5 0 145 KB
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi adalah untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen sehingga bila kelak ia terpapar pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Dari 194 negara anggota WHO, 65 di antaranya memiliki cakupan imunisasi Difteri, Pertusis dan Tetanus (DPT) di bawah target global 90%. Untuk menghapus kantong-kantong wilayah dimana banyak anak-anak tidak terlindungi dari penyakit yang sebenarnya dapat dicegah melalui imunisasi, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengajak negara-negara untuk bekerja lebih intensif bersama mencapai target cakupan imunisasi. Diperkirakan di seluruh dunia, pada tahun 2013, 1 dari 5 anak atau sekitar 21,8 juta anak tidak mendapakan imunisasi yang bisa menyelamatkan nyawa mereka. Di Indonesia, Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) mencapai 86,8%,dan perlu ditingkatkan hingga mencapai target 93% di tahun 2019. Universal Child Immunization (UCI) desa yang kini mencapai 82,9% perlu ditingkatkan hingga mencapai 92% di tahun 2019. Pada tahun 2015 target Imunisasi Dasar Lengkap 91% dan UCI Desa 84%. Tenaga kesehatan tentu saja memegang peranan teramat penting mengingat mereka berada di garda terdepan, memberikan informasi yang benar dengan cara yang tepat kepada para orang tua atau wali anak yang tergolong dalam usia imunisasi dasar lengkap (0-12 bulan) dan imunisasi booster, kemudian mengajak dan mengingatkan orang tua untuk membawa anak-anak mereka ke Puskesmas, Posyandu dan fasilitas kesehatan lain untuk mendapatkan imunisasi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan serta didorong oleh kebutuhan akan acuan pelaksanaan pelayanan imunisasi yang komprehensif maka diperlukan Pedoman Pelayanan Imunisasi di Puskesmas yang membahas kegiatan pelayanan secara menyeluruh. Pedoman disusun berdasarkan pedoman yang diterbitkan oleh Kementrian 1
Kesehatan RI. Kerjasama lintas program dan lintas sektor diharapakan dapat mendukung
percepatan
upaya,
penguatan
program
imunisasi
rutin,
mendukung upaya pengembangan vaksin yang lebih baik. Bersama, kita mewujudkan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata. Diharapkan pedoman ini dapat menjadi acuan bagi tenaga kesehatan khususnya tenaga kesehatan di Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan pelayanan
Imunisasi di
Puskesmas dan jejaringnya. B. Tujuan 1. Tujuan Umum: Tersedianya
acuan
dalam
melaksanakan
pelayanan
Imunisasi
di
Puskesmas dan meningkatkan cakupan dan kualitas program imunisasi. 2. Tujuan Khusus: a. Tersedianya acuan tentang pelayanan imunisasi, peran dan fungsi ketenagaan, sarana dan prasarana di Puskesmas dan jejaringnya; b. Tersedianya acuan untuk melaksanakan pelayanan Imunisasi yang bermutu di Puskesmas dan jejaringnya; c. Tersedianya acuan bagi tenaga kesehatan di puskesmas untuk bekerja secara profesional memberikan pelayanan imunisasi yang bermutu kepada pasien/klien di Puskesmas dan jejaringnya; d. Tersedianya acuan monitoring dan evaluasi pelayanan imunisasi di Puskesmas dan jejaringnya. C. Sasaran Pedoman Sasaran dari pedoman ini adalah semua pemangku kepentingan terkait untuk bekerjasama dalam pelaksanaan dan pembinaan program imunisasi di Kecamatan Mirit D. Ruang Lingkup Pedoman Ruang lingkup pedoman ini meliputi Kebijakan
pelayanan Imunisasi,
Perencanaan, Pelaksanaan, Pencatatan dan pelaporan, serta Monitoring dan evaluasi program Imunisasi.
2
E. Batasan Operasional 1. Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan system kekebalan tubuh dengan cara memasukan vaksin atau antigen yakni virus atau bakteri yang sudah dilemahkan atau dimatikan atau bagian dari bakteri atau virus tersebut yang telah dimodifikasi. 2. Vaksin adalah produk biologis yang terbuat dari kuman (bakteri, virus, atau riketsia), atau racun kuman (toxoid) yang telah dilemahkan atau dimatikan dan akan menimbulkan kekebalan, spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. 3. PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) 4. Difteri
adalah
penyakit
yang
disebabkan
bakteri
corynebacterium
diphtheriae. Gejala Radang tenggorokan, Hilang nafsu makan, Demam ringan, Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru - biruan pada tenggorokan dan tonsil, 50% meninggal karena gagal jantung. 5. Pertusis adalah Disebabkan bakteri corynebacterium diphtheriae. Gejala, Pilek, Mata merah, Bersin, Demam dan kadang menggigil, Batuk yang ringan yang lama-kelamaan menjadi batuk lama ( 100 hari ) 6. Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh clostridium tetani. Gejala Kaku otot pd rahang, disertai kaku pada leher, Kesulitan menelan, Kaku otot perut, Berkeringat dan demam, Pada bayi terdapat jenjang gejala tiba – tiba berhenti menetek (sucking) antara 3 s/d 28 hari setelah lahir, Gejala berikutnya adalah kejang hebat dan tubuh menjadi kaku 7. Tuberkulosis
adalah
penyakit
yang
disebabkan
mycobacterium
tuberculosa. Gejala Badan lemah, Berat badan menurun, Demam, Berkeringat malam hari, Batuk terus menerus, nyeri dada, Kadang – kadang batuk darah. 8. Polio adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari 3 virus yang berhubungan dengan virus polio tipe 1, 2 atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah penyakit dengan gejala Lumpuh layu akut pada anak berumur < 15 tahun, Demam dan nyeri otot, Kematian bisa
3
terjadi karena kelumpuhan otot pernapasan, Penyebaran melalui tinja yang terkontaminasi. 9. Campak adalah penyakit disebabkan oleh virus myxovirus viridae measles. gejala Demam, Bercak kemerahan, Batuk, pilek,Conjunctivitis (mata merah) Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ketubuh dan tangan serta kaki. 10. Hepatitis-B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis b, Gejala : Demam, lemah, nafsu makan menurun, Warna urine seperti teh pekat, kotoran menjadi pucat (dempul ), Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit. 11. Meningitis adalah infeksi pada meninges (selaput pelindung) yang menyelimuti otak dan saraf tulang belakang. Ketika meradang, meninges membengkak karena infeksi yang terjadi. Sistem saraf dan otak bisa rusak pada beberapa kasus. Tiga gejala meningitis yang patut diwaspadai adalah demam, sakit kepala, dan leher yang terasa kaku. 12. Pentavalen adalah Vaksin DTP-HB-Hib (Vaksin Jerap Difteri, Tetanus, Pertusis, Hepatitis B Rekombinan, Haemophilus influenzae tipe b) berupa suspensi homogen yang mengandung toksoid tetanus dan difter-i murni, bakter-i pertusis (batuk rejan) inaktif,antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) murni yang tidak infeksius, dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida Haemophilus influenzae tipe b tidak infeksius yang dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus. 13. Vaksin Hepatitis B rekombinan mengandung antigen virus Hepatitis B, HBsAg, yang tidak menginfeksi yang dihasilkan dari biakan sel ragi dengan teknologi rekayasa DNA. Vaksin Hepatitis B rekombinan berbentuk suspensi steril berwarna keputihan dalam prefill injection device, yang dikemas dalam aluminum foil pouch, and vial. 14. Vaksin campak adalah vaksin virus hidup yang dilemahkan, merupakan vaksin beku kering berwarna kekuningan pada vial gelas, yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut vaksin campak kering produksi PT Bio
4
Farma yang telah disediakan secara terpisah. Vaksin campak ini berupa serbuk injeksi. 15. Vaksin Polio Oral (OPV) adalah vaksin
bOPV merupakan cairan
berwarna kuning kemerahan dikemas dalam vial gelas yang mengandung suspensi dari tipe 1 dan 3 virus Polio hidup (strain Sabin) yang telah dilemahkan. Vaksin Polio Oral ini merupakan suspensi “drops” untuk diteteskan melalui droper (secara oral). 16. Vaksin TT merupakan suspensi koloidal homogen berwarna putih susu dalam vial gelas, mengandung toksoid tetanus murni, terabsorbsi kedalam aluminium fosfat. 17. Vaksin Td merupakan suspensi koloidal homogen berwarna putih susu dalam vial gelas, mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni, dengan komponen difteri berdosis rendah dan teradsorbsi pada aluminium fosfat. 18. Vaksin DT merupakan suspensi koloidal homogen berwarna putih susu dalam vial gelas, mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang teradsorbsi kedalam aluminium fosfat. 19. Vaksin
BCG
merupakan
vaksin
beku
kering yang
mengandung
Mycobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin), strain Paris. 20. Cold chain system (Rantai Vaksin) adalah sistem pengelolaan vaksin sesuai prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan. Sistem tersebut mulai diterapkan dari pabrik hingga vaksin diberikan kepada sasaran. Cold chain system disini bermanfaat untuk memperkecil kesalahan penanganan vaksin sehingga potensi vaksin tetap terjaga hingga akan digunakan. 21. Cold box adalah kotak yang digunakan untuk menyimpan sementara vaksin yang akan dikirim ke konsumen. 22. Refrigerator (Lemari es) adalah tempat yang digunakan untuk menyimpan vaksin dengan suhu 2-8ºC.
5
23. Freeze Sensitive vaccine adalah vaksin yang peka pada paparan beku (lebih cepat rusak karena pembekuan) yaitu Pentabio, TT, DT, Td. 24. Heat Sensitive Vaksin adalah vaksin yang peka terhadap paparan panas (lebih cepat rusak bila disimpan diatas suhu 8ºC yaitu polio, campak dan BCG. 25. Heat Stable adalah vaksin yang tahan pada suhu kamar yaitu Hepatitis B, TT. 26. VVM (Vaccine Vial Monitor ) adalah tanda dilabel vaksin untuk memantau kualitas vaksin. 27. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) adalah kejadian medic yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitifitas, efek farmakologis, atau kesalahan program, koinsiden, reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. F. Landasan Hukum Sebagai dasar penyelenggaraan pelayanan Imunisasi
di Puskesmas
diperlukan peraturan perundang-undangan pendukung (legal aspect). Beberapa ketentuan perundang-undangan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
2.
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
4.
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
6.
Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
7.
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
8.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
6
9.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/Menkes/SK/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota 11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1611/Menkes/SK/XI/2005 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi 12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1626/Menkes/SK/XII/2005 Tentang Pedoman Pemantauan dan penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi 13. Peraturan
Mentri
Kesehatan
RI
No
42
Tahun
2013
Tentang
Penyelengggaraan Imunisasi. 14. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. 15. Peraturan Mentri Kesehatan RI NO 12 Tahun 2017
Tentang
penyelenggaraan imunisasi
7
BAB II STANDAR KETENAGAAN A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Semua karyawan puskesmas wajib berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan imunisasi mulai di Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKP, Penanggung jawab UKM, dan seluruh karyawan. Penanggung jawab UKM Program Imunisasi merupakan koordinator dalam penyelenggaraan kegiatan program imunisasi di Kecamatan MIRIT. Dalam upaya pelaksanaan program imunisasi perlu melibatkan sektor terkait yaitu: Camat, PKK, agama, pendidikan, dan sektor terkait lainnya dengan kesepakatan peran masing-masing dalam program imunisasi . Kegiatan Penanggung jawab program
Kualifikasi Pendidikan DIII
Realisasi Diampu oleh 1 orang dengan
imunisasi
latar belakang pendidikan
Pelaksana Imunisasi
DIII Kebidanan Diampu oleh perawat dan
Pendidikan DIII
bidan dengan latar belakang pendidikan DIII Kebidanan Supervisor Imunisasi
Pendidikan S1
dan DIII Keperawatan Diampu oleh 2 orang Dokter
B. Distribusi Ketenagaan Penanggung jawab dan pelaksanan program Imunisasi dan latar belakangnya adalah : Program Kegiatan Koordinator program
Petugas Ismoyowati Amd.Keb
Profesi Bidan
Imunisasi Pelaksana Imunisasi
Seluruh Bidan dan
Bidan dan perawat
Supervisor
perawat Pembina wilayah dr Wahyu Widodo,dr Dokter umum Hena
8
Pengaturan dan penjadwalan program Imunisasi dikoordinir oleh Penanggung jawab program imunisasi sesuai dengan kesepakatan. C. Jadwal Kegiatan. Jadwal pelaksanaan kegiatan program imunisasi disepakati dan disusun bersama antar sektor terkait. 1. Luar gedung
Jadwal Imunisasi UPTD Unit Puskesmas Mirit N O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
NAMA DESA Mirit Petikusan Tlogo Depok Mirit Tlogo Pragoto Lembupurwo Wiromartan Rowo Singoyudan Wergonayan Selotumpeng Siti Bentar Karanggede Kertodeso PT Rejomulyo Mangunranan Pekutan Wirogaten Winong Sarwogadung Krubungan PT Gawemulyo Abean
JADWAL Kamis ke 3 Senin ke 2 Rabu ke 3 Kamis ke 3 Senin ke 1 Senin ke 2 Rabu ke 3 Rabu ke 3 Rabu ke 3 Selasa ke 1 Selasa ke 4 Rabu ke 4 Senin ke 3 Senin ke 1 Senin ke 4 Senin ke 3 Kamis ke 2 Kamis ke 1 Selasa ke 4 Rabu ke 4 Selasa ke 2 Rabu ke 3 Kamis ke 3 Rabu ke 4 Selasa ke 3 Senin ke 4
PENANGGUNG JAWAB Nuntari Hadiyah Samiasih Sutarsih Ummi Kulsum Muslikhah Muslikhah Ismoyowati Wahyu Supriyati Ummi Nurjanah Retno Saputri Mangesthi Rahastari Mangesthi Rahastari Nurohmah Atik Pratiwi Istirokhah Herlina Titin Meliyanti Dyah Ayu Pratiwi Dwi Indah Aryani Rosidah Wiwik Gunandari Kurnia Dini Fajarwati Tri Riyanti Tri Riyanti Adi Kurniati Adi Kurniati
Supervisor dr.Kurbyanto
9
2. Dalam gedung Kegiatan Pelaksanaan imunisasi rutin di
Hari Kamis ke 4 setiap
Pelaksana Bidan
Puskesmas Pelaksanaan imunisasi calon
bulan Setiap hari
Bidan
pengantin
10
BAB III STANDAR FASILITAS A. Denah Ruang Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan Imunisasi di Puskesmas a. Letak Letak ruang imunisasi berada pada bagian ruang puskesmas yang berdekatan dengan klinik2 lain yaitu MTBS dan KIA dan mempunyai akses langsung dengan lingkungan luar puskesmas. b. Denah ruang
L O K E R
RCW
MEJA
c. Denah lokasi LABORAT IVA/IMS IMUNISASI
MTBS N IF A S
V K
Aula
J A L A N
KIA P. gigi
Poli umum
pendaftaran
UGD
B. Standar Fasilitas 11
a. Ruang Imunisasi 1. Spesifikasi kamar minimal 12m2 2. Kebersihan terjaga (tidak ada debu,kotoran,sampah atau sarang labalaba) 3. Pencahayaan (cukup untuk membaca dengan baik didalam ruangan) 4. Ventilasi (sirkulasi udara) 5. Tempat cuci tangan dengan air mengalir (wastafel atau ember berlobang) 6. Lantai semen /keramik 7. Meja dengan laci (penyinpanan catatan) 8. Kursi(minimal 3 kursi diruangan yang berfungsi baik) 9. Meja pemeriksaan /pelayanan 10. Tempat sampah diruangan 11. Tempat limbah medis ADS (Safety box) 12. COLD BOX b. COLD CHAIN (Rantai Dingin) 1. Terdapat thermometer 2. Temperatur memenuhi syarat penyimpanan vaksin (suhu 2 – 8 derajat celcius) 3. Tidak terdapat vaksin kadaluarsa 4. Tidak terdapat vaksin dengan VVM yang memenuhi kriteria C dan D
12
BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN A. Lingkup Kegiatan Pelayanan Program Imunisasi Berdasarkan tempat pelayanan, imunisasi wajib dibagi menjadi : 1. Imunisasi di dalam gedung (komponen statis) seperti puskesmas dan bidan praktek. 2. Pelayanan imunisasi di luar gedung (komponen dinamis) seperti posyandu, sekolah atau kunjungan rumah. Hal-hal yang penting saat pemberian imunisasi: 1. Dosis, cara pemberian dan tempat pemberian 2. Interval pemberian Jarak minimal antar dua pemberian imunisasi yang sama adalah 4 minggu. Tidak ada batas maksimal antar dua pemberian imunisasi. 3. Tindakan aseptik 4. Kontra indikasi Pada umumnya tidak terdapat kontra indikasi imunisasi untuk individu sehat kecuali untuk kelompok resiko. B. Langkah Kegiatan 1. Tahap persiapan a. Menyusun Rencana Kerja b. Pemetaan dan jadwal pelaksanaan c. Distribusi Logistik dan Biaya Operasional d. Evaluasi persiapan e. Evaluasi persiapan biasanya menggunakan daftar/checklist, sehingga akan terlihat kekurangan-kerurangan dalam tahap pesiapan. 2. Pelaksanaan a. Distribusi vaksin b. Mekanisme kerja c. Mekanisme kerja berhubungan dengan cara atau alur pelaksanann pemberian imunisasi saat di tempat pelayanan. 13
3. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan adalah bagian penting dalam pelaksanaan imunisasi, pencatatan harus segera dilakukan setelah pelayanan selesai dilakukan begitu juga dengan pelaporan. Selain menunjang pelayanan , pencatatan dan pelaporan juga menjadi dasar untuk membuat keputusan dalam membuat perencanaan pelaksanaan dan evaluasi imunisasi selanjutnya. a. Pencatatan tingkat puskesmas -
Hasil Cakupan Imunisasi.
-
Pencatatan Vaksin .
-
Pencatatan Suhu Lemati Es.
-
Pencatatan Logistik Imunisasi.
b. Pelaporan Pelaporan dilakukan berjenjang dari tingkat bawah ke tingkat atas sedangkan timbale balik dilakukan sebaliknya dari tingkat atas ke tingkatan dibawahnya. Hal-hal yang dilaporkan adalah cakupan imunisasi, stok dan pemakaian vaksin serta sarana peralatan cold chain di puskesmas dan unit lainya.
14
BAB V LOGISTIK
Pengadaan Logistic, Distribusi Dan Penyimpanan A. Logistik imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe dan safety box. Ketiga kebutuhan tersebut harus direncanakan secara bersamaan dalam jumlah yang berimbang (system bundling). Dalam menghitung jumlah kebutuhan vaksin, harus diperhatikan beberapa hal, yaitu jumlah sasaran, jumlah pemberian, target cakupan dan indeks pemakaian vaksin dengan memperhitungkan sisa vaksin (stok) sebelumnya. B. Pendistribusian Pendistribusian dari puskesmas ke tempat pelayanan yaitu vaksin dibawa dengan menggunakan vaksin carrier yang diisi dengan cooler pack dengan jumlah yang sesuai. C. Penyimpanan Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan ,vaksin harus selalu disimpan pada suhu yang telah ditetapkan yaitu pada tingkat puskesmas semua vaksin disimpan dalam suhu 2◦C s/d 8◦C pada lemari es.
BAB VI KESELAMATAN SASARAN
15
Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan perlu diperhatikan keselamatan sasaran dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan. Keselamatan sasaran disini berhubungan dengan cara penyuntikan yang aman. Berikut adalah teknik penyuntikan yang aman : a. Bundling, adalah suatu kondisi dimana vaksin dengan mutu terjamin, alat suntik auto disable, dan kotak pengaman limbah alat suntik. b. Siapkan daerah tempat suntikan dengan tepat c. Jangan biarkan jarum terpasang di bagian paling atas tutup botol vaksin. d. Ikuti prosedur yang aman untuk mencampur vaksin. -
Pastikan memiliki pelarut yang tepat untuk setiap vaksin
-
Bila mencampur vaksin dengan pelarut, baik vaksin kering dan pelarut harus berada pada suhu yang sama.
-
Gunakan satu semprit dan jarum untuk mencampur vaksin.
-
Semua vaksin yang sudah tercampur harus dibuang dalam 6 jam(untuk vaksin campak) dan 3 jam (untuk BCG)
e. Gunakan semprit dan jarum baru untuk setiap anak. f. Pegang anak erat-erat. Antisipasi jika terjadi gerakan mendadak selama dan setelah penyuntikan. Praktek yang dapat membahayakan penerima suntikan: a. Penggunaan ulang alat suntik baik alat suntik dan jarum maupun dengan hanya mengganti jarum. b. Sterilisasi yang tidak memadai c. Penggunaaan vaksin atau obat yang telah dilarutkan melebihi ketentuan d. Menyentuh jarum suntik e. Membersihkan alat suntik menggunakan desinfektan sebelum digunakan ulang. f. Menekan luka berdarah dengan bahan bekas (kapas dll) atau jari. g. Meninggalkan jarum di vial untuk mengambil vaksin berikutnya. 16
BAB VII KESELAMATAN KERJA
17
Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan perlu diperhatikan keselamatan kerja karyawan puskesmas dan lintas sektor dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan. Jarum seringkali melukai petugas kesehatan, setetes darah yang terinfeksi virus Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka yang terbuka karena tusukan jarum. Berikut cara mencegah tusukan jarum : b. Mengurangi keinginan untuk memegang jarum dan semprit c. Memegang jarum dan semprit secara aman d. Mengatur tataletak ruang pelayanan imunisasi untuk mengurangi risiko terluka. e. Mengatur posisi anak yang tepat untuk penyuntikan f. Mempraktekan pembuangan sampah semua benda medis tajam secara aman Penanganan Limbah Imunisasi Pelayanan
imunisasi
harus
dapat
menjamin
bahwa
sasaran
memperoleh kekebalan spesifik terhadap penyakit tertentu serta tidak terjadi penularan penyakit kepada petugas dan masyarakat sekitar dari limbah yang dihasilkan oleh kegiatan imunisasi. Pada tahun 2000, WHO mencatat kasus infeksi akibat tusukan jarum
bekas yang terkontaminasi sebagai berikut:
Infeksi virus Hepatitis B sebanyak 21 juta (32% dari semua infeksi baru), Infeksi virus Hepatitis C sebanyak 2 juta (40% dari semua infeksi baru), Infeksi HIV sebanyak 260 ribu (5% dari seluruh infeksi baru). Limbah imunisasi dibagi menjadi 2 (dua), yaitu limbah infeksius dan non infeksius. 1. Limbah Infeksius kegiatan imunisasi merupakan limbah yang ditimbulkan setelah pelayanan imunisasi yang mempunyai potensi menularkan penyakit kepada orang lain, yaitu: a.
Limbah medis tajam berupa alat suntik Auto Disable Syringe (ADS) yang telah dipakai, alat suntik untuk pencampur vaksin, alat suntik yang telah kadaluwarsa.
18
b. Limbah farmasi berupa sisa vaksin dalam botol atau ampul, kapas pembersih/usap, vaksin dalam botol atau ampul yang telah rusak karena suhu atau yang telah kadaluarsa. 2. Limbah non-Infeksius kegiatan imunisasi merupakan limbah yang ditimbulkan setelah pelayanan imunisasi yang tidak berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain, misalnya kertas pembungkus alat suntik serta kardus pembungkus vaksin. Penanganan limbah yang tidak benar akan mengakibatkan berbagai dampak terhadap kesehatan baik langsung maupun tidak langsung. 1. Dampak langsung Limbah kegiatan imunisasi mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen, yang dapat memasuki tubuh manusia melalui tusukan, lecet, atau luka di kulit. Tenaga pelaksana imunisasi adalah kelompok yang berisiko paling besar terkena infeksi akibat limbah kegiatan imunisasi seperti Infeksi virus antara lain: HIV/AIDS, Hepatitis B dan Hepatitis C. Risiko serupa juga bisa dihadapi oleh tenaga
kesehatan lain dan pelaksana pengelolaan limbah di luar tempat
pelayanan imunisasi termasuk para pemulung di lokasi pembuangan akhir. 2. Dampak tidak langsung Sisa vaksin yang terbuang bisa mencemari dan menimbulkan mikroorganisme lain yang dapat menimbulkan risiko tidak langsung
terhadap lingkungan.
Berbagai risiko yang mungkin timbul akibat pengelolaan limbah Pengelolaan limbah medis infeksius 1. Limbah infeksius tajam Dalam melakukan pengelolaan limbah infeksius tajam, yaitu Puskesmas Mirit bekerjasama dengan pihak ketiga (Transpoter JPP)
2. Limbah infeksius non tajam a. Pemusnahan limbah farmasi (sisa vaksin) botol atau ampul, kemudian cairan vaksin tersebut didesinfeksi terlebih dahulu dalam killing tank (Tangki 19
desinfeksi) untuk membunuh mikroorganisme yang terlibat dalam produksi. Limbah yang telah didesinfeksi dikirim atau dialirkan ke Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). b. Sedangkan botol atau ampul yang telah kosong dimasukkan dalam safety bok. Pengelolaan Limbah Non-Infeksius Limbah non infeksius kegiatan imunisasi, seperti limbah kertas pembungkus alat suntik dan kardus pembungkus vaksin dimasukan ke dalam kantong plastik berwarna hitam. Limbah tersebut dapat disalurkan ke pemanfaat atau dapat langsung dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
20
Kinerja pelaksanaan kegiatan Imunisasi dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator sebagai berikut: 1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual 2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan 3. Ketepatan metoda yang digunakan 4. Tercapainya indikator UCI Desa 100% 5. Tercapainya indikator BIAS 100% 6. Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap tribulan dan mini lokakarya 6 bulan sekali.
BAB IX PENUTUP
21
Pedoman ini sebagai acuan bagi karyawan puskesmas dan lintas sektor terkait dalam pelaksanaan dan pembinaan kegiatan imunisasi dengan tetap memperhatikan prinsip proses pembelajaran dan manfaat. Dengan adanya pedoman atau acuan program imunisasi ini diharapkan dapat membantu petugas kesehatan atau pihak-pihak terkait untuk melaksanakan kegiatan imunisasi sesuai dengan standar baik dari segi sarana prasarana, serta dapat bekerja sesuai dengan fungsi dan wewenang, sehingga akan meningkatkan pelayanan di bidang imunisasi .Keberhasilan kegiatan imunisasi sendiri tergantung pada komitmen yang kuat dari semua pihak terkait dalam upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dan peran serta aktif masyarakat dalam bidang kesehatan.
22