Pedoman Pelayanan Ppra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANGKALAN UTAMA TNI AL XIII RUMKITAL ILYAS TARAKAN



PEDOMAN PELAYANAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA RUMKITAL ILYAS TARAKAN



RUMKITAL ILYAS TARAKAN



JL.RE. Martadinata No.29 Tarakan TELP/FAX (0551) 24320 email: [email protected]



1



PANGKALAN UTAMA TNI AL XIII RUMKITAL ILYAS TARAKAN



SURAT KEPUTUSAN NOMOR : SK/ 003/ IV/ 2020 Tentang PENETAPAN PEDOMAN PELAYANAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA (PPRA) RUMKITAL ILYAS TARAKAN TAHUN 2020 KEPALA RUMKITAL ILYAS TARAKAN Menimbang



:



a. Bahwa



dalam



upaya



meningkatkan



mutu



pelayanan



kesehatan di Rumkital Ilyas Tarakan, diperlukan suatu proses pelayanan yang profesional, cepat dan tepat serta sesuai dengan ketentuan dan standar yang berlaku. b. Bahwa untuk kepentingan tersebut diatas, perlu diterbitkan Keputusan Karumkit Tentang Pedoman Pelayanan PPRA di Rumkital Ilyas Tarakan. Mengingat



:



1. Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit; 2. Undang Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Kesehatan 3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit 4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.8 Tahun 2015 Tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit 5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.11 Tahun 2017 Tentang



2



Keselamatan Pasien 6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 7. Peraturan



Menteri



Kesehatan



RI



No.2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian 9. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. 10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan 11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1333/Menkes/SK/XII/



1999



tentang



Standar



Pelayanan



Rumah Sakit; 12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/Menkes/



SK/X/2004



tentang



standar



pelayanan



Farmasi di rumah sakit. 13. Keputusan



Direktur



Utama



No.674/26K/RSRI/IV/2019



tentang



Rumkital Kebijakan



Ilyas Program



Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumkital Ilyas Tahun 2020 MEMUTUSKAN Menetapkan



PENETAPAN



PEDOMAN



PELAYANAN



PENGENDALIAN



: RESISTENSI ANTIMIKROBA (PPRA) DI RUMKITAL ILYAS TARAKAN Kesatu



: Pedoman



Pelayanan



PPRA



di



Rumkital



ilyas



Tarakan



sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini. Kedua



: Pedoman Pelayanan PPRA di Rumkital Ilyas Tarakan ini apabila diperlukan



dpat



dilakukan



3



perubahan



sesuai



dengan



perkembangan yang ada di Rumkital Ilyas Tarakan. Ketiga



: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya



Ditetapkan di Pada tanggal



: Tarakan : 01 April 2020



Kepala Rumkital Ilyas Tarakan



dr. Mukti Fahimi, Sp.PD., FINASIM Letkol Laut (K) NRP 14082/P



KATA PENGANTAR



4



Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya, Telah disusunnya Pedoman Pelayanan Pengendalian Resistensi Antimikroba Rumkital Ilyas Tarakan Tahun 2020. Resistensi antimikroba merupakan ancaman global yang harus mendapatkan perhatian dari seluruh pelaksana pelayanan kesehatan di dunia. Di Indonesia, pelayanan kesehatan merupakan hak semua orang yang dijamin dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal itu di wujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya yang diantaranya adalah melalui upaya melindungi masyarakat dari berbagai masalah yang disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Diperlukan pemahaman dan keyakinan tentang adanya masalah resistensi antimikroba, yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasional melalui program terpadu antara rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat, perusahaan farmasi, dan pemerintah daerah di bawah koordinasi pemerintah pusat melalui kementerian kesehatan. Gerakan penanggulangan dan pengendalian resistensi antimikroba secara paripurna ini disebut dengan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA).



Tarakan, 01 April 2020



Tim penyusun



5



DAFTAR ISI Halaman Judul.......................................................................................................



i



Kata Pengantar ...................................................................................................... v Daftar Isi.................................................................................................................. vi BAB I. Pendahuluan.............................................................................................. 1 A. Latar Belakang.................................................................................................... 1 B. Tujuan ................................................................................................................ 1 C. Ruang Lingkup.................................................................................................... 2 D. Batasan Operasional.......................................................................................... 2 E. Landasan Hukum................................................................................................ 4 BAB II. Standar Ketenagaan................................................................................. 5 A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia..................................................................... 5 BAB III. Standar Fasilitas...................................................................................... 6 A. Denah Ruang..................................................................................................... 6 B. Standar Fasilitas............................................................................................... 6 BAB IV. Tata Laksana Pelayanan........................................................................ 7 A. Strategi Pengendalian Resistensi Antimikroba.................................................. 7 B. Pengendalian Penggunaan Antibiotika ............................................................. 7 C. Prinsip Pencegahan Penyebara Mikroba Resisten............................................ 15 D. Pemeriksaan Mikrobiologi.................................................................................. 10 E. Pengendalian Penggunaan Antimikroba............................................................ 12 F. Evaluasi Penggunaan Antibiotik......................................................................... 13 BAB V. Logistik..................................................................................................... 17 A. Perencanaan ..................................................................................................... 17 B. Pengadaan ........................................................................................................ 17 C. Penyimpanan ..................................................................................................... 17 BAB VI. Keselamatan Pasien............................................................................... 18



6



vi



BAB VII. Keselamatan Kerja................................................................................... 19 A. Alat Pelindung Diri (APD)................................................................................... 19 B. Pemeriksaan Kesehatan.................................................................................... 19 C. Pelaksanaan Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja ....................................... 19 D. Alur Jika Terjadi Kecelakaan Kerja ................................................................... 20 BAB VIII. Pengendalian Mutu................................................................................. 21 A. Peralatan ........................................................................................................... 21 B. Pendidikan dan Pelatihan .................................................................................. 21 C. Indikator Komite PPRA ...................................................................................... 21 BAB IX. Penutup..................................................................................................... 22 Lampiran



vii 7



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting terutama di negara berkembang. Obat yang digunakan secara luas untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba yang terdiri atas antibiotika, antivirus, anti jamur, dan antiparasit. Diantara keempat obat tersebut, antibiotika adalah yang terbanyak digunakan. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa sekitar 40-62% antibiotika digunakan pada penyakit yang tidak memerlukan antibiotika. Penggunaan antibiotika bukan tanpa akibat, terutama bila tidak digunakan secara bijak. Intensitas penggunaan antibiotika yang tinggi menimbulkan berbagai masalah baik masalah kesehatan maupun masalah pengeluaran yang tinggi. Masalah kesehatan yang dapat timbul akibat penggunaan antibiotika tidak rasional adalah resistensi bakteri terhadap antibiotika, yang mempersulit penanganan penyakit infeksi karena bakteri. Resistensi tidak hanya terjadi terhadap satu antibiotika melainkan dapat terjadi terhadap berbagai jenis antibiotika sekaligus, seperti bakteri MRSA (Methycillin Resistant Staphylococcus Aureus), ESBL (Extended Strain Beta Lactamase), dsb. Kesulitan penanganan akibat resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotika selanjutnya berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Disamping antibiotika yang secara spesifik adalah anti bakterial, penggunaan anti jamur juga meningkat terutama pada pasien defisiensi imun dan akibat pemberian antibiotika lama. Penggunaan antijamur yang berlebihan dan tanpa indikasi selanjutnya juga akan berakibat terjadi resistensi terhadap jamur terutama golongan candida. Antivirus dan antiparasit lebih jarang digunakan tetapi tetap perlu dibuat pedoman penggunaannya dengan baik. B. TUJUAN



15



1.



Sebagai pedoman bagi klinisi dalam pemilihan dan penggunaan antimikroba secara bijak.



2. C.



Untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien. RUANG LINGKUP PELAYANAN



Ruang lingkup pelayanan Komite PPRA adalah sebagai berikut : 1.



Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotik



2.



Faktor Farmakokinetik dan Farmakodinamik



3.



Faktor Interaksi dan Efek Samping Obat



4.



Faktor Biaya



D. BATASAN OPERASIONAL 1.



Prinsip Penggunaan Antibiotika Bijak (Prudent) a. Penggunaan antibiotika dengan spektrum sempit b. Kebijakan penggunaan antibiotika c. Pembatasan penggunaan antibiotika d. Indikasi ketat penggunaan antibiotika e. Pemilihan jenis antibiotika f.



2.



Penerapan penggunaan antibiotika secara bijak



Prinsip Penggunaan Antibiotika untuk Terapi Empiris a. Penggunaan antibiotika untuk terapi empiris b. Tujuan pemberian antibiotika untuk terapi empiris c. Indikasi d. Rute pemberian e. Lama pemberian f. Evaluasi penggunaan antibiotika empiris



3.



Prinsip Penggunaan Antibiotika untuk Definitif a. Penggunaan antibiotika untuk terapi definitif b. Tujuan pemberian antibiotika untuk terapi definitif c. Indikasi d. Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotika. e. Rute pemberian 16



4.



Prinsip Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pembedahan a. Tujuan pemberian antibiotika profilaksis b. Indikasi penggunaan antibiotika profilaksis c. Dasar pemilihan jenis antibiotika untuk profilaksis d. Toksisitas rendah e. Tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap pemberian obat anestesi. f. Bersifat bakterisidal. g. Harga terjangkau. h. Rute pemberian i. Waktu pemberian j. Lama pemberian k. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya ILO



5.



Penggunaan Antibiotika Kombinasi a. Tentang antibiotika kombinasi b. Tujuan pemberian antibiotika kombinasi c. Indikasi penggunaan antibiotika kombinasi d. Hal-hal yang perlu perhatian



6.



Pertimbangan Farmakokinetik dan Farmakodinamik Antibiotika a. Ukuran utama aktivitas antibiotika b. Parameter-parameter farmakokinetik c. Aktivitas antibiotika



E.



LANDASAN HUKUM 1.



Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;



2.



Undang Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Kesehatan



3.



Peraturan Menteri Kesehatan RI No.34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit



4.



Peraturan Menteri Kesehatan RI No.8 Tahun 2015 Tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit



5.



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Keselamatan Pasien 17



RI



No.11



Tahun



2017



Tentang



6.



Peraturan Menteri Kesehatan RI No.27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan



7.



Peraturan



Menteri



Kesehatan



RI



No.2406/MENKES/PER/XII/2011



tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik 8.



Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian



9.



Peraturan Menteri Kesehatan RI No.56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.



10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan 11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1333/Menkes/SK/XII/ 1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit; 12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/Menkes/ SK/X/2004 tentang standar pelayanan Farmasi di rumah sakit 13. Keputusan Karumkital Ilyas Tarakan No.674/26K/RSRI/IV/2017 tentang Kebijakan Umum Pelayanan Rumkital Ilyas Tarakan Tahun 2020.



18



BAB II STANDAR KETENAGAAN



A.



KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA



No



Jenis Tenaga



1.



2.



4.



5



Dokter



Perawat



Farmasi



Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM)



Pendidikan Formal SpPK SpB SpPD SpA Sp.Obsgyn Sp.Anest. KSM Umum D3/S1 Keperawatan



Sertifikasi -



-



S1 Farmasi



-



D3/D4 ATLM



-



19



Jumlah



Pelatihan PPRA PPI SIP



tentang



Pelatihan PPRA PPI SIP Pelatihan PPRA PPI Pelatihan PPRA PPI SIP



tentang



10



8 tentang



3



tentang 2



BAB III STANDART FASILITAS A.



DENAH RUANGAN Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) menempati ruang SMF 2 (dua) dalam melaksanakan tugasnya. Adapun denah tersebut:



B. STANDAR FASILITAS No. 1.



Jenis Kelengkapan



Keterangan



Set Komputer (Monitor, CPU, Keyboard, Mouse)



1 set



2.



Lemari File



1 unit



3.



ATK



4.



Telepon



5.



AC



2 unit



6.



Meja



2 unit



7.



Kursi



6 buah



8.



Jam Dinding



1 buah



9.



Flashdisck



1 buah



10.



Printer



1 buah



Secukupnya 1 buah



20



BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN



A. STRATEGI PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA Muncul dan berkembangnya mikroba resisten dapat dikendalikan melalui dua kegiatan utama, yaitu penerapan penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of antibiotics), dan penerapan prinsip pencegahan penyebaran mikroba resisten melalui kewaspadaan standar. Penggunaan antibiotik secara bijak ialah penggunaan antibiotik yang sesuai dengan penyebab infeksi dengan rejimen dosis optimal, lama pemberian optimal, efek samping minimal, dan dampak minimal terhadap munculnya mikroba resisten. Oleh sebab itu pemberian antibiotik harus disertai dengan upaya menemukan penyebab infeksi dan pola kepekaannya. Penggunaan antibiotik secara bijak memerlukan kebijakan pembatasan dalam penerapannya. Antibiotik dibedakan dalam kelompok antibiotik yang bebas digunakan oleh semua klinisi (non-restricted) dan antibiotik yang dihemat dan penggunaannya memerlukan persetujuan tim ahli (restricted dan reserved). Peresepan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan mencegah infeksi pada pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami infeksi bekteri pada tindakan pembedahan (profilaksis bedah) dan beberapa kondisi medis tertentu (profilaksis medik). Antibiotik tidak diberikan pada penyakit noninfeksi dan penyakit infeksi yang dapat sembuh sendiri (self-limited) seperti infeksi virus. Pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi atau berdasarkan pola mikroba dan pola kepekaan antibiotik, dan diarahkan pada antibiotik berspektrum sempit untuk mengurangi tekanan seleksi (selection pressure). Penggunaan antibiotik empiris berspektrum luas masih dibenarkan pada keadaan tertentu, selanjutnya dilakukan penyesuaian dan evaluasi setelah ada hasil pemeriksaan mikrobiologi (streamlining atau de-eskalasi).



21



B.



PENGENDALIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DI RUMAH SAKIT Pengendalian penggunaan antibiotik dalam upaya mengatasi masalah resistensi antimikroba dilakukan dengan menetapkan “Kebijakan Penggunaan Antimikroba di Rumah Sakit”, serta menyusun dan menerapkan “Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi”. Dasar penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik di rumah sakit mengacu pada: 1.



Pedoman umum pengggunaan antibiotik



2.



Pedoman nasional pelayanan kedokteran



3.



Panduan praktek



4.



Pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat



C.



PRINSIP PENCEGAHAN PENYEBARAN MIKROBA RESISTEN Pencegahan penyebaran mikroba resisten di rumah sakit dilakukan melalui upaya Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI). Pasien yang terinfeksi atau membawa koloni mikroba resisten dapat menyebarkan mikroba tersebut ke lingkungan, sehingga perlu dilakukan upaya membatasi terjadinya transmisi mikroba tersebut, terdiri dari 4 (empat) upaya berikut ini : 1.



Meningkatkan kewaspadaan standar (standard precaution), meliputi: a.



Kebersihan tangan



b.



Alat pelindung diri (apd) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face shield (pelindung wajah), dan gaun



c.



Dekontaminasi peralatan perawatan pasien



d.



Pengendalian lingkungan



e.



Penatalaksanaan linen



f.



Perlindungan petugas kesehatan



g.



Penempatan pasien



h.



Hygiene respirasi/etika batuk



i.



Praktek menyuntik yang aman



j.



Praktek yang aman untuk lumbal punksi



2.



Melaksanakan kewaspadaan transmisi, Jenis kewaspadaan transmisi meliputi : a.



Melalui kontak



b.



Melalui droplet



c.



Melalui udara (airborne) 22



d.



Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat dan peralatan)



e.



Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)



Pada kewaspadaaan transmisi, pasien ditempatkan di ruang terpisah. Bila tidak memungkinkan, maka dilakukan cohorting yaitu merawat beberapa pasien dengan pola penyebab infeksi yang sama dalam satu ruangan. 3.



Dekolonisasi Dekolonisasi adalah tindakan menghilangkan koloni mikroba multiresisten pada individu pengidap (carrier). Contoh: pemberian mupirosin topikal pada carrier MRSA.



4.



Tata laksana Kejadian Luar Biasa (KLB) mikroba multiresisten atau Multidrug Resistant Organisms (MDRO) seperti Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), bakteri penghasil Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), atau mikroba multiresisten yang lain. Apabila ditemukan mikroba multiresisten sebagai penyebab infeksi, maka laboratorium mikrobiologi segera melaporkan kepada tim PPI dan dokter penanggung



jawab



pasien,



agar



segera



dilakukan



tindakan



untuk



membatasi penyebaran strain mikroba multiresisten tersebut. Penanganan KLB mikroba multiresisten dilakukan berdasar prinsip berikut ini: a.



Mikroba multiresisten adalah mikroba yang resisten terhadap paling sedikit 3 kelas antibiotik.



b.



Indikator pengamatan: 1) Angka MRSA Penghitungan berpedoman pada rumus berikut ini: Jumlah isolat MRSA angka MRSA = ----------------------------------------------- X 100% Jumlah isolat Staphylococcus aureus + isolat MRSA 23



2)



Angka mikroba penghasil ESBL Penghitungan berpedoman pada rumus berikut ini: Jumlah isolat ESBL



angka ESBL = ------------------------------------------------- X 100% Jumlah isolat bakteri non ESBL + bakteri ESBL 3)



Angka mikroba multiresisten lain dihitung dengan rumus yang sama dengan poin 2)



4)



Selain indikator di atas, rumah sakit dapat menetapkan indikator KLB sesuai dengan kejadian setempat.



5)



Untuk bisa mengenali indikator tersebut, perlu dilakukan surveilans dan kerja sama dengan laboratorium mikrobiologi klinik.



c.



Upaya menekan mikroba multiresisten, dilakukan baik ketika tidak ada KLB maupun ketika terjadi KLB. 1.



Jika tidak ada KLB, maka pengendalian mikroba multiresisten dilakukan dengan dua cara utama, yakni: a)



Meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijak, baik melalui kebijakan manajerial maupun kebijakan profesional.



b) 2.



Meningkatkan kewaspadaan standar Jika ada KLB mikroba multiresisten, maka dilakukan usaha



penanganan KLB mikroba multiresisten sebagai berikut. a)



Menetapkan sumber penyebaran, baik sumber insidental (point source) maupun sumber menetap (continuous sources).



b)



Menetapkan modus transmisi



c)



Tindakan penanganan KLB, yang meliputi: 



Membersihkan atau menghilangkan sumber KLB







Meningkatkan kewaspadaan baku







Isolasi atau tindakan sejenis dapat diterapkan pada penderita yang terkolonisasi atau menderita infeksi akibat mikroba multiresisten; pada MRSA biasanya dilakukan juga 24



pembersihan kolonisasi pada penderita sesuai dengan pedoman. 



Pada



keadaan



tertentu



ruang



rawat



dapat



ditutup



sementara serta dibersihkan dan disinfeksi. 



Tindakan tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh sumber dan



pola



penyebaran



mikroba



multiresisten



yang



bersangkutan. D.



PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI, PELAPORAN POLA MIKROBA DAN KEPEKAANNYA Pemeriksaan mikrobiologi bertujuan memberikan informasi tentang ada atau tidaknya mikroba di dalam bahan pemeriksaan atau spesimen yang mungkin menjadi penyebab timbulnya proses infeksi. Selanjutnya, apabila terdapat pertumbuhan, dan mikroba tersebut dipertimbangkan sebagai penyebab infeksi maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji kepekaan mikroba terhadap antimikroba. Akurasi hasil pemeriksaan mikrobiologi sangat ditentukan oleh penanganan spesimen pada fase pra-analitik, pemeriksaan pada fase analitik, interpretasi, ekspertis, dan pelaporannya (fase pasca-analitik). Kontaminasi merupakan masalah yang sangat mengganggu dalam pemeriksaan mikrobiologi, sehingga harus dicegah di sepanjang proses pemeriksaan tersebut. 1.



PRINSIP PENGAMBILAN SPESIMEN MIKROBIOLOGI a.



Keamanan. Setiap tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan spesimen harus mengikuti pedoman kewaspadaan standar. Semua spesimen dianggap sebagai bahan infeksius.



b.



Pedoman umum dalam pengambilan spesimen yang tepat adalah sebagai berikut: 1)



Pengambilan spesimen dilakukan sebelum pemberian antibiotik dan mengacu pada standar prosedur operasional yang berlaku.



25



2)



Pengambilan spesimen dilakukan secara aseptik dengan peralatan steril sehingga mengurangi terjadinya kontaminasi flora normal tubuh atau bakteri lingkungan.



3)



Spesimen diambil pada saat yang tepat, dari tempat yang diduga sebagai sumber infeksi, dengan volume yang cukup.



4)



Wadah spesimen harus diberi label identitas pasien (nama, nomer rekam medik, tempat rawat), jenis spesimen, tanggal dan jam pengambilan spesimen.



5)



Lembar permintaan pemeriksaan hendaknya diisi dengan lengkap dan jelas, meliputi identitas pasien, no rekam medis, tanggal lahir, ruang perawatan, jenis dan asal spesimen, tanggal dan jam pengambilan spesimen, pemeriksaan yang diminta, diagnosis klinik, nama antibiotik yang telah diberikan dan lama pemberian, identitas dokter yang meminta pemeriksaan serta nomer kontak yang bisa dihubungi.



2.



TAHAPAN PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI Pemeriksaan mikrobiologi terdiri dari beberapa tahap yaitu pemeriksaan secara makroskopik dan mikroskopik yang dilanjutkan dengan pembiakan, identifikasi mikroba, dan uji kepekaan mikroba terhadap antimikroba. Apabila mikroba tidak dapat dibiakkan secara in-vitro maka dipilih metode pemeriksaan lain yaitu uji serologi (deteksi antigen atau antibodi) untuk Salmonella thyposa atau biologi molekular (deteksi DNA/RNA), antara lain dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk pemeriksan TB a.



Pemeriksaan mikroskopis Pemeriksaan mikroskopis paling sedikit mencakup pengecatan Gram, Ziehl Neelsen, dan KOH. Hasil pemeriksaan ini berguna untuk mengarahkan diagnosis awal dan pemilihan antimikroba.



b.



Pemeriksaan kultur Pemeriksaan kultur menurut metode yang baku dilakukan untuk identifikasi bakteri penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap antibiotik.



c.



Uji Kepekaan Antibiotik



26



Hasil uji kepekaan antibiotik digunakan sebagai dasar pemilihan terapi antimikroba definitif. Untuk uji kepekaan ini digunakan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dilakukan dengan mesin otomatik. Hasil pemeriksaan dikategorikan dalam Sensitif (S), Intermediate (I), dan Resisten (R) sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI) revisi terkini. 3.



PELAKSANAAN KONSULTASI KLINIK Konsultasi klinik yang perlu dilakukan meliputi : a.



Hasil biakan dan identifikasi mikroba diinterpretasi untuk dapat menentukan mikroba tersebut merupakan penyebab infeksi atau kontaminan



/



kolonisasi.



Interpretasi



harus



dilakukan



dengan



mempertimbangkan data klinis dan kualitas spesimen yang diperiksa, bila diperlukan dilakukan komunikasi dengan dokter penanggung jawab pasien atau kunjungan ke bangsal untuk melihat kondisi pasien secara langsung. Apabila mikroba yang ditemukan dianggap sebagai patogen penyebab infeksi, maka hasil identifikasi dilaporkan agar dapat digunakan sebagai dasar pemberian dan pemilihan antimikroba. b.



Anjuran dilakukannya pemeriksaan diagnostik mikrobiologi lain yang mungkin diperlukan.



c.



Saran pilihan antimikroba.



d.



Apabila ditemukan mikroba multiresisten yang berpotensi menjadi wabah maka harus segera dilaporkan kepada Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (Tim PPI) untuk dapat dilakukan tindakan pencegahan transmisi.



4.



PELAPORAN POLA MIKROBA SECARA PERIODIK Laboratorium juga bertugas menyusun pola mikroba dan kepekaannya terhadap antibiotik (atau disebut antibiogram) yang diperbarui setiap tahun. Pola bakteri dan kepekaannya memuat data isolat menurut jenis spesimen dan lokasi atau asal ruangan. Antibiogram ini digunakan sebagai dasar penyusunan dan pembaharuan pedoman penggunaan antibiotik empirik di rumah sakit.



27



E.



PENGENDALIAN PENGGUNAAN ANTIMIKROBA 1.



PENATALAKSANAAN KASUS INFEKSI SECARA UMUM a.



Pasien dengan gejala infeksi dilakukan amnanesis, permeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang



b.



Apabila penyebab infeksi diduga bakteri atau jamur, maka segera dilakukan



pengambilan



sampel



untuk



pemeriksaan



mikrobiologi



sebelum diberikan antibiotika empiris c.



Setelah ada hasil pemeriksaan mikrobiologi, maka dilakukan deseskalasi untuk terapi antibiotika definitif dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien



2.



ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS PEMBEDAHAN : a.



Antibiotika profilaksis tidak digunakan sebagai indikasi terapi.



b.



Antibiotika profilaksis digunakan pada kategori operasi bersih beresiko infeksi dan bersih kontaminasi (kelas operasi berdasarkan meyhal).



c.



Antibiotika profilaksis ditujukan untuk mencegah IDO (infeksi daerah operasi).



d.



Rekomendasi



antibiotika



yang



digunakan



adalah



cephalosporin



generasi 1 (Cefazolin), kecuali kasus tertentu sesuai PPK (Pedoman Praktek klinik ). e. f.



Antibiotika profilaksis diberikan 30-60 menit sebelum insisi. Antibiotika profilaksis dilarutkan dalam normal saline 100ml pada pasien dewasa habis dalam 15-30 menit.



g.



Pemberian antibiotika profilaksis diulang apabila: 1) Perdarahan lebih dari 1500ml atau lebih dari 30 % EBV (estimated blood volume). 2) Lama operasi lebih dari 3 jam.



h.



Pemberian maksimal antibiotika profilaksis 24 jam terhitung mulai pemberian



pertama,



kecuali



kasus-kasus



(Pedoman Praktek Klinik). 3.



ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS NON BEDAH Mengacu pada ppk yang berlaku



28



tertentu



sesuai



PPK



4.



ANTIMIKROBA EMPIRIS DAN DEFINITIF a.



Antibiotika terapi tidak digunakan sebagai antibiotika profilaksis



b.



Terapi antimikroba empiris diberikan selama 3 hari untuk evaluasi respon klinis dan atau hasil laboratorium. Selanjutnya dilakukan monitoring klinis dan laboratoris untuk penentuan ekskalasi atau deekskalasi.



c.



Terapi antimikroba definitif didasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi sesuai prinsip penggunaan antibiotika secara bijak.



5.



RESTRIKSI ANTIMIKROBA a.



Mengacu pada Fornas (Formularium Nasional)



b.



Lama Terapi Antibiotika dikendalikan dengan kebijakan automatic stop order



c.



Penggunaan Antibiotika lini ketiga (restricted) ceftazidime dan golongan carbapenem (meropenem) hanya bisa diberikan apabila: 1) Hasil kultur menunjukkan bahwa meropenem dan ceftazidime adalah satu-satunya antibiotika yang masih sensitif untuk bakteri penyebab infeksi. 2) Didapatkan tanda-tanda SIRS 3)



Meropenem hanya untuk terapi lini ketiga untuk infeksi oleh kuman penghasil ESBL. Tidak untuk profilaksis bedah, kecuali bedah jantung.



4) Setelah hasil kultur diperoleh, maka digantikan dengan antibiotika lini pertama atau spektrum sempit yang masih sensitif. 5) Meropenem dapat dilanjutkan apabila hasil kultur menunjukan bahwa meropenem adalah satu-satunya antibiotik yang masih sensitif untuk bakteri penyebab infeksi. 6.



ALUR PERMINTAAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA RESTRICTED a.



Resep ditulis oleh dpjp disertai form permintaan antibiotik restricted beserta kelengkapan hasil kultur.



b.



Resep beserta Form permintaan antibiotic restricted diserahkan kepada intalasi farmasi,



29



c.



PPRA memberikan keputusan disetujui atau ditolak beserta alasan (penilaian PPRA).



d.



Form ini juga dapat digunakan apabila



infeksi pasien masih



berlangsung, terapi definitif belum bisa diberikan karena hasil kultur belum ada pertumbuhan. F.



EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DI RUMAH SAKIT Evaluasi penggunaan antibiotik merupakan salah satu indikator mutu program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit, bertujuan memberikan informasi pola penggunaan antibiotik di rumah sakit baik kuantitas maupun kualitas.



Pelaksanaan



evaluasi



penggunaan



antibiotik



di



rumah



sakit



menggunakan sumber data dan metode secara standar. 1.



Sumber Data Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit a.



Rekam Medik Pasien Penggunaan antibiotik selama dirawat di rumah sakit dapat diukur secara retrospektif setelah pasien pulang dengan melihat kembali Rekam Medik (RM) pasien: 1) Form pemberian obat 2) Form laporan operasi 3) Form antibiotika profilaksis 4) Catatan rekam medis yang berkaitan



b.



Pengelolaan antibiotik di Instalasi Farmasi Di rumah sakit yang sudah melaksanakan kebijakan pelayanan farmasi satu pintu, kuantitas antibiotik dapat diperoleh dari data penjualan antibiotik di instalasi farmasi. Data jumlah penggunaan antibiotik dapat dipakai untuk mengukur besarnya belanja antibiotik dari waktu ke waktu, khususnya



untuk



mengevaluasi



biaya



sebelum



dan



sesudah



dilaksanakannya program di rumah sakit. 2.



Audit Jumlah Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit Untuk memperoleh data yang baku dan dapat diperbandingkan dengan data di tempat lain, maka badan kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi penggunaan antibiotik secara Anatomical Therapeutic Chemical 30



(ATC) Classification dan pengukuran jumlah penggunaan antibiotik dengan defined daily dose (DDD)/100 patient-days. Defined daily dose (DDD) adalah dosis harian rata-rata antibiotik yang digunakan pada orang dewasa untuk indikasi utamanya. Perlu ditekankan di sini bahwa DDD adalah unit baku pengukuran, bukan mencerminkan dosis harian yang sebenarnya diberikan kepada pasien (prescribed daily doses atau PDD). Dosis untuk masing-masing individu pasien bergantung pada kondisi pasien tersebut (berat badan, dll). Dalam sistem klasifikasi ATC obat dibagi dalam kelompok menurut sistem organ tubuh, menurut sifat kimiawi, dan menurut fungsinya dalam farmakoterapi. Terdapat lima tingkat klasifikasi, yaitu: a.



Tingkat pertama



:



Kelompok anatomi, misalnya



pencernaan dan metabolisme b.



Tingkat kedua



: Kelompok terapi/ farmakologi obat



c.



Tingkat ketiga



: Sub kelompok farmakologi



d.



Tingkat ke empat



: Sub kelompok kimiawi obat



e.



Tingkat ke lima



: Substansi kimiawi obat



Contoh : J



anti- infeksi untuk penggunaan sistemik (Tingkat pertama : kelompok anatomi)



J01



antibakteri untuk penggunaan sistemik (Tingkat kedua : kelompok terapi/farmakologi)



J01C



Beta-lactam antibacterial, penicilins (Tingkat ketiga : subkelompok farmakologi)



J01C A



penicilin berspektrum luas (Tingkat keempat : subkelompok kimiawi obat)



J01C A01



ampisilin



(Tingkat kelima : substansi kimiawi obat) J01C A04



amoksilin



(Tingkat Kelima : substansi kimiawi obat) Penghitungan DDD 31



untuk saluran



Setiap antibiotik mempunyai nilai DDD yang ditentukan oleh WHO berdasarkan dosis pemeliharaan rata-rata, untuk indikasi utama pada orang dewasa BB 70 kg. a.



Data yang berasal dari instalasi farmasi berbentuk data kolektif, maka rumusnya sebagai berikut:



b.



Data yang berasal dari pasien menggunakan rumus untuk setiap pasien



3.



Audit Kualitas Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan melihat data dari form penggunaan antibiotik dan rekam medik pasien untuk melihat perjalanan penyakit. Setiap kasus dipelajari dengan mempertimbangkan gejala klinis dan melihat hasil laboratorium apakah sesuai dengan indikasi antibiotik yang tercatat dalam Lembar Pengumpul Data (LPD). Penilai (reviewer) sebaiknya lebih dari 1 (satu) orang tim PPRA dan digunakan alur penilaian menurut Gyssens untuk menentukan kategori kualitas penggunaan setiap antibiotik yang digunakan. Bila terdapat perbedaan yang sangat nyata di antara reviewer maka dapat dilakukan diskusi panel untuk masing-masing kasus yang berbeda penilaiannya. Pola penggunaan antibiotik hendaknya dianalisis dalam hubungannya dengan laporan pola mikroba dan kepekaan terhadap antibiotik setiap tahun.



32



Kategori hasil penilaian (Gyssens flowchart): a.



Kategori 0



: Penggunaan antibiotik tepat dan rasional



b.



Kategori I



: Tidak tepat saat (timing) pemberian antibiotik



c.



Kategori II A



: Tidak tepat dosis pemberian antibiotik



d.



Kategori II B



: Tidak tepat interval pemberian antibiotik



e.



Kategori II C



: Tidak tepat rute pemberian antibiotik



f.



Kategori III A



: Pemberian antibiotik terlalu lama



g.



Kategori III B



: Pemberian antibiotik terlalu singkat



h.



Kategori IV A



: Tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain



yang lebih efektif i.



Kategori IV B



: Tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain



yang lebih aman j.



Kategori IV C



: Tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain



yang lebih murah k.



Kategori IV D



: Tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain



dengan spektrum lebih sempit l.



Kategori V



m. Kategori VI



: Tidak ada indikasi pemberian antibiotik :



Data



tidak



antibiotik tidak dapat dinilai



33



lengkap



sehingga



penggunaan



BAB V LOGISTIK



A.



Perencanaan Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) melakukan perencanaan melalui rapat intern yang dilakukan setiap bulan. Baik melalui perencanaan logistik kantor maupun sarana promosi yang dibutuhkan.



B.



Pengadaan 1.



Pengadaan Kertas, Tinta Printer, dan alat tulis Pengadaan kertas guna keperluan administrasi dilakukan oleh bagian pembelian non- medis RS, atau mengikuti persediaan logistik Sekretariat, dan untuk hal bersifat legal seperti stempel, PPRA terlebih dahulu mengajukan melalui Karumkit.



2.



Pengadaan Form Evaluasi Indikator Pengadaan ini dilakukan oleh PPRA melalui rapat kerja dengan format yang dibutuhkan oleh bagian terkait.



3.



Pengadaan Lemari penyimpanan data Pengadaan lemari ini dilakukan oleh bagian pembelian non-medis melalui persetujuan Karumkit, dan saat ini lemari berada di ruang Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)



4.



Pengadaan Meja dan Kursi Pengadaan meja dan kursi dilakukan oleh bagian pembelian non-medis melalui persetujuan Karumkit, dan saat ini meja dan kursi berada di ruang Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)



5.



Pengadaan Komputer Pengadaan komputer satu set yang dilengkapi fasilitas internet dilakukan oleh bagian EDP bekerjasama dengan pembelian non-medis melalui 34



persetujuan Karumkit, dan saat ini computer satu set berada di ruang Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). C.



Penyimpanan Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) melakukan kegiatan penyimpanan data berupa 2 bagian : 1.



Data Hard-copy di ruang sekretariat.



2.



Data soft-copy di Flash disk.



35



BAB VI KESELAMATAN PASIEN



Keselamatan pasien di rumah sakit adalah sistem pelayanan di rumah sakit yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman. Salah satu yang bisa dilakukan untuk mendukung program pasien safety tersebut adalah penggunaan antibiotika secara bijak dan penerapan pengendalian infeksi secara benar. Di harapkan penerapan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya penanganan kasus-kasus infeksi di rumah sakit serta mampu meminimalkan risiko terjadinya kesalahan medis yang dialami pasien di rumah sakit. Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) mempunyai tugas utama membantu Pimpinan Rumah sakit untuk : 1.



Menetapkan kebijakan pengendalian resistensi antimikroba di Rumkital Ilyas Tarakan.



2.



Menetapkan implementasi program pengendalian resistensi antimikroba di Rumkital Ilyas Tarakan.



3.



Menyebarluaskan



dan



meningkatkan



pemahaman



program



pengendalian antimikroba di Rumkital Ilyas, yang berhubungan erat dengan penggunaan antimikroba secara bijak dan penerapan prinsip pengendalian infeksi secara benar. 4.



Mengembangkan penelitian yang berkaitan pengendalian resistensi antimikroba di Rumkital Ilyas Tarakan.



5.



Monitoring



dan



evaluasi



pelaksanaan



antimikroba secara intensif.



36



program



pengendalian



BAB VII KESELAMATAN KERJA



Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian dari kegiatan yang berkaitan erat dengan kejadian yang disebabkan akibat kelalaian dalam menggunaan peralatan elektronik khususnya. Kondisi yang dapat mengurangi bahaya dan terjadi kecelakaan dalam proses pekerjaan Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) yaitu dikarenakan pekerjaan yang terorganisir dengan baik, dikerjakan sesuai dengan prosedur, tempat kerja yang aman dan terjamin kebersihannya serta istirahat yang cukup. Kecelakaan kerja tidak terjadi dengan sendirinya, biasanya terjadi dengan mendadak atau dan tidak direncanakan sehingga menyebabkan kerusakan pada peralatan kerja maupun fisik anggota PPRA. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam keselamatan kerja adalah: A.



Alat Pelindung Diri (APD) Keamanan, kenyamanan dan keselamatan kerja di ruang Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) Rumkital Ilyas :



B.



1.



Laptop dengan penutup monitor untuk mengurangi radiasi sinar.



2.



Penggunaan Hand-rub saat melakukan pekerjaan.



3.



Penggunaan kursi ergonomis sebagai fasilitas tempat duduk Pemeriksaan Kesehatan



Pemeriksaan Kesehatan anggota Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) mengikuti pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian SDM Rumah sakit sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. C.



Penanganan Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sebisa mungkin diminimalkan dengan cara memperhatikan: 37



1.



Fasilitas bangunan Fasilitas bangunan khususnya ruangan, Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba, mengikuti fasilitas yang ada di ruang Komite PPRA.



2.



Lingkungan kerja Lingkungan kerja turut berperan dalam menimbulkan kecelakaan kerja jika tidak mendapat perhatian yang benar, meliputi : a.



Pencahayaan



b.



Sistem sirkulasi Udara



c.



Jalur darurat evakuasi.



3.



Peralatan kerja Peralatan kerja yang dipakai oleh Komite Program Pngendalian Resistensi Antimikroba adalah komputer, laptop, dan Adaptor AC.



4.



Prosedur Kerja : a.



Tidak ada shift kerja untuk back office seperti : Kantor Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba ( PPRA )



b.



5.



Jam Kerja Mulai : 1) Senin-kamis



: 07.00 - 15.30 WIB



2) Sabtu



: 07.00 - 16.00 WIB



Jika terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di bagian tempat kita bekerja adalah : a.



Jika terjadi kebakaran segera padamkan dengan APAR terdekat. Keperawatan, selanjutnya menelpon ke bagian terdekat dan K3 untuk mendapatkan pertolongan, keluar dari ruangan mengikuti jalur evakuasi menuju ke tempat atau area aman. Selanjutnya membuat pelaporan ke komite K3.



b.



Jika terjadi kecelakaan kerja dan terjadi luka, untuk pertolongannya di bawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk mendapatkan pertolongan dan terapi. Membuat pelaporan terjadi kecelakaan kerja ke bagian SDM dan komite K3.



38



c.



Jika terjadi penyakit akibat kerja seperti dehidrasi segera diberi cairan yang cukup kemudian ke IGD untuk mendapat pertolongan selanjutnya.



D.



Alur Jika Terjadi Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja disini adalah kecelakan yang terjadi dari karyawan berangkat dari rumah ke tempat kerja, kejadian di tempat kerja, dan perjalanan dari tempat kerja ke rumah dengan melalui rute yang sama. Bila terjadi kecelakaan kerja, karyawan yang bersangkutan melaporkan ke kepala unit kerja, dan kepala unit kerja wajib segera melaporkan kepada bagian SDM 2 x 24 jam. Penanganan akibat kecelakaan kerja dilakukan di IGD Rumkital Ilyas, apabila kecelakaan terjadi di luar Rumkital Ilyas maka penanganan dapat dilakukan difasilitas kesehatan terdekat untuk selanjutnya ditangani atau dirujuk ke Rumkital Ilyas.



39



BAB VII PENGENDALIAN MUTU A.



PERALATAN Perawatan Peralatan Secara Berkala (Preventif Maintenance) Perawatan peralatan yang dilaksanakan di Komite Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) dilakukan sesuai kebutuhan, dan selalu melibatkan setiap unit kerja terkait.



B.



PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pendidikan dan pelatihan di Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba ( PPRA) antara lain : 1.



Pelatihan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)



2.



Pelatihan PPI Dasar (cuci tangan 6 langkah dll)



3.



Surat ijin praktek kerja (SIP)



C.



INDIKATOR



MUTU



PROGRAM



PENGENDALIAN



RESISTENSI



ANTIMIKROBA Dampak keberhasilan program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit dapat dievaluasi dengan menggunakan indikator mutu atau Key Performance Indicator (KPI) sebagai berikut: 1.



Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik Menurunnya konsumsi antibiotik meropenem, yaitu berkurangnya jumlah dan jenis antibiotik yang digunakan sebagai terapi empiris maupun definitif



2.



Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik Meningkatnya



penggunaan



antibiotik



secara



rasional



(kategori



nol,



Gyssens) dan menurunnya penggunaan antibiotik tanpa indikasi (kategori lima, Gyssens) 3.



Perbaikan



pola



sensitivitas



antibiotik



dan



penurunan



mikroba



multiresisten yang tergambar dalam pola kepekaan antibiotik secara periodik setiap tahun 4.



Kepatuhan Klinisi terhadap PPK infeksi masing-masing



40



5.



Penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba multiresisten, contoh Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan bakteri penghasil extended spectrum beta-lactamase (ESBL)



6.



Peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin, melalui forum kajian kasus infeksi terintegrasi.



41



BAB IX PENUTUP



Demikian



Pedoman



Pelayanan



Komite



Program



Pengendalian



Resistensi



Antimikroba (PPRA) Rumkital Ilyas ini dibuat, diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan dan akan direvisi dalam kurun waktu kurang lebih 3 tahun atau disesuaikan dengan perkembangan Rumkital Ilyas.



Ditetapkan di Pada tanggal



: Tarakan : 01 April 2020



Karumkital Ilyas Tarakan



dr. Mukti Fahimi, Sp.PD., FINASIM Letkol Laut (K) NRP 14082/P



42



LAMPIRAN 1.



LEMBAR PROFILAKSIS



43



44



2.



LEMBAR PENGUMPULAN DATA



15



16



3.



Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotik Gyssens Flowchart



15



16