Pemeriksaan Spesisik Pada Kasus Frozen Shoulder [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMERIKSAAN SPESIFIK PADA KASUS FROZEN SHOULDER



Pemeriksaan Spesisfik



Pemeriksaan spesifik yang dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa ataupun dasar penyusunan problematik, tujuan dan tindakan fisioterapi, antara lain sebagai berikut :



1. Pemeriksaan Derajat Nyeri Untuk mengukur tingkat rasa nyeri yang dialami oleh seseorang akibat frozen shoulder digunakan skala penilaian berupa Visual Analog Scale (VAS), yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana derajat nyeri yang dialami oleh penderita. Kriteria penilaianya adalah sebagai berikut, 1-3=nyeri sangat ringan, 4-6=nyeri tidak begitu berat, 7-10=nyeri hampir tak tertahankan (Parjoto, 2011).



Visual Analog Scale ( VAS)



Skala VAS mengukur nyeri dengan menggunakan garis lurus yang diberi ukuran 10 cm yang menggambarkan intensitas nyeri yang berbeda. 0 – 0,9



: tidak nyeri



1 – 3.9



: nyeri ringan, pasien dapat berkomunikasi dengan baik



4 – 6,9



: nyeri sedang, pasien mendesis, dapat menunjuk lokasi nyeri dan mendeskripsikannya



7 – 9,9



: nyeri berat yang masih dapat terkontrol, pasien tidak dapat mengikuti intruksi tetapi masih bisa merespon terhadap tindakan



10



: nyeri hebat tidak bisa di control sehingga pasien sudah tidak dapat berkomunikasi dengan baik karena nyeri tidak tertahankan.



2. Pengukuran lingkar otot a. Tentukan posisi pangkal bahu. b. Tentukan posisi ujung siku dengan cara siku dilipat dengan telapak tangan ke arah perut. c. Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan menggunakan pita atau meteran (Lihat Gambar), dan beri tanda dengan sebelumnya dengan sopan minta izin kepada pasien). Bila menggunakan pita perhatikan titik nolnya. d. Lingkarkan pita sesuai tanda pulpen di sekeliling lengan pasien sesuai tanda (di pertengahan antara pangkal bahu dan siku). e. Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar. f. Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita (kearah angka yang lebih besar).



3. (Manual Mucle Test) MMT Derajat dari MMT di nilai dalam angka dari 0 sampai dengan 5. Derajat yang diberikan menggambungkan antara faktor subjektif dan objektif. Faktor subjektif adalah penilaian penguji pada tahanan yang di berikan pada pasien dalam test. Sedangkan faktor objektif adalah kemampuan pasien untuk memenuhi ROM atau melawan tahanan dan gravitasi.



Tabel Manual Muscle Test (MMT) (Sumber : Worthingham, D., Otot Testing



0



1



2



3



4



5



Tidak ada kontraksi otot sama sekali (baik dilihat atau diraba) Kontraksi otot dapat terlihat/ teraba tetapi tidak ada gerakan sendi Ada kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi secara penuh, tidak melawan gravitasi Kontraksi otot, dapat menggerakkan sendi dengan penuh dan mampu melawan gravitasi Kontraksi otot dengan sendi penuh, mampu melawan gravitasi dengan tahanan minimal Kontraksi otot dengan gerakkan sendi penuh, mampu melawan gravitasi dan dengan tahanan optiomum



Proses Pelaksanaan MMT a.



Pasien diposisikan dengan nyaman sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan kekuatannya. Posisi yang dipilih harus memungkinkan kontraksi otot dan gerakan mudah diobservasi.



b.



Bagian tubuh yang dites harus terbebas dari pakaian yang menghambat.



c.



Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.



d.



mengontraksikan ototnya dan stabilisasi diberikan pada segmen proksimal.



e.



Selama terjadi kontraksi, gerakan yang terjadi diobservasi, baik palpasi pada tendon atau perut otot.



f.



Memberikan tahanan pada otot yang dapat bergerak dengan luas gerakan sendi penuh dan dengan melawan gravitasi.



g.



Melakuakan pencatatan hasil MMT



4. Range Of Motion ( ROM) Merupakan pemeriksaan dasar untuk menilai pergerakan dan mengidentifikasikan masalah gerak untuk intervensi. Ketika sendi bergerak dengan ROM yang full atau penuh, semua struktur dalam region sendi tersebut mulai dari otot, ligament, tulang dan fasia ikut terlibat di dalamnya. Pengukuran ROM di lakukan dengan gonio untuk menilai ROM dalam derajat. Range dari otot berhubungan dengan fungsi dari otot itu sendiri, tujuan dari pengukuran ROM adalah untuk (1) Menentukan limitasi dari fungsi atau adanya potensi dari deformitas (2) Menentukan mana range yang harus di tingkatkan (3) Menentukan apakah di perlukannya penunjang atau alat bantu (4) Menegakkan pemeriksaan secara objektif. (5) Merekam peogressif atau regressif dari kelainan sendi



 Gerakan Fleksi shoulder (Normal ROM 160˚-180˚) a. Posisi pasien dan fisioterapis Pasien dalam posisi terlentang atau supine, dengan knee fleksi agar lumbal menjadi flat. Posisi shoulder 0 derajat abduksi, adduksi, dan rotasi. Posisi lengan 0 derajat dari supinasi dan pronasi sehingga telapak tangan menghadap ke tubuh. Sedangkan fisioterapis berada disamping pasien. b. Cara pengukuran 1) Subjek pada awal ROM fleksi glenohumeral. Fulcrum goniometer berada pada tonjolan akromion. Kedua arm goniometer berada sepanjang garis tengah bagian lateral dari thorak dan garis tengah bagian lateral dari humerus dan segaris dengan epicondylus lateral humeri.



2) Alignment goniometer pada akhir ROM fleksi glenohumeral. Tangan kanan fisioterapis membantu ekstremitas subjek dan menjaga distal arm goniometer pada alignment yang benar. Tangan kiri fisioterapis menempatkan proksimal arm goniometer pada garis tengah bagian lateral thorak.



 Gerakan ekstensi shoulder (normal ROM 60˚) a.



Posisi pasien dan fisioterapis



b.



Posisi pasien telungkup atau prone, dengan kepala menghadap berlawanan dengan sisi yang sedang di ukur. Kepala tidak disanggah bantal. Posisi shoulder 0 derajat dari abduksi dan rotasi. Posisi elbow sedikit fleksi sehingga regangan otot biceps brachii caput longum tidak menghambat gerakan. Posisi lengan 0 derajat dari supinasi dan pronasi sehingga telapak tangan menghadap ke tubuh. Sedangkan fisioterapi berada di samping pasien. Cara mengukur 1) Subjek pada awal ROM ekstensi glenohumeral. Fulcrum goniometer berada pada tonjolan akromion. Kedua arm goniometer berada sepanjang garis tengah bagian lateral dari thorak dan garis tengah bagian lateral dari humerus dan segaris dengan epicondylus lateral humeri.



2) Alignment goniometer pada akhir ROM ekstensi glenohumeral. Tangan kiri fisioterapis memegang distal arm goniometer pada alignment yang benar. Tangan kanan fisioterapis menempatkan proksimal arm goniometer pada garis tengah bagian lateral thorak.



 Gerakan abduksi shoulder (Normal ROM 170˚ ) a.



b.



Posisi pasien dan fisioterapis Posisi subjek terlentang, posisi alternatif lainnya bisa dengan posisi duduk atau telungkup. Posisi shoulder 0 derajat dan telapak tangan menghadap anterior. Sedangkan posisi fisioterapis berada di samping pasien. Cara mengukur 1) Posisi awal terlentang untuk melakukan pengukuran ROM abduksi shoulder. Pusat fulcrum goniometer berada dekat bagian anterior tonjolan akromion. arm goniometer berada sepanjang anterior midline dari humerus dan paralel dengan sternum.



2) Alignment goniometer pada akhir ROM abduksi glenohumeral. Salah satu Tangan fisioterapis memegang distal arm goniometer pada alignment yang benar. Kemudian tangan yang lainnya



menempatkan proksimal arm



goniometer pada garis tengah sepanjang anterior midline dari humerus pada saat pasien melakukan abduksi shoulder.



1.



Gerakan adduksi shoulder (normal ROM 45˚) a.



Posisi pasien dan fisioterapis



b.



Posisi subjek terlentang, posisi alternatif lainnya bisa dengan posisi duduk atau telungkup. Posisi shoulder 0 derajat dan telapak tangan menghadap anterior. Sedangkan posisi fisioterapis berada di samping pasien Cara mengukur 1) Posisi awal terlentang untuk melakukan pengukuran ROM



adduksi



shoulder. Pusat fulcrum goniometer berada dekat bagian anterior tonjolan akromion. arm goniometer berada sepanjang anterior midline dari humerus dan paralel dengan sternum.



2) Alignment goniometer pada akhir ROM adduksi glenohumeral. Salah satu Tangan fisioterapis memegang distal arm goniometer pada alignment yang benar. Kemudian tangan yang lainnya



menempatkan proksimal arm



goniometer pada garis tengah sepanjang anterior midline dari humerus pada saat pasien melakukan abduksi shoulder.  Gerakan Internal rotasi shoulder (normal ROM 70˚) a.



Posisi pasien dan fisioterapis



b.



Posisi subjek terlentang atau supine, dengan lengan yang diperiksa dalam posisi abduksi 90 derajat fleksi elbow 90 derajat. Sepanjang humerus permukaannya disanggah, namun elbow tidak disanggah. Sedangkan fisioterapis berada disamping pasien. Cara mengukur 1) Posisi pemeriksaan internal rotasi glenohumeral joint. Fisioterapis menempatkan fulcrum goniometer pada tonjolan olekranon dan menempatkan distal arm pada prosesus styloid ulna. Proksimal arm harus dapat bergerak bebas sehingga gravitasi membuatnya menggantung ke lantai.



2) Fisioterapis menyanggah lengan kiri subjek dan menjaga distal arm dari goniometer pada prosesus styloid ulna pada akhir ROM internal rotasi. Tangan kanan fisioterapis memegang fulcrum goniometer pada tonjolan olekranon. Proksimal arm menggantung tegak lurus ke lantai.



Gerakan eksternal rotasi shoulder (normal ROM 100˚) a.



Posisi pasien dan fisioterapis



b.



Posisi subjek terlentang atau supine, dengan lengan yang diperiksa dalam posisi abduksi 90 derajat dan fleksi elbow 90 derajat. Sepanjang humerus permukaannya disanggah, namun elbow tidak disanggah. Cara mengukur 1) Posisi pemeriksaan eksternal rotasi glenohumeral joint. Fisioterapis menempatkan fulcrum goniometer pada tonjolan olekranon dan menempatkan distal arm pada prosesus styloid ulna. Proksimal arm harus dapat bergerak bebas sehingga gravitasi membuatnya menggantung ke lantai.



2) Fisioterapis menyanggah lengan kiri subjek dan menjaga distal arm dari goniometer pada prosesus styloi8d ulna pada akhir ROM ekternal rotasi. Tangan kanan fisioterapis memegang fulcrum goniometer pada tonjolan olekranon. Proksimal arm menggantung tegak lurus ke lantai.



 Tujuan pengukuran ROM yaitu : a. Memberikan panduan kepada mahasiswa tentang prosedur pemeriksaan LGS b. Mengetahui besarnya LGS suatu sendi c. Membantu menegakkan diagnosis fisioterapi d. Membantu menentukan tindakan terapi e. Mengevaluasi keberhasilan/efektivitas program terapi f. Meningkatkan motivasi dan semangat pasien dalam menjalani terapi.



TES-TES SPESIFIK SHOULDER Tes spesifik ini berhubungan dengan anatomy dan patologi pada sendi . ada beberapa struktur yang bisa menyingkap tipe patologi yang spesifik dan lebih membantu pada saat melakukan pemeriksaan dan di utamakan pada bagian yang dicurigai.



Untuk shoulder ada beberapa yaitu :



1. Tes Yergason untuk stabilitas musculus biceps caput longum. 2. Tes Lengan Jatuh (Drop arm tes) untuk kerobekan musculus rotator cuff. 3. Tes Apprehension untuk dislokasi shoulder. 4. Tes Apley Strech untuk otot-otot abductor dan eksternal rotasi shoulder. 5. Tes Internal Rotation Lag Sign untuk internal rotasi shoulder.



1). Tes Yergason



Tes ini untuk menentukan stabil atau unstabilnya tendon musculus biceps pada sulcus bicipitalis. Caranya adalah dengan meminta pasien untuk memfleksikan elbownya, kemudian genggamlah fleksi elbow pada satu tangan dan tangan yang lain pada wristnya. Untuk mengetes stabilisasi tendon biceps, eksternal rotasikan arm pasien kemudian suruh dia untuk menahan gerakkan tersebut beberapa saat kemudian tariklah



ke bawah elbownya. Jika tendon musculus biceps tidak stabil pada sulcus bicipitalis , maka akan terdengar bunyi letupan pada sulcus tersebut dan pasien terlihat menahan nyeri . jika tendon stabil , maka tendon tersebut tetap berada ditempatnya dan pasien terlihat biasa saja.



2). Tes Drop Arm ( Tes Lengan Jatuh)



Tes ini untuk menentukan ada tidaknya kerobekan rotator cuff. Pertama mintalah pasien untuk abduksi arm. Kemudian suruh turunkan kesamping badan dengan perlahan . jika ada kerobekan rotator cuff (khususnya musculus supraspinatus) lengan akan jatuh kesisi badan dari posisi badan 90 derajat abduksi. Pasien tidak akan dapat menurunkan lengannya dengan perlahan walaupun ia mencoba berulang kali . jika pasien mampu melakukan abduksi maka berikan sedikit tepukan pada lengan bawahnya maka lengan segera jatuh ke sisi badan.



3). Tes Aprehension untuk Dislokasi Shoulder



Dilakukan untuk mengetes dislokasi shoulder yang bersifat kronik . Dengan cara melakukan abduksi dan mengeksternal rotasikan lengan pasien , dimana posisi ini akan mempermudah terjadinya dislokasi shoulder. Jika shoulder dislokasi pasien terlihat berubah mimiknya dan selanjutnya pasien akan menahan gerakan tersebut. 4). Apley Stresch a.



Posisi pasien : dengan posisi berdiri.



b.



Cara melakukan tes Untuk pemeriksaan pasien diminta menggaruk-garuk daerah disekitar angulus medialis scapula dengan tangan sisi collateral melewati belakang kepala pada



pola gerakan tersebut otot-otot abductor dan eksternal rotasi bahu bekerja pada tendonitis supraspinatus, bursitis akromialis dan kapsulitis adhesive bahu. Apley scratch tidak dapat dilakukan oleh pasien karena timbul nyeri disekitar persendihan bahu.



5). Internal Rotation Lag Sign a.



Posisi pasien dan fisioterapi



b.



Pasien duduk dengan fisioterapi dibelakang pasien. Cara melakukann tes



1) Lengan pasien yang terpengaruh dibawah ke rotasi internal maksimal dibelakang punggung (dorsum pasien menempel pada daerah lumbal). 2) Pemeriksa mengontrol lengan pasien di siku dan pergelangan tangan yang secara pasif dimasukkan ke dalam 20 derajat ektensi dengan mengambil lengan bawah dan tangan menjauh dari belakang. 3) Instruksikan pasien untuk secara aktif mempertahankan posisi ini saat pemeriksaan melepaskan pergelangan tangan tetapi mempertahankan dukungan disiku.