Pemanfaatan RSR, RMR, RGD, Dan Q System: Geomekanika [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Roby
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNIVERSITAS ISLAM RIAU



PEMANFAATAN RSR,RMR, RGD, DAN Q SYSTEM TUGAS MAKALAH GEOMEKANIKA



OLEH :



1. Roby Ebbesta 2. Defrian Suwondono 3. Ridho Saputra



(143.610.822) ( 173610484 ) ( 173610908 )



PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM RIAU PEKANBARU 2021



i



1



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarrakatu. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita ucapkan. Atas rahmat dan karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shawalat serta salam tercurah pada Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita kelak. Makalah dengan judul “Pemanfaatan RSR,RMR, RGD, Dan Q System” dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah geomekanika. Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas kelompok wajib yang harus diselesaikan. Makalah ini juga dilengkap studi kasus yang mengaplikasikan mengenai judul dari makalah penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu penyelesaian makalah geomekanika. Besar harapan penulis agar makalah ini bisa menjadi rujukan peneliti selanjutnya. Penulis juga berharap agar isi makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan penulisan. Kritik yang terbuka dan membangun sangat penulis nantikan demi kesempurnaan makalah. Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan. Terima kasih atas semua pihak yang membantu penyusunan dan membaca makalah ini.



Pekanbaru, 03 Januari 2021



Penulis



i



1



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



BAB I PENDAHULUAN



I.1 Latar Belakang Saat ini pendirian suatu kontruksi terus berkembang seiring dengan kebutuhan manusia terhadap kegiatan tersebut yang terus meningkat. Kegiatan kontruksi tersebut umumnya melibatkan pemotongan lereng batuan.Agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun perlu dipahami bahwa adanya pemotongan lereng, batuan cenderung menjadi kurang atau bahkan tidak stabil. Atau dengan kata lain bahwa potensi keruntuhan lereng batuan (rock slope failure) akan semakin meningkat. Untuk memastikan kestabilan suatu aktivitas pemotongan lereng, baik lereng yang baru terbentuk maupun yang lama, dibutuhkan evaluasi bidang diskontinuitas dari batuan tersebut. Oleh karena itu, mengenali potensi permasalahan stabilitas lereng pada tahap awal sebuah kegiatan yang melibatkan pembuatan lereng merupakan hal yang sangat penting. Adapun dalam penelitian ini meliputi analisis struktur geologi berupa analisis kinematik dengan menggunakan metode RMR (Rock Mass Rating) dan SMR (Slope Mass Rating) dilokasi penelitian yang merupakan lereng batuan hasil kegiatan pertambangan.1 Sebelum terjadinya longsoran batuan, maka perlu dilakukan upaya mitigasi untuk mencegah atau mengurangi risiko longsoran batuan. Salah satu upaya mitigasi awal yang dapat dilakukan adalah analisis kestabilan lereng batuan berdasarkan nilai SMR (Slope Mass Rating). Metode ini adalah penilaian potensi longsoran batuan yang menggabungkan analisis kualitatif dan kuantitatif didasari oleh metode Rock Mass



1



i



Arif, I., Geoteknik Tambang, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2016



2



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Rating dan penyesuaian arah orientasi kekar sehingga menghasilkan penilaian kestabilan lereng yang lebih baik.2



I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah yang dimaksud RSR? 2. Apakah yang dimaksud RMR? 3. Apakah yang dimaksud RGD? 4. Apakah yang dimaksud Q system 5. Bagaimana pemanfaatan RSR,RMR,RGD, dan Q System dalam dunia teknik? I.3 Batasan Masalah Agar penelitian ini memiliki arah yang cukup jelas, maka perlu adanya suatu batasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Penelitian ini dibatasi pada Pemanfaatan RSR,RMR,RGD,dan Q System dalam dunia teknik. 2. pembahasan meliputi pengkajian pada jurnal penelitian sebelumnya yang membahas pengaplikasian RSR,RMR,RGD, dan Q System. I.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Mampu memahami pengetahuan mengenai RSR 2. Mampu memahami pengetahuan mengenai RMR 3. Mampu memahami pengetahuan mengenai RGD 4. Mampu memahami pengetahuan mengenai Q System 5. Mengetahui pemanfatan RSR,RMR,RGD, dan Q system.



2



Endartyanto, A. Analisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Metode Kinematik dan Klasifikasi Massa Batuan: Studi Kasus di Area Penambangan Andesit, Desa Jelekong, Kecamatan Bale Endah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat. 2007 i



3



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



1.5 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan perkembangan keilmuan dalam bidang Geomekanika khususnya di bidang keteknikan. 2. Penelitian



ini



diharapkan



dapat



memahami apa saja bentuk pemanfaatan



RSR,RMR,RGD,dan Q System dalam dunia teknik.



i



4



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



BAB II TINJAUANPUSTAKA



2.1. Rock Structure Rating (RSR) Rock Structure Rating ( RSR ) adalah metode kuantitatif untuk menggambarkan kualitas massa batuan dan dukungan tanah yang sesuai, khususnya, untuk penyangga tulang rusuk, yang dikembangkan oleh Wickham, Tiedemann dan Skinner. 3 Konsep RSR memperkenalkan sistem pemeringkatan untuk massa batuan. Itu adalah jumlah nilai tertimbang dalam sistem klasifikasi ini. Ada dua kategori umum: 1.



parameter geoteknik : jenis batuan; pola sendi; orientasi bersama; jenis diskontinuitas; kesalahan besar ; gunting dan lipatan ; sifat material batuan; pelapukan atau perubahan. dan



2.



parameter konstruksi : ukuran terowongan; arah perjalanan; metode penggalian.4 Nilai RSR setiap bagian terowongan diperoleh dengan menjumlahkan nilai



numerik tertimbang yang ditentukan untuk setiap parameter. Konsep RSR adalah metode yang sangat berguna untuk memilih penyangga rusuk baja untuk terowongan batu. Seperti halnya pendekatan empiris lainnya, seseorang tidak boleh menerapkan konsep di luar jangkauan data yang memadai dan dapat diandalkan yang digunakan untuk mengembangkannya. Untuk alasan ini konsep RSR tidak direkomendasikan untuk pemilihan baut batuan dan penyangga beton .5



3



Wickham, GE; Tiedemann, HR; Skinner, EH "Mendukung penentuan berdasarkan prediksi geologi". Di Lane, KS; Garfield, LA (eds.). Proc. Konferensi Penggalian & Tunneling Cepat Amerika Utara (RETC) ke-1, Chicago . 1 . Institut Insinyur Pertambangan, Metalurgi dan Perminyakan Amerika (AIME), New York. 1972. hlm. 43–64. 4 Skinner, EH,"Konsep Prediksi Dukungan Tanah: Model Peringkat Struktur Batuan (RSR)", In Kirkaldie, L. (ed.). Sistem Klasifikasi Batuan untuk Tujuan Teknik,ASTM Internasional, 1988,hlm. 43–64. doi : 10.1520 / STP48462S . ISBN 978-0-8031-0988-9. 5 Bieniawski, ZT.Teknik Klasifikasi Massa Batuan, Wiley-Interscience, 1989,hal. 272. ISBN 978-0-471-60172-2. i



5



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



2.2.



Rock Mass Rating (RMR) Alasan utama penggunaan RMR adalah kemudahan dan fleksibilitasnya dalam



berbagai tujuan praktis di bidang engineering (Bieniawski, 1989). RMR ditetapkan dan dikalibrasi berdasarkan pengamatan dan pengalaman penggunaan di tambang batubara, penggalian konstruksi sipil dan terowongan dangkal. Q-System RMR jug a menggunakan 6 parameter untuk menentukan nilai total RMR.6 Sedikit berbeda dengan Q-System, parameter tersebut adalah: kuat tekan uniaxial, RQD, kekar atau jarak ketidakmenerusan, kondisi kekar, kondisi air tanah, dan arah kekar. Setiap nilai parameter menggambarkan kualitas batuan yang diuji. Jumlah dari nilai pada masing-masing parameter itulah nantinya merupakan total nilai RMR yang ditunjukkan oleh persamaan berikut ini: RMR = RMRbasic+adjustment RMRbasic =∑ parameter (i+ii+iii+iv+v), Hasil akhir nilai RMR ini dikelompokkan menjadi 5 kelas massa batuan, masing-masing kelas memiliki rentang nilai sebanyak 20 poin. 2.3. Rock Quality Designation (RQD) RQD digagas oleh Deere dkk. (1967, dalam Deere dan Deere, 1988) sebagai sebuah



metode kuantitatif Rock Mass Classification (RMC). RQD ini sederhana



sehingga nilainya kurang detail. tetapi masih banyak digunakan sebagi salah satu parameter uji quantitative RMC hingga saat ini. Konsep dari klasifikasi RQD ini sederhana yaitu persentase patahan batuan dari total panjang uji bor inti, semakin tinggi nilai RQD maka semakin baik kualitas batuan. Kelemahan RQD adalah pada saat no recovery atau pengeboran yang tidak menghasilkan sampel inti, kesulitan dalam mendapatkan data pada batuan aluvium (batuan lunak), hasil sampel inti akan terganggu saat ada isian di antara lapisan batuan dan hasil RQD yang hanya berdasar presentase retakan tidak merepresentasikan parameter kekuatan serta jenis batuannya.



6



i



Bieniawski, Z. T, Engineering Rock Mass Classifications,Wiley: New York,1989,Hal.272.



6



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Keterbatasan sistem klasifikasi RQD menjadi latar belakang bagi para ahli geoteknik untuk melakukan penyempurnaan dengan menambah beberapa parameter. Namun, RQD tetap menjadi salah satu masukan dalam metode klasifikasi yang dikembangkan tersebut. Metode kuantitatif klasifikasi massa batuan yang dikembangkan berdasarkan RQD ini yaitu: Q System, RMR dan RMi. Ketiga sistem RMC ini sudah secara masif digunakan dalam berbagai bidang konstruksi, khususnya terowongan, pertambangan, bendungan dan struktur bawah tanah. Perlu diketahui perbandingan dari ketiga sistem RMC dalam memberikan respon terhadap sebuah sampel batuan yang sama. Parameter RQD diperoleh melalui pengamatan inti bor yang terambil, dengan mengabaikan inti bor yang memiliki panjang kurang dari 10 cm dan menunjukkan sisanya sebagai persentase terhadap panjang pemboran. Namun jika menggunakan sistem scanline. Terlebih dahulu harus ditentukan frekuensi diskontinuitas atau kekar. Frekuensi diskontinuitas/kekar merupakan perbandingan antara jumlah diskontinuitas dalam satu scanline dengan panjang scanline. 2.4.



Rock Mass Quality (Q)-system Q-Sytem awal, merupakan system yang memperhitungkan enam parameter:



RQD, jumlah kekar, kekasaran kekar, perubahan kekar, kondisi air pada kekar dan faktor tekanan. Parameter dasar geoteknik menurut Barton (1988) adalah ukuran blok, kuat geser minimum antar blok dan tekanan aktif. Parameter geoteknik dasar tersebut ditunjukkan dengan rasio berikut ini (Grimstad dan Barton, 1993): 1) Ukuran relatif blok = RQD/Jn, 2) Kekuatan relatif friksi = Jr/Ja, dan 3) Tekanan aktif = Jw/SRF.7 Penentuan kualitas massa batuan diperoleh dari persamaan berikut (Barton dkk.,1974): Q = RQD . [Jr] . [ Jw ] Ln



ln



SRF



7



Barton, N. R., Lien, R. dan Lunde, J.,. Engineering classification of rock masses for the design of tunnel support. Rock Mechanics, 1974,Vol. 6, hal. 189-239. DOI:10.1007/BF01239496 i



7



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Keterangan: RQD = >10; Jn = jumlah kekar; Jr = nilai kekasaran kekar; Ja = Nilai perubahan kekar; Jw = nilai air dan faktor reduksi; SRF = pengurangan faktor-faktor tekanan pada patahan, kekuatan/rasio tegangan dalam batuan besar yang keras dan batu yang mengembang (swelling/squizing). Penggunaan Q-System secara khusus direkomendasikan untuk terowongan dengan atap melengkung. Massa batuan telah diklasifikasikan ke dalam sembilan kategori berdasarkan nilai Q, seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Kisaran nilai Q bervariasi antara 0,001 dan 1000. Korelasi Tunneling Quality Index (Q) dengan perilaku dan persyaratan dukungan penggalian bawah tanah yang disebut Dimensi Equivalent (Dc) didefinisikan sebagai berikut: 𝐷𝑐 = 𝐸𝑥𝑐𝑎𝑣𝑎t𝑖𝑜𝑛𝑠 𝑠𝑝𝑎𝑛, diameter atau tinggi (m) Rasio 𝐸𝑥𝑐𝑎𝑣𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑠𝑢𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡



Rasio Excavation Support (ESR) diperoleh dari hasil investigasi hubungan antara maksimum galian tanpa struktur penyangga (SPAN) dan Q pada area galian lebih dari 10 tahun. Barton dkk., (1974) menyarankan nilai ESR menurut Tabel 2. Pendekatan hubungan tersebut adalah: SPAN = 2Q0.66 = 2.ESR.Q0.4 Q-System telah dimodifikasi karena faktor reduksi tegangan dan menjadi dasar rekomendasi penyangga8



8



Grimstad, E. dan Barton, N,Updating of the Qsystem for NMT,Proceedings of the International Symposium on Sprayed Concrete- Modern Use of Wet Mix Sprayed Concrete for Underground Support,Fagernes: Oslo, 1993,hal. 46-66 i



8



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



3.1 Objek Penelitian Pengkajian Jurnal Penelitian sebelumnya mengenai pemanfaatan RSR,RMR,RGD, dan Q System. Dibantu dengan pengkajian pustaka mengenai pembahasan RSR,RMR,RGD, dan Q System baik dari buku, ataupun jurnal internasional yang terkait. 3.2 Persiapan dan Alat Peralatan yang dipergunakan selama penyelesaian makalah ini ialah berupa bahan kajian dapat berbentuk jurnal penelitan, jurnal internasional, serta buku penunjang yang terkait. Bahan tersebut penulis yang mengumpulkan sendiri dan di rangkum sehingga dapat dikembangkan. Untuk mendukung kegiatan penelitian maka dibutuhkan beberapa alat pendukung yang diantaranya:



1. Data Literatur Air Tanah



i



1)



Data literarue RSR



2)



Data Literatur RMR



3)



Data Liteatur RGD



4)



Data Liteatur Q System



9



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



2.



Fasilitas:



1. Akses ke perpustakaan 2. Akses ke internet 3. Akses untuk penggandaan data



3.3 Tahap Pengolahan Data Pendekatan masalah dilakukan secara diskriptif analitis dan dalam pelaksanaannya dilakukan berdasarkan Pemahaman data literatur, penyusunan kerangka literatur, dan penyusunan data hasil . Sistematika kerja dilakukan dengan tahapan sbb : 3.3.1. Studi pustaka : Melaksanakan perbandingan studi pustaka dari penulis-penulis terdahulu. Baik itu mengenai Geologi daerah telitian, maupun mengenai metode penyelidikan geologi bawah permukaan dan karakterisasi air tanah itu sendiri. Hal ini dipandang perlu karena salah satu modal dasar yang harus dimiliki dalam suatu kegiatan penelitian adalah pemahaman yang baik mengenai pemahaman dasar topik yang dipilih sebagai bahan penelitian 3.3.1.1. Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada penyelusuran Artikel terkait, Jurnal, dan penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya. Pengumpulan data ini meliputi data dasar RSR,RMR,RGD,dan Q System Serta contoh dari pemanfaatan semua system tersebut dalam dunia teknik yang dilengkapi oleh jurnal studi kasus terkait.



i



10



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



3.3.4 Bagan Alir Pelaksanaan Makalah Data Literatur



Pengumpulan Data Literatur RSR



Literatur RGD



Literatur RMR



Sumber sumber Buku, Jurnal, dan Penelitian Peneliti sebelumnya



Sumber



Hasil Studi Kasus



Hasil



Penerapan



Hasil Makalah



Gambar.3.1 Diagram Alir Penelitian



11



Jurnal Penelitiaan Studi Kasus Pemanfaatan RSR,RMR, RGD, dan Q System



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



BAB IV STUDI KASUS



4.1. ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROCK MASS RATING (RMR) DAN METODE SLOPE MASS RATING (SMR) PADA PENAMBANGAN BATUPASIR DAERAH BUKIT PINANG KECAMATAN SAMARINDA ULU KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TINJAUAN PUSTAKA  Kestabillan Lereng Kemantapan suatu lereng tergantung terhadap besarnya gaya penahan dan gaya penggerak yang terdapat pada bidang gelincir tersebut. Gaya penahan merupakan gaya yang menahan terjadinya suatu longsoran. Kemantapan suatu lereng dapat dinyatakan dengan suatu nilai faktor keamanan (FK) yang merupakan perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penggerak. Apabila besarnya gaya penggerak lebih besar daripada gaya penahan maka lereng akan mengalami kelongsoran dan sebaliknya bila besar gaya penahan lebih besar daripada gaya penggerak maka lereng tersebut akan stabil. Adanya bidang ketidakmenerusan ini membedakan kekuatan masssa batuan dengan kekuatan batuan utuh (intact rock). Massa batuan akan memiliki kekuatan yang lebih kecil dibandingkan dengan batuan utuh. Variasi yang besar dalam hal komposisi dan struktur batuan serta sifat dan keberadaan bidang diskontinu yang memotong batuan akan membawa komposisi dan struktur yang kompleks terhadap suatu massa batuan.  Struktur Geologi Struktur geologi adalah struktur perubahan lapisan batuan sedimen akibat kerja kekuatan tektonik, sehingga tidak lagi memenuhi hukum superposisi. Disamping itu struktur geologi juga merupakan struktur kerak bumi produk deformasi tektonik. Kekuatan tektonik yang membentuk struktur geologi itu berupa tegangan (stress). Berdasarkan keseragaman kekuatannya. Stress dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: 1.



Uniform Stress (Confining Stress), yaitu tegangan yang menekan atau menarik dengan kekuatan yang sama dari atau ke segala arah.



2.



Diffenrential Stress, yaitu tegangan yang menekan atau menarik dari atau ke satu arah saja dan bisa juga dari atau ke segela arah, tetapi salah satu arah kekuatannya ada yang lebih dominan. 12



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Umumnya struktur geologi terbentuk oleh differential stress. Dari aspek arah kerjanya, ada 3 (tiga) macam differential stress, yaitu: 1. 2. 3.



Compressional Stress Tensional Stress Shear Stress



Untuk menyatakan struktur geologi, harus diketahui posisi atau kedudukan daripada struktur tersebut. Posisi atau kedudukan tersebut biasanya diukur atau ditentukan dari9: 1.



Jurus (Strike)



Merupakan arah dari suatu garis yang dibentuk oleh perpotongan antara bidang perlapisan atau bidang miring daripada strtruktur geologinya dengan bidang datar. 2.



Kemiringan (Dip)



Besar sudut yang dibentuk yang dibentuk oleh perpotongan antar bidang perlapisan/miring (bidang dari struktur geologi) dengan bidang bidang datar. 3. Arah kemiringan (Dip Direction) Merupakan arah orientasi dari suatu bidang objek dapat juga dinyatakan sebagai arah kemiringan dimana pada sudut azimuth harus ditambah 90º.



Keterangan: Wn Ww



: Berat perconto asli (natural) Wo : Berat perconto jenuh



: Berat perconto kering



Ws : Berat perconto jenuh tergantung dalam air (Wo – Ws) : Volume perconto tanpa pori-pori (Ww – Ws) : Volume perconto total Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua dan keduanya dapat dilakukan baik di laboratorium maupun di lapangan, yaitu: a. Sifat fisik batuan, seperti: bobot isi asli, bobot isi kering, bobot isi jenuh, berat jenis semu, berat jenis sejati, kadar air asli, kadar air jenuh, void ratio, porositas dan derajat kejenuhan. b. Sifat mekanik batuan, seperti: kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas dan rasio Poisson. Kedua jenis sifat batuan dapat dilakukan baik di laboratorium maupun di lapangan.



9



Suharyadi, M.S,Pengantar Geologi Teknik,Dosen Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik,Universitas Gadjah Mada, 2004



13



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Sifat Fisik Batuan Sifat fisik yang ditentukan untuk kepentingan penelitian geoteknik (Rai dkk, 2013) antara lain: - Bobot isi asli (natural density) = Wn Wn−Ws - Bobot isi kering (dry density) = Wo Ww−Ws - Bobot isi jenuh (saturated density) = Ww Ww−Ws - Berat jenis



semu (apparent



specific



Wo gravity)= Ww−Ws Bobot Isi Air - Berat jenis sejati (true specific gravity) = Wo Wo−Ws Bobot ISi Air - Kadar air asli (natural water content) = Wn−Wo x 100% Wo - Kadar air jenuh (Saturated water content (absorption)) = Ww−Wo x 100% Wo - Derajat kejenuhan = Wn−Wo x 100% Ww−Wo - Porositas, n= Ww−Wo x 100% Ww−Ws - Void Ratio, e = n 1−n Sifat Mekanik Batuan (Kuat Tekan) Penentuan sifat mekanik batuan merupakan pengujian merusak (destructive test) sehingga perconto batuan hancur. Sifat mekanik batuan yang ditentukan untuk kepentingan penelitian geoteknik adalah: - Kuat tekan - Kuat tarik - Kuat geser - Modulus elastisitas - Poisson’s ratio. 14



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Schmidt Hammer merupakan alat untuk mengukur sifat elastis atau kekuatan beton atau batu, terutama kekerasan permukaan suatu batuan. Schmidt hammer bersifat tidak merusak (non- destruktif) untuk sampel batuan, sehingga bisa digunakan berkali-kali untuk sampel batuan yang sama. Pengujian Schmidt hammer pada penelitian ini menggunakan standar ISRM (International Society Rock Mechanics). Schmidt Hammer banyak digunakan untuk menguji tingkat kekerasan dari batuan ataupun beton. Schmidt Hammer didesain dengan level energi impak yang berbeda-beda, tetapi tipe L dan N umumnya digunakan untuk pengujian batuan. Tipe L mempunyai energi impak 0,735J yang hanya sepertiga dari energi impak tipe N. Tipe L biasanya digunakan untuk menguji contoh batuan silinder sedangkan tipe N biasanya digunakan menguji contoh batuan lebih besar seperti blok batuan ataupun langsung pada massa batuan. Pengujian Schmidt Hammer dilakukan langsung pada tebing atau singkapan batuan, tanpa harus mengambil contoh batuan. Dengan bantuan tabel atau grafik standar, maka nilai pantulan tersebut dapat dikonversikan menjadi nilai uniaxial compressive strength (UCS) batuan bersangkutan. Nilai yang didapatkan dari schmidt hammer berupa Rebound Number (RN) yang kemudian dimasukkan kedalam persamaan berikut : UCS = 30,3 x RN – 30,3 Di mana RN adalah nilai dari Rebound Number. Nilai yang didapatkan tersebut kemudian dirata-ratakan dan di konversi ke MegaPascal (MPa). Proyeksi Stereografis Teknik proyeksi stereografi merupakan metode grafis yang digunakan untuk menunjukan struktur dari suatu bidang berupa strike dan dip dari bidang tersebut (irwandy, 2016). Sebelum melakukan pengeplotan pada struktur perlu dipahami dahulu beberapa istilah dalam pengukuran bidang lemah. Dalam prakteknya, proyeksi dilakukan oleh komputer atau dengan tangan menggunakan jenis khusus dari kertas grafik disebut stereonet atau Wulff net dan Schmidt Net. Proyeksi Lambert azimut dapat dilakukan oleh komputer menggunakan rumus eksplisit. Namun, untuk grafik dengan tangan formula ini yang berat, melainkan sudah umum untuk menggunakan kertas grafik, yang disebut Stereo 15



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Net atau Wulf net dan Schmidt Net, dirancang khusus untuk tugas tersebut. Untuk membuat kertas grafik, Pertama tempatkan grid paralel dan meridian di belahan bumi, dan kemudian proyeksikan kurva ini ke lingkaran. Sebagai contoh akan di gambarkan sebuah bidang dengan orientasi dengan N 40oE/50oS. Tahap penggambarannya adalah sebagai berikut. Tahap I :Kertas transparan (kertas kalkir) ditumpangka pada jaring schmidt, kemudian buat lingkaran luar, tandai titik utara (N) serta titik pusat. Dari arah N di ukur 40oke arah E, kemudian tandai. Tahap II : Arah yang ditandai diatas (40o ke arah E) diputar ke arah N (diimpitkan pada N), kemudian gambar busur mengikuti busur pada stereonet, yaitu 50o dari luar stereonet. Kutub bidang tersebut diperoleh dengan menggambarkan sebuah titk dengan cara mengukur 90o dari busur yang telah digambar tadi. Tahap III : Titik utara (N) yang sudah ditandai pada tahap I, kemudian dikembalikan pada posisi semula sehingga bidang dengan orientasi N 40o E/50oS telah digambar. Dengan cara yang sama, bidang – bidang (struktur batuan) dengan orientasi yang lain dapat digambarkan. Rock Mass Rating Sistem Rock Mass Rating (RMR), atau sering juga dikenal sebagai Geomechanics Classification telah dimodifikasi berulang kali begitu informasi baru dari studi-studi diperoleh dan menjadikannya sesuai dengan International Standard dan prosedur. Menurut Rai, dkk (2013) RMR terdiri dari 5(lima) parameter utama dan 1(satu) parameter pengontrol untuk membagi massa batuan, yaitu : - Kuat Tekan Batuan Utuh (UCS) - Rock Quality Designation (RQD) - Jarak diskontinu/kekar - Kondisi diskontinu/kekar - Kondisi air tanah - Koreksi dapat dilakukan bila diperlukan untuk orientasi diskontinu/kekar Slope Mass Rating dikembangkan berdasarkan 87 kasus studi di Valencia dan jenis kelongsoran bidang dan topping. Romana (1985, 1993, 1995) 16



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



mengusulkan modifikasi pada konsep penggunaan RMR (Bieniawski, 1983) dalam Rai dkk (2013) khususnya untuk kemantapan lereng. Pada klasifikasi massa batuan lereng (SMR) ini ada penambahan satu faktor penyesuaian, F4 yaitu faktor koreksi terhadap metode penggalian sehingga faktor penyesuaian keseluruhan menjadi empat (F1, F2, F3, dan F4). Slope Mass Rating (SMR) diperoleh dengan menjumlahkan faktor penyesuaian yang bergantung pada orientasi bidang diskontinuitas dan metode penggalian. Seperti halnya pada RMR parameter tertentu dalam SMR adalah bidang diskontinu. Namun demikian, agak berbeda dengan RMR, jika material berupa tanah dan batuan lunak yang sulit diidentifikasi adanya bidang diskontinu, maka SMR tidak dapat dipakai untuk menilai kondisi stabilitas. Beberapa sistem klasifikasi yang harus dihitung : - Karakteristik massa batuan keseluruhan (joint frekuensi, kondisi air) - Perbedaan arah lereng dan kondisi kekar - Perbedaan antara sudut kemiringan lereng dan kekar – kondisi ini mengontrol blok baji lereng yang akan longsor - Hubungan kemiringan kekar dengan normal dan kekuatan geser (bidang atau baji) - Hubungan tegangan tangensial, yang berkembang sepanjang kekar dengan geseran (topping) Usulan Slope Mass Rating didapat dari RMR dengan mengurangkan faktor penyesuaian yang bergantung pada kekar – hubungan lereng dan menambahkan suatu faktor bergantung pada metode penggalian. Dan didefinisikan sebagai berikut: SMR = RMRBasic + (F1 x F2 x F3) + F4 Keterangan : F1



= Tergantung pada kesejajaran antara kekar dan jurus lereng



F2



= Merujuk pada kemiringan kekar pada model keruntuhan bidang



F3



= menunjukkan hubungan antara muka lereng dengan kemiringan lereng



F4



=



Berhubungan dengan metode penggalian lereng



17



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deduktif. Metode tersebut dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu tahap pra-lapangan, tahap lapangan, dan tahap pasca lapangan. Tahap Pra Lapangan Pada tahap pra lapangan ini hal-hal yang dilakukan antara lain : 1.



Studi Literatur



Tahapan ini dilakukan berkaitan dengan masalah yang ada, termasuk juga kajian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan analisis kestabilan lereng. Selain itu dilakukan pula studi terhadap literatur-literatur yang mendukung penelitian ini. 2.



Pengamatan Lapangan



Meliputi pengamatan terhadap lokasi penelitian, jenis batuan serta formasi batuan di daerah penelitian. Tahap Penelitian Lapangan Tahap ini ditujukan untuk memperoleh data yang akan dianalisis. Pengambilan data lapangan meliputi : 1.



Pengukuran Data Kekar



Untuk menyatakan kedudukan kekar dalam ruang (agar dapat dianalisis dengan mudah), maka untuk menentukan arah dipakai besaran



sudut terhadap posisi utara (azimuth), sedangkan untuk menemukan arah dipakai besaran sudut terhadap bidang datar. Pengukuran bidang diskontinu dilakukan dengan menggunakan metode Priest (1985), yaitu dengan mengukur dip direction, strike dan dip dari setiap bidang diskontinu sepanjang garis scanline. • Jurus/kemiringan (strike/dip) • Arah kemiringan (dip direction)



2.



Pengukuran Air Tanah



Kondisi air tanah mempengaruhi stabilitas dari suatu lereng. Didalam metode Rock Mass Rating (RMR) kondisi air tanah diperlukan sebagai salah satu parameter penentu kelas massa batuan. untuk mengetahui kondisi air tanah di 18



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



lapangan dilakukan pengamatan dan observasi mengenai keadaan dan kondisi air tanah pada lereng di lokasi penelitian.



3.



Pengambilan Data Lereng



Untuk menyatakan lereng dalam dimensi ruang agar dapat dianalisis dengan mudah, maka untuk menentukannya sama halnya dengan penetuan kekar, yaitu mengukurnya terhadap arah utara (azimuth), sedangkan untuk menentukan kemiringan lereng tersebut diambil besaran sudut terhadap bidang datar. Peralatan yang digunakan adalah kompas brunton dan palu geologi.



4.



Pengambilan Sampel Batuan untuk Uji Laboratorium



Sampel adalah conto atau wakil dari suatu populasi yang cukup besar jumlahnya atau satu bagian dari keseluruhan yang dipilih dan representative sifatnya. Aktivitas pengumpulan sampel disebut sampling. Sampel berfungsi sebagai objek penelitian untuk mendapatkan data yang mewakili dari keseluruhan populasi batuan yang ada disuatu daerah penelitian.



5.



Preparasi Sampel Batuan



Preparasi sampel merupakan hal yang sangat diperhatikan dengan benat mengingat kebenaran dan kesempurnaan data yang akan diperoleh bergantung dari baik dan tidaknya sampel yang akan diuji



6.



Uji sifat fisik



Pengujian sifat fisik dilakukan terhadap beberapa conto batuan pada masingmasing lokasi untuk mencari nilai-nilai yang berpengaruh terhadap kekuatan batuan seperti density, porosity, dan lain-lain.



7.



Uji Kuat Tekan Batuan



Pada tahap ini dilakukan langsung di lapangan dengan menggunakan schmidt 19



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



hammer untuk mendapatkan nilai rebound(rebound number) sehingga sampel untuk pengujian ini tidak diperlukan. Untuk mendapatkan nilai kuat tekan batuan menggunakan schmidt hammer, pada tiap kekar diambil nilai reboundnya. Nilai yang didapatkan pada schmidt



hammer kemudian dimasukkan kedalam



persamaan 2.1 pada tinjauan pustaka. Hasil nilai rebound dari persamaan tersebut memiliki satuan kg/cm2 yang kemudian di konversi ke dalam mpa. Semua hasil tersebut kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai kuat tekan. Tahap Pasca Lapangan a.



Tahap Analisis dengan Proyeksi Stereografis Setelah kekar diperoleh



dari pengukuran



sepanjang



orientasi



scanline



selanjutnya adalah memplot data pada proyeksi stereografis atau disebut juga sebagai proyeksi stereonet. Prosedur pembuatan proyyeksi stereonet dari data-data kekar dan data lereng yang telah di ukur adalah sebagai berikut. 1.



Kertas transparan (kalkir) diletakkan diatas Schmidt-net dan diletakkan



sedemikian rupa sehingga dapat berputar pada pusat tetap. Kemudian tandai titik Utara (North), Timur (East), Selatan (South), dan Barat (West). 2.



Putar kertas transparan dengan sumber pusat lingkaran sampai



menunjukkan besar sudut strike. Diproyeksikan nilai dip dengan menambah 90º pada nilai dip. 3.



Kembalikan posisi N ke tempat semula.



4.



Dilakukan plotting pada semua data kekar.



5.



Letakkan kertas transparan (kalkir) yang telah terisi titik-titik data kekar



pada kalsbeek net. 6.



Tentukan angka dengan menghitung jumlah titik yang berada di dalam



segi enam kalsbeek net. 7.



Buat kontur pada angka yang sama. Buat busur besar dari setiap joint set



yang terbentuk. 8.



Plotting data strike dan dip lereng dengan menggunakan Schmidt net.



Program yang digunakan untuk proyeksi stereografis dalam penelitian ini adalah proyeksi manual menggunakan stereonet. Dengan menggunakan proyeksi manual dalam memasukkan bidang lemah menggunakan jarring Schmidt net. Data bidang lemah yang dimasukkan



menggunakan strike/dip. 20



Selanjutnya



untuk



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



mengetahui titik puncak dari kumpulan titik-titik kutub (pole) tersebut digunakan Kalsbeek net. Untuk menggambarkan



kedudukan lereng kembali digunakan Schmidt net. Dari proyeksi stereografis ini dapat pula diketahui potensi longsoran pada bidang penelitian. b.



Tahap Analisis Menggunakan Metode RMR Pada tahap ini parameter-



parameter pengukuran yang digunakan antara lain seperti data kuat tekan batuan (Uniaxial Compresive Strength), Rock Quality Designation, spasi kekar, kondisi kekar, dan kondisi airtanah yang didapatkan dari pengukuran di lapangan dan pengujian di laboratorium dijumlahkan pembobotannya sehingga didapatkan nilai totalnya yang merupakan nilai RMR di lokasi penelitian. Nilai tersebut menunjukkan kelas massa batuan dan kondisi batuan di lokasi penelitian. c.



Tahap Analisis Menggunakan Metode SMR Pada tahap ini setelah



didapatkan nilai total RMR pada lokasi penelitian, maka selanjutnya dianalisis potensi longsoran yang akan terjadi berdasarkan data bidang dikontinuitas dan dimensi lereng penelitian. Terdapat empat parameter tambahan pada metode SMR yaitu F1, F2, F3, dan F4 yang telah dijelaskan pada sub- bab 2.7. Seluruh parameter tersebut dibobotkan dan dijumlahkan untuk mendapatkan nilai total SMR. Nilai total tersebut menghasilkan nomor kelas stabilitas lereng yang menjelaskan deskripsi massa batuan, longsoran yang dapat terjadi, dan angka kemungkinan untuk longsor.



HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi penelitian dilakukan di jalan Ring Road 2 yang dimana lokasi tersebut terdapat kegiatan penggalian pada lereng yang akan dilakukan penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, disimpulkan bahwa jenis batuan yang ada di lokasi penelitian adalah batupasir (Sandstone). Sebagian besar batuan di daerah tersebut telah mengalami kerusakan akibat aktivitas pembongkaran. Geometri lereng tersebut memiliki tinggi 8,8 m, strike/dip N 21 oE 65o, pada elevasi 35 mdpl. Lokasi penelitian beriklim tropis dimana memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.



21



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Gambar 4. Lokasi Penelitian



Uji Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan Pengujian sifast fisik dan sifat mekanik batuan penyusun lereng dilakukan dua macam yaitu pengamatan di lapangan dan pengujian di laboratorium. Untuk uji sifat batuan dilakukan di laboratorium. Untuk uji sifat mekanik (dalam penelitian ini hanya dilakukan uji kuat tekan batuan) dilakukan dengan menggunakan schmidt hammer yang kemudian data tersebut diolah untuk mendapatkan sifat mekanik yang hasilnya diperlukan umtuk melakukan analisis kestabilan lereng pada daerah penelitian. a.



Uji Sifat Fisik Batuan



Pengujian sifat fisik batuan bertujuan untuk mengetahui parameter yang berpengaruh terhadap kekuatan batuan, seperti density, porositas, dan lain-lain. Untuk mendapatkan nilai-nilai tersebut dilakukan perhitungan nilai : berat natural (Wn), berat kering (Wo), berat jenuh (Ww), berat jenuh tergantung dalam air (Ws) yang menjadi pendukung terhadap tingkat kekuatan suatu batuan. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji Sifat Fisik Batuan



b.



Uji Sifat Mekanik Batuan



Sifat mekanik batuan yang ditentukan untuk kepentingan penelitian geoteknik ada beberapa macam seperti uji kuat tekan, uji kuat tekan tarik, uji kuat geser dan lainlain. Untuk penelitian ini hanya dilakukan uji kuat tekan. Pada uji kuat tekan batuan ini dilakukan dengan menggunakan Schmidt hammer untuk mendapatkan nilai Rebound Number (RN) yang kemudian dimasukkan ke dalam persamaan kuat tekan. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai rata-rata kuat tekan. 22



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Berdasarkan hasil iju sifat mekanik di lapangan dengan menggunakan alat Schmidt Hammer, didapatkan Rebound Number (RN). Hasil persaman tersebut kemudian dikonversi ke MegaPascal (MPa) dan dirata- ratakan didapatkan nilai yaitu 81,37 MPa. Berdasarkan nilai tersebut, maka nilai Uniaxial Comperssive Strenght (UCS) lereng di lokasi penelitian mempunyai bobot 7.



Tabel 2. Hasil Uji Kuat Tekan Batuan



Rock Quality Designation Pada lokasi peneliutian tidak terdapat kegiatan pemboran, sehingga perhitungan Rock Quality Designation (RQD) dilakukan dengan penilaian empiris berdasarkan data kekar. Nilai perhitungan Rock Quality Designation (RQD) dapat dilihat pada Tabel 3.



RQD



= 100e-0.1ƛ(0.1ƛ+1)



= 100 -0,1*0,77389 (0,1*0,77389 + 1) = 99,72 %



Tabel 3. Nilai RQD



Dari nilai tersebut, maka massa kelas batuan berdassarkan Rock Quality Designation (RQD) pada lokasi penelitian tersebut sangat baik dan mempunyai bobot 20. Jarak Kekar Spasi diskontinuitas merupakan jarak antara satu bidang diskontinuitas dengan bidang diskontinuitas yang lain yang saling berdekatan dalam satu 23



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



scanline. Pengukuran spasi diskontinuitas dilakukan pada kekar-kekar yang setnya sama. Jarak selama pengamatan di lapangan masih merupakan jarak semu karena pengukuran jarak mengikuti scanline, sehingga jarak yang diperoleh belum tentu jarak tegak lurus antara dua kekar karena pengaruh arah lereng dan kemiringan scanline. Pada lokasi penelitian terdapat 3 set kekar, set 1 dengan rata-rata 0,18 m, set 2 dengan rata-rata 2,64 m, set 3 dengan rata-rata 1,55 m, dan bedding plane dengan rata-rata 0,56 m. Maka didapatkan jarak spasi antar kekar sepanjang scanline yaitu 1,28 m dan jumlah rata-rata kekar per meter yaitu 0,77. Data ini digunakan sebagai perhitungan RQD karena tidak dilakukannya pengeboran dan tentu tidak didapatkan hasil corenya. Kondisi Kekar a.



Kondisi persistensi kekar Kondisi ini merupakan sifat kemenerusan dari bidang-bidang kekar yang didefinisikan sebagai panjang dari diskontinuitas pada massa batuan dan dapat diukur panjangnya. Pada lokasi penelitian rata-rata panjang bidang diskontinuitas yaitu 2,62 m.



b.



Kondisi kekasaran kekar Parameter



yang



terdiri



dari



kekasaran



permukaan



ketidakmenerusan, pemisah (jarak antar permukaan), pelapukan batuan dinding dari pada bidang lemah, dan material pengisi. Pada lokasi penelitin ini, rata-rata kekasaran kekar yaitu halus. c.



Kondisi bukaan aperture kekar Didefinisikan sebagai lebar celah pada permukaan bidang kekar yang mengendalikan permukaan bidang kekar yang berhadapan agar saling mengunci. Dari hasil pengukuran dilapangan maka rata-rata bukaan antar kekar yaitu 2,35 mm.



d.



Kondisi isian kekar Merupakan material pengisi sebagai isian celah antar permukaan bidang kekar. Setelah melakukan pengamatan dilapangan maka didapatkan hasil isian dari kekar pada lokasi penelitian yaitu lempung.



e.



Kondisi pelapukan kekar Merupakan kondisi yang menunjukkan derajat kelapukan kekar. 24



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Dari hasil pengamatan pada lokasi penelitian kondisi yang terdapat pada kekar yaitu lapuk. Kondisi Air Tanah Dalam penelitian ini, kondisi air tanah, diperkirakan dengan cara memberikan gambaran umum kondisi keairan. Deskripsi kondisi umum air tanah akan memberikan parameter kering, lembab, berair, basah, atau mengalir. Dari pengamatan, didapatkan kondisi umum air tanah kering.



Dari parameter-parameter yang telah disebutkan diatas, didapatkan hasil bobot batuan berdasarkan metode Rock Mass Rating (RMR) adalah 67, yang termasuk kedalam kelas massa batuan nomor 2.



Orientasi Kekar Pada orientasi kekar ini, mengacu pada orientasi strike dan dip kekar, maka dari itu di lokasi penelitian pada gambar 4.1 dengan strike dan dip lereng N 21oE/65o, didapatkan orientasi Joint Set 1 = N 36oE/20o, Joint Set 2 N 102oE/83o, Joint Set 3 = N 293oE/70o , dan didapatkan pula orientasi Beding Plane = N 221oE/70o. Berikut analisis orientasi kekar menggunakan stereonet dan schimidt net yang digambarkan melalui aplikasi DIPS..



DIPS Berdasarkan hasil analisa orientasi kekar terdapat tiga kemungkinan jenis longsoran pada daerah penelitian. Yakni longsoran bidang (plane) ,longsoran baji (wedge) dan longsorang guling (toppling). Longsoran bidang diduga terjadi anatara joint set 1 terhadap lereng, dikarenakanan posisi joint set berada di depan lereng. Dan juga kemiringan (dip) lereng lebih besar dari pada kemiringan dari joint set 1 dalam hal ini sebagai bidang gelincirnya. Serta selisih strike kurang dari 20o yakni 15o hal ini dapat di kategorikan bahwa kedua strike tersebut sejajar sesuai dengan kententuan longsoran jenis bidang. 25



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Selanjutnya ialah analisis joint set 2 dan joint set 3 terhadap lereng yang memiliki longsoran jenis baji (wedge). Hal ini dikarenakan terdapat 2 bidang diskontinu yang saling berpotongan memiliki posisi di depan lereng atau menembus posisi dari muka lereng, sudut lereng (dip) sebesar 65o lebih besar dari sudut perpotongan kedua bidang diskontnuitas tersebut yakni 22o . Dan yang terakhir adalah anailisis beding plane terhadap lereng yang memiliki jenis longsoran guling (toppling). Hal ini dikarenakan posisi beding plane berada dibelakang lereng, disamping itu selisih arah strike antara beding plane dengan lereng tidak sampai 20o yaitu 19o. Hal ini dapat dikatakan sejajar/paralel sesuai dengan syarat longsoran jenis guling. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8. Analisis Menggunakan



Metode



slope Mass Rating



Slope Mass Rating (SMR) juga merupakan salah satu sistem klasifikasi massa batuan yang bertujuan untuk mengetahui potensi keruntuhan lereng, tipe keruntuhan lereng dan untuk memilih jenis perkuatan yang sesuai atas dasar basis data empiris (suggested support designs based on empirical database). Beberapa parameter yang dimasukkan sebagai dasar penilaian Slope Mass Rating (SMR) yakni: (Romana, 1985) • Arah kemiringan lereng (𝛼𝑠) • Arah kemiringan



(dip direction) bidang



diskontinuitas (𝛼𝑗) • Sudut kemiringan diskontinuitas (𝛽𝑗) • Kemiringan lereng (𝛽𝑠) Dalam menentukan nilai parameter- parameter tersebut harus diketahui dulu longsoran yang dapat terjadi di lokasi penelitian. Setelah itu, untuk mendapatkan nilai Slope Mass Rating (SMR), nilai nilai yang sudah didapatkan sebelumnya dimasukkan ke dalam Persamaan. Untuk joint set 1 berpotensi mengalami longsoran bidang. Pada joint set 2 dan joint set 3 memiliki potensi 26



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



mengalami longsoran baji. Sedangkan untuk beding plane memiliki potensi longsoran guling.



4.2. Perbandingan Klasifikasi Massa Batuan Kuantitatif: Q, RMR, dan Rmi Metodologi Rock Mass Quality (Q)-system Q-Sytem awal, merupakan system yang memperhitungkan enam parameter: RQD, jumlah kekar, kekasaran kekar, perubahan kekar, kondisi air pada kekar dan faktor tekanan (Barton dkk.,1974). Parameter dasar geoteknik menurut Barton (1988) adalah ukuran blok, kuat geser minimum antar blok dan tekanan aktif. Parameter geoteknik dasar tersebut ditunjukkan dengan rasio berikut ini (Grimstad dan Barton, 1993): 1) Ukuran relatif blok = RQD/Jn, 2) Kekuatan relatif friksi = Jr/Ja, dan 3) Tekanan aktif = Jw/SRF.Penentuan kualitas massa batuan diperoleh dari persamaan berikut (Barton dkk.,1974): Q = RQD . [Jr] . [ Jw ] ln



ln



SRF



keterangan: RQD = >10; Jn = jumlah kekar; Jr = nilai kekasaran kekar; Ja = Nilai perubahan kekar; Jw= nilai air dan faktor reduksi; SRF = pengurangan faktor-faktor tekanan pada patahan, kekuatan/rasio tegangan dalam batuan besar yang keras dan batu yang mengembang (swelling/squizing). Penggunaan



Q-System



secara



khusus



direkomendasikan



untuk



terowongan dengan atap melengkung. Massa batuan telah diklasifikasikan ke dalam sembilan kategori berdasarkan nilai Q, seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Kisaran nilai Q bervariasi antara 0,001 dan 1000.



Korelasi Tunneling Quality Index (Q) dengan perilaku dan persyaratan dukungan penggalian bawah tanah yang disebut Dimensi Equivalent (Dc) didefinisikan sebagai berikut: 𝐷𝑐 = 𝐸𝑥𝑐𝑎𝑣𝑎t𝑖𝑜𝑛𝑠 𝑠𝑝𝑎𝑛, diameter atau tinggi (m) Rasio 𝐸𝑥𝑐𝑎𝑣𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑠𝑢𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡 27



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Rasio Excavation Support (ESR) diperoleh dari hasil investigasi hubungan antara maksimum galian tanpa struktur penyangga (SPAN) dan Q pada area galian lebih dari 10 tahun. Barton dkk., (1974) menyarankan nilai ESR menurut Tabel 2. Pendekatan hubungan tersebut adalah: SPAN = 2Q0.66 = 2.ESR.Q0.4 Q-System telah dimodifikasi karena faktor reduksi tegangan (Grimstad dan Barton, 1993) dan menjadi dasar rekomendasi penyangga (Gambar 2).



Rock Mass Rating (RMR) Alasan utama penggunaan RMR adalah kemudahan dan fleksibilitasnya dalam berbagai tujuan praktis di bidang engineering (Bieniawski, 1989). RMR ditetapkan



dan



dikalibrasi



berdasarkan



pengamatan



dan



pengalaman



penggunaan di tambang batubara, penggalian konstruksi sipil dan terowongan dangkal. Q-System RMR jug a menggunakan 6 parameter untuk menentukan nilai total RMR. Sedikit berbeda dengan Q-System, parameter tersebut adalah: kuat tekan uniaxial, RQD, kekar atau jarak ketidakmenerusan, kondisi kekar, kondisi air tanah, arah kekar. Setiap nilai parameter menggambarkan kualitas batuan yang diuji. Jumlah dari nilai pada masing-masing parameter itulah nantinya merupakan total nilai RMR yang ditunjukkan oleh persamaan berikut ini: RMR



= RMRbasic+adjustment RMRbasic



=∑ parameter



(i+ii+iii+iv+v)



Hasil akhir nilai RMR ini dikelompokkan menjadi 5 kelas massa



batuan, masing-masing kelas memiliki rentang nilai sebanyak 20 poin.



Rock Mass index (RMi) Rock Mass index (RMi) telah dikembangkan dalam mengklasifikasikan kekuatan



massa



batuan



untuk



keperluan



konstruksi.



Fokus



utama



pengembangan RMi adalah pada efek dari cacat pada massa batuan yang 28



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



mengurangi kekuatan batuan utuh. RMi terkait dengan material yang digambarkan dengan keterkaitan propreti batuan tersebut. Skema prisnip RMi dapat dilihat pada Gambar 4. Parameter input yang diperhitungkan dalam RMi ini adalah: 1.



Ukuran blok, diukur sebagai volume blok.



2.



Kekuatan material blok, diukur sebagai kuat tekan uniaksial.



3.



Kuat geser balok, diukur sebagai sudut geser.



Ukuran dan patahan, diukur sebagai panjang dan ketidakmenerusan RMi pada dasarnya adalah penurunan kekuatan batuan yang disebabkan oleh kekar di formulasikan sebagai berikut: RMi = σc.JP JP adalah parameter gabungan yang merupakan faktor reduksi mewakili ukuran blok dan kondisi permukaan yang diwakili gesekan antar blok dan ini diformulasikan sebagai berikut: oleh sifat gesekan dan ukuran kekar. Nilai JP bervariasi dari hampir 0 untuk batuan 𝑗𝑅 jC = jL [𝑗𝐴] = jL [𝑗𝑠. 𝑗𝑤]𝑗𝐴 hancur



ke



1



untuk



batuan



utuh. Nilainya ditemukan dengan



menggabungkan ukuran blok dan kondisi kekar. Gambaran parameter yang diterapkan dalam RMi dapat dilihat pada Gambar 3. Kondisi kekar, jC,



menunjukkan



faktor



sifat



Keterangan= jL adalah faktor ukuran yang mewakili pengaruh ukuran dan patahan pada kekar. Faktor ukuran kekar (jL) dipilih karena kekar yang lebih besar memiliki dampak yang sangat kuat pada perilaku massa batuan daripada kekar yang



lebih kecil. Faktor kekasaran (jR) merepresentasikan ketidakrataan permuka- an sendi yang terdiri dari 1) kekasaran (js) pada permukaan kekar dan 2) bentuk bergelombang (waviness) atau flat pada dinding kekar (jw).Faktor perubahan (jA) menunjukkan karakteristik kekar berupa 1) kekuatan dinding batuan serta 2) ketebalan dan kekuatan lapisan batuan pengisi yang mungkin. Faktor jR dan jA mirip dengan Jr dan Ja pada Q-System. JP ditunjukkan dalam persamaan berikut ini:



29



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



JP=0.2 ƒ𝑗𝐶. 𝑉D Keterangan: Vb= Volume blok dalam m3; D= 0.37jC-0.2. Hasil Penelitian Secara umum klasifikasi massa batuan merupakan pekerjaan investigasi yang kualitatif, sehingga banyak dari teori yang muncul berdasarkan pengamatan, pengalaman dan data empiris. Dari ketiga klasifikasi massa batuan (Q, RMR, dan RMi) pada dasarnya mempunyai parameter input yang hampir sama seperti dalam Gambar 5. Sehingga hasilnya relatif dapat dikonversi antara satu rating dengan rating lainnya. Dalam Gambar 5 terlihat bahwa rentang nilai Q-Sistem antara hampir 0 1000, sedangkan RMR mempunyai nilai hasil antara 0 - 100. Sehingga dengan hasil ini berbagai agensi dan peneliti membuat hubungan antara Q dan RMR. Menurut Bieniawski (1976), secara umum hubungan antara Q dan RMR adalah sebagai berikut : RMR = 9 ln Q + 44 Keterbatasan Q, RMR, dan RMi adalah terletak pada penggunaannya yang kurang bekerja dengan cukup baik pada daerah patahan, zona lemah dan juga pada zona yang bergerak (squeezing and swelling). Hal ini dikarenakan kompleksnya parameter yang harus dimasukkan, sehingga metode tidak praktis lagi untuk diterapkan. Sehingga untuk zona-zona tertentu tetap diperlukan kehati-hatian dan pengamatan lebih lanjut. Dalam praktik di lapangan disarankan untuk penggunaan ketiga sistem ini menyesuaikan kebutuhan, ada kalanya satu dan lainnya saling melengkapi atau mengoreksi untuk mendapatkan keputusan yang tepat. Pengembangan dan penyempurnaan klasifikasi massa batuan tidak menghasilkan kesimpulan yang linier dikarenakan masing-masing peneliti mempunyai tujuan yang berbeda, yaitu gabungan antara kemudahan dan ketelitian. Terdapat banyak metode Rock Mass Classification antara lain Direct Method (RQD), Rock Structur Rating (RSR), Rock Mass Rating (RMR), Q-System, Mining Rock Mass Rating (MRMR), The Unified Rock Classification System (URCS), Basic Geotechnical Description (BGD),Rock Mass Strength (RMS), Modified Basic RMR (MBR, Simplified Rock Mass Rating (SRMR), Geological Strenth Index (GSI), Rock Mass 30



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Number and Rock Condition Rating (RCR), Rock Mass index (RMi) dan masih terus bermunculan metode baru. Tidak ada satu metode yang paling superior atas metode yang lainnya.



4.3. Analisis Kestabilan Lereng Berdasarkan Nilai Slope Mass Rating Di Desa Sukamaju, Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur Metodologi Penelitian Data-data



yang



dibutuhkan



dalam



analisis



kestabilan



lereng



menggunakan metode Slope Mass Rating diperoleh dari investigasi lapangan. Data kekuatan batuan utuh (UCS) yang diperoleh menggunakan nilai kekerasan batuan dari uji Schmidt Rebound Hammer yang kemudian diplot pada grafik hubungan antara JCS dan nilai kekerasan batuan. Nilai RQD dihitung menggunakan metode scanline, seperti yang ditunjukkan pada persamaan 1 dan 2. Spasi kekar rata-rata diperoleh berdasarkan persamaan 3. Sedangkan kondisi kekar, kondisi airtanah, dan arah orientasi lereng berdasarkan penilaian kualitatif di lapangan dan pengukuran strike dan dip bidang diskontinuitas/kekar. Nilai SMR dihitung berdasarkan persamaan 4, namun sebelumnya menghitung nilai RMR dengan cara menjumlahkan bobot setiap parameter. Dari nilai SMR dapat dideskripsikan kondisi kestabilan lereng dan jenis longsoran batuan yang dapat terjadi. Lereng pada daerah studi dapat dilihat pada Lampiran 1.



Hasil dan Pembahasan Menghitung Nilai RMR Nilai RMR diperoleh dengan menjumlahkan bobot setiap parameter, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Nilai dan bobot setiap parameter disajikan pada Lampiran 2 dan 3 yang dijelaskan sebagai barikut: 1.



Kekuatan Batuan Utuh



Nilai UCS diperoleh dengan memplot nilai uji Schmidt Rebound Hammer. Maka, diperoleh nilai rata UCS untuk 49 bidang kekar adalah sebesar 27.14 MPa. 2.



Rock Quality Designation (RQD) 31



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Nilai ini dihitung menggunakan metode scanline dengan terlebih dahulu menghitung besar frekuensi kekar per satuan panjang dan didapatkan frekuensi kekar pada lereng adalah 6.84 kekar/meter. Nilai RQD massa batuan adalah 85%. 3.



Spasi Kekar



Kekar pada lereng terdapat 2 jenis joint set atau kekar berpasangan dengan arah orientasi yang dominan. Pada lereng tersebut diperoleh spasi rata-rata kekar adalah 0.48 m.



4.



Kondisi Kekar



Kondisi kekar dibagi menjadi lima parameter, yaitu panjang kekar, kekasaran, lebar bukaan, isi bukaan, dan tingkat pelapukan. Panjang rata-rata kekar adalah 46.9 cm, kondisi permukaan yang kasar, lebar bukaan rata-rata kekar sebesar 0.02 cm, bukaan berisi besi oksida, dengan kondisi sedikit lapuk. 5.



Kondisi Airtanah



Kondisi air pada lereng terbilang tidak ada atau masih dalam kondisi kering.



Dari nilai dan kondisi lereng di atas ditentukanlah bobotnya untuk menghitung nilia Rock Mass Rating (RMR). Bobot untuk parameter kekuatan batuan utuh sebesar 27.14 adalah 4. Bobot untuk nilai RQD 85% adalah 17. Spasi kekar sebesar 48 cm mempunyai bobot 10. Bobot kondisi kekar adalah jumlah setiap parameter dan diperoleh bobot sebesar 20. Kondisi batuan kering atau tidak ada pengaruh airtanah memiliki bobot 15. Sehingga bobot total atau nilai RMR adalah: RMR = 4 + 17 + 10 + 20 + 15 = 66 Nilai ini bermakna bahwa kondisi massa batuan pada lereng tersebut masih tergolong baik. Menghitung Nilai SMR Nilai SMR adalah faktor penyesuaian terhadap arah orientasi lereng dan metode eskavasi yang digunakan pada nilai RMR. Arah kemiringan (dip 32



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



direction) dan kemiringan lereng masing-masing 240o/30o. Arah kemiringan dan kemiringan utama kekar diperoleh dengan memplot data-data orientasi kekar pada aplikasi Dips 6.0 (Gambar 1). dan diperoleh orientasi kekar adalah 270o /13o. Dari arah kemiringan lereng dan kekar, jenis longsoran yang dapat terjadi adalah longsoran bidang. Dari kedua nilai orientasi kekar dan lereng diperoleh nilai da bobot, yaitu: F1 = |αj – αs| = |270o – 240o | = 30o » 0.4 F2 = |βj| = |13o| = 13o »1 F3 = βj – βs = 13o – 30o = 17o » -60, F4 = 15 (lereng alamiah)



sehingga dapat dihitung nilai total Slope Mass Rating (SMR) adalah: SMR = 66 + (0.4 × 1 × -60) + 15 = 57 Nilai ini bermakna bahwa kondisi massa batuan pada lereng tersebut normal, sebagian stabil, dan sebagian dapat terjadi longsoran dari kekar atau baji.



33



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



BAB V KESIMPULAN 5.1.



Kesimpulan Klasifikasi massa batuan hanyalah merupakan salah satu pendekatan untuk memperkirakan sifat massa batuan dalam skala besar. Para praktisi harus menyadari bahwa sistem klasifikasi dan desain masih berkembang dan bahwa versi lama dari suatu sistem klasifikasi tidak selalu cocok dengan pendekatan desain baru. Kehatihatian diperlukan ketika menggunakan sistem klasifikasi dengan metode desain empiris



34



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



DaftarPustaka



BUKU Bieniawski, Z.T., 1989. Engineering Rock Mass Classification. The Pennsylvania State University. America. Suharyadi, M.S., 2004. Pengantar Geologi Teknik. Dosen Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada



Jurnal Barton, N. R., Lien, R. dan Lunde, J., 1974. Engineering classification of rock masses for the



design



of



tunnel



support.



Rock



Mechanics,



Vol.



6,



hal.



189-239.



DOI:10.1007/BF01239496 Bieniawski, Z. T., 1978. Determining rock mass deformability: Experience from case histories. International Journal of Rock Mechanics and Mining Sciences & Geomechanics Abstract, Vol. 15, hal. 237-247. DOI: 10.1016/0148-9062(78)90956-7.



Endartyanto, A., 2007, Analisis Kestabilan Lereng dengan Menggunakan Metode Kinematik dan Klasifikasi Massa Batuan: Studi Kasus di Area Penambangan Andesit, Desa Jelekong, Kecamatan Bale Endah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat. Lollong, Marlinus Matius, Tommy Trides, Windhu Nugroho. 2019. Analisis Kestabilan Lereng Dengan Menggunakan Metode Rock Mass Rating (Rmr) Dan Metode Slope Mass Rating (Smr) Pada Penambangan Batupasir Daerah Bukit Pinang Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Mineral FT UNMUL, Vol. 7, No. 1,hal: 50-60 35



UNIVERSITAS ISLAM RIAU



Siswanto, Dyah Anggraini. 2018. Perbandingan Klasifikasi Massa Batuan Kuantitatif: Q, RMR, dan RMi. Korespondensi: [email protected] Syam, Muhammad Amin, Heryanto, Tommy Trides. 2018. Analisis Kestabilan Lereng Berdasarkan Nilai Slope Mass Rating Di Desa Sukamaju, Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Jurnal Geocelebes Vol. 2 No. 2, Oktober, hal : 53-63



36