Pembuatan Pewarna Alami Batik Dari Kulit Jengkol  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBUATAN PEWARNA ALAMI BATIK DARI KULIT JENGKOL



A. Tujuan Percobaan Mempelajari cara pembuatan pewarna alami batik yang berbahan dasar kulit jengkol. B. Dasar Teori 1.



Pewarna Alami Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu: pertama, Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena (Isminingsih, 1978). Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajinpengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (The), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto, 1973). Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999) sebagian besar warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Golongan pigmen tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon. Untuk itu pigmen – pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut air. Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat warna alam disebut



proses ekstraksi. Proses ektraksi ini dilakukan dengan merebus bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di ekstrak adalah bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya (Lemmens dan Soetjipto, 1999).



2.



Batik Herry Lisbijanto (2013: 10-12) Terdapat 3 jenis batik menurut teknik pembuatannya, yaitu: a. Batik Tulis Batik tulis dibuat secara manual menggunakan tangan dengan alat bantu canting untuk menerakan malam pada corak batik (Gambar 3). Pembuatan batik tulis membutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi karena setiap titik dalam motif berpengaruh pada hasil akhirnya. Motif yang dihasilkan dengan cara ini tidak akan sama persis. Kerumitan ini yang menyebabkan harga batik tulis sangat mahal. Jenis batik ini dipakai raja, pembesar keraton, dan bangsawan sebagai simbol kemewahan. b. Batik Cap Cap



digunakan



untuk



menggantikan



fungsi



canting



sehingga



dapat



mempersingkat waktu pembuatan. Motif batik cap dianggap kurang memiliki nilai seni karena semua motifnya sama persis. Harga batik cap cukup murah karena dapat dibuat secara masal. Pembuatan motif batik lukis tidak terpaku pada pakem motif batik yang ada. Batik lukis ini mempunyai harga yang mahal karena tergolong batik yang eksklusif dan jumlahnya terbatas (Djoemena, S. Nian. 1990). 3.



Jengkol Tumbuhan jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan jering adalah termasuk dalam famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan kulit buah jengkol atau jering dengan nama Latinnya yaitu (Pithecellobium lobatum Benth.) dengan sinonimnya yaitu A. Jiringan, Pithecellobium jiringa dan Archindendron Paciflorum adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara (Guangming, 2016). Kulit jengkol masih sedikit pemanfaatannya. Biasanya menjadi sampah dan terbuang. Kulit jengkol dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna coklat pada pakaian berbahan sutra (Sarinya, 2011). Kulit jengkol mengandung senyawa flavonoid (Min-Won, 1991). Senyawa flavonoid adalah salah satu senyawa fenolik.



Senyawa Flavonoid memiliki aktivitas yang beraneka ragam. Senyawa flavonoid dapat berperan sebagai antiinflamasi, antibakteri dan antivirus (Guangming, 2016). C. Alat dan Bahan 1.



Alat Peralatan yang digunakan dalam percoban ini antara lain kompor, panci, saringan, kain, wadah dan pengaduk.



2.



Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini ialah kulit jengkol dan air.



D. Cara Kerja Kulit jengkol sebanyak 0, 128 kg dikeringkan terlebih dahulu agar tidak terlalu basah. Setelah kering kulit jengkol direbus dalam air 640 ml selama 1 jam sambil diadukaduk dan direbus di atas api kecil. Kulit jengkol yang masih terdapat dalam air rebusan diambil. Kemudian kain yang ingin diberi warna dicelupkan dalam air rebusan. Kain dikeringkan dan dicelupkan kembali ke dalam pewarna. Proses pewarnaan diulangi sebanyak 5 kali pencelupan. E. Data Pengamatan No.



Perlakuan



Pengamatan



1



Kulit jengkol direbus



Air menjadi coklat



2



Kain dicelupkan dalam



Kain menjadi coklat



pewarna



F. Pembahasan Pecobaan yang berjudul “Pembuatan Pewarna Alami Batik dari Kulit Jengkol” ini bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan pewarna alami batik yang berbahan dasar kulit jengkol. Kulit jengkol selain berfungsi sebagai antibakteri, antiseptic, dan obat luka bakar dapat juga bermanfaat sebagai pewarna alami yang memberikan efek warna coklat. Kulit jengkol yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu



untuk



mengurangi kadar air. Kulit jengkol kemudian diekstrak dengan merebusnya dalam pelarut air dengan nyala api kecil. Air yang semula tidak berwarna lama-kelamaan berubah menjadi coklat. Warna coklat yang dihasilkan terjadi karena terdapat zat



antosianin pada kulit jengkol. Antosianin merupakan zat pewarna yang biasanya terdapat dalam tumbuhan dan pigmen warna tersebut dapat larut dalam air. Kulit jengkol tersebut dipanaskan agar dapat mempercepat reaksi yang tejadi. Air rebusan kulit jengkol (perwarna coklat) yang diperoleh kemudian dipakai untuk mewarnai kain. Pencelupan dalam air rebusan kulit jengkol diulangi hingga 5 kali proses untuk memperoleh warna yang bagus pada kain. G. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pewarna alami batik dapat diperoleh dari bahan kulit jengkol memberikan efek warna coklat pada kain. H. Daftar Pustaka Djoemena, S. Nian. 1990. Batik dan Mitra. Jakarta : Djambatan. Guangming Xu, Zheming Wang, Biqing Zhao, Nianzheng Liu, Shenghui Yang, Yonghong Liu, Junfeng Wang, Xiaojiang Zhou. 2016. Saniculamins A and B, Two New Flavonoids from Sanicula lamelligera Hance inhibiting LPS-Induced Nitric Oxida Relese. Isminingsih. 1978. Pengantar Kimia Zat Warna. Bandung:STTT. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto. 1999. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara, No 3 “Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tanin”. Jakarta:Balai Pustaka. Sewan Susanto. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta:BPKB.



LAMPIRAN Dokumentasi



Gambar 1. Kulit jengkol direbus



Gambar 3. Pewarnaan kain (pencelupan)



Gambar 6. Kain yang telah diberi warna



Gambar 2. Kulit jengkol disaring



Gambar 4. Kain dijemur



Gambar 5. Pewarna kulit jengkol