Pembuktian Dan Daluarsa Dalam Hukum Perdata11. New [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBUKTIAN DAN DALUARSA DALAM HUKUM PERDATA Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Dosen pengampu: Nurrun Jamaludin, M.H.I.



Disusun oleh : Jumanto



(33030180081)



Fajar Lestari



(33030180091)



Fadil Fahridho



(33030180123)



HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada kita semua. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta tak lupa juga kita yang senantiasa selalu istiqomah dan ikhlas untuk menjadi umatnya. Dan atas berkat rahmat, karunia, dan ridhoi-Nya pula saya dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Makalah ini dibuat sebagai syarat memenuhi Tugas hukum perdata dengan judul “Daluarsa dan Pembuktian dalam Hukum Perdata”. Maka dengan ketulusan hati, pemakalah ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada Nurrun Jamaludin, M.H.I. selaku dosen pembimbing serta kepada teman-teman semua yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Selain itu, peneliti menyadari pula banyak kekurangan dari apa yang telah coba dipaparkan dan dibahas dalam proposal penelitian ini. Maka dari itu, peneliti bersedia menerima segala masukan, baik itu berupa saran ataupun kritik yang dapat membangun peneliti dalam melangkah dan memutuskan, serta membuat karya lebih baik dan lebih bermanfaat lagi untuk kemudian hari.



Salatiga, 5 November 2019



Penulis



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pembuktian ............................................................................................................................................. 2 B. Pengertian Daluarsa ............................................................................................................................................. 4 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................................................................. 8 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 9



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau yang sering disebut dengan BW. “Pembuktian dan Daluarsa” merupakan salah satu contoh yang sering terjadi didalam kehidupan manusia sehari-hari, dalam bernegara bahkan Dunia. Hukum pembuktian merupakan salah satu bagian dari beberapa materi yang ada pada hukum acara. Dalam hal ini, terdapat berbagai macam pula hukum acara yang dianut oleh negara kita. Di antaranya adalah Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Tata Usaha Negara. Dengan adanya beberapa jenis hukum acara yang berbeda-beda tersebut tentu hukum pembuktian mempunyai spesifikasi dan karektiristik tersendiri dalam bidang hukum masing-masing. Mulai dari dasar hukum pembuktian, sistem dan teorinya, kepada siapa beban pembuktian diberikan dan bagaimana hakim pada masing-masing bidang hukum tersebut menilai alat-alat bukti yang diajukan. Manakala hukum pembuktian dihubungkan dengan hukum perdata, para pakar hukum memandangnya sebagai suatu hal yang perlu adanya penelusuran lebih lanjut. Karena hukum pembuktian justru lebih banyak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata daripada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acaranya. Dari sini muncul beberapa interpretasi mereka seputar kemungkinan-kemungkinan yang dapat dijadikan alasan atas perumusan hukum pembuktian yang banyak diatur dalam KUHPer, bukan dalam KUHAPer. Inilah sebagaian dari beberapa hal yang melatar belakangi penulisan makalah ini. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian pembuktian pada umumnya ? 2. Apa pengertian daluwarsa (verjaring) pada umumnya ?



BAB II PEMBAHASAN 1



A. Pembuktian Menurut pasal 1865 KUH Perdata pembuktian pada umumnya setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.1 Pada pasal 1866 KUH Perdata menjelaskan tentang alat pembuktian, meliputi: 1. alat bukti tertulis Alat bukti tertulis pada pasal 1866 KUH Perdata, sebagai alat bukti dalam urutan pertama, ada juga yang menyebutkan alat bukti surat. Hal ini sesuai dengan kenyataan jenis surat atau akta dalam perkara perdata, memegang peran yang penting. Semua kegiatan yang menyangkut bidang perdata, sengaja dicatat dan dituliskan dalam surat atau akta. 2 Surat-surat akte dapat dibagi lagi ats surat-surat akte resmi (authentiek) dan surat-surat akte di bawah tangan (onderhands). 3 Surat akte resmi ialah suatu akte yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum yang menurut undang-undang ditugaskan untuk membuat surat-surat akte tersebut. Pejabat umum yang dimaksudkan itu ialah notaris, hakim, jurusita pada suatu pengadilan, pegawai pencatatan sipil (ambtenaar burgerlijke stand) dan sebagainya. Suatu akte di bawah tangan ialah tiap akte yang tidak dibuat oleh atau dengan perantaraan seorang pejabat umum. Misalnya, surat perjanjian jual beli atau sewa menyewa yang dibuat sendiri dan ditanda tangani sendiri oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu. Jika pihak yang menandatangani surat perjanjian itu mengakui atau tidak menyangkal tanda tanganya, yang berati ia mengakui atau tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis dalam surat perjanjian itu, maka akte di bahwa tangan tersebut memperoleh suatu kekuatan pembuktian yang sama dengan akte resmi. 2. alat bukti saksi 1 Soedharyo Soimin, KUH Perdata hlm, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), Hlm. 463. 2 M. Yahya harahap, Hukum acara perdata,(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), Hlm. 556. 3 Prof. Subekti, Pokok-pokok hukum perdata,(Jakarta: Intermasa, 2003). Hlm. 178.



2



Alat bukti saksi seperti yang dijelaskan pada KUH Perdata pasal 1895 yaitu pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang. 4 Sesudah pembuktian dengan tulisan, pembuktian dengan kesaksian merupakan cara pembuktian yang terpenting dalam suatu perkara yang diperiksa di depan hakim. Suatu kesaksian , harus mengenai peristiwa-peristiwa yang dilihat dengan mata sendiri atau yang dialami sendiri oleh seorang saksi. Jadi tidak boleh saksi itu hanya mendengar saja tentang adanya peristiwa dari orang lain. Selanjutnya tidak boleh pula keterangan saksi itu merupakan kesimpulankesimpulan yang ditariknya sendiri dari peristiwa yang dilihat atau dialaminya, karena hakimlah yang berhak menarik kesimpulan-kesimpulan itu. Kesaksian bukanlah suatu alat pembuktian yang sempurna dan mengikat hakim, tetapi terserah hakim untuk menerimanya atau tidak. Artinya, hakim leluasa untuk mempercayai atau tidak mempercayai keterangan seorang saksi. 5 3.



Alat bukti persangkaan Alat bukti persangkaan seperti yang dijelaskan pada KUH Perdata pasal 1915 yaitu persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum. 6 Menurut prof Subekti, persangkaan ialah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Dari peristiwa yang terang dan nyata ini ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain yang harus dibuktikan juga telah terjadi. Dalam hukum pembuktian, ada dua macam persangkaan, yaitu persangkaan yang ditetapkan oleh undang-undang sendiri (wattelijk vermoeden) dan persangkaan yang ditetapkan oleh hakim (rechtelijk vermoeden). 7



4.



Alat bukti pengakuan



4 Soedharyo Soimin, Op.cit., Hlm. 469. 5 Prof. Subekti, Op.cit., Hlm. 180. 6 Soedharyo Soimin, Op.cit., Hlm. 472. 7 Prof. Subekti, Op.cit., Hlm. 182.



3



Pengakuan yang bernilai alat buktimenurut pasal 1923 KUH Perdata memiliki pengertian pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan suatu perkara, pernyataan atau keterangan itu dilakukan di muka hakim atau dalam sidang pengadilan, keterang itu merupakan pengakuan (bekentenis, confession), bahwa apa yang didalilkan atau yang dikemukakan pihak lawan benar untuk keseluruhan atau sebagian.8 5.



Alat bukti sumpah Alat bukti sumpah merupakan alat bukti yang terakhir yang dijelaskan dalam pasal 1866 KUH Perdata. Dalam pasal 1929 KUH Perdata ada dua macam sumpah di hadapan hakim: 1. Sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain untuk pemutusan suatu perkara; sumpah itu disebut sumpah pemutus; 2. Sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak. 9 Pengertian sumpah sebagai alat bukti, adalah suatu keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan:  Agar orang yang bersumpah dalam memberi keterangan atau pernyataan itu, takut ats murka Tuhan, apabila dia berbohong;  Takut kepada murka atau hukuman Tuhan, dianggap sebagai daya pendorong bagi yang bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya.10



B. Daluwarsa (verjaring) Daluwarsa atau lewat waktu menurut pasal 1946 KUH Perdata ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syaratsyarat yang ditentukan dalam undang-undang. Kemudian pada pasal 1967 KUH Perdata menjelaskan bahwa “semua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya lewat waktu itu, 8 M. Yahya harahap, Op.cit., Hlm. 722. 9 Soedharyo Soimin, Op.cit., Hlm. 475. 10 M. Yahya harahap, Op.cit., Hlm. 745.



4



tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk”. Selanjutnya pada pasal 1968 KUH Perdata, untuk para ahli dan pengajardalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, tuntutan para penguasa rumah penginapan dan rumah makan, tuntutan para buruh yang upahnya harus dibayar dalam bentuk uang tiap-tiap kali lewat waktu yang kurang dari satu triwulan untuk mendapatkan upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu, semua tuntutan ini lewat waktu dengan lewatnya waktu satu tahun. Selanjutnya pada pasal 1969 KUH Perdata, tuntutan para dokter dan ahli obat-obatan,tuntutan para jurusita, tuntutan para pengelola sekolah berasrama, tuntutan para buruh kecuali mereka yang dimaksudkan dalam pasal 1968, semua tuntutan ini lewat waktu dengan lewatmya waktu dua tahun. Selanjutnya pada pasal 1970 KUH Perdata, tuntutan para advokat dan pengacara, hapus karena lewat waktu dengan lewatnta waktu dua tahun,terhitung sejak hari diputuskannya perkara, hari tercapainya perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara, atau hari dicabutnya kuasa pengacara itu, mengenai hal perkara yang tidak selesai, tak dapatlah mereka menuntut pembayaran persekot dan jasa yang telah ditunggak lebih dari sepuluh tahun. Kemudian tuntutan para notaris untuk persekot dan upah mereka, lewat waktu juga dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta yang bersangkutan. Selanjutnya pada pasal 1971 KUH Perdata, tuntutan para tukang kayu, tukang batu, dan tukang lainnya, tuntutan para pengusaha toko, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu lima tahun. 11  Ada dua macam Daluarsa atau Verjaring : a. Acquisitieve Verjaring Acquisitieve verjaring adalah lewat waktu sebagai cara memperoleh hak milik atas suatu benda.  Syarat adanya daluwarsa ini harus ada itikad baik dari pihak yang menguasai benda tersebut. Seperti dalam pasal 1963 KUH Perdata:



11 Soedharyo Soimin, Op.cit., Hlm. 478.



5



“ Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluarsa , dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun “. “ Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya”. Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda ynag tidak bergerak lama kelamaan dapat memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia bisa menunjukkan suatu title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh tahun sejak mulai menguasai benda tersebut. Misalnya : Nisa menguasai tanah perkarangan tanpa adanya title yang sah selama 30 tahun. Selama waktu itu tidak ada gangguan dari pihak ketiga, maka demi hukum, tanah pekarangan itu menjadi miliknya dan tanpa dipertanyakannya alas hukum tersebut.



b. Extinctieve Verjaring Extinctieve verjaring adalah seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum. Oleh undang-undang ditetapkan, bahwa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, setiap orang dibebaskan dari semua penagihan atau tuntutan hukum. Ini berarti, bila seseorang digugat untuk mebayar suatu hutang yang sudah lebih dari tiga puluh tahun lamanya, ia dapat menolak gugatan itu dengan hanya mengajukan bahwa ia selama tiga puluh tahun belum pernah menerima tuntutan atau gugatan itu.12 Misalnya : Dheya telah meminjam uang kepada Syamsul sebesar Rp.10.000.000,00 . Dalam jangka waktu 30 tahun, uang itu tidak ditagih oleh Syamsul, maka berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, maka Dheya dibebaskan untuk membayar utangnya kepada Syamsul.  Pelepasan lewat waktu seperti apa yang dijelaskan dalam pasal 1948 KUH Perdata yaitu pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang 12 Prof. Subekti, Op.cit., Hlm. 186.



6



menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang telah diperolehnya. Pelepasan Daluarsa dibagi menjadi 2, yaitu : Dilakukan secara Tegas Seseorang yang melakukan perikatan tidak diperkenankan melepaskan Daluarsa sebelum tiba waktunya, namun apabila ia telah memenuhi syarat-syarat yang ditentuka dan waktu yang telah ditentukan pula, maka ia berhak melepaskan Daluarsanya. Dilakukan secara Diam-diam Pelepasan yang dilakukan secara diam-diam ini terjadi karena si pemegang Daluarsa tidak ingin mempergunakan haknya dalam sebuah perikatan.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Menurut pasal 1865 KUH Perdata pembuktian pada umumnya setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu. Daluwarsa atau lewat waktu menurut pasal 1946 KUH Perdata ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syaratsyarat yang ditentukan dalam undang-undang. Kemudian pada pasal 1967 KUH Perdata menjelaskan bahwa “semua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk”.



7



DAFTAR PUSTAKA



Harahap, M. Yahya. 2005. Hukum acara perdata. Jakarta: Sinar Grafika. Subekti, R. 2003. Pokok-pokok hukum perdata. Jakarta: Intermasa. Soimin, Soedharyo. 2001. Kitab undang-undang hukum perdata. Jakarta: Sinar Grafika.



8