. Kurikulum ini mempertimbangkan segala sisi manusia yang tidak hanya bertitik pada pencapaian akademis tetapi mempertimbangkan juga terbentuknya perilaku positif dan akhlak yang mulia. Lulusan kurikulum 2013 dituntut untuk



64



memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah, berfikir kritis, inovatif dan berjiwa enterpeuner untuk bersaing di dunia global. Pendidikan karakter hendaknya dibentuk dengan sistematis yang mencakup aspek afektif, kognitif dan psikomotorik yang berjalan beriringan dalam proses pendidikan. Mendidik dengan cinta adalah pola mendidik generasi muda yang bagi penulis karena beragama muslim didasari pada Al Quran dan Hadits. Mendidik dengan bahasa cinta harus dipahami sesuai dengan kebutuhan psikologis generasi saat ini. Sesungguhnya bahasa cinta itu dapat kita ambil sebagai sari pati hikmah dalam Al Quran dan dapat kita temukan dari teladan perilaku Rasulullah Saw terhadap anak-anak melalui hadis-hadis shahih yang telah diriwayatkan oleh para ulama yang menjadi pewaris nabi-nabi. Menjadi pendidik pada prinsipnya harus merupakan pilihan sadar dan panggilan nurani. Karena pendidik merupakan cerminan idealisme kita dan keberpihakan kita terhadap kemanusiaan. Karena sebagai pendidik harus mengabdikan segenap jiwa raga dan kemampuan terbaik untuk menciptakan generasi masa depan yang lebih baik. Pendidik harus iklas dalam memberikan bimbingan kepada siswanya sepanjang waktu. Pendidikan pun tidak terbatas pada ruang kelas saja tetapi dimanapun pendidik berada dia harus sanggup memainkan perannya sebagai seorang tauladan sejati. [*]



65



DAFTAR PUSTAKA Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud. 2017. Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan Nasional. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Husaini, Adian. 2012. Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab. Jakarta: Cakrawala Publishing. Istadi, Irawati. 2016. Mendidik dengan Cinta.Yogyakarta: Pro-U Media Kemendiknas. 2011. Panduan Pendidikan Karakter. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Kebukuan Kemendiknas. Lickona, Thomas. 2012. Educating for Character. Mendidik untuk Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara Prasetyo, Agus dan Emusti Rivasintha. 2011. Konsep Urgensi dan Implementasi pendidikan Karakter di Sekolah. Tersedia dalam http://edukasi.kompasiana.com /2011/05/27/konsep-urgensi-danimplementasipendidikan-karakter-disekolah/ Musfiroh, Tadzkiroatun.



66



Pusat Bahasa Depdiknas. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Kurikulum Depdiknas. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas. Raharjo, Sabar Budi. 2010. Pendidikan Karakter sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.16, 3, 229-238. Ramli. T., 2003, Pendidikan Karakter, Bandung : Angkasa. Tentang Penulis Dina Satriani, Lulus S1 di Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (UPN) tahun 1999. Lulus S2 di Program Pascasarjana MM dari Universitas Mercu Buana Jakarta tahun 2009. Saat ini adalah dosen tetap dan juga Kaprodi Komputer Akuntansi di Sekolah Tinggi Teknologi Ilmu Komputer Insan Unggul Cilegon. Mengampu mata kuliah Akuntansi, Manajemen dan mata kuliah berbasis Komputer Akuntansi di STTIKOM Insan Unggul, juga menjadi dosen luar biasa di beberapa sekolah tinggi di Cilegon dan Serang untuk mata kuliah berbasis Ekonomi Akuntansi dan Manajemen. Pernah bekerja di BP Castrol Indonesia sebagai Comercial Executive dari tahun 1999 sampai dengan 2007, dan saat ini ikut mengelola usaha dalam bidang General Trading dan Supplier.



67



68



PENANGGULANGAN BUTA AKSARA MELALUI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT Arif Nugroho dan Nurlisda Ayu Andini Dosen Tetap Universitas Serang Raya



encana pembangunan di setiap Negara pada hakikatnya bukan hanya sebuah infrastruktur yang lengkap dan memadai. Namun juga, dalam setiap pembangunan pasti memerlukan Sumber Daya Manusia sebagai faktor pendukung. Pendidikan sebagai salah satu rencana pembangunan yang harus mendapat banyak perhatian. Pemeratan pendidikan di semua kalangan masyarakat menjadi rencana pembangunan Indonesia dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Jika melihat kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini masih banyak yang belum mendapatkan pelayanan pendidikan terutama untuk masyarakat ekonomi menegah ke bawah. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan juga menjadi salah satu faktor belum meratanya pendidikan yang diterima masyarakat. Dalam bidang pendidikan, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) 20/2003, pasal 5, ayat (1) menyatakan, “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.”Ayat (5) menyatakan, “Setiap warga negara berhak mendapat



R



69



kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.” (Republik Indonesia, 2003). Untuk mewujudkan pendidikan bagi seluruh warga Negara Indonesia, terdapat tiga bentuk pendidikan bagi seluruh warga Negara Indonesia, yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sisdiknas 20/2003. Pendidikan Nonformal berbeda dengan Pendidikan pada umumnya. Pendidikan Nonformal yang dimana salah satu visinya adalah melayani yang tak terlayani. Menjangkau seluruh warga yang masih kekurangan akan pelayanan pendidikan, maka disitulah Pendidikan Non Formal akan melayaninya sesuai dengan bagaimana yang seharusnya semua warga dapatkan. Pendidikan nonformal yang telah tercantum pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 4 bahwa satuan pendidikan nonformal yang saat ini berkembang pesat salah satunya adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan suatu wadah dari berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat yang diarahkan pada pemberdayaan potensi untuk menggerakkan pembangunan di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dibentuk dengan tujuan untuk memperluas kesempatan warga masyarakat khususnya yang tidak mampu dan atau tidak mendapat kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan bekerja mencari nafkah pada jalur persekolahan dan sejenis lainnya.



70



Kondisi Obyektif PKBM di Kota Cilegon Kota Cilegon sebagai salah satu kota di Provinsi Banten yang notabene masih terdapat warga yang mengalami buta aksara dimana 10% warganya masih mengalami buta aksara atau buta huruf. Dalam Peraturan Daerah Kota Cilegon 7/2011 Tentang Sistem Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 19, guna penanggulangan, karena masih banyaknya buta aksara ini maka pemerintah menerapkan kebijakan alternatif dalam memberantasnya, yakni dengan adanya program pendidikan keaksaraan melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dimana dalam pasal 18 yang menyatakan bahwa Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) memfasilitasi penyelenggaraan berbagai program pendidikan nonformal untuk mewujudkan masyarakat gemar belajar dalam rangka mengakomodasi kebutuhannya akan pendidikan sepanjang hidup, dan berasaskan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Kota Cilegon yang kini sudah memiliki Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebanyak 16 di 8 Kecamatan. Namun tidak semua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) itu masih beroperasi, ada beberapa yang sudah tidak aktif. Dalam artikel ini menetapkal lokus pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kecamatan Gerogol. Kecamatan Gerogol sendiri area yang masih terdapat masyarakat yang mengalami buta aksara. Area yang jauh dari dijangkau, dimana beberapa kawasannya masih terdapat daratan atas.



71



No. 1. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Tabel 1 Nama PKBM yang masih beroperasi Nama PKBM Alamat Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan (PKBM) A-Furqon Gerogol Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan (PKBM) Ar-Rahmah Gerogol Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan (PKBM) Al-Ikhlas Citangkil Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan (PKBM) Al-Insyiroh Purwakarta Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan (PKBM) Teratai Jombang Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan (PKBM) Melati Cilegon Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan (PKBM) Melati Cibeber Cibeber Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan (PKBM) Istiqomah Pulomerak Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan (PKBM) Barokah Ciwandan



Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Kecamatan Grogol yang didirikan diharapkan dapat mampu melaksanakan penanggulangan buta aksara secara optimal dan merata. Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Kecamatan Grogol ini yakni salah satunya menyelenggarakan program Pendidikan Keaksaraan Fungsional. Pendidikan Keaksaraan Fungsional merupakan salah satu prioritas program nasional dengan target



72



menurunkan jumlah orang yang khususnya sudah dewasa yang buta huruf agar dapat memanfaatkan kemampuan dasar baca, tulis, dan hitung (calistung) dan kemampuan fungsionalnya dalam kehidupan sehari-hari. Artikel ini berfokus pada efektivitasnya program yang dibuat oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dalam menanggulangi buta aksara. Program yang dibuat yakni program keaksaraan fungsional dimana terdapat 3 turunan yaitu: 1) Keaksaraan Dasar, 2) Keaksaraan Lanjutan, dan 3) Keaksaraan Usaha Mandiri. Program tersebut dibuat guna mewujudkan hasil yang akan dicapai oleh Pengelola dan tutor PKBM sebagai penanggungjawab penyelenggara PKBM. Di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kecamatan Gerogol sendiri, masyarakat belajar yang saat ini terdata di salah satu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat AlFurqon ditahun 2019 ini yang mengikuti hanya 30 orang. Yang seluruhnya terdiri dari warga perempuan. Namun, kegiatan program keaksaraan pada pelaksanaannya diikuti lebih dari yang terdata, karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh siapa saja yang ingin mengikutinya. Berikut ini warga penduduk yang mengikuti program pendidikan keaksaraan:



73



Tabel 2 DaftarWarga Belajar No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.



Nama Andariyah Romlah Sunti’ah Basariyah Suadah Hamdasah Suntanah Masaliyah Hayanah Asmaiyah Suharti Hasunah Sunariyah Sulehah Rohabiyah Maimunah Muni’ah Suhanah Muti’ah Dawiyah Bahriyah Mutoyanah Sayati Satriyah Daiyah Rodanah Nurhayati Sarmunah Samiah Suirat



TTL Serang, 05-04-1972 Serang, 18-04-1971 Serang, 20-05-1962 Serang, 18-07-1970 Serang, 22-05-1962 Serang, 21-04-1965 Serang, 01-07-1965 Serang, 26-02-1963 Serang, 01-07-1968 Serang, 09-06-1967 Serang, 01-08-1969 Serang, 20-07-1962 Serang, 17-12-1963 Serang, 01-07-1963 Serang, 16-04-1978 Serang, 21-04-1965 Serang, 16-04-1973 Serang, 25-11-1967 Serang, 29-09-1966 Serang, 07-01-1969 Serang, 01-08-1970 Serang, 20-07-1980 Serang, 22-03-1967 Serang, 13-05-1967 Serang, 25-051971 Serang, 07-01-1965 Serang, 11-04-1964 Serang, 14-04-1968 Serang, 08-041962 Serang, 23-01-1969



74



Pendidikan SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD



Alamat Cikebel bawah Cikebel bawah Cikebel bawah Cikebel bawah Cikebel bawah Cikebel bawah Cikebel bawah Cikebel bawah Cikebel bawah Cikebel bawah Cikebel atas Cikebel atas Cikebel atas Cikebel atas Cikebel atas Cikebel atas Cikebel atas Cikebel atas Cikebel atas Cikebel atas Gerem kulon Gerem kulon Gerem kulon Gerem kulon Gerem kulon Gerem kulon Gerem kulon Gerem kulon Gerem kulon Gerem kulon



Problematika PKBM di Kota Cilegon Data di atas merupakan data warga belajar yang mengikuti kegiatan keaksaraan dasar. Dimana keaksaraan dasar kegiatan yang didalamnya memuat baca, tulis dan hitung (calistung). Setelah mampu dan dapat berkembang di keaksaraan dasar, maka warga belajar akan naik ditahap keaksaraan lanjutan dan usaha mandiri, keaksaraan lanjutan dan usaha mandiri ini dimaksud agar warga belajar yang telah mengikuti program keaksaraan dasar tidak kembali buta aksara yang kegiatannya diisi dengan peningkatan keterampilan dan berwirausaha sehingga dapat memiliki mata pencaharian dan penghasilan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Tugas tutor sebagai pengajar dan pengelola sebagai penyelenggara PKBM inilah harus mampu untuk mendukung setiap program yang ada. Pengelola PKBM adalah seseorang yang ditunjuk sesuai dengan kemampuan yang dimiliki serta berdasarkan persyaratan bersedia menjadi pengelola program Pendidikan Non Formal di PKBM. Untuk memeroleh hasil yang baik maka setiap program harus dikelola oleh seseorang yang professional atau pengalaman di bidang pendidikan. Dimana tutor-tutor ini kependidikan yang dibutuhkan untuk mendukung manajemen pengelolaan PKBM dan tutor sebagai penyelenggara proses pembelajaran. Sayangnya, kurangnya tutor di PKBM ini menjadi hambatan terselenggaranya kegiatan pembelajaran. Dimana kurangnya minat dan sosialisasi yang dibuat jika membutuhkan tenaga pendidik untuk program PNF. Rangkap jabatan pun menjadi penghambat dimana terkadang tutor untuk mengajar tidak hadir dalam proses penyelenggaran kegiatan belajar mengajar. Rangkap jabatan



75



yang dilakukan di PKBM Kecamatan Gerogol dimana tutor dan pengelola tidak diperbolehkan seseorang yang sudah bergelar sebagai Pegawai Negeri Sipil, sedangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kecamatan Gerogol lebih dominan yang bergelar PNS dan yang Non PNS hanya ada beberapa saja. Bukan hanya itu rangkap jabatan yang ada juga berkaitan dengan tutor dan pengelola yang merangkap sebagai guru di sekolah formal sehingga menghambat kefokusan tutor dan pengelola dalam membagi waktunya. Hal ini berkaitan dengan kurangnya jumlah tutor dalam mengajar. Seharusnya kuantitas tutor yang banyak dapat menggantikan tutor yang lain, tetapi tutor yang ada untuk setiap pembelajaran masing-masing satu, maka tidak bisa adanya pergantian tutor yang tidak bisa hadir. Jadwal pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang tidak selalu dilakukan tepat waktu. Pasalnya. dijadwalnya seharusnya dilakukan pada hari sabtu dan minggu, namun terkadang karena jumlah tutor yang kurang dan merangkap jabatan lain inilah yang membuat jadwal semau kapanpun dilakukan dan malah tidak mengadakan kegiatan pembelajaran. Adapula faktor lainnya yang menghambat yaitu masyarakat yang kurang berpartisipasi dan antusiasme ikut dalam kegiatan belajar mengajar. Warga belajar yang ikut belajar mengajar dalam program keaksaaran pada umumnya adalah ibuibu dan bapak-bapak yang telah berumur yang mempunyai kegiatan-kegiatan lainnya. Kurangnya antusiasme masyarakat juga didasari Karena masih kurangnya fasilitas sebagai faktor penunjang dalam kegiatan belajar mengajar. Jumlah modul yang



76



diberikan untuk warga melalukan kegiatan belajar mengajar masih belum sesuai dengan yang dibutuhkan. Program-program yang telah ada sebagai alternatif pengentasan buta aksara dibuat guna membantu dan bertujuan agar warga belajar dapat memenuhi kebutuhan pendidikan dan memiliki kecakapan hidup yang memadai melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Namun adanya permasalahnpermasalahan di atas membuat penulis artikel ingin mengkaji lebih jauh lagi lewat efektivitas Program Penanggulangan Buta Aksara di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kecamatan Gerogol Kota Cilegon. Salah satu masalah dalam dunia pendidikan adalah buta aksara. Ketidakmampuan masyarakat dalam membaca, menulis dan berhitung yang merupakan kemampuan dasar dalam dunia pendidikan untuk dapat memahami dan memecahkan apabila terjadi permasalahan dalam hidupnya. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan lembaga atau yayasan yang ditunjuk untuk memberantas buta aksara di seluruh wilayah di Indonesia. Salah satunya PKBM yang berada di Kecamatan Grogol Kota Cilegon yaitu PKBM Al-Furqon. Program penanggulangan dan pemberantasan buta aksara di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Kecamatan Grogol disebut juga dengan Pendidikan Keaksaraan Fungsional. Dimana program ini merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kemampuan warga belajar dalam menguasai dan menggunakan calistung, berfikir, mengamati, mendengar, dan berbiacara yang berorientasi pada kehidupan (Sudjana, 2001). Pendidikan keaksaraan merupakan bentuk layanan Pendidikan Non Formal untuk membelajarkan masyarakat buta



77



aksara supaya dapat melek huruf. Artinya, masyarakat yang telah mendapat pendidikan keaksaraan nantinya akan dapat membaca, menulis, berhitung serta memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar yang akan digunakan untuk kehidupan sehari-hari guna meningkatkan kualitas hidupnya. Masyarakat yang mengikuti kegiatan program ini disebut juga dengan peserta didik dimana masyarakat ini dilatarbelakngi oleh beberapa faktor yang diantaranya kurangnya minat dan kesadaran warganya akan pendidikan menjadi rendahnya tingkat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah pertama dan sekolah mennegah atas, karena sebagian bahkan hampir seluruhnya mayarakat yang berpartisipasi dalam program ini adalah masyarakat yang pendidikannya hanya lulusan sekolah dasar saja. Program keaksaraan fungsional yang diadakan oleh PKBM Al-Furqon ini merupakan salah satu program yang memiliki hasil pencapain yang baik dalam mengentaskan buta aksara. Bukti ini dapat dilihat dari sudah banyaknya PKBM ini mengeluarkan aksara-aksara baru yang telah melewati tiga tahapan dalam program ini, yaitu dasar, lanjutan dan mandiri. Artikel Program Penanggulangan Buta Aksara di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Kecamatan grogol ini untuk melihat seberapa efektif pelaksanaannya diukur menggunakan empat indikator menurut Budiani (2007:53) yakni Ketepatan Sasaran Program, Sosialisasi Program, Tujuan Program dan Pemantauan Program. 1. Ketepatan Sasaran Program Ketepatan sasaran program yaitu sejauh mana peserta program tepat dengan sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya. Sasaran program merupakan target dari pemerintah



78



yang hendak dijadikan sebagai perserta program penanggulangan buta aksara di PKBM Kecamatan Grogol dengan maksud agar program ini memiliki kebermanfataan yang lebih tinggi bagi masyarakat. Dari hasil olah data diketahui bahwa pengurus PKBM Al-Furqon menetapkan sasaran programnya melelui pendataan bersama Ketua RT guna mengetahui siapa saja warga yang buta aksara. 2. Sosialisasi Program Sosialisasi program merupakan titik awal yang menentukan keberhasilan program penanggulangan buta aksara kepada masyarakat yang menjadi sasaran dalam mencapai tujuannya diseluruh Kecamatan Grogol. Dalam pelaksanaannya sejak berdirinya tahun 2005 program penanggulangan buta aksara oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Al-Furqon di Kecamatan Grogol telah diselenggarakan dimana sosialisasi dilakukan hanya secara langsung saja. Sosialisasi Keaksaraan Fungsional dapat dilaksanakan oleh PKBM Al-Furqon bekerjasama dengan pihak RT/RW. Sosialisasi dilakukan pada awal program keaksaraan fungsional ini akan dimulai.Tim pengurus-pengurus yang dilalukan dalam sosialisasi ini bukan hanya ketua PKBM, tetapi pengelola serta tutor pun dilibatkan guna mengajak serta mengenalkan kepada masyarakat dan menarik minat masyarakat untuk mengikuti program ini demi terwujudnya masyarakat yang beraksara. Sosialisasi yang dilakukan oleh tim pengurus PKBM juga bukan hanya memberikan informasi terkait program ini namun juga langsung melakukan pendataan warga masyarakat yang bekerjasama dengan RT dan RW setempat siapa saja masyarakat



79



yang dikategorikan sebagai warga yang buta aksara. Pendataan ini juga diikuti oleh tutor sebagai tenaga pendidik dimana mereka diharuskan dapat mengajak dan membujuk masyarakat untuk mengikuti program ini. 3. Tujuan Program Tujuan program menurut faktor utama dalam menentukan efektivitas suatu program, yaitu apakah tujuan yang telah direncanakan sesuai atu tidak dalam pelaksanaannya. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat sebagai penyelenggara program buta aksara pasti memiliki tujuan dalam didirikannya. Sebelum membahas tujuan program sebelumnya dimulai dengan tujuan didirikannya PKBM Al-Furqon dimana berdasarkan buku pedoman penyelenggaraan PKBM dibentuk dengan tujuan melayani yang belum terlayani (reaching the unreaching) dalam maksan yang luas serta memberdayakan warga masyarakat yang kurang beruntung agar dapat memainkan peranan penting dalam pendidikan dan pembangunan masyarakat. Dalam menentukan tujuan program Pendidikan Keaksaraan Fungsional pun bermaksud untuk menjadikan masyarakat melek huruf agar mampu untuk membaca, menulis dan berhitung. Menjadikan masyarakat menjadi melek huruf tentu tidak mudah. Apalagi sebagian penyandang buta aksara berada direntang usia yang peroduktif bahkan lanjut. Namun sejauh ini pengurangan jumlah warga yang mengalami buta aksara telah terus meningkat. Program ini dirancang bukan hanya terbebas dari buta aksara, melainkan juga salah satu indikatornya adalah pengembangan sumber daya manusianya. Artinya jika masyarakat telah berkemampuan calistung maka mereka telah



80



memiliki modal untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan kemampuan masyarakat, semakin tidak sulit untuk memberdayakan diri dan masyarakat lain. Arah program ini seperti yang telah dijelaskan yaitu mengarah pada dimana dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dimana program keaksaraan usaha mandiri ini dapat membuat masyarakat mendapat penghasilan dan dapat menghasilkan aksarawan wirausaha baru melalui kegiatan PKBM. 4. Pemantauan Program Pemantauan program setalah terwujudnya tujuan program merupakan salah satu langkah untuk memastikan apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat terlaksana dengan baik serta untuk memastikan bahwa warga belajar telah mendapat pendidikan yang layak. Pemantauan program atau monitoring yang dilakukan oleh PKBM Al-Furqon adalah monitoring secara langsung oleh penilik sebagai pendiri yayasan. Monitoring langsung oleh penilik dapat mengetahui dengan meilihat secara langsung bagaimana kegiatan-legiatan pada program keaksaraan berjalan. Apakah sesuai dengan ketentuan dan standar yang seharusnya atau tidak. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Kecamatan Grogol juga melakukan mitra kerja dengan Koperasi Bina Usaha, Majun Bima dan PT MCCI. Dan pemantauan juga dilakukan oleh pihak lain sebagai mitra kerjasama. Faktor Penghambat Program Penanggulangan Buta Aksara Pelaksanaan program pendidikan keaksaraan fungsional yang dilaksanakan tidak selalu berjalan dengan baik, beragam faktor yang menjadi permasalahan yang dihadapi baik salah



81



satunya yaitu kurang minatnya warga belajar ketika akan dimulainya waktu pembelajaran, mengingat hampir sebagian warganya berasal dari masyarakat yang bekerja sebagai butuh tani. Padahal pengurus PKBM sudah membuat jadwal pembaljaran dan apasaja materi yang akan diajarkan oleh tutor. Sayangnya, jadwal ini seperti tidak terpakau dan hanya untuk formalitas saja, karena tidak didukungnya warga yang harusnya mengikuti malah tidak. Fleksibelitasnya waktu kegiatan belajar mengajar nyatanya masih saja banyak warga belajar belum mampu untuk mengikuti ketika waktu kegiatan tersebut akan berlangsung. Permasalahan kendala pelaksanaan tidak semua warga memiliki minat yang kurang, tetapi ada saja warga yang tidak mengikuti. Permasalahan yang terjadi bukan hanya warga belajarnya saja. Kualitas proses dan hasil penyelenggaraan PKBM salah satunya bertumpu pada kemampuan tenaga kependidikan yang mengelolanya. Namun, di Pusat Kegaiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kecamatan Grogol khususnya latar belakang pendidikan masih belum sesuai dengan kejuruan pendidikan yang sama. Tenaga pendidik atau tutor pada program pendidikan keaksaraan fungsional ini keseluruhan bertempat tinggal disekitar Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Al-Furqon. Latar belakang pendiidkannya pun ada yang berasak dari lulusan sekolah tinngkat menengah atau atau SLTA ataupun perguruan tinggi (S1). Kurangnya sumber daya manusia yang berkompeten didaerah tersebut di jalur pendidikan inilah maka dirujuk masyarakat yang mampu untuk mengajar di PKBM tersebut. Selain masih belum terpenuhinya tenaga pendidikan atau tutor yang sesuai dengan kriteria persyaratan pendidik, masih



82



adanya sebagian pengurus PKBM yang merangkap jabatan bukan hanya di PKBM tetapi juga sebagai guru di Pendidikan Formal. dukungan terselenggaranya setiap program pasti karena adanya memiliki sarana dan prasarana yang akan digunakan untuk proses pembelajaran maupun administrasi pengelolaan PKBM. Dari hasil observasi dilapangan, memang peneliti hanya ditunjukkan satu ruangan yang dimana didalamnya terdapat rak-rak buku yang berisi buku materi pembelajaran diberbagai bidang Pendidikan Non Formal serta meja dan bangku kecil yang dipakai untuk kegiatan PAUD. Penutup Berdasarkan uraian dalam artikel ini, serta rumusan masalah mengenai bagaimana efektivitas program penanggulangan buta aksara di PKBM, maka dapat disimpulkan bahwa dari sisi konten dan konteks program yang ditetapkan dapat dikatakan efeketif, hanya saja dalam tataran implementasi/ realisasi program penanggulangan di PKBM masih belum efektif dan efisien. Untuk itu perlu ada skenario tertentu yang mampu menyelaraskan antara efektifitas baik dari isi program dengan realisasi sehingga implikasi yang diharapkan dapat tercapai. Referensi Amelia, Rizcah. 2015. “Efektivitas Pelaksanaan Program Penanganan Anak Jalanan Di Dinas Sosial Kota Makassar.” Skripsi: FISIP Universitas Hasanuddin.



83



Balai Pelayanan Pendidikan Non Formal. 2010. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal (PKBM, TBM, PAUD), Banten: Dindik Banten. Defriana, W. 2015. “Efektivitas Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sejahtera Di Kelurahan Parit Mayor Kecamatan Pontianak Timur”. Publik A, Jurnal S-1Ilmu Administrasi Negara, 4 nomor 2, 1–21 Gunartin, Soffi Soffiatun , H. F. A. H. 2018. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Sebagai Tempat Alternatif Menumbuhkan Kemandirian Wirausaha Warga BELAJAR” (Studi Pada PKBM InsanKarya Pamulang Tangerang Selatan). 3(2), 30–48. Handayaningrat, Soewono. 1996. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta: Gunung Agung. Hiryanto. Efektivitas program pemberantasan buta aksara melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik di kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. DIY. 1–18. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/efektivitas program KKN.pdf Ilma, N. 2016. “Efektivitas PKBM Dalam Pemberdayaan Masyarakat pada Program Pengentasan Buta Aksara oleh PKBM di Desa Gandasari Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo Propinsi Gorontalo”. TADBIR: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, IAIN Sultan Amai Gorontalo, 4(1), 55–62.



84



Irmawati, A.-, Wibowo, U. B., & Hastutiningsih, A. D. 2017. “Peran Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (Pkbm) Dalam Mengurangi Buta Aksara Di Kabupaten Karimun”. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 2(1), 81. Jibril, Ahmad. Efektivitas Program Perpuseru Di Perpustakaan Umum Kabupaten Pamekasan. 1-8. Tersedia: http://journal.unair.ac.id/download-fullpapersln2adb377f70full.pdf[15 Mei 2019] Karina, Fera Indira. 2011. “Peran Porgram Keaksaraan Fungsional Dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Warga Belajar Di PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.” Skripsi, Bogor: FEM Institut Pertanian Bogor. Komisi Nasional untuk UNESCO. 2003.“Membangun Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat”, Banten: Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Jayagiri. Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik, Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Peraturan Daerah Kota Cilegon No 7 Tahun 2011 tentang Sistem Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Rusikawati, Tri. 2010. “Efektivitas Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Usaha Mulya Dalam Meningkatkan Pendidikan Masyarakat Di Kecamatan Cangkringan



85



Kabupaten Sleman.” Skripsi: FISIP Universitas Sebelas Maret. Sari, Pustika Putri. 2014. “Efektivitas Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Pria Tangerang.” Skripsi, Serang: FISIP Universitas Sultan A Tirtayasa. Steers, Richard. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta. Erlangga. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Administrasi. Bandung. Alfabeta. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS. Ulber, Silalahi. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wardani, Siti Karisma Kusuma. 2018. “Implementasi Program Keaksaraan Dasar Dalam Memberantas Buta Aksara Di PKBM Gilang Tiara Desa Muktijaya Bekasi.” Skripsi. Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah. Redaksi. 2018, 14 November. 10 Persen Warga Cilegon Masih Buta Huruf. Selat Sunda [Online]. Tersedia: https://selatsunda.com/10-persen-warga-cilegon-masihbuta-huruf/[21 April 2019]



86



Sumber lain http://digilib.unila.ac.id/7197/65/BAB%20II.pdf



Tentang Penulis Dr. Arif Nugroho, M.Ap. Lahir di Blitar 9 Januari 1987. Menyelesaikan Pendidikan S1 hingga S3 di Universitas Brawijaya Malang, dengan konsentrasi Ilmu administrasi sebagai spesialisasinya. Sejak tahun 2015 tercatat sebagai Dosen tetap di Universitas Serang Raya, Fakultas Fisip. Saat ini penulis berdomisili di Mandalawangi RT 01,RW 03, Kp Cihaseum, Ds Kupahandap, Kec Cimanuk. Kab Pandeglang, dengan no Whats App yg dapat dihubungi; 085719481103/082135245763



87



88



PEDAGOGIK TRANSFORMATIF “MERDEKA BELAJAR” KI HAJAR DEWANTORO Oleh: Zaenul Slam Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah



Pendahuluan engapa dibutuhkan pedagogik transformatif “Merdeka Belajar” untuk Indonesia dewasa ini? Pertanyaan ini menggelitik kita. Bukankah selama ini pendidikan di Indonesia terus berlangsung berarti disadari atau tidak disadari pedagogik di Indonesia terus berjalan? Tetapi bernarkah kondisi yang demikian? Pakar ilmu pendidikan, Buchori (2001) pernah menulis mengenai lonceng kematian ilmu pendidikan di Indonesia telah berdentang. Hal ini disebabkan praksis pendidikan di Indonesia berjalan dalam keadaan “business as usual.” (Tilaar, 2002: 123). Berarti pedagogik di Indonesia adalah pedagogik tradisional. Menurut Indrajati dalam (Slam, 2016:8) bahwa sebagian besar metode dan suasana pembelajaran dikelas digunakan para guru masih analog dengan kegiatan menabung. Dengan sepmbelajaran seperti ini peserta didik hanya disiapkan untuk mendengarkan atau menerima selluruh informasi dan mentaati segala peraturan gurunya yang mengakibatkan peserta didik tidak memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat, tidak interaktif, tidak kreatif, tidak kritis, tidak partisipatif apalagi untuk berpikir inovatif dan problem solving. Budaya dan mental peserta didik seperti itu berkolerasi dengan budaya dan mental



M



89



masyarakat secara umum yang belum bisa mandiri, belum kreatif, belum invatif, dan lemah dalam problem solving. Dengan pedagogik tradisional seperti ini nampaknya pendidikan nasional kita belum siap menghadapi gempuran yang dahsyat dari perubahan sosial baik yang berskala global dan nasional dan membawa kepada bangsa Indonesia dan warga negaranya tidak mampu memberikan tempat kepada arus demokratisasi bahkan telah memasung kemerdekaan individu dan telah melahirkan kebudayaan bisu. Demikian pula telah merupakan suatu kenyataan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam keadaan terpuruk sehingga diragukan kemampuannya untuk bersaing di dalam kehidupan global. Oleh karena itu pedagogic tradisional Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat baru Indonesia. Proses pendidikan adalah bagian dari perubahan sosial. Oleh sebab itu pendekatan mengenai pendidikan nasional perlu diubah dari pendekatan politis dan teknis kepada pendekatan yang menyeluruh mengenai hakikat pendidikan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan bangsa. Kehidupan sosial berubah dengan cepat karena proses globalisasi, demokratisasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi khususnya teknologi informasi. Seperti saat ini kita berada pada dunia abad XXI yang tentunya berbeda secara signifikan dengan dunia abad XX. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam (Slam, 2019: 8-9) bahwa dalam skala makro dunia abad XXI sekarang ditandai oleh enam (6) kecenderungan penting, yaitu: (1) berlangsungnya revolusi digital yang semakin luar biasa yang mengubah sendi-sendi kehidupan, kebudayaan, peradaban, dan



90



kemasyarakatan termasuk pendidikan; (2) terjadinya integrasi belahan-belahan dunia yang semakin intensif akibat internasionalisasi, globalisasi, hubungan-hubungan multilateral, teknologi komunikasi, dan teknologi transportasi; (3) berlangsungnya pendataran dunia (the world is flat) sebagai akibat berbagai perubahan mendasar dimensi-dimensi kehidupan manusia terutama akibat mengglobalnya negara, korporasi, dan individu; (4) sangat cepatnya perubahan dunia yang mengakibatkan dunia tampak berlari tunggang langgang, ruang tampak menyempit, waktu terasa ringkas, dan keusangan segala sesuatu cepat terjadi; (5) semakin tumbuhnya masyarakat padat pengetahuan (knowledge society), masyarakat informasi (information society), dan masyarakat jaringan (network society) yang membuat pengetahuan, informasi, dan jaringan menjadi modal sangat penting; dan (6) makin tegasnya fenomena abad kreatif beserta masyarakat kreatif yang menempatkan kreativitas dan inovasi sebagai modal penting untuk individu, perusahaan, dan masyarakat. Keenam hal tersebut telah memunculkan tatanan baru, ukuran-ukuran baru, dan kebutuhan-kebutuhan baru yang berbeda dengan sebelumnya, yang harus ditanggapi dan dipenuhi oleh dunia pendidikan nasional dengan sebaikbaiknya. Pendekatan proses pendidikan dewasa ini yang diyakini dapat mengatasi permasalah-permasalahan seperti tersebut di atas, dan pendekatan ini tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana pendidikan itu hidup dan berkembang adalah pedagogik transformatif. Dengan pendekatan ini antara perubahan sosial (social change) dengan pedagogik terdapat suatu kaitan timbal balik yang hidup. Proses perkembangan kepribadian manusia



91



terjadi melalui partisipasinya. Itulah yang merupakan salah satu out put dari pedagogik transformatif. Pedagogik transformatif sebagai suatu versi dari pedagogik kritis tidaklah memberikan suatu jawaban yang definitif atau merupakan kata akhir dari pedagogik. Pedagogik tranformatif adalah pedagogik yang terbuka, yang terus-menerus berkembang sesuai dengan perkembangan kajian ilmiah pedagogik, serta disiplin-disiplin penunjangnya, serta perubahan kehidupan sosial individu, dan sebaliknya dari kemampuan individu yang diberikan kesempatan oleh lingkungan sosial untuk berkembang secara penuh. Partisipasi individu adalah pilihan dari banyak kesempatan yang terbuka dan oleh sebab itu pedagogik transformatif adalah pula merupakan pedagogik partisipatif, dan juga pedagogik interaktif, termasuk interaksi dengan tuntutan masayarakat masa depan. Pedagogik transformatif berorientasi pada proses belajar yang interaktif, kreatif, kritis, dan partisipatif. Pedagogik ini pun berorientasi pada interaksi kebebasan individu untuk mengembangkan potensinya dalam dan untuk perubahan sosial. Mengapa pedagogik transformatif? Pertama-tama, kita simak dahulu makna pedagogik transformatif. Pertama-tama mengenai istilah pedagogik. Biasanya kita mengenal dua istilah yang dipakai saling bergantian, yaitu pedagogi dan pedagogik. Keduanya diartikan sebagai ilmu mendidik. Memang asal mulanya adalah dari bahasa Yunani yang berarti para budak yang mengantarkan anak-anak bangsawan untuk belajar. Mereka adalah pedagogos. Lama-kelamaan ilmu yang mempelajari anak yang sedang belajar atau anak yang sedang berkembang disebut ilmu pendidikan atau ilmu mendidik (Tilaar, 2002: 260).



92



Ilmu pendidikan adalah ilmu yang mempelajari hakikat serta keseluruhan upaya pendidikan dalam arti upaya pengembangan bagi peserta didik ke arah tujuan tertentu, yaitu dalam rangka mengarahkan perkembangan peserta didik semaksimal mungkin. Pedagogik tidak bicara tentang faktor pendidikan melainkan upaya pendidikan dan tindakan mendidik sebagai alat pendidikan (Rosydin, 2007:49). Ilmu pendidikan atau ilmu mendidik merupakan suatu ilmu yang bukan semata-mata bersifat ilmu murni, juga bukan suatu tindakan tanpa dasar, tetapi merupakan ilmu yang diarahkan kepada tindakan. Pedagogik atau ilmu mendidik adalah adalah ilmu praktis, artinya merupakan suatu yang integral antara konsep-konsep ilmiah berdasarkan kajian logika dan kajian-kajian bagaimana menerapkan ide-ide, prinsip-prinsip di dalam tindakan atau perbuatan mendidik. Perbuatan atau tindakan mendidik yang didasarkan kepada teori dan konsep disebut pedagogi. Ilmu mendidik yang didasarkan kepada kajian ilmiah disebut pedagogik. Apa makna pedagogik transformatif? Seperti dijelaskan di atas, bahwa pedagogik adalah ilmu praksis (ilmu penerapan) artinya merupakan suatu kesatuan antara ilmu dan tindakan mendidik. Di dalam tindakan mendidik diasumsikan adanya suatu sasaran/ obyek dari tindakan tersebut. Obyek tindakan dapat disebut anak, peserta didik, atau orang lain. Ada pedagogik yang membatasi tindakan mendidik itu hanya kepada anak sampai menjadi dewasa. Kini pengertian mendidik tidak hanya terbatas kepada anak, tetapi pada semua proses yang berkenaan dengan perubahan tingkah laku seseorang baik dia itu anak maupun orang dewasa. Oleh sebab itu dikenal pula pendidikan orang



93



dewasa. Perkembangan pengertian mendidik telah menjadi sangat luas, sehingga tidak terbatas lagi kepada anak atau remaja, atau orang dewasa. Bahkan pelatihan pun sekarang dimasukkan dalam pengertian pendidikan. Konsep pendidikan seumur hidup (long life edication) dan pendidikan untuk semua (education of all) menunjukkan terjadinya perubahan mengenai pedagogik. Mengapa pedagogik ini disebut pedagogik transformatif? Manusia adalah otonom dan memiliki berbagai jenis potensi. Potensi itu dikembangkan sehingga manusia mempunyai bentuk yang lain, atau dengan kata lain terjadi transformasi manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang belum lengkap (Tilaar, 2002: 261). Keberadaan manusia bukanlah di dalam keadaan yang terasing (solitaire) atau yang berdiri sendiri. Keberadaan manusia sebagaimana di dalam realitasnya adalah otonom. Manusia bukanlah suatu yang pasif tetapi mempunyai energi, manusia yang magmatik dan manusia bukan hanya otonom dan mempunyai energi, tetapi juga keberadaan manusia yang dialogis. Artinya manusia bersama-sama dengan manusia yang lain yang juga otonom dan energetik. Manusia yang berdialog itu artinya manusia yang selalu berada di dalam proses menjadi. Langeveld dalam (Rasydin, 2007: 49) mengelompokkan perbuatan mendidik yag bermakna dalam lima katagori konseptual hierarkis upaya atau alat pendidikan sesuai meningkatnya kemandirian (otonomi) pribadi pihak terdidik, yaitu: (1) Perlindungan agar anak/kelompok terdidik tidak rugi atau merugikan; (2) Sendiri dan menjadikan pendidikan sebagai kelahiran insani yaitu kelahiran biologis; (3) Kesepahaman dalam sikap antara pendidik yang menjadi contoh dan peserta didik



94



yang memerlukan/mengerti teladan/tuntunan; (4) Kesamaan arah/harmoni dalam pikiran dan perbuatan, yaitu antara asimilasi oleh pendidik dan konformasi oleh peserta didik sebagai imbalannya; (5) Peraan bersatu/kerukunan, yaitu peserta didik difasilitasi dalam humanisasi agar merasakan/menghayati motivasi pendidik dan kepuasaan afektif bahkan kerelaan tokohtokoh dalam bertindak, dan (6) mendidik pribadi sendiri dalam proses akhir hominisasi dengan mengikutsertakan/keturutsertaan sendiri berhumanisasi dalam alam makna/nilai masyarakat orang dewasa. Jadi, pedagogik transformatif mengasumsikan otonomi manusia yang terus berkembang atau mengalami proses transformasi di dalam proses menjadi manusia. Apakah Esensi Merdeka Belajar? Mengingat konsep “Merdeka Belajar” banyak varian pemaknaannya dan terjadi juga dimana-mana. Seperi yang disampaikan Nadiem A. M Makarim (2019) bahwa merdeka belajar adalah sekolah/kampus, guru-guru, dan muridnya punya kebebasan untuk berinovasi, kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif. Bisa dikatakan sebagai otonomi pendidikan. Kebijakan otonomi pendidikan dapat dihidupkan kembali di era ini. Sehingga, seluruh anak didik Indonesia memiliki ragam cara belajarnya masing-masing (Nadiem A Makarim,2019). Merdeka belajar lebih berorientasi pada leaner autonomy. Menurut Richards bahwa: learner autonomy refers to the principle that learners should take an increasing amount of responsibility for what they learn and how they learn it. Autonomous learning is said to make learning more personal and focused and, consequently, is said to achieve better learning



95



outcomes, since learning is based on learners’ needs and preferences. It contrasts with the traditional teacher-led approach in which most decisions are made by the teacher. Beliau mengatakan bahwa there are five principles for achieving autonomous learning: (1) active involvement in student learning; (2) providing options and resources; (3) offering choices and decision-making opportunities; (4)supporting learners; and (5)encouraging reflection. Lebih jauh Beliau mengatakan bahwa: in classes that encourage autonomous learning: (1) the teacher becomes less of an instructor and more of a facilitator; (2) students are discouraged from relying on the teacher as the main source of knowledge; (3) students’ capacity to learn for themselves is encouraged; (4) Students’ awareness of their own learning styles is encouraged; and (5) students are encouraged to develop their own learning strategies. Wedemeyer dalam (Rusman, 2010: 377), peserta didik yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan guru/dosen di kelas. Hal yang terpenting dalam proses belajar mandiri adalah penngkatan kemampuan dan keterampilan peserta didik (Panen & Sekarwinahyu: 1997). Lebih lanjut dalam belajar mandiri, peserta didik harus mempunyai kreativitas dan inisiatif sendiri, serta mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya (Rusman, 2010: 380). Setidaknya ada empat tokoh yang menginspirasi hadirnya pendekatan merdeka belajar, yaitu: (1) experiential learning (Rogers), (2) transformatif learning (Mezirow), (3) contextual teaching and learning, dan (4) pendidikan yang



96



memerdekakan (Ki Hajar Dewantara). Pertama, Experiential learning is equivalent to personal change and growth (Rogers, 1978). Selanjutnya Beliau mengatakan bahwa: all human beings have a natural propensity to learn; the role of the teacher is to facilitate such learning. This includes: (1) setting a positive climate for learning, (2) clarifying the purposes of the learner(s), (3) organizing and making available learning resources, (4) balancing intellectual and emotional components of learning, and (5) sharing feelings and thoughts with learners but not dominating. Experiential learning adalah pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi dan juga melalui suatu proses pembuatan makna dari pengalaman langsung. Experiential learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu: (a) mengubah struktur kognitif siswa; (b) mengubah sikap siswa; dan (c) memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada. Kedua, Pembelajaran transformatif (transformatif learning) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan dari perspektif transformasi sebagaimana awalnya digagas dan dikembangkan oleh Mezirow (1978). Sebagai teori pembelajaran, pembelajaran transformatif muncul sekitar tahun 1970-an, berawal dari hasil studi yang dilakukan Mezirow terhadap pengalaman belajar para wanita yang kembali lagi bersekolah setelah lama meninggalkan bangku sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran mampu merubah perspektif yang dimiliki dalam memaknai kenyataan



97



dan pengalaman hidup yang dialami. Sejak saat itu, banyak bermunculan penelitian tentang pembelajaran transformatif, dan fokus studi transformasi semakin meluas, mulai dari transformasi personal, transformasi sosial, pembelajaran interkultural, refleksi kritis, lifestyle, bahkan perubahan karir. Patria Cranton dalam (Chaisan: 2017:2) menjelaskan bahwa pembelajaran transformatif sebagai kegiatan pembelajaran yang ditujukan untuk proses penyadaran peserta didik terhadap kesalahan atau kelemahan perspektif beserta asumsi dasar yang dimiliki, untuk kemudian beralih pada perspektif baru yang dinilai tepat. Melalui pembelajaran transformatif, para peserta didik dikondisikan untuk secara terus-menerus melakukan refleksi, mempertanyakan atau bahkan menggugat terhadap perspektif yang telah dimiliki selama ini. Pelaksanaan Pembelajaran Transformatif adalah sebagai berikut: a) Mengubah peran pendidik menjadi fasilitator belajar; b) Memperlakukan peserta didik sebagai subjek belajar; c) Mendayagunakan pengalaman peserta didik dan potensi lingkungan sebagai penunjang sumber belajar; d) Membangun interaksi pembelajaran berbasis interaksi konsultatif-dialogik; e) Rambu-rambu pola interaksi edukatif dalam pembelajaran transformatif, dan f) Memilih dan menerapkan kata-kata persuasif dalam pembelajaran; g) Persyaratan pendidik dalam pembelajaran fasilitatif; dan h) Suasana kreatif dalam proses pembelajaran transformatif.



98



Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud proses Pembelajarantransformatif adalah proses pembelajaran yang 'mendekatkan' para peserta didik kepada kenyataan, menghadirkan pengetahuan yang kritis-reflektif, dengan memposisikan guru lebih sebagai fasilitator untuk mengarahkan dan mendorong proses tersebut. Ketiga, Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat dan warga negara (Blanchard, 2001: 2; Berns: 2001: 4 dalam Komalasari & Budimansyah, 2008: 81). Contextual Teaching and Learning membantu peserta didik melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka (Johnson, 2002: 25). Lebih lanjut Elaine dalam (Rusman, 2010: 197) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghbungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkannya dengan dunia nyata. Keempat, Pendidikan yang memerdekakan, bahwa esensi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantoro adalah daya-



99



upaya untuk “memerdekakan aspek lahiriah dan batinia manusia”. Oleh karena itu, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk para peserta didik menjadi pribadi-pribadi yang berbudi pekerti luhur. Taman Siswa yang didirikan Ki Hadjar Dewantoro pada tahun 1922, merupakan dasar dan pelopor pemdidikan yang memerdekakan. Bagi Taman siswa sekolah adalah suatu taman. Taman melambangkan kebebasan. Pendidikan sebenarnya adalah pembebasan dari magma yang ada di adalam setiap individu agar memperoleh arah yang tepat, yang diberikan oleh lingkungannya serta pimpinan, dan bimbingan yang diberikan oleh para pendidik dengan penuh kasih sayang. Inilah sebenarnya proses individuasi di mana peserta didik menemukan dirinya sendiri (Tilaar. 2002: 326327). Bagaimanakah Esensi Pedagogik Transformatif “Merdeka Belajar” Ki Hajar Dewantoro? Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantoro pada tahun 1922, merupakan dasar dan pelopor pedagogik transformatif “Merdeka Belajar”. Apabila kita lihat asas-asas dan dasar-dasar Taman Siswa, maka dengan jelas akan tampak betapa pedagogik transformatif “Merdeka” terdapat dan telah berkembang di dalamnya. 1. Asas Kebudayaan Dalam asas-asas dan dasar-dasar Taman Siswa 1947 dikatakan bahwa asas kebudayaan Taman Siswa bukan hanya semata-mata untuk memelihara kebudayaan kebangsaan, tetapi membawa kebudayaan kebangsaan itu kearah kemajuan. Sungguh suatu pandangan yang sangat progresif dan antisipatif.



100



Kebudayaan bukanlah fosil-fosil yang dipelihara tanpa perkembangan, tetapi bermakna ke arah kemajuan sesuai dengan kecerdasan zaman, kemajuan dunia dan kepentingan hidup rakyat lahir dan batin pada setiap zaman dan keadaan. Di sini kita lihat pengertian kebudayaan bukan dalam arti yang statis, tetapi dalam arti yang dinamis. Pendidikan Taman Siswa adalah suau pendidikan yang dinamis yang dapat membawa perubahan dalam kebudayaan bukan semata-mata bagi kebudayaan an sich tetapi bagi kebahagiaan hidup lahir dan batin bagi seluruh bangsa. Di sinilah kita melihat betapa pemikiran transformatif Ki Hajar Dewantoro mengenai fungsi lembaga pendidikan sebagai penggerak perubahan kebudayaan dan perubahan sosial. 2. Tertib Damai yang Abadi Asas Taman Siswa 1922 yang diumumkan pada tanggal 3 Juli 1922 dan disahkan oleh Kongres Taman Siswa pada 7 Agustus 1930 ditekankan mengenai salah satu asas Taman Siswa, yaitu tertib dan damai yang abadi. Ini berarti bahwa kebebasan yang ingin dikembangkan pada peserta didik bukanlah kebebasan yang kebablasan, tetapi kebebasan yang mengikuti tertib dan damainya hidup bersama. Di dalam pedagogik transformatif kita melihat proses individuasi, termasuk di dalamnya partisipasi bersama-sama dengan yang lain. Di dalam dialog antara individu yang satu dengan individu yang lain sama-sama mempunyai otonomi di dalam kondisi tertib damai yang abadi, akan terjadi perubahan baik di dalam diri masing-masing juga di dalam kehidupan bersama, kehidupan sosial, kehidupan bermasyarakat, kehidupan nasional dan kehidupan bersama umat manusia. Tidak akan ada



101



perubahan sosial tanpa adanya ketertiban dan kedamaian, dan tanpa adanya pengakuan hak-hak asasi mansia dan tertib hukum bagi semua tanpa membeda-bedakan asal usul, jenis kelamin, agama, dan kedudukan sosial. 3. Pendidikan adalah Usaha Kebudayaan Dasar-dasar Taman Siswa menyatakan bahwa pendidikan sebagai usaha kebudayaan bertujuan dalam hidup tumbuhnya pribadi peserta didik secara keseluruhan dalam kodratnya dengan pengaruh budaya sekelilingnya dapat memajukan hidup alam sekitarnya menuju kepada peradaban kemanusiaan. Dasar ini sangat universal dan sesuai dengan tuntutan kehidupan global abad XXI. Di dalam prinsip pendidikan ini tersirat bagaimana kita menerapkan otonomisasi pendidikan. Di sini diperlukan suatu kajian dan sekaligus pengembangan budaya masyarakat lokal di mana proses pendidikan itu berlaku. Idealisme Taman Siswa yang berdasarkan kemandirian perlu dikembangkan agar prinsiprinsip pendidikan yang tumbuh dan berkembang di dalam budaya bangsa Indonesia yang beragam perlu dikaji dan dikembangkan lebih lanjut. Asas-asas pendidikan nasional seharusnya lahir dari kekayaan budaya bangsa Indonesia sendiri. Hanya dengan demikian prinsip-prinsip tersebut akan langgeng dan tubuh subur, karena sesuai dengan budaya yang lahir di tanah air kita sendiri. Prinsip ini sangat relevan dengan pedagogik transforamatif “Merdeka Belajar” yang mencermati bagaimana seorang manusia yang unik mengembangkan dirinya untuk memperoleh identitas dirinya. Oleh karena manusia adalah makhluk sosial, maka proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial dan kebudayaan di aman ia



102



hidup (Tilaar, 2002: 296). Dengan demikian bahwa pendidikan adalah usaha kebudayaan. 4. Tut Wuri Handayani Salah satu prinsip Taman Siswa yang tercantum di dalam logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Tut Wuri Handayani, pada hakikatya merupakan prinsip individuasi dari pedagogik Transformatif. Arti Tut Wuri Handayani adalah dari belakang seorang guru/pemimpin harus bisa memberikan dorongan dan arahan. Tut Wuri Handayani berarti pengakuan terhadap otonomi individu untuk berkembang. Tut Wuri Handayani relevan dengan pedagogik transformatif “Merdeka Belajar”, yakni dari belakang harus memberikan dorongan dan arahan karena manusia adalah makhluk yang unik. Seperti yang disampaikan Tilaar (2002: 296) bahwa individu adalah otonom dan memiliki berbagai potensi. Potensi-potensi tersebut dikembangkan dan diarahkan. Perkembangan individu itulah yang disebut kekuatan untuk mencari identitas. Dengan identitas, maka manusia itu menjadi seorang penentu, menjadi individu, menjadi manusia yang otonom. Proses mencari dan mengebangkan individu adalah sebagaian dari proses individuasi. Sastrapratedja (1982) mengatakan bahwa tanpa otonomi/kebebasan individu, manusia tidak dapat menemukan dirinya dan kreatif. Manusia yang bebas berada di atas dan oleh sebab itu di terbuka dan terus berkembang. Manusia yang bebas tidak dapat terpenjara di dalam kemajuan teknologi atau menjadi budak dari produk-produk teknologi yang mengarah pada konsumerisme. Kebebasan individu yang dimaksud tetap tidak terlepas dari dialog atau interaksi dari manusia yang lain



103



termasuk pendidik. Namun, tugas pendidik bukan mengindokrinasi atau bertugas sebagai polisi, tetapi menjaga dan mengarahkan dari belakang, karena mengaku akan otonomi dan potensi atau kodrat alam yang dimiliki oleh individu. Namun kini semboyan Tut Wuri Handayani telah kehilangan makna di dalam lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Proses pembelajaran dan proses kepemimpinan pendidikan telah menjadi suatu proses indokrinasi yang nyatanyata merupakan suatu ‘pelanggaran pedagogis’. 5. Bagi Taman Siswa Sekolah adalah Taman Taman melambangkan kebebasan. Prinsip ini relevan dengan pedagogik transformatif “Merdeka Belajar” bahwa lingkungan sekolah sebagai lingkungan proksimatif yang tidak terasing dari dunia kehidupan peserta didik. Anak manusia dilahirkan di dalam lingkungan kemanusiaan dan dunia kehidupan. Artinya, manusia itu tidak dilahirkan di dalam di dalam keadaan terisolasi. Manusia bukanlah makhluk yang solitaire. Dunia yang pertama-tama dikenalnya adalah dunia sekitarnya atau dunia proksimatif. Dunia proksimatif itu adalah dunia manusia (sosial) dan kebudayaan sekitarnya. Lingkungan sekoah sebagai lingkungan proksimatif haruslah tidak terasing dari duia kehidupan peserta didik. Lingkungan sekolah haruslah yang ramah anak dan bukan merupakan suatu penjara bagi peserta didik. Sekolah bukan merupakan suatu tempat bermain di mana peserta didik mendapat kebebasan untuk mengembangkan kodratnya. Pendidikan sebenarnya adalah pembebasan dari magma yang ada di dalam setiap individu agar memperoleh arah yang tepat, yang diberikan oleh lingkungannya serta pimpinan, dan bimbingan yang diberikan oleh para pendidik dengan penuh kasih



104



sayang (Tilaar, 2002: 327). Inilah sebenarnya proses individuasi di mana peserta didik menemukan dirinya sendiri dengan prinsip kebebasan, kebudayaan, dan agama di dalam membentuk akal budi dan perasaan manusia. Demikianlah beberapa asas dan dasar Perguruan Taman Siswa yang relevan dengan pedagokik transformatif “Merdeka Belajar” yang perlu kita ekspoler lebih dalam dan dikembangkan serta diaktualisasikan. Simpulan Berdasarkan asas-asas dan dasar Taman Siswa, maka dengan jelas tampak bahwa pedagogik transformatif “Merdeka Belajar” terdapat bahkan telah berkembang di dalam perguruan Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tahun 1922. Asas-asas dan dasar-dasar Taman Siswa tersebut, yaitu: (1) Asas Kebudayaan, yaitu perlunya pendidikan yang dinamis yang dapat membawa perubahan dalam kebudayaan bukan sematamata bagi kebudayaan an sich tetapi bagi kebahagiaan hidup lahir dan batin; (2) prinsip tertib dan damai yang abadi, ini berarti bahwa kebebasan yang ingin dikembangkan pada peserta didik bukanlah kebebasan yang kebablasan, tetapi kebebasan yang mengikuti tertib dan damainya hidup bersama; (3) Pendidikan sebagai usaha kebudayaan bertujuan dalam hidup tumbuhnya pribadi peserta didik secara keseluruhan dalam kodratnya dengan pengaruh budaya sekelilingnya dapat memajukan hidup alam sekitarnya menuju kepada peradaban kemanusiaan; (4) Tut Wuri Handayani, yaitu pengakuan terhadap otonomi individu untuk berkembang namun tidak terlepas dari



105



dialog atau interaksi dari manusia yang lain termasuk pendidik, dan (5) Sekolah adalah suatu taman. Taman melambangkan kebebasan. Tanpa kebebasan, manusia tidak akan menemukan dirinya dan kreatif. Karena itu, manusia yang bebas berada di atas dan oleh sebab itu dia terbuka dan terus berkembang. Manusia yang bebas tidak dapat terpenjara di dalam kemajuan teknologi atau menjadi budak dari produk-produk teknologi yang mengarah pada konsumerisme. Itulah manusia yang terus memberikan makna kepada dunia. Hal ini berarti bahwa setiap manusia perlu terus menerus memberikan makna dan orientasi baru terhadap kehidupannya dengan selalu mencari alternatif demi kemaslahatannya.



Daftar Pustaka Buchori, M. (2001). Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kanisius Chaisan, M. (2017) Model Pembelajaran Transformatif. [Online]. Tersedia: http://maalikghaisan.blogspot.com/search/label/Pendidik an Komalasari & Budimansyah, (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Dalam Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 2 (1), 76-97 Nadiem, (2019). Merdeka Belajar. Jakarta: Kemdikbud. Panen, P. & Sekarwinahyu (1997). Belajar Mandiri dalam Mengajar di Perguruan Tinggi.



106



Rasydin, W., (2007). Pedagogik Teoritis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Richards (2020). Autonomous Leaner. [Online]. From: https://www.professorjackrichards.com/autonomouslearner/. Retrieved March, 8, 2020 Rusman, (2010). Model-Model Pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Press Rogers, (1978) Experiential Learning. [Online] Tersedia: http://www.infed.org/thinkers/etrogers.htm Sastrapratedja (1982). Manusia Multi Dimensional. Jakarta: Gramedia. Slam, Z., (2014). Pengembangan Karakter Kerjasama Berdasar Pancasila Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Slam, Z. (2019). Penguatan Pendidikan Karakter Untuk Calon Guru/Guru Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Tilaar, H.A.R., (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Grasindo Windy, A.M (2014). Pedagogi Tradional dan Modern: [Online] from:http://10103awm.blogspot.com/2014/03/pedagogitradisional-dan-modern.html. Retrieved April, 19, 2020



107



108



STRATEGI PENGEMBANGAN MADRASAH MODEL Anis Fauzi Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten



alam konteks pendidikan madrasah, keberadaan madrasah negeri berfungsi sebagai “magnet” bagi pengembangan madrasah-madrsah swasta di sekitarnya. Artinhya, seringkali terjadi, bahwa sebuah institusi madrsah negeri “mau tidak mau” Hrus berfungsi atau difungsikan pula sebagai coordinator Kelompok Kerja Madrasah bagi peetumbuhan dan perkembangan madrasah-madrasah sekitarnya yang jumlahnya semakin menjamur. Sedangkan dalam perkembangannya sebagian madrasah model, institusi madrasah yang bersangkutan diharapkan dan memang telah diprogram untuk menjadi pusat pengembangan madrasah-madrasah yang sejenis yang berada dalam satu wilayah kerja. Gagasan awal dalam proses modernisasi pendidikan Islam sebagaimana diungkapkan Husni Rahim dalam Fathoni (2005), setidaknya ditandai oleh dua kecenderungan organisasiorganisasi Islam dalam mewujudkan tujuannya, yaitu: Pertama, mengadopsi sistem pendidikan dan lembaga pendidikan modern (Belanda) secara menyeluruh; usaha ini melahirkan sekolahsekolah umum model Belanda, tetapi diberi muatan tambahan berupa pengajaran Islam. Kedua, munculnya madrasah-madrasah modern, yang secara terbatas mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan modern Belanda, namun tetap



D



109



menggunakan madrasah dan lembaga tradisional pendidikan Islam sebagai basis utamanya. Ada beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyinggung tentang pendidikan Islam. Didalam aturan tersebut setidaknya ada tiga hal yang terkait dengan pendidikan Islam (Daulay, 2007:9). Pertama, kelembagaan formal, nonformal, dan informal; didudukkannya lembaga madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang diakui keberadaannya sebagai sekolah yang berciri khas agama Islam. Kedua, pendidikan Islam sebagai mata pelajaran, dikukuhkannya mata pelajaran agama sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.Ketiga, pendidikan Islam sebagai nilai, terdapat seperangkat nilai-nilai Islami dalam sistem pendidikan nasional. Mengamati sejarah perjalanan pendidikan Indonesia dari zaman ke zaman terasa ada semacam kekeliruan paradigma yang digunakan selama ini (Syaukani, 2006: 2-5). Diantaranya ialah: Pertama, pendidikan di desain untuk lebih banyak mengabdi dan melayani kepentingan orang dewasa dalam tradisi kehidupan sehari-hari daripada memenuhi kebutuhan peserta didik dan citacita pendidikan. Kedua, pola pembelajaran dirancang untuk kepentingan kekuasaan atau orang dewasa. Kurikulum dirancang secara subject matters oriented dan teacher oriented secara parsial, bukan child oriented dan integral. Ketiga, manajemen pendidikan diselenggarakan atas otorita administrasi-birokrasi kekuasaan, bukan atas otorita akademik. Keempat, metodologi pembelajaran ditekankan pada what to lern dengan metode menghapal, dan bukan how to learn sebagaimana dituntut oleh



110



masyarakat modern. Kelima, konsep manusia yang digunakan adalah manusia dalam dimensi fatalis, dan bukan manusia dalam dimensi vitalistis. Keenam, bobot akademik diletakan dalam nilai produk finalnya, dan bukan dalam proses metodologinya, dan iptek cenderung bebas nilai dan mencari pembenaran; kurang dikembangkan dalam bingkai moral agama dan mencari kebenaran. Ketujuh, anggaran pendidikan selalu rendah, tidak pernah mencapai 25% dari seluruh belanja negara. Dalam hiruk pikuknya reformasi, agenda pendidikan kurang mendapat perhatian. Kedelapan, dengan alasan menghasilkan ahli siap pakai untuk memenuhi lowongan pekerjaan dalam industri, maka pemerintah menggulirkan paradigma pendidikan, yakni konsep pendidikan link and match di perguruan tinggi. Kesembilan, kebijakan pemerintah orde baru dengan konsep pendidikan link and match, dalam implementasinya telah mereduksi makna pendidikan yang lebih menekankan kepada out-put yang siap pakai, terampil dan sumber daya manusia yang bermutu tinggi. Kesepuluh, pendidikan nasional pada era orde baru dijadikan media indoktrinasi untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik tertentu. Guru Dalam Perspektif Makro-Mikro Dalam perspektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informatika dan komunikasi dalam pendidikan, pendekatan pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai, manajemen pendidikan yang profesional, metode evaluasi pendidikan yang tepat, serta sumber daya manusia



111



para pelaku pendidikan yang terlatih, berpengetahuan, berpengalaman, dan professional (Abdul Hadis dan Nurhayati, Op-cit hal 3). Dalam Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005 disebutkan bahwa faktor yang tidak kalah penting yaitu adanya standar nasional pendidikan yang menjadi norma acuan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yang mencakup standar: isi, proses, kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasana, standar pengelolaan, pembiayaan dan standar penilaian pendidikan. Dalam perspektif mikro atau tinjauan secara sempit dan khusus, faktor dominan yang berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru yang profesional dan guru yang sejahtera. Oleh karena itu, guru sebagai suatu profesi harus profesional dalam melaksanakan berbagai tugas pendidikan dan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan yang diamanahkan kepadanya (Abdul Hadis dan Nurhayati, Loc.cit hal 4). Menurut Husaini Usman, ada tiga faktor yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di negara kita, yaitu faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production atau input-input analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Faktor kedua, yaitu penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, sedangkan faktor ketiga, yaitu peran serta masyarakat, khususnya orangtua siswa dalam



112



penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim (Usman Husaini, 2014: l 12). Di era globalisasi saat ini, Indonesia harus mampu meningkatkan mutu pendidikan, sehingga tidak kalah bersaing dengan negara lain. Negara kita harus mencetak orang-orang yang berjiwa mandiri dan mampu berkompetisi di tingkat dunia. Saat ini, Indonesia membutuhkan orang-orang yang dapat berpikir secara efektif, efisien dan juga produktif. Hal tersebut dapat diwujudkan jika kita mempunyai tenaga pendidik yang handal dan mampu mencetak generasi bangsa yang pintar dan bermoral. Salah satu faktor rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak didik. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan siswa bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak didik untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan. Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendididikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi,



113



pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Jadi para lulusan hanya pintar mencari kerja dan tidak bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas Indonesia sangat memprihatinkan, berdasarkan analisa dari badan dunia (UNESCO), kualitas guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia pasifik3 Guru yang bermutu adalah mereka yang mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala, sumber daya dan lingkungannya. Di lain pihak, upaya menghasilkan guru yang bermutu juga merupakan tugas yang tidak mudah. Mutu guru juga berarti tenaga pengajar yang mampu melahirkan lulusan yang bermutu, sesuai dengan dengan kebutuhan penyelenggaraan berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Di lain pihak, mutu guru sangat berkaitan dengan pengakuan masyarakat akan status guru sebagai jabatan professional (Abin Syamsuddin Makmun, 2012: 15). Pengembangan Madrasah Model Pengembangan madrasah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu madrasah agar kualitas madrasah semakin meningkat sehingga madrasah dapat berkembang dan diterima oleh segala lapisan masyarakat serta lulusan dari madrasah mampu beradaptasi dan bersosialisasi dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang dikelola o l e h Kementerian Agama selama ini masih dipandang rendah kualitasnya bagi 3



Wawan Jakwan, dalam http://www.fisika79.wordpress.com



114



sebagian masyarakat. Madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam idealnya harus berhasil mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia, yaitu aspek spiritual, akhlak, intelektual, dan keterampilan atau profesionalitasnya (JazuliJuwaini, 2011: 18). Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi, maka upaya-upaya yang ditujukan untuk mengembangkan kualitas agar citra madrasah tidak selalu menjadi nomor dua setelah sekolah umum, banyak hal yang bias dilakukan oleh stakeholder madrasah diantaranya dengan peran sosial secara terbuka. Sebab, organisasi pendidikan merupakan suatu sistem yang terbuka, karenanya madrasah harus selalu mengadakan kontak hubungan dengan lingkungannya yang disebut sebagai suprasistem. Kontak hubungan ini dibutuhkan untuk menjaga agar sistem atau lembaga tidak mudah punah atau mati. Sesuatu yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan madrasah adalah pola manajemen dengan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana untuk mencapai sasaran-sasaran. Dalam konteks pendidikan madrasah dan sekolah Islam, apabila penerapan “manajemen instruksional” dirumuskan dalam pola-pola praktis yang kaku oleh pemegang kebijakan, maka akan mengakumulasikan kerawanan masalah. Seperti proses pembelajaran yang kurang memadai, pengembangan sumber daya manusia yang tidak profesional dan lain sebagainya. Membiarkan pola seperti ini berkembang tanpa ada solusi alternatif menuju perkembangan madrasah ke depan, pada saatnya akan mengancam eksistensi madrasah itu sendiri.



115



Yang terpenting dari semua ini dalam melaksanakan pengelolaan manajemen madrasah terutama pada perannya yang strategis adalah dengan melakukan refleksi dan evaluasi terhadap seluruh potensi yang dimiliki stakeholder dan kemudian secara bersama menyusun program dan rencana pengembangan madrasah secara bertahap serta meneguhkan kembali komitmen stakeholder kepada pentingnya madrasah dalam rangka mempersiapkan subyek didik yang cerdas, bermoral dan memiliki ketrampilan, sehingga dapat memberikan kontribusi pemikiran sesuai perkembangan zaman. Meskipun madrasah telah dibina oleh pemerintah, lembaga pendidikan ini tetap gigih dalam mengembangkannya dan bekerja sama dengan masyarakat. Secara implisit ketentuan ini mengharuskan diserahkannya penyelenggaraan pendidikan madrasah yang sudah menggunakan kurikulum nasional kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara yuridis, keberadaan madrasah dijamin oleh undang-undang SKB tiga menteri (Menag, Mendikbud dan Mendagri), dan kedudukan madrasah sama dan sejajar dengan sekolah formal lainnya (Ramayulis, 2011: 357). Kurikulum yang digunakan pun secara umum mengacu kepada kurikulum Kemdikbud dan ditambah kurikulum agama yang dikeluarkan oleh Kemenag. Oleh karena itu secara teoritis, madrasah seharusnya mampu memberikan nilai lebih bagi para siswanya dibanding sekolah umum.Dalam perkembangan saat ini, madrasah menghadapi tantangan baru, di mana madrasah tidak bisa mengelak dari proses modernisasi ini. Dampak dari modernisasi setidaknya mempengaruhi dari berbagai aspeknya.Diantaranya



116



adalah sistem kelembagaan, orientasi hubungan guru dan siswa, stakeholder, masyarakat, kaitan dengan peran madrasah. Pendidikan mencakup beberapa kegiatan manusia dalam pengalihan ilmu pengetahuan dengan cara belajar untuk mengetahui segala sesuatu yang dia inginkan. Dan sekaligus untuk menatap masa depan yang lebih baik, beradab, berbudaya, beragama. Dengan peran semacam ini, dimungkinkan madrasah terlibat maksimal dalamm embangun bangsa ini. Melalui madrasah, para siswa belajar ilmu-ilmu agama dan ilmu social yang dibutuhkan masyarakat. Bahkan seterusnya madrasah menjadi lembaga pengkaderan bagi siswa yang kelak siap terjun dimasyarakat. Berbarengan dengan peningkatan minat dan harapan masyarakat muslim, madrasah kini dipandang bukan lagi hanya merupakan lembaga transmisi ilmu-ilmu keagamaan Islam, tetapi juga tempat menanamkan apresiasi, dan bahkan penguasaan, keterampilan, dan keahlian dalam bidang sains dan teknologi (Husni Rahim, 2005: 52). Adapun yang dimaksud peran sosial dalam pengembangan madrasah yaitu meliputi stake holder, kepala madrasah, tenaga pendidik dan kependidikannya, karyawan, peserta didik, unsur komite, dan tokoh masyarakat, sikap partisipatif, reprosipatif, proaktif untuk bersama-sama membangun dan mengembangkan mutu dan lembaga madrasah. Stratedi Pengembangan Madrasah Model Istilah strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia yang yang berarti ilmu perang atau panglima perang, secara umum strategi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk



117



mencapai suatu tujuan (Iskandar wassid, Dadang Sunendar, 2008: 2.). Dalam abad modern ini, penggunaan istilah strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni, tetapi sudah digunakan secara luas hampir dalam semua bidang ilmu. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapat kemenangan atau pencapaian tujuan. Kaitan dengan pengembangan madrasah, strategi sangat diperperlukan guna pengembangan kemajuan. Menurut Departemen Agama RI, strategi pengembangan madrasah dilakukan dengan lima strategi pokok yaitu: a. Strategi Peningkatan Layanan Pendidikan di Madrasah Ihktiar untuk senantiasa mengembangkan madrasah pada situasi apapun termasuk pada situasi krisis ekonomi sampai saat ini yang sampai sekarang masih dirasakan akibatnya strategi yang ditempuh lebih difokuskan pada upaya mencegah peserta didika agar tidak putus sekolah, mempertahankan mutu pendidikan agar tidak semakin menurun, adapun langkah–langkah tersebut adalah: 1). Angka putus sekolah di madrasah dipertahankan seperti sebelum krisis dan akhirnya dapat diperkecil. 2) .Peserta didik yang kurang beruntung seperti yang tinggal di daerah terpencil tetap dapat memperoleh layanan pendidikan minimal tingkat pendidikan dasar. 3) .siswa yang telah terlanjur putus sekolah didorong kembali untuk kembali dan atau memperoleh layanan pendidikan yang sederajat dengan cara yang lain misalnya di madrasah terbuka. 4). Proses belajar mengajar di madrasah tetap berlangsung meskipun dana terbatas.



118



b. Strategi Perluasan dan Pemerataan Kesempatan Pendidikan di Madrasah Meskipun strategi ini terfokus pada program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas 9 tahun) jenis dan jenjang pendidikan lainnyapun tercakup. Indikator-indikator keberhasilannya adalah: 1). Mayoritas penduduk berpendidikan minimal MTs (SMP) dan partisipasi pendidikan meningkat, yang ditunjukan dengan APK pada semua jenjang dan jenis madrasah. 2). Meningkatnya budaya belajar yang ditunjukan dengan meningkatnya angka melek huruf. 3). Proporsi jumlah penduduk yang kurang beruntung yang mendapat kesempatan pendidikan semakin meningkat. c. Strategi Peningkatan Mutu dan Relevansi Pendidikan di Madrasah Kebijakan program Mapenda untuk meningkatkan mutu relevansi madrasah, meliputi 4 (empat) aspek yaitu: kurikulum, guru dan tenaga kependidikan lainnya, sarana pendidikan serta kepemimpinan madrasah. d. Strategi Pengembangan Manajemen Pendidikan Madrasah Strategi ini berkenaan dengan upaya mengembangkan sistem manajemen madrasah sehingga secara kelembagaan madrasah akan memiliki kemampuan-kemapuan sebagai berikut: 1). Berkembangnya prakarsa dan kemampuankemampuan kreatif dalam mengelola pendidikan, tetapi tetap berada dalam bingkai visi, misi, serta tujuan kelembagaan madrasah. 2). Berkembangnya organisasi pendidikan di madrasah yang lebih berorientasi profesionalisme, dari pada hirarki. 3). Layanan pendidikan yang semakin cepat terbuka, adil dan merata.



119



e.



Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Madrasah Strategi ini menenkankan pada pemberdayaan kelembagaan madrasah sebagai pusat pembelajaran pendidikan dan pembudayaannya. Indikator keberhasilannya adalah: 1). Tersedianya madrasah madrasah yang semakin bervariasi, yang diikuti oleh visi dan misi serta tujuan pendidikan madrasah dengan dukungan organisasi yang efektif dan efisien. 2). Mutu dan sarana-prasarana madrasah yang semakin meningkat dan iklim pembelajaran yang semakin kondusif bagi peserta didik. 3). Tingkat kemandirian madrasah semakin tinggi (Departemen Agama RI., 2005: 38).



Pembedayaan Guru Keberadaan guru di sekolah/madrasah harus dapat dilakukan pemberdayaan oleh pihak pimpinan madrasah, mulai dari komite sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasdah hingga wali kelas agar melakukan pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yakni kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Tujuan guru diberdayakan adalah supaya menjadi guru yang profesional. Guru profesional bukan hanya memiliki kompetensi profesional, tetapi juga memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Perbandingan guru yang sudah berdaya dengan guru yang belum berdaya adalah sebagai berikut: 1) Guru yang sudah berdaya, memiliki ciri sebagai berikut: memiliki ijazah minimal S-1; memiliki kompetensi profesional, kompetensi akademik, kompetensi kepribadian, dan



120



kompetensi sosial; memiliki kepangkatan minimal golongan III/c; dan memiliki sertifikat sebagai pendidik profesional. 2) Guru yang belum berdaya, memiliki ciri sebagai berikut: belum memiliki ijazah S-1; belum memiliki kompetensi akademik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial yang memadai; belum mencapai kepangkatan III/c; dan belum memiliki sertifikat sebagai tenaga pendidik yang profesional. Dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005, disebutkan bahwa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Agar sebuah sekolah/madrasah menarik, dan membentuk citra baik terhadap publik, maka perlu adanya guru bermutu yang dapat dibanggakan. Dalam kaitan ini, pandangan siswa tentang guru yang baik, sebagaimana dikemukakan oleh Alma (2008: 2223) yaitu: 1) Kompetensi Keilmuan Seorang guru yang baik ialah guru yang menguasai ilmu dan materi yang akan diajarkan, guru tampil dengan penuh percaya diri, tidak ragu-ragu, sehingga materi perkuliahan tidak banyak menyimpang dari yang seharusnya dibahas. Namun demikian diharapkan pula guru mempunyai pengetahuan yang bersifat umum. 2) Penguasaan Metode Mengajar



121



Sangat diharapkan oleh para siswa, guru dapat memberi pembelajaran dengan lancar, sistematis dan mudah dimengerti, dapat menguasai kelas, sehingga kelas tidak gaduh, dan siswa tidak merasa mengantuk. Guru harus mengajar dengan serius, disamping ada pula waktu humor, tidak monoton, dapat membaca situasi atau suasana kelas, dan tidak ngotot terus mengajar. 3) Pengendalian Emosi Siswa menyatakan guru baik, bila gurunya tidak emosional, tidak mudah tersinggung, tidak berwajah angker, jangan sok pintar, dan dapat berkomunikasi secara baik dengan siswa. 4) Disiplin Para siswa senang dengan guru yang disiplin, selalu hadir dalam memberi kuliah dan berwibawa, serta datang tepat waktu.Jika berhalangan, memberitahukan lebih dulu, sehingga siswa tidak membuang waktu percuma. Sebuah Kecenderungan Ada kecenderungan kuat bahwa siswa-siswa dari madrasah negeri dan model ternyata hanya sebagian kecil saja yang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang madrasah yang lebih tinggi maupun ke jenjang perguruan tinggi negeri terdekat. Fenomena ini terjadi karena adanya pengaruh dari faktor-faktor (Anis Fauzi, 2005) sebagai berikut: (1) biaya pendidikan di madrasah model semakin mahaldibandingkan dengan biaya pendidikan di madradsah negeri (biasa) maupun di sekolah menegah umum negeri; apalagi kalau dibandingkan dengan madrasah-madrsah swasta lainnya yang nilai nominal SPP-nya jauh lebih rendah ; (2) Jarak tempuh geografis antara madrasah model dengan tempat tinggal calon siswa semakin menjauh; (3)



122



Berkembangnya paham pragmatisme di kalangan orang tua murid (sesaat setelah anaknya menyelesaikan studi di madrasah) terbukti dehan tidak diizinkannya anak-anak mereka untuk menempuh studi di tempat yang jauh dari kampung kelahirannya; serta (4) Pengaruh bisikan kawan terdekat mereka yang seolah-olah memboikot dirinya agar ia tidak melanjutkan pendidikannya ke tingkat madrasah yang lebih tinggi. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan pengelola madrasah model tidak memberikan proteksi maupun kuota dalam jumlah besar terhadap alumni madrasah di tingkat yang lebih rendah, menurut hipotesa penulis, disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: (1) Daya tampung madrasah model sangat terbatas, sehingga perlu dilakukan seleksi secara bertahap (yang meliputi ilmu pengetahuan umum dan praktek ibadah); (2) Tingkat akademik calon siswa berkualitas rendah, hal inibarangkali karena rendahnya motivasi belajar mandiri di kalangn siswa madrasah model; (3) Adanya keinginan dari orang tua murid tertentu, agar anal-anaknya bisa mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan umum, sedemikian rupa sehingga mereka merasa “plong” dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di tempat yang memiliki suasana baru.



123



Tentang Penulis



Anis Fauzi, lahir di Serang pada tanggal 28 Oktober 1967. Menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Inpres Delingseng - Ciwandan Cilegon (1980) dan SMP Negeri 1 Kota Serang (1983). Pendidikan menengah diselesaikan di SMA Negeri 1 Kota Serang (1986). Pendidikan Sarjana (S-1) diselesaikan di Jurusan Pendidikan Geografi UPI Bandung (1991). Pendidikan Magister (S-2) diselesaikan di UII Yogyakarta pada Program Magister Studi Islam (2002). Pendidikan Doktor (S-3) diselesaikan di UNINUS Bandung dalam bidang Ilmu Pendidikan (2012). Penulis telah menerbitkan sejumlah buku, diantaranya adalah: Menyimak Fenomena Pendidikan di Banten (Edisi Perdana), Penerbit Suhud-Mediautama, Serang (2004); Menyimak Fenomena Pendidikan di Banten (Edisi Revisi), Penerbit Diadit Media, Jakarta (2005); Menggagas Jurnalistik Pendidikan, Penerbit Diadit Media, Jakarta (2007), Pembelajaran Mikro, Penerbit Diadit Media, Jakarta (2009), Pengantar Metodologi Studi Islam, Penerbit FTK Banten Press Serang (2015), dan Kolaborasi Guru dan Dosen, Penerbit FTK Banten Press Serang (2016). Saat ini Penulis adalah Dosen Tetap Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten (sejak tahun 2003 hingga sekarang).



124



REFERENSI



Anis Fauzi. (2005). Menyimak Fenomena Pendidikan di Banten, Jakarta: Penerbit Diadit Media Daulay, H.P. 2009.Madrasah di Indonesia Baru Populer Setelah Awal Abad Ke-20; Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara,Jakarta: Rineka Cipta. Departemen Agama RI Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaan Pendidikan Agama dan Keagamaan MP3A.Profil Madrasah Masa Depan, Bandung: Aditama, 2006. Fathoni, M.Kh. 2005.Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional: Paradigma Baru, Jakarta: Depertemen Agama RI, halaman 61. Hadis, Abdul & Nurhayati, Manajemen Bandung : Alfabeta, 2012)



Mutu



Pendidikan, (



Husaini, Usman. Manajemen: Teori, Praktik Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara, 2014.



&



Riset



Jakwan, Wawan.”Pendidikan dan Pengajaran”, http://www.fisika79.wordpress.com, diakses 16 Januari 2014. Makmun, Syamsuddin Abin. Psikologi Kependidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012. Peraturan Pemerintah No. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan Tahun 2005



125



Rahim, Husni. Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2005. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BP Panca Usaha, 2003) Syaukani HR, Pendidikan Paspor Masa Depan, Penetrbit Nuansa Madani, Jakarta, 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005



126



MENYOAL TUJUAN PENDIDIKAN INDONESIA: MAU DIBAWA KEMANA? Oleh: Achmad Rozi El Eroy Dosen Tetap STIE Prima Graha - Serang



Pendahuluan alam UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa fungsi pendidikan nasional kita adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, fungsi pendidikan membimbing peserta didik ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua peserta didik kepada tujuan itu. Namun sayang, fungsi pendidikan itu nyaris tidak berfungsi secara sehat. Fungs Pendidikan telah sakit, bahkan bias dikatakan mati dalam praksis atau implementasinya di lembaga-lembaga pendidikan (sekolah). Pelaksanaan pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan (persekolahan) pada umumnya sampai saat ini masih berfungsi, bukan mengembangkan kemampun melainkan mempola, membatasi, bahkan mematikan kemampuan/potensi peserta didik; bukan membentuk watak melainkan merusak watak; bukan membangun peradaban melainkan meruntuhkan peradaban; bukan meninggikan martabat melainkan merndahkan martabat;



D



127



dan bukan mencerdaskan kehidupan bangsa melainkan membodohkan kehidupan bangsa. Pendidikan kita berfungsi, bukan mengembangkan kemampun melainkan mempola, membatasi, bahkan mematikan kemampuan/potensi peserta didik. Hal ini bisa dilihat pada kenyataannya bahwa pendidikan kita dipola seragam, dibatasi waktu dan target pencapaian tertentu; dalam prosesnya peserta didik disuapi dan dijejali materi laksana tabung ksoong yang disi. Tidak ada cukup ruang kemerdekaan bagi peserta didik untuk berekspresi, bereksplorasi, berinvestigasi, bereksperimentasi, berdiskusi, berkolaborasi, berkreasi, dan berinovasi. Kemampuan peserta didik dipatok dalam domain kognitif, diseragmkan dalam perlakuan, dan ditekan menaiki tangga nilai-nilai angka melalui pengerjaan soal-soal tes. Sementara itu, kemampuan atau potensi-potensi lainnya sepertifisik, psikomotorik, moral, emosional, sosial, seni, dan bahasadiabaikan dan tidak terurus hingga mati terkubur oleh tumpukan tugas-tugas pengetahuan atau kognitif yang sarat tekanan dan kopetisi. Meluruskan Fungsi Pendidikan Indonesia yang Bermartabat Kalau kita mau jujur, fungsi Pendidikan telah melahirkan dua hal yang paradok, bukan hanya membentuk watak melainkan merusak watak. Hal ini dapat dilihat pada realitasnya, bahwa proses dan hasil pendidikan kita tidak menunjukkan pelaksanaan pendidikan karakter dan output peserta didik yang berwatak mulia (perhatikan watak pesera didik sekarang). Pelaksanaan pendidikan hanya sebatas pengajaran yang itu pun direduksi menjadi sebatas penyampaian pengetahun (transfer of knowledge), sehingga pelakanaan pendidikan tidak membina, menanamkan, dan membiasakan nilai-nilai karakter.



128



Meskipun sudah ada program pendidikan karakter yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, namun itu pun tidak berjalan/tidak dilaksanakan dengan baik dan sungguh-sungguh, karena beratnya melaksanakan hal tersebut ditambah gurunya pun tidak menjadi teladan bagi pembiasan karakter. Parahnya lagi, banyak perkataan, sikap, dan tindakan guru yang buruk, kasar, merendahkan, menyakitkan, dan mendendamkan terhadap peserta didik sehingga merusak kepribdian/watak peserta didik. Pendidikan kita pun berfungsi bukan membangun peradaban melainkan meruntuhkan peradaban. Kenyataan menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan kita tidak mengembangkan berbagai kecerdasan peserta didik secara optimal dan utuh serta tidak membangun karakter (character building) sehingga kemajuan kecerdasan dan budi pekerti peserta didik tidak terbangun. Inilah yang meyebabkan peradaban bangsa kita sampai saat ini masih tertinggal. Peradaban bangsa kita masa lalu yang pernah terbangun pun tidak berhasil diwariskan melalui pendidikan kita sekarang, sehingga pendidikan kita saat ini telah gagal, bukan saja dalam meneruskan dan mempertahankan peradaban yang sudah dimiliki melainkan juga dalam membangun peradaban baru yang diharapkan. Pendidikan kita juga bukan meninggikan martabat melainkan merndahkan martabat. Bagaimana tidak demikian, pada realitasnya pelaksanaan pendidikan kita masih diwarnai dengan paksaan, tekanan, intimidasi, penindasan, pemberangusan, kekerasan (psikologis maupun fisiologis), jual beli jawaban soal, pengatrolan nilai, suap menyuap, pungutan



129



liar, tawuran, kejahatan terorganisasi, rendahnya kompetensi dan kinerja guru, dan lain-lain. Hasil atau output pendidikan pun mutunya rendah, tidak berdaya saing, dan tidak sejalan dengan tujuan pendidikan nasional. Keadaan demikian tentu merendahkan martabat bangsa. Pendidikan kita pun bukan mencerdaskan kehidupan bangsa melainkan membodohkan kehidupan bangsa. Betapa tidak, wajah bopeng pendidikan kita sebagaimana telah dikemukakan di depan, adalah bukti hasil pendidikan kita yang membodohkan, membusukkan, bahkan mematikan potensi kehidupn bangsa. Kemajuan bangsa kita yang tertinggal jauh dari bangsa-bangsa lain, misalnya dari bangsa Jepang yang mulai membangun kehancurannya tidak jauh sejak kemerdekan bangsa kita, juga adalah bukti pendidikan kita selama ini telah gagal dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahkan kegagalan ini tampak pada bangsa kita yang kini konsumtif, tidak percaya diri, tidak kreatif, tidak mandiri, sangat bergantung pada asing, dan banyak utang. Jika pendidikan kita berhasil mencerdasakan kehidupan bangsa, bisa dibayangkan bagaimana kemajuan bangsa kita dengan negeri yang sumber daya alamnya sangat kaya raya ini. Pasti sudah menjadi raksasa dunia. Namun sayang, bangsa ini malah menjadi raksasa bodoh yang tubuhnya nyaris habis digerogoti bangsa-bangsa kecil yang cerdas. Kematian fungsi pendidikan kita yang sebenarnya itu tentu jangan dibiarkan terus karena hanya membuat bangsa ini impoten, kerdil, lemah, tidak beradab, tidak berkarakter, dan bodoh. Oleh karena itu, saatnya kita sadari dan insyafi untuk segera mengembalikan fungsi pendidikan sebagaimana



130



hakikatnya yang telah kita sepakati, yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UUSPN No. 20 tahun 2003). Dalam fungsi pendidikan tersebut terdapat tiga unsur yang menjadi fokus dari pengembangan fungsi pendidikan di Indonesia, yaitu (1) mengembangkan kemampuan, (2) membentuk watak, dan (3) membentuk peradaban bangsa yang bermartabat. Konsep itu sangat sederhana tetapi mengandung makna yang luas apabila dihubungkan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Fungsi pendidikan, di samping diarahkan dalam rangka melakukan transformasi nilai-nilai positif, juga dikembangkan sebagai alat memberdayakan semua potensi pesrta didik agar mereka dapat tumbuh sejalan dengan tuntutan kebutuhan agama, sosial, ekonomi, pendidikan, politik, hukum, dan lain-lain. Untuk memfungsikan pendidikan secara proporsional, mesti dilakukan perbaikan pada semua level strategis, seperti level kebijakan pendidikan, level pengelolaan pendidikan, dan level pelaksanaan pendidikan (guru). Namun yang patut mendapatkan perhatian secara serius adalah penanganan masalah pada level pelaksanaan pendidikan, karena bagaimana pun juga baiknya kurikulum, atau bagaiman pun juga memadainya sarana pendidikan, bila gurunya tidak mampu memainkan perannya dengan baik, maka kegiatan pendidikan tidak akan berkembang sebagaimana yang diharapkan. Berhasil tidaknya kegiatan pendidikan di level ini akan menentukan berhasil tidaknya kegiatan pendidikan secara keseluruhan di semua level strategis.



131



Mengutip apa yang digagas oleh Tirtarahardja dan La Sula (2000: 33), keduanya mengatakan bahwa secara fungsional pendidikan berfungsi sebagai proses transformasi budaya, pembentukan pribadi, penyiapan warga negara, dan penyiapan tenaga kerja pada peserta didik agar menjadi warga negara yang baik, yang berbudaya dan berkarakter kuat serta berkeahlian untuk bekerja. 1. Fungsi Transformasi Budaya Sebagai transformasi budaya, pendidikan berfungsi mewariskan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada di dalam suatu lingkungan budaya tertentu. Di dalam lingkungan masyarakat tempat seorang bayi dilahirkan telah terdapat kebiasaan-kebiasaan tertentu, laranganlarangan dan anjuran, dan ajakan tertentu seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Hal-hal tersebut mengenai banyak hal seperti bahasa, cara menerima tamu, makanan, istirahat, bekerja, perkawinan, bercocok tanam, dan seterusnya. Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan, misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain; yang kurang cocok diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan, dan yang tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal. 2. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan secara sistematik dan sistemik berfungsi membentuk kepribadian peserta didik. Sistematis oleh karena proses pendidikan



132



berlangsung melalui tahap-tahap bersinambungan (prosedural) dan sistemik karena berlangsung dalam semua situasi kondisi, di semua lingkungan yang saling mengisi (lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat). Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang terahkir ini disebut pendidikan diri sendiri (Zelf Vorming). Kedua-duanya bersifat alamiah dan menjadi keharusan. Bayi yang baru lahir kepribadiannya belum terbentuk, belum mempunyai warna dan corak kepribadian yang tertentu. Ia baru merupakan individu, belum suatu pribadi. Untuk menjadi suatu pribadi perlu mendapat bimbingan, latihanlatihan, dan pengalaman melalui bergaul dengan lingkungannya, khususnya dengan lingkungan pendidikan. Bagi mereka yang sudah dewasa tetap diuntut adanya pengembangan diri agar kualitas kepribadian meningkat serempak dengan meningkatnya tantangan hidup yang selalu berubah. Dalam hubungan ini dikenal apa yang disebut pendidikan sepanjang hidup. Pembentukan peribadi mencakup pembentukan cipta, rasa, dan karsa (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang sejalan dengan pengembangan fisik. Pembentukan pribadi juga meliputi pengembangan penyesuaian diri terhadap lingkungan, terhadap diri sendiri, dan terhadapTuhan. 3. Pendidikan sebagai Penyiapan Warga Negara Pendidikan sebagai penyiapan warga negara berfungsi membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. Tentu saja istilah baik di sini bersifar relatif, bergantung pada



133



tujuan nasional dari masing-masing bangsa, karena masingmamsing bangsa mempunyai falsafah hidup yang berbeda-beda. Bagi kita warga negara yang baik diartikan selaku pribadi yang tahu hak dan kewajiban sebagai warga negara, hal ini ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tak ada kecualinya. 4. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja berfungsi membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembelakalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi pentng dari pendidikan karena bekerja menjadi keburuhan pokok dalam kehidupan manusia. Bekerja menjadi penopang hidup seseorang dan keluarga sehingga tidak brgantung dan mengganggu orang lain. Melalui kegiatan bekerja seseorang mendapat kepuasan bukan saja karena menerima imbalan melainkan juga karena seseorang dapat memberikan sesuatu kepada orang lain (jasa atau pun benda), bergaul, berkreasi, dan bersibuk diri. Kebenaran hal tersebut menjadi jelas bila kita melihat hal yang sebaliknya, yaitu menganggur adalah musuh kehidupan. Upaya memfungsikan pendidikan seperti tersebut di atas tentu sangat penting dalam rangka mencapai tujuan dan visi pendidikan nasional, bahkan tujuan pembangunan bangsa ini. Tanpa menjalankan fungsi pendidikan sebagai diuraikan di atas, maka tujuan dan visi pendidikan nasional kita hanyalah utopia



134



belaka. Oleh karena itu, jika kita menganggap pendidikan sebagai usaha sadar, sudah saatnyalah kita sadari fungsi pendidikan yang sebenarnya. Cukuplah sudah, tinggalkan kegilaan, kebodohan, kerendahan tujuan, kepentingan pribadi, kepuraan, kemunafikan, kekonyolan, dan segala macam cara berpikir, sikap, dan perilku yang kontradiktif dan destruktif dengan usaha pendidikan yang sebenarnya. Mati Suri Tujuan Pendidikan kita? Tidaklah sulit untuk memahami bahwa tujuan pendidikan adalah sesuatu yang hendak dicapai dari pekerjaan atau usaha mendidik. Tujuan pendidikan adalah hasil yang ingin dicapai setelah usaha pendidikan dilaksanakan. Di negara kita, tujuan pendidikan nasional telah ditetapkan berdasarkan UUSPN No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, yakni bahwa pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Namun sayang, pada kenyataannya praksis pendidikan kita di lembaga-lembga pendidikan (persekolahan) sesat atau menyimpang dari tujuan tersebut. Pendidikan bukan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan; melainkan membonsai potensi peserta didik sehingga menjadi manusia yang lemah dalam



135



keimanan, ketakwaan, karakter/akhlak, kesehatan, keilmuan, kecakapan, kreativitas, kemandirian, demokrasi, dan tanggung jawab masyarakat serta kebangsaan. Bagaimana tidak demikian, pelaksanaan pendidikan kita selama ini hanya menghidupkan pengembangan potensi intelektual atau kognitif peserta didik dan mematikan pengembangan potensi-potensi lainnya seperti spiritual/religius, fisik, psikomotorik, moral, emosional, sosial, ekonomi, seni, bahasa, kemajuan, keadilan, tanggung jawab, kemandirian, susila, musyawarah, kasih sayang, dn penghormatan. Pelaksanaan pendidikan yang demikian, menurut Winarno Surakhmad (dalam Harfea, 2002: 6) adalah pelaksanaan pendidikan yang menjadi sumber masalah daripada potensi pemecah masalah; pendidikan yang berusaha menciptakan pemasungan bangsa yang direduksi menjadi bonsai sama sebangun dalam nalar, aspirasi, sikap, dan tutur kata bahkan dalam mimpi mereka; pendidikan yang tidak mampu memberikan daya tahan ekonomis, daya tahan moral, bahkan daya nalar sekalipun kepada bangsa ini, yamh ditandai, antara lain oleh tiadanya kemampuan berbuat jujur, berpikir sehat, bertutur sopan mulai dari rakyat sampai elit politik yang berkuasa. Sekarang ini hampir tidak ada sisa pengaruh yang menunjukkan bahwa bangsa ini telah (pernah) besar atau dibesarkan oleh pendidikan di masa lalu. Mengapa pendidikan kita sesesat itu dan sudah buta melihat dan menuju tujuan pendidikan yang semestinya? Mengapa para umar bakrie yang dahulu bersahaja dan penuh dedikasi terhadap tugas pendidikan yang sejati, kini berusaha berlomba-lomba ingin menjadi penguasa bakrie dengan



136



mengidustrialisasi lembaga pendidikan, mematrialisasi dan merobotisasi manusia, bahkan mendehumanisasi kemanusiaan. Apa mereka sudah terbawa arus jaman edan? Jaman yang materialistis, sekuleristis, dan hedonistis yang bergelimang kemewahan. Apa kita sudah terperangkap dalam jaring besar kapitalis asing yang hendak menjajah seluruh bidang kehidupan bangsa melalui proses pembodohan yang berkedok pencerdasan? Memang, perlu kita waspadai bahwa adanya kemunduran di era kemajuan, adanya kebodohan di era keserdasan, dan adanya kebiadaban di era peradaban, itu pertanda kita sedang dijajah, dimanfaatkan, bahkan dihancurkan. Cukuplah penjajahan, penindasan, dan kehancuran itu terjadi di masa lalu. Janglah sejarah kelam diulang karena ketidakwaspadan kita terhadap musuh-musuh yang menyamar sebagai sahabat, yang menjelma srigala berbulu domba. Kita harus cerdas dan jernih berpikir bahwa penjajahan di era sekarang hanya bisa ditempuh melalui proses pembodohan yang berkedok pencerdasan dan dengan menggunakan tangan bangsa kita sendiri. Mari kita sadari dan insyafi untuk segera mengarahkan pelaksanaan pendidikan kita pada tujuan pendidikan nasional yang sesungguhnya, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.



137



Revitalisasi Tujuan pendidikan Indonesia, Mau dibawa Kemana? Tujuan pendidikan nasional yang seharusnya menjadi acuan bagi pelaksanaan pendidikan di setiap lembaga pendidikan, realitasnya hanya dijadikan sebuah topeng dewa yang menampakkan kesucian institusi dan menyembunyikan kekotoran/keburukan prksis pendidikan di dalamnya. Dengan begitu, masyarakat pun terkelabui dan tidak tahu bahwa anakanak mereka sebenarnya sedang diimpotensi, dipasung, dikerdilkan, dan dijajah agar menjadi manusia yang cacat, rusak, dan lemah dalam banyak aspek kepribadian. Pendidikan di lembaga pendidikan (sekolah) sudah tidak menuju pada tujuan pendidikan yang sebanarnya, tetapi pada tujuan kehendak penguasa, pengusaha, dan bisnis (profit). Anak manusia yang masuk ke dalam lembaga pendidikan benar-benar dianggap bahan mentah yang siap diproses di dalam mesin cetak untuk menjadi manusia beo, robotik, bahkan hewani. Agar tujuan pendidikan nasional tidak terjadi distorsi dalam impelementasinya, maka setidaknya pemerintah, disemua tingkatan harus mampu menterjemahkan tujuan pendidikan nasional tersebut secara praksis sesuai dengan konteksnya. Jangan ada dusta diantara pengambil kebijakan dalam hal pengejawantahan tujuan pendidikan nasional tersebut. Berdasarkan hal diatas, rekomendasi yang dapat diberikan untuk merevitalisasi tujuan pendidikan nasional tersebut dapat dikembangkan sebagai berikut. 1. Tujuan Berkembangnya Potensi Keimanan dan Ketakwaan Keimanan dalam pandangan Islam bukan sekedar percaya dan yakin kepada Allah SWT, tetapi juga bertawakal dan patuh untuk meninggalkan larangan-Nya dan melaksanakan



138



perintahnya dengan penuh keikhlasan. Pendidikan keimanan mengajarkan manusia agar dalam dirinya tertanam kecintaan kepada Allah SWT, punya sikap malu dan takut kepada Allah SWT, serta keyakinan bahwa dirinya selalu diawasi oleh Allah Swt, dimana pun manusia berada. Itulah fondas dasar dari keimanan dan ketakwaan. Permasalahannya dalam dunia pendidikan adalah materi ajar, metode, dan sistem evaluasi pembelajaran yang bagaimana yang dapat mengukur dan menerjemahkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan para peserta didik? Apakah jam belajar, metode, dan fasilitas belajar yang ada dilembaga-lembaga pendidikan yang sudah cukup andal untuk menjawab dan menterjemahkan nilai-nilai dan ketakwaan tersebut. 2. Tujuan Terbentuknya Akhlak Mulia di Kalangan Para Peserta Didik Membentuk akhlak mulia dilakukan melalui pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak bukanlah pengajaran ilmu pengetahuan tentang akhlak. Pendidikan akhlak adalah proses aplikasi nilai-nilai keagamaan ke dalam sikap, pemikiran dan perilaku. Fondasinya adalah nilai keimanan, bangunannya adalah ilmu dan amal saleh, sedangkan atapnya adalah keikhlasan. Keempat nilai inilah yang membentuk akhlak mulia. Sabda Nabi Muhammad SAW., celaka orang yang beriman apabila tidak berilmu, celaka orang yang berilmu jika tidak beramal, dan celak orng yang beramal jika tidak ikhlas. Dengan demikian puncaknya akhlak adalah ikhlas. Orang yang ihklas akan terbebas dari sikap ingin dipuji. Ada orang yang menyanjung atau tidak ada orang yang menyanjung, tetap berbuat baik, tetap bekerja keras dan tetap menjadi manusia yang beriman kepaada Allah SWT.



139



Permasalahannya adalah antara lain bahwa ketika pendidikan akhlak dimasukan ke dalam pendidikan agama, dalam praktiknya bukan menekankan pada pendidikan agama tetapi pengajaran ilmu pengetahuan tentang agama. Oleh karena itu, perlu ada pembenahan dalam proses pendidikan akhlak, sehingga dalam pelaksanaannya tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan tentang akhlak Permasalahan lainnya adalah materi ajar, metode pembelajaran dan sistem evaluasi belajarnya ditengarai belum mampu menjawab dan menterjemahkan nilainiali akhlak mulia, para pendidik menghadapi kesulitan untuk mengaplikasikan pendidikan akhlak dalam proses pembelajaran. Apa sebabnya? Karena pendidikan di Indonesia belum didesain untuk mencetak manusia-manusia yang benar, jujur, dan berakhlak mulia. Konsep itu baru tertuang dalam tujuan Nasional. Konsep tersebut belum dapat dijawab dan diterjemahkan secara utuh dalam kurikulum dan praktek pembelajaran. Pemerintah dan penyelenggara pendidikan di Indonesia lebih mengutamakan pencapaian kuantitas lulusan dari pada kualitas proses pembelajaran. 3. Tujuan Membentuk Peserta Didik yang Sehat Jasmani dan Rohani Tujuan yang ketiga ini tidak dapat dilaksanakan oleh lembaga pendidikan secara mandiri, karena sistem pendidikan di Indonesia belum ditata secara komprehensif untuk membangun manusia-manusia yang sehat. Oleh karena itu, perlu dilakukan kerja sama dengan lembaga/instansi lain, khususnya lembaga kesehatan dan lembaga ekonomi yang menangani urusan kesejahteraan. Sampai sekarang, perhatian pemerintah untuk mewujudkan peserta didik yang sehat belum dilakukan secara



140



komprehensif. Dengan gizi yang terbatas, para pendidik sulit mengakserelasi kecerdasan dan kemampuan peserta didik. 4. Tujuan Mencetak Peserta Didik yang Berilmu Pemerintah dan para penyelenggara pendidikan telah bekerja keras untuk mencetak peserta didik yang berilmu, pemerintah dan para penyelenggara pendidikan bersungguh– sungguh dalam menyusun dan menetapkan kurikulum serta menetapkan standar isi dan proses. Upaya tersebut antara lain merupakan bagian dari upaya untuk mengaplikasikan tujuan yang keempat ini dalm proses pembelajaran. Namun demikian masih ada hal yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu penerapan metode dan sistem evaluasi pembelajaran. Metode dan sistem evaluasi pembelajaran cenderung terfokus pada penguatan hafalan-hafalan, akibatnya, peserta didik tidak terlalu mahir dalam mengaplikasikan teori-teori ilmu pengetahuan dan juga lemah dalam melakukan pengkajian keilmuan yang bersifat kontekstual. 5. Tujuan Mencetak Peserta Didik yang Cakap Untuk mencapai tujuan ini masih terkendala oleh pola pembelajaran dan sistem evaluasi yang hanya menekankan pada kognitif, sementara penguasaan keilmuan secara riil di lapangan kurang mendapatkan perhatian proporsional. Masalah tersebut hampir sama dengan pembentukan kreativitas belajar sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pendidikan nasional. Mengapa kecakapan dan kreativitas belajar peserta didik di Indonesia belum menonjol? Barang kali hal itu terkait dengan kultur dan kinerja mengajar guru serta budaya belajar peserta didik yang kurang baik. Juga fasilitas belajar dan sistem



141



penganggaran dianggap masih belum memadai. Apalagi kalau dihubungkan dengan pola pembelajaran dan sistem evaluasi yang masih bersifat monoton dan kaku, dimana guru terbebani oleh kewajiban untuk dapat menyelesaikan kurikulum dengan porsi waktu yang kurang memadi. Terlebih apabila dihubungkan dengan beban guru untuk dapat mengejar target kelulusan, maka pola dan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru cenderung mengabaikan pembentukan kreativitas, kecakapan, semangat, dan motif berprestasi di kalangan para peserta didik. 6. Tujuan Pembentukan Jiwa Mandiri di Kalangan Peserta Didik Guru dan para penyelenggara pendidikan menghadapi kesulitan dalam membentuk jiwa yang mandiri di kalangan para peserta didik. Kesulitan tersebut salah satunya disebabkan oleh budaya belajar peserta didik yang cenderung menggantungkan kepada guru secara utuh. Kurang baiknya budaya belajar di kalangan para peserta didik dapat dilihat lemahnya dari budaya baca, sehingga untuk memacu budaya tersebut terpaksa setiap saat guru harus memberikan tugas pekerjaan rumah (PR) kepada peserta didik, maksudnya agar mereka mau membaca dan belajar dengan baik. Sekalipun demikian, budaya baca, pola hidup, dan pola belajar mandiri masih harus terus dipacu sehingga suatu saat akan terbentuk jiwa mandiri di kalangan peserta didik. Secara hierarkis, tingkat tujuan nasional tersebut hendak dicapai melalui tujuan institusional, yakni tujuan yang hendak dicapai oleh satu lembaga pendidikan atau satuan pendidikan. Sementara itu, tujuan institusional dicapai melalui tujuan kurikuler atau kurikulum, yakni tujuan yang hendak dicapai oleh suatu bidang ilmu atau program studi, bidang studi, mata



142



pelajaran, dan suatu ajaran yang disusun berdasarkan institusional. Tujuan kurikulum tersebut dicapai melalui tujuan instruksional, yakni tujuan yang hendak dicapai setelah selesai diselenggarakan suatu proses pembelajaran, yang disusun berdasarkan tujuan kurikulum sesuai dengan suatu pokok bahasan atau kompetensi dasar yang dituangkan dalam alokasi waktu tertentu. Penutup Akhirnya, untuk melakukan revitakisasi tujuan pendidikan nasional, dibutuhkankan kesadaran kolektif diantara stakeholder pendidikan untuk merumuskan dan meluruskan kembali fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang seharusnya dijadikan sebagai rujukan dalam proses belajar mengajar.



Sumber Bacaan: Maliki, Budi Imam. 2019, Wajah Bopeng Pendidikan Indonesia, Serang: Desanta Publisher Tirtarahardja, Umar dan la Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Winarno dan Eko Djuniarto. 2003. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang Republik Indomesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen



143



Tentang Penulis



Achmad Rozi El Eroy, Lahir di Serang 17 Mei, m menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Yogyakarta, (1992 (1992-2002). Saat ini tercatat sebagai Dosen Tetap di STIE Prima Graha Serang. Saat ini diberi kepercayaan sebagai Ketua Ikatan Dosen Republik Indonesia (IDRI) Provinsi Banten. Dan selain itu diberi amanah juga sebagai Ketua Departemen Pendidikan dan Pengembangan SDM IICMI Orwil Banten. Disamping sebagai Dosen, penulis adalah Direktur Utama PT. Runzune Consulting,, sebuah perusahaan jasa yang bergerak dalam Penyediaan Jasa Training, Publishing, Riset, Workshop, Seminar dan lain sebagainya. Penulis telah menerbitkan puluhan n judul buku yang diterbitkan dan aktif menulis di Jurnal Ilmiah. Moto Hidup: “Sebersih--bersih Tauhid, Setinggi-tinggi Ilmu dan Sepandai-pandai pandai Siasat” Penulis dapat dihubungi melalui WhatsApp: 088218407762



144



BAGAIMANA MENYEMBUHKAN WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA DARI JERAWAT? Oleh: Rita Dwi Pratiwi Dosen STIKes Widya Dharma Husada Tangerang



ntuk sampai di masa depan, kita harus melewati siang dan malam serta matahari terbit sampai tenggelam. Tak hanya itu, namun juga menghadapi setiap peristiwa yang sedang terjadi saat ini. Segala yang terjadi hari ini, berpengaruh untuk esok hari, lusa,bahkan sampai masa yang akan datang atau masa depan. Bagaimana dengan wajah pendidikan di Indonesia? Masa depannya sama, pasti dipengaruhi oleh apa yang terjadi saat ini, bahkan mungkin masa lalu. Sudahlah, sepertinya tak perlu membahas masa lalu apalagi yang menyakitkan. Fokus pada apa yang harus dilakukan saat ini untuk memperbaiki wajah pendidikan yang sebelumnya mungkin masih berjerawat, supaya di masa depan menjadi wajah yang mulus dan lebih manis. Dikutip dari vivanews.com bahwa survei kemampuan pelajar oleh PISA (Programme for International Student Assessment) menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara.Survei PISA merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan membaca, matematika, dan sains. Sekarang kita sudah mengetahui bagaimana wajah pendidikan Indonesia di tengah dunia, maka mari memperbaikinya dengan seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.



U



145



Sebelumnya kita harus mengetahui apa itu pendidikan, karena tak kenal maka tak kepo (rasa ingin tahu yang lebih tentang suatu hal). Bagaimana pula mau memperbaiki wajahnya kalau rupanya saja belum pernah dilihat mata. Menurut UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Jadi, pendidikan adalah usaha menciptakan suasana belajar mengajar yang dilakukan dengan tujuan mengembangkan potensi peserta didik dalam berbagai segi yang sudah disebutkan di atas. Siapa yang harus melakukan usaha mewujudkan itu semua? Tentunya berjuang dengan satu kaki tidak akan berjalan lancar alias pincang. Maka dari itu, perlu ada dua kaki yaitu pendidik dan peserta didik yang harus bekerjasama dengan bantuan masyarakat dan para pendukung pendidikan lainnya. Kembali ke tujuan, bahwa proses pembelajaran adalah untuk menciptakan peserta didik yang berhasil mengembangkan potensinya. Potensi supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Lalu, dengan tujuan yang dicapai itu pada akhirnya harus memberikan kemanfaatan untuk diri peserta didik dan masyarakat di sekitarnya.Itulah mengapa pendidikan itu penting, karena manfaatnya digunakan oleh seluruh kalangan masyarakat dari kelas bawah sampai atas di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan mungkin juga berguna bagi masyarakat di dunia.



146



Dari semua potensi yang telah disebutkan di atas, tentu ada hal yang paling mendominasi proses pendidikan yaitu bakat dan minat. Apa semua peserta didik mempunyai bakat dan minat yang sama? Tentu tidak, murid satu dengan yang lainnya mempunyai bakat dan minat yang berbeda. Maka dari itu ada yang namanya penjurusan. Namun, penjurusan di sekolah dimulai saat usia SMA (Sekolah Menengah Atas). Lalu bagaimana mengembangkan potensi bakat dan minat anak di usia PAUD sampai SMP? Itulah tugas tenaga pendidik untuk memberikan pembelajaran tanpa menuntut semua bidang pelajaran dikuasai secara sempurna. Berikan sesuai kurikulum supaya ia berhasil memenuhi nilai minimalnya. Lalu berikan tambahan pembelajaran supaya berhasil memaksimalkan potensi minat dan bakatnya. Tugas seorang guru itu mendidik menjadi lebih baik, bukan menuntut menjadi yang terbaik. Apabila seorang anak pintar berbahasa dankurang pintar berhitung, bukan berarti ia harus dituntut untuk mendapat nilai tinggi dan menekan mentalnya. Mendapatkan nilai rata-rata adalah prestasi untuknya yang tidak menyukai Matematika. Apalagi mata pelajaran tersebut bukan tolak ukur untuk sukses di masa depan. Seniman tidak peduli dan tak ingin tahu berapa jarak yang ditempuh untuk menemukan toko buku. Ia hanya perlu mengetahui alamat toko buku itu dan mendatanginya kapan pun dia mau untuk mengecek buku hasil karyanya yang dipajang. Membahas tentang tujuan yang akan dicapai, yang berperan penting adalah tenaga pendidik dan apa yang diberikannya kepada peserta didik serta bagaimana cara penyampaianya. Pola pikir dan sikap murid dipengaruhi oleh cara



147



guru dalam memberikan pembelajaran, terlebih waktu pertemuan mereka lebih banyak dibanding dengan orangtua atau masyarakat sekitar. Rata-rata sekolah menerapkan jam belajar dari pagi sampai siang, bahkan ada yang sampai sore hari. Maka dari itu penting menjadi seorang tenaga pendidik yang selain kompeten juga harus memiliki keahlian dalam berbagai bidang. Keahlian dalam memberikan akhlak atau perilaku yang baik, menanamkan kepedulian sosial supaya bermanfaat bagi lingkungan keluarga dan masyarakat, dan lain-lain yang bisa membangun karakternya. Terlebih tenaga pendidik punya tanggungjawab membentuk karakter anak dari usia balita atau PAUD. Hal itu berpengaruh hingga jenjang pendidikan berikutnya bahkan kesehariannya di masa depan. Hal yang memperbaiki wajah pendidikan di dunia adalah kemampuan peserta didik dari segi akademik, itulah mengapa peran tenaga pendidik atau guru sangat penting.Namun alangkah lebih baiknya jika kita perbaiki dahulu wajah pendidikan di lingkup negara, yaitu di Indonesia sendiri.Sehingga yang harus dijadikan sorotan utama adalah bagaimana kita mewujudkan tujuan pendidikan yang sudah disepakati.Meskipun survei PISA pun bukan hal yang bisa diabaikan begitu saja. *** Berbicara tentang pendidikan Indonesia, maka tak lepas dari sosok Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berparas tampan nan rupawan. Masih muda dan sudah membuat kecewa banyak wanita karena statusnya yang sudah berkeluarga.Mantan CEO Gojek ini sudah dipilih Presiden menjadi penanggungjawab untuk merawat dan mengobati sisa-sisa jerawat yang seringkali masih bermunculan di wajah pendidikan Indonesia. Coba kita mengulik



148



apa yang sedang direncanakan Mas Nadiem di tahun 2020 ini untuk menjadikan wajah pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik dari berbagai sudut pandang. Lebih baik bagi seluruh pemeran pendidikan antara lain; pelajar/mahasiswa, guru/dosen, orangtua, masyarakat, dan lembaga pendidikan. Mendikbud muda ini memulai kepemimpinannya dengan mengeluarkan empat kebijakan pendidikan yang disebut “Merdeka Belajar”.Program ini meliputi USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional), UN (Ujian Nasional), RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), dan Peraturan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru). Dilansir dari kompas.com berikut empat kebijakan tersebut di atas: 1. Penilaian USBN komprehensif Bahwa USBN tahun 2020 dilakukan dengan ujian yang diselenggarakan oleh sekolah.Ujian dilakukan untuk menilai kompetensi siswa dan dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian komprehensif seperti portofolio dan penugasan.Portofolio ini nantinya dapat dilakukan melalui tugas kelompok, karya tulis, dan lain sebagainya.Hal tersebut diharapkan menjadikan guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. 2.



UN 2020 menjadi UN terakhir Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya



149



kelas 4, 8, 11) sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Kemudian, hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. Hal ini pun erat hubungannya untuk memperbaiki wajah pendidikan Indonesia di dunia, mengingat tingkat survei PISA yang mencakup kemampuan menggunakan bahasa dan matematika. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pasti menimbulkan pro dan kontra. Ada yang berbahagia dengan ketiadaan UN, karena momok mengerikan di sekolah yang menyebabkan banyaknya tekanan batin kini akan dihilangkan. Menghemat uang les menghadapi ujian, menghilangkan kesenjangan murid pintar dan belum pintar dalam sebuah persaingan, dan tak ada lagi ujian percobaan yang dilakukan berkali-kali dengan soal yang lebih menyulitkan dari ujian nasional yang akan dihadapi. Dosa murid berkurang karena tak akan ada niat mencontek atau berbuat curang. Menyelipkan telepon genggam di sela-sela seragam pun mungkin tak akan lagi ditemukan. Sebagian orangtua pun mungkin turut bersyukur karena penentuan kelulusan akan lebih mudah karena ditentukan oleh sekolah. Tak lagi banyak memarahi anak yang tak mau belajar selama ia memperhatikan dan mengikuti pelajaran di sekolah secara maksimal. Beberapa orang yang tidak menyetujui dihapuskannya UN mungkin merasa bahwa murid akan lebih malas belajar dan latihan soal seperti sebelumnya. Motivasi keseriusan dalam belajar untuk mendapatkan nilai maksimal sebagai penentu kelulusan tidak lagi begitu besar.Generasi sebelumnya pun banyak yang merasa iri karena adik kelasnya



150



tidak merasakan tekanan UN seperrtinya. Namun apa daya, mereka jika disuruh mengulang sekolah juga tidak mungkin mau. Sebenarnya tidak ada yang salah dari pendapat mereka, karena masing-masing orang punya sudut pandang sendiri.Lalu, antar generasi pun tak perlu saling iri. Karena ada susah senangnya di masing-masing sistem pendidikan yang pernah dialami oleh setiap generasi. Mungkin generasi dahulu menghadapi UN itu sangat menyeramkan dan penuh tekanan, tapi dari situ murid akhirnya mempunyai motivasi besar dalam mendapatkan nilai di atas rata-rata supaya lulus.Mereka belajar dengan lebih rajin bahkan membantu ekonomi para pengusaha yang membuka usaha les.Selain itu, membantu pula para penjual buku latihan soal ujian yang dagangannya telah dibeli oleh para calon peserta UN. 3.



Penyederhanaan RPP Terkait penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kemdikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Diharapkan penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. RPP cukup dibuat satu halaman saja. Mungkin hal ini akan memberikan dampak positif bagi kualitas tenaga pendidik di Indonesia. Para guru terbebas dari RPP berlembar-lembar yang telah disederhanakan secara efektif. Namun jangan lupa, di sini guru dituntut untuk lebih kreatif



151



dalam memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkannya. Hal penting yang harus dimiliki oleh guru adalah cara mengajar atau menyampaikan materi yang mudah dimengerti siswa. Diutamakan untuk lebih komunikatif, karena didiamkan itu tidak enak. Maka dari itu jangan sampai murid merasakan seperti diabaikan oleh gurunya. Terlebuh potensi dan minat seorang murid berbeda-beda dan tidak bisa disamakan. Jika murid tidak pintar matematika bukan berarti harus dituntut untuk mendapatkan nilai tinggi, karena mendapatlkan nilai minimal saja itu sudah merupakan prestasi.Biarkan dia berfokus pada mata pelajaran yang diminati supaya potensinya di bidang itu bisa berkembang. 4.



Zonasi lebih fleksibel Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tetap dilakukan dengan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Menurut Nadiem, komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. Di dalam kebijakan ini, daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi. Kebijakan zonasi sempat menjadi sebuah pro-kontra juga, bahkan dari sejak pertama kali ditetapkan oleh Mendikbud periode sebelumnya—Muhadjir Effendy.Sistem zonasi dianggap menjadi penghalang murid berprestasi untuk mendapatkan sekolah favorit. Membatasi pilihan untuk memilih sekolah yang diinginkan calon peserta didik. Terlebih murid yang tinggal di perbatasan dan lebih dekat dengan sekolah di kabupaten lain,



152



justru terkendala dengan akomodasi. Sehingga kemudahan akses yang menjadi salah satu tujuan dikeluarkannya kebijakan ini pun menjadi kurang tepat. Dampak positifnya memang ada, yaitu memutuskan kesenjangan antara murid pintar dan belum pintar di dalam satu sekolah yang sama. Memungkinkan pertukaran ilmu pengetahuan dan cara belajar antara murid tersebut melalui diskusi atau kegiatan belajar saat di kelas. Pemerataan murid untuk mengisi sekolah yang tadinya kurang peminat pun menjadi salah satu dampak baiknya. Sehingga tidak ada ketimpangan jumlah tenaga pendidik dan peserta didik di sebuah sekolah. *** Beberapa hal yang sering disebut menjadi penyebab merosotnya kualitas dan memunculkan jerawat di wajah pendidikan Indonesia adalah kualitas tenaga pendidik atau pengajar, sistem pendidikan, tenaga kependidikan, dan lembaga pendidikan. Memang seperti apa sih rupa dari hal-hal yang menjadi penyebab itu? Kualitas Tenaga Pendidik Kita analogikan tenaga pendidik sebagai hidung di wajah pendidikan Indonesia.Bagaimana rasanya mempunyai hidung yang berjerawat? Tentu terasa gatal, sakit, bahkan malu untuk menampakkannya di depan orang lain. Fungsinya adalah untuk bernafas, jadi akan bermasalah apabila tidak dapat difungsikan dengan baik. Mungkin wajahnya akan membiru bagaikan langit cerah di siang hari. Maka dari itu penting sekali hidung di wajah mempunyai fungsi yang baik dan tentunya tidak berjerawat supaya terlihat normal dan tidak memalukan.



153



Kompetensi atau kemampuan yang dimiliki oleh tenaga pendidik atau pengajar di Indonesia masih sangat rendah, padahal peran mereka sangat penting.Untuk menghasilkan murid yang pintar, tentu membutuhkan sumber ilmu yang juga pintar dan berkompeten.Mungkin perbaikan di lini ini bisa dilakukan dengan seleksi yang lebih ketat dan tanpa nepotisme atau jalur belakang.Guru yang berwibawa pun penting untuk menghadapi murid yang berbagai rupa. Banyak hal yang kurang berfaedah yang sudah terjadi tentang guru yang dianiaya, diajak bercanda sampai jatuh cinta, tik tok bersama.Entah, tapi terkadang itu berujung hal yang biasa saja dan malah menjadi alasan bahwa guru adalah teman supaya menciptakan rasa percaya dan aman. Siapa yang pernah menjadi murid dan mempunyai guru idola? Wajar, hampir semua memilikinya.Guru idola membawa pengaruh besar pada minat anak terhadap pembelajaran yang diberikan. Menjadi semangat mengikuti pelajaran bahkan soal sesulit apapun akan tampak mudah baginya. Memang, rasa suka itu bisa mengalihkan dunia dan meskipun pahit seperti kopi tetap saja bisa dinikmati. Tapi diidolakan karena apa, itu yang berbeda antara dahulu dan sekarang. Dulu, guru idola itu yang penting lucu dan cara mengajarnya mudah dipahami. Tetap memiliki wibawa dan suka bercerita hal-hal menyenangkan meskipun dilakukan berulang-ulang. Sekarang, guru idola adalah yang cantik dan tampan. Masih muda dan merasa bisa dijadikan teman, teman hidup misalnya. Kembali ke kompetensi tenaga pengajar, bahwa mereka harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan memiliki kemampuan mengajarkannya. Selain itu ia harus mau terus mempelajari hal-hal yang akan disampaikan kepada muridnya,



154



lalu tak lupa memiliki kreativitas dan cara mengajar yang mudah dipahami. Mempunyai keterampilan dan sikap yang baik supaya bisa memberikan contoh dalam bersosialisasi di lingkup sekolah, rumah, maupun masyarakat luas. Akrab seperti seorang teman dengan siswa itu bukan hal yang salah, yang terpenting adalah tetap menjaga wibawa di depan mereka dan walinya. Guru tidak gila hormat, tapi masih pantas dihormati dan dihargai meskipun oleh orangtua wali. Masalah yang seringkali terjadi dan belum diketahui cara penanganannya di lingkup tenaga pendidik adalah guru honorer. Beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab kualitas kurang bisa dipastikan keunggulannya adalah karena belum ada seleksi dari pihak dinas pendidikan seperti guru yang sudah menjadi PNS. Selain itu, gaji kecil guru honorer pun menambah situasi yang kurang kondusif di lingkungan pendidikan. Karena bagaimanapun perekrutan guru honorer dilakukan secara internal oleh sekolah, jadi gaji pun dari sekolah itu sendiri atau dari sebagian dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dari pemerintah. Guru honorer yang masih tersebar di sekolah dalam jumlah banyak dipengaruhi oleh kurangnya tenaga pendidik yang sudah berstatus PNS. Bahkan mungkin beberapa sekolah masih ada ketimpangan jumlah dimana satu tempat memiliki tujuh guru PNS sedang di tempat lain hanya ada 2 guru PNS saja. Sistem Pendidikan Jika tenaga pengajar kita ibaratkan dengan hidung, mari kita jadikan sistem pendidikan sebagai mulutnya. Kalau mulut berjerawat akan terlihat bengkak dan tentunya membuat wajah terlihat kurang baik, dan rasanya pasti sakit. Untuk berbicara pun sepertinya enggan, atau jika terpaksa berarti harus dengan



155



menahan rasa sakit.Lalu bagaimana mengobatinya, supaya bisa berbicara kembali dengan lancar tanpa menahan sakit?Kemudian membuat wajah pendidikan Indonesia ini tampak mempesona. Menurut UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003: Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Akhir-akhir ini, Indonesia masih dianggap krisis sumber daya manusia terutama disebabkan kualitas pendidikan yang kurang. Hal terpenting yang harus sangat diperbaiki adalah tenaga pengajar. Karena untuk mencetak peserta didik menjadi sumber daya manusia yang bagus dan hebat diperlukan pendidik yang hebat pula. Tujuan Indonesia mencerdaskan kehidupan bangsa sampai saat ini belum terpenuhi. Tampak dari banyaknya anak usia sekolah yang tidak punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Lalu, bagaimana upaya kita mewujudkan wajib belajar sembilan tahun bisa benar-benar menjadi sesuatu yang harus dirasakan oleh seluruh anak Indonesia? Hal lain yang menjadikan peserta didik dalam kesulitan adalah sistem belajar online. Karena tidak semua anak didik mempunyai media yang diperlukan seperti handphone dan komputer atau laptop.Teknologi memang penting untuk menunjang perkembangan pendidikan Indonesia, tapi bagaimana mungkin dengan mengabaikan anak didik yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengimbanginya. Bahkan untuk mencukupi administrasi saja, orangtua sudah melakukannya dengan penuh peluh dan juang. Hal ini semakin hari mungkin akan



156



memperbanyak tingkat putus sekolah di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. Jangankan untuk berjuang, bahkan beberapa anak mungkin sudah menyerah karena menyadari ketidakmampuan orangtuanya dan memilih untuk membantu mencari penghasilan untuk kehidupan sehari-hari. Mungkin sistem berbasis teknologi harus dibarengi pula dengan pemerataan beasiswa untuk anak berprestasi dan kurang mampu. Namun, alangkah lebih baiknya jika menititikberatkan kepada kalangan menengah ke bawah dahulu. Meskipun berprestasi, namun apabila ia anak dari orangtua kalangan berkemampuan mungkin tak perlu mendapatkan beasiswa lebih dahulu. -Tenaga Kependidikan Kita anggap tenaga pendidikan adalah mata di wajah pendidikan Indonesia. Jerawat di mata pasti sangat sakit dan akan mengganggu penglihatan. Seperti fungsi mata, tenaga kependidikan bisa berperan sebagai pengawas. Namun tetap berperan untuk membantu kelancaran proses pendidikan di Indonesia. Orang yang berperan sebagai tenaga kependidikan adalah orangtua murid dan masyarakat luas yang peduli akan pendidikan. Peran orangtua sangat penting untuk menjadikan seorang anak yang menjadi peserta didikmempunyai bekal ilmu. Tak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar orangtua adalah guru pertama untuk sang anak. Tingkat keberhasilan pendidikan seorang anak sangat dipengaruhi oleh dukungan orangtua.Karena bagaimanapun, orangtua yang bertanggungjawab atas kegiatan belajar mata pelajaran dan sosialisasi anak di rumah. Maka dari itu, sangat disayangkan ketika orangtua menyerahkan



157



sepenuhnya pendidikan anak kepada pengajarnya di sekolah. Malah seringkali hanya ikut andil dalam mengkritik pengajar yang tidak sesuai keinginannya.Belum lagi ingin ikut serta mengatur hal-hal yang terjadi di sekolah dengan dalih memberikan yang terbaik untuk anaknya. Peran yang seharusnya diberikan oleh orangtua murid adalah sebagai berikut: 1. Ciptakan suasana nyaman di rumah untuk memberi ruang belajar yang kondusif, kalau perlu temani ia belajar supaya bersemangat. Belajar tak hanya tentang mata pelajaran, namun ajari juga kepada anak mengenai bagaimana bersosialisasi, berperilaku, dan berbudi pekerti. 2. Berikan fasilitas yang mencukupi sesuai kemampuan, minimal peralatan sekolah dan administrasinya. Bagi yang lebih mampu, bisa menyiapkan dana dan asuransi pendidikan lebih awal. Alangkah beruntungnya jika sang anak berprestasi dan mendapatkan beasiswa. Selalu dukung anak sesuai minatnya, karena bisa jadi dari minatnya ia akan mendapatkan biaya pendidikan gratisnya. 3. Turuti anak untuk bersekolah sesuai minat dan bakatnya. Karena dari pilihan sekolah akan menentukan kenyamanan si anak dalam kegiatan belajar dan tentunya mendekatkannya pada cita-cita yang ingin dicapai. Contohnya apabila anak menyukai musik, carikan sekolah musik sesuai kemampuan atau setidaknya pilihkan sekolah yang memiliki ekstrakurikuler musik di dalamnya. Jangan sampai memaksa anak untuk masuk ke sebuah sekolah atau perguruan tinggi sesuai profesi yang orangtua inginkan. Meski menurut orangtua jurusan yang dipilih akan menjamin kehidupannya,



158



namun sangat disayangkan jika anak merasa tertekan dan tidak nyaman dalam menjalaninya di masa depan. 4. Memberikan perhatian dan kasih sayang dalam proses belajarnya, entah di rumah maupun di sekolah. Apabila ia kesulitan belajar di rumah, maka bantu ia mencari solusi supaya bisa melanjarkan kegiatannya. Lalu untuk meminimalisir masalah yang ia dapatkan di sekolah, selalu ajak ia bicara dan berdiskusi di luar kegiatan belajarnya. Tentang apa yang terjadi di sekolah dan kesulitan yang mungkin mengganggu belajarnya. -Lembaga Pendidikan Terakhir, kita ibaratkan lembaga pendidikan sebagai dahi dan kedua pipi. Apakah dahi dan pipi berjerawat mengganggu tampilan wajah? Tentu saja sangat mengganggu dan sakit rasanya. Malunya pun tak kalah luar biasa, karena terkadang tepat di pusatnya hingga seperti orang India. Lembaga pendidikan adalah wadah atau tempat dimana proses pendidikan berlangsung. Ia bertugas memberikan kenyamanan, keamanan, dan fasilitas yang menunjang terlaksananya proses pendidikan. Tempat pendidikan pun mempunyai beberapa cakupan, yaitu pendidikan formal (sekolah atau kampus), informal (keluarga), dan non formal (masyarakat). Pendidikan formal akan menyediakan tempat kala peserta didik berusia dini, yaitu lembaga pendidikan PAUD hingga perguruan tinggi. Pendidikan formal harus menyediakan tempat nyaman dan petugas yang bisa diandalkan yaitu tenaga pendidik atau pengajar.Fokus seorang guru seharusnya bagaimana mengajar yang baik.Kreatifitas dalam memberikan materi belajar



159



yang mudah diterima dan dipahami siswa sangat diharapkan. Jangan sampai seorang pengajar hanya mementingkan murid yang pintar dan mengabaikan yang belum pintar. Apalagi mengajar tanpa interaksi dengan semua murid, lalu membiarkannya tanpa perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu.Karena bagaimanapun tujuan pendidikan adalah mencetak sumber daya manusia yang cerdas dan berguna bagi bangsa. Tak hanya mencetak beberapa manusia pintar saja, dan alangkah baiknya jika ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia Indonesia merata atau setidaknya mencapai rata-rata. Tak sedikit ditemukan kisah guru yang tak fokus karena penghasilan yang kurang dari sekolah. Entah siapa yang bisa bertanggungjawab karena status guru honorer yang bergaji kecil akhirnya membagi fokusnya untuk mendapatkan penghasilan di tempat lain. Tak hanya guru, tenaga pendidik di tingkat perguruan tinggi pun perlu perbaikan. Tak perlu memunculkan kesan guru killer untuk dihormati, kewibawaan dan kecerdasan bisa dijadikan pilihan. Terlebih citra dosen yang merasa sibuk dan sulit dicari terutama di saat membimbing skripsi. Memang skripsi perlu usaha dan perjuangan, tapi tidak semua mahasiswa berkapasitas untuk mengejar segala hal yang diinginkan dosennya. Pendidikan informal diberikan oleh keluarga terutama orangtua. Ini terjadi sebagian besar di rumah dan menjadi tempat penerimaan pelajaran untuk pertama kalinya. Diutamakan untuk lebih memberikan pelajaran tentang cara bersikap, berbudi pekerti dan bersosialisasi yang baik. Selain itu, memberikan dukungan penuh atas minat dan bakat yang dimiliki anak sangat berpengaruh untuk kelangsungan pendidikan



160



formalnya.Lalu tak lupa untuk memberikan motivasi dan kondisi tempat belajar yang nyaman bagi anak di rumah. Supaya anak senang dan nyaman saat belajar di rumah, kemudian alangkah lebih baiknya jika mau menemani dan memberikan solusi seputar permasalahan yang dihadapi di sekolah. Lalu, peran lembaga pendidikan non formal (masyarakat) adalah mengembangkan potensi dari sisi individu. Yaitu menciptakan sebuah situasi yang kondusif dalam besosialisasi dan berbagi ilmu yang di dapat dari masyarakat itu sendiri. Hal tersebut adalah melestarikan kebudayaan setempat, berbagi pengalaman yang didapat dari pendidikan formal dan informal, serta berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang bermanfaat untuk satu sama lain. Tak ada yang salah dari wajah pendidikan Indonesia, hanya saja sepertinya masih kurang mulus jika dipandang mata. Terlebih jerawat masih sering tumbuh di berbagai sisi seperti hidung, bibir, telinga, dahi, dan pipi. Masyarakat di Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang bisa membawa mereka bangkit dari kesulitan ekonomi dan berbagai lini. Akhirakhir ini Mas Mendikbud telah berupaya memperbaiki wajah yang sedang berjerawat ini melalui carablue print. Blue print— cetak biru adalah kerangka kerja terperinci sebagai landasan dalam pembuatan kebijakan yang meliputi penetapan tujuan dan sasaran, penyusunan strategi, pelaksanaan program dan fokus kegiatan serta langkah-langkah atau implementasi yang harus dilaksanakan oleh setiap unit di lingkungan kerja (Wikipedia). Menunggu blue print hadir di pendidikan Indonesia seperti mencoba obat jerawat yang sudah dipakai setiap hari namun belum sembuh juga. Ya, perlu proses untuk menjadikan wajah mulus kembali. [*]



161



Tentang Penulis



Menyelesaikan Pendidikan S1 di Prodi Keprawatan di Universitas Gadjah Mada University , September 28th, 2006 - May 19th, 2010. Kemudian, Menyelesaikan Pendidikan S2 di Akdeniz University Turkey dengan gelar akademik Master of Science / Nursing Science / Sept 1st, 2014 - July 14th, 2017, kemudian mengikuti Internship Nursing program / Gadjah Mada University – Indonesia Mei 23th, 2010 - September 20th, 2011. Saat ini berstatus Dosen tetap di STIKes Widya Dharma Husada Tangerang, sejak September 2011



162



ARGUMENTASI: PRINSIP HUMANISASI DALAM PENDIDIKANTERSISA 25% Oleh: Sonny Santosa Universitas Buddhi Dharma – Tangerang endidikan berjalan pada setiap saat dan di segala tempat. Setiap orang, baik anak-anak maupun orang dewasa mengalami proses pendidikan, lewatapa yang dijumpai atau apa yang dikerjakan. Walaupun tidak ada pendidikan yang sengaja diberikan, tetap saja pada esensi awalnya setiap orang akan terus belajar dari lingkungannya, meskipun indikator menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia belumlah menggembirakan, sedang tantangan di masa ini, seperti menghadapi era revolusi industri 4.0 serta perdagangan bebas sangatlah berat. Di sini diperlukan suatu cara yang tepat untuk mengatasinya, yakni melalui pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup (prinsip humanisasi) bagi peserta didik. Kita menyadari secara nyata bahwa pendidikan ilmiah modern telah menciptakan lebih banyak masalah daripada meningkatkan ilmu pengetahuan, kedamaian, kebahagiaan dan ketentraman itu sendiri. Pemerintah selalu melakukan upaya untuk mempertahankan eksistensi dari kedamaian, kebahagiaan serta ketentraman dengan memberikan semacam hukuman bagi mereka yang melanggar hukum di suatu cakupan wilayah atau Negara tersebut, namun faktanya di seluruh dunia kejahatan serta perbuatan tidak bermoral lainnya tetap saja menunjukkan



P



163



angka peningkatan yang tidak cenderung menurun, hal ini dikarenakan untuk membasmi kejahatan tidaklah cukup dengan mengkondisikan “ketakutan akan hukuman” namun jauh lebih daripada itu terdapat nilai didalam diri manusia yang cenderung menjadi pagar pembatas untuk manusia yang akan melakukan kejahatan, hal inilah yang dimaksud penulis sebagai prinsip humanisasi. Prinsip humanisasi sangatlah penting diperlukan dalam proses pendidikan, proses transformasi pengetahuan itu sendiri kepada peserta didik, apapun mata pelajaran/mata kuliahnya. Kita melihat ditelevisi dan atau media social lainnya, begitu banyak berita yang berisi berbagai kejahatan yang dilakukan dari semua kalangan usia. Bila kejahatan pencurian seperti korupsi telah begitu merajalela, berlangsung secara bersama-sama dan sistematis, bila kejahatan pembunuhan sudah begitu lumrah dan berlangsung secara sadis tidak mengenal usia, bila kejahatan dalam perilaku seksual sudah menjadi pemandangan sehari-hari dan berlangsung tidak mengenal usia dan kalangan serta status social, lalu kesemua ini sebagai pertanda apa.? Dalam Ajaran Buddha, Sang Buddha bersabda: Dveme, Bhikkhave, Dhamma Sukka Lokam Palenti. Katame dve? Hiri ca ottappañca, yang mempunyai arti: Para bhikkhu, dua hal ini baik secara moral sebagai pelindung dunia.Apakah yang dua hal itu? Malu berbuat jahat (Bahasa Pali: Hiri)dan Takut akan akibat dari perbuatan jahat (Bahasa Pali: Ottapa). (Cariya Sutta-Anguttara Nikaya). Hidup di era ketika kita selalu diprovokasi melalui setiap kesempatan yang ada untuk menyimpang dari norma dan kebenaran moral, dan ketika berada pada titik ke-tidak-tenangan sosial, kesulitan ekonomi, dan konflik politik yang memicu ber-



164



kobarnya emosi diri, kebutuhan terhadap perlindungan tambahan menjadi suatu keharusan: melindungi diri, melindungi dunia ini. Pertanda apakah bila rasa malu telah dikalahkan oleh hasrat nafsu duniawi, bila rasa bersalah dan hati nurani telah tertimbun debu keserakahan dan kebodohan.? Akan jadi apakah Negara ini, bila kejahatan demi kejahatan seakan tak berhenti dan terus membumbung tanpa batas.? Apakah sempat terbesit oleh kita sebagai insan yang sempat menempuh pendidikan dan menyelesaikannya setingkat demi setingkat mengenai hal ini.? Selamakedua hal ini (Hiri dan Ottapa) tertanam di dalam hati setiap manusia, standar moral di dunia ini akan terjaga, akan tetapi ketika pengaruh hiri dan ottappa berkurang, dunia manusia akan jatuh ke dalam jurang di mana tidak adanya perasaan malu akan perbuatan yang tidak baik, dan penuh kekerasan, menjadi tidak dapat dibedakan antara manusia dengan binatang. Hiri, perasaan malu, merujuk secara internal di dalam diri kita; perasaan ini berakar pada harga diri dan menyebabkan kita tidak berbuat jahat atas perasaan kehormatan diri. Otappa, rasa takut akan akibat dari melakukan perbuatan jahat, berorientasi secara eksternal. Hal ini merupakan kesadaran moral yang memperingatkan kita akan konsekuensi buruk setiap bertindak di luar nilai- nilai moralitas; disalahkan dan hukuman dari pihak lain, buah karma buruk yang menyakitkan, hambatan terhadap hasrat untuk mencapai pembebasan dari penderitaan. Ingatkah rasa malu yang datang menghampiri kita dikala kita datang terlambat ke sekolah, dan ingkatkah kita akan rasa takut yang begitu luar biasa ketika kita kepergok Sang Guru ketika kita bersama teman-teman sedang merokok pertama kalinya.? Kini kemanakah rasa malu dan takut



165



itu.? Ketika kita mulai masuk ke jenjang lebih tinggi (tingkat sarjana strata satu), kita lebih senang ketika ada dosen yang berhalangan hadir, bahkan andaikan dosen tersebut hadir didalam kelas kita, kita seperti menunjukkan sikap acuh tak acuh, kita lebih focus kepada gameonline, chatting dan mungkin tidur didalam kelas kita sendiri. Ya..inilah kondisi pendidikan kita saat ini, agak miris. Fenomena kehidupan dewasa ini yang begitu sarat dengan kemerosotan moral dalam gemilang dan perburuan harta semakin membentuk pribadi kita kearah yang semakin materialistis dan hedonis telah disinyalir dan dikenal sejak dahulu kala, cara apapun yang orang-orang lakukan untuk mencapai tujuan rendah seperti itu akan selalu diupayakan, kini pendidikan dihadapkan pada sebuah kondisi dimana nilai pendidikan itu akan selalu bergeser secara makna. Pendidikan diharapkan mampu menjadi “penawar” dalam kondisi pergeseran tersebut. Ketika kita mempelajari sebuah pendidikan yang kurang berkembang terhadap isu-isu strategis dimasyarakat, maka sudah dipastikan bahwa kitapun akan menghadapi masalah-masalah dalam tingkat psikologis. Pendidikan saat ini hanya membicarakan strategi klasik seperti perburuan harta dan hedonis itu sendiri, namun dibalik itu semua, tentu kita semua mengharapkan agar proses pendidikan seperti itu harus dilakukan pembaharuan isi tanpa merubah secara struktural esensi dari pendidikan tersebut. Coba anda bayangkan, ketika penulis menghadapi kenyataan pahit bahwa ketika mengajar matakuliah katakanlah matakuliah A disalah satu kampus, ternyata apa yang tertuang didalam rencana pembelajaran semesternya, penulis mendapati bahwa isi materi pembahasan dan sumber buku acuannya adalah sama



166



seperti ketika penulis sewaktu masih menjadi mahasiswa muda yang mengambil matakuliah A tersebut. Matakuliah A itu tidak salah, namun ketika tidak dilakukan pembaharuan sedemikian rupa untuk menjawab berbagai macam perubahan disetiap garis waktu tersebut maka makna dari matakuliah itu akan menjadi bias, misal dulu kita mendengar istilah pasar, namun diera revolusi industry 4.0 seperti saat ini, pasar mengalami banyak perubahan bentuk, ciri dan ragam, seperti melalui proses daring dan semacamnya, dengan kata lain, pasarnya tetap ada, namun isu strategis yang harus dimasukkan dalam bentuk variasi agar lebih mengena, apakah anda setuju.? Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang demikian pesat mengakibatkan inovasi pengetahuan begitu melimpah. Begitu banyaknya pengetahuan baru, sehingga guru pembimbing penulis mempunyai argumentasi yang cukup menarik bahwa orang tidak akan mampu mempelajari seluruhnya, walaupun dilakukan sepanjang hidupnya. Ambillah beberapa pengetahuan yang bermanfaat tidak hanya untuk urusan duniawi namun juga mampu mengembangkanprinsip humanisasi yang kian hari semakin terasa menipis. Hal inilah yang menjadi benang merah dengan pendidikan kita saat ini, pendidikan tidak lagi dapat mengharapkan peserta didik untuk mempelajari seluruh pengetahuan, karena itu dipilih bagianbagian esensial dan menjadi fondasinya. Learning how to learn menjadi harapan baru agar dapat digunakan untuk belajar sendiri, isu strategis kampus merdeka yang diusung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia turut menjawab tantangan tersebut, belajar bagaimana cara belajar merupakan sebuah harapan agara



167



seseorang diharapkan dapat mengembangkan diri dikemudian hari. Perkembangan IPTEK yang cepat membuat pengetahuan yang saat ini dianggap mutakhir seringkali akan cepat berubah menjadi using setelah peserta didik lulus, dengan modal inilah, peserta didik aka dapat lebih mempunyai kesempatan lebih untuk mengembangkan pengetahuan serta potensi dirinya. Kemajuan IPTEK yang tidak disertai dengan prinsip humanisasi akan menimbulkan bahaya baru, banyak informasi yang bisa kita lihat bahkan terhadap diri sendiri, bahwa begitu kerasnya perjuangan seseorang untuk menaklukkan dunia ini hingga kita sendiri melalaikan kesehatan kita dan menyerah pada pemuasan nafsu dan akhirnya menjadi murid setia yang bergelar “budak nafsu”, kecerdasan kita yang tidak terlatih menjadi penyebab masalah kita, kita ini adalah manusia yang dapat dikatakan sebagai satu-satunya makhluk hidup di dunia ini yang telah mengembangkan pemikiran kita sendiri hingga kita dapat mengerti bahwa suatu hari nanti kitapun akan menghadapi kematian, inilah sebabnya kita terlalu mengkhawatirkan kematian, padahal Tuhan telah memberikan kita modal yang besar yang seringkali dilupakan yaitu sikap tenang. Meskipun sedemikian kerasnya perjuangan kita ini, sekali lagi kita dihadapkan bahwa dunia ini tidak akan selalu sejalan dengan kemauan kita. Kenyataannya tidak ada seorang pun selain diri kita sendiri yang dapat mengupayakan kebahagiaan dan kesejahteraan kita. Menyadari hal ini kita harus mengatur kehidupan kita dengan baik, kita seringkali menyalahkan dunia, dan ini bukanlah karena ada yang salah dengan dunia namun karena ada yang salah dengan kita. Oleh karena demikian kita akan berada pada kesimpulan umum bahwa manfaat pendidikan



168



lebih diutamakan memiliki sisi orientasi pada prinsip humanisasi bagi peserta didik agar dapat dijadikan bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik secara pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga Negara. Jika hal ini dapat dicapai, maka faktor ketergantungan pada lapangan pekerjaan yang sudah ada, sebagai akibat dari banyaknya pengangguran, akan dapat diturunkan, yang bearti produktivitas nasional akan meningkat secara bertahap. Kerja atau produktivitas lainnya merupakan cerminan hakekat manusia itu sendiri. Prinsip humanisasi dalam dunia pendidikan nampaknya kini memang tersisa 25%, namun demikian tetap terdapat harapan akan terbentuknya dunia yang baik, oleh karena itu di titik pangkal inilah seharusnya kita semua kembali kepada nilainilai luhur dari agama kita masing-masing akan esensi sebuah nilai pendidikan, penulis meyakini semua agama pada prinsipnya memiliki harapan dan tujuan yang sama untuk menekan egoisme manusia, bahkan jika memungkinkan menghilangkan nafsu egoisme. Pendidikan yang didapat oleh kita dan peserta didik meskipun mengarah pada dunia materialistis meskipun bukanlah sesuatu yang jelek, namun pemenuhan kebutuhan dan mencari kekayaan yang dilakukan dengan cara-cara yang keliru atau salah tidaklah dapat dibenarkan, belakangan ini banyak sekali bermunculan kaum influencer yang baru, muda dan enerjik, tuntutan keras akan pemenuhan kebutuhan justru membuat ikatan yang semakin erat bagi yang bersangkutan, segala cara dilakukan agar dapat memperoleh keuntungan, meskipun dengan datangnya cibiran negatif dari para pengamat. Untuk itu didalam proses sebuah pendidikan, perlu diiringi atau



169



ditumbuhkan cara-cara yang benar sesuai dengan fenomena yang ada dalam mewujudkan kebutuhan hidup dan mencari kekayaan. Tuntutan keras yang memunculkan akibat yang baru sebagau kerja keras, bukanlah sesuatu yang hina melainkan sebaliknya, hal ini merupakan wujud dari kemuliaan keberadaan manusia itu sendiri, dan akan terasa hina bila kekayaan yang diperoleh adalah bukan hasil dari upaya atau kerjanya sendiri. Prinsip humanisasi merupakan tangan kepanjangan dari kecakapan hidup. Meskipun pendidikan yang kita dan peserta didik dipersatukan dalam lingkaran pendidikan pada akhirnya pula diharapkan dapat menjadi sebuah pondasi kecakapan hidup, orang yang tidak bekerja apakah tidak memerlukan prinsip humanisasi atau kecakapan hidup ini? Kita lihat pada ibu kita sendiri, ibu kita rata-rata memiliki pekerjaan yang berlabel di KTP sebagai Ibu Rumah Tangga, apakah seorang Ibu Rumah Tangga tidak memerlukan kecakapan hidup.? Jawaban sederhananya adalah PASTI, iya pasti memerlukan kecakapan hidup meskipun sebagai seorang ibu rumah tangga ataupun pensiunan sekalipun, begitupula dengan orang yang sedang menempuh pendidikan akan sangat perlu kecakapan hidup, karena sesungguhnya kecakapan hidup merupakan kunci untuk menghadapi permasalahannya sendiri. Kecakapan hidup yang penulis maksud adalah kecakapan yang dimiliki ditiap matakuliah/matapelajaran peserta didik, seperti kecakapan personal, kecakapan social, kecakapan akademik dan kecakapan vokasi. Bisakah kecakapan hidup tersebut dimasukkan dalam matakuliah atau matapelajaran yang diberikan kepada peserta didik.? Kecakapan hidup ini sangatlah diperlukan oleh siapapun, baik mereka yang bekerja, belum bekerja, juga kepada mereka yang sedang



170



menempuh pendidikan atau terhambat untuk menempuh pendidikan. Bangsa Indonesia merupakan bagian integral dari masyarakat dunia yang memiliki nilai religious yang cukup kental, nilai religious ini tertuang di beberapa visi dari provinsi, kota maupun kabupaten yang ada di Indonesia, sebagai contoh di Kota Tangerang yang memiliki tambahan kata seperti Akhlakul Karimah pada kalimat visinya, dimana kata-kata ini bagi penulis menggambarkan esensi dari kecakapan hidup diatas. disinilah pentingnya pembentukan jati diri dan kepribadian guna menumbuhkembangkan penghayatan nilai-nilai etika, sosio dan religious yang merupakan bagian integral dari pendidikan di semua jenis dan jenjang. Pendeskripsian kecakapan hidup sebagaimana dijelaskan diatas mempunyai arti yang sama dengan yang kita miliki dalam dunia pendidikan yaitu kompetensi. Pendidikan juga merupakan sebuah system yang pada dasarnya termasuk dalam sistematisasi dari proses perolehan pengalaman tersebut, hal inilah yang membuat pengertian pendidikan sebagai proses perolehan pengalaman belajar yang berguna bagi peserta didik sesuai dengan amanat UndangUndang pendidikan kita. Pengalaman belajar inilah yang diharapkan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik, sehingga siap digunakan untuk memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya, dimana pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik diharapkan juga mengilhami mereka ketika menghadapi problema dalam kehidupan sesungguhnya.



171



Bukankah ketika kita dilahirkan, kita telah menjalani proses keberlanjutan dari pendidikan itu sendiri, orangtua kita senantiasa mendidik kita, bahkan untuk hal-hal tertentu terkait kompetensi, kitapun belajar dari sosok yang lebih dewasa dari kita baik itu kepada orangtua maupun lingkungan, ketika kehidupan semakin maju dan kompleks, masalah kehidupan dan fenomenapun menjadi kompleks, kemudian dengan pendidikan yang kita dapatkan tersebut diupayakan agar dapat menyelesaikan atau mengatasi masalah tersebut dengan dukungan wacana keilmuan yang kita dapatkan dari proses pendidikan tersebut.Beberapa ahli menyebutkan bahwa pelaksanaan pendidikan semacam itu haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisiologis dan psikologis peserta didik, tanpa menghilangkan mata pelajaran/mata kuliah tersebut, karena kedua hal ini merupakan rangkaian yang saling mendukung, tetapi harus ditempatkan pada posisi yang sebenarnya artinya dari sini kita dapat menarik dua indicator penting dalam pendidikan itu sendiri, yaitu prinsip humanisasi (kecakapan hidup) dengan substansi dari mata pelajaran/mata kuliah tersebut. Pada praktik keseharian dalam pendidikan kita memerlukan semacam tabel bantuan untuk membantu para pengajar melakukan identifikasi kecakapan hidup itu sendiri sehingga dapat dikembangkan bersamaan dengan pembahasan pokok tertentu. Misalnya penulis mengajar mata kuliah studi kelayakan bisnis pada suatu kampus, ketika penulis hendak membahas topic mengenai hambatan dalam berbisnis, maka penulis harus berusaha mencari kecakapan hidup apa yang cocok dan perlu dikembangkan. Mungkinkah kecakapan menggali dan



172



mengolah informasi dapat ditumbuhkan bersamaan dengan pembahasan tersebut.? Mungkinkah aspek kerjasama juga dapat ditumbuhkan misalnya melalui kerja kelompok.? Atau mungkinkah kecakapan komunikasi dan kesadaran akan potensi diri dapat ditumbuhkan bersamaan dengan topic yang akan dibahas tersebut.? Semua pertanyaan tersebut akan mudah ditemukan jawabannya didalam sebuah rencana pembelajaran semester (RPS) berdasarkan tujuan umum dan khusus yang ingin dicapai, sampai sini kita dapat melihat dengan jelas bahwa kecakapan hidup (prinsip humanisasi) yang ingin dikembangkan sebagai hasil identifikasi tersebut benar-benar dirancang untuk ditumbuhkan dalam pembelajaran dan diukur hasilnya sebagai hasil pembelajaran pada suatu unit pendidikan. Jika kita berprinsip bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kecakapan hidup, maka hasilnya harus dievaluasi dan dijadikan salah satu tolak ukur utama hasil belajar. Tolak ukur utama dalam evaluasi inilah yang menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan bagi Bangsa Indonesia, Bangsa yang memiliki latar belakang sejarah yang tidak pendek. Kini, dengan adanya wabah pandemic covid-19 yang hampir melanda seluruh Negara, salah satunya Indonesia, telah banyak mempengaruhi berbagai aspek seperti pendidikan, ekonomi, social dan tatanan system kemasyarakatan. Sifat dan karakteristik sebuah lembaga pendidikan telah bergeser seiring dengan perkembangan teknologi, bagi lembaga pendidikan yang memiliki kapasitas teknologi yang cukup mungkin hal ini tidak menjadi kendala besar, namun bagaimana dengan lembaga pendidikan lainnya yang belum memiliki kapasitas teknologi yang cukup.? Sebagai contoh, kita dapat menyaksikan disebuah berita



173



di televise, dimana ada seorang pendidik yang rela mendatangi rumah demi rumah dari siswanya, hal ini tentu bukanlah sesuatu hal yang disengaja, namun atas dasar kasih sayang seorang pendidik dan ketulusannya untuk tetap turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi nampaknya memang prinsip humanisasi dalam dunia pendidikan tersisa 25 %, apakah para pembaca setuju.? Disamping jawaban yang diberikan oleh para pembaca, kenyataannya adalah contoh ketulusan dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh seorang pendidik tidak berbanding simetris dengan ingatan para remaja, mahasiswa apapun sebutannya. Dibidang pendidikan dan generasi muda, masih banyak kita temui adanya perkelahian dan aksi anarkis antar peserta didik, dimulai dari pelajar SD, SMP, SMA bahkan sampai mahasiswa terlibat perkelahian antar sesama pelajar. Mahasiswa yang mendapat tambahan sebutan dikata siswa yaitu “maha” nyatanya tidak begitu diperhatikan makna sehingga kata-kata “maha” yang diikuti “siswa” hanya menjadi sebuah simbolis bersifat fatamorgana yang meninggalkan noda coretan di benak masyarakat. Kita sering melihat, para mahasiswa dalam meyalurkan aspirasinya kadang juga diiringi dengan aksi pengrusakan fasilitas pemerintah dan obyek vital, seperti kendaraan dan lainnya. Bahkan beberapa kejadian yang sempat terliput media massa, memperlihatkan kepada kita secara terbuka perkelahian antara mahasiswa dengan warga masyarakat dan aparat keamanan sebagai eksistensi kebrutalan dari kegiatan demonstrasi kerap terjadi.



174



Mari di hari pendidikan nasional yang segera datang nanti, kita bersama-sama merenung, bahwa kita sebenarnya adalah Bangsa Indonesia yang memiliki banyak potensi, kekuatan dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh berbagai komponen bangsa, janganlah kita semua melewatkan keunggulan-keunggulan tersebut untuk memecah persatuan dan kesatuan NKRI tercinta kita. Jika para peserta didik ingin menyampaikan atau menunjukkan adanya ketimpangan social, dan ingin menyuarakan kebenaran, menuntut keadilan ataupun menghapus adanya diskriminasi dan masalah social lainnya, mengapa hal tersebut harus dilakukan melalui kekerasan dan anarkis.? Sekali lagi, Indonesia mempunyai sejarah sebagai bangsa yang disegani dan dikagumi oleh bangsa-bangsa lain didunia. Nilai prinsip humanisme tergambar dalam rautan tiap warga Negara kita (Indonesia), keanekaragaman budaya, nilai budi yang didarmakan, serta ditopang dengan kearifan local masyarakat kita, diyakini mampu menyatukan perbedaaan yang ada, sebuah ikatan kebersamaan untuk saling menghargai dan menghormati yang tidak dapat diputus oleh siapapun.Janganlah para pembaca terpukul dengan argumentasi saya mengenai prinsip humanisasi dalam pendidikan tersisa 25%, riilnya meskipun tersisa 25%, ada hal-hal pokok yang dapat kita jadikan sebagai modal untuk meningkatkan kembali proporsi 25% tersebut ke persentase yang lebih tinggi lagi didalam system pendidikan kita, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kearifan local dan Pancasila Nilai-nilai asli Indonesia terbukti mampu mengakomodir semua kepentingan kelompok menjadi perpaduan yang



175



serasi dan harmonis. Nilai-nilai tersebut merupakan kearifan local yang dapat membawa Indonesia ke puncak kejayaan, diantaranya semangat gotong royong, tolong menolong, kemajemukan dan nilai budi yang didarmakan untuk masyarakat. 2. Semangat Gotong Royong Semangat ini merupakan ciri kearifan local Bangsa Indonesia yang ada sejak nenek moyang kita. Sebagai contoh, ketika saat ini, Negeri tercinta kita sedang dilanda wabah pandemic covid-19, maka seluruh elemen akan bekerja sama secara bergotong royong untuk mengerjakan pekerjaan pembangunan posko siaga tanpa mengharapkan upah atau imbalan, bahkan mayoritas warga di satuan masyarakat turut melakukan aksi derma seperti makanan (bagi masyarakat yang kurang mampu) dan uang (yang digunakan untuk membeli sarana disinfektan serta pembuatan masker untuk dibagikan kepada tiap warga) tanpa mengharapkan upah atau imbalan, namun semata-mata agar tidak ada warga yang menjadi korban bagian dari penularan mata rantai covid19. 3. Jiwa Kemajemukan Jiwa kemajemukan ini sangat terlihat dalam kehidupan bermasyarakat, dimana ketika dihadapkan pada pekerjaan bersama, tak seorang pun warga yang memandang latar belakang suku, agama, ras atau golongan. Mereka meleburkan diri untuk kepentingan bersama dan memelihara keharmonisan umum. 4. Nilai Budi Dharma



176



Nilai budi dharma ini merupakan ajaran hidup yang diturunkan oleh nenek moyang Bangsa Indonesia agar selalu menghormati dan menghargai orang lain, serta memperlakukan orang lain seperti memperlakukan diri sendiri, menghindari sikap sombong, angkuh atau sikap lain yang dapat menimbulkan perselisihan. Nilai-nilai kearifan local diatas merupakan sifat-sifat asli bangsa kita, namun telah diracuni dan disamarkan oleh kekuatan asing yang justry datang dari dalam diri kita sendiri. Budaya kebersamaan seakan luntur oleh budaya pragmatis modern. Lagu kebangsaan mulai ditinggalkan, nama pahlawan nasional hanya menjadi penghias ruangan pemelajaran, bahkan lima butir Pancasila sudah hampir dilupakan oleh generasi muda, bahkan kerja bakti lingkungan yang dimaksudkan sebagai media komunikasi angtar warga dan menimbulkan rasa ikut menjaga (tidak hanya memiliki) fasilitas social atau umum, dianggap sebagai kegiatan formalitas yang dapat ditinggalkan dengan cara membayar sejumlah uang, saling sapa antar sesama menjadi hal yang aneh, bahkan antar tetangga pun tidak kenal satu sama lainnya, semangat kebersamaan seakan luntur dan membentuk sikap individualistis, dan semua itu dapat terjadi hanya terdapat sebuah handphone dan media chat serta aplikasi menarik lainnya didalam genggaman tangan kita. Nilai-nilai itupula yang ketika dicoba untuk dimasukkan kedalam tabel rencana pembelajaran semester kita atau kurikulum yang mempunyai bentuk turunan matakuliah akan turut membentuk : 1. Kesadaran eksistensi diri 2. Kesadaran potensi diri 3. Kecakapan menggali informasi



177



4. Kecakapan mengolah informasi 5. Kecakapan mengambil keputusan 6. Kecakapan memecah masalah 7. Kecakapan untuk berkomunikasi secara lisan 8. Kecakapan untuk berkomunikasi secara tulisan 9. Kecakapan untuk bekerjasama 10. Dan kecakapan prinsip humanisasi lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang digeluti. Kesepuluh sikap diatas yang ketika dimasukkan dalam sebuah matakuliah maka secara otomatis akan membentuk sebuah budaya atau prinsip humanisasi. Kesepuluh sikap diatas pula yang membuat pola pikir kita menjadi berubah bahwa apa yang kita berikan untuk peserta didik bukanlah sesuatu yang bersifat benar atau salah, melainkan baik atau buruk yang berorientasi pada moralitas. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah lembaga pendidikan yang baik adalah tidak hanya terbatas pada memproses sebuah intelektualisme namun juga sikap kebajikan yang menyertai individu untuk selalu mengembangkan prinsip humanisasi tersebut. Dengan adanya prinsip humanisasi, maka akan mampu membawa kita kepada sebuah lorong waktu yang menampilkan kepadakita secara gamblang bahwa kita (Indonesia) memiliki nilai-nilai luhur sebagai sebuah bangsa. Mengerti bahwa pendidikan merupakan wujud sebuah cinta dan kasih sayang serta sikap atau prinsip humanisasi yang harus selalu mendapat tempat pertama diatas keuntungan semata. Adanya peserta didik yang pandai belum tentu membuat sebuah Negara menjadi sejahtera, namun



178



kepandaian yang diiringi dengan prinsip humanisasi akan membuat rakyat di sebuah Negara akan menjadi sejahtera. Kita harus sadar bahwa Indonesia kita ini memiliki jiwa nenek moyang sebagai patriot (penggambaran dari sebuah lagu: nenek moyangku seorang pelaut,…), serta kekayaan alam yang disuguhi air syurga dari Yang Kuasa, telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar komoditas utama bagi Negara lain. Kesempatan besar ini janganlah kita lewatkan begitu saja. Saya, anda dan kita semua, bersama-sama dengan Pemerintah tentunya melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus berpegangan tangan yang erat guna membekali generasi mudanya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui program pendidikan yang tidak hanya berkualitas tetapi juga berkebajikan, sehingga nilai prinsip humanisasi tidak mengalami penurunan kembali ke titik nol. Semua komponen bangsa harus membekali diri dengan ilmu pengetahuan yang cukup, keahlian dan keterampilan sesuai bidangnya, wawasan yang luas serta menyiapkan diri dengan pengalaman nyata dilapangan untuk membentuk karakter individu yang kuat dan berwawasan kebangsaan sehingga tidak melunturkan sikap luhur diatas. [*] Pertanyaan terakhir saya adalah: Apakah kita mau, PRINSIP HUMANISASI DALAM PENDIDIKAN TERSISA 25% saja.?



179



Tentang Penulis Sonny Santosa, Penulis telah menempuh pendidikan Strata Satu (S1) di STIE Buddhi Jurusan Akuntansi lulus pada tahun 2006 dan menempuh pendidikan Magister (S2) di Universitas Muhammadiyah Tangerang Jurusan Magister Manajemen lulus pada tahun 2015. Sejak tahun 2004 hingga saat ini penulis bekerja sebagai Dosen Tetap Yayasan di Universitas Buddhi Dharma Tangerang Banten, program studi Manajemen. Penulis aktif dalam kegiatan menulis dan sempat memenangkan beberapa kompetisi dibidang penulisan seperti : Juara I (Lomba menulis karangan dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 2016, yang diadakan oleh PC Hikmahbudhi Jakarta), Juara Harapan (Lomba menulis artikel dalam rangka memperingati 145 tahun Renovasi Kelenteng Hok Tek Bio di Salatiga, yang diadakan oleh Redaksi Genta Tridharma Hok Tek Bio, Salatiga), selain itu penulis juga aktif membuat artikel di Majalah Dhammacakka dan sempat menjadi topik utama didalam majalah tersebut, Tulisan terbaru (periode Januari-April 2020) yang sempat dipublis dalam buku bunga rampai berjudul : 1. Nasionalisme Religius : Sebagai Upaya Parsial Menuju Banten Maju “Sumber Daya Manusia Menjadi Bagian Dalam Indonesia Emas 2045” 2. Dimanakah Jembatan Tersebut.? (Dinamika Profesi Penulis Diantara Komunikasi Dan Tantangan)



180



3. Argumentasi : Prinsip Humanisasi Dalam Pendidikan Tersisa 25% 4. Dream It, Wish It, Do It : Metamorfosis Sistem Pemelajaran



181



182



KEARIFAN LOKAL DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN Toman Sony Tambunan Pendahuluan endidikan merupakan elemen terpenting yang tidak bisa terpisahkan dari unsur kehidupan manusia. Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk kecerdasan, keterampilan dan kepribadian untuk mewujudkan kesuksesan dan keberhasilan seseorang. Keberhasilan seseorang dalam kehidupannya banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang telah dicapainya serta ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Pendidikan memiliki peran strategis bagi kemajuan suatu bangsa dan negara. Sebab pendidikan merupakan tolak ukur bagi kecerdasan seseorang untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan bagi suatu negara. Dengan pendidikan juga seseorang mampu berkompetisi di era persaingan yang semakin ketat ini. Kebutuhan akan pendidikan yang lebih tinggi dirasakan sangat penting bagi semua kalangan. Disamping untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas lagi, pendidikan berfungsi merubah pola pikir (mindset) seseorang sehingga mampu memikirkan, mencari solusi dan mengambil keputusan yang bijak atas suatu permasalahan. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan dalam membangun masa depan yang lebih baik telah mendorong semua kalangan untuk selalu melakukan terobosan-terobosan baru di bidang pendidikan dengan tujuan terciptanya sistem



P



183



pendidikan yang semakin berkualitas dan menghasilkan lulusan yang memiliki kualitas yang akhirnya mampu berdaya saing dalam semua aspek kehidupan. Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ada disebutkan beberapa prinsip penyelenggaraan pendidikan, yaitu pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna; pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat; pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran; pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Pada Pasal 36 ayat (2) disebutkan bahwa: ”Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik”. Sementara pada Pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa: ”Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan;



184



tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan”. Sistem pemerintahan Indonesia telah mengalami banyak perubahan, mulai dari sistem pemerintahan dengan mekanisme demokrasi liberal, bersifat federasi hingga sistem yang dianut saat ini adalah demokrasi. Corak demokrasi yang lebih berdasar pada dasar Negara adalah demokrasi pancasila, yaitu kekuasaan rakyat atau kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Memasuki era reformasi pada tahun 1998 menuntut agar terjadi perubahan di segala bidang termasuk masalah birokrasi pemerintahan di Indonesia. Pada era ini menuntut perubahan terhadap tata pengelolaan pemerintahan dengan menjadikan otonomi daerah sebagai penerapan (implementasi) tuntutan globalisasi untuk memberdayakan daerah dengan cara diberikan kewenanangan lebih luas. Substansi dari penyelenggaraan otonomi adalah mengatur dan mengurus sendiri rumah tangga daerah, baik pemerintahannya, sumber daya/potensi daerah, pembangunan daerah serta masyarakatnya. Salah satu dari tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis pada potensi lokal. Sehingga kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu. Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yaitu Ekonomi, Politik dan Sosial Budaya. Di bidang ekonomi, pelaksanaan otonomi daerah harus menjamin lancarnya kebijakan ekonomi nasional di daerah, mengoptimalkan potensi ekonomi di daerah. Dalam konteks ini,



185



otonomi daerah akan membawa dampak meningkatnya kesejahteraan bagi masyarakat di daerah. Di bidang politik, pelaksanaan otonomi daerah yang dapat dipahami sebagai proses untuk membuka kesempatan lahirnya pemimpin daerah yang dipilih oleh masyarakat secara demokratis, terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan yang memiliki keperdulian kepada masyarakat luas serta pengambilan keputusan yang tepat dan bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas. Di bidang sosial budaya, pelaksanaan otonomi daerah harus mampu menciptakan kehidupan sosial yang lebih baik, dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya lokal. Salah satu penerapan otonomi daerah bagi masing-masing daerah adalah daerah dapat mengatur sendiri pemerintahannya dibidang pendidikan dan salah satunya adalah membuat kurikulum sekolah yang berbasis kearifan lokal sesuai keunggulan atau potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Sehingga bagi anak didik dapat memahami dengan baik potensi dan nilai-nilai budaya yang dimiliki daerahnya sendiri sesuai dengan tuntunan ekonomi global. Catatan sejarah yang panjang menunjukkan, masing-masing suku dibeberapa daerah memiliki potensi kearifan lokal sendiri yang dapat diberdayakan menjadi nilai tambah. Kearifan lokal dipandang sebagai sesuatu yang mengandung kebaikan bagi kehidupan masyarakat yang menganutnya. Nilai utama budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai local wisdom (kearifan lokal) dan human capital sangat bermakna dalam membangun suatu suku bangsa dan daerahnya. Pengertian Pendidikan Kearifan Lokal Penulis mencoba mendefinisikan secara sederhana pendidikan berbasis kearifan lokal, yaitu pendidikan yang



186



mengajarkan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat guna untuk dikenal, diketahui, dipahami, dan dilestarikan dengan baik seperti budaya, adat istiadat dan hukum-hukum/peraturan sehingga bermanfaat bagi peserta didik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Lebih lanjut dalan Undang-Undang tersebut disebutkan prinsip penyelenggaraan pendidikan yang terdiri dari: Pertama, Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Kedua, Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. Ketiga, Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Keempat, Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Kelima, Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Keenam, Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen



187



masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan Secara yuridis, kurikulum pendidikan berbasis kearifan lokal telah memiliki landasan yang jelas, yaitu: - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, pada Pasal 14 ayat 1 yang berbunyi: ”Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota, salah satunya adalah penyelenggaraan pendidikan”. Pada Pasal 22 disebutkan bahwa salah satu



188



-



-



-



kewajiban daerah dalam menyelenggarakan otonomi adalah melestarikan nilai sosial budaya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000, pada Pasal 3 ayat E point 10 disebutkan bahwa salah satu kewenangan propinsi di bidang pendidikan dan kebudayaan adalah: ”Penyelenggaraan museum propinsi, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejaran dan nilai tradisional serta pengembangan budaya dan bahasa daerah”. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, pada Bab III Pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa: ”Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Lebih lanjut, pada Bab X Pasal 36 ayat 2 dijelaskan bahwa: ”Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik”. Disamping itu, Pada Bab XIV Pasal 50 Ayat 5, berbunyi: ”Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal”. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005, pada Bab III Pasal 14 Ayat 1 yang berbunyi: ”Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dan kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal”. Pada Penjelasan Pasal 91 ayat 1 juga dikatakan bahwa: ”Dalam rangka lebih mendorong



189



-



penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan denga kebutuhan masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan tertentu yang berbasis keunggulan lokal”. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010, pada Pasal 35 ayat 2 disebutkan bahwa: ”Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal”. Pada Pasal 45 ayat 2 juga disebutkan, bahwa: ”Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat melaksankan dan/atau memfasilitasi perintisan satuan atau program pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Stándar Nasional Pendidikan untuk dikembnagkan menjadi satuan atau program pendidikan bertaraf internasional dan atau berbasis keunggulan lokal”.



Penerapan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal Pendidikan kearifan lokal adalah upaya yang terencana dalam proses pembelajaran melalui penggalian dan pemanfaatan keunggulan daerah yang berlaku dimasyarakat sehingga menambah pemahaman atau kompetensi serta perilaku bagi peserta didik. Keunggulan lokal merupakan ciri khas yang dimiliki oleh suatu daerah yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, dan ekologi dan dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber daya spesifik dimliki oleh suatu daerah yang merupakan bagian dari ruang lingkup perencanaan



190



pembangunan suatu daerah. Salah satu upaya dalam pengembangan pendidikan yang berbasis kearifan lokal adalah melalui penerapan kurikulum pendidikan tentang budaya dan bahasa dari suatu daerah. Seperti kita ketahui bersama, Indonesia memiliki banyak suku dan budaya yang berlaku di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat. Bentuk keprihatinan pada era digital saat ini, dimana generasi muda sudah banyak melupakan budaya-budaya yang berlaku di masyarakat. Untuk menjaga dan meningkatkan eksistensi budaya dan bahasa dari suatu daerah, maka kepada generasi muda dan penerus bangsa perlu ditanamkan rasa cinta terhadap nilai-nilai budaya dan bahasa sebagai kebudayaan lokal. Salah satu cara yang dapat dilakukan di jenjang pendidikan pendidikan menengah pertama dan menengah atas/umum adalah dengan cara mengintegrasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai kearifan budaya lokal dalam proses pembelajaran, dan kegiatan kesiswaan di sekolah. Tujuan yang diharapkan dari dipelajarinya nilai-nilai budaya dan bahasa dari suatu daerah adalah memperkenalkan kepada peserta didik atas nilai-nilai budaya dan bahasa; menumbuhkembangkan kecintaan bagi perserta didik atas budaya dan bahasa; serta dapat menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya dan bahasa dari suatu daerah yang ada di Indonesia. Dalam mempelajari dan memahami nilai budaya dan bahasa yang mengandung tiga nilai bagian besar, yaitu: Pertama, Identitas Kesukubangsaan, merupakan internalisasi nilai yang diwariskan oleh orang tua secara informal setiap anak sejak dari kecil untuk membangun eksistensi ke-sukuannya, yang kelak dapat merupakan jalan, wahana, dan alat memasuki tujuan



191



hidup. Kedua, Visi tujuan hidup, merupakan tujuan dari suatu suku sebagai tujuan akhir yang diharapkan oleh setiap masyarakat. Ketiga, Pedoman interaksi, merupakan landasan interaksi masyarakat yang berfungsi menentukan kedudukan, hak, dan kewajiban masyarakat, mengatur serta mengendalikan perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi dasar demokrasi untuk penyelesaian masalah terutama secara musyawarah dan mufakat dalam masyarakat. Ketiga nilai tersebut dapat dibuat suatu kurikulum dan mata pelajaran yang mempelajari budaya dan bahasa tersebut, dimasing-masing jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama, pendidikan menengah atas/umum, hingga pada jenjang pendidikan tinggi. Penerapan dari pendidikan berbasis kearifan lokal, dapat berupa: - Proses pembelajaran dapat disajikan dengan materi tentang Bahasa dan Aksara tulisan, Falsafah Budaya, Etos hidup dari masyarakat, Rumpun Silsilah Keturunan, Adat istiadat sebagai pedoman sistem sosial, Nilai-nilai Sosial utama dari suatu Suku sebagai bentuk identitas ke-sukuannya, dan nilai-nilai kearifan lokal lainnya. - Pendidikan berbasis kearifan lokal guna meningkatkan kreativitas dibidang seni, bisa dilakukan melalui kegiatan mempelajari tari-tarian daerah, mempelajari lagu-lagu daerah dan mempelajari alat musik daerah, - Guna untuk lebih mendekatkan pemahaman siswa secara praktek atas pendidikan kearifan lokal tersebut, dapat dilakukan melalui diskusi kelompok, ceramah ilmiah, pelatihan atau seminar yang bertemakan tentang budaya dan sejarah dari suatu suku.



192



-



Guna untuk lebih menumbuhkan minat dan kecintaan peserta didik akan budaya dan bahasa daerah, maka dapat dilakukan dengan menyelenggarakan lomba cerita rakyat atau lomba menulis cerita tentang budaya daerah.



Penulis mencoba memberikan contoh yang sudah pernah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan memajukan dunia pendidikan melalui penerapan pendidikan berbasis kearifan lokal, diantaranya yaitu: - Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah mengarahkan pembangunan pendidikan berbasis kearifan lokal melalui penerapan hukum syariat islam dalam kurikulum pendidikan, sebagai pengawas sosial tingkah laku, serta sebagai pegangan hidup masyarakat Aceh dalam melakukan berbagai tindakan. Semua orang harus patuh kepada hukum syariat islam tersebut. Hukum islam di Aceh juga digunakan sebagai standar hukum untuk menghukum seseorang yang melakukan pelanggaran-pelanggaran nilai-nilai sosial. - Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara untuk Tahun Ajaran 2015-2016 telah memberlakukan muatan lokal dalam kurikulum pendidikan di daerah untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Penerapan kurikulum muatan lokal tersebut diharapkan mampu membangun karakter pelajar daerah berbasis nilainilai (kearifan) lokal. Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan dalam menyusun kurikulum pendidikan dengan menitikberatkan pada budaya dan bahasa Batak Toba. Seperti diketahui, bahwa Kabupaten Humbang Hasundutan



193



-



-



-



merupakan daerah yang memiliki mayoritas masyarakat Suku Batak Toba. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara mengarahkan pembangunan pendidikan berbasis kearifan lokal dengan menetapkan kurikulum pendidikan tentang budaya dan bahasa suku Batak Toba untuk jenjang pendidikan Dasar (SD), Menengah Pertama (SMP), Menengah Atas/Umum (SMU/SMK), hingga Perguruan Tinggi. Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara mengarahkan pembangunan pendidikan berbasis kearifan lokal dengan menerapkan pendidikan berbasis perkebunan. Program tersebut untuk memotivasi daerah memunculkan program pendidikan komoditas sebagai pendidikan yang berbasis kearifan lokal. Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat telah mengarahkan pembangunan pendidikannya pada penguatan nilai-nilai (kearifan) lokal yang bersifat budaya, geografis, teritorial, maupun bersifat capacity intelectual, sehingga menciptakan kualitas individu yang memiliki kearifan intelektual, emosional dan spiritual. Pemerintah Kabupaten Purwakarta mengajarkan pengetahuan kepada peserta didik dibidang pengembangbiakan ternak. Contoh penerapan sistem pendidikan kearifan lokal yang sudah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Purwakarta adalah dengan memberikan satu ekor ternak bagi satu anak sekolah dasar sekaligus memberikan pengetahuan untuk mengurus ternak tersebut, sehingga suatu saat ternak tersebut dapat berkembangbiak atau bertambah serta ternak tersebut bisa dijual untuk menghasilkan uang untuk anak tersebut.



194



Provinsi Jawa Barat mengarahkan pembangunan pendidikan berbasis kearifan lokal dengan menetapkan mata pelajaran tentang seni, budaya dan bahasa Sunda. Seni dan budaya Jawa Barat dilatihkan kepada peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler. - Provinsi Bali mengarahkan pembangunan pendidikan berbasis kearifan lokal dengan menerapkan Filosofi nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat Bali (Hindu) serta budaya gotong royong pada proses pembelajaran. Sejumlah potensi kearifan lokal masyarakat Bali (Hindu) yang mengandung nilai-nilai pembelajaran atau pendidikan, baik yang ada dalam dokumen tertulis maupun yang dipraktikkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari diaplikasikan ke dalam pendidikan karakter di sekolah. - Suku Tidung, Provinsi Kalimantan Timur mengarahkan pembangunan pendidikan berbasis kearifan lokal dengan menerapkan Beberapa nilai-nilai luhur dalam kearifan lokal Suku Tidung yang ditransmisikan kepada peserta didik dalam rangka pembentukan karakter. Nilai-nilai yang dapat digali dari kearifan lokal Suku Tidung adalah menjaga ekosistem alam; suka bekerja sama; kesederhanaan dan kemandirian; dan kejujuran. Jadi, guna mendukung kemajuan dunia pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan, maka masing-masing Pemerintah Daerah harus membangun pendidikan melalui kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai kebenaran yang nyata serta bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan. Bentuk upaya lainnya guna pengembangan pendidikan dalam pemanfaatan kearifan lokal, diantaranya adalah: -



195



1. Pendidikan Berbasis Mitigasi Bencana. Keadaan alam pada setiap daerah dan sekitarnya akhir-akhir ini menunjukkan tanda kurang bersahabat, yang dimana perlu di sikapi. Keadaan alam tersebut dapat menimbulkan suatu bencana lingkungan yang dapat menimbulkan kerugian material dan korban jiwa, misalnya banjir, tanah longsor, angin kencang, dan potensi akan terjadinya gempa bumi. Salah satu bentuk inovasi ilmu pengetahuan adalah dengan memasukkan pendidikan kebencanaan dalam materi atau bahan ajar di sekolah. Manfaatnya adalah agar para peserta didik mengetahui untuk menyelamatkan diri ketika bencana alam datang, sehingga mereka tidak menjadi korban. Pendidikan mitigasi bencana merupakan pemahaman dan bentuk proses belajar akan kondisi alam. Penyampaian materi kebencanaan ini disampaikan dalam bentuk teori di ruang kelas dan berbentuk simulasi di alam terbuka dalam menghadapi gempa. Untuk mendukung smart environment, masyarakat juga perlu diberikan pengetahuan pra bencana melalui pendidikan pengelolaan lingkungan yang sehat. Pemerintah Daerah harus mampu mengajak serta merubah pola pikir (mindset) masyarakat unuk sadar dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini tersebut dapat dicapai dengan memberikan edukasi terhadap masyarakat akan pentingnya hidup bersih; menjaga dan melestarikan lingkungan; serta memanfaatkan sampah untuk dikelola menjadi sesuatu yang bernilai. Pendidikan berbasis Smart Environment dicanangkan melalui program pendidikan berwawasan lingkungan hidup yang mengacu kepada konsep ekonomi hijau (green economy), dimana pemanfaatan sumber daya alam dikelola



196



dengan baik tanpa merusak (mencemari) lingkungan sehingga kuantitas, kualitas dan nilai ekonominya tetap terjaga untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Disamping itu juga, Pemerintah Daerah berupaya mewujudkan Smart Environment dengan mencanangkan program dan kegiatan yang berbentuk pelestarian lingkungan yang bersih, asri, hijau, asri dan sehat 2. Fokus melakukan program penelitian dan pengembangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengarahkan setiap daerah untuk menjadi daerah yang fokus dalam melakukan programprogram penelitian sebagai bentuk dari pengembangan ilmu pengetahuan. Tindakan nyatanya adalah penetapan pada suatu wilayah tertentu yang ada di daerahnya untuk dapat dijadikan sebagai tempat kawasan pusat penelitian terpadu bagi semua disiplin ilmu. Pusat penelitian tersebut wajib dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai, sehingga semua proses penelitian dapat berjalan dengan baik. Bentuk tempat penelitian tersebut dapat berbentuk pembangunan laboratorium untuk mendalami anatomi makhluk hidup; bangunan bersejarah (museum) untuk mendalami ilmu sejarah dan kehidupan masa lampau; tempat penelitian bagi pengembangan teknologi industri, otomotif, informasi dan komunikasi; pusat pengembangan keterampilan dan keahlian bagi masyarakat; dan berbagai bentuk tempat penelitian lainnya. Pembangunan kawasan pusat penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan berbagai penelitian bersifat inovasi dan kreativitas yang dapat memajukan dunia pendidikan di kota tersebut, mendukung pembangunan kota, serta sekaligus mendorong



197



pengembangan dunia usaha. Dengan adanya dukungan kegiatan penelitian, maka berbagai disiplin ilmu dapat dikembangkan dan akhirnya berkontribusi dalam memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Jadi, guna mendukung kemajuan dunia pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan, maka Pemerintah Daerah juga harus menetapkan suatu wilayah tertentu yang ada di kotanya dan menginvestasikan modalnya untuk dapat dijadikan sebagai tempat kawasan pusat penelitian terpadu. Penulis mencoba memberikan contoh nyata yang telah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan memajukan dunia pendidikan melalui penetapan program-program penelitian, yaitu: Pertama, Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Provinsi Jawa Timur akan membangun pusat laboratorium dan penelitian garam tingkat nasional sebagai bentuk upaya mengetahui kualitas garam di wilayah itu. Kabupaten Pamekasan merupakan daerah pusat produksi garam terbanyak di tingkat nasional. Kedua, Pemerintah Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat dijadikan sebagai pusat pengembangan anggrek Indonesia. Bogor memiliki potensi besar untuk melakukan pengembangan anggrek yang tidak ada dimiliki oleh daerah lain, sehingga Kota Bogor membuat lembaga penelitian dan pengembangan koleksi anggrek spesies yang lengkap di Kebun Raya Bogor. Kebun Raya Bogor merupakan lembaga konservasi berbagai jenis tumbuhan di Indonesia. Ketiga, Pemerintah Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah akan menjadikan daerahnya sebagai pusat penelitian dan kajian sejarah Jawa tingkat dunia. Kabupaten Wonosobo berupaya membangun



198



sebuah museum yang diproyeksikan mampu menguak sejarah peradaban Jawa. (sumber: www.wonosobokab.go.id, diakses 6 Agustus 2015). Keempat, Pemerintah Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah akan menjadikan daerahnya sebagai pusat penelitian dan pengembangan tanaman gaharu di Provinsi Kalimantan Tengah. Selain itu, Kabupaten Lamandau menetapkan sebagai daerah percontohan dan pusat pembibitan tanaman gaharu. (sumber: www.lamandaukab.go.id, diakses 6 Agustus 2015). Kelima, Pemerintah Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara akan menjadikan daerahnya sebagai Pusat Penelitian keanekaragaman hayati dengan penggunaan teknologi Microsoft. Pemerintah Kabupaten Wakatobi akan membangun International Center of Excellence untuk penelitian keanekaragaman hayati terumbu karang, dengan mengadopsi teknologi kelas dunia yang bekerjasama dengan PT. Microsoft Indonesia dalam mengembangkan teknologi informasi yang akan diaplikasikan untuk kegiatan penelitian. 3. Mendirikan Pusat Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT). Salah satu upaya dalam melakukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemajuan dunia pendidikan adalah Pemerintah Daerah mendirikan Pusat Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (information communication technology/ICT Centre). Pendirian ICT Centre ini merupakan salah satu upaya mencerdaskan masyarakat di daerah tersebut; mendorong tumbuhnya berbagai inovasi dalam sistem pendidikan; serta membantu masyarakat dapat dengan mudah mengakses perangkat ICT yang disediakan.



199



TENTANG PENULIS Toman Sony Tambunan, lahir di Medan bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), dimana sebelumnya bekerja dan berkarya di Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara sejak Tahun 2006 hingga 2013, dan sejak Tahun 2014 hingga sekarang berkarya di Pemerintah Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Beberapa jabatan struktural yang strategis di birokrasi pemerintahan pernah diduduki. Penulis menyelesaikan Strata-1 (Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen) pada Tahun 2003 dan Strata-2 (M.Si, jurusan Sains Manajemen) pada Tahun 2010 di Universitas Sumatera Utara, Medan. Saat ini, Penulis sedang menyelesaikan studi Program Doktor Ilmu Manajemen di Universitas Sumatera Utara. Penulis sudah banyak mempublikasikan tulisannya dalam bentuk buku oleh penerbit berskala nasional, diantaranya: ”Kamus Pemerintahan” tahun 2015; ”Pemimpin dan Kepemimpinan” tahun 2015; ”Glosarium Istilah Pemerintahan” tahun 2016; ”Koperasi” tahun 2017; ”Kepemimpinan Berbasis Kecerdasan” tahun 2018; ” Arif dalam Memaknai” tahun 2019; ”Hukum Bisnis” tahun 2019; ”Standar Operasional Prosedur Bagi Instansi Pemerintah” tahun 2019 dan ”Manajemen Koperasi” tahun 2019. Selain itu juga, pernah ikutserta sebagai Kontributor Penulis dalam buku: ”Opini Kami untuk 67 Tahun Koperasi Indonesia” tahun 2014; ”Aksara Langit: Sebuah Antologi Puisi” tahun 2019. Penulis aktif sebagai anggota maupun pengurus dalam organisasi profesi keahlian, organisasi di lingkungan akademisi, dan beberapa organisasi sosial lainnya.



200



PENDIDIKAN BERBASIS VOKASI DAN AGAMA KUNCI PENYEIMBANG GERAK REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Oleh: Udi Iswadi Dosen Tetap STIE Al Khairiyah Cilegon



anjir akan membawa segala sesuatu dari hulu menuju hilir, baik berupa tanah, pasir, bebatuan, kayu dan lain sebagainya. Semua terbawa tanpa dapat tersaring dan menyebabkan persoalan baru di beberapa titik jalur sungai dan sudah barang tentu masalahnya yang terjadi adalah masalah yang berkonotasi negatif, analogi yang sesuai dengan keadaan zaman sekarang dimana dunia pendidikan dan industri 4.0 membuat siswa ataupun mahasiswa sudah tidak lagi memiliki aturan, tata krama dan norma dalam membangun pergaulan sehingga karakter yang tumbuh adalah karakter berpendidikan namun minim moralitas, persoalan lain yang tidak kalah menarik yaitu banyaknya lulusan sarjana dan sekolah menengah atas yang tidak dapat bersaing dan tidak kompeten saat masuk ke ranah dunia kerja, jika pun dapat masuk lebih karena adanya kongsi dan relasi. Sebuah tatanan wajah pendidikan Indonesia yang carut marut dan membutuhkan penanganan serius dan komprehensif dengan melibatkan semua elemen masyarakat yang ada serta komitmen yang tinggi dari Pemerintah sebagai garda penggerak pendidikan.



B



201



Sebuah pepatah yang menyatakan kekuatan suatu bangsa adalah pemudanya, pemuda yang terdidik dan memiliki kemampuan akan selalu dapat bersaing di pusaran revolusi industri seperti sekarang ini. Program Nawacita pemerintah menempatkan program pendidikan vokasi menjadi target utama pembangunan manusia dari segi pendidikan. Ruang lingkupnya yaitu berfokus pada integrasi komprehensif dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi dan memiliki link and matchsehingga diharapkan dunia kerja dan wirausaha dapat direngkuh oleh pemuda-pemudi bangsa ini. Roda ekonomi wajib kita yang mengendalikan, lantas siapa kalau bukan kita semua generasi muda harapan bangsa dan pemegang estafet pembangunan bangsa. Dalam rangka memperkuat dan mensinergikan tujuan tersebut , Presiden melalui Menteri Pendidikan sampai mengeluarkan Inpres (Instruksi Presiden) atas hal ini. Apa yang mendasari bahwa pendidikan vokasi target utama ternyata jawabnya adalah daya saing dan kompetensi. Indonesia sudah menandatangani perjanjian pasar bebas yang berarti negara dan masyarakat Indonesia mau tidak mau harus siap berhadapan dengan bangsa luar baik dari sisi daya saing sumber daya manusia dan hal lainnya. Era 90-an dunia pendidikan diwarnai dengan tawuran dan genk-genk pelajar yang sangat meresahkan, membuat semua unsur terlibat guna mengatasinya. Berbagai perbaikan-perbaikan dilakukan dengan cara merubah jam belajar, pengontrolan jam pulang sampai membangun sistem komunikasi. Disaat era mulai berubah yaitu era millennial peralihan besar pun terjadi, baik dari segi teknologi dan moral. Sebuah paradigma dimana zaman



202



menuntut adanya sikap dan mental dalam menghadapi kecanggihan teknologi namun kemunduran moral dan etika merajalela. Hal ini tentu tidak diinginkan oleh semua pihak, sebuah generasi yang pintar dan cerdas yang dimiliki oleh seseorang akan terasa tumpul tatkala moral dan etika tidak tertata.Dan di zaman ini pula ke-engganan orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah yang berbasis vokasi dengan alasan takut tidak diterima di perkuliahan dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan, juga malah masih banyak orang tua yang hanya berfokus pada pendidikan yang bersifat agama saja. Jika kita kaji ternyata persoalan-persoalan diatas di motori oleh para peserta didik yang yang mengambil bangku pendidikan vokasi seperti STM (Sekolah Teknik Menengah) dahulu, sekolah yang diharapkan dapat memberikan dasar pembangunan bangsa berbasis vokasi menjadi contoh yang tidak patut ditiru karena persoalan tawuran dan genk-genk tersebut diatas. Perhatian pemerintah kala itu masih setengah hati dan lebih memanjakan SMA (Sekolah Menengah Atas), sehingga paradigma berfikir masyarakat beralih ke Sekolah Menengah Atas dengan harapan bahwa sekolah ini dapat melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu perkuliahan dan juga dunia kerja, tapi kalau memilih Sekolah Tinggi Menengah yang ada dalam benak orang tua kita adalah peserta didik akan langsung bekerja dan maksimal hanya sebagai pekerja biasa atau operator. Ketimpangan dalam sistem pengelolaan pendidikan berupa kurikulum menjadikan sekolah-sekolah dasar vokasi hanya sebagai sekolah sampingan jika sekolah favorit tidak didapat dan dianggap sebagai buangan. Image sebagai buangan



203



dan berandal membuat sekolah ini menciptakan peserta didik yang brutal, tak terdidik, memalukan dan banyak yang menjadi narapidana di usia muda. Siapa yang harus disalahkan jika sudah terjadi, apa yang salah dengan kurikulumnya, tanda tanya besar untuk kita semua. Terlepas persoalan vokasi ada bagian penting yang sering dilupakan bahkan dianggap bukan prioritas yaitu moral. Moral dibangun dari sebuah kebiasaan yang akan membentuk sebuah budaya, budaya suatu bangsa saat dulu akan menjadi refleksi moral penerusnya kini. Indonesia dahulu memiliki budaya yang luhur dan memiliki moral yang tinggi. Perkembangan zaman dan pergaulan membuat moral terdegradasi dan cenderung masuk ke ranah liberal. Dunia pendidikan saat ini banyak tercoreng dengan tingkah laku yang negatif seperti guru yang dipukul oleh siswanya, terjadi perkelahian antar pelajar karena alasan yang tidak realistis, guru yang memperdaya siswanya, Seorang oknum dosen yang memperalat mahasiswanya, munculnya umpatanumpatan yang tidak mendidik di kelas, guru atau dosen yang sering melakukan pencontohan dengan membuat obyek penderita dalam metode pembelajarannya, siswa menantang berkelahi dan mempelonco. Hal sepele tetapi berdampak besar terhadap dunia pendidikan dan pada akhirnya akan membangun karaktek manusia yang negatif dan tak bermoral. Bahkan persoalan yang kerap muncul dewasa ini yaitu buly atau dalam istilah Bullying, sebuah istilah yang berarti penindasan. Sebuah persoalan yang muncul di zaman sekarang, dahulu seorang Pelajar atau siswa maupun mahasiswa mengganggap guru atau dosen adalah orang tua, sopan santun, tata krama muncul saat bertemu, mencium tangan selalu



204



dilakukan setiap hari dan setiap bertemu. Tetapi sekarang guru atau dosen dianggap sebagai teman, cara memanggilnya pun sudah berbeda, tidak ada lagi istilah mencium tangan, bahkan kata-kata yang tidak pantas sering banyak terdengar dan lain sebagainya. Kepekaan dan persoalan sosial melatar belakangi wajah pendidikan kita. Harapan besar pendiri bangsa guna melahirkan generasi penerus yang handal, cerdas, terpelajar dan berakhlakul karimah sirna, jauh dari pandangan mata. Yang ada adalah sebuah generasi yang melek teknologi tapi buta dalam bermoral. Perilaku individualistis, tidak menghargai, menganggap rendah orang lain, melakukan bullying, sampai yang terakhir adalah pelecehan seksual membuat kita sedih, akan dibawa kemana negara ini tanpa sebuah generasi yang mumpuni, sebuah pertanyaan besar bagi kita semua terutama insan terpelajar dan terdidik. Statistik kasus pengaduan anak di sektor pendidikan termasuk kasus bullying yang makin marak saat ini tercatat sejak 2011 hingga 2014 cenderung tidak mengalami penurunan, bahkan di tahun 2020 tercatat bahwa 31.110 kasus masuk ke Pemerintah sekitar 18% berasal dari dunia pendidikan. Sudah barang tentu kasus seperti bullying menjadi primadona di dunia pendidikan saat ini. Bullying sendiri dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori: a. Kontak fisik langsung, seperti tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang. b. Kontak verbal langsung, seperti tindakan berupa ancaman, gangguan, ejekan dan merendahkan.



205



c. Perilaku non-verbal langsung, seperti tindakan berupa ejekan dengan menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam. d. Perilaku non-verbal tidak langsung, seperti tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng. e. Cyber Bullying, seperti tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik. f. Pelecehan seksual, seperti tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal. Sekarang dengan program Nawacita Pemerintah mulai gencar membangun kembali pondasi-pondasi pembangunan sumber daya manusia dengan berbasis vokasi. Pendidikan vokasi sendiri diartikan sebagai pendidikan tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian terapan tertentu, meliputi program pendidikan Diploma (diploma 1, diploma 2, diploma 3 dan diploma 4) yang setara dengan program pendidikan akademik strata 1. Jika pada tataran SMA danatau STM saja sudah diajarkan pendidikan berbasis vokasi (terapan) sudah barang tentu saat menginjak jenjang berikutnya kita hanya diperlukan pengolesan dan pemantapan pemikiran saja, tidak memulai dari bawah, cukup melanjutkan dan mematangkan sehingga memiki daya saing dan kompeten di dunia kerja dan perekonomian global. Dalam pembelajaran penekanan yang terpenting adalah bagaimana ilmu yang kita ajarkan dapat diserapkan oleh pelajar atau siswa maupun mahasiswa. Selalu berpatokan bahwa ilmu adalah amanah dan membagikan ilmu walaupun satu ayat adalah



206



kewajiban. Diharapkan menjadi pemicu insan pendidik baik guru maupun dosen dapat mencurahkan kemampuannya kepada para pelajar maupun mahasiswa, diharapkan dengan metode dan prinsip ini mereka mendapatkan rantai utuh dari dunia pembelajaran. Jika berbicara pendidikan, seorang guru ataupun dosen mestinya berpacu dengan waktu dalam memberikan duplikasi pengalamannya yang bersifat positif kepada semua insan pelajar dan atau mahasiswa, sehingga mereka diharapkan mampu membuat dunia kecil didalam dunia nyatanya untuk mengarungi kehidupan. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Pengalaman adalah guru yang terbaik dapat dijadikan motto kita semua para insan pendidik dalam mencurahkan pengalamannya kepada dunia pendidikan, jangan hanya ilmu dan atau teknologi yang ditularkan tapi juga moral dalam berperilaku dan bersikap, sehingga diharapkan akar berupa ilmu dan iman bersemayan di hati para pelajar atau mahasiswa. Peran guru dan dosen dalam proses menduplikasi anak didiknya sangat penting guna membuat cermin pengelolaan negara ke arah yang lebih baik lagi. Banyak manusia berilmu namun rendah iman sehingga banyak terjadi kasus korupsi, kolusi dan nepotisme, penggunaan teknologi untuk yang arah negatif semakin merajalela membuat



207



sedih para pendiri bangsa dan peran kita seakan-akan tidak ada dan kita semua berfikir bahwa itu adalah kesalahan peserta didik kita. Hal yang sangat menyedihkan dan menjadikan cambuk bagi kita semua dari sekarang untuk sama-sama instropeksi diri dan berkaca. Hal ini dapat dimulai dari sistem kurikulum yang komprehensif dan dapat menggerakkan sendi dan kompetensi pedagogik, kompetensi profesionalitas, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Empat elemen kunci dalam mengembangkan pelajar atau mahasiswa menjadi insan yang cerdas dan berakhlak. Kompetensi pedagogik, profesionalitas, kepribadian dan sosial sebelum dijadikan target untuk dapat diserap oleh pelajar dan atau mahasiswaseharusnya sudah dimiliki terlebih dahulu oleh pendidiknya baik guru maupun dosen. Harus ada semacam barometer kemampuan guru dan dosen itu sendiri secara kompetensi, maka dari itu perlu perbaikan-perbaikan sistem sertifikasi guru atau dosen berbasis kompetensi. Tujuannya adalah agar cetakan yang dihasilkan akan memiliki kompetensi yang sama karena dibuat dengan metode yang standar dan baku. Daya tahan dan daya saing dari duplikasi pembelajaran dan pendidikannya pun akan sama dan menjadi sebuah mata rantai baru dalam kehidupan generasi.Kompetensi itu sendiri dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilam dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, efektif dan pskimotorik dengan sebaik-baiknya. Hal mendasar yang harus dimiliki seorang pendidik ialah kompetensi. Secara umum kompetensi merupakan sebuah kemampuan inovasi dari daya fisik dan daya pikir.Kompetensi



208



Pedagogik yaitu kemampuan seorang guru atau dosen (pendidik) dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Menurut Tim Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (2006) telah merumuskan secara substantif kompetensi pedagogik yang mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogik adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu, yaitu supaya kelak ia “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Sedangkan Menurut Suwarno istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak. Pedagogik merupakan suatu teori yang secara teliti, kritis dan objektif mengembangkan konsepkonsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan.Lebih rinci dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu/diajarkan. 4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. 5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.



209



6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. 7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. 8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. 10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Menurut Darmadi (2009:14) bahwa untuk pembinaan dan peningkatan profesional guru perlu dikembangkan kegiatan profesional kesejawatan yang baik, harmonis, dan obyektif. Secara sistematis pengembangan kesejawatan ini memerlukan: wadah atau kelembagaan, bentuk kegiatan, mekanisme, serta standard professional practice. Ada 7 (tujuh) indikator yang harus dikuasai oleh seorang guru agar dapat dikatakan sebagai guru yang profesional. Ada tujuh indikator dalam Kompetensi professional yaitu: 1. Memiliki Keterampilan Mengajar yang Baik 2. Memiliki Wawasan yang Luas 3. Menguasai Kurikulum 4. Menguasai Media Pembelajaran



210



5. Penguasaan Teknologi 6. Menjadi Teladan yang Baik 7. Memiliki Kepribadian yang Baik Menurut Muhibbin profesional merupakan suatu penyelesaian pekerjaan dengan baik. Profesional berarti melakukan suatu hal berdasarkan kemampuan yang dimiliki untuk mata pencahariannya. Hal ini dikarenakan kompetensi profesional tidak hanya menunjukkan kemampuan dalam melakukan pekerjaan akan tetapi juga menguasai secara rasional tangung jawab yang sedang ia lakukan dengn konsep serta teori tertentu. Dapat diartikan antara teori dan praktek sesuai dijalankan dan diberikan kepada pelajar atau mahasiswa, dan sesuai dengan apa yang dilakukan sehari-hari. Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Lebih rinci dijelaskan sebagai berikut: 1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang dimampu. 2. Menguasai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang dimampu. 3. Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif. 4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. 5. Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.



211



Sedangkan Kompetensi kepribadian adalah merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Dapat dijabarkan dalam Kompetensi kepribadian adalah : 1. Kepribadian yang mantap dengan bertindak sesuai dengan norma hukum, bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga sebagai guru dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. 2. Kepribadian yang dewasa dengan menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru. 3. Kepribadian yang arif dengan menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. 4. Kepribadian yang berwibawa dengan memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. 5. Pribadi yang memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan dengan bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. Kompetensi Sosial adalah kemampuan pendidik untuk berkomunikasi dan juga bergaul secara efektif dengan peserta didik baik siswa ataupun mahasiswa, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dapat terjabarkan penjelasan Kompetensi sosial sebagai berikut:



212



1. Dapat bertindak obyektif tidak diskriminatif karena jenis kelamin, agama, ras, kondisifisik, latar belakang keluarga, dan status sosial. 2. Dapat berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. 3. Berkemampuan untuk beradaptasi di tempat bertugas yang memiliki keragaman persolaan, sosial budaya yang berbedabeda. 4. Dapat berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan secara baik. Persoalan dan carut marut wajah pendidikan di Indonesia diperparah lagi dengan adanya kurikulum yang berganti setiap periode cabinet, sehingga output yang dihasilkan akan tidak maksimal. Target bisa jadi tercapai namun output berupa sumber daya saing yang berdaya guna dan kompeten ditambah moral yang baik akan sulit tercapai. Angka kelulusan boleh kita banggakan semakim tahun semakin meningkatkan namun jika dianalisa akan menghasilkan piramida terbalik dari sisi kualitas dan kompetensinya. Hal lain yang mesti jadi perhatian adalah sarana dan prasarana yang masih banyak belum menjangkau masyarakat sehingga apapun yang ada di dunia luar tidak dapat di nikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Saat ini Pandemik Corona Virus-19 merajalela yang membuat semua peserta didik dari siswa sampai mahasiswa harus belajar dari rumah untuk sekian waktu yang relatif lama, yang pada akhirnyaakan dapat berakibat fatal jika tidak ada solusi konkrit karena dapat menunda jenjang satu atau dua generasi ke depan



213



tertinggal dengan waktu dan keadaan. Kalau pun pembelajaran dilaksanakan secara daring masih banyak peserta didik yang belum memiliki perangkat dan saran untuk menunjang pembelajaran dan pendidikan ini. Butuh kapital yang tinggi agar mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas, karena pendidikan masih dianggap sebagai barang sekunder dan mahal saat ini. Persoalan besar sekarang ini yaitu sistem standarisasi kompetensi kita hanya dilakukan sekali seumur hidup kepada setiap guru dan dosen. Sebuah konsep yang mesti dibenahi karena kompetensi itu harus dijaga konsistensi dan kehandalannya, artinya mesti ada sebuah kerangka konsep dimana adanya sistem yang mengharuskan pendidik baik guru atau pun dosen untuk tetap menjaga kemampuan kompetensinya. Tujuan akhirnya jelas yaitu terciptanya konsistensi hasil yang baik dari anak didiknya, sehingga kecerdasan dan moralitas tetap terjaga. Pendidikan bangsa ini harus di topang dengan sebuah sistem kurikulum yang mumpuni berbasis vokasi dan moral sehingga dapat menghasilkan lulusan yang dapat berdaya saing dan berdaya guna di dunia kerja dan masyarakat serta menjaga perilaku dari moralnya. Konsep kompetensi yang dicanangkan Pemerintah dalam semua peraturannya menjadi rujukan bersama dan menjadi titik tolak pembelajaran dan pendidikan, tinggal membenahi bagaimana konsep kompetensi tersebut secara konsisten dinilai dan dievaluasi bersama dengan menggunakan perangkat dan sistem. Optimisme, sebuah kata yang harus tetap dipegang teguh dalam membangun sumber daya manusia yang berbasis vokasi dan moral dalam menghadapi gerak revolusi industri 4.0.



214



Revolusi tidak menunggu seperti sebuah kereta namun harus dikejar dan secara konsisten dibangun. Tahapan yang terpenting untuk membangun pendidikan masa depan Indonesia dan sesuai dengan Program Nawacita Pemerintah, maka hal yang pertama dibenahi yaitu Sistem Kurikulum. Pendidikan berbasis Vokasi dan Moralitas, membuat sistem dan kerangka kerja standarisasi pendidik maupun peserta didik agar dapat bersaing di dunia global, membangun sarana dan prasaran yang memadai dan murah bagi masyarakat sehingga amanat UUD 1945 yang dibuat oleh Orang tua kita dapat dinikmati oleh semua kalangan, menciptakan program percepatan-percepatan yang berbasis vokasi (terapan) sehingga membuat pilihan peserta didik akan semakin luas, membuat instrumen akan keterlibatan dunia usaha dalam memberikan sumbangsihnya yang ditekankan pada bidang pendidikan berupa tanggung jawab sosial (Education of Corporate Social Responbility), memperbaharui perbaikan-perbaikan agar menjadi link and match baik terhadap jenjang pendidikan maupun dunia kerja. Harapan, sebuah kata akhir yang sebelumnya berusaha untuk diukir oleh pola pikir seorang manusia cerdas, memiliki akal dan moral guna membuat frame di masa depan. Bingkai yang kita buat akan baik jika kita memikirkan rangkaiannya dari dahulu dengan baik, namun sebaliknya bingkai kehidupan akan sulit tatkala dahulu kita tidak ingin berusaha. Pendidikan adalah modal, tanpa pendidikan sulit kita akan menerapkan. Belajarlah anda sejak lahir sampai liang lahat, pepatah yang masyur dan penuh makna memicu kita bersama-sama pemerintah dan



215



segenap bangsa guna mewujudkan pendidikan masa depan di Indonesia. Tentang Penulis Udi,, adalah nama panggilan dar dari Udi Iswadi, lahir di Serang-Banten,, 5 Januari 1978. Menyelesaikan Program Diploma 1 Teknik Kimia AMC//CMA Universitas Tirtayasa Cilegon, Sarjana di STIE Al Al-Khairiyah dan menyelesaikan Magister di Universitas Pancasila. Memiliki hobi membaca buku. Aktif sebagai Dosen Ekonomi, Guru Ekonomi, Trainer motivasi, koperasi, 5R dan trainer K3L. Konsultan Sistem ISO, 5R, CSMS, UKL UPL dan K3L. Saat ini menjabat sebagai Co Founder dan salah satu Direktur di PT. Runzune Sapta Konsultan Daftar Bacaan https://pusattesis.com/kompetensi-pedagogik/ https://siedoo.com/berita-6135-pengaduan-tertinggi tertinggi-justrubidang-pendidikan/ https://gmb-indonesia.com/2019/03/07/kompetensi indonesia.com/2019/03/07/kompetensi-guru-2/ http://fatkhan.web.id/definisi-kompetensi-profesional profesional-guru/ UU No. 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional



216



Dokumen Revitalisasi Pendidikan Vokasi dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016 Prosiding Arah Kebijakan Pendidikan Guru di Indonesia, Jakarta, 2016 Adrea Hirata, “Laskar Pelangi”, PT Bentang Pustaka, 2008 Ngalimun,”Strategi dan Model Pembelajaran”, Aswaja Presindo, 2018 Iwan Pranoto, “Kasmaran Berilmu Pendidikan”, Kompas, 2019



217



218



MULTIKULTURAL PENDIDIKAN INDONESIA PADA PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN Oleh: Nina Gantina Dosen Tetap STKIP Banten



etak geografis maupun demografis yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan sejarah Indonesia sangat mempengaruhi wajah pendidikan di Indonesia, yang membuat Indonesia menjadi negara kepulauan dan negara yang memiliki budaya, suku, agama, maupun kelas sosial yang sangat beragam, Negara Indonesia yang begitu kaya alam dan sosio-kulturalnya membutuhkan pendidikan yang memberikan keleluasaan terhadap anak didik untuk berkembang berdasar potensi diri dan alam di sekitarnya. Lembaga pendidikan sepatutnya tidak membawa anak-anak menjauh dari jati diri kultural, alam, dan sosialnya. Tentu hal ini juga tidak luput dari perhatian pemerintah dan para pemerhati pendidikan, sebab akan muncul kekurangan dan kelebihan pada pencapaian yang diharapkan. Dilihat berdasarkan sejarah pada masa kemerdekaan, tujuan pendidikan adalah mendidik menjadi warga Negara yang sejati, bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk Negara dan masyarakat. Cita-cita pendidikan di Indonesia sejak kemerdekaan adalah membentuk warga negara yang berkepribadian luhur dan berkarakter, dan dilihat dari perubahan



L



219



nama tingkatan pendidikan pun mengalami perubahan pada setiap periodenya, yaitu; 1. Periode 1945-1950 a. Pendidikan rendah (SR) selama 6 tahun b. Pendidikan menengah umum terdiri atas Sekolah Menengah Pertama (SMP),Sekolah Menengah Atas (SMA) lamanya masing-masing 3 tahun c. Pendidikan kejuruan. Kejuruan Tingkat Pertama terdiri atas; Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP), Sekolah Teknik (ST), Sekolah Teknik Pertama (STP), Sekolah Kepandaian Pertama (SKP), Sekolah Guru B (SGB), Sekolah Guru Daruratuntuk kewajiban Belajar (KPKPKB). Sementara Kejuruan Tingkat Menengah terdiri atas; Sekolah Teknik Menengah (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas(SMEA), Sekolah Pendidikan Masyarakat (SPM), Sekolah Menengah Kehakiman Atas (SMKA), Sekolah Guru Agama (SGA), Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak (SGTK), Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP), Sekolah Guru Pendidikan Jasmani (SGPD). d. Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi terdiri atas Universitas, konservatori/Karawitan, Kursus B-1, dan ASRI. 2. Periode 1950-1975 a. Pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar. Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) b. Pendidikan Menengah Umum. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan SekolahMenengah Atas (SMA)



220



c. Pendidikan Kejuruan. Tingkat pertama; SMEP, SKP, ST, SGB, KPKPKB, dan tingkat Menengah, SMEA, SGA, SKMA, SGKP, SPMA, SPM, STM, dan SPIK d. Pendidikan Tinggi. Universitas, Institut Teknologi, Institut Pertanian, Institut Keguruan, Sekolah Tinggi dan Akademi. 3. Periode 1978-sekarang a. Pendidikan pra sekolah (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) b. Pendidikan dasar (SD) c. Sekolah Menengah Umum, SMP (SLTP), dan SMA (SLTA/SMU) d. Pendidikan Menengah Kejuruan, Tingkat Pertama; ST.SKKP. Tingkat Atas terdiriatas; Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) e. Pendidikan Tinggi. Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, Diploma, dan Politeknik. Mengenai pendidikan multikultural dikemukakan M. Ainul yakin bahwa pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan menggunakan perbedaan-perbedaan kultur yang ada pada peserta didik, seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas social, ras, kemampuan dan usia agar proses belajar menjadi lebih efektif dan mudah. Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama. Maksudnya pendidikan multikultural adalah pendidikan yang



221



memberikan penekanan terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus dan toleran terhadap keanekaragaman yang ada di tengah-tengah masyarakat dengan tingkat pluralitas yang tinggi. Faktor-faktor yang melatar belakangi munculnya pendidikan multikultural adalah faktor geografis berpengaruh pada perbedaan kebiasaan di masyarakat, faktor budaya asing berpengaruh pada cara pikir mereka, dan faktor iklim berpengaruh pada pola penghidupan, mata pencaharian dan tatanan sosial kemasyarakatan. Sementara faktor yang melatar belakangi munculnya sistem pendidikan adalah faktor sejarah, faktor geografis, faktor kehidupan ekonomi, faktor kehidupan agama, faktor kesukuan, dan faktor tingkat kemajuan peradaban. Sedangkan menurut Sudarminta, tujuan pendidikan multikultural sebagai berikut: 1. Mengadakan gerakan reformasi pendidikan guna mengusahakan agar keragaman latarbelakang budaya, ras, etnik, agama dan gender peserta didik dapat memperkaya budaya bangsa dan tidak menjadi sumber konflik ataupun diskriminasi social; 2. Membantu individu memperoleh pemahaman diri yang lebih mendalamdengan melihat dirinya dari pespektif budaya lain sehingga tumbuh pengenalan,saling pengertian, bersikap toleran dan hormat terhadap individu dari budaya lainyang berbeda dengan dirinya; 3. Mengintegrasikan muatan multikultural dalam kurikulum yang ada sehingga dampak negatif dari dominasi budaya dan etniktertentu dalam kurikulum yang sudah ada dapat dihindarkan;



222



4. Mengurangi prasangka negatif dan sentimen kesukuan, etnik, budaya, gender dan keagamaan disekolah dan di masyarakat; 5. Menunjang terciptanya masyarakat yang lebihdemokratis, adil, damai dan sejahtera secara merata; 6. Mengembangkan nasionalisme baru yang menekankan kesatuan dalam kebhinekaan; Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang pendidikan nasional menjelaskan arti dari pendidikan, yaitu “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keperluan yang dibutuhkan dirinya masyarakat, bangsa dan negara.” Serta dimaktubkan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional bangsa ini adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang harapannya dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, maju, dan mandiri. Maka dari itu pendidikan merupakan hak dan kewajiban setiap rakyat. Proses pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk dapat hidup layak di masa depan, suatu masa yang tidak mesti sama bahkan cenderung berbeda dengan masa kini. Berkaitan dengan keadaan negara Indonesia yang multikultural harus ada berbagai cara atau strategi pembelajaran dalam dimensi jangka panjang ini memberikan pemahaman bahwa suatu strategi pembelajaran harus menjadikan pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan multikultural yang ada dinegara ini, dan sebagai jembatan bagi peserta didik untuk dapat mengantarkan



223



dari kehidupan masa kini ke kehidupan masa depan yang lebih baik sesuai harapan pencapaian negara Indonesia. Peserta didik yang berada di bangku sekolah dewasa ini dipersiapkan untuk dapat hidup secara layak dan bermanfaat baik bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Oleh karena itu, konsistensi kebijakan, perbaikan terus menerus dan berkelanjutan. Ada Empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yang dicanangkan oleh UNESCO yang perlu dikembangkan oleh lembaga pendidikan formal, yaitu: 1. Learning to Know (belajar untuk mengetahui). Untuk merealisasikan Learning to Know, seorang guru berfungsi sebagai fasilitator, dan dituntut untuk dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan siswa dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun keilmuannya. 2. Learning to Do (belajar untuk melakukan sesuatu), dapat berjalan jika sekolah memfasilitasi siswa untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya, sebab setiap keterampilan dapat digunakan untuk menopang kehidupannya, bahkan lebih dominan dari pada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan seseorang. 3. Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), berhubungan dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang pasif, peran guru sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri siswa secara maksimal, sebaliknya bagi



224



anak yang agresif, proses pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. 4. Learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama), perlu ditumbuh kembangkan kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima (take and give),. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses learning to live together. Adapun ciri yang dimiliki untuk dapat mengikuti perkembangan pendidikan dimasa depan, yaitu; a. Peserta didik secara aktif terlibat mengembangkan dan mengelola pengetahuan, penguasaan materi, karakter serta keterampilan yang dipelajarinya, dan memiliki kemampuan dalam penggunaan multimedia b. Guru sebagai fasilitator, evaluasi dilakukan bersama dengan peserta didik, secara terpadu dan berkesinambungan, yang menekankan pada pengembangan pengetahuan, untuk menciptakan iklim yang lebih bersifat kolaboratif, suportif, dan kooperatif. didik dan guru belajar bersama dalam c. Peserta mengembangkan konsep keterampilan ditekankan pada pencapaian target kompetensi dan keterampilan, serta dapat memanfaatan berbagai sumber belajar yang ada di sekitar. Wajah pendidikan Indonesia sudah terlihat jelas, maka dari itu pemerintah dan seluruh pemerhati pendidikan sudah seharusnya peka dalam menyikapi permasalahan-permasalahan pendidikan yang ada di negara ini dengan tujuan memperbaikai kualitas pendidikan bangsa ini, dan pemerintah dapat membuat



225



kebijakan baru yang dapat disesuiakan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, serta guru sebagai ujung tombak pendidikan diharpakan mampu berdedikasi dengan penuh rasa tulus, ikhlas, dan memotivasi diri untuk terus meningkatkan kualitas dalam upaya meningkatkan pendidikan nasional dan mampu mempelajari keadaan yang disesuaikan pada multikultural dengan memahami berbagai macam strategi pembelajaran. Pendidikan yang diharapkan untuk mencapai masa depan yang baik kita perlu mengetahui syarat-syaratnya yaitu; memahami materi pendidikan masa depan, kesadaran global, dapat mengolah keterampilan dalam keuangan, ekonomi, bisnis dan kewirausahaan, adanya pemikiran untuk kepentingan umum, serta kesadaran akan kesehatan dan kesejahteraan. Secara praktikal, memang sulit sekali untuk mengkoneksikan dunia pendidikan, khususnya persekolahan formal, dengan kondisi alam dan sosial budaya masyarakat. Jika pendidikan berbasis ke arifan lokal yang hidup di masyarakat sifatnya problem solving dan membuat mereka mampu bertahan untuk menaklukkan alam, di sekolah justru anak-anak dijauhkan dari situasi tersebut. Anak seringkali dipacu untuk belajar sesuatu yang begitu berbeda dengan realita kesehariannya. Orientasi sekolah menuju ke modernitas dan menjauh dari alam. Padahal di banyak tempat di Indonesia situasi alam dan lingkungan kultural merupakan sumber pembelajaran terbaik justru malah terabaikan. Kondisi yang menunjukkan seolah ada benteng yang memisahkan dunia sekolah, dengan alam sekitar. Kenyataanya memang pendidikan berbasis sosial budaya ini seolah absen dari realitas pendidikan di negeri ini. Di sinilah



226



peran penting guru sebagai garda terdepan mempraktikkan pendidikan yang menghargai alam dan kultural yang ada di sekitar sekolah dengan membekali pengetahuan para guru dengan berbagai macam stategi pembelajaran yang selalu berkembang. Hal yang memperburuk situasi dalam keberagaman yang ada di negara ini adalah masih ada saja kebijakan-kebijakan pendidikan yang sangat bias, seperti kebijakan yang diterapkan di wilayah perkotaan yang belum tentu dapat diterpkan atau disesuaikan dengan kondisi masyarakat di berbagai wilayah lainnya. Menyamaratakan standar adalah kesalahan besar dalam situasi kompleksnya persoalan pendidikan di negeri ini. Karna di perkotaan keadaanya seperti guru dapat hadir setiap hari tanpa kendala apapun, buku yang lengkap, dan internet yang memadai. Tapi lain hal sekolah-sekolah di pelosok yang jauh dari perkotaan keadaanya sangat memprihatikan. Dalam konteks ini visi pemerintah sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Visi pendidikan yang membawa anak untuk tidak hanya berfokus pada standar global tetapi juga memperhatikan alam, sosial budaya, atau sejarah masyarakat di tiap daerah, maka visi pemerintah daerah menjadi sangat penting. Daerah harus mampu membangun visi pendidikannya berbasis pembangunan daerah tersebut. Memetakan kekayaan alam dan budayanya dan mengoptimalkan anak-anak untuk dapat menjaga alam dan budayanya. Misalnya, pelajaran muatan lokal yang menjadi tanggung jawab daerah harus dioptimalkan untuk membangun pengetahuan khas yang hanya dimiliki daerah tersebut. Pelajaran yang menyadarkan anak-anak tentang kondisi daerah yang



227



mereka tempati dan guru dapat memperkenalkan produk-produk teknologi dengan cara yang mudah dipahami, oleh sebab itu kembali pada gurunya sejauh mana guru itu dapat mempelajari strategi pembelajaran yang dapat disusaikan dengan keadaannya. Dalam segi akhlak, pembinaan akhlak yang berlandaskan agama pun masih kurang. Pendidikan Agama terkadang hanya dipandang sebagai penambah wawasan tanpa diwujudkan dalam bentuk moral yang baik. Moral dapat terbentuk apabila seseorang memiliki pemahaman agama yang komprehensif. Ilmu pengetahuan adalah utama, namun moral adalah lebih utama. Pembicaraan hadis tentang pendidikan anak yang dimaksud, ْ misalnya hadis di bawah ini. َ ‫ﻃﺮ ِ اﻟﻒ َ ُ ع وﻟﺪ ُ ي ٍ ﻟﻮد ْ و َ ُك ﱡل م ة‬ ُ ‫ان أ ِ ه َ◌ ي ْ ِ◌ ﻌﺮب ﻋﻨﻪ ﻟﺴﺎﻧﻪ ِ أ َ ف َ ر ِ َص ن ُ ي ْ أو ِ ه ِ ان َ ِد و َ ه ُ ي ُ اە َ و َ ب‬ ‫ و ِ ه ِ ان َ س ِ ج‬. “Semua anak yang dilahirkan atas kesucian sampai lisannya dapat menerangkan maksudnya, kemudian orang tuanya yang membuatnya jadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” Riwayat Abu Ya’la, al-thabrani, dan al-Baihaqi, dari Aswad ibn Sari. Menurut penelitian al-Suyuthi, kualitas hadis ini adalah shahih. Dengan demikian hadis ini dapat dijadikan hujjah. Karenanya, berdasarkan petunjuk hadis ini peran sentral orang tua dalam pendidikan anak sangat menentukan bagi suksesnya pendidikan anak. Petunjuk hadis di atas, jika dikaitkan dengan kajian keilmuan kontemporer, misalnya ilmu Psikologi, akan bertautan dan saling menguatkan. Misalnya, menurut psikologi, anak pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor yang terintegrasi yaitu pembawaan dan lingkungan. Sementara menurut hadis di



228



atas ditegaskan bahwa anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga terutama pihak orangtuanya. Di sini faktor pembawaan atau watak anak yang diturunkan oleh orangtuanya itu sebenarnya sudah tercakup. Namun demikian, dalam kajian Islam bahwa faktor-faktor pembawaan maupun faktor-faktor dari luar keduanya dapat berpengaruh pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Ini adalah tantangan terbesar seorang guru yang harus menghdapi bebagai macam latar belakang keluarga atau lingkungan yang pempengaruhi para anak didiknya, karena itu strategi pembelajaran yang bisa menyatukan keadaan pembelajarn bisa berjalan dengan baik dan menyenagkan. Ada pola Pendidikan di masa depan yang bisa menyatukan keadaan multikultural dinegri ini dengan menggunakan model Pembelajaran Konstruktivisme dengan Pendekatan trend kebutuhan masyarakat, dan strategi yang digunakan. Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar para siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Pada era globalisasi di abad 21, pendidikan semakin di tuntut dalam menghadapi zaman yang penuh persaingan di semua aspek bidang kehidupan. Terutama pada saat ini, seluruh bangsa di dunia sedang dihadapkan pada permasalah pandemik



229



covid 19, dimana masyarakan dunia terutama pemerintahan Indonesia memita warganya untuk tetap berada dirumah, semua kegiatan diluar rumah dilakukan di dalam rumah, salah satunya kegiatan proses belajar mengajar, hal ini menciptakan strategi pembelajarann yang baru, berbagai cara penyampaian pembelajaran dilakukan dengan mengunakan media internet, seperti Google Class Room, Zoom, dan bahkan whatsapp. Untuk masyarakat perkotaan hal tersebut tidak akan jadi kendala, lain halnya masyarakan di pelosok negeri ini, tentu ini akan jadi perhatian pemerintah dan pemerhati pendidikan. Untuk mengatasi permalahan sistem pembelajaran menggunakan media internet, Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada bulan April 2020 menyajikan TV edukasi untuk tingkat PAUD hingga SMA dengan memilih platform pembelajaran jarak jauh yang sesuai dengan kebutuhan melalui TV yang bisa dinikmati oleh seluruh warga negara Indonesia dan tetap berada dirumah saja. Dengan demikian konsep Pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, dan memberi peluang sama pada seluruh anak bangsa tanpam membedakan perlakuan karena perbedaan etnik, budaya dan agama, yang memberikan penghargaan terhadap keberagaman, dan yang memberikan hak-hak sama bagi etnik minoritas, dalam upaya memperkuat persatuan dan kesatuan, identitas nasional dan citra bangsa di mata dunia internasional. Dalam hal ini, sekolah harus mendesain proses pembelajaran,mempersiapkan kurikulum dan desain evaluasi, ser



230



ta mempersiapkan guru yang memiliki persepsi, sikap dan perilaku multikultural, sehingga menjadi bagian yang memberikan kontribusi positif terhadap pembinaan sikap multikultural parasiswanya dan setiap guru harus dapat menemukan strategi pembelajaran yang tepat, agar pencapaian yang diharapkan bisa tercapai dengan baik sesuai dengan harapan dan cita-cita Bangsa Indoneisa terhadap pendidikan. Daftar Bacaan Arifin. 2003. Ilmu Perbandingan Pendidikan. Jakarta: Golden Terayon Press. Maksum, Ali. 2011. Pluralisme dan Multikulturalisme, Paradigma Baru Pendidik an Islam di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media Publishing. Sumartini.2006. Sejarah Pendidikan Buku Ajar. Makassar Suyuthi, Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri al-. Al-Jami’ AlShaghir, diterjemahkan Oleh H. Nadjih Ahjad, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996. Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme: Tantangantantangan Global Masa Depandalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo. Wina Sanjaya. 2013. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenandamedia Group. http://www.kompas.com. Anita Lie, Mengembangkan Model Pendidikan Multikultural



231



Tentang Penulis



Nina Gantina, biasa dipanggil Nina. Penulis lahir di Rangkasbitung pada tanggal 29 Oktober 1978 sebagai anak pertama. Tahun 2007 penulis mengkonfersikan ijasah Diploma ke tingkat sarjana di STKIP Banten, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan Program Studi Teknologi Pembelajaran pada tahun 2012. Saat ini Aktif sebagai dosen tetap di STKIP Banten, pernah mengajar di STIE Al-Khaeriyah, Fakultas Tehnik UNTIRTA dan SMK N 4 Pelayaran.



232



KOMPETENSI GURU DALAM VISI DAN MISI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh: Komaruzaman Ketua Dewan Pendidikan Kab. Tangerang.



Prolog ada tahun 2009 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional menggulirkan wacana pendidikan karakter, wacana ini bertujuan mengatasi kerusakan moral yang semangkin meluas melanda bangsa, terutama generasi muda. Bergulirnya gagasan ini secara tidak langsung merupakan pengakuan pemerintah tentang pengabaian pembinaan karakter dalam institusi pendidikan. Kita patut bersyukur dengan adanya kesadaran pemerintah ini. Namun, di balik itu ada tantangan besar didepan yang harus dijawab oleh para pendidik. Yaitu bagaimana mewujudkan pendidikan karakter tersebut. Tentu mewujudkan karakter dalam pendidikan, sangat bersentuhan langsung dengan guru atau pendidik. Membangun karakteristik haruslah bermula dari sang guru yang memiliki kompetensi atau visi pada pendidikan karakter. Guru atau pendidik harus memiliki pendidikan dan komitmen yang kuat dalam melaksanakan pendidikan secara holistic yang berpusat pada potensi dan kebutuhan peserta didik. Pendidik juga harus mampu menyiapkan peserta didik untuk bias menangkap peluang dan kemajuan dunia dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi. Disisi lain, pendidikan juga harus mampu membukakan mata hati peserta didik untuk mampu melihat masalah-masalah bangsa dan dunia seperti, kemiskinan,



P



233



kelaparan, kesenjangan, ketidakadilan, dan persoalan lingkungan hidup. Diperlukan sosok guru yang berkarakter kuat dan cerdas. Guru yang mememiliki visi karakter. Ia bukan hanya mampu mengajar tetapi ia juga mampu mendidik. Ia bukan hanya mampu menstransfer pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi ia juga mampu menanamkan nilai-nilai yang diperlukan untuk mengarungi hidupnya. Guru yang cerdas. Ia bukan hanya memiliki kemampuan yang bersifat intelektual tetapi juga memiliki kemampuan secara emosi dan spiritual sehingga guru mampu membuka matahati peserta didik untuk belajar, dan selanjutnya mampu hidup dengan baik di tengah-tengah masyarakat. Sosok guru yang berkarakter kuat dan cerdas, diharapkan mampu mengemban amanah dalam mendidik peserta didiknya. Guru harus memiliki kompetensi utama yang harus melekat pada guru. Yaitu nilai-nilai keamanahan, keteladanan, dan mampu melakukan pendekatan pedagogis serta mampu berpikir dan bertindak cerdas. Theodore Roosevelt mengatakan yang dikutip oleh Thomas Lickona, bahwa mendidik seseorang hanya untuk berfikir dengan akal tanpa disertai pendidikan moral (karakter), berarti membangun suatu ancaman dalam kehidupan bermsyarakat. (Thomas Lickona, 2012:3). Karakter menjadi sebuah keharusan dalam visi pendidikan. Sekolah yang memiliki visi dan komitmen pada pendidikan akan menjadikan peserta didiknya memiliki nilai dan kemajuan dalam berperilaku. Masyarakat modern saat ini mengalami dilema dalam menghadapi arus perubahan dunia. Derasnya arus globalisasi dan dampak dari itu semua adalah hilangnya karakter, karena terkalahkan oleh nilai materialisme, individualisme,



234



egoisme,dan bentuk perubahan individu dan dunia yang mengarah pada hilangnya moralitas dan perilaku yang menyimpang. Karenanya pendidikan karakter menjadi poros yang sangat signifikan dalam proses pendidikan. Lickona mengatakan bahwa salah satu dari pengembangan etika yang paling signifikan selama dua dekade lampau adalah pendalaman perhatian pada karakter. Kami menemukan kembali hubungan antara karakter privat dan kehidupan publik. Permasalahan moral masyarakat kita, tidak dalam skala kecil mencerminkan perwakilan pribadi kita. Diskusi ilmiah, analisis media, dan pembicaraan sehari-hari kesemuanya telah terfokus pada karakter pemimpin kita yang terpilih, para warga negara dan anak-anak kita. Munculnya wacana pendidikan karakter pada dasarnya disebabkan hilangnya aspek nilai dalam pendidikan. Dilihat dari perspektif pendidikan. Hal ini merupakan sebuah keanehan. Sejak dulu, misi pendidikan pada dasarnya adalah untuk membentuk karakter agar tumbuh menjadi manusia bermoral. Bagaimana mungkin sekarang orang sibuk berbicara pembentukkan karakter di dalam pendidikan. (Wendi Zarman, 2011:72). Haidar Putra P mengatakan bahwa pembentukan manusia yang berbudi pekerti luhur (karakter) adalah melewati proses pembentukan kepribadian, yang tidak bisa tumbuh dengn tiba-tiba dan serta merta, tetapi ianya melewati proses. Di dalam proses pembentukan karakter itulah diperlukan strategi, wacana, metode yang bagaimana yang tepat diberlakukan untuk itu. Pemikiran-pemikiran ke arah yang demikian itu perlu



235



dikembangkan sehingga mampu melahirkan generasi muda Indonesia yang berbudi pekerti dan berkarakter baik.4 Dalam pembentukan karater ini haruslah dalam bentuk yang rigit dan evolusi, karena pada hakekatnya merubah mental dan karakter itu tidak instan dan revolusional, namun perlu waktu dan evolusi yang matang dan ajeg. Dalam pendidikan karakter haruslah bermula dari persfektif guru yang memiliki visi dan kompetensi karakter. Dalam perjalannya harus melalui proses pelatihan, training dan paling utama adalah pembiasaan. Karena pembiasaan pada hal-hal yang baik itu adalah cerminan pribadi yang berakhlak. Memaknai Konsep Pendidikan Karakter Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.5 Pendidikan dalam pengertian secara umum dapat diartikan sebagai proses transmisi pengetahuan dari satu orang kepada orang lainnya atau dari satu generasi ke generasi lainnya semua itu dapat berlangsung seumur hidup, selama manusia masih berada di muka bumi ini.



4



Prof. Dr.H. Haidar Putra Daulay, MA. Pendidikan Islam, Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media. 2004. Hal. 2016



5



(UU SisDikNas, bab I : pasal 1 ayat 1).



236



Selain pengertian di atas menurut Hamdani Hamid ada beberapa pengertian mengenai pendidikan sebagai berikut6: 1. Pengertian dalam arti sempit ialah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak atau remaja yang diserahkan kepadanya, agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh tentang hubunganhubungan dan tugas sosial. 2. Pengertian dalam arti agak luas ialah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang berlangsung disekolah dan luar sekolah untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan secara tepat dalam berbagai lingkungan hidup. 3. Pengertian dalam arti sangat luas ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan hidup dan sepanjang hidup. Sementara dalam pandangan Islam, pendidikan dalam bahasa arab bisa disebut dengan istilah tarbiyah yang berasal dari kata kerja rabba, sedangkan pengajaran dalam bahasa arab disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata kerja ‘allama. Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyah Islamiyah. Kata rabba beserta cabangnya banyak dijumpai dalam al-Quran, misalnya dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 24 dan Q.S. asy-Syu’ara’ [26]: 18, sedangkan kata ‘allama antara lain terdapat dalam Q.S. alBaqarah [2]: 31 dan Q.S. an-Naml [27]: 16. Tarbiyah sering juga 6



Hamid Hamdani.Perbandingan Filsafat Pendidikan.Bandung:SEGA ARSY. 2010. Hal. 23



237



disebut ta’dib seperti sabda Nabi SAW.: addabani rabbi fa absana ta’dibi (Tuhanku telah mendidikku, maka aku menyempurnakan pendidikannya).7 Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang dilakuan oleh pendidik kepada peserta didik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara dengan cara pemebelajaran, bimbingan, pelatihan dan semua itu berlangsung seumur hidup. Pendidikan tidak hanya bertitik berat pada kecerdasan intelektual saja melainkan juga pembentukan karakter anak. Pendidikan tidak hanya sekedar proses belajar guna mengejar kecerdasan tetapi juga harus mengembangkan potensi lain yang dimiliki peserta didik dan mendapat perhatian dari pendidik agar dapat berkembang secara optimal. Sementara itu definisi karakter dalam prinsip etimologis, istilah karakter berasal dari bahasa Yunani,yaitu kharaseein, yang awalnya mengandung arti mengukir tanda di kertas atau lilin yang berfungsi sebagai pembeda8. Istilah ini selanjutnya lebih merujuk secara umum pada bentuk khas yang membedakan sesuatu dengan yang lainnya. Dengan demikian, karakter dapat juga menunjukkan sekumpulan kualitas atau karakteristik yang 7



Roqib. Moh.Ilmu Pendidikan Islam.Yogyakarta:LkiS. 2009. Hal. 14



8



Bohlin, Karen, E. Teaching Character Education through Literature. New



York: Routledge Falmer. 2005. Hal. 7



238



dapat digunakan untuk membedakan diri seseorang dengan orang lain9. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah karakter bermakna sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya10 Thomas Lickona dalam bukunya Character Matters menceritakan bahwa seorang filsuf Yunani Heraclitus mengatakan: “karakter adalah takdir”. Karakter membentuk takdir seseorang. Takdir tersebut menjadi takdir seluruh masyarakat. “Dalam karakter warga negara”, kata Cicero “terletak kesejahteraan bangsa”11. Dalam pemaparan yang lain Lickona menceritakan: “Lebih dari satu abad yang lalu dalam sebuah kuliah di Harvard University, Ralph Waldo Emerson menegaskan, “Karakter lebih tinggi dari kecerdasan”. Psikiater Frank Pittman, “stabilitas hidup kita tergantung pada karakter kita. Adalah karakter bukan nafsu yang membuat pernikahan cukup lama untuk melakukan pekerjaan membesarkan anak menjadi dewasa, bertanggung jawab. Dalam dunia yang sempurna, adalah karakter yang memungkinkan orang untuk hidup, bertahan, dan mengatasi kemalangan mereka. “untuk melakukannya dengan baik,” kata Stepen Covey, “Anda harus berbuat baik. Dan untuk 9



Timpe, Kevin. Internet Encyclopedia of Philosophy. 2007. Diakses darihttp://www.iep.utm.edu/moral-ch/#H3 10 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. 1996. Hal. 445 11 Thomas Lickona. Character Matters. Alih bahasa Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara. 2012. Hal. 12



239



berbuat baik, anda terlebih dahulu menjadi baik”.12 Pendidikan karakter barat lahir dari paham sekularisme. Sekularisme merupakan induk dikotomi pendidikan, yakni pemisahan antara pendidikan kognitif-teoritis-akademis dengan pembentukan kerpibadian manusia. Dalam dikotomi ini, sekolah hanya bertanggung jawab atas kemampuan akademis. Pembentukan kepribadian diserahkan kepada keluarga dan kelompok agama masing-masing. Dikotomi seperti ini mengadung pendidikan yang bebas nilai. Ternyata, dikotomi pendidikan tersebut telah membawa kemerosotan yang parah13. Dalam persfektif Islam pendidikan karakter dalam bahasa pendidikan Islam di sebut pendidikan akhlak atau adab. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Malik Rasulullah bersabda “ Aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.”14 Dalam kaitan ini Allah SWT berfirman, “Kami tidak mengutusmu (wahai Muhamad) kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.”15 dalam pendidikan Islam akhlak menjadi prinsip utama karena memiliki hubungan erat dengan sang pemberi ilmu yakni Allah SWT. Karena hakekatnya dalam Islam tidak mengenal dikotomi ilmu umum dan agama. Karenanya dalam proses pendidikan akhlak menjadi tujuan utama, yakni menjadikan manusia memahami dirinya dan memiliki perilaku yang baik (berkarakter dan berakhlak). 12



Ibid. hal. 12 Lihat tulisan Dr. Erma Pawitasari. Dalam Jurnal Islamia; Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam. Volume IX No. 1 Maret 2014. Jakarta: INSIST. Hal 7 14 HR. Imam Malik (hadist no 1723) 15 Q.S. Al Anbiya: 107 13



240



Dengan demikian karakter juga dapat diartikan sebagai kepribadian atau akhalak. Kepribadian merupakan ciri, karakteristik atau sifat khas dalam diri seseorang. Karakter bisa terbentuk melalui lingkungan, misalnya lingkungan keluarga pada masa kecil ataupun bawaan dari lahir. Ada yang berpendapat baik dan buruknya karakter manusia memanglah bawaan dari lahir. Jika jiwa bawaannya baik, maka manusia itu akan berkarakter baik. Tetapi pendapat itu bisa saja salah. Jika pendapat itu benar, maka pendidikan karakter tidak ada gunanya, karena tidak akan mungkin merubah karakter orang. Sementara itu, ada juga yang berpendapat karakter itu bisa dibentuk dan diupayakan. Dalam pendapat ini mengandung makna bahwa pendidikan karakter sangat berguna untuk merubah manusia menjadi manusia yang berkarakter baik. Sebenarnya karakter juga bisa diartikan sebagai tabiat, yang bermaknakan perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan atau bisa diartikan sebagai watak, yaitu sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau kepribadian. Orang yang berlaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur dan suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia (Amirulloh Syarbini,2012:15)16. Dalam al-Quran, manusia adalah makhluk dengan berbagai karakter. Dalam kerangka besar manusia mempunyai dua karakter yang saling berlawanan, yaitu karakter baik dan buruk. Sebagaimana firman Allah dalam surat asy-Syam ayat 8-10. Yang 16



Amirulloh Syarbini. Buku Pintar Pendidikan Karakter.Jakarta: Prima pustaka. 2012. Hal. 15



241



Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.17 Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk nilainilai tersebut. Pendidikan karakter pada hakekatnya ingin membentuk individu menjadi seorang pribadi berakhlak yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam relasinya dengan orang lain dan dunianya dalam komunitas pendidikan. Dengan demikian pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu yang berakhlak, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama. Kompetensi Guru yang Berkarakter Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah merupakan salah satu standar yang dikembangkan sejak 2006 oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan pada 2007 diterbitkan menjadi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, yaitu Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007. Dalam rangka pembaruan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya system 17



Q.S. Asy-Syam: 8-10



242



pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Untuk menjadikan pendidkan berkarakter yang sukses, guru memang harus digemleng menjadi guru yang berkarakter terlebihdahulu sejak mereka belajar dibangku perkuliahan sebagai para calon guru. Thomas Lickona menyebutkan setidaknya ada tiga cara guru memiliki kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai dan karakter 18: 1. Guru dapat menjadi seorang penyayang yang efektif, menyayangi dan menghormati murid-murid, membantu mereka meraih sukses disekolah, membangun kepercayaan diri mereka, dan membuat mereka mengerti apa itu moral dengan melihat cara guru mereka memperlakukan mereka dengan etika yang baik. 2. Guru dapat menjadi seorang model, yaitu orang-orang yang beretika yang menunjukkan rasa hormat dan tanggung jawab 18



Thomas Lickona. Education for Character; Mendidik untuk membentuk karakter. Alih bahasa Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara. 2012. Hal. 112



243



yang tinggi, baik di dalam maupun di luar kelas. Gurupun dapat memberi contoh dalam hal-hal yang berkaitan dengan moral beserta alasannya, yaitu dengan cara menunjukkan etikanya dalam bertindak di sekolah dan dilingkungannya. 3. Guru dapat menjadi mentor yang beretika, memberikan instruksi moral dan bimbingan melalui penjelasan, diskusi dikelas, bercerita, pemberian motivasi personal, dan memberikan umpan balik yang korektif ketika ada siswa yang menyakiti temannya atau menyakiti dirinya sendiri. Sementara itu menurut Peter G Beidler dalam bukunya Inspairing teaching yang dikutif oleh Dede Rosyada menyatakan terdapat sepuluh kreteria guru yang baik (berkarakter).19 1. Seorang guru yang baik harus benar-benar berkeinginan untuk menjadi guru yang baik. Guru yang baik harus mencoba dan terus mencoba. Ia menghargai siswanya yang senantiasa melakukan percobaan-percobaan. Dengan demikian, para siswa akan menghargai kita, walaupun kita tidak sebaik yang diinginkan, namun kita akan terus membantu siswa yang ingin sukses. 2. Seorang guru yang baik mengambil resiko, mereka berani menyusun tujuan yang sangat muluk, lalu mereka berjuang untuk mencapainya. 3. Seorang guru yang baik memiliki sikap positif. 4. Seorang guru yang baik selalu tidak pernah punya waktu yang cukup. Guru yang baik selalu mempersiapkan kelas dengan



19



Dr. Dede Rosyada, MA. Paradigma Pendidikan Demokratis; sebuah model pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Jakarta: Prenada Media. 2004. Hal. 115-117



244



sempurna dan memberi waktu luang untuk selalu belajar dan membaca. 5. Guru yang baik berfikir bahwa mengajar adalah sebuah tugas menjadi orang tua siswa, yakni bahwa punya tanggung jawab terhadap siswa sama dengan tanggung jawab orang tua. 6. Guru yang baik harus selalu mencoba membuat siswanya percaya diri, karena tidak semua siswa memiliki rasa percaya diri yang seimbang dengan prestasinya. 7. Guru yang baik selalu membuat posisi tidak seimbang antara siswa dengan dirinya, yakni dia selalu menciptakan jarak antara kemmpuannya dengan kmampuan siswanya, sehingga mereka selalu sadar bahwa perjalanan menggapai kompetensinya masih panjang dan membuat mereka selalu melakukan kegiatan dan menambah pengalaman keilmuannya. 8. Guru yang baik selalu memotivasi siswa-siswinya untuk hidup mandiri dan lebih bertanggung jawab. 9. Guru yang baik tidak percaya penuh terhadap evaluasi yang diberikan siswanya, karena evaluasi mereka terhadap gurunya bisa tidak objektif, walaupun pernyataan-pernyataan mereka itu penting sebagai informasi, namun tidak sepenuhnya harus dijadikan patokan untuk mengukur kinerja keguruannya. 10. Guru yang baik senantiasa mendengarkan terhadap pernyataan-pernyataan siswanya. Guru harus aspiratif mendengarkan dengan bijak permintaan-permintaan siswanya, kritik-kritik siswanya, serta berbagai saran yang mereka sampaikan.



245



Proses belajar mengajar memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan pendidakan dan pembelajaran yang efektif juga tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh guru yang profesional.20 Pendidikan karakter berlandaskan Islam; Sebuah Konsep Alternatif Sebagai muslim, kita berkeyakinan bahwa pendidikan karakter, atau tepatnya pendidikan akhlak, harus bermula dari guru yang berakhlak yang memiliki nilai-nilai ilahiyah. Hal ini harus menjadi keyakinan bahwa hal-hal yang baik, karena agama kita mengatakan hal itu baik. Dan sebaliknya kita mengatakan hal itu buruk karena agama mengatakan hal itu. Ada sebagian orang yang berpandangan bahwa dalam pendidikan karakter itu terdapat nilai-nilai universal dan tidak terkait dengan agama ataupun keyakinan seseorang. Hal ini keliru karena tidak semua nilai-nilai itu pada praktiknya disepakati oleh semua agama atau idiologi. Seperti di dalam Islam ada nilai-nilai cinta dan akhlak terhadap Allah dan Rasulnya. Didalam Islam nilai dan akhlak itu bukan hanya terkait pada hal lahiriah , tapi juga bersifat batiniah. Misalnya murah hati merupakan suatu kebaikan yang diakui semua orang. Namun, di dalam Islam berlaku murah hati harus muncul dari niat yang benar dan dalam rangka mencari ridha Alah SWT. Dan nilai-nilai yang berangkat dari kesepakatan masyarakat tidak pernah tuntasdan akan senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Contohnya, nilai-nilai kesopanan dahulu menceritakan hal yang berbau sex adalah hal yang tabu, saat ini 20



Prof. Abudin Nata, MA. Sosiologi Pendidikan Islam. Jakarta: Grafindo. 2014. Hal. 360



246



membicarakan sex itu hal yang biasa dan lumrah, dahulu mengkritik pejabat merupakan perbuatan tidak sopan, bahkan bisa disebut kriminal, tapi sekarang sebaliknya, para pejabat harus lapang dada di kritik. Dengan berlandaskan beberapa alasan diatas, kita meyakini bahwa pendidikan karakter bagi guru maupun siswa muslim harus berlandaskan agama Islam. Guru berkarakter adalah guru yang memiliki kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti pendidik. Rasulullah sebagai pendidik, guru teladan umat, umatnya harus mampu menjadikannya sebagai tauladan dan role model dalam kegiatan proses belajar mengajar guru. Karenanya Konsep Sidiq, Amanah, Tablig dan Fatonah (SAFT), sebagai karakter yang melekat dalam diri Rasulullah yang mampu mendidik masyarakat Arab yang bodoh dan jahiliah, menjadi masyarakat yang memiliki peradaban kosmopolitan. Konsep SAFT harus diserap sebagai sebuah konsep utuh dalam upaya menciptakan kompetensi guru yang memiliki visi dan berkarakter. Konsep-konsep tersebut adalah : Pertama, (S) berarti Kompetensi Sidiq. Sidiq adalah sebuah kenyataan yang benar yang tercermin dalam perkataan perbuatan dan keadaan batinnya. Artinya, guru memiliki sistem keyakinan untuk merealisasikan visi, misi, dan tujuan serta memiliki kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, arif, jujur dan berwibawa, menjadi teladan peserta didik dan berakhlak mulia. Kedua, (A) berarti Kompetensi Amanah. Amanah adalah sebuah kepercayaan yang harus diemban dalam mewujudkan sesuatu yang dilakukan dengan penuh komitmen, kompeten, kerja keras, kerja cerdas dan konsisten. Artinya, guru punya rasa



247



memiliki dan tanggung jawab yang tinggi, memiliki kemampuan mengembangkan potensi secara optimal, memiliki kemampuan mengamankan dan menjaga kelangsungan hidup serta kemampuan membangun kemitraan jaringan. Ketiga, (F) berarti Kompetensi Fathanah. Fathanah adalah sebuah kecerdasan, kemahiran atau penguasaan bidang tertentu yang mencangkup kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Artinya guru harus memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan dan perubahan jaman, memiliki kompetensi yang unggul bermutu dan berdaya saing serta memiliki kecerdasan intelektual, emosi, dan spirit. Keempat, (T) berarti Kompetensi Tabligh. Tabligh adalah sebuah upaya merealisasikan pesan atau misi tertentu yang dilakukan dengan pendekatan atau metode tertentu . Artinya, guru memiliki kemampuan merealisasikan pesan atau misi, memiliki kemampuan berinteraksi secara efektif dan memiliki kemampuan menerapkan pendekatan dan metodik dengan tepat. Epilog Siswa berkarakter, hanya dapat dihasilkan dari guru-guru berkarakter. Guru yang berkarakter kuat, bukan hanya mampu mengajar tetapi juga mampu mendidik, bukan hanya mampu menstranfer pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga mampu menanamkan nilai-nilai yang diperlukan untuk mengarungi hidupnya. Guru cerdas, bukan hanya memiliki kemampuan yang bersifat intelektual, tetapi yang memiliki kemampuan secara spiritual dan emosional sehingga guru mampu membuka mata hati peserta didik untuk belajar, yang



248



selanjutnya mampu hidup dengan baik di tengah-tengah masyarakat. [*]



Tentang Penulis



Komaruzaman, M.Ed. Lahir di Tangerang, 15 Desember 1973. Pendidikan S1 diselesaikan di UII Yogyakarta. Kemudian melanjutkan S2 di International Islamic University of Malaysia dan National University of Malaysia dan kandidat Doktor di UIKA Bogor. Aktivis kampus pernah menjadi Presidium Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se Yogyakarta (FKSMY) tahun 1998, Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), LEM UII, Belajar Bersama LKIS, Himata-Yo, KBY. Aktif membidani forum kajian, Demokrasi bagi Rakyat (DeBar UII), ForJabar, Komunitas Lebah Yogyakarta, Direktur Forum LEPPAS forum kajian PPI Malaysia dan pembina PPIM (Persatuan Pelajar Indonesia Malaysia). Saat ini aktif sebagai ketua Dewan Pendidikan Kab. Tangerang. Wakil Ketua Tanfidziah PCNU Kab. Tangerang, Wakil Ketua ICMI Orda Kab. Tangerang, Manajer Sinergi Leadership Training Centre, Dan menjadi pengasuh di Pondok pesantren Terpadu Al Itqon Balaraja Tangerang Banten.



249



Daftar Rujukan Amirulloh Syarbini. Buku Pintar Pendidikan Karakter.Jakarta: Prima pustaka. 2012. Bohlin, Karen, E. Teaching Character Education through Literature. New York: Routledge Falmer. 2005 Dr. Dede Rosyada, MA. Paradigma Pendidikan Demokratis; sebuah model pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Jakarta: Prenada Media. 2004. Hamid Hamdani. Perbandingan Filsafat Pendidikan. Bandung: SEGA ARSY. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. 1996. Prof.Dr. H. Abudin Nata, MA. Sosiologi Pendidikan Islam. Jakarta: Grafindo. 2014. Prof. Dr.H. Haidar Putra Daulay, MA. Pendidikan Islam, Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media. 2004. Roqib. Moh.Ilmu Pendidikan Islam.Yogyakarta: LkiS. 2009.



250



Thomas Lickona. Educating For Character; Mendidik Untuk Membentuk Karakter. Alih bahasa Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara. 2012. Thomas Lickona. Character Matters. Alih bahasa Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara. 2012. Wendi Zarman. Ternyata Mendidik Anak Cara Rasulullah itu Mudah dan Lebih Efektif. Jakarta: Ruang Kata. 2011. Jurnal dan Internet : Jurnal Islamia; Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam. Volume IX No. 1 Maret 2014. Jakarta: INSIST. Timpe, Kevin. Internet Encyclopedia of Philosophy. 2007. Diakses dari http://www.iep.utm.edu/moral-ch/#H3



251



252



PEMERATAAN PEMBANGUNAN KUNCI MASA DEPAN PENDIDIKAN DI INDONESIA Oleh: Muhamad Basyrul Muvid Dosen Universitas Dinamika Surabaya



endidikan merupakan tiang penyangga suatu bangsa dimana bangsa akan maju manakala sistem pendidikannya bermutu dan terarah. Memang sektor pendidikan bukan satu-satunya sektor yang dapat memajukan bangsa. Namun, pendidikan sebagai salah satu sektor utama dan terpenting yang turut serta dalam memajukan suatu bangsa. Mengingat, dunia pendidikan sebagai sarana dalam membentuk, menempa, dan menggali berbagai potensi peserta didik sebagai generasi bangsa berikutnya. Tujuan pendidikan jelas sebagai pembentukan sumber daya manusia yang unggul, kompetitif dan berdaya saing secara global. Semaju apapun ekonomi suatu bangsa, semapan apapun politik suatu bangsa dan sebesar apapun pendapatan belanja suatu bangsa, jika masyarakatnya jauh dari kemajuan dalam bidang pendidikan, bangsa tersebut lama kelamaan akan goyah bahkan hancur. Sumber daya manusia inilah sebagai kunci dalam memajukan, menjaga dan mempertahankan bangsa dari kepungan zaman yang serba cepat yang menuntut kecakapan dalam bersaing secara global. Suatu bangsa dapat menjad bangsa kreatif, inovatif dan kompetitif manakala di sini oleh sumber daya



P



253



manusia yang maju, cerdas, cakap dan berdedikasi tinggi. Sebaliknya, bangsa yang memiliki sumber daya manusia rendah dapat dipastikan bangsa tersebut tidak berani “unjuk gigi” di mata dunia; di depan negara lain, sulit bersaing dengan negaranegara dunia, dan tidak bisa beradabtasi dengan perubahan zaman yang begitu cepat. Untuk itu, sektor pendidikan sebagai upaya membentuk sumber daya manusia yang cakap sangat diperlukan dan harus menjadi perhatian serius suatu bangsa, selain sektor penyangga yang lain. Dalam memajukan pendidikan di suatu bangsa memang diperlukan juga anggaran yang tidak sedikit, mengingat pendidikan sifatnya berjenjang mulai dasar sampai tingkat tinggi. Bangsa yang mengalokasikan anggarannya ke sektor pendidikan secara besar, maka akan mempengaruhi laju pertumbuhan pendidikan tersebut. Sebaliknya, jika bangsa atau negara mengalokasikan anggaran dengan skala kecil atau rendah, maka tidak bisa diharapkan pendidikan tersebut melaju dengan pesat apalagi merata. Hal tersebut tergantung pada kebijakan dan kepekaan pemerintah, apakah pendidikan menjadi skala prioritas atau hanya sebagai sektor pelengkap. Menurut hemat saya, disaat pendidikan di abaikan dan pemerintah lebih condong kepada pembangunan infrastuktur saja, ibarat seseorang membangun rumah tanpa membina penghuni rumah. Akibatnya, penghuni rumah tidak bisa menggunakan rumah tersebut sebagaimana mestinya, bisa bisa rumah yang dibangun akan hancur atau tidak berfungsi secara maksimal. Penting tidaknya pendidikan di suatu negara tergantung kecakapan pemimpinnya, jika ia paham secara betul akan pentingnya pendidikan maka ia akan menjadikan



254



pendidikan sebagai sektor utama; prioritas. Sebaliknya, bagi pemimpin suatu bangsa yang menganggap pendidikan sebagai sektor pelengkap, maka dapat dipastikan kejayaan bangsa yang ia pimpin dalam jangka panjang tidak akan bertahan lama. Pendidikan sebagai tahapan dalam mendidik manusia menjadi manusia seutuhnya, yang mengerti dan memahami peran dan fungsinya. Bukan menjadi manusia yang “liar” yang keluar dari kodratnya dan melalaikan peran-fungsinya sebagai makhluk Tuhan yang maha Esa. Manusia yang terdidik, akan membentuk pribadi yang mulia sehingga akan benar-benar menjaga bumi dari kerusakan, peperangan dan perpecahan. Pribadi yang terdidik inilah yang akan mengantarkan mereka menjadi generasi emas, generasi yang menyatukan bukan pemecah, generasi yang mengutamakan kepentingan bersama bukan kepentingan pribadi dan generasi yang berniat mengabdi memajukan negeri bukan berniat menghancurkan negerinya. Pribadi yang saleh (baik) inilah output dari dunia pendidikan, tentu secara fakta masih banyak ditemukan orang terdidik tapi perilakunya menyimpang dan tidak mencerminkan nilai-nilai pendidikan. Namun, bukan berarti salah pendidikannya atau lembaga pendidikannya secara total, bisa saja faktor lingkungan, pergaulan atau keluarga. Kita harus bijak dalam bersikap terhadap problem tersebut. Seringkali dunia pendidikan menjadi sorotan dan disudutkan gara-gara banyak peserta didik, mahasiswa atau lulusan pendidikan yang sikapnya amoral dan “suka” berkonflik. Hemat saya, bukan salah secara total sistem pendidikannya atau lembaganya, tapi cara menginternalisasi nilai-nilai luhur yang diajarkan di dunia pendidikan yang belum secara maksimal dilakukan oleh sebagian besar peserta didik;



255



mahasiswa, bisa juga cara guru mentransformasikan materi; ilmu kepada peserta didik; mahasiswa yang kurang maksimal. Hal tersebut adalah teknis dalam pengimplementasian pendidikanpengajaran. Artinya, yang salah bukan pendidikannya, tapi teknis dari penerapan pendidikan tersebut yang kurang maksimal. Saya kira, paradigma tersebut objektif dan bijak untuk mencari titik temu secara adil. Dunia pendidikan mustahil mengajarkan anak didiknya; mahasiswa menjadi generasi yang buruk, semua pendidikan di dunia pasti mengarahkan anak didiknya menjadi generasi emas yang membangakan. Masalah-masalah pendidikan pasti dialami oleh semua lembaga pendidikan di seluruh dunia, tergantung kecakapan kita untuk merespon dan mencari solusi atas problem tersebut. Dunia pendidikan sangat berjasa dalam membangun sumber daya manusia di suatu negara, sehingga sudah sepantasnya negara memperhatikan kondisi dunia pendidikannya. Bukan hanya memperhatikan kondisi pendidikan di saat ada problem atau kasus. Perhatian negara atas pendidikan sangat dibutuhkan dan diharapkan khususnya bagi para pendidik (guru; dosen). Mereka tidak bisa berbuat yang lebih untuk kemajuan pendidikan secara utuh, diperlukan tangan-tangan pemangku kebijakan, sehingga bisa saling bersinergi satu sama lain dalam memajukan dunia pendidikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kemajuan suatu pendidikan tidak bisa diukur hanya pada jumlah siswanya, tenaga pendidiknya, atau akreditasinya, namun masalah sarana prasarana juga perlu diperhatikan. Sarana prasarana menjadi aspek yang juga penting dalam menunjang proses pembelajaran di suatu lembaga pendidikan. Sehebat



256



apapun kurikulumnya, secerdas apapun gurunya tapi jika tidak didukung oleh fasilitas yang memadai (sarana prasarana) akan sulit mencetak peserta didik yang unggul, mutu pendidikan; pembelajarannya akan terkesan monoton; klasikal sehingga mempengaruhi mutu pendidikan di lembaga tersebut. Peserta didik yang sebenarnya bisa dicetak unggul, akan gagal manakala tidak didukung fasilitas yang memadai apalagi di era sekarang yang serba teknologi. Sehingga, mereka tidak bisa bersaing secara luas, ujung-ujungnya mereka “minder” dengan lulusan; peserta didik lain yang didukung fasilitas yang memadai. Tidak hanya berdampak pada peserta didik; mahasiswa, pendidik (guru; dosen) juga kena imbasnya dari adanya sarana prasana yang rendah, mereka tidak bisa berkreasi, berinovasi. Mengingat, media pembelajaran sebagai alatnya tidak ada, mungkin ada tapi tidak maksimal. Membangun fasilitas di suatu lembaga pendidikan (dunia pendidikan) memerlukan anggaran dari negara, kecuali bagi sekolah;madrasah;perguruan tinggi yang dinaungi yayasan atau pesantren besar dan maju sudah tidak memerlukan asupan nutrisi dari negara. Anggaran pendidikan yang dikeluarkan pemerintah cenderung “menganak emaskan” lembaga pendidikan negeri. Sekolah, madrasah atau perguruan tinggi swasta harus mati-matian mencara “biaya” hidup secara mandiri untuk tetap eksis. Mereka setiap menjelang ajaran baru selalu diliputi rasa gelisah dan khawatir tentang penerimaan mahasiswa; peserta didik baru, akankah banyak yang mendaftar ataukah sedikit atukah tidak ada. Hal ini pasti dan pasti dialami oleh sebagian besar lembaga pendidikan swasta, khususnya yang memiliki fasilitas; sarana rendah.



257



Secara teori memang tidak ada orang tua yang ingin anaknya sekolah; kuliah di lembaga pendidikan yang kurang maju, atau dengan fasilitas yang tidak mendukung. Mereka akan memilih menyekolahkan anaknya ke lembaga pendidikan yang bermutu, bagus, fasilitas lengkap dan banyak prestasi. Sekolah yang kekurangan sarana prasarana tidak mungkin bisa atau sangat sulit untuk bisa berprestasi unggul dari sekolah-sekolah yang memang sudah kuat secara fasilitas dan mutu. Hal tersebut masih sepintas sekolah swasta, ada yang lebih memperhatinkan yakni madrasah swasta yang dikelola oleh yayasan sederhana yang hanya bisa bertahan lewat “pundipundi” pembayaran peserta didik dan mungkin sebagian dari Dana Bos. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang sangat “mencolok” ketertinggalannya dengan sekolah umum. Pendapat tersebut wajar adanya, mengingat anggaran pendidikan dari pemerintah dipecah menjadi dua kementerian, yakni kementerian pendidikan dan kebudayaan serta perguruan tinggi yang menanugi lembaga pendidikan umum, dan kementerian agama yang menaungi lembaga pendidikan Islam, haji, wakaf, zakat, infaq, pengadilan agama dan KUA. Bisa dibayangkan kementerian agama dengan anggaran yang jauh lebih kecil dibanding anggaran yang didapat kementerian pendidikan dan kebudayaan serta pendidikan tinggi, masih dibagi-bagi dengan beberapa sektor. Ini sungguh tidak masuk akal, di luar logika mana bisa lembaga pendidikan Islam maju melebihi pendidikan umum, dari segi anggaran saja jauh beda. Sehingga, bisa kita saksikan bagaimana nasip dan wajah madrasah-madrasah yang ada di Indonesia mulai tingkat rendah sampai atas. Belum kampus yang berhaluan agama (kampus



258



Islam) yang swasta akan nampak jauh kesenjangannya dengan kampus-kampus umum, meskipun itu swasta. Untuk mengejar ketertinggalan inilah diperlukan adanya program pemerataan pembangunan pendidikan secara Nasional, khususnya dalam segi anggaran. Karena membangun fasilitas (sarana prasana) pendidikan dibutuhkan biaya agar lembaga pendidikan tersebut bisa bermutu dan berkualitas dalam semua aspek. Fasilitas yang memadai akan memudahkan guru dalam berkreasi dan berinovasi, peserta didik;mahasiswa juga akan lebih cepat berkembang, cakapn dalam melakukan inovasi dan penemuan-penemuan lainnya yang bermanfaat. Dalam membangun pemerataan pembangunan pendidikan Nasional di Indonesia hemat saya ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan: Pertama, anggaran pendidikan yang diberikan pemerintah kepada kementerian pendidikan dan kebudayaan serta pendidikan tinggi, memang sudah banyak namun jika dimungkinkan ditingkatkan lagi untuk mengejar ketertinggalan sekolah-sekolah di seluruh Indonesia yang masih jauh dari kemajuan. Sekolah-sekolah negeri yang sudah baik, maju dalam segi kualitas dan kuantitas seharusnya tidak disamakan dengan sekolah-sekolah swasta yang masih rendah mutu pendidikannya dalam segi anggaran. Yang saya amati, sekolah-sekolah negeri semakin tahun semakin maju, dan pasti membangun atau merenovasi. Sedangkan sekolah-sekolah umum, tahun ke tahun tetap sampai atap runtuh. Baru dikasih bantuan. Harusnya, sekolah negeri yang sudah maju dan berkembang, anggarannya diperkecil mengingat kebutuhan mereka sudah banyak terpenuhi, hanya tinggal meningkatkan dan memelihara segala



259



fasilitas yang sudah ada. Kemudian, anggaran untuk sekolahsekolah swasta diperbesar untuk mendulang pembangunan agar merata. Bayangkan banyak sekolah swasta, khususnya di pedalaman yang sangat tidak layak, mulai dari atap, tembok, kondisi kelas, media pembelajaran di dalam kelas dan kesejahteraan guru. Jika sekolah-sekolah swasta diangkat dan dibenahi secara Nasional, maka dapat dipastikan akan terjadi pemerataan pendidikan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta. Sekolah swasta yang sudah di”sulap” megah, mewah dan baik dengan fasilitas yang memadai akan dilirik oleh orang tua calon peserta didik dan khalayak umum, sehingga setiap pergantian tahun mereka tidak khawatir akan jatah anak didik yang mendaftar ke sekolahnya tersebut.21 Dan sekolah swasta akan bisa bersaing dengan sekolah-sekolah negeri, dan akan lebih berani menunjukkan “taringnya” untuk berkompetisi. Kedua, anggaran kementerian agama yang salah satunya menaungi lembaga pendidikan Islam; madrasah snagat minim. Hemat saya, anggaran kementerian agama harus diperbesar lagi, mengingat kementerian agama menuangi banyak bidang tidak hanya pendidikan agama saja, lain halnya dengan kementerian pendidikan dan kebudayaan yang fokus mengurus pendidikan di Indonesia. Agar jatah anggaran untuk pendidikan Islam juga kian banyak. Atau membuat kementerian baru yang hanya fokus mengurus dunia pendidikan Islam. Kefokusan ini diharapkan mampu memusatkan segala perhatiannya untuk perbaikan, pengelolaan dan kemajuan pendidikan Islam di Indonesia. Selama 21



Hal ini juga didukung oleh kebijakan Pak Muhajir (mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) yang mengeluarkan kebijakan “sistem zonasi” yang menghapus label “mewah” sekolah-sekolah negeri.



260



pendidikan Islam di kelola oleh kementerian agama yang itu juga mengurus masalah lain, maka pendidikan Islam di Indonesia tidak akan bisa menjadi prioritas bagi program kementerian agama. Untuk itu, pemerintah harus mengkaji lebih serius lagi peran kementerian agama apakah secara anggaran dan birokrasi mampu mengurus lembaga pendidikan Islam di Indonesia mulai dari tingkatan rendah sampai Perguruan Tinggi secara baik dan menyeluruh. Semua itu memang memerlukan sebuah kajian dana analisis, apakah sudah cukup dengan menambah anggaran untuk kementerian agama bisa menjadikan alat ukur untuk memajukan pendidikan Islam secara menyeluruh, ataukah perlu dibentuknya kementerian baru yang hanya fokus mengurus dunia pendidikan Islam di Indonesia. Dua opsi ini kiranya perlu diperhatikan oleh pemerintah secara serius agar tidak ada lagi ketimpangan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum dan juga antara sekolah swasta dengan sekolah negeri. Dengan demikian, yang penulis kritisi di sini adalah kesenjangan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta dan antara sekolah umum dengan madrasah. Dengan solusi yang sudah penulis tawarkan di atas. Mudah-mudahan solusi tersebut dapat menjadi jalan alternatif bagi terwujudnya pemerataan pembangunan pendidikan nasional di Indonesia. Paling tidak, solusi di atas dapat dijadikan pertimbangan oleh pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah-pejabat terkait. Sudah waktunya dunia pendidikan di Indonesia berbenah, bukan hanya berbenah setiap lima tahun sekali dengan bergantinya kurikulum dan peraturan-peraturan yang bersifat administratif. Mengapa tidak ada program pembenahan sarana prasarana untuk lembaga-lembaga pendidikan yang secara nyata-



261



nyata memerlukan sarana; fasilitas yang memadai. Sekolah negeri semakin hari semakin menjulang, sedangkan sekolah swasta semakin hari tidak menunjukkan peningkatan secara fasilitas secara drastis, apalagi madrasah-madrasah swasta yang kian hari “tercekik” akibat jumlah murid yang kian tahun menipis. Bagi sekolah/madrasah yang maju sebelumnya karena didukung oleh dana yayasan yang besar sehingga bisa memenuhi berbagai keperluannya secara mandiri, namun ini hanya berapa persen jika ditotal sekolah/madrasah swasta yang ada di Indonesia? Sehingga tidak bisa dijadikan patokan kalau sekolah/madrasah swasta di Indonesia sudah maju dan merata. Secara fakta memang tidak demikian, masih banyak dan sangat banyak sekolah/madrasah swasta di daerah-daerah terpencil bahkan di kota besar yang masih memiliki sarana prasarana yang terbatas. Keterbatasan dari segi sarana inilah yang menyebabkan mereka tidak bisa bersaing secara “cepat” dengan sekolahsekolah negeri yang sudah maju terlebih dahulu dengan asupan anggaran yang begitu besar dan lancar. Status negeri bukan berarti menjadi “anak emas”, sedangkan status “swasta” menjadi anak tiri suatu bangsa. Mengingat, peran dan tujuan antara sekolah negeri maupun swasta atau sekolah umum maupun madrasah adalah sama, yakni sama-sama ingin mencerdaskan anak bangsa, melahirkan peradaban dan mengembangkan aspekaspek pendidikan lainnya. Sehingga, tidak tepat jika sekolah negeri milik pemerintah sehingga harus maju, sedangkan sekolah swasta milik non pemerintah sehingga harus hidup secara mandiri. Bagitupun dengan madrasah. Ini sebuah paradigma yang sesat dan fatal.



262



Pemerintah bisa menerapkan satu harga BBM untuk seluruh wilayah Indonesia, sudah berhasil melakukan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia, dan pemerintah juga memberikan anggaran besar untuk desa (dana desa) agar tidak tertinggal dengan kota, di samping untuk memutus proses urbanisasi masyarakat. Namun, apakah pemerintah tidak bisa untuk melakukan pemerataan pembangunan pendidikan nasional di Indonesia? Jika mampu, lantas kapankah? Sampai saat ini tidak ada program yang mengarah kesana. Dengan semakin majunya pendidikan di negara-negara luar sana, apakah tidak bisa menjadikan “magnet” pemerintah untuk serius memajukan pendidikandalamnegeri, melalui pengembangan dan perbaikan sarana prasarana pendidikan kita, bukan selalu sibuk dengan urusan administrasi, sosialisasi, workshop, dan seminar-seminar nasional lainnya yang hal itu tidak ada feed back bagi perbaikan sistem pendidikan maupun bagi pendidik itu sendiri, semua itu berjalan hanya formalitas semata. Kegiatan-kegiatan tersebut sejauh ini belum bisa membuka paradigma baru bagi pendidik dan lembaga pendidikan secara signifikan. Semisal, sosialisasi untuk menerapkan metode dan strategi pembelajaran yang variatif dan menarik berbasis android/ media online saat pembelajaran, ini akan sulit diterapkan di sekolah/madrasah yang belum mempunyai LCD, atau koneksi internet dan lain sebagainya. Meskipun, rata-rata sekolah/madrasah sudah mempunyai LCD meskipun hanya satu dan wifi internet, tapi belum bisa dijadikan jawaban; kesimpulan bahwa semua sekolah/madrasah di Indonesia sudah terkoneksi dengan internet dan sudah memiliki LCD.



263



Artinya bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh mapan tidaknya sarana prasarana yang dimiliki oleh masing-masing lembaga pendidikan yang ada di Indonesia. Anggaran untuk merubah kurikulum nasional, anggaran untuk mensoliasisakan, workshop dan diklat lainnya itu juga tidak sedikit. Kita tahu bahwa mensosialisasikan kurikulum 2019 secara nasional tidak mudah dan itu memerlukan waktu yang tidak lama. Seharusnya, pemerintah sebelum melakukan pembaharuan dan perubahan kurikulum secara nasional, terlebih dahulu melihat kondisi lembaga pendidikan secara nasional, apakah sudah siap ataukah masih belum? Sepanjang yang saya tau, masih banyak lembaga pendidikan di Indonesia yang belum siap dengan pemberlakuan kurikulum 2013, sehingga kurikulum ini diterapakn secara bertahap. Tentu, bagi saya ini sebuah langkah yang tidak efektif dan terkesan terburu-buru. Permasalahan pendidikan mendasar bukan pada system kurikulumnya, tapi pada pemerataan pembagunan yang hal ini meliputi fasilitas dan sarana prasarana pendidikan secara nasional. Kesenjangan antara sekolah satu dengan sekolah lain ini masih ada dan kelihatan secara nyata. Seharusnya ini dulu yang diselesaikan dan diperhatikan secara serius. Saya menyakini mau dirubah sebagus apapun kurikulumnya atau hal-hal yang bersifat administrative lainnya tidak akan bias memajukan pendidikan di Indonesia secara nasional. Mungkin bagi lembaga pendidikan yang sudah maju, fasilitas mumpuni pasti akan bias menyesuaikan. Tapi bagi lembaga pendidikan yang kurang akan fasilitas, akses dan lainnya akan menjadikan beban dan kian mempersulit. Namun, jika yang diprogramkan adalah pemerataan pembagunan pendidikan



264



secara nasional dan sudah benar-benar direalisasikan kemudian mau diterapkan kurikulum baru, saya menyakini semua lembaga pendidikan di Indonesia akan siap dan mau maju secara bersamasama. Kemudian, masalah kebijakan menteri Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan Indonesia tentang “Merdeka Belajar” sepanjang saya pahami ini sebagai kebijakan bagus dan efektif, namun lagi-lagi ini masalah administrative dan kebijakan yang bersifat internal. Memang seorang menteri tidak bias membuat kebijakan tentang “pemerataan pembangunan pendidikan nasional”, mengingat ini masalah anggaran yang itu masuk wilayah kebijakan pemerintah pusat dan DPR RI. Namun, seyogyanya melalui menteri pendidikan yang paham betul masalah dunia pendidikan di Indonesia, ia menyampaikan usulan terkait program tersebut kepada pemerintah dalam hal ini presiden, agar dipertimbangkan untuk selanjutnya dibahas bersama dengan anggota dewan. Problem pokok pendidikan di Indonesia bukan pada pendidiknya, peserta didiknya, atau kurikulumnya tapi kepada sarana prasananya yang kurang mumpuni. Pendidik dan peserta didik di sekolah maju akan semakin canggih dan kreatif, karena didorong oleh fasilitas yang mumpuni, sebaliknya pendidik dan peserta didik yang ada di sekolah kurang maju bahkan tertinggal akan “hidup” seadanya, melakukan pembelajaran seperti biasa dan pada intinya “pokoknya belajar”, sehingga wajar tidak ada niatan untuk berinovasi dan berkreasi, karena media yang dijadikan untuk melakukan inovasi dan kreasi tidak ada, mungkin ada tapi terbatas. Sedangkan, dana sekolah tidak bias menunjang hal tersebut. Jadi, sekolah yang maju akan tambah maju, dan



265



sekolah yang tertinggal akan semakin tertinggal manakala tidak ada uluran bantuan dari pemerintah pusat melalui program pemerataan pembangunan pendidikan nasional. Secara logika sekolah atau madrasah yang kurang maju tidak akan bias mengejar atau bersaing dengan sekolah-sekolah maju secara signifikan kalau mereka tidak dikasih alat; bahan yang dalam hal ini adalah fasilitas. Mengingat, menjadi maju, tidak hanya perlu kecerdasan pendidik, kecakapan peserta didik tapi juga sarana yang mumpuni untuk mendulang itu semua. Saya yakin jika pemerataan pembangunan pendidikan nasional ini benar-benar digalakkan maka tidak ada namanya sekolah maju dan sekolah tidak maju, sekolah favorit dan non favorit, sekolah mewah dan non mewah dan “lebel” lainnya. Semua akan sama rata, dan orang tua juga tidak akan memilah milah sekolah mana yang maju dan tidak maju untuk anaknya. Sehingga, selain merata dalam bidan gpembangunan, juga akan merata dalam penerimaan masing-masingsiswa baru. Ini akan menghilangkan “keresahan” di setiap menjelang tahun ajaran baru bagi sebagian sekolah-sekolah yang membutuhkan peserta didik baru yang dalam hal ini banyak dialami oleh sekolahsekolah; madrasah swasta. Pemerataan pembangunan pendidikan nasional ini juga akan mendulang madrasah sebagai basis pendidikan Islam di Indonesia, agar tidak selalu dipinggirkan oleh sebagian masyarakat. Kemajuan fasilitas dan kelengkapan sarana prasana akan mendesain madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang “mewah” yang nantinya dapat memikat hati masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di madrasah. Selain itu, madrasah akan bias bersaing dengan sekolah-sekolah lain dalam segala hal,



266



baik itu bidang akademik maupun non akademik. Sehingga, tidak ada kesan bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang terpinggirkan. Adanya pemerataan pembangunan pendidikan nasional sebagai bentuk keadilan dan kesejahteraan bagi dunia pendidikan di Indonesia yang nantinya akan berdampak pada kemakmuran pendidik (guru) dan lingkungan yang ada di lembaga pendidikan tersebut. Hal ini juga akan memudahkan pemerintah untuk melakukan suatu kebijakan, baik berkenaan dengan perubahan kurikulum, pembelajaran daring atau penilaian dan kebijakan pendidikan nasional lainnya. Jadi, tidak ada alasan yang mendasar adanya sekolah yang tidak siap dengan kebijakan tersebut, mengingat semua sekolah; madrasah memiliki standar sarana; fasilitas yang sama; merata. Tinggal kecakapan dari kepala sekolah dan guru dibantu dengan tenaga lain untuk mengembangkan sarana prasana tersebut menjadi baik dan bias digunakan untuk memajukan pembelajaran, ekstra kulikuler dan layanan pendidikan lainnya. Tentu ini memerlukan evaluasi setiap tahunnya oleh pemerintah pusat atau pejabat kementerian pendidikan terkait pendayagunaan fasilitas; sarana prasarana tersebut. Untuk itu, kiranya pemerintah harus bergerak cepat untuk mengentaskan permasalahan mendasar pendidikan yang ada di Indonesia ini, salah satunya melalui pemerataan pembagunan pendidikan nasional. Harus focus disini terlebih dahulu baru focus kemasalah pendidikan yang lain. Pemerataan pembangunan pendidikan ini sebagai usaha untuk menghilangkan kesenjangan antar lembaga pendidikan di Indonesia dan juga untuk mengejar ketertinggalan sebagian besar lembaga pendidikan Indonesia



267



serta untuk menghilangkan status “anak kandung” (sekolah negeri) dan “anak tiri” (sekolah swasta). Pemerataan pembangunan pendidikan nasional ini juga sebagai representasi dari sila kelima yakni “keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”, adanya program ini sebagai bentuk keadilan sosial. Pendidikan bukan milik orang kota, tetapi juga semua masyarakat Indonesia. Fasilitas pendidikan bukan hanya dimiliki oleh siswa kota-kota besar, tapi juga siswa-siswa seluruh Indonesia. Kemudian, yang mewakili Indonesia berkompetisi secara Internasional bukan hanya diwakili oleh siswa-siswa dari sekolah yang maju, tapi siswa-siswa di desa dan di sekolah kurang maju juga punya hak yang sama untuk mewakili bangsanya secara Internasional. Ini akan benar-benar terwujud manakala pemerataan pembanguna npendidikan nasional benarbenar digalakkan dan menjadi skala prioritas pemerintah dalam bidang pendidikan. Mudah-mudahan, opini sederhana ini bias didengar oleh para pemangku kebijakan untuk selanjutnya dapat dipertimbangkan. Besar harapan saya untuk pendidikan di Indonesia ini bias maju secara merata bukan maju secara sebagian. Dan semoga tulisan ini memberikan api semangat kita untuk ikut memperbaiki, memajukan dan mengembangkan pendidikan di Indonesia sesuai dengan kapasitas kita masingmasing. Terimakasih…! Wassalam… Surabaya, 30 April 2020 Muhamad Basyrul Muvid



268



MEMERDEKAKAN PIKIRAN DENGAN LITERASI Oleh: Asep Yana Yusyama Dosen Politeknik Negeri Jakarta



ita harus berani mengakui bahwa tingkat membaca pelajar dan mahasiswa masih rendah. Berbeda dengan negara maju yang masyarakatnya juga memiliki pemikiran maju dan salah satu alternatif untuk memajukan pemikiran yakni dengan memperbanyak wawasan. Jika pelajar dan mahasiswa hanya mengandalkan materi selama di dalam kelas, tentu porsinya tidak akan terlalu maksimal, maka suplemennya dengan membaca. Banyak sekali dewasa ini kegiatan serta aktivitas yang menggaungkan upaya meningkatkan literasi di Indonesia, bahkan presiden ingin agar kegiatan literasi terus ditingkatkan sampai-sampai dalam kurikulum disertakan aktivitas literasi sebelum kegiatan belajar mengajar dilakukan. Seiring berkembanganya teknologi, kesempatan untuk membaca tentu saja semakin luas. Misalnya dengan memanfaatkan internet, tidak hanya sumber buku bacaan saja, bisa e-book, jurnal atau berita elektronik sekalipun. Wajar saja jika masyarakat kita mudah sekali termakan isu hoaks, membaca sekilas, tanpa pernah diklarifikasi kebenarannya, langsung disebarluaskan, sehingga tidak jarang yang akhirnya terjerat UU ITE. Memang memperihatinkan. Pramoedya Anantaa Toer seorang sastrawan besar yang banyak melahap bacaan-bacaan



K



269



yang tidak hanya berbahasa Indonesia, tetapi juga membaca bacaan berbahasa Belanda, Inggris, dan bahasa lainnya, sampai ia menjadi seorang penulis besar hingga karya-karyanya masih bisa dinikmati hingga sekarang. “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”. Statment itu yang terlontar dari salah satu novelnyayakni Bumi Manusia. Tidak sedikit toko buku dan perpustakaan sepi pengunjung, bahkan di Kota di mana penulis tinggal, beberapa toko buku sampai harus gulungtikar saking jarangnya pembeli. Mahal, mungkin saja menjadi salah satu alasannya. Karena memang selain minat membaca yang kurang harga buku asli di pasaran juga relatif mahal. Akan tetapi kaum milenial masih mampu untuk membeli kuota internet untuk berselancar di dunia maya atau bermain game online yang jumlah kuotanya bahkan harus merogoh kocek hingga ratusan ribu rupiah. So apakah hal tersebut salah? Salah satu terobosan menteri pendidikan yang baru ialah merdeka belajar, artinya konsep perangkat pembelajaran yang selama ini rumit cukup disederhanakan. RPP yang semula tebalnya bukan main, sekarang cukup hanya satu lembar saja per tiap pertemuan. Tinggal kita melihat dan mengevaluasi saja apakah cara tersebut cukup efektif atau sebaliknya. Semangat Mas Menteri untuk merombak kurikulum juga terkendala dengan adanya wabah Covid-19 yang seluruh sekolah dan kampus untuk sementara diharuskan belajar dari rumah atau belajar daring. Namun, banyak dari aktivis anak yang protes mengapa konsep belajar di rumah tidak disertai kurikulumnya yang jelas sehingga siswa atau mehasiswa tidak melulu dijejali tugas yang hal tersebut dianggap menjemukan, ditambah lagi para orang tua



270



yang mengeluh karena mereka dituntut harus turut serta mendampingi anaknya mengerjakan tugas dari gurunya. Informasi dan teknologi tidak bisa kita hindari, bahkan kita harus siap menerima pembaharuan. Sistem belajar yang semakin canggih dengan memanfaatkan IT menuntut agar guru/dosen harus terus meningkatkan kompetensinya demi tercapai tujuan belajar yang sesuai dengan tuntuan zaman. Tidak jarang guru yang kalah melek teknologinya dibandingkan muridnya, sehingga guru terkesan dianggap kuno, terus menggunakan metode lama dalam mengajar dan pada akhirnya siswa menjadi jenuh dan posisi guru di mata siswa terkalahkan oleh teknologi. Guru harus mampu mengguakan teknologi, bahkan harus lebih pintar dari siswa agar peran guru tidak begitu tergantikan, bahkan agar wibawa guru selalu ada. Istilah pembelajaran elektronik atau lebih dikenal e-learning menunut sekolah dan kampus agarmampuberadaptasi dengan teknologi. Hal tersebut demi terwujudnya tujuan dari proses pembelajaran itu sendiri. Akan tetapi proses pedidikan dlam membangun karakter siswa, peran guru masih sangat dibutuhkan terutama dalam membangun akhlak yang baik. Teknologi Dan Literasi Jika dikaitkan antara teknologi dan literasi tentu saja saling berhubungan. Misalnya saja dalam kondisi pendemi seperti sekarang ini ialah kualitas dan kuantitas siswa dalam membaca harus meningkat. Bagaimana tidak, kesempatan waktu mereka lebih banyak, waktu untuk menyelesaikan bacaan jadi lebih luas, tidak harus bacaan dari buku saja, bisa bacaan dari e-book. Menurut penulis, dalam situasi seperti sekarang, ada seseuatu



271



yang dilupakan oleh guru, yakni kewajiban membaca buku selama siswa belajar dari rumah. Seharusnya guru menyampaikan dan mewajibkan agar smua siswa membaca buku atau menyelesaikan bacaan tertentu dan hasil laporan bacaannya bisa menjadi poin. Satu minggu satu buku misalnya untuk siswa tingkat SLTA, penulis rasa tidak akan terlalu memberatkan siswa, kecuali jika ada siswa yang minat membacanya harus dibangun dari nol. Kendati demikian, agar siswa memilki kegemaran membaca, maka guru pun harus meningkatkan kualitas membacanya. Karena hal ini akan menjadi sebuah ironi jika murid saja yang diwajibkan membaca sementara gurunya tidak. Bahkan, guru tidak harus gemar membaca saja, menulis harus menjadi kemampuan yang dimliliki guru agar menjadi contoh para muridnya. Terlebih jika buku rujukan yang menjadi bahan belajar merupakan buah karya gurunya sendiri, tentu siswa akan semakin bangga pada sang guru. Penulis rasa hal tersebut bukan angan-angan semata. Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran buat pendidikan kita. Salah satunya peran teknologi sangat urgen dalam mencapai keberhasilan pembelajaran jarak jauh. Banyak guru yang sudah mengenal dan bisa membuat konten materi pembelajaran dari elearning, akan tetapi bagaimana dengan kondisi di pelosok yang jangkauan internet belum ada? Haruskan lantas para murid menganggur tidak melakukan apapun, atau bahkan guru terlena dengan kondisi ini karena baginya walaupun tidak mengajar yang penting gaji tetap masuk ke rekening. Jika ada selesai sudah pendidikan kita, hancur sehancur hancurnya. Selama berbulanbulan para siswa tidak melakukan aktivitas belajar apapun,



272



sehingga kemampuannya tidak terasah atau bahkan otakya tumpul. Masa depan pendidikan Indonesia di masa mendatang adalah sebuah proses pembelajaran yang sudah akrab dengan teknologi. Jika para siswa bisa meperoleh fasilitas gawai dari orang tuanya, maka sekarang saatnya pemanfaatan gawai tersebut bisa positif. Guru menjadi ujung tombak, tidak hanya harus melek teknologi, tetapi harus memahami problem soulving selama proses pembelajaran jarak jauh ini berlangsung. Banyak siswa yang jenuh dengan kondisi belajar dari rumah, orang tua mengeluh, sementara pemerintah kita belum menyediakan fasilitas konseling tiap sudut wilayah, akhirnya kita menjadi bingung berjamaah. Budaya literasi yang harus tertanam pada setiap elemen guru dan siswa tidak semudah membalikan telapak tangan. Perpustakaan belum semua tersedia di sekolah yang menjadi sentral pengembangan literasi. Berat memang. Indonesia sangat luas, jumlah sekolah sangat banyak, sementara anggran masih terbatas. Segala bentuk keterbatasan tidak begitu urgent untuk saat ini. Kegiatan membaca bisa dilakukan dari sebuah gawai, mencari segala bentuk informasi untuk memperkaya wawasan harusnya tidak terbendung.Memaknai literasi sebagai kebutuhan tidak lagi menjadi beban, itulah yang harus tertanam pada pemikiran siswa kita. Menjadi manusia dengan kuat karakter wawasannya, tidak melulu soal keterbatasan yang dikedepankan. Potensi Indonesia untuk menjadi bangs besar sangat terbuka. Sumber daya alam melimpah, jumlah usia produktif yang tinggi, agar posisi strategis Indonesia menjadi negara berkategori maju tidak hanya menjadi sebuah ironi.



273



Kualitas pendidikan di Indonesia harus lebih maju dengan terus memotong segala keterbatasan dan hambatan yang membelenggu. Upaya pemerintah utuk memajuka pendidikan sangat terlihat. Misalnya saja mengirim guru ke perbatasan. Selain itu memberikan fasilitas sarana parasarana ke tiap sekolah coba dilakukan agar terjadi pemerataan. Meskipun hal tersebut belum maksimal, akan tetapi masih terus berlanjut. Wajah pendidikan Indonesia di masa mendatang ialah senyum para generasi muda yang pemikirannya kaya dengan wawasan, skill sumber daya manusia yang bisa bersaing dengan SDM negara berkategori maju lainnya. Pendidikan Indonesia di masa mendatang harus menjadi mercusuar, khusunya di kawasan Asia. Menurut riset yang bertajuk World’s Most Literate Nation Ranked yang dilakukan oleh Central Connectitut State University pada tahun 2016, posisi Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara tentang minat baca. Hal ini menjadi cambuk untuk kita semua betapa menyedihkannya minat membaca di Indonesia. Sekolah dan kampus menjadi sentral dalam mendongkrak minat baca. Selain it, penggerak dan pelaku dalam upaya meningkatkan minat baca harus terus di dukung. Peran Pusat Krgiatan Belajar Masyarakat harus terus dibentuk, yang sudah ada dimaksimalkan. Sepertinya menjadi dambaan semua elemen jika generasi muda kita yang sudah akrab dengan ilmu pengetahuan, dengan literasi yang menjadi kebutuhan. Buku selalu menjadi teman, bukan hanya gawai yang selalu menjadi candu.



274



Pendidikan Dan Karya Banten memilki tokoh ulama mahsyur yang keteladanannya harus dicontoh yakni Syekh Nawawi al-Bantani. Ia memiliki semangat menuntut ilmu dan berkarya. Kaitan dengan mental masyarakat di Indonesia dewasa ini sungguh mengkhawatirkan, sangat bertolak belakang dengan semangat Syekh. Kita sebagai warga yang mudah diadu domba, beda pilihan walaupun saudara atau bertetangga bisa meimbulkan percikan konflik. Orang Indonesia lebih senang berselancar di media sosial daripada harus duduk di majelis, berdiskusi bertukar pikiran. Orang kita lebih suka membaca sumber dari media sosial daripada harus berlama-lama duduk di perpustakaan untuk menyelesaikan bacaan dan menambah kualitas keilmuan. Memang sungguh mengenaskan. Hadirnya media sosial dampak buruknya ialah menciptakan budaya instan, bagi yang belum siap untuk menggunakannya tidak bijak. Sayangnya, mayoritas di Indonesia masih demikian. Ada kalanya kita berselancar di media sosial untuk menyampaikan kebenaran informasi pengetahuan, memang itu hal positifnya. Semangatnya Syekh Nawawi al-Bantani menuntut ilmu, tidak cukup satu guru yang ia ambil ilmunya. Ia menimba ilmu pada Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki, kemudianSyekh Ahmad an-Nahrawi, Syekh Ahmad Khathib Sambas, Syekh Ahmad ad-Dimyati, Syekh Muhammad Khathib Duma al-Hanbali, Syekh Zainuddin Aceh, Syekh Syihabuddin Syekh Ahmad Khathib Sambas, Syekh Abdul Ghani Bima, Syekh Abdul Hamid Daghastani, Syekh Yusuf Sunbulawani, dan masih banyak lagi guru yang lainnya. Di antara nama guru yang



275



disebutkan tersebut, di antaranya ada yang berasal dari tanah Arab, Mesir, Syam dan dari Indonesia. Semangat menuntut ilmu dan berkarya yang dicontohkan oleh Syekh Nawawi al-Bantani harus ditanamkan pada setiap orang Indonesia, khususnya generasi muda. Semangat tidak berputus asa dalam menimba ilmu, tidak menyerah dalam keadaan. Kemiskinan kultural yang menjangkit mental orang kita belum juga dapat disembuhkan. Kemiskinan kultural lebih berbahaya daripada kemiskinan harta benda. Kemiskian kultural berdampak pada maju tidaknya suatu bangsa, umat dan agama. Walaupun usia bangsa Indonesia sudah merdeka 74 tahun namun pembangunan di semua sektor terhambat. Ini karena sumber daya manusia kita yang belum siap. Pada kenyataannya sebagian orang Indonesia masih beranggpan bahwa menuntut ilmu bukan hal yang terlalu penting. Hal tersebut tercermin masih banyak masyarakat kita yang masih buta huruf, tidak melek pendidikan. Orang tua petani, anaknya harus petani, orang tua nelayan anaknya harus nelayan. Kurang adanya motivasi dari orang tua untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik untuk keturunannya. Hal itulah yang penulis maksud sebagai kemiskinan kultural. Nasib sejatinya dapat diubah, salah satu caranya berupaya dengan menuntut ilmu di dunia pendidikan. Saat ini orang Indonesia juga mengalami sakit, yakni tuna karya. Tidak produktif, lebih suka menjadi penonton darpada harus menjadi inisiator. Tidak terima jika ada kaum buruh asing membludak datang ke tanah air, tapi hanya bisa mencaci. Kita lebih suka menjadi penikmat saja (konsumen) dari pada menjadi pencipta. Lihat saja begitu Indonesia menjadi pasar yang menggiurkan untuk pemasaran elektronik, misalnyahandphone.



276



Kita bangga menjadi pengguna saja, padahal yang meraup keuntungan besar ialah negara Produsen. Menjadi seorang yang produktif, semisal berkarya menghasilkan tulisan (buku) lebih mulia daripada harus menjadi seorang tuna karya. Berkarya tidak ada batasan waktu dan tempat, Syekh Nawawi al-Bantani, di Mekah ia berkarya, di Indonesia juga sama. Karya berupa hasil kreasi seseorang yang manfaatnya dapat dirasakan oleh orang lain. Menjadi seorang guru juga berkarya, produknya ialah murid yang mengamalkan ilmunya. Terjadinya transfer keilmuan antara guru dan murid sebagai wujud regenerasi untuk mempertahankan eksistensi peradaban manusia. Melanjutkan perjuangan alim ulama sampai nabi. Menuntut ilmu tanpa pantang menyerah dan berkarnya dalam bentuk apapun merupakan teladan yang diberikan oleh Syekh Nawawi al-Bantani kepada umat generasi penerusnya. Memilki semangat berkobar layaknya Syekh Nawawi alBantani harus ditanamkan di tiap jiwa generasi muda saat ini. Karena dengan itulah kita akan memilki harapan dan juga sebagai bentuk ikhtiar sebagai khalifah di muka bumi. Allah swt juga amat senang dengan orang yang produktif. Bahkan Allah tidak menyukai hambanya yang pemalas, banyak menyia-nyiakan waktu yang seharusnya diisi dengan hal bermanfaat, yang tentunya bernlai ibadah. Membaca buku, datang pada guru, berdiskusi, atau berdiam diri di tempat lumbung ilmu merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh muslim jika ingin membawa kemajuan bagi dirinya, terlebih bagi agama bangsanya. Tidak seperti sekarang, islam tertinggal dalam segala aspek. Karya Syekh Nawawi al-Bantani yang sampai sekarang masih menghiasi khasanah keilmuan adalah bukti nyata bahwa



277



untuk menjadi manusia unggul tidak tercipta dengan cara instant. Penuh darah dan perjuangan. Karena itulah selayaknya manusia menanamkan kebaikan, meninggalkan karya yang agung untuk kemaslahatan umat manusia di dunia hingga akhirat kelak. Saat ini tidak ada alasan lagi bagi anak Indonesia untuk tidak bersekolah bahkan hingga kuliah. Sekolah negeri mulai dari jenjang SD-SLTA sudah digratiskan pemerintah. Walaupun masih ada anak Indonesia yang tidak sekolah dengan berbegai alasan, terutama faktor ekonomi. Walapun tidak dipungut biaya untuk sekolah, akan tetapi hal lainnya tetap saja harus dibeli sendiri misalnya seragam dan buku. Jika hal tersebut masih dijadikan alasan, maka dengan adanya BOS bisa menjawab pertanyaan tadi, karena penggunaan dana BOS memang salah satunya untuk membeli peralatan sekolah. Jenjang perguruan tinggi, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah ada Bidik Misi. Dari program tersebut telah lahir ribuan sarjana yang berasal dari keluarga tidak mampu secara ekonomi. Tahun ini, program Bidik Misi hanya berganti wajah saja, namanya KIP kuliah. Secara esensi sama, yakni untuk mengakomodir mahasiswa yang memiliki prestasi, namun tidak mampu secara ekonomi, sehingga mahasiswa yang terbantu dengan program pemerintah tersebut akhirnya bisa mengangkat harkat dan martabat keluarganya, dan terputuslah rantai kemiskinan. Sejatinya tujuan utama pendidikan ialah menanusiakan manusia. Bagaimana manusia bisa menggunakan akal dan kemampuannya secara optimal, tanpa adanya diskriminasi. Dengan demikian, maka dipastikan manusia itu merdeka, meredeka sejak pemikiran, lahir, dan batin. Konstitusi di



278



Indonesia juga mengamanatkan agar negara hadir untuk memajukan kesejahteraan umum, memajukan kehidupan bangsa. Hal senada dituliskan dalam UUD 1945 Pasal 31 mengatakan bahwa Setiap Warga Negara Berhak Mendapat dan mengikuti Pendidikan Dasar dan Pemerintah Wajib membiayainya. Jelas, bahwa pendidikan ialah hak setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Wajah pendidikan di masa mendatang tidak boleh lagi ada warga negara yang tidak bisa bersekolah. Sarana prasaran harus mengalami pemerataan, dari mulai kota hingga ke pelosok perbatasan. Guru harus tersebar merata ke berbagai wilayah, sehingga tidak ada lagi penumpukan guru di suatu sekolah, sedangkan di perbatasan satu guru mengajar semua kelas. Wajah pendidikan Indonesia mengatang juga harus terus bersentuhan dengan teknologi untuk mempermudah transfer knowledge. Terakhir para pelajar harus terus meningkatkan minat baca agar prinsip Tut Wuri Handayani dapat benar-benar melekat pada pelajar, bukan hanya semboyan semata. Ingat pepatah KI Hajar Dewantara, Ing Ngarso Sung Tolodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh Programme for International Student Assessment (PISA), pada Selasa (3/12) di Paris, menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara.Hasil penelitian PISA menyebutkan bahwa Indonesia mendapatkan angka 371 untuk kategori membaca, 379 untuk matematika dan 396 untuk ilmu pengetahuan (sains). Indonesia tertinggal dari Malaysia yang berada di peringkat ke-56, dengan mendapat nilai 415 untuk membaca, 440 untuk matematika dan 438 untuk sains.(https://www.vivanews.com)



279



Data ini menjadikan Indonesia berada di peringkat enam terbawah, masih jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Survei PISA merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan membaca, matematika dan sains. Ada beberapa faktor penyeb di antaranya kompetensi guru yang masih harus ditingkatkan. Kompetensi guru di Indonesia masih berada di tingkat yang sangat rendah. Ironis memang, di satu sisi guru dituntut untuk terus memberi ilmu, tetapi guru sendiri jarang menambah wawsannya. Dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) nilai guru rata-rata di bawah 5. Kemudian, sistem pendidikan yang membelengguEra pendidikan 4.0, menuntut guru tidak lagi menjadi sumbertunggal dalam sistem pembelajaran, melainkan sebagai pendamping, penyemangat dan fasilitator. Artinya, bila sistem pendidikan 4.0 ingin berhasil, maka anak-anak murid kini harus diedukasi untuk menjadi lebih aktif. Fakta membuktikan, setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda. Mereka akan menjadi lebih cerdas bila mempelajari suatu hal yang berkenaan dengan minat dan bakatnya. Berikutnya lembaga pendidikan harus berbenah. Fakultas Keguruan di berbagai perguruan tinggi harus melakukan inovasi, apalagi dalam mencetak calon guru, yang notabene menjadi ujung tombak pendidikan. Kurikulum di IKIP harus terus berinivasi menerima perubahan. Jika saat ini pendidikan dan teknologi erat kaitannya, maka mesti ada arah kurikulum yang mengitegrasikan kedunya. Peningkatan kualitas siswa harus diimbangi dengan kompetensi tenaga pengajarnya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi dosen ialah dengan mengikuti



280



pelatihan. Tujuan meningkatkan kompetensi guru/dosen dapat berbentuk Training of Trainer (TOT) tentang strategi metode belajar mengajar dalam pendidikan modern. Pelatihan harus menitikberatkan pada strategi belajar menyenangkan di kelas. Memang salah satu permasalahan yang sering timbul ialah tidak terciptanya pembelajaran yang mengembirakan dalam kelas. Hal tersebut sepertinya terlihat sepele, akan tetapi bagaimana mahasiswa semangat belajar dan nyaman di kelas jika metode pembelajaran berlangsung monoton dan garing, siapa tahu mungkin hal tersebut yang menyebabkan mahasiswa malas belajar atau bahkan datang ke kelas. Berbeda jika suasana pembelajaran di kelas berlangsung menyenangkan, antusiasme belajar tinggi, pemahaman terhadap materi meningkat hingga dosen selalu dirindukan keberadaannya di kelas, bukan malah sebaliknya. Menciptakan inovasi pembelajaran, media pembelajaran, strategi belajar, metode pengajaran hingga assesment. Sebenarnya hal tersebut bukan sesuatu yang baru bagi dosen sebagai pengajar. Ketika kuliah salah satu meterinya ialah tentang strategi belajar mengajar. Materi teori strategi dalam belajar mengajar yang sebenarnya pada kurikulum pendidikan di Indonesia juga sudah dipelajari dan diaplikasikan. Selain itu, terkait metode pembelajaran, banyak pakar pendidikan dari Indonesia yang menulis buku tentang teori pembelajaran yang sumber teorinya diadopsi dari pendidikan barat dengan alasan lebih modern. Alternatif pembelajaran yang tidak lagi menggunakan pola lama dalam metode pembelajaran, misalnya metode ceramah. Kemudian bagaimana strategi menciptakan pembelajaran yang menyenangkan sesuai dengan cara belajar siswa/mahasiswa



281



dengan pola pikir dewasa dan materi ajar tetap tersampaikan dengan baik. Beberapa metode yang bisa dipih untuk alternative pembelajaran aktif di antaranya ialah Flipped Classroom, Cooperative Learning, KWHLAQ, Debates, Concept Map/Mind Map, Role Plays, Presentatioan, e-Learning and m-Learning, Discussion Gruop, Panel/Expert Groips. Work-based learning, Seminar, Brainstrom, Problem-centred Teams, Inquiry-based Learning, Simulation Games, Demonstration, Large Group Facilitation, Small Group Workshop, Project, dan Field Trip. Metode di atas memiliki fungsi agar pemahaman siswa/mahasiswa terhadap materi di kelas memilki pemahaman yang sama, meminimalisir ketimpangan pemahaman. Misalnya metode FIshBowl, metode ini bertujuan agar mahasiswa lebih dalam memahami materi yang diajarkan. Caranya dengan membagi beberapa orang peserta, dipimpin oleh seorang ketua mengadakan suatu diskusi untuk mengambil suatu keputusan. Tempat duduk diatur dalam susunan semi lingkaran (setengah lingkaran), sub kelompok pendengar duduk mengelilingi sub kelompok diskusi dengan dua atau tiga kursi kosong menghadap peserta diskusi (sub kelompok diskusi). Kemudian simulation games dan role plays—metode ini digunakan agar mahasiswa tidak jenuh di kelas, terhibur dan suasana kelas jadi menyenangkan. Secara umum, metode pembelajaran tersebut di atas menitikberatkan pada siswa/mahasiswa agar lebih aktif di kelas, antusias belajar meningkat, tidak jenuh/bosan, tidak menyalahkan siswa ketika melakukan kesalahan dalam belajar,



282



tidak mendiskriminasi, tidak melontarkan kata-kata negatif, dan tidak menghukum kesalahan mahasiswa. Peran dosen diharapkan hanya sebagai fasilitator, motivator, inspirator dan rekan bagi mahasiswa. Selalu memberikan pujian, reward, apapun yang dilakukan mahasiswa. Selain yang dijelaskan tersebut di atas, peran akhlak juga amat penting. Bagaimana peran lembaga pendidikan juga harus mencetak siswa memiliki etika dan moral yang baik, yang sesuai dengan norma pancasila dan agama. Tidak sedikit guru yang merasa kewalahan dalam mendidik anak didiknya. Keluhan dapat berupa luapan emosi atau hanya bias tertahan di hati yang akhirnya menjadi penyakit batin. Jadi, menjadi pendidik adalah tantangan besar, namun juga menyenangkan. Menggembirakan jika sang guru mendapati muridnya menjadi orang berhasil. Menyedihkan jika ada murid yang gagal, serasa teriris. Namun, untuk saat ini yang harus tertanam dalam mental guru sebagai pendidik adalah, ajarkan para murid tentang kebaikan, ilmu pengetahuan dan akhlak. Yakini bahwa kita telah melakukan hal terbaik dengan cara terus meningkatkan kompetensi, pastikan guru selalu hadir di sekolah. Tidak hanya hadir ketika membahas uang sertifikasi guru/dosen yang tidak kunjung cair. Jangan lelah guru harus membahas manakala mendapat isiswanya yang menyimpang dari norma, maka pendidik sudah tah uapa yang harus dilakukan. Sebagai pendidik, harus meyakini bahwa tangan-tangan murid kita yang akan menarik kita masuk kedalam surga, dengan syarat keikhlasan. ***



283



Tentang Penulis Asep Yana Yusyama, Tinggal di Grand Sutera Kota Serang. Menempuh pendidikan SS-1 dan S-22 di Untirta, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Bergiat di Kubah Budaya. Saat ini mengajar di Politeknik Negeri Jakarta, Kampus UI Depok. Menulis cerepen dan artikel semenjak di bangku kkuliah S-1, beberapa karyanya pernah dimuat di Radar Banten, Kabar Banten, dan Banten Raya Post. Penulis juga aktif menulis di blog dengan alamat http://asep-yana.blogspot.com/ Cp/WA. 087771096611



Asep Yana Yusyama Asep Yana Yusyama Yusyama



284



WAJAH PENDIDIKAN MASA DATANG DI INDONESIA Bercermin dari Sistem Pendidikan di Luar Negeri



Oleh: Dedy Setiawan Dosen Politeknik Negeri Bandung



S



aya sekolah SD sampai SMA pada kurun akhir tahun 1960 an sampai akhir 1970 an. Di tahun 1980 an sampai sekarang saya menjadi pengajar di suatu perguruan tinggi. Namun di tahun 2020 ini, saya belum melihat ada nya kemajuan yang berarti – hanya perubahan kurikulum yang terjadi karena pergantian mentri. Saya pun senantiasa mengamati pendidikan dasar dan menengah karena keterlibatan anak-anak saya yang harus melampaui pendidikan SD sampai SMA di Indonesia, dan sebagian di antara nya karena keikut sertaan mereka dengan saya dalam tugas belajar di New Zealand dan Australia, saya pun mengamati bagaimana pendidikan dasar dan menengah diterapkan di luar negri. Sekolah sekolah di New Zealand dan Australia memiliki kualitas yang diakui dunia, sehingga banyak diantaranya para siswa dari luar negeri datang untuk sengaja mengenyam pendidikan di sekolah sekolah tersebut. Wajar kiranya kita bercermin pada sekolah-sekolah berkualitas tersebut sehingga kita melihat dan membandingkan bagaimana sekolah sekolah di luar negeri itu diselenggarakan. Kedua negara ini memiliki sistem pendidikan yang serupa dan mungkin juga diterapkan atau ditemukan di negara negara yang sudah maju seperti Inggris dan Amerika.



285



Beban Akademik Siswa Yang dimaksud dengan beban akademik siswa adalah jumlah pelajaran yang harus dipelajari dalam tiap semester oleh para siswa dan isi dari pelajaran tersebut. Dengan kata lain, ini adalah kurikulum yang digunakan di sekolah New Zealand dan Australia. Untuk sekolah dasar, fokus pembelajaran ditekankan pada penguasaan literacy dan numeracy. Literacy adalah kemampuan yang berhubungan dengan bahasa sebagai alat komunikasi, sehingga skills focus yang ditekankan adalah membaca dan menulis. Sementara numeracy adalah kemampuan yang berhubungan dengan perhitungan yang dalam hal ini diwakili oleh subjek matematika. Di jaman Information Technology (IT) ini, literacy juga berkembang menjadi computer dan internet literacy atau IT literacy. Disamping itu, sekolah juga memberikan bekal pada siswanya untuk bisa hidup mandiri di masyarakat dengan baik, berinteraksi dengan sesama warga didalam maupun luar sekolah, bisa hidup sehat dan bertanggung jawab terhadap kemajuan belajarnya sendiri. Oleh karenanya, mata pelajaran yang ada di tingkat SD ini tak lebih dari beberapa pelajaran yang dapat mendukung semua tuntutan yang dicanangkan sekolah, seperti halnya performing arts, physical education, English, humanities, mathematics, dan science. Mata pelajaran tersebut dikerikan secara berjenjang, dimana di kelas tiga pertama, pelajaran membaca, menulis dan berhitung merupakan pelajaran yang diutamakan untuk supaya kemampuan sederhana dari literacy dan numeracy dapat dikuasai.



286



Dari segi contents, siswa tidak dituntut untuk menguasai materi pelajaran dengan kompleksitas yang tinggi, tetapi siswa diarahkan untuk mampu menerapkan skills yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pengguanaan alat bantu seperti computer atau sejenisnya seperti laptop, tablet, dan ipad menjadi alat bantu yang tak bisa dihindari. Tidak ada ujian sekolah atau pun nasional untuk bisa berlanjut dari SD ke SMP dan SMP ke SMA. Memang wajar kalau kurikulum harus berubah dari satu periode berikutnya. Tapi sebaiknya jangan sampai memberikan kesan ‘Gantri Mentri, ganti kurikulum’. Kalau ini terjadi maka perubahan itu adalah karena faktor pimpinan yang mengepalai satu kementrian. Perubahan itu harus tejadi karena kondisi dan situasi dunia, khususnya karena pengaruh sains dan teknologi. Kurikulum atau materi pengajaran yang diterapkan tahun 1970 an, misalnya, tidak mungkin lagi diterapkan sekarang ini. Di tingkat yang lebih tinggi, SMP dan SMA yang di Australia biasanya disatukan dari year 7 sampai 12 dengan nama College atau High School, siswa diarahkan pada minat dan bakat dirinya, sehingga pelajaran-pelajaran yang diambil akan disesuaikan dengan minat dan bakat yang menjadi pilihan siswa tersebut. Di kelas akhir (11 dan 12), seorang siswa di satu semester mungkin hanya mendapatkan sekitar 5 pelajaran. Di tingkat akhir itu siswa diarahkan pada dua jalur: untuk melanjutkan ke perguruan tinggi atau bekerja. Mereka yang akan bekerja diberikan pelajaran-pelajaran yang sifatnya skill-oriented seperti pelajaran memasak, computer, atau lainnya. Setiap sekolah memiliki kekhususan dalam keahlian yang diberikan pada siswanya. Bahkan ada yang mengarahkan siswanya untuk



287



menjadi atlet atau seniman. Pada jalur ini, siswa tidak diharuskan untuk mengikuti ujian. Setelah selesai, mereka akan diberikan sertifikat tanda kelulusan. Sementara untuk mereka yang berminat melanjutkan ke perguruan tinggi, pelajaran pelajaran yang sifatnya akademik seperti fisika, matrematika, biologi dan kimia diberikan lebih intensif. Pada jalur ini, siswa diharuskan mengikuti ujian. Nilai ujian tersebut akan digunakan untuk mendaftar ke perguruan tinggi. Di Indonesia, baru pada era Mentri Nadiem Makarim (tahun 2019) ini ujian nasional ditiadakan. Namun ujian akhir sekolah tetap dilaksanakan. Ujian Nasional (UN) di Indonesia memang mengalami berbagai perubahan baik dari segi sistem maupun pelaksanaannya. Pernah suatu saat di awal tahun 2000 an UN dijadikan syarat kelulusan siswa. Ini mengalami kontroversi yang sangat meresahkan di masyarakat karena nasib siswa yang sudah belajar sekian lama itu ditentukan hanya dalam ujian yang diselenggarakan dalam waktu lebih kurang 2 hari. Kemudian UN dijadikan sebagai salah satu penentu dari kelulusan siswa. Ini pun mengalami kontroversi yang serupa karena banyak sekolah yang melakukan manipulasi dalam hal penilaian maupun penyelenggaraan UN nya semata mata untuk mempertahankan gengsi agar sekolah nya dianggap atau bisa masuk ke sekolah yang memiliki ranking. Selanjutnya UN hanya dijadikan pedoman untuk melihat standar kelulusan saja sebelum akhirnya dihapuskan sama sekali. Kalau di Australia Ujian akhir tingkat SMA itu hanya dilakukan sekali, dan itu pun hanya dilakukan oleh mereka yang berminat untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, Ujian di



288



Indonesia dilakukan bisa beberapa kali oleh siswa kelas 3 SMA ini. Pertama mereka harus mengikuti ujian akhir di sekolah. Dimana sebelum UN dihapus, mereka pun harus mengikuti UN tersebut. Kemudian Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) yang sekarang dilakukan dalam bentuk UTBK – Ujian Tertulis Berbasis Komputer. Untuk ini siswa diberikan pilihan untuk mengikuti sekali atau dua kali dengan pilihan antara jurusan IPS atau IPA. Setelah lulus itu siswa juga dapat mengikuti Ujian masuk perguruan tinggi swasta yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Tergantung pada individu siswa, ujian seperti ini bisa diikuti beberapa kali di PTS yang berbeda sampai siswa mendapatkan PT yang betuk betul diinginkan. Setiap test atau ujian masuk yang diikuti ada biaya yang harus dibayarkan yang jumlahnya tidak sedikit. Apalagi untuk PTS yang bergengsi, biaya ujian masuk bisa jutaan rupiah. Apa arti semuanya ini? Di Australia dan New Zealand, dengan Ujian yang diselenggarakan pemerintah satu kali dan nilainya bisa dijadikan alat untuk masuk ke berbagai perguruan tinggi, Ujian ini akan terasa lebih efektif dan efisien. Siswa bisa berkonsentrasi penuh untk mengikuti Ujian tersebut. Di Indonesia, Ujian yang harus dilakukan oleh siswa beberapa kali dapat menyebabkan siswa frustasi dan akhirnya tidak peduli dengan hasil yang dicapai. Memang UTBK yang diselenggarakan oleh pemerintah memberikan siswa untuk tiket masuk dengan nilai yang ada didalamnya dan bisa digunakan untuk masuk ke sekolah sekolah PT swasta. Namun, kenyataannya tidak semua PTS menerima



289



‘tiket’ tersebut. Apalagi sekolah kedinasan seperti IPDN dan STAN, mereka memiliki sistem seleksi mahasiswa yang berbeda dengan PTS biasa. Tampaknya perlu dikaji oleh pemeruntah tentang Ujian yang selama ini ada dan harus dihadapi siswa kelas akhir SMA ini. Metoda pengajaran Meskipun tidak dengan resmi diberi label seperti yang ada di Indonesia dengan nama Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), tapi begitulah metoda pelajaran yang dilakukan di sekolah sekolah Australia dan New Zealand. Semua siswa sejak dari awal didorong untuk aktif mengkomunikasikan pendapat dan sikapnya. Aktifitas seperti group work dan presentasi di depan kelas merupakan aktifitas belajar sehari hari. Para guru benar-benar bertindak sebagai fasilitator dari pelajaran yang diampunya. Dalam interaksi kelas, akan hampir tidak nampak seorang guru menerangkan panjang lembar (lecturing). Buku pelajaran memang ada, tetapi itu hanya dijadikan sebagai salah satu buku acuan dan tidak menjadikan pengajaran menjadi textbook oriented. Apabila ada suatu bahasan, siswa dianjurkan untuk juga mendapatkan bahan dari sumber lain seperti internet dan buku di perpustakaan. Sementara, pokok bahasan dalam pelajaran sangat diarahkan pada keemanfaatan dan aplikasinya di kehidupan nyata (sehari-hari). Pekerjaan rumah untuk sekolah dasar hampir tidak ada. Sedangkan di tingkat yang lebih tinggi seperti kelas 10 s/d 12, terkadang ada dan itu biasanya dibahas dalam bentuk suatu presentasi bagi siswa untuk dikomunikasikan ke kelas. Bentuk lain dari pekerjaan rumah untuk kelas tingkat atas ini adalah



290



tugas yang menjadi portfolio siswa untuk dijadikan penilaian. Jumlah siswa didalam kelas yang tak lebih dari 20 orang membuat para guru mampu memberikan penilaian dengan seksama terhadap tugas yang dikerjakan para siswanya. Seringkali, penilaian siswa didasarkan pada tugas tugas yang dikumpulkannya; dan hanya sedikit yang diberikan dalam bentuk test atau sejenis ulangan harian atau ulangan umum atau semesteran kalau di Indonesia. Di Indonesia, metode CBSA sering hanya sekedar nama saja. Mungkin ini terjadi karena kurang pengetahuannya bagaimana CBSA seharusnya diterapkan dalam kelas atau mungkin karena fasilitas yang kurang memadai. Dalam CBSA siswa harus mengambil inisiatif dalam mendapatkan bahan pelajaran. Guru adalah fasilitator. Sehingga siswa harus lebih aktif dari sekedar mendengarkan atau mengerjakan soal yang ada dalam buku panduan atau yang diberikan oleh guru. Tahapan yang seharusnya terjadi dalam CBSA adalah guru memperkenalkan topik, selanjutnya siswa mencari bahan tentang topik yang akan didiskusikan dalam kelompok kecil dan kemudian dipresentasikan di kelas. Terakhir guru melakukan semacam simpulan dari apa yang didiskusikan siswa tentang topik yang dibahas. Untuk bisa menerapkan metode seperti itu, guru harus memiliki wawasan yang lebih luas baik dari segi content maupun class management nya atau metode pengajarannya. Tentu saja fasilitas buku pendukung atau internet harus ada sebagai bahan untuk memperkaya materi topik yang dibahas. Faktor jumlah siswa bisa juga jadi kendala karena siswa yang terlalu banyak menyebabkan beban guru terlalu banyak pula untuk dapat mengoreksi pekerjaan siswa.



291



Sementara itu faktor waktu belajar kalau dilihat di Indonesia memang lebih banyak. Sekolah yang mulai dari jam 7 sampai dengan jam 3 di Indonesia dan jam 9 sampai dengan jam 3 di Ausralia membuat siswa Indonesia seharusnya bisa lebih mendapatkan materi yang lebih banyak atau bisa lebih baik secara akademik. Namun tampaknya ini tidak terjadi. Lebih banyak belajar belum tentu bisa membuat anak jadi lebih pintar; bahkan mungkin bisa menjadi lebih capai dn akhirnya tidak bisa lagi menangkap materi pelajaran yang diberikan. Fasilitas sekolah Ketergantunagn pada computer dan internet membuat sekolah harus menyediakan fasilitias yang dipakai oleh para siswanya secara cuma-cuma, dan ini menjadi standar fasilitas yang harus ada di sekolah sekolah di Australia dari tingat SD sampai perguruan tinggi. Sebagian sekolah meminjamkan laptop kepada para siswanya selama mereka sekolah disana, dan sebagian lagi mewajibkan para siswanya untuk membeli sendiri portable computer berupa laptop, tablet ataupun i-pad. Internet ini juga digunakan sebagai alat komunikasi sekolah kepada para orang tua siswa mengenai keberadaan siswa di sekolahnya serta dan hal-hal lain mengenai sekolah melalui portal dan website sekolah. Meja dan bangku yang ada di sekolah merupakan meja dan bangku yang ringan dan mudah dipindahkan, berbeda dengan yang ada di sebagian besar sekolah sekolah di Indonesia yang keberadanaya sangat kaku dan susah untuk dipindahkan. Fleksibilitas tempat duduk ini untuk menunjang kegiatan siswa di sekolah dalam kerja kelompok ataupun melakukan diskusi dan



292



presentasi di depan kelas. Di tingkat college (SMP & SMA), setiap siswa diberi pinjaman tempat menyimpan barang (locker) beserta kuncinya, sehingga barang-barang siswa yang cukup berat, misalnya, tidak perlu dibawa pulang pergi dari rumah ke sekolahnya. Juga sudah menjadi standar bahwa sekolah sekolah di Australia dan New Zealand memiliki lapangan olahraga luas terbuka yang digunakan untuk bermain sepak bola ataupun rugby, disamping sarana olah raga indoor untuk berbagai macam permainan olah raga seperti basket ball, badminton, gymanastics, dsb. Tentu saja setiap sekolah memiliki perpustakaan dan lab-lab penunjang pelajaran, bahkan ruangan atau gedung pertunjukan kesenian (theater) dengan fasilitas lengkap. Semuanya itu digunakan untuk mengembangkan minat dan bakat siswa yang beragam. Untuk memiliki fasilitas seperti yang ada di sekolah sekolah Australia dan New Zealand, tampaknya masih butuh waktu yang cukup lama bagi Indonesia. Namun tanpa cita cita idealisme dan pengetahuan mengenai sekolah dan fasilitas yang harus disediakan, semuanya itu hanya jadi mimpi saja di Indonesia. Yang dimaksudkan adalah bahwa sekolah yang memiliki fasilitas seperti lapang olah raga sepakbola bisa dibangun di Indonesia. Di kota-kota yang sudah padat penduduknya seperti kota kota di Jawa seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, lahanya sudah tidak memungkinkan lagi. Tapi di daerah daerah yang masih relatif kecil pendudknya seperti ti daerah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, sekolah dengan fasilitas olah raga sepakbola dapat diwujudkan.



293



Setiap ruangan kelas, sekolah di Ausralia tidak hanya disediakan papan tulis atau white board tapi juga dilengkapi laptop atau computer beserta computer projector yang siap dipakai apabila guru hendak menjelaskan atau memainkan film melalui screen sehingga tidak perlu ngesetup projector dan screen nya secara dadakan yang terkadang butuh waktu. Mungkin ini tidak bisa diterapkan di sekolah sekolah di Indonesia sekarang atau dalam waktu dekat, meskipun sebagian kecil mungkin fasilitas semacam ini sudah ada. Tapi, itulah ruang kelas di masa depan; dan Indonesia harus mampu menyediakannya entah kapan pun juga. Sarana olah raga baik indoor mauoun outdoor tersebut diperlukan oleh masyarakat. Jadi pihak sekolah dapat meminjamkan fasilitas olah raga tersebut ke masyarakat sekitar nya sementara pengelolaan nya dilakukan oleh Sekolah. Ini memang membutuhkan pengelolaan sarana yang memadai dari pihak sekolah dan management pendidikan yang lebih tinggi seperti tingkat Kanwil. Namun, sarana seperti itu dapat menciptakan prestasi bagi Indonesia secara keseluruhan. Sementara yang ada di masyarakat, sarana sarana seperti itu hampir sudah tidak ada lagi sekarang, khususnya di Pulau Jawa. Tanah yang dulunya lapangan sepak bola sudah beralih menjadi shopping mall. Jadi, bagaimana masyarakat bisa berprestasi dalam olah raga atau lainnya, kalau sarana nya saja tidak ada. Dalam hal ini, sekolah dapat membantu mewujudkan adanya sarana yang memadai tersebut.



294



Manajemen dan suasana sekolah Management sekolah dimulai dari managemen kelas, kemudian sekolah dan kumpulan ortu siswa yang peduli terhadap sekolah. Tentu saja sekolah berada dibawah binaan Kanwil yang juga dapat berperanan terhadap suasana sekolah. Belajar sekolah di luar negeri yang maju biasanya didasarkan pada umur. Mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 17 tahun harus sekolah dan kalau anak pada usia tersebut di jam sekolah berada diluar sekolah, ortu mereka akan dipanggil oleh polisi untuk diminta pertanggungjawabannya. Sementara di Indonesia, wajib sekolah didasarkan pada tingkat sampai dengan SMP. Namun pelaksanaannya pun tidak diterapkan dengan konsisten karena masih terlihat banyanya anak di usia sekolah yang tidak belajar dan dibiarkan saja. Suasana sekolah di Australia dibuat senyaman mungkin sehingga anak anak senang berada di dalamnya. Aktifitas-aktifitas yang bisa membuat tidak nyaman, membosankan dan melelahkan seperti halnya baris berbaris (sebelum masuk kelas seperti yang masih terlihat di banyak sekolah dasar di Indonesia), upacara mingguan (hari Senin) di ruang terbuka dan hukuman seperti berdiri di depan kelas atau membersihkan toilet ditiadakan sama sekali. Di tingkat sekolah dasar, ada acara bulanan semacam upacara, dan itu dilakukan di dalam ruangan dimana penyelenggara upacara itu diserahkan ke kelas secara bergiliran. Disitu juga dilakukan pidato kepala sekolah untuk memberikan wejangannya, menyanyikan lagu kebangsaan dan lagu mars sekolah, pertunjukan seni dari kelas penyelenggara dan pemberian award (berupa sertifikat) bagi siswa yang berprestasi. Upacara yang biasa disebut ‘assembly’ ini diselenggarakan



295



dengan penuh kesenangan dan juga dihadiri oleh sebagian para orang tua yang berminat. Hubungan siswa dengan para guru dijalin dengan baik, begitu juga dengan administrasi dan manajemen sekolah. Di setiap sekolah ada coordinator tingkat (kelas) disamping kepala sekolah dan para wakilnya. Apabila siswa tidak masuk, orang tuanya cukup menelepon petugas administrasi, dan mereka akan menyampaikannya ke para pengajarnya. Begitu juga sebaliknya, apabila ada anak yang tidak masuk, petugas administrasi atau koordinator kelas akan menelepon orang tua siswa dan menanyakan alasan ketidakhadiran anaknya. Di Indonesia, suasana semacam ini dapat diwujudkan. Upacara upacara yang tidak perlu selayaknya perlu dipertimbangkan keberadaannya. Terkadang upacara hari Senin yang dilakukan di sebagian besar sekolah Indonesia hanya menjadi beban berbagai pihak. Untuk siswa, upacara hari Senin sangat menjenuhkan karena aktifitas yang dilakukan merupakan acara ulangan dari Senin ke Senin lagi. Sebagian besar siswa terbebani dengan berdiri dibawah sinar matahari dalam waktu 1 jam. Bagi para guru, mereka diwajibkan hadir berdiri mendampingi kepala sekolah yang akan bicara kurang lebih sama antara satu upacara dengan upoacara lainnya. Bahwa upacara iini dijadikan sarana untuk menyampaikan pengumuman, wejangan dan lain sebagainya merupakan alasan cliche dari sejak puluhan tahun yang lalu. Sekarang ini hal hal semacam pengumuman itu dapat disampaikan langsung melalui pengeras suara yang dipasang di masing masing kelas. Dapat juga melalui sosial media dan lain sebagainya.



296



Sekarang ini memang sosial media menjadi alat untuk penghubung antar siswa dan guru dan orang tua juga. Banyak sekali sudah dibuat WAG (Grup What’s up) dari para guru, para ortu dan para siswa yang dijadikan alat komunikasi antara satu dengan yang lainnya. Mirip dengan di Indonesia, di Australia, manajemen sekolah dibantu oleh orang tua siswa atau orang yang peduli terhadap sekolah yang biasanya tokoh masyarakat untuk menjadi semacam ‘Dewan sekolah’. Bedanya, kalau Dewan Sekolah atau school council disebutnya di Australia dan New Zealand betul betul berdiri independent dalam memberikan saran atau pendapat untuk kemajuan sekolah, di Indonesia seringkali Dewan Sekolah dijadikan sebagai ‘alat’ untuk mendapatkan sumbangan dari orang tua siswa untuk perbaikan fasilitas sekolah. Seringkali, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan dan menimbulkan kecurigaan di kalangan orang tua. Namun, ortu siswa terkadang tak dapat berbuat banyak, karena apabila mereka ‘kritis’ terhadap sumbangan paksa itu, bisa diduga apa yang akan terjadi terhadap anaknya di sekolah. Penutup Sekolah adalah tempat mencari ilmu, tempat mengembangkan bakat, tempat mengembangkan kepribadian dan tempat belajar memperbaiki diri. Sekolah juga tempat berinteraksi antar berbagai manusia yang memiliki latar belakang yang berbeda baik usia, suku bangsa, status sosial ataupun agamanya. Selayaknya lah peran sekolah yang hendak menjadikan manusia lebih baik seperti itu harus ditunjang dengan fasilitas



297



yang memadai dan disertai dengan management yang handal. Tentu saja, aktifitas yang ada di sekolah harus dapat membuat tujuan sekolah di atas terwujud. Hal hal yang membuat siswa tidak nyaman sebaiknya ditiadakan termasuk aktifitas aktifitas sekolah yang dapat mengganggu dan mengesalkan sebaiknya dienyahkan. Sekolah harus nyaman, terbebas dari tekanan dan paksaan. Sekolah di Indonesia memiliki berbagai masalah, dari jumlah siswa yang sangat banyak sampai pada dana yang kurang menunjang sehingga mengakibatkan kurang nya fasilitas sekolah, tidak baiknya kondisi sekolah serta kekurangan sekolah atau bahkan kekurangan pendidik. Semua itu bukan semama-mata faktor ekonomi. Alokasi dana pendidikan yang meningkat tajam sekarang ini dibandingkan dengan dana di jaman Orde Baru ternyata tidak dapat merubah keadaan sekolah kita. Ada faktor faktor yang membuat sekolah di Indonesia tampaknya tidak mengalami kemajuan yang berarti. Pendidikan adalah proses, begitu halnya dengan pembangunan fasilitas pendidikan. Keberadaan Indonesia yang sangat luas disertai dengan jumlah penduduknya yang sangat beragan dan besar menjadikan pembangunan fasilitas pendidikan menjadi terkendala, Dibutuhkan tidak sekedar dana yang besar tapi juga koordinasi dan simergi management pengelolaan pendidikan di tingkat atas sampai ke daerah daerah. Termasuk adalah komitment dan niat baik dari penyelenggara pendidikan sangat diperlukan untuk membuat pendidikan Indonesia lebih berkembang. Ada sepenggal kemajuan pendidikan di Indonesia dengan ditunjukkannya prestasi dalam olimpiade siswa untuk berbagai



298



bidang. Tapi sayang, itu hanya terjadi di sekelompok kecil pengelola pendidikan. Sebagian besar sekolah di Indonesia harus berjuang dalam mengatasi kekurangan guru, kekurangan fasilitas dan kelayakan kondisi tempat belajar. Inilah yang harus dibenahi bersama. Pendidikan dimasa datang harus sinergi dengan perkembangan jaman dan khususnya teknologi. Manusia adalah pengguna teknologi dan sekolah seharusnya ramah teknologi dengan tersedianya fasilitas yang berbasis teknologi. Papan tulis sekarang sudah digantikan dengan projektor; buku tulis sekarang sudah diganti perannya oleh computer; perpustakaan sudah online; buku, koran, majalah dan media cetak lainnya sudah menjadi paperless; dan pengajaran tidak perlu lagi harus face to face. Itulah perubahan dalam dunia pendidikan yang harus kita hadapi. Apapun yang terjadi, selama Indonesia ada, masa depan pendidikan dan sekolah di Indonesia masih dapat diperbaiki dan harus dikembangkan. Pengelola dan penyelenggara pendidikan dari Mentri sampai ke guru harus memiliki visi yang jauh ke depan. Untuk perbaikan pendidikan ke depan kita harus mengetahui dan punya pandangan bagaimana pendidikan di masa datang itu diselenggarakkan. Bagaimana bentuk ruangan kelas dan sekolah di masa datang. Bagaimana dan apa kegiatan sekolah di masa datang. Fasilitas pendidikan apa yang dibutuhkan di masa datang. Tanpa pengetahuan seperti itu kita tidak punya target. Kedua harus ada sinergi antara pengurus dan penyelenggara pendidikan dari tingkat terendah di wilayah atau bahkan desa sampai ke tingkat nasional.



299



Ketiga memiliki niat yang kuat dengan didukung oleh dana yang memadai agar gambaran sekolah di masa datang bisa diwujudkan. Usahakan mengkikis habis semua kebocoran agar sekolah dan pendidikan masa depan diwujudkan. Terakhir sejak awal atau dari sekarang kita harus berusaha untuk membangun untuk mewujudkan sekolah dan pendidikan di masa datang. Pendidikan dan pembangunan pendidikan adalah proses. Mereka tidak dapat jadi begitu saja. Harus dilakukan secara bertahap, namun punya satu tujuan bersama untuk menciptakan pendidikan ke depan. [*]



Tentang Penulis



Dedy Setiawan adalah dosen di Jurusan Bahasa Inggris di Politeknik Negeri Bandung. Dia lulus dari IKIP Bandung (sekarang disebut UPI - Universitas Pendidikan Indonesia) pada tahun 1985. Dia mmelanjutkan studi di Australia untuk Diploma TESOL (Teaching of English to Speakers of Other Languages) di South Australia College of Advanced Education (sekarang disebut Univeristy of South Australian) pada tahun 1987. Dia mendapatkan gelar S2 - MA di Victoria University of Wellington, Selandia Baru, pada 1997 dan MEd-nya di universitas yang sama pada 1999. Dia kemudian melanjutkan studinya untuk PhD di Victoria University di Melbourne, Australia dan selesai pada



300



2015. Pengalaman kerjanya termasuk mengajar ESL (English as a Second Language) kepada pengungsi Vietnam dan Kamboja di Galang Refugee Camp pada tahun 1984, mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing di beberapa lembaga di Indonesia. Penulis beberapa kali menyajikan makalah di seminar nasional maupun internasional seperti TEFLIN dan ICT di Frolence Italy. Selain menulis artikel untuk jurnal nasional dan internasional, ia juga telah menulis buku ajar untuk digunakan di Politeknik.



301



302



PENDIDDIKAN MORAL SEBAGAI BENTUK MENGEMBALIKAN FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN Oleh: Indra Hari Purnama Pendiri Pendiri Rumah Baca Purnama Banjarnegara – Jawa Tengah



“Tujuan akhir dari pendidikan adalah memanusiakan manusia (humanisme), artinya seseorang yang manusiawi harus mampu menjadi pencipta dalam sejarahnya sendiri”. angsa Indonesia adalah bangsa yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan, sebagaimana telah dijelaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, pada alinea terakhir di sana disebutkan “... memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa ...” kalimat tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Dengan masyarakat yang sejahtera, maka akan mudah mendapatkan pendidikan, atau dengan masyarakat yang cerdas maka kesejahteraan akan terwujud. Artinya kedua kalimat tersebut saling mendukung dan terdukung, “sejahtera dulu baru pintar, atau pintar dulu baru sejahtera”. Ilustrsi ini sebenarnya merupakan salah satu dari maksud didirikannya negara ini, yang kemudian diselaraskan dengan tujuan pendidikan nasional yang kemudian tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.



B



303



Seiring berjalannya waktu, dengan semakin tuanya negara kita bukan semakin matang pola pikir masyarakatnya, akan tetapi semakin mengalami penurunan terutama di dunia pendidikan. Pendidikan yang berlangsung sekarang ini sudah tidak dapat lagi menjadi cermin bagi bangsa kita. Berkembangnya suatu bangsa tidak hanya dipengaruhi oleh industri dan teknologinya, serta pertumbuhan ekonominya, melainkan pendidikan-lah yang dapat menjadi tolak ukur kemajuan dan kemunduran suatu bangsa. Akhir-akhir ini seringkali kita lihat dan kita dengar terjadinya insiden yang memalukan bangsa kita khususnya dunia pendidikan, di mana seorang mahasiswa akhirnya meninggal dunia akibat dihajar oleh para senior-seniornya dalam orientasi mahasiswa baru, seorang pimpinan institusi pendidikan melakukan selingkuh dengan stafnya, korupsi pada salah satu institusi pendidikan, gelar dan ijaah palsu, guru mencabuli siswanya, dan banyak sekali kasus yang mestinya menjadi perhatian bagi kita semua. Inilah sebuah gambaran bahwa pendidikan kita belum mengalami kemajuan yang signifikan. Untuk itu maka langkah yang perlu diambil adalah dengan mengembalikan tujuan pendidikan dan mengembalikan fungsi pendidikan. Salah satu sektor di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang patut mendapat perhatian secara khusus agar tidak terjdi salah urus dalam pelaksanaannya adalah sektor pendidikan, tentunya jika terjadi kesalahan dalam implementasi di bidang pendidikan tersebut akan sangat berdampak negatif kepada sektor-sektor kehidupan yang lain. Seperti halnya bangsa kita saat ini yang sedang bertahan dan mencoba untuk bangkit dari berbagi permasalahan yang multidimensional.



304



Ancaman terbesar bagi bangsa ini adalah praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Ancaman kedua adalah kekerasan yang semakin merebak dan cenderung menjadi budaya, terlebih lagi sangat disesalkan jika kekerasan itu menghinggap pada (oknum) aparatur negara. Hal ini juga erat hubungannya dengan sektor pendidikan yang menjadi basic (dasar) bagi pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Lalu apakah permasalahan bangsa di atas adalah akibat dari salah urus dunia pendidikan kita, sehingga pendidikan dijadikan sebagai kambing hitam dari permasalahan bangsa ini ?. Menjadikan pendidikan sebagai kambing hitam (biang keladi) dari semua permasalahan banga sekarang ini sebenarnya sangat problematis. Mengapa?, pertama, kita bisa saja mengatakan demikian karena semua pelaku (oknum) dari kejadian pelanggaran hukum merupakan produk yang dihasilkan oleh sebuah sistem pendidikan. Keunggulan produk dari sistem pendidikan yang seharusnya digunakan untuk mencari solusi secara sains dan teknologi terhadap permasalahan bangsa, tidak digunakan, melainkan dipakai untuk membentuk dan memperkuat jaring-jaring Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dengan metode yang lebih baru dan lebih canggih. Di sisi lain, kegagalan produk dari sistem pendidikan kita telah menghasilkan budaya premanisme dan terror, mulai dari tingkatan mayarakat bawah, menengah, bahkan tingkat elite (eksekutif). Terhadap masalah terebut, bagi mereka yang beranggapan bahwa semua persoalan dan konflik yang terjadi di tanah air adalah merupakan sebuah salah urus dari dunia pendidikan, sepertinya perlu segera melakukan perombakan terhadap sistem



305



pendidikan kita secara mendasar. Proses pendidikan yang selama ini diselenggarakan dipandang telah melahirkan sumber daya manusia yang kurang bermutu. Dan itu mengakibatkan munculnya ancaman terhadap keutuhan dan integritas bangsa. Permasalahan kedua adalah ketika pendidikan yang menjadi “kambing hitam” dari permasalahan bangsa ternyata selama ini hanya sebatas seremonial dan dibatasinya pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih terbuka oleh institusi sekolah. Sebagai contoh, pada sekolah-sekolah umum dan institusi perguruan tinggi terjadi stagnasi generasi yang berpikiran untuk menciptakan lapangan kerja, terjadi kemandekan terhadap insan pendidikan kita yang menghasilkan produk ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembangunan bangsa dan negara, serta kurangnya rasa kesadaran terhadap nasionalisme sehingga produk-produk pendidikan kita cenderung tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak. Dengan demikian, selain melakukan pembenahan secara mendasar terhadap sistem pendidikan kita, perlunya sebuah penanaman nilai-nilai moral terhadap dunia pendidikan, tentunya harus dimulai dari kesadaran akan pentingnya pendidikan moral pada tingkatan keluarga. Kecenderungan yang paling menyedihkan adalah kurangnya perhatian dari para orang tua (keluarga) terhadap pentingnya nilai-nilai moral dan cenderung memandang pendidikan sebagai kegiatan yang rutin karena tuntutan spesialisasi dari diferensiasi lapangan kerja semata. Tuntutan seperti itu muncul berbarengan dengan alur logika modernitas, sementara tumbuhnya kesadaran bagi pendidikan moral terabaikan, maka yang terjadi kemudian adalah



306



filosofi-filosofi pendidikan yang tidak mengakar. Apakah kita menginginkan homo homini lupus sebagai proses pembodohan dan pembedaan manusia berlangsung ?. Jika kita sepakat bahwa akar dari permasalahan bangsa ini adalah mengenai moral dan sumber daya manusia (SDM), maka area of concern terhadap pendidikan mestinya tidak dibatasi pada dunia (institusi) sekolah, namun bagaimana mengembangkan potensi “masyarakat belajar” dengan rancang bangun sistem belajar selama 24 jam. Mungkin pola pendidikan semacam ini sudah dilaksanakan di pesantren-pesantren, namun tidak menyentuh kepada substansi dan aplikasi kehidupan, melainkan hanya sebatas norma-norma dan nilai-nilai semata. Lalu yang menjadi solusi dari permasalahan di atas adalah kesadaran kita bersama akan pentingnya nilai-nilai moral bagi sistem pendidikan di Indonesia, tidak hanya teori, tetapi lebih menekankan kepada aplikasi dari kesadaran moral tersebut. Untuk dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang saya uraikan sebagaimana di atas, saya mencoba merujuk kepada mengembalikan semua permasalahan tersebut agar kembali kepada tujuan pendidikan itu sendiri dan merujuk pada fungsi pendidikan. Kedua hal tersebut saya mencoba mengulas semampu dan sepengetahuan saya sebagai berikut: 1. Mengembalikan Tujuan Pendidikan Bila pendidikan kita pandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tujuan akhir pendidikan. Sutatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakekatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang



307



terbentuk dalam pribadi muslim yang diinginkan. Untuk itu semua diperlukan adanya upaya dalam peningkatan baik kualitas dari materi maupuan peningkatan prestasi pembelajarannya. Pendidikan sebagai usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan menuju yang dikehendaki. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis tetapi ia merupakan suatu keseluruhan, kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupan. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Paulo Freire bahwa tujuan pendidikan menurutnya adalah proses sekaligus praktek pembebaan manusia, pendidikan membebakan terdidik menuju sebuah pencerahan, juga membebaskan pendidik dari perbudakan ganda berupa kebisuan dan monolog. Tujuan akhir dari pendidikan adalah memanusiakan manusia (humanisme), artinya seseorang yang manusiawi harus mampu menjadi pencipta dalam sejarahnya sendiri. Dengan demikian, pendidikan yang memanusiakan manusia pada hakekatnya adalah pendidikan yang mampu mengaktualisasikan dan mengembangkan potensi bakat dan kecenderungan positif (fitrah) manuia secara optimal. Melihat definisi tujuan pendidikan yang didefinisikan oleh Paulo Freire di atas, kiranya dapat kita lihat sejauhmana pendidikan kita saat ini, upaya untuk memanusiakan manusia ternyata jauh dari apa yang dicita-citakan. Hal ini dapat kita lihat dari contoh-contoh kasus yang terjadi, di mana hanya demi kepentingan pribadi untuk menduduki jabatan di suatu institusi pendidikan, seseorang rela melakukan apasaja demi



308



tercapainya apa yang diinginkan tanpa mengindahkan normanorma pendidikan. Ini mengisyaratkan bahwa tidak ada bedanya antara kita sekarang ini dengan gemerlapnya lembaga pendidikan, namun cara berpikir kita masih seperti orang-orang dijaman kegelapan, di mana nilai-nilai moralitas yang senantiasa diajarkan dari jenjang pendidikan terendah sampai dengan jenjang pendidikan tertinggi tidak dapat mewarnai dalam kehidupan sehari-hari, yang ada hanyalah perbudakan ganda (diperbudak) oleh nafsu dan diperbudak oleh gelar. Pendidikan tidak semata berhenti pada sebuah gelar dan institusi resmi yang memiliki jenjang pendidikan dan tersusun rapi dalam kurikulum semata. Lembaga pendidikan sebagai institusi penyelenggara pendidikan seyogyanya tidak hanya mengejar target terhadap pemenuhan pencapaian kurikulum semata, akan tetapi juga memperhatikan masalah etika dan moralitas baik pendidik maupun siterdidiknya. Chabib Thoha mengatakan bahwa lembaga pendidikan itu sendiri pada hakikatnya bukanlah lembaga pemerintahan yang memiliki kekuasaan untuk “menguasai” masyarakat didik (guru dan siswa) yang menjadi wewenang yuridiksinya sebagai lembaga pemerintahan, sehingga ia dapat “memaksakan” kehendaknya sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun sebuah negara berasaskan demokrasi, dimana kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, pemerintah masih mempunyai wewenang untuk bertindak sesuai undangundang yang disusun oleh dan atas persetujaun rakyat. Meskipun dalam konteks pendidikan, lembaga pendidikan memiliki wewenang penuh, akan tetapi dalam



309



realitas penyelenggaraannya harus bisa memberikan kekbebasan kepada masyarakat didik terutama dalam hal tatanan nilai yang mereka pilih didalam penyelenggaraan yang dianggapnya mempunyai kualitas yang baik. Dengan demikian bagaimana sebuah pendidikan akan mempunyai nilai-nilai yang diangap mampu untuk memberikan rasa kebebasan terhadap peserta didik, haruslah lembaga pendidikan tersebut mempunyai sebuah landasan sebagai arah dalam pencapaian tujuan pendidikan. Realitas yang muncul pada saat ini adalah kurangnya aktualisasi nilai-nilai kebebasan yang lebih demokratis dalam penyelenggraan pendidikan. Sehingga hal ini dapat memunculkan masalah baru dalam proses pendidikan itu sendiri. Munculnya masalah dalam proses pendidikan disebabkan tidak adanya orientasi yang jelas dalam membawa murid sebagai out put atau lulusan. Disebabkan siswa seringkali hanya dijadikan obyek saja, bukan sebagai “partner” dalam mencapai tujuan pendidikan, sehingga nantinya akan didapatkan kualitas dan kuantitas pendidikan yang diakui. Dalam hal ini tentunya akan menjadi proses yang baik manakala pendidik dan peserta didik menjadi patner yang baik dalam mensukseskan proses pendidikan. Siswa walaupun telah mendapatkan kebebasan dalam proses pendidikan namun mereka tetap harus tunduk terhadap norma-norma yang berlaku dalam lembaga pendidikan, begitu pula halnya dengan guru. Namun demikian realiatas yang muncul, peserta didik salah mengartikan kebebasan yang diberikan oleh lembaga pendidikan atau para pendidik, dan seringkali siswa (peserta didik) hanya menuntut haknya saja tanpa



310



memandang kelebihan dan kekurangan potensi serta kreativitas yang dimiliki peserta didik, sehingga seringkali kebebasan yang telah diberikan oleh lembaga pendidikan kepada peserta didik digunakan untuk hal-hal yang negatif dan hal ini menimbulkan kurangnya rasa disiplin pada diri peserta didik. Begitu pula dengan pendidik (guru) dan lembaga pendidikan itu sendiri, hendaknya tidak mengartikan “kebebasan” sebagai suatu langkah untuk berbuat semaunya, yang kemudian dikhawatirkan akan timbulnya sikap otoriter seorang pendidik dan sikap otpriter dari lembaga pendidikan. 2. Mengembalikan Fungsi Pendidikan Dalam upayanya untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan tersebut, maka negara kita (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD 1945) senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk senantiasa meningkatkan kualitas pendidikan, baik yang berupa sarana maupun prasarana pendidikan, dengan harapan dapat menghasilkan warga negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, terampil dan sehat jasmani maupun rohaninya. Selain hal tersebut pendidikan juga menentukan watak dan kehidupan, sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 bab II pasal 3 Tahun 2003 yang berbunyi sebagai berikut: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,



311



bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tersebut di atas, telah dijelaskan bahwa fungsi dari pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlk mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Rumusan di atas merupakan rumusan yang sangat baik sekali apabila dapat kita laksanakan bersama, dari beberapa fungsi sevagaimana termuat dalam Undng-Undang Sistem Pendidikan Nasional terebut, maka fungsi yang pertama disana disebutkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban banga yang bermartabat. Kalimay ini hendaknya diberikan penafsiran mengenai mengembangkan kemampuan yang seperti apa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bagaimana sehingga jelas apa yang diingikan dari fungsi pendidikan itu sendiri dan tidak menimbulkan salah tafsir bagi pelakupelakunya.



312



Kebanyakan dari kita dalam menafsirkan dan mengembangkan kemampuan untuk berkuasa, membodohi, dan kemampuan untuk menjadikan dirinya yang paling kuat, sementara itu membentuk watak serta peradaban bangsa sebagian besar mengartikan bahwa masyarakat Indonesia adalah berwatak penjilat (asal bapak senang), bermuka dua dan sebagainya. Fungsi yang selanjutnya adalah menjadikan manusia berilmu, ditafirkan dengan ilmu ini maka mudah baginya untuk membodohi yang lain, selanjutnya menjadikan manusia yang kreatif ditafsirkan lagi oleh sebagian besar orang adalah untuk melakukan korupsi, karena menurut pernafsiran ini, orang yang kreatif adalah orang yang cakap, dan orang yang cakap berarti orang yang dapat membaca situasi (yang menguntungkan dirinya) dan cakap mencri kambing hitam ketika dirinya terancam. Fungsi pendidikan lainnya adalah menjadikan manusia mandiri, inipun ditafsirkan oleh petinggi-petinggi negeri ini sebagai sesuatu yang sifatnya untuk sendiri (apa-apa sendiri), bikin keputusan menguntungkan diri sendiri, mau menerima masukan orang lain kalau merasa diuntungkan sendiri, melupakan aspirasi masyarakat dan sibuk memperkaya diri. Dari gambaran-gambaran di atas, apakah fungsi pendidikan yang terakhir dapat diraih ?, bagaimana dapat menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab ementara pendidikan yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada warganya sudah seperti itu, mereka yang masih kecil sudah diberikan tontonan yang akhirnya menjadi tuntunan bagi mereka dikemudian hari,



313



dan selalu diberikan contoh-contoh yang sesungguhnya tidak sesuai dengan apa-apa yang dicita-citakan dari terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nasib bangsa ini terletak ditangan masyarakatnya, ketika masyarakatnya hancur maka dengan mudah negara ini hancur, ketika masyarakatnya tidak menjunjung tinggi moralitas maka negara ini akan menjadi negara amoral dan tinggal menunggu kehancurannya. Pendidikan sebagaimana didefinisikan oleh Zamroni merupakan suatu proses menanamkan dan mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan tentang hidup, sikap dalam hidup, nilai-nilai kehidupan, dan keterampilan untuk hidup agar kelak ia dapat membedakan barang yang salah dan yang benar, yang baik dan yang buruk, sehingga kehadirannya ditengah-tengah masyarakat akan bermakna dan berfungsi optimal. Dalam hal ini proses pendidikan harus dapat mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Sedangkan pendidikan menurut Ahmad D. Marimbha didefinisikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Pendidikan tanpa memandang warna kulit, jenis kelamin, ras dan suku bangsa merupakan cerminan dari pendidikan yang menjunjung tinggi nilai demokrasi. Sebab tujuan dari proses pendidikan ini adalah memanusiakan manusia dan mengarahkan manusia supaya beriman dan bertaqwa kepada sang pencipta. Kita sadari bersama bahwa yang berperan dan memiliki kendali besar dalam proses pendidikan adalah lembaga pendidikan itu sendiri. Akan tetapi



314



agar proses pendidikan bisa mengarah pada tujuannya masih sangat memerlukan kesadaran dari berbagai pihak. Pendidikan sebagai usaha membentuk pribadi manusia melalui proses yang panjang, dengan hasil yang tidak diketahui dengan segera, berbeda dengan membentuk benda materi yang dapat dilakukan sesuai dengan pembuatnya. Kesadaran dari semua pihak sangat diperlukan, baik dari pemerintah, penyelenggara pendidikan, tenaga kependidikan, peserta didik (siswa), orang tua atau wali siswa, dan masyarakat, sehingga dalam operasional pelaksanaannya lebih dapat terarah dan menjadikan pendidikan kembali kepada fungsinya akan mudah terwujud ketika seluruh elemen secara bersama-sama turut memikirkan nasib pendidikan di negeri ini. Melihat akan pentingnya pendidikan tersebut sudah sepantasnya apabila perhatian bangsa Indonesia terhadap pendidikan semakin besar, sebab melalui jalur pendidikan ini proses penanaman nilai-nilai dapat dilakukan. Pengembangan potensi pada peserta didik sebagai cikal bakal penerus bangsa. Maka dari itu diupayakan terbentuknya kematangan pribadi untuk menghadapi tantangan perubahan sosial yang demikian pesatnya. Pembelajaran yang menitik beratkan kepada perubahan perilaku (moral) lebih akan mendorong kepada perubahan peradaban bangsa yang lebih beradab dan memiliki nilai-nilai moralitas yang tinggi, dan menempatkan konsep ke-Illahi-an (keTuhan-an) sebagai acuan tertinggi dalam perilaku dan penyelenggaraan negara.



315



Sebagaimana disebutkan dalam sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”, mengapa ke-Tuhan-an diposisikan pertama kali sebelum yang lainnya, hal ini menunjukkan bahwa para pendiri bangsa ini sangat paham dan mengerti bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilainilai moral dan masyarakatnya dapat menjaga etika dan adab yang menjadikan moralitas bangsa semakin baik. Saya menyadari bahwa apa yang saya tuliskan ini jauh dari apa yang menjadi permasalahan yang sesungguhnya ada pada dunia pendidikan kita, akan tetapi setidaknya tulisan ini sebagai bentuk tanggung jawab sebagai masyarakat non akademis yang peduli terhadap bangkitnya moralitas anak bangsa melalui bangku persekolahan baik secara formal dan informal. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Wallahua’lam. Banjarnegara, 30 April 2020 M



316



Tentang Penulis Di kawasan Perkebunan Nusantara VII tepatnya di unit usaha Bergen, Desa P. Simpang pada tanggal 1 April 1982 sesosok bayi dilahirkan hasil dari buah cinta pasangan Bapak Sukirno M. Khasan dengan Ibu Erni Sri Listiowati yang kemudian diberinama Indra Hari Purnama, masa-masa kecilnya dihabiskan di Desa P. Simpang Kec. Tanjung Bintang Kab. Lampung Selatan sampai menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 P. Simpang. Pendidikan selanjutnya ditempuhnya di MTs GUPPI Lengkong (sekarang MTs Negeri 4 Banjarnegara), kemudian melanjutkan pendidikan di MAN 1 Banjarnegara Jawa Tengah. Dan pernah mengikuti program strata satu (S1) pada Jurusan Tarbiyah di STAIN Purwokerto (Sekarang IAIN Purwokerto). Selain jenjang pendidikan formal, penulis juga aktif mengikuti pelatihan-pelatihan profesi maupun seminar-seminar pengembangan diri. Salah satu pelatihan yang akhirnya menjadikannya sebagai praktisi hypnosis adalah The Indonesian Board off Hypnotherapy (IBH). Penulis juga pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), serta beberapa organisasi kemasyarakatan, dan pernah menjabat direktur eksekutif salah satu lembaga swadaya masyarakat. Berawal dari hobi menulis, akhirnya menjadi profesi yang ditekuni dan dilakoni dalam kesehariannya. Beberapa tulisannya juga sempat dipublikasikan di media cetak, dan sebagian besar



317



tulisannya tidak dipublikasikan sebagai resiko atas profesinya sebagai penulis lepas. Beberapa tulisan sedang diselesaikan untuk segera dipublikasikan, setelah buku ini. Pengalaman menulis yang lain adalah dengan menjadi kontributor dan tim redaksi media online. Buku-buku yang pernah ditulis dan dipublikasi diantaranya : 1. Ngepet Gaya Modern, diterbitkan oleh Penerbit Jawara Media, April 2015. 2. Demokrasi Pendidikan, diterbitkan oleh Bookies Indonesia, Januari 2020 3. Menuju Sekolah Berbasis Mutu, diterbitkan oleh Puspa Grafika, April 2020. 4. Kumpulan Kultum & Ceramah Agama Islam, (bunga rampe), diterbitkan oleh Puspa Grafika, Mei 2020. 5. Pernikahan Antara Hukum dan Tradisi, diterbitkan oleh Puspa Grafika, Mei 2020. Selain menulis, penulis juga kerap diminta mengisi berbagai pelatihan seperti pelatihan Hypnotis, Hypnoteraphy, Hypnoparenting, Hypnoteaching, dan mengisi kajian-kajian Islam, selain itu melayani konsultasi penulisan dan pelatihan menulis. Untuk dapat berhubungan dengan penulis dapat menghubungi melalui WhatsApp atau telephon ke 081327696858, 0818283103, dan 0816519103 serta dapat pula melalui email: [email protected]



318



PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK INDONESIA MANDIRI DAN BERBUDAYA



Oleh: Mahfudoh Dosen Tetap STIE Al Khairiyah Cilegon



ahulu di sekitar tahun 80-an sampai 90-an saat saya mengenyam pendidikan formal sekolah dasar hingga SMA kita memiliki buku pegangan sebagai referensi pembelajaran mata pelajaran atau disebut juga sebagai buku paket, dan buku itu saya dapatkan dari warisan kakak saya yang sudah naik kelas dan ketika saya naik kelaspun buku itu akan di turunkan ke adik kelas saya sebagai buku paket dan begitu seterusnya, dan materi pelajaran yang diberikan lebih banyak teori dan hafalan sehingga kemampuan orang-orang jaman dulu tidak dapat di ragukan lagi, pengalaman ketika harus mengingat dasar-dasar Negara, ideologi Negara dan semua tentang nilainilai kebangsaan bahkan kita harus mampu menghafal para mentri atau pejabat Negara dan sebagainya. Sistem pendidikan ini disebut juga sebagai sistem pendidikan berorientasi pada nilai. Saat itu system pendidikan masih memperlakukan sama bagi semua anak didiknya diberikan materi yang sama dan metode pendidikan yang sama belum begitu focus pada kemampuan minat dan bakat si anak didik, karena pada kenyataannya ada anak yang memiliki kemampuan hafalan yang



D



319



tinggi tapi ada anak yang kurng untuk itu tapi memiliki kemampuan lebih di bidang yang lain seperti matematika atau olah raga. Sehingga setiap individu tidak bisa mengeluarkan potensi yang ada dirinya dengan baik Indonesia sekarang menganut sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan ini banyak diadopsi oleh sekolah negeri dan swasta, yang di buatberjenjang yaitu: Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Wajib belajar di Indonesia sendiri adalah 12 tahun. Saat ini, sekolah-sekolah ini dikelola oleh tiga kementerian. Pendidikan Dasar dan Menengah ada di Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan. Sedangkan Pendidikan Tinggi ada di Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi. Ada juga pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, yang berbasis agama dan dikelola oleh Kementerian Agama.Sistem pendidikan nasional ini berupaya untuk memberikan pengetahuan akademis, mengasah keterampilan, serta membina sikap positif setiap siswa sejak dasar. Namun, sistem pendidikan nasional masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Khusus untuk sistem pendidikan di perguruan tinggi pemerintah menetapkan sistem pendidikan berbasis KKNI yang merupakan kerangka acuan yang dijadikan ukuran dalam pengakuan penjenjangan pendidikan.KKNI juga disebut sebagai kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.



320



Menurut Perpres No. 08 tahunn 2012, KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa KKNI merupakan program studi yang mengharuskan sistem pendidikan di Perguruan Tinggi memperjelas profil lulusannya, sehingga dapat disesuaikan dengan kelayakan dalam sudut pandang analisa kebutuhan masyarakat. UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Presiden No.8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Perpres No. 08 tahun 2012 dan Pemendikbud No. 73 tahun 2013 tentang Capaian Pembelajaran Sesuai dengan Level KKNI, UU PT No. 12 tahun 2012 pasal 29 tentang Kompetensi lulusan ditetapkan dengan mengacu pada KKNI, Permenristek dan Dikti No. 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Kurikulum ini menuntut mahasiswa memiliki kemampuan yang memenuhi kriteria seperti: 1. Dalam aspek Attitude 2. Bidang kemampuan kerja 3. Pengetahuan 4. Managerial dan Tanggung Jawab Dengan adanya target pencapaian ini, Perguruan Tinggi harus mampu menjabarkan sebuah capaian pembelajaran pada setiap mata kuliah yang ada sehingga tersusun sesuai kebutuhan profil kelulusan. Untuk meningkatkan kualitas lulusan Perguruan Tinggi, ada beberapa hal yang patut dipenuhi sebagai berikut: 1. Learning Outcomes



321



2. Jumlah sks 3. Mata kuliah wajib 4. Proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa 5. Akuntabilitas Asesmen 6. Waktu studi minimum 7. Perlunya Diploma Supplement Dan kenyataannya tidak semua Perguruan Tinggi berhasil menerapkan kurikulum ini, dan kemudian menjadikannya sebagai acuan keberhasilan yang akan dicapai sebagai profil lulusan. Akibat pergantian kurikulum pendidikan yang terus menerus dapat mengakibatkan kebingungan bagi mahasiswa. Karena dengan ketidak konsistennya sistem akademik ini, lebih menyusuhkan mahasiswa dalam belajar karena ketidakjelasan kurikulum yang ada.Jika ditilik dari setiap karakter mahasiswa, KKNI tidaklah sesuai digunakan di perguruan tinggi. Karena mahasiswa memiliki hak dan kebebasan fokus mana yang akan digelutinya walaupun tidak terpaku dengan kurikulum yang ada. Pengembangan skill pada setiap mahasiswa dapat dilakukan dengan beberapa cara, tidak hanya melalui pendidikan yang berbasis KKNI untuk menciptakan lulusan-lulusan aktif dan dapat berkontribusi di masyarakat. Kebebasan berpikir ini sebenarnya membantu mahasiswa untuk menentukan berbagai perihal terkait problematika yang ada.Terlebih terkait masalah calon-calon kontributor yang sesuai kriteria masyarakat. Kontradiksi sistem pendidikan di Indonesia dengan daya serap lulusan oleh industri masih terdapat jurang yang dalam atau dengan kata lain GAP antara kurikulum saat ini dengan permintaan pasar, sehingga daya serap lulusan menjadi rendah karena banyak penyelenggara pendidikan dan kurikulum yang di tawarkan belum



322



sesuai dengan kebutuhan industry, sehingga setiap tahun terjadi kesenjangan yang tinggi antara tingkat kelulusan dalam hal ini pencari kerja dengan jumlah pekerjaan yang sesuai dengan skill mereka, banyak forum-forum yang membahas berkaitan masalah ini, mengutip dari salah satu forum seminar berkaitan tentang link and match kurikulum dengan kebutuhan pasar dapat di lihat pada gambar sebagai berikut;



323



Banyak kajian para ahli yang berhasil merumuskan sistem pendidikan yang ideal yang di harapkan mampu menjawab permasalahan dengan tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya daya serap lulusan, kemudian menyusun strategi supaya kurikulum pendidikan yang dijalankan mampu berjalan beriringan dengan tingkat permintaan tenaga kerja saat ini atau bahkan mampu melampauinya, tapi lagi-lagi perlu kita cermati bahwa perkembangan informasi teknologi digital atau yang paling umum dikenal dengan revolusi industry 4.0 merupakan industri yang memerlukan high technology yang sudah pasti membutuhkan biaya besar untuk membangun sebuah infrastruktur digital sehingga manfaat dari program itu dapat di nikmati oleh semua masyarakat di Indonesia. Indonesia Sebagai negara kepulauan dengan Sumber Daya Alam (SDA) berlimpah, Indonesia sering kali diperkirakan bakal menjadi salah satu negara maju di masa mendatang.Republik Indonesia atau yang lebih umum dikenal Indonesia adalah negara yang terletak di Asia Tenggara yang dilalui oleh garis Khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan benua Australia serta samudera Hindia dan Pasifik. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah, atau istilah yang sering disebut dengan nama nusantara. Dengan populasi sebanyak 263 juta lebih, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. letak geografis Indonesia. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di Asia tenggara.Memiliki 17.504 pulau yang berpenghuni maupun tidak yang tersebar di sekitar garis Khatulistiwa yang memberikan cuaca tropis pada negara Indonesia.



324



Semboyan nasional Bhineka Tunggal Ika (Kesatuan dalam Keragaman) mengacu pada komposisi beragam negara ini.Motto ini juga menunjukkan bahwa, biarpun masyarakat multikultural, ada perasaan kesatuan sejati di pikiran dan hati masyarakat Indonesia.Budaya Indonesia sangat berbeda dari budaya Barat karena ada perbedaan dalam pengalaman, sistem keyakinan, hierarki, agama, pengertian tentang waktu, hubungan spasial, dan banyak lagi.Apalagi dalam Indonesia sendiri terdapat banyak budaya yang berbeda.Hal ini membuat Indonesia menjadi negara yang kompleks, dan karena itu negara ini menarik serta unik karena tidak bisa Indonesia di bandingkan dengan Negara manapun di Dunia. Berbicara tentang keunikan, yang membuat sebuah Negara menjadi memiliki pembedaa dengan Negara lainnya karena karakter masyarakat yang sudah terbentuk dari budaya yang turun temurun tidak menghalangi sebuah masyarakat di negara itu menjadi terbelakang tapi justru mejadi negara kuat dan maju meski mempertahankan tradisi dan budaya dari Negara itu sendiri.Sebagai contoh kita bisa melihat Jepang dan Korea selatan, India.Negara-negara tersebut mampu mencuri perhatian dunia dengan kemajuan perekonomian dan teknologinya, tentunya dengan membuat sebuah kebijakan dalam sistem pendidikan yang revolusioner namun tetap memegang teguh budaya sebagai karakter bangsa mereka. Kita bisa belajar secuil dari beberapa kebijakan Negara – negara tersebut seperti jeang dan korea selatan, meskipun kedua Negara tersebut merupakan Negara maju namun masyarakatnya sebagian besar tidak bisa berbicara bahasa Ingris dimana bagi sebagain besar orang di dunia mengharuskan menguasai bahasa



325



inggris karena merupakan bahasa internasional, tapi tidak berlaku bagi jepang dan korea selatan karena mereka harus tetap mempertahankan bahasa ibu dan budaya ketimuran mereka. India, siapa tak kenal India Negara yang terkenal dengan bollywoodnya dan merupakan Negara berpenduduk terpadat di dunia ke-3 juga memiliki kebijakan bahwa pendidikan nomor satu meskipun mereka hidup sederhana, makanya banyak tokohtokoh dunia berasal dari India khususnya dalam bidang teknologi. Kembali ke Indonesia, berbicara mengenai kebijakan sistem pendidikan di Indonesia, saat ini pemerintah membuat aturan yang mengedepankan pendidikan berbasis vokasi yaitu pendidikan tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian terapan tertentu, sehingga kurikulum pada pendidikan vokasi akan cenderung langsung pada praktik sesuai dengan keahlian dan minat siswa belajar yang diharapkan para lulusannya mampu bersaing dan terserap oleh industry tenaga kerja. Mungkin dengan adanya sistem vokasi ini akan memberikan peluang yang cukup besar guna masa depan pendidikan Indonesia dan juga perekonomian Indonesia bila di kaitkan dengan potensi kekayaan sumber daya yang ada di indoneisa seperti; 1. Indonesia Negara Kepulauan Menjadi Negara yang memiliki banyak pulau seharusnya menjadi potensi untuk Indonesia menjadi Negara yang maju karena memiliki banyak potensi seperti kekayaan alam flora dan fauna yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke dan dari sumber daya alam tersebut pemerintah bisa membuat pendidikan vokasi di setiap darah sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang handal dalam hal penanganan kekayaan flora



326



dan fauna di Indonesia yang kian langka. Saat ini pendidikan tersebut masih sangat terbatas dan perguruan tinggi terbaik satu-satunya hanya IPB, dan sumbr daya manusia pecinta lingkungan pun tak sedikit yang melibatkan pihak asing. Menjadi negara kepulauan, harusnya menjadikan Indonesia menjadi negara terdepan dalam hal teknologi transportasi, dengan peluang ini pendidikan vokasi yang berbasis skill berkaitan dengan teknologi tersebut sangat di butuhkan sehingga Indonesia tak perlu lagi mendatang produk transportasi dari luar negeri namun mampu menciptakan sendiri dengan tenaga kerja sendiri. Menjadi Negara kepulauan membuka wilayah atau daerahdaerah pariwisata mulai dari terdalam hingga terluar wilayah pulau, semakin maraknya daerah wisata maka kebutuhan akan sumbr daya manusia yang handal dalam hal pelayanan jasa pariwisata pun akan tinggi, kemampuan berkomunikasi yang baik, penampilan yang prima serta kemampuan memberikan layanan tempat yang nyaman di sebuah pondok hingga hotel memberikan daya jual utama bagi wisatawan maka pendidikan vokasi dalam bidang pariwisata ini sangat tepat sehingga dapat di pastikan daya serap lulusan akan tinggi dan pihak pengelola tak perlu lagi mendatangkan pegawai asing. Kendala utama dalam sebuah wilayah kepulauan adalah masalah teknologi informasi, sampai saat ini layanan komunikasi belum merata hingga kepelosok negeri, kalaupun ada perusahaan atau brand yang menyatakan demikian itu hanya slogan saja karena nyatanya layanan komunikasi hingga ke pelosok masih jauh api dari panggang. Layanan komunikasi dan informasi adanya fasilitas jaringan masih tetap sekitar wilayang



327



kota dan sekitarnya sedangkan bagi wilayah yang sangat jauh menyusuri lembah melewati sungai dan menaiki gunung jaringan komunikasi masih sebatas mimpi. Apalagi di era digital saat ini dimana faktor jaringan menjadi unsur utama yang harus terpenuhi sehingga menjadi kendala bagi kemajuan pendidikan di Indonsia. Memang cost untuk industri ini sangat mahal karena memang industri ini termasuk pada teknologi high cost. Tapi kedepannya Indonsia harus mampu menciptakan pendidikan yang bukan hanya mampu menciptakan program teknologi informasi tapi juga alatnya.Sehingga Indonesia tidak harus selalu bergantung pada pihak luar tapi mampu menciptakan sendiri. 2. Keanekaragaman Budaya Indonesia Clyde Kay Maben Kluckhohn dalam Universal Categories of Culture (1953) membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau kultural universal.Ketujuh unsur budaya universal tersebut meliputi: a. Sistem bahasa b. Sistem pengetahuan c. Sistem organisasi kemasyarakatan d. Sistem teknologi e. Sistem ekonomi f. Sistem religi g. Sistem kesenian Mengacu pada teori Clyde penulis mencoba membawa kepada konteks unsur budaya Indonesia, yaitu: Sistem bahasa Indonesia merupakan Negara kepulauan yang tentunya memiliki keanekaragaman suku dan bahasa yang berbeda-beda.



328



Mulai dari pulau sumatera, jawa, Sulawesi, Kalimantan, bali hingga papua, dan dari setiap pulai itu juga memiliki bahasa daerah yang berbeda beda pula. Inilah yang membuat Indonesia Unik sehingga karena perbedaan itu tertuang dalam sumpah pemuda yaitu berbahasa satu bahasa Indonesia. Dengan adanya keanekaragaman tersebut pendidikan bahasa sangat di perlukan selain bahasa Indonesia menjadi pendidikan wajib, kemampuan bahasa asing juga sangat di butuhkan karena Indonesia saat ini menjadi anggota negara yang masuk dalam pasar bebas sehingga mau tidak mau, siap tidak siap kita akan berinteraksi dengan orang asing sehingga kita harus mampu berkomunikasi dengan bahasa international yaitu Inggris, selanjutnya China, Arab dan bahasa lainnya. Sehingga pendidikan vokasi bidang bahasa akan menjadi pendidikan yang di butuhkan masyarakat karenanya semakin banyak sumber daya manusia Indonesia menguasai bahasa internasional maka kebutuhan tenaga pengajar dari asing akan berkurang. Daya serap lulusan bidang bahasa akan tinggi Sistem Pengetahuan Meliputi ruang pengetahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna, waktu, ruang dan bilangan, sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia, hingga tubuh manusia.Sistem organisasi kemasyarakatan. Dunia internasional mengenal Indonesia sebagai Negara yang indah karena memiliki daerah geografis yang terdiri dari laut, gunung dan daratan sehingga banyak pilihan daerah wisata di Indonesia, bagi para traveler yang suka akan laut maka daerah-daerah pantai di Indonesia akan menjadi destinasi wisata yang wajib di kunjungi apalagi banyak upulaupulau yang masih virgin di Indonesia yang menjadi incaran para turis asing.



329



Bagi traveler yang suka gunung di Indonesia begitu banyak hamparan pegunungan yang eksotis baik gunung api yang masih aktif maupun tidak akan menarik untuk di daki. Budaya dan masyarakatnya sangat ramah dan dermawan membuat banyak turin mancanegara datang ke Indoneisa hal itu pasti memberikan peluang bagi usaha-usaha kreatif di Indonesia dalam bidang pariwisata. Pendidikan bidang pariwisata sebagai lembaga yang memberikan ilmu dan pengetahuan menciptkan tenagatenaga yang kompeten untuk menyambut para pencari keindahan, kenyaman dan kebahagiaan. Sistem Kemasyarakatan Adalah sistem yang muncul atas kesadaran manusia bahwa mereka memiliki kekurangan sehingga membutuhkan bantuan dari manusia lainnya.Sistem ini dibutuhkan manusia karena manusia punya kecenderungan untuk berkelompok.Sehingga manusia membentuk keluarga dan kelompok sosial lainnya yang lebih besar. Contoh: sistem kekerabatan. Indonesia yang merupakan Negara kepulauan memiliki berbagai suku, adat dan tradisi menjadikan budaya Indonesia yang beraneka ragam yang kemudian menjadikan cerminan wajah Indonesia itu sendiri, dengan berbagai adat, tradisi tersebut membuat banyak kebutuhan yang ingin di penuhi oleh masyarakat sedangkan industry atau produsen terbatas. Dari sector inilah pemerintah bisa membangun dan mengembangkan hingga mengasilkan nilai guna yang ekonomis Sistem Teknologi Mencakup peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi berfungsi untuk



330



pemenuhan kebutuhan manusia.Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan.Teknologi muncul dalam cara-cara mansuia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara manusia mengekspresikan keindahan atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian. Teknologi peralatan dan perlengkapan hidup manusia meliputi alat-alat produksi, senjata, wadah, pakaian dan perhiasan, makanan dan minuman, tempat berlindung dan perumahan dan alat transportasi. Sistem teknologi sekarang ini kian canggih hingga industri perlahan nmun pasti mulai menggunakan teknologi mesin (robotic) untuk menggantikan tenaga kerja manusia karena dianggap lebih efektif dan efisien. Kita bisa melihat hamper semua produk yang kita gunakan sehari-hari di buat oleh alat canggih mulai produk kebutuhan pribadi, rumah tangga hingga industry. Tingginya tingkat kebutuhan teknologi hal ini dapat menjadi potensi pendidikan di Indonesia lebih berorientasi pada penciptaan produk teknologi tepat guna. Hingga meskipun tenaga kerja manusia akan berkurang pada aspek cara membuat produk tapi akan meningkat pada aspek penciptaan alat-alat yang dibutuhkan industry pengguna teknologi tersebut. Sehingga Indonesia akan secara perlahan mengurangi kebutuhan alat-alat teknologi canggih dari luar negeri dan mampu memproduksi kebutuhannya sendiri secara mandiri. Sistem Ekonomi Disebut juga sistem mata pencaharian.Dalam sistem ini manusia memenuhi kebutuhan mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi.Mata pencaharian adalah suatu usaha yang dilakukan



331



seseorang atau segolongan besar anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mata pencaharian suatu masyarkat belum tentu sama dengan mata pencaharian masyarakat lainnya. Contoh sistem mata pencaharian adalah berburu dan meramu, bertani, dan beternak. Indonesia merupakan Negara subur memiliki sumber daya alam yang melimpah ruang, namun sayangnya sumber daya ini lambat laun akan segera hilang jika terus di ambil dan di eksploitasi. Kegiatan ekonomi tidak hanya mengandalkan sumber-sumber daya yang tersedia di bumi Indonesia namun juga dapat berupa kreativitas.Pemerintah menggalakkan industry-industri kreatif masyarakat dan terus membuat regulasi untuk mendukung dan memotivasi masyarakat untuk dapat bergerak menciptakan ide /gagasan yang dapt menghasilkan nilai ekonomis. Jika dulu ketika sesorang akan melakukan usaha maka factor utama yang menjadi permasalahan adalah bagaimana cara mendapatkan modal, menciptakan produk dan cara pemasarannya, namun kini di era digital banyak masyarakat dari yang tidak memiliki modal, tak terbatas pada usia belia tak terbatas pada gender dapat dengan mudah melakukan kegiatan ekonomi dengan memanfaatkan teknologi digital secara online (e-commerce). Trend ini mampu mendorong tingkat perekonomian tumbuh dengan massif hingga pemerintah harus membuat regulasi untuk menjamin dan melindungi dari dampak buruk teknologi. Potensi Indonesia sangat besar pada industry e-commerce karena masyarakat bisa berusaha menciptakan pekerjaan sendiri dari bisnis jasa online mulai dari pekerjaan yang dianggap biasa



332



seperti CODan hingga Jastip, hingga sector waralaba, warungwarung sekarang menggunakan system online dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Sistem religi disebut juga kepercayaan Adalah suatu sistem di mana manusia percaya terhadap sesuatu yang lebih tinggi darinya atau Penciptanya.Religi juga berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Penciptanya.Indonesia terkenal dengan masyarakatnya yang religius dalam menjalankan agama dan kepercayaannya, ada 5 agama yang diakui Negara yaitu Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu dan berbagai kepercayaan yang dianut oleh masyarakat khususnya masyarakat pedalaman. Untuk urusan agama tidak bisa sembarangan makanya butuh orangorang yang kompeten di bidangnya, dengan banyaknya agama dan kepercayaan di Indonesia peluang berdirinya pendidikan keagaman baik secara formal dan non formal turut membantu menciptakan daya serap lulusan dibidang keagaman cukup tinggi, banyak para tokoh agama Indonesia hingga berkarir di luar negeri hal itu juga membantu mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia Sistem Kesenian Adalah sarana manusia dalam mengekspresikan kebebasan dan kreativitasnya. Kesenian merujuk pada unsur keindahan yang berasal dari hati manusia. Kesenian menjadi bisnis menarik yang tumbuh subur dalam bidang kreativitas masyarkat, karena ide tak terbatas, minat dan bakat manusia berbeda-beda dan potensi ini harus di dorong untuk tumbuh dan berkembang agar setiap individu mampu memunculkan kreativitasnya dengan percaya



333



diri yang tinggi. Indonesia bisa mencontoh Korea Selatan dimana bisnis kreatif dibidang seni menjadi surga yang dapat membuat Korea mendunia dengan budaya K-Popnya.Perpaduan budaya trdisional dan modern mampu bersinergi menciptakan daya tarik yang fenomenal hingga mampu mengangkat hampir semua sektor di negeri itu. Sampai saat ini mungkin dunia masih baru mengenal budaya bali, jawa, toraja namun kedepan masyarakat internasional harus tahu wajah Indonesia secara keseluruhan. Pun demikian dengan Indonesia berbicara tentang seni budaya dan pariwisata mampu bersaing di kancah internasional tinggal dukungan dan kerjasama yang baik antara para stake holder di negeri ini untuk sama-sama berkomitmen menciptakan sebuah sistem pendidikan yang mengutamakan kompetensi masyarakatnya yang di dasari dari minat dan bakat serta potensi baik yang dimiliki individu dan juga potensi kekayaan budaya sebagai identitas Indonesia. Wallahu alam bi showab…. -------------------------------Mahfudoh, lahir di Serang pada tanggal 16 Februari 1980, putri dari pasangan H.Haerani (Alm) dan Hj. Riadah. pribadi yang supel, tegas dan apa adanya. Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) di STIE Al-Khairiyah tahun 2007 dan program Magister Management di Universitas Pancasila Jakarta tahun 2013. Saat ini penulis masih aktif mengajar sebagai dosen di STIE Al-Khairiyah Cilegon program studi Manajemen dan juga aktif menjadi Kontributor naskah buku antologi dan bunga rampai di Ikatan Dosen Republik Indoneisa (IDRI) Provinsi Banten.



334



DAMPAK COVID-19 TERHADAP SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA



Oleh : Denok Sunarsi Dosen Universitas Pamulang (Unpam) Tangerang Selatan



unia saat ini sedang digemparkan dengan adanya wabah yang sangat berbahaya, saking berbahayanya wabah ini, menjadikan lini-lini kehidupan mencakup sektor politik, ekonomi dan pendidikan menjadi carut marut dengan penetapan kebijakan baru yang muncul setelah wabah ini menyerang dunia, wabah yang sama sekali tak terpikirkan akan hadir disaat semua manusia terlena dengan rutinitas kesehariannya. Wabah yang mengguncan dunia akhir-akhir ini bernama Coronavirus. Dikutip dari stoppneumonia.id, Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19)



D



335



Gejala umum berupa demam ≥380C, batuk kering, dan sesak napas. Jika ada orang yang dalam 14 hari sebelum muncul gejala tersebut pernah melakukan perjalanan ke negara terjangkit, atau pernah merawat/kontak erat dengan penderita COVID-19, maka terhadap orang tersebut akan dilakukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya. Daftar negara terjangkit dapat dipantau melalui http://infeksiemerging.kemkes.go.id. Dan sedih nya sampai saat ini vaksin untuk mencegah infeksi COVID-19 sedang dalam tahap pengembangan/uji coba dan belum pasti sampai kapan wabah ini berakhir. Riset-riset terus dilakukan guna mencapai kata pemulihan secara cepat. Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus secara resmi mengumumkan virus Corona (COVID-19) sebagai pandemi, Rabu (11/3/2020).World Health Organization (WHO) atau badan kesehatan di bawah PBB akhirnya menyatakan wabah virus corona atau Covid-19 sebagai pandemi. Alasannya, virus ini terus menyebar cepat hingga ke wilayah yang jauh dari pusat wabah. WHO mencatat, selama dua pecan terakhir, kasus corona meningkat hingga 13 kali lipat di luar Tiongkok sebagai pusat wabah, serta menginfeksi ke negaranegara yang terdampak hingga tiga kali lipat di Indonesia sendiri penderita positif corona juga terus bertambah. Dengan bertambahnya penderita ini, maka telah memberikan efek negatif yang lebih besar terhadap sector pendidikan di dalamnya. Untuk itu meredam dampaknya, maka dibutuhkan langkahlangkah strategis. Hal ini perlu dilakukan oleh pemerintahcepat dan tepat.



336



PSBB versus Karantina Wilayah? Merujuk hal tersebut disertai munculnya kebijakan yang tidak hanya secara universal kebijakan terkait Covid-19 ini berlaku, Indonesia pun turut ambil bagian, kebijakan-kebijakan muncul setelah dikeluarkannya pernyataan WHO melalui Direktur Jendral nya. Pemerintah Daerah mengajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diajukan kepada Menteri Kesehatan yang diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dan sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Desease 2019 (Covid-19). Penyebaran Covid-19 yang bersifat luar biasa dengan ditandai jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia, maka Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020, tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Tidak hanya regulasi yang bersinggungan dengan sektor politik, ekonomi, ketenagakerjaan namun dalam sektor pendidikan pun tak kalah ambil bagian melalui penetapan kebijakan berskala nasional. Untuk mengurangi penyebaran virus ini pemerintah menetapkan untuk beraktifitas di rumah seperti bekerja di rumah dan pelajar yang belajar di rumah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan bahwa Surat Edaran Nomor 3 Tahun



337



2020 tentang Pencegahan COVID-19 ini adalah panduan dalam menghadapi penyakit tersebut di tingkat satuan pendidikan.Jika kondisi ini terus meningkat, maka sudah bisa dipastikan dampaknya terhadap sektor pendidikan juga akan semakin meningkat. Dampak yang paling dikhawatirkan adalah efek jangka panjang. Sebab para siswa dan mahasiswa secara otomatis akan merasakan keterlambatan dalam proses pendidikan yang dijalaninya. Hal ini bisa mengakibatkan pada terhambatnya perkembangan kematangan mereka di masa yang akan datang. Apalagi jika Covid-19 ini tidak segera berakhir. Dengan kebijakan penundaan sekolah-sekolah di negara-negara yang terdampak virus tersebut secara otomatis dapat mengganggu hak setiap warganya untuk mendapatkan layanan pendidikan yang layak. Penutupan sekolah-sekolah dan kampus tersebut tentu dapat menghambat dan memperlambat capaian target yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan atau sekolah masing-masing. Pastinya, kondisi demikian akan mengganggu pencapaian kematangan siswa dalam meraih tujuan belajarnya, baik secara akademis maupun psikologis. Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah dampak psikologisnya. Siswa yang harus tertunda proses pembelajarannya akibat penutupan sekolah sangat memungkinkan akan mengalami trauma psikologis yang membuat mereka demotivasi dalam belajar. Dengan adanya sistem ini menyebabkan kerugian bagi warga negara Indonesia karena covid 19 menyebabkan keresahan dan kekhawatiran yang menakutkan bagi proses pendidikan di Indonesia dengan merujuk dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut, beberapa Pemimpin Daerah



338



yang meningkat penyebaran Covid-19 mengajukan PSBB ke kementerian Kesehatan yang berdampak pada implementasi kegiatan belajar mengajar, maka otomatis terjadi pembatalan beberapa agenda dan program penting siswa ke luar negeri seperti perlombaan dan studi overseas membuat mereka kecewa karena mereka merasa telah mempersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Apalagi wawasan para siswa seputar virus corona masih minim yang bisa membuat mereka memiliki tingkat kekhawatiran yang lebih tinggi. Implikasi PBB Terhadap Proses Belajar Mengajar Terhitung mulai Senin, 16 maret 2020 semua aktivitas belajar mengajar diliburkan, Keputusan tersebut mencakup seluruh jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA sederajat selama dua minggu langkah KEMDIKBUD dalam menghentikan semua kegiatan belajar mengajar sangat efektif. Adapun untuk terhambatnya proses pendidikan karena penutupan dan penundaan waktu belajar, maka perlu disiapkan solusi kongkret pula. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan sistem pembalajaran jarak jauh dengan memanfaat teknologi yang ada. Sebab jika tidak, maka ini akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan kematangan hasil dan pencapaian dari proses pendidikan, untuk tingkat SMP dan SMA akan lebih efektif jika menggunakan media online dalam pembelajaran di rumah. Tanggapan pemerintah terhadap covid -19 untuk meniadakan aktivitas pembelajaran di sekolah di ganti dengan sistem daring atau pembelajaran melalui online agar mencegah penularan covid -19. Bahkan ujian akhir sekolah yang sudah terjadwal akhirnya diputuskan untuk ditiadakan, demi



339



menyelamatkan para siswa/i dari penyebaran civid-19.Kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi kegiatan termasuk belajar, bekerja dari rumah masih saja menimbulkan gejolak dalam pelaksanannya. Salah satunya dalam proses pemberian tugas. Banyaknya tugas yang diberikan kepada siswa yang meberatkan, sehingga Banyak orang tua yang komplen kepada guru untuk mengurangi tugas yang di berikan kepada muridnya, dilain sisih guru memegang amanah mengajar mengikuti kurikulum yang di tetepkan oleh pemerintah dengan fasilitas seadanya banyak tugas yang tidak tersampaikan dengan baik hingga menimbulkan masalah tentang pemberian tugas. Dengan diadakannya sistem daring guru dihimbau untuk memberikan siswa aktifitas merangsang otak sehingga apabila kembali ke aktifitas semula siswa sudah siap untuk memulai kembali pembelajaran, serta memberikan penjelasan tentang virus covid -19 terlebih dahulu karena virus ini sangat berbahaya. Memulai dari memberikan pengertian kenapa harus belajar di rumah tentang cara pencegahan agar siswa mengerti bahaya covid-19 yang sedang merambah dunia, dengan cara guru memberikan pengajaran tentang Covid-19 dapat mengurangi penyebaran virus dan mengurangi dampak penularan virus Covid-19 di Indonesia. Dengan adanya pembelajaran sistem online pendidikan Indonesia dapat berlanjut siswa dapat belajar dengan tenang dirumah dan guru dapat memberikan materi pembelajaran dengan baik. Sehingga pemahaman tentang virus Covid-19 di Indonesia cepat di pahami dan Masalah Covid -19 dapat segera selesaikan. Strategi belajar di rumah sudah tepat, setidaknya dari sisi kesehatan namun untuk efektivitas pembelajaran perlu ada yang



340



dipersiapkan sekolah dan guru, guru harus proaktif dan kreatif agar bisa menggelar kegiatan belajar-mengajar sama efektifnya dengan tatap muka. Selain guru, orangtua pun juga harus ikut memantau si anak belajar di rumah, hal ini menjadi salah satu langkah baik yang dilakukan guna meminimalisir kemungkinan terjadinya penularan virus corona dilingkungan sekolah. Proses belajar-mngajar dirumah ini bukan semata-mata untuk berlibur, bukan berarti tidak ada aktivitas literasi. Para siswa tetap belajar dengan target yang sudah ada di kurikulum. Namun kegiatan belajar-mengajar dirumah ini juga menimbulkan sedikit kurang efektif, karena semua siswa harus belajar diluar pengawasan guru langsung, hal ini menjadikan siswa mengalami kesulitan untuk melakukan konsultasi dengan guru, terutama untuk mata pelajaran yang dianggap membutuhkan penjelasan dan pemahaman yang lebih mendalam. Anak SMP dan SMA jaman sekarang yang tinggal di daerah perkotaan tidak mungkin tidak ada yang mengerti dunia internet, bahkan yang masih duduk di bangku PAUD pun sudah tak asing langi dengan perangkat lunak yang bernama gadget, mereka akan dengan mudah melakukan kegiatan belajar mengajar di rumah, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan gurunya dengan cepat, bahkan sebagian besar dari mereka justru senang dengan adanya kebijakan sekolah di rumah, karena mereka bisa mengatur kapan kita belajar kapan kita bermain dan kapan kita mengerjakan tugas, mereka akan dengan asik melakukan komunikasi dengan temannya melalui video call, Voice Note dan lain sebagainya, begitupun guru akan dengan mudah memantau anak didiknya melalui aplikasi Whatsapp, Line, Facebook, Twitter, Instagram dan lain sebagainya serta yang lebih membuat seru



341



adalah guru atau pendidik bisa mengadakan kelas Virtual melalui aplikasi Zoom dan Google Meet kemudian memberikan tugas melalui Google Class, terasa sangat mudah dengan jaringan internet yang mumpuni dan sarana prasarana yang memadai. Mungkin tantangan nya lebih besar jika kebijakan ini diterapkan di daerah dengan infrastruktur internet dan teknologi yang kurang memadai seperti di desa-desa. Hal serupa berlaku bagi peserta didik yang kurang memiliki akses terhadap teknologi dan internetakan muncul banyak kesulitan untuk melakukan konsultasi dengan guru terutama untuk pelajaran yang dianggap membutuhkan penjelasan dan pemahaman yang lebih mendalam, misalnya matematika.Lalu, bagaimana menyikapinya sementara secara logika tingkat penguasaan IPTEK masyarakat di pelosok untuk terkena Covid-19 masih tergolong rendah di banding yang pelajar yang tinggal di kota. Lalu, kita sebagai pengajar bagaimana cara menyikapinya, hal pertama yang perlu dilakukan adalah memberikan edukasi kepada para siswa dan praktisi pendidikan. Ini bisa dilakukan dengan sosialisasi secara intensif oleh dinas kesehatan tentang virus corona itu sendiri, baik dari aspek pencegahannya maupun cara menyikapinya. Dengan wawasan ini diharapkan dapat mengurangi efek kekhawatiran berlebih yang dapat menyebabkan dampak traumatis pada diri siswa dan tentu juga para gurunya kemudian perlu menyiapkan tim khusus dari para psikolog untuk melakukan pendampingan terhadap para siswa baik secara kolektif maupun individu, khususnya terhadap sekolah-sekolah yang berada di wilayah terdampak virus. Terkhusus lagi untuk para siswa yang gagal melakukan program



342



yang diimpikan dan dinantinya seperti kegiatan perlombaan di tingkat internasional atau studi komparatif di luar negeri. Dengan pendampingan ini diharapkan dapat meringankan beban psikologis mereka serta menguatkan kembali semangat belajarnya. Pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan tim psikolog untuk melakukan pendampingan terhadap warga di tempat karantina di Natuna. Tapi, melihat kondisi penyebaran saat ini, maka pendampingan perlu diperluas lagi. Minimal dengan memberikan imbauan kepada setiap lembaga sekolah untuk melakukan sosialisasi dan pendampingan untuk antisipasi dampak yang lebih parah. Untuk masalah Demotivasi atau intensitas kemauan belajar seorang siswa jika di beri libur yang panjang karena pandemi ini, itu balik lagi psikologi si anak. Kalo memang anak paham akan situasi dan kondisi lalu mereka tergerak untuk belajar di rumah selama apapun diberika libur jika si anak punya kemauan untuk belajar bakal tetap cerdas. Dengan keadaan yang sekarang tingkat penyebaran makin naik, makin tidak mungkin orang mau bertemu bahkan bertatap muka. Jadi, solusi untuk pendampingan belajar dan psikologis yang di berikan pemerintah sangat kecil kemungkinan. Cara efektif meminta pihak pemerintah memberi saran ke pihak sekolah, dan pihak sekolah memberi saran ke guru dan guru memberi saran ke orang tua si anak tersebut dalam pendampingan kegiatan belajar di rumah. Tugas juga adalah sesuatu yang efektif, jika tidak ada pembelajaran melalui sistem online. Lalu, meningkatkan niat belajar di rumah dengan cara membaca buku ataupun mencari artikel terkait dengan materi pembelajaran.



343



Dampak Corona sangat lah besar.karena wabah Corona membuat system pembelajaran harus beralih di rumah atau online. Bagi kalangan orang tua yang rendah ekonominya apa bila tidak memiliki fasilitas yang memadai seperti computer atau laptop, menjadi merasa kesulitan. Selain semangat belajar siswa menurun karena kurang adanya pemantauan cara belajar yang di lakukan oleh siswa di rumah. Selain itu,waktu belajar siswa kurang efektif justru lebih banyak di manfaatkan untuk bermainmain. Selain itu, karena wabah Corona datang cukup mendadak,membuat para guru di sekolah kewalahan dan kurang sigap untuk membuat materi belajar secara online atau pemberian tugas secara online untuk siswa. Belum lagi di lihat dari sisi situasi yang dimana rumah siswa itu tidak memiliki banya sinyal dalam kata lain ini proses belajar kita bergantung juga dengan sinyal atau data internet. Jika sekolah terpaksa diliburkan , maka pihak yang paling dirugikan adalah segenap civitas akademi. jika diperhatikan secara seksama, pelajar adalah pihak yang paling merasakan dampaknya untuk itu pemerintah memberikan kebijakan untuk tetap belajar yaitu belajar online dirumah E-learning. dengan keadaan bagaimanapun pendidikan tetap penting, kebijakan ini akan tetap dilakukan sampai keadaan kondusif dan membaik. Kebijakan ini upaya dapat mengurangi interaksi banyak orang apalagi pelajar seorang anak-anak yang lebih mudah dan dapat memberi akses pada penyebaran virus corona tersebut. Demikian guru dituntut untuk mempercepatan literasi digital (belajar online) karena adanya imbawan pemerintah “social distancing” langkah ini tepat dilakukan agar dapat memutuskan rantai penyebaran virus corona ini. Apalagi, UN



344



telah ditiadakan, dengan begitu secara otomatis sekolah harus diliburkan demi mencegah penyebaran virus corona. Sosialisasi untuk para guru dan orangtua murid dalam menggunakan kecanggihan atau perkembangan teknologi agar kegiatan belajar dirumah menjadi mudah dan efektif.Sebaiknya pemerintah segera merancang program untuk mengejar capaian target yang tertunda karena COVID-19 ini, misalnya mengganti Ujian Nasional SD dan SMP dengan konsep pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai Pancasila, contohnya kegiatan sosial setelah wabah COVID-19 ini selesai. Ada dampak positif dan negatif dalam hal ini contoh nya Ujian Nasional yang akhirnya tidak di selengarakan di seluruh sekolah di indonesia dan para siswa juga harus belajar melalui smarthphone di rumah nya masing masing. Dampak ini juga berpengaruh terhadap kemampuan belajar siswa yang terhambat oleh virus ini sendiri. Hal positif nya mungkin siswa jadi rajin terhadap kebersihan terhadap diri nya sendiri juga lingkungan nya , serta jadi banyak waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan menghabiskan waktu di rumah saja. Karena sampai unversitas pun berdampak yang juga harus di lakukan pembelajaran lewat online learning hampir di semua kampus dan sekolah yang ada di indonesia. Memutus rantai virus corona yang ada di indonesia bukanlah hal yang mudah dengan tetap berada di rumah dan pasti tetap belajar walaupun tidak secara langsung dan juga menghindari keramaian atau perkumpulan yang kurang penting tidak bepergian jika tidak sangat urgent sekali. Tetap belajar dan semangat jangan melupakan tugas kalian sebagaimana pelajar sebelum dan sesudah dampak virus corona ini ada. Jangan lupa



345



untuk jaga kesehatan serta menggunakan masker jika berada di luar rumah. Dengan adanya sekolah berbasis online juga sudah sangat memadai sehingga siswa tetap bisa belajar meskipun tidak efektif semua kita pahami. Dan untuk universitas serta dosen tersebut bisa memaksimalkan pembelajaran online. Dan walaupun kita diwajibkan belajar dirumah kita harus tetap menjaga kesehatan dirumah, rajin olahraga serta makan makanan yang teratur, tidak keluar rumah jika tidak ada yang berkepentingan. Dengan meminimalisir potensi penyebaran Covid-19, belajar di rumah juga ada dampak negatifnya, belajar di rumah dengan memaksimalkan teknologi tidak begitu efektif. Guru memberikan tugas secara online. Komunikasi juga akan terjadi hanya satu arah. Strategi belajar di rumah, menurut saya, sudah tepat, setidaknya dari sisi kesehatan. Namun untuk efektivitas pembelajaran, juga perlu ada yang dipersiapkan oleh sekolah dan guru guru. Belajar di rumah itu bukan berarti libur. Selain guru, orang tua pun juga harus ikut memantau si anak belajar di rumah. Jika kebijakan ini diterapkan juga di daerah dengan fasilitas internet dan teknologi yang kurang memadai seperti di desa terpencil, maka akan menjadi tantangan besar pula. Sekolah sekolah yang tidak memiliki fasilitas pembelajaran online ini akan mengalami kesulitan dalam mengejar ketertinggalan materi pembelajaran. Hal ini berlaku juga bagi para peserta didik yang kurang memiliki akses terhadap internet dan teknologi. Satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah memberikan pekerjaan rumah yang cukup banyak kepada peserta didik dan akan disetor saat



346



kelas tatap muka kembali masuk, meskipun metode ini tidak semaksimal belajar online. Selain itu, masalah lain yang juga perlu diperhatikan adalah, para siswa akan mengalami kesulitan untuk melakukan konsultasi dengan guru terutama untuk pelajaran yang dianggap membutuhkan penjelasan dan pemahaman yang lebih mendalam.” Untuk server atau website e-learning dapat distabilisasikan lagi, atau dijadwalkan utk pemakaiannya sehingga pengguna tidak kesulitan untuk mengaksesnya. Atau untuk pengiriman tugas bisa melalui via email dan tidak perlu login ke e-learning. Sehingga mengurangi gangguan pada server e-learning tersebut. Mungkin tidak seefektif seperti tatapmuka tetapi jadi alternative disaat kondisi seperti ini. Diharapkan guru tidak hanya memberi tugas pada murid, namun juga harus proaktif dan kreatif seperti hal nya tatapmuka serta ikut berinteraksi dengan murid. Guru di tuntut bisa memaksimalkan pembelajaran jarak jauh ini, banyak hal yang telah dilakukan pendidik dalam menyikapi masa belajar di rumah ini. Dengan penggunaan platform pembelajaran secara online yang sudah ditawarkan pemerintah. Peserta didik dapat dengan mudah mengakses platform daring tersebut tanpa berbiaya. Pendidik juga dapat menggunakan berbagai aplikasi yang tersedia sebagai sarana penyampaian bahan belajar untuk peserta didiknya. Guru harus bijak hendaknya mampu memahami kebutuhan dan kemampuan peserta didiknya. Pemberian penugasan melalui berbagai aplikasi sangat bagus untuk mengenalkan peserta didik pada teknologi serta pentingnya penggunaan teknologi pada masa sekarang. Namun, guru juga harus memunyai alternatif



347



pembelajaran jarak jauh jika tidak semua peserta didik mampu mengikuti pembelajaran secara online. Dalam satu panduan belajar, guru dapat menyusun secara online maupun buku yang sudah dimiliki peserta didiknya hendaknya tidak terlalu jauh. Hal ini dilakukan agar kesenjangan antarpeserta didik tidak terlalu banyak. Jangan sampai peserta didik yang bisa daring/online menjadi sangat melejit sedangkan peserta didik yang hanya mampu menggunakan buku menjadi tertinggal. Dalam satu panduan belajar, guru dapat menyusun secara online internet maupun lewat buku yang dimiliki oleh peserta didik. Penugasan yang diberikan sama, namun yang membedakan adalah cara menggunakan sumber. Pemerintah Indonesia harus tegas dan mengambil sikap dan tindakan yang terbaik untuk warga negara Indonesia, untuk membasmi virus covid 19 di Indonesia, dengan mengeluarkan kebijakan seperti work from home yaitu bekerja di rumah atau membawa pekerjaan kantor ke rumah, learn from home belajar di rumah, walaupun notabene sekolah diliburkan tapi sejatinya siswa tetap belajar yang tadinya dilakukan secara klasikan dengan metode tatap muka secara langsung, berinteraksi secara langsung antara guru dan siswa maka dengan adanya kebijakan ini sistem bembelajaran dialihkan ke ruah, yang bertindak sebagai mentor bisa orang tua siswa atau orang-orang terdekat dengan siswa, sementara guru memberikan tugas secara daring melalui media online, social distancing atau jaga jarak yang artinya kita harus menjaga jarak berinteraksi dengan orang lain dengan meminimalisir pertemuan atau hanya sekedar kumpulkumpul bersama teman dan pada akhirnya beberapa wilayah di Indonesia menerapkan kebijakan PSBB atau Pembatasan Sosial



348



Berskala Besar yang dianggap mampu mempercepat penanggulangan sekaligus mencegah penyebaran corona yang semakin meluas di Indonesia. Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2020 Pasal 1, dijelaskan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan pembatasan kegiatan tertentu dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). PSBB itu sendiri merupakan salah satu strategi pemerintah dalam mencegah kemungkinan penyebaran virus corona, yang mana juga telah tertuang di dalam aturan PMK Nomor 9 Tahun 2020. Tertulis dalam aturan PMK Nomor 9 Tahun 2020 pasal 2, bahwa untuk dapat ditetapkan sebagai PSBB, maka suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi dua kriteria. Pertama, yaitu jumlah kasus atau kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan secara cepat ke beberapa wilayah. Dengan adanya kebijakan-kebijakan diatas maka guru dituntut berperan aktif mengawal siswa dalam jarak jauh supaya siswa tetap pada koridornya yaitu sebagai pembelajar, di sebagian wilayah perkotaan mungkin bukan hal yang sulit bagi guru untuk melakukan pengontrolan terhadap muridnya, melalui pembelajaran dengan sistem online guru dapat dengan mudah memberikan tugas terhadap siswanya begitu pula sebaliknya dengan perangkat, sarana prasarana yang mumpuni siswa dapat dengan mudah mengerjakan soal yang di tugaskan oleh guru. Berbanding terbalik dengan keadaan di daerah terutama di wilayah terpencil, pulau-pulau di sebrang lautan, daerah-daerah dengan letak geografis yang tidak bersahabat, pedalaman hutan dan wilayah yang melintasi sungai deras, yang jangankan buat membeli gadget untuk makan sehari-hari saja sulit, jangankan



349



belajar melalui online untuk mencapai sekolah saja mereka butuh perjuangan melewati hutan menyeberangi sungai, dalam hal ini seyogyanya pemerintah memberikan akses alternatif sistem pembelajaran untuk siswa dalam keadaan tersebut, seperti memberikan perangkat elektronik dan akses internet secara gratis ke daerah-daerah tersebut, mengadakan pelatihan cepat kepada guru atau pengajar. Untuk dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif walaupun dalam kondisi seperti saat ini, sehingga proses belajar mengajar tetap berjalan dengan lancar. Semoga wabah ini segera berakhir dan anak-anak bisa sekolah seperti biasa, bertemu dengan teman-temannya, bersenda gurau, menikmati proses transfer ilmu yang diberikan oleh guru tercintanya dan dapat berprestasi secara gemilang di kemudian hari, tercapai segala asa, merata di seluruh wilayan negeri yang kita cintai ini. Indonesia. Salam Pendidikan!



Tentang Penulis



Denok Sunarsi, lahir di Bandung. Nopember 1979. Saat ini tercatat sebagai Dosen Tetap di Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang (Unpam) Tangerang Selatan. Penulis aktif menulis artikel ilmiah di Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat beberapa Jurnal Nasional, dan telah menerbitkan bukubuku referensi. Penulis saat ini berdomisili di Gunung Sindur Bogor



350



MENGURAI BENANG KUSUT PENDIDIKAN NEGERI SERIBU PULAU Oleh: Endang Yusro Dosen STIT Serang Pendahuluan endidikan merupakan tonggak kemajuan sebuah bangsa. Pendidikan adalah upaya menumbuh kembangkan segenap kemampuan dan merubah sikap serta tingkah laku seseorang atau kelompok yang bertujuan untuk mendewasakan manusia melalui pengajaran formal (sekolah), area non-formal (pelatihan, kursus, dsj.), sependekap keluarga, serta perintah sendiri (self instruction). Secara etimologi pendidikan berasal dari bahasa Inggris yaitu education dan bahasa Latin, eductum. Di mana “e” yang berarti sebuah proses perkembangan dari dalam ke luar, dn kata “duco” yang berarti sedang berkembang. Dengan demikian pendidikan adalah proses kemampuan serta keahlian diri yang terus menerus berkembang secara individual. Ini mengandung arti bahwa pengetahuan akanterus selalu ada dan tidak akan pernah hilang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan adalah sebuah proses ataupun tahapan dalam pengubahan sikap serta etika maupun tata laku seseorang atau kelompok dalam orang dalam meningkatkan pola pikir manusia melalui pengajaran dan pelatihan serta perbuatan yang menddik. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan adalah proses penunjang kekuatan kodrat sebagai manusia yang memiliki akal



P



351



dalam menguasai pengetahuan pada peserta didik. Tujuannya adalah agar manusia dapat meninggikan derajatnya melalui pendidikan yang setinggi-tingginya. Muhibbin Syah dalam buku, “Psikologi Pendidikan (Suatu Pendekatan Baru)” mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu peroses yang dapat memelihara dan memberi latihan sehingga diperlukan adanya ajaran dan tuntunan dengan mengenai akhlak dan kecerdasan dalam pikiran. Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Lebih lanjut Marimba menjelaskan unsure-unsur yang terdapat dalam pendidikan dalam hal ini meliputi: Usaha bersifat bimbingan yang dilakukan secara sadar, pendidik atau pembimbing atau penolong, ada yang dididik atau si terdidik, mempunyai dasar dan tujuan, dan dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan. Sementara Undang-undang Dasar sebagaimana tertera pada No. 2 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengemukakan bahwa, pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran supaya siswa dapat aktif mengembangkan pola pikir dirinya untuk memiliki kekuatan nilai religius, mengontrol diri, jati diri, etika, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, menjelaskan salah satu cita-cita bangsa Indonesia sebgaimana tertuang dalam Undang-undang Dasar, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Namun, kenyataannya Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih memunyai masalah besar di sektor



352



pendidikan. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya pendidikan di Indonesia antara lain adlah masalah efektifitas, efisiensi dan standarisasi pengajaran. Permasalahan tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia yang kita kenal dengan Negeri Seribu Pulau ini. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan. Berangkat dari gambaran di atas, menarik penulis untuk menekslpolrasi gagasan dengan judul, “Mengurai Benang Kusut Pendidikan Negeri Seribu Pulau.” Sejarah Perkembangan Pendidikan di Indonesia Bila kita lihat jauh ke belakang, pendidikan yang kita kenal di Negeri Seribu Pulau ini sebenarnya mengadopsi dari berbagai model pendidikan di masa lalu. Secara formal pendidikan di Indonesia memulai sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Namun, keberadaannya tidak bisa dipisahkan dengan citacita dan praktek pendidikan masa sebelumnya. Kebudayaan Indonesia sudah ada sejak zaman pra sejarah. Isi kebudayaan disampaikan oleh orang tua secara langsung kepada anak-anak. Anak-anak banyak meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya baik dalam kepercayaan, agama, pewarisan hidup ekonomi, maupun keterampilan-keterempilan yang lain. Budaya menulis pertama kali dibawa oleh orang Hindu yang disebut huruf Pallawa. Bersamaan dengan perkembangan peradaban Hindu di Jawa, Berkembang pula peradaban Budha di



353



Sumatra. Pendidikan zaman Hindu dikenal dengan periode klasik, kemudian berkembang lagi agama yang di bawa oleh para pedagang dan pendatang dari timur tengah yaitu Islam, yang metode pendidikannya melalui kegiatan keagamaan dan lain sebagainya, dan yang terakhir adalah datangnya para penjajah barat yang membawa misi suci mereka yaitu mencari kekayaan, dan menyebarkan agama yang dianutnya, serta menguasai daerah singgahannya. Hal ini tentunya sangat memengaruhi perkembangan pendidikan di Indonesia sampai dewasa ini. Tidak hanya berkaitan dengan bagaimana sejarah para penduduk asing dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia, akan tetapi juga berkaitan dengan instansi, kurikulum, dan pelaku pendidikan yang menjadi pokok permasalahan di Indonesia. Perkembangan pendidikan di Indonesia yang dikenal dengan Negeri Seribu Pulau ini mengalami pasang surut mengiringi perkembangan budaya Bangsa tersebut. Seperti dewasa ini, meski tidak sedikit generasi berprestasi tapi kenyataannya jika membandingkan dengan negara tetangga, Malaysia yang pernah berguru di Nusantara sangat tertinggal. Bukan saja dengan perekonomian, budaya (baca: bahasa, seni, dan olahraga), politik, hankam, dan agama bahkan dunia pendidikan pun kita di bawah Malaysia. Menurut penelitian pada tahun 2005 sebagaimana aktivis LSM Education Network for Justice (E-Net), M. Firdaus mengatakan bahwa Indonesia menempati ranking 10 dari 14 negara berkembang di Asia Fasifik. Thailand yang dilanda krisis justru menempati ranking pertama kemudian disusul Malaysia, Sri Langka, Filipina, Cina, Vietnam, Bangladesh, Kamboja, India,



354



Indonesia, Nepal, Papua Nugini, Kep. Solomon, dan Pakistan. Indonesia mendapat nilai 42 dari 100 dan memiliki rata-rata E. Untuk aspek penyediaan pendidikan dasar lengkap, Indonesia mendapat nilai C dan menduduki peringkat ke 7. Pada aspek aksi negara, RI memperoleh huruf mutu F pada peringkat ke 11. Sedangkan aspek kualitas input/pengajar, RI diberi nilai E dan menduduki peringkat paling buncit alias ke 14. Indonesia hanya bagus pada aspek kesetaraan jender B dan kesetaraan keseluruhan yang mendapat nilai B serta mendapat peringkat 6 dan 4. Lebih jauh Firdaus mengatakan, “Sangat ironis karena Thailand yang mengalami krisis bisa menempatkan diri menjadi rangking satu.” Ungkapan ini dikatakannya pada saat menjadi pembicara dalam seminar pendidikan mengenai laporan ini di Gedung YTKI, Jl Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu (29/6/2005). Penyebab rendahnya mutu pendidikan di negara antara lain: Pertama, rendahnya kualitas pendidik atau pengajar. Pendidik seharusnya mempunyai motivasi untuk memperbaharui keilmuannya dengan lebih banyak membaca dari media tulis maupun dari media elektronik. Kedua, kurangnya sarana dan prasarana belajar. Ketiga, kurang relevannya kurikulum yang dibuat pemerintah khususnya untuk daerah terpencil atau daerah pedesaan. Kebiasan yang sudah berjalan, sebelum kurikulum itu diberlakukan uji coba selalu di daerah perkotaan saja, tidak pernah diujicobakannya di daerah terpencil atau di pedesaan. Seharusnya kurikulum itu diuji coba juga di pedesaan terpencil selain di perkotaan sebagai pembanding. Kemudian Baru dianalisis kelebihan dan kekurangannya. Keempat, kurang pedulinya pihak orang tua siswa terhadap pendidikan anaknya



355



khususnya di daerah pedesaan. Semestinya orang tua siswa sepenuhnya membebankan pendidikan anaknya terhadap guru, karena guru mendidik anak hanya sekitar 5 – 7 jam di sekolah. Orang tua siswa harus memperhatikan anaknya di rumah, tanyakan apakah ada PR tidak? Kalau ada PR suruh dikerjakan bila perlu dan bisa alangkah baiknya bila orang tua membimbing anaknya dalam membuat PR. Bila tidak ada PR tetap anak disuruh belajar walau besoknya tidak ada ulangan atau tes formatip maupun sumatif. Kelima, kurangnya motivasi dalam belajar. Bila hal ini terjadi ini adalah tugas bersama yaitu guru dan orang tua untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajaran. Beri pengertian dengan bahasa sederhana dan komunikatif pentingnya belajar untuk bekal hidup dan masa depan sebagai jembatan untuk menuju cita-cita. Dan Keenam, dampak buruk dari alat elektronik seperti televisi dan Play Station atau game. Seharusnya televisi mempunyai dampak positif terhadap ilmu pengetahuan. Tetapi kebanyakan anak bahkan orang tua kurang senang menonton berita, olahraga atau ragam acara kerohanian. Mereka lebih senang menonton sinetron atau acara gosip. Seharusnya anak dibimbing dan dibatasi waktunya menonton televisi. Anak juga jangan sampai kecanduan bermain game hingga lupa pada tugasnya untuk belajar, main game juga perlu dibatasi waktunya misalnya hanya pada hari libur saja dengan durasi waktu maksimal 2 jam. Potret Wajah Pendidikan Indonesia Pendidikan merupakan proses yang sangat panjang. Oleh karena itu, konsistensi kebijakan, perbaikan terus menerus dan



356



berkelanjutan adalah prinsip dasar yang harus dipedomani. Indonesia laksana sebuah kapal raksasa, untuk menggerakkannya memerlukan energi yang luar biasa besar. Energinya tersebut ada pada generasi terdidik (berpengetahuan, berketerampilan dan berkepribadian). Indonesia yang sedang mengalami krisis multidimensi, baik itu krisis ekonomi yang mengakibatkan kemiskikan yang merajalela maupun krisis akhlak yang mengakibatkan kriminalitas. Salah satu penyebabnya adalah masih lemahnya sistem pendidikan, baik dari segi dana, fasilitas, maupun materi. Masalah ini harus segera dikaji dan dibenahi secara serius. Permasalahan yang harus dibenahi dalam pendidikan menyangkut aspek ekonomi (anggaran), kurikulum (materi dan sistem), maupun atensi pendidik. Kurikulum pendidikan formal lebih banyak menekankan teoritis generalis daripada aplikasi dan spesialisasi. Pendalaman terhadap ilmu pun masih berkisar pada masalah realistis, sehingga pengembangan kreativitas dan keahlian bidang IPTEK berjalan kurang baik. Akibatnya masih minimnya produk-produk teknologi. Dalam segi akhlak, pembinaan akhlak yang berlandaskan agamapun masih kurang. Pendidikan Agama terkadang hanya dipandang sebagai penambah wawasan tanpa diwujudkan dalam bentuk moral yang baik. Moral dapat terbentuk apabila seseorang memiliki pemahaman agama yang komprehensif. Ilmu pengetahuan adalah utama, namun moral (baca, khlak) adalah lebih utama. Mengenai kurangnya atensi pendidik, harus segera diatasi dengan pemberian reward yang sesuai pada pendidik, karena pendidik memegang peranan penting dalam proses KBM. Pendidikan Indonesia harus segera



357



dibenahi dan mendapat perhatian yang besar. Perlu adanya kerja sama, analisis, dan dialog solutif. Sementara kemampuan dalam bidang teknologi tidak terlepas dari keberhasilan pemerintah dalam pembangunan pendidikan yang berkualitas dan siap bersaing. Sarana pendidikan yang mendukung mampu melahirkan tenaga ahli yang berorientasi pada pembuatan teknologi baru demi percepatan pembangunan. Optimisme dalam hidup bukan angan-angan semata, tetapi optimisme harus ikut menggerakkan kita agar lebih giat dalam belajar, bekerja, berusaha dengan sungguhsungguh dan tidak lupa berdo’a. Beberapa krisis yang telah disebutkan di atas, penulis menyebutnya sebagai krisis eksternal. Sementara beberapa krisis internal yang pendidik miliki juga tidak kalah pengaruhnya terhadap keberhasilan proses pendidikan. Beberapa krisis internal tersebut di antaranya: menjadi bayang-bayang orang lain, tidak tentu arah, kurangnya motivasi dan kontrol diri, dan pengaruh alam Indonesia. Hamka dalam bukunya “Pribadi Hebat” mengatakan: “Orang yang hanya menjadi baying-bayang orang lain berkata dan menulis, bahkan sampai kepada gerak dan geriknya, hanya menjadi “Pak tiru”. Orang yang seperti itu akan lenyap pribadinya oleh pribadi orang yang ditirunya”. Lebih jauh Buya (panggilan untuk Hamka) mengatakan lebih baik satu pekerjaan yang dihadapi, kita dalami dan hadiahkan kepada persada kemanusiaan. Bukan hanya Churchill,



358



yang menjadi orang besar di Inggris karena dia bergelut dengan politik, Charles Chaplin pun menjadi orang besar. Churchill besar dalam politik, tetapi dalam membadut dia “nol besar”. Charles Chaplin (Charlie Chaplin) sebesar-besar manusia pada zamannya dalam hal melucu, sampai-sampai dia mendapat gelar “Sir” dari raja Inggris. Seperti juga Sir Conan Doyle merupkan orang besar karena kehebatannya menulis cerita detektif Sherlock Holmes. Kedua tokoh tersebut menentukan arahnya, dan tahu membatasi diri. Selain itu kurangnya motivasi dan kontrol diri merupakan faktor internal keterpurukan pendidikan anak bangsa. Pribadi yang berguna adalah pribadi yang percaya kepada kekuatan diri sendiri. Kekuatan, akal, perasaan, dan kemauan sudah tersedia dalam jiwa sejak dalam kandungan. Semua itu akan muncul dengan pendidikan, pergaulan, dan lingkungan. Terakhir, penyebab dari merosotnya pendidikan di Negeri ini adalah pengaruh alam atau lingkungan. Manusia dan lingkungan merupakan dua faktor yang saling terikat, berinteraksi dan selalu mempengaruhi. Perilaku manusia dapat mempengaruhi lingkungan dan lingkungan pun dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini, berarti antara manusia dengan lingkungan akan selalu terjadi hubungan timbal balik. Manusia dan lingkungan juga merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan saling membutuhkan antara satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan lingkungan untuk dijadikan sebagai tempat berlangsungnya kehidupan dan begitu juga dengan lingkungan yang membutuhkan manusia untuk menjaga kelestarian lingkungan. Lingkungan yang positif bisa membentuk



359



kita menjadi pribadi bermental positif, sebaliknya lingkungan yang negatif dan tidak sehat bisa membentuk mental yang negatif pula. Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun mental-mental individu yang ada di dalamnya. Jiwa Indonesia yang tenang sampai kemudian dikenal sebagai bangsa yang paling patuh di dunia, dengan tiba-tiba berubah sangat hebat. Bangsa yang awalnya belum mengenal arti perang dan tidak pernah terlibat dalam peperangan, tenteram dalam rumah tangganya, diguncang dan disuruh mengubah hidupnya. Oleh sebab itu rasa percaya dirinya pun terguncang lalu berubah. Pendidikan Mental sebagai Sebuah Solusi Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan mental sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga. Sementara dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta, mengartikan mental merupakan perihal yang mengenai batin, cara berpikir dan berperasaan. Mental bisa juga berkenaan dengan batin dan watak seseorang. Mental atau istilah panjangnya mentalitas sebagaimana gagasan revolusi mental ala Presiden Jokowi adalah sebuah cara berpikir atau konsep pemikiran manusia untuk dapat belajar dan merespons suatu hal. Apabila seseorang ingin dikatakan memunyai mental yang bagus (baca, baik), maka ia harus menampilkan tindakantindakan yang baik sebagai cerminan dari sifat-sifat mental yang kuat. Sebaliknya, perilaku dan perbuatan seseorang yang buruk lahir dari mental yang buruk pula. Dalam perspektif psikologi



360



dijelaskan manusia pada garis besarnya ada yang positif dan juga ada yng negative, maka mental yang tidak lain merupkan cerminan sifat kepribadian merupakan sumber penyebab, ada yang bersifat positif dan ada pula yang negative. Beberapa sifat utama dalam membentuk mental yang kuat, antara lain: adventurous, yakni sifat berani karena benar (ash-shiddiq); conscientious dan responsible, yakni jujur dan bertanggung jawab atas segala kepercayaan yang diberikan kepadanya (al-amanah); sociable dan ascendant pandai bergaul dan memunyai kecenderungan sebagai managerial baik melalui sikap atau bicaranya (at-tabligh); dan intelligent, yaitu cerdas dan berwawasan luas (al-fathanah). Melengkapi gagasan di atas, Alqur’an menjelaskan mental atau kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang membedakannya dari makhluk lain. Pada dasarnya, menurut tabiat dan bentuk kejadiannya manusia diberi bekal kebaikan dan keburukan, serta petunjuk dan kesesatan. Ia mampu membedakan kebaikan dan keburukan. Sebenarnya kemampuan ini secara potensil telah ada pada dirinya, dan melalui bimbingan serta berbagai faktor lain bekal tersebut muncul dan terbentuk. Ada dua ayat di dalam Alquran yang secara tegas berbicara tentang mental, yaitu surat al-Anfal ayat 53 dan ar-Ra'd ayat 11. Di mana kedua ayat tersebut menyimpulkan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib seseorang sebelum orang tersebut mengubah dirinya sendiri. Kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh mental yang sehat pada dirinya. Orang yang mentalnya sehat adalah orang yang jiwanya senantiasa bahagia, tenang dan ceria, serta memiliki sifat-sifat yang terpuji yang selanjutnya mendorong



361



yang bersangkutan untuk menampakan sikap, ucapan dan perbuatan yang unggul (great), hebat (excellenct). Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan jiwa, mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, dan masyarakat. Selain itu orang yang sehat mentalnya adalah orang yang memiliki pengetahuan yang bertujuan untuk mempergunakan segenap potensi, bakat dan pembawaan, serta mampu memelihara keharmonisan dan kerjasama yang kompak antara pikiran, perasaan, sikap, jiwa, kepercayaan dan keyakinan hidup. Mental yang sehat juga amat tergantung pada cara orang menghadapi suatu persoalan, bergantung cara pandang atau sikap dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapinya dalam kehidupan: sosial, ekonomi, politi, budaya, adat kebiasaan, dan lain sebagainya. Ketepatan dan kebenaran dalam memandang berbagai masalah yang dihadapinya itu akan menyebabkan orang tersebut akan sehat mentalnya, dan kesalahan dalam memandang sesuatu akan menyebabkan orang tersebut akan sakit mentalnya, dan sengsara hidupnya. Islam memberikan petunjuk kepada manusia agar senantiasa memiliki sikap dan pandangan hidup yang tepat dan benar yang akan menyehatkan mentalnya dan membahagiakan hidupnya, yaitu dengan senantiasa membersihkan jiwanya dari berbagai penyakit jiwa. Mental yang sehat dapat dibentuk dengan senantiasa ingat kepada Allah, tidak terpedaya oleh dunia yang menyebabkan ia menjadi orang yang ghafilun (lupa). Alqur’an surat al-A’raf ayat 179 penyebabnya ada dua. Pertama, ia tidak mau memahami keagungan Allah dengan hatinya. Yakni orang-



362



orang yang yang tidak mau memahami dengan hatinya tentang segala sesuatu yang menyebabkan kesucian jiwanya (kesehatan mentalnya), yaitu mengesakan (tauhidullah) semata, menjauhkan diri dari khurafah, dugaan-dugaan, merendahkan dan mengecilkan Allah S.W.T. Kedua, ia tidak mau memahami ayatayat qauniyah (ayat tersirat) yang ada di alam jagat raya, di dalam dirinya dan di dalam al-Qur’an melalui penglihatan (observasi, eksperimen, studi lapangan, dan sebagainya) serta pemikirannya untuk memahami hakikat, hikmah dan ajaran yang berada di balik ayat-ayat tersebut. Mental yang sehat pun merupakan faktor utama yang menentukan prestasi seseorang di kancah persaingan. Seringnya para atlet Tanah Air di beragai ajang kalah di babak-babak akhir (misal, sepakbola dan badminton) oleh negara tetangga kita, Malaysia. Padahal para pemain kita di babak awal atau penyisihan begitu trengginas namun di babak akhir loyo, tidak berdaya menghadapi para pemain Malaysia, sehingga kemenangan yang sudah di depan mata hilang begitu saja. Tragis dan menyedihkan. Berkaitan dengan mental yang sehat ini, kita semua mesti ingat betapa sederhananya skill yang dimiliki oleh seorang Gennaro Gattuso, Filippo Inzaghi atau bahkan Marouane Fellaini. Namun demikian, mengapa mereka mampu mencapai level top? Jawabannya adalah tentang mental mereka, bagaimana mereka dapat membulatkan keyakinan dan kepercayaan diri saat berada dalam pertandingan (besar sekalipun). Untuk beberapa pemain, rasa percaya diri dan ketenangan sepenuhnya merupakan hadiah kehidupan mereka, hal tersebut alami. Namun bagi banyak pemain lainnya, hal



363



tersebut harus diperoleh dan terus dipoles sama seperti mereka melatih kekuatan napas dan otot-ototnya, melatih skill olah bolanya. Penutup Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan beberapa catatan sebagai berikut. Pertama, orang yang bahagia adalah orang yang mentalnya sehat, yang ditandai oleh perasaan senang, bahagia, ceria, optimis dan memancarkan hal-hal yang baik. Memiliki mental yang sehat sangat penting, karena kesehatan mental berpengaruh terhadap perasaan, kecerdasan, kelakuan, dan kesehatan jasmani. Kedua, orang yang mentalnya sehat amat bergantung kepada cara orang menghadapi suatu persolan, bergantung kepada cara atau sikap menghadapi faktorfaktor: sosial, ekonomi, politik, budaya, adat dan sebagainya. Ketiga, mental yang sehat dapat memandang setiap persoalan hidup dengan positif, lebih mengumatakan jangka panjang daripada jangka pendek, memandang bahwa apa yang diperoleh berdasar pada hasil usaha manusia. Tak ada hasil tanpa usaha, nothing is impossible. [*] -------------------------Endang Yusro, Lahir di Serang 01 Maret 1975. Sampai hari ini masih tercatat sebagai Kepala SMAIT Bait et-Tauhied, Kota Serang, Dosen STIT Serang, dan Guru di SMP Muhammadiyah Pontang. Saat ini juga menjadi Pengurus ICMI Orwil Banten. Penulis berdomisili di Jl. K.H. Janhari No. 16 Gg. H. Tb. Khutbi Kaloran, Kota Serang.



364



REFERENSI Departemen Agama RI. 2004. Alqur’an dan Terjemahannya. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ekadjati, Edi S. 1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Jakarta: Pustaka Jaya. El-Shirazy, Habiburrahman. 2007. Dalam Mihrab Cinta. Jakarta: Republika Perss. Hamka. 2014. Pribadi Hebat. Jakarta: Gema Insani Pers. Hasbullah. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. http://dehasjsunda.blogspot.com/2012/05/penyebabrendahnya-mutu-pendidikan-di.html https://bekasimedia.com/2016/02/03/carut-marut-pendidikandi-indonesia/ Indra Ratna. 2009. Replika Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMBY.



365



Marimba D, Ahmad. 1987. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al Ma’arif. Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Poerwadarminta, W.J.S. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. X. Sardar, Ziauddin. 2000. Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim. Terjemahan Rahmani Astuti. Bandung: Mizan. Suryabrata, Sumadi. 1986. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Perss. Syauqi Nawawi, Rifat.2014. Kepribadian Qur’ani. Jakarta: Amzah. UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.



366



PENDIDIKAN MENUJU PERUBAHAN Oleh : Sugata Salim Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jakarta



elasan tahun lalu pendidikan di masa saya kecil sangat berbeda dengan saat ini, dulu ketika saya kecil, guru selalu mengajar menggunakan sebuah bingkai papan berwana hijau dan hitam dalam bahasa inggris disebut sebagai blackboard yang artinya papan tulis hitam yang menggunakan kapur. Pada saat itu papan tulis kapur bukan hanya digunakan disekolah tempat saya berada namun juga digunakan sebagai alat mengajar di setiap sekolah pada waktu itu dan keunikannya kapur papan tulis tersebut selalu di gunakan guru untuk memberikan sebuah pembelajaran kepada murid-murid yang biasanya tidur di kelas dan berbicara di kelas dengan cara menimpuk kapur papan tulis tepat kearah murid dan mungki kita sendiri yang pernah mengalami hal tersebut dimana ketika itu kita sedang duduk di bangku sekolah dan pernah mendapatkan sebuah timpukan kapur dari guru dan tidak hanya itu beberapa telapak tanggan murid-murid juga pasti akan penuh dengan debu berwana putih karena sering disuruh guru untuk mencatat di papan tulis yang berwana hijau tua.



B



Papan Belajarku Yang Lama Pada dasarnya papan tulis kapur mungkin pada saat ini merupakan sesuatu yang asing telinga kalangan murid-murid pada saat ini namun papan tulis kapur menjadi sesuatu memori yang tak terlupakan bagi para pendidik dan para murid-murid



367



yang ada pada waktu itu sebab Memori ini mungkin akan sulit diulang lagi pada saat ini. Di banyak sekolah, terutama di kotakota besar di Indonesia, papan tulis hitam dengan kapur tulisnya sudah berganti dengan papan tulis putih dengan markernya. Mungkin anda penasaran kenapa sebenarnya papan tulis ini di ganti menjadi papan tulis putih dan makernya. Sebenarnya yang menjadi Alasan utama penggantian penggunaan kapur tulis ke marker atau yang sering kita sebut spidol ini lebih banyak didasarkan pada aspek kesehatan. Kapur tulis sendiri ternyata merupakan produk kimia yang dibuat dari kandungan seperti kalsium karbonat dan CaCO3 dan untuk penjelasannya anda dapat melihatnya di mbah google karena disana anda akan menemukan pejabaranya secara infromatif.. next kita lanjut ke Dalam hal penggunan kapur tulis itu sendiri, oh ternyata kapur tulis dapat menyebabkan gangguan panas didalam hati.. maksudnya saya di dalam kulit, irisan mata dan gangguan pernapasan dikarena memang akibat bahan kimia yang terdapat dalam kapur itu..dengan begini jadi jelaskan kenapa harus diganti. Intinya kapur tulis dapat menyebabkan bahaya kepada pernafasan seseorang. Hal ini disebabkan karena faktor kapur dapat menghasilkan debu dan jika dilihat juga kapur itu memiliki ukuran yang besar sehingga butiran debu yang ada di kapur itu akan dapat tertempel kedalam hidung ..bukan berarti kapurnya di tempel kehidung maksudnya adalah bahwa butirbutir debu itu menempel di bulu-bulu hidung sehingga masuk kedalam paru-paru dan dapat menyebabkan batuk. Karena hal inilah papan kapur tulis harus digantikan bukan hanya karena faktor sudah ada papan baru tetapi juga faktor kesehatan yang



368



terpenting.. jadi perubahan dalam dunia pendidikan dengan menggunakan papan baru adalah sebuah langkah yang baik. Papan Belajarku yang telah berubah Papanku yang baru telah datang dan yang lama telah tergantikan.. seperti pepatah yang lama telah berlalu dan yang baru telah datang.. Dalam pembahasan kali ini penulis akan membahasa tentang masker... maksudnya marker.. Marker dianggap lebih sehat karenabebas polusi debu dan bersih. selain itu marker juga dianggap lebih praktis dan efisien karena dapat diisi ulang selain hal tersebut ternyata market terlihat prestigious atau kelihatan elit. Namun disatu sisi marker memiliki dampak yang tidak baik juga ternyata untuk kesehatan karena mengandung bahan xylene atau yang bisa disebut zat yang menimbulkan bau khas spidol.. bahan ini berbahay karena ada partikel yang dihasilkan spidol jauh lebih kecil di bandingkan kapur tulis dan ini dapat langsung masuk ke paru-paru dan mengendap dan dalam jangka panjangnya dapat menyebabkan penyakit paru-paru. Dalam hal lain mungkin ada pernah mencoba mengisi kembali tinta marker yang kosong dan ternyata tidak bisa sehingga akhir anda membeli tinta yang baru dan membuang yang lama.. namun jika diperhatikan itu dapat meningkatkan jumlah sampah plastik yang ada.. Bahan yang terbuat dari plastik terutama market adalah materi yang membutuhkan proses yang lama untuk di daur ulang atau diuraikan kembali sehingga jumlah sampah plastik juga jadi meningkat. Pada saat ini juga disatu sisi arah kegiatan manusia di dunia, diarahkan kepada gerakan go grean atau bisa dibilang green action, maksudnya peralatan yang



369



digunakan haruslah peralatan yang ramah lingkungan dan mudah untuk diuraikan materinya. Hal ini terjadi, karena semakin hari daya dukung lingkungan bumi kita ini semakin berkurang dan membahayakan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Termasuk penggunaan peralatan pendukung kegiatan pendidikan dan pengajaran, haruslah juga memenuhi aspek keamanan, bukan hanya untuk peserta didik atau para siswa tetapi juga bagi para pendidik, Bapak dan Ibu Guru. Ternyata perubahan kapur tulis menjadi marker memiliki aspek positif dan negatif namun dari sini dapat dilihat bahwa terjadi perubahan yang ada dari papan yang lama menjadi papan yang baru namun dapat dilihat bahwa kedua papan ini tetap memiliki permasalahan bagi kesehatan yang menggunakan terutama guru dan murid dan lagkah baiknya pendidikan juga tidak hanya memerhatikan kelengkapan sekolah saja tetapi memperhatikan kesehatan dari para pengguna alat tersebut. Papan masa kini dan Masa Depan Perkembangan Teknologi yang ada ternyata membawa perubahan yang signifikat kepada sebuah media pembelajaran yang ada. Terutama kepada papan tulis dalam dunia pendidikan, seperti yang kita ketahui jika papan tulis sudah mengalami perkembangan dari mulai kapur tulis yang pada saat ini sudah jarang penggunaanya,dan marker yang memang menjadi alat yang paling di gunakan pada masa kini dan ternyata tidak sampai disitu papan tulis sendiri sudah mengalami pembahruan dari yang sebelumnya. Papan tulis pada masa kini memang belum sepenuhnya dimiliki oleh beberapa universitas, sekolah tinggi yang ada di indonesia namun ternyata salah satu kampus di



370



jakarta telah memiliki papan tulis pada masa kini sebagai salah satu contoh adalah ukrida atau Universitas Krida Wacana. Dimana di dalam kelas mereka sudah menggunaan papan tulis yang terbuat dari kaca. Papan tulis ini disebut dengan glass board. Alat tulis yang digunakan masih sama, yaitu spidol. Keunggulan dari glass board ini adalah mudah di bersihkan, tidak meninggalkan bekas pen atau ghosting, tidak berdebu, dan jamuran.Papan tulis kaca atau glass board adalah media menulis pada kepentingan pangajaran atau pun presentasi yang lebih efisien dan eco friendly. Penggunaannya pun semakin banyak dari hari ke hari. Sebagai pengganti papan tulis hitam yang menggunakan kapur dan white board yang menggunakan spidol, glass board dinilai memiliki lebih banyak keunggulan yang tak dimiliki oleh kedua pendahulunya. Namun ternyata masih ada papan tulis yang lebih canggi daripada papa tulis glass board yaitu papan tulis digital seperti , Panaboard dan LG board yang kebanyakan digunakan perusahaan besar untuk meeting dan rapat dan melakukan presentasi kepadapihak perusahaan yang ada dan sebuah contoh lagi bahwa adalah ukrida atau Universitas Krida Wacana menggunakana papan tulis yang disebut LG Board yang memiliki kelebihan dengan teknologi sentuh terdepan yang berbeda, cukup melakukan Sentuh dilayar dengan 2 tipe pena stylus anda bisa langsung menulis serta, memberikan gambar yang akurat dan kualitas sentuh yang otentik. Selain itu perangkat yang ada pada, Air Class dan browser web mendukung komunikasi multiarah dan pembelajaran interaktif, yang akan membantu Anda meraih pembelajaran yang maksimal.Selain itu memiliki kelebihan untuk merekam informasi tertulis di papan selama



371



pertemuan, dan untuk memperluas ruang lingkup pertemuan dan presentasi dengan PC linking. Keuntungan yang ditawarkan oleh fungsi-fungsi ini akan membawa perubahan dramatis untuk komunikasi dalam pembelajaran. Semua tulisan yang di tulis pada papan tulis ini dapat dihapus menggunakan tanggan yang ada dan tidak akan membekas di tanggan tersebut dan materi pembelajaran nantinya dapat langsung di print, di bagikan kepada para peserta didik, dan juga bisa langsung di simpan sebagai suatu file penting agar bisa di pelajari lebih lanjut. namun saya penggunaanya masih sangat jarang di beberapa kampus karena harganya yang cukup mahal bahkan mungkin ini hanya ada di beberapa pelosok kota besar yang ada di indonesia dan untuk beberapa wilayah mungkin belum memiliki perangkat ini karena mungkin faktor harganya yang mahal dan sumber daya pengajar yang belum memadai dalam penggunaan teknologi modren yang ada namun dari sini dapat dilihat ini merupakan cikal bakal dari pendidikan di masa depan sebuah prangkat yang akan digunakan dalam dunia pembelajaran nanti secara menyeluruh. Kacamata yang Baru Untuk Dunia Pendidikan Dalam beberapa tahun ini ternyata kegiatan Pendidikan di indonesia mulai banyak mengalami perubahan disebabkan karena faktor teknologi yang ada juga terus berkembang dan beberapa faktor ini membuat terciptanya pembelajaran yang lebih efektif dan lebih mudah. Di zaman digital ini internet memaikan sebuah peranan yang penting bagi pendidikan di masa kini sebab dengan kemudahan ini sebenarnya sudah tidak ada lagi pembatas antara pengajar dan didik melaui sebuah ruang tembok mereka dapat bertemu kapanpun dan dimanapun



372



mereka berada. kenapa,demikian karena teknologi yang ada menyajikan beberapa aplikasi yang memiliki fitur lengkap yang mendukung pembelajaran, sehingga dapat digunakan untuk media pembelajaran jarak jauh terutama saat keadaan tidak memungkinkan. Aplikasi yang digunakananpada saat ini sebagai media pembelajaran adalah google class room. Google classroom adalah aplikasi yang disediakan oleh google untuk membantu berkembangnya dunia pendidikan. Pada dasarnya google classroom ini diperlengkapi dengan fitur-fitur seperti document,slides,excel yang juga terdapat di microsoftoffice cuman bedanya disini datanya tersimpan dalam keadaan online di google drive. Kehebatan dari google classroom ini adalah mereka memberikan data penyimpanan tanpa batas untuk dunia pendidikan yang ada di beberapa sekolah dan kampus secara gratis asalkan kampus tersebut bersedia bekerja sama dengan pihak google dan mengikuti proses pelatihan yang ada. Kelebihan lain dari google classroom ini adalah anda bisa membagikan angket atau soal ujian dan test yang ada secara online tanpa harus membuang kertas seperti dulu lagi dan quiz disini bisa bersifat pilihan ganda atau lisan. Pada bagian pilihan ganda anda tidak perlu lagi mengoreksi jawabnya yang benar atau salah secara manual tetapi hasilnya akan muncul sendiri secara otomatis asalkan jawabnya yang benar telah ditetapkan sebelumnya dan nilai mereka juga otomatis akan muncul dengan sendirinya dan juga anda dapat menetapkan batas waktu akhir dari pengerjaan tugas tersebut. Dalam google classroom ini pengajar dimudahkan untuk membuat kelas-kelas yang ada sehingga materi pengajaran dapat dibagikan kepada peserta didik



373



yang mengikuti mata pelajaran tersebut dalam bentuk pdf, atau word dan slide bahkan video. Aplikasi selanjutnya yang dapat membantu dunia pendidikan di masa kini adalah zoom app, yang merupakan aplikasi yang digunakan beberapa perguruan tinggi dan sekolah untuk melakukan pembelajaran yang ada sehingga pembelajaran bisa berlangsung lebih interaktif dan lebih hidup meskipun tidak bertatap muka secara langsung. Pada kondisi seperti saat ini, dimanadunia bahkan indonesia sedang di landa dengan bencana penyakit yang berbahaya sehingga menyebabkan setiap orang tidak bisa bertemu di suatu tempat secara bersamaan kini dapat dihubungkan dengan aplikasi zoom. Aplikasi zoom membuat dunia pendidikan tertap bisa berjalan seperti sediakalah. Dalam hal ini peserta didik dan pengajar dapat bertemu face to face dan dapat berinteraksi dan bertanya secara langsung. Terutama dapat dapat menampilkan presentasi mata pembelajaran secara langsung. App zoom ternyata sangat membantu dengan kehadirannya dalam dunia pendidikan, sebelumnya belum banyak orang yang tahu tentang aplikasi ini namun karena sebuah peristiwa terjadi sehingga akhirnya setiap tenaga didik berusaha untuk membuat sistem pendidikan tetap berjalan dan disini mereka mulai belajar menggunakan sebuah perangkat yang baru guna menunjang pendidikan di masa kini. Namun sayang aplikasi zoom ini memiliki kendala, dia memberikan batas waktu yang ada pada setiap penggunanya setelah beberapa kali digunakan sekitar 40 menit dan lewat dari itu kelas online akan mati sendiri tapi tenang anda bisa memulai kelas kembali dengan memberikan id dan password



374



yang baru kepada peserta didik anda dan hal ini akan melakukan hal yang sama setelah 40 menit. Melihat hal ini sebenarnya dunia pendidikan telah memiliki banyak sekali kacamata baru berupa perangkat yang pada akhirnya membuka celik mata seseorang pengajar untuk menggunakan kacamata tersebut dengan teknologi yang ada. Perubahan itu saling terkait ? Setiap Perubahan yang ada pasti memiliki dampak yang terkait dengan segala aspek dan keadaan yang ada. Sebagai contoh perkembangan teknologi yang terjadi membawa perubahan dalam bidang perekonomian, munculnya toko online, layanan ojek online seperti gojek dan grab dan layanan pengiriman makan secara online,bahkan ada pengiriman barang ekpres yang mereka sediakan hanya dalam waktu beberapa jam da ternyata hal ini akan berdampak juga kepada dunia pendidikan. kenapa bisa dikatakan demikian karena pada saat ini gaya hidup seseorang telah berubah karena kemajuan teknologi yang ada. Pada zaman ini setiap orang disunguhkan dengan perangkat cangih yang bisa di bawa kemanapun, bahkan disaat senja mereka lebih sering asik dengan gawai yang ada. Generasi pada masa kini lebih piawai ketika menggunaka gadget yang ada dan gawai sudah menjadi gaya hidup pada masa kini, mereka dapat dengan cepat mendapatkan informasi yang dibutuhkan jika demikian maka para pengajarpun harus bisa mengikuti perubahan yang terjadi sebab jika tidak maka mereka akan tergerus dengan dunia mobilitas informasi yang cepat. Maka dengan demikian para pengajar juga harus mengikuti perubahan yang terjadi karena mereka adalah posisi yang sentral dari ilmu



375



pengetahuan memang secara umum pengajar sebenarnya lebih diposisikan sebagai teman pendamping, fasilitator para peserta didik yang ada dan hal ini tidak dapat diajarkan oleh mesin digital yang ada namun perlu diperhatikan bahwa disatu sisi mereka juga harus berani untuk mengikuti perubahan. Dalam hal ini Juga kita harus belajar dari sosok Nadiem Makarim yangmerupakan Menteri Pendidikan dan kebudayaan telah memberikan sebuah gebrakan perubahan yang luar biasa bagi indonesia baik dalam dunia perekonomian dan juga dunia pendidikan. sebelumnya kita tahu bahwa Pak Nadiem adalah Pemimpin dari perusahaan gojekdi indonesia, meskipun dia muda ternyata dia sudah membawa sebuah perubahan yang sangat singfinikat terhadap perekonomian indonesia dan ternyata ketika dia menjabat sebagai Menteri pendidikan di berusaha memberikan sebuah sudut pandang baru bahwa pendidikan itu bukan hanya berbicara tentang lulus ujian saja tetapi lebih dari itu. Dalam hal ini dapat kita lihat dari langkahnya untuk menghapuskan UN dan diganti menjadi asesmen kompetensi dan survei karakter. Tujuan utama dari Pak Menteri ini hanya satu yaitu memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Pembangunan manusia yang berkualitas itu akan menguntukan sebab pendidikan yang utama adalah sosialisasi dan belajar hidup mandiri, mengembangkan nalar dan pikiran untuk kemajuan diri sendiri, bangsa dan negara. Kancamata Perubahan Pendidikan di masa depan Berbicara tentang pendidikan Indonesia di masa depan pasti terkait dengan berbagai faktor dan aspek yang ada terutama proses rancangan pendidikan yang ada dari tahun ketahun. Pendidikan indonesia memang telah melewati banyak



376



perubahan dalam berbagai hal yang ada dari perubahan kurilukum dan perubahan kebijakan yang ada. Perubahan kebijakan yang ada ternyata juga terkait dengan perubahan yang terjadi di berbagai aspek yang ada baik dalam hal perekonomian, bisnis dan lainnya. Berbicara lebih dalam tentang pendidikan indonesia kedepannya maka juga berbicara tentang sosok pemimpin di masa depan. hal ini bagaimana sosok pemimpin dimasa depan, apakah dia dapat memberikan sebuah racangan pendidikan indonesia yang lebih baik atau tidak namun jika dilihat dari pendidikan yang terjadi saat ini maka akan terlihat bahwa pendidikan indonesia kedepan akan terfokus kepada pendidikan yang berorientasi kepada sumber daya manusia yang memiliki kompetensi berkualitas. Kompetensi dalam bahasa aslinya competition menurut seorang toko bernama Spencer and Spencer mengatakan kompetensia adalah “Underlying characteristic’s of individual which is causally related to criterion referenced effective and or superior performance in a job or situation” yaitu, merupakan karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya. Secara umum, kompetensi adalah sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Jadi dari sini dapat dilihat bahwa seseorang tidak hanya cukup memiliki kemampuan dalam dunia pembelajaran tetapi memiliki kompetensi yang akan menunjang mereka kedepanya dalam dunia pekerjaan. Jika melihat lebih dalam lagi maka dapat dikatakanPendidikan yang Menjawab kebutuhan, Pendidikan di



377



indonesia seharunya akan menjadi Pendidikan yang menjawab kebutuhan yang ada sebab jika tidak maka Pendidikan tersebut tidak bisa digunakan setelah mereka menempuh pendidikan selama beberapa tahun selain itu pendidikan harus lebih lagi terintegrasi dengan teknologi yang ada, sebab teknologi yang ada akan membantu Proses pembelajaran lebih lagi sehingga menciptakan sumber daya yang berkualitas, Pendidikan yang berbasis teknologi memang bagus namun disatu sisi akan menimbulkan sumber daya manusia yang kurang secara sosial, maksudnya adalah manusia yang lebih berfokus dengan dirinya sendiri dan gadgetnya tanpa memperhatikan orang lain, dan jalan keluar terbaiknya dalam membuat sebuah pendidikan di masa depan adalah tetap menghubungkan pembelajaran tradisional dan pembelaran modren, maksudnya adalah masih perlu adanya tatap muka antara pengajar dan peserta didik sehingga adanya interaksi sosial secara langsung. Melihat Kacamata pendidikan yang ada di belahan dunia lain Saya akan memulai dengan sebuah kata “Tidak ada satupun yang tidak berubah termasuk Pendidikan”. Berbicara perubahan, mau tidak mau Indonesia harus berani untuk berubah, kenapa indonesia harus berubah, karena dunia ini pun berubah dan tidak ada satupun yang tetap sama. Di belahan dunia lainnya seperti ini China, Amerika, India sudah mengalami banyak perubahan terutama dalam dunia teknologi dan negara-negara ini mengalami perubahan yang sangat cepat dan Pemanfaatan teknologi yang ada disana dimaksimalkan semikian rupa. Salah satunya Korea Selatan pendidikan di Negeri Ginseng ini juga tercatat mengalami



378



pertumbuhan pesat. Teknologi menjadi poin utama dalam perkembangan pendidikan negara ini. Salah satu implementasinya yakni Korea Selatan menjadi negara pertama yang menyediakan layanan akses internet berkecepatan tinggi untuk siswa-siswi di sekolah dasar, menengah, dan atas.Apakah Indonesia ingin ketingggalan dengan mereka? Padahal dari segementasi pasar indonesia merupakan negara yang produktif dalam produk digital. Jutaan masyarakat indonesia pada saat ini sudah menggunakan Gawai mulai dari yang masih kecil sampai yang sudah Tua. Gawai pada saat ini merupakan komoditas terbesar di Indonesia dan selain itu bisa dikatakan tiada hari tanpa gawai bagi anak muda. Bila demikian dapat dilihat bahwa gawai pada saat ini sudah menjadi pendamping utama dari aktivitas manusia. Di zaman sekarang perubahan itu sangat mutlak terutama dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan sendiri harus menciptakan sekolah atau institusi pendidikan yang mengikuti perkembangan yang ada terutama dalam penggunaan teknologi yang ada. Disatu sisi Pendidikan juga harus memperhatikan beberapa aspek lainnya bukan hanya teknologi salah satunya negara Firlandia. Di Firlandia sistem pendidikan di negara yang terletak di ujung Benua Eropa ini sangatlah unik. Mulai dari gratisnya biaya pendidikan, tidak adanya seragam dan UN, hingga suasana belajar yang tergolong santai dan informal. Meskipun demikian, Finlandia justru menjadi negara terbaik di dunia dalam hal sistem pendidikannya. Kuncinya, mereka hanya memilih orang-orang terbaik untuk menjadi guru dan menerapkan kecintaan membaca kepada warganya sejak dini. Jadi dapat dilihat dari sini karena yang lebih penting adalah bagaimana



379



menciptakan sekolah atau institusi pendidikan dan segala fasilitas yang digunakan, menjadi suatu tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik dan para pendidik untuk saling mengembangkan sisi keilmuan dan menciptakan karya bagi bangsa Indonesia. Bukan cuma sekedar memperbaiki fasilitas pendukung pendidikan, tetapi yang terpenting adalah membuat sistem pendidikan yang dijalankan oleh para pihak khususnya para pengambil kebijakan yang benar-benar peduli terhadap pembangunan anak bangsa. Para Pengajar dan Wajah Perubahan Pendidikan di Masan Depan Perubahan dalam dunia pedidikan tidak akan terjadi jika tidak ada perubahan mindset para pengajar. Para pengajar dapat dikatakan merupakan aktor utama dalam dunia pendidikan dan tanpa mereka dunia pendidikan tidak akan berkembang bahkan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang ada tergantung dari bagaimana sosok pengajar mendidik para peserta didik yang ada. Pada dasarnya jika pada saat ini seseorang harusnya sudah memiliki disruptive mindset dalam menghadapi dunia ini maka jika tidak mereka tidak berani mengambil langkah menuju proses perubahan. Padahal pada saat ini kita perlu mengubah wajah pendidikan Indonesia secara fundamental, selaras seperti yang diungkapkan Henry Ford, "You can't learn in school what the world is going to do next year. Para pengajar sendiri seperti penulis katakan adalah pemeran utama dalam dunia pendidikan yang menopang



380



seberapa cepat dan lambatnya laju pendidikan yang ada. Namun begitu Ironisnya, Pada saat ini guru masih memiliki segudang persoalan, mulai isu kesejahteraan, distribusi penempatan yang belum merata, hingga persoalan kompetensi. Salah satu hal urgen yang harus dicermati demi menyiapkan guru masa depan ialah dengan mendorong para guru untuk memiliki disruptive mindset. Dalam buku Disruption yang ditulis oleh Rhenald Kasali, ia menyimpulkan bahwa "seeing is believing”, melihat sama artinya dengan membaca sebab tak semua orang bisa membaca mengenai orang lain, alam semesta, dan segala sesuatu yang tak tertulis dan tak terungkap”. Selain itu Rhenald Kasali juga menyampaikan bahwa Disruptive mindset" akan mendorong kita untuk senantiasa aktif bergerak tanpa terpengaruh oleh batasan ruang dan waktu dan ini akan menjadi jawabanbagi para pengajar di masa depan yang akan dibangun mulai dari sekarang. Seperti sebuah kutipan dalam kalimat kiasanyang selalu di dengungkan Pada Hari Pendidikan Nasional bahwa “Tuntutlah Ilmu dari Buaian hingga ke Liang Lahat” atau “Tuntutlah Ilmu hingga ke Negeri Cina” dari sini dapat dilihat bahwa menuntut ilmu itu tidak mengenal adanya batasan umur dan usia, serta tempat. Dari kalimat ini bila di kaitkan dengan Disruptive mindset yang dimiliki, merekalah para pengajar masa depan yang siap menghadapi tantangan ketidakpastian, sigap, adaptif dalam mengelola perubahan, dan menjadi penggerak kemajuan bangsa ini. Hal yang perlu diperhatikan juga bahwa pada saat ini Negara Indonesia akan memperingati Hari Pendidikan Nasionalyang jatuh setiap tanggal 2 Mei ini dan diharapkan



381



bahwa tulisan ini dapat memberikan makna tersendiri yang mendalam terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia. Selamat Hari Pendidikan !



Tentang Penulis



Sugata Salim yang dikenal dengan panggilan sugata, lahir di Bogor, 5 Maret 1994. Sugata mengenyam pendidikan formal S-1 di Sekolah Tinggi Teologi Bethel Idonesia (STTBI) dan Sedang Menempuh Studi S-2 Magister Manajemen di Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) dan Studi S-2 Magister Konseling Pastoral di STTEkumene Jakarta (STTE). Dan pernah menjadi Pengajar/Asissten Dosen di STTEkumene Jakarta di bidang Statistika dan Metodologi Penelitian. kini ia mulai menjadi praktisi menulis selesai mengikuti Sertifikasi Penulis Nonfiksi dari Lembaga Sertifikasi Profesi.



382



PENDIDIKAN DI MASA DEPAN: TANTANGAN BAGI SEKOLAH “ISLAMI” YANG DIRINDUKAN Oleh: Agus Nurcholis Saleh Dosen Universitas Mathla’ul Anwar Banten



Cinta – Rindu – Harapan: Kami Pergi ke SekolahKarena Cinta, Kami Kerasan di SekolahKarena Rindu, Kami terus Bersekolah Karena Harapan di masa depan ==========



Pendahulu agi itu di sebuah jalan, di sebuah kampung pojokan Pandeglang, serombongan putih biru berjalan beriringan membuat pasukan. Pandangan mereka lurus ke depan, tidak tengok kiri-kanan. Tak ada canda di sepanjang jalan, bak robot siap berperang. Waktu di jam tangan menunjukkan pukul 05.48 WIB, saat banyak orang bermalas-masalan di peraduan. Kuungkapkan rasa bersama subhanallah, seraya berdo’a: “semoga mereka jadi orang yang luar biasa”. Dari kejauhan, kupandang mereka dengan rasa penasaran. Tak sampai setengah jam, rombongan itu berbelok kanan. Gerbang sekolahan sudah mereka lewati, sambil bergumam



P



383



selamat datang. Alangkah senangnya itu sekolahan, mempunyai siswa yang loyal dan militan. Semoga saja semangat pagi yang mereka miliki tetap terjaga oleh cinta, rindu, dan harapan mereka terhadap pendidikan dan kemerdekaan. Bercerita tentang pendidikan, pikiran saya melayang ke masa silam, saat duduk di bangku sekolahan. Untuk sampai di SD, setiap pagi kulewati sawah. Kalau sedang basah, karena tadi malam turun hujan, maka berjalan sambil membawa tongkat. Tujuannya mengibaskan padi yang selonjor ke galengan. Meski berbasah-basah terpapar embun padi, saya terus berjalan menuju sekolahan.Ada semacam tarikan untuk segera tiba di sekolahan. Selain pesawahan, kami juga melewati bukit kecil, dan perkampungan.Kami berangkat beriringan bersama kakak perempuan. Enam kilometer berjalan kaki bukanlah hambatan, karena ada guru yang siap memberikan sambutan. Setiap pagi selalu mendahului. Artinya, kalau tidak sedang sakit atau berhalangan, ia selalu menyambut kami.Ia seorang perempuan separuh baya, yang mungkin sekarang sudah meninggal dunia. Semoga ia menemui tabungan pahalanya. Sekolah itu Sistemis Secara ideal, sekolah itu bukan hanya sebuah bangunan yang terdiri dari kelas-kelas, ruang guru, dan halaman sekolah.Terlalu sempit jika seorang manajer sekolah hanya focus di urusan simbolik dan permukaan. Hal itu karena masih banyak yang perlu diperhatikan, apalagi terkait dengan pemenuhan kebutuhan primer peserta didik, dan beberapa sarana-prasarana yang bisa mendukung kegiatan sistemis di sekolah.



384



Sekolah adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan. Definisi ini sangat pas jika sekolah disebut sebagai satuan pendidikan. Sekolah adalah kesatuan proses pendidikan. Ada sekelompok orang yang saling tolong menolong.Masing-masing pihak memberikan pertolongan, sekaligus menerima pertolongan. Jika tidak terjadi, ada apakah dengan sekolah? Sekolah itu bukan milik perorangan atau dikuasai oleh perseorangan.Ada kerjasama yang harus diwujudkan dalam rangka mempertahankan kemanusiaan. Tujuan sekolah itu tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan. Jika ada yang merasa tersakiti saat di sekolah, maka harus ada evaluasi tentang kesejatian sekolah. Jika ada yang keluar tanpa pamit, ada penduduk sekolah yang hilang kemerdekaannya, berarti proses dan input sekolah harus dievaluasi. Sekolah adalah pertemuan antara murid dengan guru, dimana keduanya harus berpijak dalam landasan yang sama, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan kepribadian. Allah menitipkan kesempurnaan kepada makhluk yang berwujdu manusia.Allah tidak membeda-bedakan di awalan. Setiap manusia telah mendapatkan apa yang menjadi haknya. Semua kebutuhannya telah dipersiapkan(diberikan). Hal ini terkait dengan tugasnya untuk hidup di dunia. Kehidupan ini ada jalannya. Manusia dipersilahkan untuk menempuh jalannya masing-masing. Ada yang lurus, ada yang memutar, ada yang zig-zag, dan ada juga yang bolak-balik. Konsekuensi dari masing-masing jalan harus diterima dengan lapang. Sebaiknya, manusia harus menyediakan energi untuk



385



membuat peta jalan yang membahagiakan.Jika berjalan tanpa persiapan, maka bersiap-siap lah dengan kehabisan energi saat masalah terus menghampiri. Dengan peta jalan, manusia tidak akancepat kehabisan energi, sementara tujuan perjalanan masih jauh dari bayangan. Jika dalam peta tidak ada belokan, manusia tidak seharusnya untuk berbelok ke kiri atau kanan. Setiap pilihan itu ada konsekuensi. Sementara itu, tidak semua manusia bersiap sedia menerima akibat dari pilihannya. Ketika tersesat, manusia sering memilih untuk mengumpat daripada segera kembali ke jalan yang telah tergambar dalam rute kehidupan. Sekolah adalah satu diantara banyak rute manusia di dunia. Manusia boleh memilih rute ini (bersekolah) dan boleh tidak memilih (tidak sekolah). Kata kuncinya adalah ilmu, bukan ijazah. Oleh sekolah, keduanya harus disatukan. Jika peserta sekolah tidak berilmu, ya jangan dikeluarkan ijazahnya. Sementara dalam kenyataan, ada banyak pemegang ijazah tapi tidak memiliki pengetahuan, ilmu dan wawasan. Lantas, dimanakah kesalahan? Sebaliknya, ada juga manusia yang secara skill sudah diterima oleh pasar, tapi ia tidak memiliki ijazah sekolah. Bukti dari skill-nya adalah terdaftar sebagai tenaga kerja di sebuah perusahaan atau lembaga usaha. Tanpa ijazah, ia sudah bisa survive. Ia tidak perlu menangis dan merengek, apalagi mendemo, atau bersedih karena PHK. Kemampuan yang dimilikinya adalah demo terbaik untuk diperlihatkan kepada pasar dan lembaga-lembaga usaha. Dimanakah ia mendapatkan kemampuannya? Hal ini harus memacu sekolah untuk menjadi “pasar” yang ramai didatangi



386



karena murah namun tidak murahan.Kata kuncinya, ilmu itu milik Allah.Jika hendak diperjualbelikan, manusia harus izin terlebih dahulu kepada Allah.Dan Allah sudah pasti tidak akan mengizinkan. Apakah sekolah bonafid-favorit itu harus dibanderol mahal?Sekali lagi, Allah telah disingkirkan. Sekolah itu bukanlah pasar ijazah.Pengelolanya bertanggung jawab dunia dan akhirat. Orang tua tidak sedang membeli pendidikan bagi anak-anaknya. Sebaliknya, pihak sekolah pun jangan merasa sedang menjual ilmu yang diketahuinya. Jika terjadi tahan-menahan, tuntut-menuntut, berarti tidak ada Allah di sekolah. Padahal, semua sistem yang ada di sekolah, semuanya berkemampuan dan berjalan atas izin Allah. Sekolah itu sebuah system kesadaran. Pengelola sekolah harus menyadari bahwa tidak semua peserta didik memiliki kemampuan yang setara, baik dalam pikiran maupun harta benda orang tuanya. Pengelola juga harus melakukan brief kepada para guru sebagai hamba Allah yang pantas digugu dan ditiru. Kemudian yang paling penting adalah tentang metodologi.Jangan karena “kebodohan” guru, kemudian para peserta didik tidak menyukai dan mencintai ilmu. Di pihak orang tua, harus disadari bahwa anaknya adalah amanah dari Yang Kuasa.Ia bukan pemilik anak, tapi hanya tertitipi anak-anak. Secara Alquran, anak-anak adalah permata hati yang membahagiakan siapapun yang mengamati.Jika anakanak tidak menjadi permata, maka pihak yang pantas didakwa adalah orang tua. Jika anak-anak tidak menjadi sumber bahagia, orang tua jangan mendakwa anak sebagai pembawa malapetaka.



387



Sebagai anak, kesadaran bersekolah itu bisa muncul secara cepat atau bisa terjadi sangat terlambat. Kuncinya pada pemandangan yang tampil dan sering muncul di sekitarnya. Jika selalu dipertontonkan kekerasan, maka pribadinya akan keras sebagaimana masukan keseharian. Jika terus menerus dengan tayangan yang melenakan, maka hidupnya gampang terlena dengan tipuan. Kalau sekolah tidak melahirkan kesadaran, berarti sekolah harus segera dibubarkan. Itulah tantangan dari Allah yang harus dijawab oleh manusia secara cerdas dan bekerja sama. Inilah system yang harus dibangun manusia.Setidaknya ada empat pihak yang harus merasa dan bertanggung jawab terhadap kepercayaanNya.Mereka adalah guru, orang tua, pengelola sekolah, dan penghuni lingkungan sekitarnya. Anak-anak adalah manusia suci nan sempurna. Setidaknya pas mereka bayisaat mereka memulai hidup.Adakah sekolah yang memahami siklus ini? Guru yang Welcome Saat dahulu, penulis merasa sakit hati dan kecewa.Ketika itu ada pembukaan lowongan guru karena kedaruratan keadaan.Mereka yang berijazah SLTA pun diperbolehkan. Penulis tidak protes kepada mereka yang berjuang untuk bertanggung jawab terhadap profesinya. Saya berbahagia kepada mereka yang rajin membaca dan mulai berlatih untuk menikmati bahagianya dipercaya.Apalagi kepada yang terus-menerus persiapan dan memperbaiki diri. Justru, kekecewaan itu lahir karena merespon ucapan tanpa pengetahuan.“Lumayan lah daripada nganggur.”Tentu, 300 ribu adalah angka yang cukup lumayan dibandingkan dengan



388



tidak berpenghasilan.Namun kata-kata lumayan tidak akan sebanding dengan akibat yang dilahirkan. Mereka tidak sadar dengan pertanggungjawaban.Mereka tidak tahu bahwa profesi guru adalah profesi sacral dan mulia.Jika salah dalam mengelola, maka kemuliaan manusia akan sirna. Jadi guru kok coba-coba?Andai ia bekerja dengan benda mati, tentu tidak menjadi persoalan. Tapi menjadi guru itu berhadapan dengan makhluk hidup.Jika terjadi kerusakan pada manusia, maka pemulihannya tidak seperti service alat elektronik. Allah menciptakan manusia dengan keunikannya, dimana seorang dan persorangan makhluk itu tidak memiliki persamaan.Kalau lah percobaan itu untuk kebaikan, semakin baik, dan menjadi yang terbaik, itulah yang digariskan. Mari kita simulasikan percobaannya.Anggaplah ini sebagai ujian.Percobaan pertama adalah perubahan panggilan, “Bu guru” atau “Pa Guru”. Katakanlah tambahan panggilan dari kebiasaan. Apakah yang terlintas dalam pikiran seorang guru baru jika mendapatkan panggilan seperti itu? Sebagai orang tua, penulis berharap bahwa ada amanat yang besar dalam panggilan itu.Silahkan merasa bosan, tapi seorang guru itu harus menjadi teladan di setiap kesempatan. Percobaan kedua, mereka akandiuji dengan ciuman tangan. Di setiap pertemuan, dimanapun terjadi, siswa didik akan menghampiri dan bersalam-cium tangan. Bagi masyarakat Pandeglang, cium tangan kepada senior (orang tua, kakak) itu sudah seperti nafas. Oleh karena itu, kalau tidak salaman berarti tidak bernafas.S emoga saja tidak sekadar seremoni atau symbol. Hal itu mendorong percobaan (ujian) ketiga, yaitu seorang guru akanselamanya berstatus guru.



389



Hal ini harus disadari oleh semua guru supaya tidak berdalih dengan waktu dan lokasi.Apakah ketika di luar ruang kelas/sekolah kemudian boleh berbuat sesuka-mau?Apakah ada perbedaan bahasa antara di kelas/sekolah dengan di luar tugas gurunya? Apakah di kelas menjadi jaim, menjaga image, sedang di luar kelas boleh tidak menjada? Bagi siswa dan orang tua, hal itu tidak dibeda-bedakan. Sekali menjadi guru, maka akan selamanya menjadi guru. Akibatnya, ada banyak guru yang terjebak dalam split personality. Kemudian runtuhlah kewibawaan seorang guru.Di depan sangat berbeda dengan belakang. Apa yang di kiri tidak bisa dipindahkan ke kanan. Ini adalah percobaan (ujian) yang keempat.Sepertinya mereka tidak merasa harus lulus dengan ujian-percobaan. Faktanya, mereka berani tampil berbeda antara di ruang kelas dengan di luar kelas.Katanya manusiawi.Suatu jawaban yang menyakitkan hati. Adakah solusi?Tentu ada.Untuk keterdidikan, Allah telah menyebarkan banyak contoh keteladanan. Masalahnya terletak pada kemauan pendidik hari ini untuk melanjutkan. Sebuah ungkapan dari seorang ‘ulama wara’, “Wahai santriwansantriwatiku, jangan engkau menjadi pengikutku, tapi jadilah penerus langkah (perjuangan)-ku.”Pesan inilah yang sesuai dengan panduan kehidupan, agar tidak ada lagi kebodohan yang menggelayuti manusia. Seorang guru tidak boleh memaksa, dengan alasan dan kondisi apapun. Oleh karena itu, tidak boleh seorang guru menuntut untuk diikuti secara buta. Justru, seorang guru harus meminta muridnya untuk cerdas dan terbuka. Guru tidak boleh menutup cahaya dengan kegelapan dirinya. Guru yang memaksa,



390



tidak terbuka, banyak menuntut daripada memberi, tidak ada contoh dalam kehidupan, apalagi memulai langkah kemajuan, berhentilah dari peredaran. Pendidikan adalah bekal bahagia di masa depan. Allah menitipkan kebahagiaan melalui ilmu pengetahuan. Adapun harta akan menjadi ujian yang memabukkan. Setiap ilmu yang dikait-kaitkan dengan harta, maka pengetahuan itupun sekaligus menjadi ujian. Ada banyak manusia yang menjajakan keyakinan dan pengetahuan untuk segepok kekayaan. Jadilah pendidikan mengalami penyimpangan, dimana oknum-oknum meraup gembira dibalik kepayahan. Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh tergantung atas kekayaan. Guru-guru harus membantu peserta didik yang butuh pendampingan, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia masih kekurangan. Atas berbagai kekurangan ini, konsentrasi orang tua lebih kepada pencarian harta-kebendaan. Sementara, harta berupa pendidikan tidak mendapatkan perhatian. Oleh masyarakat “pinggiran”, pendidikan tidak dianggap sebagai bekal kehidupan. Akibatnya, pendidikan anak-anak di pinggiran sangat jomplang.Orang tuanya mengabaikan, dan sangat bergantung kepada persekolahan. Mereka tidak pernah bertanya tentang kemajuan pendidikan anaknya.Mereka menerima apapun bentuknya. Mereka tidak tahu sampai sejauhmana potensi anaknya telah berkembang. Mereka benar-benar dibutakan. Sementara itu, akses kepada sekolah berkualitas tidak seiring dengan kemampuan masyarakat pinggiran. Dalam posisi dan kondisi masyarakat seperti itu, setiap guru harus mampu menjadi solusi atas permasalahan. Guru harus



391



membuka jalan ke masa depan. Hidup ini harus digembirakan.Tapi bukan dengan gemerlap hura-hura dan kesenangan tipuan. Guru harus berbagi kebahagiaan, bahwa dengan ilmu, jalan ke masa depan sangat terbuka lebar. Guru harus menjadi cermin yang utuh, dan tidak boleh retak karena masalah-masalah yang tidak substansial. Secara awalan, setiap guru harus sudah selesai dengan segala persoalan dirinya. Ketika datang ke sekolah dan masuk ke ruang kelas, guru harus dalam kondisi terbaik.Jika sedang down, guru harus up terlebih dahulu. Jika sedang merasa labil, guru harus stabilize terlebih dahulu. Jika sedang separasi, guru harus menata diri untuk di tahap integrasi.Guru jangan sampai menjadi penghalang pancaran cahaya, dan malah membuat manusia gelap gulita. Rumusnya sangat sederhana. Guru harus menjadi awalan, harus menjadi contoh dalam memulai. Jika tidak ingin disakiti, maka guru tidak boleh menyakiti. Jika ingin dihormati, guru lah yang pertama menyayangi. Jika ingin didengarkan segala ucapannya, guru harus membuka selebar-lebarnya pendengaran. Guru harus mengawali tentang keyakinan bahwa senyuman itu sangat meringankan dan menjadi pendengar itu sangat membahagiakan. Inilah kunci di awalan, yaitu mendidik siswa dengan rangkulan. Percayalah, ada kehangatan dalam rangkulan.Penulis sangat berharap kepada para rekan guru di sekolah untuk menyambut para peserta didik dengan dekapan kasih sayang. Guru-guru jangan kalah dengan Lotzo the Hugging Bear: “I am a big hugger”. Kesan pertama menjadi penting sekali, tidak hanya bagi siswa, tapi juga membuat orang tua semakin percaya.



392



Guru dan peserta didiknya tidak boleh berjarak. Berhasil tidaknya seorang siswa meraih cita-cita tergantung dari akomodasi guru terhadap keinginan siswa. Keinginan yang dimaksud adalah pintu masuk untuk meluruskan dan merumuskan.Bagi siswa, mereka harus memiliki sebanyakbanyaknya mimpi.Kemudian tugas guru untuk membumikan setiap mimpi itu dalam langkah-langkah yang pasti. Guru harus menjadi pribadi yang sejati, supaya cahaya siswa tidak meredup sampai gulita. Tugas guru adalah berkontribusi dalam pemeliharaan cahaya siswa.Dengan cahaya, semuanya menjadi terbuka.Dengan cahaya, semua pengetahuan dunia tinggal dijemput dan diambil. Bahkan, segala hal yang gaib akan terbuka. Belajar tidak lagi semata kognisi, tapi sudah melebihi meta kognisi. Psikomotirik hanyalah aksi, tapi kegiatan itu terlindungi oleh kesempurnaan afeksi. Penulis meyakini bahwa untuk menjadi ideal itu mudah dan sederhana, asal setiap pribadi tidak selalu mengimami emosi.Allah adalah Tuhan.Sementara emosi adalah energy untuk menuju Ilahi. Guru dan siswa memiliki perasaan yang sama. Jika dipimpin oleh cahaya Ilahi, sangat mudah untuk menyatukan pekerti.Penjelmaan potensi siswa dalam pekerti yang luhur menjadi sesuatu yang alamiah dan mengalir begitu mudah, asal gurunya membuka diri (welcome). Lingkungan yang Menyejukkan Signifikansi tentang lingkungan telah diajarkan Allah melalui kisah masa kecil Rasulullah SAW.Lingkungan perkotaan yang bising, atau lingkungan industry yang polutif, tentu sangat berpengaruh terhadap orang-orang yang menjadi penduduk di



393



lingkungan itu.Siapa yang hidup di wilayah panas, maka mudah sekali tersambar panas.Siapa yang hidup di wilayah sejuk, maka sejuklah pikiran dan perasaannya. Setiap bayi akan menangis jika lahir. Hal ini terkait perubahan lingkungan.Saat menjungkir di perut dan bergelapgelapan, tiba-tiba harus keluar dari kegelapan menuju terang benderang.Ketika di perut, lingkungannya steril dari berbagai anasir, kecuali dari ibunya sebagai satu-satunya sumber.Ketika waktunya harus keluar, ia harus berjuang dan beradaptasi dengan berbagai kondisi dan keadaan. Semoga ibunya diberikan kesabaran dalam kesejukan. Sebagai lingkungan pertama, ibu-ibu adalah actor utama.Hitam putihnya bayi sangat bergantung kepada ibunya.Jika ditelantarkan oleh ibunya, maka ketentuan ini berpindah kepada yang terdekat darinya dan melekat.Ada bayi yang berpindah ke neneknya.Ada yang berpindah kepada paman atau pakde-nya.Ada juga yang hijrah ke panti asuhan.Bahkan, ada yang tak terurus oleh manusia dan diuruslah oleh semesta alam. Cerita tentang lingkungan awalan ini sangat penting untuk diperhatikan oleh sekolahan.Untuk ketepatan perlakuan, sekolah harus memiliki portofolio setiap peserta didiknya. Kesalahan dalam database, atau bahkan tidak menjadi catatan sama sekali di sekolah, maka sangat berpengaruh terhadap perlakuan dan pengasuhan. Benih yang baik akan tumbuh menjadi pohon yang baik. Sebaliknya, pohon yang baik pasti lahir dari benih yang baik. Setelah itu, lingkungan keluarga adalah yang kedua.Sebagai lingkungan terdekat, ayah adalah yang kedua setelah ibunya.Bisa jadi, di beberapa kejadian, ayah terkalahkan oleh neneknya.Hal itu bergantung pada para pihak yang segera



394



mendekat setelah terjadinya kelahiran.Jika keluarganya merupakan big family, maka saudara-saudaranya harus terkontrol dan terkendali. Si bayi akan merekam apapun yang terasa, terdengar, dan terlihat olehnya. Selanjutnya adalah lingkungan tetangga. Dalam beberapa hal, tetangga terasa lebih dekat daripada suadara. Setidaknya mereka yang posisi rumahnya di depan atau berdekatan dengan pintu belakang. Meskipun sikap tetangga tergantung sikap yang ditampilkan keluarga, tapi ada beberapa budaya yang bisa jadi sangat berbeda dengan yang dibiasakan di rumahnya, karena masing-masing keluarga punya gaya, dan gaya itu pasti tidak sama. Tetangga ini bisa dibagi lagi menjadi dua, yaitu tetangga dekat yang melekat dan tetangga jauh yang terlihat dan terlewat. Artinya, sebagai manusia pasti bersosialisasi. Dalam kejenuhan, manusia ingin wara-wiri. Ketika masih kecil, pasti ada tempat bermain untuk bersama sebayanya. Kadang dari kita yang berkunjung, dan terkadang anak-anak kita yang menerima kunjungan. Begitulah kehidupan yang harus diterima secara sadar dan penuh kebahagiaan. Ketika berinteraksi dengan lingkungan, sangat wajar terjadi pengaruh dan mempengaruhi. Masing-masing akan belajar negosiasi. Sedikit demi sedikit terjadi adaptasi. Anak-anak belajar hamper setiap hari, meskipun tidak secara formil. Ada saja momen pelatihan dimana mental akan mulai ditempa. Secara rasa, anak-anak masih hampa. Tapi lambat-laun, interaktif bersama lingkungan akan menjadi pondasi yang menentukan. Sejak kecil, mereka berlatih tanpa henti.Ada diantara mereka yang ingin dijadikan leader.Sementara sisanya setia



395



sebagai follower.Ketika ada seorang follower ingin naik pangkat menjadi leader, maka terjadilah pergesekan. Orang-orang dewasa yang menyaksikan tidak boleh abai dengan tanda-tanda alam. Jika menyaksikan ketidaklurusan, maka secepatnya harus dikembalikan. Jika belum berani bertindak sendiri, maka harus disampaikan kepada orang tuanya. Sebagai pendidikan pertama dan utama, orang tua harus lebih intensif untuk mengawasi, melindungi, dan memberi arahan yang mudah dimengerti. Energy yang dialokasikan hari ini akan terbalas sempurna suatu saat nanti. Jika hari ini leha-leha, dan tidak ada buangan energy, maka tunggulah saat datang dimana masalah akan berdatangan tiada henti. Akhirnya, sejumlah energy harus disiapkan untuk memadamkan permasalahan. Bahkan, berlipat-lipat lebih sepuluh kali. Orang tua menjadi kunci. Sementara sekolah hanya asistensi. Oleh karena itu, jangan terlalu mengandalkan persekolahan kecuali benar-benar tidak mampu dalam pengelolaan pendidikan.Para guru juga adalah orang tua. Oleh karena itu harus memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Guru dan orang tua adalah satu kesatuan untuk memahami pengkondisian. Bersama masyarakat, ketiga pihak harus bergandengan tangan dalam mengelola dan memelihara kesempurnaan. Teman yang Suportif Manusia adalah makhluk social.Ia tidak terlahir secara individual, karena saat bayi, manusia tidak lahir begitu saja tanpa peran dari para pihak terdekatnya. Secara waktu, ada sembilan bulan yang harus dilewati untuk menjadi makhluk yang



396



sempurna. Pada masa ini, seorang bayi (janin) sangat tergantung kepada ayah ibunya.Tentu, seorang ibu adalah segalanya. Tapi tanpa keberadaan ayah, banyak orang akan bertanya-tanya. Secara lahir, setiap bayi akan hadir sendiri-sendiri. Meskipun kembar dua atau lebih dari dua, mereka tidak serta merta keluar bersamaan. Tapi dalam proses kelahiran pasti ada peran social dan lingkungan. Seorang ibu tidak bisa mengeluarkan sendiri bayinya.Ia membutuhkan bantuan dari seorang juru lahir. Diiringi do’a dari keluarga besarnya, Allah mengizinkan manusia baru untuk meneruskan perjuangan dan perjalanan kehidupan. Ketika beranjak besar, setiap manusia membutuhkan teman.Jika ditinggal sendirian, anak kecil itu akan “berteriak ketakutan”. Kemudian spontan menengok kiri dan ke kanan. Setelah itu akan menangis untuk menarik perhatian. Sebuah percobaan telah dilakukan, dimana seorang manusia ditinggalkan sendirian.Ternyata, mereka tidak mampu dan tidak lama bertahan.Psikologisnya tidak mendapatkan sentuhan.Mereka memilih untuk kembali kepada Tuhan. Di sekolah, peran teman sangat menentukan. Jika berteman dengan kebaikan, maka pengaruh-pengaruh kebaikan akan hadir dalam pikiran dan perasaan. Sebaliknya, jika teman itu berupa kejahatan, maka manusia akan membiasakan diri untuk mencintai kejahatan. Bersamaan dengan factor lingkungan, keberadaan teman harus menjadi perhatian.Jangan sampai pergaulan bersama teman-teman malah menghancurkan kebaikan. Teman yang baik adalah teman yang memberikan dorongan dalam kepayahan.Tentu, apalagi dalam kondisi



397



kelapangan. Dalam kondisi normal, banyak teman yang membersamai. Apalagi jika kedekatan itu dibangun atas dasar materi. Untuk mendapatkan teman yang sejati, musibah itu sebuah keharusan. Saat itulah diketahui mana yang benar-benar berteman, dan mana yang berteman hanya musiman.Jika musim paceklik, maka teman-teman pergi menjauh. Oleh karena itu, penulis menganggap bahwa sekolah itu hanyalah media untuk belajar dan melatih pergaulan.Itulah satusatunya alasan bagi penulis dalam menyekolahkan.Anak-anak harus mendapatkan pendidikan tentang persahabatan.Ketika ada yang mendekat, maka harus bersiap jika ada yang menjauh.Ketika ada yang menjauh, rasakanlah beberapa hal yang memberikan pengaruh.Teman itu bisa datang dan mudah sekali pergi, tergantung “angin” memberikan panduan. Jika bersekolah karena alasan ilmu dan pengetahuan, di rumah pun bisa didapatkan.Bahkan, dunia maya telah menyediakan berjuta-juta informasi “rahasia” yang bisa diakses oleh semua.Ada yang senang mengumpulkan info dari media, tapi sedikit sekali yang menindaklanjuti.Seakan-akan pencarian dan pengumpulan itu hanya basa-basi.Selama tidak ada progres yang menjanjikan, kemajuan itu hanyalah mimpi dan bayangan. Keberadaan teman adalah untuk mengingatkan.Jika sendirian, godaan demi godaan tidak mudah ditaklukkan.Jika terlalu berat menanggung beban, maka bantuan teman akan meringankan. Kemajuan itu harus diperjuangkan.Adapun kebersamaan adalah bagian dari kemajuan.Manusia diberi beban untuk kelanjutan sebuah perjuangan. Jika terlalu ringan, tidak ada tantangan untuk terus maju menjemput masa depan. Dukungan teman merupakan “pembuka” bagi tersedianya



398



pintu-pintu kemudahan. Jika ada kesulitan, teman-teman akanmembantu mencicil permasalahan. Maksudnya, besarnya permasalahan akan dikikis sedikit demi sedikit oleh temanteman. Bantuan itu sangat beragam, mulai dari pemikiran, materi, tenaga, atau sokongan spirit untuk keluar dari permasalahan.Dalam setiap permasalahan, Allah selalu menyediakan jalan keluar dari permasalahan. Penutup Pendidikan adalah sebuah proses alamiah bagi setiap manusia. Artinya setiap manusia akan mengalami perjalanan keterdidikan. Diantara manusia, ada yang mengikuti proses ini secara sadar. Tapi kebanyakan manusia mengikuti proses pendidikan dalam keterpaksaan. Akibatnya, terjadilah gap antara harapan dengan kenyataan. Secara angka, Indonesia boleh merasa bangga, tapi secara nyata terjadi sebaliknya. Sejatinya pendidikan adalah kemerdekaan. Tapi kemerdekaan itu tidak benar-benar dirasakan. Secara ekonomi, rakyat Indonesia tidak merasakan kemakmuran.Padahal tongkat dan kayu jadi tanaman, saking suburnya tanah Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia merasakan kesulitan untuk survive di industri. Bahkan gini ratio semakin tinggi. Si kaya terus melesat, sementara si miskin selalu terikat. Di sector pendidikan, kemiskinan sering dijadikan alasan untuk tidak serius mengejar ketertinggalan. Satu-satunya peluang bagi orang-orang “miskin” adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu jangan malas membaca.Setelah itu, “Jika engkau bukan orang kaya, maka menulislah. ”Jika ingin mengejar status dan kekayaan, orang “miskin” jangan bersaing secara materi dan kedudukan.



399



Selamanya akan ketinggalan, meskipun jilatan tipu muslihat sering dilakukan. Pendidikan yang berkualitas bukanlah utopia.Selalu ada jalan untuk kemajuan.Setiap hari, manusia selalu diberikan kesempatan untuk melakukan evaluasi dan memperbaiki diri.Jika digunakan secara baik, maka semuanya akan berjalan dengan baik. Namun, bukanlah manusia jika tidak terjerumus ke dalam rekayasa.Manusia sudah terbiasa membuat dirinya terniaya.Entahlah.Terlalu banyak tentang manusia menganiaya dirinya. Hari ini, kita semua harus mengikrarkan komitmen bahwa pertama, sekolah itu harus memiliki system yang jelas dan terukur supaya warganya tidak mabok disebabkan jomplangnya system, atau system yang tidak berjalan. Jika system itu sudah tersedia, maka tantangan berikutnya adalah menjalankan system itu dengan sebaik-baiknya.Jika telah dijalankan, maka saatnya dievaluasi secara terbuka (open source) untuk mengetahui titiktitik dimana harus dilakukan perbaikan. Satu pihak pun tidak boleh merasa superior atas kesalahan dalam kenyataan. Jika terjadi penyimpangan atau bias-bias dalam pelaksanaan, semuanya harus duduk bersama dan terbuka terhadap berbagai input yang disampaikan oleh seluruh pihak. Jika terdapat tuduhan kesalahan, hal yang pertama adalah menerima semua tuduhan itu dan bersama-sama mendiskusikan solusi.Penuduh pun harus “dipaksa” dan diberi kesempatan untuk membuktikan. Kedua, system yang baik tidak akan berjalan secara baik jika tidak ada itikad baik dan komitmen dari pengelola. Oleh karena itu, person-person yang dipercaya untuk pengelola



400



haruslah terbaik dalam segala sisi.Biasanya, jarang sekali terjadi seseorang dengan seluruh kemampuan yang dibutuhkan.Jadilah kolaborasi adalah kebutuhan. Ringan sama dijinjing, berat bersama diangkat. Demi kemajuan, one man show adalah pilihan yang pahit. SDM adalah segalanya.Namun biasanya, SDM Indonesia dibiarkan merana oleh rupa-rupa peristiwa. Untuk melihat kualitas SDM, senyuman adalah pertama-tama dan syarat utama. Dalam keadaan sehat, semua orang akan mengetahui the sincere of smile. Ketulusan adalah penentu kualitas SDM. Jika ada seseorang dianggap mumpuni, tapi ia kesulitan untuk menyungingkan senyuman, kepribadiannya mengalami masalah yang sangat mendasar. Dengan demikian, pendidikan di masa depan adalah pendidikan yang dinaungi oleh semangat berbalut senyuman. Inilah yang diberikan Allah kepada semua orang tanpa perbedaan.Sementara materi, kekayaan, kedudukan, dan keduniawian, Allah hanya memberikan kepada yang dikehendakiNya.Jadi, ukuran yang digunakan secara universal adalah yang dimiliki oleh setiap orang tanpa sedikit pun effort yang harus dihabiskan. Seseorang bergelar Doktor, pendidikannya sudah tertinggi, tidak ada lagi jenjang yang lebih tinggi, penampilannya akan sangat menawan jika selalu terselip senyuman. Bersama senyuman, cahaya dan auranya semakin terasa. Ia tidak lagi membutuhkan pencitraan. Kewibawaan akan diberikan. Allah yang mengizinkan, untuk menghadirkan pendidikan dalam kesejukan. Ia tidak hanya sempurna dalam kasat mata, tapi secara jiwa sudah mencapai paripurna.



401



Jika ada sekolah berlabelkan Islam, jangan lupa dengan kesejatian.Inilah jati diri Islam, sehingga semua orang merindukan. Dengan senyuman, atas izin Allah, setiap peserta didik akan kerasan selama di sekolah. Label Islam itu harus berlandaskan kepada Islam. Sekolah Islam tidak boleh berjualan.Guru Islam harus menjadi teladan.Prinsip pendidikan dalam Islam adalah membiasakan bacaan, supaya kecerdasan tidak menjadi milik perorangan. Oleh karena itu, ikrar yang ketigadalam rangka dirindukan adalah mengembalikan kebiasaan kepada prinsip-prinsip dalam Islam.Sebagai muslim, kita harus membiasakan kebenaran, bukan membenarkan kebiasaan. Allah berulangkali memperingatkan untuk segera mengevaluasi kebiasaan.Jika sudah memiliki sandaran, silahkan diteruskan dengan keyakinan.Andai masih diragukan landasannya, segera diubah oleh kebenaran. Sebagai contoh, selamainiguru “selalu” dijadikan tulang punggung pendidikan. Tapi keteladanan menjadi nomor sekian. Padahal, Islam menomorsatukan bacaan sebagai dasar ilmu dan pengetahuan.Dari membaca Alquran akan ditemukan bahwa cermin keteladanan itu prinsip utama, supaya tidak ada lagi “Guru kencing berdiri dan murid kencing berlari.” Guru tidak boleh split personality dengan alasan apapun, termasuk manusiawi. Prinsip utama lainnya adalah membaca. Keberadaan guru harus sejalan dengan prinsip dasar ini. Artinya, guru yang hanya berinstruksi membaca kepada siswa, sementara kepada dirinya tidak mampu, ia belum lah sebagai guru. Instruksi terbaik itu adalah portofolio pribadi yang dikumpulkan secara terus menerus meskipun kegiatan formal di sekolah sedang berhenti.



402



Guru harus terus berlari sebagai pertanggungjawaban kepada profesi dan diri sendiri. Kejadian wabah di hari ini adalah bukti bahwa pendidikan terbaik itu bukan di sekolah, tapi di rumahnya masing-masing dimana ayah ibu dan saudara-saudara tuanya yang harus memberikan teladan kebaikan.Untuk benar-benar berwibawa, Allah melatih Rasulullah SAW.selama 40 tahun tiada henti. Itulah mengapa namanya masih diingat dan disebut sampai hari ini.Mari para orang tua dan guru-guru bercermin kepada Rasulullah, supaya anak-anak tidak menjadi korban. Orang tua menjadi kunci.Sementara sekolah hanya asistensi.Oleh karena itu, jangan terlalu mengandalkan persekolahan kecuali benar-benar tidak mampu dalam pengelolaan pendidikan.Para guru juga adalah orang tua. Oleh karena itu harus memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Guru dan orang tua adalah satu kesatuan untuk memahami pengkondisian. Bersama masyarakat, ketiga pihak harus bergandengan tangan dalam mengelola dan memelihara kesempurnaan. Wallahu a’lam



403



404



KEBERSIHAN BUKAN HANYA BAGIAN DARI IMAN, TETAPI JUGA PUNCAK CAPAIAN PENDIDIKAN Oleh: Atih Ardiansyah Dosen Universitas Mathla’ul Anwar Banten



ernyataan yang juga pembuka tulisan ini hampir pasti menjadi tema yang dibahas saban pergantian kekuasaan: ganti Presiden ganti pula Menteri Pendidikan, ganti Menteri Pendidikan ganti juga kebijakan di bidang pendidikan. Kita bosan dengannya tetapi kurang lebih memang demikianlah adanya. Dan yang kita rindukan dari segala siklus kekuasaan dan kebijakan tersebut tak kunjung datang, yakni kemajuan peradaban yang imbas kecilnya berupa kesejahteraan. Hellen Keller pernah mengatakan bahwa capaian tertinggi pendidikan adalah sikap toleransi. Sayangnya, akibat perebutan kekuasaan “toleransi” telah kita maknai secara serampangan. Sekadar sebagai bahan perdebatan untuk memukul lawan dan membela junjungan.Itu demikian kentara dari tiga peralihan kekuasaan: Pilpres 2014, Pilkada DKI 2017 dan terbaru Pilpres 2019. Padahal dalam beberapa referensi, toleransi berkait-erat dengan perasaan welas asih. Agama menyebutnya sebagai akhlak. Jika demikian, maka toleransi, kasih sayang, cinta, akhlak merupakan anak kunci membuka gerbang kemajuan peradaban. Islam telah jauh-jauh hari menjadikan toleransi sebagai pembuka peradaban. Prestasi gilang-gemilang di bidang politik,



P



405



sains, arsitektur, kedokteran merupakan buah dari pelajaran toleransi yang dibingkai dalam pelajaran thaharah (bersuci). Seperti yang kita, kaum Muslimin, ketahui bahwa thaharah merupakan bab pertama dalam kitab fikih. Sebagian besar ritus ibadah menjadikan kebersihan dan kesucian sebagai syarat utama. Lalu bagaimana bersuci berkaitan dengan toleransi sehingga bisa membukakan horizon peradaban yang maju? Steven Kandouw, Wakil Gubernur Sumatera Utara pernah menyebut bahwa persoalan besar kebangsaan kita yang mudah riuh dan terbawa angin politik hari ini lantaran persoalan yang sepele namun fundamental. Menurutnya, mayoritas anak bangsa gagal dalam program toilet training di masa kecilnya (Kompas, 10/5). Tesis Kandouw lantas ditanggapi dosen Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata, Margaretha Setiaji Utami. Katanya, kegagalan program toilet training semasa kecil berpengaruh besar pada perkembangan psikologis dan sosial individu setelah ia dewasa. Buktinya, tambah Margaretha, orang-orang dewasa masih belum paham kapan mengeluarkan rasa tidak enak dalam dirinya secara tepat di lini masa media sosialnya. Banyak kata kotor yang berasal dari kekesalan dalam diri yang dikeluarkan sembarang tempat dan waktu. Pelakunya merasa benar karena orang lain juga melakukan hal yang sama. Maka jadilah media sosial kita tak ubahnya sungai yang mengambang di atasnya berbagai kotoran dari aktivitas paling primitif kita (Ardiansyah, 2018). **



406



Toilet atau kamar mandi, di dalam hulu pikiran kita, erat kaitannya dengan segala sesuatu yang tidak menyenangkan. Saat masih di Sekolah Dasar, beberapa di antara kita barangkali pernah dihukum oleh guru dengan cara membersihkan kamar mandi. Kamar mandi identik dengan hal-hal yang kotor, tidak higienis, bahkan dalam agama diasosiasikan sebagai sarang setan. Seorang ahli psikologi, Erik Erikson (1902-1994), mengatakan bahwa seorang anak semestinya sudah harus diajari toilet training pada usia 1,5-3 tahun. Sehingga pada usia 7-12 tahun, anak sudah punya“sertifikat” lulus toilet training. Namun tampaknya, hal ideal yang disampaikan Erikson tidak ada dalam realita kita. Anak-anak, bahkan orang dengan usia dewasa bahkan tua, masih banyak yang belum mampu menggunakan kamar mandi dengan benar. Salah satu sebab kegagalan toilet training pada anak dan berimbas pada masa dewasa, menurut Erikson, adalah sikap orang tua yang lebih menyukai hal-hal praktis meskipun harus menggilas masa belajar anak. Banyak orang tua yang memakaikan diaper atau popok kepada anaknya. Pemakaian popok, tambah Erikson, akan menyebabkan anak tidak peka dan tidak belajar bagaimana mengeluarkan kotoran dalam dirinya secara tepat, tidak sembarang tempat dan waktu. Anak akan bebas-bebas saja mengeluarkan kotoran dalam tubuhnya karena popok pelan-pelan melenyapkan kepekaan si anak pada lingkungannya. Jika anak sudah lulus program toilet training, tambah Erik Erikson, maka anak akan memiliki autonomy tinggi dalam hidupnya. Autonomy adalah kemampuan mengendalikan



407



kehendak diri sendiri tanpa menyebabkan rasa sakit dan tidak nyaman pada lingkungannya. Toilet training mengajarkan kepada anak untuk menyadari apa yang dirasakan dalam tubuhnya, dan merencanakan kapan hal tidak mengenakan itu harus dikeluarkan tanpa merugikan orang lain. Bagaimanakah kriteria kamar mandi yang bersih dan nyaman? Ini bukan persoalan higienik semata. Kamar mandi mengajarkan kita untuk peka terhadap sesama. Jika Anda memasuki kamar mandi dan menggunakannya, Anda harus membersihkannya dengan baik karena akan ada orang lain yang menggunakannya. Saat Anda ingin menggunakan kamar mandi dengan nyaman, ketahuilah bahwa orang lain juga menginginkan hal yang sama. Ketika Anda merasa nyaman menggunakan kamar mandi, ketahuilah bahwa itu ada andil positif orang yang menggunakan kamar mandi sebelum Anda. Inilah nilai toleransi yang bisa kita petik dari aktivitas di kamar mandi. Nah, sudahkah kamar mandi di lembaga-lembaga pendidikan kita seperti pesantren, sekolah bahkan kampus memiliki dan memerhatikan toiletnya? Sependek pengalaman saya, dari beberapa kampus yang saya kunjungi, sedikit sekali kampus yang memiliki kriteria nyaman. Kebanyakan kamar mandinya bermasalah, bahkan ada yang klosetnya mampet dan tidak ada air. Hal ini membuat kamar mandi menguarkan bau tak sedap dan jadi sarang penyakit, juga sarang setan. Bayangkan oleh Anda, generasi muda yang belajar sambil kelojotan menahan kantung kemih yang penuh, seperti apa hasilnya? Rasakanlah oleh Anda bagaimana rasanya belajar



408



sambil mati-matian mengatup-rapatkananus lantaran tak kuat menahan rasa ingin berak. Maka jangan salahkan bila di sudutsudut jarang terjamah di kampus menguar aroma tak sedap. Sekarang, peradaban semacam apa yang akan kita jelang dengan aktor-aktor yang belajarnya mengalami kejadian horor sedemikian? Dan yang paling parah dari semua yang kita bayangkan akibat ketidaktersediaan kamar mandi yang layak itu, peradaban seperti apa yang akan dihuni anak cucu kita, dengan aktor-aktor yang dipaksa keadaan untuk tidak saling toleran? Menggunakan kamar mandi secara baik dan benar bukan hanya tentang bagaimana membuat kamar mandi tetap higienik, tetapi bagaimana mengendalikan diri dan membuat orang lain bahagia—minimal tidak terganggu. ** Sekarang, mari kita menengok peristiwa luar biasa yang pernah terjadi di Republik ini. Meski menimbulkan pro dan kontra yang tajam, demonstrasi yang dilabeli ‘Aksi Bela Islam 411’, 4 November 2016, memberikan pelajaran berharga terutama kejadian yang memiliki relasi dengan serat utama tulisan ini. Iman itu ada lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang, tingkatan tertinggi adalah ucapan ‘La ilaha illallah’, tingkatan paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan...(Muttafaqun’alaih). “Aku tertarik sama Aa Gym, Bi.” Keningku akan berkerut pastinya. Tetapi segera lipatan di kulit keningku akan menghilang. Aku akan memiliki kesimpulan,



409



bahwa Zola tertarik dengan Aa Gym karena kiai teduh itu ikut aksi juga. Tetapi rupanya aku salah. Bukan itu yang membuat Zola tertarik. “Aku merhatiin, Aa Gym kok malah bawa sapu dan pengki. Bukan di atas panggung, ngomong apa gitu, Bi. Kalau merhatiin apa yang Abi bicarakan, kayaknya Aa Gym ini punya iman cabang rendah, yaitu menyingkirkan duri (sampah) dari jalan.” Tawaku pasti akan lepas sekali. Istriku pun mungkin akan ikut tertawa atau menggeleng-gelengkan kepala. “Nah, Zola mau nggak dengerin Abi? Abi mau jelasin tentang cabang iman tertinggi, tapi bahasannya dari cabang iman paling rendah.” “Abi mau bahas tentang Aa Gym yang mungutin sampah?” Aku mungkin akan menarik garis bibir. Kemudian, agar Zola tak bertanya lagi, aku akan mengangguk dan menyiapkan diri. “Hadits tentang cabang iman, tertinggi dan terendah ini, adalah hadits yang sangat menarik. Abi pernah merenung, lamaaaaa sekali.” “Abi merenung tentang mengambil duri di jalan kenapa masuk cabang iman, ya?” “Iya. Abi memikirkan itu. Kenapa ya, memungut duri—bisa paku, kerikil tajam, atau mungkin sampah—dalam Islam tetap dinilai sebagai keimanan.” “Kenapa itu, Bi?” “Abi kira, kalimat dalam hadits ini dalam sekali maknanya. Memungut duri atau sampah dari jalan sebenarnya bukan hal yang sepele, tetapi justru sangat besar dampaknya. Bayangkan sama Zola, misalnya Abi melihat paku karat di jalan, terus Abi nggak ambil dan membuangnya. Pada suatu ketika, cepat atau



410



lambat, ada orang yang mau ke masjid, terus menginjak paku itu. Dia pasti akan kesakitan, tidak jadi ke masjid, dan bisa jadi harus dibawa ke rumah sakit lantaran kena tetanus. Atau, ada seorang dermawan yang hendak mengantarkan santunan, ban mobilnya kempes gara-gara melindas paku itu. Atau pula, ada orang yang sedang terburu-buru membawa kerabatnya ke rumah sakita karena sedang kritis, lalu ban mobilnya melindas paku itu yang membuat waktu terbuang banyak yang menyebabkan keluarganya tidak bisa ditolong dengan cepat dan mati. Bayangkan sama Zola, gara-gara Abi nggak ngambil paku itu, orang jadi batal berbuat kebaikan, atau orang bisa kehilangan keluarga yang dicintainya.” Zola menggigit bibirnya. “Kalau begitu, mungut duri dari jalan bukan hal yang sepele dong, Bi.” “Iya. Abi juga berpikir demikian.” “Terus...terus...Bi!” Aku akan mengambil napas sejenak. Kembali menyeruput teh manis yang mungkin sudah mulai dingin. “Abi malah berpikir gini, Zola: ada maksud tersembunyi yang sangat besar dari kalimat ‘memungut duri dari jalan’. Kita nggak boleh membatasi diri bahwa kalimat itu hanya berhenti di sana. Duri di sana nggak harus berarti duri, pecahan beling, paku, atau apapun. Yang lebih berbahaya dari duri adalah lidah.” “Maksudnya, Bi?” “Seorang muslim yang baik, yang punya iman di hatinya, harus membuang duri dari jalan kalau dia menemukannya agar orang yang menggunakan jalan menjadi aman. Seorang muslim yang baik, yang memiliki iman di hatinya, harus menghindarkan apa saja yang memungkinkan orang lain terganggu. Dan



411



gangguan yang paling sering muncul adalah kata-kata, lisan yang tidak terjaga. Bahkan lisan yang berhiaskan nama Tuhan sekalipun, kalau itu tidak meneduhkan tetapi membuat panas suasana, ibarat duri-duri yang tajam.” “Jadi menurut Abi, kalau ada seorang muslim yang tidak bisa menjaga lisannya, yang suka menyakiti orang lain dengan lisannya, itu sama dengan menebarkan banyak duri agar terinjak orang lain? Begitu kan, Bi?” Aku akan mengangguk. Lagi-lagi dengan sangat mantap. “Benar sekali, Zola. Seorang muslim yang baik, yang punya iman di dalam hatinya, harus membuat orang lain—muslim maupun nonmuslim—aman dari lisan dan tangannya. Orang yang menjaga ucapannya, yang tidak menyakiti orang dengan lisan dan tangannya, sama seperti orang yang menyingkirkan duri dari jalan agar orang yang melewati jalan itu tidak menginjak dan tersakiti olehnya.” Zola barangkali akan menghela napasnya. Dia akan merenung beberapa jenak. Aku hafal betul, karena seperti itulah aku setiap akan melayangkan pertanyaan susulan. “Bi, ucapan yang baik itu yang bagaimana, Bi? Apa harus selalu membawa-bawa nama Tuhan setiap berbicara?” Aku akan mengusap janggutku. Lalu menerawang langitlangit. Atau membalas sapaan tetangga yang kebetulan lewat di depan rumah. “Idealnya begitu, Zola. Tetapi nggak sedikit orang yang lisannya menyebut nama Tuhan tetapi di saat yang bersamaan menebar kebencian.” Zola menyambar kalimatku, “Bagaimana itu, Bi? Kok bisa gitu?”



412



Aku akan menyerahkan senyumku kepada Zola. “Islam itu agama yang damai. Agama yang memiliki misi kesalamatan bersama, Zola. Seorang muslim, yang punya iman di dalam hatinya meski kecil, harus menyelamatkan dan membuat orang lain aman dari lisannya. Coba Zola ingat-ingat, dulu Abi pernah ngajak Zola nonton di internet, ada yang berbaju seperti kiai tapi malah mengkafir-kafirkan orang lain.” “O iya, Bi. Aku ingat. Kalau nggak salah, kiainya itu pakai baju putih, pakai sorban, pakai kopiah, punya janggut juga kayak Abi. Ngomongnya juga menyebut-nyebut nama Tuhan, pake ayat suci, tapi iya sih: bilang ini kafir, itu kafir, ini sesat itu sesat. Aku jadi takut gitu, Bi.” Aku menyimak ucapan Zola hingga purna. Aku menangkap nada tendensius dalam kalimatnya. Aku segera mengingatkannya. “Tetapi ingat ya, nggak semua yang berjubah, sorban, peci dan janggutan suka mengkafir-kafirkan orang. Keimanan itu nggak bisa diukur dari penampilan fisik saja, Zola. Tetapi yang jelas, sesuai dengan pesan Rasulullah Saw, muslim yang baik itu, yang punya iman di hatinya itu, adalah dia yang mampu membuat orang lain aman dari lisan dan tangannya.” “Jadi, meskipun cabang iman tertinggi itu kalimat ‘Laailaahaillallah’, nggak serta-merta yang kalau ngomong bawabawa nama Tuhan dan ayat-ayat suci termasuk orang yang punya iman dengan cabang tertinggi, begitu, Bi?” Aku akan tersenyum mendengar pertanyaan model begini. Zola barangkali akan memiliki karakter begitu. Dia akan memulas kesimpulan pribadi menjadi sebuah pertanyaan yang bernada permintaan dukungan.



413



“Kata Abi tadi, cabang iman tertinggi, yakni ‘Laailaahaillallah’, dan yang terendah seperti menyingkirkan duri dari jalan, memiliki hubungan yang sangat erat. Justru praktik keimanan tertinggi itu ada pada keimanan pada tingkat terendah. Seorang yang memiliki keimanan kepada Tuhan, pasti akan melakukan kebaikan, sekecil apapun. Seorang yang punya iman di hatinya, tidak mungkin menyakiti orang lain dengan lisannya. Karena orang yang menyakiti dengan lisannya, seperti menebarkan duri-duri agar orang lain menginjaknya. “Orang yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, akan sangat berhati-hati menggunakan lisannya. Orang yang meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya tuhan, akan melakukan kebaikan apa saja, termasuk menyingkirkan duri di jalan agar orang lain tidak menginjaknya. Orang yang sudah tertanam dalam hatinya bahwa tiada tuhan kecuali Allah, tidak akan menyakiti orang lain—muslim maupun nonmuslim—dengan lisannya, meskipun kata-katanya itu dihiasi ayat-ayat suci.” “Jadi menurut Abi, Zola harus merevisi ucapan Zola?” “Ucapan Zola yang mana?” “Zola kan tadi bilang, Aa Gym yang bawa sapu dan pengki, yang mungut sampah waktu aksi 411, punya cabang iman terendah.” Aku langsung mengucek kepala Zola. “Abi kemarin nonton Indonesia Lawyer’s Club di TV. Di sana hadir pula Aa Gym. Banyak yang Aa Gym bicarakan. Tetapi satu yang menarik perhatian Abi. Aa Gym mengatakan kalau dia dan santrinya jadi pasukan yang bersih-bersih. Di depan Gereja Katedral, ada orang nonmuslim yang menikah. Gaunnya putih dan panjang. Aa gym dan yang lainnya membantu mengangkat gaun panjang itu karena jalanan



414



kotor, banyak sampah, dan belum disapu. Kata Aa Gym, itu indaaaaaah sekali. “Abi setuju, saat Aa Gym menyampaikan kalimat yang itu, terdengar sangat indah. Seperti itulah Islam. Dan itu nggak boleh hanya diartikan itu saja. Secara maknawi, itu juga harus diterjemahkan bahwa seperti itulah toleransi. Nggak peduli muslim atau bukan, kalau dia punya potensi menginjak duri— dalam kasus ini gaun menjadi kotor—harus dibantu, harus ditolong agar nggak mnginjak duri atau durinya segera disingkirkan. Itulah Islam. Itulah kedamaian. Itulah aksi damai.” “Jadi menurut Abi, apa yang dilakukan Aa Gym dengan bersih-bersih itu, meskipun melakukan hal yang tergolong cabang iman paling rendah, tapi didorong oleh keimanan yang tinggi dan sudah memaknai dengan betul kalimat ‘Laailaahaillallah’?” Aku akan menatap wajah Zola. Aku pasti akan mengecup keningnya, dan akan kukatakan kepadanya: “Wallahua’lam bisshowab.” Pulosari, 12 November 2016 ----------------------------------------------Atih Ardiansyah lahir di Pandeglang, 12 Juni 1987. Telah menulis ratusan artikel yang tersebar di berbagai media massa dan menerbitkan puluhan buku (sebagian besar berupa karya fiksi/novel) di berbagai penerbit nasional. Selain menjadi murid yang berguru pada orangorang hebat di ICMI Banten, kini bekerja sebagai dosen di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Bersama istrinya, dia



415



mendirikan Cendekiawan Kampung, sebuah platform yang mempertemukan genius kampung dengan pemberi beasiswa. Sebuah ikhtiar menciptakan cendekiawan-cendekiawan baru dari kampung dan berkhidmat untuk kampung.



416



PENUTUP



Alhamdulillah, Anda sudah sampai pada bagian akhir buku ini. Tentu sudah banyak informasi yang Anda dapatkan setelah membaca semua artikel dalam buku ini. Kami tentu sangat senang, jika semua artikel ini tidak berhenti sampai disini, berharap kedepan kita bias melakukan kolaborasi dan aktualisasi ide dan gagasan yang lebih riil dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Sebagai insan akademis yang selalau haus akan ilmu, kami merekomendasikan hendaknya kita selalu dapat memiliki kepedulian terhadap persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini, dan bentuk kepedulian tersebut, tidak harus dilakukan dengan hal-hal yang besar. Cukup dengan menuangkan gagasan dan ide cerdas Anda, dan itu kemudian di sebarluaskan, maka itu sudah menjadi salah satu bentuk kepedulian kita terhadap bangsa ini. Akhirnya, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada para konntributor artikel yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, semoga dengan artikel yang sudah Anda kirimkan dan menjadi buku ini merupakan sumbangan yang sangat luarbiasa bagi khazanah pengetahuan dan wawasan serta dialektika opini yang sehat dikalangan insane akademis lainnya. Jangan pernah berhenti untuk menulis, karena dengan menulis sejatinya kita sedang mengabadikan gagasan dan ide kita dimasa yang akan datang. [*]



417