Pedoman Pengelolaan Hygiene Sanitasi Makanan Di Rumah Tangga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN PENGELOLAAN HYGIENE SANITASI MAKANAN DI RUMAH TANGGA



DIREKTORAT PENYEHATAN LINGKUNGAN DITJEN PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2009







ii



KATA PENGANTAR Dari tahun ke tahun angka kejadian Penyakit Bawaan Makanan (PBM) terus merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang harus ditangani dengan cermat dan terarah. Penyakit ini tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama karena perkembangan pesat sistem penjualan dan penyediaan makanan jadi yang tidak diimbangi dengan pengaturan dan penertiban melalui peraturan dan perundangan yang diperlukan. Pada tingkat nasional, peraturan dan perundangan yang dapat menjadi dasar pertimbangan hukum adalah UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes) Nomor 715/ Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga; Kepmenkes Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, dan Kepmenkes Nomor 1098/ Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Dengan berlakunya desentralisasi dan otonomi pemerintahan yang dijabarkan berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, diperlukan pula perangkat hukum misalnya Peraturan Daerah (PERDA) untuk menerapkan penyelenggaraan dan pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan di rumah tangga untuk masing-masing Daerah sesuai dengan tingkat permasalahan yang dihadapi. Pada waktunya, penyelenggaraan pengawasan dan pembinaan Hygiene Sanitasi Makanan akan menjadi daya ungkit dalam mengembangkan sektor-sektor lain yang mempunyai nilai ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat misalnya dalam pengembangan bidang Kepariwisataan Daerah. Di samping itu, dengan terselenggaranya penyediaan makanan secara higienis dan saniter dapat diharapkan terkendalinya Kejadian Penyakit Bawaan Makanan di dalam masyarakat sehingga dapat mengurangi beban biaya pengobatan 



ii



dan kerugian produktif masyarakat yang tidak perlu. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan arahan umum dalam Pembinaan dan Pengawasan yang selanjutnya perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA) di masing-masing Kabupaten/Kota. Semoga dengan Pedoman ini, upaya Pembinaan dan Pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga dapat terlaksana dengan baik dan benar. DIREKTUR PENYEHATAN LINGKUNGAN,







Dr. Sholah Imari, M.Sc NIP 195402281982031002



iiiii



iv



DAFTAR ISI



Kata Pengantar........................................................................... i Daftar Isi .................................................................................... iii Bab I.



PENDAHULUAN.................................................................. a. Gambaran Umum........................................................... b. Ruang lingkup................................................................ c. Keterkaitan dengan sanitasi dasar...................................



1 1 2 3



II.



TUJUAN.............................................................................. 5 a. Tujuan Umum................................................................. 5 b. Tujuan khusus................................................................. 5



III. PERMASALAHAN ............................................................... 6 IV. KEBIJAKAN DAN STRATEGI ................................................ 8 a. Kebijakan........................................................................ 8 b. Strategis......................................................................... 9 V.



SOSIALISASI DAN PROMOSI................................................ 10 a. Sosialisasi........................................................................ 10 b. Promosi ......................................................................... 11



VI.



HYGIENE SANITASI MAKANAN DAN BAHAN PANGAN........ 12 a. Mengenal Penyakit Bawaan Makanan ............................ 12 b. Prinsip – prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan.............. 29 c. Mencegah keracunan bahan makanan alami . ................ 56 d. Keamanan makanan di rumah tangga ………………...... 72



VII. HYGIENE PERORANGAN (Personal Hygiene)........................ 75 VIII. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB …………………………… 87 IX. LANGKAH KEGIATAN . ....................................................... 94 X.



EVALUASI........................................................................... 100



XI. PENUTUP ……………………………………………………... 104



iii



I.



PENDAHULUAN a. Gambaran Umum Hygiene sanitasi makanan merupakan upaya kesehatan untuk menyehatkan makanan. Makanan sehat adalah makanan yang mengandung unsur gizi yang cukup, bebas dari kuman pathogen dan aman dari bahan berbahaya atau zat kimia beracun. Ketentuan ini berlaku bagi semua orang baik penduduk di desa maupun di kota, baik bagi orang kaya maupun orang yang miskin, baik bagi pengusaha maupun rumah tangga. Namun pada kenyataannya bahwa kesehatan ternyata belumlah dapat dinikmati oleh semua orang. Banyak faktor yang mempengaruhi status kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat. Salah satunya adalah kondisi hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga yang belum memadai. Berbagai program kesehatan telah dilaksanakan dengan tujuan untuk� meningkatkan status kesehatan masyarakat. Berbagai produk hukum telah pula ditetapkan untuk melindungi masyarakat konsumen maupun produsen makanan, minuman dan bahan makanan dari gangguan kerusakan pangan. Berbagai bentuk intervensi tehnis dan penyuluhan hygiene sanitasi makanan juga telah seringkali disosialisasikan, namun peristiwa penyakit bawaan makanan dan keracunan makanan masih saja belum dapat diatasi secara bermakna. Upaya kesehatan adalah upaya bersama antara Pemerintah dan warga masyarakat, sehingga sebanyak dan sesering apapun upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, jika tanpa dukungan partisipasi aktif dan bantuan masyarakat, maka hal itu sangatlah sulit akan terwujud. Oleh karena itu, dukungan partisipasi dari seluruh warga masyarakat harus terus diwujudkan, dibina dan dikembangkan 



melalui sosialisasi oleh seluruh aparatur kesehatan, aparatur pemerintah daerah dan organisasi kemasyarakatan, agama dan profesi untuk terselenggaranya upaya-upaya pengaturan, pembinaan, pengawasan dan penyuluhan hygiene dan sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga. b. Ruang lingkup Upaya hygiene sanitasi makanan (termasuk minuman), bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga merupakan unsur kesehatan dasar yang sangat penting untuk melindungi seluruh anggota keluarga di dalam rumah tangga, dari gangguan penyakit bawaan makanan dan Upaya hygiene sanitasi merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang sejak di dalam rumah tangga, di lingkungan sekitarnya sampai kepada di tempat usaha komersial yang menyelenggarakan kegiatan pengelolaan makanan dan bahan makanan. Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi makanan dan bahan makanan pada tempat atau badan usaha komersial makanan dan bahan makanan, telah dilakukan sejak lama, melalui upaya penyuluhan dan penerapan ketentuanketentuan dari peraturan perundang-undangan yang telah ada, baik ditingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota. Sedangkan untuk lingkup rumah tangga, hal itu belum banyak yang dijalankan, karena kebijakannya adalah lebih menitik beratkan kepada upaya penyuluhan dan percontohan. Walaupun hal itu sama pentingnya dengan pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan terhadap tempat usaha komersil, maka pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga lebih kepada meningkatkan kesadaran dan 



kepatuhan anggota keluarga terutama ibu-ibu rumah tangga yang berperanan aktif dalam menyediakan makanan siap saji bagi keluarga, agar terjamin aman dan tidak menjadi sumber penyakit atau keracunan makanan. Sehingga pemahaman tentang hygiene dan sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga, menjadi suatu kebutuhan dasar bagi setiap ibu rumah tangga baik di desa maupun di kota. c. Keterkaitan dengan sanitasi dasar. Sanitasi dasar merupakan unsur penting dalam upaya pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya. Hygiene dan Sanitasi Makanan merupakan salah satu upaya dari sekian banyak upaya dalam sanitasi dasar. Diantara upaya sanitasi dasar, seperti penyediaan air bersih, pembuangan tinja, perumahan sehat, dan pembuangan sampah domestik, maka higiene sanitasi makanan, bertujuan untuk menghilangkan atau menurunkan populasi jasad renik pathogen, dan zat kimia beracun dalam makanan sehingga tidak berpotensi menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Dengan melaksanakan kaidah-kaidah hygiene dan sanitasi dasar, termasuk upaya hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan kemanan makanan, diharapkan bahwa potensi yang merugikan kesehatan tersebut dapat dicegah lebih awal, untuk melindungi dan meningkatkan status kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Makanan siap saji yang sudah terolah di rumah tangga dan siap disajikan masih syarat dengan berbagai ancaman dan gangguan kesehatan, sebagai akibat dari penanganan makanan yang belum terjamin keamanannya. Berbagai sumber ancaman keamanan makanan di rumah tangga seperti pencemaran fisika, mikroba dan bahan kimia beracun, 



serangga penular penyakit, serta bahan makanan yang mengandung racun secara alami dan atau zat-zat penyebab keracunan makanan lainnya. Upaya Hygiene sanitasi makanan lebih menitik beratkan kepada pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang dalam menangani proses pengolahan makanan makanan, sedangkan upaya keamanan makanan adalah menitik beratkan kepada semua komposisi makanan yang terdapat dalam makanan yang siap dikonsumsi, akan terjamin aman dari berbagai gangguan penyakit dan keracunan makanan. Sesuai dengan asas Pemerintahan Otonomi Daerah, maka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga adalah sepenuhnya menjadi tugas pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara itu Peraturan Pemerintah No.28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, menetapkan bahwa Pengawasan mutu pangan olahan merupakan tugas Badan POM, dan pengawasan dan pembinaan makanan olahan rumah tangga menjadi tugas Pemerintah Kabupaten/Kota. Untuk terlaksananya sinkronisasi dalam pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan di daerah, perlu ditetapkannya Peraturan Pelaksanaan dari pada Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 dimaksud dalam bentuk Keputusan Menteri Kesehatan, sebagai Pedoman Persyaratan Tehnis bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga, sesuai dengan tugas yang ditetapkan di dalam PP dimaksud. Sehingga dengan demikian, keterkaitan dalam Pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan 



dan keamanan makanan di rumah tangga antara Pusat dan Daerah menjadi jelas, terukur dan akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah menjadi lebih baik. II. TUJUAN 1. Tujuan Umum : a. Tersedianya payung hukum berupa Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan, dan Keamanan Makanan di rumah tangga. b. Tersedianya sumber hukum didalam penyelenggaraan Pembinaan dan Pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten/Kota. c. Tersedianya Produk hukum untuk pengaturan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga pada tingkat Kabupaten/Kota sebagai penyelengara pemerintahan otonomi daerah dibidang hygiene sanitasi, gizi dan keamanan makanan. d. Tersedianya sumber daya, metoda dan pendekatan untuk penerapan pembinaan dan pengawasan Hygine Sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga sesuai dengan kemampuan daerah masingmasing. 2. Tujuan Khusus : a. Tersosialisasinya Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga, dalam rangka melindungi masyarakat dari 



penyakit bawaan makanan, dan keracunan makanan. b. Terlaksananya penyuluhan tentang Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga pada tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Kelurahan/Desa. c. Terlaksananya penerapan kaidah-kaidah tentang Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) oleh ibu-ibu rumah tangga dan para pengelola makanan siap saji lainnya. d. Terlaksananya Pengawasan dan Pembinaan Hygiene sanitasi Makanan, bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga. e. Menurunnya jumlah peristiwa/episode/kejadian keracunan makanan yang terjadi di rumah tangga. III. PERMASALAHAN Kejadian, peristiwa atau episode penyakit bawaan makanan (PBM) keracunan makanan di Indonesia dewasa ini masih sering terjadi dan banyak membawa korban sakit, bahkan ada yang meninggal. Penderita harus mendapat pertolongan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang terdekat. Jumlah korban biasanya banyak dan terjadi dalam waktu bersamaan, sehingga seringkali menimbulkan kepanikan di masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat. Dampak dari kejadian atau perisriwa PBM terutama keracunan makanan bersifat multi efek, yaitu selain terjadi kepada korban yang menderita penyakit, yaitu selain menderita sakit, ia juga akan kehilangan hari kerja dan produktivitas lainnya yang berdampak kepada aspek sosial, budaya dan ekonomi keluarga dan masyarakat.







Namun berdasarkan data peristiwa keracunan makanan selama tahun 2008 yang dimuat sejumlah media on line, terdapat 80 peristiwa atau episode keracunan makanan yang tersebar diseluruh wilayah tanah air. Dilihat dari sumber makanan penyebab keracunan makanan, sebagian besar (50 %) terjadi di rumah tangga, disusul usaha katering 25%, makanan jajanan 20 % dan usaha komersial makanan lainnya 5%. Sedangkan data keracunan makanan pada tahun 2009 sampai dengan bulan Juli, tercatat 37 peristiwa keracunan dengan p����������������� roporsi terbesar adalah makanan rumah tangga 40 %, katering 27 %, jajanan, 22 % dan usaha komersial makanan lainnya 11 %. Data Badan POM tahun 2008 menyebutkan bahwa 41,62 % keracunan makanan di rumah tangga, 25,89 karena jasaboga, 15,74 % makanan jajanan dan sisanya pangan olahan. Walaupun menurut Guru Besar Pangan pada Universitas Gajah Mada Prof.Umar Santoso, dikatakan bahwa proporsi keracunan makanan karena katering berjumlah 65 %, industri kecil 19 % dan sisanya makanan rumah tangga 16 %. Dari gambaran data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa proporsi antara Keracunan makanan rumah tangga dan makanan katering merupakan penyebab terbesar terjadinya keracunan makanan di Indonesia. Perbedaannya adalah bahwa keracunan makanan di rumah tangga jumlah penderitanya relatif kecil dan tertutup walaupun dapat bersifat lebih fatal jika dibandingkan dengan keracunan makanan katering (jasaboga) yang bersifat massal dan menimbulkan efek media seperti mudah diketahui atau menjadi perhatian masyarakat luas. Kejadian keracunan makanan tidak dapat terlepas dari kondisi sanitasi dasar penduduk dewasa ini. Jika dilihat dari cakupan sanitasi penduduk rata-ratanya masih dibawah dari standar yang ditetapkan dunia. 



Berdasarkan data Profil DepKes tahun 2004, dikemukakan bahwa cakupan sarana sanitasi dasar yang masih rendah seperti penyediaan air bersih (32 % ledeng dan pompa), pembuangan tinja (42,7 septik tank) dan kondisi perumahan penduduk yang belum sepenuhnya memenuhi persyaratan kesehatan (55,3%). Demikian pula dengan kondisi sanitasi pasar terutama pasar tradisional yang kurang terjaga kebersihannya dan minimnya pengawasan hygiene sanitasi bahan makanan yang dijual dipasar, serta ketiadaan fasilitas penyimpanan makanan dan bahan makanan di rumah tangga yang dilengkapi dengan pengaturan suhu secara layak. Semuanya itu akan mempengaruhi kepada kondisi kesehatan dan keamanan makanan dan bahan makanan di rumah tangga. IV. KEBIJAKAN DAN STRATEGI a. Kebijakan 1) Pembinaan dan pengawasan Hygiene sanitasi makanan, bahan bahanan dan keamanan makanan di rumah tangga merupakan tugas dan tanggung jawab bersama antara Pemerintah dan masyarakat yang penyelenggaraannya merupakan wewenang Pemerintah Daerah cq. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota termasuk aparatur kesehatan dibawahnya seperti Puskesmas, Puskemas Pembantu, Polindes, Poskesdes dan Bidan/Sanitarian Desa. 2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga dilakukan dengan berbagai pendekatan manajemen terapan, pengaturan dan pembinaan secara lokal, penyuluhan materi yang jelas, tegas, dan mudah dipahami, serta berkoordinasi secara lintas program 



maupun lintas sektoral sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. 3) Pemerintah Propinsi dan Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku, dan terus memantau perkembangan penerapan pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan di rumah tangga yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. 4) Dalam penyelenggaraan upaya hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga dilakukan secara sinergi dan simultan dengan program kesehatan atau program non kesehatan lainnya yang sejenis seperti program adipura, kali bersih, pasar sehat, rumah sehat dsb. 5) Peran serta individu, keluarga dan masyarakat terus diwujudkan, dibina dan ditingkatkan dalam penerapan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. b. Strategi. 1) Pelaksanaan Pedoman ini dilakukan secara bertahap dengan menetapkan sejumlah lokasi percontohan untuk mengidentifikasi hambatan dan kekurangan yang ada guna diperbaiki sebagaimana mestinya. 2) Kondisi dan perilaku hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga diwujudkan sebagai suatu kebutuhan masyarakat sendiri melalui pendekatan partisipatori sehingga menjadi kebutuhan masyarakat atas kesadaran, keinginan dan dampak manfaatnya yang menguntungkan bagi kesehatan anggota keluarganya di rumah tangga. 



3) Dikembangkannya pembelajaran kedepan dari pengalaman negatif masa lalu, sebagai suatu titik awal dimulainya pemahaman baru dan perbaikan perilaku tentang pentingya upaya hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga yang baik dan benar. 4) Azas manfaat keluarga dengan terhindarnya dari gangguan penyakit bawaan makanan dan keracunan makanan diarahkan untuk meningkatkan status. Kesehatan dan sosial ekonomi keluarga yang lebih baik. V. SOSIALISASI DAN PROMOSI a. Sosialisasi 1) Sosialisasi Pedoman ini dilakukan melalui berbagai saluran dan sasaran sosialisasi. Saluran sosialisasi meliputi pelatihan, pertemuan, kunjungan rumah melalui daerah percontohan yang dikembangkan untuk tujuan itu. Sedangkan sasaran sosialisasi meliputi b�������������� erbagai pihak baik formal maupun informal, dengan melibatkan semua pihak dan sektor yang terkait, baik dari unsur pemerintah, swasta termasuk pengusaha dan masyarakat. 2) Kelompok masyarakat sebagai konsumen maupun pelaku penyedia makanan siap saji di rumah tangga, berperanan sebagai ujung tombak atau agen perubahan dari sistem keamanan pangan nasional, yang meliputi organisasi wanita dan ibu-ibu rumah tangga serta para pendidik dan peserta didik. 3) Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan berjenjang, secara terus menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga semua masyarakat dapat menurunkan pola hidup bersih dan sehat dalam mengelola makanan di 10



rumah tangga, makanan untuk konsumsi umum maupun di tempat pengelolaan makanan komersial lainnya. 4) Tehnik sosialisasi melalui pendekatan partisipatori menjadi pilihan populer sehingga masyarakat tidak merasa ditekan atau dipaksa tetapi merasa memiliki identitas masalahnya sendiri dan mampu memecahkan masalahnya dengan cara dan selera masyarakat sendiri. Hal ini akan mendorong kemandirian dan kedewasaan masyarakat, sehingga pemerintah hanya bersifat membina, membimbing dan mengarahkannya saja. b. Promosi 1) Promosi diberikan sebagai bentuk penghargaan atas partisipasi dan sosialisasi yang telah dilaksanakan oleh semua pihak. 2) Promosi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing. 3) Promosi dapat juga dikaitkan dengan program nasional yang lain yang telah lama berjalan sehubungan dengan peningkatan kualitas hidup dan lingkungan seperti promosi adipura, kota sehat, kali bersih, posyandu, STBM, dasa wisma yang sudah berjalan selama ini. 4) Saluran promosi lain yang telah ada dan berjalan, dapat menjadi pelengkap dalam kegiatan promosi melalui desa siaga atau santri raksa desa, sehingga pencapaian sasaran kesehatan menjadi lebih utuh dan komprihensif.







11



VI. HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN BAHAN PANGAN a. MENGENAL PENYAKIT BAWAAN MAKANAN (PBM) 1. PENGERTIAN : 1) Penyakit Bawaan Makanan (PBM) adalah penyakit dengan gejala umum diare, mulas, sakit kepala, sakit perut, kadang disertai muntah, dan kejang yang disebabkan karena memakan makanan yang tercemar. 2) Infeksi adalah masuknya kuman penyakit kedalam tubuh dan menimbulkan penyakit. 3) Masa inkubasi adalah waktu antara infeksi dan timbulnya gejala sakit. 4) Kontaminasi adalah masuknya zat pencemar mikroba kedalam makanan dan atau berkembang biak sehingga berpotensi menimbulkan infeksi. 5) Polusi adalah masuknya zat pencemar non mikroba baik kimia maupun fisik kedalam makanan dalam jumlah yang dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan. 6) Carrier adalah orang sehat atau baru sembuh dari sakit yang di dalam tubuhnya mengandung kuman penyakit yang dapat menularkan kepada orang lain. 7) Dosis adalah takaran yang menunjukkan jumlah tertentu dari bahan pencemar yang berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap tubuh manusia. 2. Konsep dasar terjadinya PBM a. PBM terjadi karena dosis infeksi kuman atau bakteri yang telah melampaui ambang batas ketahanan tubuh 12



manusia. Dosis infeksi pada setiap orang dan jenis kuman berbeda-beda. Berdasarkan literatur (Betty C Hobb) jumlah minimal kuman antara 102 sampai 106. b. Manifestasi PBM dapat terjadi mulai dari skala ringan sampai skala berat tergantung ketahanan tubuh, keganasan kuman penyakit atau racun dalam makanan tersebut, yaitu : 1) Skala ringan sehingga hampir tidak diketahui oleh yang bersangkutan, 2) skala sedang karena sudah mulai terasa keluhan, 3) skala berat dengan gejala sakit yang tampak, 4) Skala sangat berat dengan gejala dahsyat, pingsan sampai dengan kematian. 3. PBM dikelompokkan kedalam 7 (tujuh) golongan, yaitu : a. PBM karena infeksi bakteri, akibat jumlah bakteri yang melebihi daya tahan tubuh, misalnya Salmonella, Shigella, Cholera dsb. b. PBM karena toksin bakteri, akibat bakteri menghasilkan toksin bakteri dan menimbukan penyakit walaupun bakterinya sudah mati, seperti Staphylococcus, Vibrio dan Clostridium. c. PBM karena virus seperti rotavirus, virus hepatitis dsb. d. PBM karena racun alam pada hewan dan tumbuhan seperti ikan buntel, ikan karang dan kerang (hewan); bayam, kentang beracun, gadung, ubi kayu, dan jamur beracun (tumbuhan). e. PBM karena parasit, seperti cacing pita, cacing gelang, cacing kremi, dsb. 13



f. PBM karena allergi seperti allergi ikan laut, ikan tongkol, udang , penyedap masakan, dsb. g. PBM karena bahan kimia buatan seperti pestisida, pupuk, racun tikus dsb. 4. Jenis, gejala, penyebab, habitat atau sumber, cara penularan dan pencegahan PBM



PBM yang disebabkan jasad renik : a. Demam tifus 1) Gejala : Demam tinggi terus menerus selama lebih kurang 2 (dua) minggu, sakit kepala, tidak enak badan, tidak nafsu makan, timbul bercak kemerahan dikulit, diare atau susah buang air besar, kadang sedikit batuk-batuk, perut sakit, sehingga harus ditekuk. 2) Penyebab : Salmonella typhi dan S. parathypi 3) Habitat atau sumber penular : Manusia carrier (pembawa kuman) 4) Cara penularan : Pencemaran makanan karena tinja dan air kencing (urin). 5) Masa inkubasi :



1 – 3 minggu



6) Pencegahan : a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur pengolahan makanan, b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan 14



pakai sabun sebelum menjamah makanan, c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah makanan untuk orang lain, b. Disentri basiler 1) Gejala : Diare mendadak disertai demam dan sakit perut (mules), tinja bercampur lendir darah. 2) Penyebab : Shygella disentri 3) Habitat atau sumber penular : Manusia carrier (pembawa kuman) dan penderita 4) Cara penularan : Pencemaran terhadap makanan dan peralatan makan minum, 5) Masa inkubasi : 1 – 3 minggu, 6) Pencegahan : a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur pengolahan makanan, b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan pakai sabun sebelum menjamah makanan, c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah makanan untuk orang lain, c. Cholera : 1) Gejala : Diare mendadak dan terus menerus tanpa terasa



15



sakit, cairan tinja seperti cucian beras yang berbau amis (hanyir), tubuh kehilangan cairan (dehidrasi), gejala yang berat dapat menyebabkan pingsan. Jika penderita tidak segera ditolong dapat meninggal karena dehidrasinya. 2) Penyebab : bakteri Vibrio Cholera Eltor. 3) Habitat atau sumber penular : Penderita dan carrier (pembawa kuman), 4) Cara penularan : Pencemaran melalui air dan makanan. 5) Masa inkubasi : beberapa jam – beberapa hari, 6) Pencegahan : a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur pengolahan makanan, b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan pakai sabun sebelum menjamah makanan, c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah makanan untuk orang lain, d. Salmonellosis 1) Gejala : Demam tinggi, kepala pusing, mual muntah dan diare 2) Penyebab : bakteri Salmonella sp.



16



3 Habitat atau sumber penular : Penderita dan carrier (pembawa kuman) Pencemaran makanan karena tinja dan air kencing (urin). 5) Masa inkubasi : 1-3 jam 6) Pencegahan : a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur pengolahan makanan, b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan pakai sabun sebelum menjamah makanan, c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah makanan untuk orang lain, d) Menyimpan makanan dibawah 120 C.



pada



suhu



dingin



e. Keracunan Staphylococcus 1) Gejala : Diare, mual, muntah, sakit perut, kadang disertai kejang otot. 2) Penyebab : toksin bakteri Staphylococcus yang tahan panas, 3) Habitat atau sumber penular : Makanan tercemar yang mengandung toksin, 4) Cara penularan : Makanan karena dimasak tidak sempurna atau 5) Masa Inkubasi : 1-2 jam



17



6) Pencegahan : a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur pengolahan makanan, b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan pakai sabun sebelum menjamah makanan, c) Memasak makanan sampai masak sempurna, d) Menyimpan makanan dalam suhu dibawah 10o C, f. Keracunan Clostridium botulinum 1) Gejala : akit kepala, pandangan kabur, lemas, diare dan muntah. 2) Penyebab : toksin bakteri Clostridium botulinum. 3) Habitat atau Sumber penular : Makanan kaleng yang tercemar, 4) Cara penularan : Mengkonsumsi makanan kaleng yang sudah rusak, 5) Masa inkubasi : beberapa menit sampai 1 jam. 6) Pencegahan : a) Memilih makanan kaleng yang masih baik, tidak rusak, penyok, bocor atau b) Memasak makanan kaleng sebelum digunakan, c) Menghabiskan makanan kaleng untuk sekali pemakaian. 18



g. Keracunan Vibrio parahaemolyticus 1) Gejala : Diare hebat, perut kram dan sakit, mual, muntah dan demam. 2) Penyebab : toksin bakteri Vibrio parahaemotyticus 3) Habitat atau Sumber penular : 4) Cara penularan : Mengkonsumi makanan laut yang tercemar dan dimasak tidak sempurna. 5) Masa inkubasi : 1-7 hari 6) Pencegahan



:



a) Memilih makanan laut yang masih segar dan baru, b) Memasak makanan sempurna,



laut



sampai



masak



c) Memisahkan makanan masak dengan bahan mentah, d) Menyimpan bahan mentah pada suhu beku atau dingin di bawah 10o C, e) Segera memakan makanan laut yang sudah masak ketika masih panas, h. Keracunan Baccilus cereus. 1) Gejala : Mual dan muntah mendadak kadang dengan disertai sakit perut dan diare.



19



2) Penyebab : toksin bakteri Baccilus cereus tahan panas yang menyebabkan muntah dan toksin yang rusak dengan panas menyebabkan diare. Bakteri ini juga menghasilkan spora yang tahan panas. 3) Habitat atau Sumber penular : Makanan yang tercemar bakteri ini yang berasal dari tanah dan debu yang hinggap ke makanan. 4) Cara penularan : Mengkonsumi makanan biji-bijian yang sudah tercemar, 5) Masa inkubasi : beberapa jam sampai 1 hari, 6) Pencegahan : a) Memilih bahan makanan yang segar. b) Menyimpan bahan makanan pada suhu dingin dibawah 10o C. c) Memanaskan kembali makanan yang sudah disimpan lama. PBM yang disebabkan virus : a. Hepatitis Infektiosa. 1) Gejala : Demam mendadak, terasa tidak enak badan, kemudian beberapa hari timbul warna kekuningan 2) Penyebab : Virus Hepatitis A 3) Sumber penular :



manusia penderita,



4) Cara penularan : 20



Melalui



tinja



penderita



atau



keringat



yang



mencemari makanan dan air minum. 5) Masa inkubasi: 1 – 2 minggu, 6) Pencegahan



:



a) Penyuluhan kesehatan untuk memelihara kebersihan dapur pengolahan makanan dan lingkungannya. b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan pakai sabun sebelum menjamah makanan, c) Mengolah makanan dengan cara memasak sempurna. d) Vaksinasi Hepatitis A. b. Gasteroenteritis akibat virus 1) Gejala : Diare, muntah, sakit perut dan demam. Dapat mengenai banyak orang sekaligus sehingga menjadi epidemi. Ada yang sporadis dan biasanya sembuh dengan sendirinya, kecuali gejala diare berat pada anak-anak dapat menyebabkan dehidrasi. 2) Penyebab : virus rotavirus dan virus calcivirus, 3) Sumber penular : Virus pada penderita yang mencemari makanan. 4) Cara penularan : Makanan yang tercemar oleh virus dari penjamah yang sakit dan masih menangani makanan, air dan atau peralatan yang dipakai menangani makanan 21



dan minuman yang tidak bersih. 5) Masa inkubasi: 1 – 3 hari. 6) Pencegahan



:



a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan pakai sabun sebelum menjamah makanan, PBM yang disebabkan bahan kimia : a. Keracunan logam berat. 1) Gejala : Gangguan fungsi syaraf, otak dan peredaran darah, dan dapat menimbulkan kanker. 2) Penyebab : Logam berat seperti Mercury (Hg), Timah Hitam (Pb), Cadmium (Cd). 3) Habitat dan Sumber penular : Limbah Industri, 4) Cara penularan : Makanan yang tercemar logam berat masuk dalam makanan dalam jumlah yang kumulatif (menumpuk) 5) Masa inkubas i: 1 – 10 tahun, 6) Pencegahan



:



a) Memelihara kebersihan peralatan pengolahan makanan.



22



b) Memilih peralatan yang tidak mengandung logam berat beracun. c) Tidak mengkonsumsi makanan tertentu secara b. Keracunan pestisida. 1) Gejala : Mual, muntah, pusing, linglung kadang disertai diare, kejang, pingsan sampai kematian. 2) Penyebab : Pestisida golongan Organochlorat dan Organoposfat. 3) Habitat dan Sumber penula r: Cara Penanganan Pestisida yang ceroboh 4) Cara penularan : Pencemaran pestisida kedalam makanan dan tidak dicuci sampai bersih. 5) Masa inkubasi : beberapa detik sampai menit. 6) Pencegahan



:



a) Memasang label pestisida yang jelas dan mudah dilihat agar tidak keliru dalam penggunaannya. b) Menyimpan pestisida ditempat yang jauh dari makanan dan jangkauan anak-anak. c) Menyemprot tanaman dengan pestisida harus jauh waktunya sebelum panen. d) Menyediakan obat-obatan antidote keracunan pestisida.



23



PBM yang disebabkan toksin/racun alam a. Keracunan makanan asal hewani 1) Gejala : Mual, muntah, pusing, linglung kadang disertai diare, kejang, pingsan sampai kematian. 2) Penyebab : Racun Ciguatera pada ikan buntel dan scromboid pada ikan karang. 3) Sumber penular : Hewan beracun (ikan). 4) Cara penularan : Mengolah makanan yang secara alam mengandung racun dan sebenarnya tidak untuk dimakan, biasanya karena ketiadaan bahan pangan. 5) Masa inkubasi : beberapa detik sampai menit. 6) Pencegahan



:



a) Memilih bahan makanan yang terbukti aman, b) Menyediakan obat antidote untuk menangkal jika terjadi keracunan. b. Keracunan makanan asal tanaman 1) Gejala : Mual, muntah, pusing, linglung kadang diserta diare dan kejang, dan sampai pingsan. 2) Penyebab : Bayam rubhar, kentang solanin, asam jengkol, asam gadung,



24



3) Sumber penular: Makanan tumbuhan yang secara alam beracun, 4) Cara penularan: Makanan tumbuhan beracun yang dimasak karena kekurangan makanan atau karena ketidak tahuan. 5) Masa inkubasi: beberapa detik sampai menit, 6) Pencegahan



:



a) Memilih bahan makanan asal tumbuhan yang terbukti aman. b) Menyediakan obat antidote untuk mencegah keracunan makanan, c) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis makanan asal tumbuhan beracun. PBM yang disebabkan Allergi. a. Allergi histamin 1) Gejala: Demam, kulit memerah, panas, rasa terbakar dan gatal-gatal dan bibir terasa bengkak. 2) Penyebab: zat allergen Histamin 3) Habitat dan Sumber penular:



Ikan laut yang tercemar bakteri Proteus sp.



4) Cara penularan:



Ikan laut hasil tangkapan yang sudah lama diperjalanan dan tercemar bakteri Proteus sp. menyebabkan perubahan asam amino essential 25



Hisditine dirubah menjadi histamin yang bersifat zat allergen. 5) Masa inkubasi: beberapa menit sampai jam, 6) Pencegahan: a) Memilih bahan makanan ikan laut yang masih segar dan baru. b) Mengolah ikan laut sedemikian rupa, sehingga dapat menghilangkan zat allergen didalamnya seperti misalnya memasukkan arang atau sereh kedalam makanan. C) Menyediakan obat antidote untuk mencegah dampak buruk jika terjadi keracunan makanan. d) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis ikan yang mengandung zat allergen. b. Allergi penyedap makanan 1) Gejala: Demam, kulit memerah, panas, rasa terbakar dan 2) Penyebab: Penyedap makanan syndrome)



China



(Chinese



Food



3) Habitat dan Sumber penular: Penyedap makanan MSG dan vetsin 4) Cara penularan: Pengolahan makanan China yang menggunakan penyedap makanan dalam dosis berlebihan sehingga menimbulkan reaksi allergen pada tubuh yang sensitif 26



5) Masa inkubasi : beberapa menit sampai jam, 6) Pencegahan : a) Memilih bahan makanan olahan komersial yang masih segar dan baru. b) Mengolah masakan sedemikian rupa, sehingga tidak menambahkan bahan penyedap yang berlebihan seperti misalnya metchin atau MSG. c) Menyediakan obat antidote untuk mencegah. d) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis makanan yang mengandung zat allergen. PBM karena parasit a. Disentri amoeba. 1) Gejala : Diare mendadak disertai demam dan sakit perut 2) Penyebab : Entamoeba histolitica 3) Habitat dan Sumber penular : Manusia carrier (pembawa kuman) dan penderita. 4) Cara penularan : Pencemaran terhadap makanan dan peralatan makan minum 5) Masa inkubasi : 1 – 3 minggu, 6) Pencegahan



:



a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan pengolahan makanan, 27



b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah makanan c) Penjamah yang sakit dan carrier dilarang menjamah makanan, b. Penyakit kecacingan 1) Gejala :



Perut buncit, nafsu makan hilang, mata pucat,



2) Penyebab :



Berbagai jenis cacing seperti: cacing pita, cacing gelang, cacing tambang, cacing kremi dan cacing spiral.



3) Habitat dan Sumber penular :



Manusia carrier (pembawa cacing)



4) Cara penularan :



Penularan telur cacing yang keluar dari tubuh penderita terbawa tinja dan mencemari makanan melalui air, tanah, tangan dan peralatan dapur.



5) Masa inkubasi :



1 – 3 minggu



6) Pencegahan : a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan tempat pengolahan makanan, b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah makanan, c) Membuang tinja ke septik tank yang saniter. d) Menggunakan air minum yang telah dimasak sampai mendidih. e) Menggunakan pakaian, sepatu dan sarung tangan jika bekerja di kebun. 28



b. PRINSIP‑PRINSIP HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN 1. PENGERTIAN : a. Prinsip adalah asas keutamaan atau kebenaran yang menjadi pokok dasar dalam berpikir, bertindak dan berperilaku. b. Kaidah adalah perumusan asas-asas yang menjadi hukum atau aturan tertentu yang memberikan kepastian hasil atau tujuan. c. Hygiene adalah usaha kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan bagi individu dari subyeknya. d. Sanitasi adalah usaha kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan bagi lingkungan dari subyeknya. e, Bahan makanan adalah bahan makanan segar dan atau bahan makanan olahan yang akan diproses lebih lanjut untuk menjadi makanan yang siap saji. f. Makanan siap saji adalah makanan yang telah diolah di rumah tangga atau di tempat usaha penyajian makanan komersil yang siap langsung dikonsumsi. g. Makanan olahan kemasan adalah makanan siap saji yang dikemas secara tehnolgi vakum sehingga lebih tahan lama disimpan. h. Makanan olahan jajanan pasar adalah makanan siap saji yang dijual untuk umum tanpa kemasan vakum sehingga tidak untuk dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. i. Organoleptik adalah kondisi atau pengujian kondisi



29



makanan dengan melalui lima indra penglihatan, perabaan, penciuman,pendengaran dan pengecapan. ENAM PRINSIP HYGIENE SANITASI MAKANAN 1) PEMILIHAN MAKANAN Makanan yang akan diolah di rumah tangga ataupun yang akan langsung dikonsumsi hendaknya dipilih makanan yang memenuhi syarat mutu, kesehatan dan keamanan makanan, yaitu dengan memperhatikan organoleptik untuk setiap jenis makanan sebagai berikut : Makanan hewani a) Daging hewan, dengan ciri-cirinya adalah : 1) daging tampak mengkilat, warna cerah dan tidak pucat. 2) tidak tercium bau asam atau busuk 3) sifat daging masih elastis artinya bila ditekan dengan jari akan segera kembali (kenyal) dan tidak kaku. 4) bila dipegang tidak lekat/lengket tetapi masih terasa kebasahannya Perbedaam umum untuk setiap jenis daging dengan ciri ciri berikut : a) sapi Warna merah segar, serat halus,lemak kuning dan lembut b) kerbau Warna merah tua, serat kasar,lemak kuning dan kasar,



30



c) kambing



Warna merah jambu, serat halus,lemak putih dan keras, bau aroma prengus yan khas.



d) babi Warna merah jambu, serat halus,lemak putih dan lembut. e) Ayam Broiler (pedaging) Daging montok, lembek, warna putih, jengger kecil ukuran sedang, Ras (Petelur) Daging montok agak keras, warna putih, jengger besar, ukuran besar. Kampung Daging sekel warna kekuningan, jengger kecil dan sisik kaki kehitaman. Tiren (mati kemaren) Daging pucat, warna agak kehitaman, atau kuning menyolok karena diberi pewarna, luka sembelihan rata. b. Ikan segar, dengan ciri-cirinya sebagai berikut : 1) warna kulit terang, cerah dan tidak suram. 2) sisik masih melekat dengan kuat dan tidak mudah rontok. 3) mata melotot, jernih dan tidak suram. 4) daging elastis, bila ditekan tidak berbekas. 5) insang berwarna merah segar dan tidak bau 6) t i d a k t e r d a p a t l e n d i r b e r l e b i h a n p a d a permukaannya. 7) tidak berbau busuk, asam atau bau asing yang lain 8) ikan akan tenggelam dalam air.



31



c. Ikan asin, dengan ciri-cirinya sebagai berikut : 1) cukup kering dan tidak busuk. 2) daging utuh dan bersih, bebas serangga. 3) bebas bahan racun seperti pestisida. 4) tidak menjadi daya tarik bagi lalat 5) warna kulit terang, cerah dan tidak suram Cara mengolah ikan asin seperti menjadi ikan segar: 1) Ikan asin direbus sampai airnya mendidih sampai garamnya larut. 2) Ikan dicuci dengan air bersih agar rasanya tawar. 3) Ikan ditiriskan atau dikeringkan agar air rebusannya keluar. 4) Ikan siap diolah sebagaimana ikan segar yang tawar. 5) Ikan asin yang sudah tawar tidak boleh disimpan karena akan cepat membusuk, d. Telur



Telur yang dimaksud adalah telur dengan cangkang keras seperti telur ayam, bebek, puyuh, dan unggas lainnya, dengan ciri-cirinya sebagai berikut 1) Kulit tampak bersih dan kuat, tidak pecah, retak atau bocor 2) Tidak terdapat noda atau kotoran pada kulit. 3) Mempunyai lapisan zat tepung pada permukaan kulit



32



4) Permukaan kulit kering dan tidak basah akibat dicuci. 5) Bila dikocok telur tidak kopyor (koclak), atau disebut telur dingin (kuning telur telah pecah), 6) Bila diteropong (candling), terlihat tembus cahaya. d. Susu segar



Susu segar adalah susu yang langsung diambil dari pemerahan susu sapi, kerbau, kuda atau kambing. Ciri-ciri susu segar yang baik adalah: 1) Penampakkan cairan bersih, warna putih susu dan homogen. 2) Cairan tidak menggumpal atau berlendir, 3) Jika menempel pada dinding botol atau gelas, terlihat sisa yang melekat pekat. 4) Aroma khas susu,tidak berbau tengik, asam, atau bau amis (hanyir) 5) Bebas dari kotoran fisik atau serangga, 6) Sebaiknya telah memiliki sertifikat uji pasteurisasi dan atau uji mutu lainnya.



e. Susu bubuk �������������������������������������������������� Susu bubuk adalah susu segar yang telah mengalami proses penguapan sehingga membentuk bubuk susu yang siap digunakan dengan malarutkan dengan air panas. Susu bubuk lebih tahan lama karena kadar airnya sangat kecil pengeringan dan penambahan zat gizi tertentu untuk peningkatan gizi dan pengawetan. Ada dua jenis susu bubuk yaitu wholemilk yaitu susu dengan kandungan lemak, dan susu skimmilk yaitu 33



susu tanpa kandungan lemak. Ciri susu bubuk yang baik adalah : 1) Tepung kering dan bersih 2) Tidak bernoda atau menggumpal 3) Bebas dari serangga dan kotoran lainnya 4) Aroma khas susu, tidak berbau tengik, asam, atau bau amis (hanyir) f. Susu kental manis. �������������������������������������������������� Susu kental manis adalah susu segar yang diproses dengan cara penambahan gula sebagai bahan pengawet. Susu ini digunakan dengan cara menambahkan air panas sesuai dengan takaran yang dikehendaki. Karena kadar gulanya tinggi, susu ini tahan lama disimpan, dan banyak dipakai sebagai bahan tambahan untuk penyajian makanan dan minuman. Ciri-cirinya yang baik adalah : 1) Cairan kental, bersih berwarna putih susu 2) Tidak bernoda, menggumpal atau berlendir 3) Bebas dari serangga dan kotoran lainnya 4) Aroma khas susu,tidak berbau tengik, asam, atau bau amis (hanyir) Makanan nabati : a. Buah‑buahan, dengan ciri-cirinya adalah : 1) keadaan fisiknya baik, isinya penuh, kulit utuh, tidak rusak atau kotor dan bagian isi masih terbungkus dengan baik. 2) warna sesuai dengan bawaannya, tidak ada warna 34



tambahan, warna buatan (karbitan), dan warna lain selain warna buah. 3) aroma tidak berbau busuk, bau asam/ basi atau bau yang tidak segar lainnya. 4) tidak ada cairan lain selain getah aslinya. b. Sayuran : 1) Daun, buah atau umbi dalam keadaan segar, utuh dan tidak layu. 2) Kulit buah atau umbi tidak rusak/pecah, dan tidak ada bekas gigitan hewan, serangga atau manusia. 3) Tidak ada bagian tubuh yang rusak, berubah warnanya kotor atau berdebu. 4) Isi bagian dalam masih terasa kuat dan utuh. c. Sayuran berlapis : ���������������������������������������������� Sayuran jenis bawang, kol, sawi, jagung muda, bunga tebu memiliki lapisan kulit luar pelindung yang berfungsi melindungi bagian dalam makanan. Lapisan ini berfungsi melindungi makanan selama dalam waktu pemanenan, pengangkutan dan penyimpanan, karena akan mencegah kerusakan pada bagian dalam makanan. Ciri-cirinya yang baik adalah : 1) Lapisan pelindung luar masih menempel dengan baik. 2) Keadaan fisik sayuran bersih, 3) Bebas gigitan hewan, serangga dan manusia, 4) Jika akan digunakan lapisan paling luar dikupas terlebih dahulu dan tidak digunakan, 35



d. Biji‑bijian : 1) Keadaan biji baik, kering, isi penuh, tidak keriput dan warnanya mengkilap. 2) Permukaannya kulit utuh, tidak ada noda karena rusak, jamur atau kotoran selain warna asli bawaanya. 3) Tidak ada bekas gigitan serangga atau hewan pengerat, 4) Tidak tercium aroma selain bau khas biji yang bersangkutan. 5) Tidak tumbuh kecambah/tunas kecuali dikehendaki (toge). 6) Biji akan tenggelam bila dimasukkan kedalam air.



Perhatikan : Biji yang telah berubah warna, bernoda atau berjamur dan terasa pahit, jangan dimakan karena sangat berbahaya yaitu alfatoksin yang dapat mematikan.



f. Jenis tepung, dengan ciri-ciri berikut : 1) Cukup kering, menggumpal.



tidak



lembab/basah



atau



2) warna aslinya tidak berubah karena jamur atau kapang. 3) tidak mengandung kutu atau serangga. 4) masih dalam kemasan untuk sekali penggunaan. g. Bumbu kering, dengan ciri-cirinya berikut : 1) Keadaan teksturnya kering,



36



2) tidak dimakan serangga atau bekas gigitannya. 3) warna mengkilap dan berisi penuh, 4) Fisiknya bersih yaitu bebas dari kotoran dan debu. h. Makanan fermentasi



Makanan fermentasi adalah makanan yang diolah dengan cara metabolisme mikroorganisme sehingga diperoleh jenis makanan baru yang tahan lama. Ciricirinya adalah : 1) Tercium aroma khas makanan fermentasi, 2) tidak ada perubahan warna, aroma dan rasa. 3) Bebas dari cemaran serangga (ulat) atau hewan lainnya. 4) Tidak terdapat noda‑noda pertumbuhan benda asing seperti spot‑spot berawarna hitam, atau jamur gundul pada tempe atau oncom.��



i. Makanan kemasan pabrik - Kemasannya masih baik, utuh, tidak rusak, bocor atau kembung. - Minuman dalam botol tidak berubah warna atau menjadi keruh yang lain dari biasanya - Makanan cair homogen dan tidak terdapat gumpalan atau berlendir. - Makanan padat yang kering dan tidak lembab atau layu. - Bebas dari serangga (ulat) dan kotoran lainnya, - Belum habis masa pakainya (belum kadaluwarsa).



37



- Segel penutup masih terpasang dengan baik. - Mempunyai merk, label dan kompisisi makanan yang jelas - Mempunyai nama, alamat pabrik atau distributornya yang jelas. - Terdaftar di Departemen Kesehatan atau Badan POM dengan tanda kode nomor:� ML :



Untuk makanan luar negeri (import)



MD:



Untuk makanan dalam negeri (lokal)



SP :



Untuk makanan pengrajin bukan pabrikan.



2) PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN Penyimpanan bahan makanan seringkali dilakukan masyarakat karena keberadaan persediaan bahan makanan tidak sama volumenya setiap saat. Selama makanan disimpan akan terjadi perkembangan enzym dalam makanan yaitu enzym amilase yang akan merusak karbo hidrat, enzym protease yang akan merusak protein, enzym lipase yang akan merusak lemak dan enzym maltase yang akan mematangkankan buah dan akhirnya menjadi busuk. Agar bahan makanan yang disimpan dapat bertahan lama, diperlukan cara-cara penyimpanan makanan yang baik berikut ini : 1) Jenis penyimpanan : a) Penyimpanan segar (fresh cooling), antara 10o ‑15oC yaitu suhu penyimpanan untuk jenis buah dan sayuran b) P e n y i m p a n a n s e j u k ( c h i l l i n g ) , y a i t u s u h u penyimpanan untuk makanan siap santap yang 38



akan segera disajikan kembali dengan suhu antara 0o ‑ 10oC. c) Penyimpanan dingin (freezing), yaitu suhu penyimpanan untuk bahan yang mudah rusak untuk jangka waktu tertentu sebelum dipergunakan, dengan suhu antara 0o sampai ‑10oC. d) P e n y i m p a n a n b e k u ( f r o z e n ) , y a i t u s u h u penyimpanan untuk makanan siap saji/santap atau bahan makanan yang disimpan untuk jangka waktu lama dengan suhu minimal ‑ 10oc sampai ‑ 50oC atau lebih rendah dari itu. 2) Manajemen Suhu dan waktu penyimpanan bahan makanan. a) Suhu adalah suhu lingkungan dimana bahan makanan berada. Makin tinggi suhu penyimpanan akan makin cepat kerja enzym dan membuat buahbuahan lebih cepat masak dan membusuk. b) Waktu adalah lamanya bahan makanan disimpan pada suhu kamar. Makin lama makanan disimpan pada suhu kamar maka risiko kerusakan akan semakin besar. c) Pilihan terbaik adalah secepat mungkin makanan dikonsumsi, dan atau disimpan pada suhu dingin, dan tidak dikeluarkan jika tidak akan digunakan. 3) Suhu Penyimpanan yang baik untuk setiap jenis bahan makanan a) Daging, ayam, ikan, hewan laut dan hasil olahannya: (1) Selama 3 hari. ‑5o sampai 0oC



39



(2) Selama 1 minggu. ‑10o sampai ‑5oC (3) Selama lebih 1 minggu. Dibawah – 10oC b) Telor, susu dan hasil olahannya : (1) Selama 3 hari 5o sampai 7oC (2) Selama 1 minggu ‑5o sampai 0oC (3) Selama lebih 1 minggu dibawah –5oC c) Sayuran, buah, umbi dan hasil olahannya ���������������������������������� Paling lama untuk waktu 1 minggu 7o sampai 10oC d) Tepung, biji dan bumbu kering ������������������������������������������� Paling lama untuk waktu 6 bulan suhu kamar (25oC) 4) Penataan penyimpanan bahan pada suhu dingin a) Ketebalan bahan makanan yang disimpan tidak lebih dari 10 cm. agar suhu dapat merata keseluruh bagian makanan. b) Setiap jenis bahan makanan ditempatkan secara terpisah dalam wadah (container) masing‑masing. c) Penempatan bahan makanan sedemikian rupa agar terjadi sirkulasi udara dengan baik. Penempatan yang terlalu padat dapat meningkatkan suhu penyimpanan. d) Penempatan makanan siap santap harus diatas daripada rak bahan makanan, untuk mencegah kontaminasi silang. e) Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat sehingga tidak merusak aroma makanan lainnya. 40



f) Makanan siap santap yang lebih dari 3 hari harus dikeluarkan untuk dimusnahkan atau dibuang. g) Pintu lemari harus menutup rapat dan tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkan lemari untuk keperluan sehari‑hari dipisah dengan lemari untuk keperluan penyimpanan bahan makanan. 5) Penataan penyimpanan suhu kamar. a) Bahan makanan diletakkan dalam rak‑rak yang tidak menempel pada lantai, dinding dan langit‑langit. Untuk memudahkan pembersihan lantai, dan stock opname. b) Untuk makanan kering dan makanan kemasan yang disimpan dalam suhu kamar, maka kamar penyimpanan harus diatur sebagai berikut : (1) Terjadi sirkulasi udara segar yang dapat masuk keseluruh ruangan. (2) mencegah kemungkinan jamahan dan tempat persembunyian serangga dan tikus. (3) Setiap makanan ditempatkan berkelompok sesuai jenis makanan masing-masing. (4) Untuk bahan makanan curah seperti gula pasir, tepung, beras,harus ditempatkan dalam wadah bersih dan ditutup.



41



3��������������������� )�������������������� PENGOLAHAN MAKANAN Dalam pengolahan makanan dikenal dengan prinsip atau kaidah Cara Pengolahan Makanan yang Baik (CPMB). CPMB meliputi tahapan berikut ini; a) Persiapan tempat pengolahan b) Pencegahan masuknya lalat, tikus dan hewan lainnya c) Persiapan rancangan menu d) Persiapan peralatan dan perlengkapannya e) Pencucian bahan dan sortir bahan f) Pengaturan suhu, waktu dan tenaga. g) Pewadahan Makanan yang masak a. Persiapan tempat pengolahan. Dapur pengolahan makanan minimal memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran makanan, antara lain adalah : 1) Lubang ventilasi yang dapat mengeluarkan udara panas dari dapur, seperti jendela, lubang angin atau kipas ekshouster. 2) Kondisi dapur bersih, teratur, terawat, dan tersedia segala keperluan untuk mengolah makanan yang berada pada tempatnya masing-masing dan siap digunakan. 3) Ruangan dapur akan menimbulkan aroma makanan yang merangsang kehadiran lalat, tikus dan hewan lainnya. Sehingga perlu dicegah dengan cara berikut ini :



42



(a) Memasang kawat kassa pada jendela, lubang angin dan lubang terbuka lainnya (b) Menjaga kebersihan dapur agar tidak menarik lalat, tikus dan hewan lainnya masuk ke dapur. (c) Memasang lampu perangkap lalat (insect killer lamp) tegangan tinggi (d) Memasang kertas rekat lalat (reppelent) (e) Mamasang aliran udara dingin yang tidak disukai lalat (f) Memasang umpan lalat dikebun sehingga lalat tidak jadi masuk ke dapur. 4) Lantai, dinding dan langit‑langit dibuat secara utuh dan menutup seluruh bagian dengan sempurna. 5) Bahan untuk lantai yang digunakan adalah bahan yang mudah dibersihkan dan tidak menyerap debu, seperti plesteran semen, keramik, porselin atau bahan sejenis lainnya. 6) Tempat pengolahan makanan harus ditata sedemikian rupa, sehingga alur makanan teratur dan tidak simpang siur, atau dengan cara kerja ban berjalan. b. Pencegahan masuknya lalat, tikus dan hewan lainnya. Lalat,tikus dan hewan lainnya adalah sumber penular utama terhadap pencemaran makanan yang dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan, dan cara menghindarinya antara lain : 1) Tidak ada dinding rangkap yang dapat digunakan tikus bersarang 43



2) Tidak ada bahan bangunan berlubang yang terbuka 3) Tidak ada celah diantara kayu bangunan atau perabotan yang jaraknya kurang dari 5 cm. 4) Daun pintu bagian bawah dilapisi lembaran logam untuk mencegah tikus membuat lubang di daun pintu. 5) Pintu‑pintu dibuat dapat menutup sendiri agar dapat menahan masuknya lalat, tikus dan hewan lainnya. c. Persiapan rancangan menu. Menu disusun sesuai dengan kebutuhan kalori harian untuk kecukupan gizi sehat yaitu sekitar 2.100 – 2.300 kalori untuk dewasa dan remaja, dan 500 – 750 kalori untuk anak-anak. Menyusun menu dengan memperhatikan beberapa faktor antara lain : 1) Ketersediaan bahan, jenis bahan dan jumlahnya 2) Keragaman variasi dari setiap menu 3) Proses dan lamanya pengolahan 4) Keahlian dalam mengolah makanan�� d. Persiapan Peralatan dan perlengkapan. Peralatan adalah semua alat yang berhubungan langsung dengan makanan yang diperlukan dalam pengolahan makanan, pewadahan dan penyimpanan makanan baik untuk makanan mentah dan yang telah masak. Perlengkapan adalah semua alat yang tidak berhubungan langsung dengan makanan tetapi 44



diperlukan dalam pengolahan makanan, pewadahan dan penyimpanan makanan. Persyaratannya yaitu : 1) Meja peracikan a) Meja peracikan harus bersih, kuat dan tahan karat. Bahan dapat berupa bambu atau kayu yang kuat dan dilapisi dengan plastik, stainless stell atau keramik, b) Talenan untuk meracik makanan harus kuat dan tidak melepaskan bahan beracun. 2) Peralatan untuk meracik makanan seperti pisau, garpu, panci, sendok dan sejenisnya. a) harus bersih, kuat dan tidak mudah rusak digunakan b) Peralatan untuk meracik bahan mentah harus dibedakan dengan peralatan untuk meracik makanan yang sudah dimasak. c) Setiap jenis peralatan sudah tersedia pada tempatnya setiap kali akan digunakan. d) Peralatan tidak boleh bercampur baur karena dapat menyebabkan kontaminasi silang. 3) Peralatan untuk mengolah makanan. a) harus bersih, kuat dan tidak mudah rusak digunakan b) Peralatan untuk mengolah bahan mentah harus dibedakan dengan peralatan untuk mengolah makanan yang sudah dimasak. c) Setiap jenis peralatan sudah tersedia pada tempatnya setiap kali akan digunakan. 45



d) Peralatan tidak boleh bercampur baur karena dapat menyebabkan kontaminasi silang, 4) Peralatan wadah makanan masak a) Harus Bersih, kuat dan tidak mudah rusak digunakan b) Setiap wadah digunakan untuk menempatkan jenis makanan yang berbeda sesuai dengan peruntukkannya. c) Wadah dilengkapi dengan tutup yang dapat mengeluarkan udara panas dari makanan, untuk mencegah pengembunan (kondensasi) yang dapat meningkatkan kadar air bebas sebagai media pertumbuhan bakteri. 5) Bahan peralatan untuk meracik, mengolah dan wadah makanan tidak boleh melarutkan zat beracun kedalam makanan. Contoh Kuningan, tembaga, timah dan melamin. 6) Perlengkapan pengolahan. Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas,lampu, kipas angin dsb, harus memenuhi persyaratan : a) Bersih, kuat dan berfungsi dengan baik. b) Tidak menjadi sumber pencemaran. c) Tidak menjad sumber bencana atau kecelakaan, e. Penyortiran dan pencucian bahan 1) Setiap bahan yang akan dimasak harus dilakukan penyortiran untuk memisahkan atau membuang bagian bahan yang rusak (afkir) 46



2) Bahan afkir harus dibuang dan tidak boleh diolah lebih lanjut. 3) Pencucian dengan air mengalir bisa menggunakan larutan peka (KMNO4/Kalium Permanganat) atau kaporit atau pemutih, untuk desinfeksi bakteri. f. Pengaturan suhu, waktu dan tenaga 1) Suhu pengolahan minimal 90o C, agar kuman pathogen mati. 2) Waktu memasak tidak boleh terlalu lama/terlalu matang sehingga zat gizi dalam makanan tidak hilang akibat penguapan. Setiap Jenis bahan makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. 3) Tenaga pengolah makanan harus sehat, bukan pembawa kuman penyakit, berperilaku hidup bersih dan sehat, dan selalu mencuci tangan dengan sabun setiap kali melakukan pengolahan makanan. 4)�������������������������������������������� Makanan yang telah siap disajikan sesegera mungkin dihidangkan untuk disantap, sehingga lebih segar, nikmat dan aman, g. Pewadahan makanan 1) Setiap jenis makanan dimasukan kedalam wadah yang berbeda. 2) Isi wadah untuk makanan berkuah tidak boleh terlalu penuh untuk mencegah tumpah.



47



4. PENYIMPANAN MAKANAN MASAK Bahan makanan yang sudah diolah di rumah tangga menjadi makanan yang siap saji. Makanan siap saji merupakan campuran dari zat‑zat gizi yang terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin diperlukan manusia untuk hidup, tumbuh dan berkembang biak. Namun ternyata zat-zat gizi tersebut merupakan makanan kesukaan jasad renik pathogen seperti bakteri dan jamur. Bakteri sangat menyukai protein, sedangkan jamur sangat menyukai karbohidrat dan lemak. Jika jumlahnya mencapai dosis infeksi, maka makanan ������������������������� tersebut menjadi sumber penyakit bawaan makanan. Oleh karena itu penyimpanan makanan masak menjadi sangat penting untuk diperhatikan bersama. Ruang lingkup kaidah penyimpanan makanan masak: 1) Konsep Pertumbuhan bakteri 2) Tahapan pertumbuhan bakteri 3) Lingkungan penghambat pertumbuhan bakteri 4) Lingkungan pemacu pertumbuhan bakteri 5) Suhu penyimpanan yang aman 6) Waktu penyimpanan yang aman. Penyimpanan makanan harus lebih cermat dan waspada daripada penyimpanan bahan makanan, karena makanan adalah langsung untuk dikonsumsi, sedangkan bahan makanan perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu. 1) Konsep pertumbuhan bakteri a) Bakteri akan berkembang biak di dalam makanan siap saji secara membelah diri satu menjadi dua,



48



dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan seterusnya, setiap 20 menit sekali. b) Dalam suasana dan kondisi lingkungan makanan yang cocok bagi pertumbuhan jasad renik, maka setiap satu sel bakteri akan tumbuh menjadi 300 ribu sel selama 6 jam atau menjadi 2 juta sel dalam tempo tujuh jam. Oleh karena itu makanan siap saji yang dibiarkan begitu saja lebih dari enam jam sebaiknya tidak dikonsumsi lagi. 2) Tahap pertumbuhan bakteri pathogen a) Pertumbuhan normal pada suhu 15 – 350 C dan 40 -600 C b) Pertumbuhan cepat antara suhu 36 – 390 C c) Pertumbuhan lambat antara 7 – 150 C dan 60 – 700 C d) Pertumbuhan berhenti tetapi tidak mati pada 600 C d) mengandung gula, garam atau cuka 4) Lingkungan pemacu pertumbuhan bakteri a) Kondisi makanan yang basah atau lembab b) pH normal (6,8‑7,5) c) suhu optimum yaitu 10 ‑ 60o C d) tersedia cukup makanan protein 49



e) mengandung air bebas (air yang digunakan untuk tumbuhnya bakteri) 5) Suhu penyimpanan yang aman a) Makanan kering, goreng gorengan : b) Makanan basah berkuah sop gulai, soto:



25 – 300 C > 600 C



c) Makanan yang akan disajikan lebih dari 6 jam tetapi kurang dari satu hari : 100 C 6) Waktu penyimpanan yang aman a) Makanan yang baru dimasak suhunya sekitar ± >800 C, kondisi ini masih aman b) Makanan dalam waktu tunggu kurang dari 4 jam, suhunya dapat diabaikan karena masih > 600 C c) Makanan yang suhunya sudah < 600 C harus segera dimakan d) Makanan panas harus disajikan dalam keadaan panas f) Makanan dingin yang suhunya < 100 C selama disimpan maksimum 24 jam, aman dikonsumsi. 5. PENGANGKUTAN MAKANAN Pengangkutan makanan meliputi pengangkutan bahan makanan, makanan siap saji dan membawa makanan siap saji untuk dihidangkan atau disediakan di tempat makan. a) Pengangkutan bahan makanan 1) Terjamin aman dari pencemaran 2) Terpisah dari bahan berbahaya dan beracun



50



3) Bahan makanan yang telah diracik harus diangkut dalam wadah yang bersih dan tertutup b) Pengangkutan makanan siap saji 1) Terjamin aman dari pencemaran 2) Terpisah dari bahan berbahaya dan beracun 3) Wadah makanan terpisah untuk setiap jenis makanan 4) Isi wadah tidak terlalu penuh untuk mencegah makanan tumpah atau tercecer. c) Membawa makanan siap saji 1) Orang yang membawa makanan harus sehat dan bebas dari penyakit menular seperti batuk, flu atau demam 2) Makanan ditutup agar terhindar dari percikan ludah dan debu 3) Letak makanan berada diatas bahu, sehingga terhindar dari percikan waktu bicara. 4) Wadah makanan dipegang pada bagian bawahnya dan tidak memegang pinggir wadah atau piring. 6. PENYAJIAN MAKANAN Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan pengolahan makanan di rumah tangga. Makanan yang telah selesai diolah dan dimasukan kedalam wadah masing-masing siap disajikan untuk di santap oleh anggota keluarga atau tamunya. Tentu saja harapannya bahwa makanan yang telah susah payah diolah, membawa berkah buat seluruh anggota keluarga atau siapapun yang menyantapnya. Oleh karena itu 51



sebelum makanan disajikan ada baiknya dilakukan test terlebih dahulu dari segi penampilan, rasa, selera da�� n keamanannya. Untuk keamanan makanan keluarga, maka penyajian makanan dilakukan dengan beberapa kaidah, yaitu : 1) Kaidah wadah makanan 2) Kaidah kadar air 3) Kaidah edible 4) Kaidah segera 5) Kaidah selera 6) Kaidah bersih 7) Kaidah aman 8) Kaidah etika 9) Kaidah tepat 10) Kaidah pencucian peralatan makan, minum dan masak Kaidah dalam penyajian makanan merupakan dasar perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga, yang meliputi : 1) Kaidah wadah makanan a) Setiap jenis makanan ditempatkan pada wadah masing-masing sehingga tidak saling bercampur yang dapat menyebabkan kontaminasi silang b) Dengan pemisahan makanan dapat mencegah kerusakan makanan secara massal c) Dapat memperpanjang waktu pakai makanan 52



terutama jenis makanan kering yang terpisah dari kelembaban makanan berkuah. 2) Kaidah kadar air a) Mencampurkan kuah kedalam makanan pada saat akan dikonsumsi sehingga makanan terasa segar b) Makanan yang belum dicampur kuah akan lebih tahan lama daripada yang sudah dicampur c) Suhu kuah yang belum dicampurkan dengan makanannya akan lebih tahan panas. 3) Kaidah edible a) setiap bahan yang disajikan adalah merupakan bahan makanan yang dapat dimakan, b) Dilarang menggunakan stekker besi, tusuk gigi, bunga plastic, contoh bentuk makanan dalam penyajian makanan 4) Kaidah segera a) setiap makanan yang telah dimasak harus segera disajikan dan segera dikonsumsi. b) Setiap makanan yang tidak akan disajikan segera, harus segera disimpan di lemari pendingin pada suhu, 10? C atau dipanaskan lagi sampai waktu penyajian. 5) Kaidah selera a) Setiap masakan harus mengundang selera karena rasa, aroma dan penampilannya b) Hindari penggunaan bahan penyedap kimia yang dapat menyebabkan allergi dan ketagihan 53



c) Tersedia bumbu meja setiap orang.



untuk memenuhi selera



6) Kaidah bersih a) Setiap peralatan makan dan minum harus bersih, utuh, dan tidak berbau amis. b) Bagian permukaan peralatan yang kontak dengan makanan tidak boleh tersentuh dengan tangan, bibir atau makanan c) Peralatan makan minum yang gompel atau retak jangan digunakan karena tidak dijamin bersih dan dapat menimbulkan kecelakaan. 7) Kaidah aman a) Menyajikan makanan yang diolah dari bahan makanan yang sudah diketahui dan diyakini aman. b) Menyajikan makanan tidak bersamaan tempatnya dengan bahan beracun atau menggunakan wadah bekas tempat bahan beracun seperti pestisida atau bahan kimia beracun lainnya 8) Kaidah etika a) Tata penyajian makanan secara layak dengan peralatan makan minum yang biasa digunakan. b) Tidak menyajikan wadah makanan dari bahan kuningan, tembaga, timah dan melamin atau bahan lain yang melarutkan zat beracun kedalam makanan. c) Tidak menggunakan wadah lain yang bukan untuk wadah makanan 54



9) Kaidah tepat a) penyajian makanan harus tepat volume dan kalori sesuai dengan kebutuhan konsumsi keluarga sehingga makanan tidak berlebihan b) Penyajian makanan tepat waktu sehingga dapat mengundang selera makan yang tinggi c) Penyajian makanan tepat menu sehingga tidak membosankan. 10) Kaidah pencucian peralatan makan, minum dan masak. a) Langkah dalam proses pencucian peralatan. (1) Membersihkan peralatan dari sisa-sisa makanan yang tertinggal (scraping) (2) Merendam peralatan atau mengguyur dengan air yang mengalir (flushing) (3) Menggosok dengan bahan/larutan pembersih (washing) (4) Membilas dengan air bersih (rinsing) (5) Mendesinfeksi hama (sanitizing) (6) Mengeringkan (drying) (7) Menyimpan (keeping).



ditempat



yang



terlindung



b) Bahan pencuci peralatan dapat berupa (1) Sabun cair, sabun bubuk atau sabun colek (2) Bubuk pembersih atau abu gosok (3) Tapes, sabut atau sikat 55



(4) Air panas mendidih (5) Larutan kaporit (6) Detergen khusus untuk mencuci peralatan c) Proses sanitasi sinar matahari (1) Peralatan yang selesai dicuci dijemur panas matahari sampai kering (2) Disimpan ditempat penyimpanan yang bersih dan kering serta tertutup dari serangga,tikus dan hewan lain. c. MENCEGAH KERACUNAN BAHAN MAKANAN ALAMI Keracunan makanan yang terjadi di rumah tangga, khusunya di perdesaan disebabkan karena faktor ketidak tahuan (ignorance), faktor kemiskinan (poverty) dan faktor penyuluhan gizi dan kesehatan (heatlh education) tentang bahan makanan yang dapat dimakan (edible stuffs). Kesulitan akses untuk mendapatkan bahan makanan melalui jalur distribusi pangan, dapat terjadi karena berbagai penyebab antara lain : komunikasi transportasi yang sulit dijangkau, daerah luas dan terpencil, kerusakan sarana akibat bencana atau daya beli masyarakat yang rendah. Karenanya penduduk menggunakan bahan makanan liar yang ditemukan di hutan dan kebun yang belum diketahui keamanannya, Hal ini terpaksa dilakukan karena ketiadaan persediaan pangan keluarga atau karena ingin berhemat dengan cara memanfaatkan sumber pangan liar, seperti jamur, umbi, singkong beracun dan bahan pangan lainnya yang belum terbukti aman dimakan. Cara mengenal bahan pangan yang aman atau tidak aman dimakan adalah : 56



1. Jenis jamur untuk dikonsumsi. a. Jamur merang (vovariella volvacea) 1) Bentuk : Ketika kecil berbentuk bulat kecil berselaput, ketika sudah besar berbentuk sungkup berbatang pendek lurus dengan permukaan halus dan bersih. 2) Warna : Putih keabu-abuan 3) Ukuran : sedang dengan diameter 2-3 cm, tinggi batang 3-5 cm 4) Habitat : Tumbuh dibawah tumpukan jerami lembab di sawah yang tidak terkena sinar matahari, sekarang sudah banyak dibudidayakan. b. Jamur tiram (Pleurotus ostreotus) 1) Bentuk : Seperti cangkang tiram atau kerang berlapis-lapis, berbatang pendek dengan permukaan halus dan bersih. 2) Warna : Putih bersih 3) Ukuran : S��������������������������������������������� edang dengan diameter 3-4 cm, tinggi tiang 3 cm 4) Habitat : Dibatang pohon mati yang lapuk di hutan atau di kebun yang tidak terkena sinar matahari, sekarang sudah banyak dibudidayakan.



57



c. Jamur kuping (Auricularia polytricha (hitam);dan A. judae (merah)) 1) Bentuk : seperti daun kuping, tidak berbatang, permukaannya 2) Warna : Coklat, hitam dan merah yang tembus pandang. 3) Ukuran : sedang dengan panjang/lebar 2-3 cm, 4) Habitat : Tumbuh pada pohon mati di hutan atau kebun, sekarang sudah banyak dibudidayakan. d. Jamur Payung tanah (Pholiota nameko) 1) Bentuk : Seperti payung, berbatang tinggi dengan permukaan halus dan bersih. 2) Warna : Putih kecoklatan, atau coklat muda kemerahan 3) Ukuran : Besar dengan diameter 5-10 cm, tinggi tiang 10-20 cm 4) Habitat : Tumbuh ditanah kebun yang banyak rumah rayapnya, sekarang sudah banyak dibudidayakan. d. Jamur Payung kayu atau Shiitake (lentinus edodes) 1) Bentuk : Seperti payung, berbatang sedang dengan permukaan halus dan bersih. 58



2) Warna : Coklat kemerahan 3) Ukuran : Sedang dengan diameter 4-6 cm, tinggi tiang 3-5 cm 4) Habitat : Tumbuh di batang kayu mati di hutan atau kebun, sekarang sudah banyak dibudidayakan, terutama di Jepang. e. Jamur kantarel (Cantharellus cibarius ) 1) Bentuk :



seperti payung bersungkup keatas, berbatang pendek dengan permukaan halus dan bersih.



2) Warna : Putih pad bagian spora dan kehitaman pada bagian payung luarnya 3) Ukuran : Sedang dengan diameter 2-3 cm, tinggi tiang 2-3 cm 4) Habitat : Tumbuh dibatang pohon mati di hutan atau kebun, sekarang sudah banyak dibudidayakan. f. Jamur champignon (Agaricus bisporus) 1) Bentuk : Seperti payung, berbatang sedang dan bercincin, permukaan halus dan bersih. 2) Warna : Putih bersih



59



3) Ukuran : Sedang dengan diameter 3-4 cm, tinggi tiang 3 cm 4) Habitat : ����������������������������������������� Dibatang pohon mati di hutan atau kebun, sekarang sudah banyak dibudidayakan. g. Jamur melinjo 1) Bentuk : Seperti batu, tidak berpayung, permukaan kasar dan kotor, mempunyai lapisan kulit luar. 2) Warna : Abu-abu tua kehitaman. 3) Ukuran : kecil sampai sedang diameter 1-4 cm, tinggi 2-3 cm 4) Habitat : Tumbuh dibawah dan sekitar batang pohon melinjo di hutan atau kebun, masih banyak yang belum dikenal. 2. Jenis jamur beracun. 1) Tempat tumbuhnya ditempat kotor atau sumber kotoran, 2) Jika disinari akan mengeluarkan cahaya karena permukaannya mengandung fosfor, 3) Permukaan jamur bersisik, tidak halus dan Warna berbintik-bintik atau bernoda, 4) Berwarna biru atau warna terang lainnya yang menyolok, 60



5) Aroma jamur mengeluarkan bau yang tidak sedap, 6) Permukaanya mengeluarkan serpihan dan kotoran semacam debu. b. Contoh jamur beracun 1) Jamur tanah (Amanita muscuria), yang permukaan payungnya berbintik-bintik hitam tidak rata. 2) Jamur Amanita palloides, yang bentuknya seperti jamur merang, tetapi permukaannya kasar dan mempunyai cincin berwarna pada batangnya. 3) Jamur kayu Cordyceps sp. yang warna payungnya berbintik-bintik seperti bunga. 4) Jamur kayu Formes appiana yang seperti jamur kuping tetapi bertekstur keras dengan warna putih atau hitam. 5) Jamur papan Gonoderma sp yang bentuknya seperti kulit kerang berwarna putih dan hitam, dapat dijadikan ramuan obat herbal. 6) Jamur Morchella esculenta yang warna permukaan payungnya belang bergaris-garis sepert sisik ular, berbatang putih pendek. 7) Jamur lainnya yang tidak dikenal janganlah dimasak untuk dikonsumsi. c. Jenis-jenis racun pada jamur Gyromitrin, Amatoxin, Muscarin, Ergotamin, Aflatoxin luteokirin.dan Faloidin d. Obat dan antidote keracunan jamur 1) sirup ipeka dapat digunakan untuk merangsang 61



muntah dan obat pencahar digunakan untuk mengosongkan usus. 2) Antropin dapat muskarin.



diberikan



untuk



keracunan



3) Pada keracunan faloidin, diberikan makanan yang mengandung dekstrosa dan natrium klorida, yang akan membantu memperbaiki kadar gula yang rendah dalam darah (hipoglikemia) yang disebabkan oleh kerusakan hati. 4) Manitol, yang diberikan melalui infus, kadangkadang digunakan untuk mengatasi keracunan siguatera yang berat 5) Pil norit atau arang untuk menyerap gas beracun dalam usus 6) Air kelapa atau susu bersifat basa yang banyak mengandung bahan penvahar untuk muntah. 7) Pada keracunan jamur yang tidak dikenal, harus segera memuntahkan makanan dan membawa muntahannya ke laboratorium untuk diselidiki. 3. Jenis ubi kayu (singkong) beracun Singkong (manihot utilissima) merupakan bahan makanan yang dapat dijadikan pengganti beras. Singkong mengandung linamarin, yaitu glikosida cyanogenik yang mengikat racun asam sianida (HCN). Sianida dalam linamarin akan terbebas karena enzym lynase, atau karena kerusakan fisik dari singkong. Kandungan HCN dalam singkong dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan : Singkong tidak beracun, yaitu singkong dengan kadar HCN dibawah 100 mg / kg berat singkong segar. 62



Singkong beracun, yaitu jenis singkong dengan kadar HCN lebih dari 100 mg / kg berat singkong segar. Dosis lethal HCN singkong pada manusia adalah 0,06 gram atau 60 mg / kg BB. Tetapi ada yang bisa bertahan sampai tiga kalinya, sesuai daya tahan tubuh seseorang. a) Tanda-tanda singkong beracun : 1) Warna daun hijau tua, bentuk daun tipis dan panjang 2) Jika dicium tercium aroma pengar atau menyengat yang tajam 3) Jika dicicip dengan lidah terasa pahit. 4) Kulit batang berwarna hijau tua kehitaman 5) Bentuk ubi biasanya panjang-panjang dengan warna kulit ari merah tua. 6) Singkong yang tidak utuh, cacad atau sudah terpotong menyebabkan peningkatan kadar HCN. b) Cara mengolah singkong agar tidak keracunan: 1) Memilih parietas singkong yang mengandung sedikit HCN. 2) Pilih bentuk singkong yang utuh dan tidak terpotong, luka atau patah 3) Mengiris-iris lebih dahulu kemudian direndam dalam air mengalir selama 12 jam 4) Merebus sampai matang sempurna dalam air yang banyak. Cara ini akan menghilangkan HCN pada umbi sebanyak 67 % dan HCN pada daun sebanyak 95 %. 63



c) Antidote keracunan singkong 1) Natrium nitrat 2) Natrium tiosulfat 4. Jenis umbi gadung (Dioscorea hispida Daenst) a) Nama local 1) Manado : Bitule, Bunga meraya 2) Sumatera Barat : Gadung, Gadung ribo 3) Sunda : Gadung 4) Jawa : Gadung 5) Madura : Ghadhung 6) BeIitung : Sikapa atau Skapa 7) Sumbawa : Iwi 8) Minahasa : Ondot in lawanan, Pitur 9) Bugis : Siapa 10) Makasar : Sikapa 11) P. Roti : Boti 12) P. Seram : Uhulibita, Ulubita 13) P. Ambon : Hayule, Hayuru b) Sumber asal : Berasal dari India Barat dan menyebar ke negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. c) Gejala Keracunan 1) Gejala keracunan bagi  orang awam, gadung yang direbus saat dimakan sangat  gurih  dan  lejat



64



sehingga kerap orang lupa diri dan  melahapnya  tanpa perhitungan 2) Dampaknya pun luar biasa, orang tersebut akan didera pusing  kepala, vertigo biasa disebut mabuk  gadung. 3) Gejala lain berupa :radang kerongkongan, pusing muntah darah, sukar bernafas, mengantuk dan rasa letih. 4) Jika tidak segera diobati dapat menimbulkan Kematian biasanya setelah 6 jam selepas memakan ubi gadung ini. d) Jenis Racun 1) racun dioscorine, 2) alkaloid dioscorin e) Obat dan antidote : 1) Natrium nitrat 2) Natrium tiosulfat f) Cara Pengolahan 1: Umbi gadung dicampur abu gosok dan direndam 1) Umbi tua yang kulitnya berwarna coklat kekuningan dikupas kulitnya sampai kelihatan dagingnya (kupas tebal) yang berwarna kuning keputihan 2) Umbi kemudian di potong tipis-tipis setebal kirakira  3 milimeter dan dicuci sampai bersih. 3) Dimasukkan abu dapur atau abu gosok sehingga seluruh permukaan terselimuti abu. (Abu berfungsi 65



sebagai penetralisir racun). Bahan lain sebagai pengganti abu adalah soda kue (NaHCO3), soda api (NaOH), kapur tohor (Ca(OH)2). 4) Remas-remas potongan gadung yang dilapisi abu, sampai merata,kemudian dijemur sampai kering. 5) Kemudian di rendam di dalam air mengalir selama 2-3 hari. Atau dalam air tidak mengalir namun harus diganti setiap 6 jam sekali selama 3 hari 6) Di cuci kembali sampai bersih kemudian dijemur di panas matahari sampai kering 7) Gadung siap untuk diolah sebagai makanan yang aman untuk dikonsumsi g) Cara Pengolahan 2: Umbi gadung diperam dengan campuran garam 1) Setelah gadung diiris dan dicuci, maka dilakukan penaburan garam secara berlapis-lapis 2) Lamanya pengeraman adalah satu minggu 3) Setelah pengeraman, gadung dicuci dengan air bersih dan dijemur sampai kering 4) Gadung siap untuk diolah sebagai makanan yang aman untuk dikonsumsi 5. Jenis ubi jalar liar (Ipomoea batatas) a) Nama lokal 1) ubi hura 2) ubi hewa b) Gejala : Beberapa jam setelah mengkonsumsi ubi jalar beracun, dengan gejala sbb. 66



1) pusing 2) mual 3) muntah c) Cara pengolahan 1) Dicuci, dipotong dan direndam dalam air mengalir (sungai) selama semalam 2) Di tiriskan sampai kering, kemudian direndam kembali sebelum dimasak. 6. Ikan buntal (Tetraodontidae ) atau fugu a) Jenis ikan buntal beracun yang terdapat di Indonesia 1) Buntal Duren (Diodon hytrix)



bergigi lempeng dan kuat



2) Buntal Landak (Diodon holacanthus)



bersirip 14, berduri lemah pada punggung, dada, pada sirip dubur terdapat 23 duri lemah



3) Buntal Kotak (Rhynchostricion nasus)



berduri di kepalanya



4) Buntal Tanduk (Tetronomus gibbosus)



berduri di kepalanya



5) Buntal Kelapa (Arothron reticularis)



berciri duri lemah antara 10 - 11 pada sirip punggung, 9 - 10 pada sirip dubur dan 18 pada sirip dada



6) Buntal Pasir (Arthron immaculatus) 7) Buntal Tutul (A. aerostaticus) 67



8) Buntal Pisang (Gastrophysus lunaris). b) Nama lain 1) Ikan fugu 2) Fuffer fish 3) Ikan babi laut b) Bentuk fisik ikan 1) Tubuh bulat seperti bola dengan sisik kecil 2) berbadan gemuk, bulat, mata besar dan lubang pada celah insangnya besar 3) Mulut kecil bergigi banyak 4) Seringkali mengapung seperti ikan mati 5) Ukuran mencapai 285 mm. c) Jenis toksin Tetrodotoxin (Puffer Toxin) d) Sumber racun 1) Empedu ikan, kalau sampai racunnya menyebar ke seluruh daging dan tidak hilang walaupun dimasak pada suhu tinggi. 2) kandung telur/ovarium (tertinggi), sebagai alat perlindungan diri dari pemangsa 3) hati sangat beracun 4) mata, dan kulit 5) saluran pencernaan dan jeroan lainnya e) Gejala Keracunan 1) kepala pusing, perut mual, dan tubuh lemas, 68



muntah-muntah beberapa jam setelah makan. 2) mati rasa dalam rongga mulut 3) Jika berlanjut dapat menyebabkan tidak sadarkan diri 4) gangguan fungsi syaraf seperti kelumpuhan dan kematian akibat sulit bernapas dan serangan jantung. 5) Gejala tersebut timbul selama 10 menit hingga 3 jam setelah mengkonsumsinya. f) Jenis menu masakan (oleh Koki ahli khusus) 1) Fugu sashi : irisan tipis-tipis daging ikan fugu, disajikan dengan saus ponzu (campuran air jeruk nipis dan kecap asin). 2) Fugu chiri : sayuran dan daging ikan fugu di rebus dalam kuah konbu dashi (kaldu ikan dan rumput laut) dalam wadah besar. Disajikan juga dengan saus ponzu. 3) Fugu kara age : potongan daging ikan ini dibumbui, dibalut tepung dan digoreng. 4) Fugu hire zake : potongan sirip ikan fugu yang dipanggang dan direndam dalam sake panas. g) Pencegahan : Tidak mengkonsumsi ikan buntel jika tidak ahli dalam memasaknya 7. Kerang beracun a) Jenis Kerang beracun 1) kerang kelep (bivalve mollusca). 69



2) kepah dan remis (scallop). 3) remis(”mussel”). 4) tiram(”kijing”). b) Jenis toksin Saxitoksin, okadaic acid, pectenotoxin, yessotoxin, Domoic acid dan Brevitoxin. c) Nama Penyakit keracunan kerang 1) Diarrhetic shellfish poison (DSP) 2) Paralytic shellfish poison (PSP), 3) Amnestic shellfish poison (ASP), 4) Neurotoxic shellfish poison (NSP). d) Gejala keracunan Paralystic Shellfish Poison (PSP) 1) Jenis kerang kelep (bivalve mollusca). . 2) Jenis racun: Saxitoksin yang diproduksi Alexandrium dan dinoflagellata. 3) gejala seperti rasa terbakar pada lidah, bibir dan mulut yang merambat ke leher, lengan dan kaki. 4) Mati rasa di sekujur tubuh sehingga gerakan menjadi sulit. 5) Perasaan melayang-layang, mengeluarkan air liur, pusing dan muntah 6) gejala ataksia, dysphonia, dysphagia dan paralysis otot total 7) Kematian biasanya terjadi karena kerusakan pada sistem pernapasan.



70



e) Gejala Keracunan Diarrhetic Shellfish Poison (DSP) 1) Jenis kerang kepah dan remis (scallop). 2) Jenis racun: okadaic acid, pectenotoxin dan yessotoxin yang diproduksi oleh alga laut Dinophysis fortii. 3) Gejala:diare akut, mual, muntah, sakit perut, kram dan kedinginan. 4) Okadaic acid mempunyai efek sebagai promotor tumor f) Gejala Keracunan Amnesic Shellfish Poison (ASP) 1) Jenis kerang remis(”mussel”). 2) Jenis racun: Domoic acid merupakan asam amino neurotoksik yang dibuat oleh Jenis plankton Alexandrium catenella dan A. tamarensis, Pyrodinium bahamense 3) Gejala: sakit perut, sakit kepala, hilangnya keseimbangan sampai dengan kerusakan sistem syaraf pusat termasuk hilangnya ingatan. 4) Kematian biasanya terjadi karena kerusakan sistem pernafasan. g) Gejala Keracunan Neurotoxic Shellfish Poison (NSP) 1) Jenis kerang tiram(”kijing”). 2) Jenis racun: Brevitoxin yang diproduksi oleh alga laut Ptychdiscus brevis, 3) Gejala: rasa gatal pada muka yang menyebar ke bagian tubuh lain, rasa panas-dingin yang bergantian, pembesaran pupil dan perasaan mabuk 71



4) Kematian jarang terjadi. h) Pencegahan : 1) Tidak mengkonsumsi kerang beracun atau belum dikenal aman 2) Tidak mengkonsumsi kerang pada musim red tide (pasang air laut berwarna merah). D. KEAMANAN MAKANAN DI RUMAH TANGGA Keamanan makanan di rumah tangga dikaitkan dengan penggunaan makanan siap saji, makanan kemasan olehan pabrik maupun makanan olahan industri rumah tangga, dan bahan makanan yang akan diolah di rumah tangga, dengan memperhatikan hal-hal berikut ini : 1. Makanan siap saji a. Dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang berasal dari tempat-tempat pengelolaan makanan yang telah diawasi oleh instansi kesehatan yang berwenang. b. Terjamin kebersihan dan hygiene sanitasinya c. Menggunakan wadah atau bungkus yang tidak melarutkan zat kimia berbahaya kedalam makanan. d. Tidak menggunakan bahan kimia pewarna atau bahan kimia lainnya yang dilarang digunakan untuk makanan. e. Makanan dalam keadaan segar, tidak basi, tidak rusak dan tidak tercium bau asing selain bau makanan yang bersangkutan. f. Segera dikonsumsi dan tidak untuk disimpan dalam waktu lama. 72



2. Makanan kemasan olahan pabrik a. Kemasan dalam keadaan tidak rusak, tidak penyok, tidak bocor, tidak menggelembung atau tidak berkarat. b. Mempunyai segel asli yang masih baik. c. Belum habis masa kedaluwarsa atau masa pakai makanan d. Mempunyai merk, komposisi, dan cara penggunaan makanan dalam tulisan latin, bahasa Indonesia atau Inggris. e. Mempunyai nama dan distributornya di Indonesia.



alamat



pabrik



atau



f. Segera digunakan untuk sekali pakai sampai habis dan tidak untuk disimpan dalam waktu lama. g. Jika disimpan harus masih dalam kemasan utuh pada suhu yang sesuai. h. Mempunyai nomor tanda pendaftaran : BPOM MD (dalam negeri) atau BPOM ML(luar negeri). i. Isi makanan masih dalam keadaan baik. 3. Makanan olahan industri rumah tangga a. Kemasan/wadah atau bungkusan dalam keadaan tidak rusak, tidak sobek, tidak bocor, dan tidak kotor. b. Mempunyai bungkus asli yang masih baik. c. Mempunyai nama dan alamat yang jelas. d. Segera digunakan untuk sekali pakai sampai habis dan tidak untuk disimpan dalam waktu lama. e. Mempunyai nomor tanda penyuluhan : SP(Sertifikat Penyuluhan Industri Rumah Tangga) atau nomor IRTP. 73



f. Isi makanan masih dalam keadaan baik. g. Aroma khas makanan tersebut dan tidak ada aroma lainnya. 4. Bahan makanan a. Keadaan fisik bersih dan segar b. Tekstur baik dan tidak layu atau kering, kecuali bumbu kering. c. Segera digunakan dan tidak untuk disimpan dalam waktu yang lama. d. Jika akan di simpan, maka simpanlah pada suhu yang sesuai dengan jenis dan waktunya. 5. Bahan tambahan a. Sejauh mungkin gunakanlah bahan tambahan makanan alami yang telah diketahui dan telah terbukti aman digunakan. b. Gunakan bahan tambahan kimia yang telah diizinkan oleh Pemerintah dengan dosis yang sesuai. c. Jangan menggunakan bahan tambahan kimia yang dilarang karena berbahaya bagi kesehatan. 6. Bahan berbahaya dan beracun a. Jauhkan semua jenis bahan berbahaya dan beracun dari tempat pengolahan makanan. b. Jika telah meracik bahan berbahaya dan beracun, segerakan mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dengan menggunakan sabun sampai terasa bersih dan tidak tercium lagi bau racunnya. c. Gunakan selalu alat pelindung jika menggunakan 74



bahan pestisida pertanian, dan hindari kontak dengan tubuh atau bahan makanan. d. Jangan menggunakan wadah kemasan bekas racun atau pestisida untuk wadah atau alat memasak makanan. 7. Bahan pencahar di rumah tangga a. Gunakan air kelapa muda sebanyak mungkin jika ada dugaan terjadinya keracunan makanan akibat bahan kimia yang asam b. Gunakan air jeruk atau asam jawa sebanyak mungkin jika ada dugaan terjadinya keracunan akibat bahan kimia yang basa. c. Usahakan memuntahkan makanan dengan cara memasukkan jari tangan kedalam rongga mulut paling dalam sehingga makanan yang beracun akan keluar melalui muntahan. d. Gunakan tablet norit atau arang batok kelapa untuk dimakan agar dapat menyerap gas racun dari dalam usus.



VII. HYGIENE PERORANGAN (PERSONAL HYGIENE) A. PENGERTIAN Kebersihan Penjamah makanan dalam istilah populernya disebut Hygiene Perorangan atau dalam istilah asingnya disebut Personal Hygiene, merupakan kunci kebersihan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat. Betapapun ketatnya peraturan telah dibuat dan dikeluarkan oleh suatu usaha di tambah peralatan kerja dan fasilitas 75



yang memadai, semua itu akan sia-sia saja bila manusia yang menggunakannya berperilaku yang tidak mendukung. Seperti misalnya pakaian yang dibiarkan kotor, tangan yang dibiarkan tidak bersih, meludah di sembarang tempat. Karena itu semua akan kembali pada faktor manusianya. Dapat dimengerti kiranya bahwa perilaku penjamah makanan dan kebiasaan-kebiasaan yang hygienis bagi setiap orang penting dan perlu diperhatikan untuk menciptakan keadaan lingkungan di rumah tangga yang baik. Tanggung jawab kebersihan dari perorangan akan berkembang secara berantai secara kumulatif dari satu orang kepada orang lain, dan di dalam kelompok-kelompok masyarakat karena setiap orang memiliki dorongan mengikuti sikap perilaku yang baik. Patut yang terjadi selama ini dilakukan orang secara turun temurun yang telah dilakukan sejak nenek moyang dan tidak terjadi perubahan tetapi juga tidak diketahui mengapa demikian. Tetapi sudah mendarah daging kebiasaan itu sulit berubah. Kalau perilaku tersebut menguntungkan akan sangat membantu dalam motivasi sikap penjamah, tetapi kalau perilaku yang bertentangan akan sangat sulit merubahnya. Kalaupun bisa dirubah dengan persuasi terus menerus akan memakan waktu yang cukup lama. B. PRINSIP HYGIENE PERORANGAN Prinsip hygiene perorangan atau yang disebut juga dengan kebersihan diri, dalam penerapannya adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui sumber cemaran dari tubuh Tubuh manusia selain sebagai alat kerja yang merupakan sumber cemaran bagi manusia lain dan lingkungannya termasuk kepada makanan dan minuman.



76



Sumber cemaran yang penting untuk diketahui adalah : o Hidung o Mulut o Telinga o Isi perut o Kulit Semua yang menjadi sumber cemaran dari tubuh harus selalu dijaga kebersihannya agar tidak menambah potensi pencemarannya. Cara-cara menjaga kebersihan sebagaimana lazimnya adalah sebagai berikut : a. Mandi secara teratur dengan sabun dan air bersih dengan cara yang baik dan benar. Mandi yang benar akan ditandai dengan rasa segar sehabis mandi karena pori-pori kulit telah dibersihkan dari debu dan kotoran lain sehingga terbuka dan memasukkan udara bersih sehingga tubuh terasa segar. b. Menyikat gigi dengan pasta dan sikat gigi. Sikat gigi yang baik dan teratur akan menjaga kebersihan gigi. Idealnya setiap habis makan harus menyikat gigi, demikian pula sehabis tidur dan sebelum tidur. c. Berpakaian yang bersih. Pakaian yang bersih akan terasa segar karena masih belum terkena kotoran. Sebaliknya pakaian yang telah kotor yang banyak mengadung kotoran bila bersentuhan dengan kulit akan terasa tidak enak di badan. Sebelum dikenakan, pakaian bersih sebaiknya diseteria terlebih dahulu untuk mematikan kuman atau bakteri.



77



d. Membiasakan membersihkan lubang hidung, lubang telinga, sela kuku secara rutin dan teratur sehingga bagian tersebut bersih. Kuku dicuci bersih dan tidak panjang agar mudah dibersihkan. e. Membuang kotoran di tempat yang baik sesuai dengan syarat kesehatan. Setelah buang air, baik besar maupun kecil harus mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Demikian pula dengan tangan yang telah dipergunakan harus dicuci dengan sabun. Itu sebabnya di sekitar tempat buang air harus selalu ada wastafel. f. Kulit harus dijaga kebersihannya terutama dari bahanbahan kosmetik yang tidak perlu. Pemakaian kosmetik yang tidak cocok dapat membahayakan kulit, terutama kosmetik yang mengandung mercury (untuk sejenis obat pemutih kulit). Kulit dalam keadaan normal mengandung banyak bakteri penyakit. Sekali kulit terkelupas akibat luka atau teriris, maka bakteri akan masuk ke bagian dalam kulit dan terjadilah infeksi. Infeksi adalah masuknya bakteri ke dalam tubuh dan menimbulkan gejala penyakit. Gelaja penyakit yang paling umum adalah demam, sakit, perih dan sebagainya. Luka yang terjadi harus segera ditutup dengan plester tahan air dan mengandung obat anti infeksi. Obat anti infeksi yang banyak digunakan adalah mercurochroom, jodium tintuur (obat merah) atau betadin. Perlu diperhatikan dalam upaya pengamanan makanan yaitu : a. Luka teriris segera ditutup dengan plester tahan air. 78



b. Koreng dan bisul tahap dini ditutup dengan plester tahan air. c. Rambut ditutup dengan penutup rambut yang menutup bagian depan sehingga tidak terurai. Adanya luka koreng atau luka bernanah mempunyai resiko yang besar dalam menularkan penyakit kepada makanan, oleh karena itu dianjurkan segera berobat. Demikian pula rambut harus dibiasakan (keramas) secara teratur agar tidak terjadi ketombe. Selain akibat tubuh dapat pula sumber cemaran karena perilaku pengelola makanan yang dapat menularkan penyakit kepada makanan karena perilaku antara lain : a. Tangan yang kotor b. Batuk, bersin atau percikan ludah c. Manyisir rambut dekat makanan d. Perhiasan yang dipakai. a. Tangan yang kotor Kebersihan tangan sangat penting bagi setiap orang terutama bagi Penjamah makanan. Kebiasaan mencuci tangan yang setiap saat harus dibiasakan. Pada umumnya ada keengganan untuk mencuci tangan karena dirasakan memakan waktu sebelum mengerjakan sesuatu, apalagi letaknya cukup jauh. Dengan kebiasaan mencuci tangan yang sangat membantu dalam mencegah penularan bakteri dari tangan kepada makanan. b. Batuk bersin atau percikan ludah Bersin biasanya datang tanpa disadari. Tetapi 79



pada saat menjelang bersin sudah dapat diketahui sehingga bisa dilakukan langkah-langkah pencegahan sebagai berikut : o o o



Segera menjauhi makanan. Segera menutup hidung dengan saputangan atau tissu Segera keluar ruangan.



Batuk adalah suatu tanda adanya penyakit atau alergi. Orang yang batuk sebenarnya orang yang tidak sehat, sehingga harus berobat. Bila penjamah batuk karena sakit akan batuk terus menerus sehingga mengganggu pekerjaan selain juga akan menularkan penyakitnya, karena itu harus diistirahatkan untuk berobat. Kalau batuk karena alergi misalnya tidak tahan asap, bau tertentu atau sebab lain, maka harus menghindari dari sumber penyebab dan menutupnya dengan saputangan yang telah diberi bahan perangsang seperti colonye, minyak angin dan sejenisnya. Ludah merupakan sumber cemaran yang akan tersebar ke udara selagi berbicara atau tertawa. Oleh karena itu tidak dibenarkan bergurau di depan makanan atau berkatakata selagi bekerja. Kebiasaan meludah adalah sesuatu yang cukup menjijikan, terlebih lagi meludah dengan keluar dahak. Untuk mencegah kebiasaan meludah dapat diatasi dengan cara mengunyah permen atau gula-gula sehingga ludah dapat ditelan dengan rasa yang enak sesuai dengan rasa permen. Bila terpaksa harus meludah maka meludah pada tempat yang telah disediakan. Orang Cina dikenal sebagai orang yang paling suka meludah sembarangan dimana-mana dan kini Singapura sebagai negara mayoritas Cina telah mengubah kebiasaan 80



itu menjadi kebiasaan yang tidak meludah melalui program rekayasa “don’t spit”. c. Menyisir rambut Rambut adalah bagian atas tubuh yang melindungi kepala dari sengatan panas matahari atau debu. Karena itu rambut akan cepat sekali kotor karena debu-debu akan mengendap dipermukaan rambut, akibatnya rambut penuh kotoran. Rambut yang menggunakan pomode lebih cepat kotor karena debu akan menempel dan membentuk kotoran rambut yang disebut ketombe. Bila rambut disisir kotoran akan pindah ke sisir dan sebagian akan jatuh ke bawah. Bila menyisir di dapur maka kotoran rambut akan jatuh ke dalam makanan. Oleh karena itu menyisir juga akan menyebabkan pencemaran kepada makanan. d. Perhiasan yang dipakai Perhiasan yang dipakai akan menjadi sarang kotoran yang hinggap akibat debu, kotoran melalui keringat dan sebagainya. Perhiasan akan menjadi sumber cemaran sehingga tidak perlu dipakai sewaktu mengolah makanan. Tangan yang dilengkapi dengan perhiasan akan sulit dicuci sampai bersih karena lekukan perhiasan dan permukaan kulit disekitar perhiasan tidak akan sempurna pembersihannya. Kosmetika selain akan merupakan cemaran akibat luntur karena keringat juga dapat merupakan bahan racun bila masuk ke dalam makanan.



81



2. Sumber karena ketidak tahuan



Pengetahuan merupakan salah satu faktor dari serangkaian perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP). Ketidaktahuan dapat terjadi karena : a. Dari asalnya tidak tahu b. Belum dipahami dalam penggunaannya c. Tidak disadari bahayanya.







Terjadinya pemakaian bahan makanan yang dapat menimbulkan bahaya tetapi tetap dipergunakan sebagai akibat untuk tujuan tertentu seperti : a. Pemakaian bahan palsu b. Pemakaian bahan rusak/kualitas rendah. c. Tidak bisa membedakan bahan makanan dan bukan untuk makanan. d. Tidak mengatahui pewarna makanan dan bukan untuk makanan.



C. PENCEGAHAN PENCEMARAN 1. Tangan Tangan harus selalu dijaga kebersihannya, yaitu : a. Kuku dipotong pendek, sebab dalam kuku akan terkumpul kotoran yang menjadi sumber kuman penyakit yang akan mencemari makanan. Dengan kuku panjang sulit untuk dibersihkan dengan sempurna walaupun tangan dicuci dengan baik, karena pada sela-sela kuku yang panjang kotoran masih tertinggal di dalamnya.



82



b. Kulit selalu dalam keadaan bersih, sebab-sebab kulit tempat beradanya kuman yang secara normal hidup pada kulit manusia. Kulit yang tidak bersih akan menimbulkan pencemaran kepada makanan. Membersihkan kulit dengan cara mandi yang baik, mencuci tangan setiap saat dan mengganti pakaian yang telah kotor karena dipakai bekerja atau tidur akan memberikan kebersihan akan kulit. Terutama kulit tangan seperti jari, telapak tangan yang langsung dengan makanan sangat penting untuk selalu dijaga kebersihannya. c. Bebas dari kosmetik (kutek), sebab kosmetik merupakan obat kecantikan yang sesungguhnya mengandung racun yang berbahaya yang bila masuk ke dalam makanan dapat mencemari makanan seperti zat warna, air raksa, arsen dan sebagainya. d. Kulit harus bersih dan bebas luka, sebab kulit yang luka akan memudahkan berkembangnya kuman di kulit dan menimbulkan pencemaran, kulit perlu dipelihara jangan sampai luka sehingga waktu mencuci tangan mudah bersih. Bila kulit luka atau koreng maka sulit dibersihkannya karena akan terjadi pencemaran berulang-ulang. e. Membersihkan tangan, dapat dilakukan dengan air bersih yang mengalir, sabun dan sikat kuku. Bila tersedia akan lebih baik dengan menggunakan air panas atau air jeruk nipis. Air panas yang digunakan untuk mencuci tangan cukup pada suhu 40 – 50oC saja sebab kalau lebih panas akan melepuh (air suamsuam kuku). Air jeruk nipis untuk menghilangkan bau.



83



Kebiasaan mencuci tangan harus dilakukan pada waktu berikut ini : a. Sebelum menjamah makanan b. Sebelum memegang peralatan makan c. Sebelum makan d. Setelah keluar WC atau kamar kecil e. Setelah meracik bahan mentah seperti daging, ikan, sayuran dan lain-lain. f. Setelah mengerjakan pekerjaan lain seperti bersalaman, menyetir kendaraan, memperbaiki peralatan dan pekerjaan lainnya. 2.



Merokok Merokok adalah dilarang diwaktu mengolah makanan atau berada di dalam ruang pengolahan makanan. Kebiasaan merokok di lingkungan pengolahan makanan mengandung risiko sebagai berikut : a. Bakteri atau kuman dari mulut dan bibir dapat dipindahkan ke tangan sehingga tangan menjadi semakin kotor dan seterusnya akan mengotori makanan. b. Abu rokok dapat jatuh ke dalam makanan secara tidak disadari dan sulit dicegah. c. Menimbulkan bau asap rokok yang dapat mengotori udara sehingga terjadi sesak yang mengganggu pekerja lain dan bau rokok dapat meresap ke dalam makanan.



84



3. Kebiasaan bersih Harus dijaga selalu kebersihan, kerapihan dan keapikan penampilan dengan menjauhkan sifat perilaku buruk seperti berikut ini : a. Menggaruk-garuk kulit, rambut, lubang hidung, telinga atau sela-sela gigi dan kuku. Kalaupun itu akan dilakukan, lakukanlah di luar tempat pengolahan makanan atau ke kamar toilet untuk membersihkan semua itu. b. Mencicipi makanan dengan jari atau menjilat pada sendok yang langsung dipakai untuk mengaduk makanan. c. Meludah, usahakan tidak membuang ludah dengan cara sembarangan pada saat keinginan membuang ludah yang sudah terbiasa. Untuk keadaan mendesak ingin membuang ludah, buanglah ludah di luar tempat pengolahan makanan dan pada tempat yang telah disediakan. d. Batuk atau bersin, kalaupun terpaksa dilakukan tutuplah dengan saputangan atau tissue. e. Memegang-megang rambut dengan tangan atau menggaruk-garuk karena kotoran (ketombe) atau kutu. Bersihkanlah selalu rambut dengan pembersih rambut dan gunakan obat hama kutu agar kulit kepala bersih dan sehat. f. Tidak menyisir rambut di tempat pengolahan makanan. 4. Pakaian Dipakai hanya di tempat kerja dan tidak dipakai di jalanan. Dianjurkan dibuat seragam untuk memudahkan



85



pengawasan. Pakaian dari rumah akan sangat kotor sewaktu di jalanan, sehingga bisa menjadi sumber pengotoran. Pekerja yang menempati asrama tersendiri dapat menggunakan pakaian rumah asal pengawasan kesehatan di asrama juga terjamin. Penampilan pakaian selalu bersih, apik dan rapih. 5. Perhiasan Perhiasan yang boleh dipakai sebatas perhiasan tidak berukir, seperti cincin kawin. Perhiasan lain termasuk arloji dianjurkan tidak dipakai dan disimpan di tempat penyimpanan pribadi (locker). Perhiasan dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut : a. Kulit di bawah tempat perhiasan menjadi tempat berkumpulnya kuman atau bakteri. b. Perhiasan berukir dapat menjadi tempat kumpulnya kotoran sebagai sumber kuman sewaktu bekerja, karena sulit dibersihkan pada waktu mencuci tangan atau barang kali tidak dicuci karena takut rusak (arloji) atau takut luntur (cincin/gelang) c. Perhiasan seperti anting-anting dan perhiasan lain dapat masuk atau jauh ke dalam makanan tanpa dapat dicegah atau tanpa disadari, hal mana karena merugikan dirinya sendiri dan mengotori makanan. D. HYGIENE DALAM PENANGANAN MAKANAN Menangani makanan secara hygienis atau sehat diantaranya adalah sebagai berikut : a. Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama, menyimpan dan menyajikan makanan sesuai dengan prinsip-prinsip hygiene. 86



b. Menempatkan makanan dengan wadah tertutup dan dihindari cara penempatan dengan tumpang tindih yang terbuka, karena bagian luar pada wadah di atasnya akan mengotori makanan dalam wadah di bawahnya, demikian seterusnya. VIII. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB Untuk melaksanakan Program Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga, perlu ditetapkan peranan dan tanggung jawab dari masing-masing pihak yang terkait sebagai berikut : 1. Pusat : a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan tingkat Nasional yang akan menjadi sumber hukum bagi penetapan kebijakan tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota. b. Merencanakan, menyusun dan menetapkan metoda penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan termasuk penyuluhan dan pelatihan yang akan dilakukan oleh semua jenjang mulai dari tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/ Kota, Kecamatan/Puskesmas, Kelurahan/Desa dan RT/ RW. c. Merencanakan, menyusun dan menetapkan bahan dan materi penyuluhan dan pelatihan dengan metode partisipatori secara nasional. d. Mengangkat dan mempekerjakan tenaga ahli untuk membantu kelancaran penyelenggaraan Program di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota, dengan kriteria tertentu sesuai dengan kebutuhan Program.



87



e. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran belanja negara dan sumber pembiayaan lainnya secara nasional. f. Melakukan advokasi, sosialisasi dan asistensi untuk tersedianya alokasi anggaran dan terlaksananya Program untuk Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan volume dan beban kerja. g. Merencanakan, menyusun dan menetapkan daerah lokasi percontohan untuk dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan di tingkat Nasional. h. Melakukan pelatihan petugas penanggung jawab program dan pelatih fasilitator partisipatori tingkat Propinsi. i. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dalam rangka meningkatkan sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang maksimal. j. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kriteria nasional untuk evaluasi keberhasilan secara kualitatif maupun kuantitatif yang terukur, transparan dan akuntabel. k. Penanggung jawab program secara nasional adalah Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan cq. Direktur Penyehatan Lingkungan. 2. Propinsi : a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan tingkat Propinsi berdasarkan Kebijakan Nasional dan Kebijakan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi. 88



b. Mengamankan dan mengawasi metoda penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah tangga termasuk penyuluhan dan pelatihan partisipatori yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota, Kecamatan/ Puskesmas, Kelurahan/Desa dan RT/RW. c. Menyebarluaskan dan menggandakan kembali bahan dan materi penyuluhan dan pelatihan dengan metode partisipatori secara nasional untuk kebutuhan di tingkat Propinsi. d. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran belanja Propinsi dan sumber pembiayaan lainnya di wilayah/daerah Propinsi. e. Melakukan advokasi, sosialisasi dan asistensi untuk tersedianya alokasi anggaran dan terlaksananya Program di Kabupaten/Kota sesuai dengan volume, beban kerja dan prioritas kegiatan dan prioritas daerah. f. Merencanakan, menyusun dan mengajukan usulan penetapan daerah lokasi percontohan tingkat Propinsi, untuk dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan di wilayah Propinsi. g. Melakukan pelatihan petugas penanggung jawab program dan pelatih fasilitator partisipatori tingkat Kabupaten/ Kota h. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral tingkat Propinsi dalam rangka menjalin keterpaduan, dan meningkatkan sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang maksimal.



89



i. Mengamankan, mengawasi dan melaksanakan kriteria evaluasi nasional dalam menilai keberhasilan secara kualitatif maupun kuantitaitif yang terukur, transparan dan akuntabel dalam lingkup Propinsi. j. Penanggung Jawab program di Propinsi adalah Kepala Dinas Kesehatan Propinsi cq Kepala Sub Dinas yang membidangi Kesehatan Lingkungan Propinsi. 3. Kabupaten/Kota. a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan Kebijakan Nasional, Propinsi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Kabupaten/ Kota. b. Membina dan mengawasi penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga termasuk sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan partisipatori yang dilakukan oleh petugas Kecamatan/ Puskesmas, Kelurahan/Desa dan RW/RT. c. Menyebarluaskan dan menggandakan kembali bahan dan materi penyuluhan dan pelatihan secara nasional atau sesuai dengan lokal spesifik untuk kebutuhan di wilayah Kabupaten/Kota. d. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran belanja Kabupaten/Kota dan sumber pembiayaan lainnya untuk daerah Kabupaten/Kota. e. Melakukan pelatihan fasilitator partisipatori petugas Kecamatan/Puskesmas dan lintas sektoral/program dan LSM tingkat Kabupaten/Kota.



90



f. Merencanakan, menyusun dan menetapkan daerah kecamatan lokasi percontohan, untuk dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan di seluruh wilayahnya. g. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral di tingkat Kabupaten/ Kota dalam rangka meningkatkan dukungan, keterpaduan, sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang maksimal. h. Membina dan mengawasi pelaksanaan program dan melaksanakan evaluasi kiteria keberhasilan secara kualitatif maupun kuantitatif yang terukur, transparan dan akuntabel di Kabupaten/Kota. i. Melakukan sosialisasi kriteria keberhasilan program untuk ditindaklanjuti oleh Kecamatan/Puskesmas. j. Mengimplementasikan alokasi anggaran yang bersumber dari Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk pelaksanaan Pogram Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan Rumah tangga di wilayah Kecamatan/ Puskesmas. k. Penanggung Jawab program di Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota cq. Pejabat yang membidangi Kesehatan Lingkungan. 4. Kecamatan/Puskesmas a. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kebijakan teknis pelaksanaan program di tingkat Kecamatan/Puskesmas. b. Menyelenggarakan pelaksanaan sosialisasi dan penyuluhan lintas program dan lintas sektoral di tingkat kecamatan/ puskesmas.



91



c. Menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan dan pelatihan partisipatori untuk kebutuhan di tingkat Kecamatan/ Puskesmas. d. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan realisasi rencana anggaran belanja yang telah dialokasikan oleh sumber pembiayaan Pusat, Propinsi dan Kabupaten/ Kota. e. Melakukan pelatihan partisipatori petugas Desa/Kelurahan dan Pengurus RW/RT, Kader dan Tokoh Masyarakat Desa. f. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan desa lokasi percontohan kegiatan yang akan dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. g. Melaksanakan kerjasama lintas program maupun lintas sektoral di tingkat Kecamatan/Puskesmas dalam rangka meningkatkan dukungan, kerjasama, sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang maksimal. h. Melaksanakan evaluasi kriteria keberhasilan program secara kualitatif dan kuantitatif yang terukur, transparan dan akuntabel di tingkat Kecamatan/Puskesmas. i. Penanggung jawab program di tingkat Kecamatan/ Puskesmas adalah Camat dan wakil penanggung Jawab Program adalah Kepala Puskesmas Kecamatan. 5. Kelurahan/Desa a. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kegiatan di tingkat Kelurahan/Desa. 92



b. Menyelenggarakan sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan partisipatori bagi petugas kesehatan, tokoh masyarakat, Pengurus RW/RT, kader kesehatan dan Posyandu. c. Menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan untuk kebutuhan ibu-ibu di tingkat RW, RT, dan Dasa Wisma. d. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan anggaran belanja yang telah dialokasikan oleh sumber pembiayaan di tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan/ Puskesmas. e. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan lokasi percontohan kegiatan di wilayah RW/RT yang akan dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan kepada wilayah lainnya. f. Melaksanakan koordinasi kegiatan dengan menggerakkan semua unsur di tingkat Kelurahan dan Desa dalam rangka meningkatkan dukungan, keterpaduan, sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang maksimal. g. Melaksanakan evaluasi kriteria keberhasilan program dan mengumpulkan data kunjungan rumah tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Cara Pembuatan Makanan yang Baik (CPMB) di rumah tangga dan kasus Penyakit Bawaan Makanan dan Keracunan Makanan di rumah tangga secara terukur, transparan dan akuntabel. h. Penanggung jawab program di Kelurahan/Desa adalah Lurah/Kepala Desa/Kuwu dan wakil penanggung jawab program adalah Petugas kesehatan di Desa/Kelurahan



93



IX LANGKAH KEGIATAN A. Tingkat Pusat 1. Menetapkan Kebijakan Nasional berupa Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga, sebagai sumber acuan teknis dan acuan hukum untuk ditindaklanjuti dengan Penetapan Peraturan Daerah Propinsi dan atau Kabupaten/Kota. 2. Membentuk Tim Pembina di tingkat Pusat yang dipimpin oleh Dirjen PP dan PL atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya yang melibatkan unsur-unsur terkait di sektor Pemerintah dan swasta, serta Organisasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Asosiasi, Profesi, Pemuda, Wanita dan pihak terkait lainnya. 3. Menyusun rencana kerja Program hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga yang terintegrasi dengan berbagai program dan sektor terkait baik dalam rangka program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, program Millennium Development Goals maupun program-program kesehatan lainnya. 4. Membentuk tim pelatih tingkat Nasional yang bertugas menyelenggarakan pelatihan petugas Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam rangka mempers iapkan penyelenggaraan praktek hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga. 5. Mengembangkan, menggandakan dan menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi tentang praktek hygiene sanitasi makanan, bahan 94



makanan dan keamanan makanan di rumah tangga kepada aparatur pemerintahan daerah, swasta dan masyarakat. 6. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral di tingkat Pusat serta Persiapan Daerah Kabupaten/Kota percontohan. 7. Melakukan evaluasi input dengan mengukur seberapa jauh respon Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap Penerbitan Kepmenkes dengan dilaksanakannya aktifitas rencana kerja Hygiene Sanitasi Makanan Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga dan pengajuan Rencana Kerja dan Angga������������������ rannya oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Pemda dan DPRD. 8. Melakukan evaluasi proses dengan mengukur kegiatankegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dalam menindaklanjuti Kepmenkes dengan membuat edaran, supervisi atau forum diskusi pemecahkan masalah Penyakit Bawaan Makanan dan Keracunan Makanan di Kabupaten/Kota wilayah kerjanya. 9. Melakukan evaluasi output dengan mengukur banyaknya kegiatan, penyusunan perda, pelatihan dan penyuluhan yang telah dijalankan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dan atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam rangka penyelenggaraan Hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga. 10 Melakukan evaluasi outcome dengan mengukur banyaknya keluarga yang telah menerapkan praktek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam menerapkan Cara Produksi Makanan yang Baik di rumah tangga dan menurunnya kejadian Penyakit Bawaan Makanan dan Keracunan Makanan di rumah tangga. 95



B. Tingkat Propinsi 1. Mengamankan dan mensosialisasikan Kebijakan Nasional berupa Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga, kepada pihakpihak terkait, baik pemerintah, swasta, maupun Organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Organisasi Profesi, Wanita, Pemuda dan Keagamaan yang berlokasi di Propinsi, agar sejalan dengan program lain di tingkat Propinsi, dalam rangka mengurangi atau mencegah kejadian Penyakit Bawaan Makanan dan Keracunan Makanan di rumah tangga, 2. Membentuk Tim Pengawas di tingkat Propinsi yang dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya yang melibatkan unsurunsur Pemerintah, swasta, dan Organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Asosiasi, Profesi, Pemuda, Tokoh Masyarakat, Wanita dan pihak terkait lainnya. 3. Menyusun program dan rencana kerja tingkat Propinsi yang terintegrasi dengan berbagai program dan sektor terkait di Propinsi, dalam rangka program unggulan Propinsi, STBM Propinsi, program MDG’s Propinsi maupun program-program di tingkat Propinsi lainnya. 4. Membentuk tim pelatih tingkat Propinsi yang dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau Pejabat yang ditunjuk olehnya yang bertugas menyelenggarakan pelatihan petugas Kabupaten/Kota dalam rangka penyelenggaraan pelatihan Petugas Puskesmas dan Kecamatan.



96



5. Mengembangkan, menggandakan dan menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi tentang praktek hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga dengan metode partisipatori dalam lingkup Propinsi baik dalam gaya atau bahasa lokal, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 6. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral di tingkat Propinsi serta membantu Pusat dalam Persiapan Daerah Kabupaten/Kota Percontohan. 7. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi input dengan mengukur jumlah Kabupaten/Kota yang telah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga. 8. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi proses dengan mengukur jumlah program dan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam rangka menindaklanjuti Kepmenkes, Edaran Propinsi, supervisi atau forum diskusi masalah PBM dan KM di wilayahnya. 9. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi output dengan mengukur banyaknya kegiatan, penyusunan perda, pelatihan dan penyuluhan yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam rangka penerapan Peraturan Daerah tentang Hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan rumah tangga dalam lingkup Propinsi yang bersangkutan. 10. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi outcome dengan mengukur banyaknya jumlah keluarga yang



97



melakukan penerapan PHBS dan CPMB dan penurunan jumlah kejadian PBM dan KM di rumah tangga, dalam lingkup Propinsi yang bersangkutan. C. Tingkat Kabupaten/Kota 1. Menyusun dan Menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota tentang Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga, dengan melibatkan semua pihak terkait baik pemerintah, swasta, organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan. 2. Membentuk Tim Pelaksana Pelatihan di Kabupaten/ Kota yang dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Pejabat lain yang ditunjuk untuk menyelenggarakan Pelatihan Petugas Penyuluh Puskesmas Kecamatan. 3. Menyusun Rencana Kerja dan kegiatan PHBS dan CPMB HSMBMKMRT di Tingkat Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka menurunkan kasus PBM dan KM di Rumah Tangga. 4. Menyelenggarakan Sosialisasi Lintas Sektoral tentang Program HSMBMKMRT di tingkat Kabupaten/Kota, dalam rangka mempersiapkan Pelatihan Petugas Puskesmas, Kecamatan dan pihak terkait di tingkat Kecamatan untuk melakukan sosialisasi dan penyuluhan partisipatori Praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga. 5. Menyelenggarakan sosialisasi dan Pelatihan fasilitator dengan metode partisipatori tentang Praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga.



98



6. Menggandakan dan menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi tentang praktek hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga dalam lingkup Kabupaten/Kota baik dalam gaya atau bahasa lokal. 7. Melakukan pendataan awal kejadian PBM dan KM, di wilayah Kabupaten/Kota disertai keterangan tentang kejadian, episode, waktu, lokasi dan jenis bahan yang dimakan, penyebab dan alasannya mengapa hal itu bisa terjadi. 8. Melakukan pemilihan dan penetapan pengusulan lokasi Daerah Kecamatan percontohan HSMBMKMRT yang akan diajukan ke Propinsi dan Pusat. 9. Melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan tahapan input, proses, output dan outcome yang dilakukan oleh Kecamatan lokasi percontohan. D. Tingkat Kecamatan/Puskesmas 1. Menyusun Rencana Kerja Puskesmas Kecamatan dan mengkoordinasikan seluruh jajarannya dalam melaksanakan pelatihan/penyuluhan Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga. 2. Membentuk Tim Pelatihan Tingkat Kecamatan Puskesmas untuk melatih Petugas Posyandu, Dasa Wisma, PKK dan tokoh masyarakat sebagai agen perubahan dalam rangka praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga, dipimpin Kepala Puskesmas atau Pejabat lain yang ditunjuk. 3. Menyusun rencana kerja tingkat Kecamatan, dengan melibatkan petugas Medis, Sanitarian, Bidan, Perawat,



99



Gizi dan petugas lainnya untuk melakukan program kerja Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga. 4. Menyelenggarakan Pelatihan Petugas Penyuluh jajaran Puskesmas dan Petugas Kelurahan/Desa, untuk melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang partisipatory Praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga. 5. Melakukan pendataan kejadian PBM dan KM di wilayah Puskesmas dengan mengidentifikasi kasus, waktu, lokasi disertai keterangan tentang jenis bahan yang dimakan, penyebab dan alasannya mengapa hal itu bisa terjadi. 6. Menyebarluaskan bahan dan materi pelatihan, penyuluhan dan sosialisasi tentang praktek hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga kepada masyarakat umum. 7. Melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan tahapan input, proses, output dan outcome yang dilakukan oleh desa/kelurahan lokasi percontohan. X. EVALUASI Untuk melakukan evaluasi dilakukan dengan 4 (empat) jenis evaluasi yang diukur dalam kurun waktu satu tahun yaitu : 1. Evaluasi input : a. Adanya kegiatan pembinaan dan pengawasan yang telah dianggarkan pembiayaannya oleh Departemen Kesehatan untuk dilaksanakan di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/ Kota. Indikatornya : adanya alokasi anggaran sektor Kesehatan di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota 100



b. Adanya rencana kegiatan HSMBMKM di RT yang telah disiapkan oleh Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Indikatornya : adanya TOR kegiatan di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota c. Adanya rencana persiapan tenaga, sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam kegiatan HSMBMKM di RT oleh Pusat, Kabupaten/Kota yang dapat digunakan dalam pelaksanaan program. Indikatornya : tercantumnya dalam TOR, rencana persiapan tenaga, sarana & prasarana yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. d. Jumlah Kit penyuluhan yang telah digandakan dan disalurkan oleh Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota kepada semua pihak terkait. Indikatornya: prosentase kit penyuluhan yang telah digandakan dan disalurkan oleh sektor Kesehatan di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota e. Jumlah pembentukan atau revitalisai Dasa Wisma dan PKK yang telah dilaksanakan Kelurahan, RW dan RT.



Indikatornya : prosentase Kelurahan yang telah melakukan pembentukan atau revitalisasi Posyandu dan Dasa Wisma



2. Evaluasi proses : a. Adanya surat, edaran, SK, komunikasi lainnya oleh Pusat ke Propinsi dan Kabupaten/Kota atau sebaliknya. Indikatornya : adanya surat menyurat dan komunikasi lainnya antara Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota yang telah dikirim. b. Adanya bimbingan teknis dan atau supervisi Pusat ke Propinsi dan Kabupaten/Kota. 101







Indikatornya : adanya kegiatan bimbingan teknis dan atau supervisi yang telah dilakukan.



c. Adanya Rancangan Perda tentang HSMBMKM di RT yang telah disusun dan didiskusikan. Indikatornya : adanya dokumen rancangan Perda yang diajukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. d. Jumlah Kabupaten/Kota yang telah mempunyai kegiatan HSMBMKM di RT. Indikatornya : prosentase Kab/Kota yang mempunyai kegiatan HSMBMKM di RT. e. Adanya sosialisasi tingkat Pusat, Propinsi, Kab/Kota yang telah dilaksanakan. Indikator : adanya laporan sosialisasi yang telah dilaksanakan. f. Jumlah pelatihan pelatih fasilitator (TOT) yang telah dilaksanakan oleh Pusat, Propinsi dan Kab/Kota. Indikator : jumlah pelatihan fasilitator yang telah dilaksanakan. g. Jumlah pelatihan fasilitator yang telah dilaksanakan Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Indikator : jumlah pelatihan fasilitator yang telah dilaksanakan. h. Jumlah pelatihan partisipatori kegiatan HSMBMKM di RT yang telah dilaksanakan di Kecamatan, Desa, RW/RT dan Dasa Wisma. Indikator : jumlah pelatihan partisipatori yang telah dilaksanakan. 3. Evaluasi output : a. Jumlah peraturan daerah yang telah diterbitkan oleh 102







Kabupaten/Kota. Indikator : prosentase Kab/Kota yang telah memiliki Perda HSMBMKM di RT.



d. Jumlah pelatih fasilitator (TOT) yang terlatih di Pusat, Propinsi dan Kab/Kota. Indikator : jumlah pelatih fasilitator yang terlatih. c. Jumlah fasilitator yang terlatih di Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Indikator : jumlah fasilitator yang terlatih. d. Jumlah masyarakat yang telah mengikuti pelatihan partisipatori kegiatan HSMBMKM di RT di Kecamatan dan Desa. Indikator : jumlah masyarakat yang telah mengikuti pelatihan partisipatori. 4. Evaluasi outcome : a. Jumlah rumah tangga yang telah melaksanakan PHBS dan CPMB di rumah tangga meningkat.



Parameter penilaian : mencuci tangan pakai sabun sebelum memasak, kuku pendek dan bersih, pakai celemek waktu memasak, makanan disajikan tertutup, makanan segera dikonsumsi.







Indikator : Persentase keluarga yang telah melaksanakan PHBS dan CPMB



b. Jumlah kejadian PBM dan KM yang terjadi di rumah tangga setelah penyuluhan cenderung menurun.



Indikatornya : jumlah kejadian kasus keracunan makanan di rumah tangga.



103



X



PENUTUP Dengan ditetapkannya Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga ini, maka diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menindak lanjutinya dalam bentuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sehingga semua rumah tangga dapat menyelenggarakan perilaku hidup sehat dan bersih dalam menyediakan makanan siap saji di rumah tangga, sehingga semua anggota keluarganya dapat terhindar dari gangguan penyakit bawaan makanan (PBM) dan keracunan makanan (KM)







MENTERI KESEHATAN RI







ttd.







104



Dr.dr.Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH