Pedoman Indera Mata Telinga Ori [PDF]

  • Author / Uploaded
  • sisca
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga terwujud derajat kesehatan yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), dimana Kesehatan Indera Pendengaran merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas SDM. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) penduduk dunia menderita gangguan pendengaran, di mana sepertiganya terdapat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hasil survei Nasional Kesehatan Indera tahun 1994 – 1996 di 7 Provinsi didapatkan prevalensi ketulian 0,4%,



gangguan



pendengaran 16,8% (masukan P/L; umur). Penyebab terbanyak dari morbiditas telinga adalah serumen prop (3,6%), dan OMSK (3,1%) di samping gangguan pendengaran lainnya yaitu presbikusis (2,6%), ototoksisitas (0,3%), tuli mendadak (0,2%) dan tuna rungu (0,1%). Dalam rangka menurunkan prevalensi ketulian, Departemen Kesehatan telah menyusun kebijakan-kebijakan di bidang Kesehatan Indera Pendengaran yaitu: Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Renstranas PGP Ketulian) dan Pedoman Manajemen Kesehatan Indera tingakat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kegiatan Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian di Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan rekomendasi WHO akan diprioritaskan pada 4 (empat) penyakit



penyebab gangguan pendengaran dan



ketulian yaitu OMSK, Presbikusis, Gangguan pendengaran akibat bising/Noise Induce Hearing Loss (NIHL) dan Tuli kongenital. Namun demikian adanya prioritas tersebut tidak mengabaikan penyakit lain penyebab ketulian yang spesifik di wilayah tersebut. Kegiatan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran dilaksanakan oleh Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama dan Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM) dan RSU sebagai sarana rujukan. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja dan mempunyai fungsi sebagai 1) Penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, 2) Pusat pemberdayaan masyarakat dan 3) Pusat pelayanan



kesehatan strata pertama yang meliputi upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM). Dalam mencapai Visi “Kecamatan Sehat”, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan wajib yaitu upaya promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta KB, upaya perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta upaya pengobatan. Selain itu sesuai dengan masalah daerah setempat dapat dilaksanakan upaya kesehatan pengembangan. Kesehatan Indera Pendengaran termasuk dalam upaya kesehatan pengembangan Puskesmas yang dapat diintegrasikan dengan upaya kesehatan wajib. Agar program kesehatan Indera Pendengaran ini dapat dikelola, baik dari aspek manajemen di tingkat Puskesmas maupun aspek pelayanan kepada masyarakat yang mencakup promotif, preventif dan kuratif, rehabilitasi, maka diperlukan suatu pedoman pelayanan kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas. Pedoman ini akan menjadi acuan bagi petugas Puskesmas dalam pelaksanaan dan pengembangan program kesehatan Indera Pendengaran di wilayah kerja Puskesmas.



B. TUJUAN 1. Tujuan umum : Meningkatnya derajat kesehatan Indera Pendengaran masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Wagir. 2. Tujuan Khusus : 



Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan.







Meningkatnya kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat untuk memelihara kesehatan dalam menanggulangi gangguan pendengaran dan ketulian.







Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran kepada masyarakat.







Meningkatnya temuan kasus gangguan pendengaran secara dini.







Meningkatknya



cakupan



masyarakat.



C. SASARAN 1. Sasaran Primer : 



Bayi







Balita







Anak usia sekolah/ remaja







Usia produktif



pelayanan



kesehatan



Indera



Pendengaran







Ibu hamil







Pekerja industri







Usia Lanjut



2. Sasaran sekunder : 



Tenaga kesehatan







Kader







Tokoh masyarakat







Guru



D. RUANG LINGKUP Ruang lingkup bahasan pada pedoman pelayanan kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas ini dibatasi pada pelayanan kesehatan THT dasar yang bisa dilaksanakan di Puskesmas dengan merujuk kasus-kasus yang tidak bisa ditangani ke Rumah Sakit. Di samping itu pedoman ini juga memberikan pengetahuan tentang bagaimana pimpinan Puksemas dapat melaksanakan pengelolaan program Kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas.



E. LANDASAN HUKUM



1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara 3670); 3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 4437); 4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; 5. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara 3637); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara 3754); 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom;



9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/MENKES/SK/ XI/2001 tentang Sistem Kesehatan Nasional; 10. Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas 11. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 879/Menkes/SK/XI/2006 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian untuk mencapai tujuan Sound Hearing 2030



BAB II LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN



Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian di Puskesmas dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut:



A. PERENCANAAN KEGIATAN



Puskesmas yang akan mengembangkan Upaya Kesehatan Indera Pendengaran mempersiapkan : a. Sumber daya 1). Tenaga yang terlibat 



Dokter, perawat dan tenaga medis lainnya







Kader, guru UKS dan tokoh masyarakat



2). Sarana dan prasarana Untuk pelaksanaan kegiatan diperlukan sarana penunjang seperti peralatan medis dan non medis, obat-obatan, sarana penyuluhan dan lain lainnya. 3). Dana untuk mendukung kegiatan



Apabila sumber daya untuk kegiatan ini belum tersedia atau belum memadai, program kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas bisa diawali dengan



kegiatan sederhana yaitu upaya promotif dan preventif, seperti penyuluhan dan pemeriksaan



pendengaran yang dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan



pokok puskesmas



b. Survei Mawas Diri (SMD) SMD



ini



merupakan



serangkaian



kegiatan



yang



dilakukan



mengenali keadaan dan masalah yang dihadapi serta potensi yang



untuk



ada untuk



mengatasi masalah tersebut. Hasil dari SMD berupa data tentang : 



Gangguan pendengaran dan ketulian di masyarakat berdasarkan kelompok usia.







Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengenai kesehatan Indera Pendengaran







Potensi-potensi yang ada dalam masyarakat yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.



Setelah data ini terkumpul, akan dilakukan analisis bersama dengan Puskesmas, untuk menetapkan masalah kesehatan telinga. bahan ini dapat digunakan untuk menyusun rencana kegiatan.



c. Penyusunan usulan kegiatan Penyusunan usulan kegiatan dilakukan secara terpadu dengan upaya kesehatan lainnya. Rencana yang telah disusun dibuat dalam bentuk matriks yang berisikan rincian : kegiatan, volume, tujuan, sasaran, waktu, lokasi, pelaksana serta perkiraan biaya untuk setiap kegiatan.



Tabel 1. Contoh Matriks Rencana Kegiatan



n No



V



Kegia



Vo



Tuju



Sasara



Lokas



Pela



Wak



Biay



tan



l



an



n



i



k-



tu



a



san a 1



Sesuai dengan usulan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maka kegiatan tersebut harus dilaksanakan. Bila sumber daya terbatas maka kegiatan dilaksanakan secara terpadu dengan upaya kesehatan lainnya. Rencana kegiatan yang telah disusun diinformasikan pada seluruh staf melalui pertemuan Lokakarya Mini Puskesmas.



Sesuai dengan pembagian wilayah binaan, maka setiap penanggung-jawab wilayah binaan akan mendapat target sasaran, yang harus dicapai serta kegiatankegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kewenangannya.Tenaga kesehatan yang sudah dilatih atau yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas akan mengkoordinir kegiatan-kegiatan tersebut.



B. PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Sosialisasi Sosialisasi ini diberikan



kepada staf Puskesmas, lintas sektor, kader-kader



kesehatan, guru-guru UKS dan pekerja yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan sosialisasi agar mereka mendapatkan informasi secara jelas mengenai program kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas dan masalah-masalah gangguan pendengaran dan ketulian.



2. Pelatihan Pelatihan diberikan kepada: Kader, guru UKS dan tokoh masyarakat



3. Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran a. Pelayanan di dalam gedung Puskesmas Pelayanan kesehatan Indera Pendengaran di dalam gedung dapat dilakukan dengan mengintegrasikan dalam upaya kesehatan wajib Puskesmas. Kegiatannya dapat berupa : 1). Penyuluhan kesehatan Indera Pendengaran Penyuluhan kesehatan Indera Pendengaran di dalam gedung Puskesmas dapat dilaksanakan secara langsung kepada pengunjung Puskesmas dengan sasaran kelompok maupun individu. Selain itu dapat juga secara tidak langsung, dilakukan dengan menggunakan poster, leaflet, radio spot atau lainnya yang tersedia di Puskesmas.



2). Penjaringan kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian melalui rawat jalan pengobatan dan pada unit-unit pelayanan lainnya. 3). Pemeriksaan dan tindakan medik masalah gangguan pendengaran 4). Pengobatan kasus-kasus gangguan pendengaran 5). Merujuk kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian



kepada



fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.



b. Pelayanan di luar gedung Puskesmas Kegiatan di luar gedung terutama mengacu pada upaya promotif dan preventif serta penjaringan kasus dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam rangka menciptakan kemandirian masyarakat.



Kegiatan Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran tersebut adalah : 1). Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat umum, masyarakat sekolah, kelompok pekerja yang beresiko terhadap gangguan pendengaran dan lain-lain. 2). Penjaringan kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian di masyarakat dan sekolah oleh kader, dokter kecil, guru UKS dan petugas kesehatan yang sudah dilatih. 3). Pengobatan kasus-kasus gangguan pendengaran dan pertolongan pertama pada kedaruratan telinga dapat dilakukan oleh dokter dan perawat Puskesmas 4). Rujukan kasus ke Puskesmas atau fasilitas yang lebih tinggi



4. Pembinaan peran serta masyarakat



Kegiatan Pembinaan peran serta masyarakat dilaksanakan untuk menjalin kemitraaan dalam penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian.



Langkah-langkah untuk menjalin kemitraan : a.



Identifikasi dan analisis masalah gangguan pendengaran dan ketulian.



Tabel 2. Contoh Matriks Analisis Masalah



MASALAH



PERILAKU YG DIHARAPKAN



GANGGUAN



DARI INDIVIDU/MENGATASI KELUARGA MENCEGAH



PENDENGARAN DAN KETULIAN



OMSK Presbikusis Gangguan Pendengaran Akibat Bising/NIHL Tuli Kongenital Lain-lain



b. Pemberdayaaan masyarakat Dalam pembinaan peran serta masyarakat maka peran kader sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan program kesehatan indera Pendengaran ini. Langkah-langkah pemberdayaan masyarakat melalui kader



dalam upaya



kesehatan Indera Pendengaran adalah : 1). Membantu dan membimbing kader dalam menyusun rencana kegiatan upaya kesehatan Indera Pendengaran di masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan Indera Pendengaran yang ada. 2). Membimbing dan memonitor kegiatan kader 3). Membantu dan membimbing kader untuk mengenal masalah dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh kader 4). Membantu dan membimbing kader dalam pelaksanaan kegiatan tindak lanjut. 5). Membantu dan membimbing kader untuk memecahkan masalah dan hambaan yang dihadapi.



Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader perlu dilakukan pelatihan kader sehingga dapat melakukan deteksi dini kasus gangguan Indera Pendengaran di masyarakat.



c. Promosi kesehatan Indera Pendengaran Yaitu pemberian informasi terus menerus kepada masyarakat tentang: 



Masalah umum dan khusus gangguan pendengaran dan ketulian







Bahaya gangguan pendengaran dan ketulian







Pencegahan gangguan pendengaran dan ketulian



Dengan pemberian informasi secara terus menerus diharapkan masyarakat menjadi tahu, mau dan mampu melaksanakan pemeliharaan, pencegahan dan pengobatan masalah gangguan pendengaran dan ketulian



d. Bina Suasana Yaitu upaya penggalangan kemitraan antar berbagai kelompok masyarakat (tokoh



masyarakat,



tokoh



agama,dll)



untuk



menciptakan



suasana/mengembangkan kerjasama yang mendukung penyuluhan masalah kesehatan indera pendengaran.



Bina suasana dapat dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan, mengadakan lokakarya, sarasehan dan penyuluhan atau menyampaikan laporan studi banding ke daerah lain yang telah berhasil.



Di tingkat kecamatan, pimpinan Puskesmas bersama-sama dengan koordinator promosi kesehatan menjalin kerjasama dengan lintas sektor terkait di kecamatan sehingga tersusun suatu kesepakatan: pembagian tugas, pembagian wilayah, jadwal, kegiatan, dan supervisi terpadu. Hal ini untuk menghindari kegiatan yang tumpang tindih, tetapi menghasilkan pembinaan yang berkesinambungan.



e. Advokasi Yaitu upaya untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari penentu kebijakan. Untuk mendapatkan dukungan, advokasi harus dilaksanakan dengan teknik yang tepat dan informasi yang akurat



Tahapan dan tujuan advokasi: 1). Adanya pemahaman/kesadaran tentang pentingnya masalah kesehatan Indera Pendengaran 2). Adanya ketertarikan untuk mengatasi/solusi masalah 3). Adanya kemauan untuk mencari alternatif tindakan solusi masalah 4). Adanya kesepakatan satu tindakan solusi masalah 5). Adanya kesepakatan tindak lanjut 6). Adanya komitmen dan dukungan (kebijakan, sumber daya, regulasi, dll dalam penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian)



C.



PEMANTAUAN DAN EVALUASI KEGIATAN



Pelaksanaan kegiatan harus diikuti dengan pemantauan secara berkala untuk melakukan



telaahan



penyelenggaraaan



kegiatan



dan



hasil



yang



telah



dicapai.Telaahan bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang telah dicapai Puskesmas dibandingkan dengan rencana kegiatan dan standar pelayanan. Kesimpulan dirumuskan dalam bentuk kinerja Puskesmas yang terdiri dari cakupan, mutu dan biaya serta masalah dan hambatan yang ditemukan pada waktu penyelenggaraan kegiatan.



Telaahan bulanan ini dilakukan dalam Lokakarya Mini Bulanan Puskesmas. Sebagai tindak lanjut pemantauan ini dirumuskan upaya pemecahan masalah dan diuraikan dalam bentuk rencana kegiatan bulanan/triwulanan yang akan datang. Apabila diperlukan keterlibatan lintas sektor atau Camat atau Kepala Desa maka informasi ini perlu juga disampaikan dalam rapat koordinasi lintas sektor (Lokakrya Mini Triwulanan). Pada akhir tahun saat mengadakan evaluasi kegiatan, Puskesmas dapat mengundang Dinas Kesehatan Kabupate/Kota sebagai nara sumber yang akan membantu upaya-upaya pemecahan masalah yang dihadapi.



D.



PENCATATAN DAN PELAPORAN



Pencatatan adalah kegiatan memasukkan dan mengumpulkan semua data yang diperoleh dari semua pelayanan petugas kesehatan. Pelaporan adalah kegiatan untuk melaporkan hasil pencatatan dari unit yang lebih rendah kepada unit yang lebih tinggi.



Hasil pencatatan dan pelaporan dilakukan analisis dan evaluasi yaitu suatu kegiatan untuk menganalisis setiap kegiatan yang menjawab pertanyaan 5 W - 1 H (what, who, when, where, why, and how)



a. Pencatatan Program Kesehatan Indera Pendengaran Pencatatan dilaksanakan



Program



Kesehatan



bersama-sama



Indera



dengan



Pendengaran Program



di



Puskesmas



Kesehatan



Indera



Pendengaran. Dalam pelaksanaannya dapat secara terintegrasi dengan program lain, jadi pencatatan program PGP Ketulian bisa terdapat dalam pencatatan program lain yang terkait dan terintegrasi, atau memanfaatkan pencatatan yang sudah ada sebelumnya seperti SP3 atau SP2TP/Simpus.



b. Pelaporan Program Kesehatan Indera Pendengaran



Pelaporan program PGP Ketulian dilaksanakan oleh unit Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Dinas Kesehatan Provinsi. mengacu



kepada



informasi



Variabel yang dilaporkan hendaknya



yang



dibutuhkan



di



Dinas



Kesehatan



Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi sampai ke Pusat.



Sesuai dengan kebijakan Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian, ada 4 penyakit yang harus ditanggulangi sebagai penyebab utama ketulian, yaitu; 



OMSK(Otitis media supuratif kronika)







Tuli kongenital







Gangguan pendengaran akibat bising







Presbikusis







Penyakit lain yang mejadi masalah kesehatan masyarakat, seperti serumen prop



Pelaporan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran mulai dari Puskesmas sampai ke Pusat, diutamakan laporan pelayanan terhadap 4 penyakit utama tersebut di atas ditambah serumen prop. Laporan dikirim dalam bentuk formulir pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan Indera. Laporan dari Puskesmas dikirim 3 bulan sekali ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merekap dan mengirimkan ke Dinas Kesehatan Provinsi, selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi mengirimkan laporan ke Depkes melalui Subdirektorat Bina Upaya Kesehatan Indera dan Usia Lanjut, Direktorat Bina Kesehatan Komunitas.



c. Analisis dan Evaluasi Hasil pelaporan dari Puskesmas dianalisis dan dievaluasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten untuk kemudian diberikan umpan balik ke Puskesmas.



BAB III PENYAKIT-PENYAKIT TELINGA YANG MENYEBABKAN GANGGUAN PENDENGARAN DAN KETULIAN



KELAINAN DAN PENYAKIT TELINGA YANG MENYEBABKAN GANGGUAN PENDENGARAN



* Anamnesa - kurang dengar - batuk pilek - tidak dengar/pekak/tuli - mimisan - DM, Hipertensi - otore(keluar cairan) - otalgia(nyeri) - otofoni - tinitus(telinga berdenging) Pemeriksaan



- rasa penuh dalam telinga



* Telinga



- rasa tersumbat



otoskopik



- vertigo



tes garputala



- rekruitmen



tes suara percakapan



- unilateral/ bilateral



tes vestibuler sederhana



- onset/progresivitas



* Hidung



- kontinu/intermiten



* Tenggorokan



Telinga luar



Telinga tengah



Telinga dalam



Diagnosis kelainan dan penyakit telinga serta gangguan pendengaran ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, khususnya telinga, hidung, dan tenggorok serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Anamnesis merupakan hal sangat penting sebagai cara pengumpulan data dalam menegakkan diagnosis kelainan dan penyakit penyebab gangguan pendengaran. Keluhan dan gejala yang ada dapat berupa : 1. Rasa sakit di telinga (otalgia), 2. Rasa tersumbat atau rasa penuh seperti ada air di dalam telinga,



3. Keluar cairan dari liang telinga (otore) yang dapat berupa cairan encer, jernih (mungkin liquor serebro spinal), mukoid, purulen, mukopurulen, darah atau pus bercampur darah (sanguino purulen). 4. Tidak mendengar (tuli/pekak) atau pendengaran berkurang.



5. Pembengkakan dibelakang telinga(infiltrat,abses), lubang dibelakang telinga yang mengeluarkan cairan(fistel). Pada bayi pembengkakan dapat terjadi di bawah telinga ( abses Bezold) 6. Pada bayi dan anak dapat disertai riwayat terlambat berbicara atau belum dapat berbicara. 7. Keluhan lain dapat berupa mendengar suara sendiri di dalam telinga (otofoni) dan keluhan telinga berdenging/berdengung (tinitus). Tinitus ada 2 macam, yaitu : a. Tinitus obyektif bila suara tersebut dapat didengar juga oleh pemeriksa dan biasanya bernada rendah b. Tinitus subyektif yang biasanya bernada tinggi dan tidak dapat didengar oleh pemeriksa. 8. Keluhan perasaan berputar (vertigo) merupakan salah satu gangguan vestibuler yang dapat timbul bersamaan atau tanpa gangguan pendengaran. 9. Nistagmus yaitu gerak bolamata kian kemari yang terdiri atas fase lambat dan fase cepat merupakan reaksi sistem vestibuler dan reaksi kompensasinya terhadap rangsangan keseimbangan. Selain keluhan dan gejala di atas, perlu dipahami beberapa hal tersebut di bawah ini agar dengan anamnesis dapat dibedakan kemungkinan seseorang menderita tuli konduktif atau tuli sensori-neural. 1. Tuli konduktif terjadi bila terdapat kelainan pada telinga luar atau telinga tengah 2. Tuli sensori-neural bila terdapat kelainan pada telinga dalam, saraf akustikus atau di sentral/otak. o Rekruitment



ialah



suatu



fenomena



terjadinya



peningkatan



sensitifitas



pendengaran yang berlebihan diatas ambang dengar. Keadaan ini khas pada tuli sensori-neural yang sering dijumpai pada orangtua yang menderita presbikusis (tuli sensori-neural terutama nada tinggi). Apabila kita berbicara biasa dikatakan jangan berbisik, tetapi apabila kita berbicara agak keras dikatakan jangan berteriak, padahal untuk orang yang pendengarannya normal suara tersebut tidak begitu keras.



Pada orangtua sebaiknya anamnesis dilakukan dengan cara berbicara lambat sehingga memudahkan penderita membaca ujaran bibir. Tanda yang khas lainnya adalah bila penderita menonton televisi volume suaranya dikeraskan, tetapi tetap tidak dapat menangkap percakapan di televisi sepenuhnya. Hal ini disebabkan adanya rekruitmen tadi. o Pada orang yang menderita tuli konduktif, bising latar belakang (background noise) tidak mengganggu, sehingga pada orang tersebut lebih enak berkomunikasi di tempat yang ramai oleh karena ditempat tersebut lawan bicaranya akan mengeraskan suaranya untuk mengatasi bising latar belakang, sehingga ambang pendengaran penderita tuli konduktif tersebut terlampaui. Penderita tuli konduktif bertendensi berbicara lemah oleh karena suaranya akan terdengar keras pada telinga yang kurang dengar (otofoni).



o Pada orang yang menderita tuli sensori-neural bising latar belakang sangat mengganggu, maka bila ia berkomunikasi di tempat ramai akan menjadi bingung, walaupun lawan bicaranya telah mengeraskan suaranya, malah lebih sulit menangkap pembicaraan oleh karena bersamaan dengan ini terjadi rekrutmen. Karena itu tuli sensori-neural sering disebut sebagai “Cocktail Party Deafness”. Penderita tuli sensori-neural bertendensi akan berbicara keras, oleh karena suaranya sendiri tidak terdengar olehnya.



A. PENYAKIT TELINGA LUAR 1. Atresia atau stenosis liang telinga dengan atau tanpa kelainan daun telinga (mikrotia) Penatalaksanaan : a.



Kelainan unilateral Periksa pendengaran dulu Rujuk ke spesialis THT untuk operasi rekonstruksi telinga yang cacat setelah anak berumur lebih dari 15 tahun.



Gbr.1. Atresia atau stenosis daun telinga



b. Kelainan bilateral Rujuk ke spesialis THT.Usahakan pemasangan alat bantu dengar dan speech training sedini mungkin. Pada usia 5 tahun dilakukan operasi rekonstruksi satu telinga dan telinga lainnya dilakukan setelah dewasa. 2. Serumen Keluhan rasa tersumbat di telinga, pendengaran berkurang dan kadang-kadang berdengung. Pada liang telinga tampak serumen dalam bentuk lunak, liat, keras dan padat.



Penatalaksanaan : a. Serumen cair Bila serumen sedikit, bersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas atau disedot/dihisap dengan pompa penghisap.



b. Serumen lunak Bila serumen banyak dan tidak ada riwayat perforasi membran timpani, irigasi liang telinga dengan larutan permanganat kalium (PK) 1/1000, suhu larutan hangat kuku. Bila ada riwayat perforasi membran timpani, maka tidak dapat dilakukan irigasi, bersihkan serumen dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.



c. Serumen yang liat Dikait dengan pengait serumen dan bila tidak berhasil lakukan irigasi bila tidak ada perforasi membran timpani.



d. Serumen yang keras padat (serumen prop) Lunakkan terlebih dahulu dengan meneteskan karbo gliserin 10% selama 3 hari, kemudian keluarkan dengan pengait atau diirigasi. Gbr.2. Serumen Liat di liang telinga



3. Trauma Liang Telinga



Terdapat riwayat trauma pada liang telinga. Keluhan: sakit, terdapat perdarahan liang telinga atau bekuan darah dari liang telinga.



Penatalaksanaan: 



Pasang tampon telinga (selama 3 hari) yang telah diberi antiseptik yodium.







Gbr.2. Serumen Liattelinga Antibiotik tetes







Analgetik



4. Benda asing di liang telinga



Penatalaksanaan : a. Benda asing serangga yang hidup Matikan dulu dengan rivanol atau larutan lain yang tidak iritatif kemudian keluarkan serangga tersebut dengan cara menjepitnya dengan pinset.



b. Benda asing lainnya seperti manik-manik, kacang hijau, biji-bijian, potongan korek api, kapas dan lainlain. Coba keluarkan benda asing tersebut setelah melihat dengan jelas bagian yang dapat dijepit dengan pinset, atau dikait dengan pengait.



Bila



anak



sulit



tidak



kooperatif



dan



tindakannya



sebaiknya rujuk ke spesialis THT.



Gbr.3. Benda asing lain di liang telinga



5. Otitis Eksterna Radang liang telinga dapat berbentuk : a. Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel) b. Otitis eksterna difusa akut



c. Otitis eksterna difusa kronis disebabkan



jamur :



Otomikosis d. Otitis eksterna difusa eksematosa e. Otitis eksterna maligna Gbr.4. Otitis Eksterna



a. Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel) Rasa nyeri yang hebat bila daun telinga tersentuh atau ditarik. Telinga berdengung bila furunkel telah menutup liang telinga.



Penatalaksanaan : 



Pasang tampon Ichtiol atau salep antibiotika+kortikosteroid ke liang telinga selama 2 hari







Analgetik







Bila



furunkel



sudah



menjadi



abses,



lakukan



insisi



dan



berikan



antibiotika



b. Otitis eksterna difusa akut 1. Rasa nyeri, gatal dan rasa penuh di telinga. Sebelumnya ada riwayat trauma dikorek atau berenang 2. Liang telinga sempit karena edem dan hiperemis dan terdapat sekret di liang telinga Penatalaksanaan : 1. Liang telinga dibersihkan dan diberi tampon yang mengandung anti biotik yang diganti tiap 2 hari . 2. Analgetika 3. Bila perlu diberikan Ampisilin (dewasa : 4x500 mg, anak : 4x25 mg/kgBB/hari



atau



Amoksilin



(Dewasa



:



3x500



mg,



anak:



3x10mg/kgBB/hari) selama 7 hari bisa diberikan Erytromysin dosis 40 mg /kg bb per hari.



c. Otomikosis/otitis eksterna difusa kronis disebabkan jamur Penyebabnya jamur aspergilus nigra atau kandida albikans 1. Rasa gatal, rasa tersumbat di liang telinga, dan pendengaran berkurang



2. Tampak debris jamur berwarna hitam putih atau kotor di liang telinga



Penatalaksanaan : Bersihkan liang telinga dengan larutan asam asetat 2% dalam alkohol 70% tiap hari, bila perlu diberikan tampon salep yang mengandung anti jamur.(dapat diberikan obat anti jamur topikal)



d. Otitis eksterna difusa eksematosa Liang telinga dan daun telinga edem, hiperemis kadang-kadang berair atau kering.



Penatalaksanaan : 1. Liang



telinga



dibersihkan



dan



diberi



salep



yang



mengandung



antibiotika+kortikosteroid 2. Antihistamin 3. Kalau perlu diberikan antibiotika oral



e. Otitis Eksterna Maligna Biasanya pada penderita diabetes melitus dan berusia tua. Rasa nyeri yang hebat dan terus menerus. Tampak proses inflamasi yang progresif sehingga dapat timbul perikondritis, vaskulitis, osteitis, osteomielitis, paresis nervus fasial dan nervus kranialis lainnya. Selain tanda radang liang telinga juga terdapat jaringan granulasi.



Penatalaksanaan : Bila mungkin rujuk segera ke spesilis THT, bila tidak mungkin penderita dirawat, kontrol gula darah dan berikan antibiotika aminoglikosid atau quinolon atau penicillin dan derivatnya, cefalosforin generasi ke III



B. PENYAKIT TELINGA TENGAH



1. Obstruksi Tuba Eustachius Dapat terjadi pada beberapa kondisi seperti infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA), barotrauma, hipertrofi adenoid, alergi hidung, polip hidung, tumor nasofaring dan komplikasi pemasangan tampon belloque. Tampak membran timpani retraksi ke dalam dan refleks cahaya memendek.



Penatalaksanaan ; Bila penyebabnya ISPA : a. Ampisilin (Dewasa : 4x500mg, anak :4x25m/kgBB/hari) atau Amoksilin (Dewasa : 3x500mg, anak :3x10mg/kgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500mg, anak : 4x10mg/kgBB/hari) selama 7 hari. b. Obat tetes hidung (nasal dekongestan) c. Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi



2. Otitis Media Serosa Akut Rasa penuh dan rasa ada cairan di telinga, kadang-kadang disertai tinitus. Pada pemeriksaan dengan otoskop tampak membran timpani suram, kadang-kadang disertai adanya gelembung udara atau batas cairan dengan udara (air fluid level) di kavum timpani. Gerak membran timpani terganggu pada waktu menelan ludah. Tes penala didapatkan tuli konduktif.



Penatalaksanaan : a. Ampisilin (Dewasa : 4x500mg, anak : 4x25mg/kgBB/hari) atau Amoksilin (Dewasa : 3x500mg, anak : 3x10mg/kgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500mg, anak : 4x10mg/kgBB/hari) selama 7 hari. b. Obat tetes hidung (dekongestan) c. Antihistamin bila ada tanda-tanda nasal alergi d. Analgetik/Antipiretik



Bila tidak ada perbaikan berikan antibiotika kombinasi : 



Eritromisina dengan sulfametoksasol atau







Amoksilin dengan asam klavulanat/sulbaktam selama7 hari



Bila masih tidak ada perbaikan rujuk ke spesialis THT.



3. Glue Ear (otitis media serosa kronik) Terjadi bila cairan yang ada di telinga tengah menjadi kental dan disebut sebagai otitis media efusi persisten. Lebih banyak terjadi pada anak. Biasanya orang tua penderita curiga pendengaran anaknya berkurang. menerus di telinga dan tidak sakit.



Rasa penuh yang terus



Pemeriksaan dengan otoskop tampak membran timpani keruh, suram dan ada bagian yang kuning kemerahan atau kebiruan dan kelenturan gerakannya berkurang. Biasanya derajat ketuliannya lebih berat.



Penatalaksanaan Bila sudah pernah mendapat pengobatan yang sesuai dengan pengobatan otitis media serosa, segera rujuk ke ahli THT untuk pemasangan pipa Grommet dan mencari penyebab penyumbatan tuba.



4. Otitis Media Akut (OMA)



Radang akut telinga tengah ini terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. Kuman penyebabnya adalah bakteri piogenik Gbr.5. Radang akut telinga tengah



seperti



streptokokus



hemolitikus,



pneumokokus



atau



hemofilus influenza.



Keluhan dan gejala yang timbul tergantung dari stadium OMA yaitu : I.



Stadium oklusi tuba



II. Stadium hiperemis III. Stadium supurasi IV. Stadium perforasi V. Stadium resolusi



Tanda dan gejala OMA adalah : 1). Anak gelisah atau ketika sedang tidur tiba-tiba terbangun, menjerit sambil memegang telinganya.



2). Demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan kadang-kadang sampai kejang 3). Kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare.



a. OMA stadium oklusi tuba Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani suram, refleks cahaya memendek atau menghilang.



Penatalaksanaan :  Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari selama  7 hari.  Obat tetes hidung nasal dekongestan  Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi  Antipiretik



b. OMA stadium hiperemis Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani hiperemis dan edem serta refleks cahaya menghilang



Penatalaksanaan : o Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari) selama 10-14 hari o Obat tetes hidung dekongestan maksimal 5 hari. o Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi o Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya.



c. OMA stadium supurasi Keluhan dan gejala klinik bertambah hebat. Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani menonjol keluar (bulging) dan ada bagian yang berwarna pucat kekuningan.



Penatalaksanaan 



Segera rawat bila ada fasilitas perawatan dan berikan antibiotika Ampisilin atau Amoksilin , parentral selama 3 hari, dan bila ada perbaikan lanjutkan dengan peroral selama 14 hari







Bila tidak ada fasilitas perawatan rujuk ke spesialis THT untuk miringotomi.



d. OMA stadium perforasi



Anak yang tadinya gelisah menjadi lebih tenang, demam berkurang. Pada pemeriksaan tampak cairan di liang telinga yang berasal dari telinga tengah. Membran timpani perforasi Gbr.6. OMA stadium perforasi



Penatalaksanaan :  Antibiotika oral diteruskan sampai 14 hari Cairan telinga dibersihkan dengan obat cuci telinga Solutio HO 3% 2-3 kali  Antibiotika tetes atau topikal restriktif



e. OMA stadium resolusi Pemeriksaan otoskopik tampak sekret tidak ada lagi/kering dan membran timpani berangsur menutup kembali.



5. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)



Sehari-hari dikenal sebagai congek, dalam perjalanan penyakit ini dapat berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut dimana secret tetap keluar dari telinga tengah baik encer, bening ataupun mukopurulen, hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Membran timpani tetap perforasi. Gbr.7. OMSK



Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK : a.



Pengobatan terlambat diberikan dan tidak adekuat



b.



Virulensi kuman tinggi



c.Daya tahan tubuh/gizi/hygiene kurang



OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : a.



OMSK tipe benigna/tipe mukosa/tipe aman



b.



OMSK tipe maligna/tipe tulang/tipe bahaya.



Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar dikenal OMSK aktif dan OMSK yang tenang. Pada OMSK tipe maligna lebih besar kemungkinan terjadinya komplikasi intrakranial.



a. OMSK tipe aman Proses peradangan hanya terbatas pada mukosa, perforasi membran timpani di sentral, jarang menimbulkan komplikasi berbahaya.



Penatalaksanaan : 1). Bila aktif, berikan obat cuci telinga berupa solutio HO 3%, 2-3 kali 2). Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari)



atau Amoksilin



(Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari) selama 7 hari. 3). Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi 4). Nasehatkan supaya tidak berenang dan tidak mengorek telinga 5). Bila selama 2 bulan tidak kering atau hilang timbul rujuk ke spesialis THT b. OMSK tipe bahaya Proses peradangan mengenai tulang, perforasi letaknya di atik atau marginal dan tampak kolesteatoma



Tanda klinis lain terlihat



adanya abses/fistel



retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi di liang telinga yang berasal dari telinga tengah dan secret purulen berbau busuk yang khas. Biasanya komplikasi intrakranial disebabkan oleh OMSK tipe bahaya ini.



Penatalaksanaan : 



Rujuk ke spesialis THT untuk pembedahan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti







Bila belum mungkin dikirim ke spesialis THT sebaiknya dilakuka terapi konservatif seperti dibawah ini.







Berikan obat cuci telinga berupa solutio HO 3% 2-3 kali







Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari) selama 14 hari.







Dan bila terdapat abses retroaurikuler insisi dulu, segera rujuk ke spesialis THT.



c. OMSK dengan tanda-tanda komplikasi intra kranial Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe bahaya, tetapi dapat juga pada OMA dan OMSK eksaserbasi akut yang disebabkan oleh kuman yang virulensinya tinggi. Gejala dan tanda adanya komplikasi OMSK ialah bila OMSK maligna disertai dengan adanya satu atau lebih gejala dibawah ini : 



Mual atau muntah







Pusing berputar/vertigo







Sakit kepala yang hebat dan terus menerus







Demam







Kejang







Kesadaran menurun



Penatalaksanaan : 



Segera rujuk ke spesialis THT untuk penatalaksanaan lebih lanjut







Bila tidak mungkin dirujuk, segera rawat inap dan berikan Ampisilin parenteral dosis tinggi 4x200-400 mg/kg BB/hari.



Kloramfenikol parenteral (IM/IV)



4x1/2-1 gr/hari untuk dewasa 60-100 mg/kg BB/hari untuk anak-anak. Metronidazol (oral/parenteral) 3x400-600 mg/hari.



Antibiotika oral dapat



diteruskan sampai1-1,5 bulan. 



Jika memungkinkan konsul ke spesialis anak /peny.dalam/neurologi/bedah saraf







Imobilisasi



C. GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK



Untuk dapat menduga atau mengetahui adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak dapat dilakukan allo anamnesis orang tuanya dengan teliti. Bayi tidak kaget bila ada suara yang keras bahkan yang keras sekalipun. mengatakan anak tetap tidur walaupun di sekitarnya bising /ramai.



Seringkali ibunya



Anak terlambat bicara atau bila berbicara ucapannya tidak sempurna. Keadaan ini terjadi bila gangguan pendengaran anak kurang tetapi tidak terlalu berat. Apabila belum dapat bicara kemungkinan anak tersebut menderita tuli berat bilateral.



Etiologi dan Patologi



Masa Prenatal Pada



masa



prenatal



faktor



genetik/herediter



dan



non



genetik,



seperti



gangguan/kelainan pada masa kehamilan, kelainan struktur anatomik dan kekurangan zat gizi (misalnya defisiensi Jodium) dapat sebagai faktor penyebab.



Dalam periode kehamilan masa yang paling penting adalah pada trisemester pertama, sebab gangguan atau kelainan yang terjadi pada masa tersebut dapat menyebabkan ketulian pada anak. Infeksi bakterial maupun virus yang seringkali berakibat buruk pada bayi yang akan dilahirkan adalah Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes dan Sifilis (TORCHS). Selain itu infeksi virus lainnya seperti campak dan parotitis juga dapat menyebabkan tuli saraf.



Beberapa jenis obat ototoksik dan



teratogenik berpotensi mengganggu proses organogenesis dan merusak sel-sel rambut koklea seperti salisilat, kina, neomisin, dihidro-streptomisin, gentamisin, thalidomide, barbiturat, dll. Malformasi struktur anatomi telinga yang dikenal sebagai penyebab ketulian antara lain atresia liang telinga dan aplasia koklea.



Masa Perinatal Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir, juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya gangguan pendengaran/ketulian seperti prematuritas, berat badan lahir rendah ( 81 dB



kata-kata yang diucapkan Mendengar beberapa kata



Tuli berat bilateral



61-80 dB



Dapat mendengar kata yang



Tuli sedang



41- 60 dB



diteriakkan dari jarak 3 meter



bilateral



Agak sulit mendengar, tetapi



Tuli ringan bilateral



yang diteriakkan pada sisi telinga yang lebih baik



biasanya dapat mendengar



26 – 40 dB



suara dengan kekerasan normal Ketulian hanya pada sisi



Tuli unilateral



telinga



Sisi sehat < 25 dB



Tidak ada masalah



NORMAL



pendengaran



Ke 2 telinga < 25 dB



* Tanpa pemeriksaan Audiometri



Normal



0 – 25 dB



Gangguan pendengaran ringan



25-40 dB



Gangguan pendengaran sedang



40 – 55 dB



Gangguan pendengaransedang



55 – 70 dB



berat Gangguan pendengaran berat



70 – 90 dB



Gangguan pendengaran sangat



> 90 dB



berat * Menurut ASHA( American speech language hearing association) tahun ……



Lampiran 2



DAFTAR ALAT-ALAT YANG DIBUTUHKAN UNTUK PEMERIKSAAN TELINGA DAN PENDENGARAN



1. Lampu kepala (head lamp) 2. Otoskop 3. Corong telinga atau spekulum telinga 4. Sendok atau pengait serumen (Cerumen haak) 5. Syringe (spuit) irigasi liang telinga 6. Pompa penghisap (suction pump) 7. Pinset bayonet 8. Garpu tala 9. Audiometer skrining 10. Lampu spiritus



Lampiran 3



DAFTAR OBAT-OBATAN ATAU ZAT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM KESEHATAN INDERA PENDENGARAN DI PUSKESMAS



Untuk



kepentingan



pemeriksaan



atau



tindakan



yang



berhubungan



dengan



penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian, obat-obatan atau zat yang harus tersedia di Puskesmas adalah :



1. Larutan Betadin (Povidone-Iodine 10%) 2. Larutan Alkohol 70% 3. Larutan Rivanol 1/1000 4. Larutan Merkurokrom 5. Larutan AgNO (Nitras Argenti) 5%, 15%, 25% 6. Larutan Karbol Gliserin 10% 7. Larutan Albothyl 8. Larutan Peroksida (HO 3%) sebagai cuci telinga 9. Tetes telinga antibiotika, dengan atau tanpa steroid 10. Tetes hidung (dekongestan) 11. Salep Ichtyol 12. Salep antibiotika dengan atau tanpa steroid 13. Salep anti jamur



Selain itu juga harus disediakan tampon telinga (bahan gass verband) steril, gypsona, drain steril dan sarung tangan.