Pedoman Penatalaksanaan Taeniasis Dan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pedoman Penatalaksanaan Taeniasis dan Sistiserkosis 1 December 2007 — prima almazini Taeniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing pita yang tergolong dalam genus taenia pada manusia. Cacing pita yang dikenal sampai saat ini yaitu Taenia saginata, Taenia solium, dan Taenia asiatica. Infeksi oleh bentuk larva Taenia solium (sistiserkus selulosa) pada manusia disebut sistiserkosis. Sedangkan istilah neurosistiserkosis digunakan untuk infeksi oleh larva yang mengenai sistem saraf pusat. Manusia merupakan hospes definitif dari Taenia sp. Pada Taenia solium dan Taenia asiatica manusia juga berperan sebagai hospes perantara. Selain manusia, hospes perantara untuk Taenia solium adalah babi, sedangkan hospes perantara Taenia saginata adalah sapi. Seseorang dapat terinfeksi taeniasis melalui daging sapi atau babi yang mengandung larva. Sedangkan penularan sistiserkosis terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh telur Taenia solium atau Taenia asiatica. Penularan juga dapat terjadi secara autoinfeksi. Misalnya langsung melalui ano-oral akibat kurangnya kebersihan tangan penderita taeniasis solium atau melalui autoinfeksi internal akibat adanya gerakan antiperistaltik dari usus maupun pemakaian obat taeniasidal.



Pengobatan Taeniasis Penderita taeniasis diobati secara massal dengan prazikuantel dosis tunggal 100 mg/kg berat badan (BB). Satu hari sebelum pemberian obat cacing penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang lunak tanpa minyak dan serat. Pada malam harinya setelah makan malam penderita harus menjalani puasa. Pemberian obat diberikan keesokan harinya dalam keadaan perut pasien masih kosong. Dua jam setelah pemberian obat, penderita diberi garam Inggris (MgSO4) yang telah dilarutkan dalam sirup. Dosisnya 30 gram untuk dewasa dan 15 gram atau 7,5 gram untuk anak-anak. Selama itu penderita tidak boleh makan sampai buang air besar yang pertama. Setelah buang air besar penderita diberi makan bubur.



Sebagian kecil tinja dari buang air besar pertama dikumpulkan dalam botol yang berisi formalin 510% untuk menemukan telur taenia. Tinja dari buang air besar pertama dan tinja selama 24 jam ditampung dalam baskom plastik. Kemudian tinja disiram dengan air panas supaya cacing menjadi rileks. Setelah itu tinja diayak dan disaring untuk mendapatkan proglotid dan skoleks Taenia sp. Pengobatan dinyatakan berhasil bila skoleks Taenia sp dapat ditemukan utuh bersama proglotid.



Pengobatan sistiserkosis dan neurosistiserkosis Pengobatan sistiserkosis dan neurosistiserkosis menggunakan prazikuantel per oral 50 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau dibagi dalam tiga dosis selama 15 hari. Selain itu dapat pula digunakan albendazol per oral 15 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau dibagi dalam tiga dosis selama 7 hari. Penggunaan obat tersebut biasanya menimbulkan efek samping yang membuat penderita kurang nyaman. Hal itu dapat dikurangi dengan memberikan



kortikosteroid, yaitu prednison 1mg/kgBB/hari dosis tunggal atau dibagi dalam tiga dosis. Kortikosteroid yang juga dapat diberikan adalah deksametason dengan dosis yang setara dengan prednison. Berbeda dengan sistiserkosis, penderita neurosistiserkosis harus dirawat di rumah sakit. Penderita diberi prazikuantel per oral 50 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau dibagi dalam tiga dosis selama 15 hari. Selain itu bisa juga digunakan albendazol per oral 15 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau dibagi dalam tiga dosis selama 30 hari. Untuk mengurangi efek samping obat tersebut, penderita diberi deksametason atau prednison per oral selama 45 hari. Perlu diperhatikan bahwa penurunan dosis obat tersebut harus dilakukan secara bertahap, yaitu 15 hari pertama diberikan 3×5 mg/hari, 15 hari kedua diberikan 2×5 mg/hari, dan 15 hari ketiga diberikan 1×5 mg/hari. Keberhasilan pengobatan sistiserkosis dapat diketahui melalui pemeriksaan tinja pada bulan ketiga sampai bulan keenam setelah pengobatan. Pengobatan dinyatakan berhasil bila tidak ditemukan telur Taenia sp dan proglotidnya. Apabila ditemukan telur Taenia sp, prologtid, atau keduanya maka hal itu menandakan telah terjadi infeksi baru (reinfeksi). Pengobatan penderita neurosistiserkosis dinyatakan berhasil apabila frekuensi serangan epilepsi makin berkurang. Apabila dalam dua tahun berturut-turut tidak ada serangan epilepsi, pengobatan epilepsi masih diteruskan selama enam bulan dengan dosis yang diturunkan secara bertahap untuk kemudian dihentikan sama sekali.



Upaya pencegahan Pencegahan taeniasis yang utama adalah menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati semua penderita taeniasis di suatu daerah. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, salah satunya dengan menyediakan jamban keluarga. Penyediaan jamban keluarga bertujuan untuk mencegah agar tinja manusia tidak dimakan oleh babi dan tidak mencemari tanah atau rumput. Peternak dan pemelihara sapi atau babi juga harus menjaga agar hewan peliharaannya tidak berkeliaran sehingga tidak mencemari lingkungan. Pemeriksaan daging oleh dokter hewan pun harus dilakukan sehingga masyarakat tidak mengonsumsi daging yang mengandung kista. Selain itu perlu dilakukan penyuluhan mengenai bahaya mengonsumsi daging yang mengandung kista. Oleh karena itu masyarakat juga harus mengetahui bentuk kista dalam daging. Hal tersebut penting dilakukan terutama di daerah yang banyak memotong babi untuk upacara adat seperti di Sumatera Utara, Bali, dan Irian jaya. Di beberapa daerah di tanah air yang memiliki kebiasaan memakan daging setengah matang atau daging mentah pun perlu dilakukan penyuluhan untuk menghilangkan kebiasaan tersebut. Masyarakat harus diberi pemahaman tentang risiko yang akan diperoleh apabila memakan daging mentah atau setengah matang. Penting pula bagi masyarakat untuk mengetahui manfaat memasak daging sampai matang (di atas 57ºC dalam waktu cukup lama) atau membekukan di bawah 10ºC selama lima hari. Pendekatan tersebut biasanya tidak selalu dapat diterima oleh masyarakat setempat karena keputusan akhir yang diambil harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah yang bersangkutan.