Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN PELAYANAN RUANG PERINA



RUMAH SAKIT UMUM KARTINI Jl. Airlangga 137 Mojosari - Mojokerto Telp. (0321) 592261



2021



RUMAH SAKIT UMUM KARTINI Jl. Airlangga 137 Telp. (0321) 592261 Fax. (0321) 595569 MOJOSARI – MOJOKERTO



SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT NOMOR : 032/SK-DIR/RSUK/III/2021 Tentang



PEDOMAN PELAYANAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT UMUM KARTINI



Menimbang :



a.



Bahwa



dalam



komprehensif



Terselenggaranya



pelayanan



danprofesional berdasarkan



keperawatan



standardan etik



profesi dengan mengutamakan keselamatan pasien.; b.



Bahwa dalam Terselenggaranya pelayanan keperawatan yang berkualitas dan berkesinambungan sesuai SAK dan SPO yang berlaku dengan mengutamakan keselamatan pasien;



c.



Bahwa untuk pelaksanaan butir a dan b tersebut di atas perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur tentang Pedoman Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Kartini.



Mengingat



:



1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran; 2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 4. Undang-Undang Republik Indonesia No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan; 5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;



6. Keputusan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



No.



129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran; 8. Peraturan



Menteri



Kesehatan



1438/MENKES/PER/IX/2010



Republik



tentang



Indonesia



Standar



No.



Pelayanan



Kedokteran di Rumah Sakit; 9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Noomor HK.02.02/MENKES/148/1/2010



Tentang



Izin



dan



Penyelenggaraan Praktik Perawat; 10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan; 11. Peraturan Menteri Kesehatan Rebublik Indonesia Nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.



MEMUTUSKAN



Menetapkan



:



Pertama



: Memberlakukan



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan di



Rumah Sakit Umum Kartini sebagaimana terlampir dalam Surat Keputusan Direktur; Kedua



: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan;



Ketiga



: Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.



Ditetapkan di : Mojokerto Pada Tanggal : 08 Maret 2021



dr. Singgih Pudjirahardjo, M.Kes Direktur Rumah Sakit Umum Kartini



SURAT



KEPUTUSAN



DIREKTUR



RUMAH



SAKIT NOMOR:



134/SK-



RSUK/IV/2021 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN KOMITE KEPERAWATAN



BAB I PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG Asuhan yang berkualitas dapat dicapai dengan adanya profesionalisme keperawatan. Pelayanan keperawatan profesional di rumah sakit diberikan oleh kelompok keperawatan. Kelompok keperawatan yang bertanggung jawab untuk terlaksananya peran dan kegiatan perawat di rumah sakit berupa komite yang berada dalam struktur tetapi menjalankan peran fungsional. Komite Keperawatan dirumah sakit merupakan media utama untuk mengakomodasi dan menfasilitasi tumbuhnya komunitas profesi keperawatan melalui sistem keilmuan yang dapat mempertahankan profesionalisme pelayanan keperawatan yang diberikan. Asuhan yang berkualitas mempunyai beberapa elemen: 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Meningkatnya kesehatan dalam waktu sesingkat mungkin Menekankan kepada pencegahan, penemuan dini, dan treatment Diberikan kepada waktu yang tidak tertunda Dengan landasan pemahaman terjadi kerjasama dan partisipasi klien dalam membuat keputusan tentang proses asuhan Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah dan cakap dalam penggunaan teknologi dan sumber-sumber keprofesian Menunjukkan kesadaran akan stres dan kecemasan klien (dan keluarga) dengan kesejahteraan klien secara menyeluruh Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



1



7. 8.



Memanfaatkan dengan efisien teknologi yang tepat dan sumber-sumber asuhan kesehatan lain Secara memadai didokumentasikan untuk memungkinkan kontinuitas asuhan.



1.2 TUJUAN 1.2.1 Menjadi acuan dalam setiap program layanan keperawatan dilingkungan RSU Kartini agar lebih terencana, terarah, efektif dan 1.2.2 Memenuhi ketentuan tertip administrasi demi terciptanya menegemen secara profesional 1.2.3 Mewujudkan profesionalisme dalam pelayanan keperawatan.



1.3 RUANG LINGKUP seluruh staf keperawatan yang memberikan pelayan langsung kepada pasien



1.4 LANDASAN HUKUM 1.4.1 Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 TentangKesehatan 1.4.2 Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Saki 1.4.3 Keputusan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



Nomor



Hk.01.07/Menkes/x/1128/2022 Tentang Standart Akreditasi Rumah Sakit 1.4.4 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit 1.4.5 Berlakunya UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan 1.4.6 Peraturan Menteri Kesehatan RI No 49 tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit 1.4.7 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 17 tahun 2013 tentang perubahan 148 ijin praktek keperawatan 1.4.8 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 46 tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



2



BAB II STANDAR KETENAGAAN Komite Keperawatan dibentuk oleh Direktur Rumah Sakit, dengan struktur organisasi atau ketenagaan terdiri dari: 1. Ketua Komite Keperawatan 2. Sekretaris Komite Keperawatan 3. Ketua Subkomite Kredensial dan anggota 4. Ketua SubkomitePeningkatan Mutu Profesi dan anggota 5. Ketua Subkomite Etik dan Disiplin Profesi dan anggota



2.1



KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA



NAMA JABATAN



PENDIDIKAN



Ketua Komite Keperawatan SI Keperawatan Ners Sekretaris Komite



DIII Keperawatan



JUMLAH KEBUTUHAN 1 1



Keperawatan Ketua SubKomite Kredensial SI Keperawatan Ners Ketua SubKomite Mutu Profesi Ketua Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi



1.2



1



SI Keperawatan Ners



1



SI Keperawatan



1



DISTRIBUSI KETENAGAAN Berdasarkan Surat Keputusan Direktur RSU Kartini, maka ketenagaan di Komite Keperwatan adalah : 1.



Ketua Komite Keperwatan



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



3



1.3



2.



Sekretaris komite Keperwatan



3.



Ketua subkomite kredensial



4.



Ketua subkomite mutu profesi



5.



Ketua sub komite etika disiplin



KUANTITAS SDM Pengaturan tenaga kerja di Komite Keperawatan Rumah Sakit Umum Kartini. Tenaga kerja di Komite Keperwatan saat ini berjumlah 5 orang dan yang memegang tanggung jawab sebagai berikut : 1. Ketua Komite



: 1 orang



2. Sekrestaris



: 1 orang



3. Sub Komite kredensial



: 1 orang



4. Sub Komite Mutu Profesi



:1 orang



5. Sub Komite Etik dan Disiplin



: 1 orang



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



4



BAB III STANDAR FASILITAS A. STANDART FASILITAS Fasilitas adalah jangkauan pelayanan yang dapat dilaksanakan oleh Komite Keperawatan



sesuai



tugas



pokok



dan



fungsinya.



Komite



Keperawatan



RSU



Kartinidiharapkan mampu menyediakan fasilitas : 



Informasi resmi tentang kegiatan Komite Keperawatan RSU Kartini.







Informasi resmi tentang bukti mutu pelayanan keperawatan oleh tenaga perawat di RSU Kartini.







Informasi resmi tentang bukti pelayanan keperawatan di RSU Kartini.







Informasi resmi tentang pelaksanaan etika keperawatan di RSU Kartini.







Standar operasional prosedur keperawatan, standar asuhan perawatan, standar tenaga keperawatan di RSU Kartini.



B. PERALATAN Peralatan adalah sarana, prasarana, alat, tenaga dan dana yang diperlukan untuk mendukung terlaksananya kegiatan Komite Keperawatan, antara lain : 



Ruang kerja untuk sekretariatan Komite Keperawatan dan ruang rapat.







Peralatan alat tulis kantor dan komputer







Peralatan komunikasi lengkap







Buku Standar Pelayanan Administrasi dan Manajemen Komite Keperawatan







Buku Standar Pelayanan Administrasi dan Manajemen Komisi







Buku Pedoman Komite Keperawatan terbitan PPNI







Buku Etika Profesi







Buku Standar Operasional Prosedur RSU Kartini







Buku Standar Asuhan Keperawatan RSU Kartini



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



5



BAB IV TATA PELAKSANA PELAYANAN



4.1 PROSES KREDENSIAL Proses kredensial/re-kredensial sehingga didapatkan kewenangan klinis merupakan tanggung jawab sub komite kredensial. Tatalaksana subkomite kredensial dalam dalam melaksankan tugasnya ditetapkan sebagai berikut: Proses kredensial adalah sebagai berikut : 1. Setelah Proses rekrutmen selesai bagian HRD menjadwalkan pelaksanaan kredensial bagi StafKeperawatan yang akan diberikan kewenangan kliniskepadaKepala Unit 2. Ka SDM dan Umum menginformasikan kepada Komite Kredensial Keperawatan untuk menyiapkan mitra bestari yang akan hadir pada interview 3. Saat interview dilakukan telaah/ review dokumen: ijasah, transkip nilai, sertifikat kompetensi, STR, sertifikat-sertifikat Pelatihan, surat rekomendasi yang dilampirkan jika ada. 4. Sub komite kredensial menugaskan asesor untuk melakukan assesmen kompetensi dan asesor membuat rekomendasi hasil assessmen kompetensi ke sub komite kredensial 5. Sub Komite Kredensial membuat laporan seluruh proses kredensial kepada ketua Komite Keperawatan untuk diteruskan kepada Direktur 6. Direktur menerbitkan Surat Penugasan klinis disertai dengan rincian kewenangan klinis yang telah disetujui atas perawat yang bersangkutan 7. Perawat menjalankan tugas berdasarkan rinciankewenangan klinisnya 



Kredensial praktisi independen



1. Praktisi independen sesuai rekomendasi perhimpunan



menginformasikan kepada



Direktur, bahwa yang bersakutan akan memberikan pelayanan di RSU Kartini. 2. Berkas SPK dan RKK Staf Keperawatan diserahkan ke SDM untuk dimasukkan ke dalam file kepegawaian.



Proses re kredensial adalah sebagai berikut : 1.



Calon peserta re-kredensial menyiapkan dokmen /portofolio re kredensial



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



6



2.



Komite Keperawatan (sub Komite Kedensial) bekerasama dengan



mitra bestari



untuk reviuw, verivikasi, dan evaluasi clinical privillage 3.



Peserta re kredensial melakukan pra asesmen dengan asesor yang ditunjuk oleh komite, sehingga terlaksananya uji kompetensi oleh asesor



4.



Asesor membut rekomendasi hasilasesment kompetensi ke Sub Komite Kredensial



5.



Sub Komite Kredensial membuat laporan seluruh proses redensial kepada Ka. Komite Keperawatan untuk diteruskan kepada Diretur RS



6.



Direktur menerbitkan Surat Penugasan klinis disertai dengan rincian kewenangan klinis yang telah disetujui atas perawat yang bersangkutan kewenangan klinisnya



7.



Dilakukan proses re-kredensial, setiap 3 tahun sekali dan atau apabila dokter yang bersangkutan memiliki tambahan kompetensi  Kredensial praktisi independen 1. Praktisi independen sesuai rekomendasi perhimpunan



menginformasikan kepada



Direktur, bahwa yang bersangkutan akan memberikan pelayanan di RSU Kartini. 2.



Berkas SPK dan RKK Staf Keperawatan diserahkan ke SDM untuk dimasukkan ke dalam file kepegawaian



4.2



DISKUSI REFLEKSI KASUS (DRK), RONDE KEPERAWATAN, AUDIT KEPERAWATAN, PENGEMBANGAN PROFESIONAL BERKELANJUTAN



Memberikan rekomendasi tindak lanjut DRK, ronde keperawatan, audit keperawatan, pendidikan keperawatan berkelanjutan serta pendampingan merupakan kewenangan atau tanggung jawab sub komite mutu profesi. Tatalaksana subkomite mutu profesi dalam dalam melaksankan tugasnya ditetapkan sebagai berikut: 1.



Koordinasi dengan bidang keperawatan untuk memperoleh data dasar tentang profil tenaga keperawatan di RS sesuai area praktiknya berdasarkan jenjang karir.



2.



Mengidentifikasi kesenjangan kompetisi yang berasal dari data subkomite kredensial sesuai perkembangan IPTEK dan perubahan standar profesi. Hal tersebut menjadi dasar perencanaan CPD (Continuing Professional Development).



3.



Merekomendasikan perencanaan CPD (Continuing Professional Development) kepada unit yang berwenang. Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



7



4.



Koordinasi dengan praktisi tenaga keperawatan dalam melakukan pendampingan sesuai kebutuhan.



5.



Melakukan DRK (Diskusi Refleksi Kasus) dengan cara: a.



Pemilihan topik yang akan didiskusikan.



b.



Minimal dilakukan satu kali dalam sebulan



c.



Dilaksanakan oleh satu profesi dalam kelompok lima sampai dengan delapan orang



d.



Prosedur pelaksanaan DRK: 1) Fasilitator membuka pertemuan, beri salam. 2) Fasilitator menyampaikan dengan ringkas persyaratan diskusi. 3) Fasilitator memberikan kesempatan kepada presenter untuk menyajikan kasus / masalah selama 15-20 menit. 4) Setelah selesai fasilitator mempersilahkan setiap peserta untuk mengajukan klarifikasi selama 20-30 menit sescara bergantian searah jarum jam. 5) Fasilitator boleh mengajukan klarifikasi. 6) Bila diskusi telah selesai fasilitator bertanya kepada presenter dan pada semua peserta lainnya. 7) Fasilitator mencatat apa yang peserta pelajari dalam diskusi. 8) Fasilitator merumuskan issue - issue sebagai hasil pembelajaran dalam diskusi. 9) Bacakan kembali issue-issue untuk disepakati. 10) Masalah issue yang muncul didiskusikan untuk ditindaklanjuti. 11) Semua peserta diskusi menandatangani daftar hadir. 12) Fasilitator membuat laporan dalam format DRK. 13) Sepakati jadwal DRK yang akan datang. 14) Fasilitator menutup pertemuan dan mengucapkan terimakasih. 15) Dokumen DRK disimpan dalam file komite



6.



Melakukan ronde keperawatan dengan cara : a.



Pra ronde 1. Menentukan kasus dan topik. 2. Menetukan tim ronde. Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



8



3. Membuat informed consent 4. Membuat pre planning. 5. Diskusi. 6. Mencari sumber atau literatur. b.



Ronde 1. Diskusi 2. Demonstrasi



c.



Pasca ronde 1. Evaluasi pelaksanaan ronde. 2. Revisi dan perbaikan.



d.



Dokumen ronde disimpan dalam file komite



e.



Kriteria Evaluasi :



f.



1.



Bagaimana persiapan dan pelaksanaan ronde.



2.



Bagaimana peran masing-masing tim dalam diskusi ataupun demontrasi.



3.



Bagaimana tingkat kepuasan pasien.



Peran masing-masing tim : 1) Peran PA dan PP a.



Menjelaskan keadaan dan data demografi pasien



b. Menjelaskan masalah keperawatan utama. c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan. d. Menjelaskan hasil yang didapat. e. Menentukan tindakan selanjutnya. f. Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang diambil. g. Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji. 2)



Peran Perawat konselor : a. Memberikan justifikasi. b. Memberikan reinforcement. c. Menilai kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasional tindakan. d. Mengarahkan dan koreksi. e. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah di pelajari. Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



9



7.



Melakukan audit keperawatan dengan cara : a. Pemilihan topik yang akan dilakukan audit. b. Penetapan standar dan kriteria. c. Penetapan jumlah kasus/sampel yang akan diaudit. d. Membandingkan standar/kriteria dengan melaksanakan pelayanan e. Melakukan analisis kasus yang tidak sesuai standar dan kriteria. f. Menetapkan perbaikan. g. Rencana reaudit.



8.



Menyusun laporan kegiatan sub komite untuk disampaikan kepada ketua komite keperawatan



4.3 PEMBERIAN TINDAKAN DISIPLIN. Memberikan



usul



rekomendasi



pencabutan



kewenangan



klinis



(clinical



privilege) tertentu, memberikan rekomendasi perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical previlege) serta memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin merupakan kewenangan subkomite etik dan disiplin profesi. Tatalaksana subkomite etik dan disiplin untuk melaksanakan kewenangannya, sebagai berikut : 1.



Melakukan prosedur penegakan disiplin profesi dengan tahapan : a. Mengidetifikasi sumber laporan terjadi pelanggaran etik dan disiplin di dalam rumah sakit. b. Melakukan telaah atas laporan kejadian pelanggaran etik dan disiplin profesi.



2.



Membuat keputusan Pengambilan keputusan pelanggaran etik profesi dilakukan dengan melibatkan panitia adhoc.



3.



Melakukan tindak lanjut keputusan berupa : a. Pelanggaran etik direkomendasikan kepada organisasi profesi keperawatan dirumah sakit melalui ketua komite. b. Pelanggaran disiplin profesi diteruskan kepada direktur medik dan keperawatan /direktur keperawatan melalui ketua komite keperawatan. Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



10



c. Rekomendasi pencabutan kewenangan klinis diusulkan ke ketua komite keperawatan untuk diteruskan kepada direktur rumah sakit 4.



Melakukan pembinaan etik dan disiplin profesi tenaga keperawatan, meliputi: a. Pembinaan ini dilakukan terus menerus melekat dalam pelaksanaan praktik keperawatan dan kebidanan sehari-hari. b. Menyusun program pembinaan, mencakup jadwal, materi / topik dan metoda serta evaluasi. c. Metoda pembinaan dapat berupa diskusi, ceramah, lokakarya, coaching, symposium, bedside teaching, diskusi refleksi kasus dan lain-lain disesuaiakan dengan lingkup pembinaan dan sumber yang tersedia. d. Menyusun laporan kegiatan sub komite untuk disampaikan kepada ketua komite keperawatan



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



11



BAB V LOGISTIK



Manajemen Logistik alat kesehatan adalah suatu pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan, penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan serta penghapusan material atau alat-alat kesehatan. Tujuan dari manajemen logistik adalah tersedianya bahan setiap saat dibutuhkan, baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas yang dibutuhkan secara efisien. Dengan demikian manajemen logistik dapat dipahami sebagai proses penggerakkan dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki dan atau potensial untuk dimanfaatkan,untuk operasional, secara efektif dan efisien. Oleh karena itu untuk menilai apakah pengelolaan logistik sudah memadai adalah dengan menilai apakah sering terjadi keterlambatan dan atau bahan yang dibutuhkan tidak tersedia, berapa kali frekuensinya, berapa banyak persediaan yang menganggur (idle stock) dan berapa lama hal itu terjadi. Berapa banyak bahan yang kadaluarsa atau rusaknatau tidak dapat dipakai lagi. Manajemen logistik sebagai suatu fungsi mempunyai kegiatan-kegiatan : 5.1 Perencanaan Kebutuhan Fungsi perencanaan ini pada dasarnya adalah menghitung berapa besar kebutuhan bahan logistik yang diperlukan untuk periode waktu tertentu, biasanya untuk satu tahun. Ada dua cara pendekatan yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan logistik yaitu : Dengan mengetahui atau menghitung kebutuhan yang telah dengan nyata dipergunakan dalam periode waktu yang lalu : 1) Jumlah sisa/persediaan pada awal periode 2) jumlah pembelian pada periode waktu 3) jumlah bahan logistik yang terpakai selama periode 4) membuat analisis efisiensi penggunaan bahan logistik, dikaitkan dengan kinerja yang dicapai 5) membuat analisis kelancaran penyediaan bahan logistik, misalnya frekuensi barang yang diminta ‘habis’ atau tidak ada persediaan,jumlah barang yang menumpuk, serta penyebab terjadinya keadaan tersebut. Dengan melihat program kerja yang akan datang: a.



membuat analisa kebutuhan untuk dapat menunjang pelaksana kegiatan pada periode waktu yang akan datang. Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



12



b.



memperhatikan kebijakan pimpinan mengenai standarisai bahan, ataupun kebijakan dalam pengadaan.



c.



menyesuaikan perhitungan dengan memperhatikan persediaan awal, baik meliputi jenis, jumlah maupun spesifikasi logistic



d.



memperhatikan kemampuan gudang tempat penyimpanan barang.



Perencanaan dilakukan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.



5.2 Penganggaran Fungsi berikutnya adalah menghitung kebutuhan diatas dengan harga satuan (dapat berdasarkan harga pembeli waktu yang lalu atau menurut informasi yang terbaru), sehingga akan diketahui kebutuhan anggaran untuk pengadaaan bahan logistik tersebut. Penggagaran dilakukan oleh pihak logistic. Awalnya dijabarkan harga kebutuhan, kemudian di analisis. Analisi dilakukan untuk mengetahui waktu pengadaann dan perlunya pengadaan.



5.3 Pengadaan Fungsi berikutnya adalah pengadaan, yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengadakan bahan logistik yang telah direncanakan, baik melalui prosedur : 1) Pembelian 2) Produksi sendiri, maupun dengan 3) Sumbangan dari pihak lain yang tidak mengikat



5.4 Penyimpanan Fungsi penyimpanan ini sebenarnya termasuk juga fungsi penerimaan barang, yang sebenarnya juga mempunyai peran strategi. Secara garis besar yang harus dicek kebenarannya adalah : 1) Kesesuaian dengan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan serta waktu penyerahan barang terhadap purchase order (PO) dan purchasing requisition (PR). 2) Kondisi fisik bahan 3) Kesesuian waktu penerimaan bahan terhadap batas waktu PO dan PR Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



13



Barang yang diterima tersebut kemudian dibuatkan berita acara penerimaan/faktur barang. Berdasarkan sifat dan kepentingan barang/bahan logistik ada beberapa jenis barang logistik, yang biasanya tidak langsung disimpan digudang, akan tetapi diterimakan langsung kepada pengguna. Yang penting adalah bahwa mekanisme ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tercipta internal check (saling uji secara otomatis) yang memadai, yang ditetapkan oleh yang berwenang (Kepala Bidang Keuangan dan Kepala Bidang Kepala Penunjang dan Pelayanan Medis). Fungsi penyimpanan ini sangat menentukan kelancaran distribusi. Beberapa keuntungan melakukan fungsi penyimpanan ini adalah : 1. Untuk mengantisipasi keadaan yang fluktuatif, karena sering terjadi kesulitan memperkirakan kebutuhan secara akurat 2. Untuk menghindari kekosongan bahan (out of stock) 3. Untuk menghemat biaya, serta mengantisipasi fluktuasi kenaikan harga bahan 4. Untuk menjaga agar kualitas bahan dalam keadaan siap dipakai 5. Untuk mempercepat pendistribusian Ada beberapa teori tentang pengendalian persediaan logistik, namun dalam penerapannya harus hati-hati. Misalnya saja untuk menerapkan teori pengendalian persediaan ada beberapa syarat, antara lain : 1. Kebutuhan bahan dapat diperkirakan dan dihitung dengan pasti. 2. Kesinambungan pemasok dapat dijamin 3. System informasi logistik yang terintegrasi dalam system informasi manajemen yang memadai 4. Pengawasan internal (internal auditor) berjalan dengan baik dan konsekuen 5. Membudayakan pelaksanaan kerja yang tertib dan sehat 6. Reward dan punishment system yang konsisten dan konsekuen 7. Tersedia gudang dan pengelolaan yang memadai 8. Anggaran yang cukup. Metode yang sering digunakan dalam pengendalian persediaan adalah dengan memperhatikan sifat barang/obat, apakah termasuk barang vital, esensial atau normal (VEN system), digabungkan dengan apakah barang tersebut termasuk fast atau slow moving. Kombinasi kedua metode ini selama periode tertentu kemudian dihitung kebutuhan atau Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



14



penggunaannya akan diketahui rata-rata penggunaan perbulan, dan juga fluktuasi permintaannya. Dari perhitungan itu secara empiris, dapat ditentukan berapa besar jumlah : 1. Persediaan minimal/jenis barang per bulan 2. Persediaan maksimal/jenis barang per bulan 3. Persediaan pengaman (iron stock/idle stock) Untuk menghitung ini, yang perlu diperhatikan adalah berapa lama (durasi) waktu penyediaan sejak pesanan diterima rekanan/supplier sampai barang diterima (ini disebut Lead Time) dan berapa kebutuhan barang selama periode tersebut. Dalam penyimpanan dikenal ada system FIFO (first in first out). Khusus di RS seharusnya FIFO juga dibaca sebagai first expired first out (FEFO), dan yang mempunyai mempunyai masa kadaluarsa pendek/singkat harus dikeluarkan terlebih dahulu, tidak tergantung kapan diterimanya digudang.



5.5 Pendistribusian Efisiensi pelaksanaan fungsi pendistribusian ini juga secara tidak langsung akan mempengaruhi kecermatan dan kecepatan penyediaan oleh karena itu harus ditetapkan prosedur yang baku pendistribusian bahan logistik, meliputi : 1) Siapa yang berwenang dan bertanggungjawab mengenai kebenaran dan kewajaran permintaan bahan, baik mengenai jumlah, spesifikasi maupun penyerahannya. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi pemborosan atau pengeluaran yang tidak perlu. 2) Siapa yang berwenang dan bertanggungjawab menyetujui permintaan dan pengeluaran barang dari gudang.



5.6 Penghapusan Penghapusan adalah proses penghapusan tanggungjawab bendahara barang atas bahan atau barang tertentu sekaligus mengeluarkan dari catatan/pembukuan yang berlaku, penghapusan barang diperlukan karena : 1. Bahan/barang rusak tidak dapat dipakai kembali 2. Bahan/barang tidak dapat didaur ulang atau tidak ekonomis untuk didaur ulang. 3. Bahan/barang sudah melewati masa kadaluarsa (expired date) 4. Bahan/barang hilang karena pencurian atau sebab lain Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



15



Penghapusan barang dapat dilakukan dengan : 1. Pemusnahan, yaitu dibakar atau dipendam/ditanam 2. Dijual/dilelang. Untuk instansi pemerintah, hasil penjualan dan pelelangan harus disetor ke kas Negara. Setelah penghapusan dilaksanakan, maka dibuat berita acara Penghapusan, yang tembusannya dikirim ke instansi yang berkompeten.



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



16



BAB VI KESELAMATAN PASIEN



Keselamatan pasien (patient safety) adalah reduksi dan meminimalkan tindakan yang tidak aman dalam sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin melalui pratik yang terbaik untuk mencapai luaran klinis yang optimum. Keselamatan pasien menghindarkan pasien dari cedera/cedera potensial dalam pelayanan yang bertujuan untuk membantu pasien. Tujuan Patient Safety



terciptanya budaya keselamatan pasien di RS., meningkatnya



akuntabilitas (tanggung jawab) RS terhadap pasien dan masyarakat,menurunnya KTD (kejadian tidak diharapkan) terlaksananya program-program pencegahan, sehingga tidak terjadi pengulangan KTD (kejadian tidak diharapkan). Sistem Patient Safety 1) Assesment Resiko 2) Identifikasi dan Pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien 3) Pelaporan dan analisa insiden 4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya 5) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko Solusi: Mencegah terjadinya CEDERA akibat kesalahan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.



6.1 Adverse Event /KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommission) ketimbang daripada “underlying dessease” atau kondisi pasien (KPP-RS). KTD yang tidak dapat dicegah (unprevetable adverse event) yaitu suatu KTD akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan yang mutakhir.



6.2 Near miss/ KNC (Kejadian Nyaris Cedera) Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (ommission), yang dpt mencederai pasien tetapi cedera serius tidak terjadi karena keberuntungan, karena pencegahan, atau karena peringanan. Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



17



Misal : 1) Pasien menerima obat yang sebenarnya kontra indikasi tetapi tidak timbul reakasi. 2) Obat



dengan



lethal



overdosis



akan



diberikan



tetapi



diketahui



staf



lain



dini



dan



dan membatalkannya sebelum obat dikonsumsi pasien. 3) Obat



dengan



lethal



overdosis



diberikan tetapi diketahui



secara



diberikan antidotum-nya



6.3 Tujuh standar keselamatan pasien 1) Hak pasien:Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapat informasi ttg rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan KTD, 2) Mendidik pasien dan keluarga: RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tangung jawab pasien dalam asuhan pasien, 3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan: RS menjamin keseinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan, 4) Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien: RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki prosed yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien, 5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien:Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi melalui penerapan tujuh langkah menuju KPRS. Pimpinan menjamim berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselatan pasien dan program menekan atau mengurangi KTD. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja RS serta meningkatkan keselamatan pasien. Pimpinan



mengukur



dan



mengkaji



efektifitas



kontribusinya



dalam



meningkatkan kinerja RS dan keselamatan pasien, 6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien RS memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



18



pasien secara jelas RS menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan dan ememlihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, 7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien:RS merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.



6.4 Tujuh langkah menuju kesematan pasien 1.



Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien:Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil,



2.



Pimpin dan dukung staf anda:Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien,



3.



Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko:Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko serta lakukan identifikasi dan kajian hal yang potensial bermasalah,



4.



Kembangkan sistem pelaporan:Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta RS mengatur pelaoran kepada KKPRS,



5.



Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien:Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien,



6.



Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien: dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul,



7.



Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien:Gunakan infromasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan sistem pelayanan.



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



19



BAB VII KESELAMATAN KERJA Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus dilaksanakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan sedikitnya 10 orang. Jika memperhatikan dari isi pasal diatas, maka jelaslah bahwa RS termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tetapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan diRS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS. Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam RS atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam : 1.



Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan);



2.



Bahan beracun, korosif dan kaustik;



3.



Bahaya radiasi;



4.



Luka bakar;



5.



Syok akibat aliran listrik;



6.



Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam;



7.



Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di RS / instansi kesehatan. Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



20



Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS. Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan ( malpraktek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja. Proses manajemen keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium seperti proses manajemen umumnya adalah penerapan berbagai fungsi manajemen, yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan pengawasan. Fungsi perencanaan meliputi perkiraan / peramalan, dilanjutkan dengan penetapan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, menganalisa data, fakta dan informasi, merumuskan masalah serta menyusun program. Fungsi berikutnya adalah fungsi pelaksanaan yang mencakup pengorganisasian penempatan staf, pendanaan serta implemen- tasi program. Fungsi terakhir ialah fungsi pengawasan yang meliputi penataan dan evaluasi hasil kegiatan serta pengendalian.



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



21



BAB VIII PENGENDALIAN MUTU



Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan. Pengendalian mutu pada pelayanan kesehatan diperlukan agar produk layanan kesehatan terjaga kualitasnya sehingga memuaskan masyarakat sebagai pelanggan. Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan melalui pelbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan menghasilkan pengembangan berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu pelayanan kesehatan. Konsep "Trilogy" mutu dan mengidentifikasikannya dalam tiga kegiatan: 1.



Perencanaan mutu meliputi: siapa pelanggan, apa kebutuhannya, meningkatkan produk sesuai kebutuhan, dan merencanakan proses untuk suatu produksi,



2.



Pengendalian mutu: mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan antara kinerja aktual dan tujuan,



3.



Peningkatan mutu:



membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan



peningkatan mutu. Setiap kegiatan dijabarkan dalam langkah-Iangkah yang semuanya mengacu pada upaya peningkatan mutu. Peluang untuk memecahkan masalah harus digunakan pada saat yang tepat oleh mereka yang bertanggungjawab melalui langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 1 : Mengidentifikasi, memilih, dan mendefinisikan masalah. Kenali hal-hal yang berpotensi menjadi masalah dan kaji situasi dimana staf mungkin dapat mempebaikinya. Tentukan kriteria untuk memilih masalah yang paling penting. Definisikan secara operasional masalah yang dipilih, misalnya,bagaimana staf mengetahui bahwa hal yang diidentifikasi merupakan masalah?Bagaimana staf mengetahui



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



22



bahwa masalah sudah terpecahkan, dengan cara menentukan kriteria keberhasilan pemecahan masalah. Langkah 2 : Pelajari dengan seksama proses yang terjadi dari segala aspek. Tentukan di mana dan kapan masalah muncul. Pahami proses terjadinya masalah. Langkah 3 : Tentukan sebab masalah yang pokok Tentukan faktor-faktor yang menimbulkan masalah dan keterkaitannya dengan masalah. Gunakan metode untuk mengetes hipotesis tentang sebab-sebab yang mungkin menimbulkan masalah tersebut. Kumpulkan data untuk mengetes hipotesis dan untuk menentukan faktor penyebab yang paling dominan. Langkah 4 :



Identifikasi semua solusi yang mungkin. Berfikirlah secara kreatif untuk



menanganisebab-sebab masalah yang mungkin dapat diatasi. Langkah 5 : Pilih solusi yang dapat dilaksanakan. Analisalah cara-cara pemecahan masalah yang mungkin dilaksanakan, dikaji dari aspek kriteria keberhasilan memecahkan masalah, biaya yang diperlukan, kemungkinan solusi dapat dilaksanakannya, atau kriteria lainnya. Langkah 6 : Melaksanakan pemecahan masalah yang berkualitas dengan PDCA



Ada empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif, yaitu: a. Merencanakan (PLANN) : Sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan tujuan dan apa kriteria keberhasilan. Pimpinan harus memutuskan “siapa, apa, dimana, dan bagaimana” solusi akan dilaksanakan. Pada tahap ini, diperlukan penjelasan tentang berbagai asumsi, dan dipikirkan tentang kemungkinan adanya penolakan dari pihak yang dijadikan sasaran. Di sini harus sudah diputuskan tentang data yang harus dikumulkan untuk memantau keberhasilan pelaksanaan solusi masalah. b. Pelaksanaan (DO) : Melaksanakan solusi sering melibatkan pelatihan, termasuk proses pengumpulan data/informasi untuk memantau perubahan yang terjadi, dan mengamati tingkat kemudahan atau kesulitan pelaksanaan solusi. Amati bagamana solusi tersebut dilaksanakan. Buat catatan tentang segala sesuatu yang dianggap menyimpang dari kesepakatan. Setiap masalah atau kesalahan yang muncul dalamproses ini harus diartikan sebagai kesempatan untuk membuat perbaikan. Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



23



c. Cek (CHECK) : Amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran apa yang diperoleh dari tindakan yang sudah dilakukan. d. Bertindak (ACTION) : Ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran yang diperoleh dari tindakan yang sudah diambil:”Lanjutkan proses solusi, atau hentikan, atau ulang kembali tindakan dari awal dengan tujuan melakukan modifikasi”. Di RSUKartini kegiatan akreditasi dimulai dari penyusunan dokumen berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Kebijakan, implemenasi dokumen sampai dilaksanakan audit internal, audit eksternal, tinjauan manajemen dan self assessment untuk pengendalian mutu pelayanan.



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



24



BAB IX PENUTUP Perlindungan keselamatan pasien merupakan tujuan dari dibentuknya komite keperawatan rumah sakit. Oleh karena itu dengan dibentuknya Pedoman Pelayanan Komite keperawatan ini, maka diharapkan penyelenggaraan komite keperawatan RSU Kartini akan berjalan dengan baik sesuai harapan dan tujuan keselamatan pasien dapat tercapai.



Pedoman Pelayanan Komite Keperawatan/RSUK



25