Pemberian Obat Supositoria [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBERIAN OBAT SUPOSITORIA (MAKALAH FARMAKOLOGI)



Disusun oleh : Tingkat 1 Reguler 3 (Kelompok 4) 1. Nabilla Shafira



(1814401102)



2. Candrika Kemala Putri



(1814401107)



3. Astia Ningsih



(1814401109)



4. Tahsya Ria Shafira



(1814401111)



5. Nasyaila Al Fathia



(1814401119)



6. Zaqia Khoirunnisa



(1814401122)



7. Indra Faksi Alam



(1814401125)



8. Nadiah Windi Ayu Aprilia



(1814401130)



9. Rahmatin Veniya



(1814401139)



10. Ketut Agus Satriawan



(1814401141)



11. Dini Salsahbila



(1814401148)



KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG TAHUN AJARAN 2019 i



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dari mata kuliah Farmakologi dengan judul “Pemberian Obat Suppositoria”. Dalam pembuatan makalah ini mulai dari perancangan, pencarian bahan, sampai penulisan, penulis mendapat bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih dan kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang, dan penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Bandar Lampung, 09 April 2019



Penulis



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 A. Latar Belakang .............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1 C. Tujuan ........................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3 A. Definisi Supositoria ...................................................................................... 3 B. Basis Supositoria ........................................................................................... 4 C. Anatomi Fisiologi Pemberian Obat Rectal ................................................... 8 D. Indikasi Dan Kontra Indikasi Pemberian Obat Rektal .................................. 9 E. Efek Samping ................................................................................................ 9 F. Prinsip Tindakan ........................................................................................... 9 G. Langkah-Langkah Pemberian Obat Supositoria ........................................... 11 BAB III PENUTUP ................................................................................................. 13 A. Kesimpulan ................................................................................................... 13 B. Saran ............................................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 14



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Supositoria merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi berbentuk padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo dan meleleh pada suhu tubuh. Supositoria sangat berguna bagi pasien dengan kondisi yang tidak memungkinkan dengan terapi obat secara peroral, misalnya pada pasien muntah, mual, tidak sadar, anak-anak, orang tua yang sulit menelan dan selain itu juga dapat menghindari metabolisme obat di hati (Voigt, 1971). Basis supositoria memiliki peranan penting dalam kecepatan pelepasan obat baik untuk sistemik maupun lokal. Kemungkinan adanya interaksi antara basis dengan zat aktif secara kimia dan atau fisika akan dapat mempengaruhi 2 stabilitas atau bioavaibilitas dari obat. Supositoria dengan menggunakan basis polietilenglikol memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur dan dapat dikombinasikan berdasarkan bobot molekulnya sehingga didapatkan suatu basis supositoria yang dikehendaki (Raymond, 2006).



B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian suppositoria? 2. Sebutkan tujuan pemberian obat suppositoria! 3. Jelaskan anatomi fisiologi pemberian obat rectal! 4. Sebutkan indikasi dan kontra-indikasi pemberian obat rectal! 5. Sebutkan efek samping pemberian obat suppositoria! 6. Jelaskan prinsip tindakan pemberian obat suppositoria! 7. Sebutkan langkah-langkah pemberian obat suppositoria!



1



C. Tujuan 1. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan definisi obat supositoria. 2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui cara pemberian obat supositoria. 3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui indikasi dan kontraindikasi obat supositoria. 4. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan prinsip tindakan pemberian obat supositoria. 5. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan langkah-langkah pemberian obat supositoria.



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Supositoria Supositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh (Anonim, 1979). Supositoria umumnya dimasukan melalui rektum, vagina, kadang-kadang melalui saluran urin dan jarang melalui telinga dan hidung (Ansel, 1989). Berat supositoria rektal untuk orang dewasa kira-kira 2 gram dan lonjong seperti torpedo, umumnya pemberian obat secara rektal adalah setengah sampai dua kali atau lebih dari dosis oral yang diberikan untuk semua obat, kecuali untuk obat yang sangat kuat. Penentuan rentang dosis tergantung pada avaibilitas obat, khususnya dalam basis supositoria yang digunakan (Coben dan Lieberman, 1994), sedangkan supositoria untuk anak-anak beratnya kira-kira 1 gram dan ukurannya lebih kecil (Ansel,1989). Dalam pembuatan sediaan supositoria, basis supositoria diharapkan memiliki sifat-sifat sebagai berikut meleleh pada suhu tubuh, melarut atau terdispersi dalam cairan rektum, tidak bersifat toksik, terutama tidak mengiritasi mukosa rektal. Memiliki sifat lunak jika diraba, secara fisiologis netral, artinya mempunyai efek terapi bila tidak dimaksudkan untuk pengobatan misalnya sebagai pencahar, dapat mempertahankan konsistensinya pada waktu penyimpanan dan stabil pada waktu penyimpanan. Pada waktu pembuatan baik dengan cara pelelehan atau cetak tekan dapat berbentuk baik, tidak menempel pada cetakan, dapat campur dengan zat aktif yang ditambahkan. Dapat menyebabkan obat secara homogen bercampur dan tidak adanya sedimentasi. Dalam hal tertentu, mampu menyerap obat dalam larutan air. Pada penggunaan sistemik harus dapat membebaskan obat dengan cepat dan sebanyak mungkin untuk keperluan absorpsi. Jika dimaksudkan untuk aksi lokal, maka harus membebaskan obat secara lambat agar aksi dari supositoria aksinya lebih lama (Murrukmihadi, 1986). Maksud utama pemberian supositoria rektal adalah untuk pengobatan konstipasi dan wasir, selain itu supositoria rektal juga diberikan untuk efek sistemik misalnya



3



analgesik, antispasmodinamik, sedatif, obat penenang dan zat antibakteri (Coben dan Lieberman, 1994). Selain itu, pemberian supositoria rektal dimaksudkan untuk senyawa obat yang diabsorpsi sangat kecil di sistem gastrointestinal (GI), senyawa yang tidak stabil dan tidak aktif oleh pH atau aktivitas enzim dari lambung atau usus (Swarbrick dan Boylan, 2002). Terapi rektal lebih dipilih dibandingkan bentuk pemakaian lainnya dengan alasan, dalam hal ini dapat disebutkan antara lain cocok untuk pasien yang tidak memungkinkan penggunaaan obat secara oral yang dikarenakan pasien memiliki masalah pada sistem gastrointestinal, pasien yang muntah, mual, pasien yang tidak memungkinkan menelan obat secara oral serta dapat digunakan pada lansia maupun anak-anak dikarenakan pemakaiannya yang lebih mudah bila dibandingkan penggunaan secara oral (Tukker,2002)



B. Basis Supositoria Agar supositoria dapat digunakan secara efektif, aman dan nyaman, basis supositoria harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : a. Secara fisiologis netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus : hal ini dapat disebabkan oleh masa yang tidak fisiologis atau tengik, terlalu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik), b. Secara kimia netral (tidak tak tersatukan dengan bahan obat), c. Interval yang sangat rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan demikian pembekuan masa berlangsung dengan cepat dalam cetakan, kontraksibilitasnya baik, mencegah pendinginan mendadak dalam cetakan), d. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih (sangat penting artinya bagi kemantapan bentuk dan juga daya penyimpanan, khususnya pada suhu tinggi), e. Viskositas yang memadai (mampu mengurangi sedimentasi bahan tersuspensi, tingginya ketepatan takaran), f. Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan untuk kerja obat), g. Pembebasan dan resorpsi obat baik, 4



h. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, perwarnaan, pengerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik dan stabilitas yang memadai dari bahan obat), i. Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil (Voigt, 1971) 



Menurut sifat fisiknya basis supositoria dibagi menjadi : a. Basis berminyak atau berlemak



1). Lemak coklat Lemak coklat merupakan basis supositoria yang paling banyak digunakan karena basis ini mempunyai sifat-sifat fisik yang memenuhi persyaratan ideal. Namun lemak coklat memiliki beberapa kelemahan yaitu dapat menjadi tengik, meleleh pada udara panas, menjadi cair bila bercampur dengan obat-obatan tertentu dan pemanasan yang terlalu lama, terisomerisasi dengan titik leleh yang terlalu rendah dan tidak dikehendaki (Coben dan Lieberman, 1994). Dengan kondisi penyimpanan yang tepat (kering, terlindung dari cahaya, bebas udara dan simpan dalam bentuk yang terpotong-potong, tidak sebagai bahan serutan) stabilitasnya dapat diperpanjang (Voigt, 1971).



2). Lemak keras ( Adeps solidus, Adeps neutralis) Lemak keras terdiri dari campuran mono-, di-, dan trigliserida asam-asam jenuh C10H21COOH sampai C1OH10COOH. Produk semi sintetis ini, didominasi oleh asam laurat berwarna putih, mudah patah, tidak berbau, tidak berasa dan memiliki kecenderungan yang amat rendah untuk menjadi tengik (angka iod paling tinggi 3, angka iod untuk lemak 7coklat 35-39). Pelepasan bahan dan resorpsinya minimal sama baiknya seperti lemak coklat (Voigt, 1971).



5



b. Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air 1). Basis gelatin gliserin Basis ini paling sering digunakan pada supositoria vagina dengan efek setempat yang cukup lama dari unsur obatnya, lebih lambat melunak dan bercampur dengan cairan tubuh dari pada lemak coklat, cenderung menyerap uap air akibat sifat gliserin yang higroskopis sehingga harus dilindungi dari lembab agar terjaga bentuk dan konsistensinya. Keuntungan dari basis ini adalah melarut dengan cepat dalam rektum. Kerugiannya adalah dalam konsentrasi yang rendah merupakan media makanan yang baik untuk bakteria. Sediaan ini harus dibuat segar, disimpan dalam wadah tertutup rapat (Voigt, 1971).



2). Polietilenglikol Nama lain dari basis ini adalah Carbowax, Carbowax Sentry, Lipoxol, Lutrol E dan Pdhenol E (Raymond, 2006). Polietilenglikol merupakan polimer dari etilen oksida dan air. Pemberian nomor menunjukan berat molekul rata-rata dari masing-masing polimer. Polietilenglikol yang memiliki berat rata-rata 200, 400, dan 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang memiliki berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat, dan kepadatannya bertambah dengan bertambahnya berat molekul. Supositoria dengan PEG tidak melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi perlahan-lahan melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak perlu diformulasi supaya melebur pada suhu tubuh. Bahan ini tidak hanya memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basisnya begitu supositoria dimasukkan, tetapi juga memberi kemungkinan yang tepat bagi penyimpanannya diluar lemari es dan tidak akan melunak bila terkena udara panas. Apabila supositoria dengan basis PEG tidak mengandung sedikitnya 20% air untuk mencegah rangsangan membran mukosa setelah dipakai, maka supositoria harus dicelupkan kedalam air sebelum dipakai. Cara ini mencegah ditariknya cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukan (Ansel, 1989). Supositoria dengan menggunakan basis polietilenglikol memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang inert, tidak mudah 6



terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur dan dapat dikombinasikan berdasarkan bobot molekulnya sehingga didapatkan suatu basis supositoria yang dikehendaki (Raymond, 2006).



c. Basis-basis lainnya Umumnya mempunyai kombinasi dari bahan-bahan lipofilik dan hidrofilik. Basis yang termasuk kelompok ini adalah campuran bahan bersifat seperti lemak dan yang larut dalam air berbentuk emulsi, umumnya bertipe air dalam minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan berair. Salah satu contohnya adalah polioksi 40 stearat. Bahan ini adalah campuran aster monostearat dan distearat dan polioksietilendiol dan glikol bebas. Bahan ini menyerupai lilin, putih kecoklatan, padat, dan larut dalam air, titik leleh antara 39-45℃. Basis ini mempunyai kemampuan menahan air atau larutan berair dan kadangkadang digabungkan sebagai basis supositoria yang hidrofilik (Ansel, 1989). Absorpsi obat lewat rektal Absorpsi adalah proses yang lebih cepat dari pada proses difusi obat dari basis ke cairan rektum, difusi obat ke permukaan absorpsi mempunyai kecepatan terbatas pada absorpsi rektal. Rektum merupakan bagian akhir dari saluran cerna yang terdiri atas dua bagian yaitu bagian superior yang cembung dan bagian inferior yang cekung. Panjang total rektum pada manusia dewasa rata-rata adalah 15-19 cm, 12-14 cm bagian pelvinal dan 5-6 cm bagian perineal. Rektum memiliki dua peran mekanik, yaitu sebagai tempat penampungan feses dan mendorongnya saat pengeluaran. Adanya mukosa memungkinkan terjadinya penyerapan yang tidak dapat diabaikan, hal ini menguntungkan pada pengobatan dengan supositoria (Aiache dan Devissaguet,1993)  Tujuan: 1. Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik 2. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan



7



C. Anatomi Fisiologi Pemberian Obat Rectal Pemberian obat rektal adalah obat yang cara pemberiannya melalui dubur atau anus. Maksudnya adalah mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan sistematik. Biasanya adalah obat pencahar atau obat agar bisa buang air besar. Biasanya dalam lingkup rumah sakit pada pasien yang akan operasi besar ataupun sudah lama tidak bisa buang air besar. Pemberian obat yang benar juga harus diperhatikan. Dengan tujuan memberikan efek lokal dan sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah feses dan merangsang buang air besar. Contoh pemberian obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac supositoria yang berfungsi secara lokal untuk meningkatkan defekasi dan contoh efek sistemik pada obat aminofilin suppositoria dengan berfungsi mendilatasi bronkus. Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat pada dinding rektal yang melewati sfingter ani interna.



8



D. Indikasi Dan Kontra Indikasi Pemberian Obat Rektal 1. Indikasi o Untuk pengobatan konstivasi, wasir o Untuk efek sistematik seperti mual dan muntah



2. Kontraindikasi o Pada pasien yang mengalami pembedahan rektal



E. Efek Samping Efek samping pemberian obat supositoria yaitu: 1. Terjadinya gangguan pada saluran pencernaan seperti rasa tidak nyaman atau kram perut. 2. Pada penggunaan jangka panjang, obat ini dapat menyebabkan diare dan efek samping yang terkait diare seperti hipokalemia. 3. Sediaan suppositoria bisa menyebabkan iritasi lokal, terutama pada pasien yang peka terhadap polyethylene glycol (PEG).



F. Prinsip Tindakan Prinsip tindakan pemberian obat supositoria yaitu: 1.Pemberian obat melalui rectal adalah maksudnya pemberian obat melalui dubur (rektal). 2.Bentuknya suppositoria dan clysma (obat pompa). 3.Saat pemberian obat atur posisi klien berbaring supinasi dengan kaki fleksi dan pinggul supinasi eksternal. 4.Baik sekali untuk obat yang dirusak oleh asam lambung. 5.Diberikan untuk mencapai takaran yang cepat dan tepat. 6.Efek sistemiknya lebih cepat dan lebih besar bila dibandingkan dengan peroral, berhubung pembuluhpembuluh darah pertama. Misalnya adalah : pada pengobatan asma (amecain suppositoria), pada bayi (stesolid rectal, dalam pengobatan kejang akut). 9



7.Tetapi bentuk suppositoria dan clysma sering digunakan untuk efek lokal misalnya untuk wasir dan laxativ. 8.Jangan menggunakan stolax suppositoria (bisacodyl) setidaknya 1 jam setelah penggunaan obat-obat antasida, susu atau produk-produk yang mengandung susu.



10



G. Langkah-Langkah Pemberian Obat Supositoria



I.



Pra Interaksi 1. Siapkan Alat: A. Obat Suppositoria B. Tisu C. Bengkok D. Pengalas E. Handscone bersih F. Sampiran 2. Pastikan prinsip 6 benar sudah terpenuhi. 3. Cuci tangan



II.



SIKAP DAN PERILAKU A. Beri salam dan perkenalkan diri. B. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan. C. Posisikan klien dengan baik. D. Tanggap terhadap reaksi klien. E. Sabar dan teliti.



III.



TAHAP KERJA A. Atur posisi klien dengan posisi sims B. Pasang pengalas dibawah bokong klien C. Letakkan bengkok di bawah anus D. Buka bungkus kapsul supositoria E. Pakai handsscone dan mengolesi ujung obat suppositoria F. Regangkan glutea dengan tangan yang dominan kemudian masukkan obat ke dalam rectum ± 7 – 8 cm, sampai melewati spingter ani interna ( sambil anjurkan klien bernafas melalui mulut, agar spingter rileks)



11



G. Tarik jari telunjuk keluar, dan tahan bokong kliendengan ibu jari dan jari telunjuk dan Sarankan klien untuk menahan supositoria agar tidak mengejan, atau klien di anjurkan istirahat baring ± 20 menit. H. Bersihkan daerah anus dengan tissu I. Angkat pengalas dari bawah bokong klien J. Rapikan pakaian klien dan bereskan alat-alat.



IV.



TAHAP TERMINASI A. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif) B. Beri reinforcement positif pada klien C. Akhiri pertemuan dengan baik D. Lepaskan hands scone kedalam lar.klorin 0,5% E. Cuci tangan



V.



DOKUMENTASI Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta respon klien



VI.



TEKHNIK A. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan kondisi klien B. Bekerja dengan pencegahan infeksi C. Bekerja dengan hati-hati dan cermat D. Hargai privasi atau budaya klien E. Bekerja secara sistematis



12



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Pemberian obat melalui rectum merupakan pemberian obat dengan memasukkan obat melalui anus dan kemudian rectum dalam bentuk supositoria, salep, cairan (larutan). Tujuannya ialah memberikan efek local dan efek sistemik. Contoh : efek local untuk melunakkan feses dan merangsang atau melancarkan defekasi, efek sistemik untuk dilatasi bronkus. Kontraindikasi: klien dengan pembedahan rektal.



B. Saran Setiap obat merupakan racun yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika kita salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya bisa fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah lain yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun orang lain.



13



DAFTAR PUSTAKA



Bandiyah, S & Setawan, Ari. 2009. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Kebidanan. Yogyakarta. nuMed. Eny Retra Ambarwati, Tri Sunarsih. 2009. KDPK Kebidanan . Jogjakarta : Nuha Medika A.Aziz Alimul Hidayat, Musrifatul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik : Salemba Medika Dr. Lyndon Saputra. 2013. Keterampilan Dasar Untuk Perawat dan Bidan : Binarupa Aksara Publisher



14