6 0 125 KB
PEDOMAN UNIT KERJA IMUNISASI 005/00/PKM-KMY/PED
PUSKESMAS KECAMATAN KEMAYORAN 2022
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah beberapa penyakit berbahaya. Sejarah telah mencatat besarnya peranan imunisasi dalam menyelamatkan masyarakat dunia dari kesakitan, kecacatan bahkan kematian akibat penyakit-penyakit seperti Cacar, Polio, Tuberkulosis, Hepatitis B yang dapat berakibat pada kanker hati, Difteri, Campak, Rubela dan Sindrom Kecacatan Bawaan Akibat Rubela (Congenital Rubella Syndrom/CRS), Tetanus pada ibu hamil dan bayi baru lahir, Pneumonia (radang paru), Meningitis (radang selaput otak), hingga Kanker Serviks yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus. Dalam imunisasi terdapat konsep Herd Immunity atau Kekebalan Kelompok. Kekebalan Kelompok ini hanya dapat terbentuk apabila cakupan imunisasi pada sasaran tinggi dan merata di seluruh wilayah. Kebalnya sebagian besar sasaran ini secara tidak langsung akan turut memberikan perlindungan bagi kelompok usia lainnya, sehingga bila ada satu atau sejumlah kasus penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I) di masyarakat maka penyakit tersebut tidak akan menyebar dengan cepat dan Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat dicegah. Konsep ini merupakan bukti bahwa program imunisasi sangat efektif juga efisien karena hanya dengan menyasar kelompok rentan maka seluruh masyarakat akan dapat terlindungi. Dari sisi ekonomi, upaya pencegahan penyakit sejatinya akan jauh lebih hemat biaya, bila dibandingkan dengan upaya pengobatan. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) sebagian besarnya merupakan penyakitpenyakit yang bila sudah menginfeksi seseorang maka akan membutuhkan biaya pengobatan dan perawatan yang cukup tinggi yang tentunya akan membebani negara, masyarakat serta keluarga. Biaya yang dikeluarkan untuk program imunisasi sangat jauh lebih rendah dibandingkan total potensi biaya yang harus dikeluarkan bila masyarakat terkena PD3I.
B. Tujuan Pedoman Pembuatan pedoman ini bertujuan untuk pelayanan Imunisasi di Puskesmas Kecamatan Kemayoran
C. Sasaran Pedoman Sasaran pedoman Imunisasi untuk seluruh pelayanan klinis di Puskesmas Kecamatan Kemayoran
D. Ruang Lingkup Pedoman Ruang Lingkup pelayanan Imunisasi di Puskesmas Kecamatan Kemayoran, meliputi: 1. Satpam Sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, pasien akan dilakukan skrining oleh satpam untuk memastikan bahwa pasien dalam keadaan sehat. 2. Pendaftaran pasien Pasien sehat dapat didaftarkan oleh keluarga pasien atau pasien sendiri langsung menyerahkan identitas atau BPJS pasien sesuai dengan nomor antrian pendaftaran. 3. Ruang Imunisasi Petugas Imunisasi memberikan pelayanan untuk pemberian imunisai dasar lengkap kepada bayi dan balita, pemberian imunisasi tetanus pada ibu hamil dan Wanita Usia Subur (WUS) sesuai dengan nomor antrian pasien. 4. Ruang Tumbuh Kemabang Bayi dan balita usia 3,6,9,12,18 dan 24 bulan dilakukan pemeriksaan Skrining Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang anak. 5. Ruang MTBS Bila didapatkan bayi dalam keadaan sakit selain demam dan masalah ISPA pasien bayi dan balita dilakukan pengobatan terlebih dahulu dengan memberikan rujukan internal ke ruang MTBS 6. Ruang ISPA Bila didapatkan bayi dan balita dengan keadaan 3 kali pemeriksaan suhu tubuh dengan suhu lebih dari 37,5 C dan masalah ISPA dilakukan pengobatan terlebih dahulu dengan memberikan rujukan internal ke ruang ISPA. 7. Ruang TB Bila bayi dengan usia lebih dari 3 bulan belum mendapatkan imunisasi BCG, bayi diberikan rujukan internal dahulu untuk pemeriksaan Mantoux test di ruang TB. 8. Ruang Gizi Bila didapatkan bayi dan balita dengan status gizi kurang dan sangat kurang dilakukan rujukan internal untuk konsultasi peningkatan status gizi.
E. Batasan Operasional Pelayanan imunisasi yang diberikan kepada pasien untuk tujuan membentuk kekebalan suatu penyakit
guna mengurangi kesakitan, kecacatan bahkan kematian
akibat penyakit-penyakit seperti Polio, Tuberkulosis, Hepatitis B yang dapat berakibat pada kanker hati, Difteri, Campak, Rubela dan Sindrom Kecacatan Bawaan Akibat Rubela (Congenital Rubella Syndrom/CRS), Tetanus pada ibu hamil dan bayi baru lahir, Pneumonia (radang paru), Meningitis (radang selaput otak).
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Berikut ini tenaga kesehatan pada pelayanan Imunisasi yang ada di Puskesmas Kecamatan Kemayoran: NO
JABATAN
KUALIFIKASI
1
Dokter
S1 Kedokteran dengan profesi
2
Bidan
DIII Kebidanan
3
Perawat
DIII Keperawatan
4 5
Pencatatan dan Pelaporan Dietisien
DIII Keperawatan DIII Gizi
6
Perekam medis
DIII Rekam Medis
B. Distribusi Ketenagaan
Pelayanan ruang Imunisasi dibuka setiap hari kerja dan jam kerja, dilayani oleh bidan
Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak dilayani oleh dokter atau perawat
Nutrisionis setiap hari bertugas di poli gizi. Jumlah nutrisionis ada 3 (tiga) dengan spesifikasi gizi klinik dan gizi masyarakat.
Petugas pendaftaran setiap hari bertugas di ruang pendaftaran. Jumlah petugas pendaftaran ada 5 orang, 1 orang rekam medik sebagai koordinator dan 4 petugas yang sudah dilatih
C. Jadwal Kegiatan Pelayanan dilaksanakan setiap hari sesuai jam kerja.
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang Ruang Imunisasi terletak di lantai 2 puskesmas dekat dengan Nurse Station. Ruang Imunisasi didalamnya termasuk tempat tidur bayi, timbangan bayi, ruangan ber AC dan diseratai dengan ventilasi jendela. Ruangan ini memiliki wasteful. Dilengkapi dengan meja administrasi dan computer.
B. Standar Fasilitas
Ruang Imunisasi
timbangan berat badan bayi pengukur panjang badan bayi termometer pengukuran lingkar kepala bayi
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup Kegiatan 1. Petugas Penanggung Jawab : Dokter 2. Perangkat Kerja :
timbangan berat badan bayi
pengukur panjang badan bayi
termometer
pengukuran lingkar kepala bayi
B. Metode 1. Anamnesa 2. Pemeriksaan antropometri 3. Pemeriksaan suhu 4. Pemeriksaan SDIDTK (3,6,9,12,18 dan 24 bulan) 5. Konseling, Informasi dan Edukasi (KIE) C. Langkah Kegiatan 1. Petugas melakukan pemanggilan pasien. 2. Petugas melakukan anamnese untuk mengetahui keluhan dan kondisi pasien bila ditemukan masalah pasien dilakukan rujukan internal 3. Petugas melakukan pemeriksaan antropometri, memeriksa SDIDTK (3,6,9,12,18 dan 24 bulan) kemudian mencatatkannya di rekam medis. 4. Petugas melakukan informed consent sebelum melakukan Tindakan imunisasi 5. Petugas melakukan Tindakan pemberian imunisasi
BAB V LOGISTIK Untuk menunjang terselenggaranya pelayanan klinis yang bermutu, maka perlu didukung oleh penyediaan logistik yang memadai dan optimal, melalui perencanaan yang baik dan berdasarkan kebutuhan masyarakat dan usulan pemegang program yang sudah berdasarkan hasil pemetaan masalah. Ketersediaan logistik harus dijamin kecukupannya Pengadaan
dan
alat
pemeliharaan
dan
bahan
yang
dalam
sudah
dianggarkan
pelaksanaan
diselenggarakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
upaya
dan
dijadwalkan.
klinis
Puskesmas
BAB VI KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM Ada enam sasaran keselamatan pasien, yaitu: 1. IDENTIFIKASI PASIEN SECARA BENAR Indikator melakukan identifikasi pasien secara benar adalah: a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, seperti nama pasien dan alamat, tidak termasuk nomor dan lokasi kamar. b. Pasien diidentifikasi sebelum melakukan pemberian obat atau produk lainnya. c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah, dan specimen lain untuk keperluan pemeriksaan. d. Pasien diidentifikasi sebelum memberikan perawatan atau prosedur lainnya. Prosedur dalam Identifikasi Pasien Ada 2 identitas yaitu menggunakan NAMA dan ALAMAT yang disesuaikan dengan tanda pengenal resmi. Pengecualian prosedur identifikasi dapat dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan pasien di UGD. Beberapa hal yang dapat dilakukan petugas adalah:
Petugas meminta pasien untuk menyebutkan nama dan tanggal lahir sebelum melakukan prosedur, dengan pertanyaan terbuka, contoh :” Nama bapak siapa?” “Tolong sebutkan tanggal lahir Bapak”.
Bila pasien tidak dapat menyebutkan nama, identitas pasien dapat ditanyakan kepada penunggu/ pengantar pasien.
2. MENINGKATKAN KOMUNIKASI EFEKTIF Cara komunikasi yang efektif di puskesmas: a. Menggunakan
teknik SBAR
(Situation
–
Background
–
Assessment
–
Recomendation) dalam melaporkan kondisi pasien untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar pemberi layanan.
Situation : Kondisi terkini yang terjadi pada pasien.
Background : Informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini.
Assessment : Hasil pengkajian kondisi pasien terkini
Recommendation : Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini. b. Komunikasi Verbal (Write down/tulis, Read back/baca kembali
Intruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan telepon ditulis oleh penerima instruksi/ laporan.
Intruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan telepon dibacakan kembali oleh penerima instruksi/ laporan.
Instruksi/ laporan yang dibacakan tersebut, dikonfirmasikan oleh individu pemberi instruksi/ laporan.
Untuk istilah yang sulit atau obat – obatan kategori LASA (Look Alike Sound Alike) diminta penerima pesan mengeja kata tersebut perhurup misalnya : UBRETID S
Situasi Saya menelepon tentang (nama pasien, umur, dan lokasi)…………. Masalah yang ingin disampaikan….. Tanda- tanda vital :
B
Background/ latar belakang Status mental pasien : Kulit:… Alat Bantu…
A
Assesment/ Penilaian Sampaikan masalah yang sedang terjadi dan katakan penilaian anda.
R
Rekomendasi Apakah
(katakan
apa
yang
ingin
disarankan) Apakah
diperlukan
pemeriksaan
tambahan? Jika
ada
perubahan
tatalaksana,
tanyakan…
3. MENINGKATKAN
KESELAMATAN
PENGGUNAAN
OBAT
YANG
PERLU
DIWASPADAI (HIGH ALERT) Obat- obatan yang perlu diwaspadai adalah : 1. Elektrolit pekat : KCl, MgSO4, Natrium Bikarbonat, NaCl 0,3% 2. NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) / LASA (Look Alike Sound Alike) yaitu obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip. Pengelolaan obat yang perlu diwaspadai:
Penyimpanan di lokasi khusus dengan akses terbatas dan diberi penandaan yang jelas berupa stiker berwarna merah bertuliskan “High Alert”
NaCl 0,3% dan KCl tidak boleh disimpan di ruang perawatan kecuali diUnit Perawatan Intensif (ICU).
Ruang perawatan yang boleh menyimpan elektrolit pekat harus memastikan bahwa elektrolit pekat disimpan di lokasi dengan akses terbatas bagi petugas yang diberi wewenang.
Obat diberi penandaan yang jelas berupa stiker berwarna merah bertuliskan “High Alert” dan khusus untuk elektrolit pekat, harus ditempelkan stiker yang dituliskan “Elektrolit pekat, harus diencerkan sebelum diberikan”
Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori LASA.
Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi di meja dekat pasien tanpa pengawasan.
Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA saat menerima / memberi instruksi
Obat-obatan yang memerlukan kewaspadaan tinggi: a. Elektrolit Pekat - KCL 7,46% - Meylon 8,4% - MgSO4 20% - NaCl 3 % b. Golongan Opioid - Fentanil - Kodein HCL - Morfin HCl - Morfin Sulfat - Petidin HCl - Sufentanil c. Antikoagulan - Heparin Natrium - Enoksaparin Natrium d. Trombolitik - Streptokinase e. Antiaritmia - Lidokain - Amiodaron f. Insulin g. Obat Hipoglikemia Oral h. Obat Agonis Adrenergik - Efinefrin
- Norefineprin i. Anestetik Umum - Propofol - Ketamin j. Kemoterapi k. Obat Kontras l. Pelemas Otot - Suksinilkolin - Rokuronium - Vekuronium m. Larutan Kardioplegia n. Sound Alike Look Alike Drugs 4. KEPASTIAN KETEPATAN: TEPAT LOKASI, TEPAT PROSEDUR, TEPAT PASIEN OPERASI Indikator Keselamatan Operasi: a. menggunakan tanda yang mudah di kenali untuk identifikasi lokasi operasi dan mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan. b. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yg tepat, dan pasien yang tepat sebelum operasi, serta seluruh peralatan yang dibutuhkan tersedia benar dan berfungsi. c. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat sebelum prosedur tim out sesaat sebelum prosedur operasi dimulai. Prosedur penandaan lokasi yang akan dioperasI : a. Orang yang bertanggung jawab untuk membuat tanda pada pasien adalah Operator/orang yang akan melakukan tindakan. b. Operator yang membuat tanda itu harus hadir pada operasi tersebut. c. Penandaan titik yang akan dioperasi adalah sebelum pasien dipindahkan ke ruang di mana operasi akan dilakukan. Pasien ikut dilibatkan, terjaga dan sadar; sebaiknya dilakukan sebelum pemberian obat pre-medikasi. d. Tanda berupa “X” dititik yang akan dioperasi. e. Tanda itu harus dibuat dengan pena atau spidol permanen berwarna hitam dan jika memungkinkan, harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti. f. Lokasi untuk semua prosedur yang melibatkan sayatan, tusukan perkutan, atau penyisipan instrumen harus ditandai.
g. Semua penandaan harus dilakukan bersamaan saat pengecekkan hasil pencitraan pasien diagnosis misalnya sinar-X, scan, pencitraan elektronik atau hasil test lainnya dan pastikan dengan catatan medis pasien dan gelang identitas pasien. h. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multiple level (tulang belakang). Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan:
Kasus organ tunggal (misalnya operasi jantung, operasi caesar)
Kasus intervensi seperti kateter jantung
Kasus yang melibatkan gigi
Prosedur yang melibatkan bayi prematur di mana penandaan akan menyebabkan tato permanen Dalam kasus-kasus di mana tidak dilakukan penandaan, alasan harus dapat
dijelaskan dan dipertanggungjawabkan. Untuk pasien dengan warna kulit gelap, boleh digunakan warna selain hitam atau biru gelap (biru tua) agar penandaan jelas terlihat, misalnya warna merah. Check list keselamatan pasien operasi Proses check list ini merupakan standar operasi yang meliputi pembacaan dan pengisian formulir sign in yang dilakukan sebelum pasien dianestesi di holding area, time out yang dilakukan di ruang operasi sesaat sebelum incise pasien operasi dan sign out setelah operasi selesai (dapat dilakukan di recovery room). Proses sign in, time out dan sign out ini dipandu oleh perawat sirkuler dan diikuti oleh operator, dokter anestesi, perawat.
5. PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN Indikator Usaha Menurunkan Infeksi Nosokomial: a. Menggunakan panduan hand hygiene terbaru yang diakui umum. b. Mengimplementasikan program kebersihan tangan yang efektif. Semua petugas di rumah sakit termasuk dokter melakukan kebersihan tangan pada 5 MOMEN yang telah ditentukan, yakni:
Sebelum kontak dengan pasien
Sesudah kontak dengan pasien
Sebelum tindakan asepsis
Sesudah terkena cairan tubuh pasien
Sesudah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Ada 2 cara cuci tangan yaitu : 1. HANDWASH – dengan air mengalir, waktunya : 40 – 60 detik 2. HANDRUB – dengan gel berbasis alcohol, waktunya : 20 – 30 detik Alat Pelindung Diri Alat yang digunakan untuk melindungi petugas dari pajanan darah, cairan tubuh, ekskreta, dan selaput lendir pasien seperti sarung tangan, masker, tutup kepala, kacamata pelindung, apron/ jas, dan sepatu pelindung. 6. PENGURANGAN RISIKO CEDERA AKIBAT PASIEN JATUH Indikator usaha menurunkan risiko cedera karena jatuh : 1. Semua pasien baru dinilai rIsiko jatuhnya dan penilaian diulang jika diindikasikan oleh perubahan kondisi pasien atau pengobatan, dan lainnya. 2. Hasil pengukuran dimonitor dan ditindak lanjuti sesuai derajat rIsiko jatuh pasien guna mencegah pasien jatuh serta akibat tak terduga lainnya.
BAB VII KESELAMATAN KERJA Dengan
meningkatnya
pemanfaatan
fasilitas
pelayanan
kesehatan
oleh
masyarakat maka tuntutan pengelolaan program Keselamatan Kerja di puskesmas semakin
tinggi,
karena
Sumber
Daya
Manusia
(SDM)
puskesmas,
pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar puskesmas ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di puskesmas yang tidak memenuhi standar. Puskesmas sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 165 :”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja”. Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di puskesmas mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja. Puskesmas harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di puskesmas. Program keselamatan kerja di puskesmas merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan puskesmas, khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM puskesmas, pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat sekita. Tujuan umum Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM puskesmas, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan sekitar sehingga proses pelayanan puskesmas berjalan baik dan lancar. 2. Tujuan khusus a. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK (Penyakit Akibat Kerja) dan KAK (Kecelakaan Akibat Kerja). b. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas puskesmas.
Alat Keselamatan Kerja 1. Pemadam kebakaran (hidrant) 2. Jas 3. Peralatan pembersih 4. Obat-obatan 5. Kapas 6. Plaster pembalut Aturan umum dalam tata tertib keselamatan kerja adalah sebagai berikut: a. Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya untuk memudahkan pertolongan saat terjadi kecelakaan kerja. b. Pakailah jas (dokter, dokter gigi, analis) saat bekerja c. Harus mengetahui cara pemakaian alat darurat seperti pemadam kebakaran, eye shower, respirator, dan alat keselamatan kerja yang lainnya. d. Buanglah sampah pada tempatnya. e. Lakukan latihan keselamatan kerja secara periodik. f. Dilarang merokok
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan. Pengendalian mutu pada pelayanan klinis diperlukan agar produk layanan klinis terjaga kualitasnya sehingga memuaskan masyarakat sebagai pelanggan. Ishikawa (1995) menyatakan bahwa pengendalian mutu adalah pelaksanaan langkah-langkah
yang
telah
direncanakan
secara
terkendali
agar
semuanya
berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga mutu produk yang direncanakan dapat tercapai dan terjamin. Dalam pengertian Ishikawa tersirat pula bahwa pengendalian mutu itu dilakukan dengan orientasi pada kepuasan konsumen. Dalam bahasa layanan kesehatan keseluruhan proses yang diselenggarakan oleh puskesmas ditujukan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai konsumen
BAB IX PENUTUP Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/ kota. Sedangkan
Puskesmas
bertanggung
jawab
hanya
untuk
sebagian
upaya
pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai
dengan
kemampuannya.
Tujuan
pembangunan
kesehatan
yang
diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional. Yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Mengetahui,
Dr. Debby Permatasari, MPH NIP. 198212182010012018