Pedoman Internal Hepatitis 2023 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PROGRAM HEPATITIS



PUSKESMAS BANGUNSARI TAHUN 2023



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang di dunia termasuk di Indonesia. Menurut Kemenkes RI tahun 2020 Hepatitis adalah peradangan pada organ hati yang disebabkan leh berbagai sebab seperti bakteri, virus, proses aoutoimun, obat-obatan, perlemakan, alkohol dan zat berbahaya lainnya. Di dunia, virus Hepatitis B (VHB) telah menginfeksi sebanyak 2 milyar orang, sekitar 360 juta diantaranya merupakan pengidap VHB kronikk dan 500.000 orang meninggal setiap tahunnya. Sedangkan jumlah penderita Hepatitss C diperkirakan sebanyak 170 juta orang. Indonesia termasuk negara dengan endemisitas tinggi hepatitis B terbesar kedua di Asia Pasifik setelah Myanmar. Menurut data Riskesdes (2013) HbsAg positif di Indonesia sebanyak 7,1% dan 18 Juta penduduk terinfeksi HSB 50 % beresiko menjadi kronis dan 900.000 menjadi sirosis dan kanker hati. 115 juta orang terinfeksi Hepatitis C di dunia dengan jumlah kasus tertinggi berada di Asia Pasifik dan Afrika. Sedangkan di Indonesia sendiri terdapat 1,01% yang menderita Hepatits C positif dengan proporsi faktor resiko kasus hepatitis C sesuai pengakuan penderita terbanyak disebabkan oleh Pengguna Narkoba Suntik (27,52%) (Direktorat Surveilans,Direktorat Jendral P2PL;2012). Sementara itu hepatitis A dan E sering muncul dalam bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti yang terjadi di beberapa wilayah. 5 provinsi tertinggi hepatitis di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tenggara (2,3%) dan Maluku (2,3%) data ini berdasarkan Riskesdas (2007). Pada tahun 2020 di wilayah kerja Puskesmas Bangunsari terlaporkan adanya kasus Hepatitis baik Hepatitis tipe A, B, C, D, maupun E. Maka pedoman internal ini perlu disusun sebagai acuan bagi penanggung jawab/pengelola program kegiatan pengendalian kasus hepatits di Puskesmas Wonosari demi meningkatkan mutu pengendalian Hepatitis di wilayah kerja Puskessmas Wonosari, sehingga diharapkan angka penyakit khusunya hepatitis dapat diturunkan serendah mungkin. B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Sebagai pedoman pencegahan dan pengendalian penyakit Hepatitis di Puskesmas Bangunsari.



2. Tujuan khusus Pedoman ini disusun dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit Hepatitis dengan tujuan : a. Terlaksananya proses pengelolaan program Hepatitis mulai dari



perencanaan,



pelaksanaan, monitoring dan evaluasi b. Tersosialisasinya program Hepatitis ke masyarakat c. Terpenuhinya sarana dan prasarana kegiatan program Hepatitis. d. Memberikan pedoman bagi pelaksana program pencegahan dan pengendalian Hepatitis dan petugas kesehatan lainnya dalam peningkatan kecepatan dan ketepatan diagnose penderita dan dilanjutkan dengan penatalaksaaan penyakit Hepatitis sesuai standar C. SASARAN PEDOMAN Sasaran program P2PP Hepatitis adalah : 1. Petugas pelaksana program P2P Hepatitis 2. Petugas medis dan paramedis 3. Seluruh staf puskesmas baik langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan program P2P Hepatitis 4. Jejaring Puskesmas 5. Masyarakat pada umumnya D. RUANG LINGKUP PEDOMAN Ruang lingkup pedoman meliputi: 1. Penemuan pasien terduga penyakit Hepatitis 2. Pemeriksaan 3. Penatalaksaan awal 4. Pencatatan dan pelaporan penderita 5. Monitoring dan Evaluasi 6. Rujukan ke jejaring Puskesmas dan rujukan ke Fasilitas kesehatan lanjutan 7. Sosialisasi tentang penyakit Hepatitis E. Batasan Operasional Batasan operasional pencegahan dan pengendalian program Hepatitis meliputi upaya kesehatan perorangan dan masyarakat. Dimana setiap kegiatan dilaksanakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan khususnya akibat penyakit Hepatitis dengan sasaran individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.



BAB II STANDART KETENAGAAN A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA Kualifikasi sumber daya manusia dalam pelaksanaan program P2P Hepatitis meliputi: 1. Dokter penanggung jawab pelayanan medis 2. Petugas paramedis yang sudah pernah mendapatkan pelatihan atau sosialisasi penanganan Hepatitis 3. Petugas paramedis desa di wilayah kerja Puskesmas Bangunsari



B. DISTRIBUSI KETENAGAAN Distribusi ketenagaan program P2P Hepatitis terdiri dari : 1. Dokter penanggung jawab pelayanan medis di Balai Pengobatan Umum dan pelayanan gawat darurat yang bertanggung jawab dalam hal pengobatan berjumlah satu orang 2. Koordinator program yang bertanggung jawab dalam pelayanan Hepatitis di ruang Unit Gawat Darurat 3. Petugas paramedis lain yang membantu pelaksanaan pelayanan Hepatitis di ruang pelayanan Bp. Umum baik di Desa maupun di Puskesmas dan pelayanan kesehatan kasus terduga Hepatitis di ruang Unit Gawat Darurat. C. JADWAL KEGIATAN Pelaksanaan pelayanan program P2P Penyakit Hepatitis di Unit Gawat Darurat dilaksanakan 24 jam setiap hari, dan pelayanan di Balai Pengobatan Umum setiap hari pada jam kerja. No.



Uraian Kegiatan



Jan



Peb



Mar



Apr



2. 3. 4.



Pemeriksaan



















Pasien Penatalaksaan















Awal Rujukan Ke Jejaring











Fayankes Pelaporan ke Dinkes Kab











Keterangan



Jun



Jul



Agts



Sep



Okt



Nop



Des























































































































































Penerimaan & 1.



Me



TAHUN 2021



i



24 jam Setiap Hari 24 jam Setiap Hari 24 jam Setiap Hari Setiap bulan



BAB III STANDART FASILITAS



A. DENAH RUANG Terdapat 2 (dua) unit pelayanan untuk penanganan kasus Hepatitis di Puskesmas Bangunsari, ada yang melalui pelayanan Balai Pengobatan (BP) Umum dan pelayanan kesehatan Unit Gawat darurat.



2



3



1



2



4



No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Keterangan Pintu Tempat tidur pasien Wastafel Meja Administrasi Sterilisator Warmer Lemari Alkes Lemari Obat Trolly Obat Kursi Roda



No 1 2 3 4 5



Keterangan Meja Perawat Meja Dokter Tempat tidur pasien Trolly Alkes Pintu



4



5



9



1



2



9



110 8



7



6



Gmb. Denah ruang Unit Gawat darurat



1



1



5



1



4



2



3



Gmb. Denah ruang BP. Umum



B. STANDAR FASILITAS Secara standar, fasilitas yang harus ada dalam pelayanan pencegahan dan penatalaksanaan Hepatitis antara lain adalah : 8



Ruang pelayanan dengan ventilasi yang cukup



9



Buku Register pelayanan kesehatan, rekam medis pasien berserta ATK



10 APD : Masker Bedah, masker N95, handscoon, gown, hazmat, Face Shield untuk petugas 11 Pelayanan rujukan kasus yang di curigai Hepatitis



BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN A. Lingkup Kegiatan Adapun lingkup kegiatan upaya pencegahan dan pengendalian program penyakit Hepatitis di UPTD Puskesmas Bangunsari dilaksanakan setiap hari. B. Metode Metode tata laksana pelayanan Hepatitis, meliputi : 1. Penanganan kasus yang di duga kasus Hepatitis di unit pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Bangunsari (Ponkesdes dan Pustu), Balai Pengobatan (BP) Umum dan Unit Gawat Darurat (UGD) 2. Rujukan ke jejaring fasilitas layanan kesehatan baik dari tingkat Ponkesdes dan Pustu ke Puskesmas Bangunsari, maupun dari Puskesmas Bangunsari ke Rumah Sakit rujukan 3. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat (PHBS) sehingga terhindar dari penyakit Hepatitis. 4. Mensosialisasikan program penyakit Hepatitis ke masyarakat 5. Pelaporan kasus di duga Hepatitis ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso C. Langkah Kegiatan Langkah kegiatan pencegahan dan penatalaksanaan penyakit hepatitis mengikuti siklus P1-P2P-P3 dengan rincian kegiatan sebagai berikut : 1. Perencanaan (P1) Perencanaan meliputi : Sosialisasi pencegahan dan pengendalian hepatitis dan penemuan pasien yang diduga penyakit hepatitis 2. Pelaksanaan dan Penggerakan (P2P) Pelaksanaan kegiatan P2P hepatitis setiap hari 24 jam. Prinsip pencegahan dan pengendalian awal hepatitis adalah : a. Setiap ada kasus di duga hepatitis harus segera di tindak lanjuti. b. Anamnesis: 1) Identitas klien 2) Keluhan: Tidak semua kasus hepatitis menunjukkan gejala. Gejala yang tidak terlalu kentara muncul pada tahap awal infeksi dalam sekitar 80% kasus. Sisanya bisa menunjukkan gejala dengan tingkat yang bervariasi, meliputi: demam, kelelahan, kehilangan nafsu makan, mual atau muntah, nyeri lambung, nyeri sendi atau otot, perubahan frekuensi BAB dan buang air kecil, kulit dan bagian putih mata menguning ( jaundice), gatal-gatal, perubahan mental, seperti kurang konsentrasi atau koma, serta perdarahan dalam.



c. Pemeriksaan Fisik Kelainan pada pemeriksaan fisik baru terlihat saat fase ikterik. Tampak ikterus pada kulit maupun di selaput lendir. Selaput lendir yang mudah dilihat ialah di sklera mata, palatum molle, dan frenulum lingua. Pada umumnya tidak ada mulut yang berbau (foeter hepatikum) kecuali pada penderita hepatitis yang berat misalnya pada hepatitis fulminan. Sangat jarang ditemukan spider nevi, eritema palmaris, dan kelainan pada kuku (liver nail), jika ditemukan pada fase ikterik tanda tersebut akan menghilang pada fase konvalesen. Hati teraba sedikit membesar (sekitar 2-3 cm dibawah arkus koste dan dibawah tulang rawan iga) dengan konsistensi lembek, tepi yang tajam dan sedikit nyeri tekan terdapat pada + 70% penderita. Ditemukan fist percussion positif (dengan memukulkan kepala tangan kanan pelan-pelan pada telapak tangan kiri yang diletakkan pada arkus kostarum kanan penderita dan penderita merasakan nyeri). Kadang-kadang ditemukan adenopati servikal pada 10-20 % penderita dan teraba limpa yang lembek sekitar + 20% atau terisinya ruang Traube pada + 30% penderita. Tidak ditemukan ascites. Tidak banyak ditemukan kelainan pada kulit, kecuali pada pasien yang mengalami urtikaria yang umumnya bersifat sementara. d. Rujukan pasien ke Fasyankes rujukan e. Promosi Kesehatan/ sosialiasi tentang hepatitis 1) Mengenal penularan hepatitis 2) Pencegahan hepatitis 3. Penilaian, pengawasan dan penatalaksanaan (P3) a. Pencatatan dilakukan sejak pasien menjadi terduga kasus hepatitis hingga pasien dirujuk ke jejaring fasyankes. Pencatatan dilakukan dalan rekam medis pasien dan buku laporan pelayanan kesehatan baik di unit wilayah (Ponkesdes dan Pustu), Balai Pengobatan (BP. Umum) dan di Unit Gawat Darurat. b. Kegiatan penilaian, pengawasan dan penatalaksanaan dilaksanakan setiap ada kasus c. Pelaporan dikirimkan ke Seksi P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun d. Evaluasi dilaksanakan setiap tahun meliputi evaluasi indikator kinerja masukan (input, proses, output) dan dampaknya. Hasil evaluasi dibahas dalam pertemuan untuk selanjutnya dipakai sebagai penyusunan rencana kebutuhan dalam menetapkan metode yang lebih efektif dan efisien pada periode berikutnya



BAB V LOGISTIK Logistik Program Pencegahan dan Pengendalian Hepatitis merupakan komponen penting agar kegiatan program dapat dilaksanakan. Jenis-jenis logistik P2P Hepatitis pada kasus Hepatitis di Puskesmas Bangunsari adalah melakukan identifikasi awal, pelayanan kesehatan sesuai dengan protasp penatalaksanaan pelayanan kesehatan kasus Hepatitis, melakukan pelaporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun dan melakukan rujukan pasien Rumah Sakit Rujukan dan pemeriksaan laboratorium ke laboratorium rujukan.



BAB VI KESELAMATAN SASARAN Keselamatan sasaran adalah reduksi dan meminimalkan tindakan yang tidak aman dalam sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin melalui pratik yang terbaik untuk mencapai luaran yang optimum. (The Canadian Patient Safety Dictionary, October 2003). Keselamatan sasaran menghindarkan sasaran dari potensi masalah dalam pelayanan kesehatan yang sebenarnya bertujuan untuk membantu sasaran. Tujuan keselamatan sasaran adalah terciptanya budaya keselamatan sasaran pelayanan kesehatan UPTD Puskesmas Wonosari, meningkatnya akuntabilitas (tanggung jawab) petugas kesehatan terhadap sasaran, menurunnya KTD (kejadian tidak diharapkan), serta terlaksanya progra-program pencegahan, sehingga tidak terjadi pengulangan KTD (kejadian tidak diharapkan). Sasaran keselamatan sasaran pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut: 1. Ketepatan identifikasi sasaran Identifikasi sasaran kegiatan yang akan menerima pelayanan kesehatan sesuai rencana kegiatan unit pelayanan kesehatan yang telah disusun. 2. Peningkatan komunikasi yang efektif Komunikasi yang efektif, akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh sasaran pelayanan kesehatan akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan sasaran. Evaluasi diakhir pelayanan kesehatan dilakukan untuk memastikan sasaran tidak salah memahami informasi yang diberikan. 3. Peningkatan keamanan sarana pelayanan kesehatan Memantau lokasi, bangunan dan material pelayanan kesehatan yang dapat membahayakan keselamatan sasaran pelayanan kesehatan. 4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-metoda, tepat-sasaran Menyusun dan menerapkan standar operasional prosedur (SOP) pelayanan kesehatan untuk menghindari kesalahan lokasi, metoda dan sasaran pelayanan dan promosi kesehatan. 5. Pengurangan risiko psikososial terkait pelayanan kesehatan Resiko psikososial seperti bosan, mengantuk, lelah dan pusing dapat terjadi selama pelayanan kesehatan berlangsung. Untuk meminimalisir bahkan menghindari hal tersebut diperlukan komitmen bersama sasaran, memilih metoda yang tepat dan memberikan reward. 6. Pengurangan risiko sasaran terjatuh/terluka Memilih dan memantau lokasi pelayanan kesehatan untuk menghindari sasaran mengalami cedera baik dalam ruangan menerima pelayanan kesehatan. Sistem keselamatan sasaran pelayanan kesehatan dilakukan dengan melakukan assesment resiko, dampak dan menyusun implementasi solusi untuk mengendalikan atau meminimalkan timbulnya resiko.



Sistem Keselamatan Sasaran Unit Pelayanan Hepatitis RISIKO



DAMPAK/



Dalam



SASARAN Salah memahami



AKIBAT Salah menerapkan



gedung



informasi



NO



LOKASI



1



yang informasi



diterima diterima Fisik (dinding,  Sakit lantai,



tersandung



pencahayaan,



terpeleset,



suhu/kelembaban,



tertabrak.



kebisingan)



yang



PENATALAKSANAAN  Menyampaikan



materi



yang



benar dan jelas menggunakan



metoda yang tepat. akibat  Pemantauan berkala



fisik



bangunan.  Rambu peringatan.



 Kepanasan, pengap.  Kenyamanan



2.



Luar



Transportasi



gedung



menuju penyuluhan Psikososial



terganggu. Kecelakaan lokasi lintas.



lalu  Pemilihan lokasi yang mudah dan aman dijangkau sasaran.



 Mengantuk



 Membangun komitmen bersama.



 Pusing



 Penyampaian materi efektif dan



 Bosan



efisien.



 Lelah



 Pemilihan



metoda



kesehatan yang tepat.



promosi



BAB VII KESELAMATAN KERJA Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus dilaksanakan disemua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan sedikitnya 10 orang. Jika memperhatikan dari isi pasal diatas, maka jelaslah bahwa Puskesmas termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di Puskesmas, tetapi juga terhadap pasien maupun pengunjung Puskesmas. Risk Assesment melakukan identifikasi potensi bahaya atau faktor risiko dan dampak atau akibatnya. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya. Penyelenggaraan kesehatan kerja petugas di unit pelayanan UPTD Puskesmas Bangunsari adalah sebagai berikut : Sistem Keselamatan Kerja Unit Pelayanan Kesehatan No 1



Lokasi



Potensi Bahaya/



Dalam



Dampak/ Akibat Faktor Resiko Kesalahan informasi Menurunkan



Menggunakan



gedung



yang diberikan melalui tingkat



referensi/rujukan



media



terpercaya/resmi.



promosi kepercayaan



kesehatan. Fisik (dinding,



sasaran. lantai,  Sakit



Penatalaksanaan



akibat  Pemantauan berkala .



pencahayaan,



tersandung



suhu/kelembaban,



terpeleset,



kebisingan).



tertabrak.



 Rambu peringatan.



 Kepanasan, pengap.  Kenyamanan 2.



terganggu. menuju Kecelakaan lalu  Penggunaan APD di



Luar



Transportasi



gedung



lokasi sasaran kerja.



lintas.



perjalanan.  Pemeliharaan kendaraan operasional



Beban kerja



 Stress kerja  Pusing  Bosan  Lelah



secara



rutin.  Membangun komitmen bersama.  Pengorganiasaian kerja.



 Intensif/reward.  Refreshing.



BAB VIII PENATALAKSANAAN MUTU Penatalaksanaan mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu produk atau jasa yang diberikan kepada sasaran. Penatalaksanaan mutu pada unit pelayanan promosi kesehatan UPT Puskesmas Bangunsari diperlukan agar terjaga kualitasnya sehingga memuaskan masyarakat sebagai sasaran. Penjaminan mutu kesehatan pelayanan dapat diselenggarakan melalui berbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu manajemen yang dapat digunakan adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan menghasilkan pengembangan berkelanjutan (continous improvement) atau kaizen mutu pelayanan promosi kesehatan. Penatalaksanaan mutu pelayanan klinis terintegrasi dengan program penatalaksanaan mutu pelayanan klinis Puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Kegiatan penatalaksanaan mutu pelayanan klinis meliputi : 1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk peningkatan mutu standar. 2. Pelaksanaan, yaitu : a. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan antara capaian dan rencana kerja). b. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian. 3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu : a. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan standar. b. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan. Monitoring



merupakan



kegiatan



pemantauan



selama proses



berlangsung



untuk



memastikan bahwa aktifitas berlangsung sesuai dengan yang direncanakan. Monitoring dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedik yang melakukan proses. Aktifitas monitoring perlu direncanakan untuk mengoptimalkan hasil pemantauan. Contoh : monitoring pelayanan pasien, monitoring kinerja tenaga kesehatan. Sedangkan untuk menilai hasil atau capaian pelaksanaan pelayanan klinis, dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang diperoleh melalui metode berdasarkan waktu, cara dan tehnis pengambilan data. a. Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas ; 1) Retrospektif Pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan. Contoh : survey kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang. 2) Prospektif Pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan. Contoh : waktu pelayanan kesehatan di Puskesmas, sesuai dengan kebutuhan.



b. Berdasarkan sumber pengambilan data, terdiri atas : 1) Langsung (data primer). Data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh pengambil data. Contoh : survey kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan klinis. 2) Tidak langsung (tidak langsung). Data diperoleh dari sumber informasi yang tidak langsung. Contoh : catatan riwayat penyakit yang lalu. c. Berdasarkan Cara pengambilan data ; 1) Survei Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Contoh : survey kepuasan pelanggan. 2) Observasi. Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan ceklist atau perekaman. d. Pelaksanaan evaluasi terdiri dari : 1) Audit Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki dan dengan menyempurnakan kinerja tersebut. Oleh karena itu audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan pelayanan klinis secara sistematis. Terdapat 2 macam audit yaitu : a) Audit Klinis. Audit Klinis yaitu analisis klinis sistematis terhadap pelayanan klinis, meliputi prosedur yang digunakan untuk pelayanan, penggunaan sumberdaya, hasil yang didapat dan kualitas hidup pasien. Audit klinis dikaitkan dengan pengobatan berbasis bukti. b) Audit Profesional. Audit Profesional yaitu analisis kritis pelayanan klinis seluruh tenaga medis dan paramedis terkait dengan pencapaian sasaran yang disepakati, penggunaan sumberdaya dan hasil yang diperoleh. Contoh : audit pelaksanaan sistem manajemen mutu. c) Review (pengkajian). Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap pelayanan klinis tanpa dibandingkan dengan standar. Contoh : kajian penggunaan antibiotik.



Indikator mutu Pencegahan dan Penatalaksaan penyakit Hepatitis meliputi : 1. Input No 1



Uraian Sumber Daya



Standar Kompetensi Untuk dokter penanggung jawab, pelaksana



Target



Manusia



program dan Petugas paramedis harus



100 %



memiliki : -



STR



2. Proses No Standar Kompetensi 1. SOP Penatalaksanaan Hepatitis 2. SOP Kunjungan Rumah 3. Kepatuhan Petugas Terhadap SOP



Target Ada Ada 100 %



3. Out Put No 1



Kepuasan Pelanggan



Uraian



Target 80 %



BAB IX PENUTUP Pedoman Pecegahan dan Pengendalian Penyakit Hepatitis Puskesmas Bangunsari ini digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan di Puskesmas Bangunsari diperlukan komitmen dan kerjasama semua pihak. Hal tersebut akan menjadikan pelayanan semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang diwilayah kerja puskesmas Bangunsari. Sehingga kepuasan masyarakat pengguna layanan kesehatan Puskesmas Bangunsari pun meningkat.



Mengetahui, Kepala Puskesmas Bangunsari



drg.Cukup Wibowo NIP 19730621 201001 1 001



Bangunsari, 04 Januari 2023 Pengelola Program Hepatitis



Sunarsih NIP.19850707 201001 2 028