Pemfis Pada Bayi Dan Balita [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

http://lung-zone.blogspot.com/2013/09/pemeriksaan-fisik-pada-bayi-dan-balita.html KATA PENGANTAR



Puji sukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT.yang maha kuasa karena atas limpahan rahmat-Nya lah sehingga kami dapat menyelesikan makalah ini tepat pada waktunya. Sebagai manusia yang merupakan tempatnya salah dan lupa, kami juga menyadari bahwa makalah ini tentunya banyak mengundang sesuatu yang kontroversional karena kami takluput dari yang namanya kehilafan. Dengan ini kami juga memohon maaf apabi laterdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalahini. Bagi kami saran dan kritik dari pembaca atau penguna makalah ini merupakan hal yang paling indah sebagai apresiasi. Saran dan kritik yang membangun nantinya akan kami jadikan bahan pertimbangan nantinya kedepan.



Bengkulu, 9 agustus 2018



penyusun



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang



Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik bertujuan utnuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu dipahami, antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan), dan auskultasi (mendengar). Observasi (pengamatan secara seksama) Pemeriksaan dilakukan pada seluruh tubuh, dari ujung rambut sampai ujung kaki, namun tidak harus dengan urutan tertentu. Pemeriksaan yang menggunakan alat seperti pemeriksaan tengkorak, mulut, telinga, suhu tubuh, tekanan darah, dan lain-lainnya, sebaiknya dilakukan paling akhir, karena dengan melihat atau memakai alat-alat, umumnya anak menjadi takut atau merasa tidak nyaman, sehingga menolak diperiksa lebih lanjut.



B.



Rumusan Masalah



1. Bagaimana cara pemeriksaan fisik pada bayi dan anak balita? 2. Bagaimana cara pemeriksaan fisik pada anak ?



C.



Tujuan Penulisan



1. Untuk mengetahui cara pemeriksaan fisik pada bayi dan anak balita. 2. Untuk mengetahui cara pemeriksaan fisik pada anak.



D.



Manfaat Penulisan



1.



Untuk Mahasiswa



Mahasiswa lebih memahami bagaimana cara pemeriksaan fisik pada bayi dan anak serta anak.



balita



2. Untuk Pembaca Untuk menambah wawasan para pembaca tentang pemeriksaan fisik pada bayi dan balita serta anak.



anak



BAB II PEMBAHASAN PEMERIKSAAN FISIK PADA BAYI DAN ANAK BALITA Pemeriksaan fisik pada bayi terdiri atas beberapa hal yang menyangkut fungsi pada sistem tubuh bayi. 1. Pemeriksaan Fisik pada Bayi Merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh bidan, perawat, atau dokter untuk menilai status kesehatan yang dilakukan pada saat bayi baru lahir, 24 jam setelah lahir, dan pada waktu pulang dari rumah sakit. Dalam melakukan pemeriksaan ini sebaiknya bayi dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang, sehingga bayi tidak mudah kehilangan panas. Tujuan pemeriksaan fisik secara umum pada bayi adalah menilai status adaptasi atau penyesuaian kehidupan intrauteri kedalam kehidupan ekstrauteri serta mencari kelainan pada bayi. Adapun pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada bayi antara lain : Prinsip pemeriksaan bayi baru lahir a.



Jelaskan prosedur pada orang tua dan minta persetujuan tindakan



b.



Cuci dan keringkan tangan , pakai sarung tangan



c.



Pastikan pencahayaan baik



d. Periksa apakah bayi dalam keadaan hangat, buka bagian yangg akan diperiksa (jika bayi telanjang pemeriksaan harus dibawah lampu pemancar) dan segera selimuti kembali dengan cepat e.



Periksa bayi secara sistematis dan menyeluruh



Peralatan dan perlengkapan kapas senter termometer stetoskop selimut bayi bengkok timbangan bayi pita ukur/metlin pengukur panjang badan Prosedur Kerja Jelaskan pada ibu dan keluarga maksud dan tujuan dilakukan pemeriksaan Lakukan anamnesa riwayat dari ibu meliputi faktor genetik, faktor lingkungan, sosial,faktor ibu (maternal),faktor perinatal, intranatal, dan neonatal Susunalat secara ergonomis Cuci tangan menggunakan sabun dibawah air mengalir, keringkan dengan handuk bersih Memakai sarung tangan Letakkan bayi pada tempat yang rata 1.1 Hitung Frekuensi Nafas Pemeriksaan frekuensi nafas ini dilakukan dengan menghitung rata-rata pernapasan dalam satu menit. Pemeriksaan ini dikatakan normal pada bayi baru lahir apabila frekuensinya antara 30-60 kali per menit, tanpa adanya retraksi dada dan suara merintih saat ekspirasi, tetapi apabila bayi dalam keadaan lahir kurang dari 2.500 gram atau usia kehamilan kurang dari 37 minggu, kemungkinan terdapat adanya retraksi dada ringan. Jika pernapasan berhenti beberapa detik secara periodik, maka masih dikatakan dalam batas normal. 1.2 Lakukan Inspeksi pada Warna Bayi Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui apakah ada warna pucat, icterus, sianosis sentral, atau tanda lainnya. Bayi dalam keadaan aterm umumnya lebih pucat dibandingkan bayi dalam keadaan preterm mengingat kondisi kulitnya lebih tebal.



1.3 Hitung Denyut Jantung Bayi dengan Menggunakan Stetoskop Pemeriksaan denyut jantung untuk menilai apakah bayi mengalami gangguan yang menyebabkan jantung dalam keadaan tidak normal, seperti suhutubuh yang tidak normal, perdarahan, atau gangguan napas. Pemeriksaan denyut jantung ini dikatakan normal apabila frekuensinya antara 100-160 kali per menit. Masih dalam keadaan normal apabila diatas 60 kali per menit dalam jangka waktu yang relatif pendek, beberapa kali per hari, dan terjadi selama beberapa hari pertama jika bayi mengalami distress 1.4 Ukur Suhu Aksila lakukan pemeriksaan suhu melalui aksila untuk menentukan apakah bayi dalam keadaan hipotermi atau hipertermi. Dalam kondisi normal suhu bayi antara 36,5-37,5 derajat celcius. 1.5 Kaji Postur dan Gerakan Pemeriksaan ini untuk menilai ada atau tidaknya epistotonus/hiperekstensi tubuh yang berlebihan dengan kepala dan tumit ke belakang, tubuh melengkung ke depan, adanya kejang/spasme, serta tremor. Pemeriksaan postur dalam keadaan normal apabila dalam keadaan istirahat kepalan tangan longgar dengan lengan panggul dan lutut semifleksi. Selanjutnya pada bayi berat kurang dari 2.500 gram atau usia kehamilan kurang dari 37 minggu ekstremitasnya dalam keadaan sedikit ekstensi. Apabila bayi letak sungsang, di dalam kandungan bayi akan mengalami fleksi penuh pada sendi panggul atau lutut/sendi lutut ekstensi penuh, sehingga kaki bisa mencapai mulut. Selanjutnya gerakan ekstremitas bayi harusnya terjadi secara spontan dan simetris disertai dengan gerakan sendi penuh dan pada bayi normal dapat sedikit gemetar. 1.6 Periksa Tonus atau Kesadaran Bayi Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat adanya letargi, yaitu penurunan kesadaran dimana bayi dapat bangun lagi dengan sedikit kesulitan, ada tidaknya tonus otot yang lemah, mudah terangsang, mengantuk, aktifitas berkurang, dan sadar (tidur yang dalam tidak merespons terhadap rangsangan). Pemeriksaan ini dalam keadaan normal dengan tingkat kesadaran mulai dai diam hingga sadar penuh serta bayi dapat dibangunkan jika sedang tidur atau dalam keadaan diam. 1.7 Pemeriksaan Ekstremitas Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan ekstremitas abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang abnormal (menghadap kedalam atau keluar garis tangan ), serta menilai kondisi jari kaki, yaitu jumlahnya berlebih atau saling melekat. 1.8 Pemeriksaan Kulit Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat ada atau tidaknya kemerahan pada kulit atau pembengkakan, postula (kulit melepuh), luka atau trauma, bercak atau tanda abnormal pada kulit, elastisitas kulit, serta ada tidaknya ruam popok (bercak merah terang dikulit daerah popok pada bokong).



Pemeriksaan ini normal apabila tanda seperti eritema toksikum (titik merah dan pusat putih kecil pada muka, tubuh, dan punggung ) pada hari kedua atau selanjutnya, kulit tubuh yang terkelupas pada hari pertama. 1.9 Pemeriksaan Tali Pusat Pemeriksaan ini untuk melihat apakah ada kemerahan, bengkak, bernanah, berbau, atau lainnya pada tali pusat. Pemeriksaan ini normal apabila warna tali pusat kebiruan pada hari pertama dan mulai mongering atau mengacil dan lepas pada hari ke-7 hingga ke-10. 1.10



Pemeriksaan Kepala dan Leher



Pemeriksaan bagian kepala yang dapat diperiksa antara lain sebagai berikut :



1. Pemeriksaan rambut dengan menilai jumlah dan warna, adanya lanugo, terutama pada daerah bahu dan punggung. 2. Pemeriksaan wajah dan tengkorak dapat dilihat adanya maulage, yaitu tulang tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir untuk dilihat simetris atau tidak. Ada tidaknya caput succedaneum (edema pada kulit kepala, lunak dan tidak berfluktuasi, batasnya tidak tegas, serta menyebrangi sutura dan akan hilang dalam beberapa hari ).



Adanya cepal hematum terjadi sesaat setelah lahir dan tidak tampak pada hari pertama karena tertutup oleh caput succedaneum, konsistensinya lunak, berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi tulang tengkorak, tidak menyebrangi sutura, dan apabila menyebrangi sutura akan mengalami fraktur tulang tengkorak yang akan hilang sempurna dalam waktu 2-6 bulan. Adanya pendarahan yang terjadi karena pecahnya vena ysang menghubungkan jaringan diluar sinus dalam tengkorak, batasnya tidak tegas, sehingga bentuk kepala tampak simetris. Selanjutnya diraba untuk menilai adanya fluktuasi dan edema. Pemeriksaan selanjutnya adalah menilai fontanella dengan cara melakukan palpasi menggunakan jari tangan, kemudian fontanel posterior dapat dilihat proses penutupannya setelah usia dua bulan, dan fontanel anterior menutup saat usia 12-18 bulan. 3. Pemeriksaan mata untuk menilai adanya strabismus atau tidak, yaitu koordinasi gerakan mata yang belum sempurna. Cara memeriksanya adalah dengan menggoyangkan kepala secara perlahan-lahan, sehingga mata bayi akan terbuka, kemudian baru diperiksa. Apabila ditemukan jarang berkedip atau sensitivitas terhadap cahaya berkurang, maka kemungkinan mengalami kebutaan. Apabila ditemukan adanya epicantus melebar, maka kemungkinan anak mengalami sindrom down. Pada glaucoma kongenital, dapat terlihat pembesaran dan terjadi kekeruhan pada kornea. Katarak kongenital dapat



dideteksi apabila terlihat pupil yang berwarna putih. Apabila ada trauma pada mata maka dapat terjadi edema palpebral, perdarahan konjungtifa, retina, dan lain-lain. 4. Pemeriksaaan telinga dapat dilakukan untuk menilai adanya gangguan pendengaran. Dilakukan dengan membunyikan bel atau suara jika terjadi reflex terkejut, apabila tidak terjadi reflex, maka kemungkinan akan terjadi gangguan pendengaran. 5. Pemeriksaan hidung dapat dilakukan dengan cara melihat pola pernapasan, apabila bayi bernapas melalui mulut, maka kemungkinan bayi mengalami obstruksi jalan napas karena adanya atresia koana bilateral atau fraktur tulang hidung atau ensevalokel yang menonjol ka naso faring, sedangkan pernapasan cuping hidung akan menunjukkan gangguan pada paru, lubang hidung kadang-kadang banyak mukosa. Apabila secret mukopurulen dan berdarah, perlu dipikirkan adanya penyakit sifilis kongenital dan kemungkinan lain. 6. Pemeriksaan mulut dapat dilakukan dengan melihat adanya kista yang ada pada mukosa mulut. Pemeriksaan lidah dapat dinilai melalui warna dan kemampuan reflex mengisap. Apabila ditemukan lidah yang menjulur keluar, dapat dilihat adanya kemungkinan kecacatan kongenital. Adanya bercak pada mukosa mulut, palatum, dan pipi biasanya disebut sebagai monilia albicans, gusi juga perlu diperiksa un tuk menilai adanya pigmen pada gigi, apakah terjadi penumpukan pigmen yang tidak sempurna. 7. Pemeriksaan leher dapat dilakukan dengan melihat pergerakan, apabila terjadi keterbatasan dalam pergerakannya, maka kemungkinan terjadi kelainan pada tulang leher, misalnya kelainan tiroid, hemangioma, dan lain-lain.



1.11



Pemeriksaan Dada dan Punggung



Merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada daerah dada dan punggung, yang dilakukan untuk melihat adanya kelainan bentuk, melihat adanya gangguan pada pernapasan seperti apabila ditemukan pernapasan paradoksal dan retraksi pada inspirasi, adanya kesimetrisan. Apabila tidak simetris maka kemungkinan bayi mengalami pneumotoraks, paresis diafragma atau hernia diafragmatika dan pernapasan normal bayi pada umumnya dinding dada dan abdomen bergerak secara bersamaan, frekuensi pernapasan bayi normal antara 40-60 kali per menit, perhitungannya harus satu menit penuh karena terdapat periodic breathing dimana pola pernapasan pada neonates terutama pada prematur adanya henti napas yang berlangsung 20 detik dan terjadi secara berkala. Kadang-kadang pada kelenjar susu pada bayi ditemukan air susu karena pengaruh hormonal. Pada pemeriksaan secara palpasi dapat ditemukan ada tidaknya fraktur klavikula dengan cara meraba ictus kordis dengan menentukan posisi jantung, secara auskultasi frekuensi jantung dilakukan dengan menggunakan stetoskop dengan menilai jumlah frekuensi jantung secara normal bayi antara 120-160 kali



per menit. adanya bising sering ditemukan pada bayi, bunyi pernapasan pada bayi adalah bronkovesikuler dan terdengarnya bising usus pada daerah dada menunjukkan adanya hernia diafragmatika. 1.12



Pemeriksaan Abdomen



Pemeriksaan pada abdomen ini meliputi pemeriksaan secara inspeksi untuk melihat bentuk dari abdomen. Apabila didapatkan abdomen membuncit yang dapat diduga kemungkinan disebabkan hepatosplenomegali atau cairan didalam rongga perut, adanya kembung apabila didapatkan adanya perforasi usus atau ileus. Pada perabaab hati biasanya teraba 2-3 cm dibawah arcus kosta kanan, limpa teraba 1 cm dibawah arkus kosta kiri. Pada palpasi ginjal dapat dilakukan dengan pengaturan posisi terlentang dan tungkai bayi dilipat agar otot-otot dinding perut dalam keadaan relaksasi, batas bawah ginjal dapat diraba setinggi umbilicus diantara garis tengah dan tepi perut. Dan bagian-bagian ginjal dapat diraba sekitar 2-3 cm adanya pembesaran pada ginjal dapat disebabkan oleh neoplasma, kelainan bawaan atau thrombosis vena renalis.



1.13



Pengukuran Antropometri



Pada bayi baru lahir, perlu dilakukan pengukuran antropometri seperti berat badan yang normal adalah sekitar 2.500-3.500 gram, apabila ditemukan berat badan kurang dari 2.500 gram, maka dapat dikatakan bayi memiliki berat badan lahir rendah (BBLR). Akan tetapi, apabila ditemukan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 3.500 gram, maka bayi dimasukkan dalam kelompok makrosomia. Pengukuran antropometri lainnya adalah pengukuran panjang badan secara normal, panjang badan bayi baru lahir adalah 45-50 cm, pengukuran lingkar kepala normalnya adalah 33-35 cm, pengukuran lingkar dada normalnya adalah 30-33 cm. apabila ditemukan diameter kepala lebih besar 3 cm dari lngkar dada, maka bayi menggalami hidrosefalus ddan apabila diameter kepala lebih kecil 3 cm dari lingkar dada, maka bayi tersebut mengalami mikrosefalus.



1.14



Pemeriksaan Genetalia



Pemeriksaan genetalia ini untuk mengetahui keadaan labium minor yang tertutup oleh labia mayor, lubang uretra dan lubang vagina seharusnya terpisah, namun apabila ditemukan satu lubang maka didapatkan terjadinya kelainan dan apabila ada secret pada lubang vagina, hal tersebut karena pengaruh hormon. Pada bayi laki-laki sering didapatkan fimosis, secara normal panjang penis pada bbayi adalah 34 cm dan 1-1,3 cm untuk lebarnya, kelainan yang terdapat pada bayi adalah adanya hipospadia yang



merupakan defek dibagian ventral ujung penis atau defek sepanjang penisnya. Epispadia merupakan kelainan defek pada dorsum penis. 1.15



Pemeriksaan Anus dan Rectum



Pemeriksaan anus dan rectum dapat dilakukan untuk menilai adanya kelainan otresia ani atau mengetahui posisinya, adanya meconium secara umum keluarnya pada 24 jam apabila ditemukan dalam waktu 48 jam belum keluar maka dimungkinkan adanya meconium plug syndrome, megakolon atau obstraksi saluran pencernaan. 1.16



Pemeriksaan Urine dan Tinja



Pemeriksaan urine dan tinja bermanfaat untuk menilai ada atau tidaknya diare serta kelainan pada daerah anus. Pemeriksaan ini normal apabila bayi mengeluarkan feses cair antara 6-8 kali per menit, dapat dicurigai apabila frekuensi meningkat serta adanya lendir atau darah. Adanya perdarahan pervaginam pada bayi baru lahir dapat terjadi selama beberapa hari pada minggu pertama kehidupan.



PEMERIKSAAN FISIK PADA BALITA Merupakan pengkajian yang dilakukan pada anak yang bertujuan untuk memperoleh data status kesehatan anak serta dapat dijadikan sebagai dasar dalam menegakkan diag nosis. Adapun pemeriksaannya adalah sebagai berikut : 2.1 Pemeriksaan Keadaan Umum Pemeriksaan ini terdiri atas pemeriksaan status kesadaran, status gizi, tanda-tanda vital, dan lain-lain. a. Pemeriksaan Kesadaran Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai status kesadaran anak, ada dua macam penilaian status kesadaran, yaitu penilaian secara kualitatif dan penilaian secara kuantitatif. Secara kualitatif didapatkan antara lain : compos mentis, yaitu anak mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respons yang cukup terhadap stimulus yang diberikan; apatis, yaitu anak acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya; somnelon, yaitu anak memiliki kesadaran yang lebih rendah dengan ditandai dengan anak tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsive terhadap rangsangan ringan, dan masih memberikan respons tterhadap rangssangan yang kuat; sopor, yaitu anak tidak memberikan respons ringan maupun sedang, tapi masih memberikan respons sedikit terhadap rangsangan yang kuat dengan adanya reflex pupil terhadap cahaya yang masih positif; koma, yaitu anak tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun, reflex pupil terhadap cahaya tidak ada; dan delirium merupakan tingkat kesadaran yang paling rendah ditandai dengan disorientasi sangat iritatif, kacau, dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik.



Dalam penilaian kesadarran anak, sering kali ditemukan permasalahan, seperti kesulitan dalam penilaian kesadaran melalui respons yang diberikan pada anak, karena respons dari anak tidak menjadikan ukuran mutlak keadaan kesadaran baik atau terjadi gangguan. b. Pemeriksaan Status Gizi Penilain status gizi ini dapat dilakukan dengan melakukan beberapa pemeriksaan, seperti pemeriksaan antropometri, yang meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, pemeriksaan klinis dan laboratorium yang dapt digunakan untuk menentukan status gizi anak. Selanjutnya dalam penilaian status gizi anak dapat disimpulkan apakah anak mengalami gizi baik, cukup, atau gizi yang kurang.



c. Pemeriksaan Nadi Pemeriksaan nadi seharusnya dilakukan dalam keadaan tidur atau istirahat. Pemeriksaan nadi dapat dilakukan berssamaan dengan pemeriksaan denyut jantung untuk mengetahui adanya pulsus deficit yang merupakan denyut jantung yang tidak cukup kuat untuk menimbulkan denyut nadi, sehingga denyut jantung lebih tinggi daripada denyut nadi.



Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kecepatan atau ffrekuensi nadi, misalnya dapat ditemukan takikardi yang merupakan denyut jantung llebih cepat daripada kecepatan normal, keadaan ini dapat terlihat pada keadaan hipertermia, aktivitas tinggi, ansietas, tirotoksikosis, miokarditis, gagal jantung, serta dehidrasi atau rejantan. Pada keadaan hipertermia, meningkatnya suhu satu derajat celcius akan meningkatkan denyut nadi sebanyak 15-20 kali per menit. Penilaian yang berkaitan dengan pemeriksaan nadi adalah ada atau tidaknya takikardi sinus, yang ditandai dengan adanya variasi 10-15 denyutan dari menit ke menit. takikardi supraventikuler paroksisimal yang ditandai dengan nafi sulit dihitung karena frekuensinya sangat tinggi (lebih dari 2000 kali per menit) dan kecepatan nadi konstan sepanjang serangan. Disamping takikardi, terdapat istilah brikardi, yaitu frekuensi denyut jantung yang kurang dari normal atau denyut jantung lambat. Dalm penilaian brikardi, terdapat brikardi sinus dan brikardi relative apabila denyutan nadi lebih sedikit dibandingkan dengan kenaikan suhu. Selain pemeriksaan frekuensi nadi, dapat juga dilakukan pemeriksaan irama denyutan nadi. Selanjutnya diraba apakah iramanya normal atau tidak, hasil perabaab dapat berupa disritmia (aritmia) sinus. Disritmia merupakan ketidakteraturan nadi dimana denyut nadi lebih cepat saat inspirasi dan akan lebih lambat saat ekspirasi, kemudian apabila teraba nadi sepasang-sepasang dinamakan pulsus bigeminus dan apabila teraba tiga kelompok- kelompok disebut pulsus trigeminus, serta untuk melihat kkelainan lebih lanjut dapat dengan elektrokardiografi.



Selain itu, pemeriksaan nadi lainnya adalah kualitas nadi apakah normal atau cukup. Hal ini dapat dinilai seperti adanya pulsus seler ditandai dengan nadi teraba sangat kuat dan turun dengan cepat akibat tekanan nadi (perbedaan tekanan sistolik dan diastolic yang sangat besar). Apabila lemah menunjukkan adanya kegagalan dalam sirkulasi, adanya pulsus parvus et tardus yang ditandai dengan amplitude nadi yang rendah dan teraba lambat naik dapat terjadi pada stenosis aorta. Adanya pulsus alternas, ditandai dengan denyut nadi yang berselang-seling kuat dan lemah menunjukkan adanya beban ventrikel kiri yang berat. Adanya pulsus paradoksus ditandai dengan nadi yang teraba jelas lemah saat inspirasi dan teraba normal atau kuat saat ekspirasi yang menunjukkan tamponade jantung.



d. Pemeriksaan tekanan darah Dalam melakukan pemeriksaan tekanan darah, hasilnya sebaiknya dicantumkan dalam posisi apa pemeriksaan darah dilakukan, seperti tidur, duduk, berbaring, atau menangis. Sebab posiisi akan memengaruhi hasil penilaian tekanan darah yang dilakukan. Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. Pemeriksaan yang sering kita lakukan adalah pemeriksaan secara tidak langsung dengan menggunakan spigmomanometer yang dapat dilakukan secara palpasi atau secara auskultasi dengan bantuan stetoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai adanya kelainan pada gangguan system kardiovaskular, apabila didapatkan perbedaan tekanan darah sistolik pada saat inspirasi dan saat ekspirasi lebih dari 10 mmHg, maka dapat dikatakan anakk mengalami pulsus paradoksus yang kemungkinan menyebabkan terjadinya tamponade jantung, gagal jantung, dan lain-lain. e. Pemeriksaan pernapasan Pemeriksaan ini dilakukan dengan ccara menilai frekuensi, irama, kedalaman, dan tipe atau pola pernapasan denggan ketentuan sebagaimana tertera pada table berikut : Dyspnea Susah napas yang ditunjukkan dengan adanya retraksi dinding dada Bradipnea Frekuensi pernapasan lambat abnormal, tapi iramanya teratur Takipnea Frekuensi pernapasan cepat yang abnormal Hiperkapnea Pernapasan cepat dan dalam



Apnea Tidak ada pernapasan Cheyne stokes Periode pernapasan cepat dalam yang bergantian dengan periodeapnea, umumnya pada bayi dan pada anak selama tidur nyenyak, depresi, dan kerusakan otak. Kusmaul Napas dalam yang abnormal bisa cepat, normal, atau lambat. Paa umumnya terjadi pada asidosis metabolik Biot Tidak teratur, terlihat pada kerusakan otak bagian bbawah dan depresi pernapasan.



f.



Pemeriksaan suhu



Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui rektal, aksila, dan oral yang digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh yang dapat digunakan untuk membantu menentukan diagnosis dini suatu penyakit.



Suhu tubuh normal : 3 bulan 37,5 1 tahun 37,7 3 tahun 37,2 5 tahun 37,0



2.2 Pemeriksaan Kulit, Kuku,Rambut, dan Kelenjar Getah Bening Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui apakah terdapat kelainan atau masalah pada kondisi kulit, kuku, rambut, dan kelenjar getah bening. a. Pemeriksaan kulit Pemeriksaan ini untuk menilai warna kulit. Dan cara ppemeriksaan dan keadaan patologis kelempbappan kullt Cokelat Menunjukkan adanya penyakit Addison atau beberapa tumor hipofisis. Biru kemerahan Menunjukkan polisitemia Merah Alergi dingin, hipertermia, psikologis, alcohol, atau inflamasi local Biru (sianosis) pada kuku Sianosis pperifer karena kecemasan, kedinginan, atau sentral karena penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen yang meliputi bibir, mulut, dan badan. Kuning Icterus yang menyertai penyakit hati, hemolysis sel darah merah, obstruksi saluran empedu, atau infeksi barat yang dapat dilihat pada sclera, membrane mukosa, dan abdomen. Bila terdapat pada telapak tangan, kaki, dan mukosa serta bukan pada sclera, kemungkinan akibat memakan wortel dan kenttang. Bila pada area kulit terbuka tidak ada skleradan membrane mukosa menunjukkan adanya penyakit ginjal kronis. Pucat (kurang merah muda pada orang kult putih) atau warna abu-abu pada kulit hitam Menunjukkan adanya sinkop, demam,, syok, dan anemia Kekurangan warna secara umum Albinoisme keadaan patologis kelembapan kulit Cara



Paatologis Amati kelembapan daerah kulit Normal :agak kering Kulit kering pada daerah bibir, tangan, atau genital menunjukkan adanya dermatitis kontak. Normal : membran mukosa lembap Kekeringan yang menyeluruh disertai adanya lipatan dan membrane mukosa yang lembap menunjukkan terlalu terpapar dengan sinar matahari dan sering mandi attau kurang gizi, sedangkan kering pada membrane mukosa menunjukkan adanya dehidrasi serta adanya kedinginan menunjukkan adanya syok dan perspirasi.



b. Pemeriksaan kuku Pemeriksaan kuku dilakukan dengan cara inspeksi terhadap warna, bentuk, dan keadaan kuku. Adanya jari tubuh dapat menunjukkan penyakit pernapasan kronis atau penyakit jantung serta bentuk kuku yang cekung atau cembung menunjukkan adanya cedara, defisiensi besi, dan infeksi. c. Pemeriksaan rambut Pemeriksaan rambut ini dilakukan untuk menilai warna, kelebatan, distribusi, dan karakteristik lainnya dari rambut. Normalnya rambut menutupi semua permukaan tubuh, kecuali telapak tangan dan kaki serta permukaan labia sebelah dalam. Rambut kepala normalnya berkilauan seperti sutra dan kuat. Rambut yang kering, rapuh, dan kurang pigmen dapat menunjukkan adanya kekurangan gizi. Kondisi rambut yang kurang tumbuh dappat menunjukkan adanya malnutrisi, penyakit hipotiroidisme, efek obat, dan lain-lain. d. Pemeriksaan kelenjar getah bening Pemeriksaan kelenjar getah bening dilakukan dengan cara melakukan palpasi pada daerah leher, inguinal, atau kelenjar lainnya. Apabila terjadi pembesaran dengan diameter lebih dari 10 mm, hal ini menunjukkan kemungkinan adanya ketidaknormalan atau terdapat indikasi penyakit tertentu.



2.3 Pemeriksaan Kepala dan Leher Pemeriksaan kepala dan leher meliputi pemeriksaan kepala secara umum, yaitu pemeriksaan wajah, mata, telinga, hidung, mulut, faring, laring, dan leher. a. Pemeriksaan kepala



Pemeriksaan ini bermanfaat untuk memeriksa lingkar kepala. Apabila didapatkan lingkar kepala yang lebih besar dari normal dinamakan makrosefali dan biasanya dapat ditemukan pada penyakit hidrosefalus. Sebaiknya, apabila liingkar kepala lebih kecil dari normal disebut mikrosefali. Pemeriksaan yang lain adalah ubun-ubun atau fontanel ubun-ubun besar, normalnya bertekstur rata atau sedikit cekung, namun apabila ubun-ubun besar menonjol dapat menunjukkan adanya peningkatan tekanan intracranial, sedangkan apabila cekung kemungkinan terjadi dehidrasi dan malnutrisi. b. Pemeriksaan wajah Pemeriksaan wajah pada anak dilakukan untuk menilai kesimetrisan wajah. Asimetris pada wajah dapat disebabkan oleh adanya paralisis fasialis. Selain melihat kesimetrisan wajah, pemeriksaan ini juga dilakukan untuk menilai adanya pembengkakan daerah wajah. c. Pemeriksaan mata Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menilai visus atau ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus ini dapat dilakukan dengan pemberian rangsangan cahaya pada usia neonates. Pada usia satu bulan, bayi sudah mampu melihat adanya benda-benda dan pada usia dua bulan mampu melihat jari, untuk memperjelas pemeriksaan dapat digunakan oftalmoskop. Pemeriksaan mata selanjutnya adalah pemeriksaan palpebral. Palpebral dilihat apakah simetris atau tidak, kelainan yang muncul antara lain ptosis, lagoftalmus, dan pseudolagoftalmos. Pemeriksaan sclera dilakukan untuk menilai warna sclera. Sclera normal berwarna putih. Kornea, pada pemeriksaan dilihat apakahjernih atau tidak, apabila terjadi peradangan tampak adanya kekeruhhan.



Pemeriksaan pupil dilakukan untuk melihat kemempuan pupil dalam membesar dan mengecil. Pada keadaan normal pupil berbentuk bulat dan simetris. Pupil dikatakan normal apabila diberikan sinar akan mmengecil dengan reflex cahaya langsung maupun kontralateral pada yang tidak disinari. Apabila ditemukan pupil yang berwarna putih kemungkinan adanya penyakit katarak. Pemeriksaan lensa dapat dilakukan dengan menilai jernih tidaknya lensa. Apabila ditemukan kekeruhan pada lensa, maka kemungkinan pasien mengalami katarak. Pada pemeriksaan bola mata, apabila bola mata menonjol dinamakan eksoftalmus dan apabila bola mata mengecil dinamakan enoftalmos. Pemeriksaan strabismus atau juling ditentukan apabila ditemukan sumbu visual yang tidak sejajar pada lapang ggerakan bola mata.



d. Pemeriksaan telinga Pemeriksaan telinga dapat dilakukan mulai dari telinga bagian luar, tengah, dan dalam. Pada ppemeriksaan telinga bagian luar dapat dimulai dari pemeriksaan daun dan liang telinga dengan menentukan bentuk, besar, serta posisinya. Pemeriksaan liang telinga ini dapat dilakukan dengan bantuan otoskop. Pemeriksaan selanjutnya adalah membrane timpani, pemeriksaan ini dikatakan normal



apabila membrane timpani sedikit cekung dan mengilap, kemudian dilihat juga adanya perforasi atau tidak. Berikutnya dilakukan pemeriksaan mastoid dengan melihat adanya pembengkakan pada daerah mastoid, setelah itu baru dilakukan pemeriksaan pendengaran apakah mengalami gangguan atau tidak dengan bantuan alat garpatula. Pemeriksaan telinga yang spesifik untuk bayi, misalnya pemeriksaan simetrisitas daun telinga yang khas terjadi pada bayi atau anak yang mengalami down syndrome.



e. Pemeriksaan hidung Pemeriksaan hidung dilakukan untuk menilai adanya kelainan bentuk hidung juga untuk menentukan ada tidaknya epistaksis. Alat yang dapat digunakan ialah rhinoskopi anterior maupun posterior.



f.



Pemeriksaan mulut



Pemeriksaan mulut dilakukan untuk menentukan ada tidaknyya trismus yang merupakan kesulitan membuka mulut, halitosis yang merupakan bau mulut tidak sedap karena personal hygiene yang kurang, serta labioskisis dimana kkeadaan bibir tidak simetris. Pemeriksaan selanjutnya adalah gusi yang dapat ditentukan dengan melihat adanya edema atau tanda-tanda peradangan. Pemeriksaan lidah juga dapat dilakukan untuk menilai apakah terjadi kelainan kongenital atau tidak, juga dapat diperiksa ada tidaknya tremor lidah dengan cara menjulurkan lidah.



Pemeriksaan gigi perlu dilakukan khusunya pada anak, dimana kadang-kadang gigi tumbuh dan mudah lepas. Perkembangan gigi susu mulai tumbuh pada usia lima bulan, tetapi kadang-kadang satu tahun. Pada usia 3 tahun ke dua puluh gigi susu akan tumbuh. Kelainan yang dapat ditemukan pada gigi antara lain adanya karies dentis yang terjadi akibat infeksi bakteria. Dalam pemeriksaan ini juga dapat diketahui adanya hipersalivasi pada anak, hal ini terjadi kemungkinan akibat gigi anak akan tumbuh atau karena adanya proses peradangan yang lain.



g. Pemeriksaan faring Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya hyperemia; edema; serta adanya abses, baik retrofaringeal maupun peritonsiral. Adanya edema faring umumnya ditandai dengan mukosa yang pucat dan sembap. Pada diftteri dapat ditemukan adanya bercak putih abu-abu (pseudomembran).



h. Pemeriksaan laring



Pemeriksaan llaring ini sangat berhubungan dengan pemeriksaan pernapasan. Apabila ada obstruksi pada laring, maka suarra terdengar stridor yang disertai dengan bentuk dan suara serak. Pada pemeriksaan laring dapat digunakan alat laringoskop, baik direk (langsung) maupun indirek (tidak langsung) dengan mmenggunakan alat yang dimasukkan kedalam secara pperlahan-lahan dengan lidah ditarik keluar.



i.



Pemeriksaan leher



Pemeriksaan leher dilakukan untuk menilai adanya tekanan pada vena jugularis dengan cara meletakkan pasien dalam posisi terlentang dengan dada dan kepala diangkat setinggi 15-30 derajat, pada pemeriksaan ini dapat ditemukkan ada tidaknya distensi pada vena jugularis. Pemeriksaan yang lain adalah ada tidaknya massa dalam leher. Pemeriksaan pada bayi dilakukan dalam keadaan terlentang, kemudian kelenjar tiroid diraba dari kedua sisi dengan jari telunjuk dan tengah. Perhatikan adanya pergerakan pada tiroid ke atas apabila pasien menelan.



2.4 Pemeriksaan Dada Dalam melakukan penilaian terhadap hasil pemeriksaan dada, hal yang perlu diperhatikan adalah bentuk dan besar dada, kesimetrisan dan garakan dada, adanya deformitas atau tidak, adanya penonjolan, serta adanya pembengkakan atau kelainan yang lain. Bentuk-bentuk dada adalah sebagai berikut : 1. Funnel chest, merupakan bentuk dada dimana sternum bagian bawah serta iiga masuk ke dalam terutama saat inspirasi. Hal ini dapat disebabkan olleh adanya hipertrofi adenoid yang berat. 2. Pigeon chest (dada burung), merupakan bbentuk dada dimana bagian sternum menonjol kea rah luar, biasanya disertai dengan depresi fentrikel pada daerah kostokodral. 3. Barrel chest, merupakan bentuk dada dimana dada berbentuk bulat seperti tong dengan sternum terdorong kea rah depan dengan iga-iga yang horizontal. Dada dengan bentuk ini dapat ditemukan pada penyakit obstruksi paru seperti asma, emfisema, dan lain-lain. Pemeriksaan pada daerah dada yang lain adalah pemeriksaan payudara, paru, dan jantung. Pada bayi dan balita akan sulit ditentukan bentuk dada ini. Pemeriksaan ini akan menjadi efektif untuk anak yang berusia lebih dari lima tahun



2.5 Pemeriksaan Payudara



Pemeriksaan payudara pada anak dapat dilakukan untuk mengetahui perkembangan atau kelainan payudara anak, diantaranya adalah untuk mengetahui ada tidaknya ginekosmatia patologis atau terjadi galaktore sebelum anak mengalami masa pubertas.



2.6 Pemeriksaan Paru Langkah ppertama pemeriksaan paru adalah inspeksi untuk melihat apakah terdapat kelainan patologis atau hanya fisiologis dengan melihat pengembangan paru saat bernapas, selanjutnya pemeriksaan paru dengan palpasi, perkusi, dan auskultasi. Hasil penilaian dari pemeriksaan auskultasi meliputi adanya suara napas dasar dan suara napas tambahan sebagaimana diuraikan berikut. 1. Suara napas dasar Suara napas dasar merupakan suara napas biasa yang meliputi suara napas vesicular, bronkial, amforik, cog wheel breath sound, dan metamorphosing breath sound.



2. Suara napas tambahan Suara napas tambahan merupakan suara napas yang dapat didengar selain napas dasar denggan bantuan auskultasi. Suara napas tambahan meliputi ronki basah (rales)/ronki kering, wheezing, suara krepitasi, sertabunyi gesekan pleura (pleural friction rub).



2.7 Pemeriksaan Jantung Pemeriksaan jantung yang pertama kali dilakukan dengan cara berikut ini . 1. Denyut aspeks atau aktivitas ventrikel lebih dikenal dengan nama iktus kordis, meruppakan denyutan jantung yang dapat dilihat pada daerah aspeks, yaitu sela iga ke-4 ppada garis midklavikularis kiri atau sedikit lateral. Denyutan ini dapat terlihat apabila terjadi pembesaran ventrikel, seperti apabila pada daerah ventrikel kiri yang besar, maka apeks jantung bergeser kebawah dan ke lateral. 2. Detak pulmonal, merupakan detak jjantung yang apabila tidak teraba pada bunyi jantung II, maka dikatakan normal. Apabila bunyi jantung II mengeras dan dapat diraba pada sela iga ke-2 tepi kiri stenum, maka keadaan tersebut dikatakan sebagai detak pulmonal atau pulmonary tapping. 3. Getaran bising (thrill), merupakan getaran dinding dada akibat bising jantung keras, yang terjadi pada kelainan organic. a. Perkusi



Dapat dilakukan untuk menilai adanya pembesaran pada jantung (kardiomegali) serta batasan dari organ jantung tersebut yang dillakukan pada daerah sekitar jantung dari perifer hingga ke tengah. b. Auskultasi Auskultasi pada jantung dilakukan dengan cara mendengarkan mulai dari aspeks hingga ke tepi kiri sternum bagian bawahh, bergesar ke atas sepanjang tepi kiri sternum, tepi kanan sternum daerah infra dan supraklavikula kanan/kiri, lekuk suprasternal daerah karotis dileher kanan atau kiri, serta seluruh sisa dada atau dapt dilakukan dengan berbagai cara pemeriksaan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai daerah mitral di aspeks, untuk triskuspidalis di parasternal kiiri bawah, daerah pulmonal pada sela iga ke-2 tepi kiri sternum, dan daerah aorta di sela iga ke-2 tepi kanan sternum. 2.8 Pemeriksaan Abdomen Pemeriksaan abdomen pada anak dilakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Pemeriksaan auskultasi didahulukan mengingat yang akan didengarkan adalah bising usus atau peristaltic usus, sehingga tidak dipengaruhi oleh stimulasi dari luar melalui palpasi atau perkusi. Berbagai organ yang diperiksa dalam pemeriksaan abdomen, diantaranya hati, ginjal, dan lambung itu sendiri.



2.9 Pemeriksaan Genitalia Pemeriksaan genitalia anak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Khusus pada laki-laki, dapat diperiksa dengan cara memerhatikan ukuran, bentuk penis, dan testis. Perlu juga diperhatikan kelainan yang ada, seperti hipospadia (orificium uretra di ventral penis, biasanya dekat glan atau sepanjang penis); epispadia(muara uretra pada dorsal penis), mungkin di glan atau batang penis;fimosis (pembukaan prepusium sangat kecil, sehingga tidak dapat ditarik ke glan penis), serta adanya peradangan pada testis dan skrotum. Sedangkan pada perempuan dapat diperhatikan adanya epispadia (terbelahnya mons pubis dan klitoris serta uretra membuka di bagian dorsal); adanya tanda-tanda seks sekunder, seperti pertumbuhan rambut dan payudara; serta cairan tang keluar dari lubang genital.



2.10



Pemeriksaan Tulang Belakang dan Ekstremitas



Pemeriksaan tulang belakang dan ekstremitas pada anak dapat dilakukan dengan cara inspeksi terhadap adanya kelainan tulang belakang, seperti lordosis (deviasi tulang belakang kea rah anterior), kifosis (deviasi tulang belakang kea rah posterior), scoliosis (deviasi tulang belakang ke arah samping), kelemahan, serta perasaan nyeri yang ada pada tulang belakang dengan cara mengobservasi pada posisi terlentang, tengkurap, atau duduk. Pemeriksaan tulang, otot, dan sendi dimulai dengan inspeksi pada jari-jari, seperti ppada jari tubuh dapat dijumpai pada penyakit jantung bawaan atau penyakit paru kronis, adanya nyeri tekan, gaya



berjalan, ataksia (inkoordinasi hebat), spasme otot, paralisis, atrofi/hipertrofi otot, kontraktur, dan lainlain.



2.11



Pemeriksaan Neurologis



Pemeriksaan neurologis pada anak pertama kali dapat dilakukan secara inspeksi dengan mengamati berbagai kelainan neurologis, seperti kejang; tremor/gemetaran (gerakan halus yang konstan); twitching (gerakan spasmodic yang berlangsung singkat, seperti otot lelah serta nyeri setempat); korea (gerakan involunter kasar, tanpa tujuan, capat dan tersentak-sentak, serta tidak terkoordinasi); parese (kelumpuhan otot tidak sempurna); paralisis (kelumpuhan otot yang sempurna); diplegia (kelumpuhan pada dua anggota gerak); paraplegia (kelumpuhan pada anggota gerak bawah); tetraplegia/parese (kelumpuhan ppada keempat anggota gerak); hemiparese/plegi (kelumpuhan pada sisi tubuh atau angggota ggerak yang dibatasi garis tengah di daeah tulang belakang). Pemeriksaan kedua adalah pemeriksaan reflex. Pada pemeriksaan ini yang dapat diperiksa antara lain : 1. Reflex superfisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengann empat goresan yang membentuk segi empat dibawah xifoid (di atas simpisis). 2. Reflex tendon dalam, dengan mengetuk menggunakann hammer pada tendon biseps, trisep, patella, dan Achilles. Penilaiannya adalah jika pada bisep (terjadi fleksi sendi siku), trisep (terjadi ekstensi sendi siku), patela (terjadi ekstensi sendi lutut), dan pada achiles (terjadi fleksi plantar kaki). Apabila hiperefleksi berarti ada kelainan pada upper motor neuron dan apabila hiporefleks berarti terjadi kelainan pada lower motor neuron. 3. Refleksi patologis dapat menilai adanya reflex Babinzki dengan cara menggores permukaan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya positif apabila terjadi reaksi ekstensi ibu jari. Pemeriksaan ketiga adalah pemeriksaan rangsang meningeal, antara lain kaku kuduk. Cara melakukannya adalah pasien diatur posisi terlentang kemudian leher ditekuk, apabila terdapat tahanan dagu dan dagu tidak menempel atau mengenai bagian dada maka disebut kaku duduk(positif). Brudzinski I diperiksa dengan cara pasien diatur dalam posisi telentang, meletakkan satu tangan dibawah kepala pasien, kemudian ttangan lain diletakkan di dada untuk mencegah badan terangkat, kemudian kepala difleksikan ke dada. Adanya rangsangan meningeal apabila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi sendi panggul dan lutut. Brudzinski II dengan cara pasien diatur terlentang, difleksikan secara pasif tungkai atas pada sendi panggul, ikuti fleksi tungkai lainnya. Apabila sendi lutut lainnya dalam keadaan ekstensi, maka terdapat tanda meningeal dan tanda kering. Dengan posisi dalam keadaan terlantang, fleksikan tungkai atas tegak lurus, kemudian luruskan tungkai bawah pada sendi lutut, penilaiannya adalah jika dalam keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut 135 derajat terhadap tungkai atas.



Pemeriksaan terakhir adalah pemeriksaan kekuatan dan tonus otot dengan cara melihat adanya kekuatan tonus otot pada bagian ekstremitas. Caranya dengan memberi tahanan, mengangkat atau menggerakkan bagian otot yang akan dinilai dengan ketentuan sebagaimana pada table berikut : 0(0%) Paralisis, tidak ada kotraksi otot sama sekali 1(10%) Terlihat atau teraba getaran kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan anggota gerak sama sekali 2(25%) Dapat menggerakkan anggota gerak, tetapi tidak kuat menahan berat dan tidak dapat melawan tekanan pemeriksa. 3(50%) Dapat menggerakkan anggota gerak untuk nenahan berat, tetapi dapat menggerakkan anggota badan untuk melawan tekanan pemeriksa 4(75%) Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan melawan tekanan secara stimultan 5(100%) Normal



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik bertujuan utnuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu dipahami, antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan), dan auskultasi (mendengar). Pemeriksaan fisik bisa dilakukan pada seluruh bagian dari tubuh. Mulai dari kepala sampai kaki untuk mengetahui adanya ketidaknormalan pada bayi dan anak.



B. Saran Sebaiknya pada saat melakukan pemeriksaan fisik pada bayi dan balita harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Supaya dapat terdeteksi jika ada kelainan-kelainan pada bayi dan balita. Selanjutnya, jika ada kelainan-kelainan yang tidak bisa diatasi, sebaiknya kolaborasi dengan tenaga medis lain, atau di rujuk ke rumah sakit.



DAFTAR PUSTAKA



Buku Asuhan Persalinan Normal Revisi 2007. DEPKES RI.2003.Manajemen terpadu bayi muda . modul -6.DEPKES RI Muslihatun, Wafi Nur.2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya



Prawirohardjo. Sarwono. 2005. Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR. POG