Pembahasan Bentuk Lahan Struktural Praktikum Geomorfologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto acara Bentuklahan Struktural yang dilaksanakan pada Kamis 9 April 2015 di ruang 302 Teknik Geologi Universitas Diponegoro. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memahami



kenampakan



bentuklahan



struktural



melalui



ciri-ciri



atau



karakteristiknya dalam peta topografi. Pada praktikum ini kita dilatih untuk membuat deliniasi antara satuan struktural rapat dan satuan struktural renggang, membuat deliniasi pola pengaliran sungai dan jalan, menghitung persen lereng dan beda tinggi, serta membuat profil eksagrasi suatu sayatan. 5.1 Satuan Delineasi Kontur Rapat Bentuklahan structural ini berada di daerah Nglipar, Gunung Kidul Yogyakarta. Dalam pembentukan struktur ini dipengaruhi oleh geologi regional daerah yang bersangkutan. Satuan delineasi kontur rapat diwarnai dengan warna ungu tua. Pada peta topografi, bentuklahan structural menunjukkan kontur yang rapat dari masing-masing garis konturnya, pola penyaluran yang berbeda-beda, dan pada kontur rapat memiliki presentase kelerengan yang cukup tinggi. Satuan kontur rapat ini meliputi daerah Gunung Padangan, Gunung Pajung, Gunung Gentong, Gunung Baturagung, Gunung Keruk, Kodjasari, Gunung Tjering, Gunung Somerto Pada daerah berwarna ungu tua ini dibuat 5 buah sayatan yang memotong 5 kontur. Dari tiap sayatan dihitung persentase kelerengannya dengan perhitungan morfometri. Sayatan 1 memiliki persen lereng 62,5%, sayatan 2 adalah 83,3 %, sayatan 3 adalah 62,5 %, sayatan 4 adalah 125 %, dan sayatan 5 adalah 50 %. Berdasarkan data tersebut diperoleh rata – rata kelerengan sebesar 76,66 % sehingga termasuk dalam daerah dengan relief Pegunungan Sangat Terjal (Van Zuidam, 1983). Sedangkan untuk beda tingginya diperoleh Top Hill sebesar 709 mdpl yang berada di daerah Sriten



16



dan lowhill 201 mdpl di daerah Djetis, sehingga didapatkan beda tinggi sebesar 508 m dan termasuk dalam klasifikasi dengan relief Pegunungan Sangat Terjal (Van Zuidam, 1983). Tabel 5. 1 Klasifikasi Van Zuidam (1983)



Klasifikasi Relief



% Relief



Beda tinggi



Datar



0–2



< 50



Bergelombang landai



3–7



5 – 50



Bergelombang miring



8 – 13



25 – 75



Berbukit bergelombang



14 – 20



50 – 200



Berbukit terjal



21 – 55



200 – 500



Pegunungan terjal



56 – 140



500 – 1000



Pegunungan sangat terjal



> 140



> 1000



Pada pembuatan sayatan dari daerah Tawangredjo hingga Mengger melewati suatu daerah dengan kontur yang mengalami kelurusan yang memiliki beda tinggi mencolok pada daerah yang sempit maka pada daerah tersebut terdapat indikasi struktur sesar. Sesar merupakan suatu rekahan yang telah mengalami pergeseran, indikasi sesar di daerah tersebut memiliki meliputi daerah yang sangat luas. Sesar dapat terjadi karena adanya tenaga endogen yang mendesak litologi sehingga terdapat suatu rekahan dan kemudian mengalami pergeseran. Adanya pola kontur yang tertutup menandakan terdapat indikasi struktur geologi berupa lipatan. Pola kontur tersebut adalah bertemunya foreslope dengan foreslope atau backslope dengan back slope. Pada sayatan ini ditemukan bertemunya foreslope dengan foreslope. Lipatan terbentuk akibat deformasi batuan yang terjadi akibat gaya tegasan sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk lengkungan. Batuan belum mengalami patah karena struktur batuan yang elastis. Indikasi lipatan dapat ditunjukkan dengan adanya pola kontur tertutup serta perbedaan arah kontur. Terdapat sungai yang membelok secara tiba-tiba juga dapat mengindikasikan adanya struktur geologi yaitu rekahan baik kekar



17



maupun sesar. Pada daerah yang memiliki struktur geologi, daerah yang terdapat di daerah tersebut merupakan daerah yang tidak resisten berarti batuan yang ada di daerah tersebut adalah batuan yang tidak resisten, diperkirakan adalah batuan sedimen. Berdasarkan ketinggiannya, daerah ini didominasi oleh dataran rendah yang memiliki ketinggian 0-500 kaki dari permukaan laut. Proses pembentukan daerah ini sehingga daerah ini dapat terlihat adalah dari proses endogen yang membuat lapisan di daerah ini terangkat. Pada pengangkatan ini, terjadi struktur-struktur sekunder yang terjadi. Struktur sekundernya adalah lipatan dan sesar. Pada lipatan terbentuk karena adanya gaya tegasan yang mempengaruhinya. Kemudian litologinya melengkung dan membentuk suatu daerah dengan beda tinggi yang mencolok dari sekitarnya. Bentuklahan structural kontur rapat memiliki tata guna lahan sebagai objek wisata dan objek studi geologi. Potensi positif untuk objek wisata, potensi negatif berupa longsor. 5.2 Satuan Delineasi Kontur Renggang Deliniasi bentuklahan struktural renggang ditunjukkan dengan warna ungu muda gradasi dari warna struktur rapat. Pada peta topografi, bentuklahan struktural kontur renggang memperlihatkan kontur-kontur renggang dan memiliki persentase lereng yang relatif rendah. Satuan delineasi renggang daerah Yogyakarta terbentang dari daerah Kalongan, Nglipar, Pengkol, Ngalang, Klepu, dan Gedangan. Pada daerah berwarna ungu pekat ini dibuat 5 buah sayatan yang memotong 5 kontur. Dari tiap sayatan dihitung persentase kelerengannya dengan perhitungan morfometri. Sayatan 6 memiliki persen lereng 6,7 %, sayatan 7 memiliki persen lereng 6,5 %, sayatan 8 memiliki persen lereng 9,2 %, sayatan 9 memiliki persen lereng 22,7 %, dan sayatan 11 memiliki persen lereng 13,1 %. Berdasarkan data tersebut diperoleh rata – rata kelerengan sebesar 11,64 % sehingga termasuk dalam daerah dengan relief Berbukit Bergelombang (Van Zuidam, 1983). Sedangkan untuk beda tingginya



18



diperoleh Top Hill sebesar 251 mdpl yang berada di daerah Nglipar dan lowhill 150 mdpl di daerah Kenteng, sehingga didapatkan beda tinggi sebesar 101



m



dan



termasuk



dalam



daerah dengan



relief Berbukit



Bergelombang (Van Zuidam, 1983). Tabel 5.2 Klasifikasi Van Zuidam (1983)



Klasifikasi Relief



% Relief



Beda tinggi



Datar



0–2



< 50



Bergelombang landai



3–7



5 – 50



Bergelombang miring



8 – 13



25 – 75



Berbukit bergelombang



14 – 20



50 – 200



Berbukit terjal



21 – 55



200 – 500



Pegunungan terjal



56 – 140



500 – 1000



Pegunungan sangat terjal



> 140



> 1000



Dari perhitungan beda tinggi, tidak didapatkan perbedaan beda tinggi yang mencolok. Hal tersebut menandakan bahwa pada daerah kontur renggang telah mengalami proses destruktif yang intensif. Proses desktruktif adalah proses yang tidak membangun dan cenderung merusak daerah tersebut meliputi proses erosi dan pelapukan. Pada daerah ini hampir didominasi oleh proses destruktif yaitu berupa pelapukan dan erosi yang telah terjadi secara intensif dengan ditandai persen lereng yang kecil. Berdasarkan ketinggiannya, daerah ini didominasi oleh dataran rendah yang memiliki ketinggian 0-500 kaki dari permukaan laut. Di daerah kontur renggang telah terjadi banyak proses destruktif sehingga dapat diinterpretasikan bahwa batuan yang terdapat di daerah tersebut merupakan batuan yang tidak resisten seperti soft rock batuan sedimen. Proses terjadinya daerah ini adalah dulunya mengalami pengangkatan kemudian terjadi proses pelapukan dan erosi yang intensif sehingga pada saat ini hanya terdapat batuan sedimen berupa soft rock.



19



Bentuklahan struktural kontur renggang memiliki tata guna lahan sebagai pemukiman. Potensi positif untuk perkebunan dan pemukiman, potensi negatif berupa longsor. 5.3 Pola Pengaliran Delineasi pola pengaliran ditandai dengan warna biru (sungai utama berwarna biru tua dan anak sungai berwarna biru muda), sedangkan pola jalan ditandai dengan warna merah. Delineasi pola pengaliran di daerah ini telah terpetakan secara teratur dan telah membentuk pola pengaliran dengan banyak percabangan, yaitu pola pengaliran dendritik yang arah-arah pengalirannya menyebar melalui cabang-cabang sungai. Pola pengaliran dendritik mirip dengan bentuk pohon. Dari pola pengaliran tersebut dapat diperkirakan bahwa litologi pada daerah tersebut memiliki resistensi yang sama atau seragam, berdasarkan konturnya termasuk dalam hard rock karena banyaknya



cabang-cabang



sungai



yang



terbentuk



dikarenakan



oleh



keterdapatan batuan keras yang menghalangi arus sungai sehingga menghasilkan kelokan sungai atau cabang sungai. Lalu pada kontur rapat didapatkan litologi yang masih memiliki beda tinggi yang cukup besar sehingga diinterpretasikan bahwa hanya terjadi pelapukan yang rendah sehingga dapat diperkirakan bahwa litologi yang terdapat di daerah tersebut memiliki resistensi yang tinggi sehingga sulit terlapukkan. Contoh dari hard rock adalah batuan beku maupun batuan metamorf. Kemudian terdapat pola pengaliran rectangular yang menunjukkan adanya kelokan-kelokan sungai dengan sudut yang tegas berupa 90˚. Pola pengaliran rectangular berkembang pada daerah dengan struktur geologi berupa rekahan. Delineasi pola pengaliran di satuan kontur renggang menunjukkan bahwa aliran air dalam wujud sungai terpetakan secara teratur membentuk pola pengaliran dengan banyak percabangan. Pola pengaliran ini disebut dengan pola pengaliran dendritik yang arah-arah pengalirannya menyebar melalui cabang-cabang sungai. Dari pola pengalirannya dapat diperkirakan bahwa litologi yang terdapat pada daerah tersebut memiliki resistensi yang sama dan



20



seragam, dari konturnya termasuk dalam litologi soft rock karena hanya terdapat sedikit cabang-cabang sungai yang mengindikasikan bahwa saat sungai itu terbentuk terdapat batuan lunak yang menghalangi daerah tersebut, sehingga dapat tererosi oleh aliran air.



21