Pedoman Kendali Mutu Radiologi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Laras
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan sampai saat ini telah berkembang dengan pesat, namun hal ini belum membuahkan hasil yang memuaskan dan belum dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat karena berbagai hambatan dan kendala, terutama dalam menghadapi desentralisasi dan globalisasi saat ini. Mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh berbagai sarana kesehatan pada berbagai tingkat pelayanan baik pemerintah maupun swasta juga belum merata dan belum sepenuhnya dapat memenuhi tuntutan kebutuhan pengguna jasa dan masyarakat. Untuk mengatasi berbagai hal tersebut di atas maka mutu pelayanan kesehatan harus ditingkatkan, karena dengan dilakukannya peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang berkesinambungan akan meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup individu dan derajat kesehatan masyarakat, Kebijakan jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menjadi pedoman bagi semua pihak dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan kesehatan yang dimaksudkan adalah pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan penunjang kesehatan Pelayanan radiologi merupakan pelayanan yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit. Pengendalian mutu adalah salah satu proses deteksi dan koreksi adanya penyimpangan, hasil uji, dilakukan segera setelah terjadi pemeriksaan sehingga mutu pelayanan radiologi dapat ditingkatkan. Kegiatan perbaikan dapat dilakukan dengan tahapan identifikasi masalah, analisis penyebab dan pemilihan pelaksanaan tindakan perbaikan. Mutu pelayanan kesehatan utamanya pelayanan radiologi yang diselenggarakan oleh berbagai sarana pelayanan kesehatan pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta belum merata dan belum sepenuhnya pelayanan sesuai apa yang diharapkan. Kendali mutu (Quality Control) radiologi diharapkan akan dapat mengendalikan persoalan yang berkaitan dengan kualitas gambar dan eksposi yang diterima pasien. Dengan adanya pedoman kriteria kualitas yang dapat diterapkan dalam satu fasilitas pelayanan, maka kualitas gambar ataupun dosis pasien dapat diukur atau dibandingkan dengan ukuran yang ada pada pedoman, sehingga ini adalah satu bentuk pendekatan dengan dasar yang kuat dalam rangka menjaga kinerja fasilitas pelayanan radiologi diagnostik melalui program kendali mutu. Radiologi berkembang sebagai subspesialisasi dalam ilmu kedokteran sejak awal abad 19 dengan ditemukannya sinar X oleh Wilhelm Conrad Rontgen. Selama 50 tahun perkembangan radiologi adalah membuat film dari sinar X yang menembus objek yaitu dengan menggunakan kaset. Di Indonesia, penggunaan alat rontgen sudah lama yaitu sejak 1898 oleh tentara Belanda di Aceh dan Lombok. 1



Kemudian alat rontgen digunakan di RS militer dan pendidikan. Orang Indonesia pertama yang menggunakan alat rontgen adalah RM Notokworo yang lulus dari Universitas Leiden, Belanda. Pada tahun 1939, Prof WZ Johanes mendapatkan brevet ahli radiologi dari STOVIA. Beliau dianggap sebagai Bapak Radiologi Indonesia karena mendidik ahli radiologi Indonesia antara lain Prof GA Siwabessy dan Prof Syahriar Rasyad. (Rasyad, S. 1988) Penemuan kontras oral dan injeksi pada tahun 1908-1912, membuat dokter bisa melihat organ seperti kolon, gaster dan vaskuler. Sejak tahun 1960 ultrasonografi dikembangkan dengan prinsip sonar, yaitu menggunakan gelombang suara untuk memeriksa organ tubuh. Sejak saat itu ditemukan perkembangan yang pesat dari mulai organ superfisial,vaskuler serta organ dalam. Teknik imejing digital kemudian mulai dikembangkan sejak ditemukannya CT scan (Computed Tomography) oleh Godfrey Hounsfield tahun 1970. Teknik imejing digital ini menggunakan komputer sebagai pengolah data dan direkonstruksi kembali. Teknik imejing digital berkembang dengan sangat cepat, mulai dari single slice sampai multislice. Teknik imejing digital sangat menolong para klinikus dan ahli bedah karena dapat merekonstruksi organ seperti vaskuler, kolon, tulang dan potongan multidimensi. Keuntungan teknik imejing digital antara lain, dapat mengurangi dosis radiasi, menghasilkan imejing yang sangat tajam resolusinya karena dapat dimanipulasi dengan komputer, dapat dikirim dalam jaringan komputer yang tersedia, serta dapat disimpan dalam bentuk CD/DVD/HD sehingga lebih tahan lama. Penggunaan nuklir sebagai diagnostik dan pengobatan di Indonesia dimulai sejak tahun 1971 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, kemudian berkembang di Yogyakarta, Semarang, dan kota-kota lain. Sejak tahun 1975 mulai dikembangkan teknologi PET Scan dimana teknik ini menggunakan positron yang dihasilkan oleh siklotron untuk mendeteksi metabolisme di dalam tumor. PET scan menggunakan alat lain yaitu CT untuk mapping dari organ tubuh. Kegunaan PET scan antara lain dapat mendeteksi tumor, untuk rencana tindak lanjut terapi dan untuk menentukan derajat kanker. B. DASAR HUKUM 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1997 tentang Tenaga Kesehatan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion 6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif 7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 780/Menkes/PER/VIII/2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi



2



8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan C. TUJUAN  Tujuan Umum : Meningkatkan mutu pelayanan radiologi yang diselenggarakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia.  Tujuan Khusus : 1. Sebagai acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan pelayanan radiologi secara sistematik dan terarah. 2. Sebagai acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan kendali mutu peralatan radiologi. 3. Meningkatkan kinerja pelayanan radiologi. D. SASARAN 1. Rumah Sakit 2. Balai Kesehatan Paru Masyarakat . 3. Praktek Perorangan/berkelompok dokter spesialis/dokter gigi spesialis. 4. Balai Besar Laboratorium Kesehatan/Balai Laboratorium Kesehatan. 5. Laboratorium Kesehatan Swasta. 6. Klinik Medical Check Up. 7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya sesuai dengan Ketetapan Menteri Kesehatan. E. PENGERTIAN 1. Pelayanan radiologi adalah pelayanan medik yang menggunakan semua modalitas energi radiasi pengion, dan non-pengion, serta radiologi intervensi, untuk diagnosis dan terapi, antara lain teknik pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar X, radioaktif, ultrasonografi, radiasi radio frekuensi elektromagnetik, intervensi vaskuler dan non-vaskuler. 2. Kendali mutu (Quality Control) radiologi adalah bagian dari jaminan mutu radiologi yang langsung berkaitan dengan pengukuran – pengukuran secara fisika dari kinerja fasilitas dan tidak secara langsung berhubungan dengan kualitas gambar yang diharapkan.



3



BAB II MANAJEMEN MUTU PERALATAN RADIOLOGI A. DEFINISI MANAJEMEN MUTU Sebuahkegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang luas, di dalamnya terdapat jaminan mutu (Quality Assurance), peningkatan kualitas yang dilakukan melalui lewat sebuah program untuk melaksanakan serta mengevaluasi sebuah Mutu (Quality Control) dengan menggunakan berbagai metodologi dan teknik yang dilakukan secara berkesinambungan. B. TUJUAN MANAJEMEN MUTU Manajemen mutu bertujuan untuk menghasilkan suatu pencitraan diagnostik dengan mutu terbaik, nilai klinis yang akurat, radiasi minimal dan aman untuk semua pihak yang terlibat. C. MANFAAT MANAJEMEN MUTU Mendapatkan optimalisasi peralatan, sumber daya manusia (SDM), efisiensi biaya dan mutu pelayanan. D. RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU Ruang lingkup manajemen mutu dijabarkan dalam program kendali mutu yang meliputi pengujian kinerja : 1. Acceptance Test (alat “baru” sebelum digunakan) dilakukan oleh vendor dan fisikawan medik dari pengguna. 2. Comissioning Test (uji coba kesesuaian untuk tes fungsi/uji fungsi) dilakukan oleh BPFK dan atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang. 3. Monitoring Test (daily, weekly, monthly/semi annual, annual) : alat yang khusus terhadap “alat setelah digunakan selang kurun waktu tertentu”, dilakukan oleh : a. Daily/weekly : radiografer, fisikawan medik, dokter spesialis radiologi dari pengguna. b. Monthly/Semi annual : Fisikawan medik dari pengguna c. Annual : dilakukan oleh BPFK dan atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang. 4. After Repair/Replacement Test (setelah perbaikan) alat yang sedang mengalami malfungsi atau tidak bekerja sebagaimana spesifikasinya, dilakukan oleh vendor, fisikawan medik pengguna, BPFK dan atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.



4



E. PRINSIP DASAR MANAJEMEN MUTU Kegiatan manajemen mutu pada dasarnya terdiri dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta pengendalian. Komponen yang harus ada dalam prinsip dasar manajemen mutu adalah : 1. Komite jaminan mutu 2. Kebijakan manajemen 3. Standar mutu citra 4. Petunjuk penggunaan 5. Audit mutu 6. Pertanggungjawaban 7. Spesifikasi pembelian 8. Pengawasan dan pemeliharaan peralatan 9. Evaluasi pencatatan 10. Pelatihan untuk sumber daya manusia 11. Peninjauan kembali Hasil kendali mutu peralatan radiologi dilaporkan kepada Tim Manajemen Mutu, sesuai dengan peraturan yang berlaku di masing-masing rumah sakit. Langkah-langkah kegiatan manajemen mutu : 1. Penentuan Kebijakan 2. Pembentukan Tim jaminan mutu yang terdiri dari : a. Dokter spesialis Radiologi konsultan Intervensi b. Radiografer c. Petugas proteksi radiasi / Fisika medik d. Perawat e. Teknisi alat. f. Petugas administrasi 3. Spesifikasi alat saat pembelian 4. Prosedur tetap operasional alat 5. Prosedur tetap bila ada kerusakan emergency pada alat 6. Audit mutu peralatan radiologi intervensional (diagnostik – terapi) 7. Pencatatan, Pemeliharaan dan pengawasan mutu citra 8. Pencatatan, Pemeliharaan dan pengawasan alat maupun keluaran radiasi. 9. Monitoring dosis paparan radiasi pada pasien 10. Monitoring dosis paparan radiasi pada pekerja radiologi intervensional 11. Pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja yang terjadi 12. Pelatihan berkala pada petugas yang bekerja di ruang radiologi intervensional 13. Evaluasi untuk perencanaan tindakan selanjutnya



5



F. TINGKAT PROGRAM KENDALI MUTU Tingkat program kendali mutu : Tingkat 1 : Non-invasif, sederhana. - Program pengujian kinerja alat. - Bersifat sederhana dan tidak menyangkut perbaikan - Dapat dikerjakan oleh radiografer Tingkat 2 : Non-invasif, kompleks. - Bersifat lebih kompleks tetapi belum menyangkut perbaikan. - Sebaiknya dikerjakan oleh radiografer bersertifikasi dalam prosedur kendali mutu. - Peralatan uji yang dipakai lebih canggih seperti : Multifunctional meters, atau Computerized Multifunction Unit. Tingkat 3: Invasif, kompleks - Bersifat sangat kompleks, sudah menyangkut perbaikan atau koreksi vital maupun kalibrasi. - dikerjakan oleh tenaga berkualifikasi sarjana teknik atau fisikawan medis.



6



BAB IV PROGRAM KENDALI MUTU PERALATAN IMEJING RADIOLOGI ULTRASONOGRAFI (USG) A. PENDAHULUAN Pesawat ultrasonografi telah sering digunakan sebagai modalitas penunjang medis dalam penegakan suatu diagnosis. Modalitas ultrasonografi ini cukup disenangi karena memiliki banyak keunggulan misalnya, bersifat noninvasif, tidak menimbulkan radiasi, memberikan gambaran jaringan lunak yang lebih jelas dibandingkan foto rontgen konvensional dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Karena tingkat okupasi alat ini cukup tinggi, maka untuk memastikan alat ini bekerja dengan maksimal perlu dilakukan kendali mutu secara periodik. Software problem , 4% Doppler , 6% Poor spatial and contrast resolution, 9%



Maximum depth of visualization reduction, 3%



Image uniformity test, 30% Image display soft / hard copy quality, 21% Mechanical checks, 27%



Gambar 3. Jenis-jenis kerusakan yang ditemui Sering kali menjadi argumentasi apakah perlu dilakukan kendali mutu terhadap pesawat ultrasound dengan alasan kerusakan akan segera terlihat oleh operator ketika memeriksa pasien langsung. Namun alangkah lebih baik, jika kerusakan tersebut dikenali lebih dulu sebelum merugikan pasien yang diperiksa. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lu, Zeng F. (2004), tiga besar kendala yang sering adalah image uniformity (30%), mechanical check (27%), dan image display soft/hard copy quality (21%). Dengan kendali mutu yang berkelanjutan, kendala tersebut dapat diminimalisir. B. BASELINETEST Baseline test adalah suatu uji yang menggambarkan indikator kinerja puncak dari kualitas pencitraan suatu pesawat USG. Hasil dari baseline test ini akan digunakan sebagai control setting pada tes-tes berikutnya. Perubahan 7



yang halus dalam kualitas pencitraan dapat dideteksi dengan membandingkannya dengan nilai baseline test ini. Waktu yang terbaik untuk melakukan tes ini adalah sesaat setelah mesin baru selesai diterima dan dipasang. Atau bila tidak memungkinkan, tes dapat dilakukan setelah servis berkala yang dilaksanakan oleh tenaga ahli yang berkualitas. Jaringan phantom yang baik dibutuhkan dalam proses control setting. Dalam proses control setting, scan phantom seolah-olah itu adalah pasien dan dan sesuaikan pengaturan alat yang terbaik secara klinis. Pastikan pengaturan alat dilakukan dengan kondisi pencahayaan ruangan yang akan dipakai sehari-hari. Pencahayaan ruangan yang sama juga harus digunakan pada saat kendali mutu berikutnya dilaksanakan. Jika pengaturan alat sudah selesai, dokumentasikan seluruh hasilnya serta simpan seluruh pencitraan yang dihasilkan, tandai sebagai ‘baselineimage’. Dokumen ini digunakan sebagai perbandingan pada saat tes-tes berikutnya. Pada beberapa mesin tertentu, dimungkinkan untuk melakukan pemograman pengaturan yang diinginkan dalam file yang ditentukan pengguna. Ketika file dipanggil kembali, mesin secara otomatis akan menyesuaikan semua pengaturan pencitraan kembali sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan. Action level merupakan indikator nilai kualitas pencitraan, dimana tindakan korektif harus segera diambil sebelum mencapai defect level dimana alat tersebut sudah tidak akurat untuk digunakan. Biasanya action level berkisar 75% dibawah defect level. C. DESAINPHANTOM Sebagian besar dari tes kendali mutu dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih phantom USG. Jika menggunakan dua phantom atau lebih, adalah penting untuk konsisten untuk menggunakan phantom yang sama pada tes-tes berikutnya. Misalnya jika dua phantom yang digunakan untuk tes yang berbeda, tetapi keduanya memiliki satu set filamen yang digunakan untuk tes tertentu (misalnya, filament horizontal), maka hanya satu dari kedua phantom tersebut yang akan digunakan phantom akurasi jarak horizontal. Phantom yang ideal untuk prosespengujian harus terbuat dari material tissue mimicking (TM) yang mempunyai karakteristik: speed of sound 1540 ± 10 m/s pada suhu 22°C, attenuation coefficient 50.5-0,7 dB/cm/MHz, dan echogenitas serta tekstur pencitraan yang menyerupai parenkim hati.



Gambar 4. Phantom 8



Sayangnya banyak material TM berbahan dasar air yang memungkinkan proses dehidrasi dari waktu ke waktu, mengakibatkan perubahan dalam karakteristik speed of sound dan attenuation coefficient. Kemajuan terbaru dalam teknologi pembuatan phantom dengan menggunakan segel untuk mengurangi masalah dehidrasi tersebut namun tidak dapat mengatasi masalah ini sepenuhnya. Sebagai tolak ukurnya, phantoms yang memiliki kecepatan suara yang berbeda dari 1540 m/s akan menghasilkan fokus yang tidak akurat sehingga tidak dapat digunakan sebagai phantom kendali mutu. D. TES KENDALI MUTU Tes kendali mutu ini dibagi menjadi dua bagian: 1. Frequently Perform Test Tes ini dilaksanakan setiap 3 bulan sekali dengan menggunakan transducer yang biasa dan setiap 1 tahun sekali dengan menggunakan semua jenis transducer yang tersedia. a. Physical and mechanical inspection 1) Tujuan Menilai komponen keras (hardware) dari alat USG 2) Alat dan bahan Tidak ada 3) Prosedur Periksa perangkat keras berikut a) Transducers: periksa kabel, housing, dan transmitting surface dari keretakan serta konektor. Pastikan pergerakannya permukaannya lembut dan bebas dari getaran dan kemungkinan adanya gelembung udara. b) Power cord: periksa adanya keretakan, perubahan warna, dan kerusakan pada kabel ataupun colokan. c) Control: periksa kinerja dari tombol kontrol. d) Video monitor: periksa kebersihannya, goresan serta kinerja dari tombol kontrol. e) Wheel and locks: pastikan kinerja dari keduanya. f) Dust filter: periksa kebersihannya. g) Scanner housing: periksa adanya kerusakan. 4) Penilaian dan Evaluasi Ditemukan ketidaksesuaian dengan kondisi standar 5) Frekuensi uji Setiap hari 6) Rekomendasi Tindakan Korektif Pelajari kembali buku manual, jika tidak dapat dikoreksi hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. 9



b. Display monitor and hard copy 1) Tujuan Menilai display monitor dan hard copy alat USG. 2) Alat dan bahan Tidak ada. 3) Prosedur - Pastikan tombol contrast dan brightness di layar monitor pada posisi baseline. - Tampilkan grayscale test pattern (misalnya step-wedge pattern) pada layar monitor - Hitung jumlah grayscale bars yang ditampilkan pada tahap pertama dan tahap terakhir, serta jumlah dari keduanya. Kemudian bandingkan dengan baseline. - Periksa teks yang ditampilkan untuk menilai apakah ada keburaman (blur). - Buatlah hardcopy dari masing-masing pencitraan tersebut, kemudian bandingkan dengan baseline. 4) Penilaian dan Evaluasi - Suggested action level: jumlah gray bar yang ditampilkan 1 mm dari nilai baseline. Suggested defect level : >1.5 mm dari nilai baseline. 5) Frekuensi Setiap tahun 6) Rekomendasi Tindakan Korektif Hubungi pabrik pembuat untuk servis berkala. Tabel 1. Lateral resolution yang direkomendasikan



Gambar 11. Pengukuran Lateral resolution d. Ringdown or death zone 1) Tujuan Menilai ringdown atau death zone yang merupakan jarak dari permukaan transducers dengan echo pertama yang dapat diidentifikasi. 18



2) Alat dan bahan Phantom death zone



19



3) Prosedur - Gunakan baseline setting bila ada. - Mencari focal zone yang terdekat dengan permukaan - Sesuikan gain sehingga background echo dapat terlihat. - Hindari near gain yang berlebihan pada TGC. - Scan phantom pada region yang mengandung death zone test filament - Freeze gambar - Hitung kedalaman filamen yang paling dekat dengan permukaan.



Gambar 12. Death Zone Phantom 4) Penilaian dan evaluasi Suggested action level: - 7 mm untuk f> 3 MHz - 5 mm untuk 3 MHz 3 MHz - 7 mm untuk 3 MHz 1,5 mm, >0,8 dan ≤ 1,5 mm dan 100 ms dan < 100 ms. 6) Pengujian Ketepatan Kolimasi (ketidaksesuaian tepi lapangan dengan image receptor) Pengujian dilakukan pada SID 100 cm untuk mengetahui berapa prosentasi dan jumlah ketidaksesuaian tepi lapangan dengan image receptor. b. Peralatan pelindung radiasi (pengujian kebocoran apron) Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah apron mengalami kebocoran atau tidak. c. Peralatan tampilan (display) SMPTE test untuk video monitor dilakukan untuk menilai : 1) Kontras gambar : 2) Homogenitas Luminans 3) Pasangan garis (line pairs)tampak jelas kecuali pada 2 pixels horizontal. a. Pengujian ada/tidaknya artifak pada cetak film (print out) hasil pemeriksaan. b. Pengujian ada/tidaknya gangguan pada laser printer. 2. Ultrasonografi



34



F. FREKUENSI UJI 1. Fluoroskopi/DSA Frekuensi pengujian pada peralatan fluoroskopi/DSA adalah sebagai berikut: Tabel 3. Frekuensi pengujian pada peralatan fluoroskopi/DSA Pengujian



Frekuensi



QC Pengolah Film (tidak termasuk laser printer)



Harian



Kebersihan Ruang Pengolah Film



Mingguan



Pengujian Phantom



4 bulan sekali



Visual checklist



Sebulan sekali



Kondisi viewboxes



4 bulan sekali



Analisa Pengulangan (Repeat analysis)



4 bulan sekali



Analisa cairan pengolah film



6 bulan sekali



Kabut pada film (fog) karena penyimpanan di Ruang Pengolah Film



6 bulan sekali



Kebersihan Tabir cleanliness)



Sesuai kebutuhan atau setahun sekali



Penguat



Screen-film contact



(Screen



Setahun sekali



Untuk keamanan pengoperasian unit pesawat fluoroskopi/DSA pada saat pemeriksaan dan sebagai tindakan proteksi radiasi maka perlu dilakukan hal-hal berikut : a. Posisikan tube pada bagian bawah meja pemeriksaan b. Tube harus diberi tambahan perisai radiasi (shielding) c. Ruang pemeriksaan diberi tambahan Lead Glass Arm (kaca Pb dengan tangkai awal di pasang pada plafon) yang mudah digerakkan d. Selama bekerja dengan radiasi, alat pelindung diri dan film/TLD badge HARUS selalu digunakan e. Sebelum dioperasikan, pesawat harus dilakukan uji kesesuaian pesawat sinar x, sesuai UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 16 (2). 2. Ultrasonografi



35