Pemeriksaan Fisik Pada Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK



1. ANAMNESIS Anamnesis



adalah



pemeriksaan yang dilakukan



dengan wawancara.



Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien (autoanamnesis) atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain (aloanamnesis). Termasuk di dalam aloanamnesis adalah semua keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Bayi dan sebagian besar anak belum dapat memberikan keterangan sendiri, maka dalam bidang kesehatan anak aloanamnesis menduduki tempat yang jauh lebih penting daripada autoanamnesis. Pada seorang pasien, terutama pasien anak, sebagian terbesar data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis (diperkirakan tidak kurang dari 80%) diperoleh dari anamnesis. Dengan anamnesis akan didapatkan data subyektif; pihak pasien (orangtua, pengantar, atau pasiennya sendiri) diberikan kesempatan untuk mengingat kembali dan menceritakan secara rinci masalah kesehatan yang sering dihadapi oleh anak, termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan, tanda-tanda yang timbul, riwayat terjadinya keluhan dan tanda, sampai saat anak tersebut dibawa berobat. Anamnesis yang lengkap harus dilakukan pada semua pasien, termasuk terhadap riwayat kehamilan ibu, riwayat kelahiran pasien, makanan, imunisasi, pertumbuhan dan perkembangannya, serta riwayat keluarga dan corak reproduksinya, dan sebagainya. 2. KEADAAN UMUM, TANDA-TANDA VITAL, DAN ANTROPOMETRI Hal pertama yang dinilai adalah keadaan umum atau kesan keadaan sakit, yaitu apakah pasien tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang, atau sakit berat. Selanjutnya perhatikan kesadaran pasien. Penilaian kesadaran dibagi menjadi: -



Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya dan memberikan respons yang adekuat terhadap stimulus yang diberikan.



-



Apatis, yaitu pasien sadar namun tampak acuh tak acuh terhadap sekitar, dapat memberi respons adekuat jika diberikan stimulus.



-



Somnolen, yaitu pasien tampak mengantuk dan selalu ingin tidur.



-



Sopor, yaitu pasien tidak memberikan respons ringan maupun sedang teteapi masih memberikan sedikut respons terhadap stimulus kuat, refleks cahaya masih positif.



-



Koma, yaitu pasien tidak bereaksi terhadap stimulus apapun dan refleks pupil terhadap cahaya tidak ada.



Penilaian tanda-tanda vital termasuk: -



Nadi: laju nadi, irama nadi, isi nadi, serta ekualitas nadi.



-



Tekanan darah



-



Pernapasan



-



Suhu



Pemeriksaan antropometri mencakup pengukuran berat badan, panjang atau tinggi badan, lingkar kepala. Dari pengukuran antropometri dapat ditentukan status gizi anak. Untuk anak usia di bawah 5 tahun, penentuan gizi menggunakan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) berdasarkan kurva WHO 2006, sedangkan anak usia 5 - 18 tahun menggunakan kurva CDC-NCHS 2000. 3. KEPALA DAN LEHER a. Bentuk dan ukuran kepala. Perhatikan bentuk dan ukuran kepala anak. Lingkar kepala hendaknya diperiksa rutin sampai anak usia 2 tahun. Mikrosefali umumnya menyertai kelainan bawaan yang disertai retardasi motorik dan mental. b. Kontrol kepala. Pada bayi usia 3 bulan kemampuan mengangkat kepala mengalami perbaikan meskipun belum stabil. Pada usia 5 bulan bayi normal dapat menegakkan kepalanya dalam posisi duduk. c. Rambut dan kulit kepala. Perhatikan warna, ketebalan, dan distribusi pertumbuhan rambut kepala. d. Wajah. Perhatikan adanya asimetri wajah, pembengkakan, atau ciri dismorfik tertentu. e. Lakukan pemeriksaan lengkap pada rongga mulut, mata, telinga, hidung, dan tenggorok.



4. TORAKS 4.1. Pemeriksaan Fisik Paru a. Inspeksi 



Perhatikan irama dan frekuensi pernapasan.







Perhatikan gerakan paru antara kiri dan kanan, simetris atau tidak.







Melihat apa adanya retrasi pada dinding dada.







Amati bentuk dada, apakah bentuknya normal, dada berbentuk tong (barrel chest), bentuk corong (funnel chest), pectus excavatum, pectus carinatum dada berbentuk burung (pigeon chest)



b. Palpasi Dengan palpasi ini diharapkan kita dapat menilai semua kelainan pada dinding dada (tumor, benjolan, muskuloskeletal, rasa nyeri di tempat tertentu, limfonodi, posisi trakea serta pergeserannya, fraktur iga, ruang antar iga, fossa supraklavikuler, dsb) serta gerakan, excursion dinding dada. Pada waktu melakukan palapasi kita gunakan juga untuk memeriksa fremitus taktil. Dinilai dengan hantaran suara yang dijalarkan ke permukaan dada dan kita raba dengan tangan kita. Pasien diminta mengucapkan dengan suara dalam, misalnya mengucapkan sembilan puluh sembilan (99) atau satu-dua-tiga dan rasakan getaran yang dijalarkan di kedua tangan saudara. Fremitus akan meninggi kalau ada konsolidasi paru (misalnya: pneumonia, fibrosis). Fremitus berkurang atau menghilang apabila ada gangguan hantaran ke dinding dada (efusi pleura, penebalan pleura, tumor, pneumothorax). c. Perkusi Tujuan perkusi dada dan paru ini ialah untuk mencari batas dan menentukan kualitas jaringan paru-paru. Perkusi dapat cara direk: langsung mengetuk dada atau iga - cara klasik Auenbrugger) atau indirek: ketukan pada jari kiri yang bertindak sebagai plessimeter oleh jari kanan. Di bagian depan mulai di fossa supraclavicular terus ke bawah, demikian juga pada bagian belakang dada. Ketukan perkusi dapat keras atau lemah. Makin keras makin dalam suara dapat „tertembus‟. Misalnya untuk batas paru bawah yang jaringan parunya mulai menipis, dengan perkusi keras maka akan terkesan jaringan di bawahnya sedangkan dengan perkusi lemah maka masih terdeteksi paru yang tipis ini sehingga masih terdengar suara sonor.



Dengan perkusi dapat terdengar beberapa kemungkinan suara: 



Suara sonor (resonant): suara perkusi jaringan paru normal.







Suara redup (dull), ketukan pada pleura yang terisi cairan, efusi pleura.







Suara timpani (tympanic) seperti ketukan di atas lambung yang kembung







Suara pekak (flat), seperti suara ketukan pada otot atau hati misalnya.







Hipersonor (hyperresonant) disini justru suara lebih keras, contoh pada bagian paru yang di atas daerah yang ada cairannya, suara antara sonor dan timpani, karena udara bertambah misalnya pada emfisema pulmonum, juga pneumothorax. Perkusi dapat menentukan batas paru hati, peranjakan, batas jantung



relatif dan batas jantung absolut. Kepadatan (konsolidasi) yang tertutup oleh jaringan paru lebih tebal dari 5 cm sulit dideteksi dengan perkusi. Kombinasi antara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi banyak mengungkap patologi paru. Perlu diingat bahwa posisi pasien (misalnya tidur miring) mempengaruhi suara perkusi meskipun sebenarnya “normal”. Untuk menentukan batas paru bawah gunakan perkusi lemah di punggung sampai terdengar perubahan dari sonor ke redup, kemudian pasien diminta inspirasi dalam-tahan napas-perkusi lagi sampai redup. Perbedaan ini disebut peranjakan paru (normal 2 – 3 cm). Peranjakan akan kurang atau hilang pada emfisema paru, pada efusi pleura, dan asites yang berlebihan. Untuk menentukan batas paru-hati lakukan hal yang sama di bagian depan paru, linea medio clavicularis kanan. Dalam melakukan perkusi ingat selalu pembagian lobus paru yang ada dibawahnya, seperti diketahui paru kanan terdiri dari lobus superior, medius dan inferior dan lobus kiri terdiri hanya dari lobus superior dan lobus inferior. Perkusi hendaknya dimulai di tempat yang diduga sehat (dari inspeksi dan palpasi) menuju ke bagian yang diduga sakit. Untuk lebih meyakinkan, bandingkan dengan bagian yang kontra lateral. Batas-batas kelainan harus ditentukan.



d. Auskultasi Untuk auskultasi digunakan stetoskop, sebaiknya yang dapat masuk antara 2 iga (dalam ruang antar iga). Urutan pemeriksaan seperti pada perkusi. Minimal harus didengar satu siklus pernapasan (inspirasi-ekspirasi). Bandingkan kiri-kanan pada tempat simetris. Umumnya fase inspirasi lebih panjang dan lebih jelas dari ekspirasi. Penjelasan serta perpanjangan fase ekspirasi mempunyai arti penting. Kita mulai dengan melukiskan suara dasar dahulu kemudian melukiskan suara tambahannya. Kombinasi ini, bersama dengan palpasi dan perkusi memberikan diagnosis serta diferensial diagnosis penyakit paru. Suara dasar: 



Vesikuler: Suara paru normal, inspirasi > ekspirasi serta lebih jelas Vesikuler



melemah:



Pada



bronchostenose,



emfisema



paru,



pneumothorak, eksudat, atelektase masif, infiltrat masif, tumor. Vesikuler mengeras: Terdengar lebih keras. Vesikuler mengeras dan memanjang: pada radang. 



Bronchial: Ekspirasi lebih jelas, seperti suara dekat trachea, dimana paru lebih padat tetapi bronchus masih terbuka (kompresi, radang).







Amforik: Seperti bunyi yang ditimbulkan kalau kita meniup diatas mulut botol kososng sering pada caverne. Eksipirasi Jelas.



Suara tambahan: 



Ronchi kering (bronchitis geruis, sonorous, dry rales). Pada fase inspirasi maupun ekspirasi dapat nada tinggi (sibilant) dan nada rendah (sonorous) = rhonchi, rogchos berarti „ngorok‟. Sebabnya ada getaran lendir oleh aliran udara. Dengan dibatukkan sering hilang atau berubah sifat. Rhonchi basah (moist rales). Timbul letupan gelembung dari aliran udara yang lewat cairan. Bunyi di fase inspirasi.







Ronkhi basah halus (suara timbul di bronchioli),







Ronkhi basah kasar (suara berasal dari bronchus besar).







Krepitasi. Suara halus timbul karena terbukanya alveolus secara mendadak, serentak terdengar di fase inspirasi. (contoh: atelectase tekanan).







Suara gesekan (wrijfgeruisen, friction-rub). Ada gesekan pleura dan gesek perikardial sebabnya adalah gesekan dua permukaan yang kasar (misalnya: berfibrin).



Ronkhi basah sering juga disebut sebagai crackles, rhonchi kering disebut sebagai wheezes dan gesek pleura atau gesek perikard sebagai pleural dan pericardial rubs. 4.2. Pemeriksaan Fisik Jantung a. Inspeksi Melihat apakah terdapat iktus kordis atau tidak, namun pada keadaan normal iktus kordis dapat terlihat pada anak-anak yang kurus. b. Palpasi Meraba apakah iktus kordis dapat teraba atau tidak, apabila teraba dinilai kuat angkat atau tidak. c. Perkusi 



Batas kiri jantung. Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri. Dengan cara tersebut kita akan dapatkan tempat iktus, yaitu normal pada ruang interkostale V kiri agak ke medial dari linea midklavikularis sinistra, dan agak di atas batas paru-hepar. Ini merupakan batas kiri bawah dari jantung. Batas jantung sebelah kiri yang terletak di sebelah cranial iktus, pada ruang interkostal II letaknya lebih dekat ke sternum daripada letak iktus cordis ke sternum, kurang lebih di linea parasternalis kiri. Tempat ini sering disebut dengan pinggang jantung. Sedangkan batas kiri atas dari jantung adalah ruang interkostal II kiri di linea parasternalis kiri.







Batas kanan jantung. Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial. Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak. Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang



interkostal III-IV kanan, di linae parasternalis kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan. Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta. Kita ketahui bahwa pada emfisema daerah redup jantung mengecil, tapi pada aneurisma aorta daerah redup jantung meluas sampai ke sebelah kanan sternum sekitar ruang interkostal II. Suara perkusi pada sternumpun menjadi redup. Pada efusi pericardium daerah redup jantung meluas terutama bagian bawahnya sehingga bentuknya menyerupai bentuk jambu. d. Auskultasi Untuk mendengar bunyi jantung I dan II, serta menilai apakah adanya bising pada masing-masing katup jantung ataupun suara tambahan seperti gallop. 4. ABDOMEN a. Inspeksi 



Ukuran dan bentuk perut  otot abdomen anak masih tipis dan waktu berdiri anak kecil cenderung posisi lordosis maka perut anak kecil tampak agak membuncit kedepan (potbelly).







Dinding perut.







Gerakan dinding perut  pernapasan bayi dan anak sampai umur 6-7 tahun, dinding abdomen lebih banyak bergerak dibanding dengan dinding dada.



b. Auskultasi 



Dalam keadaan normal suara peristaltik terdengar sebagai suara yang intensitasnya rendah dan terdengar tiap 10-30 detik.







Pada daerah ginjal bagian posterior abdomen pada pasien hipertensi, terdengar bising (bruit) menunjukkan konstriksi salah satu arteri renalis.



c. Perkusi 



Cara perkusi abdomen sama dengan perkusi dada, hanya penekanan jari lebih ringan dan ketukan lebih perlahan.







Perkusi dilakukan dari daerah epigastrium secara sistimatis menuju ke bagian bawah/ abdomen.







Pada perkusi abdomen normal terdengar bunyi timpani diseluruh permukaan, abdomen, kecuali daerah hati dan limpa.







Perkusi abdomen selain untuk menentukan adanya cairan bebas (ascites) atau udara didalam rongga abdomen, dapat juga untuk membantu menentukan batas hati serta batas-batas massa intraabdominal.







Perkusi dari bagian lateral ke medial, perubahan suara dari timpani ke pekak merupakan batas cairan acites yang disebut pemeriksaan shifting dullness, yaitu dengan perubahan posisi miring kanan / miring ke kiri, adanya cairan ascites akan mengalir sesuai dengan gravitasi, dengan hasil perkusi sisi lateral lebih pekak/dullness. Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah timpani.







Pada pekak hati ditentukan dengan perkusi; pekak hati akan hilang apabila terdapat udara bebas dalam rongga abdomen.



Palpasi Hepar -



Merupakan bagian terpenting dalam pemeriksaan abdomen.



-



Anak diminta menarik napas dalam disamping menekuk lututnya dan berbaring dengan bantal tipis sehingga otot perut lemas.



-



Sebelum melakukan palpasi kedua telapak tangan harus saling digosokkan untuk menghangatkan.



-



Palpasi dapat dilakukan dengan monomanual (menggunakan tangan kanan saja) dan bimanual (menggunakan 2 tangan).



-



Saat palpasi hati lebih banyak digunakan ujung jari.



-



Pemeriksa berdiri di sebelah kanan klien, dan meletakkan tangan di bawah arcus costae XII pada saat inspirasi lakukan palpasi dan diskripsikan: 



Pembesaran hati diproyeksi pada kedua garis dan dinyatakan dengan berapa bagian dari kedua garis atau dinyatakan dalam cm.







Selain ukuran hati harus juga dicatat konsistensi, tepi, permukaan dan ada nyeri tekan/tidak.







Dalam keadaan normal anak sampai umur 5-6 tahun hati masih dapat diraba sampai berukuran 1/3-1/3 dengan tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata dan tidak terdapat nyeri tekan.



-



Untuk pengukuran besar hati digunakan 2 patokan garis, yakni: 



Garis



yang



menghubungkan



pusat



midklavikularis kanan dengan arkus aorta.



dengan



titik



potong



garis







Garis yang menghubungkan pusat dengan prosesus xiphoideus. Penekanan pada palpasi dimulai dengan ringan atau superfisial, dilanjutkan palpasi yang lebih dalam (kedua tangan saling bertopangan).



-



Ketegangan dinding perut dan nyeri tekan  nyeri dapat dilihat dari perubahan mimik anak ataupun perubahan nada tangis pada palpasi biasa.



-



Lokalisasi nyeri dengan terdapatnya nyeri lepas  dengan melihat reaksi pasien bila melepaskan secara tiba-tiba palpasi dalam pada daerah yang jauh dari lokalisasi nyeri yang dicurigai.



-



Pada anak kecil pemeriksaan tidak boleh menanyakan mana daerah yang merasa nyeri karena hampir selalu menunjuk ke daerah pusat. Nyeri pada kuadran kanan atas biasa disebabkan oleh organ hati yang membesar dengan cepat, hepatitis atau invaginasi. Nyeri kuadran kiri atas paling sering disebabkan oleh limpa membesar dengan cepat, ruptur limpa atau invaginasi.



Palpasi Limpa -



Cara palpasi limpa mirip dengan palpasi hati, dilakukan monomanual atau bimanual.



-



Pada neonatus, limpa mungkin masih teraba sampai 1-2 cm dibawah arkus kosta oleh karena proses hematopoesis ekstramedular yang masih berlangsung sampai umur 3 tahun.



-



Limpa yang membesar (splenomegali) dibedakan dari pembesaran lobus kiri hati karena bentuk limpa seperti lidah menggantung ke bawah, mengikuti pernapasan, terdapat insisura lienalis serta dapat didorong ke arah medial, lateral dan atas.



-



Limpa juga harus dibedakan dengan iga terakhir, dengan cara palpasi bimanual atau dengan perkusi.



-



Besarnya limpa diukur menurut Schuffner. Posisi pasien tetap telentang, buatlah garis bayangan Schuffner, yaitu jarak maksimum dari pusat/umbilikus ke garis potong pada arkus kosta kiri dibagi 4 bagian yang sama; garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha, garis dari pusat ke lipat paha ini juga dibagi 4 bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai pusat dinyatakan sebagai Schuffner IV, sampai lipat paha Schuffner VIII. Besar limpa dapat dinyatakan dalam cm dari arkus kosta dan untuk memperjelas lebih baik digambar sistimatis.



Palpasi Ginjal -



Dalam keadaan normal ginjal tidak dapat diraba kecuali pada neonatus.



-



Ginjal yang membesar dapat diraba dengan cara ballotement yang juga dipergunakan untuk meraba organ atau massa lain yang terletak retroperitoneal.



-



Caranya dengan bimanual, jalan meletakkan tangan kiri pemeriksa dibagian posterior tubuh pasien sedemikian sehingga jari telunjuk berada di angulus kostovertebralis. Kemudian jari telunjuk menekan organ atau massa ke atas, sementara tangan kanan melakukan palpasi secara dalam dari anterior dan merasakan organ atau massa menyentuh kemudian 'jatuh' kembali, bila letaknya retroperitoneal.



5. ANGGOTA GERAK Pada pemeriksaan anggota gerak, perhatikan: -



Sikap kedua lengan, apakah bergerak aktif simetris kanan dan kiri.



-



Panjang dan bentuk anggota gerak, yang dipengaruhi oleh nutrisi atau gaktor genetik.



-



Adanya jari tabuh, yang umumnya disebabkan oleh kondisi hipoksia kronik.



-



Adanya nyeri tekan pada anggota gerak yang seringkali disebabkan oleh trauma atau infeksi.



-



Adanya gangern atau nekrosis jaringan.



-



Pembengkakan lokal.



-



Deformitas dan bentuk tulang abnormal.



-



Atrofi atau hipotrofi otot.



-



Kecukupan perfusi jaringan, yang dinilai dari kehangatan jari-jari dan capillary refill time.



Referensi Wahidiyat I, Sastroasmoro S (Ed). Pemeriksaan Klinis pada Bayi dan Anak Edisi Ke-3. Jakarta: Sagung Seto, 2014. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan, Edisi Ke-8. Jakarta: EGC, 2009.