Pedoman Ppi Revisi 2018 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN PELAYANAN PANITIA PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT SARI ASIH CIPUTAT



PEDOMAN PELAYANAN PANITIA PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT SARI ASIH CIPUTAT TANGERANG SELATAN 2018



PERATURAN DIREKTUR RS SARI ASIH CIPUTAT NOMOR 033/PER/DIR/RSSA_CPT/I/2018 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT SARI ASIH CIPUTAT TANGERANG SELATAN Menimbang:



a. b. c.



Mengingat:



3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Menetapkan KESATU



: :



KEDUA



:



KETIGA KEEMPAT



: :



DIREKTUR RUMAH SAKIT SARI ASIH CIPUTAT Bahwa mengingat pentingnya pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Bahwa pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan bagian dalam pelayanan dari Rumah Sakit serta pencegahan infeksi HAIs; Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan dengan keputusan Direktur Rumah Sakit Sari Asih Ciputat tentang pedoman pelayanan pencegahan dan Pengendalian infeksi Rumah Sakit Sari Asih Ciputat. Keputusan Menteri Kesehatan RI Menkes RI 1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1024/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Keputusan Menteri Kesehatan 875/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. Keputusan Menteri Kesehatan 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1691/Menkes/SK/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Keputusan Meteri Kesehatan nomor 382/MEKES/SK/III/2007 tetang Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. Keputusan Meteri Kesehatan nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelayanan Pencegahan Pengendalian Infeksi di Falitas Pelayanan Kesehatan Lainnya MEMUTUSKAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SARI ASIH CIPUTAT TENTANG PENETAPAN PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT SARI ASIH CIPUTAT Lampiran keputusan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan surat keputusan penetapan pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit sari asih ciputat. Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan diadakan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di :Tangerang Selatan Tanggal : 08 Januari 2018 Direktur



(Dr. Hj. Anitya Irna RD. MKes)



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat allah subhallahu wata’ala, karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan pedoman pelayanan pencegahan dan pengedalian infeksi Rumah Sakit Sari Asih Ciputat: Penyusunan usulan pedoman pelayanan pencegahan dan pengedalian infeksi telah dapat diselsaikan atas bimbingan, arahan dan bantuan berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini kami dengan rendah hati mengucapkan terimakasih dengan setulus – tulusnya kepada: 1.



Dr. Hj Anitya Irna RD M.Kes, selaku Direktur Ruamah Sakit Sari Asih Ciputat Tangerang Selatan.



2.



Hj. Sutiani. Amd.Kep, selaku Pengawas Satuan Pengawas Intern Rumah Sakit Sari Asih Ciputat Tangerang Selatan.



3.



Ns. Sugeng Riyanto. Skep, selaku Ketua bidang keperawatan yang Rumah Sakit Sari Asih Ciputat Tangerang Selatan.



4.



Rekan - rekan sejawat yang telah membantu penulis selama masa menyusu pedoman pelayanan infeksi maupun sewaktu menyelesaikan usulan penelitian ini. Semoga Allah Subhanallahu Wata’ala senantiasa melimpahkan kebaikan kepada



semuanya, sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar harapan kami semoga tugas ini berguna bagi semua.



Penulis



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii KATA PENGANTAR....................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................................... v DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. I.1 Latar Belakang ................................................................................. I.2 Rumusan Masalah............................................................................. I.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. I.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... I.5 Keterbaruan Penelitian .................................................................... I.6 Tempat Penelitian ............................................................................



1 1 6 6 6 7 9



BAB II TINJAUAN TEORI.............................................................................. II. 1 PENDIDIKA KESEHATAN........................................................ II. 1. 1 Definisi.............................................................................. II. 1. 2 Tujuan dan sasaran pendidikan kesehatan........................ II. 1. 3 Metode pendidikan kesehatan........................................... II. 1. 4 Setrategi pendidikan kesehatan......................................... II. 1. 5 Komponen dalam pendidikan kesehatan........................... II. 2 MOTIVASI................................................................................... II. 2. 1 Definisi.............................................................................. II. 2. 2 Teori motivasi .................................................................. II. 2. 3 Proses motivasi.................................................................. II. 2. 4 Jenis-jenis motivasi........................................................... II. 2. 5 Fungsi motivasi................................................................. II. 2. 6 Tujuan motivasi................................................................. II. 2. 7 Indikator motivasi............................................................ II. 3 IMUNISASI DAN IMUNISASI MMR........................................ II. 3. 1 Definisi.............................................................................. II. 3. 2 Jenis imunisasi .................................................................. II. 3. 3 Imunisasi dasar.................................................................. II. 4 Imunisasi MMR............................................................................. II. 4. 1 Definisi ............................................................................. II. 4. 2 Uraian imunisasi MMR..................................................... II. 4. 3 Tujuan pemberian imunisasi MMR .................................. II. 4. 4 Jadwal dan dosis pemberian imunisasi MMR .................. II. 4. 5 Kontra indikasi vaksin MMR............................................ II. 4. 6 Reaksi imunisasi MMR terhadap tubuh............................ II. 4. 7 Faktor penghambat pemberian imunisasi.......................... II. 4. 8 Landasan teori ..................................................................



10 10 10 11 11 13 14 15 15 16 17 17 18 18 19 22 22 22 23 23 23 24 25 26 27 28 28 29



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit, perlu dilakukan pengendalian infeksi, diantaranya adalah pengendalian infeksi HAis. Infeksi HAis masih banyak dijumpai di rumah sakit dan biasanya merupakan indikator bagi pengukuran tentang seberapa jauh rumah sakit tersebut telah berupaya mengendalikan infeksi HAis. Pengendalian infeksi HAis dipelopori oleh Nightingale, Simmelweis, Lister dan Holmes melalui praktek-praktek hygiene dan penggunaan antiseptik, Tantangan dalam pengendalian infeksi HAis semakin kompleks dan sering disebut disiplin epidemiologi rumah sakit. Kerugian ekonomi akibat HAis mencapai jumlah yang besar, khususnya untuk biaya tambahan lama perawatan, penggunaan antibiotika dan obat-obat lain serta peralatan medis dan kerugian tak langsung yaitu



waktu produktif berkurang, kebjiakan penggunaan



antibiotika, kebijakan penggunaan desinfektan serta sentralisasi sterilisasi perlu dipatuhi dengan ketat. Tekanan-tekanan dari perubahan pola penyakit infeksi HAis dan pergeseran resiko ekonomik yang harus ditanggung rumah sakit mengharuskan upaya yang sistematik dalam penanggulangan HAis, dengan adanya Tim Pengendalian Infeksi dan profesi yang terlatih untuk dapat menjalankan program pengumpulan data, pendidikan, konsultasi dan langkah - langkah pengendalian infeksi yang terpadu. Keberhasilan program pengendalian infeksi HAis



dipengaruhi oleh efektivitas proses



komunikasi untuk menyampaikan tujuan dan kebijakan pengendalian infeksi tersebut kepada seluruh karyawan rumah sakit baik tenaga medis maupun non medis, para penderita yang dirawat maupun berobat jalan serta para pengunjung Rumah Sakit Sari Asih Ciputat. Upaya pengendalian infeksi HAis di Rumah Sakit Sari Asih Ciputat bersifat multidisiplin, halhal yang perlu diperhatikan seperti, Discipline: perilaku semua karyawan harus didasari disiplin yang tinggi untuk mematuhi prosedur aseptik, teknik invasif, upaya pencegahan dan lain-lain, Defence mechanisme: melindungi penderita dengan mekanisme pertahanan yang rendah supaya tidak terpapar oleh sumber infeksi.



Drug: pemakaian obat antiseptik, antibiotika dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kejadian infeksi supaya lebih bijaksana, Design: rancang bangun ruang bedah serta unit-unit lain berpengaruh terhadap resiko penularan penyakit infeksi, khususnya melalui udara atau kontak fisik yang dimungkinkan bila luas ruangan tidak cukup memadai, Device: peralatan



protektif diperlukan sebagai penghalang penularan, misalnya pakaian pelindung, masker, topi bedah dan lain-lain. B. Tujuan 1.



Tujuan umum . Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Sari Asih Ciputat melalui pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilaksanakan oleh semua departemen/ unit dengan meliputi kualitas pelayanan, management resiko, serta kesehatan dan keselamatan kerja.



2.



Tujuan Khusus a)



Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPIRS dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara jelas.



b)



Menggerakan segala sumber daya yang ada di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain secara efektif dan efisien.



c)



Menurunkan angka kejadian infeksi dirumah sakit secara bermakna dan berkesinambungan.



d)



Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan PPIRS Rumah Sakit Sari Asih Ciputat.



C. Ruang Lingkup Pedoman ini memberi panduan bagi petugas Rumah Sakit dalam menjalankan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pasien, pengunjung, dan petugas. Adapun ruang lingkup pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi : a) Konsep dasar infeksi b) Kosep dasar peyakit menular c) Kewaspadaan Isolasi (solution precautians) d) Petunjuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Untuk Pasien, pengunjung dan petugas e) Kesiapan Menghadapi Pandemi Penyakit Menular (emerging, Re- emerging infectious



diseases) f) Pelayanan pemeriksaan baku mutu air bersih dan IPAL bekerja sama dengan IPSRS. g) Pelayanan pengelolaan kebersihan lingkungan h) Pelayanan management resiko PPI, ICRA i) Antibiogram dan pola kuman Rumah Sakit Sari Asih Ciputat



BAB II Konsep Dasar Infeksi Rumah Sakit A. Definisi Infeksi Layanan Kesehatan Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit ( Hospital acquired



infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Dengan berkembangnya sistem pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah ( home care). Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai prosedur berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien (yang lain) atau bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri.



Healthcare-associated infections (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan sebagai resiko pekekrjaan. Hais adalah infeksi yang terjadi setelah 2 x 24 jam pasien dirawat di rumah sakit dan tidak sedang dalam masa inkubasi saat dirawat, infeksi juga dapat terjadi setelah pasien pulang 30 hari tanpa pemasangan prosedur implan dan pada kasus ortopedi dengan terpasang implan, infeksi dapat terjadi pada petugas kesehatan sebagai resiko kerja. Infeksi Hais yang umum terjadi di pelayanan kesehatan terjadi akibat berbagai hal diantaranya adalah infeksi akibat jamur, virus, bakteri dan virulen. Infeksi terjadi sebagai akibat dari paparan sumber infeksius, kontaminasi sumber infeksius dan sebagai dari faktor resiko prosedur tindakan pelayanan kesehatan B. Konsep PPI Rumah Sakit Depkes (2017) menentukan upaya melakukan pencegahan beber hal yang dapat dilakukan, yaitu meliputi: 1. Pencegahan Kolonisasi Merupakan suatu pecegahan keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, namun tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinis. Pada kolonisasi tubuh pejamu tidak dalam keadaan suspectibel pasien dan petugas dapat mengalami kolonisasi dengan dengan kuman



patogen tanpa mengalami rasa sakit tetapi menularkan kuman tersebut ke orang lainsebagai carrier. 2. Seurveilas penyakit menular atau infeksius Melakukan surveilans secara aktif sebagai upaya terhadap penyakit infeksi dan meular, yaitu penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain secara langsung maupun tidak langsung. 3. PPI Healthcare-associated infections (HAIs) Infeksi terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, dimana sebelum masa perawatan pasien tidak megalami infeksi suatu microorganisme tersebut namun muncul sedang dalam masa perawatan di rumah sakit atau setelah selesai masa perawatan. Hais tidak hanya terjadi pada pasien yang dirawat tetapi juga dapat terjadi pada staf atau petugas kesehatan (HCW) C. Rantai penularan Infeksi Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai penularan, apabila salah satu rantai dihilangkan atau dirusak maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. a. Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia ,dapat berupa bakteri, virus, riketsia, jamur, dan parasit. ada 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : virulensi, patogenesis, jumlah dosis obat. b. Reservoir atau tempat hidup dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan pada orang lain, reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuhan, tanah, air dan bahan bahan organik. pada manusia sehat permukaan kulit, selaput lendir saluran napas, pencernaan dan vagina merupakan reservoir yang umum. c. Pintu keluar adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir, pintu keluar meliputi saluran napas, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit, membran mukosa, trasplacenta dan darah serta cairan tubuh lainnya. d. Transmisi adalah bagaiman mekanisme penularan meliputi kontak; langsung dan tidak langsung, droplet, airborne, Vehicle ;makan, minuman, darah, vektor biasanya bnatang pengerat dan serangga. e. Pintu masuk adalah tempat dimana agen infeksi memasuki tubuh pejamu (yang supectibel) dapat melalui saluran pernapsan, pencernaan. perkemihan atau luka.



f.



Pejamu (host) yang suspectibel adalah orang yang tidak tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi ,faktor yang mempengaruhi umur, usia, status gisi, ekonomi, pekerjaan, gaya hidup, terpasang barrier (kateter, implantasi) dilakukan tindakan operasi. Agen Host/ penjamu retan



Reservoar



INFEKSI Tempat masuk



Tempat keluar Metoda penularan



Gambar 1. Skema Rantai Penularan D. Faktor Risiko “healthcare-associated infections” (HAIs) 1. Umur Neonates dan lansia lebih rentan 2. Status imun yang rendah/ terganggu Penderita dengan penyakit kronik, penderita keganasan dan obat – obat imunosupresan 3. Interupsi barrier anatomis a) Kateter urine ; meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK) b) Prosedur operasi ; dapat menyebabkan infeksi luka operasi (ILO) atau surgical Site



Infeksi (SSI). c) Intubasi pernapasan ; meningkatkan kejadian “Hospital Acquired Pneumonia (HAP/VAP)” d) Kanula vena dan arteri ; menimbulkan infeksi luka infus (ILI), “ Blood Stream Infection (BSI)” e) Luka bakar dan trauma 4. Implantasi benda asing a) Indwelling catheter b) Surgical suture material c) Cerebrospinal fluid shunts d) Valvular / vascular prostheses



5. Perubahan mikroflora normal Pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba. E. Fakta Penting Penyakit dan Infeksi Menular Peyakit menular yang mewakili penyakit infeksius dan virulen perlu diwaspadai dan dicegah berdasarkan transmisinya adalah sebagai berikut: 1. AIDs AIDs Adalah Penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh yang didapat karena terinfeksi HIV (human Imunodefisiency Virus). Penyebab Virus HIV tergolong retrovirus yang terdiri atas 2 tipe, tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2). a) Klasifikasi Infeksi HIV/AIDS : Infeksi Akut. 1) Hampir 30-50 % pasien sudah terinfeksi HIV. 2) Pasien sudah terjadi pemaparan virus dan dapat berlangsung 6 minggu setelah kontak. 3) Patogenesis kurang jelas tetapi sangat mungkin terjadi reaksi imunitas terhadap masuknya HIV.Saat ini pemeriksaaan terhadap antibodi terhadap virus HIV masih (-) tetapi pemeriksaan Ag p24 sudah (+) sangat infeksius. Infeksi Kronik Asimtomatik 1) Lamanya dapat bertahun tahun . 2) Tanpa gejala ,kemungkinan tubuh masih dapat mengkompensasi b) Cara Penularan HIV/AIDS 1. Tranmisi kontak (darah pada kulit tidak utuh, hubugan Seksual, Asi, jarum suntik digunakan secara bersamaan, transplatasi organ, tranfusi darah). 2. Percikan/ droplet (Percikan darah pada kulit terbuka). 3. Penularan secara perinatal (Newborn Tranmisi). c) Manajemen Tatalaksana Pencegahan Penularan 1. Menerapkan kewaspadaan isolasi berdasarkan standar 2. Menerapkan kewaspadaan isolasi berdarkan tranmisi kotak da droplet/ percikan) 3. Ruang Isolasi tranmisi kontak dan droplet/percikan darah pada pasien. 2. Influenza A (H5N1) atau Flu burung a) Infeksi H5N1



Diputuskan oleh dr.dpjp setelah dilakuakan pemeriksaan penujang atau berdasarkan prediksi atau suspec berdasarka klinis pasein, misal orang sehat namun kontak erat dengan kasus atau penduduk sehat namun tinggal didaerah edemik flu burung, dengan diikuti tanda dan gejala: 1. Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5 min 4 x dengan pemeriksaan uji HI atau uji ELISA. 2. Hasil lab terbatas untuk influenza H5 (terdeteksi antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi. 3. Isolasi virus H5N1 positif 4. Hasil PCR H5N1 positif. 5. Peningkatan  4 x lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen. 6. Konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil  7 hari setelah awitan gejala penyakit) dan titer antibodi metralisasi konvalesen harus pula  1/80. 7. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1  1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke  stelah awitan disertai hasil positif uji serologi lain,mis titer HI sel darah merah kuda  1/160 atau western blot spesifik H5 positif. b) Manajemen Tatalaksana Pecegahan Peularan Infeksi H5N1 1. Menerapkan kewaspadaan isolasi berdasarkan stadart 2. Menerapkan kewaspadaan isolasi berdasarka tranmisi (Airborne, kontak dan droplet) 3. Isolasi tranmisi kontak, airborne, droplet bagi pasien batasi kontak lingkungan area bebas. 3. Tuberkulosis (TBC) TBC disebabkan oleh kuman/basil tahan asam (BTA) yakni micobacterium tuberkulosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa hari ditempat yang lembab dan gelap. Hampir semua organ tubuh dapat terserang bakteri ini seperti kulit, otak, ginjal, tulang dan paling sering paru. Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam jumlah pasien TB setelah India dan Cina, diperkirakan penduduk dunia terinfeksi TB secara laten. a) Cara penularan. 1. Tranmisi airborne 2. Tranmisi droplet/ percikan



b) Masa Inkubasi Sejak masuknya kuman sampai timbul gejala lesi primer atau reaksi tes tuberculosis positif memerlukan waktu antara 2 -10 minggu. Berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya mengandung BTA, penularan berkurang apabila pasien menjalani pengobatan adekuat selama min 2 minggu, sebaliknya pasien yang tidak diobati secara adekuat dan pasien dengan persisten AFB positif dapat menjadi sumber penularan sampai waktu lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan, virulensi kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk/bersin, dan tindakan medis beresiko tinggi seperti intubasi dan bronkoskopi c) Pencegahan 1. Penemuan dan pengobatan TB secara cepat dengan metode TEMPO TB (Temukan Obati TB) 2. Imunisasi pada karyawan baru yang belum pernah dan imuisasi boster pada karyawan rumah sakit secara berkala. 3. Menerapkan pelaksanaan kewaspadaan isolasi berdasrkan tranmisi airborne dan droplet. 4. Menerapkan kewaspadaan isolasi berdasarkan stadart 5. Isolasi airborne, droplet, dan batasi kontak lingkungan bebas. 4. MRSA (Methicilin Resistent Stapylococcuc Aeureus) Merupakan salah satu tipe bakteri stapyloccus yang ditemukan pada kulit dan hidung dan kebal terhadap antibiotika. Jumlah kematian MRSA lebih banyak dibandingkan AIDS. Saat ini ada 2 tipe : a) Health care asosiated (HA –MRSA) Biasanya ditemukan difasilitas kesehatan terutama rumah sakit. b) Community asosiated (CA-MRSA) Yang baru ini ditemukan ditempat-tempat umum, fitness, loker-loker, sekolah dan perabotan rumah tangga. Biasanya menginfeksi orang dan anak-anak yang daya tahan tubuhnya lemah, jika daya tahan tubuh baik tidak akan menimbulkan gejala. Bakteri yang dibawa sipasien menyebar dan berpindah pada orang lain dengan cara kontak kulit dan menyentuh barang yang terkontaminasi. Stapylococcus menimbulkan gejala seperti infeksi kulit, jerawat, bisul, abses atau gigitan serangga, ini biasa menyebabkan bengkak, merah dan nyeri. bakteri ini dapat menembus kulit



sampai dengan menimbulkan infeksi ditulang, sendi, aliran darah, jantung dan paru yang bias mengancam jiwa. c) Cara Penularan MRSA 1. Menyentuh kulit atau luka terinfeksi dari siapa saja yang MRSA 2. Berbagi objek seperti handuk atau peralatan atletik, peralatan rumah tangga yang MRSA 3. Kontak fisik dapat juga disebarkan melalui batuk dan bersih 4. Menyentuh hidung dari penderita MRSA d) Manajemen tatalaksana pencegahan MRSA 1. Kebersihan tangan sesering mungkin terutama setelah menyentuh hidung, dan orang lain. 2. Menerapkan etika batuk 3. Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juda melalui feces dan urine. 4. Isolasikan peralatan mandi dan peralatan makan khusus untuk penderita MRSA. 5. Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang pribadi yang lainnya. 6. Isolasikan pasien, dekontaminasi semua peralatan pasien dengan sabun dan clorin 0,5%. 7. Penerapan kewaspadaan tranmisi secara ketat (kotak dan droplet) 8. Menerapkan kewaspadaan isolasi berdasarkan standart F. Kewaspadaan Isolasi WHO (2004) mengungkapkan Kewaspadaan isolasi merupakan tindakan proteksi, pecegahan pengendalian infeksi dan penyebaran infeksi di rumah sakit, baik pencegahan infeksi pada pasien maupun pencegahan pengendalian infeksi pada petugas kesehatan yang bekerja di pelayanan kesehatan, adapun hal – hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut ini: a) Kewaspadaan isolasi berdasarkan stadart Merupakan kewaspadaan mencegah terjangkitnya akibat pajanan darah, jarum suntik, cairan tubuh pasien, kontak lingkugan dan pasien baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui apakah infeksius ataupun tidak. Kewaspadaan isolasi dirancang untuk diterapkan secara terus menerus dilakukan sebelum terdiagnosa infeksius, diduga infeksius, atau kolonisasi sebagai pencegahan tranmisi silang yang dilakukan tanpa



membedakan pasien di fasyankes. Berikut adalah sepuluh kewaspadaan isolasi standart di fasyankes yang harus dilakukan: a. Kebersihan tanagan (Hand Hygiene) a) Definisi Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs)bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun biasa/ antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat: 1) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, mengganti linen. 2) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih, walaupun pada pasien yang sama. b) Indikasi kebersihan tangan: 1) Sebelum kontak pasien 2) Sebelum tindakan aseptik 3) Setelah kontak darah dan cairan tubuh 4) Setelah kontak pasien 5) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien c) Prosedur kebersihan tangan 1) Kebersihan tangan mengguakan hand wash Prosedur melakukan kebersihan tangan menggunakan air mengalir dan sabun aseptan dilakukan sekurang – kurangnya dengan waktu 10 – 15 detik dengan waktu normal 40 – 60 detik. Berikut adalah simulasi melakukan kebersihan tangan menggunakan hand wash



Gambar 2.1 Cara melakukan kebersihan tangan meggunakan hand wash di adopsi dari PERMEKES 27 tahun 2017. d) Cara melakukan kebersihan tangan menggunakan cairan berbasis alkohol (handrub) Melakukan kebersihan tangan dengan tujuan meminimalkan pertumbuhan micro orgaisme flora normal yang tumbuh pada kulit bagian luar tangan dengan syarat tangan tidak dalam keadaan kotor secara kasat mata dilakukan denga waktu 20 – 30 detik atau sekurang – kurangnya 15 detik.



Gambar 2.2 Cara melakukan kebersihan tangan meggunakan handrub di adopsi dari PERMEKES 27 tahun 2017. e) Hal-hal yang Mempengaruhi Kebersihan Tangan 1. Jari tangan Penelitian membuktikan bahwa daerah di bawah kuk (ruang sub ngual) mengandung jumlah mikroba tertinggi (McGinley, Larson dan Leydon 1988). Beberapa penelitian baru-baru ini telah memperlihatkan kuku yang panjang dapat berperan sebagai reservoar untuk bakteri Gram negatif (P. aeruginosa), jamur dan patogen lain (Hedderwick et al. 2000). Kuku panjang, baik yang alami maupun buatan, lebih mudah melubangi sarung tangan (Olsen et al.



1993). Oleh karena itu, kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari. 2. Kuku Buatan Kuku buatan (pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik) yang dipakai oleh petugas kesehatan dapat berperan dalam infeksi HAis (Hedderwick et al. 2000). Selain itu, telah terbukti bahwa kuku buatan dapat berperan sebagai reservoar untuk bakteri Gram negatif, pemakaiannya oleh petugas kesehatan harus dilarang. 3. Cat Kuku Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan. 4. Perhiasan Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperkenankan. b. Alat Pelidung Diri (APD) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius. APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung mata (goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya. Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas. Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung tangan sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan (KEMENKES, 2017). Berikut ini adalah beberapa jenis Alat pelindung diri di pelayanan kesehatan. 1) Sarung tangan Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu: 1. Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan. 2. Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi petugas pemberi pelayanan kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.



3. Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi. Berikut ini adalah efektifitas penggunaan sarung tanggan berdasarkan jeis kebutuhan yang direkomendasikan: Kegiatan/ tindakan Melakukan pemeriksaan TTV Menyuntik melalui chateter IV line Memebersihka alat kesehatan Menagani limbah terkontaminasi Membersihkan cairan tubuh infeksius Prosedur invasif (pemasangan Infus, dan pelepasan infus) Pemeriksaan dalam (vagina, rectum, mulut dll) Pemasangan dan pelepasan (chateter urine, implant, dan lainya) Laparaskopy, partus pervagina Pembedahan



Diperlukan sarung tangan Tidak Tidak Ya Ya



Sarungan tangan bersih Sarung tangan bersih



Ya



Sarung tangan Bersih



Ya



Sarung tangan bersih



Ya



Sarung tangan bedah



Ya



Sarung tangan bedah



Ya Ya



Sarung tangan bedah Sarung tangan bedah



Jenis sarung taagan



2) Masker Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan udara yang kotor dan melindungi pasien atau permukaan



lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau bersin. Masker yang di gunakan harus menutupi hidung dan mulut serta melakukan Fit Test (penekanan logam di bagian hidung). Terdapat tiga jenis masker, yaitu: 1. Masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah penularan melalui droplet. 2. Masker respiratorik, untuk mencegah penularan melalui airborne. 3. Masker rumah tangga, digunakan di bagian gizi atau dapur. Cara memakai masker:



1. Memegang pada bagian tali (kaitkan pada telinga jika menggunakan kaitan tali karet atau simpulkan tali di belakang kepala jika menggunakan tali lepas). 2. Eratkan tali kedua pada bagian tengah kepala atau leher. 3. Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang hidung dengan kedua ujung jari tengah atau telunjuk. 4. Membetulkan agar masker melekat erat pada wajah dan di bawah dagu dengan baik. 5. Periksa ulang untuk memastikan bahwa masker telah melekat dengan benar. Cara melepaskan masker: 1. Pastikan hanya memegang tali saat membuka tali pada kepala, dan lepaskan kedua tali. 2. Buang pada sampah infeksius. 3) Gaun pelindung Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan atau percikan darah atau cairan tubuh, sekresi, ekskresi atau melindungi pasien dari paparan pakaian petugas pada tindakan steril. Jenis-jenis gaun pelindung: 1. Gaun pelindung tidak kedap air 2. Gaun pelindung kedap air 3. Gaun steril 4. Gaun non steril Indikasi penggunaan gaun pelindung Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran atau kontaminasi pada pakaian petugas, seperti: 1. Membersihkan luka 2. Tindakan drainase 3. Menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan atau WC/toilet 4. Menangani pasien perdarahan masif 5. Tindakan bedah 6. Perawatan gigi



7. Segera ganti gaun atau pakaian kerja jika terkontaminasi cairan tubuh pasien (darah). Cara memakai gaun pelindung: Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung. Ikat di bagian belakang leher dan pinggang. 4) Goggle dan perisai wajah Harus terpasang dengan baik dan benar agar dapat melindungi wajah dan mata. Tujuan pemakaian Goggle dan perisai wajah: Melindungi mata dan wajah dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi. Indikasi: Pada saat tindakan operasi, pertolongan persalinan dan tindakan persalinan, tindakan perawatan gigi dan mulut, pencampuran B3 cair, pemulasaraan jenazah, penanganan linen terkontaminasidi laundry, di ruang dekontaminasi



CSSD. 5) Sepatu pelindung Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindung kaki petugas dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan, sepatu tidak boleh berlubang agar berfungsi optimal. Jenis sepatu pelindung seperti sepatu boot atau sepatu yang menutup seluruh permukaan kaki.



Indikasi pemakaian sepatu pelindung: 1. Penanganan pemulasaraan jenazah 2. Penanganan limbah 3. Tindakan operasi 4. Pertolongan dan Tindakan persalinan 5. Penanganan linen 6. Pencucian peralatan di ruang gizi 7. Ruang dekontaminasi CSSD



6) Topi pelindung Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alatalat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari percikan darah atau cairan tubuh dari pasien. Indikasi pemakaian topi pelindung: 1. Tindakan operasi 2. Pertolongan dan tindakan persalinan 3. Tindakan insersi CVL 4. Intubasi Trachea 5. Penghisapan lendir massive 6. Pembersihan peralatan kesehatan c. Langkah - langkah melepaskan APD: 1. Lepaskan sepasang sarung tangan 2. Lakukan kebersihan tangan 3. Lepaskan apron 4. Lepaskan perisai wajah (goggle) 5. Lepaskan gaun bagian luar 6.



Lepaskan penutup kepala



7. Lepaskan masker 8. Lepaskan pelindung kaki 9. Lakukan kebersihan tangan a) Sarung tangan 1. Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi 2. Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan. 3. Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih memakai sarung tangan. 4. Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan. 5. Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama. 6. Buang sarung tangan di tempat limbah infeksius.



b) Kacamata atau pelindung wajah 1. Ingatlah bahwa bagian luar kacamata atau pelindung wajah telah terkontaminasi! 2. Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kacamata. 3. Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat limbah infeksius.



c) Gaun pelindung 1. Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi! 2.



Lepas tali.



3. Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja. 4. Balik gaun pelindung. 5. Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau buang di tempat limbah infeksius.



d) Masker 1. Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi – JANGAN SENTUH! 2. Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas. 3. Buang ke tempat limbah infeksius.



d. Dekotamiasi Alat Perawatan Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko berpotensi infeksi untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan digunakan (seperti sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan perkakas lainnya) sewaktu merawat pasien. Kategori Spaulding adalah sebagai berikut: 1. Kritikal Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau sistem darah sehingga merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan manajemen sterilisasi dapat mengakibatkan infeksi yang serius dan fatal. 2. Semikritikal Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah kritikal yang berkaitan dengan mukosa dan area kecil di kulit yang lecet.Pengelola perlu mengetahui dan memiliki keterampilan dalam penanganan peralatan invasif, pemrosesan alat, Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), pemakaian sarung tangan bagi petugas yang menyentuh mukosa atau kulit tidak utuh. 3. Non-kritikal Pengelolaan peralatan/ bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh yang merupakan risiko terendah. Walaupun demikian, pengelolaan yang buruk pada bahan dan peralatan non-kritikal akan dapat menghabiskan sumber daya dengan manfaat yang terbatas (contohnya sarung tangan steril digunakan untuk setiap kali memegang tempat sampah atau memindahkan sampah). Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ( pre-cleaning,



cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) sebagai berikut: 1. Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi. 2. Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus didekontaminasi terlebih dulu sebelum digunakan untuk pasien lainnya. 3. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsip pembuangan sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku untuk alat yang dipakai berulang, jika akan dibuang. 4. Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah dibersihkan dengan menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit. 5. Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi menggunakan alkohol 70%. Peralatan semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal harus didisinfeksi dan disterilisasi. 6. Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat didekontaminasi permukaannya setelah digunakan di ruangan isolasi.



Keterangan Alur: 1. Pembersihan Awal (pre-cleaning): Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas sebelum di bersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi. 2. Pembersihan: Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau menggunakan enzim, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan. Jangan menggunakan pembersih yang bersifat mengikis, misalnya Vim atau Comet atau serat baja atau baja berlubang, karena produk produk ini bisa menyebabkan goresan. Goresan ini kemudian menjadi sarang mikroorganisme yang membuat proses pembersihan menjadi lebih sulit serta meningkatkan pembentukan karat. 3. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek,dengan merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi. 4. Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora menggunakan uap tekanan tinggi (otoklaf). Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang efektif, tetapi juga paling sulit untuk dilakukan secara benar.Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode pillihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah, maka instrumen-instrumen tersebut dapat disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap non-elektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya sebagai sumber panas.Atur agar suhu harus berada pada 121°C; tekanan harus berada pada 106 kPa; selama 20 menit untuk alat tidak terbungkus dan 30 menit untuk alat terbungkus. Biarkan semua peralatan kering sebelum diambil dari sterilisator. Set tekanan kPa atau lbs/in² mungkin berbeda tergantung pada jenis sterilisator yang digunakan. Ikuti rekomendasi pabrik, jika mungkin. e. Pengendalian Lingkungan Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain berupa upaya perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.



1. Kualitas Udara Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet untuk kebersihan udara, kecuali dry mist dengan H2O2 dan penggunaan sinar UV untuk terminal dekontaminasi ruangan pasien dengan infeksi yang ditransmisikan melalui air borne. Diperlukan pembatasan jumlah personil di ruangan dan ventilasi yang memadai. Tidak direkomendasikan melakukan kultur permukaan lingkungan secara rutin kecuali bila ada outbreak atau renovasi/pembangunan gedung baru. 2. Kualitas air Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi baik menyangkut bau, rasa, warna dan susunan kimianya termasuk debitnya sesuai ketentuan peraturan perundangan mengenai syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum dan mengenai persyaratan kualitas air minum. Kehandalan penyaluran air bersih ke seluruh ruangan dan gedung perlu memperhatikan : 1) Sistem Jaringan. Diusahakan ruangan yang membutuhkan air yang bersih menggunakan jaringan yang handal. Alternatif dengan 2 saluran, salah satu di antaranya adalah saluran cadangan. 2)



Sistem Stop Kran dan Valve.



3. Permukaan lingkungan Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah, bebas serangga (semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan harus dibersihkan secara terus menerus. Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang perawatan dan menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga plastik di ruang perawatan. Perbersihan permukaan dapat dipakai klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%, bila ada cairan tubuh menggunakan klorin 0,5%. Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat dan melaksanakan SPO untuk pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan,tempat tidur, peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya yang sering tersentuh. Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai disinfektan yang sesuai standar untuk mengurangi kemungkinan penyebaran kontaminasi. Untuk mencegah aerosolisasi kuman patogen penyebab infeksi pada saluran napas, hindari penggunaan sapu ijuk dan yang sejenis, tapi gunakan cara basah (kain basah) dan mop (untuk pembersihan kering/lantai),bila dimungkinkan mop terbuat dari



microfiber. Mop untuk ruang isolasi harus digunakan tersendiri, tidak digunakan lagi untuk ruang lainnya. Larutan disinfektan yang biasa dipakai yaitu natrium hipoklorit 0,05 - 0,5%. Bila ada cairan tubuh, alcohol digunakan untuk area sempit, larutan peroksida (H2O2) 0,5-1,4% untuk ruangan rawat dan 2% untuk permukaan kamar operasi, sedangkan 5 - 35% (dry mist) untuk udara. Ikuti aturan pakai cairan disinfektan, waktu kontak dan cara pengencerannya. Untuk lingkungan yang sering digunakan pembersihannya dapat diulang menggunakan air dan detergen, terutama bila di lingkungan tersebut tidak ditemukan mikroba multi resisten. Pembersihan area sekitar pasien: 1. Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara rutin setiap hari, termasuk



setiap



kali



pasien



pulang/keluar



dari



fasyankes



(terminal



dekontaminasi). 2. Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering tersentuh tangan, misalnya: nakas disamping tempat tidur,tepi tempat tidur dengan bed



rails,tiang infus, tombol telpon, gagang pintu, permukaan meja kerja, anak kunci, dll. 3. Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap 1 (satu) bulan atau sesuai dengan kondisi hunian ruangan. 4. Desain dan konstruksi bangunan Desain dari faktor berikut dapat mempengaruhi penularan infeksi yaitu jumlah petugas kesehatan, desain ruang rawat, luas ruangan yang tersedia, jumlah dan jenis pemeriksaan/prosedur, persyaratan teknis komponen lantai, dinding dan langit-langit, air, listrik dan sanitasi, ventilasi dan kualitas udara, pengelolaan alat medisreused dan disposable, pengelolaan makanan, laundry dan limbah. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut: 5. Desain ruang rawat a) Tersedia ruang rawat satu pasien (single room) untuk isolasi pasien infeksius dan pasien dengan imunitas rendah. b) Jarak antar tempat tidur adalah ≥1 meter. Bila memungkinkan 1,8 m. c) Tiap kamar tersedia fasilitas Alcohol–Based Hand Rub (ABHR), disarankan untuk ruang rawat intensif tersedia ABHR di setiap tempat tidur. d) Tersedia toilet yang dilengkapi shower di setiap kamar pasien.



6. Luas ruangan yang tersedia a) Ruang rawat pasien disarankan mempunyai luas lantai bersih antara 12-16 m2 per tempat tidur. b) Ruang rawat intensif dengan modul kamar individual/kamar isolasi luas lantainya 16-20 m2 per kamar. c) Rasio kebutuhan jumlah tempat duduk di ruang tunggu bagi pengunjung pasien adalah 1 tempat tidur pasien:1-2 tempat duduk. 7. Jumlah, jenis pemeriksaan dan prosedur a) Kebutuhan ketersediaan alat medis dan APD berdasarkan jenis penyakit yang ditangani. b) Lokasi penyimpanan peralatan medis dan APD di masing-masing unit pelayanan harus mudah dijangkau, tempat penyimpanannya harus bersih dan steril terutama peralatan medis harus steril. 8. Persyaratan teknis komponen lantai, dinding dan langit-langit atap. Komponen lantai dan permukaan lantai meliputi: a) Kontruksi dasar lantai harus kuat di atas tanah yang sudah stabil, permukaan lantai harus kuat dan kokoh terhadap beban. b) Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat,halus, kedap air mudah dibersihkan, tidak licin, permukaan rata, tidak bergelombang dan tidak menimbulkan genangan air. Dianjurkan menggunakan vinyl dan tidak dianjurkan menggunakan lantai keramik dengan nat di ruang rawat intensif dan IGD karena akan dapat menyimpan mikroba. c) Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan secara rutin minimal 2 (dua) kali sehari atau kalau perlu dan tahan terhadap gesekan dan tidak boleh dilapisi karpet. d) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata. e) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah. f)



Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 7 o, penutup lantai harus dari lapisan permukaan yang tidak licin.



g) Pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan yang tidak bersiku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (hospital plint).



h) Memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus ke seluruh ruangan pelayanan. 9.



Komponen dinding meliputi: a) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak mudah berjamur. b) Lapisan penutup dinding harus bersifat tidak berpori sehingga dinding tidak menyimpan debu. c) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata. d) Pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak bersiku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan mikroba tidak terperangkap di tempat tersebut .



10. Komponen langit - langit meliputi: a) Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidak berjamur. b) Memiliki lapisan penutup yang bersifat tidak berpori sehingga tidak menyimpan debu. c) Berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan. 11. Air, Listrik dan Sanitasi Air dan Listrik di RS harus tersedia terus menerus selama 24 jam. Air minum harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah, jadi harus diperiksa secara teratur dan rutin setiap bulan sekali.Pengelolaan air yang digunakan di unit khusus [kamar operasi, unit hemodialisis, ICU (pasien dengan kebutuhan air khusus)] harus bisa mencegah perkembangan mikroba lingkungan (Legionella sp, Pseudomonas, jamur dan lain-lain) dengan metode Reverse



Osmosis (di dalamnya terjadi proses penyaringan atau desinfeksi menggunakan sinar ultraviolet atau bahan lainnya). Toilet dan wastafel harus dibersihkan setiap hari. 12. Ventilasi dan Kualitas udara Semua lingkungan perawatan pasien diupayakan seminimal mungkin kandungan partikel debu, kuman dan spora dengan menjaga kelembaban dan pertukaran udara. Pertukaran udara dalam tiap ruangan berbeda tekanan dengan selisih 15 Pascal. Ruang



perawatan biasa minimal 6 X pergantian udara per jam, ruang isolasi minimal 12X dan ruang kamar operasi minimal 20X perjam. Perawatan pasien TB paru



menggunakan ventilasi natural dengan kombinasi ventilasi mekanik sesuai anjuran dari WHO. Pemanfaatan Sistem Ventilasi: Sistem Ventilasi adalah sistem yang menjamin terjadinya pertukaran udara di dalam gedung dan luar gedung yang memadai, sehingga konsentrasi droplet nuklei menurun. Secara garis besar ada dua jenis sistem ventilasi yaitu: 1) Ventilasi Alamiah: sistem ventilasi yang mengandalkan pada pintu dan jendela terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa dibuka/ terbuka) untuk mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan sebaliknya. Sebaiknya menggunakan ventilasi alami dengan menciptakan aliran udara silang (cross ventilation) dan perlu dipastikan arah angin yang tidak membahayakan petugas/pasien lain. 2) Ventilasi Mekanik: sistem ventilasi yang menggunakan peralatan mekanik untuk mengalirkan dan mensirkulasi udara di dalam ruangan secara paksa untuk menyalurkan/menyedot udara ke arah tertentu sehingga terjadi tekanan udara positif dan negatif termasuk exhaust fan, kipas angin berdiri (standing fan) atau duduk. 3) Ventilasi campuran (hybrid): sistem ventilasi alamiah ditambah dengan penggunaan peralatan mekanik untuk menambah efektifitas penyaluran udara. f.



Pegelolaan limbah 1. Risiko Limbah Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai sarana pelayanan kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, dapat menjadi tempat sumber penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat menularkan penyakit. Untuk menghindari risiko tersebut maka diperlukan pengelolaan limbah di fasilitas pelayanan kesehatan. 2. Jenis Limbah Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu melakukan minimalisasi limbah yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah ( reuse) dan daur ulang limbah (recycle).



Berikut ini adalah beberapa jenis limbah rumah sakit daiantaranya yaitu:



3. Limbah infeksius Limbah infeksius: Limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh masukkan kedalam kantong plastik berwarna kuning. Contoh: sampel laboratorium, limbah patologis (jaringan, organ, bagian dari tubuh, otopsi, cairan tubuh, produk darah yang terdiri dari serum, plasma, trombosit dan lain-lain), diapers dianggap limbah infeksius bila bekas pakai pasien infeksi saluran cerna, menstruasi dan pasien dengan infeksi yang di transmisikan lewat darah atau cairan tubuh lainnya. 4. Limbah non infeksius Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak terkontaminasi darah dan cairan tubuh, masukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam. Contoh: sampah rumah tangga, sisa makanan, sampah kantor 5. Limbah benda tajam Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki permukaan tajam, masukkan kedalam wadah tahan tusuk dan air. Contoh: jarum, spuit, ujung infus, benda yang berpermukaan tajam. 6. Limbah cair



Limbah cair segera dibuang ke tempat pembuangan/ pojok limbah cair (spoelhoek). 7. Limbah B3 Labolatorium Limbah B3 labolatorium dilakukan tatalaksana sesuai prosedur yaitu dilakukan pemisahan pada tempat tertutup untuk dilakukan pengelolaan selanjutnya oleh pihak wastec. 8. Tatalaksan limbah infeksius rumah sakit a) Harus tertutup b) Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki c) Bersih dan dicuci setiap hari d) Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat e) Jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di ruang tindakan dan tidak boleh di bawah tempat tidur pasien f)



Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh



9. Pengangkutan a) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli khusus yang kuat, tertutup dan mudah dibersihkan, tidak boleh tercecer, petugas menggunakan APD ketika mengangkut limbah. b) Lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien, bila tidak memungkinkan atur waktu pengangkutan limbah. 10. Tempat Penampungan Limbah Sementara a) Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah sebelum dibawa ke tempat penampungan akhir pembuangan. b) Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat. c)



Beri label pada kantong plastik limbah.



d) Setiap hari limbah diangkat dari TPS minimal 2 kali sehari. e) Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus. Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup limbah tidak boleh ada yang tercecer. f)



Gunakan APD ketika menangani limbah.



g) TPS harus di area terbuka, terjangkau oleh kendaraan, aman dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi kering. 11. Limbah benda tajam a) Janganmenekuk atau mematahkan benda tajam. b) Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat.



c) Segera buang limbah benda tajam ke wadah yang tersedia tahan tusuk dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi. d) Selalu buang sendiri oleh si pemakai. e) Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai ( recapping). f)



Wadah benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.



g) Bila menangani limbah pecahan kaca gunakan sarung tangan rumah tangga. h) Wadah Penampung Limbah Benda Tajam, Tahan bocor dan tahan tusukan i)



Harus mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan satu tangan



j)



Mempunyai penutup yang tidak dapat dibuka lagi



k) Bentuknya dirancang agar dapat digunakan dengan satu tangan l)



Ditutup dan diganti setelah ¾ bagian terisi dengan limbah



m) Ditangani bersama limbah medis g. Tatakelola linen Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya, termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehatianhatian ini mencakup penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai pedoman kewaspadaan standar dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO penatalaksanaan linen. Prosedur penanganan, pengangkutan dan distribusi linen harus jelas,aman dan memenuhi kebutuhan pelayanan. 2) Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup). 3) Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh perawat atau petugas. 4) Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke udara dan petugas



yang



menangani



linen



tersebut.



Semua



linen



kotor



segera



dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana linen dipakai.



5) Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya harus dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan diangkut/ditranportasikan secara berhati-hati agar tidak terjadi kebocoran. 6) Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan, spoelhoek atau toilet dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke dalam kantong kuning/infeksius. Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk linen kotor atau terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama transportasi.Kantong tidak perlu ganda. 7) Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry TERPISAH dengan linen yang sudah bersih. 8) Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi seyogyanya langsung masuk mesin cuci yang segera diberi disinfektan. 9) Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan melalui 2 tahap yaitu menggunakan deterjen dan selanjutnya dengan Natrium hipoklorit (Klorin) 0,5%. Apabila dilakukan perendaman maka harus diletakkan di wadah tertutup agar tidak menyebabkan toksik bagi petugas. h. Perlindungan kesehatan karyawan Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik tenaga kesehatan maupun tenaga nonkesehatan. Fasyankes harus mempunyai kebijakan untuk penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda tajam bekas pakai pasien, yang berisikan antara lain siapa yang harus dihubungi saat terjadi kecelakaan dan pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan oleh petugas yang bersangkutan. Petugas harus selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja untuk mencegah terjadinya trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat tajam lain yang dipakai setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat membuang jarum. Jangan melakukan penutupan kembali (recap) jarum yang telah dipakai, memanipulasi dengan tangan, menekuk, mematahkan atau melepas jarum dari spuit. Buang jarum, spuit, pisau,scalpel, dan peralatan tajam habis pakai lainnya kedalam wadah khusus yang tahan tusukan/tidak tembus sebelum dimasukkan ke insenerator. Bila wadah khusus terisi ¾ harus diganti dengan yang baru untuk menghindari tercecer. Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk jarum suntik bekas pasien atau terpercik bahan



infeksius maka perlu pengelolaan yang cermat dan tepat serta efektif untuk mencegah semaksimal mungkin terjadinya infeksi yang tidak diinginkan. i.



Tatalaksana Pajanan Tujuan tatalaksana pajanan adalah untuk mengurangi waktu kontakdengan darah, cairan tubuh, atau jaringan sumber pajanan dan untuk membersihkan dan melakukan dekontaminasi tempat pajanan. Tatalaksananya adalah sebagai berikut : a) Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air mengalir dan sabun/cairan antiseptik sampai bersih. b) Bila darah/cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir c) Bila darah/cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur dengan air beberapa kali. d) Bila terpecik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi), dengan posisi kepala miring kearah mata yang terpercik. e) Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan air. f)



Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan dan dihisap dengan mulut. Berikut ini adalah beberapa tatalaksana pasca pajanan bahan atau alat infeksius: 1. Langkah 1: Cuci a) Tindakan darurat pada bagian yang terpajan seperti tersebut di atas. b) Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang berwenang yaitu atasan langsung dan Komite PPI atau K3. Laporan tersebut sangat penting untuk menentukan langkah berikutnya. Memulai PPP sebaiknya secepatnya kurang dari 4 jam dan tidak lebih dari 72 jam, setelah 72 jam tidak dianjurkan karena tidak efektif.



2. Langkah 2: Telaah pajanan a) Pajanan Pajanan yang memiliki risiko penularan infeksi adalah: Perlukaan kulit 1) Pajanan pada selaput mukosa 2) Pajanan melalui kulit yang luka b. Bahan Pajanan Bahan yang memberikan risiko penularan infeksi adalah: 1) Darah 2) Cairan bercampur darah yang kasat mata



3) Cairan yang potensial terinfeksi: semen, cairan vagina, cairan serebrospinal, cairan sinovia, cairan pleura, cairan peritoneal, cairan perickardial, cairanamnion 4) Virus yang terkonsentrasi Status Infeksi Tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum diketahui), dilakukan pemeriksaan : 1) Hbs Ag untuk Hepatitis B 2) Anti HCV untuk Hepatitis C 3) Anti HIV untuk HIV 4) Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan adanya 5) Faktor risiko yang tinggi atas ketiga infeksi di atas Kerentanan Tentukan kerentanan orang yang terpajan dengan cara: 1) Pernahkan mendapat vaksinasi Hepatitis B. 2) Status serologi terhadap HBV (titer Anti HBs ) bila pernah mendapatkan vaksin. 3) PemeriksaanAnti HCV (untuk hepatitis C) 4) Anti HIV (untuk infeksi HIV) Surveilens dan kegiatan PPI RS Pengertian surveilens adalah suatu pengamatan yang sistematis, efektif dan terus menerus terhadap timbulnya dan penyebaran penyakit pada suatu populasi serta terhadap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan meningkatnya atau menurunnya resiko terjadinya penyebaran penyakit : 1. Pada saat pasien masuk rumah sakit tidak ada tanda – tanda tidak dalam masa inkubasi infeksi tersebut. 2. Inkubasi terjadi 2x24 jam setetlah pasien dirawat dirumah sakit apabila tanda- tanda infeksi sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai dirawat, maka perlu diteliti masa inkubasi dari infeksi tersebut. 3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda. 4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.



a) Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi HAis. 1. Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi yang sudah ada pada waktu masuk rumah sakit. 2. Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui placenta (mis toxoplasmosis, sifilis) dan baru muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa kelahiran . b) Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi: 1. Kolonisasi: yaitu adanya mikroorganisme (pada kulit,selaput lender, luka terbuka) yang tidak memberikan gejala dan tanda klinis. 2. Imflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jejas atau rangsangan zat non infeksi seperti zat kimia. G. Infeksi HAis mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain: 1. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit,sehingga jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain. 2. Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular. 3. Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan invasive mulai dari yang paling sederhana seperti pemasangan infuse sampai tindakan operasi. 4. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti biotika ,akibat penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional. 5. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien,petugas ke lingkungan yang dapat menularkan kuman pathogen. 6. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman. H. Sumber-sumber infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat berasal dari : 1. Petugas rumah sakit. 2. Pengunjung pasien. 3. Antar pasien itu sendiri. 4. Peralatan yang dipakai dirumah sakit. I.



Lingkungan. 1. Mencegah pasien memperoleh infeksi selama dalam perawatan. 2. Mengontrol penyebaran infeksi antar pasien. 3. Mencegah terjadinya kejadian luar biasa. 4. Melindungi petugas. 5. Menyakinkan bahwa rumah sakit tempat yang aman bagi pasien dan petugas



J. HAP (hospital aquared pneumonia)/ VAP HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pasien dirawat dirumah sakit setelah 48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak menderita penyakit infeksi saluran napas bawah.HAP dapat diakibatkan karena tirah baring yang lama (koma ,tidak sadar tracheostomi,refluk gaster). Populasi beresiko HAP a) Semua pasien tirah baring lama yang dirawat dirumah sakit. b) Numerator adalah jumlah kasus HAP perbulan. c) Denominator adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring perbulan Infeksi rate HAP = Numerator x 1000=.% Denominator  kasus HAP perbulan x 1000=....%  Hari rawat tirah baring perbulan



K. ILI (Infeksi Luka Infus) Infeksi luka infus harus memenuhi minimal 1 dari kriteria sbb : a) Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi. b) Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau berdasarkan bukti hispatologik. c) Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan terlihat tanda berikut tanpa ditemukan penyebab lainnya : 



Demam (>38° C) ,nyeri, eritema, atau panas pada vaskular yang terlihat.







Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni mikroba.







Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.







Adanya aliran nanah pada vaskular yang terlihat.







Untuk pasien ≤ 1 tahun,minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut tanpa ditemukan penyebab lain :







Demam (>38°C rektal), hipotermia (15 koloni mikroba







Kultur tidak dilakukan atau hasil negatif



Petunjuk pelaporan ILI 



ILI purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif dari ujung kateter,tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah maka dilaporkan sebagai ILI bukan sebagai IADP.







Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai IADP bila tidak ditemukan infeksi lain dari bagian tubuh.







Infeksi intravaskular dengan hasil kultur darah positif dilaporkan sebagai IADP







Penggantian



IV LINE untuk dewasa dilakukan setiap 3 (tiga) hari sekali,



sedangkan IV LINE untuk bayi dan anak-anak setiap 5 (lima) hari sekali. a. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan. b. Jika pasien terpasang infus dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey. c. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden terpenuhi. d. Golden standart penegakan kasus infeksi adalah melalui kultur darah ,setiap 3 bulan sekali dilakukan kultur 3 responden setiap ruangan. Cara menghitung ILI Numerator x 1000 = ..........% Denominator Jumlah kasus ILI x 1000 = ........ % Jumlah hari pemakaian alat Populasi beresiko ILI 1)



Semua pasien yang menggunakan iv line dengan kurun waktu 2x24 jam.



2)



Lama penggunaan kateter ,lama hari rawat, pasien dengan immunocompromise, malnutrisi, luka bakar atau luka operasi tertentu.



Pencegahan ILI 1)



Lakukan kebersihan tangan aseptik sebelum melakukan tindakan.



2)



Gunakan teknik aseptik saat melakukan tindakan.



3)



Ganti set infus dan dressing setiap 3 hari sekali atau setiap kali diperlukan (lembab atau kotor )



4)



Lepas atau hentikan akses pemasangan kateter vena sentral sesegera mungkin jika tidak diperlukan lagi.



L. Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP )



a. Definisi Infeksi Aliran Darah Primer Infeksi Aliran Darah Primer adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Criteria infeksi aliran darah primer dapat ditetapkan secara klinis dan laboratories dengan gejala / tanda berikut : 1. Klinis 1) Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan. Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain : 



Suhu > 380C, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretika.







Hipotesi, sistolik < 90 mmHg.







Oliguri,



jumlah



urin




380C







Hipotermi < 370C







Apnea







Bradikardi < 100x/mnt dan semua gejala / tanda di bawah ini :







Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.







Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.



3) Untuk Neonatus Dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila terdapat 3 atau lebih diantara enam gejala berikut : 



Keadaan umum menurun antara lain: malas minum, hipotermi (< 370C) hipertermi ( 380C ) dan sklerema.







Sistem kardiovaskuler antara lain: tanda renjatan yaitu takikardi, 160/mnt atau bradikardi, 100/mnt dan sirkulasi perifer buruk.







Sistem pencernaan antara lain: distensi lambung, mencret, muntah dan hepatomegali.







Sistem pernafasan antara lain: nafas tak teratur, sesak, apnea dan takipnea.







Sistem saraf dan pusat antara lain: hipertermi otot, iritabel, kejang dan letargi.







Manifestasi hematology antara lain: pucat, kuning, splenomegali dan perdarahan. Dan Semua gejala / tanda di bawah ini : 



Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada pertumbuhan kuman.







Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.







Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.



2. Laboratorium Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 bulan. Ditemukan satu diantara 2 kriteria berikut : a. Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat lain. Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut : 



Demam > 380C.







Menggigil







Hipotensi







Oliguri dan satu diantara tanda berikut: Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan) lain.







Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat intravascular ( kateter intravena ) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan sepsis.







Untuk bayi < 12 bulan, ditemukan satu diantara gejala berikut: 



Demam > 380C







Hipotermi < 370C







Apnea







Bradikardi < 100/mnt dan satu diantara tanda berikut :



b. Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat (organ / jaringan lain), Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat intravaskuler (kateter intravena) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi 1. Untuk neonatus digolongkan infeksi HAis apabila :



1) Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3 hari. 2) Terjadi 3 hari setelah partus patologik, tanpa didapatkan pintu masuk kuman 3) Pintu



masuk



kuman



jelas



misalnya



luka



infuse.



Cara penghitungan : Numerator x 1000 = ..........% Denominator Jumlah kasus ISK x 1000 = ........ % Jumlah hari pemakaian alat kateter urine N. Infeksi Luka Operasi (ILO) a. Pengertian ILO : 



ILO superfisial terjadi bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)







ILO profunda bila insisi terjadi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fasia dan lapisan otot)







ILO organ bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai rongga dalam tubuh



Kategori operasi: Operasi bersih adalah operasi dilakukan pada daerah / kulit yang pada kondisi pra bedah tidak terdapat peradangan dan tidak membuka traktus respiratorius, gastroinestinal, orofaring, urinarius atau traktus biliaris atau operasi terencana dengan penutupan kulit primer atau tanpa pemakaian drain tertutup. Kebijakan Kriteria ILO superfisial: 



Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi.







Mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)



Terjadi hal sbb: 



Drainase bahan purulen dari insisi superficial







Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara aseptic dari tempat insisi superficial.



Sekurang kurangnya terdapat :







satu tanda atau gejala infeksi sbb: rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan, atau hangat pada perabaan.







insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr bedah dan hasil biakan positif atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak memenuhi kriteria ini.







Diagnosi ILO superficial oleh dokter bedah atau dokter yang menanggani pasien tersebut.



Faktor Risiko ILO 



Kondisi pasien sendiri, misal usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score, karier MRSA, lama rawat pra operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan.







Prosedur operasi : Cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan, antibiotik profilaksis, lama operasi, tindakan lebih dari 1 jenis, benda asing, transfusi darah dan mandi sebelum operasi.







Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.







Jika pasien tindakan operasi dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.







Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden terpenuhi.



Kategori resiko : 1) Jenis luka 



Luka bersih dan bersih kontaminasi skor : 0







Luka bersih kontaminasi dan kotor skor : 1 Keterangan : 



luka bersih: nontrauma, operasi luka tidak infeksi, tidak membuka saluran pernapasan dan genitourinari.







Bersih kontaminasi: operasi yang membuka saluran pernapasan dan genitourinari .







Kontaminasi luka terbuka: trauma terbuka .







kotor dan infeksi: trauma terbuka,kontaminasi fecal.



2) Lama operasi: waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit. Setiap jenis operasi berbeda lama opearasinya 



Lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan. Skor0







Bila lebih dari waktu yang ditentukan skor : 1.



3) ASA score . 



ASA 1-2,skor :0







ASA 3-5, skor :1



= X/Y x 100% X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu. Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu. b. Pencegahan ILO : 1) Pra bedah. a. Persiapan pasien sebelum operasi. 



Jika ditemukan tanda -tanda sembuhkan dulu infeksinya sebelum hari operasielektif dan jika perlu ditunda sampai tidak ada infeksi.







Jangan mencukur rambut , pencukuran hanya dilakukan bila daerah sekitar operasi terdapat rambut yang dapat mengganggu jalannya operasi (pencukuran dilakukan 1 jam sebelum operasi dengan menggunakan alat cukur elektric.







Kendalikan kadar gula darah pada pasn diabetes dan hindari kadar gula darah yang terlalu rendah sebelum operasi.







Sarankan pasien untuk berhenti merokok min 30 hari sebelum hari elektif operasi.







Mandikan pasien dengan cairan sabun yang mengandung chlorhexidine 2 % min 1 jam sebelum operasi.



b. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah : 



Kuku harus pendek dan jangan menggunakan kuku palsu.







Lakukan kebersihan tangan bedah dengan chlorhexidine 4 % setelah kebersihan tangan tangan harus tetap mengarah ke atas dan dijauhkan dari tubuh agar air mengalir dari ujung jari menuju siku,keringkan tangan dengan handuk steril ,pakai saung tangan dan gaun steril.



c. Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi. Anjurkan agar melapor jika terdapat tanda infeksi agar mendapatkan pengobatan. d. Profilaksis anti mikroba . 



Pemberian anti mikroba hanya bila diindikasikan dan pilihlah yang paling efektif terhadap patogen yang umum yang menyebabkan ILO pada operasi jenis tersebut yang direkomendasikan.







Berikan dosis profilaksi awal melalui intravena 1 jam sebelum operasi sehingga sat dioperasi konsentrasi bakterisida pada serum dan jaringan maximal.



2) Intra Bedah. a. Ventilasi . 



Pertahankan tekanan (+) ruangan kamar bedah .







Jangan menggunakan fogging dan sinar UV dikamar operasi untuk mencegah ILO.







Pintu kamar bedah harus selalu tertutup kecuali diperlukan untuk lewatnya peralatan bedah.







Batasi jumlah orang yang masuk kamar bedah.



b. Membersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan. 



Bila tampak darah atau cairan tubuh lain gunakan chlorine 0,5 % dan biarkan 10 menit kemudian bersihkan cairan tadi .







Tidak perlu pembersihan khusus /penutupan kamar bedah setelah selesai operasi kotor.







Pel dan keringkan lantai kamar bedah dengan menggunakan detergennt normal.



c. Sterilisasi instrumen bedah. 



Sterilisasikan instrumen bedah sesuai petunjuk.







Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang harus digunakan segera seperti instrumen jatuh saat operasi.



d. Pakaian bedah /drapes . 



Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung bila memasuki kamar bedah saat operasi berjalan .







Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut dikepala.







Jangan menggunakan caver shoes untuk mencegah ILO Ganti gaun bila tampak kotor dan terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien.







Gunakan gaun dan drape yang kedap air.



e. Teknik aseptik dan bedah. 



Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan CVP,kateter anestesi spinal / epidural/ dan bila menyiapkan obat- obatan steril.







Siapkan peralatan dan larutan steril sasaat sebelum digunakan.







Perlakukan jaringan dengan lembut dan lakukan homeostasis yang efektif,minimalkan jaringanyang mati atau ruang kosong (dead space) pada lokasi operasi.







Bila diperlukan drainage gunakan drain penghisap tertutup,letakan drain pd lokasi tubuh yang terpisahdari insisi tubuh, lepas drain sesegera mingkin bila sudah tidahk dibutuhkan.



3) Paska Bedah; 



Jika terjadi rembesan darah atau cairan pada daerah operasi segera laukakan penggantian verban.







Lakukan mobilisasi sedini mungkin.







Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi



O. ISK (Infeksi Saluran kemih) Infeksi saluran kemih HAis ialah infeksi saluran kemih yang pada pasien masuk rumah sakit belum ada atau tidak dalam masa inkubasi dan didapat sewaktu dirawat atau sesudah dirawat. Kebijakan 



Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.







Jika pasien terpasang Kateter urine dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.







Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden terpenuhi.



a. Infeksi saluran kemih dapat disebabkan : a. Endogen Perubahan flora normal. b. Eksogen : Prosedur yang tidak bersih / steril, Tangan yang tidak dicuci sebelum prosedur. b. Infeksi Saluran Kemih Simtomatik Dengan salah satu kriteria dibawah ini: * Salah satu gejala ini : 



Demam > 380C







Disuria







Nikuria (urgency)







Polakisuria







Nyeri Suprapubik.







Dan biakan urin > 100.000 kuman / ml dengan tidak lebih dari dua jenis mikrooganisme. * Dua dari gejala 



Demam 380C







Disuria







Nikuria







Polakisuria







Nyeri Suprapubik * dan salah satu tanda







Tes carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit







Pluria ( 10 lekosit/ml atau > 3 lekosit /LPB pada urine yang tidak disentrifus.







Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine yang tidak disentlifus.







Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama dengan jumlah > 100.000 kuman/ml dari urin yang diambil secara steril.







Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen dengan jumlah 100.000 kuman/ml dan pasien diberi antibiotic yang sesuai.







Diagnosis oleh dokter.







Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.



c. Infeksi saluran kemih asimtomatik Dengan salah satu criteria dibawah ini * Memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dan tak ada gejala 



Demam 380C







Disuria







Nikuria







Polakisuri







Nyeri suprapubik







Biakan urin dengan jumlah > 100.000 kuman/ml urin dengan tak lebih dari dua jenis kuman. * Tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dengan dua kali hasil biakan > 100.000/ml dengan mikroorganisme yang sama yang tak lebih dari dua jenis dan tak ada gejala : 



Demam 380C







Disuria







Nikuria







Polakisuria







Nyeri Suprapubik



d. Infeksi Saluran Kemih lain. ( dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra atau jaringan retroperito neal atau rongga perinefrik ) dengan salah satu criteria dibawah ini : 



Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai.







Ditemukan abses atau tanda infeksi pada pemeriksaan atau operasi atau secara hispatologis.







Dua dari gejala : 



Demam 380C







Nyeri local pada daerah yang dicurigai.







Nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan.



Dan salah satu dari tanda : 



Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.







Biakan darah positif







Radiologi terdapat tanda infeksi







Diagnosis dokter







Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai



Pasien berumur < 12 bulan dengan salah satu gejala : 



Demam 380C







Hipotermia







Apneu







Bradikardi







Disuria







Letargi







Muntah



Dan salah satu dari tanda : 



Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.







Biakan darah positif







Radiologi terdapat tanda infeksi







Diagnosis dokter







Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.



e. Infeksi Saluran Kemih pada neonatus 



Bayi tampak tidak sehat, kuning, muntah, hipertermi/ hipotermi, gagal tumbuh ( gejala sama dengan sepsis ).







Infeksi ini dapat pula disebabkan oleh sepsis.







Laboratorium: pemeriksaan mikroskopik dan biakan urin dari punksi suprapubik. Biakan urin positif kalau ditemukan kuman lebih dari 100.000/ml urin.



f.



Infeksi Saluran Kemih pada Anak 



Dapat dengan atau tanpa gejala. Makin muda usia anak makin tidak khas







Gejala: panas, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan, kadang – kadang diare atau kencing yang sangat berbau







Pada usia prasekolah gejala klinis berupa sakit perut, muntah, panas, sering kencing dan ngompol. Pada anak yang lebih besar gejala spesifik makin jelas seperti ngompol, sering kencing, sakit waktu kencing atau nyeri pinggang.







Gejala infeksi timbul sesudah dilakukan punksi suprapubik, kateterisasi buli – buli.







Apabila biakan kuman dalam urin pada waktu masuk dan saat diperiksa berbeda.







Diagnosis: Klinik dan laboratorik.







Laboratorium: hasil biakan urin yang diambil melalui suprapubik dikatakan positif apabila jumlah kuman sama atau lebih dari 200/ml urin. Dan apabila melalui urin pancaran tengah atau kateterisasi kandung kemih maka jumlah kuman dalam urin 100.000 atau lebih/ml urin.







Pemeriksaan lainnya: sediment urin terdapat piuria.



BAB III Kewaspadaan Isolasi A. Definisi Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai infeksi berkaitan dengan pelayanan



di fasilitas pelayanan kesehatan atau Healthcare associated infections (HAIs) dan infeksi yang didapat dari pekerjaan merupakan masalah penting di seluruh dunia yang terus meningkat (Alvarado 2000). Sebagai perbandingan, bahwa tingkat infeksi nosokomial yang terjadi dibeberapa negara Eropa dan Amerika adalah rendah yaitu sekitar 1% dibandingkan dengan kejadian di Negara-negara Asia, Amerika Latin dan Sub-Sahara Afrika yang tinggi hingga mencapai lebih dari 40% (Lynch dkk 1997). Indonesia telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai upaya untuk memutus siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Sedangkan petugas kesehatan termasuk petugas pendukung seperti petugas laboratorium, rumah tangga, CSSD, pembuang sampah dan lainnya juga terpajan pada risiko besar terhadap infeksi. Petugas kesehatan harus memahami, mematuhi dan menerapkan Kewaspadaan Isolasi yaitu Kewaspadaan Standar, Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi agar tidak terinfeksi. Kewaspadaan Standar atau Standard Precautions disusun oleh CDC tahun 1996 dengan menyatukan Universal Precaution (UP) atau Kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang telah dibuat tahun 1985 untuk mengurangi risiko terinfeksi patogen yang berbahaya melalui darah dan cairan tubuh lainnya dan Body Substance Isolation (BSI) atau Isolasi Duh Tubuh yang dibuat tahun1987 untuk mengurangi risiko penularan patogen yang berada dalam bahan yang berasal dari tubuh pasien terinfeksi. Pedoman Kewaspadaan Isolasi dan pencegahan transmisi penyebab infeksi di sarana kesehatan diluncurkan Juni tahun 2007 oleh CDC dan HICPAC, menambahkangemukakan HAIs (Healthcare associated infections) menggantikan istilah infeksi nosokomial, Hygiene respirasi/etika batuk, praktek menyuntik yang aman dan pencegahan infeksi pada prosedur Lumbal fungsi. B. Kewaspadaan Isolasi Standart 3. PEMROSESAN PERALATAN PASIEN DAN PENATALAKSANAAN LINEN a. Proses tatalaksana alat/ instrumen Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi cara memproses instrumen yang kotor, sarung tangan, dan alat yang akan dipakai kembali; ( precleaning/prabilas) dengan larutan klorin 0,5%; mengamankan alat-alat kotor yang akan tersentuh dan ditangani; serta memilih dan alasan setiap proses yang digunakan. Untuk menciptakan



lingkungan bebas



infeksi, yang terpenting adalah bahwa rasional setiap proses



pencegahan infeksi yang dianjurkan dan keterbatasannya dimengerti oleh staf kesehatan pada setiap tingkat, dari petugas pelayanan kesehatan sampai ke petugas pembersihan dan pemeliharaan. a) Tatalaksana instrumen/ sterilisasi Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang barang habis pakai lainnya adalah (precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi). Apapun jenis tindakan prosedur bedah, langkah-langkah dalam memproses barang-barang ini sama sebagaimana digambarkan pada gambar (Diadaptasi dari: Ti et jen,



Cronin danMcIn tosh 1992). Peralatan atau barang yang akan dipakai kembali seperti sarung tangan bedah, semprit, dan kanula hisap, baik yang telah dipakai maupun belum sewaktu pembedahan, haruslah di ( precleaning/prabilas) dengan detergen, enzymatic terlebih dahulu. Langkah ini sangat penting, terutama jika peralatan atau barang tersebut akan dibersihkan dengan tangan (Nystrom 1981), Setelah di ( precleaning/ prabilas), peralatan dan barang yang akan dipakai kembali haruslah dibersihkan dengan air mengalir, kemudian dibilas lalu dikeringkan. Peralatan bedah dan barang-barang yang akan bersentuhan dengan darah atau jaringan steril dibawah kulit lainnya (critical items), harus disterilisasi untuk menghancurkan semua mikroorganisme, termasuk endospora bakterial. (Apabila sterilisasi tidak mungkin dilakukan atau alatnya tidak ada, maka dapat dilakukan DTT dengan dididihkan, diuapkan atau direndam dalam larutan disinfektan kimiawi yang merupakan satu-satunya alternatif yang dianjurkan). Peralatan atau barang- barang lain yang hanya menyentuh selaput lendir atau kulit luar yang terluka ( semicritical items), cukup dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT). Alur Penatalakasanaan Alat Medis



b) Tiga Tingkat Proses Disinfeksi 1. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : mematikan kuman dalam waktu 20 menit – 12 jam akan mematikan semua mikroba kecuali spor bakteri. 2. Disifeksi Tingkat Sedang (DTS) : dapat mematikan mikroba bakteria vegetatif hampir semua virus, hampur semua jamur, teteapi tidak mematikan spora baakteria. 3. Desinfeksi Tingkat Rendah (DTR) : dapat mematikan hampir semua bakteria vegetatif, beberapa jamur, beberapa virus dalam waktu 1 minggu PP, dan 1 seri vaksinasi Hepatitis B dan dimonitor dengan tes serologik. Hepatitis D timbul pada individu dengan Hepatitis B, ditransmisikan dengan cara yang sama demikian dengan cara memonitornya. d. Pajanan terhadap virus Hepatitis C Transmisi sama dengan Hepatitis B. Belum ada terapi profilaksis paska pajanan yang dapat diberikan, tetapi perlu dilakukan monitoring pemeriksaan adakah serokonversi dan didokumentasikan. Sumber pajanan juga harus diperiksa. e. Infeksi Neisseria meningitidis N meningitidis dapat ditransmisikan lewat sekresi respiratorik, jarang terjadi saat okupasi. Perlu terapi profilaksis bila telah terjadi kontak erat petugas dengan pasien misal saat resusitasi mulut ke mulut, diberikan Rifampisin 2 X 600 mg selama 2 hari atau dosis tunggal Cyprofloxasin 500 mg atau Cefriaxon 250 mg IM. f.



Mycobacterium tuberculosis Transmisi kepada petugas lewat airborne droplet nuclei biasanya dari pasien TB paru. Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB, Infeksi HIV dan MDR TB.



Petugas yang paska terekspos perlu di tes Mantoux bila indurasinya > 10 mm perlu diberikan profilaksis INH sesuai rekomendasi lokal. g. Infeksi lain (Varicella, Hepatitis A, Hepatitis E, Influensa, Pertusis, Difteria dan Rabies) Transmisinya tidak biasa, tetapi harus dibuat penatalaksanaan untuk petugas. Dianjurkan vaksinasi untuk petugas terhadap Varicella dan Hepatitis A, Rabies untuk daerah yang endemis.



2) Program kesehatan pada petugas kesehatan a. Definisi Adalah program sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang dapat ditransmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain: 



Monitoring dan support kesehatan petugas







Vaksinasi bila dibutuhkan







Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila memungkinkan







Menyediakan antivirus profilaksis







Surveilans ILI membantu mengenal tanda awal transmisi infeksi salaluran napas akut dari manusia-manusia







Terapi dan follow up epi/pandemic infeksi saluran napas akut pada petugas







Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran risiko bila terkena infeksi







Upayakan support psikososial.



b. Tujuannya 



Menjamin keselamatan petugas di lingkungan rumah sakit







Memelihara kesehatan petugas kesehatan







Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja, kemungkinan medikolegal dan KLB.



c. Unsur yang dibutuhkan 



Petugas yang berdedikasi







SPO yang jelas dan tersosialisasi







Administrasi yang menunjang







Koordinasi yang baik antar instalasi/unit







Penanganan paska pajanan infeksius







Pelayanan konseling







Perawatan dan kerahasiaan medikal rekord



d. Evaluasi sebelum dan setelah penempatan 



Status imunisasi







Riwayat kesehatan yang lalu







Terapi saat ini







Pemeriksaan fisik







Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi



e. Edukasi Sosialisasi SPO pencegahan dan pengendalian infeksi misal: Kewaspadaan Isolasi, Kewaspadaan standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi, Kebijakan Departemen Kesehatan tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini. f.



Program imunisasi pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada: 



Risiko ekspos petugas







Kontak petugas dengan pasien







Karakteristik pasien Rumah Sakit







Dana Rumah Sakit



3) Penyakit akibat kerja dan penyakit paska pajanan Seyogyanya rumah sakit memiliki tata cara pelaporan dan manajemen yang mudah serta difahami semua petugas. Dapat berupa pedoman, alur, yang diinformasikan kepada petugas secara detail hingga berapa lama meliburkan petugas paska pajanan serta membantu petugas dalam kecemasan atau rasa takut. Tata cara dapat meliputi: a. Informasi risiko ekspos b. Alur manajemen dan tindak lanjut c. Penyimpanan data 4) Pengetrapan program Perlu suatu pengukuran sebelum program diimplementasikan. Pelaksanaannya harus merupakan cara yang paling efisien dan cost-efektif dimulai dengan survei dengan memakai kuesioner tingkat imunitas suatu penyakit yang akan dicegah. Hasil survei dapat dipakai untuk perencanaan dana termasuk pemeriksaan serologi dan vaksin yang dibutuhkan . 5) Strategi program Langkah demi langkah pengetrapan program harus dikalkulasi, sehingga budget dapat disiapkan, didiskusikan. Prosedur dijalankan setelah pemikiran, identifikasi kasus, peraturan pelayanan, langkah pencegahan, manajemen paska pajanan menjamin kesuksesan implementasi program. Hal ini juga mencegah terjadinya dana yang terbuang percuma. 6) Jalinan kinerja



Jalinan kinerja yang baik diantara petugas dan manajemen membantu pelaksanaan program. Kepercayaan pihak manajemen kepada Tim PPI berupa dukungan moral dan finansial akan membantu program terlaksana efektif. Komunikasi dan kolaborasi yang berkesinambungan dari Tim PPI dan seluruh Unit/Departemen akan penting bagi upaya deteksi dini masalah PPI serta ketidak patuhan sehingga kesalahan dapat segera diperbaiki dan mencegah kegagalan program PPI. 



perlu diberi bosster







Penelitian dan pencegahan harus melingkupi seluruh oetugas



6. PENEMPATAN PASIEN a) Penempatan Pasien Denagn Penyakit Menular/Suspek Untuk kasus/dugaan kasus penyakit menular melalui udara : 



Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersediri. Jika ruangan tersendiri tidak tersedia kelompokan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah di dalam ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang belum dikonfirmasi atau sedang didiagnosis (kohorting). Bila ditempatkan dalam 1 ruangan, jarak anata tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.







Jika memungkinkan upayakan ruangan tersebut diairi udara bertekanan negatif yang di monitor ( ruangan bertekanan negatif) dengan 6 -12 pergantian udara per jam dan sistem pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi efisiensi tinggi filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit







Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara pertikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negatif di dalam ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar aliran udara ke luar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah ke daerah publik. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan amati apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan di dalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.







Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan tindakan pencegahan ini.







Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai : masker (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus digunakn, bila tidak, gunakan masker bedah sebagai alternatif), gaun, pelindung wajah atau peindung mata dan sarung tangan.







Pakai sarung tangan bersih, non-steril ketika masuk ruangan.







Pakai gaun yang bersih, non-steril ketika masuk ruangan jika akan berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang-barang di dalam ruangan.



Gambar .Fasilitas Isolasi yang sesuai untuk Pasien dengan Penyakit yang menular Airborne yang dianjurkan oleh WHO



Diadopsi dari: WHO. 2004. Influenza A (H5N1): WHO Interim Infection Control Guidelines for Health Care Professionals (10 March)



b) Pertimbangan Pada Saat Penempatan Pasien : 



Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan, misal : luka lebar dengan cairan keluar, diare, pendarahan tidak terkontrol.







Kamar terpisah dengan piintu terttutup diwaspadai transmisi melalu udara ke kontak, misal : luka dengan infeksi kuman gram posotif.







Kamar terpisah atau kohurt dengan ventilasi dibuang dengan exhaust ke area tidak ada orang lalu lalang misal : TBC.







Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airbone luas, misal : varicella







Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, ganguan mental).







Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi.



c) Transport pasien infeksius 



Dibatasi, bila perlu saja.







Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan: 1. pasien diberi APD (masker, gaun) petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut melaksanakan kewaspadaan yang sesuai 2. pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak terjadi transmisi kepada orang lain



d) Pasien yang didiagnosis menderita SARS atau flu burung 



Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk pelayanan kesehatan penting.







Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan terpajannya staf, pasien lain, atau pengunjung.







Bila pasien dapat menggunakan masker bedah, petugas kesehatan harus menggunakan gaun pelindung dan sarung tangan. Bila pasien tidak dapat menggunakan masker, petugas kesehatan harus menggunakan masker, gaun pelindung, dan sarung tangan.



e) Pemindahan pasien yang dirawat di ruang isolasi



Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk keperluan penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari ruangan / area isolasi dalam rumah sakit, pasien harus dipakaikan masker dan gaun. Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan APD yang sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulan, maka sesudahnya ambulan tersebut harus dibersihkan dengan disinfektan seperti alkohol 70% atau larutan klorin 0,5%. f)



Keluarga pendamping pasien di rumah sakit Perlu edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan.



g) Pemulangan pasien 



Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa penularan.







Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena penyakit menular melalui udara / airborne harus diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri.







Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan penyakit menular yang diderita pasien. (Contoh Lampiran D: Pencegahan, Pengendalian Infeksi dan Penyuluhan Bagi Keluarga atau Kontak Pasien Penyakit Menular).







Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah pemulangan pasien.



h) Pemulasaraan Jenazah 



Petugas kesehatan harus menjalankan Kewaspadaan Standar ketika menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.







APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan.







Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.







Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah.







Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal dunia.







Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah dengan menggunakan APD.







Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus diperhatikan ketika seorang pasien dengan penyakit menular meninggal dunia.







Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.







Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika diijinkan oleh keluarga dan Direktur Rumah Sakit.







Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.







Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.







Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan di pemulasaraan jenazah.



i)



Pemeriksaan Post Mortem Pemeriksaan post mortem pada seseorang yang menderita atau kemungkinan menderita penyakit menular harus dilakukan dengan hati-hati, apalagi jika pasien meninggal dunia selama masa penularan. Jika pasien masih menyebarkan virus ketika meninggal, paruparunya mungkin masih mengandung virus. Oleh karena itu, kalau melakukan suatu prosedur pada paru-paru jenazah, APD lengkap harus digunakan yang meliputi masker N-95, sarung tangan, gaun, pelindung mata dan sepatu pelindung.



j)



Mengurangi risiko timbulnya aerosol selama autopsi 



Selalu Gunakan APD







Gunakan selubung vakum untuk gergaji getar







Hindari penggunaan semprotan air tekanan tinggi







Buka isi perut sambil disiram dengan air.



k) Meminimalisasi risiko dari jenazah yang terinfeksi Ketika melakukan pemotongan paru, cegah produksi aerosol dengan : 



Hindari penggunaan gergaji listrik.







Lakukan prosedur di bawah air.







Hindari pajanan ketika mengeluarkan jaringan paru. Sebagai petunjuk umum, terapkan Kewaspadaan Standar sebagai berikut :







Gunakan peralatan sesedikit mungkin ketika melakukan otopsi.







Hindari penggunaan pisau bedah dan gunting dengan ujung yang runcing.







Jangan memberikan instrumen dan peralatan dengan tangan, selalu gunakan nampan.







Jika memungkinkan, gunakan instrumen dan peralatan sekali pakai.







Upayakan jumlah petugas seminimal mungkin dan dapat menjaga diri masing-masing.







Perawatan jenazah / persiapan sebelum pemakaman







Petugas kamar jenazah atau tempat pemakaman harus diberi tahu bahwa kematian pasien adalah akibat penyakit menular agar Kewaspadaan Standar diterapkan dalam penanganan jenazah.







Penyiapan jenazah sebelum dimakamkan seperti pembersihan, pemandian, perapian rambut, pemotongan kuku, pencukuran, hanya boleh dilakukan oleh petugas khusus kamar jenazah.



7. HYGIENE RESPIRASI / ETIKA BATUK Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan. Saat Anda batuk atau bersin : 



Tutup hidung dan mulut Anda







Segera buang tisu yang sudah dipakai







Lakukan kebersihan tangan







Di fasilitas pelayanan kesehatan. Sebaiknya gunakan masker bedah bila Anda sedang batuk. Etika batuk dan kebersihan pernapasan harus diterapkan di semua bagian rumah sakit, di lingkungan masyarakat, dan bahkan di rumah.



8. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN 



Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.







Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.



9. PRAKTEK UNTUK LUMBAL PUNKSI Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat kedalam area spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan anastesi spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.



BAB IV Petunjuk Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Untuk Pengunjung A. Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernapasan selama terjangkitnya penyakit menular 



Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernapasan tidak boleh mengunjungi pasien di dalam fasilitas pelayanan kesehatan.







Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu dibatasi kunjungan ke pasien.







Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu penularan penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di rumah sakit.







Kebijakan ini agar dicantumkan di papan pengumuman fasilitas kesehatan.



B. Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang merawat penderita atau suspek flu burung 



Anggota keluarga perlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat di rumah sakit.



C. Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara 



Petugas kesehatan atau Tim pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mendidik pengunjung pasien dengan penyakit menular tentang cara penularan penyakit, dan



menganjurkan mereka untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa penularan. 



Jika keluarga atau teman perlu mengunjungi pasien yang masih suspek atau telah dikonfirmasi menderita penyakit menular melalui udara, pengunjung tersebut harus mengikuti prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Pengunjung harus memakai APD lengkap (masker, gaun, sarung tangan dan kaca mata) jika kontak langsung dengan pasien atau lingkungan pasien.







Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara benar bagi pengunjung.







Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci tangan. Tidak menggantung masker di leher.







Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara, petugas kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah ia memiliki gejala demam atau infeksi saluran pernapasan. Karena berhubungan dekat dengan pasien penyakit menular melalui udara berisiko untuk terinfeksi. Jika ada demam atau gejala gangguan pernapasan, pengunjung tersebut harus dikaji untuk penyakit menular melalui udara dan ditangani dengan tepat.







Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi dan wajib mentaatinya ketika mengunjungi pasien penyakit menular.



D. Menjaga kebersihan alat pernapasan dan etika batuk di tempat pelayanan kesehatan Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernapasan di fasilitas pelayanan kesehatan, kebersihan saluran pernapasan dan etika batuk harus merupakan bagian mendasar dari perilaku sehat. Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernapasan (batuk, bersin) harus : 



Menutup hidung / mulut ketika batuk atau bersin.







Menggunakan tisu untuk menahan sekresi pernapasan dan dibuang di tempat limbah yang tersedia. Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernapasan. Fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya : 



Tempat limbah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan dengan kaki di semua area.







Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir di ruang tunggu.







Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap pengunjung yangbatuk.







jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari yang lainnya di ruang tunggu. Pada pintu masuk dan di ruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darurat, ruangan dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika batuk atau bersin. Pasien dan orang yang menemaninya agar mempraktekkan kebersihan alat saluran pernapasan dan etika batuk atau bersin, dan memberitahukan kepada petugas sesegera mungkin tentang gejala penyakit yang diderita. Bagi orang yang batuk harus disediakan masker.



E. KESIAPAN MENGHADAPI PANDEMI PENYAKIT MENULAR (MENERGING INFECTIOUS DISEASES) Perencanaan untuk menghadapi pandemi penyakit menular, merupakan yang sangan penting. Kesepian menghadapi pandemi bukan berarti hanya mempunyai rencana tertulis atau menyediakan obat-obatan antivirus saja. Persiapan menghadapi pandemi sangan dibutuhkan, walaupun sulit untuk memprediksi kemungkinan berkembangnya suatu penyakit menular menjadi pandemi pada manusia. Berdasarkan pengalaman dari pandemi influenza sebelumnya, bila influenza berkembang menjadi pandemu maka tingkat serangan penyakit secara klinis akan mencapai 30% atau lebih pada popuasi secara keseluruhan. Tingkat penyakit paling tinggi pada anak usia sekolah (sekitar 40%) dan menurun pada kelompok usia lanjut, Dikalangan dewasa, rata-rata 20% akan menjadi sakit pada waktu yang bersamaan selama wabah berjangkit di masyarakat dan banyak diantaranya akan membutuhkan rawat inap. Kebutuhan rawat inap pasti akan jauh lebih besar dari kapasitas pelayanan kesehatan yang ada saat ini. Sebagai ilustrasi di bawah ni disampaikan perkiraan korban berdasarkan pandemi influenza yang telah terjadi sebelumnya:



Rekomendasi di bawah ini berdasarkan pada “Daftar Tilik untuk Perencanaan Kesiapan Pandemi Influenza” dari WHO dan dikembangkan untuk membantu petugas kesehatan, pengelola fasilitas kesehatan dan dinas kesehatan



setempat membuat



perencanaan dan persiapan tahap lanjut, Rekomendasi ini mengidentifikasi aktifitas yang harus diimplementasikan agar siap menghadapi wabah. Meskipun demikian, banyak aktifitas yang bersifat spesifik untuk pandemi Flu Burung, Beberapa di antaranya berhubungan dengan kegawat-daruratan kesehatan masyarakat yang melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan.



Daftar tilik WHO dan pertanyaan di bawah ini bukan merupakan persyaratan yang mutlak, tetapi dimaksudkan untuk menilai secara seksama kapasitas fasilitas dan mengidentifikasi kesenjangan antara persyaratan untuk mencegah Flu dan menangani wabah dengan situasi sesungguhnya di fasilitas kesehatan. Pengelola fasilitas kesehatan dan dinas kesehatan setempat perlu menilai konsekuensi rangkaian respon terhadap pandemi. Contoh: Keputusan untuk menutup sekolah akan mempengaruhi tempat kerja, keputusan untuk mengisolasi suatu area akan mempengaruhi perdagangan dan kekurangan pasokan, sehingga perlu dibuat penetapan prioritas. Petugas kesehatan dan pengelola perlu



bekerja



sama



mengembangkan



rencana



kesiapan



untuk fasilitasnya, dan



memastikan adanya komunikasi yang jelas, konsensus dan komitmen. F. KOORDINASI 1. Dasar pemikiran Untuk membuat keputusan yang jelas dan tepat waktu, serta untuk membuat kebijakan yang dapat dipatuhi oleh semua orang, perlu diketahui dengan pasti siapa



yang bertanggung jawab



kesehatan dan



bertanggung



untuk jawab



berbagai



aktifitas



untuk pengendalian



dalam infeksi.



fasilitas Perlu



diantisipasi suatu wabah terbatas menjadi kegawat-daruratan yang meluas (KLB), sehingga perlu ditetapkan penanggung jawab untuk hal penting dalam merespon pandemi, misalnya soal karantina. 2. Hal-hal yang perlu dilakukan 



Menetapkan tim koordinasi dan individu yang bertanggung jawab untuk memfasilitasi respon yang cepat dan memadai selama kondisi krisis. Semua pihak yang berkepentingan harus mengetahui tanggung jawab mereka, apa yang perlu dilakukan dan bagaimana alurnya. operasional



untuk



setiap



Ini



harus



tercermin



organisasi. (siapa mengerjakan



dalam



rencana



apa,



dimana,



bagaimana, kapan, mengapa > Lihat contoh Lampiran F untuk pandemi Flu Burung: Avian Influenza, Including Influenza A (H5N1), in Humans : WHO Interim Infection Control Guideline for Health Care Facilities, 9 February 2006 halaman 42 – 43). 



Advokasi mengenai pentingnya perencanaan pandemi kepada para pembuat keputusan untuk memastikan dukungan dan dana yang diperlukan.







Dinas



Kesehatan setempat



menetapkan kriteria surveilans



kesehatan



berkoordinasi



penutupan



sekolah



(cluster penyakit



dengan



Pemerintah



berdasarkan



seperti



influenza



Daerah



informasi atau



dari



kematian



akibat kesulitan pernapasan pada anak usia sekolah). 



Meningkatkan kemampuan petugas medis dan perawat dalam penanganan kasus.







Meningkatkan kemampuan setiap petugas yang terlibat (misalnya: perawat, petugas kesehatan, petugas laboratorium) untuk tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi Pastikan



bahwa



semua



petugas



yang



terlibat



telah



mengikuti pelatihan dan terampil menerapkannya. 



Jika perlu, sediakan panduan-panduan pelayanan yang mutakhir dengan merujuk ke panduan terbaru.







Sediakan obat-obatan dan perawatan medis gratis sesuai dengan ketentuan Pemerintahb atau asuransi kesehatan yang berlaku dan lengkapi dengan sistem pelaporan kasus baru secara cepat.







Bekerja sama dengan sektor terkait antara



lain pelayanan transportasi dan



pasokan pangan. Pertimbangkan untuk menyiapkan alternatif lain untuk pasokan listrik dan air minum bagi fasilitas pelayanan kesehatan, dan jaringan komunikasi.



BAB V SURVEILANS A. SURVEILANS DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN 1. Dasar pemikiran Surveilans terdiri dari pengumpulan, interpretasi dan sosialisasi data secara terus menerus yang memungkinkan dikembangkannya intervensi berdasarkan bukti. Tujuan dari surveilans mungkin berbeda-beda sesuai dengan keseriusan penyakit dan kemungkinan intervensi, setiap aktivitas surveilans harus memiliki tujuan yang jelas. 2. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab a. Jenis surveilans apa yang dianggap untuk



penting



dan mampu



laksana



membantu mengidentifikasi suatu pandemi yang akan muncul pada tahap



sedini mungkin?



b. Bagaimana sistem tersebut berubah jika suatu pandemi telah dikonfirmasi keberadaannya c. Apakah terdapat sistem standar pengumpulan dan analisis data d. Siapa yang akan mengumpulkan dan menganalisa serta mendiseminasikan hasil analisa tersebut e. Bagaimana sistem surveilans fasilitas pelayanan kesehatan terkait dengan sistem surveilans regional atau nasional? 3. Hal-hal yang perlu dilakukan 



Melati petugas kesehatan untuk mendeteksi/mengidentifikasi kelompok-kelompok (cluster) kasus







Mengembangkan kapasitas atau sistem laboratorium pusat atau regional untuk dapat mengkonfirmasi kasus-kasus awal secepat mungkin







Mengembangkan atau memastikan suatu sistem untuk melaporkan temuan surveilans rutin dan luar biasa (kelompok penyakit seperti influenza atau kematian karena pernapasan) ke pihak berwenang di Dinas Kesehatan setempat Mengembangkan sistem pelaporan temuan surveilans luar biasa pada anak usia sekolah (sebagai kelompok terpisah), dan mengembangkan



kewenangan



Dinas Kesehatan setempat untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat waktu menutup. 



Memastikan



prosedur



pendistribusian



spesimen



atau



isolat virus



secara cepat untuk diagnostik dan kemungkinan pengembangan vaksin. B. Surveilans pandemi dan sistem informasi Kebutuhan untuk surveilans akan berubah selama berlangsungnya



pandemi.



Harus sistem yang jelas untuk mengidentifikasi kemungkinan kejadian luar biasa tahap awal. Bila suatu wabah telah dikonfirmasi, maka kebutuhan surveilans akan menurun dan digantikan oleh kebutuhan informasi minimal yang diperlukan untuk menangani wabah. Ketika gawat darurat berlalu, maka kebutuhan akan surveilans



meningkat



lagi,



kemungkinan muncul kembali atau munculnya wabah baru. Menurut WHO, selama pandemi banyak fasilitas pelayanan kesehatan akan



mengalami



kekurangan tenaga. Pengumpulan data surveilans harus tetap dipertahankan mendukung perencanaan



pemakaian



sumber



terbatas. Misalnya, konfirmasi



daya



laboratorium



di



fasilitas mungkin



pelayanan



kesehatan yang



tidak diperlukan lagi bagi



kasus- kasus



yang muncul



setelah pandemi



dikonfirmasi. Gejala klinis yang ada



dipakai untuk merencanakan kebutuhan akan pelayanan kesehatan. C. KOMUNIKASI 1. Dasar pemikiran Strategi komunikasi merupakan komponen penting dalam menangani penyakit menular dan pandemi. Informasi yang akurat dan tepat tingkatan penting untuk meminimalkan keresahan



wabah



waktu di setiap



masyarakat dan dampak ekonomi



yang diinginkan. Kemampuan untuk merespon secara cepat dan efektif sangat dipengaruhi jumlah tenaga yang tersedia. 2. Prinsip komunikasi masyarakat saat terjadi bencana adalah : 



Menciptakan kepercayaan masyarakat,







Menyampaikan informasi akurat pada waktu yang tepat,







Transparan, jujur dan obyektif,







Sesuai dengan kondisi setempat,







Berkesinambungan,







Menciptakan ketenangan namun tidak



meninggalkan kewaspadaan



dan



upaya tanggap. 3. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab 



Adakah rencana mencakup



operasional



yang



jelas untuk



komunikasi



yang



semua tingkatan, mulai dari pengumuman pada media hingga



menginformasikan pada keluarga mengenai status pasien 



Adakah hirarki tanggung jawab dan siapa yang menjadi juru bicara







Bagaimana koordinasi dengan organisasi masyarakat terkait?







Adakah jejaring antar sarana pelayanan kesehatan dan lintas sektor terkait ?



4. Hal-hal yang perlu 



Kembangkan rencana komunikasi dengan mendata kelompok berbeda (misalnya pers, masyarakat umum, kelompok



dengan



target yang risiko



tinggi,



petugas kesehatan legislatif), pesan-pesan kunci yang akan disampaikan, bahan yang diperlukan (website leaflet, informasi



dalam



berbagai



bahasa) dan



mekanisme distribusi untuk mencapai kelompok sasaran. 



Mempertahankan komunikasi transparan dan terbuka dengan



petugas



kesehatan, masyarakat dan dinas kesehatan setempat dan memberikan informasi



mutakhir secara teratur. Ini akan membantu menekan rasa takut dan kecemasan yang disebabkan pandemi 



Perlu ditunjuk seorang juru bicara saat wabah ataupun pandemi untuk mewakili fasilitas pelayanan kesehatan menghadapi masyarakat dan media, termasuk sistem penyampaian pesan yang akurat dan tepat waktu sebelum dan selama pandemic







Memastikan bahwa selama pandemi materi berita dan pesan dikaji secara teratur dan diperbaharui dengan informasi terbaru yang tersedia







Menetapkan suatu sistem untuk menjawab pertanyaan dan permintaan dari



pasien termasuk mengenai kebijakan kunjungan pasien. Jika telepon



tersedia, hotline / saluran khusus dengan petugas yang terlatih. D. IDENTIFIKASI KASUS, PENATALAKSANAAN DAN PERAWATAN 1. Dasar pemikiran Perlu disediakan panduan klinis untuk memastikan tersedianya pengobatan dan yang efektif dan aman untuk kasus penyakit menular yang dicurigai (Contoh: untuk Flu Burung sudah Pelayanan



ada “Pedoman



Penatalaksanaan



Flu



Burung



di



Sarana



Kesehatan”, Depkes 006). Panduan klinis harus tersedia dalam jumlah



yang cukup dan mudah dipahami petugas Selain itu, petugas harus memahami dan terlatih untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi (lihat di bawah ini) 2. Hal-hal yang perlu dilakukan 



Memastikan bahwa definisi kasus penyakit menular yang muncul sudah sesuai dengan ketetapan Pemerintah (lihat Lampiran A : untuk contoh kasus flu burung







Menerapkan prosedur rutin di seluruh rumah sakit / klinik untuk identifikasi kasus baru







Panduan klinis harus mencakup aspek-aspek di bawah ini : 



Dimana pasien harus ditangani (di masyarakat atau rumah sakit) dan kriteria rawat inap







Tindakan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi







Pengumpulan, pengiriman dan pemeriksaan spesimen yang sesuai ke laboratorium







Prosedur pengobatan, termasuk obat anti virus, antibiotik dan terapi pendukung lainnya (ventilator, penurun demam)



E. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN 1. Dasar pemikiran Panduan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi sangat penting



untuk



mencegah terjadinya penyebaran infeksi sekunder pada pasien, dan penularan pada petugas serta masyarakat. Aspek teknis pencegahan dan pengendalian infeksi 2. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab Siapakah yang paling berisiko



terkena infeksi? Apakah petugas



memahami cara penularan, tindakan pencegahan dan



kesehatan



pengendalian



infeksi,



pencegahan penyebaran penyakit dan bagaimana cara menerapkan tindakan tersebut ? 3. Hal-hal yang perlu dilakukan 



Menyempurnakan panduan dan prosedur pengendalian infeksi yang telah ada untuk digunakan di semua tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk











Pusat pelayanan kesehatan







Laboratorium klinik







Puskesmas







Fasilitas praktek umum







Rumah sakit







Fasilitias perawatan jangka panjang







Kamar jenazah



Mengadaptasi digunakan sekolah,



panduan dimfasilitas



pencegahan pelayanan



dan pengendalian kesehatan



infeksi untuk



alternatif (contohnya



fasilitas umum) yang digunakan dalam penatalaksanaan kegawat-



daruratan pandemi 



Mengkaji buku



panduan



Keamanan



Biologik



Laboratorium



dan



mengidentifikasi kebutuhan untuk penyempurnaan 



Memastikan bahwa petugas kesehatan telah dilatih dan melaksanakan Kewaspadaan Standar. Semua spesimen harus dianggap berpotensi menularkan penyakit dan petugas kesehatan yang kontak dengan spesimen harus mematuhi secara ketat semua pencegahan dan pengendalian infeksi untuk menghindari pajanan.







Memastikan bahwa prosedur untuk pengumpulan spesimen dan pengiriman spesimen diterapkan : 



Spesimen yang akan dikirim harus disimpan dalam wadah spesimen tahan bocor yang dimasukkan dalam kantung terpisah yang tertutup.







Petugas yang mengirim spesimen harus dilatih menangani spesimen secara serta memahami kewaspadaan standar.







Spesimen harus



dikirimkan



sendiri langsung



oleh



petugas, tidak



diperbolehkan pengiriman dengan sistem pneumatik 



Petugas



kesehatan



yang



mengumpulkan



spesimen



dari



pasien



denganmenular yang dicurigai harus menggunakan APD secara lengkap. 



Formulir permintaan yang menyertai spesimen harus diberi label dengan jelas sebagai spesimen sedang



menjadi



yang



dicurigai



terkena



penyakit



menular



yang



pandemi dan laboratorium harus diberitahu bahwa



spesimen sedang dalam perjalanan menuju laboratorium tersebut. 



Protokol harus tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan yang menangani pasien. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan



petugas



kesehatan,



petugas laboratorium, relawan dan pihak lain yang terlibat 



Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan untuk menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi yang direkomendasikan



dan tindakan-



tindakan keamanan biologis (misalnya alat pelindung diri). 



Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan, dan memastikan



bahwa



fasilitas tersebut telah ditetapkan dan siap untuk dipergunakan. 



Memastikan bahwa pelacakan kontak, pembatasan dan karantina



jika



diperlukan, dapat dilaksanakan secara sah dan praktis. Tentukan kriteria untuk implementasi dan pembatalan :  



Penetapan tempat khusus dimana pasien dapat dikarantina. Pastikan pelayanan medis, pasokan makanan, dukungan sosial dan bantuan psikologis tersedia untuk pasien.







Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke dan dari tempat tersebut, rumah sakit atau kamar jenazah.



F. MEMPERTAHANKAN FUNGSI PELAYANAN KESEHATAN 1. Dasar pemikiran Untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh suatu pandemi, penting sekali bahwa pelayanan kesehatan dijaga tetap berfungsi selama mungkin. Beberapa upaya kegawat-daruratan harus dikembangkan untuk memastikan pemanfaatan petugas yang rasional dan mengoptimalkan pemakaian fasilitas serta



produk farmasi yang ada. Secara umum, aktivitas di wilayah ini harus didasarkan pada suatu rencana kesiapan kegawat-daruratan kesehatan secara umum. 2. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab 



Bagaimana penyebaran pandemi yang luas akan mempengaruhi pelayanan kesehatan ?







Apakah sudah terdapat rencana untuk menangani kekurangan petugas kesehatan dan fasilitas tempat tidur di rumah sakit selama pandemi ?







Apakah setiap fasilitas menerapkan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang efektif?



3. Hal-hal yang perlu dilakukan 



Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan bahwa prosedur untuk pencegahan dan pengendalian infeksi sudah ada dan ditaati.







Menetapkan tempat-tempat di fasilitas pelayanan rumah sakit dimana pasien harus diobati sesuai standar selama pandemi dan menilai kesiapan tempat tersebut (termasuk kapasitas UGD dan ICU).







Mengembangkan



strategi



untuk



triage



pasien



berpotensi



menderita



influenza/penyakit menular lain, dengan menyediakan lokasi di luar UGD sebagai tempat pemeriksaan pasien tahap awal, identifikasi sebagai pasien yang membutuhkan pengobatan darurat, pasien yang perlu dirujuk untuk diagnosis dan penatalaksanaan penyakitnya. 



Menetapkan fasilitas alternatif untuk digunakan sebagai tempat layanan medis bila jumlah pasien banyak. Lokasi yang mungkin dijadikan alternatif dapat mencakup sekolah, gedung olah raga, panti perawatan, pusat penitipan bayi, tenda di sekitar rumah sakit atau di lokasi lain







Menetapkan kriteria untuk triage pada saat menangani jumlah pasien yang banyak







Menetapkan rencana untuk mengatur dan menentukan tenaga kesehatan cadangan.







Menetapkan kriteria dan kebijakan rumah sakit mengenai kapan harus berhenti menerima pasien baru.







Menetapkan rencana alternatif bersama mitra kerja terkait yang berada di luar sektor kesehatan seperti transportasi dan pemasok pangan (misalnya layanan TIKI, Pos, distributor sembako).







Menetapkan mekanisme untuk mengkaji layanan dan penggunaannya serta memprioritaskan pemakaian fasilitas, staf dan sumber daya lain pada saat pandemi berkembang.







Menetapkan layanan kesehatan penting lain yang harus dipertahankan ketika sedan terjadi pandemi seperti perawatan trauma dan kegawatdaruratan, persalinan dan kelahiran, perawatan untuk penyakit berat dan yang dapat ditutup jika terpaksa (misalnya tindakan yang tidak mutlak/ tidak akut , klinik kebugaran).







Membahas bagaimana pelayanan medis penting akan dipertahankan untuk pasienpasien dengan masalah medis kronis, misalnya pasien yang sedang menjalani terapi anti retrovirus jangka panjang untuk HIV/AIDS atau dalam pengobatan TB







Mengkoordinasi rencana layanan klinis dan layanan kesehatan dengan pihak berwenang lokal di daerah berbatasan untuk menghindari migrasi ke pusat kesehatan yang dianggap memiliki layanan lebih baik







Mengkaji bagian rumah sakit yang beroperasi, dimana permintaan mungkin meningkat secara tajam tetapi sangat penting untuk tetap berjalan, seperti bagian keamanan, teknik, pembuangan sampah, listrik, air , gas, AC dan aliran udara (aliran udara sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit menular melalui udara). Tentukan area mana yang penting dalam fasilitas pelayanan kesehatan dan bagaimana menjaga agar tetap beroperasi Petugas Kesehatan



4. Hal-hal yang perlu dilakukan 



Menetapkan petugas utama yang terlatih untuk menjadi “perespon pertama”.







Mengadakan rapat secara teratur dan menetapkan serta melatih individu lain yang akan menggantikan petugas utama ketika petugas tersebut sakit akibat pandemi.







Dalam hal layanan telepon, kembangkan prosedur komunikasi berantai sehingga informasi dapat disampaikan dari satu orang ke orang lain. Selain itu, buat alur penghubung alternatif untuk menyampaikan informasi kepada petugas administrasi dan petugas medis.







Menentukan sumber yang mungkin digunakan untuk merekrut petugas kesehatan cadangan seperti klinisi sektor swasta atau yang sudah pensiun, relawan di masyarakat atau organisasi masyarakat, orang-orang yang memiliki keterampilan dan mereka yang telah pindah kerja.







Mengembangkan peran dan fungsi pelayanan kesehatan yang mungkin cocok untuk relawan dan mendiskusikannya dengan organisasi dan asosiasi profesi.







Menentukan organisasi setempat (masyarakat lokal atau LSM) yang mungkin dapat menyediakan relawan dan menentukan kecocokan peran yang sesuai dengan kompetensinya. Jalin hubungan kerja mulai sekarang dan susun rencana.







Menetapkan prosedur menerima dan melatih relawan untuk peran pelayanan kesehatan tertentu.







Memastikan tersedia pengesahan, asuransi dan ijin sementara untuk para petugas layanan kesehatan yang telah pensiun atau relawan.







Mempertimbangkan penyediaan dukungan psikologis yang diperuntukkan bagi para petugas kesehatan (klinis dan laboratorium) yang mungkin terpapar akibat pekerjaannya dengan virus pandemi galur baru.



G. Persediaan bahan untuk pelayanan kesehatan Hal-hal yang perlu dilakukan 



Mengevaluasi sistem yang telah ada dalam menilai ketersediaan bahan medis di fasilitas pelayanan kesehatan. Menentukan apakah sistem tersebut dapat mendeteksi pemakaian bahan, termasuk APD. Perbaiki sistem sesuai dengan kebutuhan untuk merespon terhadap permintaan bahan yang akan meningkat selama suatu pandemi penyakit menular.







Mempertimbangkan untuk membuat stok bahan habis pakai yang cukup seperti masker dan sarung tangan untuk jangka waktu gelombang pandemi (6-8 minggu).







Menyusun strategi untuk memastikan agar pengobatan pada pasien tidak terputus, termasuk pasien yang tidak dapat pergi ke fasilitas penyedia obat.







Menilai kebutuhan bahan medis dan pertimbangkan pilihan untuk menyediakan stok cadangan dan menetapkan sumber perolehannya.







Menentukan berbagai antibiotik yang akan diperlukan untuk pengobatan komplikasi penyakit menular. Kembangkan rencana penyediaan antibiotik ini dalam jumlah yang lebih banyak.







Menentukan tingkat pelayanan apa yang akan diberikan di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan mengembangkan rencana untuk menyediakan peralatan dan bahan yang memadai sesuai dengan tingkat pelayanan yang akan diberikan







Menyusun strategi untuk distribusi stok keperluan dan obat-obatan







Pertimbangkan sarana radio komunikasi dua arah untuk mengantisipasi kerusakan jalur telepon







Membuat rencana saat sumber daya primer dari kebutuhan dasar menjadi terbatas.







Jika tidak dapat memastikan akses terhadap persediaan nasional, pertimbangkan pengembangan stok yang memadai di fasilitas pelayanan dan tersedianya air minum yang cukup untuk 8 minggu.







Membuat stok bahan bakar untuk transportasi dan generator di fasilitas pelayanan kesehatan



Jumlah kematian yang sangat meningkat Hal yang perlu dilakukan 



Menentukan kapasitas maksimal untuk penguburan jenazah dengan menggunakan metode yang sesuai dan dapat diterima oleh budaya / adat istiadat setempat.







Tetapkan kapasitas penyimpanan jenazah sebelum dikubur pada kondisi darurat.







Memastikan dibuat dan dijalankannya prosedur penanganan jenazah secara aman dengan tetap menghormati keyakinan budaya dan agama setempat.







Bekerjasama dengan tokoh masyarakat untuk memastikan dukungan dan bantuan mereka dalam “skenario kasus terparah” dimana kepentingan keamanan masyarakat yang diperlukan mungkin akan mengalami benturan dengan kebiasaan setempat.



H. PENYEBARAN INFORMASI DI MASYARAKAT 1. Dasar pemikiran Karena akses terhadap vaksin dan obat anti virus/obat lainnya selama pandemi akan sangat terbatas, terutama di negara-negara dengan sumber daya terbatas, intervensi non-farmasi mungkin merupakan satu-satunya cara untuk menghambat penyebaran penyakit. Informasi yang diberikan secara transparan dan jujur perlu dijalankan bersamaan dengan penyuluhan untuk masyarakat. 2. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab 



Apakah masyarakat umum tahu cara pencegahan dan penyebaran penyakit ?







Apakah terdapat sebuah sistem yang memberikan informasi yang diperlukan ke masyarakat dalam kasus wabah atau pandemi ?







Siapa yang berada dalam posisi paling efektif untuk mempengaruhi masyarakat?







Bagaimana menangani reaksi panik masyarakat skala besar?



3. Hal-hal yang perlu dilakukan 



Mulai bekerja dengan pemimpin masyarakat (tokoh adat, agama dan masyarakat) secara dini untuk memastikan bahwa mereka telah menerima informasi dengan baik mengenai masalah-masalah penting dan siap untuk membantu sesuai kebutuhan.







Meningkatkan pengetahuan umum di masyarakat tentang hygiene saluran napas.







Memperkenalkan tindakan pemeliharaan hygiene saluran napas/etika batuk di tempat umum.







Memastikan penyuluhan tentang pencegahan dan penurunan risiko penularan dapat diperoleh dengan mudah di masyarakat







Penyuluhan kesehatan untuk keluarga, pengunjung dan masyarakat serta memastikan bahwa informasi kesehatan disebarluaskan dalam bahasa yang digunakan di masyarakat. Jika diperlukan, susun program untuk memberikan informasi kepada anggota masyarakat dengan menggunakan bahasa mereka.







Membudayakan hygiene perorangan khususnya cuci tangan di masyarakat.



LAMPIRAN A DEFINISI KASUS PENYAKIT MENULAR Untuk penatalaksanaan klinis dan pelaporan dalam suatu negara atau wilayah, definisi kasus penyakit menular dengan tingkatan kategori kasus (suspek, probabel dan konfirm) harus dikembangkan berdasarkan pada situasi epidemiologisnya. Definisi kasus dari negara lain dapat dijadikan panduan. namun setiap negara harus melakukan adaptasi untuk menyesuaikan definisi tersebut dengan situasi epidemiologis di negara sendiri. Lampiran ini memberi contoh definisi kasus yang harus dibuat untuk penyakit menular yang diantisipasi dapat menjadi pandemi, seperti pada Flu Burung. Secara umum, negara yang memiliki prevalensi flu burung yang tinggi (HPAI) pada populasi hewan, harus menggunakan kriteria kasus yang lebih sensitif untuk memutuskan melakukan tes laboratorium dibandingkan negara yang belum ada laporan kasus flu burung. Definisi kasus untuk influenza A/H5 di Indonesia Kasus Flu Burung ditetapkan dalam 4 Jenis : 1. Seseorang dalam penyelidikan 2. Kasus suspek 3. Kasus Probabel 4. Kasus Konfirmasi 1. Seseorang dalam penyelidikan Seseorang yang telah diputuskan oleh pejabat kesehatan yang berwenang, untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi terhadap kemungkinan terinfeksi H5 N1. Contoh : Antara orang sehat (tidak ada gejala klinis) tetapi kontak erat dengan kasus (suspek, probabel atau konfirmasi) atau penduduk sehat yang tinggal didaerah terjangkit Flu Burung pada unggas.



Kasus Suspek Flu Burung (H5N1) Seseorang yang menderita demam / suhu > 38 °C disertai satu atau lebih gejala di bawah ini: 



Batuk







sakit tenggorokan







pilek







sesak napas dan



Terdapat salah satu atau lebih keadaan dibawah ini : 1. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala klinis, mempunyai riwayat kontak erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirmasi), seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien dalam jarak ≤ 1 meter. 2. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai riwayat kontak era dengan unggas ( mis. menyembelih, menangani , membersihkan bulu atau memasak). 3. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai riwayat kontak dengan unggas, bangkai unggas, kotoran unggas, bahan atau produk mentah lainnya didaerah yang satu bulan terakhir telah Flu Burung pada unggas, atau adanya kasus pada manusia (suspek, probebal, konfirmasi) 4. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai riwayat mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna, yang berasal dari daerah yang satu bulan terakhir telah terjadi Flu Burung pada unggas, atau adanya kasus pada manusia ( suspek, probable atau konfirmasi) 5. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, kontak erat dengan bintang selain unggas yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1, antara lain : babi atau kucing 6. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, memegang atau menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung H5N1. 7. Ditemukan leukopeni (jumlah leukosit/ sel darah putihdi bawah nilai normal) 8. Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa subtipe. 9. Foto rontgen dada / toraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial foto Kasus Probabel Flu Burung (H5N1) Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini : 1. Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali, dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA. 2. hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 (terdeteksinya antibodi spesifik H5



dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi (dikirim ke



Laboratorium Rujukan).



atau Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit saluran nafas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya yang secara epidemiologis berkaitan dengan aspek waktu, tempat dan pajanan terhadap suatu kasus probabel atau suatu kasus H5N1 yang terkonfirmasi. Kasus Flu Burung (H5N1) terkonfirmasi Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probabel



dan disertai Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu laboratorium influenza nasional, regional



atau internasional



yang



hasil pemeriksaan



H5N1-nya



diterima oleh WHO sebagai konfirmasi : 



solasi virus H5N1







Hasil PCR H5N1 positif







Peningkatan ≥ 4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen







konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil ≤ 7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula ≥ 1/80.







Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 ≥ 1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke ≥ 14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda ≥ 1/160 atau Western Blot Spesifik H5 positif.



LAMPIRAN B SIKLUS, CARA DAN PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT Mikroorganisme dapat hidup di manapun dalam lingkungan kita. Pada manusia dapat ditemukan pada kulit, saluran pernafasan bagian atas,usus dan organ genital. Disamping itu mikroorganisme juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan, tanah, air dan udara. Beberapa



mikroorganisme



lebih patogen



dari



yang



lain,



atau



lebih



mungkin



menyebabkan penyakit. Ketika daya tahan manusia menurun, semua mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi seperti pada mereka yang kekebalan tubuhnya menurun, misalnya pasien dengan HIV/AIDS. Semua



manusia



rentan



terhadap



infeksi bakteri



dan sebagian



besar



jenis



virus. Jumlah (dosis) organisme yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi pada pejamu/host yang rentan bervariasi sesuai dengan lokasi. Risiko infeksi cukup rendah ketika organisme kontak dengan kulit yang utuh, dan setiap hari manusia menyentuh benda dimana terdapat sejumlah organisme dipermukaannya. Risiko infeksi akan meningkat bila area kontak adalah membran mukosa atau kulit yang tidak utuh. Risiko infeksi menjadi sangat meningkat ketika mikroorganisme berkontak dengan area tubuh yang biasanya steril, sehingga masuknya sejumlah kecil organisme saja dapat menyebabkan penyakit. Agar bakteri, virus dan penyebab infeksi lain dapat bertahan hidup dan menyebar, sejumlah factor atau kondisi tertentu harus tersedia. Faktor-faktor penting dalam penularan mikroorganisme yang menyebabkan penyakit dari orang ke orang digambarkan dan didefinisikan pada Gambar B-1.



Seperti yang diperlihatkan pada gambar di atas, suatu penyakit memerlukan kondisi-kondisi tertentu untuk dapat menyebar (ditularkan) pada pihak lain : 



Harus ada agen – sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit (virus, bakteri, jamur, parasit,







riketsia)



Agen tersebut harus memiliki tempat hidup (pejamu atau reservoar). Banyak mikroorganisme penyebab penyakit



pada



manusia



(patogen)



dapat



berkembang biak di dalam tubuh manusia,tanpa gejala dan dapat ditularkan dari orang ke orang. Beberapa diantaranya ditularkan lewat makanan atau air yang terkontaminasi (tipoid), bahan faeces (hepatitis A dan virus enterik lainnya) dan gigitan dari hewan yang terinfeksi (rabies) serta serangga (malaria melalui nyamuk) 



Agen



harus memiliki lingkungan yang tepat di luar pejamu agar dapat bertahan hidup.



Setelah meninggalkan pejamunya, lingkungan menginfeksi



yang orang



cocok agar lain.



mikroorganisme tersebut harus dapat



Contohnya,



bertahan bakteri



hidup



sampai



memiliki ia



dapat



yang menyebabkan TBC dapat



bertahan dalam sputum selama berminggu-minggu, namun akan mati oleh sinar matahari dalam beberapa jam 



Harus ada orang yang dapat terkena penyakit (pejamu yang rentan). Orang selalu terpapar oleh agen/ penyebab penyakit setiap hari tetapi tidak selalu menjadi sakit. Orang yang rentan dapat terkena penyakit (misalnya gondongan, campak, atau cacar air). Sebagian besar orang tidak terkena penyakit karena mereka sudah pernah terpapar oleh penyakit, misalnya telah divaksinasi atau



sebelumnya



sudah



pernah terkena penyakit tersebut. Sehingga sistem kekebalan tubuh mereka saat ini telah mampu menghancurkan ketika agen tersebut masuk ke dalam tubuh. Antibodi spesifik terhadap penyakit tersebut telah dibuat oleh sistem kekebalan tubuh mereka. 



Agen/penyebab harus memiliki cara berpindah (transmisi) dari pejamu untuk menginfeksi pejamu lain yang rentan. Penyebaran penyakit infeksi/menular terutama melalui caracara berikut ini : 1. CARA PENULARAN KONTAK : merupakan cara penularan yang paling sering terjadi pada infeksi HAis, sehingga penting untuk diperhatikan. Dibagi dalam dua sub kelompok: penularan kontak langsung dan penularan kontak tidak langsung. a) Penularan Kontak Langsung adalah melalui kontak langsung dengan permukaan tubuh dimana terjadi perpindahan organisme secara fisik dari orang yang terinfeksi



atau terkolonisasi kepada pejamu yang rentan, seperti ketika seseorang mengubah posisi aktifitas



tubuh



perawatan



terjadinya kontak



pasien,



memandikan



dan pemeriksaan langsung.



pasien



lainnya



atau



yang



melakukan



mengharuskan



Penularan kontak langsung juga dapat terjadi di



antara dua pasien, yang satu berperan sebagai sumber



mikroorganisme



menular dan yang lain berperan sebagai pejamu yang rentan. b) Penularan pejamu



Kontak Tidak



Langsung adalah



melalui kontak



antara



yang rentan dengan benda yang terkontaminasi, biasanya bukan



makhluk hidup, seperti instrumen yang terkontaminasi, jarum atau pembalut luka,



tangan



terkontaminasi yang tidak dicuci dan sarung tangan yang tidak



diganti ketika digunakan pada lebih dari satu pasien. 2. PENULARAN MELALUI PERCIKAN (DROPLET). Secara teoritis ini juga merupakan bentuk penularan kontak. Tetapi, mekanisme perpindahan patogen ke pejamu berbeda dengan penularan kontak, baik langsung maupun tidak langsung. Droplet (percikan) dikeluarkan oleh orang yang menjadi sumber terutama pada saat batuk, bersin dan berbicara serta selama melakukan suatu prosedur tertentu seperti suction dan bronkoskopi. Penularan terjadi



ketika



mikroorganisme



terinfeksi terlontar dalam jarak yang pendek



dari orang yang



droplet



yang



mengandung



( < 1 m ) di udara dan menempel pada konjungtiva, mukosa hidung, atau mulut pejamu.



Droplet



tidak



dapat



bertahan



di



udara,



sehingga penanganan



ventilasi udara khusus termasuk fogging tidak diperlukan untuk mencegah penularan. 3. PENULARAN MELALUI UDARA (AIR BORNE ). Terjadi karena penyebaran nukleus droplet melalui udara (residu partikel kecil ≤5 µm droplet yang menguap dan mengandung mikroorganisme



yang tetap bertahan



di udara selama



periode waktu panjang) atau partikel debu yang mengandung agen infeksi. Mikroorganisme yang terbawa melalui cara ini dapat tersebar luas melalui aliran udara dan terhisap oleh pejamu rentan yang berada di ruangan sama dalam jarak cukup jauh dari pasien sumber, bergantung pada faktor



lingkungan.



Sehingga



penanganan udara dan ventilasi khusus (tekanan negatif, exhaust fan dengan hepafilter) diperlukan untuk mencegah penularan melalui udara. 4. PENULARAN MELALUI VEHICLE (PERANTARA) YANG UMUM berlaku untuk organisme yang ditularkan oleh benda-benda terkontaminasi seperti makanan, air, peralatan.



5. PENULARAN MELALUI VEKTOR terjadi ketika vektor seperti nyamuk, lalat, tikus dan binatang pengerat lain menularkan mikroorganisme. 6. PENULARAN FAECAL-ORAL terjadi ketika



seseorang



yang terkontaminasi oleh faeces ataumemasukkan



jari



menelan ke



makanan



mulut



setelah



memegang benda terkontaminasi tanpa mencuci tangan terlebih dahulu 7. PENULARAN MELALUI MAKANAN. Penularan melalui makanan terjadi karena memakannatau meminum makanan /minuman terkontaminasi yang mengandung bakteri atau virus (misalnya hepatitis A dari memakan kerang mentah). Mikroorganisme



ditularkan



mikroorganisme



yang



di



rumah



sama dapat



Kewaspadaan Isolasi dirancang



untuk



sakit



melalui



ditularkan



dengan



beberapa



cara



dan



lebih dari satu cara.



mencegah penularan mikroorganisme melalui



cara-cara ini di rumah sakit. Karena faktor agen dan pejamu lebih sulit dikendalikan, maka intervensi terhadap perpindahan mikroorganisme terutama diarahkan pada pemutusan rantai penularan/transmisi.



PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI Pencegahan penyebaran infeksi memerlukan dihilangkannya satu atau lebih kondisi yang diperlukan bagi pejamu atau reservoar untuk menularkan penyakit ke pejamu rentan lainnya dengan cara : 



Menghambat



atau



membunuh



agen, misalnya



dengan



mengaplikasikan



antiseptik ke kulit sebelum tindakan/pembedahan 



Memblokir cara agen berpindah dari orang yang terinfeksi ke orang yang rentan, misalnya dengan mencuci tangan atau memakai antiseptik handrub untuk membersihkan bakteri atau virus yang didapat pada saat bersentuhan dengan pasien terinfeksi atau permukaan tercemar







Mengupayakan bahwa orang, khususnya petugas kesehatan telah diimunisasi atau divaksinasi



Menyediakan alat perlindungan diri (APD) yang memadai bagi petugas kesehatan dalam upaya mencegah kontak dengan agen infeksi, misalnya sarung tangan rumah tangga untuk petugas kebersihan dan petugas pembuangan sampah rumah sakit



LAMPIRAN C JUMLAH PENDERITA DAN FAKTOR RISIKO PENULARAN FLUE BURUNG Untukmengetahui jumlah kasus Flu burung ( Avian influenza ) dan Case Fatality Rate (CFR) di dunia serta faktor risiko penularanya dapat dilihat pada table dibawah ini.



LAMPIRAN D PENCEGAHAN, PENGENDALIAN INFEKSI DAN PENYULUHAN BAGI KELUARGA ATAU KONTAK PASIEN PENYAKIT MENULAR 



Selama masa penularan, anda harus menghindari kontak dengan pasien penyakit menular. Contoh pada flu burung: Pada orang dewasa, masa penularan adalah 7 hari setelah berhentinya demam dan pada anak-anak 21 hari sejak timbulnya penyakit.







Jika anda terpaksa mengunjungi pasien yang dicurigai atau telah dikonfirmasi mengidap penyakit menular, anda harus mengikuti petunjuk kewaspadaan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi yang terdapat di rumah sakit selama periode yang diharuskan.







Anda harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan anjuran petugas kesehatan jika hendak kontak langsung dengan pasien atau lingkungan pasien tersebut.







Anda harus memperoleh petunjuk mengenai cara memasang APD yang benar, terutama tentang bagaimana mengepaskan masker pada wajah, jika diperlukan.







Sesuai dengan jenis penyakit menular, APD yang akan dipakai dapat meliputi masker, gaun, sarung tangan dan pelindung mata. Pastikan bahwa masker yang anda pakai melekat dengan baik.







Ketika meninggalkan ruangan pasien, anda harus menanggalkan APD dan mencuci tangan sampai sangat bersih.







Jika telah kontak dengan pasien dalam masa infeksi, anda harus berkonsultasi dengan dokter mengenai pemberian obat anti virus atau obat lainnya. Anda juga harus memantau kesehatan anda selama masa inkubasi penyakit, perhatikan misalnya peningkatan suhu badan, gejala sakit tenggorokan dan lain-lain sesuai penyakit infeksi yang muncul.







Jika penyakit semakin parah, anda harus segera mencari pertolongan medis dan memberitahukan kepada dokter bahwa anda telah kontak dengan pasien penyakit menular yang sedang mewabah.



INFORMASI UMUM MENGENAI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN 



Tutup mulut dan hidung anda jika bersin atau batuk, gunakan tissue dan buang ke tempat sampah.







Selalu cuci tangan setelah kontak dengan sekret saluran nafas.







Berhati-hati jika batuk atau bersin ketika anda bersama orang lain, terutama anak kecil. Hindari kontak dengan orang yang rentan seperti anak kecil atau orang yang menderita penyakit, sampai gejala-gejala pernafasan telah reda.



 



Hindari kontak dengan sekret penderita gangguan pernafasan. Mintalah orang lain untuk menggunakan tissue dan menutup mulut serta hidungnya ketika batuk atau bersin.







Lakukan konsultasi medis jika penyakit bertambah parah.



INFORMASI MENGENAI KONTAK DENGAN BINATANG YANG DAPAT MENJADI SUMBER PENYAKIT MENULAR 



Hindari kontak dengan binatang yang telah diketahui dapat menjadi sumber penularan penyakit menular yang sedang mewabah atau di mana hewan pernah memiliki penyakit, disembelih, atau diduga menderita penyakit.







Jika anda secara tidak sengaja melakukan kontak dengan lingkungan yang telah memiliki penyakit atau binatang yang mati, cucilah tangan dengan sabun hingga bersih dan pantaulah kesehatan anda selama masa inkubasi. Jika anda tiba-tiba mengalami demam tinggi (>38ºC) atau terdapat tanda-tanda penyakit saluran pernafasan ataupun gejala lain yang sesuai, berkonsultasilah dengan dokter.







Jika anda telah kontak dengan binatang yang mati karena penyakit atau kontak dengan kotoran binatang tersebut, berkonsultasilah dengan petugas kesehatan.







Jika binatang anda mati, pastikan bahwa anda tahu cara membersihkan tempat tersebut dengan aman.







Pakailah APD : lindungi hidung, mulut dan mata anda dan gunakanlah sarung tangan atau kantung plastik pada kedua tangan.







Kuburlah binatang yang mati pada kedalaman 2.5 meter dan jauh dari tempat persediaan air.







Bersihkan daerah yang dicemari kotoran binatang, gunakan alat pengerik, kumpulkan dan kuburlah kotoran tersebut.







Bersihkan kandang atau daerah bekas kotoran binatang dengan sabun dan air.



CARA MELAKUKAN PENGENCERAN LARUTAN KLORIN Larutan klorin yang dibuat dari natrium hipoklarit ( cairan pemutih ) merupakan larutan yang relatif murah, bereaksi paling cepat dan efektif dipakai untuk dekontaminasi. Rumus untuk membuat pengenceran dari larutan pekat ( konsentrat ) 



Periksa konsentrasi ( % konsentrat ) produk klorin komersial yang anda gunakan







Tentukan jumlah bagian air yang diperlukan dengan rumus dibawah :



Jumlah Bagian ( JB ) air = 



Campuran 1 bagian konsentrat larutan klorin ( cairan pemutih) dengan sejumlah air ( JB air ) yang diperlukan. Contoh : membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat 5 % Langkah 1



: Menghitung JB air :



Langkah 2



: Ambil 1 bagian larutan konsentrat klorin dengan menambahkan 9 bagian air



Cara pemakaian larutan klorin 0,1 % dan 0,5 % dengan mengencerkan produk komersial pemutih yang tersedia di pasaran.



a. Baca sebagai satu bagian ( misalnya cangkir atau gelas ) pemutih konsentrat terhadap x bagian air. ( Contoh : pemutih rumah tangga [ larutan 0,5 ] – campurkan 1 cangkir pemutih dengan menambahkan 9 cangkir air untuk mencapai total 10 cangkir). b. Gunakan air mendidik untuk menyiapkan larutan klorin 0,1 untuk DTT karena air keran mengandung zat organik mikroskopik yang dapat menonaktifkan klorin.



c. Di beberapa negara, konsentrasi Na-hipoklorit digambarkan dalam derajat klorometrik ( chlorum); satu 0Clorum hampir sama dengan 0,3% klorin.



Diadaptasi dari : WHO 1989. Tabel . Menyiapkan Larutan Klorin Encer dari Cairan Pemutih ( Larutan Sodium-hipoklorit) untuuk Dekontaminasi dan Disinfeksi Tingkat Tinggi



a. Untuk bubuk kering baca x gram per liter ( misalnya : Kalsium hipoklorit – 7,1 gram dicampur dengan 1 liter air) b. Gunakan air mendidih untuk menyiapkan larutan klorin 0,1% untuk DTT karena air keran mengandung bahan organik mikroskopis yaang dapat menonaktifkan klorin c. Sodium dikloroisosianurat d. Chloranisme melepaskan klorin dengan kecepatan yang lebih dari kipoklorit. Sebelum LAMPIRAN F menggunakan larutan pastikan tablet sudah larut sepenuhnya.



PROGRAM NASIONAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI



Diadopsidari : WHO 1989



Para pembuat kebijakan di bidang kesehatan harus membuat suatu program nasional (atau regional) pencegahan dan pengendalian infeksi untuk mendukung fasilitas kesehatan dalam mengurangi risiko infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Informasi lebih lengkap mengenai program pengendalian infeksi dapat ditemukan dalam naskah “Prevention of hospital-



acquired



infections:



A



practical



guide.”



WHO,



2002,



2nd



edition,



at:



http://www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/WHO_CDS_CSR_EPH_2002_12/en Program tersebut harus dapat : 



Menentukan tujuan nasional (atau regional) yang relevan dan konsisten dengan tujuan pelayanan kesehatan nasional / regional.







Menyusun, mengembangkan dan senantiasa memperbaharui panduan untuk surveilans pelayanan kesehatan yang dianjurkan, serta upaya pengendalian dan pencegahan infeksi.







Mengembangkan suatu sistem nasional untuk memantau beberapa penyakit infeksi / menular tertentu dan menilai efektifitas dari intervensi yang dilakukan







Menciptakan keselarasan (harmonisasi) program pelatihan awal dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas kesehatan.







Memfasilitasi akses untuk mendapatkan bahan kebutuhan dan produk-produk penting mengenai higiene dan keselamatan.







Mendorong ketersediaan layanan kesehatan untuk mempromosikan praktek terbaik pencegahan dan pengendalian infeksi.







Mendorong pembentukan layanan kesehatan dalam hal memantau penyakit akibat pelayanan kesehatan dan untuk memberi masukan kepada petugas kesehatan yang berkepentingan.



Pihak kesehatan yang berwenang di tingkat nasional maupun regional harus membentuk sebuah lembaga yang mengawasi program tersebut (departemen, institusi, badan atau lembaga lain), dan merencanakan kegiatan nasional dengan dibantu oleh komite ahli nasional. Komite Nasional Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 



Mengkaji risiko yang terkait dengan teknologi baru dan memantau risiko penularan suatu infeksi dari alat-alat dan produk baru, sebelum produk tersebut diijinkan untuk digunakan







Mengkaji dan memberikan masukan terhadap investigasi wabah dan epidemi







Menjalin komunikasi dan bekerjasama dengan komite fasilitas kesehatan lain yang memiliki kepentingan sama, seperti komite keselamatan dan kesehatan, komite pengelolaan limbah, komite transfusi darah dan lain-lain



Masing-masing fasilitas kesehatan harus : 



Membuat program pencegahan dan pengendalian infeksi untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pasien, petugas kesehatan dan pengunjung







Membuat suatu rencana kerja tahunan untuk memberikan akses dan mempromosikan caracara pelayanan kesehatan yang baik, isolasi yang tepat; tindakan sterilisasi yang benar , praktekpraktek pencegahan dan pengendalian infeksi lainnya, pelatihan bagi petugas kesehatan dan surveilans epidemiologi







Menyediakan sarana dan prasarana yang cukup untuk mendukung program pencegahan dan pengendalian infeksi







Pencegahan risiko bagi pasien, petugas kesehatan, petugas lain serta pengunjung di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan, perlu menjadi kepedulian semua pihak dan semua orang serta harus didukung oleh pihak pimpinan atau manajemen.



LAMPIRAN G KUMPULAN “JOB AIDS”  5 Saat Melakukan Praktek Mencuci Tangan  Cara Mencuci Tangan Dengan Sabun dan Air  Cara Mencuci Tangan Dengan Larutan Berbahan Dasar Alkohol  Etika Batuk  Bagan Alur Pemilahan Jenis Sarung Tangan  Pemakaian Alat Pelindung Diri  Langkah-langkah Mengenakan Alat Pelindung Diri  Langkah-langkah Melepaskan Alat Pelindung Diri 4. Area Penyimpanan Steril atau DTT Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril atau DTT di area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat. -



Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau simpanlah peralatan di kabinet atau rak-rak yang tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup lebih baik karena



hal ini melindungi pak-pak dan wadah-wadah dari debu dan debris. Rak-rak terbuka dapat diterima apabila area ini punya akses terbatas dan urusan rumah tangga dan ventilasi terkontrol.) -



Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan bebas kain tiras (lint-free) sesuai dengan jadwal urusan rumah tangga reguler.



-



Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus disimpan dengan jarak 20 hingga 25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan 15-20 cm dari dinding luar.



-



Jangan mempergunakan kardus untuk tempat penyimpanan. (Kardus melepaskan debu dan debris serta dapat menjadi sarang serangga.)



-



Buatlah tanggal dan rotasi suplai. Proses ini berfungsi sebagai peringatan bahwa paket itu rentan atas proses kontaminasi dan menghemat ruang penyimpanan, tetapi hal ini tidak menjamin sterilitas.



-



Pak-pak akan tetap steril sepanjang integritas paket itu dipertahankan.



-



Wadah-wadah steril atau DTT tetap dalam kondisi tersebut hingga dibuka.



-



Barang steril dan DTT dari area ini didistribusikan



Sistem Shelf Life: -



Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan peristiwa dan bukan terkait dengan waktu. Sebuah peristiwa dapat membahayakan integritas dan efektivtas pak tersebut.



-



Peristiwa yang dapat membahayakan atau menghancurkan sterilitas pak mencakup berbagai penanganan, berkurangnya integritas pak, penetrasi kelembaban, dan kontaminasi udara.



-



Sterilitas hilang ketika pak telah terkoyak di pembungkusnya, telah basah, terjatuh di lantai, berdebu atau tidak tersegel.



-



Shelf life sebuah pak steril akan bergantung pada kualitas pengepakan, kondisi selama penyimpanan dan pengangkutan, dan jumlah penanganan sebelum digunakan.



-



Menyegel pak-pak steril di kantong-kantong plastik dapat mencegah kerusakan dan kontaminasi.



-



Sebagian besar peristiwa yang berkontaminasi terkait dengan penanganan pak secara berlebihan atau kurang tepat. Idealnya sebuah peralatan harus ditangani tiga kali: (1) ketika mengeluarkan dari sterilizer cart dan menempatkan di rak



penyimpanan, (2) ketika mengangkutnya ke tempat peralatan itu akan digunakan, dan (3) ketika memilihnya dibuka untuk digunakan. Lima faktor yang kemungkinan besar menghancurkan sterilitas atau membahayakan efisiensi barier bakterial atas materi yang sedang dipak adalah:  Bakteri di udara  Debu  Kelembaban  Berlubang, pecah atau terkoyak segelnya  Terbukanya pak tersebut.  Sebelum menggunakan peralatan yang telah disimpan, periksalah pak tersebut untuk memastikannya tidak terkontaminasi. Penanganan dan Pengangkutan Instrumen dan Peralatan Lainnya  Pisahkan instrumen dan peralatan lain yang bersih, steril, dan DTTdari peralatan kotor dan peralatan yang harus dibuang. Jangan memindahkan atau menyimpan peralatan ini bersama-sama.  Memindahkan instrumen dan peralatan lain yang steril dan DTT ke prosedur atau ruang operasi dengan kereta tertutup atau wadah dengan penutup untuk mencegah kontaminasi.  Pindahkan suplai dari seluruh karton dan kotak pengiriman sebelum membawa suplai ini ke dalam ruang prosedur, ruang operasi, atau area kerja CSD yang bersih. (Shipping



boxes mengeluarkan debu dan menjadi tempat bersarang serangga yang dapat mengontaminasi area ini.)  Mengangkut suplai dan instrumen kotor ke area penerimaan/pembersihan di CSD dengan tong sampah tertutup dan antibocor.  Mengangkut sampah yang terkontaminasi ke tempat pembuangan dengan tong sampah tertutup dan antibocor.  (Untuk informasi tambahan berkenaan dengan penanganan dan pengelolaan peralatan yang akan dibuang)  Pemeriksaan indikator mutu sterilisasi : 1. Indikator mekanik 2. Indikator Kimia



3. Indikator biologi 4. Indikator mikrobiologi Sumber : Perkins 1983 1. Dekontaminasi Merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang telah tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat dan benda lain yang mungkin terkena darah atau duh tubuh. Segera setelah digunakan, alat harus direndam di larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini dapat menginaktivasi HBV, HCV, dan HIV serta dapat mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut (AORN 1990; ASHCSP 1986). Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti dapat mengurangi derajat kontaminasi oleh kuman pada instrumen bedah.



Misalnya, studi yang dilakukan oleh Nyström (1981)



menemukan kurang dari 10 mikroorganisme pada 75% dari alat yang tadinya tercemar dan dari 100 mikroorganisme pada 98% alat yang telah dibersihkan dan didekontaminasi. Berdasarkan penemuan ini, sangat dianjurkan agar alat dan benda-benda lain yang dibersihkan dengan tangan, didekontaminasi terlebih dulu untuk meminimalkan risiko infeksi . Proses desinfeksi barang use yang di reuse Proses desinfeksi alat medis dapat dikategorikan menjadi : Tingkat resiko Kritis



Penerapan Alat



Proses yg Sterilisasi



masuk,penetrasi dalam



steam,sterad



jaringan atau DDT



Penyimpanan



Contoh alat



Sterilisasi harus dijaga :



-Alat



yang



-bungkusan alat harus kering.



digunakan



untuk



-kemasan tidak robek



tindakan invasif.



steril,rongga,aliran



-Bungkusan



darah



dengan



harus



dibuat



menghambat



bioefektif



selama



penyimpanan. .simpan alat steril pada area steril guna melindungi dari kontaminasi lingkungan. -Alat



steril



dibungkus dipakai



yang harus



tidak segera



Semi



Alat yang kontak Sterilsasi



Simpan pada daerah bersih Alat



kritis



dengan



dan kering guna melindungi berhubungan



selaput steam/termal



lendir



dan



dengan dari kontaminasi lingkungan



yang



dengan respiratori



cairan



:



desinfektan



-LM



tingkat tinggi



mask.



laringeal



-Vaginal speculum. -endotrakeal non kinkin. -probe



invasif



ultrasonic



(trans



vaginal probe). -Fleksible *colonoscope Non



Alat yang kontak Bersihkan



kritis



dengan kulit



alat



Simpan



dalam



- Breast pump keadaan -alatnon invasif



dengan bersih ditempat yang kering



equipment:



menggunaka



*



n



urinal.



detergent



Bedpan



dan



dan air .jika



* Manset tekanan



menggunaka



darah.



n desinfektan



* bed



gunakan



* Termometer.



yang



* Tourniket



compatibel



* Tensi meter



B. Desinfeksi lingkungan rumah sakit o Permukaan lingkungan : lantai, dinding dan permukaan meja, trolly didesinfeksi dengan detergen netral o Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan desinfeksi tingkat menengah C. Kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi



Pedoman-pedoman baru yang dikeluarkan oleh CDC pada tahun 1996 meliputi halhal sebagai berikut.namun yang terbaru menyatukan universal precaution dab body substance isolasi (BSI) menjadi kewaspadaan isolasi dengan komponen sbb : Pencegahan /kewaspadaan standar, diterapkan pada semua klien dan







pasien yang mengunjungi fasilitas layanan kesehatan, meliputi : - Kebersihan tangan. - Penggunaan APD (alat pelindung diri ) - Peralatan perawatan pasien. - Pengendalian lingkungan. - Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen. - Kesehatan karyawanan /perlindungan petugas kesehatan. - Penempatan pasien. - Higiene respirasi/etika batuk. - Praktek menyuntik yang aman. - Praktek untuk lumbal punksi. KOMPONEN UTAMA DAN PENGGUNAANNYA Komponen utama Pencegahan Baku dan penggunaannya terdapat dalam Tabel 2-1. Penggunaan pelindung (barier) fisik, mekanik, atau kimiawi di antara mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat inap atau petugas layanan kesehatan, merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi (barier membantu memutuskan rantai penyebaran penyakit). Contohnya, tindakan berikut memberikan perlindungan bagi pencegahan infeksi pada klien, pasien dan petugas layanan kesehatan serta menyediakan sarana bagi pelaksanaan Pencegahan Baku yang baru: 



Setiap orang (pasien atau petugas layanan kesehatan) sangat berpotensi menularkan infeksi.







Kebersihan tangan—prosedur yang paling penting dalam pencegahan kontaminasi silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang).







Pakai Sarung Tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka, selaput lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau instrumen yang kotor dan sampah yang terkontaminasi, atau sebelum melakukan prosedur invasif.



2. Management Resiko PPI



Pengelolaan rumah sakit yang begitu komplek permasalahan ,memerlukan perhatian dan tindakan yang baik .Terutama pencegahan dan pegendalian infeksi yang merupakan acuan mutu rumah sakit,sehingga memerlukan tindakan yang baik. Oleh sebab itu kita harus tahu dulu : 1. Resiko adalah : 



Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan (AS/NZS 4360:2004)







Efek ketidak pastian tujuan (ISO 3100:2009)



2. Management Resiko adalah :  Budaya, proses dan struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang – peluang sambil mengelola efek yang tidak diharapkan. (AS/NZS 4360:2004)  Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi berkaitan dengan resiko (ISO 3100:2009) 1. Identifikasi Resiko Adalah proses mengenal ,menemukan dan mendiskripsikan resiko . Hal pertama yang dilakukan untuk mengelola resiko



adalahmengidentifikasi



,identifikasi ini juga dibagi 2 secara Proaktif dan Reaktif. a. Identifikasi secara proaktif.adalan kegiatan identifikasi yang dikakukan proaktif mencari resiko yang menghalangi rumah sakit mencapai tujuan.Jika faktor resikonya belum muncul dan bermanifestasi metoda yang dapat dilakukan dengan cara,audit,brainstorming,pendapat ahli,FMEA,analisa SWOT. b. Identifikasi secara Reaktif adalah kegiatan identifikasi setelah resiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden dan gangguan .Metoda yang digunakan adalah pelaporan insiden.tentu saja kita akan melaksanakan prinsip identifiksi proaktif karena belum menimbulkan kerugian. 3. Analisa Resiko . Adalah proses untuk memahami sifat resiko dan menentukan peringkat resiko,analisa dilakukan dengan cara menilai : 1.



Seberapa sering peluang resiko muncul,



2.



Berat ringannya dampak yang ditimbulkan TABEL



Descripsi



1 Jarang



2 Intermediate



3 Sering



4 Selalu terjadi



Frekuensi Probability Dampak Occurence Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi mendapatkan



peringkat



sehingga



dapat



dikalikan tujuannya



menentukan



skala



prioritas



penangannnya . Tabel. Peringkat Resiko . 1. Ekstrim ( 15-25) 2. Tinggi (8-12) 3. Sedang (4-6) 4. Resiko rendah (1-3) 4. Evaluasi Resiko. Adalah proses membandingkan antara hasil analisa resiko dengan kriteria resiko untuk menentukan apakah resiko dan /besarnya dapat diterima atau ditolelir.Sedangkan kriteria resiko adalah kerangka acuan untuk mendasari pentingnyaresiko dievaluasi .Dengan evaluasi resiko ini setiap resiko dilelola oleh orang yang bertanggung jawab sesuai denga resiko,dengan demikian tidak ada resiko yang terlewat. 1. Penanganan Resiko Adalah proses memodifikasi Resiko : 1. Menghindari resikodengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan aktivitas yang menimbulkan resiko. 2. Mengambil atau meningkatkan resiko untuk mendapatkan peluang(lebih baik,baik) 3. Mengubah kemungkinan. 4. Menghilangkan sumber infeksi. 5. Mengubah konsekuensi. 6. Berbagi resiko dengan pihak lain.



7. Mempertahankan resiko dengan informasi pilihan 2. Ruang Isolasi (kohorting) A. Penerapan Isolasi Precaution di Rumah Sakit Isolation precaution merupakan bagian integral dari program pengendalian infeksi HAis Tujuan Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen dari satu pasien ke pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya. Karena agen dan host lebih sulit dikontrol maka pemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation Precaution sangat diperlukan. 1. Airborne Precaution a. Penempatan pasien Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai berikut:  Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.  Pertukaran udara 6 – 12 kali/jam.  Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.  Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar  Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan pasien lain dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara kohort.  Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda. b. Respiratory Protection  Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika memasuki rungan pasien yang diketahui infeksi pulmonary tuberculosis



 Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien yang diketahui atau diduga mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus memakai respiratory protection (N 95) respirator.  Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella tidak perlu memakai perlindungan pernafasan. c. Patient Transport  Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang penting saja.  Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien 2. Droplet Precaution a. Penempatan Pasien  Tempatkan pasien di kamar tersendiri  Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart  Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan pasien lainya b. Masker  Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft  Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk ruangan c. Pemindahan pasien  Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk tujuan yang perlu  Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien dianjurkan pakai masker 3. Contact Precaution a. Penempatan pasien  Tempatkan pasien di kamar tersendiri  Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart b. Sarung tangan dan kebersihan tangan.  Gunakan sarung tangan sesuai prosedur  Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi dengan mikroorganisme



 Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan  Segera kebersihan tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub  Setelah melepas sarung tangan dan kebersihan tangan yakinkan bahwa tangan tidak menyentuh peralatan atau lingkungan yang mungkin



terkontaminasi,



untuk



mencegah



berpindahnya



mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain. c. Gaun  Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien bial diantisipasi bahwa pakaian akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau peratalan pasien di dalam kamar atau jika pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy, colonostomy, luka terbuka  Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.  Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak



mungkin kontak



dengan permukaan lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain d. Transportasi pasien  Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk tujuan yang penting saja. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan pencegahan dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan resiko transmisi mikroorganisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan dan peralatan. Peralatan Perawatan Pasien  Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri, atau secara kohort  Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan pembersihan atau desinfeksi sebelum dipakai kepada pasien lain. Recommendation Isolation Precaution “administrative Controls” 1. Pendidikan Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab dalam menjalankanya.Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan pencegahan)



2. Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan adanya perbaikan langsung.



Dengan mengelompokan satu jenis penyakit berdasarkan cara penularannya : 1.



Setiap pasien yang menular harus dirawat di ruang isolasi tersendiri.



2.



Saat ini Rumah Sakit Sari AsihCiputat belum memiliki ruang isolasi tersendiri,kedepannya akan direncakan untuk pengadaan ruang isolasi pasien menular yang sesuai ketentuan ,untuk merawat pasien ,Rumah Sakit Sari AsihCiputat menggunakan cara Pengelompokan (Kohorting ) pasien menular TBC,diare berat,varicella perdarahan tak terkontrol,luka lebar dengan cairan keluar.



3.



Setiap pasien harus memakai masker bedah (surgical mask rangkap 2) atau masker N 95(bila mungkin) pada saat petugas berada diruangan tersebut. Ganti masker setiap 4-6 jam dan buang di tempat sampah infeksius. Pasien tidak boleh membuang ludah atau dahak di lantai – gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable)



4.



Setelah selesai melakukan tindakan jas tersebut harus dilepaskan dengan hati-hati dan masukkan kedalam tempat tertutup dilengkapi dengan laundry bag yang berlabel ISOLASI. Tempat tersebut diletakkan di dekat pintu keluar ruang isolasi. Setelah itu petugas harus kebersihan tangan di dalam ruang isolasi.



5.



Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan: 



Termometer







Stetoskop







Tensimeter







Wadah/bed pan (jika tidak ada kamar mandi sendiri)







Tempat pembuangan limbah infeksius: o



Jas



o



Instrumen



o



Sampah termasuk sisa makanan, alat makan







Fasilitas kebersihan tangan di dalam ruang kohorting







Barrier atau penghalang .







APD yang sesuai.



Pengelolaan kebersihan lingkungan Rumah Sakit



Pengelolaan rumah tangga meliputi pembersihan umum rumah sakit dan klinik, yangmeliputi lantai, dinding, alat-alat, meja, dan permukaan lain. Maksud pengelolaan rumah tangga adalah : 



mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat menulari pasien, tamu, staf, dan masyarakat sekitar,







mengurangi risiko kecelakaan, dan







mengupayakan lingkungan yang bersih dan menyenangkan untuk pasien dan staf Umumnya ruangan-ruangan di rumah sakit dan klinik, seperti ruang tunggu dan kantor administrasi, tergolong risiko rendah sehingga cukup dibersihkan dengan sabun dan air. Sedangkan beberapa ruangan seperti toilet/WC, pembuangan darah atau duh tubuh lain, tergolong risiko tinggi memerlukan disinfektan seperti klorin 0.5% atau fenol 1% yang ditambahkan pada larutan pembersih (SEARO 1988). Penggunaan disinfektan selain sabun dan air dianjurkan pula di ruangan-ruangan seperti ruangan operasi, kamar pulih, dan ruang perawatan intensif.



Peralatan yang single use yang di Re-use Dengan berkembangnya teknologi dan tuntutan patient safety,maka peralatan yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi keselamatan pasien.Hal ini terkait kontaminasi yang ditimbulkan jika digunakan kembali , oleh sebab itu dilakukan aturan peralatan yang use dan re-use sbb; 1. Peralatan yang use (sekali pakai)  Berupa benda tajam  Yang bersentuhan langsung dengan cairan tubuh pasien  Yang penggunaannya dilakukan secara septic.  Dibagi menjadi peralatan kritikal,semi kritikal dan non kritikal. Kategori Alat-alat medis : Tingkat Penerapan



Proses



Penyimpanan



Contoh alat



resiko Kritis



Alat yg



Sterilisasi



Sterilisasi harus



-Alat yang digunakan



masuk,penetrasi



steam,sterad



dijaga :



untuk tindakan



dalam jaringan



atau DDT



-bungkusan alat



invasif.



harus kering.



-endoskopidan



steril,rongga,aliran



darah



-kemasan tidak



assesoris yang



robek



dipakai dlm tindakan



-Bungkusan harus



invasif:



dibuat dengan



- alat ERCP



menghambat



-Laparoskopi



bioefektif selama



- Broncoskopi



penyimpanan.



- instrument



.simpan alat steril



bedah/operasi



pada area steril guna melindungi dari kontaminasi lingkungan. -Alat steril yang tidak dibungkus harus segera dipakai Semi



Alat yang kontak



Sterilsasi



Simpan pada



Alat yang



kritis



dengan selaput



steam/termal



daerah bersih dan



berhubungan dengan



lendir



atau dengan



kering guna



respiratori :



cairan



melindungi dari



-LM laringeal mask.



desinfektan



kontaminasi



-Vaginal speculum.



chlorine 0,5



lingkungan



-endotrakeal non



%



kinkin. -probe invasif ultrasonic (trans vaginal probe). -Fleksible endocopes: *colonoscope *sigmoideskope



Non



Alat yang kontak



Bersihkan



Simpan dalam



- Breast pump -alatnon invasif



kritis



dengan kulit



alat dengan



keadaan bersih



equipment:



menggunaka



ditempat yang



* Bedpan dan urinal.



n detergent



kering



* Manset tekanan



dan air .jika



darah.



menggunaka



* bed



n desinfektan



* Termometer.



gunakan



* Tourniket



yang



* Tensi meter



compatibel



* Pot obat pasien. * kontainer darah



Batas penggunaan alat medis Alat medis



Frekuensi



Dengan



penggunaan



melihat



Laringeal



ulang&proses 40x



mask



Steam



Proses kontrol



1.Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 2.Setelah 40x alat langsung dibuang. 3.Bila alat rusak sebelum waktunya segera



Nasal



5x



spray



Steam



dibuang 4.Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 5.Setelah 40x alat langsung dibuang. 6.Bila alat rusak sebelum waktunya segera



Endotracea



40x



tube non



Steam



kinkin



dibuang 7.Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 8.Setelah 40x alat langsung dibuang. 9.Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang



Respiratory 30x valve



Steam



10. Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 11. Setelah 30x alat langsung dibuang. 12. Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang



Beast pump 3. hal yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi 1. Alat instrumen yang dapat disterilisasi ulang adalah : a. Fisik peralatan setelah proses sterilisasi ulang peralatan tidak berubah keutuhan, fungsional, baik perubahan fisik, kimia biologis. b. Proses pembersihannya mampu menjamin membersihkan semua jenis kotoran biologis dari setiap pemakaian yang sebelumnya dan peralatan bebas dari zat Pyrogenis, Tes Pyrogenisitas dari pabrik c. Bahan yang digunakan tidak menimbulkan zat toksik akibat reaksi kimia dengan pelarut atau zat pembersih d. Produsen alat yang bersangkutan menerapkan siklus-siklus peralatan bersertifikat yang merupakan cara-cara yang telah ditentukan dan diabsahkan untuk pemastian kesterilan, uji-uji untuk keutuhan kemasan, pemeriksaan dan pengendalian prosedur dengan pencatatan pemakaian alat tersebut 2. Semua permohonan untuk memakai kembali peralatan disposible/Re-use atau sekali pakai saja harus tercatat, diketahui dan disetujui oleh PPI(ICN) RSPB untuk memungkinkan pengembangan protokol langkah demi langkah untuk proses ulang 3. Tidak ada peraturan dan undang-undangf untuk indonesia dan prosedur untuk menangani alat-alat yang sudak kadaluarsa, hal ini akan dikonsultasikan ke HICMR sesuai dengan kondisi Pengelolaan linen Memproses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk mengumpulkan, membawa, dan memilih (menyortir) linen kotor dan membinatu (mencuci, mengeringkan, melipat, atau membungkus), kemudian menyimpan dan mendistribusikannya. Memroses linen secara aman dari berbagai sumber adalah suatu proses yang rumit. Prinsip-prinsip dan langkah-langkah utamanya tercantum dalam Staf yang ditugasi untuk mengumpulkan,



membawa dan memilih linen kotor harus sangat berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian tebal atau sarung tangan rumah tanggauntuk mengurangi risiko perlukaan oleh jarum atau benda tajam, termasuk pecahan gelas . Staf yang bertanggung jawab terhadap pencucian barang kotor harus memakai sarung tangan utiliti , alat pelindung mata, dan apron plastik atau karet. Pengelolaan Lingkungan dan bangunan Upaya pengendalian lingkungan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk dapat mengendalikan berbagai faktor lingkungan (Fisik, biologi, dan sosial psikologi ) di RS dengan cara : 



Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar sarana kesehatan sehingga infeksi HAis dapat di cegah dengan mempertimbangkan cost efektif







Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman







Mencegah terjadinya kecelakaan kerja



Ruang lingkup pengelolaan lingkungan : 1.



KONSTRUKSI BANGUNAN



2.



UDARA



3.



AIR



4.



PEMBERSIHAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT



5.



PEMBERSIHAN LINGKUNGAN DI R.GIZI



6.



PEMBERSIHAN DI RUANG LAUNDRY



1. Pengertian Cara melakukan perubahan bentuk, penambahanruanganpadalokasi tertentuyang meliputi design interior,eksterior, civil dan medical. Definisi dari kegiatan konstruksi : Tipekegiatan renovasi ada 4 type: A. Tipe A pemeriksaan dan kegiatan pemeliharaan umum. Termasuk namun tidak terbatas pada: penghapusan ubin langit - langit untuk inspeksi visual (terbatas pada 1 genteng per 5 m2), lukisan (tetapi tidak pengamplasan); mencakup instalasi dinding; kerja trim listrik; pipa kecil; setiap kegiatan yang tidak menghasilkan debu atau memerlukan pemotongan dinding atau akses ke langit-langit selain untuk inspeksi visual. B. Tipe b skala kecil dan jangka pendek,yang menghasilkan debu sedikit.



Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, instalasi pemasangan kabel telepon dan komputer, akses keruang chase, memotong dinding atau langit – langit dimana migrasi debu dapat dikendalikan. C. Tipe c kerja apapun yang menghasilkan debu sedang atau tingkat tinggi. Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pembongkaran atau penghapusan komponen bangunan built-in atau rakitan, pengamplasan dinding untuk lukisan atau mencakup dinding, meliputi penghapusan lantai/ wallpaper, ubin dan casework langit -langit, konstruksi dinding baru, duct work kecil atau pekerjaan listrik diatas langit- langit, kegiatan pemasangan kabel utama. D. Tipe d penghancuran besar dan proyek konstruksi Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, penghancuran berat, penghapusan sistem plafon yang lengkap, dan konstruksi baru. Tujuan. Menurunkan terjadinya kontaminasi infeksi yang diakibatkan pembangunan dan renovasi bangunan. Kebijakan : a. Identifikasi kelompok resiko renovasi bangunan. Kelompok 1



Kelompok 2



Kelompok 3



Kelompok 4



Rendah  Areakantor



Sedang  Perawatan



Sedang Tinggi  IGD



Tinggi  Area klinis



 Tanpapasie



pasien dan tidak



 Radiology



 Kamar Operasi



n/ area



tercakup dalam



 Recovery



 Kamar prosedur



resiko



Grup 3 atau 4



rendah



 Laundry



yang tidak



 Kantin



ter daftar



 Manajemen



dimanapun



Material  Penerimaan/ Pemulangan  Laboratorium tidak spesifik seperti Grup 3 Koridor Umum



Rooms  Ruang



invasif pasien rawat jalan



Maternitas/VK  Area Anastessi &  Kamar bayi  Lab Microbiologi  Farmasi



pompa jantung  Semua Intensive Care Unit (kecuali yang tertulis di Grup 4)



(yang dilewati pasien, suplai, dan linen)



b.



Pedoman kontrol infeksi.



Kelas I



-



Jalankan pekerjaan dengan metode untuk meminimalkan peningkatan debu dari operasi konstruksi



Kelas II



-



Mengganti genteng langit – langit untuk inspeksi visual secepatnya



-



Penyedia anaktif berarti untuk mencegah debu udara menyebaran keatmosfir



-



Segel pintu yang tidak digunakan dengan lakban.



-



Konstruksi yang mengandung limbah sebelum ditransportasi harus dalam wadah tertutup rapat.



-



Pelbasah/ atau vakum dengan vakum HEPA ber-filiter.



-



Tempatkan lap kaki dipintu masuk dan keluar dari area kerja dan mengganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi proses kerja.



-



Isolasi sistem HVAC didaerah mana pekerjaan yang sedang dilakukan/ kohort dengan tekanan negatif



Kelas III



Usap case work dan permukaan horizontal saat proyek selesai.



 Isolasi sistem HVAC di wilayah di mana pekerjaan tengah dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari sistem saluran.  Lengkapi semua barrier spem bangunan sebelum konstruksi dimulai.  Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja menggunakan unit ventilasi saringan HEPA atau metode lain untuk mempertahankan tekanan negatif. Keselamatan umum akan



memonitor tekanan udara  Jangan menghilangkan barriers dari area kerja sampai proyek lengkap dibersihkan.  Pel basah atau vakum dua kali per 8 jam periode kegiatan konstruksi atau sesuai yang diperlukan dalam rangka untuk meminimalkan jejak.  Singkirkan bahan penghalang dengan hati-hati untuk meminimalkan penyebaran kotoran dan puing – puing yang terkait dengan konstruksi. Bahan barrier harus diusap basa ,Vakum dengan menggunakan HEPA atau berikan kabut air agar lembab sebelum disingkirkan.  Tempatkan limbah konstruksi dalam wadah tertutup rapat sebelum ditransportasi.  Tempatkan keset kaki dipintu masuk dan keluar dari area kerjadan diganti atau dibersihkan saat tidak adal lagi aktifitas kerja  Usap case work dan permukaan horizontal saat proyek telah selesai. Kelas IV



-



Isolasi sistem HVAC di wilayah dimana pekerjaan tengah dilakukan untuk mencegah kontaminasi system saluran.



-



Lengkapi semua barrier spem bangunan sebelum konstruksi dimulai.



-



Jaga tekanan udaran egatif dalam tempat kerja menggunakan unit ventilasi saringan HEPA atau metode lain untuk mempertahankan tekanan negatif. Keselamatan umum akan memonitor tekanan udara



-



Beri segel pada luban, pipa,s aluran dan tusukan untuk mencegah migrasi debu.



-



Bangunante roomdan mengharuskan semua personil melewati ruangan.Pel basah atau vakum HEPAante room tiap hari.



-



Selama pembongkaran, kerja yang menghasilkan debu atau bekerja dilangit - langit, sepatu sekal ipakai dan baju harus dipakai dan dibuang di anteroom ketika meninggalkan area kerja.



-



Jangan menghilangkan barriers dari area kerja hingga selesai proyek dibersihkan



-



Singkirkan bahan penghalang hati-hati untuk meminimalkan penyebaran kotoran dan puing-puing yang terkait dengan konstruksi.



3.



Antibiogram Dengan pemeriksaan kultur akan didapatkan hasil resistensi kuman terhadap antibiotika yang digunakan untuk menentukan pola kuman rumah sakit



4.



Pengelolaan bahan atau obat kadaluwarsa Bekerja sama dengan farmasi dalam melakukan pengawasan obat atau bahan yang telah kadaluwarsa



5.



Upaya pencehan dan kesehatan karyawan Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat kerja,juga dapat menstransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan lain. Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah terinfeksi apa saja dan status imunisasinya,imunisasi yang dianjurkan hepatitis B,bila memungkinkan haemophilus influenza, campak, tetanus, difteri, rubella, mantoux test.Alur pasca pajanan harus dibuat dan dipastikan dipatuhi untuk HIV, HBV, HCV. Pedoman ini merupakan strategi preventif terhadap infeksi yang didapatkan dari rumah sakit.meliputi : 1. Monitoring dan suppprt kesehatan petugas.



2. Edukasi pada seluruh staf rumah sakit tentang PPIRS 3. Vaksinasi dan imunisasi bila dibutuhkan . 4. Menyediakan antivirus profilaksis. 5. surveilens ILI mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas akut dari manusia ke manuasia. 6. terapi dan follow up 7. Rencanakan pertugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran resiko bila terkena infeksi. 8. upayakan support psikososial. B. Tujuan 1. Menjamin keselamatan petugas dilingkungan rumah sakit. 2. Memelihara kesehatan petugas kesehatan. 3. Mencegah KLB. Unsur yang dibutuhkan . 1. petugas yang berdedikasi. 2. SPO yang jelas dan tersosialisi dengan baik. 3. Koordinasi yang baik antar unit. 4. Penanganan pasca pajanan infeksius. 5. Pelayanan konseling dan privasi. Pelaksanaan : a.



Perlindungan yang minimal bagi petugas adalah imunisasi hepatitis B, iminisasi masal dan diulang tiap 5 tahun pasca imunisasi .



b.



Management pasca pajanan. - tes pada pasien sebagai sumber pajanan. - tes HBS Ag dan Anti HBs petugas. - Pemberian immunoglobulin hepatitis B pasca pajanan sebelum 48 jam C. Evaluasi 1. dilakukan sebelum dan sesudah pajanan. 2. Status imunisasi . 3. Riwayat kesehtan yang lalu. 4. Terapi saat ini. 5. Pemeriksaan fisik. 6. Pemerisaan lab dan radiologi. 7. Edukasi :







SPO PPI







Kewaspdaan isolasi







Kewaspadaan transmisi



8. Pelaporan yang meliputi : 



Informasi resiko ekspos.







Alur mangemen dan tindak lanjut.







Penyimpanan data



Pajanan dan tindakan : 1. Virus H5N1 Bila terjadi pajanan diberikan oseltaivir 2x 75 mg selama 5 hari. 2. Virus HIV. Resiko terpajan 0,2 – 0,4 % per injuri.Profilaksis diberikan dalam waktu 4 jam pasca pajanan dengan pemberian ARV,AZT,3TC dan Indinavir sesuai pedoman.pasca pajana harus dilakukan pemeriksaan HIV seroologidan dicatat sampai jadwal pemeriksaan monitoring lanjutan nya. 3. Virus Hepatitis B. Resiko terpajan Hepatitis B 1,9-40 % per pajanan,segera pasca pajanan dilakukan pemeriksaan ,dapat terinfeksi bila sumber pajanan positif HbsAg atau HbeAg. D. Berikut tata laksana penyakit menular dan pencegahannya : Penyakit



Masa



Menular



inkubasi



Cara transmisi



Kewaspa



Masa petugas



selama/ virus



daan



diliburkan/



shedding



yang



tindakan



Tindakan



perlu Abses



Selama luka



kontak



dijalankan Kontak



mengeluarkan Acinetobact



cairan tubuh Luka bakar



Flora N kulit manusia, Standar



er baumanii



yang di



mukus menbran dan



dan



hydroterapi



tanah. Bertahan di



kontak



tempat lembab dan kering sampai berbulan, menular



konserfatif



melalui peralatan rawat respirasi, tangan petugas, humidifier, stetoscop, termometer, matras, bantal, prmk TT, mop, gorden, tempat mandi luka terbuka Adenovirus



6-9 hari



Sekret saluran



Droplet,



type 1-7 Aspergilosi



nafas Infeksi jar luas



Inhalasi stadium



kontak Kontak



s



dengan cairan



airbone, conidia



dan



candidiasis



berlebihan



airbone Standar,



Chlamidia



kontak Standar,



C



kontak,



trachomatis



termasuk seksual Standar,



Konserfatif



Congenital



Sampai umur 1 Kontak dengan



rubella



tahun



bahan nasofaring dan kontak



14 hari stl



urin Kontak dengan



Kontak



Sampai mata



onset



tangan, alat



standar



tidak kluar



Conjungtivit



5- 12 hari



is *adenovirus type 8 Campak



terkontaminasi 5-21 hari



Restriksi 7 hari



kotoran



3-4 hr stl



Droplet yang besar



Transmisi



Restriksi 7 hari



Pengobatan



bercak timbul



(kontak dekat) &



udara



setelah bercak



simtomatik



mel nasofaring



udara



merah timbul (yg imun) 5hr stl ekspos- 21 hr stl ekspos



Campilobac



Standar



ter Closrtidium



kontak



difficile Cytomegalo Tidak



Pengobatan



Tahan di



Kontak dg sekresi



Standar



Tidak perlu



virus



diketahui



lingkungan dlm &eksresi : saliva dan



hand



wkt pendek



urin Sekresi dr mulut



hygiene Droplet,



Sampai terapi



Pengobatan



mengandung c



kontak



antibiotika telah



simtomatik dan



lengkap dan



virus.



sampai 2 kultur



Minum eritromicin



berjarak 24 jam



3x 1 tb sampai 7



dinyatakan



hari



Difteria



difteriae



negatif, perlu imunisasi tiap 10 Gastroenter



Kontak px, konsumsi



Standar



tahun Tidak mengolah



itis



makanan/ air



atau



makanan sp 2x



*salmonella



terkontaminasi



kontak



jarak 24jam



*shingella



kultur feses



*yenterocoli



negatif



tica Glardia



Feses



Kontak



Standar



lambilia Hepatitis A



15- 50



2 minggu,



Fekal oral melalui



hari



kadang2 sp 6



feses



Libur di area



Vaksinasi hepatitis



perawatan/



a



bulan



pengolahanmak



(prematur)



anan,i minggu setelah sakit kuning imunisasi



Hepatitis



B:6-



Akut atau



Perkutaneus mukosa, Standar



paksa ekspos Tidak perlu



-segera periksa



B,D



24mgg



kronik dg



kulit yg tdk utuh



dibatasi smp



HbsAg atau



D: 3-7



HbsAg positif



kontak dgn darah,



HbeAg negatif.



HbeAg,tidak perlu



mgg



semen, cairan



divaksin bila



vagina, cairan tubuh



petugas telah



yg lain



mengandung Anti HBs ≥ 10 mliu/ml



Hepatitis



Perkutaneus mukosa



C,F,G



kulit yg tdk utuh



Standar



Restriksi sampai kondisi membaik



kontak gdn darah,



/ sampai HceAg



semen, cairan



negatif



vagina, cairan tubuh Herpes



2-14 hr



simplex



Asiptomatik



yg lain Kontak dgn ludah



Standar,



Retriksi tidak



dpt



karier mengandung



kontak



perlu, tp dibatasi



mengeluarkan



virus langsung/ lwt



tangan



kontak dgn px



virus



sekresi luka aberasi/



HIV



cairan vesikel Perkutaneus mukosa, Standar



Kurang dari 4 jam



kulit yg tdk utuh



paska pajanan



kontak dgn darah, semen, cairan



-diberikan arv,azt



vagina, cairan yubuh



dan 3 tc.



yg lain



-dilakukan pemeriksaan HIVserologi dan menitor setelah 3 bln,9bln,11 bln



Helicobacte



Standar



r pylori MDRO



Kontak luka



Kontak



Infeksius pd



Airbone, kontak



kontak



3hr pertama



langsung/ droplet dgn



petugas yg



sakit.Virus dpt



sekresi saluran



rentan.



dikeluarkan



napas



Amantadin untuk



(MRSA, VRE, VISA, ESBL, Srep pneumonia Influensa



1-5hr



Vaksinasi pd



sblm gejala



kontak dgn



timbul smp 7hr



influensa A



stlh dimulai sakit, lebih panjang pd



anak dan orang Hemophilus



Standar



Influenzae



droplet



Dewasa Anak Batuk non



Droplet sekret



Kontak



Human



produktif,



respirasi



Droplet



Metapneum



kongesti nasal



o virus



whezing,



(HMPV)



bronkhiolitis,



Makanan, air



Kontak,



terkontamibasi feses



makanan,



Kontak dgn sekret



air Trasmisi



Libur spm 24jam



-perlu profilaksis



saluran napas



mel



stlh terapi paska



dgn Rif2x600 mg



droplet



ekspos.



selama 2 hari ,dan



pneumonia pada anak Novirus



N



12-48 jam



+ 11,5 tahun Diare, KLB



2-10 hr



meningitis



Rifampin2x600m dosis tunggal g, 2hr;



cipro1x1,atau



ciprofloxacin1x5



ceftriaxone 250 mg



00mg atau



IM



ceftriaxon250mg Trasmisi



IM Vaksinasi efektif,



Parotitis,



16-18hr



Community



Kontak dengan



Mumps



(12-25hr)



acquired, virus



droplet atau langsung droplet



MMR Restriksi



berada dlm



dgn sekret sal napas,



sp 9hr stlh onset



saliva 6-7hr sbl yi saliva, hidung dan



parotitis.



parotitis sp 9hr



Petugas



mulut



stl onset Px



renyan : 12hr



immunokompr



paska ekspos



omls



pertama sp 25



hr stlh ekspos Parvovirus/



6-10hr



B19



Menular sblm



Kontak dgn droplet



Transmisi



terakhir Tidak perlu



bercak merah



besar, muntahan



drolpet



restriksi



onset F catarrhal



Kontak dgn sekresi



Transmisi



Vaksin



sangat



sal napas, droplet



droplet sp



direkomen umur



menular



besar kontak dekat



5 hr



11-64 th petugas



menerima



dgn pertusis:



antibiotik



restriksi fase



sp 7hr stlh Pertusis



7-10 hr



catarrhal sp mg 3 stl onst / 5 hr stlh tx antibiotik kontak saja tidak Pollomyeliti



Nonparalit Sal napas



Kontak cairan sal



Transmisi



perlu retriksi Imunisasi



s



ik: 3-6hr;



napas, benda



kontak



direkomendasik



1mgg stlh



paralitik 7- gejala muncul, 12hr



terkontaminasi fese



an



dlm feses bbrp mgg-bulan stlh



Rubella



12-23hr,



gejala muncul Sangat



Kontak dgn droplet



Transmisi



5hr stlh bintik



bintik



menular saat



nasofaring px



droplet



keluar : petugas



merah



bintik merah



dan



rentan 7hr stl



timbul 14-



keluar, virus



kontak



ekspos pertama



16hr stlh



lepas 1mgg



dgn



sp 21hr stl



ekspos



sblm smp 5-



cairan sal



ekspos terakhir



7hr stl onset,



napas



congenital rubella bisa melepas virus berbulanRSV



2-8hr



bertahun2 Orang sakit



Tangan



Transmisi



Batasi kontak



(infeksi



(tersering



dapat



terkontaminasi saat



kontak



dgn pasien



virus



4-6hr)



mengeluarkan



merawat pasien atau



erat dhn



rawat dan



virus selama 3- menyentuh benda



droplrt



lingkungan bila



8hr. Tp pd bisa



mati, transmisi RSV



atau



ada KLB RSV



anak 3-4mgg



bila menyentuh mata



aerosol



Restriksi sampai



atau hidung



partikel



gejala akut



Kontak dengan



kecil Strandar



hilang Retriksi



petugas,



transmisi



perawatan



mungkn karier



kontak,



pasien dan



nares anterior,



dapat



pengolahan



tangan, axilla,



airbone



makanan bila



respiratorik)



MRSA



perineum,



petugas dengan



nasofaring,



lesi kulit basah



orofaring



tidak perlu retriksi bila



Streptococ



Kontak sisi



Kulit, faring rektum,



Standar



kolonisasi Retriksi



A



terinfeksi &



vagina



berdasar



perawatan



transmisi



pasien &



mensekresi



pengolahan makanan sp 24 jam stl mendapat antibiotik Tidak perlu retriksi petugas dg kolonisasi Salmonella,



Orang- orang lewat



Shingella



fekal oral air/ makanan



Sypilis



terkontaminasi Kontak langsung dg lesi primer atau sekunder sypilis



Kontak



Tuberkolosi



Sp 1 bl minum



s



OAT



Varicella



Inhalasi droplet nuklei Airbone, kontak



Sampai terbukti



-petugas yg



non infeksius



terexpose perlu tes



(mengelu



mantoux bila



arkan c



indurasinya> 10



tubuh



mm perlu profilaksis



infeksius)



INH sesuai



Sp lesi kering



Airbone,



8 hari pasca



rekomendasi lokal Vaksinasi varicella



& berkusta



kontak,



kontak sp 21



standar



hari paska kontak, beri imuno globulin IV paska kontak, imunisasi petugas paska pajanan dalam 4 hari



Vibrio



Kontak feces



kolera Zoster



Tutupi lesi,



Retriksi sampai



*lokal



jangan kontak



lesi mengering



dg pasien



dan mengelupas



*



rawat Jangan kontak



Retriksi sampai



menyeluruh



dg pasien



semua lesi



atau orang



kering dan



immuno



mengelupas



kompromai s * paska



Jangan kontak



Dari hr ke 10



pajanan



dg pasien



paska pajanan



(person



rawat



pertama sp hari



yang



ke 21 atau hr 28



rentan)



bila di beri lagi atau sampailesi



kering dan mengelupas A. Tindakan pertama pada pasca pajanan bahan kimia atau cairan tubuh. 1. Pada mata



: Bilas dengan air mengalir selama 15 menit.



2. Pada Kulit



: Bilas dengan air mengalir selama 1 menit.



3. Pada Mulut



: segera kumur-kumur selama 1 menit



4. Lapor ke Tim PPI atau K3RS atau dokter karyawan B. Tata laksana bila petugas terpajan sumber infeksius Hepatitis B dari jarum bekas Orang yang terkena Tidak divaccin



Sumber HbsAg (+) HIBG 1x dan diberikan



Sumber HbsAg (-) Beri vaksinHB



Sumber tidak diketahui Bila sumber merupakan resiko



vaksin HB



tinggi,dapat diperlakukan



Pernah diberi vaksin tapi



Tes untuk HBs:



Tidak ada



sebagai sumber HBsAg Tidak ada pengobatan



tidak diketahui



1.jika titernya cukup



pengobatan



serokonversinya



tidak perlu perlu terapi. 2.jika tidak cukup titernya beri boosster



Diketahui non



HB dalam waktu 7 hari. HBIG 1x(dalam waktu



Tidak ada



Jika sumbermerupakan resiko



serokonversinya



72 jam)+ 1x dosis



pengobatan



tinggi dapat diperlakukan



vaksin HB(dalam waktu



sebagai sumber HbsAg (+)



Tidak diketahui



7 hari) Tes untuk HBs :



Tidak ada



Tes untuk anti HBs :



serokonversinya



1.jika (-) obat seperti



pengobatan



1.jika (-) ,obati seperti non



non serokonversi.



serokonversi.



2.jika titer tidak cukup



2.jika titer tidak cukup booster



HBIG 1x + booster



vaksin HB.



vaksin HB dan ulangi



3.jika tter cukup tidak perlu



pemeriksaan setelah 4



diobati.



minggu. 3.Jika titer cukup,tidak perlu diobati -HBIG (Human B imunoglobulin)dosis untuk dewasa 400 unit. -Titer (antibodi) yang sudah cukup berada pada level 10 mIU/ml



C. Pengobatan jika sumber positif HIV sbb : Orang yang terkena Sumber positif HIV



Sumber



Sumber tidak diketahui



negatif HIV(-)



Rujuk ke dokter internis



HIV Tidak ada Konsultasi dengan spesilais mikrobiologi



aagar mendapatkan



pengobat



/internist mungkin diobati seperti pasien



nasehat.



an



HIV (+),jika resiko tinggi.



Setelah kejadian diketahui dari pasien HIV (+) staf harus dirujuk kefasilitas post exposur propilaksis(PEP) dalam waktu 2 jam setelah pajanan. Tes ulang saat itu 6 minggu,3,6dan 12 bulan . Saran : Lakukan pencegahan penularan . Tunda proses kehamilan selama 3 bulan. Jangan memberikan donor darah . Suntikan zidovudine selama 4 minggu (250 mg 3x/hari) atau 150 mg 2x/hari(untuk tablet)



HIV (+) Tidak perlu pemberian



Tidak



pengobatan propilaksis



perlu diobati



D. Pengobatan jika sumber (+) Hepatitis C Orang yang terkena Sumber HbsAg (+)



Sumber



Sumber tidak diketahui



Hepatitis C negatif



Berikan nasehat untuk



HbsAg (-) Tidak



Tidak perlu diobati konsul dokter internist



melakukan



perlu



jika perlu.



pemeriksaan 0,3,6,12



diobati



bln pemeriksaan HVC dengan PCR dan diperiksa LVT untuk mengetahui status infeksinya Sarankan untuk meminalkan penularan Tidak ada chemopropilaksis tersdia ,rujuk pada dokter penyakit menular E. Petunjuk penggunaan ARV 1.



ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam.



2. Termasuk didalamnya pajanan tehadap darah,cairan serebrospinal,semen,vagina,amnion dari pasien dengan positif HIV. 3. Tes HIV diulang setelah 6 minggu ,3 bulan dan 6 bulan. F. Status HIV pasien Pajanan



Tidak diketahui



Positif



Positif Resiko tinggi



Rejimen



Kulit utuh



Tidak perlu PPP



Tidak perlu



Tidak perlu



-



Mukosa/kulit



Pertimbangkan



PPP Berikan



PPP Berikan



AZT 300mg/12



tidak utuh



rejimen 2 obat



rejimen 2 obat



rejimen 2 obat



jam x 28 hari,3TC 150 mg/12 jam 28



- Tusukan



Berikan rejimen 2



Berikan



Berikan



hari AZT 300mg/12



benda tajam



obat.



rejimen 2 obat.



rejimen 3 obat



jam x 28



solid



hari,3TC 150 mg/12 jam 28



- Tusukan



Berikan rejimen 2



Berikan



Berikan



hari,Lop/r



obat



rejimen 3 obat



rejimen 3 obat



400/100mg/12



benda tajam



jam x28 hari.



berongga Pemeriksaan swab dan kultur,merupakan saran pemeriksaan swab kuman pada : a. lantai,dinding dan ,AC b. Tangan petugas gizi dan perawat ruang rawat inap. c. Kultur darah pada surveilens ILI BAB II STANDART KETENAGAAN A. Kualifikasi Ketenagaan. Jenis ketenagaan menurut Peraturan Pemerintah RI tahun No .32 Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan No 1 2 3 4



Jenis tenaga Dokter spesialis ICN Perawat Sanitasi linen



Pendidikan formal Anestesi D-3 D-3 D-3



5 6 7



Sanitasi gizi farmasi Laborat



D-3 D-3 D-3



Kualifikasi ketenagaan PPI 1.



Karyawan yang berminat dalam bidang PPI.



sertipikat PPI lanjut PPI dasar cssd Management



Jumlah 1 1/150 TT 1 1



linen Management Gizi 1 1



2.



Minimal pendidikan D3



3.



Mempunyai sertipikat PPI (basic maupun advand)



4.



Bekerja purna waktu



B. Uraian Tugas : 1. Direktur  Membentuk Tim dan TIM PPIRS dengan surat keputusan  Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan upya PPI  Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan.  Menentukan kebijakan PPI  Mengadakan evaluasi kebijakan PPI berdasarkan saran dari panitia PPIRS  Dapat menutup suatu unit perawatan /instalasi yang dianggap potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai saran dari PPIRS.  Mengesahkan SPO untuk PPIRS. 2. IPCO ketua Tim PPI 2.1 Kriteria IPCO ;  Ahli atau dokter yang berminat dalam PPI  Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.  Memiliki kemampuan leadership. Tugas IPCO sbb;  Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi.  Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilens.  Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi antibiotika.  Bekerjasama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi dan deteksi dini KLB.  Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan dengan prosedur terapi.  Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan lain dalam merawat pasien. 3 IPCN



3.1 Kriteria IPCN :  Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi pelatihan PPI  Memiliki komitmen di bidang PPI  Memiliki pengalaman sebagai kepala Ruangan atau setara.  Memiliki kemampuan leadership,inovatif dan confident  Bekerja purna waktu. 3.2 Uraian tugas :  Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi diruang perawatan.  Memonitor



pelaksanaan



PPI,penerapan



SPO,kepatuhan



petugas



dalam



menjalankan kewaspaan isolasi.  Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada panitia PPIRS.  Melaksanakan pelatihan PPIRS.  Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama sama panitia PPI memperbaiki kesalahan.  Memonitor kesehatan petugas sesuai gugus tugas .  Bersama panitia menganjurkan prosedur isolasi dan memberikan konsultasi PPI  audit. PPI termasuk pentalaksanaan limbah,laundry,Gizi dengan menggunakan daftar tilik.  Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiótica yang rasional.  Membuat laboran surveilens.  Memberikan saran desain ruangan RS agar sesuai dengan prinsip PPI.  Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman penggunaannya.  Melakukan pertemuan berkala termasuk evaluasi kebijakan.  Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan SDM PPIRS.  Menerima laporan dari TIM PPIdan membuat laporan kepada direktur.  Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.  Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.



 Menyusun dan mentapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.  Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS agar kebijakan dapat dipahami dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.  Membuat SPO PPI  Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut. 4 . IPCLN 4.1 Kriteria IPCLN :  Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI.  Memiliki komitmen di bidang PPI  Memiliki kemampuan leadership 4.1.1 Tugas IPCLN :  Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien diruang perawatan kemudian menyerahkan nya pada IPCN saat pasien pulang.  Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB.  Memonitor kepatuhan petugas dalam menjalankan standart isolasi  Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.  Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.  Bekerja sama dengan TIM PPI dalam melakukan investigasi masalah KLB (HAIs).  Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara PPI.  Memberi konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit . 5.Tugas Anggota laboratorium  Melaksanakan penyuluhan dan pendidikan tentang materi materi yang berkaitan dengan pengendalian infeksi HAis kepada petugas laborat.  Membantu pelaksanaan pemeriksaan swab atau kultur pasien  Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai SPO  Melaksanakan tugas lain dari ketua panitia pengendali infeksi HAis. 6. Tugas Anggota linen:



 Memisahkan linen infeksius dan non infeksius  Melaksanakan pemeriksaan swab linen bersih.  Memantau penggunaan bahan desinfektan sesuai aturan.  Memantau kegiatan hand higiene diruang linen. 7. Tugas Anggota gisi :  Memantau kegiatan hand higiene diruang gizi.  Membantu pelaksanaan pemeriksaan bahan makanan dan swab petugas gisi.  Memantau penggunaan bahan desinfektan gizi. 8. Tugas Anggota IPSRS :  Memantau pelaksanaan hand higiene petugas IPSRS.  Memantau penggunaan bahan desinfektan.  Membantu mempersiapkan uji air bersih,limbah dan kuman diruang tertentu.  Memantau proses pembakaran incenerator.  Menyiapkan bahan2 hasil pemeriksaan laboratorium C. Distribusi Tenaga. Tim PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara komprehensif dari setiap unit pelayanan di rumah sakit ; 



IGD, Poli rawat jalan, Unit Rawat inap, Sekretariat, Keuangan, IPSRS, Gizi, linen, farmasi, SMF, laboratorium, Radiologi, Rehabilitasi Medik







House keeping (CS).



BAB VI STANDART FASILITAS A. Fasilitas bagi petugas. 1. Denah Ruangan PPIRS terletak di lantai 3 RS Sari Asih Sangiang.



2. Standart Fasilitas. No 1



Fasilitas Fisik /bangunan Gedung lantai 3 Peralatan Meja Kursi Komputer Line internet Lemari Kaca Peralatan tulis Buku perpustakaan PPI



2



Jumlah 1 1 3 1 1 1 2 20



B. Fasilitas pelayanan . 1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan petugas kesehatan ,petugas laboratorium,relawan dan pihak lain. 2. Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan untuk menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi yang direkomendasikan dan tindakan-tindakan keamanan biologis (APD) 3. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan memastikan bahwa fasilitas tersebut telah ditetapkan . 4. Memastikan bahwa pelacakan kontak ,pembatasan dan karantina jika diperlukan misalnya 



Penetapan tempat khusus bagi penderita yang disolasi







Pastikan peyanan medis,pasokan makanan, dukungan sosial dan bantuan psikologi







Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke dan dari tempat tersebut (rumah sakit /kamar jenazah)



5. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO PPI sudah ada dan dipatuhi. 6. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang berpotensi berpenyakit menular,dengan menyediakan lokasi diluar IGD ,sebagai tempat pemeriksaan awal ,identifikasi



sebagai



pengobatan



penatalaksaanselanjutnya.



darirat,pasien



yang



perlu



dirujuk



untuk



BAB VII TATA LAKSANA PELAYANAN Merupakan langkah- langkah pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi di masing – masing unit kerja sbb : 1. Tata laksana pelayanan unit surveilens a. Penanggung jawab -



ICN



-



IPCLN ruangan yang dilakukan surveilens



-



Petugas laboratorium



b. Perangkat kerja -



Status medis



-



Form survei harian PPI



-



Form survei bulanan PPI



-



Form PPI



c. Tata laksana pelayanan



-



ICN mengumpulkan IPCLN untuk diberikan pengarahan suveilens



-



ICN membagikan form survei harian ,bulanan dan form SPO



-



IPCLN melakukan monitoring survei harian sesuai ruangan.



-



ICN melakukan konfirmasi bila terjadi infeksi saat survei ,dan divalidasi oleh dokter penaggungjawab pasien.



-



ICN merekap hasil survei harian yang dilakukan oleh IPCLN.



-



ICN melaporkan hasil survei kepada Tim PPI.



-



Tim PPI melaporkan hasil surveilens kepada Direktur



-



Dan dilaporkan kepada DKK setempat



2. Tata laksana pengambilan swab dan kultur. a. Penanggungjawab. -



ICN



-



Petugas Laboratorium



-



Petugas yang dilakukan survei



-



Petugas IPSRS



b. Perangkat kerja -



Status medis



-



Form permintaan swab



-



Ruangan perawatan



-



AC



-



Pasien



c. Tata laksana pelayanan -



ICN mengajukan pemeriksaan swab dan kultur pada dokter penanggung jawab pasien, kemudian mengajukan permohonan pemeriksaan kepada petugas laborat.



-



ICN dan IPCLN mempersiapkan pasien atau petugas yang akan dilakukan swab / kultur.



-



Mendampingi petugas laborat dalam melaksanakan swab atau kultur.



-



Jika hasil sudah jadi maka mereka melaporkan kepada Tim PPI.



3. Tatalaksana monitoring kebersihan lingkungan a. Penanggung jawab



-



ICN, IPCLN



-



Petugas kebersihan (FDU)



b. Perangkat kerja -



Buku pedoman pembersihan



-



Daftar bahan-bahan desinfeksi



c. Tatalaksana pembersihan -



ICN dan FDU melakukan pertemuan rutin, membahas dan evaluasi kinerja staf FDU



-



Memberikan evaluasi bahan desinfeksi yang relevan dan ramah lingkungan



-



Memberikan pengarahan cara pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh



-



Memberikan pengarahan cara pembersihan lantai, dinding dan ruangan



-



Memberikan pengarahan pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh pasien.



-



Memberikan pengarahan penggunaan APD



4. Tatalaksana Linen a. Penanggung jawab -



Petugas linen



-



Petugas ruangan



b. Perangkat kerja -



Linen



-



Buku penyerahan linen kotor



-



Buku penyerahan linen bersih



c. Tatalaksana linen -



Petugas ruangan mengantarkan linen kotor setiap pagi



-



Petugas linen mencocokan linen kotor yang diantarkan petugas ruangan ditulis pada buku penyerahan linen kotor



-



Petugas linen mengidentifikasi linen infeksius dan non infeksius



-



Untuk linen infeksius dilakukan dekontaminasi dengan cairan clorin 0,5% dan deterjen selama 10 menit



-



Kemudian lakukan pencucian sesuai SPO



-



Untuk linen non infeksius dilakukan pencucian sesuai.



-



Penyediaan linen 2 x shift untuk menjaga ketersediaan linen



-



Menyediakan kebutuhan linen seluruh Rumah Sakit.



-



Swab linen bersih



5. Tatalaksana formularium antibiogram a. Penanggung jawab -



Tim PPI



-



Tim farmasi



-



SMF



-



Petugas laborat



b. Perangkat kerja -



Pasien yang akan dilakukan kultur



-



Form surveilens PPI



c. Tata laksana -



Surveilens PPI untuk pengambilan kultur dilakukan Tiap 6 bulan .



-



ICN mengajukan pemeriksaan sesuai kebijakan surveilen yang diindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan kultur kepada dokter penaggung jawab



-



Medis memberikan advist untuk dilakukan pemeriksaan kultur pasien.



-



Petugas laborat melakukan pengambilan sample dan proses selanjutnya sesuai SPO kultur



-



Bila hasil telah jadi,petugas petugas laborat memberikan hasil kepada ruangan yang mempunyai pasien(dokter penanggung jawab ) dan kpian kepada ICN



-



ICN merekap dan menganalisa hasil kultur masing – masing kegiatan.



-



Hasil dibahas diTim PPI dan selanjutnya diteruskan kepada direktur dan SMF 7 . Pelayanan kesehatan karyawan.



a. Penanggung jawab -



Tim PPI



-



HRD



b. Perangkat kerja -



Buku /data pemeriksaan kesehatan yang ada di HRD



-



Data kesehatan karyawan.



c. Tata laksana



-



HRD mengeluarkan pemberitahuan pemeriksaan kesehatan setiap hari ulang tahun.



-



Tim PPI mengidentifikasi unit yang harus dilakukan pemeriksaan kesehatan Ruang kohort airborne : petugas dilakukan pemeriksaan TB setiap 3 bulan sekali Unit Gizi



: pemeriksaan tipoid tiap 1 tahun sekali



-



Karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai ketentuan.



-



Hasil diidentifikasi



-



Bersama HRD melakukan analisa dan pencatatan kesehatan.



-



Tim PPI dan HRD melaporkan hasil pemeriksaan kesehatan karyawan kepada direktur dan SMF.



6. Pelayanan renovasi bangunan a. Penanggung jawab -



Ketua tim PPI



-



IPSRS



b. Perangkat kerja -



Papan pemberitahuan sedang dilakukan renovasi bangunan



-



Pemeriksaan swab lantai



-



Analisa dampak lingkungan (kebisingan dan debu)



-



Papan/ alat penghalang renovasi.



c. Tata laksana -



Tim pembangunan memberitahukan kepada PPI dan IPSRS bahwa akan dilakukan renovasi bangunan.



-



-



Bersama mengidentifikasi dampak : 



kebisingan,debu.







Lokasi resiko ( rendah,sedang,tinggi)







renovasi



Melakukan isolasi kegiatan dengan memasang papan pemberitahuan renovasi,alat penghalang disekeliling area renovasi



-



Edukasi kepada staf yang melewati area pembangunan agar dimengerti.



-



Setelah selesai pembangunan bagunan dibiarkan selama 1 bulan untuk mengetes kesiapan bangunan ,selama didiamkan dilakukan tes swab lantai dan didinding ruangan,jika hasil baik setelah periode digunakan



1 bulan ruangan boleh



Selesai renovasi



Diamkan selama 1 bln dan uji swab



Hasil baik



Ruangan siap digunakan



Hasil tak baik



Desinfeksi dinding dan lantai dengan larutan chlorine 0,5 %



Lakukan swab ulang



Hasil baik ruangan siap digunakan



7. Pelayanan pembuatan ruang kohort a. Penanggung jawab -



Ketua Tim PPI



-



IPSRS



b. Perangkat kerja -



Ruangan bertekanan negatif ( exhaust fan dan ventilasi)



-



APD ( terutama masker bedah rangkap 3)



c. Tata laksana -



Tim PPI mengajukan pembuatan ruangan kohort kepada direktur.



-



Setelah ada disposisi kepada TIM pembangunan (IPSRS)



-



Dilakukan pembuatan ruangan kohort yang bertekanan negatif



-



Syarat dan denah terlampir



8. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air dan lPAL 9. Kebersihan tangan a. Penanggung jawab -



Ketua Tim PPI



b. Perangkat kerja -



Alkohol handrub



-



Air mengalir



-



Wastafel



-



Towel



-



Sabun



-



Clorhexidine 2% dan 4 %



c. Tata laksana -



Penyiapan SPO kebersihan tangan dan gambar kebersihan tangan



-



Edukasi pada seluruh staf rumah sakit



-



Audit kepatuhan kebersihan tangan mulai dari kepala ruang,dokter,baru staf pelaksana



-



Laporan audit kebersihan tangan



BAB VIII LOGISTIK Tata cara logistik PPIRS 1. Perencanaan barang.



a. Barang rutine -



:



Kertas HVS,tinta printer,bolpoint,form survei harian,form survei bulanan,form SPO surveilens,buku tulis.



-



Bahan desinfeksi



b. Barang tidak rutine : -



Proposal pemeriksaan kultur dan swab



-



Pengadaan leaflet dan banner kebersihan tangan,etika batuk,pencegahan dan pengendalian infeksi tanggung jawab bersama.



2. Permintaan barang. a. Barang rutine disampaikan pada bagian logistik rutine rumah sakit. b. Barang tidak rutine disampaikan terlebih dahulu pada direktur untuk dimintakan persetujuan. 3. Penditribusian



BAB IX KESELAMATAN KERJA A. Kewaspadaan, upaya pencegahan & pengendalian infeksi meliputi : a. Pencegahan dan Pengendalian PPI b. Keamanan pasien, pengunjung dan petugas



B. Keselamatan dan Kesehatan kerja Pegawai Melakukan pemeriksaan kesehatan meliputi ; a. Pemeriksaan kesehatan prakerja b. Pemeriksaan kesehatan berkala c. Pemeriksaan kesehatan khusus diunit beresiko : 



Laboratorium,Radiologi, Gizi







Pencegahan dan penanganan kecelakaan kerja (tertusuk jarum bekas).



d. Pencegahan dan penanganan penyakit akibat kerja e. Penanganan dan pelaporan kontaminasi bahan berbahaya f.



Monitoring ketersediaan dan kepatuhan pemakaian APD bagi petugas



g. Monitoring penggunaan bahan desinfeksi C. Pengelolaan bahan dan barang berbahaya a. Monitoring kerjasama pengendalian hama. b. Monitoring ketentuan pengadaan jasa dan barang berbahaya. c. Memantau pengadaan, penyimpanan dan pemakaian B3 D. Kesehatan lingkungan kerja Melakukan monitoring kegiatan : a. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit b. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman c. Penyehatan air d. Pengelolaan limbah e. Pengelolaan tempat pencucian f.



Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu



g. Disinfeksi dan sterilisasi h. Kawasan Tanpa Rokok E. Sanitasi rumah sakit Melakukan monitoring terhadap kegiatan ; a. Penatalaksanaan Ergonomi b. Pencahayaan c. Pengawaan dan pengaturan udara d. Suhu dan kelembaban e. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman f.



Penyehatan air



g. Penyehatan tempat pencucian F.



Sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan Melakukan pemantauan terhadap ; a. Program pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis dan nonmedis



b. Sertifikasi dan kalibrasi peralatan medis dan nonmedis G. Pengelolaan limbah padat, cair dan gas a. Limbah padat yang meliputi 



Limbah medis/klinis







Limbah domestik/sampah non medis







Limbah infeksius



b. Limbah cair c. Limbah gas H. Pendidikan dan pelatihan PPI a. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan internal meliputi : - Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana. - Pelatihan penanggulangan bencana. - Simulasi penanggulangan bencana - Pelatihan penggunaan APD - Pelatihan surveilens - Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi - Pelatihan pemadaman api dengan APAR. - Pelatihan bagi regu pemadam - Pelatihan ( training of trainer )spseialis penanggulangan kebakaran - Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3. - Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu. b. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa atau Intansi lain bagi personil K3. c. Upaya promotif dan edukasi 



Hand higiene menjadi kebutuhan dan budaya disemua unit pelayanan.







Kedisiplinan Penggunaan APD sesuai dengan peruntukannya







Surveilens -



ILI



-



ILO



-



ISK



-



VAP



-



HAP







Upaya promotif PPI : -



Pemasangan anjuran kebersihan tangan disetiap ruangan publik atau wastafel



-



Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD,



-



Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya .



-



Sosialisasi PPI pada karyawan baru dan mahasiswa praktek



-



Pemasangan gambar etika batuk







Peningkatan pelayanan Pusat sterilisasi . -



Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di CSSD



-



Penyediaan 3 indikator mutu sterilisasi







 I.



Kepatuhan kebersihan tangan.



Pembuatan ruang kohort : -



Kohort kontak infeksi



-



Kohort droplet infeksi



-



Kohort air borne infeksi



-



Kohort imunosupresif Peningkatan kewaspadaan standart disemua unit pelayanan.



Pengumpulan, pengelolaan dokumentasi data dan pelaporan Meliputi : a. Mengagendakan laporan dan rencana kerja PPI b. Mengarsipkan surat keluar dan surat masuk. c. Mengarsipkan semua dokumen berkaitan dengan kegiatan PPI d. Mendokumentasikan setiap kegiatan. e. Memberikan rekomendasi berkaitan dengan PPI kepada Direktur baik diminta atau tidak.



BAB X KESELAMATAN PASIEN Upaya keselamatan pasien melalui kegiatan KKPRS adalah : 1. Ketepatan identifikasi pasien 1.1 Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO. 2. Peningkatan komunikasi efektif 2.1 Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat : 2.1.1



Komunikasi antar perawat



2.1.2



Komunikasi perawat dengan dokter



2.1.3



Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di Rumah Sakit Sari AsihCiputat.



2.2 Menggunakan komunikasi SBAR : 2.2.1



Saat pergantian shift jaga.



2.2.2



Saat terjadi perpindahan rawat pasien.



2.2.3



Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.



2.2.4



Saat melaporkan hasil pemeriksaan,efek samping terapi/tindakan atau pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang merawat.



3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai 3.1 Melaksanakan SPO Independent Double chek,Obat kewaspadaan tinggi pada obat-obat yang termasuk dalam daftar obat HAM. 3.2 Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR. 4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi 5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan 5.1 Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens : 5.1.1



Infeksi luka infus



5.1.2



Infeksi saluran kencing



5.1.3



Infeksi luka operasi superfisial



5.1.4



VAP ( Ventilator aquired pneumonia)



5.1.5



HAP (Hospital aquired pneumonia)



5.1.6



Kepatuhan kebersihan tangan.



5.2 Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi. 5.3 Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi. 5.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi. 5.5 Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi 6. Pengurangan risiko pasien jatuh. 6.1 Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak lanjut kepada pasien yang dirawat . 6.2 Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi . 6.3 Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masingmasing unit pelayanan. 6.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.



BAB XI PENGENDALIAN MUTU A. SISTEM PENCATATAN DANP ELAPORAN a. Penerapan system pencatatan dan pelaporan diRumah Sakit Sari AsihCiputatmempunyai tujuan:  Mendapatkan data untuk memetakan masalah – masalah yang berkaitan dengan keselamatan pasien Sebagai bahan pembelajaran untuk menyusun langkah-langkah agar KTD yang serupa tidak terulang kembali Sebagai dasar analisis untuk mendesain ulang suatu sistem asuhan pelayanan pasien menjadi lebih aman  Menurunkan jumlah insiden keselamatan pasien (KTDdanKNC)  Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien b.Rumah Sakit Sari Asih Ciputat mewajibkan agar setiap insiden keselamatan pasien dilaporkan kepada Tim keselamatan pasien rumah sakit c. Laporan insiden keselamatan pasien diRumah Sakit Sari Asih Ciputat bersifat: - Non punitive (tidakmenghukum) - Rahasia - Independen - Tepatwaktu - Berorientasipadasistem d. Pelaporan insiden keselamatan pasien menggunakan lembar Laporan Insiden Keselamatan Pasien yang berlaku diRumah Sakit Sari Asih Ciputat dan diserahkan



kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit Sari Asih Ciputat. Bagian/unit mencatat kejadian IKP dibuku pencatatan IKP masing-masing. e. Laporan insiden keselamatan pasien tertulis secara lengkap diberikan kepada Tim keselamatan pasien dalam waktu : -



1 x 24jam untuk kejadian yang merupakan sentinelevents (berdampak kematian atau kehilangan fungsi mayor secara permanen). Apabila pelaporan secara tertulis belum siap, pelaporan KTD dapat disampaikan secara lisan terlebih dahulu.



-



2 x 24jam untuk kejadian yang berdampak klinis/ konsekuensi /keparahan tidak signifikan, minor, dan moderat.



f. Tindak lanjut dari pelaporan: -



Tingkat risiko rendah dan moderat: investigasi sederhana oleh bagian/ unit yang terkait insiden(5W:what,who,where,when,why).



-



Tingkat risiko tinggi dan ekstrim: Root Cause Analysis (RCA) yang dikoordinasi oleh Tim keselamatan pasien.



a.Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko merah (ekstrim) maka Tim keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut kepada direksi Rumah Sakit Sari Asih Ciputat b. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko kuning (tinggi) maka Tim keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut kepada Direksi Rumah Sakit Sari Asih Ciputat. c. Tim keselamatan pasien Rumah Sakit Sari Asih Ciputat melakukan rekapitulasi laporan insiden keselamatan pasien dan analisisnya setiap tiga bulan kepada direksi Rumah Sakit Sari Asih Ciputat B. PENERAPANINDICATOR KESELAMATAN PASIEN. a. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit Sari Asih Ciputat menetapkan



indicator



keselamatan berdasarkan atas pertimbangan high risk, high impact, high volume,



prone problem. b.Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit Sari Asih Ciputat menjelaskan definisi operasional, frekuensi pengumpulan data, periode analisis, cara perhitungan, sumberdata, target dan penanggung jawab. c. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit Sari Asih Ciputat bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan kesinambungan penerapan indicator keselamatan pasien d.Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit Sari Asih Ciputat bertanggung jawab dalam



proses pengumpulan data, analisis dan memberikan masukan kepada Direksi berdasarkan pengkajian tersebut. e. Indikator dikumpulkan dan dianalisis setiap bulan. Setiap tiga bulan indicator dianalisis dan difeed back kan kepada unit terkait. f. Jumlah indicator keselamatan pasien perlu ditinjau ulang setiap 3 tahun sekali C. ANALISIS AKARMASALAH a. Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien, Rumah Sakit Sari Asih Ciputat menerapkan metode rootcauseanalysis (RCA) atau analisa akar masalah, yaitu suatu kegiatan investigasi terstruktur yang bertujuan untuk melakukan identifikasi penyebab masalah dasar dan untuk menentukan tindakan agar kejadian yang sama tidak terulang kembali. b. RCA dilakukan pada insiden medis kejadian nyaris cedera dan KTD yang sering terjadi di Rumah Sakit Sari Asih Ciputat. c. RCA dilakukan pada setiap kejadian sentine levents. d.Insiden keselamatan pasien yang dikatagorikan sebagai level tinggi dan ekstrim diselesaikan dalam kurun waktu paling lama 45 hari dan dibutuh kan tindakan segera yang melibatkan Direksi. e. Agar penemuan akar masalah dan pemecahan masalah mengarah pada sesuatu yang benar, maka perlu dibentuk tim RCA yang berunsurkan: dokter yang mempunyai kemampuan dalam melakukan RCA, unsur keperawatan, dan SDM lain yang terkait dengan jenis insiden keselamatan pasien yang terjadi. f.



Dalam melakukan RCA langkah langkah yang diambil adalah membentuk tim RCA, observasi lapangan, pendokumentasian, wawancara, studi pustaka, melakukan asesmen dan faktor kontribusi dan akar masalah.



g. Hasil temuan dari RCA ditindaklanjuti, direalisasi dan dievaluasi agar kejadianyang sama tidak terulang kembali.



STANDAR DAN INDIKATOR MUTU KINERJA KLINIK 1. Standar Mutu Klinik: RS Sari Asih Sangiang harus mampu memberikan pelayanan yang terbukti aman bagi semua orang yang berada didalamnya baik pasien maupun karyawan dari segala bentuk kejadian yang dapat timbul karena proses pelayanan. 2. Indikator Mutu Klinik:



1). Indikator Non Bedah a). Angka dekubitus b). Angka kejadian infeksi jarum infus c). Angka kejadian infeksi karena transfusi darah. d). Target surveilens angka kejadian infeksi